kelompok 7
DESCRIPTION
tutorialTRANSCRIPT
SKENARIO A BLOK 18
Mrs. Lestari’s Baby
A male baby was born at Moh. Hoesin Hospital from a 16 years old women. Her mother, Mrs.
Lestari was hospitalized at Moh. Hoesin Hospital due to uterine contraction. It was her first
pregnancy. She forgot when her first day of last period, but she thought that her pregnancy was
about 8 months. Six hours after admitted, she delivered her baby spontaneously. The labor
process was 30 minutes, and ruptured of membrane was one hour before delivery. The baby was
not cried spontaneously after birth, but grunting and his whole body was cyanosis. APGAR
scoreat 1 minutes was 4 and 5 minutes was 8.
On physical examination:
Body weight was 1300 grams, body length was 40 cm, and head circumference was 30 sm. The
muscle tone was decreased, he was poorly flexed at the limbs, he has thin skin, more lanugo over
the body and plantar creases 1/3 anterior. At 10 minutesof age, he still had grunting, chest
indrawing and cyanosis of the whole body.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Uterine contraction : kontraksi uterus saat melahirkan
2. APGAR score : ungkapan tentang keadaan bayi dalam angka (biasanya
dinilai 6 menit pertama setelah lahir
3. Lanugo : rambut halus pada tubuh fetus
4. Grunting : merintih/ merengek
5. Cyanosis : diskolorasi kebiruan dari kulit dan membrane mukosa
akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi yang berlebihan
dalam darah.
6. Chest indrawing : retraksi otot dada
7. Plantar creases 1/3 anterior : garis atau cekungan pada 1/3 kaki anterior
8. Cried spontaneously : menangis langsung setelah lahir
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mrs. Lestari (16 tahun) melahirkan anak pertamanya yaitu laki-laki, dia lupa HPHTnya
namun dia memperkirakan usia kehamilannya adalah 8 bulan
2. Riwayat persalinan:
Setelah 6 jam masuk rumah RMSH: melahirkan secara spontan
Proses kelahiran : 30 menit
Ketuban pecah 1 jam sebelum melahirkan
3. Bayinya tidak menangis spontan setelah lahir, tetapi merintih dan sianosis pada
tubuhnya
4. APGAR score 1 menit pertama 4, 5 menit setelahnya 8
5. Pemeriksaan fisik
BB 1300 grams, PB 40cm, lingklar kepala 30 cm. tonus otot menurun, sedikit flexi pada
tungkai, kulit tipis,banyak lanugo pada tubuhnya, garis pada plantar 1/3 dari anterior. 10
menit setelah kelahiran, bayi tersebut merintih, ada retraksi pada dada dan sianosis pada
seluruh tubuh.
III. ANALISIS MASALAH
1. Apa resiko dari melahirkan pada usia 16 tahun dan primigravida terhadap ibu dan anak?
Dampak primigravida dengan usia muda <20 tahun: komplikasi persalinan dan
prenatal, antaralain peningkatan kejadian BBLR, asfiksia, persalinan preterm, lahir
mati, persalinan pervaginam dengan bantuan instrument
Dampak primigravida dengan usia tua >35 tahun: komplikasi maternal dan
perinatal, antara lain perdarahan postpartum, persalinan dengan bedah sesar,
kelahiran premature, BBLR, kelahiran mati, malformasi congenital, dan nilai
APGAR skor rendah
Umur ibu < 20 tahun Umur ibu 20-34 tahun Umur ibu >35 tahun
BBLR
Lahir pervaginam
Asfiksia neonatorum
Kematian perinatal
Cara persalinan bedah
sesar, ekstraksi vacuum,
spontan
Perdarahan post partum
Disproporsi sepalopelvik
Preeklamsi
Kematian maternal
Diabetes gestational
Asfiksia neonatorum
2. Bagaimana menghitung usia gestasi jika tidak diketahui HPHTnya?
Dibedakan berdasarkan kondisinya, yaitu:
Belum lahir:
a. Hari pertama haid terakhir
Dihitung berdasarkan rumus Naegele, yakni (hari+7), (bulan–3), (tahun+1).
Catatan:
Rumus ini hanya bisa diterapkan pada wanita yang daur haidnya teratur, yakni
antara 28-30 hari.
Perkiraan tanggal persalinan sering meleset antara 7 hari sebelum atau
setelahnya. Hanya sekitar 5% bayi yang akan lahir sesuai perhitungan ini.
Untuk mengurangi kemungkinan terlalu melesetnya perhitungan pada wanita
yang daur haidnya pendek, akan ditambahkan beberapa hari dari hari-H. Sedang
yang daur haidnya panjang, akan dikurangi beberapa hari.
Untuk bulan yang tidak bisa dikurangi 3, misalnya Januari, Februari, dan Maret,
maka bulannya ditambah 9, tapi tahunnya tetap.
b. Gerakan janin
Pada kehamilan pertama, gerakan janin mulai terasa sesudah usia kehamilan 18-
20 minggu.
Pada kehamilan ke-2 dan seterusnya, gerakan janin sudah terasa pada usia
kehamilan 16-18 minggu.
Memasuki trimester ke-3 usia kehamilan, gerakan janin akan semakin kuat dan
sering. Namun, tak jarang janin justru kurang aktif bergerak.
Catatan: Perkiraan ini dilakukan bila lupa hari pertama haid terakhir.
c. Tinggi fundus uteri
Di sini, usia kehamilan dihitung dengan 3 cara yang dimulai dari simfisis pubis.
Memakai satuan cm
Bila jarak dari simfisis pubis sampai fundus uteri sekitar 28 cm berarti usia
kehamilan sudah mencapai 28 minggu.
Tinggi maksimal fundus uteri adalah 36 cm, dan ini menunjukkan usia kehamilan
36 minggu.
Catatan: Ukuran ini tidak akan bertambah lagi, meski usia kehamilan mencapai
40 minggu. Kalaupun tingginya bertambah, kemungkinan bayi besar, kembar,
atau cairan tubuh berlebih.
d. Menggunakan 2 jari tangan
Jika jarak antara simfisis pubis dengan fundus uteri masih di bawah umbilikus,
setiap penambahan 2 jari berarti penambahan usia kehamilan sebanyak 2
minggu.
