kedudukan hukum pihak ketiga dalam perlawanan...

85
KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN TERHADAP SITA ATAS OBJEK BOEDEL PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 156 K/Pdt.Sus-Pailit/2013) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : Riky Rizkian Harahap NIM : 1113048000037 K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438H/2017

Upload: others

Post on 17-Nov-2019

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

i

KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN

TERHADAP SITA ATAS OBJEK BOEDEL PAILIT BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN

DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 156 K/Pdt.Sus-Pailit/2013)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

Riky Rizkian Harahap

NIM : 1113048000037

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

PROGRAM STUDI I L M U HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438H/2017

Page 2: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

i

Page 3: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

ii

Page 4: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

iii

Page 5: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

iv

ABSTRAK

Riky Rizkian Harahap, NIM 1113048000037, “KEDUDUKAN HUKUM

PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN TERHADAP SITA ATAS

OBJEK BOEDEL PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR

37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN

KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (Studi Kasus Putusan Mahkamah

Agung Nomor 156 K/Pdt.Sus-Pailit/2013)”, Strata Satu (S1), Konsentrasi

Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/ 2017 M, viii+75 halaman+lampiran 36.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum pihak ketiga dalam

perlawanan terhadap sita atas objek boedel pailit. Latar belakang skripsi ini adalah

keberatan atas dimasukannya aset boedel pailt yang sudah dibeli oleh pihak ketiga

dari debitur pailit, sehingga pihak ketiga melakukan perlawanan terhadap

penyitaan (derden verzet), namun hakim menolak dengan alasan perjanjian jual

beli tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Peneltian ini bersifat library

research, mengkaji putusan Mahkamah Agung Nomor 156 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

dan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk

mendukung penelitian. Tehnik Pengumpulan data mengunakan pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan

pendekatan konsep (conceptual approach). Dalam penelitian ini menggunakan

tiga bahan hukum yang digunakan yakni, bahan hukum primer terdiri dari

Undang-Undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, putusan Mahkamah Agung Nomor 156 K/Pdt.Sus-

Pailit/2013, dan aturan perundang-undangan lain yang terkait, bahan hukum

sekunder meliputi buku-buku teks, kamus hukum, dan prosiding. Hasil penelitian

mengemukakan bahwa jual beli yang dilakukan di bawah tangan (ABT) memiliki

kekuatan hukum yang sempurna seperti Akta Jual beli (AJB) apabila perjanjian

tersebut diakui isinya oleh para pihak yang bersangkutan, pengakuan di dalam

pengadilan menjadikan alat bukti pentunjuk oleh hakim sehingga, seharusnya jual

beli tersebut sah dan hakim menyatakan objek boedel pailit tersebut milik pihak

ketiga sehingga harus dikeluarkan dari daftar boedel pailit PT Dwimas Andalan

Bali.

Kata Kunci : Kedudukan Hukum, Jual Beli

Pembimbing I : Ahmad Bahtiar, M.Hum.

Pembimbing II : M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.H.

Sumber Rujukan dari 1978 sampai 2014

Page 6: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

v

KATA PENGANTAR

بسم هالل الرحمن الرحيم

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianya yang tidak terhingga. Shalawat serta salam kita curahkan pada Nabi

Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia

hingga akhir zaman. Dengan mengucap Alhamdullilahi Robbil ‘alamin peneliti

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “KEDUDUKAN HUKUM

PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN TERHADAP SITA ATAS

OBJEK BOEDEL PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR

37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN

KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (Studi Kasus Putusan Mahkamah

Agung Nomor 156 K/Pdt.Sus-Pailit/2013)”. Penelitian ini merupakan salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah & Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti dalam membuat penulisan ini mengalami berbagai kesulitan,

mengingat penulisan tersebut terbilang masih baru, namun hal ini dijadikan

motivasi untuk menggapai cita-cita lebih tinggi. Terciptanya penulisan ini tidak

terlepas dari pengetahuan keilmuan penulis dapatkan dari berbagai sumber. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini ingin penulis sampaikan dengan setulus hati

ucapan terima kasih kepada:

Page 7: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

vii

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah & Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum & Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan serta

masukan atas penyusunan skripsi.

3. Ahmad Bahtiar, M.Hum. dan M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.H. Selaku dosen

Pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk

memberikan arahan, saran dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Nahrowi, S.H., M.H. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini

5. Kedua Orang tua yang sangat saya cintai & sayangi, Drs. Hamka Harahap,

M.M. dan Nurlalela yang menjadi motivasi serta turut mendukung, dan

medoakan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Kakak peneliti, Dennisa Awaliyah Harahap, S.IKom dan Puspa Dwi Marlita

Harahap, S.E. yang sangat saya sayangi dan cintai telah mendukung,

memberikan semangat dan memberikan masukan kepada Penulis untuk

menyelesaikan penelitian ini.

7. Semua pihak seperjuangan penyusunan skripsi, khususnya kepada Lidana

Sulfi teman bertukar pendapat dalam penyusunan skripsi ini untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum serta mendoakan dan memberikan

semangat dan dukungan kepada Peneliti hingga penelitian ini terselesaikan.

Page 8: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

viii

Akhir kata, atas jasa dan dukungan dari semua pihak yang telah membantu

& memberikan masukan kepada peneliti, semoga Allah memberikan balasan yang

berlipat. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan

akademis, bagi masyarakat serta bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Depok, 21 April 2017

Riky Rizkian Harahap

Page 9: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

viii

DAFTAR PUSTAKA

PENGESAHAN PEMBIMBING ............................. Error! Bookmark not defined.

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ......... Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... i

ABSTRAK .................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................. v

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 9

E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ................................................... 10

F. Metode Penelitian .............................................................................. 12

G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 16

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN KEPAILITAN

DI INDONESIA ........................................................................................ 18

A. Definisi dan Tujuan Kepailitan ......................................................... 18

B. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit .......................................... 21

C. Perlawanan Terhadap Penyitaan (Derden Verzet)............................. 29

BAB III HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH DI INDONESIA .................... 32

A. Ruang Lingkup Hukum Agraria ........................................................ 32

B. Macam-macam Hak Atas Tanah dan Rumah Susun ......................... 34

C. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya ................................ 39

D. Tindakan Hukum Blokir, Penyitaan dan Sita Umum ........................ 44

BAB IV KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON DALAM

DERDEN VERZET .................................................................................. 50

Page 10: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

ix

B. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung .......................................... 52

C. Kedudukan Hukum Pelawan Terhadap Sita Atas Objek

Boedel Pailit ...................................................................................... 54

BAB V PENUTUP .................................................................................................. 67

A. Kesimpulan ........................................................................................ 67

B. Saran .................................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 71

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Putusan Mahkamah Agung Nomor 156 K Pdt.Sus-Pailit 2013 ........... 76

Page 11: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepailitan dan penundaan atau pengunduran pembayaran (surseance)

lazimya dikaitkan dengan masalah utang piutang antara seseorang yang dapat

disebut Debitor dengan mereka yang mempunyai dana disebut Kreditor.

Dengan perkataan lain, antara Debitor dengan Kreditor terjadi perjajian utang

piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang.1

Kepailitan berasal dari kata “pailit”. Pailit adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang-utang

debitur yang telah jatuh tempo. Si pailit adalah debitur yang mempunyai dua

orang atau lebih krediturnya dan tidak mampu membayar satu atau lebih

utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.2

Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para

kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena

kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah

mengalami kemunduran.

1 Man S, Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, (Bandung: PT. Alumni, 2006), h. 1

2 Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno. Hukum Perusahaan dan Kepailitan, (Jakarta: PT

Gelora Aksara Pratama, 2012), h. 214

Page 12: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

2

Lembaga hukum kepailitan, bukan merupakan lembaga yang baru

sama sekali dalam sistem hukum Indonesia. Lembaga kepailitan telah ada

sejak zaman Hindia Belanda yang diatur dalam Verordening op het

Faillissement enden Surseance van Betaling de Europeanen in Nederlands

Indie (Faillissement Verordening/FV), Staatsblad 1905 Nomor 217 junto

Staatsblad 1906 nomor 348.. Pada tanggal 22 April 1998 Pemerintah

mengundangkan Peraturan Pemerintah Pengganti 3Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1998, tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan

(Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 87 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3761). Dalam waktu berikutnya, Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tersebut

ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan menjadi

Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 135).4

Ketentuan dalam pasal 12 UUK mengatur bahwa karena

pengangkatannya, Kurator demi hukum berwenang melaksanakan tugas

pengurusan dan pemberesan harta pailit. Yang dimaksud dengan harta pailit

adalah seluruh kekayaan Debitor Pailit yang diperoleh selama kepailitan

tersebut, selain bagian kekayaan Debitor Pailit sebagaimana termaktub dalam

pasal 20 UUKPKPU. Akibat dari kepailitan tersebut berdasarkan pasal 22

UUKPKPU, Debitor Pailit demi hukum kehilangan kekayaannya yang

3 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan.

(Jakarta: Prenada Media Grup, 2008). h. 7

4 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. h. 8

Page 13: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

3

termasuk dalam harta pailit dan hak untuk menguasai, mengurus dan

mengalihkan kekayaanya yang termasuk dalam harta pailit dan hak untuk

menguasai, mengurus dan membereskan harta pailit tersebut beralih ke

Kurator.5

Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam

keadaan tidak mampu membayar dan usaha debitur dihentikan. Kurator

memutuskan cara pemberesan harta pailit dengan selalu memerhatikan nilai

terbaik pada waktu pemberesan. Pemberesan dapat dilakukan sebagai satu

atau lebih kesatuan usaha (going concern) atau atas masing-masing harta

pailit. Kurator melakukan pemberesan dengan penjualan dimuka umum atau

apabila dibawah tangan, dengan pesetujuan hakim pengawas.6

Dalam kasus ini PT DWIMAS ANDALAN BALI yang sudah

dinyatakan pailit dalam putusan No.20/PAILIT/2011/PN.NIAGA.Sby

Permasalahan muncul ketika kurator dalam menjalankan tugasnya

membereskan harta pailit debitur yaitu menetapkan Daftar Harta Pailit PT

Dwimas Andalan Bali yang ternyata tersebut di dalamnya memuat harta

berupa unit-unit apartemen milik Para Pelawan/Pihak Ketiga, yaitu berupa

beberapa unit apartemen yang di beli dari PT Dwimas Andalan Bali. Proses

5 Pane, Marjan E. 2004, Sekilas Tetang Tugas dan Wewenang Kurator. Emmy

Yuhassarie, Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum, Pusat Pengkajian Hukum,

Jakarta. H. 160

6 Imran Nating. Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, ed-1 cet-1 2004), h. 85

Page 14: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

4

jual beli atas unit-unit apartemen antara Para Pelawan dengan PT Dwimas

Andalan Bali tersebut antara lain:

1. Jual beli dilakukan dengan penuh itikad baik.

2. Jual beli dilakukan sejak tahun 2008 s/d 2009 jauh sebelum putusan pailit

dibacakan yakni baru pada tanggal 11 Agustus tahun 2011.

3. Telah dilakukan pembayaran lunas yang telah ditegaskan pula di dalam

surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai penjual yang

menyatakan bahwa jual beli telah dibayar lunas dilakukan melalui PPJB.

4. Barang berupa unit-unit apartemen telah diserahkan penguasaan dan

kepemilikannya secara nyata (fietelijkheid) kepada Para Pelawan.

5. Para Pelawan telah mendapatkan hasil dari usaha atas barang yang dibeli

oleh Para Pelawan tersebut. Tidak terjadi sengketa jual beli atau sengketa

kepemilikan diantara PT Dwimas Andalan Bali (Turut Terlawan) sebagai

penjual dengan Para Pelawan sebagai pembeli.

Seperti yang telah dikemukakan bahwa dengan demikian sangat jelas

dan terang benderang bahwa seharusnya unit-unit apartemen sebagaimana

Para Pelawan/Pihak Ketiga sebutkan di atas tersebut telah sah menjadi milik

Pihak Ketiga. Hal tersebut sebagaimana diatur dan ditegaskan dalam

ketentuan Pasal 1458 BW (KUHPerdata) yang menegaskan:

“Jual beli telah dianggap terjadi antara kedua belah pihak, segera

setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut

beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya

belum dibayar”

Page 15: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

5

Faktanya, dalam jual beli tersebut selain harganya telah disepakati dan

pembayarannya telah dilakukan, juga telah terjadi serah terima barang yang

diperjual belikan secara nyata dari penjual kepada pembeli. Bahwa,

dimasukkannya harta milik Para Pelawan/Pihak Ketiga berupa unit-unit

apartemen ke dalam Daftar Harta Pailit PT Dwimas Andalan Bali oleh

Kurator secara sepihak tanpa dilakukannya verifikasi asset dengan melibatkan

Para Pelawan/Pihak Ketiga terlebih dulu benar-benar telah merugikan hak dan

kepentingan hukum Para Pelawan/Pihak Ketiga. Maka dengan demikian Para

Pelawan/Pihak Ketiga Mengajukan Perlawanan Terhadap Penyitaan. Namun

anehnya Hakim menolak gugatan tersebut dengan alasan bahwa pemohon

tidak mempunyai kedudukan hukum sehingga perlawanan tersebut tidak dapat

di terima atau NO (Niet On Vekrlard). Bahwa perlawanan pihak ketiga

terhadap penyitaan diatur Pasal 195 (6 dan 7), HIR mengatur:

1. Perlawanan terhadap sita eksekutorial.

2. Yang diajukan oleh terlawan/tersita.

3. Yang diajukan oleh pihak ketiga atas dasar hak milik.

4. Perlawanan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang melaksanakan

eksekusi.

