kel.15 zakat
TRANSCRIPT
MAKALAH
ZAKATDiajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
Pada mata kuliah “Akuntansi Syari’ah”
Disusun oleh :
Ridwan Arifin Nasution (081400145)
Nevy Astiyani (081400143)
EKIS-A / SMT VI
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
“SULTAN MAULANA HASANUDDIN“ BANTEN
2011M/1432 H
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah, Rab yang menguasai perbendaharaan di alam
semesta ini dan mengaruniakannya kepada setiap makhluk yang ia kehendaki. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada uswah kita Rasulullah Muhammad SAW. juga
kepada segenap keluarga, para sahabat serta umat beliau hingga akhir zaman. Amin.
Dengan pertolongan Allah dan usaha yang sungguh-sungguh penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Zakat”.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu
mendorong untuk menyelesaikan makalah ini, di tengah kesibukan penulis dalam
melaksanakan berbagai tugas yang diamanahkan selama ini.
Akhirnya meskipun makalah ini telah selesai disusun, tetapi jauh dari kesempurnaan.
Karenanya kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan.
Kepada Allah, penulis lantunkan do’a dan harapan mudah-mudahan makalah ini akan
menjadi ilmu yang bermanfaat sehingga akan menambah timbangan amal kebaikan kelak
kemudian hari ketika menghadap Allah SWT. Amin.
Serang, 24 Maret 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. iDAFTAR ISI ............................................................................................................. iiBAB I : PENDAHULUAN …………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………… 1BAB II : PEMBAHASAN …………………………………………………… 4
2.1. Pengertian Zakat ……………………………………………. 42.2. Hikmah dan Manfaat Zakat …………………………………. 52.3. Harta Sebagai Sumber Zakat ………………………………... 92.4. Persyaratan Harta Menjadi Sumber Atau Objek Zakat ……... 112.5. Landasan Al-Quran dan Al-Hadits …………………………. 15
2.5.1. Al-Quran …………………………………………… 152.5.2. Al-Hadits …………………………………………… 15
2.6. Sumber-Sumber Zakat Secara Terperinci …………………... 152.6.1. Zakat hewan ternak ………………………………… 162.6.2. Zakat emas dan perak ……………………………… 172.6.3. Perdagangan ……………………………………….. 182.6.4. Hasil pertanian (tanaman dan buah-buahan) ………. 182.6.5. Zakat rikaz, al-ma’adin, serta hasil laut ……………. 192.6.6. Zakat investasi ……………………………………... 19
2.6.6.1. Investasi dalam saham ………………….. 192.6.6.2. Investasi dalam Obligasi ………………... 192.6.6.3. Investasi dalam asset ……………………. 19
2.7. Hubungan Antara Infak,zakat, dan shadaqah ……………….. 192.7.1. Infak ……………………………………………….. 192.7.2. Shadaqah …………………………………………… 212.7.3. Orang yang wajib zakat ……………………………. 212.7.4. Orang yang tidak boleh menerima zakat ………....... 21
BAB III : PENUTUP …………………………………………………………. 223.1. Kesimpulan …………………………………………………. 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi yang sangat
penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran islam maupun dari sisi
pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu
rukun islam yang ketiga, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadits nabi Muhammad
SAW., sehingga keberadaaannya dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidh-dharuurah atau
diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keimanan seseorang1. Di
dalam Al-Qur’an terdapat dua puluh tujuh ayat yang mengajarkan kewajiban shalat dengan
kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata. Di dalam Al-Qur’an terdapat pula berbagai ayat
yang memuji orang-orang yang secara sungguh-sungguh menunaikannya, dan sebaliknya
memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya. Karena itu, khalifah Abu
Bakar Ash-Shiddiq bertekad memerangi orang orang yang shalat, tetapi tidak mau
mengeluarkan zakat. Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat
adalah suatu kedurhakaan dan jika hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan kedurhakaan
dan kemaksiatan lain.
Salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrumen pemerataan dan belum
terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga-lembaga pengumpul zakat, karena
pengetahuan masyarakat terhadap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya masih terbatas pada
sumber sumber konvensional yang secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
dengan persyaratan tertentu. Oleh karena itu, salah satu pembahasan yang penting dalam fiqih
zakat adalah menentukan sumber sumber harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. (Al-Amwaal
Az-Zakawiyyah) apalagi bila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi yang terus berkembang dari
waktu ke waktu. Al-Qur’an dan Al-Hadits secara eksplisit menyebutkan beberapa jenis harta
yang wajib di zakati, seperti emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan,
hewan ternak dan barang temuan (rikaz) sementara itu Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (wafat 751
H) menyatakan bahwa harta zakat itu terbagi kedalam empat kelompok besar. Pertama
kelompok tanaman dan buah buhan. Kedua kelompok hewan ternak yang terdiri dari tiga
jenis yaitu unta, sapi dan kambing. Ketiga kelompok emas dan perak. Keempat kelompok
harta perdangan dengan berbagai jenisnya. Sedangkan rikaz atau barang temuan, sifatnya
1 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 1
1
insidental. Dinyatakan pula dalam Al-Amwaalz az-Zakawiyyah bahwa Al-Amwaal Az
Zakawiyyah (harta yang wajib dikeluarkan zakatnya) itu terbagi atas dua bagian pertama
harta zahir yaitu harta yang tampak dan tidak mungkin orang menyembunyikannya, seperti
tanaman dan buah buahan. Kedua harta batin yaitu harta yang mungkin saja seseorang
menyembunyikannya, seperti emas dan perak.
