khutbah idul adha 1434 h
TRANSCRIPT
KHUTBAH IDUL ADHA 1434 H
MENELADANI NABI IBRAHIM AS
OLEH : AMAN
.
.
.
.
!
Muslimin dan muslimat
Rahimakumullah,
Pada saat ini jutaan umat Islam
berkumpul di tanah suci mekah dalam
rangka melaksanakan ibadah haji.
Lantunan talbiyah mereka
menggetarkan hati kita, menambah
kerinduan kita untuk melihat ka‟bah
dan menyaksikan jejak perjuangan
Nabi Ibrahim dan Rasulullah Saw.
Kita juga menyaksikan Mereka para
jama‟ah haji rela menanggalkan
pakaian serba mewah, pakaian yang
menunjukkan martabat di tengah-
tengah masyarakat dan menggantinya
dengan pakaian ihram warna putih
dan tidak berjahit. Kesemuanya itu
dilakukan demi menjunjung tinggi
perintah Allah dan Rasul-Nya.
Hikmahnya adalah supaya jiwa
manusia menyadari bahwa dihadapan
Allah memiliki derajat atau status
sosial yang sama. Apakah ia seorang
kepala negara, orang yang dipertuan
atau harajaon, sama-sama memakai
pakaian putih yang tidak berjahit. Di
sini umat Islam didik untuk belajar
mati sebelum mati. Karena seluruh
jama‟ah haji diwajibkan memakai
pakaian ihram mirip kain kafan dan
apada pelaksanaan wukuf di Arafah
mereka merasakan seperti di padang
mahsyar. Bagi kita yang ditinggalkan
mereka, kita ikhlaskan atas
kepergiannya, karena mereka adalah
milik Allah dan akan kembali kepada
Allah. Salah satu sikap syukur
tertinggi dari orang beriman adalah
dia akan berprinsip bahwa seluruh
harta pencariannya atau seluruh
anggota keluarganya adalah
pemberian Allah dan dia ikhlas di
saat Allah mengambil milik-Nya.
Kita berdoa kepada Allah, semoga
kita menjadi hamba yang pandai
bersyukur, dan memang hamba yang
pandai bersyukur itu jumlahnya
sangat sedikit sekali, sebagaimana
firman Allah dalam surah al-A‟raf
ayat 10 :
Artinya : Sesungguhnya Kami
telah menempatkan kamu sekalian di
muka bumi dan Kami adakan bagimu
di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur.”
Sesungguhnya, sikap syukur
itu bukan untuk Allah, karena Allah
sama sekali tidak bergantung dengan
mahluknya. Kesyukuran yang kita
lakukan pada hakikatnya adalah
untuk kemaslahatan/kebaikan diri kita
sendiri. Kita diperintah menunaikan
ibadah haji dan berqurban, pada
intinya untuk kepentingan kita, bukan
untuk Allah. Allah Swt berfirman
dalam surah an-Naml ayat : 40
Artinya :“Dan barangsiapa
yang bersyukur maka sesungguhnya
dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri dan barangsiapa yang
ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku
Maha Kaya lagi Maha Mulia."
Selanjutnya kita sampaikan
salawat dan salam kepada Rasulullah
Saw., insya Allah kita yang
istiqamah mengamalkan sunnahnya
akan mendapat pembelaan dari dari
Rasulullah Saw berupa Syafa‟atnya di
hari kiamat kelak.
Muslimin wa muslimat sidang
idul adha rahimakumullah,
Nabi Ibrahim As diberi gelar
oleh Allah sebagai abul anbiya‟ (bapak
para nabi), ulul „azmi (orang yang sabar
dan teguh pendirian), dan khalilur
rahman (kekasih Allah yang maha
pengasih). Ia dijuluki abul anbiya‟
lantaran telah melahirkan para nabi dan
orang-orang sholeh. Oleh karenanya,
sebagai orang tua, Nabi Ibrahim As
banyak memberi keteladanan kepada
keturunannya termasuk kita umat
Rasulullah Saw. Ada 3 hal sikap
keteladanan dari diri Nabi Ibrahim
As, sehingga beliau sukses
melahirkan keturunan orang-orang
saleh:
1. Nabi Ibrahim tidak pernah
bosan berdo‟a untuk kebahagiaan
dunia dan akhirat. Semula Nabi
Ibrahim As menikah dengan Siti
Sarah dan pernikahan yang cukup
lama tidak ada tanda-tanda ada
keturunan dari Sarah. Selanjutnya
Nabi Ibrahim menikah dengan Siti
Hajar seorang hamba hadiah dar raja
Mesir atas persetujuan Sarah. Nabi
Ibrahim yang sudah lama tidak
meiliki keturunan terus menerus
berdo‟a tanpa rasa bosan sedikitpun.
