kebijakan thailand 2

8
KEBIJAKAN DAN PROGRAM TERTENTU Kemiripan ekonomi Thailand dan Indonesia memungkinkan kebijakan yang sama dapat diterapkan di negara lain dengan modifikasi seperlunya. Beberapa kebijakan dan progran pembangunan ekonomi Thailand yang menarik untuk diamati adalah sbb. a. FTA dengan Jepang Untuk meningkatkan ekspor, Thailand menjalin hubungan dagang khusus dengan Jepang melalui kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement). Segera setelah FTA ditetapkan, sedikitnya 20 perusahaan Jepang, yang mayoritas bergerak di sektor otomotif, merencanakan menanamkan modal baru di Thailand senilai 1,15 miliar USD. Menurut Departemen Promosi Industri Thailand, total modal yang ditanamkan perusahaan- perusahaan tersebut diperkirakan mencapai 40 miliar Baht. Perusahaan asal Jepang merupakan penanam modal terbesar di Thailand, dengan kontribusi mencapai 43% dari total modal asing yang ditanam di negara itu. Saat ini terdapat sekitar 1.300 perusahaan Jepang yang beroperasi di Thailand yang mempekerjakan sedikitnya 50.000 karyawan lokal. Thailand telah menjadi home base bagi banyak perusahaan Jepang untuk melakukan ekspor ke negara-negara lain di samping membidik konsumen lokal. Sebagai contoh, Toyota Motor Thailand Ltd. pada bulan Maret 2007 berhasil menjual 22.813 unit dari total penjualan mobil sebanyak 56.021 unit. Isuzu berada di

Upload: jason-fleming

Post on 11-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

thailand

TRANSCRIPT

KEBIJAKAN DAN PROGRAM TERTENTU

KEBIJAKAN DAN PROGRAM TERTENTU

Kemiripan ekonomi Thailand dan Indonesia memungkinkan kebijakan yang sama dapat diterapkan di negara lain dengan modifikasi seperlunya. Beberapa kebijakan dan progran pembangunan ekonomi Thailand yang menarik untuk diamati adalah sbb.

a. FTA dengan Jepang

Untuk meningkatkan ekspor, Thailand menjalin hubungan dagang khusus dengan Jepang melalui kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement). Segera setelah FTA ditetapkan, sedikitnya 20 perusahaan Jepang, yang mayoritas bergerak di sektor otomotif, merencanakan menanamkan modal baru di Thailand senilai 1,15 miliar USD. Menurut Departemen Promosi Industri Thailand, total modal yang ditanamkan perusahaan-perusahaan tersebut diperkirakan mencapai 40 miliar Baht. Perusahaan asal Jepang merupakan penanam modal terbesar di Thailand, dengan kontribusi mencapai 43% dari total modal asing yang ditanam di negara itu. Saat ini terdapat sekitar 1.300 perusahaan Jepang yang beroperasi di Thailand yang mempekerjakan sedikitnya 50.000 karyawan lokal. Thailand telah menjadi home base bagi banyak perusahaan Jepang untuk melakukan ekspor ke negara-negara lain di samping membidik konsumen lokal. Sebagai contoh, Toyota Motor Thailand Ltd. pada bulan Maret 2007 berhasil menjual 22.813 unit dari total penjualan mobil sebanyak 56.021 unit. Isuzu berada di peringkat kedua dengan angka penjualan 13.922 unit. Produksi mobil ini melampaui produksi mobil di Indonesia. Lihat Tabel 2.

Tabel 2. Penjualan Mobil baru Thailand dan Indonesia (Unit)

T a h u n Thailand Indonesia

Okt-2005 57.399 35.112

Okt-2006 51.390 20.694

Sumber : Pusat Data Bisnis Indonesia, diolah

b. Insentf Investasi

BKPM Thailand telah menawarkan insentif kepada seluruh perusahaan yang ada di Thailand untuk penanaman modal baru. Perusahaan yang berminat mengajukan rencana investasi dan produksi kepada Badan itu. BKPM antara lain telah menyetujui rencana pengembangan mobil hemat bahan bakar. Para pengusaha harus melengkapi rencana pembangunan fasilitas produksi baru termasuk rencana memproduksi mesin dan komponen untuk mendapatkan insentif. Pengusaha juga harus membuat paling sedikit 100.000 unit mobil dalam lima tahun operasi, dan mobil yang dihasilkan harus bisa dikendarai sejauh lebih dari 20 kilometer dengan satu liter bensin saja. BKPM sebelumnya sudah mengurangi pajak impor untuk meningkatkan daya tarik investasi untuk membangun pabrik otomotif di Thailand.

