keanekaragaman jenis spons pada ekosistem lamun di ...repository.umrah.ac.id/234/1/oky fernando...
TRANSCRIPT
1
Keanekaragaman Jenis Spons Pada Ekosistem Lamun Di Perairan Desa
Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
Oky Fernando Putra1)
, Arief Pratomo2)
, Ita Karlina2)
1)Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
2)Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH
E-mail: 1)
ABSTRAK
Penelitian mengenai keanekaragaman jenis spons telah dilakukan di perairan Desa
Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui indeks keanekaragaman, tutupan dan
frekuensi kemunculan spons yang terdapat pada habitat lamun di perairan Desa
Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Penelitian ini
dilakukan dengan metode perwakilan keberadaan vegetasi lamun secara visual
sebanyak 5 titik menggunakan line transek 100 meter dan plot ukuran 1x1 meter.
Hasil penelitian ditemukan 16 jenis spons yang terdiri dari 1 kelas, 10 ordo, 14
famili. Tutupan jenis tertinggi terdapat pada spons jenis Diacarnus levii sebesar
23%. Frekuensi kemunculan spons tertinggi didapat pada spons jenis D.levii,
S.globostellata, dan C.faviformis yang masing-masing sebesar 40%. Secara umum
indeks keanekaragaman spons di lokasi penelitian masuk dalam kategori sedang.
Kata kunci : Desa Teluk Bakau, Frekuensi Kemunculan , Keanekaragaman,
Spons
2
PENDAHULUAN
Spons merupakan organisme laut invertebrata yang berasal dari filum
porifera. Spons termasuk sebagai salah satu hewan primitif hidup menetap dan
bersifat filter feeder, memompa air keluar dari tubuhnya dan menyaring partikel
sebagai bahan makanan (Hickman et al., 2002). Di dunia ada sekitar 10.000
spesies spons, di Indonesia diperkirakan sebanyak 850 - 1500 spesies (Hooper et
al., 2002).
Secara ekologi, spons merupakan salah satu biota penyusun ekosistem
pesisir dan laut, terutama pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun baik
di perairan tropik maupun subtropik (Samawi et al., 2009). Keanekaragaman jenis
spons di suatu habitat umumnya ditentukan oleh kondisi perairan yang jernih dan
tidak memiliki arus kuat. Spons juga dapat ditemui pada setiap kondisi kedalaman
yang berbeda dengan tingkat kecerahan yang cukup untuk pertumbuhannya
(Haedar et al., 2016).
Keberadaan spons saat ini menjadi perhatian besar bagi para peneliti
karena kandungan senyawa bioaktifnya. Ekstrak metabolit spons dipercaya
mempunyai sifat sitotoksin, anti tumor, anti virus, anti inflamasi, anti fungi, anti
leukemia, dan penghambat aktivitas enzim. Spons juga memiliki manfaat yang
lain, yakni sebagai indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut, indikator
dalam interaksi komunitas, dan sebagai hewan bernilai ekonomis untuk hiasan
akuarium laut (Suparno, 2005).
Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang merupakan salah satu desa
di Kabupaten Bintan. Perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan merupakan wilayah konservasi lamun berdasarkan Keputusan
3
Bupati Kabupaten Bintan Nomor 267/VI/2010 tentang Penetapan Wilayah
Konservasi Padang Lamun Kabupaten Bintan. Luas ekosistem lamun di
Kabupaten Bintan ± 2,918.36 Ha dengan kondisi baik sekitar 58,01% (DKP
Kabupaten Bintan, 2011). Melihat potensi keberadaan sumber daya lamun yang
dimiliki, tentunya perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan juga menyimpan potensi keanekaragaman jenis biota spons.
Namun pada saat ini, informasi mengenai jenis spons di Perairan Desa Teluk
Bakau belum diketahui. Oleh karena itu, perlu dilakukannya kajian
keanekaragaman jenis spons di perairan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks keanekaragaman,
tutupan, dan frekuensi kemunculan spons yang terdapat pada habitat lamun di
Perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu sumber informasi kepada
masyarakat, mahasiswa, dan khususnya pemerintah mengenai potensi jenis spons
di perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung
Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi terletak pada 5
stasiun pengamatan yang ditentukan berdasarkan perwakilan keberadaan vegetasi
lamun secara visual dengan melakukan survey lapangan untuk melihat langsung
lokasi yang cocok untuk ditempatkan titik stasiun dan menandai koordinat
4
menggunakan GPS (Global Positioning System). Peta lokasi penelitian
selengkapnya disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan titik stasiun
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu spons, alkohol 70%, es
untuk pengawetan sampel spons, dan natrium hypoklorit (NaClO) 5,25%
Alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu roll meter, transek kuadran
1x1 meter, tali rapiah, alat tulis (newtop/sabak, pensil), cutter, GPS (Global
Positioning system), gunting, plastik sampel, botol sampel, botol erlenmeyer,
gelas ukur, kertas label, kamera underwater, handrefraktometer, multitester,
snorkel, dan kalkulator.
