kep. anak 1 (thalasemia) new
DESCRIPTION
Kep. Anak 1 (Thalasemia) NewTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor genetika ternyata menjadi pemicu talasemia, temuan
mengejutkan ini disampaikan tim peneliti dari lembaga biologi molekuler
ejikman stelah melakukan penelitian di sumatera dan Nusa Tenggara Timur
(NTT). Penderita talasemia diwililayah sumatera utara cukup kecil, tapi
disumtra selatan bisa mencapai 15 persen. Sementara di sumba, NTT,
penderita talasemia mencapai 36 persen. Perbedan jumlah ini cukup signifikan
karna membuktikan kaitan talasemia dengan faktor genetika. Bis jadi di
sumba, founder atau pemilik asal gen bawaan talasemia saling menikah
dengan ras sama di daerahnya. Akibatnya disana terpusat frekuensi jumlah
talasemia yang tinggi, jelas Dr. Iswari Setianingsih, phD, peneliti senior di
Lembaga Ejikman kepada SH di Jakarta Rabu (22/5).
Mendukung pendapat tersebut, ilmuwan biologi molekuler prof. Dr.
Sangkot Marzuki mengatakan talasemia merupakan penyakit genetic tipikal
penduduk wilayah tropis seperti Amerika Serikat (AS), Belanda, jerman dan
sebagainya. Sangkot menjelaskan, akibat migrasi penduduk wilayah tropis ke
barat maka mereka membawa gen talasemia ke daerah tersebut, terlebih
setelah terjadinya kawin silang. Setiap wilayah dimana talasemia berasal
memiliki ciri mutasi gen tersendiri. Penderita talasemia asal jawa tengah,
misalnya, mempunyai metode mutas berbeda dengan penderita dari sumatera
selatan. Dengan mengetahui asal atau ras pasien maka diagnosa dan
penangananya bisa lebih dipermudah. Dinegara maju seperti italia, misalnya,
diagnosa gen talasemia bukan hal baru. Setiap pasangan yang akan menikah
melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah ia memiliki gen
pembawa talasemia. Adapun hasilnya, setiap pasangan diberi kebebasan untuk
memilih apakah tetap ngin menikah atau tidak. Di Indonesia, menurut
Sangkot, belum samapi pada taraf ini. Sampai hari ini, talasemia hari ini,
talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100 persen.
Penyakit ini ditandai dengan anemia kerusakan sel darah merah. Padahal sel
1
darah merah berfungsi mengalirkan oksigen keseluruh tubuh. Dengan
kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling
fatal tentu saja organ jantung.
B. Tujuan Penulisan
1. Tuhuan Umum
Mahasiswa memahami bagaimana proses keperawatan dari pengkajian
diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi.
2. Tujuan khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian Talasemia
2. Agar mahasiswa mengetahui etiologi Talasemia
3. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi Talasemia
4. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinik
5. Agar mahasiswa mengetahui komplikasi Talasemia
6. Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan Talasemia
7. Agar mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang Talasemia
8. Agar mahasiswa mengetahui konsep tumbuh kembang anak
9. Agar mahasiswa mengetahui konsep hospitalisasi
10. Agar mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan Talasemia
C. Ruang lingkup
Ruang lingkup dari permasalahan dalam makalah ini ialah segala sesuatu yang
berkenaan dengan Asuhan Keperawatan pada bayi, anak penderita
Thalasemia.
D. Metode Penulisan
Dalam membuat makalah ini, penulisan menggunakan metode diskripsi dan
penulis mempelajari dari beberapa buku referensi dan mencari dari sumber
internet sesuai dengan materi pembahasan kelompok.
2
E. Sistematika Penulisan
Pada sistematika penulisan makalah ini terdiri dari BAB I pendahuluan yang
terdiri atas latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. BAB II tinjauan teori yang terdiri dari pengertian,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan,
pemeriksaan penunjang, konsep tumbuh kembang anak, konsep hospitalisasi
dan asuhan keperawatan Talasemia. BAB III Penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran, Daftar Pustaka, dan Lampiran
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Talasemia
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang di
tandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin
atau lebih diklasifikasikan menurut rantai yang terkena ( alfa, beta, gamma) :
dua kategori mayor adalah alfa- dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang
disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin. (kamus
Dorlan, 2000).