c. Dukungan untuk UKM

Pemerintah Thailand mendorong UKM dengan berbagai cara yang efektif. Salah satunya adalah dengan melakukan pameran dagang di berbagai negara. Sejumlah 46 perusahaan meramaikan Thailand Exhibition 2007 pada bulan Maret 2007 di Jakarta. Pameran ini diselenggarakan oleh Office of Commercial Affairs Kedubes Thailand di Jakarta mewakili Department of Export Promotion, Departemen Perdagangan Thailand. Produk yang ditampilkan pada pameran meliputi makanan dan minuman, garmen dan tekstil, aksesori, produk kesehatan dan kecantikan serta pariwisata. Mereka juga menampilkan berbagai varietas buah segar, seperti kelengkeng, rambutan, mangga hijau, mangga kuning, buah pum, apel merah mawar dan tamarin manis. Pameran dagang ini merupakan bagian penting dari program One Tampon One Product.

Pemerintah Thailand juga mendirikan BUMN nirlaba Allied Retail Trade Co. untuk melakukan pembelian barang dari pabrik kemudian menyalurkannya ke jaringan toko-toko kecil dan warung tradisional lainnya. Perbankan Thailand, tidak hanya bank-bank BUMN, mendorong pergerakan sektor riel dengan memberi kemudahan kredit bagi pengusaha toko tradisional yang memodernisasi toko masing-masing, yang dengan demikian mempunyai prospek baik untuk mengembalikan poinjaman. Toko-toko tradisional juga diberikan keringanan pajak apabila masuk ke dalam jaringan suplai barang BUMN nirlaba tersebut.

d. Penataan Zona Perdagangan Eceran

Seperti halnya Indonesia, di Thailand jumlah peritel dalam berbagai jenis berkembang pesat sejak ekonomi pulih dari krisis moneter. Sebagian besar peritel di Thailand adalah toko tradisional dan sebagian kecil (dari segi jumlah) adalah convenient store. Supermarket pernah hampir mencapai 500 toko, tetapi kemudian berkurang menjadi 438 toko (2005), sedang hipermarket tumbuh konstan mencapai 29 unit (2005). Lihat Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Peritel di Thailand (unit)

Keterangan 2003 2004 2005

Toko tradisional 273.314 278.278 282.705

Convenience store* 3.861 3.988 5.026

Supermarket 499 474 438

Hipermarket 107 120 135

Pusat perkulakan 23 29 29

Sumber : AC Nielsen, 2006

Pemerintah Thailand sangat serius menangani masalah ritel dan memberlakukan undang-undang ritel Royal Decree for Retail Act yang berisi aturan zona, jam buka, harga barang, dan jenis ritel. Dengan adanya UU tersebut maka Pemkot Bangkok Metropolitan menetapkan zona-zona perdagangan eceran. Misalnya zona barat daya, zona tenggara, dan zona timur laut ditetapkan, kemudian dengan menarik garis vertikal dan horizontal ditentukanlah zona satu, dua, tiga, empat dan lima. Setiap zona diperuntukkan bagi ritel kelompok tertentu agar tidak terjadi ketimpangan persaingan usaha, yang berakibat sekelompok pedagang ritel menurun omzetnya karena keberadaan ritel jenis lain didekatnya, seperti yang terjadi di Jakarta. Persisnya, UU Ritel itu mengatur penerapan zona atau tempat usaha satu jenis ritel, seperti hipermarket berada pada zona empat atau lima, sedangkan zona satu hingga tiga hanya diperuntukkan untuk warung tradisional, grosir dan supermarket. Aturan zona juga melarang pusat perbelanjaan atau toko berskala besar pada daerah padat arus lalu lintas.