5. Adanya kewajiban dari ketua Pengadilan Negeri yang

memeriksa/memutus perlawanan untuk melaporkan pemeriksaan/putusan

Page 16: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

6

perkara perlawanan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memerintahkan

eksekusi.7

Kedudukan hukum Pihak Ketiga diatur dalam ketentuan Pasal 56 ayat

(1) (3) dan Pasal 57 ayat (2), (3), (4) dan (6) UU Nomor 37 Th. 2004 tentang

Kepailitan dan PKPU, dimana secara essensial seseorang dapat dianggap

sebagai “Pihak Ketiga” jika dia berkedudukan sebagai Pemilik suatu barang

yang dikuasai oleh Kurator. Padahal seperti yang sudah di jelaskan

sebelumnya bahwa telah terjadi jual beli yang telah di sepakati dengan penuh

itikad baik dan dilakukan pada tahun 2008-2009 jauh sebelum putusan pailit

di putuskan yang pada tanggal 11 Agustus 2011.

Telah di kemukakan pula, bahwa pelawan untuk dapat dinyatakan

sebagai pelawan yang benar, harus merupakan pemilik dari barang yang

disita.8 Dengan demikian, Para Pelawan sebagai pembeli beritikad baik atas

unit-unit apartemen Bali Kuta Residence dari PT Dwimas Andalan Bali sudah

seharusnya mendapatkan perlindungan hukum. Hal tersebut sebagaimana

diatur dan ditegaskan di dalam ketentuan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, yang menegaskan:

7 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam

Teori dan Praktek. (Bandung: Alumni, 1979), h. 13

8 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam

Teori dan Praktek. h. 138

Page 17: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

7

“Hak pihak ketiga atas benda sebagaimana dimaksud ayat (1) yang

diperoleh dengan itikad baik dan tidak dengan cuma-cuma harus

dilindungi”.

Berdasarkan Pasal 379 RV. Pihak Ketiga yang hendak mengajukan

perlawanan terhadap suatu putusan tidak cukup hanya mempunyai

kepentingan saja tetapi harus nyata-nyata telah dirugikan haknya.9 Faktanya

Para Pelawan bukan hanya memiliki kepentingan saja namun dengan adanya

penyitaan yang di lakukan oleh kurator telah merugikan hak Para Pelawan,

Para Pelawan memperoleh unit-unit apartemen tersebut dilakukan dengan

itikad baik dan tidak dengan cuma-cuma, tetapi melalui jual beli untuk

investasi dan pembeliannya telah dibayar lunas. Bahwa berdasarkan uraian

tersebut di atas dapat dikatakan memiliki kapasitas/kualifikasi sebagai

“Pelawan yang sah dan benar menurut hukum”.

Berdasakan kasus di atas menunjukan masih ada penegak hukum yang

tidak mengetahui kedudukan hukum pihak ketiga. Dari uraian latar belakang

tersebut peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian Skripsi Berjudul

“KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN

TERHADAP BOEDEL PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN

KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (Studi Kasus Putusan Pengadilan

Niaga Nomor 156 K/Pdt.Sus-Pailit/2013)”

9 Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yogyakarta: Liberty

Yogyakarta, cet-1, 1998), h. 58

Page 18: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya,

maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Tinjauan umum pengaturan kepailitan di Indonesia.

2. Peran kurator dalam pemberesan harta debitor pailit yang berada dalam

pihak ketiga.

3. Mekanisme pemberesan harta pailit.

4. Kedudukan hukum pihak ketiga dalam perkara kepailitan.

5. Upaya hukum pihak ketiga yang memiliki itikad baik agar mendapatkan

haknya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait perlawanan pihak

ketiga. Maka penelitian ini difokuskan mengkaji tentang kedudukan

hukum Pelawan/Pihak Ketiga dalam perlawanan terhadap boedel pailit

berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan

Pengadilan Niaga Nomor 156 K/Pdt.Sus-Pailit/2013).

2. Rumusan Masalah

Rumusan tersebut peneliti rinci dalam pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana kedudukan hukum pihak ketiga dalam perkara kepailitan?

Page 19: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

9

b. Bagaimana upaya hukum pihak ketiga yang memiliki itikad baik agar

mendapatkan haknya?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitan

Penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah bertujuan untuk

mengetahui mengenai kedudukan hukum pihak ketiga dalam perkara

kepailitan. Sedangkan Secara Khusus Penelitian ini bertujuan :

a. Untuk mengetahui kedudukan hukum pihak ketiga dalam perkara

kepailitan.

b. Untuk mengetahui cara pihak ketiga yang memiliki itikad baik

mendapatkan haknya

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penulisan hukum yang telah diketahui, maka

secara garis besar, manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua

yaitu:

a. Manfaat Akademis

Secara akademis diharapkan penelitian ini akan memberikan

manfaat menambah pengetahuan mengenai kepailitan terutama

mengenai kedudukan pihak ketiga dalam perkara kepailitan.

Page 20: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

10

b. Manfaat Praktis

Secara Praktis diharapkan hasil penelitian ini menjadi masukan

dalam perkembangan hukum dan khususnya bagi penegak hukum atau

praktisi dalam perkara kepailitan.

E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Peneliti telah melakukan penelusuran bahwa telah banyak penelitian

yang berkaitan dengan kepailitan baik dalam bentuk skripsi, tesis, maupun

disertasi. Penelitian terkait hukum kepailitan pernah ada di antaranya :

Skripsi oleh I Komang Indra Kurniawan, Ngakan Ketut Dunia, Ketut

Sukranatha “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga (Natuurlijke

Person) Dalam Hukum Kepailitan Terkait adanya Actio Pauliana” Skripsi

disahkan tahun 2015. Di dalam skripsi ini dibahas mengenai perlindungan

hukum terhadap pihak ketiga (Natuurlijke Persoon) terkait adanya Actio

Pauliana untuk membatalkan perbuatan hukum yang tidak diwajibkan

dilakukan oleh Debitor untuk kepentingan Debitor tersebut yang dapat

merugikan kepentingan para Kreditornya. Sedangkan dalam skripsi peneliti

membahas mengenai kedudukan pihak ketiga dalam perlawanan terhadap

boedel pailit.

Skripsi Ria Marsella “Kedudukan Hukum Pemohon Pailit Pada

Peradilan di Indonesia Bedasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi

Kasus Putusan Pengadilan Niaga Nomor 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/

Page 21: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

11

PN.Niaga.Jkt.Pst)”. Di dalam skripsi ini dibahas mengenai keabsahan

kedudukan hukum seorang nasabah dalam mengajukan pailit terhadap PT

Andalan Artha Advisindo, Sedangkan penelitian penulis membahas mengenai

kedudukan pihak ketiga dalam perlawanan terhadap boedel pailit.

Buku Imran Nating “Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam

Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit”. Buku ini membahas mengenai

kewenangan dan tanggung jawab kurator dalam melaksanakan tugas

pengurusan dan pemberesan harta pailit, serta upaya yang dapat dilakukan

oleh kurator terhadap debitur yang tidak koperatif. Sedangkan dalam

pembahasan skripsi peneliti membahas mengenai kedudukan pihak ketiga

dalam perlawanan terhadap boedel pailit.

Jurnal Meiska Veranita “Kedudukan Hukum Penjamin Perorangan

(Personal Guarantor) Dalam Hal Debitur Pailit Menurut Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang”. Jurnal ini membahas mengenai bagaimana kedudukan

hukum seorang penjamin dalam hal debitur pailit. Sedangkan peneliti

membahas mengenai kedudukan pihak ketiga dalam perlawanan terhadap

boedel pailit.

Dengan ini sepanjang penelusuran peneliti, penelitian yang dilakukan

penulis, belum ada yang melakukan penelitian mengenai kedudukan hukum

pihak ketiga dalam kepailitan dengan skripsi berjudul “KEDUDUKAN

HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN TEHADAP BOEDEL

PAILIT BEDASARAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Page 22: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

12

TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

PEMBAYARAN UTANG UTANG (Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga

Nomor 156 K/Pdt.Sus-Pailit/2013)” merupakan penelitian yang belum pernah

diangkat sebelumnya sebagai judul skripsi.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti

tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.10

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang

bersangkutan.11

Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan yang akan

dikaji dalam penelitian yang objeknya adalah permasalahan hukum

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia

Press, cet-III 1986), h. 42

11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. h. 43

Page 23: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

13

(sedangkan hukum adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat),

maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif,

yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penetapan kaidah-kaidah

atau norma-norma dalam hukum positif12

yang terdapat pada peraturan

perundang-undangan serta putusan pengadilan terkait kedudukan pihak

ketiga dalam penelitian ini.

2. Bahan Hukum

Untuk memecahkan permasalahan hukum yang peneliti bahas,

diperlukan sumber-sumber penelitian hukum sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.13

Dalam

penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah

Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, putusan pengadilan terkait dan aturan

perundang-undangan lain yang terkait dengan pokok permasalah

penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

12 Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . (Malang:

Bayumedia Publishing, Cet-II 2006), h. 295

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-9 2014), h. 141

Page 24: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

14

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum,

dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.

c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non-hukum dapat

berupa buku-buku mengenai Ilmu Ekonomi, Sosiologi, Filsafat atau

laporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan

topik

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang di gunakan oleh peneliti adalah

menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang

digunakan adalah pedekatan perundang-undangan (statute approach).

Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan

yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. Selain itu juga

digunakan pendekatan lain yang diperlukan guna memperjelas analisis

ilmiah yang di perlukan guna mempelajari analisis ilmiah yang diperlukan

dalam penelitian normatif,14

yakni pendekatan kasus (case approach), dan

pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-

undangan dilakukan dalam penelitian ini untuk meneliti peraturan yang

berkaitan dan terkait dengan kedudukan hukum para pelawan/pihak ketiga

dalam perkara dimasukkannya harta para pelawan ke daftar harta boedel

pailit akibat dipailitkannya PT DWIMAS ANDALAN BALI berdasarkan

14 Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . (Malang:

Bayumedia Publishing, Cet-II 2006), h. 295

Page 25: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

15

hirarkinya. Pendekatan kasus dipakai peneliti untuk meneliti kasus yang

menjadi kasus yaitu kedudukan para pelawan/pihak ketiga terhadap dalam

kepailitan PT Dwimas Andalan Bali, dengan menggunakan tipe penelitian

ini akan dapat diungkapkan gambaran yang mendalam dan mendetail

tentang suatu situasi atau objek15

kasus yang diteliti serta Ratio Recidend

yaitu alasan alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai

kepada putusannya.16

Dan pendekatan konsep dilakukan untuk keperluan

penelitian berkaitan dengan kedudukan hukum pelawan/pihak ketiga

terhadap kepailitian.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun

sumber non-hukum yang telah dikumpulkan berdasarkan topik

permasalahan yang telah di rumuskan dan di klasifikasi menuru sumber

dan hirarkinya untuk dikaji secara komprehensif17

.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian, baik aturan

perundang-undangan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,

maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa,

sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab

15 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Peneltian Gabungan, (Jakarta:

Kencana, cet-1 2014), h. 339

16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-9 2014), h. 158

17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. h. 392

Page 26: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

16

permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan

hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang

dihadapi.18

Selanjutnya setelah bahan hukum diolah secara deduktif,

dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan

diketahui kedudukan hokum para pelawan/pihak ketiga dalam perkara

dimasukkannya daftar harta pailit PT. Dwimas Andalan Bali milik para

pelawan.

6. Metode Penulisan

Metode Penulisan mengacu kepada buku pedoman skripsi yang di

keluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2012. Metode ini lebih

menekankan kearah penelitian deduktif.

G. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan

mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,

Pembatasan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Tinjauan (Review) Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan

Sistematika Pembahasan.

18 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. h. 393

Page 27: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

17

BAB II: TINJAUAN UMUM PENGATURAN KEPAILITAN DI

INDONESIA

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai Definisi

Kepailitan dan Tujuan Kepailitan di Indonesia, Pengurusan Harta

Pailit, Akibat-akibat Hukum Putusan Pailit, dan Perlawananan

Terhadap Penyitaan.

BAB III: HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH DAN RUMAH SUSUN

DI INDONESIA

Pada bab ini peneliti membahas mengenai Ruang Lingkup Hukum

Agraria, Macam-macam Hak Atas Tanah dan Rumah Susun,

Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, dan Tindakan

Hukum Blokir, Sita, dan Sita Umum

BAB IV: KEDUDUKAN HUKUM PELAWAN DALAM (DERDEN

VERZET)

Dalam bab ini peneliti membahas mengenai Kasus Posisi No. 156

K/Pdt.Sus-Pailit/2013, Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung

Dalam Memberikan Putusan Nomor 156 K Pdt.Sus-Pailit 2013

dan Kedudukan Hukum Pelawan Terhadap Sita Atas Objek

Boedel Pailit

BAB V: PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir dibahas mengenai Kesimpulan dan

Kritik dan Saran.

