ketentuan harta waris pusaka tinggi minangkabau …

119
KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU TINJAUAN HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011) Skripsi DiajukanUntukMemenuhi Salah Satu PersyaratanMemperolehGelar Sarjana Hukum (S.H) Disusun Oleh: SRI WAHYUNI : 11150430000115 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1443 H/2021 M

Upload: others

Post on 14-Apr-2022

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU

TINJAUAN HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011)

Skripsi

DiajukanUntukMemenuhi Salah Satu PersyaratanMemperolehGelar

Sarjana Hukum (S.H)

Disusun Oleh:

SRI WAHYUNI : 11150430000115

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1443 H/2021 M

Page 2: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

i

KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU

TINJAUAN HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H)

Disusun Oleh:

SRI WAHYUNI

NIM.11150430000115

Pembimbing

SRI HIDAYATI, M.Ag

NIP. 19710215 199703 2002

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1443 H/2021 M

Page 3: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

ii

Page 4: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

iii

Page 5: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing

(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi

mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab

yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf

Arab

Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

H ha dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis bawah ص

D de dengan garis bawah ض

T te dengan garis bawah ط

Page 6: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

v

Z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ع

Gh ge dan ha غ

F Ef ؼ

Q Qo ؽ

K Ka ؾ

L El ؿ

M Em ـ

N En ف

W We ك

H Ha ق

Y Ya م

b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia,

memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai

berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

ـــــــ a Fathah ـــ

ـــــــ i Kasrah ـــ

ـــــــ u Dammah ـــ

Page 7: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

vi

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya sebagai

berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

ai a dan i ـــــ ـــــي

ــوـــــ au a dan u ـــ

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

ــاـ â a dengan topi diatas ــ

ـــ ـى î i dengan topi atas ـ

ــوــ û u dengan topi diatas ـ

d. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif

dan lamال) ), dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf

syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya: اإلجثهاد = al-ijtihâd.

e. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: ةعفشلا = al-syuî

„ah, tidak ditulis asy-syuf „ah.

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh atau

diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

Page 8: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

vii

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti

dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi huruf

“t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Syarî’ah عةريشال 1

يةملاسلااعةريشال 2 al- syarî’ah al-islâmiyyah

بهدامنةالقارم 3 Muqâranat al-madzâhib

g. Huruf Kapital

Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun

dalam transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan

bahwa jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis

dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

kata sandangnya. Misalnya, مخاربلا = al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama

tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al- Raniri, tidak ditulis

Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

h. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi‟l), kata benda (ism) atau huruf (harf),

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan

berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

No Kata Arab Alih Aksara

تظوراححالمبيتضرورةال 1 al-darûrah tubîhu almahzûrât

al-iqtisâd al-islâmî لاميقتصادالاسالا 2

Page 9: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

viii

ABSTRAK

Sri Wahyuni, NIM :11150430000115. KETENTUAN HARTA WARIS

PUSAKA TINGGI MINANGKABAU TINJAUN HUKUM ISLAM

(AnalisisPutusan Nomor 2306 K/Pdt/2011). Program Studi Perbandingan

Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2021 M.

Studi ini bertujuan untuk: (a) untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya

sistem pewarisan harta pusaka di Minangkabau. (b) mengetahui sistem pewarisan

harta dalam Islam atau dalam buku II Komplikasi Hukum Islam. (c) mengetahui

tinjaun Hukum Adat dan Hukum Islam tentang kewarisan. Jenis penelitian yang

digunakan dalam penulisan ini adalah meteode yang bersifat deskriptif analisis,

dengan pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan

dengan penelitian bahan pustaka, dengan objek penelitian ialah Undang- undang

No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Buku II

Tentang Kewarisan dan sebuah Putusan Hakim di Mahkama Agung Nomor:2306

K/Pdt/2011.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: Dalam pratiknya di dalam adat

Minangkabau pemegang harta secara praktis adalah perempuan karena di

tanganya terpusat kerabat matrilineal dan juga dilibatkan dalam bermusawarah

dalam keluarga dana nagari. Namun dalam pemakaian harta, perempuan

dipercayakan untuk mengelola harta pusako karena perempuan di Minangkabau

dikenal sebagai pemegang kunci. Dalam hal ini, harta pusako tinggi tidak bisa di

perjual belikan ataupun digadaikan. Sistem pembagian harta waris yang

digunakan adalah menggunakan sistem matrilineal yakni dibagi berdasarkan garis

keturunan ibu dan seterusnya dan hal ini tidak bertentangan dengan Hukum Islam.

Karena harta waris yang dimaksud dalam ilmu kewarisan adalah harta milik

penuh dari pemiliknya, sedangkan harta pusako tinggi adalah harta milik bersama

yang tidak bisa dibagi-bagi.

Kata Kunci : Hukum Islam, Hukum Adat, Pusako Tinggi

Dosen Pembimbing : Sri Hidayati, M. Ag

Page 10: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

ix

KATA PENGANTAR

Pujisyukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena berkat dan

rahmat, hidayah, serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan

baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad

SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah kezaman ilmiah seperti

sekarang ini.

Kedua orang tuatercinta Ayah handa Agus H. Mahadin dan Ibunda

Nurlaela H.M. Ali Jamaludin, atas pengorbanan dalam mendidik, mengasuh dan

berjuang sampai titik ini dan tak pernah lupa untuk mendoakan, memberikan

arahan serta dukungan kepada penulis.

Selanjutnya, penulis akan menyampaikan rasa terimakasih tak terhingga

kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penulis Skripsi ini, baik

berupa moril maupun materil. Karena tanpa bantuan dan dukungannya, penulis

tidak akan menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis secara

khusus akan menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Siti Hanna, S.Ag, Lc.M.A. Ketua Program Studi Perbandingan

Mazhab dan bapak Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag. sebagai dosen pembimbing skripsipenulis.

4. Ibu Dr. AfidahWahyuni. M.Ag, Dosen Penasehat AkademikPenulis.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan

memberikan Ilmu yang tak ternilai harganya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif HidayatullahJakarta.

6. Kepada teman-teman seperjuangan PMH 2015 yang telah member

pengalaman yang berharga selama perkuliahan dan juga saudara/saudari

Bima Dompu yang selalu memberi dukungan kepadapenulis.

7. Sahabat penulis (Elvita Hasanah, Hakimah, Raodatul Aini, Nur Afnah,

Page 11: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

x

Rini, Wilda, Fitri, Een, Nadia dan Mirna), dan juga sahabat serantuan dan

seperjuangan (Sirajudin, Abang Rijal, Kaka Eka, Abang Agus, Abang

Firman, Abang Adit, AbangSarjan,Nurrabiatul,danAnita)yangselalumen-

supportpenulisdan menjadi teman baik bagi penulis, yang mengajarkan

kehidupan bukan lewat teori namun lewat tingkah laku diri.

Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan

yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kebaikan kalian menjadi

berkah dan amal jariyah untuk kita semua. Dan semoga Skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis serta pembaca pada umumnya.Aamiin

Jakarta, 11 Agustus 2021 M

Muharram 1443 H

SRI WAHYUNI

NIM: 11150430000115

Page 12: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

xi

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. i

LEMBARAN PENGESAHAN PANITIAUJIAN SKRIPSI ........................... ii

LEMBARAN PERNYATAAN ....................................................................... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI......................................................................iv

ABSTRAK .................................................................................................... viii

KATA PENGANTAR..................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 10

C. Pembatasan Masalah ................................................................. 11

D. Rumusan Masalah ..................................................................... 11

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................ 11

F. Literatur Review ........................................................................ 12

G. Metode Penelitian ...................................................................... 13

H. Sistematika Pembahasan ........................................................... 15

BAB II : SEKILAS TENTANG ADAT MINANGKABAU

A. Sistem Kekerabatan Minangkabau .......................................... 17

B. Ruang Lingkup Kekerabatan Matrilineal ................................ 18

C. Kedudukan Perempuan dan Mamak di Minang ...................... 22

D. Harta pusako di Minangkabau ................................................. 28

E. Waris Adat Minangkabau ......................................................... 37

1. Pengertian Hukum Waris Adat ........................................... 37

2. Asas-asas Waris Adat Minangkabau .................................. 37

3. Ahli Waris ........................................................................... 38

BAB III : POSISI HUKUM ADAT DALAM HUKUM ISLAM

A. Teori hubungan antara adat dengan hukum Islam .................... 40

B. Hukum Adat Sebagai ‘Urf dalam hukum Islam ....................... 42

C. Kehujjahan dan dalil Hukum terhadap Al-‘addah .................... 47

D. Adat Dalam PandanganUshul Fiqh .......................................... 49

Page 13: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

xii

E. Hukum Adat Pada Masa Nabi dan Sahabat .............................. 52

BAB 1V : PUTUSAN NOMOR 2306 k/Pdt/2011 DAN ANALISIS

A. Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011 ............................................. 55

1. Kronologis Perkara.............................................................58

2. Eksepsi ................................................................................ 59

3. Tuntutan .............................................................................. 59

4. Putusan ................................................................................ 66

5. Pertimbangn Hakim ............................................................ 66

B. Analisis Menurut Hukum Adat Minangkabau Terhadap

Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011............................................68

C. Analisis menurut Hukum Islam Terhadap Putusan Nomor

2306K/Pdt/2011.......................................................................70

D. Analisis Penulis ........................................................................ 73

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 76

B. Saran ......................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 14: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki julukan negara seribu

pulau, sehingga Indonesia memiliki beragam budaya dengan kekayaan

masing-masing disetiap wilayahnya. Oleh karena itu dengan banyaknya

budaya maka adanya hukum yang mengatur masyarakat budaya tersebut,

yang disebut sebagai hukum adat.

Hukum dalam pemikiran masyarakat adat adalah pemahaman

induvidual dan personal terhadap hukum, maka dalam masyarakat hukum

adat adalah jiwanya, karena tidak mungkin masyarakat adat hidup tanpa

adanya hukum1. Hubungan antara hukum dan masyarakat tidak dapat

dipisahkan, karena dimana ada masyarakat disitu ada hukum (ubi

societas ibi ius). Setiap orang mempunyai kepetingan yang diharapkan

untuk dipenuhi, manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai bahaya

yang mengancam kepetingannya, sehingga seringkali menyebabkan

kepentingannya tidak tercapai2.

Di negara kita Republik Indonesia ini, hukum waris yang berlaku

secara nasional belum terbentuk, dan hingga kini ada 3 (tiga) macam

hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni

hukum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum

Perdata Eropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat

oleh pemerintah colonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu.

Penyelesaian dengan perdamaian/musyawarah sebelum maupun

setelah terjadinya perselisihan, telah menjadikan dasar bagi masyarakat

untuk mewujudkan kedamaian dan keadilan, hal ini dalam praktik di

1 Dominikus Rato, Hukum Perkawinan dan Waris Adat, (Surabaya: Laksbang

Justitia, 2011), h. 3

2 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum SebagaiPengantar, (Yokyakarta:

Cahaya Atma Pustaka, 2010), h. 1

Page 15: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

2

dalam masyarakat bangsa Indonesia telah dilaksanakan sejak dahulu kala

oleh tetua bangsa Indonesia. Sehingga penyelesaian dengan perdamaian

menjadi acuan penyelesaian sebelum maupun terjadi setelah terjadi

perselisihan. Penyelesaian dengan perdamaian di pengadilan di atur

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dan Peraturan Mahkamah

Agung RI, Nomor 1 tahun 2008. Dimana hakim sebelum mengadakan

pemerikasaan wajib mendamaikan pihak-pihak yang bertentangan. Pada

waktu sidang pertama hakim wajib menunjuk mediator untuk

melaksanakan perdamaian dengan cara mediasi yang telah ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan tersebut3.

Hukum waris Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang

beragama Islam dan diatur Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia,

yaitu materi hukum Islam yang ditulis dalam Pasal 229. Dalam hukum

waris Islam menganut prinsip kewarisan individual bilateral, bukan

kolektif maupun mayorat. Dengan demikian pewaris bisa berasal dari

pihak bapak atau ibu. Menurut hukum waris Islam ada tiga syarat agar

pewarisan dinyatakan ada sehingga dapat memberi hak kepada seseorang

atau ahli waris untuk menerima warisan yaitu, Pertama Orang yang

mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat di buktikan

secara hukum ia telah meninggal. Sehingga jika ada pembagian atau

pemberian harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup, itu tidak

termasuk dalam kategori waris tetapi disebut hibah, Kedua orang yang

mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan

meninggal dunia, Ketiga orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki

hubungan keturunan atau kekerabatan, baik pertalian lurus ke bawah

seperti anak, cucu, dan paman.4

Karena itu mengingat bangsa Indonesia yang mayoritas beragama

3 Ummul Khaira, Pelaksanaan Upaya Perdamaian Dalama Perkara Perceraian,

Vol. 18 No.3, September 2018: h.319-334

4 Ahmad, Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, EdisiRevisi(Jakarta: PT

Raja GrafindoPersada), h. 303-307

Page 16: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

3

Islam. Yang tentunya mengharapkan berlakunya hukum Islam di

Indonesia termasuk hukum warisnya bagi mereka yang beragama Islam,

maka sudah selayaknya di dalam menyusun hukum waris nasional nanti

dapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum waris Islam

dimasukkan ke dalamnya, dengan memperhatikan pula pola budaya atau

adat-istiadat parental atau bilateral yaitu yang memberikan hak kepada

setiap kerabat dalam jarak tertentu, baik laki-laki maupun perempuan.

Lain halnya dengan budaya yang menganut adat-istiadat sistem

patrilineal sudah barang tertentu yang berhak mendapat harta kewarisan,

terbatas pada kerabat laki-laki, sedangkan pihak perempuan bukan ahli

waris. Kebudayaan Masyarakat Minagkabau adalah bersifat keibuan

(matrilineal), dengan harta dan tanah diwariskan dari ibu kepada anak

perempuan, sementara urusan agama dan politik merupakan urusan kaum

lelaki (walaupun setengah wanita turut memainkan peranan penting

dalam bidang ini).

Masalah hukum kewarisan Islam adalah sebagian dari sekian

masalah serius tentang hukum Islam yang harus diselesaikan. Di bawah

kerancuannya fiqih waris sulit dipahami dan telah menjadi kegelisahan

umat Islam untuk berada dalam satu pandangan Islam dan menganut

hukum waris yang seragam. Kondisi ini telah meyentuh titik rawan, yaitu

problematika perpindahan harta antar generasi. Oleh karena itu, perlu

adanya pembaharuan hukum kewarisan Islam yang bercorak ke-

Indonesiaan. Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, bahwa

KHI sebagai hukum tertulis yang diberlakukan sebagai pedoman khusus

bagi umat Islam dalam menyelesaikan segala permasalahan hukum

termasuk mengenai pembaruan hukum kewarisan Islam di Indonesia.

Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis akan tetapi

dilestarikan dan juga dipatuhi oleh masyarakat adat disekitarnya.

Masyarakat adat sangat berpegang teguh terhadap hukum adat yang telah

turun temurun dilestarikan. Dengan adanya masyarakat adat inilah yang

selalu membuat hukum adat terus bertahan tetapi tetap dalam cakupan

Page 17: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

4

yang telah diturunkan dan telah dijadikan tradisi sejak dahulu. Akan

tetapi berhubungan dengan hal tersebut sering kali terjadi pertentangan

antara hukum adat dengan hukum yang berlaku lainnya seperti

hukumIslam5.

Hukum Islam sudah berkembang sejak dahulu di Indonesia,

dikarenakan agama Islam sudah masuk di Indonesia sejak dahulu dan

pada akhirnya hingga saat ini masyarakat Indonesia mayoritas memeluk

agama Islam. Hukum Islam merupakan seperangkat kaidah-kaidah

hukum yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul

mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani

kewajiban) yang diakui dan diyakini dan mengikat bagi seluruh pemeluk

agama Islam.

Permasalahan yang sering kali terjadi dan tidak jarang berakhir

konflik antara anggota keluarga yaitu permasalahan waris. Warisan

diartikan sebagai suatu hal yang diturunkan kepada seseorang dari

seseorang (pewaris). Pewaris ialah seseorang yang telah meninggal dunia

dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang

masih hidup, sesuai dengan asas ijbari6 maka pewaris itu menjelang

kematiannya tidak berhak menentukan siapa yang akan mendapatkan

harta yang ditinggalkannya itu, karena semuanya telah ditentukan secara

pasti oleh Allah. Kemerdekaannya untuk bertindak atas harta itu terbatas

pada jumlah sepertiga dari hartanya itu7.

Mengenai waris sendiri menjadi suatu hal yang begitu kompleks

jika dihubungkan antara tradisi dari hukum adat dengan hukum Islam.

Hukum waris adat sendiri adalah hukum adat yang memuat garis-garis

5Marco Manarisip, Ekstensi Pidana Adat Dalam Hukum Nasional, Vol. 1 No. 4

Oktober- Desember 2012, h. 24

6Asas Ijbari adalah peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada

ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehandak Allah tanpa tergantung

kepada kehendak dari pewaris atau permintaan dari ahli warisnya.

7Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Prenada Media, cetakan pertama,

Jakarta, 2004, h. 204

Page 18: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

5

ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum waris, tentang harta

warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu

dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris

sehingga sesungguhnya hukum waris adat ini merupakan penerusan harta

kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya.

Sistem keturunan sangat berpengaruh besar dalam sistem

pewarisan hukum adat. Secara teoretis sistem keturunan dapat dibedakan

menjadi 3 corak, yaitu:

a. Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut

garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol

pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan (Gayo,

Alas, Batak Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara,

Irian).

b. Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut

garis Ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol

pengaruhnya dari kedudukan pria dalam pewarisan

(Minangkabau, Enggano, Timor).

c. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang

ditarik menurut garis keturunan orang tua, atau menurut garis

dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak

dibedakan didalam pewarisan (Aceh, Sumatra Timur, Riau,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi danlain-lain).

Sementara itu menurut Surah an-Nisaa’ ayat :7 yang artinya:

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak

dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta

peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bagian yang telah ditetapkan.”

Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang menganut

agama Islam.Masyarakat Minangkabau dilingkupi oleh dua kekuatan

secara simultan, yaitu adat dan agama. Kedua kekuatan ini mempunyai

Page 19: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

6

tata nilai yang disebut hukum yang menuntut dari masyarakat

Minangkabau itu loyalitas yang tinggi, yaitu patuh kepada agama sebagai

seorang muslim dan patuh kepada adat sebagai masyarakat

Minangkabau. Hal inilah yang merupakan makna dari falsafah hidup

masyarakat Minangkabau, yaitu Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi

Kitabullah8.Bahwa hukum adat yang ada harus tunduk kepada Syariat,

yaitu hukum Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah

sebagai Kitabullah.

Untuk itu setiap aturan yang ada dalam masyarakat Minangkabau

harus sesuai dengan Syariat Islam, kemudian aturan tersebut

diundangkan melalui hukum Adat. Setiap aturan adat tidak boleh

menyimpang dari syariat Islam, termasuk juga dalam hukum waris.

Selain waris harus mengikuti ketentuan adat, juga harus sejalan dengan

hukum waris dalam syariat Islam yang dalam hal ini adalah Hukum

Waris Islam (Faraidh).

Sepintas ketentuan kewarisan dalam adat Minangkabau tampak

berbeda dengan ketentuan kewarisan dalam Islam, terlebih dalam warisan

harta pusaka tinggi9. Pertama, tentang hakikat kewarisan itu sendiri.

Secara umum kewarisan itu adalah peralihan harta dari yang telah

meninggal kepada ahli waris yang masih hidup. Inilah kewarisan yang

berlaku dalam Islam. Tetapi dalam adat Minangkabau kewarisan harta

pusaka itu bukanlah peralihan kepemilikan harta dan pembagian harta

dari orang yang telah meninggal dunia kepada yang hidup, melainkan

peralihan fungsi dan tanggung jawab pengelolaan, pengurusan dan

8Artinya : Adat bersendi (berdasar) Syariat, Syariat bersendi Kitabullah

9Di Minangkabau secara umum ada dua macam harta, yaitu harta pusaka

tinggi dan harta pusaka rendah.Yang dimaksud dengan harta pusaka tinggi adalah

harta yang dapat dari tembilang besi, dan pusako rendah didapat dari tembilang

emas.Tembilang besi maksudnya adalah harta yang diperoleh secara turun temurun

dari orang-orang terdahulu.Adapun tembilang emas adalah harta yang berasal dari

hasil usaha sendiri. Lihat: Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka

Panjimas: 1984), h.96

Page 20: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

7

pengawasan harta dari generasi yang sudah meninggal kepada generasi

yang masih hidup10. Hal ini sesuai dengan pepatah Adat Minangkabau

“Biriek-biriek turun ka samak, dari samak ka halaman. Dari Niniek

turun ka mamak, dari mamak ka kamanakan.”Yang berarti bahwa harta

pusaka dalam ketentuan adat Minangkabau diwariskan ke keturunan

menurut garis keturunan ibu (matrilineal). Tetapi untuk pewarisan harta

pencaharian tetap dibagi menurut hukum faraidh11.

Kedua, kewarisan adat Minangkabau dalam hal pemilikan harta,

adat Minangkabau menganut asas kolektif atau komunal yang berarti

kepemilikan bersama. Harta pusaka milik kaum secara bersama-sama dan

bukan milik orang secara perorangan. Sedangkan kewarisan Islam

menganut asas individual12, artinya setiap orang berhak memilikinya

secara perorangan tanpa terikat oleh orang lain.

Ketiga, Islam menganut asas kewarisan bilateral, yaitu masing-

masing dari keluarga (ayah dan ibu) atau dari keturunan laki-laki dan

perempuan berhak menerima warisan dengan sebab-sebab yang telah

ditentukan, yaitu kekerabatan, hubungan pernikahan dan wala’, Sedangkan

dalam adat Minangkabau, tidak menganut asas bilateral13, tetapi kewarisan

yang mengenal ahli waris hanya dari keturunan ibu atau keturunan

perempuan saja. Hal ini karena Minangkabau menganut sistem

kekerabatan matrilineal, yaitu keturunan yang diambil dari garis ibu.

Amir Syarifuddin mengutip Pendapat Syekh.H.Abdul Malik

Karim Amrullah (Ayahanda Buya Hamka) yang merupakan murid dari

10Idrus Hakimy, Dt. Rajo Penghulu, Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam

Minangkabau, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h, 117

11Ibid, h, 117

12Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur‟an danHadits,

(Penerbit: Tintamas, Jakarta, 1982), h. 16.

13Yaswirman, Hukum Keluarga: Karakteristik dan ProspekDoktrin Islam dan

Adat dalam Masyarakat Matrilinela Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),

h. 115

Page 21: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

8

Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabau. Beliau berpendapat bahwa

pewarisan harta di Minangkabau tidak bertentangan dengan hukum

Islam. Beliau mengatakan bahwa harta pusaka itu sama keadaannya

dengan harta wakaf atau harta musabalah14 di zaman Umar ibn Khattab.

Pendapat ini juga diikuti diantaranya oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli

(Pendiri Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiah Canduang)15. Pendapat

yang sama dengan alasan yang berbeda juga disampaikan oleh Idrus

Hakimy bahwa Minangkabau tidak mengenal kesatuan antara ayah dan

ibu seperti dalam Islam, sehingga tidak bisa dikatakan bahwa

Minangkabau melanggar sistem pewarisan Islam16.

Pewarisan harta di Minagkabau memang tidak sesuai dengan

hukum Islam, dan muncul beberapa argumen yang menyatakan bahwa

dalam masalah pewarisan harta pusaka di Minangkabau membelakangi

hukum Islam karena dalam beberapa literature kitab fiqh tidak ditemukan

sistem pewarisan harta secara kolektif dan sistem waris matrilineal

sebagaimana yang dipraktekan oleh masyarakat Minangkabau. Akan tetapi

ketika kita mencoba melihat ketentuan tentang warisan yang terdapat

dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang diundangkan pada tahun 1991

pada Buku II tentang warisan, terdapat beberapa pasal yang boleh

dikatakan cukup menarik. Karena ada beberapa ketentuan yang terdapat

dalam Kompilasi Hukum Islam yang hampir tidak ditemukan dalam

literature kitab-kitab Fiqh klasik seperti yang disampaikan oleh Prof. Dr.

M. Amin Suma bahwa tidak semua isi Kompilasi Hukum Islam memuat

hukum Islam apa adanya dan karenanya kurang tepat kalau Kompilasi

14Harta musabalah adalah harta kaum, atau harta milik suatu kelompok

masyarakat. Harta musabalah ini awalnya muncul pada zaman Umar Bin Khattab,

yaitu harta milik Suku Khaibar yang berasal dari harta rampasan perang

15Amir Syarifuddin, Hukum Pewarisan Islam dalam Adat Minangkabau,

(Jakarta:Gunung Agung, 1984), h.278

16Idrus,Hakimy Dt. Rajo Penghulu, Rangkaian Mustika Adat BasandiSyarak di

Minangkabau, h. 208

Page 22: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

9

Hukum Islam itu dinyatakan isinya melulu hukum Islam17. Di antara

ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 171, Pasal 183, Pasal 189, dan

Pasal 211 tentang Kewarisan. Dalam pembagian waris harta pusaka tinggi

Minangkabau tidak sesuai dengan Hukum Islam, di Minangkabu dalam

pembagian warisan pusaka tinggi tidak menggunakan konsep faraaidh,

melainkan menggunakan konsep yang ada dan berlaku dalam masyarakat

adat Minangkabau selama ini, yaitu diwariskan secara kolektif kepada

kemenakan menurut jalur keibuan (matrilineal).

Dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana pemaparan di atas,

secara global dan jelas dapat disimpulakan bahwa pembagian harta waris

menurut pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa

“Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila

dua orang atau lebih mereka bersama-bersama dengan anak laki-laki,

maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak

perempuan.”

Namun demikian, sesuai dengaan pasal 201 Kompilasi Hukum

Islam yang menyatakan bahwa “Apabila wasiat melebihi sepertiga dari

harta warisan, sedangkan ahli waris lainnya ada yang tidak

meneyetujuinya, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai batas sepertiga

harta warisan.”

Pembagian waris berdasarkan KHUPerdata, dalam hal ini

mengenai besaran ahli waris laki-laki dengan ahli waris perempuan,

memiliki bagian sama antara anak laki-laki dengan anak perempuan sesuai

dengan ketentuan pasal pasal 852 ayat (1) KHUPerdata yang menjelaskan

sebagai berikut:

“Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar lahirkan dari

lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek,

nenek, atau semua keluarga sedarah mereka selajutnya dalam garis lurus

17Muhammad Amin Suma, Keadilan Hukum Waris Islam: Dalam Pendekatan

Teks dan Konteks, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 100

Page 23: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

10

ke atas, dengan tiada perbedaan antara laki atau perempuan dan tiada

perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu.”

