kepartaian indonesia

Upload: ika-dwi-damayanti

Post on 12-Jul-2015

865 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I.

PENDAHULUAN

Sistem pemerintahan kita adalah sistem presidensial, dimana presiden dan wakil presiden di pilih melalui pemilu yang demokratis.

Sistem kepartaian kita adalah sistem multipartai (banyak partai). Pembentukan partai politik dijamin oleh konstitusi sebagai konsekuensi dari hak kebebasan politik untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. Konstitusi kita menganut sistem demokrasi langsung. Sistem pemilu kita ditentukan oleh UU (pada pemilu 1999 menggunakan sistem proporsional dengan memilih tanda gambar; pada pemilu 2004 menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka; dan pada pemilu 2009 telah ditetapkan memakai sistem proporsional terbuka terbatas dengan angka bilangan pembagi pemilih (BPP) 30%). Pemilu diselenggarakan untuk memilih: Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; Anggota DPD; Presiden dan wakil Presiden; Kepala Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Giovani Sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi 4 macam, yaitu Sistem 2 Partai, Pluralisme Moderat, Pluralisme Terpolarisasi dan Sistem Partai Berkuasa. Sartori membagi keempat sistem kepartaian tersebut berdasarkan ideologi yang dianut masing-masing partai serta banyaknya partai yang diakui dan ikut dalam setiap pemilihan umum. Sistem 2 partai ditandai oleh adanya 2 partai yang terus bersaing di dalam setiap pemilu serta paling memiliki pendukung luas. Kedua partai tersebut dapat saja memiliki ideologi yang berbeda ataupun isu-isu politik yang kontras. Contohnya di Amerika Serikat di mana Partai Republik dan Partai Demokrat yang bersaing. Partai Republik membawakan kepentingan pengusaha, kalangan militer, dan golongan konservatif. Partai Demokrat, kerap dicitrakan sebagai lebih dekat ke kalangan pekerja, gerakan sosial bernuansa hak asasi manusia, dan kesejahteraan sosial. Pluralisme Moderat adalah sistem kepartaian suatu negara di mana partaipartai politik yang ada di dalamnya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Namun, perbedaan ideologi tersebut tidak begitu tajam sehingga dapat saja para pemilih suatu partai dapat berpindah dari partai yang satu ke partai lainnya. Demikian pula, di tingkatan parlemen, partai-partai yang memiliki perbedaan ideologi tetap dapat menjalin koalisi jika memang diperlukan guna menggolkan suatu kebijakan. 1

Pluralisme Terpolarisasi adalah sistem kepartaian suatu negara dimana partai-partai politik yang ada didalamnya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Perbedaan ideologi tersebut terkadang cukup fundamental sehingga sulit bagi pemilih partai yang satu untuk berpindah ke partai lainnya. Demikian pula, ditingkatan parlemen, perbedaan ideologi tersebut membuat sulitnya tercipta koalisi akibat perbedaan ideologi yang cukup tajam tersebut. Sistem Partai Berkuasa adalah sistem kepartaian dimana di suatu negara terdapat sejumlah partai, tetapi ada sebuah partai yang selalu memenangkan pemilihan umum dari satu periode ke periode lain. Partai yang selalu menang

tersebut menjadi dominan diantara partai-partai lainnya, dilihat dari sisi basis massa, dukungan pemerintah, maupun kemenangan kursi mereka di setiap pemilihan umum. Contoh dari satu sistem Partai Berkuasa ini adalah Malaysia, Indonesia di Era Orde Baru, ataupun India. Di Malaysia, UMNO merupakan partai yang kerap

memenangkan pemilu dari periode ke periode. Di Indonesia Era Orde Baru, Golkar selalu memimpin suara di tiap pemilu 1971, 1982, 1987, 1992 dan 1997. Di India, Partai Kongres adalah partai berkuasa yang di setiap pemilu mereka seringkali memenangkan kursi terbanyak untuk parlemen.

2

II. PEMBAHASAN

Di Indonesia, sistem kepartaian mengalami sejumlah perbedaan jika dilihat sejarahnya. Perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaaan tipikal sistem politik yang berlaku. Secara bergantian, sistem politik mengalami sejumlah perubahan dari

Demokrasi Liberal tahun 1950 awal hingga 1955, Rezim Politik Otoritarian dari 1959 hingga 1965, Rezim Kediktatoran Militer dari 1966 hingga 1971, Rezim Otoritarian Kontemporer dari 1971 hingga 1998 dan kembali menjadi Demokrasi Liberal dari 1998 hingga sekarang. Sistem kepartaian di Indonesia mengalami perubahan sesuai dengan pergantian tipe sistem politik. Tipikal sistem kepartaian apa yang berlaku disuatu negara, secara sederhana dapat diukur melalui fenomena pemilihan umum. Dari sisi jumlah misalnya, suatu negara dapat disebut sebagai bersistem satu partai, dua partai, atau multipartai, dapat dilihat dari berapa banyak partai yang ikut serta dalam pemilu berikut perolehan suara mereka. Demokrasi Liberal Pertama di Indonesia ditandai dengan keluarnya Maklumat No.X Oktober 1945. Maklumat yang ditandatangani oleh Drs.Moh.Hatta (wakil presiden saat itu) mempersilakan publik Indonesia untuk mendirikan partaipartai politik. Mulai saat itu, berdirilah beragam partai politik yang sebagian besar berbasiskan ideologi dan massa pemilih di Indonesia. Oleh sebab masih banyaknya peperangan (revolusi fisik berupa pemberontakan dan hendak kembalinya kekuasaan asing), pemili tidak kunjung dilaksanakan hingga tahun 1955. Pemilu 1955 menandai resminya era sistem politik demokrasi liberal di Indonesia. Aneka partai politik diberi kebebasan untuk memperkuat organisasi,