Bila jarak tadi sudah di atas umbilikus, setiap penambahan 2 jari sama dengan
bertambahnya usia kehamilan 4 minggu.
Membandingkan tinggi fundus uteri dan tinggi umbilikus
Bila tingginya sama, ini berarti usia kehamilan mencapai 5 bulan.
Tinggi fundus uteri yang melewati umbilikus dan hampir di tengah-tengah dada
menunjukkan usia kehamilan sudah sekitar 7 bulan.
Jika tinggi fundus uteri sudah mencapai dada, dapat dipastikan usia kehamilan 9
bulan.
Catatan: Cara ini agak sulit dilakukan pada wanita yang bertubuh gemuk.
e. Ultrasonografi
USG dapat menentukan usia kehamilan dan memperkirakan waktu kelahiran. USG
sering digunakan untuk melengkapi kepastian usia kehamilan dengan tingkat
akurasinya tinggi, yakni sekitar 95%.
Setelah lahir:
penilaian ukuran antropometri
1. BB lahir
2. “crown heel length”, lingkar kepala, diameter oksipito-frontal, diameter
biparietal dan panjang badan
rumus :
Y : masa gestasi
X : lingkar kepala
Pada kasus: Y = 11,03 + 7,75 (30cm) = 243,53 = kurang lebih 34 minggu
pemeriksaan radiologis : dengan meneliti pusat epifisis
“motor conduction velocity” : dengan mengukur “motor conduction velocity” dari
nervus ulnaris
pemeriksaan elektroensefalogram (EEG)
Ballard’s score
Pada kasus: jika diperkirakan usia kehamilan Mrs. Lestari adalah 34
minggu maka skor yang diperoleh berdasarkan Ballard’s score adalah 26
Y = 11,03 + 7,75X
penilaian karakteristik fisik.
Kriteria eksternal : bentuk puting susu, ukuran mammae, lingkar kepala,
transparansi kulit, membran pupil, genitalia eksterna, kuku dan tulang rawan
telinga.
3. Apa dampak dari preterm?
Dampak pada janin: kematian janin, gawat janin
Neonatus: RDS, perdarahan intracranial, trauma persalinan, sepsis, gangguan
neurologis, kelainan kongenital
4. Bagaimana interpretasi dari riwayat persalinan Mrs. Lestari?
Setelah 6 jam masuk rumah RMSH: melahirkan secara spontan (melahirkan secara
normal)
Usia kehamilan tidak diketahui secara pasti, Mrs. Lestari memperkirakan usia
kehamilannya sekitar 8 bulan, berdasarkan rumus
Didapatkan perkiraan usia kehamilan mrs. Lestari adalah 34 minggu, maka
persalinan yang berlangsung adalah preterm (<37 minggu)
Proses kelahiran : 30 menit
Pada primigravida normalnya berlangsung 1-2 jam, pada kasus proses persalinan
berlangsung lebih cepat dari fisiologisnya
Ketuban pecah 1 jam sebelum melahirkan: normal
5. Apa saja penyebab dan mekanisme bayi tidak menangis spontan?
Bayi tidak menangis spontan mengindikasikan terjadinya kegagalan pengembangan
paru untuk melakukan respirasi pertama kali setelah lahir, hal ini disebabkan karena
bayi lahir premature.
Fisiologisnya, ketika bayi bernafas untuk pertama kali setelah lahir, bayi merasakan
sakit sehingga bayi nangis spontan
6. Apa saja penyebab dan mekanisme bayi merintih?
Bayi premature surfactant <<< tegangan permukaan tinggi dan gagalnya
pertahanan stabilitas alveolar alveolar kolaps dan volume residu menurun
butuh tekanan pada dinding dada yang lebih tinggi meningkatkan usaha
untuk bernafas grunting
7. Apa saja penyebab dan mekanisme sianosis?
Sianosis adalah suatu keadaan di mana kulit dan membran mukosa berwarna kebiruan
akibat penumpukan deoksihemoglobin pada pembuluh darah kecil pada area tersebut.
Beberapa kelainan jantung kongenital yang dapat menyebabkan sianosis yaitu:
Koartasio aorta
Stenosis katup pulmonal
Y = 11,03 + 7,75X
Anomali Ebstein
Sindrim jantung kiri hipoplastik
Kelainan pada lengkung aorta
Atresia pulmonal
Stenosis pulmonal dengan ASD/VSD
Tetralogi Fallot
TGA (transposition of the great vessels)
Atresia katup trikuspid
Trunkus arteriosus
Penyebab lain dari sianosis selain akibat kelainan katup jantung yaitu:
Pajanan terhadap bahan kimia
Penyakit genetik, seperti sindrom Down, trisomi 13, sindrom Turner, sindrom
Marfan, sindrom Noonan, dan sindrom Ellis-van Creveld
Infeksi selama masa kehamilan
Penyakit diabetes tidak terkontrol selama masa kehamilan
Penggunaan obat-obatan selama masa kehamilan
Penyakit paru
Abnormalitas hemoglobin (methemoglobin atau sulfhemoglobin)
Dehidrasi
Hipoglisemi
Mekanisme :
<<surfaktan kolaps paru-paru dispnea << saturasi O2 deoksihemoglobin
sianosis
8. Apa interpretasi APGAR score dan bagaimana cara menilainya?
Makna klinis skor APGAR
APGAR Score
Merupakan alat untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5 variabel
(pernafasan, frek. Jantung, warna kulit, tonus otot & iritabilitas reflek)
Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950)
Dilakukan pada :
1 menit kelahiran, yaitu untuk menilai kemampuan adaptasi bayi terhadap
perubahan lingkungan dari intrauterine ke ekstrauterine atau untuk menilai
keadaan fisiologis bayi baru lahir.
Menit ke-5, untuk menilai keberhasilan tindakan resusitasi yang dilakukan serta
sebagai penentu prognosis.