Dalam Kompilasi Hukum Islam dan KHUPerdata di atas, secara

global dan jelas dapat disimpulkan bahwa pembagian harta waris harus

dibagi sesuai dengan KHI atau dengan KUHPerdata. Tetapi dalam Putusan

Nomor 2306 K/Pdt/2011 memutuskan pembagian harta waris

menggunakan hukum adat Minangkabau yaitu, menurut garis matrilineal.

Harta tersebut adalah milik Ibu Kamar (alm) pasca Ibu penggugat dan

tergugat meninggal dunia, harta waris tersebut berupa harta waris pusako

Tinggi dan yang mengelola harta waris pusako tersebut adalah tergugat.

Tergugat langsung mengambil alih dalam mengurus harta waris pusako

tanpa musyawarah dengan penggugat.

Dari permasalahan yang telah dijabarkan, dapatlah diambil kesimpulan

bahwa terdapat masalah yang menarik untuk dibahas oleh penulis, maka didalam

skripsi ini penulis ingin meneliti tentang “KETENTUAN HARTA WARIS

PUSAKA TINGGI MINANGKABAU TINJAUAN HUKUM ISLAM

(Analisis Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011)”.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang sudah disebutkan di atas, maka penelitian ini

diidentifikasi sebagai berikut:

a. Bagaimana sistem pembagian waris adat Minangkabau?

b. Ada berapa macam waris yang ada dalam tatanan hukum adat

Minangkabau?

c. Apa yang dimaksud dengan waris pusaka dalam hukum adat

Minangkabau?

d. Bagamana sistem pembagian waris menurut hukum Islam?

e. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang pembagian waris

menggunakana hukum adat?

Page 24: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

11

C. Pembatasan Masalah

Melihat banyak masalah yang ada, maka perlu ada pembatasan

masalah agar penelitian lebih terarah dan tidak melebar, maka penulis

membatasinya yaitu tentang ketentuan harta waris pusako tinggi adat

minangkabau tinjauan hukum Islam (Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan-batasan permasalahan di atas maka pokok

permasalahan dalam skripsi ini penulis rumuskan dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana Tinjauan Hukum Adat

Minangkabau dan Hukum Islam terhadap Putusan Nomor 2306

K/Pdt/2011 yang menerima Pembagian Harta waris Pusaka Tinggi?

Kemudian masalah pokok di atas dapat dijawab dengan lebih

dahulu menjawab pertanyaan-pertanyaan lebih terperinci sebagai

berikut:

1. Bagaimana Pertimbangan Hakim tentang Putusan Kewarisan

Pusaka Tinggi Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011?

2. Bagaimana Pandangan Hukum Adat dan Hukum Islam

terhadap pembagian harta waris Pusaka Tinggi?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Skripsi ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya sistem pewarisan

harta pusaka di Minagkabau.

b. Untuk mengetahui sistem pewarisan harta dalam Islam atau

dalam buku II Kompilasi Hukum Islam.

c. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Adat dan Hukum Islam

tentang kewarisan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah:

Page 25: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

12

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan

tentang kewarisan adat Minangkabau.

b. Sebagai tambahan bacaan bagi kalangan yang berminat

membahas tentang pembagian harta waris adat Minangkabau.

F. Literatur Review

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang sudah pernah ditulis

dan dibahas oleh penulis lainnya, penulis me-review beberapa skripsi

dan karya tulis terdahulu yang pembahasannya hampir sama dengan

pembahasan yang penulis angkat. Dalam hal ini penulis menemukan

beberapa skripsi dan karya tulis terdahulu, yaitu:

1. Skripsi yang berjudul Pergeseran Waris Adat Minagkabau ( Jual

beli Harta Pusako di Kecematan Banuhapu kabupaten Agam

Sumatra Barat) yang ditulis oleh Muhammad Hafizz.18 Dalam

skripsi ini menjelaskan tentang pergeseran harta pusaka tinggi di

Kacamatan Banuhampu. Dimana dalam hukum adat Minangkabau

harta pusaka tinggi tidak boleh dibagi, dijual, dan digadai.

Sedangkan di daerah Banuhampu tersebut sudah ada beberapa

keluarga yang menjual harta pusaka tinggi mereka, hal ini

dikarenakan beberapa faktor.

2. Tesis yang berjudul Pelaksanaan Pembagian Warisan Atas Harta

Pencariandalam lingkungan Adat Minangkabau di Kecematan

Lubuk Kilangan Kota Padang yang ditulis oleh Ria Agustar,SH.

Dalam tesis ini RiaAgustar menjelaskan tentang pelaksanaan

pembagian warisan atas harta pencarian di daerah Kecamatan Lubuk

Kilangan, yang mana masyarakat di sana sudah banyak yang tidak

paham lagi dengan pembagian harta pencarian yang di dalam adat

Minangkabau disebut sebagai “pusako rendah” dan pembagiannya

18Muhammad Hafizz, Pergeseran Hukum Waris Adat Minangkabau (Jual

beli Beli Harta Pusako Tinggi di Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam Sumatera

Barat), Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2013

Page 26: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

13

harus berdasarkan ilmu faraaidh (ilmu waris Islam).

Kedua karya penelitian tersebut berbeda yang akan penulis

teliti, karena disini penulis menganalis putusan dalam perkara

pembagian harta Pusako Tinggi di Minangkabau, dari sudut

pandang Hukum Adatnya maupun Hukum Islam yang sudah

berlaku.

G. Medote Penelitian

Guna mendapatkan data dan pengolahan data yang diperlukan

dalam kerangka penyusunan penulisan penelitian ini, penyusun

menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Untuk memperoleh data dan penjelasan segala sesuatu yang

berhubungan dengan pokok permasalahan diperlukan suatu

pedoman penelitian yang disebut metode penelitian, yang dimaksud

dengan metode penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.

2. Jenis Penelitian

Metode penelitian dibagi menjadi dua, yaitu penelitian

kuantitatif dan kualitatif.19 Penelitian kualitatif berarti tidak

membutuhkan populasi dan sample, penelitian kuantitatif berarti

menggunakan populasi dan sample dalam mengumpulkan

data.20Dalam skripsi ini, metode yang digunakan adalah metode yang

bersifat deskriptif analisis, dengan pendekatan Yuridis Normatif

(penelitian hukum normatif) yaitu peneletian hukum yang dilakukan

dengan penelitian bahan pustaka.21Dengan objek penelitian ialah

19Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT Rineka

Cipta, 1999) Cet, 1, h. 56

20Zainuddin Alli, Metode Penelitian Hukum (Jakarta :SinarGrafika, 2009), h. 98

21Fahmi Muhammad Ahmadi, dkk, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, h.38

Page 27: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

14

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi

Hukum Islam (KHI) Buku II Tentang Kewarisan dan sebuah Putusan

Hakim Di Mahkama Agung Nomor: 2306 K/Pdt/2011.

3. Sumber Bahan Hukum

Adapun dalam penelitian hukum ini sumber data yang penulis

gunakan adalah sumber data primer dan sekunder yang mencakup:

a. Data primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang yang berhubungan erat

dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini yang

menjadi bahan hukum primernya adalah putusan pengadilan MA

nomor 2306 K/Pdt/2011, undang-undang perkawinan, buku hukum

waris adat minangkabau dan KHI dan juga literature yang

berkaitan dengan hukum waris minangkabau.

b. Data sekunder

Yaitu sumber data yang mendukung dan menjelaskan data-

data primer. Data sekunder ini berupa tulisan lepas di media cetak

dan blog pribadi, rekaman ceramah dan beberapa sumber lainnya.

c. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Studi Dokumentasi/Pustaka Library Research, dan

Putusan Mahkama Agung Nomor 2306 K/Pdt/2011. Bahan ini

dipergunakan untuk melengkapi data yang penulis perlukan, yaitu

dengan cara melihat buku-buku dan undang-undang yang terkait

dengan pokok masalah yang akan diteliti.

d. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini adalah studi dokumentasi, yaitu proses pengolahan

data yang dilakukan melalui penggunaan bahan-bahan dokumen

yang diperlukan, dalam hal ini adalah Putusan No.2306K/Pdt/2011,

Page 28: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

15

UU Nomor 1 Tahun 1974 (tentang pernikahan) dan KHI, sebagai

rujukan utama dan buku-buku atau literature serta data-data yang

lain.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah semua data terkumpul, dalam penulisan data yang

diperoleh baik data primer maupun data sekunder maka data

tersebut diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan

menggunakan pendekatan Undang-Undang dan Pendekatan Kasus

serta menafsirkan teori sekaligus menjawab permasalahan dalam

penulisan ini.

f. Teknik Penulisan

Dalam hal teknik penulisan, penulisan mengacu pada “Buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta Tahun 2017.”

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi

ini adalah di tulis secara bab perbab, dimana antara bab yang satu dengan

bab yang lainnya memeiliki keterkaitan, sistematika penulisan yang

dimaksud adalah sebagai berikut :

BAB I, merupakan bab Pendahuluan dalam membuka skripsi ini,

dengan uraian bahasa meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, kerangka teori,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II, pada bab ini membahas Sekilas tentang Adat

Minangkabau yang terdiri dari : Sistem Kekerabatan Minangkabau, Ruang

Lingkup Kekerabatan Matrilineal, kedudukan Perempuan dan Mamak di

Minangkabau, Harta Pusako di Minangkabau dan, Waris adat

Minangkabau.

Page 29: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

16

BAB III, dalam bab ini juga menguraikan hal-hal yang bersifat

teoritis tentang; teori hubungan antara adat dengan hukum Islam, hukum

adat sebagai ‘Urf dalam hukum Islam, kehujjhan dan dalil hukum terhadap

Al-‘addah atau Al-‘Urf, dan adat dalam pandangan Ushul Fiqh

BAB IV, penulis melakukan analisis putusan Mahkamah Agung

nomor: 2306 K/Pdt/2011 mendeskripsikan putusan MA dengan

menjelaskan kronologis dan pertimbangan hakim dalam persamaan dan

perbedaan antara hukum adat dan hukum Islam. Bab ini merupakan bab

inti dari uraian skripsi dan disini dikemukakan berbagai sudut pandang

berkaitan dengan hal ini.

BAB V, berisi kesimpulan untuk menjawab pokok permasalahan,

setelah kesimpulan dikemukakan pula saran.

Page 30: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

17

BAB II

SEKILAS TENTANG ADAT MINANGKABAU

A. Sistem Kekerabatan Minangkabau

1. Pengertian Sistem Kekerabatan

Sebutan Minangkabau merujuk kepada wilayah dan masyarakat

yang biasa disebut dengan: orang Minangkabau (disingkat: orang

Minang), kebudayaan orang Minangkabau. Orang Minangkabau biasa

dikenal sebagai suatu masyarakat matrilineal (maternal berarti ibu,

lineal yang berarti garis), yaitu masyarakat yang membangun sistem

sosial berdasarkan ikatan kekerabatan , keturunan, dan warisan

menurut garis ibu. Seorang ibu akan mewarisi dan mengelompokkan

keturunannya menurut suku yang dimilikinya. Sistem Matrilineal

adalah garis keturunan orang Minangkabau dihitung menurut garis ibu

sehingga suku anak menurut garis ibunya22.

Dalam sistem kekerabatan masyarakat adat, keturunan

merupakan hal yang penting untuk meneruskan garis keturunan (clan)

baik garis keturunan lurus atau menyamping. Seperti di masyarakat

Minangkabau di kenal dengan sistem kekerabatan Matrilineal. Anak

menghubungkan diri dengan ibunya (berdasarkan garis keturunan

perempuan). Sistem kekerabatan ini, keturunan menurut garis ibu

dipandang sangat penting, sehingga menimbulkan hubungan pergaulan

kekeluargaan yang jauh lebih rapat dan meresap di antara para

warganya yang seketurunan meneurut garis ibu, hal mana yang

menyebabkan tumbuhnya konsekuensi (misalkan, dalam warisan) yang

lebih banyak dan lebih penting dari pada keturunan menurut garis

bapak23.

22Laporan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang, Kedudukan dan Peran

BundoKandungdalamSistem Kekerabatan Matrilineal, Di Luhak dan Rantau

Minangkabau, 2015. h. 25

23Laksanto Utomo, Hukum Adat, (Depok: Rajawali Pers, 2007), h. 79-81

Page 31: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

18

Febri Yulika mengutip pendapat Murdoch selain sistem

Matrilineal, sistem kekeluargaan masyarakat dapat diklasifikasikan

juga atas system Patrilineal dan system Bilateral. Sistem Patrilineal

adalah sistem kekeluargaan yang memperhitungkan hubungan

kekeluargaan melalui garis keturuna pria (ayah), sedangkan system

Bilateraladalah sistem kekeluargaan dimana hubungan kekeluargaan

seseorang diperhitungkan baik melalui garis keturunan ayah maupun

ibu24.

2. Garis kekerabatan dan kelompok-kelompok masyarakat

Garis keturunan dan kelompok-kelompok masyarakat menjadi

inti dari sistem kekerabatan matrilineal di Minangkabau ini adalah

paruik.Setelah Islam masuk ke Minangkabau, hal itu disebut

kaum.Kelompok sosial lainnya yang merupakan pecahan dari paruik

adalah jurai.Interaksi sosial yang terjadi antar orang, atau seseorang

dengan kelompoknya, secara umum dapat dilihat pada sebuah

kaum.Dahulu, mereka pada mulanya tinggal dalam sebuah rumah

gadang.Bahkan pada masa dahulu didiami oleh berpuluh-puluh orang.

Ikatan batin sesama anggota kaum besar sekali dan hal ini bukan hanya

didasarkan atas pertalian darah saja, tetapi juga diluar faktor tersebut25.

B. Ruang Lingkup Kekerabatan Matrilineal

Kekerabatan matrilineal adalah garis keturunan yang didasarkan

kepada perempuan (ibu lurus ke atas, anak perempuan lurus ke bawah).

Tidak ketehui secara pasti siapa yang pertama yang membawa sistem ini

ke Minangkabau. Kekerabatan Matrilineal di Minangkabau diikat dengan

satu kesukuan yang ditarik dari satu garis keturunan perempuan. Bagi

24Febri Yulika, Epistimologi Minangkabau MaknaPengetahuandalamFilsafat

Adat Minangkabau, (Padang Panjang: Institut Seni Indonesia Padang Panjang, 2017), h. 7

25Misnal Munir, Sistem Kekerabatan Dalam KebudayaanMinagkabau

:Perspektif Aliran Filsafat Struktur alisme Jean Claude Levi-Strauss. (JurnalFilsafat).

Vol, No 1, Febuari 2015.h. 15

Page 32: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

19

yang keturunan seperti ini disebut satu suku (se-suku). Karena ia diambil

dari garis ibu, maka ia bernama matrilineal (matri=keibuan,

lineal=garis)26.

Dalam kekerabatan matrilineal terdiri dari:

1. Kedudukan anak

Dalam susunan kekerabatan matrilineal dimana sistem pertalian

kewarisan lebih dititik beratkan menurut garis keturunan wanita, maka

lebih diutamakan adalah kedudukan anak wanita dari pada anak

pria.Anak-anak wanita adalah penerus keturunan ibunya yang ditarik

dari satu ibu asal, sedangkan anak pria seolah-olah hanya berfungsi

sebagai pemberi bibit keturunan27.

2. Pertalian darah

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa semua anak pria

dan wanita dalam susunan kekerabatan Matrilineal adalah anak-anak

dalam kekerabatan ibu, jadi semua anak termasuk dala satu kesatuan

“rumah gadang”, “paruik”, (perut), “payung” dan “suku” dari pihak

ibunya bukan dari pihak bapaknya. Dengan demikian maka hubungan

hukum antara anak dan ayahnya di Minang lemah atau kurang, oleh

karena ayahnya tidak se-suku dengan ibunya28.

Maka dari itu, sebenarnya ayahnya tidak bertanggung jawab

atas kehidupan anaknya, karena yang bertanggung jawab adalah ibu

dan mamaknya, sedangkan ayah bertanggung jawab atas

kemanakannya, anak-anak dari saudara wanitanya. Karena waris

pusaka bukan ayah ke anaknya tetapi dari mamak kepada kemanakan.

26Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan

Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Depok: PT Raja GrafindoPersada,

2017), h.115

27Rosdalina, Hukum Adat, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 9

28Ibid

Page 33: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

20

3. Pertalian perkawinan

Kedudukan anak terhadap orang tua dan kerabat di lingkungan

kekerabatan Matrilineal juga ditentukan oleh bentuk perkawinan orang

tuanya, Apabila ibu si anak melakukan perkawinan menetap atau

masuk dalam kekerabatan suami, anak kedudukan si anak mengikuti

kedudukan ayahnya. Tetapi apabila ibu kawin dengan ayahnya dalam

bentuk perkawinan semanda, maka anak tetap termasuk dalam

kekerabatan ibunya, tidak menjadi persoalan apakah ayahnya menetap

di pihak ibu atau tidak29.

Masyarakat Minangkabau mengenal filsafah adat yang

berdasarkan kenyataan hidup dan berlaku dalam alam.Bila diteliti

bunyi pepatah adat, baik dari segi sampiran maupun isinya, terlihat

jelas bahwa kata yang lazim dipergunakan adalah kata benda atau kata

sifat yang terdapat dalam alam sekitar. Yang di ibaratkan untuk

kehidupan manusia dan untuk menjadi pedoman bagi tingkah laku

manusia itu. Masyarakat minangkabau memiliki empat tingkatan adat,

yaitu30:

a. Adat yang sebenarnya adat (adat nan sabana adat)

Yang dimaksud dengan adat yang sebenarnya adat itu

adalah kenyataan yang berlaku dalam alam yang merupakan

kodarat ilahi atau sesuatu yang telah dan terus berjalan sepanjang

masa, seperti adat api membakar, adat ayam berkoko, adat laut

berombak. Kalau diperhatikan hubungan antara sifat dengan yang

diberi sifat dalam setiap contoh yang disebutkan, terlihat adanya

bentuk kelaziman hubungan. Walaupun demikian masih

29Rosdalina, Hukum Adat.., h. 11

30 Nasrun, Dasar Filasafat Adat Minangkabau, (Jakarta : Bulan Bintang, 1971),

h. 15

Page 34: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

21

dipergunakan kata adat yang umumnya berarti kebiasaan dalam

setiap hubungan tersebut31.

b. Adat yang diadatkan

Adat yang diadatkan yaitu sesuatu yang dirancang

dijalankan, serta diteruskan oleh nenek moyang yang pertama

menempati Minangkabau untuk menjadi peraturan bagi kehidupan

masyarakat dalam segala bidang. Orang minangkabau mengetahui

secara turun temurun bahwa penerus dari adat yang diadatkan itu

adalah dua orang tokoh adat yaitu Datuk Ketumanggungan dan

Datuk Perpatih nan Sabatang, sebagaimana yang terdapat dalam

tambo dan buku-buku adat.

Kedua tokoh tersebut merumuskan adat atas dasar

pengalaman kehidupan dan kemampuannya dalam belajar dari

kenyataan. Yang dijadilan pedoman dasar dari perumusan adat itu

adalah kenyataan yang hidup dalam alam yang disebut adat yang

sebenarnya adat. Adat yang diadatkan melingkupi seluruh segi

kehidupan, terutama segi kehidupan sosial, budaya dan hukum32.

c. Adat yang teradat

Adat yang teradat yaitu kebiasaan setempat yang dapat

bertambah pada suatu tempat dan dapat pula hilang menurut

kepentingan. Kebiasaan yang menjadi peraturan ini mulanya

dirumuskan oleh ninik mamak pemangku adat dalam suatu negeri

untuk mewujudkan aturan pokok yang disebut adat yang diadatkan,

yang pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi

setempat. Oleh karena itu, adat yang teradat ini dapat berbeda

31Soejono Soekanto, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta: Bharata, 1977), h.

214

32Idrus Hakimi Dt. R. Penghulu, Mustika Adat Basandi Syara’, (Bandung: CV.

Rosda, 1978), h. 136

Page 35: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

22

antara satu negeri dengan negeri lain menurtu keadaan, waktu dan

kebutuhan anggotanya. Bila diperbandingkan antara adat yang

teradat dengan adat yang diadatkan, terlihat bedanya dari segi

keumuman berlakunya33.

Adat yang diadatkan bersifat umum pemakaiannya pada

seluruh negeri yang terlingkup dalam suatu lingkaran adat yang

dalam hal ini adalah seluruh lingkungan Minangkabau.Walaupun

kemudian mungkin mengalami perunahan, namun perumahan itu

berlaku merata diseluruh negeri.

d. Adat Istiadat

Adat istiadat adalah kebiasaan yang sudah berlaku dalam

suatu tempat yang berhubungan dengah tingkah laku dan

kesenangan.Kebiasaan ini di biasakan oleh mamak dan ninik

pemangku adat sebagai wadah penampung kesukaan orang banyak

yang tidak bertentangan dengan adat yang diadatkan serta tidak

bertentangan dengan akhlak yang mulia.

Merupakan adat atau aturan dalam pelaksanaan silaturahmi,

berkomunikasi dan berintegrasi dan bersosialisasi dengan

masyarakat dalam suatu daerah, yang dimaksud adalah perkawinan

dll.

C. Kedudukan Perempuan dan Mamak di Minangkabau

Dalam masyarakat Minangkabau yang merujuk pada adat,

perempuan adalah institusi. Ada dua istilah untuk wanita yaitu perempuan

(Perempuan) dan Bundo Kanduang. Kedua hal tersebut memiliki

perbedaan, menurut Anik Juwariyah dan Prima Vidya Asteria yang

mengutip pendapat Hakimy Dt. Rajo Penghulu (1991) mengklasifikasikan

33 Datuk Maruhun Batuah, Hukum Adat dan Adat Minangkabau, (Jakarta:

Pusaka Asli, 1990), h. 12

Page 36: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

23

perempuan ke dalam tiga kategori yaitu perempuan, parampuan

simarewan, dan parampuan mampang tali awan34.

Perempuan (parampuan) berasal dari kata empu yang artinya yang

pertama dan utama.Di Minangkabau perempuan adalah wanita sejati dan

wanita pilihan yang disebut Bundo Kanduang.Simarewan istilah yang

mengaju kepada perempuan yang kurang mempunyai pendirian dan

kurang bijaksana.Mampang Tali Awan adalah perempuan yang tinggi hati

yang sering tidak punya rasa hormat, tenggang rasa, selalu ingin dihormati

kedudukannya, perempuan yang mempunyai sifat seperti ini tidak bisa

dianggap sebagai Budo Kanduang35.

Bunda Kanduang merupakan figur seorang pemimpin yang tampil

spontan di antara perempuan-perempuan yang ada. Penampilannya adalah

berkat charisma dan kemampuan memimpin dan pengetahuan yang

memadai. Dengan dilengkapi kejujuran dan perilaku yang baik

penampilannya diakui dan diterima oleh masyarakat dan Ninik Mamak.

Seperti pepatah-pepitih di atas yang menunjukan kedudukan wanita

menurut adat adalah sebagai pemimpin dalam kaum dan Bundo Kanduang

dalam kampung36.

Limpapeh Rumah Nan Gadang, perempuan Minang atau bundo

kanduang diibaratkan sebagai tiang utama bangunan rumah gadang yang

letaknya di tengah rumah yang akan terlihat pertama sekali ketika orang

akan naik ke rumah padang. Pengibarataan Bundo Kanduang sebagai

limpapeh, karena ia jadi orang pertama dan utama kelihatan oleh ambruk,

maka tiang yang lainnya akan berantakan. Maksud dari limpapeh di

Minangkabau yaitu seorang bundo kanduang yang telah meningkat

menjadi seorang ibu. Jadi, ibu sebagai limpapehrumah gadang adalah

34Anik Juwariyah dan Vidya Asteria, Prima,KonstelasiKebudayaan Indonesia,

Cet. 1(Surabaya: Bintang, 2015), h. 67

35Ibid

36 Ibid

Page 37: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

24

tempat meniru, teladan.Tugas seorang ibu yaitu membimbing dan

mendidik anak yang dilahirkan dan semua anggota keluarga lainya.

Secara eksplisit dinyatakan bahwa masyarakat Matrilineal

menempatkan perempuan di posisi yang lebih kuat dibandingkan laki-laki.

Kedekatan hubungan anak lebih dekat dengan keluarga ibu. Konstruksi

masyarakat adat yang memberikan kedudukan dan peran yang kuat pada

perempuan disebut matriakhat. Sedangkan masyarakat matrilineal

merupakan masyarakat yang memberikan hak dan akses atas hak milik

pada perempuan. Namun, masyarakat yang Matrilineal belum menerapkan

matriarkhi37.

Dasar pewarisan dalam adat Minangkabau dalam hal ahli waris

dinyatakan dalam pepatah adat yang menyatakan:

Birik-birik turun ke semah

Tibah disemah berilah makan

Harta ninik turun ke mamak

Darai mamak turun kemenakan.

Berdasarkan pepatah tersebut, yang merupakan hukum adat di

Minangkabau, berarti harta ninik turun ke mamak dan mamak turun ke

kemenakan, yang artinya harta warisan yang merupakan harta pusaka

turun golongan perempuan (ninik, mamak dan kemenakan), dan arti dari

ninik, mamak, dan kemenakana itu tidak dipahami sebagai seorang-

perorang tetapi dipahami sebagai kelompok atau genarasi penerus.

Sedangkan harta warisan yang bukan harta pusaka, tetapi harta

suarang tidaklah demikian, karena harta suarang adalah harta bersama

suami istri, karena harta tersebut adalah harta yang di dapat oleh suami

istri atau harta pencarian selama pernikahan. Dengan demikian harta

tersebut bisa di dapat oleh anak perempuan maupun anak laki-lakinya

karena mereka adalah ahli waris.