Page 28: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

18

BAB II

TINJAUAN UMUM PENGATURAN KEPAILITAN DI INDONESIA

A. Definisi dan Tujuan Kepailitan

1. Definisi Kepailitan

Secara etimologi, pailit berasal dari Perancis “failite” yang berarti

kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda digunakan istilah

“failliet”.1 Oleh sebab itu, orang yang mogok atau macet atau berhenti

membayar utangnya dalam Bahasa Perancis disebut lefailli. Kemudian

dalam Bahasa Inggris dikenal istilah “to fail”, dan dalam Bahasa Latin

dipergunakan istilah “fallire”. Sedangkan dalam bahasa Belanda

digunakan istilah yang sama yaitu “failliet” dan dalam hukum Anglo

America, undang-undangnya dikenal dengan Bankcrupty Act.2

Menurut Poerwadar minta “pailit” artinya “bangkrut”; dan

“bangkrut” artinya menderita kerugian besar hingga jatuh (perusahaan,

took, dan sebagainya). Menurut John M. Echols dan Hassan Shadily,

bankrupt artinya bangkrut, pailit dan bankcrupty artinya kebangkrutan,

kepailitan. Sedangkan menurut UU No. 37 Tahun 2004 yang dimaksud

dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit

1 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang: UMM Press, 2007), h. 4

2 Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan

Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase. (Jakarta: Kencana, cet-1 2009), h. 71

Page 29: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

19

yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

(Pasal 1 ayat 1). Keadaan Perusahaan debitur yang4 berada dalam keadaan

berhenti membayar utangnya tersebut disebut dengan “Insolvable”5

2. Tujuan Kepailitan

Sebagaimana dikutip oleh Jordan et al. dari buku The Early

History of Bankruptcy Law, yang ditulis oleh Louis E. Levinthal, tujuan

utama dari hukum kepailitan digambarkan sebagai berikut:

All bankruptcy law, however, no meter when or where devisd and

anacted, has at least two eneral objects in view. It aims, fist, secure

and equitable devision of the insolvent debtor’s property among all

hhis creditors, and, in the second place, to prevent on the part of

the insolvent debtor conduct detrimental to the interest of his

creditors. In other words, bankruptcy law seek to protect the

creditor, first, from one another and, secondly, from their debor. A

third object, the protection of the honest debtor from his creditors,

by means of the discharge, is sought to be attained in some of the

system of bankruptcy, but this is by no means a fundamental

feature of the law.

Dari hal yang dikemukakan di atas itu dapat diketahui tujuan-

tujuan dari hukum kepailian (bankruptcy law), adalah:

a. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan

Debitor diantara para Kreditornya

4 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di

Indonesia. (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013), h. 23

5 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di

Indonesia. h. 24

Page 30: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

20

b. Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang6

dapat merugikan kepentingan Kreditor

c. Memberikan perlindungan kepada Debitor yang beritikad baik dari

para Kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan hutangnya.7

3. Syarat dan Putusan Palitan

Didalam Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menjelaskan dalam yakni:

1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar

lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

kreditornya.

2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan

oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

3. Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya

dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

4. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga

Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian,

6 Sutan Remy Sjahdeini,. Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening

Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998. (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), h.37

7 Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening

Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998. h.38

Page 31: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

21

permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan

Pengawas Pasar Modal.

5. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan

Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang

bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit

hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

B. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, debitur

pailit tidak lagi diperkenankan untuk melakukan pengurusan atas harta

kekayaannya yang telah dinyatakan pailit (harta pailit). Selanjutnya

pelaksanaan pengurusan atau pemberesan atas harta paili tersebut diserahkan

kepada Kurator yang diangkat oleh Pengadilan, dengan diawasi oleh seorang

Hakim Pengawas yang di tunjuk dari Hakim Pengadilan.

1. Pengurusan Harta Pailit

Tugas utama Kurator adalah melakukan pengurusan dan

pemberesan harta pailit. Kurator diangkat oleh Pengadilan bersamaan

dengan putusan permohonan pernyataan pailit. Dalam hal debitur atau

kreditur yang memohonkan kepailitan tidak mengajukan usul

Page 32: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

22

pengangkatan Kurator lain kepada Pengadilan, maka Balai Harta

Peninggalan bertindak selaku Kurator.8

Kurator mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas

pengursan dan/atau pemberesan harta pailit (Pasal 67 Ayat [1]). Menurut

Jefrry Hoff, tujuan kepailitan adalah untuk membayar hak para kreditor

yang seharusnya mereka peroleh sesuai dengan tingkat urutan tuntutan

mereka. Oleh karena itu, kurator tidak hanya harus bertindak untuk

kepentingan yang terbaik bagi kreditor, tetapi ia juga harus memerhatikan

kepentingan debitur pailit. Kepentingan-kepentingan ini tidak boleh

diabaikan sama sekali.9

Tahap pengurusan harta pailit adalah jangka waktu sejak debitur

mengajukan rencana perdamaian, di mana rencana perdamaian diterima

oleh kreditor dan dihomologasi oleh Majelis Hakim yang mengakibarkan

kepailitan diangkat, kurator antara lain harus melakukan tindakan sebagai

berikut.

a. Mendata, melakukan verifikasi atas kewajiban debitur pailit. Verifikasi

dari kewajiban debitur pailit memerlukan ketelitian dari kurator. Baik

debitur pailit maupun kreditor harus sama-sama didengar untuk dapat

8 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, ed-1 cet-3 2002), h. 63

9 Imran Nating, Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, ed-1 cet-1 2004), h. 71

Page 33: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

23

menentukan status, jumlah keabsahan utang iutang antara debitur pailit

dengan para kreditornya.

b. Mendata, melakukan penelitian asset debitur pailit termasuk tagihan-

tagihan yang dimiliki debitur pailit sehingga dapat ditentukan langkah-

langkah yang harus diambil oleh kurator untuk menguangkan tagihan-

tagihan tersebut.

Kurator harus melindungi keberadaan debitur pailit dan berusaha

mempertahankan nilai kekayaan tersebut. Setiap tindakan yang dilakukan

di luar kewenangannya, harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu

dari Hakim Pengawas, sebagai contoh melakukan penjualan kekayaan

debitur pailit atau menggunakan kekayaan debitur pailit.10

2. Pemberesan Harta Pailit

Menurut ketentuan 168 ayat (1) FV, bila dalam rapat pencocokan

utang (verifikasi) tidak ditawarkan perdamaian, atau bila perdamaian yang

ditawarkan telah ditolak, atau bila pengesahan perdamaian tersebut oleh

Pengadilan dengan pasti telah ditolak, maka demi hukum harta pailit itu

berada dalam keadaan tidak mampu membayar.

Tindakan selanjutnya terhadap harta Debitor pailit itu adalah

melakukan likuidasi yang dilakukan oleh Kurator. Atas hasil likuidasi itu

kurator mendistribusikannya kepada masing-masing Kreditor tersebut

10 Imran Nating. Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit, h. 73

Page 34: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

24

yang piutangnya telah diakui dalam proses pencocokan atau verifikasi

utang piutang sesuai dengan urutan tingkat masing-masing piutang mereka

sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang. Tindakan Kurator tersebut

disebut tindakan pemberesan harta pailit.11

Pasal 184 (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitian dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menjelaskan,

dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (1), kurator harus

memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit (setelah dilakukan

pencocokan piutang) tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan

debitor apabila:

a. Usul untuk mengurus perusahaan debitor tidak diajukan dalam12

jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37

Tahun 2004 Tentang Kepailitian dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak,

atau

b. Pengurusan terhadap perusahaan debitor dihentikan.

Di samping ketentuan Pasal 184 ayat (1) UUK-PKPU tersebut,

perlu pula diperhatikan Pasal 69 ayat (2) UUK-PKPU menentukan, dalam

melaksanakan tugasnya, kurator:

11 Sutan Remi Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening

Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), h. 463

12 Sutan Remi Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun

2004, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, cet-4 2010), h. 279

Page 35: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

25

a. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyapaikan

pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ

debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau

pemberitahuan demikian dipersyaratkan.

b. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka

(dengan tujuan) meningkatkan nilai harta pailit.13

Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam

keadaan tidak mampu membayar dan usaha debitur dihentikan. Ia

memutuskan cara pemberesan harta pailit dengan selalu memerhatikan

nilai terbaik pada waktu pemberesan. Pemberesan dapat dilakukan sebagai

satu atau lebih kesatuan usaha (going concern) atau atas masing-masing

harta pailit. Kurator melakukan pemberesan dengan penjualan dimuka

umum atau apabila di bawah tangan, dengan persetujuan Hakim

Pengawas. Dalam melaksanakan penjualan harta debitur pailit, kurator

harus memerhatikan hal sebagai berikut:

a. Harus menjual untuk harga paling tinggi.

b. Harus memutuskan apakah harta tertentu harus dijual segera dan harta

yang lain harus disimpan terlebih dahulu karena nilainya akan

meningkat di kemudian hari.

c. Harus kreatif dalam mendapatkan nilai tertinggi atas harta pailit.

13 Sutan Remi Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun

2004, h. 280

Page 36: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

26

Kurator dalam melaksanakan pemberesan harta pailit memiliki

tugas dan kewenangan sebagai berikut.

a. Setelah kepailitan dinyatakan dibuka kembali, kurator harus seketika

memulai pemberesan harta pailit.

b. Memulai pemberesan dan menjual harta pailit tanpa perlu memperoleh

persetujuan atau bantuan kreditur.14

c. Memutuskan tindakan apa yang dilakukan terhadap benda yang tidak

lekas atau sama sekali tidak dapat dibereskan.

d. Menggunakan jasa bantuan debitur pailit guna keperluan pemberesan

harta pailit, dengan memberikan upah.

Kurator membagikan hasil pemberesan harta pailit kepada kreditor

sesuai dengan daftar pembagian. Pasal 174 UUK mengatur bahwa pada

setiap waktu, bila menurut pendapat Hakim Pengawas tersedia cukup uang

tunai, ia memerintahkan suatu pembagian kepada para kreditor yang

piutangnya telah mendapatkan pencocokan. Kurator tidak perlu menunggu

sampai harta pailit telah habis dijual. Dalam hal ini kurator harus bijaksana

dalam penetuan cukup tidaknya uang tunai yang tersedia karena:

a. Sesuai ketentuan dalam Pasal 173 UUK, jika diangap perlu, maka

masih tetap dapat dilaksanakan pencocokan utang piutang, walaupun

tenggang waktu pencocokan utang piutang sesuai Pasal 10 ayat (1)

UUK telah berakhir.

14 Nating, Imran. Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, ed-1 cet-1 2004), h. 85

Page 37: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

27

b. Sesuai Pasal 177 UUK, semua biaya kepailitan pada umumnya harus

dibebankan pada tiap bagian harta pailit.15

3. Tanggung Jawab Kurator Atas Pengurusan dan Pemberesan Harta

Pailit

Dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, Kurator

secara hukum tidak berjalan sendiri (Pasal 13 ayat 1 UUK), Karena selain

kurator, Pengadilan Niaga juga mengangkat Hakim Pengawas

(Supervicory Judge) untuk melakukan pengawasan terhadap Kurator

dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dengan kewenangan yang

diatur dalam Pasal 63 UUK. Pada prinsipnya, tugas pengawasan ini, pada

satu sisi dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga agar Kurator tetap

bekerja dalam koridor hukum yang telah16

ditetapkan oleh undang-undang.

Sehingga terhadap tugas yang dibebankan oleh UU Kurator dapat

melaksanakan tugasnya untuk kepentingan harta pailit secara, transparan

bertanggung jawab dan tidak memihak.17

Menurut sifatnya kurator dapat melakukan perbuatan melawan

hukum. Oleh karena itu, ia juga bertanggung jawab pribadi terhadap

15 Nating, Imran. Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit, h.88

16 Ricardo Simanjuntak, Seminar Sehari Revitalisasi Tugas dan Wewenang

Kurator/Pengurus, Hakim Pengawas dan Hakim Niaga Dalam Rangka Kepailitan, (editor, Emmy

Yuhassarie, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2003) Kemandirian Tugas Kurator Dalam

Melakukan Pengurusan dan Pemberesan Dalam Kepailitan, h. 23

17 Ricardo Simanjuntak, Seminar Sehari Revitalisasi Tugas dan Wewenang

Kurator/Pengurus, Hakim Pengawas dan Hakim Niaga Dalam Rangka Kepailitan, Kemandirian

Tugas Kurator Dalam Melakukan Pengurusan dan Pemberesan Dalam Kepailitan, h. 24

Page 38: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

28

kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Hal ini jika tindakan kurator

yang merugikan harta pailit dan pihak ketiga tersebut merupakan tindakan

diluar kewenangan kurator yang diberikan padanya oleh undang-undang,

tidak dapat dibebankan pada harta pailit dan merupakan tanggung jawab

kurator secara pribadi.