Do‟a beliau diabadikan dalam Al-
Qur‟an surah as-saffat ayat : 100
Artinya : Ya Tuhanku,
anugrahkanlah kepadaku (seorang
anak) yang termasuk orang-orang
yang saleh.”
Akhirnya do‟a Nabi Ibrahim pun di
kabulkan oleh Allah Swt dengan
lahirnya Nabi Isma‟il dari Siti Hajar
dan Nabi Ishaq dari Siti Sarah. Allah
Swt berfirman dalam surah Ibrahim
ayat 39 :
Artinya : Segala puji bagi Allah
yang telah menganugerahkan kepadaku
di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq.
Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar
Maha Mendengar (memperkenankan)
doa.
Menurut Riwayat Ibn Abbas yang
dikemukakan dalam Tafsir al-Alusiy,
Nabi Ibrahim baru memiliki keturunan
Nabi Isma‟il pada usia 99 tahun dan Nabi
Ishaq lahir Nabi Ibrahim berumur 120
tahun. Dari kisah ini dapat kita ambil
hikmah bahwa kita tidak dibolehkan
berputus asa dalam berdoa untuk
menggapai kebahagiaan dunia akhirat.
Kita terkadang masih kurang sabar dalam
berdoa. Bahkan terkadang kita menuduh
Tuhan itu tidak adil. Mengapa saya yang
selalu salat dan berdoa tidak juga
dikabulkan ? Ternyata masalah ini
pernah dipertanyakan para sahabat
Rasulullah Saw., bahwa doa orang
beriman itu akan dikabulkan oleh Allah
atau akan dijadikannya simpanan di hari
kiamat atau dijadikannya benteng untuk
menolak bala. Rasulullah Saw bersabda :
Artinya : dari Abu Sa'id berkata; Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidaklah seorang muslim yang berdoa
dengan doa yang tidak untuk keburukan dan
tidak untuk memutus tali kekeluargaan,
kecuali Allah akan memberinya tiga
kemungkinan; doanya akan segera dibalas,
menjadikannya sebagai tabungannya di
akhirat, atau ia akan dijauhkan dari
keburukan sebanding dengan doanya, " para
sahabat bertanya, "Jika demikian kita minta
yang lebih banyak, " beliau bersabda: "Allah
memiliki yang lebih banyak." (HR. Imam
Ahmad)
Kaum muslimin wa muslimat
rahimakumullah,
2. Nabi Ibrahim sangat memperhatikan
pendidikan anak- anaknya.
Keteladanan yang kedua atau kunci
sukses Nabi Ibrahim melahirkan
generasi saleh adalah Nabi Ibrahim
berpandangan bahwa masa depan
anak-anaknya sampai dengan
cucunya sangat penting diperhatikan.
Beliau adalah seorang ayah yang
sangat lembut bertutur kata kepada
seluruh anggota keluarganya. Allah
Swt mengabadikan model pendidikan
Nabi Ibrahim dalam keluarga, yang
termkatub dalam surah as-saffat ayat
102 :
Artinya : Maka tatkala anak itu
sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
"Hai anakku sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang sabar."
Ayat di atas dapat kita ambil hikmah
bahwa Nabi Ibrahim selalu memanggil
anaknya dengan kalimat “wahai
anakkku”. Ini adalah bahasa pendidikan
dalam keluarga, yang selalu santun
berbicara dengan seluruh anggota
keluarga. Nabi Ibrahim selaku orang tua
dan sekaligus pimpinan tertinggi di
dalam rumah tangga tetap
mengedepankan musyawarah. Sepeti di
gambarkan dalam ayat di atas, Nabi
Ibrahim meminta pendapat dan
mendengarkan masukan atau saran dari
anaknya. Begitu juga dengan Nabi
Isma‟il selaku anak, ia sangat patuh
dengan orang tuanya. Di dalam keluarga
Nabi Ibrahim selalu menanamkan nilai-
nilai keimanan kepada seluruh anggota
keluarga, bahkan beliau senantiasa
mendoakan seluruh anggota keluarganya
supaya menjadi hamba Allah yang selalu
menegakkan salat, sebagaimana firman
Allah dalam surah Ibrahim ayat 40 :
Artinya : Ya Tuhanku,
jadikanlah aku dan anak cucuku orang-
orang yang tetap mendirikan shalat, ya
Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
Hari ini adalah hari raya qurban,
yang mengandung makna di dalam
kehidupan kita perlu ada pengorbanan,
baik berupa materi maupun non materi.