37Zakiya Darojat, Kedudukan dan Peran Perempuan dalamPerspektif Islam dan

Adat Minangkabau, Indonesia Journal Of Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.3, No.1,

januari 2019, h. 71

Page 38: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

25

Berikut ini dijelaskan pengertian mamak, kemenakan dan

kewenangan mamak yaitu sebagai berikut:

1. Pengertian Mamak

Mamak adalah saudara laki-laki dari pihak ibu atau seorang

yang ada hubungannya dengan ibu, umpamanya saudara laki-laki adik

atau kakaknya, atau yang sama fungsinya dengan itu. Alur dan patut

berdiri sendiri yang berarti bahwa kemenakan tunduk kepada

mamaknya. Selajunjutnya, mamak akan tunduk kepada ninik mamak

(penguhulu), sedangkan penghulu tunduk kepada keputusan

musyawarah38. Mamak mempunyai kedudukan yang sejajar dengan

ibu karena beliau saudara kandung. Adat Minangkabau memberikan

kedudukan dan sekaligus kewajiban yang lebih berat kepada mamak

dari pada kepada ibu39.

Hukum adat Minangkabau menganut sistem Matrilineal

(sistem keibuan), yaitu garis keturunan yang disandarkan kepada

perempuan (ibu lurus keatas, anak perempuan lurus ke bawah)40.

Apabila ibu mempunyai saudara laki-laki lebih dari satu orang, maka

yang akan bertanggung jawab terhadap keberadaan keluarga

matrilineal dan menjaga serta menambah harta pusaka. Apabila ibu

mempunyai saudara laki-laki lebih dari satu orang, maka yang akan

bertanggung jawab adalah yang tertua dibantu oleh yang muda.

Apabila ibu tidak mempunyai saudara laki-laki namun

mempunyaianak-anak laki-laki, maka yang akan berfungsi sebagai

38Ninawati Syahrul, Peran dan Tanggung Jawab Mamak Dalam Keluarga:

Tinjauan Terhadap Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis. Vol. 10 nomor 1 Jakarta

Timur 2017, h. 37

39Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan orang Minang, (Jakarta: PT.

Mutiara Sumber Widya, 2006), h. 181

40Yaswirman, Hukum KeluargaKarakteristik dan ProspekDoktrin Islam dan

Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau.(Jakarta: PT Raja GrafindoPersada,

2013), h. 115

Page 39: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

26

mamak adalah anak laki-laki tersebut41.

2. Kemenakan

Arti kemenakan dalam adat Minangkabau yaitu laki-laki atau

perempuan dari pihak ibu yang di pertanggungjawabkan oleh

mamaknya.

Kemenakan terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu :

a. Kemenakan bertali darah, yaitu kemenakan kandung yaitu anak-

anak dari saudara-saudara perempuan mamak.

b. Kemenakan bertali sutera, yaitu kemenakan jurai yang lain tapi

masih berhubungan darah dengan jurai mamak.

c. Kemenakan bertali emas, yaitu kemenakan di bawah lutut, orang

yang bekerja pada kita dengan diberi mas (uang) dan dengan

persetujuannya dijadikan kemenakan.

d. Kemenakan bertali budi, yaitu orang-orang yang hidup,

mencengkam terbang menumpu terjadi dari orang-orang yang

pindah dari tempat asalnya ke tempat baru dan di tempat yang baru

mencari mamak baru42.

Sistem masyarakat Minangkabau sampai sekarang, bahkan

selalu disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem

adatnya. Terutama dalam mekanisme penerapannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peranan seorang penghulu atau

ninik mamak, dalam kaitan bermamak sangatlah penting.

Peranan penghulu dan ninik mamak itu boleh dikatakan faktor

penentu dan juga sebagai indikator, apakah mekanisme sistem

matrilineal itu berjalan dengan semestinya atau tidak. Sistem

41Sri Sudaryatmi Sukino, T.H. Sri Kartini, Beberapa Aspek Hukum Adat,

(Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponorogo Semarang, 2000), h. 14

42Rangkoto, N.M., Dt Bandaro, Hubungan Mamak DenganKemenakanDahulu

dan Sekarang Serta Pasambahan Adat, (Bukit Tinggi, 1984), h. 7

Page 40: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

27

Matrilinal tidak hanya terletak pada kedudukan dan peranan kaum

perempuan saja, tetapi punya hubungan yang sangat kuat dengan

institusi ninik mamaknya di dalam sebuah kaum, suku atau klan.

3. Kewenangan Mamak

Dalam adat Minangkabau kewenangan mamak seraca normatif ialah:

a. Mamak berperan dalam mendidik, membimbing dalam pewarisan

peran. Mengawasi pendidikan serta tempat bertanya oleh

kemenakan dalam pendidikan43.

b. Peran mamak dalam harta pusaka adalah memelihara, mengawasi

memanfaatkan harta pusaka. Mempertahankan harta pusaka tetap

ada sesuai dengan fungsi adat. Mamak juga bertanggung jawab

dalam mengembangkan harta pusaka kaumnya agar kesejahteraan

kaumnya dan kemenakan-kemenakannyatetap terjamin44.

c. Peran mamak dalam pernikahan yaitu mencarikan jodoh bagi

kemenakan khususnya kemenakan perempuan, penanggung jawab

atas kesempakatan pernikahan sepenuhnya, mamak juga

bertanggung jawab atas biaya pernikahan kemenakan tapi jika

mamak kekurangan biaya maka harta pusaka yang dimiliki

kaumnya boleh digadaikan untuk keberlangsungan pernikahan

kemenakannya45.

Di dalam adat Minangkabau menganut sistem Matrilineal

atau dari garis keturunan ibu bukan dari garis keturunan ayah.

43 Amir M.S, , Adat Minangkabau Pola dan……(Jakarta: PT. Mutiara Sumber

Widya, 2006), h. 183

44Elizabeth E. Graves, ,penerjemah: Novi Andri, Leni Marlina, Nurasni,AsalUsul

Elite Minangkabau Modern, cetke I, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2017), h. 14

45Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalamLingkungan

Adat Minangkabau, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), h. 165

Page 41: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

28

D. Harta Pusako di Minangkabau

Harta pusako dalam terminology Minangkabau disebut harato jo

pusako. Harato adalah sesuatu milik kaum yang tampak dan wujud secara

materil seperti sawah, ldang, rumah gadang, ternak dan sebagainya.

Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi secara turun temurun

baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di

Minangkabau dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh

berada yaitu sako dan pusako46.

Berikit ini adalah arti dari sako dan pusako yaitu sebagai berikut:

1. Pengertian Sako

Sako adalah milik kaum secara turun menurun menurut sistem

matrilineal yang tidak terbentuk material, seperti gelar penghulu,

kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat

kepadanya. Sako merupakan hak laki-laki didalam kaumnya. Gelar

demikian tidak dapat diberikan kepada perempuan walaupun dalam

kedaan apapun juga. Pengaturan warisan gelar itu terletak atau terfokus

kepada sistem kelarasan yang dianut atau kaum itu.

Sako sebagai kekayaan tanpa wujud diwariskan secara turun

temurun menurut jalur sebagai berikut:

a. Gelar penghulu diwariskan secara turun-temurun kepada

kemenakan yang laki-laki.

b. Garis keturunan diwariskan secara turun temurun kepada anak

perempuan.

c. Gelar bapak khusus pada daerah rantau Pariaman diwariskan

secara turun temurun kepada anak laki-laki.

46Abidin, H. Masoed bin Zainal Abidin Jabbar, Sistem Kekeluargaan

Matrilineal, Artikel, di akses pada tanggal 17 Januari 2020 jam 12:30

Page 42: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

29

d. Hukum adat beserta pepatah petitih serta adat sopan santun dan tata

krama diwariskan kepada semua anak kemenakan dalam negeri,

selingkup Adat Alam Minangkabau47.

2. Pusako

Pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut

sistem matrilineal yang berbentuk material seperti, sawah, ladang,

rumah gadang dan lainnya. pusako di manfaatkan oleh perempuan di

dalam kaumnya. Laki-laki punya hak terhadap pusako kaum, tetapi dia

bukan pemilik pusako kaumnya. Dalam pengaturan pewaris pusako,

semua harta yang akan diwariskan harus ditentukan dulu kedudukanya.

Kedudukan harta pusako ini terbagi dalam Pusako tinggi dan Pusako

rendah48.

Macam-macam barang yang dapat diteruskan kepada generasi

berikutnya ditinjau dari beberapa segi yaitu sebagai berikut:

a. Dari Segi Wujud Bendanya

Ada dua bentuk dari segi wujud bendanya harta pusaka ada

dua macam yaitu tanah dan bukan tanah. Yang dimaksud dengan

tanah ialah tanah dengan segala sesuatu yang tumbuh di atasnya,

apa yang tersimpan didalamnya apa-apa yang berada di atasnya.

Yang dimaksud bukan tanah adalah segala sesuatu yang bukan

berwujud tanah. Yang bukan tanah dipisahkan lagi kepada yang

tidak bergerak seperti rumah dan yang dapat bergerak ada yang

menyangkut gelar kebesaran seperti pakaian kebesaran berikut

kerisnya dan ada pula yang sama sekali tidak berhubungan dengan

gelar kebesaran seperti ternak dan kendaraan.

47Edison Piliang dan Hasrun, Dt. Maraja Sungut, TAMBO MINANGKABAU “

Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau”, (Bukti Tinggi: Kristal Multimedia, 2014), h.

262

48 A. A Navis, Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan

Minangkabau, (Jakarta: Grafiti Press, 1984), h. 163

Page 43: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

30

Tanah menempatkan kedudukan utama dalam harta pusaka,

karena tanah dalam adat Minangkabau merupakan salah satu unsur

dalam organisasi matrilineal Minangkabau. Di samping itu bagi

oranng Minangkabau dianggap sebagai salah satu kriteria yang

menentukan marabat seseorang dalam kehidupan negari. Seseorang

yang mempunyai tanah asal dianggap orang asli dalam negari yang

dianggap lebih berhak atas kebesaran-kebesaran dalam negeri49.

b. Dari Segi Bentuknya

Dari segi bentuknya, dapat dipisahkan pada dua macam

yaitu harta hutan tinggi dan hutan rendah.Yang dimaksud dengan

hutan tinggi adalah segala tanah yang belum diolah dan belum

dijadikan tanah pertanian, dengan arti masih tetap tinggal

sebagaimana yang dianugrahkan Allah. Adapun hutan rendah

adalah segala tanah yang telah digarap dan usahakan menjadi tanah

pertanian atau perumahan. Sedangkan tanah yang pernah

diusahakan tetapi telah ditinggalkan kemabali sampai menjadi

hutan, dikelommpokkan lagi menjadi hutan tinggi.

c. Harta Pusaka dari Segi Asalnya

Dari segi bagaimana caranya harta atau tanah itu berada

ditangan seseorang yang mati atau akan beralih kepada ahli

warisnya yaitu:

1) Secara Dipusakai

Harta yang dipusakai adalah harta yang didapat

seseorang dari angkatan sebelumnya sebagai akibat kematian

angkatan tersebut. Harta pusaka itu dipisahkan pula menjadi

dua macam yaitu pusaka tinggi dan pusaka rendah. Perbedaan

penamaan tinggi dan rendah itu terletak pada waku jadinya

49 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam… (Jakarta: PT

Gunung Agung, 1982),h. 213

Page 44: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

31

harta itu50.

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama

mengkutip pendapat Hamka “pusaka tinggi ialah pusaka yang

didapat dengan tembilang besi, pusaka rendah didapat dengan

tembilang emas”.Yang dimaksud dengan tembilang besi adalah

harta yang didapat secara tururn temurun dari orang-orang

terdahulu. Tembilang emas adalah hasil jerih payah sendiri.

Selain dari itu ada juga yang menyebutnya dengan “harta

bersama”, artinya harta yang diperoleh selama hidup berumah

tangga. Bukan harta warisan dari orang tua ataupun pemberian

orang lain51.

Adapun pembagian harta pusako adalah:

a) Harta Pusako Tinggi

Harta Pusako Tinggi adalah yang diwarisi secara

turun temurun dari beberapa genarasi menurut garis

keturunan ibu.Harta pusako tinggi juga juga dikatakan

sebagai harta bersalin (harta bersalin) karena persalin

terjadi dari generasi selanjutnya. Penguasaan harta pusako

tinggi berada pada anggota kumpulan perempuan.Hak

kepemilikan, berada ditangan perempuan tertua pada setiap

tingkatan pengelompokan mereka. Hasil-hasil usaha

pertanian atau komerasialisasi dari pusako tinggi disempan

dan keluarkan oleh perempuan tertua tersebut, di berbagai

daerah di Minangkabau disebut dengan Mamak Induk (ibu

yang tertua).

50 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam… (Jakarta: PT

Gunung Agung, 1982), h. 216

51Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, (Jakarta: Maloho Jaya Abadi

Press, 2010), h. 147

Page 45: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

32

Proses pemindahan kekuasaan atas harta pusako

dari mamak ke kemenakan ini dalam adat Minangkabau

disebut juga dengan “Pusako Basalin”. Bagi harta pusako

tinggi berlaku keturunan adat sebagai berikut:

Berbirik-birik tabang ka lansek

Dari lansek ka tunggak tuo

Ka tunggak tuo kayu baterah

Tareh nan dari tapak tuo

Dari ninik turun ka gaek

Dari gaek turun ke uo

Dari uo turun ka mande

Dari mande turun ka puan

Artinya:

Berbirik-birik terbang ke lansek

Dari lansek ke tonggak tua

Tonggak tua kayu berteras

Teras yang tampak tuan

Dari nenek buyut turun ke buyut

Dari buyut turun ke nenek

Dari nenek turun ke ibu

Dari ibu turun ke perempuan52

Ciri-ciri harta pusaka tinggi yaitu: 1) tidak dapat

diketahui secara pasti asal usulnya, 2) dimiliki oleh

masyarakat suku minangkabau secara bersama-sama untuk

kepentingan bersama, 3) tidak dapat berpindah tangan

keluar dari masyarakat suku Minangakabau yang

52Amir M. S, Adat Minangkabau: (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001), h.

94

Page 46: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

33

memilikinya kecuali bila dilakukan oleh masyarakat

tersebut secara bersama-sama53.

Harta pusako tinggi di suku Minangkabau

menempati posisi yang sangat tinggi. Harta ini pada

awalnya merupakan harta yang menjamin hidup anak dan

kemenakan. Harta pusaka tinggi hanya bisa bertambah dan

tidak bisa berkurang. Namun ada empat keadaan yang

membuat harta pusaka tinggi ini boleh berkurang, yaitu54:

(1) Untuk memperbaiki Rumah Gadang artinya apabila

rumah Gadang perlu diperbaiki tapi tidak memiliki

biaya yang yang cukup, maka boleh menggadaikan

harta pusaka tinggi. Sebab rumah Gadang merupakan

pusat administrasi kekerabatan matrilineal serta

lambing keutuhan organisasi kaum.

(2) Gadih Besar Belum Bersuami artinya untuk

mengawinkan perempuan yang telah cukup dewasa,

tapi belum juga kawin adalah suatu yang kurang dan

sangat memalukan keluarga, untuk menutup malu dan

kekurangan tersebut segala daya dan dana diusahakan

dari harta Pusaka Tinggi55.

(3) Biaya Mayat Terbujur di Tengah Rumah artinya biaya

pengurusan jenazah dan segala sesuatu yang

menyangkut dengan peristiwakematian, maka harta

pusaka tinggi boleh digadaikan apabila benar-benar

tidak ada biaya untuk penyelenggaraan jenazah.

53Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan (Jakarta: Gunung Agung,

1960), hlm. 216

54Muhammad Rajab, Sistem Kekerabatan Minangkabau (center of Minangkabau

tudies, 1969), h. 23

55Idrus Hakimi, Pegangan Penghulu, Bundo Kandung dan Pidato Dua

Pasambahan Adat di Minangkabau, (Bandung: RemajaKarya, 1978), h. 53

Page 47: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

34

(4) Pembangkit Batang Terandam artinya untuk

menegakkan penghulu karena penguhulu sebelumnya

telah meninggal dan jabatannya sudah lama

ditangguhkan. Dalam adat Minangkabau acara bertagak

penghulu membutuhkan biaya yang besar. Inilah yang

menjadi syarat mutlak untuk terlaksanya adalah kata

sepakat dengan ahli waris yang bersangkutan dengan

pusaka tersebut.

Bila diperhatikan keseluruhannya menyangkut

kepentingan masyarakat suku Mingakabau, adalah wajar

bila harta yang dipergunakan diambil dari harta pusaka

tinggi yang menjadi milik masyarakat tersebut. Dalam

tahap pertama dengan segala usaha dicoba mengusahakan

sendiri atas kebutuhan masyarakat yang dibutuhkan, bila

tidak memungkinkan, sedangkan kebutuhannya sudah

sangat mendesak maka berlakulah pepatah “Tidak Kayu

Jenjang Dikeping, Tidak Emas Bungkal Diasah” artinya

adat membenarkan harta Pusaka Tinggi itu dikurangi secara

gadai atau dijual dengan tata cara yang dibenarkan oleh

adat suku Minangkabau56.

b) Harta Pusako Rendah

Harta pusaka rendah adalah warisan yang

ditinggalkan oleh seseorang pada generasi pertama, yang

statusnya masih dipandang rendah, karena disamping ahli

warisnya masih sedikit, juga karena cara memperolehnya

yang tidak berasal dari pewarisan kerabatnya secara

kolektif. Mereka dapat melakukan kesepakatan bersama

56Dt. Maruhun Batuah dan Tanameh, D.H. Bagindo, Hukum Adat dan Adat

Minangkabau,(Pusaka Asli Universitas Andala Padang, 1978)., h. 226

Page 48: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

35

untuk memanfaatkannya, baik dijual maupun di bagi-bagi

di antara mereka. Menurut pendapat Prof Dr. Yaswirman

yaitu apabila ahli waris tetap menjaga keutuhan dari harta

pusaka rendah yaitu dengan tidak menjual atau dibagi-bagi,

lalu pada waktu diwariskan kepada generasi berikut secara

terus menerus sehingga sulit menelusurinya, maka ia akan

menjadi harta pusako Tinggi57.

Harta pusaka rendah juga di artikan sebagai harta

yang pusakai seseorang atau kelompok, yang dapat

diketahui secara pasti asal-usul harta itu58.

Harta pusaka rendah dalam buku Amir Syarifuddin,

Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan

Adat Minangkabau adalah harta yang dipusakai seseorang

atau kelompok yang dapat diketahui secarapasti asal-

usulnya harta itu. Ini dapat terjadi bila harta itu diterimanya

dari satu angkatan di atasnya seperti ayah atau mamaknya,

begitu pula dari dua tingkat diatasnya yang masih dapat

dikenalnya, seperti ninik, baik oleh ayah atau ninik atau

mamak, harta itu didapatnya melalui usahanya sendiri59.

Warisan harta pusaka rendah yang telah diwarisi

selama empat generasi semacam inilah kita sebut dengan

“harta susuk” yaitu harta pusaka rendah yang disisipkan

kedalam harta pusaka tinggi yang suah diterima tururn

temurun.

57Yaswiran, Hukum Keluarga (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 155

58Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Pelaksanaan Hukum Waris di,

(Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010), h. 148

59Amir Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT Gububg Agung,

1982) h. 217

Page 49: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

36

Harta pusaka rendah yang diterima anak laki-laki

dari orang tuanya boleh saja dihibahkan kepada keluarga

istrinya, tetapi pada umumnya justru dipisahkan kepada

suadaranya yang perempuan untuk menambah harta pusaka

kaumnya60.

c) Harta Pencaharian

Harta pencaharian adalah segala harta benda yang

peroleh dengan usahanya sendiri, atau karena diberi orang

lain61. Harta hasil usaha sendiri itu yang dapat dipisahkan

kepada dua bentuk: Pertama, tembilang besi yaitu tanah

yang didapatkan melalui hasil taruko dari tanah ulayat

kaum, Kedua, tembilang emas yaitu harta atau tanah yang

didapatnya dengan cara membeli ataumemperoleh sesuatu

dari hasil usahanya sendiri. Harta pencaharian ini adalah

harta yang dicari oleh suami istri, diperoleh selama mereka

dalam stastus perkawinan dan disebut Harta Gono Gini62.

d) Secara Hibah

Hibah adalah harta yang dimiliki oleh sesorang atau

beberapa orang sebagai hasil pemberian dari orang lain

bukan disebabkan oleh kematian dari yang punya harta.

Harta ini menjadi hak milik bagi orang yang menerima,

dalam bentuk hak milik penuh, harta hibah tersebut dapat

diwariskan kepada anak cucu63.

60Amir M.S, PewarisanHarato, (Jakaarta Citra Harta Prima, 2011), h. 98

61Dt. SanggoenoDiradjo Ibrahim, Tambo Alam Minangkabau “ Tatanan Adat

Warisan Nenek Moyang Orang Minang”, (Bukti Tinggi: Kristal Multimedia, 2012), h.

224

62Tj. A,Amir Sjarifoedin, Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain

SampaiTuanku Imam Bonjol, (Jakarta: Gria Media Prima, 2011), h. 100

63Amir Syarifuddin, Ibid, h. 218

Page 50: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

37

E. Waris Adat Minangkabau

1. Pengertian Hukum Waris Adat

Di dalam bagian hukum adat pengaruhnya terhadap hukum

waris adat dan sebaliknya hukum warispun berdiri sentra dalam

hubungan hukum-hukum adat lainnya, karena hukum waris meliputi

aturan-aturan hukum yang berlainan dengan proses yang terus menerus

dari abad kea bad, ialah suatu penerusan dan peralihan kekayaan baik

materil maupun inmateril dari suatu angkatan berikutnya64.

Hukum Waris Adat yaitu merupakan perangkat kaidah yang

mengatur tentang cara atau proses tentang pengoperan dan peranan

harta kekayaan baik yang berwujud benda maupun yang tidak

berwujud65.

2. Asas-asas Waris Adat Minangkabau

Masyarakat adat Minangkabau memiliki asas-asas hukum waris

yang bersandar pada sistem kemasyarakatannya dan bentuk

perkawinannya.

Adapun asas-asas Hukum waris Minangkabau tersebut adalah:

a. Asas Unilateral

Artinya, hak mewarisnya di dasarkan hanya pada satu garis

kekeluargaan yaitu garis ibu ( Matrilineal) dan harta warisnya

adalah harta pusako yang diturunkan dari nenek moyang melalui

garis ibu, diteruskan kepada anak cucu melalui anak perempuan 66.

b. Asas Kolektif

Asas ini berarti bahwa yang berhak atas harta pusako

bukanlah orang perorangan , tetapi suatu kelompok secara

bersama-sama. Berdasarkan asas ini maka harta tidak dibagi-bagi

64Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: PT.

PradayaParamitha, 2002),

h. 39

65Sigit Sapto Nugroho, Hukum Waris Adat Di Indonesia, (Solo: Pustaka Iltizam,

2016), h. 20

66Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Di Lingkungan Adat

Minangkabau, (Jakarta: Gunung Agung, 1984), h. 231

Page 51: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

38

dan disampaikan kepada kelompok penerimanya dalam bentuk

kesatuan yang tidak terbagi.

c. Asas Keutamaan

Asas keutamaan atau garis pokok keutamaan ialah suatu

garis yang menentukan lapisan keutamaan antara golongan-

golongan dalam keluarga si pewaris, artinya bahwa aka nada

golongan yang satu lebih di utamakan dari golongan yang lainnya.

Akibatnya adalah sesuatu golongan belum boleh dimasukkan

dalam perhitungan jika masih ada golongan yang lebih utama67.

3. Ahli Waris

Ahli Waris ialah orang-orang yang berhak meneruskan peranan

dalam pengurusan harta pusako, berdasarkan pada asas kolektif dalam

pemilikan dan pengolahan harta serta hubungan seorang pribadi

dengan harta yang diusahakannya itu sebagai hakpakai. Menurut adat

Minangkabau pemegang harta secara praktis adalah perempuan karena

ditangannya terpusat kekerabatan Matrilineal68.

Di dalam adat Minangkabau pemegang harta pusaka adalah

perempuan karena di tangannya terpusat kerabat Matrilineal, namun

bila diperhatikan kekuasaan yang dipegang oleh perempuan tersebut

ternyata pada umumnya kekuasaanya itu mempunyai hubungan yang

rapat dengan peranannya dalam kelangsungan keturunan dan tidak

akan menempatkannya pada pusat kekuasaan jadi sesungguhnya

kedudukan wanita yang dominan di dalam rumah tangga sama sekali

tidak memojokkan kaum laki-laki69.

67Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam, (Jakarta: Tintamas,1976), h. 20

68DH. Bagindo Tanameh, Hukum Adat dan Adat Minangkabau, Pusaka Asli

(Jakarta: 1990), h.48

69Yakub, B. Nurdin, Hukum Kekerabatn Minangkabau, (bukit Tinggi: Pustaka

Indonesia, 1995), h. 51

Page 52: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

39

Ahli waris atas harta pencarian seseorang yang tidak

mempunyai anak dan istri adalah ibunya.Kalau ibu sudah tidak ada,

maka hak turun kepada saudaranya yang perempuan dan untuk

selajutnya kepada ponakan yang semuanya berada dirumah ibunya.

Sedangkan ahli waris pencarian seorang perempuan ialah kaumnya

yang dalam hal ini tidak berbeda antara yang punya anak dengan yang

tidak mempunyai anak70.

Kemenakan yang akan menjadi ahli waris dibedakan

berdasarkan tingkatan yang ada didalam masyarakat Minangkabau

yaitu waris satampuak, waris sajangka, waris saheto dan waris

sadepo. Yang di maksud dari waris satampuak adalah kemenakan

kandung, yaitu dusanak dari saudara perempuan.Waris sajangka

adalah kemenakan ”dunsanak ibu”, yaitu anak dari saudara perempuan

yang ibunya bersaudara dengan ibunya si pewaris (mamak). Waris

saheto adalah kemenakan “dunsanak nene”, yaitu anak dari saudara

perempuan dari nenek yang sama. Waris sadepo adalah kemenakan

“dunsanak moyang”, yaitu kemenakan dari keturunan yang sama71.

70Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan Subakti

Pusponoto, (Jakarta: Pradya Paramita, 1989), h. 212

71Amir Syarifuddin , h. 236

Page 53: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

40

BAB III

POSISI HUKUM ADAT DALAM HUKUM ISLAM

A. Teori hubungan antara adat dengan hukum Islam

Dalam menghadapi adat bangsa arab, hukum Islam menempuh cara-cara

antara lain72:

1. Hukum Islam mengadopsi adat secara utuh, baik dari segi prinsip

maupun dari segi pelaksanaan. Sebagai contoh, pemberian uang

tembusan darah (diat) yang harus dibayar pihak pelaku pembunuh

kepada keluarga yang terbunuh, demikian juga jual beli ariyah, yaitu

menukarkan buah-buahan yang sudah kering (tamar) dengan buah-

buahan yang basah (ruthat) dengan takaran yang berbeda walau

keduanya satu jenis. Artinya adat tersebut pada dasarnya yang berlaku

bukan lagi adat tetapi hukum Islam, walaupunmaterinya diresepsi dari

adat.