Setiap perbuatan kurator yang merugikan terhadap harta pailit

ataupun dalam arti merugikan kepentingan kreditor, baik secara disengaja

maupun tidak disengaja oleh kurator maka kurator harus dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 72 UU Kepailitan, antara lain:

“Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan/kelalaian dalam

melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang

meyebabkan kerugian terhadap harta pailit”

Ini berarti kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan

tidak dapat bertindak sewenang-wenang, karena apabila ada perbuatan

kurator yang merugikan harta pailit, maka harta pribadi kurator turut

bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. Sebagai bentuk pertanggung

jawabnnya, setiap 3 bulan, kurator harus menyampaikan laporan kepada

hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan

tugasnya18

18 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 151

Page 39: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

29

Sebaliknya, tindakan kurator yang dilakukan sesuai dengan

kewenangan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dan

dilakukan dengan itikad baik. Namun, karena hal-hal di luar kekuasaaan

kurator ternyata merugikan harta pailit, maka tidak dapat

dipertanggungjawabkan secara pribadi kepada kurator dan kerugian

tersebut dapat dibebankan pada harta pailit.19

C. Perlawanan Terhadap Penyitaan (Derden Verzet)

Pada asasnya suatu putusan itu hanya mengikat para pihak yang

berperkara dan tidak mengikat pihak ketiga (Pasal 1917 B.W). Memerhatikan

Pasal 1917 KUHPerdata, pada prinsipnya putusan hakim hanyalah mengikat

terbatas pada para pihak yang berperkara. Artinya, tidak mengikat terhadap

pihak ketiga. Namun demikian, dalam praktik peradilan perdata tidak jarang

terjadi suatu putusan yang merugikan pihak yang pada mulanya tidak

memiliki kepentingan dengan perkara yang bersangkutan. guna melindungi

pihak ketiga yang dirugikan akibat suatu utusan hakim dapat melakukan

perlawanan yang dikenal dengan istilah derden verzet. Oleh karena itu,

sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 378 RV:20

19 Nating, Imran. Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004). Hal 115

20 Heny Mono. Praktik Berperkara Perdata: Sebobrok apa pun kualitas sistem

penegakan hukum itu, Indonesia tetaplah negara yang berdasarkan hukum (rechstaat) dan bukan

negara kekuasaan (machstaat). (Malang: Bayumedia, cet-1 2007), h. 141

Page 40: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

30

“Pihak-pihak yang berhak mengajukan perlawanan terhadap suatu

putusan yang merugikan hak-hak mereka, jika mereka secara pribadi

atau wakil mereka yang sah menurut hukum, ataupun pihak yang

mereka wakili tidak dipanggil di siding Pengadilan, atau karena

penggabungan perkara atau campur tangan dalam perkara pernah

menjadi pihak.”

Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan

yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan

cara biasa, sebagaimana tertuang dalam ketentuan (Pasal 379 RV):

“Perlawanan ini diperiksa oleh hakim yang menjatuhkan putusan itu.

Perlawanan diajukan dengan suatu pemanggilan untuk menghadap

sidang terhadap semua pihak yang telah mendapat keputusan dan

peraturan umum mengenai cara berperkara berlaku dalam perlawanan

ini”21

Pihak ketiga yang hendak mengajukan perlawanan terhadap suatu

putusan tidak cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus nyata-

nyata dirugikan hak-haknya. Apabila perlawanan itu dikabulkan, maka

putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ketiga (Pasal

382 RV).22

Dalam Pasal 195 (6), (7) H.I.R., serta Pasal 207 dan Pasal 208 H.I.R.

diatur mengenai perlawanan terhadap sita eksekutorial, baik yang diajukan

oleh yang terkena eksekusi/tersita maupun yang diajukan oleh pihak ketiga.

Perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir maupun sita revindicatoir

tidak berlaku dalam H.I.R.

21 Ropaun Rambe. Hukum Acara Perdata Lengkap. (Jakarta: Sinar Grafika, cet-7 2013),

h. 82

22 Bambang Sugeng dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen

Litigasi. (Jakarta: Kencana cet-2 2013), h. 99 b

Page 41: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

31

Ketentuan Pasal 195 (6) dan (7) H.I.R tersebut di atas mengatur:

1. Perlawanan terhadap sita eksekutorial.

2. Yang diajukan oleh yang terkena eksekusi/tersita;

3. Yang diajukan oleh pihak ketiga atas dasar hak milik;

4. Perlawanan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang

melaksanakan eksekusi;

5. Adanya kewajiban dari Ketua Pengadilan Negeri yang

memeriksa/memutus perlawanan itu untuk melaporkan atas pemeriksaan/

putusan perkara perlawanan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang

memerintahkan eksekusi;

Meskipun demikian, dalam praktik banyak perkara perlawanan pihak

ketiga terhadap sita jaminan yang diajukan kepada pengadian, perihal upaya

hukum dalam memeriksa dan memutus perkara perlawanan ini dilakukan

menurut acara biasa, sedang dasar pengajuannya dilakukan dengan

berpedoman kepada pasal-pasal R.V. yang mengatur persoalan tersebut.

Untuk perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, baik hal itu yang

diajukan terhadap sita eksekutorial maupun sita jaminan, kepada pihak ketiga

tersebut disebut pelawan sedang kepada pihak penggugat semula disebut

terlawan penyita bagi tergugat semula disebut terlawan tersita.23

23 Retnowulan Susanti dan Iskandar Oeripkartawinaata. Hukum Acara Perdata Dalam

Teori dan Praktek. (Bandung: Maju Mundur, cet-8 1997), h. 175

Page 42: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

32

BAB III

HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH DI INDONESIA

D. Ruang Lingkup Hukum Agraria

1. Pengertian Agraria

Dari berbagai kepustakaan lama, sering dijumpai bahwa perkataan

“Agraria” berasal dari bahasa Yunani/Grik Purba “Ager”, yang berarti

Ladang atau Tanah. Dalam Bahasa Latin “Agrarius”, yaitu apa-apa yang

berhubungan dengan masalah tanah. Dus berarti perladangan pertanahan.

Dari Bahasa, “Akker”, yang berarti lading, tanah pertanian. Dari Bahasa

Inggris, “Land”, yang berarti Tanah/Ladang. Dalam Black Law

Dictionary, Agrarian Law dijelaskan sebagai:

“In Roman Law” Law for the distribution among the people by

public authority, of the land constitution the public domein, usually

territory, of the land conquered from an enemy (Hukum untuk

pembagian tanah milik negara, biasanya rampasan perang diantara

rakyatnya, oleh penguasa negara).1

Apabila menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Pokok Agaria ), maka

pengertian Agraria, dapat berarti luas dan/sempit. Dalam arti luas, yang

diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang meliputi Bumi, Air dan Ruang

Angkasa. Sedang pengertian agraria dalam arti sempit, diatur dalam Pasal

1 Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria, (Yogyakarta: Graha Ilmu, ed-1 cet-1 2011),

h. 3

Page 43: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

33

4 ayat (1) UU Pokok Agaria, yaitu tanah. Dalam Pasal 4 ayat (1)

menentukan, bahwa adanya macam-macam Hak atas permukaan bumi

yang disebut tanah tersebut. Jadi pengertian Agraria dalam arti sempit,

adalah permukaan yang disebut tanah.2

2. Pengertian Tanah

S. Rownton Simpson 1967 hal 5 dalam buku Land Law and

Registration. Bahwa tanah itu tidak bergerak, sehinggga secara fisik tidak

dapat diserahkan/dipindah/dibawa dan kedua tanah itu adalah bersifat

abadi, seterusnya dikatakan:

“in its original definition in English Law. Land is not regarder as

comprising merely the surface: it is deem to include everything

which is fixed to it, and also the air which lies above it right up

into the sky, and whatever lies beloow it right down into the centre

of the earth, it includes land covered with water and so even the

sea-bed is land. Land is as unchangeable in extend as the earth

itself: if cannot be increased or decreased or destroyed as can all

other from of wealth.”

Dari uraian tersebut diatas jelaslah bahwa pengertian “land”

menurut hukum inggris adalah pengertian yang kita kenal dengan

pengertian agrarian karena mencangkup bumi, air dan ruang angkasa dan

bahwa menurut hukum Indonesia UU Pokok Agaria hanya bagian terkecil

dari bumi tersebut.3

2 Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria: Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Prestasi

Pustaka, cet-1 2003), h. 3

3 A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia: (berdasarkan PP No. 24 Tahun

1997) dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah (PP No. 33 Tahun 1998),

(Bandung: Mandar Maju, cet-4 2009), h. 21

Page 44: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

34

E. Macam-macam Hak Atas Tanah dan Rumah Susun

1. Hak Milik

Hak milik menurut Pasal 20 ayat (1) UU Pokok Agaria adalah hak

turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah

dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Turun-temurun artinya Hak

Milik atas tanah dapat berlangsung terus menerus selama pemiliknya

masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya

dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai

subjek Hak Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat bila

dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas

waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak

mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang

kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah

yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak

berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan4 penggunaan tanahnya lebih

luas bila dibandngkan dengan hak atas tanah yang lain. Hak Milik atas

tanah harus memerhatikan fungsi sosial atas tanah, yaitu dalam

menggunakan tanah tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang lain,

penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya,

adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan

4 Urip Santoso, Hukum Agaria: Kajian Komprehensif. (Jakarta: Kencana, ed-1 cet-3

2013), h. 92

Page 45: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

35

umum, dan tanah harus dipelihara dengan baik agar bertambah kesuburan

dan mencegah kerusakan.5

2. Hak Guna Bangunan

Pengertian Hak Guna Bangunan dijelaskan dalam Pasal 35 UU

Pokok Agaria memberikan pengertian Hak Guna Bangunan, yaitu hak

untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan

miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat di

perpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.

Pasal 37 UU Pokok Agaria menegaskan bahwa Hak Guna

Bangunan terjadi pada tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau

tanah milik orang lain. Sedangkan Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996

Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas

Tanah menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna

Bangunan adalah tanah negara, tanah Hak Pengolahan, atau Tanah Hak

Milik.6

Dalam kaitannya Hak Guna Bangunan, yang dapat mempunyai

Hak Guna Bangunan adalah sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia

5 Urip Santoso, Hukum Agaria: Kajian Komprehensif, h. 93

6 Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, cet-6 2010),

h. 98

Page 46: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

36

b. Badan Hukm yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia (Pasal 36 ayat (1) UU Pokok Agaria).7

3. Hak Guna Usaha

Menurut Pasal 28 ayat (1) UU Pokok Agaria, yang dimaksud

dengan Hak Guna Usaha adalah Hak untuk mengusahakan tanah yang

dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut

dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanihan, perikanan, atau perternakan.

Luas tanah Hak Guna Usaha adalah untuk perseorangan minilam 5 hektar

dan luas maksimal 25 hektar, sedangkan untuk badan hukum luas

minimalnya 5 hektar dan luas maksimalnya ditetapkan oleh Kepala Badan

Pertanahan Nasional (Pasal 28 ayat (2) UUPA jo. Pasal 5 PP No. 40 Tahun

1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas

Tanah).8

Dalam rangka pemberian hak atas tanah dalam UU Pokok Agaria,

maka Hak Guna Usaha adalah merupakan bentuk Hak Atas Tanah kepada

pemegang hak, sedangkan syarat untuk memiiki Hak Guna Usaha adalah

warga negara Indonesia dan/atau badan hukum yang didirikan menurut

hukum Indonesia dan bekedudukan di Indonesia (Pasal 30 Ayat (1) UU

Pokok Agaria).9

7 Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika ed-2

cet-3 2008), h. 21

8 Urip santoso, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, h. 99

9 Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, h. 24

Page 47: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

37

Jangka waktu pemberian Hak Guna Usaha dapat ditemukan dalam

ketentuan Pasal 29 UU Pokok Agaria yang menyatakan bahwa:

“Ayat (1), Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25

tahun10

. Ayat (2), untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang

lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling

lama 35 tahun. Ayat (3), atas permintaan pemegang hak dan

mengingat keadaan perusahaanya jangka waktu yang dimaksud

dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu

yang paling lama 25 tahun.”11

4. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Pada rumah susun terdapat bagian-bagian yang dapat dimiliki dan

dapat digunakan secara terpisah, yang disebut satuan rumah susun, yang

dimaksud dengan rumah susun menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, adalah bangunan gedung

bertingkat yang di bangun dalam satu lingkungan, yang terbagi dalam

bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal

maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat

dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian,

yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah

bersama.12

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 16 Tahun 1985,

yang dimaksud dengan satuan rumah susun adalah rumah susun yang

10 Kartini Muljadi dan Gunawan widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, ed-1

cet-4 2007), h. 152

11 Kartini Muljadi dan Gunawan widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, h. 153

12 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana ed-1 cet-

4 2014), h. 80

Page 48: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

38

tujuan peruntukkan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat

hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

Pada rumah susun ada hak yang bersifat perorangan dan terpisah,

dan hak bersama dari seluruh pemilik satuan rumah susun yang terdiri atas

bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Penguasaan bersama

atas bidang tanah yang diatasnya berdiri rumah susun sebetulnya telah

diletakkan dasarnya oleh Pasal 4 Ayat (1) UU Pokok Agaria yaitu “Atas

dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2

ditentukan adanya bemacam-macam hak atas permukaan bumi, yang

disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang

baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan

hukum.” Perkataan bersama-sama dengan orang lain menunjukkan bahwa

hak atas tanah dapat dimiliki atau dikuasai secara bersama-sama dengan

lain.13

Pasal 8 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang No. 16 Tahun 1985

menentukan ruang lingkup Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yaitu

hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah,14

meliputi

juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang

13 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, h. 81

14 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, h. 91

Page 49: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

39

semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan

yang bersangkutan.15

Dalam penjelasan Pasal 8 UU Nomor 1985 dinyatakan bahwa:

“pemilikan satuan rumah susun harus memenuhi syarat sebagai

pemegang hak atas tanah bersama yang bersangkutan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 26, dan Pasal 42 UUPA. Dalam

hal tanah bersaman berstatus hak milik, yang dapat memiliki

satuan rumah susun yang bersangkutan, terbatas pada perseorangan

warga negara Indonesia yang tidak memiliki kewarganegaraan

ganda. Khusus untuk badan-badan hukum yang dapat memiliki

satuan rumah susun di atas tanah bersama, adalah badan-badan

hukum yang ditunjuk oleh PP Nomor 38 Tahun 1963 di antaranya

bank-bank yang didirikan oleh negaranya, badan-badan social dan

keagamaan serta koperasi pertanian yang memiliki syarat”.16

F. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya

Peralihan Hak Milik Atas Tanah dapat terjadi karena suatu peristiwa

hukum tertentu pada diri seseorang, misalnya karena perkawinan, kematian

maupun karena suatu peristiwa hukum yang dikehendaki secara bersama oleh

Para Pihak yang bermaksud mengalihkan Hak Milik Atas Tanah dengan pihak

yang menerima pengalihan Hak Atas Tanah, misalnya karena jual beli, hibah

maupun tukar menukar.17

Sebagai tanda bahwa telah beralihnya Hak Milik

Atas Tanah maka Pihak yang menerima harus mendaftarkan tanahnya.