Thalasemia adalah sekelompok penyakit atau kelainan herediter yang
heterogen yang disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal,
akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya di sertai kelainan morfologi
eritrosit dan indeks-indeks erirosit (Soeparman, 1999).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan cara resesif, dimana
terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ) dan juga disebabkann oleh
adanya defek produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis rantai
globin dan biasanya disertai kelainan morfologi erirosit dan indeks-indeks
erirosit.
B. Etiologi
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuann sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana
mestinya hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di
dalam sel darah merah dan berfungsin sangat penting untuk mengangkut
oksigten dari paru – paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkanya
sebagai energy. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada,
4
maka pasokan energy yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh
tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak
mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Adapun etiologi
thalasemia adalah faktor genetic (herediter). Thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di
dalam pembuuh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek kurang dari
100 hari, penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak
normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya
gangguan pembentukan yang disebabkan oleh
a). gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal)
b). gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin pada
thalasemia.
C. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan erirosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai
beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan
hemoglobin defectif. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosi. Kelebihan pada rantai alpa
ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gamma
ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi dalam sel erirosit. Globin intraerirositik yang
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan
beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz, merusak sampul
erirosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
5
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam
stimulasi yang konstan .
D. Manifestasi klinik
1. Kelesuan
2. Bibir, lidah tangan, kaki dan bagian lain berwarna pucat
3. Sesak nafas
4. Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen, hemoglobin
yang rendah yaitu kurang dari pada 10g/dl.
E. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang – ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar zat
besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun didalam berbagai
jaringan tubuh seperti hepar, limfa, kulit, jantung dan lain – lain. Hal ini
dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis).
Limpa yang berat mudah rupture akibat trauma yang ringan saja. Kadang –
kadang thalasemia disertai tanda Hipersplenisme seperti leucopenia dan
trombositopenia. Kematian terutama oleh infeksi dan gagal jantung
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
Hingga kini belumm ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien
talasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali
( kurang dari 6g%) atau bila anak terlihat lemah tak ada nafsu makan.
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur 2 tahun
sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis. Disamping itu
6
diberikan berbagai vitamin, tetapi preparat yang mengandung zat besi
tidak boleh.
Penatalaksanaan keperawatan :
Pada dasarnya perawatan pasien talasemia sama dengan pasien anmei
lainya yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian lebih.
Masalah pasien yang perlu di perhatikan adalah kebutuha nutria ( pasien
menderita anoreksi), resiko terjadi komplikasi akibat transfuse yang
berulang –ulang gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit
G . Pemeriksaan Penunjang
Studi hematologi : tedapat perubahan – perubahan pada sel darah
merah, yaitu mirositosis, hiporomia, anosositosis, poikilositosis, sel
target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hemtrokrit.
Eletroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif
terutama sel eritrosit hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang
akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi
pelebaran medulla, penipisan korteks dan trabekulasi yang lebih besar
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR
( polymerase chain reaction )
.
H. Konsep Tumbuh Kembang Anak
1. Motorik Kasar
Loncat tali, badminton, memukul dan motorik kasar dibawah kendali
kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan
kehalusan.
2. Motorik Halus
7
Menunjukkan keseimbangan dan koordinasi mata, tangan dan dapat
meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat
musik.
3. Kognitif
Dapat berfokus pada atau lebih dari satu aspek dan situasi, dapat
mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah,
dapat memberikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak
awal dan dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan
datang.
4. Bahasa
Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak, memakai semua bagian
pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan
kata depan, menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal dan
dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan.
I. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1. Perkembangan psikoseksual menurut Fase Laten (6-12 tahun)
Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan psikologis
yang merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan
pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada fase
laten, anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin
perempuan, dan anak laki-laki dengan anak laki-laki. Dalam hal ini,
orang tua harus bijaksana dalam merespon, yaitu menjawabnya dengan
jujur dan hangat. Oleh karena itu, apabila anak tidak pernah bertanya
tentang seks sebaiknya orang tua waspada. Peran ibu dan ayah sangat
penting dalam melakukan pendekatan dengan anak, pelajari apa yang
sebenarnya yang sedang dipikirkan anak berkaitan dengan seks.
2. Perkembangan Psikososial menurut Industri Versus Inferiority (6-12
tahun)
8
Anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya
melalui kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun
dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukannya bersama.
Otonomi mulai berkembang pada anak mulai fase ini, terutama awal
usia 6 tahun dengan dukungan keluarga dekat. Terjadinya perubahan
fisik, emosi dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran
terhadap tubuhnya. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih
luas dengan teman di lingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan
perasaan sukses tersebut.
3. Perkembangan Kognitif (Piaget)
- Concrete Operation (7-11 tahun)
Pada usia ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis dan
konkeren. Ada anak mampu mengklasifikasi benda dan perintah
dan menyelesaikan masalah secara konkrit dan sistematis
berdasarkan dengan apa yang mereka terima dari lingkungannya.
- Formal Operation (11-15 tahun)
Tahapan ini ditunjukkan dengan karakteristik kemampuan
beradaptasi dengan lingkungannya dan kemampuan untuk fleksibel
terhadap lingkungannya. Anak remaja dapat berpikir dengan pola
yang abstrak menggunakan tanda atau simbol dan menggambarkan
kesimpulan.
J. Konsep Hospitalisasi pada Anak Usia Sekolah
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali
ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian
ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh
dengan stress
9
K. Reaksi Orang Tua terhadap Hospitalisasi Anak
Banyak penelitian membuktikan bahwa perawatan anak di rumah sakit
menimbulkan stres pada anak dan orang tua. Reaksi orang tua terhadap
perawatan anak di rumah sakit latar belakang yang menyebabkan dapat
diurai sebagai berikut :
1. Perasaan Cemas dan Takut
Perasaan tersebut muncul pada saat orang tua melihat anak mendapat
prosedur menyakitkan, seperti pengambilan darah, injeksi, infus
dilakukan fungsi lumbal dan prosedur infasiv lainnya. Perilaku yang
sering ditujukan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas
dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang
sama secara berulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekpresi wajah
tegang, dan bahkan merah.
2. Perasaan Sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal
dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk
sembuh. Pada kondisi ini, orang tua menunjukan perilaku isolasi atau
tidak mau di dekati orang lain. Bahwa tidak bisa kooperatif terhadap
petugaskesehatan.
3. Perasaan Frustasi
Pada kondisi anakyang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak
mengalami perubahan serta tidak adakuatnya dukungan psikologis
yang di terima orang tua baik dari keluarga maupun kerabat lainnya
maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan frustasi. Oleh karena
itu, sering kali orang tua menunjukan perilaku tidak koomperatif, putus
asa, menolak tindakan, bahkan mengingnginkan pulang paksa.
Reaksi Anak Usia Sekolah terhadap Hospitalisasi (6-12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok
10
sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol tersebut
berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan
kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau
pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.
Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan di tunjukan dengan
ekpresi baik secara verbal maupun non verbal karena anak sudah
mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu
mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit
bibir atau memegang sesuatu dengan erat.
1. Reaksi anak saat di rawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
Merasa kwatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya,
Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap
nyeri, selalu ingin tahu alasan tindakan dan berusaha independen dan
produktif.
2. Reaksi orang tua
Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur,
pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak dan frustasi
karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan rumah sakit.