Dalam menentukan rincian Al-Amwaal Az-Zakawiyyah terdapat perbedaaan
pendapat para ulama. Sebagai contoh Imam Malik (wafat 179 H) dan Imam Syafi’I (wafat
204 H) mengemukakan bahwa yang dikenakan zakat dari jenis tumbuh tumbuhan ialah
semua yang dijadikan bahan makanan pokok dan tahan lama. Imam Ahmad (wafat 241 H)
merumuskan bahwa buah-buahan dan biji-bijian yang dimakan oleh manusia yang lazim
ditakar dan disimpan serta telah memenuhi persyaratan zakat harus dikeluarkan zakatnya.
Imam Abu Hanifa (wafat 150 H) merumuskan bahwa yang wajib dikeluarkan zakatnya
adalah semua hasil bumi tadah hujan atau dengan upaya penyiraman, kecuali kayu-kayuan
dan rumput-rumputan. Hasil bumi berupa kapas, tercatat merupakan pendapat Abu Hanifah
dan Imam Ahmad mengkategorikan madu kedalam kelompok hasil pertanian yang dikenakan
zakat. Pendapat yang beragam akan ditemukan pula dalam bidang harta peternakan, harta
perdagangan, dan harta lainnya.2
Harta yang dimiliki atau yang diinginkan untuk dimiliki oleh manusia, pada
kenyataannya sangat beragam dan berkembang terus menerus. Keragaman dan
perkembangan tersebut berbeda dari waktu kewaktu tidak terlepasa kaitannya dengan ‘urf
(adat) dalam lingkungan kebudayaan dan peradaban yang berbeda beda. Di Indonesia
misalnya, di bidang pertanian, disamping pertanian yang bertumpuh pada usaha pemenuhan
kebutuhan pokok, seperti tanaman padi dan jagung, kini sektor pertanian sudah terkait erat
dengan sektor perdagangan. Demikian pula sektor perdagangan yang kini perkembangan
sangat pesat, mencakup komoditi perdagangan hasil bumi, hasil hutan, hasil laut dan
sebagainya. Juga kegiatan jasa yang melahirkan profesi yang ber macam macam, seperti
konsultan dalam berbagai bidang kehidupan, tenaga keksehatan (dokter dan para medis
lainnya) tenaga ahli dalam berbagai bidang, tenaga pengajar, para pegawai serta karyawan
dalam berbagai kegiatan ekonomi dan sebagainya.
Sektor perdagangan dan perusahaan, kini juga melebar pada perdagangan pada valuta
asing, pardagangan saham, pasar modal, obligasi, sertifikat, dan surat berharga lainnya.
Perusahaan pun telah berkembang sedemikian rupa. Jika dahulu kebanyakan bersifat
2 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 3
2
perseorangan ataupun keluarga, kini berkembang menjadi usaha bersama semacam CV, PT,
KOPERASI, dan lain sebagainya.
Perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat kini memasuki
era baru, yaitu dikeluarkannya undang-undang yang berkaitan dengannya, sekaligus berkaitan
dengan pajak. Undang-undang tersebut adalah undang-undang no. 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) no. 581 tahun 1999 tentang
pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan keputusan direktur jenderal bimbingan
masyarakat dan urusan haji nomor D/ tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat
serta Undang-Undang No. 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga Undang-Undang No. 7
tahun 1983 tentang pajak penghasilan.
Dalam Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang zakat, yaitu pada bab IV tentang
pengumpulan zakat, pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) di kemukakan secara eksplisit tentang
harta yang termasuk dalam objek zakat, sementara dalam undang-undang pajak, yaitu
undang-undang no. 17 tahun 2000 dalam pasal 9 ayat (1) dikemukakan bahwa untuk
menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap dan tidak boleh dikurangkan, harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan
warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas
penghasilan nyata nyata dibayarkan wajib pajak, orang pribadi pemeluk agama islam dan
atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan
amil zakat (BAZ) atau lembaga amil zakat (LAZ) yang di bentuk dan disahkan oleh
pemerintah.3
Karena keterkaitan antara zakat dan pajak, terutama pajak penghasilan, demikian kuat
dalam undang-undang tersebut, Undang-undang tersebut pun menyiratkan tentang perlunya
BAZ dan LAZ meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional, amanah,
terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola
zakat, baik pengambilannya maupun pendistribusiannya terarah yang kesemuanya itu dapat
meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para mustahik.