Menit ke-10. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa
mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg kondisi neurologis. Penilaian dapat
dilakukan lebih sering jika ada nilai yg rendah & perlu tindakan resusitasi
Skor APGAR pada Kasus :
APGAR score 1 menit 4
APGAR score 5 menit 8
Berikut keterangan mengenai skor APGAR dan interpretasinya secara umum:
Kriteria 0 1 2
Activity
(tonus otot)
Lumpuh Fleksi tungkai atas
dan bawah
Gerakan aktif
Pulse
(denyut
jantung)
Tidak ada < 100x/min > 100x/min
Grimace
(refleks
iritabilitas)
Tidak ada respon Meringis Bersin atau
batuk, menjauh
saat saluran
napas
distimulasi
Appearance
(warna kulit)
Biru - abu-abu
atau pucat di
seluruh tubuh
Badan merah, kaki
dan tangan biru
Seluruh tubuh
dan anggota
gerak merah
Respiration
(pernapasan)
Tidak bernapas Menangis lemah;
terdengar seperti
merengek atau
mendengkur; Lambat,
ireguler
Baik, menangis
kuat
Asfiksia Sedang
*Penilaian pada satu menit pertama:
a. total nilai 7 - 10 : bayi dalam kondisi baik (bugar)
b. total nilai 4-6 : bayi mengalami sesak nafas (asfiksia) ringan - sedang
c. total nilai < 4 : bayi asfiksia berat.
*Penilaian 5 menit kemudian gunanya untuk menilai keberhasilan resusitasi terhadap
bayi dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian
skor Apgar). Nilai APGAR yang jelek pada lima menit akan menghasilkan kematian
bayi atau komplikasi syaraf pada bayi seperti cerebral palsy.
9. Apa saja diagnosis banding untuk kasus ini?
Hialin
membrane
disease
TTN PDA Pneumonia
aspiration
Meconium
aspiration
Grunting + + - - (wheezing) -
Cyanosis + - + + +
Breathing
problem
+ + + + +
Premature
baby
+ -/+ + - -
10. Apa interpretasi pemeriksaan fisik?
BB 1300 grams, PB 40cm, lingklar kepala 30 cm.
Perkiraan usia kehamilan Mrs. Lestari 34 minggu
BB, PB, dan Lingkar kepala pada kasus dinilai menggunakan kurva, sbb:
- BB : < 10th sentil
- PB : < 10th sentil
- Lingkar kepala : 25th sentil
Interpretasinya: small for gestational age (SGA) / KMK
tonus otot menurun, sedikit flexi pada tungkai, kulit tipis
1. Tonus otot lemah
normal: mampu melakukan gerakan aktif
interpretasi: terdapat keterbatasan gerakan
mekanisme: preterm paru belum sempurna bayi berusaha memenuhi
kebutuhan oksigennya energy yg dibutuhkan banyak cadangan energy
bayi akan makin berkurang tonus otot melemah.
2. Flexi ekstremitas kurang
normal: mampu memflexikan sampai mencapai sudut terkecilnya
interpretasi: menunjukan bahwa makin aterm, makin kecil sudut yang bisa
dibentuk.
mekanisme: perkembangan motorik terjadi dari proksimal ke distal karena
bayi masih preterm Flexi extrimitas kurang
3. Kulit tipis
normal: kulit halus, licin (pada usia 37-38 minggu)
interpretasi: tanda bayi premature
banyak lanugo pada tubuhnya, garis pada plantar 1/3 dari anterior kaki
banyaknya lanugo pada tubuh dan garis pada plantar 1/3 dari kaki merupakan standar
yang dapat dinilai untuk mengetahui usia bayi berdasarkan physical maturity
Ballard’s score.
Pada kasus ini, berdasarkan kondisi bayi Mrs. Lestari adalah belum cukup bulan
untuk lahir (preterm) berdasarkan penilaian Ballard’s score
Interpretasi 10 menit setelah kelahiran : manifestasi klinis dari respiratory distress
syndrome.
Bayi merintih : merupakan upaya dari bayi untuk bernafas (tertutupnya glottis
selama ekspirasi).
Retraksi pada dada : terjadi akibat adanya upaya dari bayi untuk bernafas. Selain itu,
restriksi otot dada juga disebabkan oleh karena adanya kolaps dari paru-paru, serta
tekanan negatif dalam rongga toraks yang menyebabkan otot dada tertarik
Sianosis: kurangnya suplai oksigen .
Mekanisme : <<surfaktan kolaps paru-paru dispnea << saturasi O2
deoksihemoglobin sianosis
11. Apa working diagnosis dan bagaimana cara diagnosis kasus ini?
WD : Bayi Mrs. Lestari laki-laki lahir premature dan BBLSR mengalami Respiratory
Distress Syndrome dengan Asphyxia
HTD
Preterm: dari anamnesis Mrs. Lestari lupa HPHT, namun dia memperkirakan usia
kehamilannya adalah 8 bulan, berdasarkan rumus
didapatkan kemungkinan usia kehamilan Mrs. Lestari adalah 34 minggu (<37
minggu), dan dari pemeriksaan fisik didapatkan penurunan tonus otot, flexi tungkai
yang sedikit, kulit tipis, lanugo diseluruh badan, garis pada 1/3 anterior plantar,
keseluruhan ini mengindikasikan bahwa bayi Mrs. Lestari lahir Preterm
BBLSR: diperkirakan usia kehamilan Mrs. Lestari adalah 34 minggu. BB bayi pada
kasus 1300 g (< 1500) dengan perkiraan usia kehamilan tersebut maka
diinterpretasikan sebagai BBLSR
SGA/ KMK
Kemungkinan usia kehamilan : 34 minggu
BB dan PB < 10th sentil dan lingkar kepala 25th sentil
Asfiksia
APGAR score menit pertama adalah 4 : asfiksia sedang
APGAR score menit ke 5 adalah 8 : normal (mengalami perbaikan)
RDS
Pada pemeriksaan fisik, pada 10 menit kelahiran bayi masih grunting, chest
indrawing, dan sianosis (derajat ditentukan dengan menggunakan down score)
Pemeriksaan Penunjang: Glukosa darah, Hb, Diff.count, Ht, pemeriksaan atas indikasi
(foto thorak, ECG, USG)
12. Apa etiologi, faktor resiko dan epidemiologi kasus ini? sintesis
13. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologi kasus ini?