meluaskan basis massa, dan sejenisnya. Saat itu, sistem kepartaian yang berlaku di Indonesia adalah Pluralisme Terpolarisasi. Cukup banyak partai politik yang ikut serta di dalam pemilu pertama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini. Namun, partai-partai yang memperoleh suara besar (4 partai) memiliki garis ideologi yang cukup berseberangan antara satu sama lain. Telah disebutkan bahwa sistem kepartaian Indonesia di era ini bercorak Pluralisme Terpolarisasi. Masing-masing partai memiliki ideoogi yang satu sama lain punya perbedaan tajam yang tercermin dalam perolehan suara 4 besar pemilu 1955. 3

Kondisi ini memiliki kelemahannya sendiri yaitu sulitnya mencapai konsensus antar partai dalam melakukan kesepakatan di tingkat parlemen. Bukti sulitnya konsensus ini adalah perdebatan yang berlarut-larut di Dewan Konstituante untuk merumuskan UUD baru bagi Indonesia. Selain itu, di tingkat massa kerap terjadi persinggungan antar simpatisan partai. Situasi ini berujung pada lahirnya Demokrasi Terpimpin, suatu era sistem politik Otoritarian Kontemporer yang diawali tahun1959. Analisis sistem kepartaian kemudian diadakan atas Rezim Otoritarian Kedua (1971-1998). Sistem kepartaian di masa Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarno secara sengaja tidak dianalisis oleh sebab masih memiliki kesamaan dengan Demokrasi Liberal Pertama dilihat dari konfigurasi kepartaiannya. Hanya saja, pada masa ini Masyumi (dan PSI) dibubarkan oleh sebab dituduh Sukarno terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatra dan Sulawesi. Di masa Demokrasi Terpimpin Sukarno, partai-partai besar yang masih legal adalah PNI, NU, dan PKI. Kendati demikian, di masa ini tidak ada Pemilihan Umum. Ketiga partai tersebut tetap bertahan oleh sebab menjadi sokoguru dukungan politik Sukarno bagi kebijakan-kebijakannya. Sukarno, saat itu, membangun sokoguru dukungan politik melalui 3 unsur mayoritas yang ada di Indonesia yaitu aliran Marxisme (PKI), Islam (NU), dan Nasionalis (PNI). Sukarno melihat ketiga aliran ini merupakan loyalis ditinjau dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dan memiliki basis massa yang besar. Era Demokrasi Liberal 2 diawali pengunduran diri Presiden Suharto pasca terpilihnya ia dalam Sidang Umum MPR 1998. Setelah pengunduran dirinya, jabatan presiden Republik Indonesia berada di tangan B.J. Habibie. Beberapa keputusan populer dilakukan, diantaranya pembebasan tahanan politik, perizinan pendirian partai-partai politik baru, dan referendum bagi rakyat Timor Timur (berujung pada pilihan merdeka Timor Timur atas Republik Indonesia). Habibie menyetujui pemilu yang dipercepat, yang dijadwalkan berlangsung tahun 1999. Masa yang disebut sebagai euphoria demokrasi ini benar-benar mewujud di dalam kenyataan: 48 partai politik ikut serta di dalam pemilu dari total 148 yang terdaftar. Hal ini kemudian mendasari Era Reformasi yang kemudian disusul dengan diadakannya pemilu 1995, yang merupakan pemilu pertama pada masa reformasi serentak di seluruh wilayah Indonesia, dengan asas langsung, bebas, rahasia, jujur 4

dan adil, diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dibentuk oleh presiden. Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu selanjutnya yang memungkinkan rakyat memilih langsung presiden dan wakil presiden serta wakil mereka untuk duduk di DPR, DPD, dan DPRD. Hingga cara ini terus digunakan dalam pemilihan lainnya, yaitu pemilihan kepala daerah atau PILKADA.

