sistem pemerintahan, kepartaian dan pemilu studi sistem … · sistem kepartaian menunjukkan format...
TRANSCRIPT
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
127
SISTEM PEMERINTAHAN, KEPARTAIAN DAN PEMILU
(STUDI SISTEM PEMERINTAHAN, KEPARTAIAN DAN PEMILU DI AMERIKA
SERIKAT, INGGRIS DAN INDONESIA)
Oleh:
Tati Sarihati
Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Langlangbuana Bandung e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Sistem pemerintahan, kepartaian dan pemilu memiliki keterkaitan yang tak terpisahkan.
Sistem kepartaian menunjukkan format keberadaan antar partai politik dalam sebuah sistem pemerintahan secara spesifik mengingat adanya perbedaan sistem politik di setiap negara.
Sistem pemilihan mempengaruhi jumlah dan ukuran relatif partai politik di parlemen. Sistem
pemilihan di negara yang menganut sistem dua partai berbeda dengan yang menganut multipartai. Mekanisme regulasi dalam sistem politik otoriter dan sentralistik berbeda
dengan sistem demokrasi yang umumnya pembatasan dilakukan dengan memberikan
prasyarat minimal. Sistem pemilihan menentukan keterpaduan internal dan disiplin masing-
masing partai, sebagian sistem mungkin saja mendorong terjadinya faksionalisme. Sebuah sistem pemilu bisa mendorong atau menghalangi pembentukan aliansi di antara partai-partai,
yang pada gilirannya akan mempengaruhi iklim politik yang lebih luas.
Kata kunci: Sistem pemerintahan, kepartaian, pemilu
ABSTRACT
System of government, the party and the election has inseparable relationship. The party
system shows the format of the political parties in the presence of a specific system of government given the differences in the political system of each country. Electoral system
affects the number and relative size of parties in parliament. Electoral system in a country
that adheres to the two-party system different with that embraces multiparty system. Regulatory mechanisms in the authoritarian and centralized political system is different from
the the democratic system that gives general restriction by a minimum prerequisite. The
electoral system determines the selection of internal cohesion and discipline of each party,
some systems may encourage factionalism. An election system may encourage or hinder the formation of alliances between parties, which in turn will affect the broader political
climate.
Key word: System of Government, Political Parties, the Election System
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
128
PENDAHULUAN
A. Sistem Pemerintahan dan
Kepartaian di Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan negara
federasi/serikat yang berbentuk republic
dengan 50 negara bagian. Sistem
pemerintahan yang dianut adalah Sistem
Pemerintahan Presidensial, sehingga
presiden di samping sebagai pemegang
kekuasaan juga sekaligus sebagai kepala
negara. Sistem pemerintahan Amerika
Serikat ditandai oleh pemisahan
kekuasaan yang tegas antara eksekutif,
legislatif dan yudikatif yang biasa disebut
dengan “Separation of Power Theory”
dari Montesquieu yang mengajarkan
bahwa kekuasaan dalam sustu negara
harus dipisahkan dalam 3 (tiga) kekuasaan
yaitu: legislatif, eksekutif dan yudikatif
dalam rangka terciptanya check and
balance sehingga tidak ada kekuasaan
yang terlalu dominan.
Presiden memegang kekuasaan
eksekutif, berkedudukan sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan. Presiden
dan wapres dipilih melalui Pemilu,
sehingga tidak bertanggung jawab pada
Kongres, tetapi jika presiden dinyatakan
melakukan kejahatan dan pelanggran
berat (high crimmines and
misdemeasnors), yaitu kegiatan melawan
negara seperti: penghianatan, korupsi
besar, dll., maka presiden bisa dipecat
(impeachment).
Kekuasaan legislatif berada pada
parlemen yang disebut Konggres
(congress). Kongres terdiri dari 2 kamar,
yakni Senat dan House of
Representatif. Anggota Senat (perwakilan
negara bagian) perwakilan tiap tiap negara
bagian masing-masing 2, jadi ada 100
senator. Sedangkan House of
Representatif (DPR) ditentukan berdasar-
kan jumlah penduduk. Kekuasaan
yudikatif berada pada Mahkamah Agung
(Supreme of Court) yang bebas dan
merdeka, tidak bisa dipengaruhi oleh
kekuasaan lainnya.