Y = 11,03 + 7,75X
Poorly flexes at limbsThin skinMore lanugoPlantar creases 1/3 anterior
lahir prematur
Saturasi oksigen darah ↓
Paru-paru kollaps
Kuantitas dan kualitas surfaktan belum adekuat Absorbsi cairan paru-paru belum maksimal
sianosis
Sulit bernapas
chest indrawing; grunting
BB 1300g; PB 40cm; lingkar kepala 30cm
14. Apa saja manifestasi klinis pada kasus ini? sintesis
15. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Pencegahan
Pencegahan prematuritas, termasuk menghindarkan seksio sesaria yang tidakk
perlu atau kurang sesuai waktu
Manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran beresiko tinggi
Ramalan serta kemungkinan pengobatan imaturitas paru dalam uterus
Pemantauan intrauteri pada masa antenatal dan pemantauan intrapartum
Terapi kortikosteroid IM (menunda 48 jam atau lebih kelahiran)
Terapi glukokortikoid prenatal: mengurangi keparahan RDS dan komplikasi
premature lainnya
Pemberian 1 dosis surfactant ke dalam trakea bayi premature segera setelah lahir
atau selama umur 24 jam mengurangi mortalitas RDS.
Penatalaksanaan
a. Perawatan awal
Kontrol suhu tubuh (Cegah hipotermia)
- Keringkan bayi terlebih dahulu
- Ganti segera handuk yang telah basah dengan handuk kering
- Pasang topi pada kepala bayi
- Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 – 37°C) dengan meletakkan bayi
dalam inkubator antara 70 – 80%.
Nutrisi dan cairan
- Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari
glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari.
- Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40
kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi.
- Monitor kadar glukosa serum dan segera koreksi jika menurun
Atasi asidosis jika terjadi asidosis
- cairan yang diberikan dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan
natrium bikarbonat 1,5% dengan perbandingan 4 : 1
- Jumlah bikarbonat = B.E X BB (kg) X 0,3
b. Tindakan khusus Oksigen : Intra nasal, head box, continous positive airway pressure (CPAV) atau
bisa dengan ventilator
- Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk
mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 – 100 mmHg
- Oksigen intranasal 1-2 liter/menit dan rangsangan taktil dengan menepuk
telapak kaki atau memijit tendo achilles atau mengusap punggung bayi
- Pada PMH yang berat, kadang-kadang perlu dilakukan ventilasi dengan
respirator. Cara ini disebut Intermitten Positive Pressure Ventilation
(I.P.P.V.). I.P.P.V. ini baru dikerjakan apabila pada pemeriksaan O2 dengan
konsentrasi tinggi (100%), bayi tidak memperlihatkan perbaikan dan tetap
menunjukkan : PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg dan
masih sering terjadi asphyxial attact
Pemberian surfaktan
- Dulu dapat diberikan Aminofilin dan kortikosteroid IV pada bayi untuk
membantu pematangan paru.
- Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan
fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7 : 3
- Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan
menyemprotkan ke dalam trakea penderita.
- Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan
amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea. Beberapa jenis
surfaktan endogen yang dapat digunakan yaitu :
ALEC (Pumactant) : 100 mg (1,2 ml) diulang setelah 1 dan 24 jam
Curosurf (Poractant) : 100 mg/kg (1,25 ml/kg) bisa diulang setelah 12
dan 24 jam
Exosurf (Colfosceril) : 67,5 mg/kg (5 ml/kg) diulang setelah 12 dan 24
jam
Survanta (Beractant) : 100 mg/kg (4 ml/kg) diulang tiap 6 jam
c. Pencegahan perdarahan intracranial: Pemberian vitamin K
d. Pemberian antibiotik Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah terjadinya
infeksi sekunder.
Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai spektrum luas penisilin (50.000 U-
100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin
(3-5 mg/KgBB/hari).
Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai gejala
gangguan nafas tidak ditemukan lagi.
e. Perawatan bayi BBLR & Prematur: Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu 36,5-37,5°C
Bila bayi <1500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM
Bayi-bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 jam setelah
lahir)
Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemia
Jenis cairan
BB <2000 gr : dekstrose 7,5% 500cc dan NaCl 15% 6cc
Hari ketiga diberi protein 1gr/kgBB/hari
Dinaikkan perlahan-lahan 1,5gr, 2gr, 2,5gr, 3gr.
Pemberian ASI tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB<1500gr secara sonde dan
dilanjutkan dengan menghisap langsung ASI dari ibu, secara bertahap 1x/hari
dilanjutkan 2-3x/hari dan seterusnya akhirnya sampai penuh sampai bayi
dipulangkan.
16. Bagaimana prognosis kasus ini? Dubia
Prognosis baik bergantung pada adanya personel yang berpengalaman dan terampilunit
rumah sakit regional yang dirancang bagian dan disorganisasi secara khusus, peralatan
yang tepat dan tidak ada komplikasi (asfiksia janin dan bayi lahir berat, perdarahan
intracraninial, malformasi congenital yang tidak tepat diperbaiki). Harapan yang ada
pada bayi yang beratnya >1500 gram adalah jauh lebih baik. 80 % dari yang beratnya
<1500 garm tidak mengalami sekuele neurologis atau mental
Prognosis jangka panjang untuk tercapainya fungsi paru yang normal pada kebanyakan
bayi RDS yang bertahan hidup adalah sangat baik. Namun, bayi yang berhasil berhasil
bertahan hidup dari kegagalan pernapasan neonatus yang berat dapat mengalami
gangguan paru dan perkembangan saraf yang bearti.