Apalagi dalam membhina rumah tangga
yang sakinah sebagaimana yang
dilakukan Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Di dalam mendidik anak kita perlu
pengorbanan waktu. Kita usahakan
dalam satu hari ada waktu sesaat
berkumpul dengan anggota keluarga,
apakah itu waktu makan malam selasai
Salat Magrib dan baca Al-Qur‟an. Kita
ajak anak kita dan anggota keluarga
untuk selalu gemar membaca Al-Qur‟an.
Mendidik anak juga perlu kesabaran atau
ketekunan. Karena yang kita hadapi
adalah anak-anak yang belum balig atau
anak-anak remaja yang hendak menanjak
dewasa. Kita awasi pergaulan anak-anak
kita, karena saat ini banyak anak remaja
yang terlibat narkoba dan pergaulan
bebas.
Kaum muslimin wa muslimat
rahimakumullah
3. Nabi Ibrahim sangat
bertanggungjawab terhadap
kesejahteraan keluarga
Keteladanan yang ketiga atau
kunci sukses Nabi Ibrahim melahirkan
generasi saleh adalah beliau sangat
bertanggungjawab terhadap masa depan
keluarganya. Demi mencapai
kesejahteraan keluarga, Nabi Ibrahim
rela melakukan musafir atau merantau
dari palestina ke Mesir yang berjarak
ribuan kilometer, memskipun kondisi
alam sangat terik dan tandus. Hal ini
dikemukakan Allah dalam firman-Nya
surah Ibrahim ayat 37 :
Artinya : Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang
tidak mempunyai tanam-tanaman di
dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, ya Tuhan kami (yang
demikian itu) agar mereka mendirikan
shalat, maka jadikanlah hati sebagian
manusia cenderung kepada mereka dan
beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.
Rasulullah Saw menyatakan
bahwa seorang yang mencari rejeki halal
untuk menafkahi keluarganya akan
mendapatkan pahala tertinggi di sisi
Allah, sebagaimana Hadis Nabi Saw :
Artinya : Dari Abu Hurairah
ia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Dinar
(harta) yang kamu belanjakan di
jalan Allah dan dinar (harta) yang
kamu berikan kepada seorang budak
wanita, dan dinar yang kamu
sedekahkan kepada orang miskin
serta dinar yang kamu nafkahkan
kepada keluargamu. Maka yang
paling besar ganjaran pahalanya
adalah yang kamu nafkahkan kepada
keluargamu." (HR. Imam Muslim)
Begitulah tingginya penghargaan
Islam kepada para pimpinan rumah
tangga dalam menafkahi keluarganya.
Disekeliling kita masih ada
sebahagian Para suami selaku pimpinan
dan penanggungjawab utama dalam
rumah tangga sering duduk di lopo kopi
dan membiarkan isteri tercinta
membanting tulang memenuhi nafkah
keluarga. Kita lebih banyak
membicarakan aib dan mencari-cari
kelemahan saudara-saudara kita di lopo
daripada membahas kelemahan yang ada
dalam diri dan keluarga kita. Inilah yang
disebut gut-gut yang harus dihindari.
Mari kita sama-sama berusaha untuk
meneladi Nabi Ibrahim yang selalu gigih
dalam berdo‟a dan berusaha serta
bertanggungjawab terhadap keluarga dan
umatnya.
Kaum muslimin wa muslimat
rahimakumullah
Sebagai penutup dari khutbah kita kali
ini adalah mari kita sama-sama
mengambil hikmah dari keteladanan
Nabi Ibrahim As, khususnya ibadah
qurban. Karena orang yang berqurban
dengan seekor hewan kurban sangat
dicintai Allah, jiwanya bersih dan dihari
kiamat akan menjadi pembela kita,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Arinnya : dari 'Aisyah bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Tidak ada
amalan yang dilakukan oleh anak
Adam pada hari Nahr (Idul Adhha)
yang lebih dicintai oleh Allah selain
dari pada mengucurkan darah (hewan
kurban). Karena sesungguhnya ia
(hewan kurban) akan datang pada hari
kiamat dengan tanduk, bulu, dan
kukunya. Dan sungguh, darah
tersebut akan sampai kepada (ridha)
Allah sebelum tetesan darah tersebut
jatuh ke bumi, maka bersihkanlah
jiwa kalian dengan berkurban." (HR.
Imam Turmuziy)
Kita berdoa kepada Allah,
semoga amalan qurban kita diterima-
Nya dan bagi yang belum mampu
berqurban kita berdoa semoga di
tahun mendatang kita dapat
meningkatkan jiwa pengorbanan kita.
Begitu juga dengan para
jama‟ah haji kita, semoga mereka
memperoleh haji mabrur dan kita
yang belum mampu untuk berangkat
ke sana, semoga Allah memberikan
keesmpatan untuk mengikuti jejak
baik mereka ke tanah suci. Amin ya
Rabbal alamin.
.