Pada dasarnya, Amerika Serikat
menggunakan sistem dua partai (two-
party system). Ada sejumlah alasan
mengapa Amerika menggunakan sistem
dua partai. Pertama, orang-orang Amerika
kurang berminat dengan perbedaan
ideologi seperti halnya di Eropa sehingga
menghasilkan cukup banyak partai dengan
perbedaan ideologi masing-masing.
Kedua, sistem pemilu yang digunakan
mendorong terciptanya sistem dua partai.
Sistem pemilihan di Amerika mengguna-
kan sistem single-member districts.
Pemilihan hanya tersedia satu kursi untuk
diperebutkan. Partai yang menang dapat
meduduki kursi tersebut. Dalam jangka
panjang, sistem ini hanya membuka
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
129
peluang bagi dua partai besar untuk
bersaing. Ketiga, ketentuan negara bagian
secara sistematis menghalangi munculnya
partai ketiga atau calon presiden
independent.
a. Partai Republik
Partai Republik banyak mendapat
dukungan dari kalangan pengusaha dan
profesional dibanding Partai Demokrat.
Para pendukung partai ini terdiri dari
mereka yang berpendidikan SLTA hingga
universitas dan rata-rata beragama
Protestan. Orang-orang kulit hitam sangat
sedikit mendukung Partai Republik.
Berdasarkan politik luar negerinya, Partai
Republik amat mendukung superioritas
militer. Partai ini juga yang menjadi
pendukung utama kemenangan Nixon,
Ford, dan Reagan dalam merebut posisi
presiden. Partai ini juga mendapat
dukungan tinggi dari kalangan
berpenghasilan tinggi sedikit mengalami
konflik internal. Namun, hal itu tidak
berarti apa-apa, sejak awal 90-an partai ini
mengalami kemajuan yang cukup pesat di
kawasan selatan dan barat yang secara
tradisional merupakan benteng pertahanan
Partai Demokrat. Kemajuan yang
diperoleh Partai Republik disebabkan
antara lain, karena kepemimpinan partai
selalu berada di tangan politisi moderat
dan pragmatis sehingga kurang
mengundang konflik.
b. Partai Demokrat
Berbeda dengan Partai Republik,
Partai Demokrat mendapat banyak
dukungan dari kalangan buruh dan
keluarganya, mereka berpendidikan di
bawah SLTA, pemilih berkulit hitam,
Yahudi, kelompok berpenghasilan rendah,
kalangan liberal, pemilih muda dan
beragaman Katholik. Dalam politik luar
negerinya, Partai Demokrat cenderung
memiliki semacam tanggung jawab untuk
membela kepentingan Israel. Partai
Demokrat memiliki ciri-ciri khusus yakni
tempat penampungan dari beragam
kelompok mulai dari kelompok kulit putih
yang umumnya tinggal di kawasan
suburban dan kelompok-kelompok
minoritas yang umumnya tinggal di
wilayah perkotaan. Perkembangan dalam
20 tahun terakhir, menarik kalangan
minoritas baru untuk bergabung dengan
Demokrat seperti kelompok pecinta
lingkungan hidup, aktivis wanita dan
kalangan gay. Perbedaan yang bsar di
kalangan pemilih menimbulkan potensi
konflik internal partai. Diantaranya datang
dari kelompok kulit hitam yang selalu
menuntut perlakuan wajar dan lebih baik.
Selain Partai Demokrat dan Partai
Republik, ada yang disebut dengan Partai
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
130
Ketiga. Partai ketiga atau partai selain
yang dua partai utama di atas senantiasa
muncul dari waktu ke waktu. Mereka
berusaha ikut pemilihan. Ada beberapa
jenis partai ketiga. Diantaranya adalah
partai yang terbentuk oleh adanya isu
tunggal (single issue parties) yang tidak
mendapat tempat dalam platform kedua
partai besar. Selain itu ada jenis partai
ketiga lainnya, yakni splinter parties, yang
muncul dari partai besar. Dalam setiap
partai utama tidak jarang muncul
kelompok atau tokoh yang tuntutannya
tidak tersalurkan atau tersampaikan.
Tokoh ini kemudian membentuk
kelompok baru yang merupakan pecahan
dari partai tersebut.
B. Sistem Pemerintahan dan
Kepartaian di Inggris
Inggris adalah negara kesatuan
(unitary state) dengan sebutan United
Kingdom yang terdiri atas England,
Scotland, Wales dan Irlandia Utara.
Inggris berbentuk kerajaan (monarki).