17. Apa saja komplikasi kasus ini? sintesis
18. Apa KDU kasus ini? 3 B
IV. HIPOTESIS
“Bayi Mrs. Lestari laki-laki lahir premature dan BBLSR mengalami Respiratory Distress
Syndrome dengan Asphyxia”
V. KERANGKA KONSEP
Bayi laki-laki Mrs. Lestari
Anamnesis
Usia mrs.lestari:16 th Kontraksi uterus : his Lupa HPHT, perkiraan usia kehamilan 8 bulan Primigravida Lahir spontan (30mnt) Ketuban pecah 1 jam sebelum melahirkan Bayi tidak menangis spontan Grunting, sianosis
VI. SINTESIS
BAYI PREMATUR
Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan dalam usia gestasi kurang dari 37 minggu. Secara
fisiologis, kondisi bayi prematur adalah sebagian masih sebagai janin dan sebagai bayi baru
lahir. Bayi pematur yang dilahirkan dalam usia gestasi <37 minggu mempunyai resiko tinggi
terhadap pernyakit-penyakit yang berhubungan dengan prematuritas, antara lain sindroma
gangguan pernafasan idiopatik (penyakit membran hialin), aspirasi pneumonia karena refleksi
menelan dan batuk belum sempurna, perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat
anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan, hiperbilirubinemia, karena fungsi hati
belum matang), hipotermia.
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir
< 2500 g : low birthweight (LBW)
< 1500 g : very birthweight (VLBW)
< 1000 g : extremely birthweight (ELBW)
Klasifikasi umur kehamilan berdasarkan ukuran
Berat antara 90th dan 10th sentil untuk gestasi : AGA
Berat < 10th sentil untuk gestasi : SGA
BB : 1300 g PB : 40 cm LK : 30 cm Perkiraan usia
kehamilan : 34 minggu
Tonus otot menurun Flexi tungkai sedikit Kulit tipis Lanugo diseluruh
badan Plantar creases 1/3
anterior
Anamnesis
Usia mrs.lestari:16 th Kontraksi uterus : his Lupa HPHT, perkiraan usia kehamilan 8 bulan Primigravida Lahir spontan (30mnt) Ketuban pecah 1 jam sebelum melahirkan Bayi tidak menangis spontan Grunting, sianosis
Grunting Chest indrawing Sianosis APGAR score menit
pertama: 4 APGAR score menit ke
5: 8
RDS dengan Asfiksia prematurBBLSR, SGA
Berat > 90th dan 10th sentil untuk gestasi : LGA
Komplikasi prematur
a. Paru-paru
Produksi surfaktan seringkali tidak memadai guna mencegah alveolar collapse dan
atelektasis, yang dapat terjadi Respitarory Distress Syndrome.
b. SSP ( Susunan syaraf pusat)
Disebabkan tidak memadainya koordinasi refleks menghisap dan menelan, bayi yang
lahir sebelum usia gestasi 34 minggu harus diberi makanan secara intravena atau melalui
sonde lambung. Immaturitas pusat pernafasan di batang otak mengakibatkan apneic
spells (apnea sentral).
c. Infeksi
Sepsis atau meningitis kira-kira 4X lebih berisiko pada bayi premature dari pada bayi
normal.
d. Pengaturan suhu
Bayi prematur mempunyai luas permukaan tubuh yang besar dibanding rasio masa tubuh,
oleh karena itu ketika terpapar dengan suhu lingkungan di bawah netral, dengan cepat
akan kehilangan panas dan sulit untuk mempertahankan suhu tubuhnya karena efek
shivering pada prematur tidak ada
e. Saluran pencernaan (Gastrointestinal tract).
f. Volume perut yang kecil dan reflek menghisap dan menelan yang masih
immatur pada bayi prematur, pemberian makanan melalui nasogastrik tube dapat terjadi
risiko aspirasi.
g. Ginja
Fungsi ginjal pada bayi prematur masih immatur, sehingga batas konsentrasi dan dilusi
cairan urine kurang memadai seperti pada bayi normal.
h. Hiperbilirubinemia
Pada bayi prematur bisa berkembang hiperbilirubinemia lebih sering daripada pada bayi
aterm, dan kernicterus bisa terjadi pada level bilirubin serum paling sedikit 10mg/dl (170
umol/L) pada bayi kecil, bayi prematur yang sakit.
i. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan penyebab utama kerusakan otak pada periode perinatal. Kadar
glukosa darah kurang dari 20 mg/100cc pada bayi kurang bulan atau bayi prematur
dianggap menderita hipoglikemia.
j. Mata
Retrolental fibroplasia, kelainan ini timbul sebagai akibat pemberian oksigen yang
berlebihan pada bayi prematur yang umur kehamilannya kurang dari 34 minggu.
Tekanan oksigen yang tinggi dalam arteri akan merusak pembuluh darah retina yang
masih belum matang (immatur).
Mekanisme imunologi kelahiran prematur
Telah disebutkan bahwa banyak faktor-faktor yang menyebabkan kelahiran prematur, yaitu :
nutrisi yang buruk, pecandu alkohol, perokok, infeksi, ketuban pecah prematur, multipel gestasi,
gangguan koagulasi, solusio plasenta. Faktor-faktor tersebut terjadi karena adanya inflamasi
pada plasenta yang diinduksi oleh proinflamatory cytokines sehingga terjadi gangguan pada
fetus yang disebabkan innate immune system
Suatu mekanisme imunologi yang menjaga agar fetus dalam keadaan aman adalah dengan
meregulasi kadar cytokine pada plasenta. Beberapa literatur menyebutkan bahwa produksi
proinflamatory cytokines yang berlebihan pada plasenta , seperti Interleukin (IL)-1ß , Tumor
Necrosis Factor (TNF)-a , dan Interferon (IFN)-g sangat berbahaya pada kehamilan. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa IL-10 yang terdapat pada plasenta merupakan cytokine yang
penting karena dapat menekan produksi proinflamatory cytokines yang diproduksi sel lain.
Imunomodulator yang berperan pada pertahanan fetus adalah progesterone yang terdapat pada
plasenta dengan cara menghambat mitogen-stimulated lymphocyte proliferation , meningkatkan
survival time, mengatur produksi antibodi, menurunkan produksi monosit yang berlebihan,
mengurangi produksi proinflamatory cytokines oleh makrofag yang merupakan hasil produksi
bakteri dan perubahan sekresi cytokines dari T-cell ke IL-10. Mekanisme tentang peran
progesterone sebagai imunomodulator pada jaringan reproduksi masih belum jelas tapi terlibat
secara langsung dan tidak langsung pada proses immune cell.