BAB II3 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 5
3
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti yakni Al-Barakatuh (
(البرك yaitu keberkahan, Al-Namaa �ما)) yaitu الّن pertumbuhan dan perkembangan, At-
Taharatu (الّط�هرة) yaitu kesucian dan As-Shalahu (الّص�اله) keberesan. Sedangkan secara
istilah, meskipun para ulama mengemukakannya lewat redaksi yang agak berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah
bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang allah swt. Mewajibkan kepada pemiliknya
untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.4
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian zakat menurut
istilah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan
menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (baik). Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam surah at taubah ayat 103 dan surah Ar rum ayat 39.
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu
itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui.
Maksudnya : zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-
lebihan kepada harta benda Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam
hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Artinya : Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipatgandakan
hartanya.
4 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 7
4
2.2. Hikmah Dan Manfaat Zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang sebagaimana telah dikemukakan dalam
babi mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang bertkaitan
dengan orang yang berzakat (muzakki), maupun dengan penerimanya (mustahik), harta yang
dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan.
Hikmah dan manfaat tersebut antara lain sebagai berikut :
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah Swt. mensyukuri nikmatnya,
menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat
kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan
mengembangkan harta yang dimiliki. Seperti firman Allah swt. dalam surah At-Taubah : 103
dan surah Ar-Ruum : 39. Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan semakin
bertambah dan berkembang. Firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 7 adalah:
Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong,
membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik
dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak,
dapat beribadah kepada allah swt, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan
sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika mereka melihat
orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar
memenuhi kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin yang bersifat konsumtif dalam
waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan
cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan
menderita.
Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, di samping akan menimbulkan sifat hasad
dan dengki dari orang orang yang miskin dan menderita, juga akan mengundang azab allah
swt. Firman nya dalam surah An Nisaa : 37
5
Artinya : (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan
menyembunyikan karunia Allah yang Telah diberikan-Nya kepada mereka. dan
kami Telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan.
maksudnya kafir terhadap nikmat Allah, ialah Karena kikir, menyuruh orang lain
berbuat kikir. menyembunyikan karunia Allah berarti tidak mensyukuri nikmat
Allah.
Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang orang kaya yang
berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad
di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memliki waktu dan kesempatan
untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Allah SWT.
berfirman dalam surah Al Baqarah : 273
Artinya : (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah;
mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka
orang Kaya Karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka
dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.
Di samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk
konkret dari jaminan social yang di syari’atkan oleh ajaran islam. Melalui syari’at zakat,
kehidupan orang orang fakir, miskin, dan orang orang menderita lainnya akan terperhatikan
dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk pengejahwantahan perintah Allah SWT
untuk senantiasa melakukan tolong menolong dalam kebaikkan dan taqwa, sebagaimana
firma allah swt dalam surah Al-Maidah : 2
6
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Juga hadits Rasulullah SAW riwayat Imam Bukhari dan Anas bahwa rasulullah
bersabda:
يحّب� ما خيه � ْال يحّب� �ى حّت كم �حد ا يؤ ْال
لّنفسه"Tidak dikatakan (tidak sempurna) iman seseorang sehingga ia mencintai
saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.”
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki oleh umat islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan,
sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia
muslim. Hampir semua ulama sepakat bahwa orang yang menuntut berhak menerima zakat
atas nama golongan fakir dan miskin maupun fisabilillah.
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah
membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari
harta kita yang kita usahakan dengan baik benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT. yang
terdapat dalam surah Al-Baqarah : 267 dan hadits Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh
imam muslim. dalam hadits tersebut rasulullah bersabda:
عن صدقة يقبل ْال الله اّن�
غلول“Allah swt. Tidak akan menerima sedekah (zakat) dari harta yang di dapat secara
tidak sah”
Hadits tersebut sejalan dengan firman allah swt. Dalam surah Al-Baqarah : 276-277
7
Artinya : Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau
meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah
memperkembangkan harta yang Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan
berkahnya. Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.
Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu
instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan
membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan,. Zakat menurut
Mustaq Ahmad adalah sumber utama kas negara dan sekaligus merupakan sokoguru dari
kehidupan ekonomi yang dicanangkan al qur an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi
harta pada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan
investasi dan mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif
untuk distribusi harta karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat
hartanya telah sampai melewati nishab. Akumulasi harta ditangan seseorang atau sekelompok
orang kaya saja, secara tegas dilarang oleh allah swat. Sebagaimana firmannya dalam al qur
an surah al hasyr: 7
Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk
rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya
saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan
apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
8
Ketujuh, dorongan ajaran islam yang begitu kuat kepada kepada orang orang yang
beriman untuk berzakat, berinfak dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran islam
mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan
yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba
lomba menjadi muzakki dan munfik. Dengan demikian, zakat menurut Yusuf Al Qhardawi
adalah ibadah ma’aliyah al ijtima’iyyah, yaitu ibadah di bidang harta yang memiliki fungsi
strategis, penting dan menentukan dalam membangun kesejahteraan masyarakat.