Negara Inggris dikenal sebagai induk
parlementaria (the mother of parliaments)
dan pelopor dari sistem parlementer.
Inggrislah yang pertama kali menciptakan
suatu parlemen workable. Artinya, suatu
parlemen yang dipilih oleh rakyat melalui
pemilu yang mampu bekerja memecahkan
masalah sosial ekonomi kemasyarakatan.
Melalui pemilihan yang demokratis dan
prosedur parlementaria, Inggris dapat
mengatasi masalah sosial sehingga
menciptakan kesejahteraan negara
(welfare state).
Sistem pemerintahannya didasarkan
pada konstitusi yang tidak tertulis
(konvensi). Konstitusi Inggris tidak
terkodifikasi dalam satu naskah tertulis,
tapi tersebar dalam berbagai peraturan,
hukum dan konvensi. Kekuasaan
pemerintah terdapat pada kabinet (perdana
menteri beserta para menteri), sedangkan
raja atau ratu hanya sebagai kepala
negara. Dengan demikian, pelaksanaan
pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh
perdana menteri. Raja/ratu/mahkota
memimpin tapi tidak memerintah dan
hanyalah tituler dengan tidak memiliki
kekuasaan politik. Ia merupakan simbol
keagungan, kedaulatan dan persatuan
negara. Kekuasaan pemerintah daerah
berada pada Council (dewan) yang dipilih
oleh rakyat di daerah.
Parlemen atau badan perwakilan
terdiri atas dua bagian (bikameral), yaitu
House of Commons dan House of Lord.
House of Commons atau Majelis Rendah
adalah badan perwakilan rakyat yang
anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat di
antara calon-calon partai politik. House of
Lord atau Mejelis Tinggi adalah
perwakilan yang berisi para bangsawan
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
131
dengan berdasarkan warisan. House of
Commons memiliki keuasaan yang lebih
besar daripada House of Lord. Inggris
menganut Parliament Soverengnity,
artinya kekuasaan yang sangat besar pada
parlemen.
Kabinet adalah kelompok menteri
yang dipimpin oleh perdana menteri.
Kabinet inilah yang benar-benar
menjalankan praktek pemerintahan.
Anggota kabinet umumnya berasal dari
House of Commons. Perdana menteri
adalah pemimpin dari partai mayoritas di
House of Commons. Masa jabatan kabinet
sangat tergantung pada kepercayaan dari
House of Commons. Parlemen memiliki
kekuasaan membubarkan kabinet dengan
mosi tidak percaya. Oposisi dilakukan
oleh partai yang kalah dalam pemilihan.
Para pemimpin oposisisi membuat
semacam kabinet tandingan. Jika
sewaktu-waktu kabinet jatuh, partai
oposisi dapat mengambil alih
penyelenggaraan pemerintahan.
Inggris menganut sistem kepartaian
dwipartai dengan 2 partai yang saling
bersaing. Partai tersebut adalah Partai
Konservatif dan Partai Buruh. Partai yang
memenangkan pemilu dan mayoritas kursi
di parlemen merupakan partai yang akan
memerintah, sedangkan partai yang kalah
menjadi partai oposisi.
Badan peradilan ditunjuk oleh
kabinet sehingga tidak ada hakim yang
dipilih. Meskipun demikian, mereka
menjalankan peradilan yang bebas dan
tidak memihak, termasuk memutuskan
sengketa antara warga dengan pemerintah.
Inggris sebagai negara kesatuan menganut
sistem desentralisasi.
PEMBAHASAN
Sistem Pemerintahan dan Sistem
Kepartaian di Indonesia Orde Baru
dan Era Reformasi
Dalam perkembangan sistem
pemerintahan presidensial di negara
Indonesia (terutama setelah amandemen
UUD 1945) terdapat perubahan-
perubahan sesuai dengan dinamika sistem
pemerintahan di Indonesia. Perubahan
baru tersebut antara lain, adanya
pemilihan presiden langsung, sistem
bikameral, mekanisme checks and
balance dan pemberian kekuasaan yang
lebih besar pada parlemen untuk
melakukan pengawasan dan fungsi
anggaran.
1. Masa Orde Baru (1966-1998)
Orde baru lahir dengan diawali
berhasilnya penumpasan terhadap
G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965.