Gambar.1. Alur biokimia terjadinya kelahiran prematur. ( Dikutip dari Peltier.RM. Immunology
of term and preterm labor. In: Reproductive Biology and Endocrinology 2003)
Perkembangan Paru Normal
Perkembangan paru normal dapat dibagi dalam beberapa tahap. Selama tahap awal
embryonik paru-paru berkembang diluar dinding ventral dari primitive foregut endoderm. Sel
epithel dari foregut endoderm bergerak di sekitar mesoderm yang merupakan struktur teratas
dari saluran napas. Selama tahap canalicular yang terjadi antara 16 dan 26 minggu di uterus,
terjadi perkembangan lanjut dari saluran napas bagian bawah dan terjadi pembentukan acini
primer. Struktur acinar terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli
rudimenter. Perkembangan intracinar capillaries yang berada disekeliling mesenchyme,
bergabung dengan perkembangan acinus. Lamellar bodies mengandung protein surfaktan dan
fosfolipid dalam pneumocyte type II ,dapat ditemui dalam acinar tubulus pada stadium ini.
Perbedaan antara pneumocyte tipe I terjadi bersama dengan barier alveolar-capillary.
Fase saccular dimulai dengan ditandai adanya pelebaran jalan napas perifer yang
merupakan dilatasi tubulus acinar dan penebalan dinding yang menghasilkan peningkatan
pertukaran gas pada area permukaan. Lamellar bodies pada sel type II meningkat dan maturasi
lebih lanjut terjadi dalam sel tipe I. Kapiler-kapiler sangat berhubungan dengan sel tipe I ,
sehingga akan terjadi penurunan jarak antara permukaan darah dan udara. Selama tahap alveolar
dibentuk septa alveolar sekunder yang terjadi dari gestasi 36 minggu sampai 24 bulan setelah
lahir. Septa sekunder terdiri dari penonjolan jaringan penghubung dan double capillary loop.
Terjadi perubahan bentuk dan maturasi alveoli yang ditandai dengan penebalan dinding alveoli
dan dengan cara apoptosis mengubah bentuk dari double capillary loop menjadi single capillary
loop . Selama fase ini terjadi proliferasi pada semua tipe sel . Sel-sel mesenchym berproliferasi
dan menyimpan matrix ekstraseluler yang diperlukan. Sel sel epithel khususnya pneumocytes
tipe I dan II, jumlahnya meningkat pada dinding alveoli dan sel-sel endothel tumbuh dengan
cepat dalam septa sekunder dengan cara pembentukan berulang secara berkelanjutan dari double
capillary loop menjadi single capillary loop. Perkiraan jumlah alveolus pada saat lahir dengan
menggunakan rentang antara 20 juta – 50 juta sudah mencukupi. Pada dewasa jumlahnya akan
bertambah sampai sekitar 300 juta
ASFIKSIA NEONATORUM
Defenisi Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia), menurunnya perfusi darah ke
organ (iskemia) dan disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Secara klinis
keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.
Etiologi Asfiksia
Hipoksia janin
Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,
penyakit jantung sianosis, gagal pernapasan, atau keracunan karbon monoksida
Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan komplikasi
anestesi spinal atau akibat kompresi vena kava dan aorta pada uterus gravid
Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani uterus,
yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan
Pemisahan plasenta premature
Sirkulasi darah melalui talipusat terhalang akibat adanya kompresi atau pembentukan
simpul pada talipusat
Vasokonstriksi pembuluh darah uterus oleh kokain
Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca maturitas
Hipoksia yang terjadi sesudah lahir
Anemia cukup berat, yang sampai menurunkan kandungan oksigen darah ke tingkat
kritis, akibat perdarahan berat atau hemolitik
Syok cukup berat, yang sampai menganggu pengangkutan oksigen ke sel-sel vital, akibat
perdarahan adrenal perdarahan intraventikuler, infeksi yang berlebihan, atau kehilangan
darah massif
Kurangnya sturasi oksigen arteria disebabkan gagal terjadinya pernapasan yang adekuat
pada pasca lahir, akibat cacat, nekrosis atau jejas pada otak
Kegagalan oksigenasi sejumlah darah yang adekuat akibat adanya bentuk penyakit
jantung congenital sianosis, atau defisiensi fungsi paru yang berat.
Stadium Pada Asfiksia
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 stadium,
yaitu:
1. Stadium Dispnea
Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 akan merangsang pusat
pernafasan, gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) bertambah dalam dan cepat disertai
bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan, mata menonjol,
denyut nadi dan tekanan darah meningkat. Bila keadaan ini berlanjut, maka masuk ke stadium
kejang.
2. Stadium Kejang
Berupa gerakan klonik yang kuat pada hampir seluruh otot tubuh, kesadaran hilang dengan
cepat, spinkter mengalami relaksasi sehingga feses dan urin dapat keluar spontan. Denyut nadi
dan tekanan darah masih tinggi, sianosis makin jelas. Bila kekurangan O2ini terus berlanjut,
maka penderita akan masuk ke stadium apnoe.
3. Stadium Apnea
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot menjadi lemah, hilangnya refleks,
dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya
berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti
dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut
beberapa saat lagi.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar
antara 3-5 menit.
Tanda Kardinal Asfiksia
a. Tardieu’s spot (Petechial hemorrages)
Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan
overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti
kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin,
konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan
otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus,
mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.
b. Kongesti dan Oedema
Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah
terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang
diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang
terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong
darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan
cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela
jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).
c. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi
akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini
tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml
darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total
hemoglobin.
Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan
terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak
teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak
tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu
periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi
akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam
periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan
tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin
hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama
pada jantung dan hati akan berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan
menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen
dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan
mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan
jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya
resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain
akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh
berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
Manifestasi klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
Apnea
Pucat '
Sianosis
penurunan terhadap stimulus.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah Kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH
Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Gambaran patologi
Penatalaksanaan
a. Tindakan Umum
Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir,
bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas
ayang lebih dalam.
Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan
bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat
dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang
diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message
jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal
lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi
maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung
serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit
Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
Definisi
Penyakit membran hialin juga dikenal sebagai sindrom gawat napas (respiratory distress
syndrome / RDS). Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi premature.