5

III. PENUTUP

Kesimpulan

Sistem kepartaian di Indonesia bervariasi, bergantung dari sistem politik yang tengah berlaku dikurun tertentu. Pluralisme Moderat, Pluralisme, dan Sistem Satu Partai Berkuasa merupakan 3 sistem kepartaian yang berguna untuk menjelaskan sistem kepartaian di Indonesia. Di era reformasi multipartai bersama-sama

menempatkan diri dalam pemilu untuk dipilih oleh rakyat dan kemudian tahun 2004 merupakan tahun pemilu pertama dimana rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden serta wakil mereka untuk menduduki kursi DPR, DPD, dan DPRD, yang kemudian disusul dengan pemilihan kepala daerah/PILKADA juga secara langsung oleh rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

http://ampi.wordpress.com/tulisan-pilihan/sistem-kepartaian-indonesia-menujupemilu-2009/ http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/sistem-kepartaian-di-indonesia.html www.kpu.go.id/dmdocuments/modul_1c.pdf

6

LAMPIRAN LAMPIRAN

Sebagai deskripsi hasil pemilu 1955 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Presentase hasil pemilu 1971, tabel dibawah ini :

7

Pemilu 1977 meneruskan sistem kepartaian berklasifikasi Satu Partai Berkuasa. Ini bisa dilihat dari komposisi hasil perolehan pemilu 1977 sebagai berikut :

Kecenderungan sistem kepartaian Satu Partai Berkuasa pun tetap terjadi di Pemilu 1982 sebagai berikut :

Kondisi yang sama, dimana sistem Satu Partai Berkuasa juga terjadi di pemilu 1987. Golkar kembali memenangkan pemilu dengan jumlah suara cukup signifikan seperti termuat dalam tabel dibawah ini :

8

Terjadi kenaikan suara PDI, ini ditengarai karena bergabungnya Megawati Sukarnoputri, putri mantan presiden Soekarno, selaku pimpinan partai. Sejumlah emosi dan

kekecewaan atas pemerintahan Orde Baru mulai diarahkan pada upaya pendukungan masyarakat atas partai ini. Kecenderungan ini terlihat pada pemilu 1997 di bawah ini :

Hasil pemilu 1999 menunjukkan pola sistem kepartaian yang berubah dari Satu Partai Berkuasa menjadi Pluralisme Moderat. Ini dapat dilihat dari tabel perolehan suara pemilu 1999 sebagai berikut :

9

Perolehan suara pemilu 1999 tidak jauh berbeda dengan hasil pemilu 2004, pemilu lanjutan era Demokrasi Liberal kedua. Hasil pemilu 2004 dapat dilihat pada tabel berikut :

10

Daftar hasil Rekapitulasi Akhir Pemilu Legislatif 2009 : Hasil Perhitungan Cepat LSI (Lembaga Survei Indonesia) 9 Partai yang memenuhi threshold 2.5% suara nasional 1. Demokrat : 20.4% 2. PDIP : 14.65%

3. Golkar : 14% 4. PKS : 7.5% 5. PAN : 5.9% 6. PPP : 5.3% 7. PKB : 5.2% 8. Gerindra : 4.3% 9. Hanura : 3.6% Hasil Rekapitulasi Suara Pemilu 2009 (KPU) 9 Partai yang memenuhi threshold 2.5% suara nasional 1. P Demokrat : 21,703,137 = 20.85% 2. P Golkar : 15,037,757 =14.45% 3. PDIP : 14,600,091 = 14.03%

4. PKS : 8,206,955 = 7.88% 5. PAN : 6,254,580 = 6.01% 6. PPP : 5,533,214 = 5.32% 7. PKB : 5,146,122 = 4.94% 8. Gerindra : 4,646,406 = 4.46% 9. Hanura : 3,922,870 = 3.77% Total suara yang masuk adalah 104.099.785 dari seharusnya sekitar 171 juta hak suara masyarakat. Atau angka golput mencapai 39%. Terlihat bahwa hasil Quick Count yang dilakukan oleh LSI tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan sesungguhnya yakni tidak lebih besar dari 1% untuk tiap-tiap partai. 11

NB : Persentase angka relatif suara partai politik dihitung berdasarkan jumlah pemilih yang menggunkan hak suaranya yakni (suara partai / (total pemilih sebenarnya golput)) Hasil Perolehan Suara Absolut Berikut hasil perolehan suara partai secara absolut 9 partai di atas. 1. Partai Golput : 39,1% suara 2. P Demokrat : 12.7% 3. P Golkar : 8.8% 4. PDIP : 8.5% 5. PKS : 4.8% 6. PAN : 3.7% 7. PPP : 3.2% 8. PKB : 3.0% 9. Gerindra : 2.7% 10. Hanura : 2.3% NB. Angka absolut berarti total suara yang diperoleh masing-masing partai yang sebenarnya terhadap total pemilih yakni sekitar 171 juta.

Jadi persentase angka absolut suatu partai adalah perolehan suara partai / total pemilih sebenarnya. Berikut daftar perolehan suara Golput sejak 1971 (Era Orde Baru) Pemilu 2009

1971 : 6.64 % 1977 : 8.40 % 1982 : 8.53 % 1987 : 8.39% 1992 : 9.09 % 1997 : 9.42 % 1999 : 10.21 % 12

2004 : 23.34 % 2009 : 39.1%

Data : 1971-2004 dari Pusat Studi dan Kawasan UGM ; 2009 daridata sementara dari hasil lembaga survei.

13