Orde baru sendiri adalah suatu tatanan
perikehidupan yang mempunyai sikap
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
132
mental positif untuk mengabdi kepada
kepentingan rakyat, dalam rangka
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia
untuk mencapai suatu masyarakat adil dan
makmur baik material maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
melalui pembangunan di segala bidang
kehidupan. Orde Baru bertekad untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Orde Baru
ingin mengadakan „koreksi total‟ terhadap
sistem pemerintahan Orde Lama.
Orde Baru adalah sebutan bagi
masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde
Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Pada tahun 1968, MPR secara resmi
melantik Soeharto untuk masa jabatan 5
tahun sebagai presiden, dan dia kemudian
dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan
1998.
Dalam menjalankan kekuasaan
pemerintahan negara, tanggung jawab
penuh ada di tangan Presiden. Hal itu
karena Presiden bukan saja dilantik oleh
Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi
tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan
rakyat yang berupa Garis-garis Besar
Haluan Negara ataupun ketetapan MPR
lainnya. Kedudukan Presiden dengan
DPR adalah sejajar. Dalam hal
pembentukan undang-undang dan
menetapkan APBN, Presiden harus
mendapat persetujuan dari DPR. Oleh
karena itu, Presiden harus bekerja sama
dengan DPR. Presiden tidak bertanggung
jawab kepada Dewan, artinya kedudukan
Presiden tidak tergantung dari Dewan.
Presiden tidak dapat membubarkan DPR
seperti dalam kabinet parlementer, dan
DPR pun tidak dapat menjatuhkan
Presiden.
Presiden memilih, mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri negara.
Menteri-menteri itu tidak bertanggung
jawab kapada DPR dan kedudukannya
tidak tergantung dari Dewan, tetapi
tergantung pada Presiden. Menteri-
menteri merupakan pembantu presiden.
Meskipun kepala negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR, tetapi
bukan berarti ia “diktator” atau tidak
terbatas. Presiden, selain harus
bertanggung jawab kepada MPR, juga
harus memperhatikan sungguh-sungguh
suara-suara dari DPR karena DPR berhak
mengadakan pengawasan terhadap
Presiden (DPR adalah anggota MPR).
DPR juga mempunyai wewenang
mengajukan usul kepada MPR untuk
mengadakan sidang istimewa guna
meminta pertanggungjawaban Presiden,
apabila dianggap sungguh-sungguh
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
133
melanggar hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya atau perbuatan
tarcela. Sistem kepartaian menggunakan
sistem multipartai, tetapi hanya ada 3
partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Secara
faktual hanya ada 1 partai yang
memegang kendali yaitu partai Golkar di
bawah pimpinan Presiden Soeharto.
2. Masa Reformasi (1998-sekarang)
Munculnya Era Reformasi ini
menyusul jatuhnya pemerintah Orde Baru
tahun 1998. Krisis finansial Asia yang
menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah dan semakin besarnya
ketidakpuasan masyarakat Indonesia
terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto
saat itu menyebabkan terjadinya
demonstrasi besar-besaran yang dilakukan
berbagai organ aksi mahasiswa di
berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi
Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian
memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari
setelahnya. Gerakan mahasiswa pun
meluas hampir diseluruh Indonesia. Di
bawah tekanan yang besar dari dalam
maupun luar negeri, Soeharto akhirnya
memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya.
Mundurnya Soeharto dari jabatan-
nya pada tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk
kemudian digantikan "Era Reformasi".
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada
masa Orde Baru di jajaran pemerintahan
pada masa Reformasi ini sering membuat
beberapa orang mengatakan bahwa Orde
Baru masih belum berakhir. Oleh karena
itu Era Reformasi atau Orde Reformasi
sering disebut sebagai "Era Pasca Orde
Baru". Dalam kurun waktu 1999-2002,
UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan
(amandemen) yang ditetapkan dalam
Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR.
Sistem Konstitusional pada era
reformasi (sesudah amandemen UUD
1945) berdasarkan Check and Balances.
Perubahan UUD 1945 mengenai
penyelenggaraan kekuasaan negara
dilakukan untuk mempertegas kekuasaan
dan wewenang masing-masing lembaga-
lembaga negara, mempertegas batas-batas
kekuasaan setiap lembaga negara dan
menempatkannya berdasarkan fungsi-
fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap
lembaga negara. Sistem yang hendak
dibangun adalah sistem “check and
balances”, yaitu pembatasan kekuasaan
setiap lembaga negara oleh undang-
undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan
tidak ada yang rendah, semuanya sama
diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-
masing.