L. Asuhan keperawatan
1).Pengkajian
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(maditernia) seperti turki, yunani, cyprus dan lain – lain. Di
Indonesia sendiri, Thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada Thalasemia mayoryang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut
terlihat sejak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
11
thalasemia minor yang gejalanya ringan, biasanya anak baru datang
berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cendrung mudah terkena infeksi saluran nafas bagia atas atau
infeksi lainya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb
yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perekembangan anak
Sering didapatkan data mengenai adanya kecendrungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, Karena adanya
pengaruh hipoksia jaringan besifat kronik. Hal ini terjadi terutama
untuk thalasemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil
untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada
jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena ada anorexia anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/ istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal
mudah merasa lelah.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Kareba merupakan penyakit keturuna, mak perlu dikaji apakah ada
orang tua yang menderita thalasemia. Apabila kedua orang tua
menderita thalasemia, maka anaknya beresiko menderita
thalasemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena
keterunuanan.
12
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core-ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktro risiko thalasemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya seha. Apabila diduga ada faktor risiko, maka ibu perlu
diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah ;ahir. Untuk memastikan dianogsis, maka ibu segera
dirujuk kedokter.
i. Data kedaan fisik anak thalasemia yang sering didapatkan
diantaranya adalah :
1). Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah anak seusianya yang normal.
2). Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/ tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya
adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3). Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan.
4). Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman.
5). Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia
kronik.
6). Perut
Kelihatan membuncit dari pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati (hepatoslemagali).
7). Pertumbuhan fisiknya kurang dari normal
Dan BB- nya kurang dari normal. Ukuran fisikn anak terlihat
lebih kecil bila dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya
13
8). Pertumbuhan organ seks sekunder unhik anak pada usia
pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalmya, tidak
adanya pertumbuhan pada ketiak, pubis, atau kumis. Nahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik
9). Kulit
Warna kulit pucat kekwiing-ketuiingan. Jika anak telah sering
sering mendapat transfuse darah, maka warna kulit menjadi
kelabu seperti besi akibat adanya penuimbunan zat besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis)
2. Diagnosa keperawatan
a) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantarkan oksigen/ zat nutrisi ke sel
b) Ketidakseimbangan nutrisi :kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak kuat.
c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen
3. Intervensi
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/
zat nutrisi ke sel
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam, pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil : menunjukan perfusi jaringan yang adekuat (TTV
stabil).
Intervensi :
1. Monitoring TTV
R : mengontrol TTV
14
2. Meninggikan kepala tempat tidur
.
1. Intoleransi aktvitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai O2 dan kebutuhan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan klien mampu melakukan aktivitas sehari hari
Kriteria hasil : anak bermain dan beristirahatdengan tenang serta dapat
melakukan sesuai kemampuan.
Intervensi :
- Kaji toleransi fisik anak dan bantu dalam aktivitas yang melebihi
toleransi anak. Rasional : untuk mengetahui toleransi anak.
- Berikan anak aktivitas pengalihan misalnya bermain. Rasional : untuk
melatih kemampuan anak.
- Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia. Rasional : untuk
mempercepat pemulihan kemampuan anak.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kbutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbs nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah normal.
Tujuan : menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi
Kriteria hasil :
- Menunjukkan peningkatan BB progresif sesuai yang dinginkan.
- Tidak adanya malnutrisi (kekurangan nutrisi)
Intervensi :
- Pantau jumlah dan jenis intake dan output pasien. Rasional : untuk
mengetahui jenis dan jumlah asupan nutrisi yang penting bagi
pasien
- Timbang berat badan klien. Rasional : untuk menentukan
keseimbangan nutrisi yang tepat.
15
- Beri penkes tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. Rasional : untuk
membantu pasien dan keluarga memahami pentingnya nutrisi bagi
tubuh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan cara resesif, dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100
hari ) dan juga disebabkann oleh adanya defek produksi hemoglobin
normal, akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai
kelainan morfologi erirosit dan indeks-indeks erirosit.
B. Saran
Bagi para pembaca kelompok berharap agar tidak merasa puas dengan
makalah yang kelompok buat ini sehingga minat untuk mencari sumber
lain karena kelompok pun bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari
sempurna.
16
17