15 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, h. 92

16 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, ed-1 cet-3 2009), h. 245

17 Kartini Muljadi dan Gunawan widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, ed-1

cet-4 2007), h. 78

Page 50: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

40

Menurut Boedi Harsono yang dimaksud dengan pendaftaran tanah

adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terus

menerus untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyajikan data

tertentu mengenai bidang-bidang atau tanah-tanah tertentu yang ada di suatu

wilayah tertentu.18

Dalam Pasal 1 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah menjelaskan pengertian pendaftaran tanah yaitu yang

dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah :

”Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus

menerus berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,

pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharan data fisik

dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-

bidang tanah dan satuan satuan rumah susun termasuk pemberian

surat tanda bukti haknya bagi tanah yang sudah ada hak milik atas

satuan rumah susun serta hak-hak yang membebaninya.”

Pendaftaran tanah dikenal dengan Recht Kadaster yang bertujuan

memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak

atas tanah.19

Selain rechtskadaster, dikenal juga pendaftaran tanah untuk

keperluan penetapan klasifikasi dan besarnya pajak (fiscal kadaster). Tujuan

pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono adalah agar dari kegiatan

pendaftaran itu dapat diciptakan suatu keadaan, dimana:

18 Boedi Harsono, Beberapa Analisi Tentang Hukum Agraria, (Jakarta: Esa Studi Klub,

1978), h. 9

19 Adrian Sutendi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar

Grafika, ed-1 cet-3 2009), h. 112

Page 51: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

41

a. Orang-orang dan badan-badan hukum yang mempunyai20

tanah dengan

mudah dapat membuktikan, bahwa merekalah yang berhak atas tanah itu,

hak apa yang dipunyai dan tanah yang manakah yang dihaki. Tujuan ini

dicapai dengan memberikan surat tanda bukti hak kepada pemegang hak

yang bersangkutan.

b. Siapapun yang memerlukan dapat dengan mudah memperoleh keterangan

yang dapat di percaya mengenai tanah-tanah yang terletak diwilayah

pendaftaran yang bersangkutan (baik ia calon pembeli atau calon kreditor)

yang ingin memperoleh kepastian, apakah keterangan yang diberikan

kepadanya oleh calon penjual atau kreditor itu benar. Tujuan ini dicapai

dengan memberikan sifat terbuka bagi umum pada data yang disimpan.21

Pendaftaran tanah yang diharapkan sebagaimana digambarkan oleh

Douglas J. Willem merupakan pekerjaan yang kontinu dan konsisten atas hak-

hak seseorang, sehingga memberikan informasi dan data administrasi atas

bagian-bagian tanah yang didaftarkan. Lengkapnya disebutkan:

The register consist of the individual grant, certificates of folios

contained whitin it at anygiven time. Added to these are documents

that may bedeemed to be embodied in the register upon registration.

Together these iindicated the parcel of land in a particular title, the

person etitle to interest there in and the nature and extent of these

interest. There are also ancillary register wich assist in the orderly

administration of the system such as a parcel index, a nominal index

20 Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I: Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta:

Gramedia Pusaka Utama, Jil-2 1992), h. 80

21 Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I: Buku Panduan Mahasiswa, h. 81

Page 52: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

42

losting registered propietors and a day book in wich documents are

entered pending final registration.22

Dalam peraturan pemerintah yang menyempurnakan Peraturan

Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah ini, tetap

dipertahankan tujuan diselenggarakannya pendaftaran tanah sebagai yang

pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok

Agraria. Yaitu bahwa pendaftaran tanah merupakan tugas pemerintah,23

yang

diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang

pertanahan (suatu “rechtskadaster” atau “legal cadaster”.24

Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun menurut Pasal 10

Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 dibagi menjadi 2, yaitu Hak Milik Atas

Satuan Rumah Susun dapat beralih dari pemiliknya kepada pihak lain, dan

Hak milik Atas Satuan Rumah Susun dapat dipindahkan dari pemiliknya

kepada pihak lain. Penjelasan Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang No, 16

Tahun 1985 memberikan uraian pengertian beralih dan pemindahan hak yang

dimaksud pewarisan adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan

meninggalnya pewaris. Adapun pemindahan hak adalah perbuatan hukum

yang dilakukan dengan mengalihkan hak kepada pihak lain, seperti jual beli

tukar-menukar dan hibah.

22 Adrian Sutendi, Sertifikat Hak Atas Tanah. (Jakarta: Sinar Grafika, cet-2 2012), h. 205

23 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. (Jakarta: Djambatan, ed-rev cet-9 2003), h. 474

24 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, h. 475

Page 53: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

43

Dua bentuk peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Beralih, yaitu berpindahnya Hak Milik Atas Tanah atau Hak Milik Satuan

Rumah Susun dari pemegang haknya kepada pihak lain karena pemegang

haknya meninggal dunia atau terjadi karena hukum seperti pewarisan.

2. Pemindahan Hak (dialihkan), Berpindahnya Hak Milik Atas Tanah atau

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dari pemegang (subjek) kepada

pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan

tujuan agar pihak lain tersebut memperoleh hak tersebut. Perbuatan hukum

tersebut dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan dalam

modal perusahaan, lelang.25

Suatu yang paling penting dari adanya pemilikan atas satuan rumah

susun tersebut, adanya bukti yang kuat tanah yang dijadikan objek dari rumah

susun tersebut. Hal ini diatur Pasal 9 dinyatakan bahwa sebagai tanda bukti

hak milik atas satuan rumah susun di terbitkan sertifikat hak milik atas satuan

rumah susun “ayat (1)”.26

Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Ayat (2) Undang-Undang No. 16

Tahun 1985, pendaftaran pemindahan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

dilakukan menurut Peraturan Pemerintah Sebagaimana dimaksud Pasal 19 UU

Pokok Agaria. Peraturan Pemerintah yang dimaksud di sini adalah Peraturan

25 Elza Syarief, Pensertifikatan Tanah Bekas Hak Eigendom, (Jakarta: KPG, 2014), h.301

26 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, ed-1 cet-3 2009), h. 246

Page 54: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

44

Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah, yang mencabut

Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Ketentuan tentang pendaftaran pemindahan Hak Milik Atas Satuan

Rumah Susun diatur dalam Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24

Tahun 1997, yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat hanya

dapat mendaftarkan Pemindahan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, dan pemasukan dalam perusahaan jika

dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Penjabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT).27

G. Tindakan Hukum Blokir, Penyitaan dan Sita Umum

1. Tindakan Hukum Blokir

Pengertian dari pencatatan dalam buku tanah atau pemblokiran

sertipikat hak atas tanah dalam peraturan perundang-undangan bidang

pertanahan tidak ada yang memberikan definisi yang pasti. Di dalam Pasal

126 ayat (1) dan (2) Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3/1997 hanya menyatakan bahwa pihak yang

berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak

atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan obyek

gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan gugatan yang

27 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana ed-1 cet-

4 2014), h. 99

Page 55: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

45

bersangkutan pada ayat (1). Namun secara umum peneliti mendefinisikan

Pemblokiran adalah tindakan Kepala Kantor Pertanahan untuk menolak

melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak atas tanah

terdaftar di kantor pertanahan karena hak atas tanah bersangkutan menjadi

obyek sengketa. Pencatatan atau pemblokiran bertujuan untuk kepentingan

penelitian di dalam penyelesaian sengketa (status quo) oleh karena kalau

tidak demikian penyelesaian sengketa akan mengalami kesulitan di dalam

meletakkan keputusannya nanti, sehingga keputusannya akan merugikan

pihak pembeli yang beritikad baik. Tujuan lainnya adalah untuk

kepentingan pemohon sendiri, sebab apabila tidak dilakukan pemblokiran

terhadap sertipikat hak atas tanah sudah barang tentu gugatan yang

diajukan di Pengadilan tidak akan ada gunanya.28

2. Penyitaan

Penyitaan berasal dari terminology beslag (Belanda), dan didalam

istilah Bahasa Indonesia beslag namun itilah bakunya adalah kata sita atau

penyitaan.29

Penyitaan ialah suatu tindakan pengambilalihan hak seseorang

atau suatu pihak tertentu atas barang-barang tertentu yang dilakuan oleh

hakim pengadilan berdasarkan putusan hakim, yang umumnya terjadi

karena suatu sebab tertentu, misalnya karena si pemilik barang tersebut

adalah debitor yang tidak mau melunasi utangnya pada kreditorya, atau

28 Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, (Bandung: Alumni,

1991), h. 25

29 Elfrida R Gultom, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Literata, 2010), h. 123

Page 56: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

46

karena barang tersebut adalah memang milik penggugat sendiri atau

karena sebab lainnya.30

Sita jaminan dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu; sita jaminan

terhadap barang milik penggugat dan sita jaminan terhadap barang milik

penggugat.

a. Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Pengugat, Pemohon atau

(Kreditur)

1. Revindicatoir Beslag

Sita Jaminan Terhadap barang milik penggugat diatur

dalam Pasal 226 HIR/260 RBg, disebut dengan istilah

revindicatoir beslag,31

sita ini dimaksudkan untuk menjamin dapat

dilaksanakan putusan pengadilan yang meghukum tergugat untuk

menyerahkan sesuatu barang kepada penggugat, barang mana

adalah milik penggugat sendiri yang berada pada tergugat. Dengan

dilakukannya revindicatoir beslag tersebut maka tergugat tidak

dapat lagi memindahtangankan, menjamin dan menyewakan

barang barang yang telah disita kepada orang lain.32

30 Ridwan Halim, Hukum Acara Perdata: Dalam Tanya Jawab, (Bogor: Ghalia

Indonesia, cet-3 2005), h. 141

31 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta:

Pustaka Kartini , cet-1 1998), h. 41

32 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, h. 42

Page 57: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

47

2. Marital Beslag

Sita Marital yaitu penyitaan untuk menjamin agar barang

yang disita tidak dijual, jadi tujuan dari Marital Beslag ini adalah

untuk menjamin agar harta bersama tersebut tidak dijual kepada

orang lain atau disembunyikan oleh pihak tergugat.33

Sita marital

ini dapat dimohonkan oleh seorang istri (yang tunduk pada BW)

kepada suaminya dalam hal sengketa perceraian, terhadap barang-

barang yang mempuyai kesatuan harta kekayaan (harta

bersama/gonogini), sesuai ketentuan Pasal 1990 BW, jadi yang

dapat mengajukan sita marital adalah istri.34

Istilah sita harta

bersama memperlihatkan kedudukan yang setara (equal) antara

suami dan istri dalam kehidupan berumah tangga. Kesetaraan ini

secara tegas dirumuskan dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 1 Tahun

1974, bahwa hak kedudukan istri seimbang dengan hak kedudukan

suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup

bersama dalam masyarakat.35

33 Sarwono, Hukum Acara Perdata: Teori dan Praktik, (Jakarta: SInar Grafika, cet-2

2011), h. 151

34 Krisna Harahap, Hukum Acara Perdata: Class Action, Arbitrase & Alternatif serta

Mediasi, (Bandung: Grafitri, cet-5 2007), h. 43

35 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, cet-14 2014), h. 368

Page 58: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

48

b. Sita Terhadap Barang Milik Tergugat, Termohon (Debitur)

Adalah sita jaminan terhadap barang milik tergugat yang diatur

dalam Pasal 227 HIR/261 RBG. Sita jaminan ini biasanya disebut

Conservatoir Beslag. Penyitaan ini dimaksudkan untuk menjamin

dapat dilaksanakannya putusan pengadilan yang menghukum tergugat

untuk membayar sejumlah uang kepada penggugat, yaitu dengan cara

menjual barang-barang milik tergugat yang disita tersebut dan uang

hasil penjualan dipergunakan untuk membayar piutang penggugat.36

3. Sita Umum

Sita Umum merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisah dari

kepailitan, mengenai sita umum dijelaskan oleh Pasal 1 angka 1

UUKPKPU adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

ini. Sita Umum yang dimaksud dalam kepailitan adalah rangkaian

penyitaan yang meliputi seluruh harta kekayaan Debitor Pailit sejak

putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh

selama Kepailitan, dan sita umum tersebut tidak berlaku terhadap:

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor

sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis

yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya

36 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta:

Pustaka Kartini , cet-1 1998), h. 40

Page 59: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

49

yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan

untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat

ditempat itu.

b. Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri

sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pension,

uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim

Pengawas atau

c. Uang yang diberikan kepada Debitor ntuk memenuhi suatu kewajiban

memberi nafkah menurut Undang-undang.