2.3. Harta Sebagai Sumber Zakat
Secara umum dan global Al-Qur’an menyatakan bahwa zakat itu diambil dari setiap
harta yang kita miliki, seperti yang dikemukakan dalam surah At-Taubah : 103 dan juga
diambil dari setiap hasil usaha yang baik dan halal, seperti juga di gambarkan dalam surah
Al-Baqarah : 276. Ketika menafsirkan ayat tersebut (At-taubah : 103) Imam Al-Qurtubi
(wafat tahun 671 H) mengemukakan bahwa zakat itu diambil dari semua harta yang kita
miliki, meskipun sunnah Nabi mengemukakan rincian harta yang wajib dikeluar kan
zakatnya. Hal yang sama dikemukakan pula oleh Imam At-Thabari5 (wafat tahun 130 H)
dalam kitab Jaami Al-Bayaan Fi Ta’wil Al-Qur’an. Sementara itu, Ahmad Mustafa Al-
Maraghi (wafat tahun 1495 M) ketika menjelaskan firman Allah surah Al Baqarah : 276
menyatakan bahwa ayat ini merupakan perintah Allah kepada orang orang yang beriman
untuk mengeluarkan zakat (infak) dari hasil usaha yang terkait, baik yang berupa uang,
barang dagangan, hewan ternak maupun yang berbentuk tanaman, buah-buahan dan biji
bijian. Sejalan dengan itu, Muhammad Sulaiman Abdullah Asqar menyatakan bahwa
berzakat dan berinfak itu harus dari harta yang baik, terpilih dan halal.
Yusuf Al Qardhawi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan harta (Al Amwaal)
merupakan bentuk jama dari kata maal, dan maal bagi orang arab, yang dengan bahasanya
Al-Qur’an diturunkan adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk
menyimpan dan memilikinya. Ibnu Asyr sebagaimana dikutip oleh Yusuf Al Qardhawi
mengemukakan bahwa hata itu pada mulanya berarti itu emas dan perak, tetapi kemudian
berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki. Ulama lain
sebagaimana yang dikutip oleh Zarqa dalam fiqh islam menyatakan bahwa harta itu adalah
segala yang diinginkan oleh manusia dan memungkinkan menyimpannya sampai waktu yang
dibutuhkan. Sebagian ulama lain menambahkan pengertian dengan menyatakan bahwa harta
5 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 15
9
itu disamping diinginkan oleh manusia, juga dimungkinkan diperjualbelikan atau
dimanfaatkan.
Terhadap pengertian harta sebagaimana tersebut diatas, Zarqa dalam fiqh islam
memberikan kritikannya.
Pertama, bahwa keinginan dan tabiat manusia itu berbeda-beda, bahkan kadangkala
bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Karena itu pengertian demikian tidak
mungkin dapat dijadikan landasan ukuran dalam membedakan harta dengan yang lainnya.
Dan apabila dinyatakan bahwa kecenderungan dan keinginan itu bersifat lurus dan umum,
maka tentu tidak dapat dijadikan landasan pula, karena tidak ada batasannya yang jelas.
Kedua, bahwa dari sebagian jenis harta itu, terdapat harta yang tidak mungkin
menyimpannya seperti sayur mayur, padahal ia adalah harta yang sangat penting yang
dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Demikian pula terdapat harta yang tidak
diinginkan oleh tabiat manusia tetapi menyembuhkannya, seperti obat obatan yang pahit. Hal
hal tersebut adalah harta yang bernilai yang tidak tercakup oleh pengertian harta sebagimana
tersebut diatas.
Ketiga, terdapat sebagian harta yang tidak ada kepemilikannya sebelum di
dapatkannya, termasuk pula pada harta, karena sifatnya yang masih bebas, seperti ikan di
laut.
Keempat, buah buahan yang dapat dimakan, tetapi belum matang, biasanya tidak
diinginkan oleh tabiat manusia, dan tidak pula dapat disimpan sampai waktu yang
dibutuhkannya, tetapi buah buahan semacam ini tetap merupakan harta yang dapat
diperjualbelikan.
Pendapat Zarqa tersebut, menyatakan bahwa harta itu adalah segala yang dapat
dimiliki dan digunakan menurut galibnya, seperti tanah, binatang, barang barang
perlengkapan, dan juga uang. Sesuatu yang meskipun dimiliki tetapi tidak dapat digunakan,
tidaklah termasuk harta, seperti segenggam tanah, setitik air, seekor lebah, sebutir beras dan
lain sebagainya. Yusuf Al-Qardhawi6 mengutip pendapat dalam Kasyf Al-Kabir menyatakan
bahwa zakat itu hanya dapat direalisasikan dengan menyerahkan harta yang berwujud. Sebab
itu, apabila seorang miskin diberi hak menempati sebuah rumah sebagai zakat, maka zakat itu
belumlah terbayar, oleh karena itu manfaat itu bukanlah harta yang berwujud. Tetapi Ibnu
Najim menyatakan bahwa hal itu benar pada satu sisi, tetapi pada sisi lain, manfaat pun
kadangkala dapat berubah menjadi harta.
6 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 17
10
2.4. Persyaratan Harta Menjadi Sumber Atau Objek Zakat
Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau objek zakat adalah sebagai berikut.
Pertama, harta tersbut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal. Artinya
harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat
dikenakan kewajiban zakat, karena Allah tidak akan menerimanya. Hal ini sejalan dengan
firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah : 267 dan 188 serta An-Nisa : 29
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Surah Al-Baqarah : 188
Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.