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat
(dyspnea ), frekuensi napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi
oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata
pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya
hyaline membran pada saat otopsi.
Menurut Murray et.al (1988) disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara
langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat
dan adanya disfungsi organ non pulmonar.
Definisi menurut Bernard et.al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak,
tekanan arteri pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium
kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya
sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong
suatu RDS .
Epidemiologi
30% kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasinya.
RDS terutama terjadi pada bayi premature, 60-80 % pada usia kehamilan <28 minggu,
15-30 % pada usia kehamilan antara 32-36 minggu, 5% pada usia kehamilan > 37
minggu.
Jarang terjadi pada bayi a’term
Frekuensinya meningkat pada ibu yang DM, persalinan cepat,persalinan sebelum umur
kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan seksio sesaria, asfiksia, stress
dingin
Etiologi dan Faktor Risiko
Risiko meningkat apabila ada:
Prematuritas
Jenis kelamin laki-laki
Neonatus dari ibu dengan diabetes
Risiko berkurang apabila ada:
Stres intrauterin kronis
Ketuban Pecah Dini dalam waktu lama
Hipertensi ibu
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK)
Kortikosteroid – Prenatal
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal,
maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline
Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi
surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada
paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan
berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala
tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
Stadium 3. Kumpulan
alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Stadium 4.
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat
Gejala Klinis :
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan. Kesulitan bernapas yang terlihat mencakup:
Takipnea yang meningkat (> 60/menit)
Retraksi dada
Sianosis pada udara kamar yang menetap atau progresif, lebih dari 24-48 jam pertama
kehidupan
Foto rontgen yang khas menunjukkan adanya pola retikulogranular seragam dan
bronkogram udara.
Menurunnya udara yang masuk
Grunting
Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut
apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak
kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36
jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72
jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama
Patofisiologi Respiratory Distress Syndrome
Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax
masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi
kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan
seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi
dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma
atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial
sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari
darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses
penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan
bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air
bronchogram
.
Surfaktan
Suatu bahan senyawa kimia yang memiliki sifat permukaan aktif. Surfaktan pada paru manusia
merupakan senyawa lipoprotein dengan komposisi yang kompleks dengan variasi berbeda
sedikit diantara spesies mamalia. Senyawa ini terdiri dari fosfolipid (hampir 90% bagian),
berupa Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC) yang juga disebut lesitin, dan protein surfaktan
sebagai SPA, SPB, SPC dan SPD (10% bagian). DPPC murni tidak dapat bekerja dengan baik
sebagai
surfaktan pada suhu normal badan 37°C, diperlukan fosfolipid lain (mis. fosfatidilgliserol)
dan juga memerlukan protein surfaktan untuk mencapai air liquid-interface dan untuk
penyebarannya keseluruh permukaan.
Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan
mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26 minggu, yang mulai berfungsi pada masa
gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor
kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi surfaktan dapat dipercepat lebih dini
dengan meningkatnya pengeluaran kortisol janin yang disebabkan oleh stres, atau oleh
pengobatan deksamethason yang diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi dengan
defisiensi surfaktan. Karena paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah
fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur
kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin/sfingomielin dari cairan amnion.
Sfingomielin adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan tubuh lainnya kecuali paru-paru.
Jumlah lesitin meningkat dengan bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomielin jumlahnya
menetap. Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-32 minggu, dan menjadi 2:1 pada gestasi 35
minggu.
Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah
50% akan menjadi RDS, dan rasio kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi RDS. Bila radius
alveolus mengecil, surfaktan yang memiliki sifat permukaan alveolus, dengan demikian
mencegah kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi. Kurangnya surfaktan adalah penyebab
terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatnya distres pernafasan pada
24-48 jam pasca lahir.
Fungsi Surfaktan
Pada tahun 1929 Von Neegard menyatakan bahwa tegangan permukaan paru lebih rendah dari
cairan biologi normal karena menemukan adanya perbedaan elastisitas pada paru-paru yang
terisi udara dan terisi larutan garam ( saline ). Disebutkan juga bahwa tegangan permukaan
adalah lebih penting dari kekuatan elastisitas jaringan untuk kekuatan penarikan paru pada saat
mengembang.
Tegangan permukaan antara air-udara alveoli memberikan kekuatan penarikan melawan
pengembangan paru. Hukum Laplace menyatakan bahwa perbedaan tekanan antara ruang udara
dan lapisan (D P) tergantung hanya pada tegangan permukaan (T) dan jarak dari alveoli (D P =
2T /r). Kekuatan sebesar 70 dynes/cm2menghasilkan hubungan antara cairan – udara dalam
alveoli dan dengan cepat akan menyebabkan kolapsnya alveoli dan kegagalan nafas jika tidak
berlawanan.
Pada tahun 1950, Clements dan Pattle secara independen mendemonstrasikan adanya ekstrak
paru yang dapat menurunkan atau mengurangi tegangan permukaan fosfolipid paru. Beberapa
tahun berikutnya yaitu pada tahun 1959 Avery dan Mead menyatakan bahwa RDS pada bayi
prematur disebabkan adanya defisiensi bahan aktif permukaan paru yang disebut surfaktan paru.
Surfaktan merupakan suatu komplek material yang menutupi permukaan alveoli paru, yang
mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput fosfolipid cair, yang dapat
menurunkan tegangan permukaan antara air-udara dengan harga mendekati nol, memastikan
bahwa ruang alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan mempertahankan volume residual
paru pada saat akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan permukaan juga memastikan bahwa jaringan
aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke dalam intersisial. Kebocoran surfaktan menyebabkan
akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli. Surfaktan juga berperan dalam meningkatkan klirens
mukosiliar dan mengeluarkan bahan particulate dari paru.