2. Hukum Islam mengadopsi adat dari aspek prinsip, tetapi dalam

pelaksanaannya sesuaikan dengan hukum Islam. Misalnya dalam kasus

ila’ dan dzihar yang sudah berlaku dalam adat Arab pra. Dzihar yaitu

ucapan suami kepada istrinya yang mempersamakan istrinya dengan

ibunya. Dalam adat Arab pra-Islam, ucapan dzihar mencegah

hubungan suami istri dan sekaligus perceraian dalam hukum Islam,

ucapan Dzihar juga bermakna pencegahan untuk melakukan hubungan

suami istri, tetapi tidak memutuskan hubungan perkawinan. Suami

dapat kembali menggauli istrinya setelah membayar kaffarat al-dzihar.

Sementara ila’ ialah sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya

dalam masa tertentu. Dalam adat Arab pra-Islam, ucapan Ila’ sudah

dapat dianggap sebagai perceraian. Prinsip Ila’ diadopsi oleh hukum

72Abd Rauf, “Kedudukan Hukum Adat Dalam Hukum Islam” hukumadat, relasi,

hukum Islam, Vol. IX No,1, Juni 2013. h. 29

Page 54: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

41

Islam, namun penyelesaiannya dengan normal Islam, yaitu suami

diberi waktu untuk berpikir apakah akan kembali kepada istrinya

dengan membayar kaffarat sumpah atau menceraikannya secara resmi.

Dengan demikian, Islam mengakui keberadaan Ila’ tetapi bukan

sebagai pemutus atau perceraian secara langsung .

3. Hukum Islam me-nasakh atau menyatakan tidak berlaku lagi adat dan

lembaga lama, baik dari segi prinsip maupun dari segi pelaksanaan.

Dalam hal tersebut, hukum Islam berlaku secara utuh menggantikan

pola lama yannng dipratikkan masyarakat. Misalnya, adat Arab pra-

Islam dalam meminum khamar atau berjudi.

Masa pra-Islam dikenal juga dengan masa jahiliyah, yaitu masa

di mana bangsa Arab selalu melakukan peperangan dan bertidak tidak

adil.Kehidupan mereka sedikit banyak, tergantung hasil rampasan

perang dari bangsa-bangsa atau suku-suku yang telah mereka

taklukan.Pada masa jahiliyah, anak laki-laki yang belum dewasa serta

perempuan, tidak berhak mendapat warisan dari harta peninggalan

orang yang meninggal dunia.Bahkan mereka beranggapan, janda dari

orang yang meninggal itu dianggap sebagai warisan dan boleh

berpindah tangan dari si ayah kepada anaknya.

Sementara kaum perempuan tidak masuk dalam kelompok ahli

waris karena fisiknya yang tidak memungkinkan untuk memanggul

senjata dan bergulat di medanlaga serta jiwanya yang sangat lemah

bila melihat darah. Pada masa jahiliyah, pembagian harta warisan

dilakukan dengan berpijak pada dua sistem, yaitu sistem keturunan dan

sistem sebab73.

4. Apabila terdapat perbedaan prinsip antar hukum Islam dengan hukum

adat, maka pelaksanaan hukum Islam menjadi prioritas dan adat dapat

dilaksanakan bila keadaan memungkinkan. Misalnya, perbedaan

73 Muhammad Suhaili Sufyan, Fiqh Mawaris Praktis, (Bandung: Cita Pusaka

Media Perintis, 2012). h. 7

Page 55: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

42

prinsip kewarisan unilateral menurut adat arab denga prinsip kewarisan

bilateral menurut hukum Islam.

Dari uraian tersebut bahwa sikap hukum Islam untuk meresepsi

atau menolak adat tergantung pada unsur maslahah dan unsur

mafsadah. Artinya, selama adat tersebut bermanfaat dan tidak

mendatangkan kerusakan, adat tersebut dapat terus diberlakukan. Adat

seperti itulah yang dapat dijadikan dasar penetapan hukum.

B. Hukum Adat Sebagai Urf’ Dalam Hukum Islam

Secara etimologi urf’ berasal dari kata ‘rafah-ya’rifu yang berarti:

sesuatu yang dikenal dan baik, sesuatu yang tertinggi, berurutan,

pengakuan, dan kesabaran. Secara terminology,‘urf adalah keadaan yang

sudah tetap dalam diri manusia, dibenarkan oleh akal dan diterima pula

oleh tabiat yang sehat74. Definisi ini menjelaskan bahwa perkataan dan

perbutan yang dilakukan dan belum dibiasakan oleh sekelompok manusia,

tidak dapat disebut sebagai Urf’. Begitu juga hal-hal yang sudah menjadi

kebiasaan, namun ia bersuber dari nafsu dan syahwat, seperti minuman

khamar dan seks bebas, yang sudah menjadi tradisi sekelompok

masyarakat, tidak bisa dikategorikan sebagai urf’. Artinya, urf’ bukanlah

sebua kebiasaan yang menyimpang dari norma dan aturan.

1. Proses terbentuknya al-urf’ atau Adat

Imam Kamaluddin Suratman mengutip perkataan Ahmad

Fahmi Abu Sunnah bahwa‘urfterbentuk setelah melalui empat

tahapan, yaitu: al-mayl (kecenderungan), al-‘mal (aksi), al-taqlil

(pembedakan), al-tiqrar (repetisi). Sebuah adat/ ’urf terbentuk dari

kecendongan sekelompok individu pada suatu aksi ataupun lafal

tertentu karena beberapa faktor. Di antara faktor-faktornya adalah:

pertama, tabiat dan pengaruh stuktur sosial dan lingkungan, baik

74Wahab al-Zuhailiy, Usul al-Fiqh al-Islamiy, Vol. II (Damaskus: Dar al-Fikr,

Cetakan 16, 2008), h. 104

Page 56: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

43

bersifat alamiah ataupun dogmatis, seperti dogma keagamaan, doktrin

kepercayaan, mitos, dan sebagainya. Kedua, keinginan, dorongan hati

dan “syahwat” suatu masyarakat atau komunitas tertentu.Ketiga,

adanya momentum atau kesempatan yang tepat dalam satu dekade. Ini

biasanya didorong oleh proses peleburan antara satu budaya dengan

yang lainnya. Setelah salah satu atau ketiganya muncul, kemudian hal

itu diikuti oleh individu-individu lainnya, dan mereka melakukannya

secara berulang-ulang, hingga menjadi sebuah kebiasaan yang diikuti

oleh orang-orang di sekitarnya75.

2. Macam-macam Urf

Secara umum, para ulama ushul fiqh membagi ragam ‘urf dari tiga

perspektif, yaitu76:

a. Dari segi bentuk/sifatnya ‘urf terbagi menjadi dua:

1) ‘Urf lafzhi yakni kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan

lafal/ungkapan tertentu, sehingga ada makna khusus yang

terlintas dalam pikiran mereka, meskipun sebenarnya dalam

kaidah bahasa ungkapan itu bisa mempunyai arti lain. Beberapa

contok klasik yang akan kita temui dalam banyak literature

Ushul Fiqh untuk urf dalambentuk ini adalah kata walad, yang

arti sebenarnya bisa berupa putra atau putri seperti dalam

firman Allah SWT:

Artinya: Allah mensyariyatkan (mewajibkan) kepadamu

tentang (pembagian waris untuk) anak-anakmu, ( yaitu) bagian

seorang anak laki-laki sama dengan dua bagian seorang anak

perempuan.

Akan tetapikebiasaan orang-orang Arab memahami

kata walad dengan arti kata anak laki-laki. Selain itu kata

75Ahmad Fahmi dan Abu Sunnah, al-urfwa al-adah fi Ra’y al- Fuqaha’, (Kairo:

Lembaga Penerbitan Al-Azhar, 1947), h. 17-21

76Sunan, dkk, “Konsep ‘Urf Penetapan Hukum Islam”, Tsaqafah, peradaban

Islam, Vol. 13, No. 2, November 2017. h.284

Page 57: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

44

dabbahyang sebenarnya berarti binatang melata, oleh

penduduk Iraq difahami sebagai keledai. Contoh yang

berkenaan dengan hukum adalah kata thalaq dalam bahasa

arab, yang sebenarnya berarti lepas atau melepaskan, tapi

kemudian di fahami konotasi putusnya ikatan “thalaqtuki”,

maka terjadi talak dipernikahan mereka.

2) ‘Urf‘amali adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan

perbuatan atau mu’amalah. Seperti jual beli tanpa ijab dan

qabul, yang itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Atau

garansi dalam membeli sesuatu, seperti garansi jam bahwa jam

itu bagus untuk waktu tertu. Atau jual beli dengan antaran

barang tanpa tambahan biaya. Atau memberikan mahar dalam

pernikhan dalam kalangan masyarakat Arab sebelum datangnya

Islam. Dan lain sebagainnya.

b. Dari segi cakupannya, ataupun keberlakuannya di kalangan

masyarakat maka ‘urf ini dibagi menjadi dua bagian juga yakni ‘urf

yang umum dan yang khusus:

1) ‘Urf yang umum adalah tradisi atau kebiasaan yang berlaku

secara luas di dalam masyarakat dan di seluruh daerah. Akan

tetapi mendapatkan batasan yang jelas tentang batasan dan

cakupan ‘urf yang umum ini. Apakah hanya berlakunya

kebiasaan di kalangan mayoritas masyarakat ‘urf itu bisa

disebut dengan ‘urf amm atau tidak. Ataukah ‘urf yang hanya

berlaku disuatu tempat saja seperti Minangkabau saja bisa

dikatakan ‘urf yang umum atau tidak.

2) Urf yang khusus adalah kebiasaan yang berlaku pada

masyarakat tertentu dan di daerah tertentu atau di kalangan

tertentu. Meskipun para ulama ushul fikih tidak mensyaratkan

zaman tertentu dalam mengkategorikan ‘urf yang khusus ini,

tapi dari beberapa contoh yang sering mereka ajukan terlihat

bahwa waktu juga termasuk kondisi yang bisa membedakan

Page 58: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

45

sesuatu apakah ia termasuk dari ‘urf yang umum atau yang

khusus.

c. ‘Urf ditinjau dari sisi kualitasnya (bisa diterima dan ditolaknya

oleh syria’ah) ada dua macam ‘urf, yaitu77:

1) ‘Urf yang fasid yaitu sesuatu yang saling dikenal manusia,

tetapi sesuatu itu bertentangan dengan hukum syara’, atau

menghalalkan yang haram dan akan membatalkan yang wajib,

misalnya: kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung

atau suatu tempa yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat

diterima, karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang

diajarkan agma Islam.

2) ‘Urf yang shahih atau al-‘adahashahihah yaitu sesuatu yang

telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan

dengan dalil syara’, juga tidak menghalalkan yang haram dan

tidak juga membatalkan yang wajib, misalnya: mengadakan

tunangan sebelum melangsungkan akad pernikahan. Hal ini

dipandang baik dan telah menjadi kebiasaan di dalam

masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara’.

3. Syarat-syarat Al-‘urf

Syarat-syarat ‘urf yang bisa diterima oleh hukukm Islam

yaitu78 sebagai berikut:

a. Tidak ada dalil yang khusus untuk kasus tersebut baik dalam Al-

Qur’an dan Sunnah.

b. Pemakaiannya tidak mengakibatkan dikesampingkannya nash

syaria’ah termasuk juga tidak mengakibatkan kemafsadatan,

kesempitan, dan kesulitan.

77Abdul Wahab khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam ( IlmuUshhukFikih),

(Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 1996), h. 134-135

78A. Djazuli, Ilmu Fiqh :Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum

Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), h. 89

Page 59: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

46

c. Telah berlaku secara umum dalam arti bukan hanya yang biasa

dilakukan oleh beberapa orang saja.

Satria Effendi mengkutip Abdul Karim Zaidan meneyebutkan

beberapa persyaratan bagi ‘urf yang bisa dijadikan landasan hukum79 :

a. ‘Urf itu harus termasuk ‘urf yang shahih dalam arti tidak

bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.

Misalnya :‘urf di masyarakat bahwa seorang suami harus memberikan

tempat tinggal untuk istrinya. ‘Urfsemacam ini berlaku dan harus

dikerjakan, karena Allah SWT berfirman dalam QS. Ath- Thalaq

ayat 6 yang Artinya:

“ Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal

menurut kemampuan dan janganlah kamu menyusahkan mereka

untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri

yang sudah di talaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah mereka

nafkahnya hingga mereka bersallin, kemudian jika mereka

menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada

mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala

sesuatu) dengan baik, dan jika kammu menemui kesulitan maka

perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.

b. 'urf itu harus bersifat umum, dalam arti minimal telah menjadi

kebiasaan mayoritas penduudk negeri ini. Oleh karena itu, kalau

hanya merupakan kebiasaan orang-oarang tertentu saja, tidak bisa

dijadikan sebagai sebuah sadaran hukum.

c. ‘urf harus sudah ada ketiga terjadinya suatu peristiwa yang akan

dilandaskan kepada ‘urf itu.

d. Tidak ada ketegasan dari pihak-pihak terkait yang berlainan

dengan kehendak ‘urf tersebut, sebab jika kedua belah pihak yang

berakad telah sepakat untuk tidak terikat dengan kebiasaan yang

berlaku umum, maka yang dipegang adalah ketegasan itu, bukan

‘urf.

79Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta :KencanaPrenada Media Group, 2005), h.

153

Page 60: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

47

Suatu ‘urf dapat dijadikan hukum apabila ia memenuhi

beberapa syarat yaitu ‘urftersebut masih tetap berlaku pada saat

hukum yang didasarkan pada ‘urf tersebut ditetapkan, tidak terjadi

kesepakatan untuk tidak memberlakukan ‘urf oleh pihak-pihak

yang terlibat didalamnya.

C. Kehujjahan dan Dalil Hukum Terhadap Al-‘adah/ Al-‘urf

Kehujjahan ‘urf ini menyebutkan bahwa para ulama sepakat

menolak ‘urf yang fasid, dan mereka sepakat menerima ‘urf yang shahih

sebagai hujjah syar’iyah. Hanya saja dari segi intesitas, Mazhab Hanafiyah

dan Malikiyah lebih banyak menggunkan ‘urf dibandingakan dengan

Mazhab lainnya.

Para ulama juga menyepakati bahwa urf fasid harus dijauhkan dari

kaidah-kaidah pengambilan dan penetapan hukum. Jika terdapat keadaan

darurat maka mengamalkan ‘urf fasid dapat di toleransi dan ini hanya

apabila darurat dan sangat dibutuhkan.

Karena perbedaan intesitas itu, ‘urf digolongkan kepada sumber

dalil yang perselisihkan80.

Adapun kehujjahan ‘urf sebagai dalil syara’, sebagai berikut :

1. Firman Allah dalam surah Al-A’raf (7) : 199:

ٱلع ذ خ ل ين ه ٱلج ضع ن أ عر و رب ٱلع رف أم و فو

Artinya; Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan

yang ma’aruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh(Q.S Al-

A’raf(7) : 199)

Kata al-‘urf dalam ayat tersebut, dimana umat manusia disuruh

mengerjakan, oleh ulama ushul fiqh dipahami sebagai sesuatu yang baik

dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Oleh sebab itu, maka ayat

80 Mardani, Ushul Fikih, (Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 2013), h. 237

Page 61: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

48

tersebut dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan susuatu yang telah

menjadi tradisi dalam suatu masyarakat81.

a. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 180:

ا ر ــ يــــ خ ك ر ــ إ تــــ وت ــ ٱلمــــ د ك ــ ــــ أ ر ــ ضــــ إ ذ ا ي ــ ع لــــ ب ــ ك تــــ

تق ين قاع ل ىٱلم وف عر ب ٱلم ب ين ٱل قر و ل د ين ل لو ية ص ٱلو

Artinya: diwajibkan atas kamu, apabila seoranng di antara kamu

kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,

Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’aruf, (ini

adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Q.S Al-Baqarah (2)

: 180)82.

Yang dimaksud mengerjakan yang ma’aruf pada ayat-ayat di atas,

yaitu mengerjakan kebiasaan yang baik yang tidak bertentangan dengan

norma agama Islam serta dengan cara baik yang diterima oleh akal sehat

dan kebiasaan manusia yang berlaku. Berdasarkan itu maka ayat tersebut

dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu yang telah dianggap

baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat.

1. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 89 berbunyi:

ر ير أ وت حر ت ه سو أ وك ي أ هل و م ات طع م نأ وس ط م ين س م ة ت ه ۥإ طع ام ع ش ر ر ف ف ق ب ة

“Kaffarat (melanggar sumpah) memberikan makan sepuluh orang

miskin yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu

atau member pakaian”.

81 Satria Effendi, M. Zein, UshulFiqih, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 10

82Deperteman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: CV. Toha Putra

Semarang, 1989), h. 44

Page 62: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

49

Kata awsat tidak di nash kan ukurannya dengan ketentuan pasti,

maka ukurannya kembali kepada ukuran adat kebiasaan makanan atau

pakaian yang dimakan atau dipakai keluarga tersebut83.

Golongan Hanafiah menempatkan ‘urf sebagai dalil dan

mendahulukannya atas qiyas, yang disebut istihsan ‘urf. Golongan

Malikiah menerima ‘urf terutama ‘urf penduduk Madinah dan

mendahulukannya dari hadist yang lemah. Demikian pula berlaku

dikalangan ulama syafi’iyyah yang menetapkannya dalam sebuah kaidah:

setiap yang datang padanya syar’ secara mutlak dan tidak ada ukurannya

dalam syara’ secara mutlak dan tidakk ada ukurannya dalam syara’ atau

bahasa, maka dikembalikan kepada ‘urf84.

D. Adat Dalam Pandangan Ushul Fiqh

Istilah adat berasal dari bahasa Arab yang bermaksud amalan

kebiasaan seseorang atau masyarakat keseluruhannya secara khusus.Adat

menurut bahasa berasal dari kata إعد sedangkan akar katanya ىعود-إعد yang

berarti (ترأر pengulangan).Oleh karena itu, tiap-tiap sesuatu yang sudah

terbiasa dilakukan tanpa diusahakan dikatakan sebagai adat85.

Tetapi yang perlu digaris bawahi bahwa tidak setiap kebiasaan

disebut adat.Suatu kebiasaan bisa dikatakan sebagai adat apabila dilakukan

secara berterusan dan diyakini oleh masyarakat sebagai hukum yang harus

dipatuhi.

Sedangkan arti adat dikalangan ulama fiqih adalah sebagai norma

yang sudah melekat dalam hati akibat pengulang-ulangan sehingga

83A. Dzajuli, Kaidah-kaidah Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2019), h. 81

84Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqh (Jakarta: KencanaPrenda

Media Group, 2012). h. 74-75

85Fatmah Taufik Hidayat dan Izhar Ariff, Mohd Bin Mohd Qasim. 2016. Kaedah

Adat Muhakkamah Dalam Pandangan Islam (SebuahTinjaunSosiologi Hukum),

JurnalSosiologi. Vol 9 Nomor 1, h. 69

Page 63: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

50

diterima sebagai realitas yang rasional yang layak menurut penilaian akal

sehat. Sebagai contoh norma yang bersifat individual adalah seperti

kebiasaan tidur, makan munum, dll. Sedangkan norma social adalah

sebentuk kebenaran umum yang diciptakan, disepakati, dan dijalankan

oleh komunitas tertentu, sehingga menjadi semacam keharusan sosil yang

harus ditaati86.

Islam datang dengan seperangkat norma Syara’ yang mengatur

kehidupan muamalah yang harus yang harus dipatuhi umat Islam sbagai

konsekuensi dari keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagian

dari adat lama itu ada yang selaras dan ada yang bertentangan dengan

hukum syara’ yang dating kemudian. Adat yang bertentangan dengan

sendirinya tidak mungkin dilaksanakan oleh umat Islam secara bersamaan

dengan hukum syara. Pertemuan antara adat dan syariat tersebut terjadilah

perbenturan, penyerapan, dan pembaruan antara keduanya. Dalam hal ini

yang diutamakan adalah proses penyeleksian ‘adat yang di pandang masih

diperlukan untuk dilaksanakan. Adapun yang dijadikan pendoman dalam

menyeleksi ‘adat lama itu adalah kemaslahatan menurut wahyu. Adat

dapat dibagi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu87:

1. Adat yang lama secara substansinya dan dalam hal pelaksanaanya

mengadung unsur kemaslahatan. Maksudnya dalam perbuatan itu

terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudaratnya atau unsur

manfaatnya lebih besar dari unsure mudaratnya.

2. Adat lama yang pada prinsipnya secara substansialnya mengandung

unsur maslahat (tidak mengadung unsure mafsadat atau mudarat),

namun dalam pelaksanaanya tidak dianggap baik oleh Islam.

3. Adat lama yang pada prinsipnya dan pelaksanaanya mengadung unsur

mafsadat (merusak). Maksudnya, yang dikandungnya hanya unsur

86Maioen Zubair, Formulasi Nalar FiqihTelaahKaidahFiqihKonseptual,

(Surabaya: Khalista,2005), h. 274

87Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid II, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 393

Page 64: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

51

perusak dan tidak memiliki unsur manfaatnya atau ada unsur

manfaatnya tetapi unsur perusaknya lebih besar.

4. Adat atau ‘urf yang telah berlangsung lama, diterima oleh orang

banyak karena tidak mengadung unsure mafsadat (perusak) dan tidak

bertentangan dengan dalil syara yang datng kemudian, namun secara

jelasbelum terserap kedalam syara’ baik secara langsung atau tidak

langsung.

Ulama sepakat menerima adat dalam bentuk pertama dan kedua

karena adat tersebut telah menjadi hukum Islam, meskipun berasal

dari adat lama. Adat dalam bentuk pertama dan kedua ini

kelompokkan kepada adat atau ‘urf yang shahih. Adat dalam bentuk

ini dapat berlajut dengan terus dilaksanakan berdampingan denga

hukum syara’ yang ditetapkan kemudian dengan cara mengutamakan

hukum syara’ yang ditetapkan wahyu tanpa mengurangi atau

merugikan pelaksanaannya ditinjau dari ketentuan hukum syara’

tersebut. Umpamanya tentang kententuan ashabah dalam hukum

waris.Ashabah ini sebenarnya ketentuan dalam adat masa jahiliah di

amsyarakat Arab, dimana yang berhak menerima harta warisan dari

yang meninggal hanyalah keturunan laki-laki terdekat yang dibungkan

kepada pewaris melalui garis laki-laki.Al-Qur’an memperkenalkan

kewarisan furud yang pada umumnya adalah perempuan.Dalam hal ini

Nabi mengambil kebijaksanaan untuk mengakui kewarisan menurut

adat, tetapi kewarisan menurut furud yang ditetapkan dalam Al-Quran

lebih dahulu dilakukan.

Demikian pula di dalam fiqh mazhab Hanafiyyah terdapat

sejumlah hukum yang didasarkan atas ‘urf. Di antaranya ialah: apabila dua

orang saling dakwa-mendakwa berbeda pendapat dan tidak ada bukti pada

salah seorang dari mereka, maka perkataan yang diterima adalah orang

yang disaksikan oleh ‘urf. Apabila suami-istri tidak sepakat yang harus

didahulukan dan mahar yang diakhirkan penyerahannya, maka hukum

Page 65: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

52

yang diputuskan adalah kebiasaan. Barang siapa yang bersumpah tidak

akan memakan daging, kemudia ia memakan ikan, maka ia tidak

melanggar sumpahnya, atas dasar kebiasaan (‘urf). Benda yang dapat

dipindah-pindahkan sah untuk diwakafkan apabila ‘urf tentang itu berlaku.

Persyaratan dalam perjanjian adalah sah apabila ada pengakuan oleh

syara’, atau dikehendaki oleh perjanjian itu sendiri, atau diberlakukan oleh

‘urf88.

E. Hukum Adat pada Masa Nabi dan Sahabat

Pada masa Nabi Muhammad, orang-orang di dataran Arab telah

mengadopsi berbagai macam adat.Praktek adat ini, dalam banyak hal,

telah mempunyai kekuatan hukum dalam masyarakat.Walaupun hukum

adat tidak dilengkapi oleh sanksi maupun otoritas, perannya yang penting

di dalam masyarakat tidak meraagukan lagi. Satu contoh yang dapat

dikemukakan disini misalnya dalam tindakan orang Islam

mempertahankan perbuatan hukum Nabi Ibrahim, terutama dalam

upacara-upacara yang berhubungan dengan Kabah dan sunatan (Khitan).

Upacara-upacara tersebut berperan sebagai dasar kurtural dalam

pembentukan tradisi sosial setempat89.

Karena Islam tidak dituntut untuk membawa kode hukum yang

keseluruhannya bersifat baru dan unik, maka dikatan di sini bahwa Nabi

sendiri memang tidak mempunyai keinginana yang real untuk secara

komplit menghapuskan sistem adat pra-Islam. Macdonal yang dikutip oleh

Ratno Lukito mengemukakan bahwa Muhammad “ tidak menciptakan dua

belas aturan atau sepuluh komandemen, kode-kode atau kosinderen

lainnya. Konsep tentang kode hukum yang koplit dengan demikian masih

asing bagi pemikiran beliau. Dalam pandangan Schacht yang dikutip oleh

88Abdul Wahhab Khallaf, IlmuUshul Fiqh, (Semarang: Dina Utama Semarang,

Toha Putra Group, 1994), h. 124

89Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat Di Indonesia,

(Jakarta: INIS, 1998), h. 6

Page 66: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

53

Ratno Kukito, Nabi memang tidak punya alasan yang kuat untuk

mengubah hukum adat yang ada dalam masyarakat karena ia sendiri

bertujuan tidak untuk menciptakan sistem hukum yang secara total baru

akan tetapi lebih bertujuan “ untuk mengajarkan manusia bagaimana cara

bertingkah laku, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari,

dalam rangka menyelamatkan diri dari pengadilan akhirat dan supaya

masuk surga’. Dalam hubungannya dengan keberlangsungan hukum adat,

oleh karenanya, Nabi Muhammad tidak melakukan tindakan-tindakan

prinsip-prinsip ajarannya yang fundamental. Konsep Sunnah taqririyyah

sendiri sesungguhnya merupaka bukti yang kuat bahwa Nabi memang

membiarkan keberlakuan beberapa adat setempat yang dapat diterimanya.