Surah An-Nisa : 29
11
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Kedua, harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan, seperti
melalui kegiatan usaha, perdagangan, melalui pembelian saham atau ditabungkan, baik
dilakukan sendiri ataupun bersama orang atau pihak lain. Harta yang tidak berkembang atau
tidak berpotensi untuk berkembang, maka tidak dikenakan wajib zakat. Kuda untuk
berperang atau hamba sahaya, di zaman Rasulullah SAW termasuk harta yang tidak
produktif. Karenanya tidak menjadi sumber atau objek zakat.
Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf Al Qardhawi, pengertian berkembang
itu terdiri dari dua macam, yaitu secara konkrit dan tidak konkrit. Yang konkrit dengan cara
dikembangbiakkan, diusahakan, diperdagangkan dan yang sejenis dengannya. Sedangkan
yang tidak konkrit, maksudnya harta tersebut berpotensi untuk dikembangkan, baik berada
ditangannya sendiri maupun ditangan orang tua lain, tetapi atas namanya.
Syarat ini sesungguhnya mendorong setiap muslim untuk memproduktifkan harta
yang dimilikinya. Harta yang diproduktifkan akan selalu berkembang dari waktu kewaktu.
Hal ini sejalan dengan salah satu makna zakat secara bahasa yaitu al namaa “berkembang dan
bertambah”
Ketiga, milik penuh, yaitu harta tersebut berada dibawah control dan didalam
kekuasaan pemiliknya, atau seperti sebagian ulama bahwa harta itu berada ditangan
pemiliknya, atau seperti menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada dibawah tangan
pemiliknya, didalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat menikmatinya.
Keempat, harta tersebut menurut pendapat jumhur ulama, harus mencapai nishab
yaitu jumlah minimal yeng menyebabkan harta terkena kewajiban zakat. Nishab zakat emas
adalam 85 gram, nishab zakat hewan ternak kambing adalah 40 ekor dan sebaginya.
Sedangkan Abu Hanifa berpendapat bahwa banyak atau sedikit hasil tanaman yang tumbuh di
bumi wajib dikeluarkan zakatnya. Jadi tidak ada nishab, adapun yang menjadi alasan jumhur
ulama adalah berbagai hadits yang berkaitan dengan standar minimal kewajiban berzakat.
Kelima, sumber sumber zakat tertentu, seperti perdagangan, peternakan,emas dan
perak harus sudah berada atau dimiliki ataupun disuahakan oleh muzakki dalam tenggang
waktu satu tahun. Contohnya tenggang waktu antara muharram 1421 H sampai dengan 1422
H. inilah yang disebut denga persyaratan Al-Haul. Sedangkan zakat pertanian tidak terkait
12
13
dengan ketentuan haul (berlalu waktu satu tahun), ia harus dikeluarkan pada saat memetiknya
atau memanennya jika mencapai nishab, sebagimana dikemukakan dalam surah Al-An‘Am :
141
Artinya : Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Keenam, sebagian ulama mazhab hanafi mensyaratkan kewajiban zakat setelah
terpenuhinya kebutuhan pokok atau dengan kata lain zakat dikeluarkan setelah terdapat
kelebihan dari kebutuhan hidup sehari hari yang terdiri atas kebutuhan sandang, pangan dan
papan. Mereka berpendapat bahwa yang dimaksud kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang
jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan dalam hidup. Adapun
yang menjadi alasannya firman allah swt dalam surah Al-Baqarah : 219
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.
2.5. Landasan Al-Qur’an dan Al-Hadits14
2.5.1. Al-Quran
Dalam ayat-ayat yang turun di Madinah menegaskan zakat itu wajib, dalam bentuk perintah
yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas.
.…
Artinya : Dirikanlah oleh kalian shalat dan bayarlah zakat…
Pada masa Abu bakar banyak suku Arab yang membangkang tidak mau membayar
zakat dan hanya mau mengerjakann shalat. Abu Bakar memerangi kaum yang tidak mau
membayar zakat. Para ulama pun menetapkan bahwa orang yg mengingkari dan tidak mau
mengakui bahwa zakat hukumnya wajib adalah kafir dan sudah keluar dari islam.7 Ayat Al-
Quran yang membahas tentang zakat. Surah At-Taubah : 06
Artinya : sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para mualaf yang di bujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai Sesutu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.
2.5.2. Al- HaditsAbu Hurairah berkata, Rasulullah bersbda : “ siapa yang di karuniai oleh Allah
kekayaan tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi oleh seekor ular jantan gundul yang sangat menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya.” (HR. Bukhari)2.6. Sumber-Sumber Zakat Secara Terperinci
Adapun mengenai jenis-jenis harta yang menjadi sumber zakat yang dikemukakan
secara terperinci dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, menurut Ibnu Qayyim pada dasarnya ada
empat jenis yaitu tanam-tanaman dan buah-buahan, hewan ternak, emas dan perak, serta harta
perdagangan.