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
134
Sistem Pemerintahan tetap dalam
frame sistem pemerintahan presidensial,
bahkan mempertegas sistem presidensial
itu, yaitu Presiden tidak bertanggung
jawab kepada parlemen, akan tetap
bertanggung kepada rakyat dan senantiasa
dalam pengawasan DPR. Presiden hanya
dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya karena melakukan perbuatan
melanggar hukum yang jenisnya telah
ditentukan dalam Undang-Undang Dasar
atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk
memberhentikan Presiden dalam masa
jabatannya manakala ditemukan
pelanggaran hukum yang dilakukan
Presiden sebagaimana yang ditentukan
dalam Undang-Undang Dasar.
3. Sistem Kepartaian
Sistem Kepartaian Indonesia
menganut sistem multi partai. Aturan ini
tersirat dalam pasal 6A (2) UUD 1945
yang menyebutkan bahwa presiden dan
wakil presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik. Frasa
gabungan partai politik mengisyaratkan
paling tidak ada dua partai atatu lebih
yang bergabung untuk mengusung
seorang calon pasangan presiden dan
wakil presiden dan bersaing dengan calon
lain yang diusulkan partai-partai lain.
Ketentuan tersebut menyiratkan bahwa
sistem kepartaian di Indonesia harus
diikuti oleh minimal 3 partai politik atau
lebih.
Sejak era kemerdekaan, sebetulnya
Indonesia telah memenuhi amanat pasal
tersebut. Melalui Keputusan Wakil
Presiden Nomor X/1949, pemilihan
umum pertama tahun 1955 diikuti oleh 29
partai politik dan juga peserta independen.
Pada masa pemerintahan orde baru,
Presiden Soeharto memandang terlalu
banyaknya partai politik menyebabkan
stabilitas poltik terganggu, maka Presiden
Soeharto pada waktu itu memiliki agenda
untuk menyederhanakan jumlah partai
politik peserta pemilu. Pemilu tahun 1971
diikuti oleh 10 partai politik dan pada
tahun 1974 peserta pemilu tinggal tiga
partai politik saja. Presiden Soeharto
merestrukturisasi partai politik menjadi
tiga partai (Golkar, PPP, PDI) yang
merupakan hasil penggabungan beberapa
partai. Walaupun jika dilihat secara
jumlah, Indonesia masih menganut sistem
multi partai, namun banyak ahli politik
menyatakan pendapat sistem kepartaian
saat itu merupakan sistem kepartaian
tunggal. Ini dikarenakan meskipun jumlah
partai politik masa orde baru memenuhi
syarat sistem kepartaian multi partai
namun dari segi kemampuan kompetisi
ketiga partai tersebet tidak seimbang.
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
135
Jika dirunut dari catatan sejarah,
Daniel S. Lev dalam Amal (1996)
menjelaskan bahwa dalam sejarah, sistem
kepartaian di Indonesia mulai muncul
pada dekade awal abad ini di bawah
pengaruh Politik Etis-nya Belanda,
lahirnya kelompok cendekiawan baru
Indonesia dan membanjirnya pemikiran
baru Islam serta gagasan-gagasan baru
Eropa. Dalam suatu perubahan cepat pada
tahun 1910 dan 1920-an muncul gerakan-
gerakan golongan Islam semisal
Muhammadiyah dan NU. Sedangkan
kaum Komunis dan Nasionalis timbul
tenggelam karena permusuhannya dengan
Belanda dan konflik di antara mereka
sendiri. Pengaruh cendekiawan Indonesia
saat itu mulai mampu menjawab kelesuan
terobosan baru dalam bidang politik,
termasuk partai. Soekarno termasuk salah
seorang yang mampu menggerakkan
semangat berpartai yang sudah sejak lama
terkubur karena kolonialisme Belanda dan
pendudukan Jepang. Tepat setelah
beberapa bulan Proklamasi, suatu
konstitusi yang baru dan rancangan
Undang-Undang Kepartaian mulai
dibahas untuk membentuk partai tunggal.