Setelah beberapa percobaan dengan pemberian surfaktan aerosol pada bayi-bayi RDS tidak
berhasil , dilakukan percobaan pemberian surfaktan secara intratrakeal pada bayi hewan
prematur. Pada tahun 1980 Fujiwara dkk melakukan uji klinik pemberian preparat surfaktan dari
ekstrak paru sapi (Surfaktan TA) pada 10 bayi dengan RDS berat. Penelitian secara randomized
controlled trials dengan sampel kecil pada tahun 1985 dengan memberikan preparat surfaktan
dari lavas alveoli sapi atau cairan amnion manusia memberikan hasil yang signifikan terhadap
penurunan angka kejadian pneumothorax dan angka kematian . Penelitian-penelitian yang
dilakukan di berbagai pusat penelitian pada tahun 1989 menyatakan tentang keberhasilan tentang
menurunnya angka kematian dan komplikasi dari RDS di amerika. Pada tahun 1990 telah
disetujui penggunaan surfaktan sintetik untukterapi RDS di amerika, dan tahun 1991 disetujui
penggunaan terapi surfaktan daribinatang.
Komposisi Surfaktan Paru
Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesa dan disekresi oleh sel alveolar
tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epithel.
Surfaktan paru merupakan senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan
10% protein. Secara keseluruhan komposisi lipid dan fosfolipid dari surfaktan diisolasi dari
bermacam-macam spesies binatang yang komposisinya hampir sama. Pada manusia
phosphatidylcholine mengandung hampir 80% total lipid, yang separuhnya adalah
dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), 8% lipid netral, dan 12% protein dimana sekitar
separuhnya merupakan protein spesifik surfaktan dan sisanya protein dari plasma atau jaringan
paru. Fosfolipid surfaktan terdiri dari 60% campuran saturated phosphatidylcholine yang 80%
mengandung dipalmitoylphosphatidylcholine, 25% campuran unsaturated phosphatidylcholine,
dan 15% phosphatidylglycerol dan phosphatidylinositol dan sejumlah kecil phosphatidylserine,
phosphatidylethanolamine ,sphingomyeline, dan glycolipid.(dikutip dari Dobbs, 1989; Van
Golde, 1988; Wright and Clements, 1987).
Fosfolipid saturasi ini merupakan komponen penting untuk menurunkan tegangan permukaan
antara udara dan cairan pada alveolus untuk mencegah kolaps saluran napas pada waktu
ekspirasi. Pada tahun 1973 menurut King dkk,dan Possmayer, 1988 terdapat 4 macam protein
spesifik surfaktan dengan struktur dan fungsi yang berbeda. Keempat macam protein tersebut
adalah SP-A, SP-B, SP-C dan SP-D. Protein tersebut didapat dari cairan lavage bronkoalveoli
( BALF) dan dengan tehnik ultrasentrifugasi serta pemberian pelarut organik kaya lemak, dapat
dipisahkan dan dibedakan menjadi dua golongan yaitu hydrofobik dengan berat molekul rendah
SPB dan SP-C, sedangkan SP-A dan SP-D merupakan hidrofilik dengan berat molekul
tinggi.
Sintesa dan Sekresi Surfaktan
Surfaktan paru disintesa dalam sel alveoli type II, satu dari dua sel yang ada dalam
epithel alveoli. Surfaktan fosfolipid terbugkus dengan surfaktan protein B dan C dalam lamelar
bodies yang disekresi dalam rongga udara dengan cara eksositosis. Secara ekstraseluler,
fosfolipid dan lamelar bodies berinteraksi dengan SP-A dan kalsium untuk membentuk tubular
myelin yang merupakan bentukan suatu bahan kaya lemak dari lapisan tipis fosfolipid yang
terdiri dari lapisan tunggal dan lapisan ganda yang dihasilkan antara permukaan udaraair.
Lapisan tipis monomolekuler menurunkan kekuatan tegangan permukaan yang cenderung
mambuat kolapnya paru. Dalam kondisi normal, sebagian besar surfaktan berada dalam rongga
alveoli yang merupakan bentuk fungsional aktif dalam jumlah besar ( large aggregates (LA),
dengan sisa yang ditemukan dalam bentuk kantong surfaktan kecil atau dalam jumlah kecil
(small aggregrates (LA) yang mengandung bahan degradasi. Surfaktan dibersihkan dengan
pengambilan kembali oleh sel type II, kemudian keduanya akan mengalami degradasi oleh
marofag alveoli dan sebagian kecil berada dalam saluran pernapasan dan melintasi barier epithel
endothel.
Gejala defisiensi surfaktan ditandai adanya atelektasis, kolaps alveoli, dan hipoksemia.
Pemberian secara intratrakeal surfaktan eksogen yang merupakan campuran SP-B, SP-C, dan
fosfolipid merupakan kriteria standard untuk terapi bayi dengan RDS . Campuran surfaktan ini
bekerja dengan cepat untuk meningkatkan pengembangan dan volume paru, dengan hasil
menurunnya kebutuhan oksigen dan ventilasi tekanan positip.
Keefektifan terapi surfaktan kemungkinan disebabkan karena menurunnya tegangan
permukaan dan pengambilan kembali partikel surfaktan dari epitel saluran napas. Penggunaan
terapi surfaktan dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
tetapi kurang signifikan untuk barotrauma dan penyakit paru kronik.
Jenis Surfaktan
Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu :
1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan dari cairan amnion
sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan
2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologik
Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmitoylphosphatidylcholine
(DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat
dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama
di pasarkan di amerika dan eropa.2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang
dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC ( Venticute), belum pernah ada
penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi premature
Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi
dengan dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), tripalmitin, dan palmitic misalnya
Surfactant TA, Survanta
Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau
babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi
adalah Curosurf
Saat ini ada 2 jenis surfaktan di indonesia yaitu :
1. Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol.
2. Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta biologi
dibanding sintetik terletak di protein.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
Gas darah: mengungkap adanya hipoksia, hiperkarbia, asidosis
Gambaran darah lengkap dan biakan darah diperlukan untuk menyisihkan
kemungkinan infeksi
Kadar glukosa darah biasanya rendah
Pemeriksaan rontgen dada:
Adanya penampilan seperti ground glass appearance, infiltrat halus dengan
bronkogram udara
Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :
Ruptur alveoli: Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS
yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya
asidosis yang menetap.
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan
invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi.
Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan
RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan
pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat
dengan menurunnya masa gestasi.
Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa
gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.