Al-Habsyi menyatakan hal yang sama yaitu emas dan perak, harta perdagangan,
pertanian dan hewan ternak. Al-Utsaimin dalam fiqh ibadah menjelaskan pula bahwa harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya yang diungkapkan Al-Qur’an dan Al-Hadits secara rinci
dalah emas dan perak, segala yang dikeluarkan dari bumi, seperti tanam tanaman dan biji
bijian, hewan ternak, dan harta perdagangan.
2.6.1. Zakat Hewan ternak.
7 Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta 2011, hlm. 281
15
Dalam berbagai hadits dikemukakan bahwa hewan ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi persyaratan tertentu, ada tiga jenis, yaitu unta,sapi dan domba atau kambing. Firman Allah dalam Al-Quran dalam surat An-Nahl : 5-7
Artinya : Dan dia telah menciptakan binatang untuk kalian. Padanya kalian dapatkan kehangatan dan kegunaan lainnya dan sebagian lagi kalian makan. Dan kalian akan menikmati keindahannya ketika kalian menghalaunya ke kandang dn ketika kalian membawanya merumput di pagi hari. Dan mereka memikul beban kalian ke negeri yang hanya dapat kalian capai dengan susah payah. Sungguh tuhan kalian maha penyantun, maha penyayang.”
Adapun persyaratan utama kewajiban zakat pada hewan ternak adalah sebagai
berikut:
1. Mencapai nishab
Syarat yang pertama ini berkaitan dengan jumlah minimal hewan yang dimiliki, yaitu
lima ekor untuk unta, 30 ekor untuk sapid an 40 ekor untuk kambing ataupun domba.
Hal ini berlandaskan pada pada imam bukhari tentang praktik rasulullah saw dan para
khalifah yang empat.
2. Telah melewati waktu satu tahun (haul)
Syarat ini berdasarkan praktik yang pernah dilakukan oleh rasulullah saw dengan para
khalifah yang empat dengan mengirim secara periodic kepada petugas zakat untuk
memungut zakat teernak itu setiap tahun.
3. Digembalakan ditempat penggembalaan umum
Yakni tidak diberi makan dikandangnya kecuali sangat jarang sekali.
4. Tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi pemiliknya dan pula di pekerjakan.
2.6.2. Zakat Emas dan Perak.
Kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak setelah memenuhi persyaratan
tertentu, dinyatakan dalam surah At-Taubah : 34 - 35.
16
34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-
orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
35. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Adapun syarat utama zakat emas dan perak adalah mencapai nishab dan telah berlalu
satu tahun. Berdasarkan riwayat abu dawud diatas nishab zakat emas adalah 20 mistqal atau
20 dinar, sedangkan nishab zakat perak adalah dua ratus dirham. Dua puluh mistqal atau dua
puluh dinar, menurut yusuf al qardhawi adalah sama dengan delapan puluh lima gram emkas.
Dua ratus dirham sama dengan lima ratus Sembilan puluh luma gram perak.8
2.6.3. Perdagangan
Kewajiban zakat pada perdagangan yang telah memenuhi persyaratan teretentu , ada
tiga syarat utama kewajiban zakat pada perdagangan yaitu sebagai berikut:
1. Niat berdagang.
Niat berdagangatau memperjualbelikan komoditas komoditas tertentu ini
merupakan syarat yang sangat penting. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam
hadits riwayat abu dawud dari samrah bin jundab diatas.
2. Mencapai nishab.
Nishab dari zakat perdagangan adalah sama dengan nishab dari zakat emas dan
perak atau dua ratus dirham perak.
8 Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta 2011, hlm. 288
17
3. Telah berlalu satu tahun.
2.6.4. Hasil Pertanian (Tanaman dan Buah-buahan)
Tanaman, tumbuhan, buah-buahan, dan hasil pertanian lainnya yg telah memenuhi
persyaratan wajib zakat, harus dikeluarkan zakatnya. Seperti firman Allah dalam surah Al-
Baqarah : 267
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian yang baik-baik dari perolehan kalian dan sebagian hasil-hasil yang kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Janganlah kalian bermaksud menafkahkan yang buruk-buruk darinya padahal kalian sendiri tidak mau menerimanya, kecuali dengan mata terpicing.
2.6.5. Zakat Rikaz, Al-Ma’adin serta hasil laut1. Rikaz adalah harta peninggalan yang terpendam dalam bumi/harta karun. Kewajiban
pembayaran zakat adalah saat ditemukan dan tidak ada haul, dengan nisab 85 gram emas murni.
2. Ma’din adalah seluruh barang tambang yang ada di dalam perut bumi baik berbentuk cair, padat atau gas diperoleh dari perut bumi atau dari dasar laut. Nisabnya 85 gram emas murni
3. dalam pengertian barang tambang di atas tidak termasuk hasil eksploitasi dari dalam laut, seperti mutiara,ikan, untuk hasil laut maka harus dizakati sebagai zakat perdagangan.