Hukum kewarisan menunjukkan suatu bukti bahwa Nabi tidak

menghapus dengan total sistem hukum yang ada dalam masyarakat.

Walaupun Qur’an memperkenalkan beberapa reformasi terhadap hukum

kewarisan, namun tidak dikatakan bahwa reformasi ini secara komplit

menghapuskan hukum adat masyarakat Arab sebelum Islam90. Dalam hal

ini, selain untuk ayah, dalam adat pra Islam tidak ada satupun kelompok

yang mendapat warisan menurut Quran akan mendapat bagian harta,

demikian pula, dalam beberapa kasus terdapat perbedaan yang mencolok

antara aplikasi hukum kewarisan adat pra Islam dan kewarisan menurut

aturan Quran. Namun begitu, peran adat dalam mempengaruhi orientasi

yang patriarkal sifatnya dalam hukum waris Islam tidak dikesampingkan.

Dapat pula diajukan suatu argumentasi bahwa hukum waris Islam pada

dasarnya hanya melapiskan ke atas (Simperimpeso) terhadap aturan waris

adat yang ada dalam masyarakat, dimana hukum waris adat yang ada

dalam masyarakat, di mana hukum waris adat hanya diubah beberapa

bagiannya, akan tetapi tidak berati dihapuskan keseluruhannya.

90Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam…….(Jakarta: INIS, 1998), h.

9

Page 67: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

54

BAB IV

PUTUSAN NOMOR 2306 K/Pdt/2011 DAN ANALISIS

A. Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011

1. Kronologis Perkara

Perkara perdata dalam tingkat Kasasi ini di mana para

penggugat yang bernamaYumisdi, Anwar Enek, Mawardi Syam dan

Yusminar menggugat yang bernama Dra. Syamsinar Syam, mereka

adalah saudara kandung, Bermamak Berkemakan dari Ibu Kamar

(alm), dalam Suku Tanjung Pilakut Gunung Sariak, yang meninggal

dunia pada tanggal 29 Pebuari 199391.

Ibu para penggugat mempunyai tiga saudara kandung yaitu

yang bernama Sawiya, Ayub Rajomudo dan Muhammad Zein, mereka

mempunyai harta kaum yang ditinggalkan oleh Pik Apuk dan harta

peninggalan tersebut sudah dibagi-bagikan. Masing-masing

mendapatkan harta pusako tinggi dan dari pihak Sawiya, Ayub

Rajomudo dan Muhammad Zein harta pusako tinggi tersebut udah

dijual oleh anak-anaknya mereka.

Disini tinggal harta pusako tinggi dari Ibu Kamar (alm) yang

masih utuh dan belum dibagi-bagi. Ibu Kamar (alm) meninggalkan

tujuh orang anak yaitu: Yumisdi, Anwar Enek, Mawardi Syam,

Yusminar, Syamsinar Syam, dan dua anak lainnya meninggal dunia

yang bernama Dasril (alm) dan Afrizal (alm). Disini yang mengusai

harta pusako tinggia dalah Syamsinar Syam.

Ibu para penggugat dan terguggat sebelum meninggal dunia

ada meninggalkan Harta Kaum yang berasal dari pusako Tinggi Suku

Tanjung Pilakut Gunug Sariak yang sifatnya Hiduik bapadok ganggam

91Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor: 2306 K/Pdt/2011, Tentang

Pembagian Harta Waris Pusako Tinggi, h. 2

Page 68: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

55

bauntuak dan juga ada tanah yang berasal dari Konsilidasi (pengganti)

dan tanah kaum yang telah di pergunakan untuk kepentingan umum

Jalan By Pass.

Bahwa penggugat I mengaku selaku Mamak Kepala Waris dan

Penggugat II, Penggugat III dan Penggugat IV, tidak menerima cara-

cara yang dilakukan oleh Tergugat sebab tanpa dengan musyawarah

telah mengusai dan mendirikan bangunan di atas tanah bidang I berupa

bangunan kayu dan selajutnya telah menyewakan selama 10 tahun

dengan nilai sewa Rp. 125.000.000.00 kepada pihak pemilik

Showroom Jepara yang sewanya diterima oleh tergugat dan tanah

bidang II telah didirikan bangunan permanen yang dipergunakan dan

didirikan bangunan Sekolah TK oleh Tergugat dan tanah bidang III

yang telah di terbitkan Surat Keputusannya oleh Wali Kota sebagai

tanah Konslidasi (Pengganti) di kusai oleh Pihak Tergugat92.

Bahwa Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III dan

Penggugat IV, telah berulang kali mengundang Pihak Tergugat, untuk

dapat menyelesaikan Penguasaan tanah bidang, I, II dan III tersebut

secara musyawarah dan kekeluargaan namun tidak di indahkan dengan

berbagai dalih yang tidak dengan beralasan.

Kemudian penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan

Negeri Padang, untuk dapat di lakukan pembagian dibagi 5 (lima)

antara penggugat dan tergugat baik atas tanah bidang I maupun bidang

II dan bidang III secara adil kepada Penggugat dan Tergugat.

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut para di atas para penggugat

mohon kepada Pengadilan Negeri Padang agar memberikan putusan

sebagai berikut:

92Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor: 2306 K/Pdt/2011, Tentang

Pembagian Harta Waris Pusako Tinggi, h. 3

Page 69: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

56

1. Menerima dan mengabulkan gugatan para Penggugat seluruhnya

2. Menyatakan perbuatan Tergugat yang menguasai obyek

perkara bidang I, bidang II dan bidang III, adalah merupakan

perbuatan melawan hukum;

3. Menyatakan perbuatan Tergugat menguasai Surat Keputusan

Walikota Tanah Konslidasi (pengganti) bidang III, adalah

merupakan perbuatan melawan hukum;

4. Menyatakan sah secara hukum Tanah bidang I seluas 150M²

dipergunakan Sebagai Pandam Perkuburan Jurai Kamar (alm) Ibu

para Penggugat dan Tergugat;

5. Menyatakan sah secara hukum penjualan tanah bidang I seluas

297M² yang Dilakukan para Penggugat;

6. Menyatakan para Penggugat berhak atas tanah bidang I dengan

luas 1.332.8M², bidang II dengan luas1.512M² dan bidang III

dengan luas1.440 M²;

7. Menyatakan hak Tergugat atas Tanah bidang I seluas 333,8M²,

tanah bidang II dengan luas 378M² dan bidang III 360M²;

8. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan hak para Penggugat

jika ingkar dengan upaya paksa dengan bantuan pihak

Kepolisian Republik Indonesia;

9. Menghukum Tergugat untuk dapat membayar ongkos yang timbul

dalam perkara ini;

Bahwa para penggugat telah sepakat untuk mengeluarkan

bagian tanah bidang I seluas 150 M2 yang dipergunakan untuk Pandan

Perkuburan yang sekarang ini telah berkubur Ibu Kamar, Afrijal, anak

Tergugat dan saudara sejurai lainnya. Dan berdasarkan kesepakatan

para penggugat telah menjual tanah bagian bidanng I seluas 297 M2

kepada pihak lain untuk membiayai pengobatan yang bernama Afrizal

(alm), yang di halangi oleh Tergugat sebagai Kakak maupun kaum

Page 70: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

57

secara Adat hal tersebut tidak dibenarkan, karena fungsi harta pusaka

adalah untuk menolong93.

Dalam hal ini Pengadilan Negeri Padang telah mengambil

putusan, yaitu Putusan Nomor 80/Pdt.G/2009/PN.Pdg tanggal 4

Agustus 2010 yang amarnya sebagai berikut:

Dalam Eksepsi

• Menolak eksepsi-eksepsi dari tergugat seluruhnnya dalam pokok

perkara.

• Menyatakan gugatan para Penggugat tidak dapat diterima.

• Menghukum para penggugat untuk membaya rongkos yang timbul

dalam perkara ini.

Dalam tingkat banding atas permohonan para penggugat/para

pembanding putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh

Pengadilan Tinggi Padang. Kemudian para penggugat naik ketingkat

Kasasi karena menurut para penggugat Pengadilan Tinggi salah

menerapkan hukum.

Bahwa Judex Facti dalam memutuskan dan mengadili perkara

ini tidak melaksanakan cara mengadili menurut ketentuan yang

berlaku, dengan alasan hukum memori banding pemohon kasasi di

tingkat banding pada intinya adalah memohon supaya Judex Facti

tidak memberikan keputusan terhadap gugatan rekonvensi yang

pemohon kasasi ajukan dalam perkara ini. Hal ini dikarenakan

Pengadilan Negeri Padang dalam mengadili perkara ini tidak

memberikan putusan yang lengkap atau dengan kata lain tidak tuntas

dalam mengadili perkara ini.

93Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor: 2306 K/Pdt/2011, Tentang

Pembagian Harta Waris Pusako Tinggi, h. 4

Page 71: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

58

Akan tetapi Judex Facti tidak mempertimbangkan memori

banding yang pemohon kasasi ajukan. Judex Facti tidak memberikan

keputusan terhadap gugatan rekovensi yang diajukan dalam perkara

ini. Seharusnya Judex Facti memberikan keputusan yang lengkap

dalam perkaran ini, yaitu dengan memberikan keputusan terhadap

gugatan rekovensi yang pemohon ajukan, bukan dengan memberikan

putusan yang menguatkan keputusan pengadilan Negeri Padang yang

tidak lengkap tersebut. Karena pemohon kasasi tidak memperoleh

kepastian hukum mengenai objek yang dipersengketakan, dan

kepastian hukum tersebut merupakan tugas utama dari suatu peradilan.

2. Tuntutan

Dalam hal ini, sudah di jelaskan dalam perkara tersebut bahwa

tergugat berdasarkan hal-hal di atas tergugat selaku Anggota kaum

ingin menguasai seluruh harta peninggalan Ibu Kamar (alm) dan

penggugat I selaku Mamak kepala waris bersama para penggugat

lainnya telah berulang kali berusaha untuk menyelesaikan persoalan

tersebut secara musyawarah dan kekeluargaan namun tidak di

indahkan oleh Tergugat.

Dalam hal ini, penggugat mengajukan gugatan ini, untuk dapat

di lakukan pembagian dibagi 5 (lima) antara penggugat dan tergugat

baik atas tanah bidang I maupun bidang II dan bidang III secara adil

kepada para Penggugat dan Tergugat. Para penggugat juga meminta

menyatakan secara sah secara hukum Tanah bidang I seluas 150 M2

dipergunakan sebagai Pandam Perkuburan Jurai Kamar (alm) Ibu para

penggugat dan tergugat, dan menginginkan sah secara hukum

penjualan tanah bidang I seluas 297 M2 yang dilakukan para

penggugat, dan para penggugat menginginkan atas tanah bidang I

denganluas 1.332,8 M2, bidang II denganluas 1.512 M2 dan bidang III

dengan luas 1.440 M2. Dan para penggugat menginginkan bahwa hak

Page 72: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

59

tergugat atas tanah bidang I seluas 333,8 M2, tanah bidang II

denganluas 378 M2 dan bidang III seluas 360 M2.

Dalam hal ini, para penggugat meminta Judex Facti dalam

memutuskan dan mengadili perkara ini dengan cara mengadili menurut

ketentuan yang berlaku dan memohon supaya Judex Facti memberikan

keputusan terhadap gugatan rekonvensi yang pemohon kasasi ajukan

dalam perkara ini. Dalam hal ini Pengadilan Negeri Padang dalam

mengadili perkara ini tidak memberikan putusan yang lengkap atau

dengan kata lain tidak tuntas dalam mengadili perkara ini94.

3. Eksepsi

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat

mengajukan eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai

berikut:

1) Gugatan Penggugat Tidak Berdasarkan Hukum:

Bahwa penggugat sebagaimana gugatannya meminta supaya

Pengadilan membagi objek perkara berupa 3 (tiga) bidang tanah

harta pusaka kaum diantara penggugat dengan tergugat dengan

rincian untuk penggugat sejumlah 4/5 bagian dan untuk tergugat

sisanya sejumlah 1/5 bagian, bahwa menurut hukum adat

Minangkabau gugatan penggugat atas harta pusaka tersebut

tidaklah berdasarkan kepada hukum dengan alasan sebagai berikut:

a) Hukum waris harta pusaka kaum menurut hukum adat

Minangkabau adalah kepemilikan bersifat kolektif dan

bukanlah bersifat pribadi-pribadi, oleh karena itu gugatan

penggugat yang meminta supaya harta pusaka kaum atas tiga

bidang tanah pusaka kaum tersebut untuk dibagi secara pribadi-

pribadi antara penggugat dengan tergugat jelas tidak

94Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor: 2306 K/Pdt/2011, Tentang

Pembagian Harta Waris Pusako Tinggi, h. 17

Page 73: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

60

berdasarkan hukum dan bertentangan hukum adat

Minangkabau.

Bahwa pusaka tinggi (harta pusaka kaum) oleh

masyarakat Minangkabau di sebut atau di istilahkan juga

dengan harta kemenakan. Bila harta pusaka tersebut berupa sawah

disebut juga “sawah kemenakan” atau bila harta tersebut berupa

rumah atau rumah gadang disebut juga dengan “rumah kemenankan”

yang merupakan warisan dari nenek moyang dan di warisi secara

turun temurun yaitu sebagai milik bersama dari kaum, dan ditujukan

untuk menghidupi dan kemajuan dari kemenakan-kemenakan

(penerus keturunan) dalam kaum tersebut dan bukan sebaliknya di

tujukan untuk kepentingan mamak-mamak secara pribadi-pribadi,

begitulah harta pusaka tersebut.

Pewarisan harta pusaka tersebut terus dilaksanakan

secara turun temurun tidak terputus-putus, dengan istilah “dari

ninik turun ka mamak, dan dari mamak turun ka kemenakan”.

Dimana fungsi dan tugas anggota kaum yang laki-laki

(Mamak) terhadap harta pusaka menurut hukum adat

Minangkabau adalah bertugas menambah dan menjaga harta

pusaka kaum tersebut supaya dapat dinikmati untuk keperluan

seluruh kemenakan dalam kaum dan menjaganya agar tidak

berpindah/beralih kepada pihak lain.

b) Bahwa hukum adat Minangkabau melarang perbuatan

membagi harta pusaka kaum secara pribadi-pribadi, apalagi

dibagi-bagikan pada masing-masing anggota kaum yang laki-

Iaki untuk dijadikan milik pribadi-pribadi, karena hal tersebut

tentulah akan mengurangi harta kaum tersebut, dan hal tersebut

jelas merugikan kemenakan-kemenakan sebagai pihak yang

berhak atas harta pusaka tersebut.

Bahwa pembagian harta kaum tersebut hanya

dimungkinkan dengan istilah adat dengan pembagian secara

“Ganggam Bauntuak" bahwa model pembagian ganggam

Page 74: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

61

bauntuk adalah dengan ketentuan, dimana jika harta tersebut

dibagi secara berkaum maka pembagian tersebut dibagi

seberapa banyak jumlah jurai yang ada dalam kaum tersebut,

dan bila harta tersebut dibagi dalam jurai.

Bahwa hukum adat yang menggariskan pembagian

harta tersebut kepada perempuan, juga dilaksanakan dalam

kaum Penggugat dan Tergugat, dan hal ini sebenarnya

dimengerti oleh Penggugat sebagaimana terlihat dari posita

gugatan Penggugat angka 3, dimana ketiga bidang tanah

sengketa tersebut didalilkan sebagai berasal dari "ganggam

bauntuak" dari ibu Kamar almarhum, posita tersebut Tergugat

kutipkan sebagai berikut:

Bahwa ibu para Penggugat dan Tergugat sebelum

meninggal dunia ada meninggalkan Harta Kaum yang berasal

dari Pusaka Tinggi Suku Taryung Pilakut Gunung Sarik yang

sifatnya hidup bapadok ganggam bauntuak..dan seterusnya.

Bahwa berdasarkan dalil posita gugatan Penggugat

diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan hukum bahwa

pembagian harta pusaka atas harta kaum Penggugat dan

Tergugat tersebut dilakukan menurut hukum adat Minangkabau

yaitu secara "ganggam bauntuak". dan tidaklah dapat

dibenarkan pembagian tersebut diganti secara pribadi-pribadi

sebagaimana menurut versi Penggugat yang telah merujuk

kepada " hukum waris perdata barat (BW)'" (bagian laki-Iaki

sama dengan bagian perempuan).

c) Bahwa pembagian secara ganggam bauntuak tersebut diatas,

apabila akan dilakukan terhadap ketiga bidang tanah pusaka

tersebut sebagaimana dali/Penggugat (kehendak dari

Penggugat), maka jelaslah belum dapat dilaksanakan sekarang

ini dalam kaum, hal ini dikarenakan "ganggam bauntuak"

barulah dapat dilakukan apabila anggota kaum dalam suatu

Page 75: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

62

kaum sudah begitu banyak dan bertekad untuk mengurus

hidupnya masing-masing (ganggam bauntuak, hiduik bapadok)

diantara jurai atau paruik (namun tidak menghapus hak saling

mewarisi diantara mereka seumpama pada jurai/induak yang

lain punah tidak ada penerus kemenakan perempuan),

sementara faktanya antara Penggugat denganTergugat masih

satu induak (satu ibu), yaitu sama-sama anak dari Kamar

almarhum (artinya harus ada dua induak (ibu) baru bisa dibagi),

dan didalam kaum hanyalah Tergugat selaku anggota kaum

perempuan yang memiliki keturunan, yaitu 9 (sembilan) orang

anak, dimana diantaranya ada 2 orang anak perempuan dan

telah pula melahirkan keturunan-keturunan, bahwa kalaupun

ganggam bauntuak tersebut akan dilakukandalam kaum, maka

ganggam bauntuak tersebut barulah dapat dilakukan nantinya

oleh cicit-cicit dari kamar (bukan oleh cucu-cucu kamar),

karenatidakmungkindilakukanolehcucu-cucu kamar karena

Penggugat 4 (Yusnimar) sendiri tidak mempunyai keturunan.

2) Penggugat Tidak Berkwalitas Mengajukan gugatan

Adapun alasan Tergugat menyatakan Penggugat tidak

berkwalitas mengajukan gugatan dalam perkara ini dengan alasan

sebagai berikut:

a) Bahwa Yumisdi (Penggugat I) bukanlah sebagai Mamak

Kepala Waris (MKW) dalam kaum suku Tanjung Pilakut

Gunung Sariak sebagaimana gugatannya, karena anggota kaum

yang menjabat sebagai Mamak Kepala Waris adalah Muhamad

Zein (saudara kandung dari ibu Kamar almarhum) dan

merupakan Laki-laki tertua dalam kaum dan sekaligus Mamak

kandung dari para Penggugat dan Tergugat, maka oleh karena

Penggugat I bukan menjabat Mamak Kepala Waris, maka

karenanya tidak berkwalitas/berwenang untuk mengajukan

gugatan berkaitan dengan ketiga tumpak tanah yang

Page 76: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

63

diperkarakan untuk dibagi tersebut. Hal ini sesuai dengan

hukum adat Minangkabau yang menentukan bahwa yang

berhak untuk mengurus baik keluar dan maupun kedalam

berkenaan dengan harta pusaka adalah hanya Mamak Kepala

Waris dalam kaum, yang dalam hal ini adalah Muhamad Zein.

b) Bahwa selain hal diatas, yang diperkarakan oleh Penggugat

dalam perkara sekarang ini adalah meminta supaya Pengadilan

membagi harta pusaka kaum kepada masing-masing Penggugat

dengan Tergugat (pribadi-pribadi), bahwa berkaitan dengan

gugatan tersebut maka bila dihubungkan dengan pernyataan

Penggugat kepada kaum berdasarkan Surat Pernyataan tanggal

23 April 1996 maka oleh karenanya Penggugat I tidak berhak

dan berkwalitas untuk memperkarakan harta pusaka kaum

untuk dibagi, karena Penggugat I dalam pernyataan tersebut

telah menyatakan: "bahwa harta pusaka tidak boleh dibagi dan

kalau dibagi akan dimakan sumpah sebagaimana amanat dari

almarhum ibu Kamar.

c) Begitu juga halnya dengan Penggugat 3 (Mawardi Syam),

dimana telah pula membuat surat pernyataan dihadapan kaum

dan disetujui oleh Mamak Kepala Waris (Muhamad Zein),

dimana dengan tegas Penggugat 3 telah menyatakan:

"melepaskan haknya terhadap harta kaum" sebagaimana bunyi

dari Surat Pernyataan tangga l22 Pebruari 2005.

d) Selain hal yang dikemukakan diatas, Penggugat juga tidak

berkwalitas dan berhak meminta supaya atas harta pusaka

kaum tersebut untuk dibagi secara pribadi diantara Penggugat

dengan Tergugat, karena sebagaimana yang Tergugat uraikan

diatas (eksepsi gugatan tidak berdasarkan hukum).

3) Gugatan Penggugat Kurangan Pihak

a) Bahwa gugatan yang diajukan penggugat sekarang ini

adalah kurang pihak, hal ini dikarenakan sebagaimana dalil

Page 77: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

64

gugatan para Penggugat sendiri (Penggugat mendalilkan

Penggugat I adalah selaku Mamak Kepala Waris) yang

menyatakan bahwa "ketiga tumpak tanah yang diperkara

Penggugat untuk dibagi menjadi dua bagian tersebut

merupakan berasal dari harta pusaka tinggi kaum". Anggota

kaum bukan hanya Para Pengguat dengan Tergugat maka

seharusnya Penggugat tidak hanya menggugat Tergugat

sendiri saja dalam perkara sekarang ini, dan seharusnya

Penggugat juga menarik anggota kaum yang lain, Seperti

Muhamad Zenselaku Mamak Kepala Waris (MW) yang

merupakan saudara kandung dari ibu Kamar, dan berikut

seluruh anggota kaum yang ada dalam kedua jurai/paruik

dalam kaum, yaitu jurai/paruik Kamar dan jurai/paruik

Sawija, dimana dalam jurai/paruik Kamar yaitu anak-anak

dari Tergugat yang berjumlah 10 orang serta cucu-cucu

Tergugat yang telah dewasa, diantaranya:

Damsiwar (lk), Junaidi (Lk), Edril (lk) Ely Zuharni

(Pr), Yendri (lk), Alvy Yunandar (lk), Elia Nova (Pr) dan

Rahmad (lk) sedangkan anggota jurai/paruik Sawija,

diantaranya: Acik (lk), Zamzami (lk), Bustami (lk), Kartini

(Pr) berikut ke 8 (delapan) anaknya serta cucu-cucunya

yang dewasa, Safrifuddi (lk) dan 3 (tiga) orang anak-anak

dari Nurgaya (pr) berikutcucu-cucunya yang dewasa.

b) Bahwa selain hal diatas, dimana berdasarkan dalil posita

gugatan Penggugat angka 4 yang mendalilkan "bahwa

tanah bidang I dikuasai sebagian oleh pemilik showroom

Jepara karena disewakan oleh Tergugat, makam menurut

hukum maka seharusnya pihak penyewa bangunan kayu

pemilik Showroom Jepara tersebut juga harus ditarik

sebagai pihak dalam perkara ini sebagai pihak yang juga

menguasai objek perkara tanah bidang I; dan begitu pula

Page 78: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

65

halnya dengan kedudukan pihak sekolah Taman Kanak-

kanak (TK) yang didalilkan dalam posita gugatannya oleh

Penggugat.

c) Bahwa Penggugat seharusnya juga menarik Badan

Pertanahan Nasional (BPN) dalam perkara sekarang ini, hal

ini dikarenakan tanah tumpak I dan tanah tumpak II telah

diterbitkan oleh BPN sertifikat Hak Milik

atastanahtersebut.

4) Gugatan Penggugat Kabur (obscuurlibel)

Adapun alasan Tergugat menyatakan gugatan

Penggugat kabur adalah sebagai berikut:

a) Bahwa antara dalil-dalil posita dalam gugatan saling

bertentangsatu dengan yang lainnya, begitupula antara posita

dengan petitum, hal ini terbukti dimana Penggugat mendalilkan

bahwa ketiga bidang tanah yang disengketakan tersebut adalah

harta kaum supaya, dan Penggugat berkaum bersama-sama

dengan Mamak Kepala Waris (Penggugat I ) meminta supaya

Pengadilan Negeri membagi harta pusaka tersebut diantara

Penggugat dengan Tergugat masing-masing seperlima bagian.

b) Bahwa selanjutnya antara posita angka 5 yang meminta upaya

tanah sengketa dibagai 5 (lima), bertentangan dengan petitum

angka 6 dan 7 yang menyatakan tanah sengketa hanya dibagi 2

(dua) bagian antara Penggugat dengan Tergugat.

c) Bahwa selain alasan hukum diatas, gugatan Penggugat disusun

tidak sesuai dengan hukum acara perdata atau melanggar syarat

formil, dimana Penggugat yang telah mencapur adukan antara

tuntutan pembagian harta pusaka kaum dengan tuntutan mohon

atas jual beli tanah kaum atas tanah bidang I untuk disahkan.

5) Gugatan Pengguga terror inpersona, bahwa adapun alasan

gugatan Penggugat sekarang ini adalah error inpersona karena

Tergugat bukanlah selaku pihak yang menguasai terhadap

Page 79: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

66

tanah sengketa bidang III sebagaimana posita gugatan

Penggugat.

6) Gugatan tidak ada hubungan hukum

Bahwa hukum tentang harta pusaka adalah berbeda dengan hukum

harta warisan, dimana harta warisan bersifat hak pribadi-pribadi

dari ahli waris yang dapat dialihkan oleh ahli waris tersebut

(pemiliknya) sekendaknya, dan ahli waris mana merupakan "anak

atau cucu (bila si anak meninggal dunia ) dari si pewaris". Harta

warisan tersebut berbeda atau berlainan dengan harta pusaka kaum,

harta pusaka adalah milik bersama dari suatu kaum, yang ahli

warisnya adalah "kemenakan dalam kaum tersebut". dan bukan

anak atau cucu dari si pewaris.

4. Putusan

Dalam permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu

tanggal 21 Desember 2011 memutuskan bahwa alasan-alasan kasasi

tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan

hukum karena para penggugat tidak mempunyai kwalitas untuk

menggugat, karena yang bersangkutan bukan Mamak Kepala Waris

dalam kaumnya.

Menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi/para

penggugat: 1. YUMISDI, 2. ANWAR ENEK, 3. MAWARDI SYAM,

4. YUSMINAR. Menolak permohonan kasasi dari pemohon

kasasi/tergugat : Dra. SYAMSINAR SYAM.