Tetapi kemudian Soekarno dalam sidang
Parlemen mengusulkan untuk membentuk
sistem kepartaian Parlementer. Partai yang
saat itu muncul adalah Partai Nasional
Indonesia (PNI) yang mewadahi golongan
nasionalis lama dan baru, Partai Politik
Masyumi yang terbentuk masa
pendudukan Jepang kembali muncul
dengan back-up kuat oleh hampir seluruh
elemen umat Islam semisal NU,
Muhammadiyah dan Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII). PKI juga muncul setelah
melewati serangkaian pemberontakan
pada kolonial Belanda dan beberapa partai
kecil semisal Partai Sosialis Indonesia
(PSI), Partai Murba dan Partai Katolik
dan Protestan (Parkindo dan Partai
Kristen Indonesia).
Pada saat Pemilu 1955 untuk
memilih wakil rakyat di parlemen dan
majelis terdapat 48 partai dengan berbagai
karakter dan backround sosial-budayanya,
agama, kesukuan. Dalam Pemilu 1955
inilah kemudian muncul kekuatan partai
yang merupakan wajah lama dalam
gerakan revolusi yakni PNI, PKI, NU dan
Masyumi yang mengumpulkan 75% suara
dari ke seluruhan pemilih.
Salah satu kelemahan atau dalam
kondisi tertentu kelebihan dari system
multi partai adalah munculnya berbagai
latar-belakang karakter, religi, paham,
budaya yang kemudian menjelma dalam
partai. Namun, dari hasil Pemilu
kemudian muncul kekuatan partai-partai
yang cukup variatif dari berbagai latar
belakang. Namun jika diteliti lebih dalam
dalam variatifnya partai penguasa Pemilu
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
136
saat itu satu kata yang bisa menyebut
kecenderungan saat itu adalah munculnya
dominasi kejawaan di Indonesia. Dari
keempat partai pemenang di atas pada
kenyataannya lebih banyak memperhati-
kan dan diinspirasi dari pandangan hidup
dan budaya kejawaan.
Menurut Daniel S. Lev dalam Amal
(1996) selama tahun-tahun kemerdekaan,
Partai Nasional Indonesia (PNI) dan NU
menduduki posisi pusat percaturan politik
Indonesia yang sangat penting dan
strategis. Meskipun bertentangan dengan
tuntuntan ideologis ke-Indonesiaan,
namun mereka mewakili suatu kekhasan
yang agak fleksibel dari para bangsawan
Jawa dan Islam Jawa, di mana keduanya
menolak sikap ektrem universalis abad 20.
Ketika sumber konflik partai berkurang,
bersamaan dengan bubarnya Masyumi di
tahun 1960 dan Partai Komunis di tahun
1965, PNI dan NU melakukan
penyesuaian-penyesuaian pragmatis untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Pada masa Reformasi 1998,
terjadilah liberasasi di segala aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Politik Indonesia merasakan dampak
serupa dengan diberikannya ruang bagi
masyarakat untuk merepresentasikan
politik mereka dengan memiliki hak
mendirikan partai politik. Banyak sekali
parpol yang berdiri di era awal reformasi.
Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos
verifikasi dan berhak mengikuti pemilu
ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh
berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu
berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja.
Ini disebabkan telah diberlakukannya
ambang batas (Electroral Threshold)
sesuai UU Nomor 3/1999 tentang Pemilu
yang mengatur bahwa partai politik yang
berhak mengikuti pemilu selanjtnya
adalah parpol yang meraih sekurang-
kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR.
Partai politikyang tidak mencapai ambang
batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya
dengan cara bergabung dengan partai
lainnya dan mendirikan parpol baru.
Persentase threshold dapat dinaikkan jika
dirasa perlu seperti persentasi Electroral
Threshold 2009 menjadi 3% setelah
sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%.
Begitu juga selanjutnya pemilu 2014
ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau
diturunkan.
4. Hubungan antara Sistem Pemilu,
Sistem Kepartaian, dan Sistem
Pemerintahan
Dalam Ilmu Politik, sudah lazim
bahwa semua sistem politik modern yang
terkait dengan pemilihan oleh
konstituennya, baik kompetitif maupun
tidak, diharuskan memiliki sistem
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
137
pemilihan. Dari berbagai literatur Ilmu
Politik, baik dari Amerika maupun
kawasan Eropa ditemui bahwa secara
garis besar ada dua sistem pemilihan yang
berlaku di dunia saat ini yakni single-
member electoral system dan proportional
representation electoral system. Kedua
sistem ini di Indonesia lebih familiar
dengan sebutan Pemilu Proporsional dan
Distrik.