Sita umum mengakhiri sita dan eksekusi sendiri-sendiri yang

dilakukan oleh para Kreditor sehingga para Kreditor harus tunduk secara

bersama-sama (concursus creditorum). Sita umum yang dimaksud dalam

konsep kepailitan berbeda dengan sita khusus seperti yang telah peneliti

jelaskan sebelumnya.

Page 60: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

50

BAB IV

KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON DALAM DERDEN VERZET

Pembahasan mengenai putusan Mahkamah Agung Nomor 156 K/Pdt.Sus-

Pailit/2013 ini berfokus kepada kedudukan hukum (legal standing) pelawan

boedel pailit dalam perkara ini, kedudukan hukum pemohon ini akan peneliti

kaitkan dengan ketentuan hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(Burgerlijke Wetbook), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang serta Putusan Hakim terdahulu (Yurisprudensi).

A. Posisi Kasus

Para Pihak dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 156 K/Pdt.Sus-

Pailit/2013 antara lain Asrida Anwar, Jerry Eka Putra Iskandar, Ir. Andry

Halim, Felix Maria Handawi, Soesanty Joezar, Agustina Esther, Anton

Wijaya, The Izak Setiawan yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada

Agus Samijaya. SH., MH. dan kawan-kawan para advokad, beralamat di Jalan

Kapten Cok Agung Tresna 9 Renon, Denpasar Provinsi Bali sebagai Pemohon

Kasasi dahulu sebagai Pelawan. Para pemohon mengajukan perlawanan

terhadap Putusan No. 20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby. Adapun pihak-pihak

terlawannya adalah, PT Karsa Industama Mandiri sebagai Termohon I dahulu

Terlawan 1/pemohon pailit (kreditor), Heri Subagyo, S.H., dan Drs. Joko

Prabowo, SH., MH., sebagai Termohon Kasasi II dahulu terlawan II, dan PT.

Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Sentra Kredit Menengah Denpasar

Page 61: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

51

sebagai Termohon Kasasi III dahulu Terlawan III. Serta PT. Dwimas Andalan

Bali sebagai Termohon Kasasi dahulu Turut Terlawan.

Pemohon Kasasi adalah pembeli beberapa unit apartemen PT Dwimas

Andalan Bali yang melakukan pembelian melalui Perjanjian Pengikatan Jual

Beli yang dilakukan pada tahun 2008 hingga akhir tahun 2009 dan telah

dibayar lunas jauh sebelum putusan Pailit 2011 dan karenanya jual beli

tersebut dilakukan dengan penuh itikad baik. PT DAB telah mengakui dan

telah menyerahkan kepada pemohon unit-unit apartemen dan selanjutnya Para

Pemohon telah menyerahkan pengelolan unit-unit apartemen kepada PT DAB

untuk difungsikan sebagai hotel. Sehingga atas pengelolaan yang dilakukan

PT DAB, Para Pemohon telah menerima pembagian keuntungan berupa

Return Of Investment (ROI) yang diterima setiap tahunnya dari PT DAB,

sehinga dapat dikatakan Debitor Pailt (PT DAB) dan Para Pelawan sama-sama

memiliki itikad baik..

PT DAB dan Para Pemohon telah melakukan jual beli dan masih

dalam proses balik nama dari atas nama PT DAB ke atas nama Para Pemohon

terbukti dari sekitar 276 unit satuan rumah susun yang di daftarkan PT DAB

untuk AJB dan penerbitan setifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun yang

dilakukan PT DAB antara kurun waktu 2008-2009 sedangkan jatah dari BPN

yang disampaikan oleh Notaris yang mengurus penyelesaian jual beli jatahnya

10 unit untuk 1 (satu) bulan. Hal ini terjadi karana Instansi BPN Kota

Denpasar yang pada saat itu terjadi kelangkaan Form.

Page 62: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

52

Kasus terjadi ketika pada 11 Agustus 2011 berdasarkan Putusan Pailit

Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 20/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby, PT. DAB

dinyatakan pailit dan kurator telah memasukkan unit-unit apartemen milik

Para Pemohon tersebut ke dalam Daftar Harta Pailit yang telah di tetapkan

pada 10 Januari 2012 tanpa melakukan verfikasi asset. Sehingga dengan

adanya putusan pailit dan dimasukkannya unti-unit apartemen milik Para

Pemohon menyebabkan terhentinya proses administrasi dan menyebabkan

kerugian hak Para Pemohon.

B. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung

Dalam pertimbangan putusan pailit No. 156 K/ Pdt.Sus-Pailit/2013,

majelis hakim mempertimbangkan dari segi kedudukan hukum (legal

standing) Pemohon sebagai Pihak Ketiga (derden verzet). Majelis hakim

mempertimbangkan apakah Para Pemohon secara hukum benar-benar pemilik

sah dari unit-unit apartemen yang diajukan dalam perkara ini untuk

dimintakan pengeluaran dari Daftar Harta Pailit.

Majelis Hakim berpendapat bahwa Para Pelawan mengajukan gugatan

perlawanan terhadap harta pailit, sedangkan Para Pelawan tidak dapat

membuktikan mereka adalah pemilik sah atas objek unit-unit apartemen yang

ada dalam Daftar Harta Pailit, dengan demikian Para Pelawan tidak memiliki

Kapasitas untuk mengajukan gugatan dan berkedudukan sebagai Pelawan

Pihak Ketiga.

Page 63: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

53

Majelis Hakim kemudian mempertimbangkan bahwa Para Pelawan

yang berkedudukan sebagai pihak yang beritikad baik dapat menempuh jalur

hukum sebagai Kreditor Konkuren sesuai dengan Pasal 37 UUKPKPU. Serta

hal-hal lain yang berkenaan dengan penilaian hasil pembuktian yang bersIfat

penghargaan suatu kenyataan tidak dapat dipertimbangkan karena

pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan

dalam penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum, adanya kelalaian dalam

memenuhi syarat yang diwajibkan oleh peraturan-perundang-undangan

sehingga menyebabkan batalnya putusan atau pengadilan tidak berwenang

atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana diatur dalam UU No.14

Tahun 1985 sebagaimana telah diubah oleh UU No. 5 Tahun 2004 dan

perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung.

Majelis hakim mempertimbangkan bahwa Putusan PN Surabaya No.

29/Plw.Pailit/2012/PN.Niaga Sby., Jo Nomor: 20/Pailit/2011/PN.Niaga Sby

tanggal 17 Desember 2012 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan

hukum dan/atau undang-undang sehinggga permohonan kasasi harus di Tolak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis hakim memutuskan sebagai

berikut:

1. Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1.

Asrida Anwar, 2. Jerry Ekaputra Iskandar, 3. Ir. Andry Halim, 4. Felix

Maria Handawi, 5. Soesanty Joezar, 6. Agustina Esther, 7. Anton Wijaya,

dan 8. Thie Iza Setiawan, tersebut.

Page 64: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

54

2. Menghukum Para Pemohon Kasasi/Para Pelawan untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00

(lima juta rupiah).

C. Kedudukan Hukum Pelawan Terhadap Sita Atas Objek Boedel Pailit

M. Yahya Harahap menjelaskan dalam praktik, tergugat sering

megajukan keberatan atas penyitaan diletakkan terhadap harta kekayaannya

dengan dalih, barang yang disita adalah milik pihak ketiga. Dalil dan

keberatan itu kebanyakan tidak dihiraukan pengadilan atas alasan, sekiranya

barang itu benar milik pihak ketiga, dia dapat mengajukan keberatan melalui

derden verzet atau perlawan pihak ketika terhadap conservatoir beslag.

Demikian penengasan Putusan MA No. 3089 K/Pdt/1991 yang menjelaskan,

sita jaminan (CB) yang1 diletakkan di atas milik pihak ketiga memberikan hak

kepada pemiliknya untuk mengajukan derden verzet. Dalam kasus perkara ini,

pelawan telah membeli unit-unit apartemen yang disita oleh Termohon II

dengan itikad baik maka dia (pelawan) berhak mengajukan derden verzet.2

Berdasarkan Pasal 3 angka 1 UUKPKPU bahwa :

“Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang

berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh

Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan

hukum Debitor.”

1 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, cet-13 2013), h. 299

2 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, h. 300

Page 65: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

55

Dalam Penjelasan:

“Yang dimaksud dengan "hal-hal lain", adalah antara lain, actio

pauliana, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara

dimana Debitor, Kreditor, Kurator, atau pengurus menjadi salah satu

pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk

gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan

dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya. Hukum

Acara yang berlaku dalam mengadili perkara yang termasuk "hal-hal

lain" adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi

perkara permohonan pernyataan pailit termasuk mengenai pembatasan

jangka waktu penyelesaiannya.”

Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa dalam perkara kepailitan,

hukum acara yang digunakan adalah hukum acara perdata yang berlaku di

Indonesia termasuk mengenai kedudukan hukum pihak ketiga maupun

pembuktiannya.

Bahwa esensinya, seseorang dapat dikatakan sebagai pihak ketiga atau

derden verzet apabila dia berkedudukan sebagai pemilik barang yang disita,

dalam hal kepailitan yang melakukan penyitaan adalah kurator. Para Pemohon

telah membuktikan bahwa unit-unit apartemen yang dikuasai Kurator telah

Para Pemohon beli dari PT DAB dengan PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual

Beli) atau kata lainnya adalah Akta dibawah Tangan (ABT). PPJB atau AJB

dilakukan oleh para pihak tanpa dilakukan di hadapan notaris.

Apakah akibat hukumnya jika jual-beli tanah tidak dilakukan di

hadapan PPAT seperti diharuskan oleh Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961?

Apakah jual beli tersebut sah menurut hukum? Artinya, apakah perbuatan

yang dilakukan itu menurut hukum merupakan jual beli yang mengakibatkan

beralihnya hak milik atas tanah yang bersangkutan kepada pihak pembeli?

Page 66: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

56

Haruskah jual-beli tanah dibuktikan dengan akta PPAT itu? Pada hakikatnya

membuat juga keharusan, bahwa jual beli itu dilakukan di hadapan penjabat

tersebut. Sebab jika tidak demikian, bagaimana PPAT itu dapat membuat

aktanya. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka perbuatan yang tidak

dilakukan di muka PPAT itu bukanlah jual beli yang mengakibatkan

beralihnya hak atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli.

Sehubung dengan pendapat di atas ditunjuk pasal-pasal 43 dan 44

UUPA yang berfungsi sebagai sanksi daripada ketentuan pasal 19 itu, harus

dianggap sebagai petunjuk bahwa ketentuan tersebut merupakan peraturan3

yang diadakan dalam rangka acara pendaftaran pemindahan hak atas tanah,

yang bertujuan memberikan alat pembuktian yang kuat kepada pembeli.

Untuk dapat mendaftar atau mencatat peralihan sesuatu hak atas tanah oleh

Kepala KPT (Kantor Pendaftaran Tanah) diperlukan suatu bukti bahwa

memang benar telah dilakukan jual beli. Pasal 19 UUPA menjelaskan, bukti

itu harus berupa akta yang dibuat oleh PPAT. Dengan sendirinya PPAT hanya

akan dapat membuat akta itu jika jual belinya dilakukan dihadapannya.

Tetapi biarpun demikian, hal itu tidak berarti, bahwa jika tidak

dilakukan di hadapan PPAT suatu jual beli tanah yang telah memenuhi syarat-

syarat material (baik yang mengenai penjual, pembeli maupun tanahnya)

3 Efendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, ed-1 cet-3 1991), h.

27

Page 67: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

57

menjadi tidak sah, artinya bukan suatu perbuatan hukum yang mengakibatkan

beralihnya hak atas tanah yang bersangkutan kepada pihak yang telah

membayar harganya. Pasal 19 UUPA tidak menentukan demikian. Tanpa

dilakukan pendaftaran, sesuatu pemindahan hak sudahlah sah, asal syarat-

syarat yang bersifat materiil dipenuhi. Selain itu sahnya pemindahan hak tidak

hanya dapat dibuktikan dengan tanda hak-hak yang dikekluarkan oleh Instansi

Pendaftaran Tanah, melainkan dapat juga dengan alat pembuktian lain.4

Berdasarkan Pasal 5 UUPA, hukum Agraria yang berlaku di Indonesia

adalah Hukum Adat. Sebagaimana kita ketahui, bahwa di dalam hukum adat

yang berlaku mengenai Peralihan Hak yan sifatnya tunai, tidak mengenal

lembaga Juridische Levering. Dengan demikian suatu hak atas tanah sudah

beralih sejak jual beli/lelang itu dilakukan yang tentu saja jual beli/lelang

tersebut dilakukan dengan mengindahkan syarat-syarat materiil.5

Pasal 43 dan 44 UUPA pun tidak memuat ketentuan, bahwa jika terjadi

pelanggaran yang dimaksudkan itu jual beli yang dilakukan menjadi tidak sah.