Analisa Kebijakan Thailand

Dalam upaya mengakhiri Krisis Asia tahun 1997, Thailand berusaha meningkatkan ekspornya. Hal ini terbukti dengan pertumbuhan ekspor Thailand yang kenaikan sebesar 2,8% pada tahun 2002. Ekspor Thailand menyokong sekitar 60% dari total PDB sehingga perekonomian Thailand tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan ekonomi Thailand yang pesat ini kemudian menarik banyak minat investor asing. Berkat investasi asing dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, Thailand dapat melunasi utangnya sebesar 17 miliar Dollar AS.

Prestasi Thailand semakin maju setelah aliran FDI sebesar 3,8 miliar Dollar AS dan menghantarkan Thailan ke urutan ke-5 dari 10 negara besar di Asia setelah Cina, Hongkong, Singapura, dan Taiwan. Namun, harga minyak menghambat laju pertumbuhan ekonomi Thailand. Tahun 2006 ekonomi Thailand mencatat pertumbuhan sekitar 4,2% tidak jauh berbeda dengan 4,5% pada tahun 2005. Pertumbuhan ini adalah yang paling lambat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Gejolak politik Thailand pada awal tahun 2006 kembali menghantarkan Thailand pada persoalan-persoalan baru seperti investasi yang tersendat hingga kasus korupsi dan narkoba menjadi penyebab masalah pokok ekonomi dan politik di Thailand. Akar dari masalah ini adalah kebijakan PM Thailand pada saat itu Thaksin Shinawatra yang menjual hampir setengah dari saham Shin Corp kepada Temasek Holdings dari Singapura. Pemerintah Thailand mengubah peraturan rasio kepemilikan saham perusahaan asing dari 25% menjadi 49% hanya dua hari sebelum Shin Crop dijual kepada Temasek Holdings.

Pada Desember 2006, mata uang Thailand menguat sebesar 6,4% dalam kurun waktu tiga bulan. Penguatan Bath dikhawatirkan akan berpengaruh pada ketidakmampuan produk-produk Thailand untuk bersaing dengan produk-produk asing. Jika dibiarkan, dikhawatirkan Bath akan melampaui nilai dasarnya dan akan berakibat kekacauan pada pasar mata uang.

Bank of Thailand (BoT) kemudian mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan perbankan memberlakukan ketentuan bahwa 30% dari deposito mata uang luar negeri akan bebas bunga selama satu tahun. BoT juga mengharuskan investasi dilindungnilaikan terhadap perubahan mata uang selama 12 bulan dan aliran investasi jangka pendek harus dibatasi sepanjang umur investasi tersebut. Kebijakan ini diambil untuk mencegah investor asing berspekulasi terhadap Bath. Tak hanya itu, pemerintah Thailand juga mengeluarkan kebijakan untuk investor asing mengurangi kepemilikan saham menjadi 50%.

Kebijakan tersebut dapat menyebabkan krisis finansial di Asia kembali terjadi karena pasar domestik belum tentu dapat mengambil alih saham yang dilepas oleh perusahaan asing sehingga banyak kalangan yang meragukan perekonomian Thailand.

Ini yg aku gak ngerti

Kebijakan itu juga tidak memerhatikan dampak negatif terhadap pasar modal. Akibatnya, kebijakan kapital kontrol yang diambil tidak hanya membuat Baht berhenti menguat, tetapi juga membuat bursa saham di Thailand terkoreksi dengan tajam. Reaksi para pemodal adalah menarik dananya sehingga Baht melemah, seperti yang diharapkan pemerintah. Pelemahan itu diikuti merosotnya indeks SET yang mengalami koreksi 15%, level terburuk selama 16 tahun terakhir. Efek domino terasa di negara-negara Asia lain. Pengendalian modal itu telah memindahkan dana dari pasar modal senilai 23 miliar USD ke luar negeri. Menghadapi kenyataan itu, Menteri Keuangan Thailand kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengecualikan keperluan untuk transaksi saham dari kebijakan pengendalian modal tersebut. Pembatalan kebijakan capital control itu telah dapat menenangkan kembali investor di pasar modal. Bursa saham Thailand pun kembali mengalami penguatan. Kebijakan BoT tidak sepenuhnya gagal karena tujuan untuk mencegah penguatan Baht yang berlebihan dapat dinilai cukup berhasil. Bagaimanapun, BoT sudah mengirim pesan dengan tegas ke pasar bahwa ia tidak menginginkan Baht yang terlalu kuat.