5. Pertimbangan Hakim

Bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini yang amarnya

menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Padang adalah putusan yang

sangat keliru dengan alasan hukum sebagai berikut: Dalam hal ini

putusan Pengadilan Negeri Padang sangat keliru dalam memberikan

putusan, karena pada bagian pokok perkara yang isinya menyatakan

Page 80: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

67

gugatan penggugat tidak dapat diterima adalah salah dalam

menerapkan hukum. Isi dari amar di dalam hukum acara ini dalam

pokok perkara tersebut adalah berkaitan dengan materi gugatan yang

diperkarakan, dan bukan berkaitan dengan formalitas surat gugatan.

Bahwa dengan perkara saat ini, di mana seluruh eksepsi yang diajukan

oleh penggugat/pemohon kasasi ditolak, maka ketentuan sesuatu

seharusnya isi amar putusan pada bagian dalam pokok perkara tersebut

adalah menolak atau mengabulkan apa yang diperkarakan oleh

penggugat/Pemohon kasasi95.

Dalam hal ini para penggugat meminta supaya objek perkara

berupa 3 (tiga) bidang tanah supaya dibagian para penggugat dengan

tergugat selaku ahli waris dari almarhumah Kamar, akan tetapi tanah

tersebut adalah tanah Pusako Tinggi dari kaum Penggugat dan

Tergugat.

Sebab menurut hukum adat tentang tanah Pusako Tinggi adalah

hak turun temurun dari anggota kaum terhadap tanah pusako tinggi

tersebut adalah perbuatan melawan hukum. Berdasarkan hal tersebut

maka seharusnya Pengadilan Negeri Padang dalam perkara ini

memberikan amar putusan pada bagian Dalam Pokok Perkara tersebut

adalah Menyatakan Menolak Gugatan Penggugat.

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah

Agung berpendapat96:

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, dan

ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak

bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang maka

permohonan kasasi yang diajukan oleh para pemohon kasasi: Yumisdi

dan kawan-kawan tersebut harus ditolak.

95Putusan Pengadilan Mahkamah AgungNomor: 2306 K/Pdt/2011, Tentang

Pembagian Harta Waris Pusako Tinggi, h. 19

96Ibid h. 20

Page 81: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

68

B. Analisis Menurut Hukum Adat Minangkabau terhadap Putusan

Nomor 2306 K/Pdt/2011

Menurut adat Minangkabau pemegang harta secara praktis adalah

perempuan karena di tangannya terpusat kerabat matrilineal. Mamak

berperan mengawas dan mengatur harta tersebut97. Sistem hukum warisan

atas dasar kekerabatan ini sudah berlaku sejak dahulu kala, sebelum

masuknya ajaran-ajaran Agama di Indonesia, seperti agama Hindu, Islam

dan Kristen98.

Maka hal tersebut, semua anak-anak hanya dapat harta warisan dari

ibunya sendiri dan menjadi ahli waris tersebut, baik untuk harta Pusako

Tinggi yaitu harta yang dari turun temurun dari beberapa generasi,

maupun harta Pusako Rendah yang hartanya turun dari satu generasi.

Hukum warisadat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip

garis keturunan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan, yang

mungkinmerupakanprinsip patrilineal murni, patrilineal beralihalih

(Alternerend) matrilineal ataupun bilateral, adapunprinsip unilateral

berganda (dubbel unilateral) prinsip-prinsip garis keturunan terutama

berpengaruh terhadap penetapan ahli waris maupun bagian harta waris

peninggalan yang diwariskan (baik materiel maupun immateriel)99.

Dalam hal ini, harta Pusako Tinggi tidak bisa di perjual belikan

ataupun digadaikan, karena sesuai dengan kata pepatah dalam

Minangkabau yang berbunyi “Jua Indak Dimakan Bali, Gadai

IndakDimakan Sando” yang artinya tanah ulayat di Minangkabau tidak

boleh diperjual belikan dan tidak boleh pula di gadai. Menggadaikan harta

97Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau,

(Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 88 98Hilman Handikusuma, Cetakanke-V, Hukum Waris Adat (Bandung: Citra

Aditya Bakti,1993), h. 23. 99 P.N.H. Siman juntak, Pokok-pokok Perdata Indonesia, (Jakarta:Djambatan,

2002), h. 299

Page 82: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

69

Pusako Tinggi hanya dapat dilakukan apabila ada musyawarah bersama

antara pentinggi kaum.

Asas kolektif di dalam adat Minangkabau yaitu penerimaan harta

pusako bukanlah orang-perorang, tetapi secara satu kelompok bersama-

sama dan harta tersebut tidak bisa dibagi-bagikan dan juga harus

disampaikan kepada kelompok dalam bentuk kesatuan yang tak terbagi-

bagi. Dalam asas ini juga bahwa penerimaan hartap usako atau seorang

yang mempunyai hak penerimaan harta pusako dan dalam adat

Minangkabau ada tingkatan-tingkatan hak yang menyebabkan satu pihak

lebih berhak dibandingkan dengan pihak yang lain, dan selama yang lebih

berhak masih ada, maka yang lain belum mempunyai hak.

Dalam kasus sengketa Putusan Nomor 2306 K/Pdt/2011 dalam

tingkat Kasasi, Mahkamah Agung mempelajari dan meneliti dengan

seksama berkas perkara yang terdiridari Berita Acara persidangan

peradilan tingkat pertama dan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak yang

berpekara, salinan resmi Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor

80/Pdt.G/2009, pada tanggal 4 Agustus 2010 dan memeriksa salinan

Putusan Pengadilan Tinggi Padang dalam putusan Nomor

172/PDT/2010/PT.PDG, pada tanggal 30 November 2010. Setelah

memperhatikan dan mempertibangkan Hukum Majelis Hakim pengadilan

Negeri Padang, ternyata Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang dalam

mengadili perkara ini tidak tuntas. Judex Fakti tidak memberikan

keputusan terhadap gugatan Rekonvensi yang diajukan dalam perkara ini.

Hal ini jelas membuktikan Judex Facti dan memutus dan mengadili

perkara ini tidak melaksanakan cara mengadili menurut ketentuan yang

berlaku.

Maka Mahkamah Agung akan mempertimbangkannya terlebih

dahulu sebelum mempertimbangkan Objek Perkara tersebut yang digugat

oleh penggugat/pembanding sebenarnya harta tersebut bukan untuk

Page 83: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

70

dibagi-bagi atau harta Pusako Rendah melainkan Harta Pusako Tinggi dan

harta tersebut tidak bisa dibagi-bagi. Bahwa menurut Hukum Adat

Minangkabau tentang harta Pusako Tinggi adalah hak Turun Temurun dari

anggota kaum dan karenanya segala perbuatan kaum terhadap tanah

Pusako Tinggi tersebut adalah perbuatan melawan hukum.

Dalam masyarakat adat Minangkabau sistem kekerabatannya diatur

secara matrilineal atau berdasarkan garis keturunan ibu. Menurut adat

Minangkabau harta pusako harus jatuh ketangan anggota kerabat dari garis

keibuan, dalam hal ini adalah anak dari saudara perempuan yang telah

meninggal, yaitu kemenaknya. Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan

masyarakat Minangkabau sampai sekarang, karena masyarakat

Minangkabau tidak terputus hubungan kekerabatan walaupun berada di

luar Indonesia dan telah menjadi warga Negara Asing. Sepanjang garis

keturunan ibu masih melekat kepada dirinya. Sistem ini selalu

disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem adatnya.

Terutama dalam mekanisme pemerannya di dalam kehidupan sehari-hari.

C. Analisis Menurut Hukum Islam Terhadap Putusan Nomor 2306

K/Pdt/2011

Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur

peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal

kepada orang yang masih hidup100. Hukum kewarisan adalah hukum yang

menatur tentang pemindahan yang lebih tepat adalah perpindahan hak

kemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa

yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing

dalam hal ini di atur di dalam (Ps. 171 huruf a KHI)101.

100 Ahmad warson Munawwir, Kamus Al Munawwir (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), h. 1634 101 Ahmad Rofiq. Hukum Perdata Islam di Indonesi, Edisi Revisi (Jakarta:PT

Raja Grafindo Persada, 2015), h. 281

Page 84: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

71

Dalam hal ini pembagian harta waris secara hukum Islam yaitu:

a. Ahli waris ashab al-furud, yaitu ahli waris yang menerima

bagian yang telah ditentukan besar kecilnya, seperti 1/2, 1/3,

atau 1/6.

b. Ahli waris ‘asabah, yaitu ahli waris uang menerima bagian sisa

setelah harta dibagikan kepada ahli waris ashab al-furud. Ahli

Waris Dzawi al-arham yaitu ahli waris karena hubungan darah

tetapi menurut ketentuan al-Qur’an tidak berhak menerima

warisan. Dzawal al-arham adalah golongan kerabat yang tidak

termasuk golongan ashab al-furud dan ‘asabah. Keraba

tgolongan ini baru mewarisi jika tidak ada kerabat yang

termasuk kedua golongan tersebut102.

Di dalam hukum waris Islam tidak mengatur Sistem Kekerabatan

Matrilineal atau di sebut dengan garis keturunan kaum Ibu, tetapi di dalam

hukum Islam seorang perempuan tetap mendapatkan hak warisnya akan

tetapi setengah dari kaum laki-laki atau bandingannya seorang anak laki-

laki menerima sebanyak yang di dapat dua orang anak perempuan. Sebab

dalam ini, hukumwaris Islam sudah di atur di dalam Firman Allah Surat

An-Nisa’ Ayat 11:

ل لذ ك د أ ول ف ي ٱلل ي ي وص ٱثن ت ين ف وق ن س اء ك ن ف إ ٱل نث ي ين ظ ثل م ك ر

ا نه م م د و ل ل يه ل ب و و ٱلن صف ا ف ل ه د ة و ك ان ت إ و ك ت ر ا م ث ل ث ا ف ل ه ن

ن ي ف إ لل د ل ه ۥو إ ك ا ك ات ر م م ٱلسد س ٱلثل ث ه ف ل م اه ث ه ۥأ ب و ر و و ل د له ۥو

ك اب اؤ ء د ين أ و ا ب ه ي ي وص ية ص و ب عد ن م ٱلسد س ه ف ل م ة إ خو ل ه ۥ ك ا ف إ

ن م ة يض ف ر ن فعا ل ب أ قر أ يه و ت در لا ك أ بن اؤ او ع ل يم ك ا ٱلل إ ٱلل

يما

102 Otje Salman dan Haffas, Mustofa, Hukum Waris Islam, (Jakarta: PT Refika

Aditama, 2002), h. 53.

Page 85: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

72

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan

bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya

perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka memperoleh

separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing- yang

ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang

meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),

maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai

beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-

pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau

(dan) sesudah dibayar hutangnya.

Berdasarkan penjelasan Surat An-Nisa’ ayat 11 tersebut yaitu anak

perempuan berhak menerima warisan dari kedua orang tuanya

sebagaimana yang didapatkan seorang anak laki-laki dengan bandingan

seorang anak laki-laki menerima sebanyak dua orang anak perempuan.

Berdasarkan penjelasan Surat An-Nisa’ ayat 11 tersebut yaitu anak

perempuan berhak menerima warisan dari kedua orang tuanya

sebagaimana yang didapatkan seorang anak laki-laki dengan bandingan

seorang anak laki-laki menerima sebanyak dua orang anak perempuan.

Ibu mempunyai hak dalam menerima harta warisan dari anak-

anaknya baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Begitupun ayah

sebagai ahli waris, laki-laki berhak menerima harta warisan dari anak-

anaknya baik dari anak laki-laki maupun perempuan sebanyak seperenam

(1/6) bagian, bila pewaris meninggalkan anak.

Di dalam Putusan Mahkamah Agung dalam tingkatan Kasasi

Nomor 2306 K/Pdt/2011 dalam hal ini hakim memutuskan sesuai dengan

hukum Adat yang berlaku di Minangkabau, karena dalam perkara tersebut

memperkarai harta Pusako Tinggi, sebab di dalam Adat Minangkabau

Page 86: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

73

harta warisan dalam bentuk Pusako Tinggi tidak bisa di bagi-bagikan dan

berlaku sistem kekerabatan Matrilineal.

D. Analisis Penulis

Menurut penulis dalam kasus ini, pusako tinggi berasal dari orang

tua Ibu kamar (alm), dan saudaranya ibu Kamar (alm) dan orang tua

mereka udah membagikan harta pusako tersebut ke masing-masing jurai.

Pusako tinggi dari Ibu Kamar (alm) tersebut di kuasai oleh anak

perempuan dan keturunan perempuan, yang memiliki keturunan

perempuan adalah Samsinar dan Yusminar dia perempuan tapi tidak punya

anak atau tidak mempunyai keturunan.

Menurut para penggugat Syamsinar telah menguasai kesulurahan

harta pusako tinggi tersebut, maka pengadilan negeri tersebut menolak

gugatan tersebut dan pengadilan Tinggi menguatkan pengadilan negeri dan

menolak gugatan tersebut dan juga Mahkamah Agung Juga menolak

karena hakim menggunakan Hukum Adat.

Menurut para penggugat bahwa paman-pamannya mereka atau

saudara-saudara dari ibunya telah membagikan harta tersebut kesemua

anak-anaknya dan harta tersebut udah di jual. Karena awalnya udah di bagi

dalam empat jurai dari orang tuanya Ibu Kamar (alm), maka seharusnya

dalam hal ini juga bisa dibagi-bagikan, walaupun harta pusako tinggi itu

tidak bisa dibagi-bagikan menurut Hukum Adat Minangkabau tapi

menurut Hukum Islam bisa dibagi, karena empat jurai dari Ibu Kamar

(alm) udah melakukan pembagian.

Dengan demikian, pembagian harta warisan pusako tinggi dalam

budaya Minangkabau tentu tidak bertentangan dengan hukum islam. Hal

ini di lakukan agar memudahkan masyarakat dalam memahami hukum

warisan yang berbasis budaya dengan mengacu pada hukum islam.

Terlebih Indonesia dengan beragam budaya, selama itu tidak keluar dari

hukum islam maka tidak bertentangan dengan islam. Hanya dalam

Page 87: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

74

pelaksanaan dan tata cara yang berbeda, sedangkan nilai-nilai dan ajaran

yang terkandung menurut saya tetap bagian dari hukum islam.

Karena pembagian harta pusako tinggi berkaitan dengan wakaf ahli

maka disini saya akan menjelaskan sedikit tentang wakaf ahli. Wakaf ahli

adalah wakaf yang ditunjukan kepada orang-orang tertentu, satu orang

atau lebih, keluarga si Wakif atau bukan.103 Secara hukum islam hal ini

dibenarkan dan darinya didasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan

oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, dari sahabat Anas Bin Malik RA,

tentang adanya wakaf keluarga Abu Tholhah terhadap kaum kerabatanya.

Disebutkan pada ujung hadits tersebut dinyatakan sebagai berikut:

Artinya: saya telah mendengar ucapan mu tentang hal tersebut.

Saya berpendapat sebaiknya kamu berikannya kepada keluarga terdekat.

Maka Abu Tholhah membagikanya untuk para keluarga dan anak-anak

pamanya104.

Wakaf ahli juga sering disebut wakaf Dzurri atau wakaf ‘alal

aulad yakni wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial

dalam lingkungan keluarga atau lingkungan kerabat sendiri. Wakaf ahli ini

juga mempunyai dua aspek kebaikan yaitu: kebaikan sebagai amal ibadah

wakaf dan kebaikan silaturahmi terhadap keluarga yang diberikan harta

wakaf.

Dalam penjelasan diatas maka terlihat dengan jelas bahwa wakaf

ahli dalam hukum islam dan pusako tinggi tidak bertentangan sama sekali.

Dengan begitu penerapan atau pelaksanaan pusako tinggi dalam budaya

minangkabau jelas telah menjalankan pembagian pusako tinggi tersebut

sesuai hukum islam dalam wakaf ahli. Wakaf ahli ini juga bisa menjaga

103 Muhammad, Wakaf Ahli: antaraeksistensi dan revitalisasi,Jurnal Syariah

Darussalam vol 4, no 2, juli-des 2019, h. 12

104 Abdurrohman Kasdi, Fikihwakaf: dariwakafklasikhinggawakafproduktiv,

Yogyakarta: 2017, Idea Press Yogyakarta, h. 87.

Page 88: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

75

kelangsungan hidup keturunan, begitupun dengan pusako tinggi tujuannya

adalah untuk menjaga kelangsungan hidup para jurai. Sehingga nilai yang

di ajarkan dalam budaya pusako tinggi tersebut untuk mendidik setiap

keturunan agar sejauh manapun mereka merantau tetap kembali dan

berkumpul dengan keluarga. Mempererat keluarga dan menjadikan

keluarga yang harmonis secara utuh.

Page 89: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

76

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, penulis menarik beberapa kesimpulan

menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Pembagian harta waris dalam Islam merupakan harta yang diberikan

dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya

seperti keluarga dan kerabat-kerabatnya dan sudah di tentukan dalam

Al-Qur’an surah an-nisa secara gamblang dan dapat disimpulkan

bahwa ada 6 tipe persentase pembagian harta waris, ada pihak yang

mendapatkan setengah ½, seperempat1/4, seperdelapan1

/8, duapertiga2/3,

sepertiga1/3, danseperenam1

/6.

Hukum waris adat adalah meliputi aturan-aturan hak yang

bersangkut paut dengan proses dan sangat mengesankan tentang

penerusan dan pengoperan harta kekayaan yang berwujud (materil)

dan yang tidak berwujud (imm-teriil) dan suatu generasi kepada

generasi berikutnya.

Pada kesimpulanya Pandangan Hukum Adat dan Hukum Islam

terhadap pembagian harta waris Pusaka Tinggi tidak bertentangan

sama sekali, apa yang menjadi hukum adat tersebut tidak keluar dari

ajaran agama Islam. Hanya saja ahli waris dalam Pusako Tinggi adat

minang kabau perlu pengkajian lebih dalam terkait hukum islamnya.

2. Menurut hukum adat tentang tanah Pusako Tinggi adalah hak turun

temurun dari anggota kaum terhadap tanah pusako tinggi tersebut

adalah perbuatan melawan hukum. Berdasarkan hal tersebut maka

seharusnya Pengadilan Negeri Padang dalam perkara ini memberikan

amar putusan pada bagian Dalam Pokok Perkara tersebut adalah

Menyatakan Menolak Gugatan Penggugat.

Page 90: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

77

3. Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, dan ternyata

bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan

dengan hukum dan/atau undang-undang maka permohonan kasasi

yang diajukan oleh para pemohon kasasi: Yumisdi dan kawan-kawan

tersebut harus ditolak.

B. SARAN

1. Seharusnya pada sebuah daerah seperti di Minangkabau diberikan

pembekalan kepada masyarakat dan generasi muda mengenai sistem

aturan yang berlaku di daerah tersebut seperti mengenai sistem aturan

bagaimana harta keluarga atau harta kaum digunakan dalam kehidupan

ataupun diwariskan kepada generasi selanjutnya agar tidak buta

terhadap aturan yang udah berlaku di Minangkabau dan melakukan

kesalahan serta pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di

minangkabau.

2. Diharapkan majelis hakim pengadilan tinggi dalam memberikan

putusan harus tertata dan harus meberikan kepastian hukum. Supaya

pihak-pihak yang berperkara tidak kebingungan. Karena di dalam adat

Minangkabau dalam pembagian harta warisan dikenal harta pusako

tinggi dan pusako rendah, dalam hal ini masyarkat juga harus paham

dalam pembagian harta tersebut.

Page 91: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

78

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhailiy, Wahab, Usul al-Fiqh al-Islamiy, Vol. II (Damaskus:

Dar al-Fikr, Cetakan 16, 2008).

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum (Jakarta :Sinar Grafika,

2009).

Amir M.S, Adat Minangkabau Poladan Tujuan orang Minang,

(Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2006).

.............., Pewarisan Harato Pusaka Tinggidan Pencaharian di

Minangkabau, (Jakaarta Citra Harta Prima, 2011).

Djazuli, Ilmu Fiqh : Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan

Hukum Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005).

A. A Navis, Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan

Minangkabau, (Jakarta: Grafiti Press, 1984).

Amin Suma, Muhammad, Keadilan Hukum Waris Islam: Dalam

Pendekatan Teksdan Konteks, (Jakarta: Rajawali Press, 2013)

Anwar, Chairul, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat

Minangkabau, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997).

Darojat, Zakiya, Kedudukan dan Peran Perempuan dalam

Perspektif Islam dan Adat Minangkabau, Indonesia Journal Of

Multidisciplinary Islamic Studies, Vol.3, No.1, januari 2019.

Page 92: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

79

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, (Jakarta: Maloho

Jaya Abadi Press, 2010).

Deperteman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: CV.

Toha Putra Semarang, 1989).

Dt. Sanggoeno Diradjo, Ibrahim, Tambo Alam Minangkabau“

Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang”, (Bukti Tinggi:

Kristal Multimedia, 2012).

Dzajuli, A, Kaidah-kaidah Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group,

2019).

E. Graves, Elizabeth; penerjemah: Novi Andri, Leni Marlina,

Nurasni, Asal Usul Elite Minangkabau Modern, cetke I, (Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2017).

Effendi, Satria dan M. Zein, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana,

2005).

Fahmi, Muhammad Ahmadi, dkk, Metode Penelitian Hukum,

Jakarta, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Fahmi Abu Sunnah, Ahmad, al-urfwa al-adah fi Ra’y al- Fuqaha’,

(Kairo: Lembaga Penerbitan Al-Azhar, 1947).

Handikusuma, Hilman, Cetakanke-V, Hukum Waris Adat

(Bandung: Citra Aditya Bakti,1993).

Page 93: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

80

Hafizz, Muhammad, Pergeseran Hukum Waris Adat Minangkabau

(Jualbeli Beli Harta Pusako Tinggi di Kecamatan Banuhampu Kabupaten

Agam Sumatera Barat), Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013.

Hakimi, Idrus, Pegangan Penghulu, Bundo Kandung dan Pidato

Dua Pasambahan Adat di Minangkabau, (Bandung: Remaja Karya, 1978).

..................., Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam

Minangkabau, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994).

...................., Mustika Adat Basandi Syara’, (Bandung: CV. Rosda,

1978).

..................., Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di

Minangkaba.

Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam, (Jakarta:

Tintamas,1976).

............., Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur‟andan

Hadits, (Penerbit: Tintamas, Jakarta, 1982).

H. Masoed Abidin bin Zainal Abidin Jabbar, Sistem Kekeluargaan

Matrilineal, Artikel, di akses pada tanggal 17 Januari 2020 jam 12:30

Juwariyah, Anik dan Prima Vidya Asteria, Konstelasi Kebudayaan

Indonesia, Cet. 1(Surabaya: Bintang, 2015).

Page 94: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

81

Kasdi, Abdurrohman, Fikihwakaf: dari wakaf klasik hingga wakaf

produktiv, Yogyakarta: 2017, Idea Press Yogyakarta

Khaira, Ummul, Pelaksanaan Upaya Perdamaian Dalam Perkara

Perceraian, Vol. 18 No.3, September 2018.

Lukito, Ratno, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat Di

Indonesia, (Jakarta: INIS, 1998).

Laporan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang,

Kedudukandan Peran Bundo Kandung dalam Sistem Kekerabatan

Matrilineal, Di Luhakdan Rantau Minangkabau, 2015.

Mardani, Ushul Fikih, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013).

Manarisip, M arco, Ekstensi Pidana Adat Dalam Hukum Nasional,

Vol. 1 No. 4 Oktober- Desember 2012.

Muhammad, Wakaf Ahli: antaraeksistensi dan revitalisasi,Jurnal

Syariah Darussalam vol 4, no 2, juli-des 2019

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Sebagai Pengantar,

(Yokyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010).

Munawwir, ahmad warson, Kamus Al Munawwir (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997).

Munir, Misnal, Sistem Kekerabatan Dalam Kebudayaan

Minagkabau :Perspektif Aliran Filsafat Strukturalisme Jean Claude Levi-

Strauss. (Jurnal Filsafat). Vol, No 1, Febuari 2015.

Page 95: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

82

Maruhun Batuah, Datuk, Hukum Adat dan Adat Minangkabau,

(Jakarta: Pusaka Asli, 1990).

Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: PT.

Pradaya Paramitha, 2002).

Nasrun, Dasar Filasafat Adat Minangkabau, (Jakarta:Bulan

Bintang, 1971).

Nugroho, Sigit Sapto, Hukum Waris Adat Di Indonesia, (Solo:

Pustaka Itizam, 2016).

N.M. Rangkoto dan Dt Bandaro, Hubungan Mamak Dengan

Kemenakan Dahuludan Sekarang Serta Pasambahan Adat, (Bukit Tinggi,

1984).

Piliang, Edison dan Hasrun Dt. Maraja Sungut, TAMBO

MINANGKABAU “ Budayadan Hukum Adat di Minangkabau”, (Bukti

Tinggi: Kristal Multimedia, 2014).

Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor: 2306 K/Pdt/2011,

Tentang Pembagian Harta Waris Pusako Tinggi

Rajab, Muhammad, Sistem Kekerabatan Minangkabau (center of

Minangkabau tudies, 1969).

Rauf,, Abd “Kedudukan Hukum Adat Dalam Hukum Islam” hukum

adat, relasi, hukum Islam, Vol. IX No,1, Juni 2013.

Page 96: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

83

Rato, Dominikus, Hukum Perkawinandan Waris Adat, (Surabaya:

LaksbangJustitia, 2011)

Rosdalina, Hukum Adat, (Yogyakarta: Deepublish, 2017).

Rofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesi, Edisi Revisi

(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2015).

Salman, Otje dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Jakarta:

PT Refika Aditama, 2002).

Simanjuntak, P.N.H, Pokok-pokok Perdata Indonesia, (Jakarta:

Djambatan, 2002).

Sudaryatmi, Sri, Sukino, dkk, Beberapa Aspek Hukum Adat,

(Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponorogo Semarang, 2000).

Soekanto, Soejono, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta: Bharata,

1977).

Sunandan dkk, “Konsep ‘Urf Penetapan Hukum Islam”, Tsaqafah,

peradaban Islam, Vol. 13, No. 2, November 2017.

Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT

Rineka Cipta, 1999) Cet, 1.

Sjarifoedin Tj. A, Amir. Minangkabau Dari Dinasti Iskandar

Zulkarnain Sampai Tuanku Imam Bonjol, (Jakarta: Gria Media Prima,

2011).