2.6.6. Zakat Investasi Investasi adalah semua kekayaan yang ditanamkan pada berbagai bentuk asset jangka
panjang baik untuk tujuan mendapatkan pendapatan/ di tunjukkan untuk diperdagangkan.Investasi dapat berbentuk surat berharga seperti saham dan obligasi, dapat berbentuk asset tetap seperti tanah.2.6.6.1 Investasi Dalam Saham
Saham adalah hak pemilikan tertentu atas kekayaan satu pereroan terbatas atau atas saham tersebut.untukn besaran jumlah zakat yang harus dikeluarkan menurut Yusuf Qhardhawi adalah jika saham tersebut di perdagangkan maka dikenakan zakat 2,5% atas harga pasar saham dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan komodoti perdagangan. 2.6.6.2. Investasi Dalam Obligasi
18
Obligasi adalah perjanjian tertulis dari Bank, perusahaan, atau pemerintah kepada pembawaannya untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa tertentu dengan bunga tertentu pula. Maka dr itu investasi dalam obligasi tidak dihalalkan maka tidak ada kewajiban zakat atas penghasilan obligasi. Jika investasi dalam obligasi syariah, maka zakat dikenakan atas obligai dan keuntungannya sebesar 2,5% sesuai dengan zakat perdagangan , setelah memenuhi haul dan nisab. 2.6.6.3. Investasi Pada Asset
Menurut Yusuf Qhardawi9, untuk investasi asset dikenakan zakat yang dianalogikan
dengan zakat pertanian. Berupa tanah, gedung, dll. Zakat hanya dikenakan pada penghasilan
bersih atas asset sebesar 10%, kalau dari penghasilan kotor sebesar 5% setelah memenuhi
haul dan nisab.
2.7. Hubungan Antara Zakat, Infak Dan Shadaqah
2.7.1. Infak
Menurut bahasa, infak adalah membelanjakan. Sedangkan terminlologi artinya
mengeluarkan harta karena taat dan patuh kepada allah swt dan menurut kebiasaan yaitu
untuk memenuhi kebutuhan. Pengneluaran infak dapat dilakukan seorang muslim sebagai
rasa syukur ketika mendapat rezeki dari allah dengan jumlah sesuai kehendak muslim
tersebut. Hal ini sesuai denga al qur an surah Al-Baqarah ayat 195.
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Jenis infak :
1. Infak wajib terdiri atas zakat dan nazar yang bentuk dan jumlah pemberiannya telah
ditentukan. Nazar adalah sumpah atau janji untuk melakukan sesuatu dimasa yang akan
dating. Menurut yusuf al qardhawi nazar itu adalah sesuatu yang makruh. Namun
demikian, apabila telah diucapkan, maka harus dilakukan sepanjang hal itu untuk
mendekatkan diri kepada allah swt. Seseorang yang bernazar “ jika saya lulus ujian, maka
saya akan memberikan Rp.500.000 kepada fakir miskin”, wajib melaksanakan nazarnya
seperti yang telah ia ucapkan. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka ia akan terkena
denda atau kifarat.
9 Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta 2011, hlm. 292
19
2. Infak sunah ialah infak yang dilakukan seorang muslim untuk mencari ridha allah, bias
dilakukan dengan berbagai cara dan bentuk. Misalnya member makan bagi orang yang
terkena bencana.
Shadaqah adalah segala pemberian atau kegiatan untuk mengharap pahala dari allah
swt. Shadaqah memiliki dimensi yang paling luas dari infak, karena shadaqah memiliki 3
pengertian utama:
1. Shadaqah merupakan pemberian kepada fakir, miskin yang membutuhkan tanpa
mengharapkan imbalan (azzulhaili, shadaqah bersifat sunah.
2. Shadaqah dapat berupa zakat, karena dalam beberapa teks al qur an dan as sunah ada
yang tertulis dengan shadaqah padahal yang dimaksud adalah zakat. Hal ini sesuai
dengan al qur an surah At-Taubah : 60
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.
2.7.2. Shadaqah
Shadaqah adalah sesuatu yang ma’ruf (benar dlam pandangan syari’ah). Pengertian
ini yang membuat definisi atas shadaqah menjadi luas, hal ini sesuai dengan hadist nabi
Muhammad saw “setiap kebajikan adalah shadaqah (HR. Muslim)
Dari ketiga pengertian diatas, maka shadaqah memiliki dimensi yang sangat luas, tidak
hanya memberikan sesuatu dalam bentuk harta tetapi juga dapat berbuat kebajikan, baik
untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, hal ini sesuai dengan hadits nabi Muhammad
saw.
“Senyum itu sedekah” (HR. Baihaqi)
Manfaat infak dan shadaqah :
1. Mencegah datangnya bala (kesulitan)
2. Memelihara harta dari hal hal yang tidak diinginkan
20
3. Mengharap keberkahan harta yang dimiliki
Walaupun zakat merupakan dimensi yang paling sempit dari infak dan shadaqah, namun,
dia mengikat setiap muslim. Oleh sebab itu para fuqaha biasa menyebutkan zakat sebagai
infak wajib dan infak sebagai shadaqah tathawwu’ (shadaqah sunah)
2.7.3. Orang Yang Wajib Zakat
1. Islam, berarti mereka yang beragama islam baik anak anak ataupun yang sudah dewasa,
berakal sehat atau tidak.
2. Merdeka, berarti bukan budak dan memiliki kebebasan untuk melaksanakan dan
menjalankan seluruh syari’at islam.