Pasal-pasal tersebut diadakan dengan tujuan agar mereka yang bersangkutan

menolak6 untuk berbuat demikian, dengan harapan supaya semua jual beli

tanah dilakukan di hadapan PPAT. Atas dasar pertimbangan itulah, maka

4 Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, ed-1 cet-1

2013), h. 125

5 Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria: Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Prestasi

Pustaka, jil-2 2004), h. 63

6 Efendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, ed-1 cet-3 1991), h.

28

Page 68: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

58

biarpun tidak dilakukan di muka PPAT (dan dengan demikian tidak dibuat

akta oleh PPAT), akan tetapi kalau syarat-syaratnya yang bersifat material

dipenuhi, jual beli itu adalah sah, artinya mengakibatkan beralihnya hak yang

bersangkutan kepada pembeli.7

Perikatan jual beli serta peralihan hak telah tuntas meski belum tercatat

dan sertifikat hak atas tanah. Dalam hal ini, pelawan dapat disejajarkan

dengan kedudukan secured creditor layaknya Kreditor Separatis. Berdasarkan

asasnya, peralihan hak atas tanah terjadi saat terpenuhinya asas “terang” dan

“tunai”. Sementara yang dimaksud dengan “terang” ialah penjabat yang

berwenang dalam bidang pertanahan, yakni PPAT bukan penjabat Kantor

Pertanahan. Dengan demikian, ketika pembeli dan penjual menghadap PPAT

untuk jual beli, dan juga telah terbayar harga jual beli, peralihan hak telah

terjadi, meski balik nama belum dilakukan oleh Kantor Pertanahan.8

Alat Bukti di bawah tangan tidak di atur dalam HIR, namun diatur

dalam staatsblad 1867 No.29 untuk Jawa dan Madura, dan Pasal 286 sampai

Pasal 305 RBg. Akta dibawah tangan diakui dalam KUHPerdata. Dalam Pasal

1320 telah menjelaskan syarat sahnya perjanjian. Dilihat dari 4 syarat sahnya

perjanjian, dapat ditafsirkan bahwa suatu akta yang tidak dibuat oleh dan

dihadapan PPAT adalah tetap sah sepanjang para pihak telah sepakat dan

7 Efendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, h. 29

8 Hery Shietra, “Jual-Beli Tanah Sebelum Penjual Jatuh Pailit Adalah Sah dan Pembeli

Dilindungi Oleh Hukum”, Artikel diakses pada tanggal 24 Februari 2017 dari http://www.hukum-

hukum.com/2016/06/jual-beli-tanah-sebelum-penjual-jatuh.html

Page 69: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

59

memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Fungsi akta ada 2,

yaitu fungsi formal yang menetukan lengkapnya (bukan sahnya), dan fungsi

akta sebagai alat bukti di kemudian hari.

Kekuatan pembuktian antara akta autentik dengan akta dibawah tangan

memiliki perbedaan. Dilihat dari kekuatan pembuktian lahir di mana sebuah

akta autentik ditandatangai oleh Penjabat yang berwenang, maka beban

pembuktian diserahkan kepada yang mempersoalkan keautentikannya.

Adapun untuk akta dibawah tangan, maka secara lahir akta tersebut sangat

berkait dengan tanda tangan, jika tanda tangan diakui, akta dibawah tangan

memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.9

Kekuatan pembuktian formal pada akta autentik memiliki kepastian

hukum, karena penjabatlah yang menerangkan kebenaran dari apa yang

dilihat, didengar, dan dilakukan penjabat. Sedangkan untuk akta dibawah

tangan, pengakuan dari pihak yang bertanda tangan menjadi kekuatan

pembuktian secara formal. 10

Para pelawan telah membeli dan membayar lunas unit-unit apartemen

tersebut kepada PT DAB sejak tahun 2008 jauh sebelum adanya putusan

pernyataan pailit terhadap PT DAB pada tahun 2011. Para Pemohon dan PT

DAB menyerahkan masing-masing unit apartemen ke pada Para Pemohon.

9 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 56

10 Adrian Sutendi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, cet-2 2012), h. 181

Page 70: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

60

Kemudian bahwa setelah menerima penyerahan unit-unit apartemen tersebut

Para Pelawan menyerahkan pengelolaan unit-unit apartemen tersebut ke PT

DAB untuk di fungsikan menjadi hotel dan bahkan Para Pemohon telah

memperoleh pembagian keuntungan berupa Return Of Investment (ROI) dari

PT DAB. Jual beli adalah perjanjian konsensuil, sebagaimana diatur dalam

ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata yang menegaskan:

“Jual beli telah dianggap terjadi antara kedua belah pihak, segera

setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut

beserta harganya meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya

belum dibayar”.11

Faktanya Para Pemohon telah membeli unit-unit apartemen tersebut

dan telah dibayar lunas jauh sebelum adanya putusan pailit. Sehingga Para

Pemohon dapat dikualifikasikan sebagai pembeli yang beritikad baik. Sebagai

pembeli beritikad baik sudah seharusnya mendapatkan perlindungan hukum,

hal ini dikemukakan dalam Pasal 49 Ayat (3) UUKPKPU, yang menegaskan:

“Hak pihak ketiga atas benda sebagaimana dimaksud ayat (1) yang

diperoleh dengan itikad baik dan tidak dengan cuma-cuma harus

dilindungi”

Fakta yang tak terbantahkan menjadi senjata peneliti dalam

menganalisis kasus ini bahwa Debitur Pailit (PT DAB) menyatakan mengakui

telah terjadinya jual beli antara PT DAB dengan Para Pemohon di muka

persidangan.

11 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

ed-1 cet-2 2004), h. 48

Page 71: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

61

Berdasarkan putusan MA No. 1043 K/Sip/1971. Antara lain dikatakan,

apabila tergugat mengakui isi yang tercantum dalam ABT yang ada di dalam

surat perjanjian adalah tanda tangannya, maka pembayaran dan jumlah yang

disebut di dalam akta mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan

mengikat berdasakan pasal 1875 KUHPerdata.12

Atau berdasarkan Putusan

MA No. 4434 K/Pdt/1986, daya kekuatan pembuktian materiil pada ABT

benar-benar ditegakkan atas alasan isi tidak dibantah dengan tegas dikatakan,

berdasarkan surat pernyataan tergugat tentang besarnya utangnya tidak

dibantah secara tegas oleh penggugat (kreditur), maka surat pernyataan itu

mempunyai nilai kekuatan pembuktian sempurna. Berdasarkan Pasal 1875

KUHPerdata dan Pasal 288 RBg. Suatu ABT yang diakui oleh orang terhadap

siapa tulisan atau akta itu hendak dipakai, dianggap sebagai diakui sehingga

ABT tersebut mempunyai daya kekuatan hukum yang sempurna dan

mengikat, seperti Akta Otentik:

1. Kepada orang-orang yang menadatangani.

2. Serta kepada ahli waris orang-orang itu dan kepada orang yang mendapat

hak dan mereka.13

Maka dari itu Para Pelawan telah membuktikan bahwa mereka adalah

pemilik sah atas unit-unit apartemen dan berkedudukan (legal standing)

12 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, cet-13 2013), h 592

13 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, h 592

Page 72: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

62

sebagai pihak ketiga dan oleh karenanya upaya hukum yang dilakukan oleh

Para Pemohon adalah sudah tepat dan benar. Sehingga menurut analisa

peneliti sudah layak dan patut bila perjanjian jual beli (PPJB) antara Para

Pemohon dan penjual yang sudah sampai pada proses antrian AJB dan balik

nama tersebut dapat dilanjutkan proses administrasinya.

Putusan Hakim Mahkamah Agung menempatkan Para Pemohon

sebagai kreditur konkuren adalah tidak tepat karena dalam perkara ini tidak

ada utang piutang antara Debitur Pailit dengan Para Pemohon, melainkan jual

beli yang telah lunas, Maka dari itu telah terjadi kekeliruan Hakim Mahkamah

Agung dalam mempertimbangkan dan memberikan putusan. Bahwa menurut

teori tujuan hukum yakni, hukum diselenggarakan untuk memperoleh

kepastian hukum, keadailan dan kemanfaatan. Kepastian hukum bukan hanya

berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi

dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim

lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan.14

Keadilan adalah sesuatu yang sukar didefinisikan, tetapi bisa dirasakan

dan merupakan unsur yang tidak harus ada dan dapat dipisahkan dari hukum

sebagai perangkat asas dan kaidah yang menjamin adanya keteraturan

(kepastian) dan ketertiban dalam masyarakat.15

Keadilan berasal dari Tuhan

14 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana cet-3 2009), h. 158

15 Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta. Pengantaar Ilmu Hukum: Suatu

Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum. (Bandung: Alumni, 2000), h. 52-

53

Page 73: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

63

YME dan setiap orang diberi kemampuan, kecakapan untuk meraba dan

merasakan keadilan itu. Dan segala apa yang ada di dunia ini semestinya

menimbulkan dasar-dasar keadilan pada manusia.

Menurut Gustav Radbuch tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan. Keadilan harus mempunyai posisi yang pertama dan yang paling

utama dari pada kepastian hukum dan kemanfaatan. Secara historis, pada

awalnya menurut Gustav Radbuch tujuan kepastian hukum menempati

peringkat yang paling atas diantara tujuan hukum yang lain. Namun, setelah

melihat kenyataan bahwa dengan teorinya tersebut di Jerman di bawah

kekuasaan Nazi melegalisasikan praktek-praktek yang tidak

berperikemanusiaan selama masa Perang Dunia II dengan jalan membuat

hukum yang mensahkan praktek-praktek kekejaman perang pada masa itu.

Gustav Radbuch pun akhirnya meralat teorinya tersebut di atas dengan

menempatkan tujuan keadilan menempati posisi di atas tujuan hukum yang

lain.16

Seorang hakimpun harus memiliki hati nurani dalam memberikan

putusan untuk mencapai tujuan hukum tersebut, keputusan Hakim Agung

terhadap apartemen yang telah dibeli lunas oleh Para Pemohon menjadi harta

pailit adalah keputusan yang tidak berkeadilan dan tidak berlandaskan hati

nurani, sehingga jauh dari apa yang dimaksud dalam tujuan hukum yang di

cita-citakan. Sebagaimana dituliskan dalam hadist sebagai berikut:

16 Mohamad Aunurrohim, “Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum di

Indonesia”, Perspektif Global, Universitas Negeri Yogykarta, 2015

Page 74: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

64

ه السلام قاه بعث رسىه حذثا عورو بي عىى قاه أخبرا شرل عي سواك عي ح عل ش عي عل

ه وسلن إل الوي قاضا فقلت ا رسىه الله ترسل وأا حذث ا لسي ولا علن ل الله صل الله عل

ل الخصواى فلا تقضي حت تسوع هي بالقضاء فقاه إى الله سهذ ي ذ قلبل وثبت لسال فئرا جلس ب

ضاء ا شننت ف قالآخر موا سوعت هي الؤوه فئه أحري أى تبي لل القضاء قاه فوا زلت قاضا أو ه

بعذ

Artinya: Dari Ali ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

mengutusku ke Yaman sebagai hakim, lalu kami katakan, "Wahai

Rasulullah, apakah anda akan mengutusku sementara saya masih

muda dan tidak memiliki ilmu mengenai peradilan?" Kemudian

beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah akan memberi petunjuk

kepada hatimu, dan meneguhkan lisanmu. Apabila ada dua orang

yang berseteru duduk di hadapanmu maka janganlah engkau

memberikan keputusan hingga engkau mendengar dari orang yang

lain, sebagaimana engkau mendengar dari orang yang pertama,

karena sesungguhnya keputusan akan lebih jelas bagimu. Ali

berkata, Setelah itu aku tetap menjadi hakim atau aku tidak merasa

ragu dalam memberikan keputusan. [HR. Abu Daud 81]

Menurut Prof. Subekti, S.H. Keadilan berasal dari Tuhan YME dan

setiap orang diberi kemampuan, kecakapan untuk meraba dan merasakan

keadilan itu. Dan segala apa yang ada di dunia ini semestinya menimbulkan

dasar-dasar keadilan pada manusia. Dengan demikian, hukum tidak hanya

mecarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu

sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan antara tuntutan

keadilan tersebut dengan “keadilan” dan “kepastian hukum”.17

Pendapat

tersebut sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT :

17 Zainal Asikin. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 21

Page 75: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

65

ي الاس أى تحنوىا بال عذه إى الله عوا إى الله ؤهرمن أى تؤدوا األهاات إل أهلها وإرا حنوتن ب

عا بصراعظنن به إى الله ماى سو

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-

baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar

lagi Maha melihat. [Q.S An-Nisa ayat 58].

Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia memerintahkan agar amanat-

amanat itu disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Hal ini merupakan

perintah Allah Swt. yang menganjurkan menetapkan hukum di antara manusia

dengan adil. Karena itulah maka Muhammad ibnu Ka'b, Zaid ibnu Aslam, dan

Syahr ibnu Hausyab mengatakan bahwa ayat ini diturunkan hanya berkenaan

dengan para umara, yakni para penguasa yang memutuskan perkara di antara

manusia. (Tafsir Ibnu Katsir).

Sehingga sudah seharusnya Hakim memutuskan apabila sita yang telah

diletakkan atas harta kekayaan Debitur Pailit, kemudian hal itu dilawan

berdasarkan alasan harta itu milik Pihak Ketiga, dan dari hasil pembuktian di

pengadilan memperoleh fakta, harta itu benar benar milik pihak ketiga, maka

putusan yang harus di putuskan hakim sekiranya adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan Para Pelawan adalah pembeli yang beritikad baik yang harus

dilindungi oleh undang-undang.

2. Menyatakan sah perjanjian jual beli/PPJB yang dilakukan PT. DAB

dengan Para Pemohon.

Page 76: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

66

3. Memerintahkan Terlawan II untuk menyerahkan sertikat unit-unit

apartemen milik Para Pemohon kepada Para Pemohon.

4. Memerintahkan unit-unit apartemen milik Pemohon untuk dilanjutkan

dengan segala hak dan kewajibannya dalam perjanjian AJB dan Penerbitan

Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun proses administrasinya, dan

5. Memerintahkan untuk memberitahukan kepada penjabat yang

bersangkutan agar pengumuman sita dicabut dan objek sitaan dipulihkan

ke dalam keadaan tidak berada di bawah penyitaan.18

18 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, h. 300

Page 77: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya,

maka terjawab rumusan masalah dan dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Bahwa Kedudukan Hukum para pemohon adalah pemohon yang sah

karena Perjanjian apabila telah memenuhi 4 syarat sebagaimana dalam

ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata (BW) maka perjanjian itu dianggap

telah sah dan mengikat bagi para pihak yang menandatanganinya. Para

pemohon membuat perjanjian tersebut dengan Perjanjian Pengikatan Jual

Beli (PPJB) atau Akta Bawah Tangan (ABT), walaupun belum berbentuk

kekuatan hukum Akta Bawah Tangan tidak sekuat Akta Otentik namun

apabila para pihak mengakui isi perjanjian dalam Akta Bawah Tangan/

Perjanjian Pengikatan Jual Beli maka kekuatan hukum pembuktian ABT

mempunyai nilai pembuktian yang sempurna dan sama dengan Akta

Otentik sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 1875. Para pelawan

telah membeli dan membayar lunas unit-unit apartemen tersebut kepada

PT DAB, bahkan telah terjadi kerja sama atara para pemohon dengan PT

DAB untuk mengelola unit-unit apartemen milik para pemohon agar di

fungsikan menjadi hotel dan bahkan Para Pemohon telah memperoleh

pembagian keuntungan berupa Return Of Investment (ROI) dari PT DAB,

Page 78: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

68

dengan demikian Para Pemohon dengan PT. DAB sudah melakukan jual

beli yang sudah para pemohon bayar secara lunas bahkan para pemohon

dengan PT. DAB sudah melakukan kerja sama secara komersial

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1458 KUHPerdata. Faktanya

para pemohon sudah membeli unit-unit apartemen tersebut tidak secara

cuma-cuma dan telah dibayar lunas, dan PT DAB telah menyerahkan unit-

unit apartemen kepada Para Pemohon bahkan sudah terjadi kerja sama

bisnis antara Para Pemohon dengan PT DAB jauh sebelum adanya putusan

pailit terhadap PT DAB sehingga jual beli tersebut diakui kedua belah

pihak dan dapat dikatakan sebagai jual beli yang memiliki itikad baik.

Sebagai pembeli beritikad baik sudah seharusnya mendapatkan

perlindungan hukum hal ini di kemukakan dalam Pasal 49 Ayat (3)

UUKPKPU.

2. Sebagaimana sudah dijelaskan poin 1 (satu) kedudukan hukum Para

Pemohon adalah pihak ketiga yang merasa haknya dirugikan dengan

dimasukkannya unit-unit apartemen milik Para Pemohon ke dalam daftar

boedel pailit PT DAB, sehingga apabila pemohon dapat membuktikan

dengan jelas apakah harta yang di masukan itu adalah bukan milik debitur

pailit melainkan milik Para Pemohon maka sudah benar dan tepat tindakan

atau upaya hukum yang dilakukan Para Pemohon karena ini merupakan

jual beli yang telah lunas bukan utang piutang yang belum dibayarkan,

Page 79: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

69

sehingga menurut analisis peneliti hakim kurang cermat dalam

menetapkan bahwa para pemohon seharusnya menjadi kreditur konkuren.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis ingin

memberikan saran kepada penegak hukum agar kiranya dapat menerapkan

hukum sesuai berlandaskan pada Peraturan Perundang-Undangan agar

terwujudnya cita-cita dan tercapainya keadilan, maka dengan ini penulis

memberikan saran agar:

1. Tarnsaksi tanah seharusnya segera mungkin di buat dalam bentuk AJB

yang otentik, bukan PPJB atau perjanjian lainnya terlebih ABT sehingga

apabila terjadi sengketa pihak yang merasa dirugikan dengan mudah

membuktikan bahwa telah terjadinya transaksi.

2. Melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pokok Agraria karena

menurut UUPA jual beli adalah pemindahan hak atas tanah yag bersifat

permanen sehingga yang di maksud “terang” adalah Penjabat Pembuat

Akta Tanah sedangkan istilah “tunai” artinya ketika terjadi jual beli yang

dibuktikan dengan adanya akta otentik dan adanya pembayaran secara

lunas, maka seketika itu juga peralihan hak atas tanah telah terjadi secara

sempurna. Namun dipasal 19 menyatakan bahwa bukti kepemilikan ialah

sertifikat hak atas tanah sehingga dengan adanya ini terjadi inkonsistensi

dan tumpang tindihnya antara ketentuan tersebut.

Page 80: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

70

3. Perlu adanya sinkronisasi antara UU No. 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang dengan UU. No.

8 Tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen. Karena dalam kasus ini

jual beli sudah terjadi namun dikarenakan PT DAB dipailitkan maka

kewenangan harta milik debitur beralih kepada kurator sehingga

penyelesaian perpindahan hak secara administratf harus terhenti, maka

dari itu pembeli yang beritikad baik sudah seharusnya dilindungi oleh

undang-undang dan tidak bisa UU KPKPU mengenyampingkan UU

Perlindungan Konsumen karena merupakan UU yang sederajat disisi lain

pembeli yang beritikad baik harus dilindungi dan disisi lain hak Kreditor

harus dilindungi namun tetap harus tidak berbenturan dengan hak

konsumen atau pembeli beritikad baik.

4. Pihak Termohon II dalam perkara ini seharusnya memeriksa secara cermat

dan teliti dan tidak mengabaikan asas kepatutan, kewajaran, keadilan dan

itikad baik sehingga tidak sewenang-wenang dalam menetapkan Daftar

harta Pailit milik pihak ketiga.

Page 81: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

71

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Achmad Chomzah, Ali, Hukum Agraria: Pertanahan Indonesia, Jakarta: Prestasi

Pustaka, jil-1 cet-1 2003

__________, Hukum Agraria: Pertanahan Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka,

jil-2 2004

Asikin, Zainal, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013

__________, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012

Asyhadie, Zaeni dan Budi Sutrisno. Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Jakarta:

PT Gelora Aksara Pratama, 2012

Aunurrohim, Mohamad, Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum di

Indonesia”, Perspektif Global, Universitas Negeri Yogykarta, 2015

Gultom, Elfrida R, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Literata, 2010

Hadi Shubhan, M. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, & Praktik di Peradilan,

Jakarta: Kencana, 2008

Halim, Ridwan, Hukum Acara Perdata: Dalam Tanya Jawab, Bogor: Ghalia

Indonesia, cet-3 2005

Harahap, Krisna, Hukum Acara Perdata: Class Action, Arbitrase & Alternatif

serta Mediasi, Bandung: Grafitri, cet-5 2007

Harsono, Budi, Beberapa Analisi Tentang Hukum Agraria, Jakarta: Esa Studi

Klub, 1978

__________, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan, ed-rev cet-9

2003

Hartini, Rahayu, Hukum Kepailitan, Malang: UMM Press, 2007

Page 82: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

72

__________, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia: Dualisme

Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase. Jakarta: Kencana,

cet-1 2009

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . Malang:

Bayumedia Publishing, cet-3 2006

Ismaya, Samun, Pengantar Hukum Agraria, Yogyakarta: Graha Ilmu, ed-1 cet-1

2011

__________, Hukum Administrasi Pertanahan, Yogyakarta: Graha Ilmu, ed-1 cet-

1 2013

Kusumaatmadja, Mochtar dan Arief Sidharta, Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu

Hukum. Bandung: Alumni, 2000

Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, cet-9 2014

__________, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana cet-3 2009

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty

Yogyakarta, Cet-1, 1998

Muljadi, Kartini dan Gunawan widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana,

ed-1 cet-4 2007

Murad, Rusmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung: Alumni,

1991

Mono, Heny. Praktik Berperkara Perdata: Sebobrok apa pun kualitas sistem

penegakan hukum itu, Indonesia tetaplah negara yang berdasarkan hukum

(rechstaat) dan bukan negara kekuasaan (machstaat). Malang:

Bayumedia, cet-1 2007

Nating, Imran .Peran dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan

Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, ed-1 cet-3

2004

Parlindungan, A. P, Pendaftaran Tanah di Indonesia: (berdasarkan PP No. 24

Tahun 1997) dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah

(PP No. 33 Tahun 1998), Bandung: Mandar Maju, cet-4 2009

Perangin, Efendi, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta: Rajawali, ed-1 cet-3 1991

Page 83: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

73

Rambe, Ropaun. Hukum Acara Perdata Lengkap. Jakarta: Sinar Grafika, cet-7

2013

Santoso, Urip, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana, cet-6

2010

__________, Hukum Agaria: Kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana, ed-1 cet-3

2013

__________, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana ed-1

cet-4 2014

Sarwono, Hukum Acara Perdata: Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, cet-2

2011

Sastrawidjaja, Man S. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang, Bandung: PT. Alumni, 2006

Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan: Memahami

Faillissementsverordening Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998.

Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002

__________, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun

2004, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, cet-4 2010

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia

Press, cet-3 1986

Supramono, Gatot, Perjanjian Utang Piutang, Jakarta: Kencana, 2013

Sutendi, Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar

Grafika, ed-1 cet-3 2009

__________, Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta: Sinar Grafika, cet-2 2012

Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, ed-1 cet-3 2009

Sugeng, Bambang dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh

Dokumen Litigasi. Jakarta: Kencana cet-2 2013

Sutanti, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam

Teori dan Praktek. Bandung: Alumni, 1997

__________, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni,

1979

Page 84: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

74

Soimin, Soedharyo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta: Sinar Grafika

ed-2 cet-3 2008

Syahrani, Riduan, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum,

(Jakarta: Pustaka Kartini , cet-1 1998)

Syarief, Elza, Pensertifikatan Tanah Bekas Hak Eigendom, Jakarta: KPG, 2014

Wargakusumah, Hasan, Hukum Agraria I: Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta:

Gramedia Pusaka Utama, Jil-2 1992

Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, ed-1 cet-2 2004

Yahya Harahap, M, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika,

cet-13 2013

__________, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, cet-14 2014

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, ed-1 cet-3 2002

Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Peneltian Gabungan,

Jakarta: Kencana, cet-1 2014

Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook)

Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peaturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Page 85: KEDUDUKAN HUKUM PIHAK KETIGA DALAM PERLAWANAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41453/1/RIKY RIZKIAN... · surat pernyataan tertulis oleh Turut Terlawan I sebagai

75

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang

Prosiding :

Pane, Marjan E., Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum, (Jakarta:

Pusat Pengkajian Hukum, editor Emmy Yuhassarie, 2004). Sekilas Tetang

Tugas dan Wewenang Kurator.

Simanjuntak, Ricardo, Seminar Sehari Revitalisasi Tugas dan Wewenang

Kurator/Pengurus, Hakim Pengawas dan Hakim Niaga Dalam Rangka

Kepailitan, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, editor Emmy Yuhassarie,

2003) Kemandirian Tugas Kurator Dalam Melakukan Pengurusan dan

Pemberesan Dalam Kepailitan

Website :

Hery Shietra, “Jual-Beli Tanah Sebelum Penjual Jatuh Pailit Adalah Sah dan

Pembeli Dilindungi Oleh Hukum”, Artikel diakses pada tanggal 24

Februari 2017 dari http://www.hukum-hukum.com/2016/06/jual-beli-

tanah-sebelum-penjual-jatuh.html