Page 97: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

84

Syarifuddin, Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dalam

Lingkungan Adat Mingakabau, (Jakarta: PT Gubug Agung, 1982).

Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Ushul Fiqh (Jakarta:

KencanaPrenda Media Group, 2012).

......................, Hukum Kewarisan Islam, Prenada Media, cetakan

pertama, Jakarta, 2004.

......................., Hukum Pewarisan Islam dalam Adat

Minangkabau, (Jakarta: Gunung Agung, 1984).

......................., Ushul Fiqh Jilid II, (Jakarta: Kencana, 2014).

Syahrul, Ninawati, Perandan Tanggung Jawab Mamak Dalam

Keluarga: Tinjauan Terhadap Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis.

Vol. 10 nomor 1 Jakarta Timur 2017.

Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan

Subakti Pusponoto, (Jakarta: Pradya Paramita, 1989).

Taufik Hidayat, Fatmah dan MohdIzhar Ariff Bin Mohd Qasim.

2016. Kaedah Adat Muhakkamah Dalam Pandangan Islam (Sebuah

Tinjaun Sosiologi Hukum), Jurnal Sosiologi. Vol 9 Nomor 1.

Utomo, Laksanto, Hukum Adat, (Depok: RajawaliPers, 2007).

Wahab khallaf, Abdul, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushhuk

Fikih), (Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 1996).

Page 98: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

85

..............................., Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang: Dina Utama

Semarang, Toha Putra Group, 1994).

Yaswirman, Hukum Keluarga: Karakteristik dan Prospek Doktrin

Islam dan Adat dalam Masyarakat Matrilinela Minangkabau, (Jakarta:

Rajawali Press, 2013).

Yulika, Febi, Epistimologi Minangkabau Makna Pengetahuan

dalam Filsafat Adat Minangkabau, (Padang Panjang: Institut Seni

Indonesia Padang Panjang, 2017).

Yakub, B. Nurdin, Hukum Kekerabatan Minangkabau,

(BukitTinggi: Pustaka Indonesia, 1995).

Zubair, Maimoen, Formulasi Nalar Fiqih Telaah Kaidah Fiqih

Konseptual, (Surabaya: Khalista,2005).

Page 99: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P U T U S A NNomor 2306 K/Pdt/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai

berikut dalam perkara :

1. YUMISDI, bertempat tinggal di Koto Panjang di belakang

TVRI Padang, RT. 05/RW.06 di Kota Padang ;

2. ANWAR ENEK, bertempat tinggal di Pilakut Kapuk

Kalumbuak RT. 004, RW. 004, Kelurahan Kalumbuak,

Kecamatan Kuranji, Kota Padang ;

3. MAWARDI SYAM, bertempat tinggal di Kalumbuak Nomor

05 RT. 012, RW. 004, Kelurahan Kalumbuak, Kecamatan

Kuranji, Kota Padang ;

4. YUSNIMAR, bertempat tinggal di Wisma Indah Kulumbuak

Nomor 5 RT. 001, RW. 002, Kelurahan Kalumbuak,

Kecamatan Kuranji, Kota Padang , kesemuanya dalam hal

ini memberi kuasa kepada Erizal Efendi,SH.,MH., para

Advokat, berkantor di Komplek Taman Graha Indah Lestari

Blok B/9, Jalan Cidur Mato, Lapai, Padang ;

Para Pemohon Kasasi I dan juga sebagai para Termohon

Kasasi II dahulu Penggugat/para Pembanding,

M e l a w a n :

Dra. SYAMSINAR SYAM, bertempat tinggal di Jalan Gajah

Mada Depan MAN 2 RT. 2 RW. 8, Kota Padang, dalam hal ini

memberi kuasa kepada Asnil Abdillah,SH., Advokat, berkantor

di Jalan Adi Negoro Nomor 36 Petak 6, Gianting, Lubuk Buaya,

Padang ;

Termohon Kasasi I dan juga sebagai Pemohon Kasasi II dahulu

Tergugat/Terbanding,

Mahkamah Agung tersebut ;

Membaca surat-surat yang bersangkutan ;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang

para Pemohon Kasasi I dan juga sebagai para Termohon Kasasi II dahulu

Hal. 1 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 100: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

sebagai para Penggugat telah menggugat sekarang Termohon Kasasi I dan

juga sebagai Pemohon Kasasi II dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan

Pengadilan Negeri Padang pada pokoknya atas dalil-dalil :

Bahwa para Penggugat dan Tergugat adalah Beradik Kakak, Bermamak

Berkemenakan dari Ibu Kamar (aIm) dalam Suku Tanjung Pilakut Gunung

Sariak, yang meninggal dunia pada tanggal 29 Pebruari 1993 ;

Bahwa Yumisdi selaku Penggugat I adalah Mamak Kepala Waris dalam

Suku Tanjung Pilakut Gunung Sariak, berdasarkan Surat Pernyataan

Penunjukkan pengganti Mamak Kepala Waris yang dibuat dan ditanda tangani

pada tanggal 20 Nopember 2006 dan diketahui serta di tanda tangani oleh

anggota kaum bersama Orang Tuo Suku Tanjung Pilakut Gng. Sariak ;

Bahwa Ibu para Penggugat dan Tergugat sebelum meninggal dunia ada

meninggalkan Harta Kaum yang berasal dari Pusaka Tinggi Suku Tanjung

Pilakut Gunung Sariak yang sifatnya hiduik bapadok ganggam bauntuak dan

juga ada tanah yang berasal dari Konslidasi (pengganti) dan tanah Kaum yang

telah di pergunakan untuk kepentingan umum Jalan By Pass, adapun tanah

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Satu bidang tanah sesuai dengan SHM Nomor 1926/SU Nomor 12/01/

006 Nomor 00729/2006, Luas 2116 M² atas nama Dasril (NKW), Anwar

Afrizal dan Yumisdi, dengan batas sepadan :

• Sebelah Barat berbatas dengan Jalan By Pass ;

• Sebelah Timur berbatas dengan bagian tanah itu juga dan Jalan ke

Masjid ;

• Sebelah Selatan berbatas dengan Jalan Ke Mesjid dan tanah SHM

M.675 ;

• Sebelah Utara berbatas dengan tanah Negara ;

Terletak di Kelurahan Gunung Sariak Kecamatan Kuranji, Kota Padang ;

2. Satu bidang tanah sesuai dengan SHM Nomor 707/GS Nomor 15 tanggal 8

Januari 1994, Luas 1.890 M² atas nama Kamar, dengan batas sepadan :

• Sebelah Barat berbatas dengan Jalan ke Sungai Sapiah ;

• Sebelah Timur berbatas dengan tanah Milik Adat ;

• Sebelah Selatan berbatas dengan tanah Milik Adat ;

• Sebelah Utara berbatas dengan tanah Milik Adat ;

• Terletak di Kelurahan Sungai Sapiah, Kecamatan Kuranji, Kota Padang ;

2

2

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 101: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3. Satu bidang tanah yang berasal dari tanah konslidasi (Pengganti) Luas

1.800 M² atas nama Kamar ,dengan batas sepadan :

• Sebelah Barat berbatas dengan tanah pengganti tanah adat ;

• Sebelah Timur berbatas dengan Jalan By Pass ;

• Sebelah Selatan berbatas dengan tanah Pengganti Sri Denny ;

• Sebelah Utara berbatas dengan tanah Pengganti Nursun/Uwan ;

Terletak di Kelurahan Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang ;

Bahwa Penggugat I selaku Mamak Kepala Waris dan Penggugat II

Penggugat III dan Penggugat IV, tidak dapat menerima cara-cara yang di

lakukan oleh Tergugat sebab dengan tanpa musyawarah telah menguasai dan

mendirikan bangunan di atas tanah bidang I berupa bangunan kayu dan

selajutnya telah menyewakan selama 10 tahun dengan nilai sewa Rp

125.000.000,00 kepada pihak pemilik Showroom Jepara yang sewanya diterima

oleh Tergugat dan tanah bidang II telah didirikan bangunan permanen yang di

pergunakan dan didirikan bangunan Sekolah TK oleh Tergugat dan tanah

bidang III yang telah di terbitkan Surat Keputusannya oleh Wali Kota sebagai

tanah Konslidasi (Pengganti) di kuasai oleh Pihak Tergugat ;

Bahwa Penggugat I selaku Mamak Kepala Waris dan Penggugat II,

Penggugat III dan Penggugat IV, telah berulang kali mengundang Pihak

Tergugat, untuk dapat menyelesaikan Penguasaan tanah bidang I, II dan III

tersebut secara Musyawarah dan Kekeluargaan namun tindak di indahkan

dengan berbagai dalih yang tidak dengan beralasan ;

Bahwa para Penggugat telah sepakat untuk mengeluarkan bahagian

tanah bidang I seluas 150 M² yang dipergunakan untuk Pandan Perkuburan

yang sekarang ini telah berkubur Ibu Kamar, Afrizal, anak Tergugat dan

saudara sejurai lainnya ;

Bahwa para Penggugat telah berusaha untuk membantu saudara

kandung para Penggugat dan Tergugat yang bernama Afrizal (alm) yang

menderita sakit Tumor selama 15 Tahun untuk membiayai pengobatan maka

dengan melakukan Musyawarah Kaum karena ketiadaan para Penggugat apa

lagi Tergugat selaku Kakak Kandung tidak memperdulikan apalagi untuk

membantu pembiayaan, melihat saja tidak, dan berdasarkan kesepakatan para

Penggugat telah menjual tanah bagian bidang I seluas 297 M² kepada Pihak lain

yang di halangi oleh Tergugat sebagai Kakak maupun Anggota Kaum secara

3

Hal. 3 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 102: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Adat hal tersebut tidak di benarkan, karena fungsi harta pusaka adalah untuk

menolong ;

Bahwa Tergugat berdasarkan hal-hal yang disebutkan pada Point

tersebut diatas Tergugat selaku Anggota Kaum ingin menguasai seluruh harta

peninggalan Ibu Kamar (alm) dan Penggugat I selaku Mamak Kepala Waris

bersama para Penggugat lainnya telah berulang kali berusaha untuk

menyelesaikan persoalan tersebut secara Musyawarah dan Kekeluargaan,

namun tidak di indahkan oleh Tergugat ;

Bahwa tiada jalan lain bagi para Penggugat selain mengajukan gugatan

ini, untuk dapat di lakukan pembagian dibagi 5 (lima) antara para Penggugat

dan Tergugat baik atas tanah bidang I maupun bidang II dan bidang III secara

adil kepada para Penggugat dan Tergugat ;

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas para Penggugat mohon

kepada Pengadilan Negeri Padang agar memberikan putusan sebagai berikut :

1. Menerima dan mengabulkan gugatan para Penggugat seluruhnya ;

2. Menyatakan perbuatan Tergugat yang menguasai obyek perkara bidang I,

bidang II dan bidang III, adalah merupakan perbuatan melawan hukum ;

3. Menyatakan perbuatan Tergugat menguasai Surat Keputusan Walikota

Tanah Konslidasi (pengganti) bidang III, adalah merupakan perbuatan

melawan hukum ;

4. Menyatakan sah secara hukum Tanah bidang I seluas 150 M² dipergunakan

sebagai Pandam Perkuburan Jurai Kamar (alm) Ibu para Penggugat dan

Tergugat ;

5. Menyatakan sah secara hukum penjualan tanah bidang I seluas 297 M² yang

dilakukan para Penggugat ;

6. Menyatakan para Penggugat berhak atas tanah bidang I dengan luas

1.332.8 M², bidang II dengan luas 1.512 M² dan bidang III dengan luas 1.440

M² ;

7. Menyatakan hak Tergugat atas Tanah bidang I seluas 333,8 M², tanah

bidang II dengan luas 378 M² dan bidang III 360 M² ;

8. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan hak para Penggugat jika ingkar

dengan upaya paksa dengan bantuan pihak Kepolisian Republik Indonesia ;

9. Menghukum Tergugat untuk dapat membayar ongkos yang timbul dalam

perkara ini ;

4

4

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 103: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Subsidair :

Mohon putusan yang seadil-adilnya, jika Ketua dan Majelis Hakim berpendapat

lain (ex a quo et bono) ;

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan

eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :

1. gugatan Penggugat Tidak Berdasarkan Hukum ;

Bahwa Penggugat sebagaimana gugatannya meminta supaya Pengadilan

membagi objek perkara berupa 3 (tiga) bidang tanah harta pusaka kaum

diantara Penggugat dengan Tergugat dengan rincian untuk Penggugat

sejumah 4/5 bagian dan untuk Tergugat sisanya sejumlah 1/5 bagian, bahwa

menurut hukum adat Minangkabau gugatan Penggugat atas harta pusaka

tersebut tidaklah berdasarkan kepada hukum dengan atasan sebagai berikut

:

a. Hukum waris harta pusaka kaum menurut hukum adat Minangkabau

adalah kepemilikan bersifat kolektif dan bukanlah bersifat pribadi-pribadi,

maka oleh karena itu gugatan Penggugat yang meminta supaya harta

pusaka kaum atas ketiga bidang tanah pusaka kaum tersebut untuk

dibagi secara pribadi-pribadi antara para Penggugat dengan Tergugat

jelas tidak berdasarkan hukum dan bertentangan dengan hukum adat

Minangkabau ;

Bahwa harta pusaka tinggi (harta pusaka kaum) oleh masayarakat

Minangkabau disebut atau diistilahkan juga dengan harta kemenakan ;

Bila harta pusaka tersebut berupa sawah disebut juga "sawah

kemenakan" atau bila harta tersebut berupa rumah atau rumah gadang

disebut juga dengan "rumah kemenakan" adalah merupakan warisan dari

nenek moyang dan diwarisi secara turun temurun adalah sebagai milik

bersama dari kaum, dan ditujukan untuk menghidupi dan kemajuan dari

kemenakan-kemenakan (penerus keturunan) dalam kaum tersebut dan

bukan sebaliknya ditujukan untuk kepentingan Mamak-mamak secara

pribadi-pribadi, begitulah hukum harta pusaka tersebut. karena harta

pusaka bukanlah harta pencarian dari ayah dan ibu (harta warisan).

Nenek moyang memperuntukannya harta pusaka tersebut untuk penerus

keturunannya dikemudian dari kaum tersebut (kemenakan-kemenakan),

harta pusaka tersebut dijaga oleh Mamak-mamak untuk dapat diwarisi

5

Hal. 5 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 104: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

dari generasi satu kegenerasi berikutnya, pewarisan harta pusaka

tersebut terus dilaksanakan secara turun temurun tidak terputus-putus,

dengan istilah "dari Ninik turun ka Mamak, dan dari Mamak turun ka

Kemenakan"; Bahwa berkaitan dengan harta pusaka tersebut, dimana

fungsi dan tugas anggota kaum yang laki-Iaki (Mamak) terhadap harta

pusaka menurut hukum adat Minangkabau adalah bertugas menambah

dan menjaga harta pusaka kaum tersebut supaya dapat dinikmati untuk

keperluan seluruh kemenakan dalam kaum dan menjaganya agar tidak

berpindah/beralih kepada pihak lain, bahwa anggota kaum laki-Iaki

tidaklah berhak atas harta pusaka tersebut apabila dipergunakan selain

untuk kepentingan kaumnya selaku pemilik dari harta tersebut, laki-Iaki

dalam kaum diperistilahkan sebagai "'kabau pahangkuik abu, atau gajah

paliliang bukik" dan bukan sebaliknya untuk "mengurangi atau

menghabiskan harta pusaka" yang merupakan hak dari kemenakannya

dan atau hak dari penerus dari kaum tersebut ;

b. Bahwa hukum adat Minangkabau melarang perbuatan membagi harta

pusaka kaum secara pribadi-pribadi, apalagi dibagi-bagikan pada

masing-masing anggota kaum yang laki-Iaki untuk dijadikan milik pribadi-

pribadi, karena hal tersebut tentulah akan mengurangi harta kaum

tersebut, dan hal tersebut jelas merugikan kemenakan-kemenakan

sebagai pihak yang berhak atas harta pusaka tersebut ;

Bahwa pembagian harta kaum tersebut hanya dimungkinkan dengan

istilah adat dengan pembagian secara “Ganggam Bauntuak", pembagian

model ini sekalipun harta kaum tersebut dibagi namun kepemilikannya

tetap secara kolektif milik kaum dan bukan secara pribadi-pribadi, bahwa

model pembagian ganggam bauntuak adalah dengan ketentuan, dimana

jika harta tersebut dibagi secara berkaum maka pembagian tersebut

dibagi seberapa banyak jumlah jurai yang ada dalam kaum tersebut, dan

bila harta tersebut dibagi dalam jural, maka pembagian dalam jurai

tersebut didasarkan kepada jumlah paruikjanduang yang ada dalam jurai

tersebut, dan bila harta tersebut dibagi berdasarkan paruik maka

pembagian harta tersebut didasarkan kepada jumlah induak yang ada

dalam paruik tersebut, begitulah seterusnya pembagian harta tersebut

yang pada intinya pembagian harta kaum didasarkan kepada jumlah

6

6

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 105: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

perempuan (induak), hal ini tidak lepas dari sistem garis keturunan

masyarakat Minangkabau yang berdasarkan "Materilinial atau garis

keturunan dari ibu” ;

Bahwa hukum adat yang menggariskan pembagian harta tersebut

kepada perempuan, juga dilaksanakan dalam kaum Penggugat dan

Tergugat, dan hal ini sebenarnya dimengerti oleh Penggugat

sebagaimana terlihat dari posita gugatan Penggugat angka 3, dimana

ketiga bidang tanah sengketa tersebut didalilkan sebagai berasal dari

"ganggam bauntuak" dari ibu Kamar almarhum, posita tersebut Tergugat

kutipkan sebagai berikut :

Bahwa ibu para Penggugat dan Tergugat sebelum meninggal dunia ada

meninggalkan Harta Kaum yang berasal dari Pusaka Tinggi Suku

Taryung Pilakut Gunung Sarik yang sifatnya hidup bapadok ganggam

bauntuak.. dan seterusnya” ;

Bahwa berdasarkan dalil posita gugatan Penggugat diatas maka dapat

ditarik suatu kesimpulan hukum bahwa pembagian harta pusaka atas

harta kaum Penggugat dan Tergugat tersebut dilakukan menurut hukum

adat Minangkabau yaitu secara "ganggam bauntuak". dan tidaklah dapat

dibenarkan pembagian tersebut diganti secara pribadi-pribadi

sebagaimana menurut versi Penggugat yang telah merujuk kepada

"hukum waris perdata barat (BW)'" (bagian laki-Iaki sama dengan bagian

perempuan) ;

Bahwa pembagian harta pusaka yang mendasarkan kepada jumlah

induak/ibu (perempuan) sebagaimana disebut diatas, karena

perempuanlah sebagai penerus keturunan dari suatu kaum, karena

perempuanlah yang akan melahirkan kemenakan-kemenakan

(keturunan) dari kaum (keluarga) yang sekaligus akan meneruskan

pewarisan harta tersebut, dan dalam hal ini tugas mamaklah untuk

meneruskan harta pusaka tersebut kepada Kemenakan untuk diwarisi,

karenanya tidak dibenarkan menghilangkan atau menghapus harta

pusaka yang merupakan hak waris dari kemenakan-kemenakan ;

Bahwa harta pusaka adalah hak dari kemenakan dan bukanlah hak dari

anak pisang (anak Mamak), karena anak pisang bukan anggota kaum,

makanya hukum adat hanya membolehkan pembagian harta pusaka

7

Hal. 7 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 106: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

secara "ganggam bauntuak", maka tidak benarkan dibagi kepada

anggota kaum yang laki-Iaki, karena jelas akan mengurangi harta kaum

tersebut, karena keturunan dari laki-Iaki (anak pisang) tidak berhak atas

harta pusaka kaum dari ayahnya; Anggota kaum laki-laki/mamak

hubungannya dengan harta pusaka kaum adalah bagaimana mengurus

harta pusaka tersebut (misalnya kalau berupa sawah bagaimana sawah

tersebut produktif dan hasilnya dapat dipergunakan untuk kaumnya) serta

menjaga/mengamankan harta pusaka tersebut dari gangguan pihak lain,

supaya harta tersebut dapat diwariskan kepada kemenakannya, begitulah

fungsi Mamak dalam kaum ;

Bahwa berkaitan dengan ganggam bauntuak yang diuraikan diatas, maka

betullah dalil yang dinyatakan Penggugat pada angka 3 posita

gugatannya, karenanya memang harta pusaka atas tiga bidang tanah

tersebut berasal dari harta pusaka tinggi yang dibagikan secara "hiduik

bapadok, ganggam bauntuak" kepada ibu Kamar (anggota kaum

perempuan) sebagai mewakili hak untuk jurainya (bukan sebagai pribadi,

dan bukan dibagikan kepada saudara laki-lakinya atau pun berbagi

dengan saudara laki-laki, dan begitulah hukum atas ketiga bidang tanah

sengketa tersebut sebagai harta kaum, yang apabila dibagi nantinya oleh

keturunan Kamar maka haruslah dibagi menurut hukum adat

Minangkabau yaitu secara "ganggam bauntuak" dilakukan karena harta

pusaka tersebut bukanlah harta warisan sebagai harta milik pribadi

berasal dari pencarian oleh ayah/ibu ;

Bahwa pembagian dengan model ganggam bauntuak disebut diatas

dimaksudkan bahwa harta tersebut hanya diwarisi oleh kemenakan dari

kaum tersebut dan supaya harta tersebut tetap sebagai harta kaum dan

tidak berkurang jumlahnya, hal ini sesuai dengan pepatah adat berkaitan

dengan harta pusaka yang menyatakan "Patah tumbuah hilang baganti,

pusako tetap baitu jua" (patah tumbuh hilang berganti, pusaka tetap

begitu juga). dan kewajiban dari anggota kaum laki-Iakilah (mamak/dalam

suatu kaum untuk menjaga harta pusaka (hana kemenakan/tersebut

supaya aman dan dapat diwarisi oleh keturunannya nantinya, dan

menurut hukum adat seorang Mamak di ibaratkan sebagai sebuah pagar

untuk melindungi tanaman ;

8

8

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 107: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

c. Bahwa pembagian secara ganggam bauntuak tersebut diatas, apabila

akan dilakukan terhadap ketiga bidang tanah pusaka tersebut

sebagaimana dali/Penggugat (kehendak dari Penggugat), maka jelaslah

belum dapat dilaksanakan sekarang ini dalam kaum, hal ini dikarenakan

"ganggam bauntuak" barulah dapat dilakukan apabila anggota kaum

dalam suatu kaum sudah begitu banyak dan bertekad untuk mengurus

hidupnya masing-masing (ganggam bauntuak, hiduik bapadok) diantara

jurai atau paruik (namun tidak menghapus hak saling mewarisi diantara

mereka seumpama pada jurai/induak yang lain punah tidak ada penerus

kemenakan perempuan), sementara faktanya antara Penggugat dengan

Tergugat masih satu induak (satu ibu), yaitu sama-sama anak dari Kamar

almarhum (artinya harus ada dua induak (ibu) baru bisa dibagi), dan

didalam kaum hanyalah Tergugat selaku anggota kaum perempuan yang

memiliki keturunan, yaitu 9 (sembilan) orang anak, dimana diantaranya

ada 2 orang anak perempuan dan telah pula melahirkan keturunan-

keturunan, bahwa kalaupun ganggam bauntuak tersebut akan dilakukan

dalam kaum, maka ganggam bauntuak tersebut barulah dapat dilakukan

nantinya oleh cicit-cicit dari kamar (bukan oleh cucu-cucu kamar), karena

tidak mungkin dilakukan oleh cucu-cucu kamar karena Penggugat 4

(Yusnimar) sendiri tidak mempunyai keturunan ;

Berdasarkan uraian diatas maka terbuktilah gugatan Penggugat atas ketiga

bidang tanah pusaka tersebut tidak berdasarkan hukum ;

2. Penggugat Tidak Berkwalitas Mengajukan gugatan ;

Bahwa adapun alasan Tergugat menyatakan Penggugat tidak berkwalitas

mengajukan gugatan dalam perkara ini dengan alasan sebagai berikut :

a. Bahwa Yumisdi (Penggugat I) bukanlah sebagai Mamak Kepala Waris

(MKW) dalam kaum suku Tanjung Pilakut Gunung Sariak sebagaimana

gugatannya, karena anggota kaum yang menjabat sebagai Mamak

Kepala Waris adalah Muhamad Zein (saudara kandung dari ibu Kamar

almarhum) dan merupakan Laki-laki tertua dalam kaum dan sekaligus

Mamak kandung dari para Penggugat dan Tergugat, maka oleh karena

Penggugat I bukan menjabat Mamak Kepala Waris, maka karenanya

tidak berkwalitas/berwenang untuk mengajukan gugatan berkaitan

dengan ketiga tumpak tanah yang diperkarakan untuk dibagi tersebut, hal

9

Hal. 9 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 108: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

ini sesuai dengan hukum adat Minangkabau yang menentukan bahwa

yang berhak untuk mengurus baik keluar dan maupun kedalam

berkenaan dengan harta pusaka adalah hanya Mamak Kepala Waris

dalam kaum, yang dalam hal ini adalah Muhamad Zein ;

b. Bahwa selain hal diatas, yang diperkarakan oleh Penggugat dalam

perkara sekarang ini adalah meminta supaya Pengadilan membagi harta

pusaka kaum kepada masing-masing Penggugat dengan Tergugat

(pribadi-pribadi), bahwa berkaitan dengan gugatan tersebut maka bila

dihubungkan dengan pernyataan Penggugat kepada kaum berdasarkan

Surat Pernyataan tanggal 23 April 1996 maka oleh karenanya Penggugat

I tidak berhak dan berkwalitas untuk memperkarakan harta pusaka kaum

untuk dibagi, karena Penggugat I dalam pernyataan tersebut telah

menyatakan: "bahwa harta pusaka tidak boleh dibagi dan kalau dibagi

akan dimakan sumpah sebagaimana amanat dari almarhum ibu Kamar ;

c. Bahwa begitu juga halnya dengan Penggugat 3 (Mawardi Syam), dimana

telah pula membuat surat pernyataan dihadapan kaum dan disetujui oleh

Mamak Kepala Waris (Muhamad Zein), dimana dengan tegas Penggugat

3 telah menyatakan: "melepaskan haknya terhadap harta kaum"

sebagaimana bunyi dari Surat Pernyataan tanggal 22 Pebruari 2005 ;

d. Bahwa selain hal yang dikemukakan diatas, Penggugat juga tidak

berkwalitas dan berhak meminta supaya atas harta pusaka kaum

tersebut untuk dibagi secara pribadi diantara Penggugat dengan

Tergugat, karena sebagaimana yang Tergugat uraikan diatas (eksepsi

gugatan tidak berdasarkan hukum), bahwa membagi harta pusaka

menurut hukum adat Minangkabau haruslah dilakukan secara ganggam

bauntuak, maka oleh karenanya pembagian harta pusaka tersebut adalah

merupakan hak dari jurai, paruik atau induak, dan oleh sebab dalam

perkara sekarang ini yang berhak apabila harta pusaka berupa ketiga

bidang tanah tersebut supaya dilakukan pembagian adalah merupakan

hak dari jurai,paruik atau induak yang ada dalam kaum Penggugat dan

Tergugat, dan bukanlah hak dari Penggugat maupun Tergugat ;