Clymer & Rodee (2000)
mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan single-member electoral system
adalah geografi politik negara itu dibagi
dalam beberapa wilayah pemilih. Hanya
satu wakil dapat dipilih dari setiap
wilayah. Meski suara rakyat dalam
wilayah itu sangat terbagi-bagi dan
banyak calon yang mungkin terdapat di
kartu suara, hanya satu calon atau partai
yang bisa menang. Sedangkan
Proportional Representation electoral
system adalah geografi politik negara itu
dibagi menjadi beberapa wilayah pemilih.
Akan tetapi dalam sistem pemilihan ini,
setiap wilayah memilih beberapa wakil,
biasanya antara tiga sampai tujuh,
tergantung menurut banyaknya jumlah
penduduk di wilayah itu. Pembagian
wakil dalam setiap wilayah sebanding
dengan jumlah suara rakyat di wilayah
yang bersangkutan.
KESIMPULAN
Sistem pemerintahan yang dianut
Amerika Serikat adalah adalah Sistem
Pemerintahan Presidensial, sehingga
presiden di samping sebagai pemegang
kekuasaan juga sekaligus sebagai kepala
negara dengan ditandai oleh pemisahan
kekuasaan yang tegas antara eksekutif,
legislatif dan yudikatif dalam rangka
terciptanya check and balance sehingga
tidak ada kekuasaan yang terlalu dominan.
Amerika Serikat menggunakan
sistem dua partai (two-party system).
Sistem pemilihan di Amerika
menggunakan sistem single-member
districts. Pemilihan hanya tersedia satu
kursi untuk diperebutkan. Partai yang
menang dapat meduduki kursi tersebut.
Dalam jangka panjang, sistem ini hanya
membuka peluang bagi dua partai besar
untuk bersaing. Ketiga, ketentuan negara
bagian secara sistematis menghalangi
meunculnya partai ketiga atau calon
presiden independent.
Inggris adalah negara kesatuan
(unitary state) berbentuk kerajaan
(monarki). Kekuasaan pemerintah
terdapat pada kabinet (perdana menteri
beserta para menteri), sedangkan raja atau
ratu hanya sebagai kepala negara. Dengan
demikian, pelaksanaan pemerintahan
sehari-hari dijalankan oleh perdana
menteri. Raja/ratu/mahkota memimpin
Sistem Pemerintahan, Kepartaian dan Pemilu......... (Tati Sarihati)
SOSIOHUMANITAS, XIV (2), Agustus 2012
138
tapi tidak memerintah dan hanyalah tituler
dengan tidak memiliki kekuasaan politik
namun merupakan simbol keagungan,
kedaulatan dan persatuan negara.
Parlemen atau badan perwakilan
terdiri atas dua bagian (bikameral), yaitu
House of Commons dan House of Lord.
House of Commons atau Majelis Rendah
adalah badan perwakilan rakyat yang
anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat di
antara calon-calon partai politik. House of
Lord atau Mejelis Tinggi adalah
perwakilan yang berisi para bangsawan
dengan berdasarkan warisan.
Sistem pemerintahan Indonesia
menganut sistem pemerintahan
presidensial dengan perubahan pada
pemilihan secara langsung, sistem
bikameral, mekanisme cheks and balance,
dan pemberian kekuasaan yang lebih
besar kepada parlemen untuk melakukan
pengawasan dan fungsi anggaran.
Sistem Kepartaian Indonesia
menganut sistem multi partai yang
mengisyaratkan paling tidak ada dua
partai atatu lebih yang bergabung untuk
mengusung seorang calon pasangan
presiden dan wakil presiden dan bersaing
dengan calon lain yang diusulkan partai-
partai lain.
Sistem pemilihan mempengaruhi
jumlah dan ukuran relatif parpol di
parlemen. Sistem pemilihan bisa
mendorong atau menghalangi
pembentukan alinasi di antara partai-
partai, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi iklim politik yang lebih
luas.
DAFTAR PUSTAKA
Amal, I. (Ed), 1996, Teori-Teori Mutakhir
Partai Politik, Tiara Wacana,
Jogjakarta.
Clymer & Rodee, 2000, Pengantar Ilmu
Politik, Rajawali Press.
DOKUMEN
Undang-Undang Dasar RI 1945 Hasil Amandemen Pertama-Keempat.
Undang-Undang Pemilu Tahun 2003,
2004, 2008.