3. Memiliki satu nishab dari salah satu jenis harta yang wajib dikenakan zakat dan cukup
haul.
2.7.4. Orang Yang Tidak Boleh Menerima Zakat
1. Orang kaya, yaitu orang yang berkecukupan atau mempunyai harta yang mencapai satu
nishab.
2. Orang yang kuat yang mampu berusaha mencukupi kebutuhannya dan jika
pengthasilannya tidak mencukupi, baru boleh mengambil zakat.
3. Orang kafir dibawah perlindungan agama islam kecuali jika diharapkan untuk masuk
islam.
4. Bapak ibu atau kakek nenek
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari kajian dan pembahsan zakat diatas, sebagaiman telah diuraikan maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Zakat adalah ibadah maaliyyah dan ijtima’iyyah artinya ibadah dalam bidang harta
yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat. Jika
zakat dikelola dengan baik, baik pengambilan maupun pendistribusiannya, pasti dapat
mengangkat kesejahteraan masyarakat. Karena itu, did lam al qur an dan al hadits,
banyak perintah untuk berzakat, sekaligus pujian bagi yang melakukannya, baik di
21
dunia ini maupun di akhirat nanti. Sebaliknya, banyak pula ayat al qur an dan hadits
nabi yang mencela orang yang enggan melakukannya, sekaligus ancaman duniawi
dan ukhrawi.
2. Banyak hikma dan manfaat dari ibadah zakat ini, baik yang akan dirasakan bagi
pemberi zakat (muzakki), penerima (mustahik), maupun masyarakat secara
keseluruhan. Muzakki akan meningkat kualitas keimananya, rasa syukurnya,
kejernihan dan kebersihan jiwa dan hartanya, sekaligus akan mengembangkan harta
yang dimilikinya. Mustahik akan meningkat kesejahteraan hidupnya, akan terjaga
agama dan akhlaknya, sekaligus akan termotivasi untuk meningkatkan etos kerja dan
ibadahnya. Bagi msyarakat luas, hikma zakat akan dirasakan dalam tumbuh dan
berekembang rasa solidaritas dan sosialnya, keamanan dan ketentramannya,
berputarnyaroda ekonomi, karena dengan zakat harta akan terdistribusikan dengan
baik, sekaligus akan menjaga dan menumbuhkembangkan etika dan akhlak dalam
bekerja dan berusaha.
3. Di dalam menentukan sumber atau objek zakat atau harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya, Al-Qur’an dan Al-Hadits mempergunakan dua metode pendekatan yaitu
pendekatan tafsil (terurai) dan pendekatan ijmal (global). Dengan pendekatan tafsil, al
qur an dan hadits nabi menejlaskan secara rinci beberapa jenis harta waajib zakat,
yaitu pertanian (tanaman dn buah buahan), peternakan, emas dan perak,
perdagangan,hasil tambang dan barang tambang dan barang temuan. Pendekatan ijmal
(global) dengan cara menyebutkan “harta” dan “hasil usaha” seperti tergambar dalam
surah At-Taubah : 103 dan Al-Baqarah : 267, sehingga dengan menggunakan qiyas
(analogi) masalihul mursalah dan prinsip prinsip umum ajaran islam, dimungkinkan
memasukkan semua harta yang dizaman nabi saw belum ada contohnya, tetapi
dianggap “harta yang bernilai” dalam perkembangan ekonomi modern, menjadi harta
wajib zakat.
4. Beberapa contoh sector ekonomi modern potensial sebagai harta wajib zakat adalah
zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat surat berharga, zakat perdagangan mata
uang, zakat hewan ternak yang diperdagangkan, zakat madu dan produk hewani, zakat
investasi property, zakat asuransi syari’ah dan zakat sector sector modern lainnya
yang signifikanmempunyai nilai yang tinggi. Temasuk didalamnya zakat
usahatanaman anggrek,burung wallet, ikan hias dan sector rumah tangga modern.
Dimsukkannya sector rumah tangga modern sebagi sumber zakat, disamping karena
22
nilai dan harganya yang sangat tinggi, juga untuk mengendalikan penimbunan dan
pembekuan harta yang produktif serta pengendalian pola hidup mewah dan konsumtif
dan yang tidak sesuai dengan ajaran agama islam. Jika dikaitkan dengan ekonomi
modern, sumber sumber zakat tersebut bias masuk kedalam sector pertanian atau
sector industry atau sector jasa. Adapun jika dikaitkan dengan cara berzakatnya,
bisadigolongkan pada flows atau stock. Flows ialah aktivitas ekonomi yang dapat
dilakukan dalamwaktu tertentu sesuai dengan akadnya sezakatnya dikeluarkan pada
saat panen atau pada saat mendapatkian gaji atau hasil. Adapun stock adalah net
worth atau hasil kotor dikurangi keperluan keluarga dari orang seorang yang zakatnya
harus dikeluarkan setiap tahun sesuai dengan nishabnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat Dalam Prekonomian Modern. Jakarta :
Gema Insani Press.
Nurhayati, Sri Wasilah. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta :
Salemba Empat.
23
24