3. gugatan Penggugat Kurangan Pihak ;

• Bahwa gugatan yang diajukan penggugat sekarang ini adalah kurang

pihak, hal ini dikarenakan sebagaimana dalil gugatan para Penggugat

10

10

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 109: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

sendiri (Penggugat mendalilkan Penggugat I adalah selaku Mamak

Kepala Waris) yang menyatakan bahwa "ketiga tumpak tanah yang

diperkara Penggugat untuk dibagi menjadi dua bagian tersebut

merupakan berasal dari harta pusaka tinggi kaum" maka oleh karena

anggota kaum bukan hanya Para Pengguat dengan Tergugat maka

seharusnya Penggugat tidak hanya menggugat Tergugat sendiri saja

dalam perkara sekarang ini, dan seharusnya Penggugat juga menarik

anggota kaum yang lain, karena anggota kaum dalam kaum Penggugat

dengan Tergugat tidak hanya para Penggugat dengan Tergugat, tetapi

banyak anggota kaum lain yang sudah akhir balik, dan anggota kaum

yang lain tersebut haruslah ditarik sebagai pihak dalam perkara ini,

seperti Muhamad Zen selaku Mamak Kepala Waris (MW) yang

merupakan saudara kandung dari ibu Kamar, dan berikut seluruh

anggota kaum yang ada dalam kedua jurai/paruik dalam kaum, yaitu

jurai/paruik Kamar dan jurai/paruik Sawija, dimana dalam jurai/paruik

Kamar yaitu anak-anak dari Tergugat yang berjumlah 10 orang serta

cucu-cucu Tergugat yang telah dewasa, diantaranya :

Damsiwar (lk), Junaidi (Lk), Edril (lk) Ely Zuharni (Pr), Yendri (lk), Alvy

Yunandar (lk), Elia Nova (Pr) dan Rahmad (lk) sedangkan anggota jurai/

paruik Sawija, diantaranya: Acik (lk), Zamzami (lk), Bustami (lk), Kartini

(Pr) berikut ke 8 (delapan) anaknya serta cucu-cucunya yang dewasa,

Safrifuddi (lk) dan 3 (tiga) orang anak-anak dari Nurgaya (pr) berikut

cucu-cucunya yang dewasa ;

• Bahwa selain hal diatas, dimana berdasarkan dalil posita gugatan

Penggugat angka 4 yang mendalilkan "bahwa tanah bidang I dikuasai

sebagian oleh pemilik showroom Jepara karena disewakan oleh

Tergugat, maka menurut hukum maka seharusnya pihak penyewa

bangunan kayu pemilik Showroom Jepara tersebut juga harus ditarik

sebagai pihak dalam perkara ini sebagai pihak yang juga menguasai

objek perkara tanah bidang I; dan begitu pula halnya dengan kedudukan

pihak sekolah Taman Kanak-kanak (TK) yang didalilkan dalam posita

gugatannya oleh Penggugat, maka seharusnya juga dilibatkan dalam

perkara sekarang ini, oleh karena pihak sekolah TK tersebut merupakan

pihak yang juga menguasai objek perkara tanah bidang II ;

11

Hal. 11 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 110: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa Penggugat seharusnya juga menarik Badan Pertanahan Nasional

(BPN) dalam perkara sekarang ini, hal ini dikarenakan tanah tumpak I

dan tanah tumpak II telah diterbitkan oleh BPN sertifikat Hak Milik atas

tanah tersebut ;

Berdasarkan uraian diatas maka terbuktilah gugatan penggugat kurang pihak

;

4. gugatan Penggugat Kabur (obscuur libel) ;

Adapun alasan Tergugat menyatakan gugatan Penggugat kabur adalah

sebagai berikut :

a. Bahwa antara dalil-dalil posita dalam gugatan saling bertentang satu

dengan yang lainnya, begitu pula antara posita dengan petitum, hal ini

terbukti dimana Penggugat mendalilkan bahwa ketiga bidang tanah yang

disengketakan tersebut adalah harta kaum supaya, dan Penggugat

berkaum bersama-sama dengan Mamak Kepala Waris (Penggugat I)

meminta supaya Pengadilan Negeri membagi harta pusaka tersebut

diantara Penggugat dengan Tergugat masing-masing seperlima bagian ;

Bahwa berdasarkan hal diatas maka terbuktilah posita gugatan saling

bertentangan, karena hukum waris yang menentukan pembagian untuk

masing-masing anak, baik anak perempuan atau anak laki-laki sama

banyak adalah hukum waris yang diatur dalam KUHPerdata Barat (BW),

yang nota bene tidak berlaku terhadap Penggugat dengan Tergugat,

sementara harta peninggal yang dimintakan untuk dibagi oleh Penggugat

adalah harta pusaka milik kaum, dan bukan harta warisan pencarian

orang tua Penggugat dengan Tergugat, maka seharusnya hukum yang

cocok atas ketiga bidang tanah sengketa tersebut adalah hukum adat

Minangkabau karena tanah sengketa adalah harta pusaka kamu, yaitu

pembagian yang dilakukan secara ganggam bautuak ;

Bahwa begitulah fakta posita gugatan Penggugat yang tidak

mendasarkan pembagian tersebut kepada hukum adat Minangkabau,

akan tetapi mendalilkan supaya tanah sengketa tersebut dibagi

berdasarkan hukum perdata barat (KUHPerdata), sebagaimana dalil

gugatan Penggugat pada angka 5, yang kutipannya sebagai berikut :

“Bahwa tidak ada jalan lain...dan seterusnya dibagi 5 (lima) antara para

Penggugat dan tergugat .. dan seterusnya" ;

12

12

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 111: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

b. Bahwa selanjutnya antara posita angka 5 yang meminta upaya tanah

sengketa dibagai 5 (lima), bertentangan dengan petitum angka 6 dan 7

yang menyatakan tanah sengketa hanya dibagi 2 (dua) bagian antara

Penggugat dengan Tergugat ;

c. Bahwa selain alasan hukum diatas, maka gugatan Penggugat juga

merupakan suatu gugatan yang kabur karena gugatan Penggugat

disusun tidak sesuai dengan hukum acara perdata atau melanggar syarat

formil, hal ini terbukti dimana Penggugat yang telah mencapur adukan

antara tuntutan pembagian harta pusaka kaum dengan tuntutan mohon

atas jual beli tanah kaum atas tanah bidang I untuk disahkan; bahwa

kedua peristiwa hukum tersebut adalah berbeda, dan seharusnya

gugatan tersebut diajukan secara terpisah, bukan sebaliknya disatukan

seperti sekarang ini; dan begitu juga dengan penyebutan tanggal

kematian dari ibu almarhum Kamar oleh Penggugat selaku anak-anaknya

yang keliru dengan menyebutkan tanggal 29 Pebruari 1993, yang pada

tanggal kematiannya adalah tanggal 24 Pebruari 1993, sebagaimana

surat keterangan kematian yang dikeluarkan pihak Kelurahan ;

5. gugatan Penggugat error in persona, bahwa adapun alasan gugatan

Penggugat sekarang ini adalah error in persona karena Tergugat

bukanlah

selaku pihak yang menguasai terhadap tanah sengketa bidang III

sebagaimana posita gugatan Penggugat ;

6. gugatan tidak ada hubungan hukum ;

Bahwa hukum tentang harta pusaka adalah berbeda dengan hukum harta

warisan, dimana harta warisan bersifat hak pribadi-pribadi dari ahli waris

yang dapat dialihkan oleh ahli waris tersebut (pemiliknya) sekendaknya, dan

ahli waris mana merupakan "anak atau cucu (bila sianak meninggal dunia)

dari sipewans". dan harta warisan tersebut berbeda atau berlainan dengan

harta pusaka kaum; harta pusaka adalah milik bersama dari suatu kaum,

yang ahli warisnya adalah "kemenakan dalam kaum tersebut". dan bukan

anak atau cucu dari sipewaris, karena harta pusaka bukanlah berasal dari

hasil pencarian sipewaris, kepemilikannya merupakan hak kaum atau

keturunan/penerus kaum tersebut, maka harta pusaka tersebut tidak boleh

dibagi-bagi sebagaimana versi Penggugat, karena jelas hal tersebut

13

Hal. 13 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 112: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

merugikan kemenakan dalam kaum, dengan demikian jelaslah bahwa

hubungan hukum antara Penggugat dengan ketiga tumpak tanah sengketa

tersebut bukanlah suatu hubungan hak milik bersifat pribadi, karena ketiga

bidang tanah tersebut bukanlah harta warisan pencarian ayah dan atau ibu

Penggugat ;

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka cukuplah alasan

hukum untuk menyatakan gugatan Penggugat dalam perkara ini supaya

dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvanklijke verklaard) ;

Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Padang telah

mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 80/Pdt.G/2009/PN.Pdg tanggal 4

Agustus 2010 yang amarnya sebagai berikut :

Dalam Eksepsi :

• Menolak eksepsi-eksepsi dari Tergugat seluruhnya ;

Dalam Pokok Perkara :

• Menyatakan gugatan para Penggugat tidak dapat diterima ;

• Menghukum para Penggugat untuk membayar ongkos yang timbul dalam

perkara ini, yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp 976.000,00

(sembilan ratus tujuh puluh enam ribu Rupiah) ;

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan para

Penggugat/para Pembanding putusan Pengadilan Negeri tersebut telah

dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Padang dengan putusan Nomor 172/

PDT/2010/PT.PDG tanggal 30 Nopember 2010 ;

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada

para Penggugat/para Pembanding dan Tergugat/Terbanding masing-masing

pada tanggal pada tanggal 17 dan 14 Pebruari 2011 kemudian terhadapnya

oleh para Penggugat/para Pembanding dan Tergugat/Terbanding dengan

perantaraan kuasanya, berdasarkan surat kuasa khusus masing-masing tanggal

13 Oktober 2009 dan 31 Agustus 2009 diajukan permohonan kasasi secara

lisan masing-masing pada tanggal1 Maret 2011 dan 28 Pebruari 2011

sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi Nomor 09/2011/PN.Pdg

dan Nomor 08/2011/PN.Pdg., dan yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri

Padang, permohonan mana diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-

alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut masing-

masing pada tanggal 14 dan 11 Maret 2011 ;

14

14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

Page 113: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Bahwa setelah itu oleh Termohon Kasasi/Tergugat dan Termohon

Kasasi/Penggugat yang masing-masing pada tanggal 14 Maret 2011 dan

tanggal 6 April 2011 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Pemohon

Kasasi/Penggugat dan Pemohon Kasasi/Tergugat diajukan jawaban memori

kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padang pada tanggal

18 April 2011 ;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya

telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam

tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka

oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/

Tergugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :

Para Pemohon Kasasi/para Penggugat ;

1. Bahwa Pengadilan Tinggi Padang dan Pengadilan Negeri Padang selaku

Judex Facti telah salah menerapkan hukum dan telah melanggar ketentuan

hukum yang berlaku ;

2. Bahwa Pengadilan Tinggi Padang dan Pengadilan Negeri Padang Selaku

Judex Facti dalam putusannya Pada halaman 34 “Menimbang untuk

membuktikan dalil sangkalannya tersebut Tergugat telah mengajukan bukti

T-1 dan bukti T.2 dimana dari bukti T-1 (Ranji Keturunan Pik Apuk suku

Tanjung Pilakut Gunung Sarik tertanggal 2 Pebruari 2003) dan bukti bukti

T-2(surat pernyataan pengangkatan Mamak Kepala Waris kaum suku

Tanjung tertanggal 10 Januari 2009) terlihat bahwa Muhammad Zen adalah

sebagai Mamak Kepala Waris dalam kaum Para Penggugat dan Tergugat”

bahwa pertimbangan hukum Judex Facti demikian tidak beralasan hukum

sama sekali sebab ke 2 (dua) surat bukti a quo telah dimentahkan oleh :

• Surat bukti P-1 Foto copy Surat Pernyataan Penunjukan Pengganti Mamak

Kepala Waris dari Dasril (alm) kepada Yumisdi diketahui Mamak nan bajinih

adat Darwas Dt.Rajo Lelo selaku Orang Tuo Suku Tanjung dan Erman

Pandito Basa selaku Pandito Suku Tanjung 20 Nopember 2006 ;

• Surat bukti P.2 foto copy Sertifikat hak milik Nomor 1926/SU tanggal 12

Januari 2006 No .00729/2006 seluas 2.116 Sebagai Pemegang Hak Dasril

(MKW), Anwar, Afrizal dan Yumisdi ;

15

Hal. 15 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

Page 114: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Surat bukti P.9. foto copy surat pernyataan dari M. Zen Rajo Mudo tertanggal

15 September 2009 ;

Bahwa Putusan Judex Facti a quo didasarkan atas pertimbangan hukum

yang tidak benar dan salah sebab surat bukti T.1 dan T 2 yang diajukan

TUK/Terbanding/Tergugat tidak diketahui, tidak disetujui dan Para

Penggugat tidak ikut Menandatanganinya dan merupakan rekayasa TUK,

maka putusan yang demikian beralasan hukum dibatalkan ditingkat Kasasi ;

3. Bahwa para TUK/para Pembanding/para Penggugat untuk menguatkan dan

menegaskan bahwa Yumisdi sebagai Mamak Kepala Waris (MKW) dalam

Kaum para Penggugat/para Pembanding/para Pemohon Untuk Kasasi (PUK)

dan Tergugat/Terbanding/Termohon Untuk Kasasi (TUK) dalam permohonan

kasasi ini disampaikan 2 (dua) surat bukti tambahan/baru P.18 (salinan Surat

Pernyataan M. Zen yang dibuat dan ditanda tangani dihadapan

Rismadona,SH., Notaris di Padang Legalisasi Nomor 1.672/L-2011 tanggal

28 Januari 2011 pada pokoknya mengakui bahwa Yumisdi adalah Mamak

Kepala Waris (MKW), dan surat bukti P.19 (Salinan Surat Pernyataan

H.Mawardi Syam yang dibuat dan ditanda tangani dihadapan

Rismadona.SH., Notaris di Padang Legalisasi Nomor 1.672/L-2011 tanggal

28 Januari 2011 pada pokoknya Menegaskan yang menjadi Mamak Kepala

Waris (MKW) dalam kaum Para Penggugat dan Tergugat adalah Yumisdi)

kedua surat bukti terlampir, maka dengan demikian beralasan hukum

Putusan Judex facti yang demikian dibatalkan ditingkat Kasasi ;

4. Bahwa para TUK/Para Pembanding/para Pembanding ingin menegaskan

bahwa Pik Apuk mempunyai empat orang anak yaitu 1. Sawiya., 2. Kamar.3,

.Ayub Rajo Mudo dan 4. M.Zen, semasa hidupnya telah sepakat membagi

seluruh harta mereka dengan pembagian tersebut Sawiya mendapat

bahagian tanah sesuai dengan P.15 (foto copy Sertifikat Hak Milik Nomor

654/GS 4198/1991 Luas ± 4695 M² atas Nama Pemegang Hak Sawiya

Mamak Kepala Hindu dalam kaum) dan M.Zein telah mendapat bahagian

tanah disungai Sapih langsung dijual sesuai dengan surat bukti P.14 (foto

copy sertifikat Hak milik Nomor 1329/GS. Nomor 16 tahun 1994 luas ± 630

M² atas nama Nurdiati dan Rifdayanti) dan begitu juga dengan Ayub Rajo

Mudo telah mendapat bahagian dan langsung dijual, sedangkan bahagian

orang Tua Para Penggugat dan Tergugat adalah objek perkara dalam

16

16

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Page 115: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

perkara ini, maka terhadap harta yang telah dilakukan pembagian dimana

MKW nya adalah anak laki-laki dari perempuan yang mendapat bahagian,

dalam perkara ini Yumisdi adalah Mamak Kepala Waris Para Penggugat dan

Tergugat dalam jurai Kamar (alm) sesuai surat bukti P.1.P.2.P.9.18 dan P.19

dan bukanlah M. Zen ;

5. Bahwa para TUK/Para Pembanding/para Penggugat dalam memori kasasi

ini menyampaikan dimana ibuknya Kamar (alm) dapat melakukan

pembagian seluruh hartanya secara musyawarah (dengan damai) bersama

dengan saudara-saudaranya yang lain sebagai mana yang dimaksud dalam

poin 4 tersebut diatas, sedangkan para Penggugat ingin melakukan

pembagian secara musyawarah dan damai ditolak oleh TUK/Terbanding/

Tergugat, maka secara hukum tidak ada jalan lain bagi Para Penggugat

selain mengajukan gugatan hal ini untuk menghindari pertengkaran

disebabkan oleh sikap Tergugat ingin menguasai seluruh objek perkara ;

Pemohon Kasasi/Tergugat :

1. Bahwa Judex Facti dalam memutus dan mengadili perkara ini tidak

melaksanakan cara mengadili menurut ketentuan yang berlaku ;

Bahwa alasan hukum memori banding Pemohon Kasasi di tingkat banding

pada intinya adalah memohon supaya Judex Facti memberikan keputusan

terhadap gugatan rekonvensi yang Pemohon Kasasi ajukan dalam perkara

ini. Hal ini di karenakan Pengadilan Negeri Padang dalam mengadili perkara

ini tidak memberikan putusan yang lengkap atau dengan kata lain tidak

tuntas dalam mengadili perkara ini ;

Bahwa akan tetapi Judex Facti tidak mempertimbangkan memori banding

yang Pemohon Kasasi ajukan. Judex Facti tidak memberikan keputusan

terhadap gugatan rekonvensi yang diajukan dalam perkara ini. Hal ini jelas

membuktikan Judex Facti dalam memutus dan mengadili perkara ini tidak

melaksanakan cara mengadili menurut ketentuan yang berlaku, dimana

seharusnya Judex Facti memberikan keputusan yang lengkap dalam perkara

ini, yaitu dengan memberikan keputusan terhadap gugatan rekonvensi yang

Pemohon Kasasi ajukan, bukan dengan memberikan putusan yang

menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Padang yang tidak lengkap

tersebut. Keputusan Judex Facti tersebut jelas merugikan bagi Pemohon

Kasasi, karena Pemohon Kasasi tidak memperoleh kepastian hukum

17

Hal. 17 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

Page 116: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

mengenai objek yang dipersengketakan, dan kepastian hukum tersebut

merupakan tugas utama dari suatu peradilan ;

Bahwa gugatan rekonvensi Pemohon Kasasi tersebut adalah perkara

mudah, perkara jelas dan sama sekali tidak rumit apabila Judex Facti ada

keinginan untuk memberikan keputusan terhadap perkara tersebut. Bahwa

yang mendasari gugatan rekonvensi tersebut adalah pensertifikatan tanah

pusaka tinggi milik kaum yang dilakukan oleh Termohon Kasasi (Yumisdi

dan Anwar Enek) dengan cara melawan hukum karena tanpa izin dan

persetujuan Pemohon Kasasi, Mamak Kepala Waris Muhamad Zein dan

anggota kaum lainnya, tanah pusaka tersebut dikenal dengan tanah sertifikat

Hak Milik Nomor 1926 (objek pekara konvensi) dan pemisahannya yaitu

tanah sertifikat Hak Milik Nomor 2358 yang dicatatkan ke atas nama Yumisdi

(Termohon Kasasi/ Tergugat Rekonvensi 1/Penggugat Konvensi 1) dan

Anwar (Termohon Kasasi/Tergugat Rekonvensi 2/Penggugat Konvensi 2)

dan dua orang anggota kaum lainnya yang sudah meninggal dunia yaitu

Dasril dan Afrizal ;

Bahwa untuk membuktikan apakah benar Termohon Kasasi (Yumisdi dan

Anwar Enek) telah melakukan perbutan melawan hukum yang telah

merugikan Pemohon Kasasi dalam pensertifikatan tanah tersebut maka

Judex Facti tinggal melihat atas nama siapa Sertifikat Hak Milik Nomor 1926

dan Sertifikat Hak Milik Nomor 2358 (pemisahan) tersebut, dan jawabannya

jelas bukan atas nama Pemohon Kasasi/Penggugat Rekonpesi. Apabila

belum yakin, maka Judex Facti dapat membaca gugatan konvensi dari

Termohon Kasasi yang menyatakan hal-hal sebagai berikut :

Bahwa tanah SHM Nomor 1926 tersebut berasal dari tanah pusaka tinggi

ganggam bauntuak bagi jurai almarhum ibu Kamar ;

Bahwa status tanah SHM Nomor 1926 tersebut bukan harta pribadi,

melainkan harta pusaka tinggi terbukti dan ditegaskan sendiri oleh

Penggugat 1 (Yumisdi) yang menyatakan dirinya dalam perkara ini bertindak

selaku Mamak Kepala Waris, karena menurut hukum adat yang berhak

bertindak atas tanah pusaka tinggi adalah Mamak Kepala Waris ;

Bahwa berdasarkan surat gugatan Termohon Kasasi tersebut maka terbukti

pensertifikat tanah sengketa melawan hukum sebagai dalil gugatan

rekonvensi adalah terbukti, karena tidak melibatkan Pemohon Kasasi,

18

18

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

Page 117: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Muhamad Zein selaku Mamak Kepala Waris dalam kaum dan anggota kaum

lainnya, dan oleh karenanya beralasan menurut hukum gugatan rekonvensi

tersebut dikabulkan dalam perkara ini ;

2. Bahwa Judex Facti dalam memeriksa dan mengadili perkara telah salah

dalam menerapkan hukum ;

Bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini yang amarnya menguatkan

keputusan Pengadilan Negeri Padang adalah putusan yang sangat keliru

dengan alasan hukum sebagai berikut :

Bahwa putusan Pengadilan Negeri Padang dalam perkara ini adalah putusan

yang sangat keliru, karena amar putusan pada bagian Dalam Pokok Perkara

yang isinya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima adalah

telah salah dalam menerapkan hukum. Menurut hukum acara isi dari amar

suatu putusan pada bagian Dalam Pokok Perkara tersebut adalah berkaitan

dengan materi gugatan yang diperkarakan, dan bukan berkaitan dengan

formalitas surat gugatan. Bahwa berkaitan dengan perkara sekarang ini,

dimana seluruh eksepsi yang diajukan oleh Penggugat/Pemohon Kasasi

ditolak, maka sesuai ketentuan maka seharusnya isi amar putusan pada

bagian Dalam Pokok Perkara tersebut adalah Menolak atau Mengabulkan

apa yang diperkarakan oleh Penggugat/Pemohon Kasasi ;

Bahwa berkaitan dengan ketentuan diatas, dimana gugatan para Penggugat

dalam perkara ini adalah meminta supaya objek perkara berupa 3 (tiga)

bidang tanah supaya dibagi antara para Penggugat dengan Tergugat selaku

ahli waris dari almarhum Kamar. Bahwa gugatan Penggugat tersebut jelas

tidak terbukti, karena ketiga bidang tanah tersebut bukanlah harta pribadi

dari almarhum Kamar, akan tetapi adalah tanah pusaka tinggi dari kaum

Penggugat dan Tergugat ;

Bahwa menurut hukum adat tentang tanah pusaka tinggi adalah hak turun

temurun dari anggota kaum, dan karenanya segala perbuatan yang

menghilangkan hak anggota kaum terhadap tanah pusaka tinggi tersebut

adalah perbuatan melawan hukum ;

Bahwa berdasarkan penjelasan diatas, maka seharusnya Pengadilan Negeri

Padang dalam perkara ini memberikan amar putusan pada bagian Dalam

Pokok Perkara tersebut adalah Menyatakan Menolak gugatan Penggugat ;

19

Hal. 19 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19

Page 118: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat :

Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti

tidak salah menerapkan hukum karena para Penggugat tidak mempunyai

kwalitas untuk menggugat, karena yang bersangkutan bukan Mamak Kepala

Waris dalam kaumnya;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata

bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum

dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh para

Pemohon Kasasi : Yumisdi dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari para Pemohon

Kasasi ditolak, maka para Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar ongkos

perkara dalam tingkat kasasi ini ;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009,

Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan

ditambah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua

dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-

undangan lain yang bersangkutan ;

M E N G A D I L I :

Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi/para

Penggugat : 1. YUMISDI, 2. ANWAR ENEK, 3. MAWARDI SYAM, 4.

YUSNIMAR tersebut ;

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat : Dra.

SYAMSINAR SYAM tersebut ;

Menghukum para Pemohon Kasasi/para Penggugat untuk membayar

ongkos perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 500.000,00 lima ratus ribu

Rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah

Agung pada hari Rabu tanggal 21 Desember 2011 oleh H. ATJA

SONDJAJA,SH.,MH., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah

Agung sebagai Ketua Majelis, SOLTONI MOHDALLY,SH.,MH., dan I MADE

TARA,SH.,MH., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam

sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta

20

20

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20

Page 119: KETENTUAN HARTA WARIS PUSAKA TINGGI MINANGKABAU …

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh EDY PRAMONO,SH.,MH.,

Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

Hakim-Hakim Anggota : Ketua Majelis,ttd/ SOLTONI MOHDALLY,SH.,MH., ttd/ H. ATJA SONDJAJA,SH.,MHttd/ I MADE TARA,SH.,MH

Panitera Pengganti,Ongkos-ongkos Kasasi : ttd/ EDY PRAMONO,SH.,MH1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,002. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,003. Administrasi kasasi……….. Rp 489.000,00 Jumlah ………………Rp 500.000,00

Untuk Salinan :Mahkamah Agung RI.Atas nama Panitera,

Panitera Muda Perdata,

Dr. PRI PAMBUDI TEGUH,SH.,MH.NIP : 196103131988031003

21

Hal. 21 dari 21 hal. Put. No. 2306 K/Pdt/2011

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21