5
Prosedur Penelitian
1. Pengamatan Spons di Habitat Lamun
Pengamatan jenis spons di vegetasi lamun menggunakan metode transek
garis. Panjang transek garis 100 meter yang diletakkan pada batas surut terendah
dan tegak lurus dengan garis pantai. Spons yang ditemukan didokumentasi dan
diamati morfologinya untuk kepentingan identifikasi.
2. Pengamatan Tutupan Jenis Spons
Untuk mengamati tutupan jenis spons pada masing-masing stasiun
digunakan transek kuadran dengan ukuran 1x1 meter yang diletakkan sepanjang
transek garis dengan interval 10 meter dimulai pada titik 0 meter (Suharsono,
1995). Jenis spons yang ditemukan pada setiap kuadran dicatat dan dihitung
persentase tutupannya.
3. Preparasi Pengambilan Sampel Spons
Spons yang ditemukan di habitat lamun difoto atau didokumentasi dan
diambil sebagian dengan cara memotong spons dengan menggunakan pisau
cutter. Sampel spons yang diambil dimasukkan ke dalam plastik sampel yang
berisi air laut dan diberi label nama masing-masing stasiun untuk kepentingan
identifikasi jenis spons dan pengamatan morfologi spons. Morfologi spons
diamati langsung pada habitat aslinya dan di laboratorium. Sampel spons yang
diambil, langsung diawetkan dengan menggunakan alkohol 70%. Setelah diberi
alkohol, sampel disimpan dalam kotak yang berisi es untuk mencegah kerusakkan
sampel spons sebelum dianalisis di laboratorium. Spons diidentifikasi dengan
melakukan pengamatan morfologi dan spikula spons.
4. Identifikasi Spons
6
Identifikasi spons dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Identifikasi spons secara makroskopis yaitu dengan mengamati bentuk luar spons,
oskula, konsistensi (padat, lunak, keras), permukaan, bentuk pertumbuhan dan
warna, sedangkan identifikasi spons secara mikroskopis yaitu dengan mengamati
spikula dari spons. Spikula dari spons dapat dilihat dengan cara memotong spons
secara melintang dan membujur dilarutkan dengan natrium hypoklorit (NaOCl)
dalam tabung reaksi, setelah materi spons tersebut larut, bilas materi tersebut
dengan menggunakan aquadest. Ambil endapan dari larutan tersebut dan ditaruh
di atas preparat untuk pengujian di bawah mikroskop dengan perbesaran 4 x 10
(Hooper, 2000). Spikula tersebut diidentifikasi berdasarkan ukuran dan axis
(cabang).
Identifikasi lanjut jenis atau spesies spons mengacu pada buku sponges of
the new caledonian lagoon, porifera – demospongiae: demosponges underwater
field guide to ross island & mcmurdo sound antarctica, sponge Identification
guide NAFO Area, splendid sponges a guide to the sponges of new zealand, dan
sponges of the british isles (“sponge v”)
5. Pengukuran Kualitas Perairan
Pengambilan data kualitas perairan sebagai data pendukung penelitian.
Sampel air diambil di permukaan perairan pada setiap stasiun dengan
menggunakan botol sampel. Parameter fisika dan kimiawi yang diamati yaitu
suhu, salinitas, kecerahan, pH, DO. Pengukuran kualitas air dilakukan secara
insitu, yaitu pengukuran suhu, kecerahan, dan DO.
Pengolahan dan Analisis Data
7
1. Indeks Keanekaragaman (H’)
Tingkat keanekaragaman spons yang ada dalam stasiun pengamatan dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
(Wibisono, 2005) yaitu :
H'= -∑ Pi ln Pi
Dimana :
H' = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Pi = Proporsi jenis ke – i (ni/N)
ni = Jumlah persentase jenis ke-i
N = Jumlah total persentase seluruh jenis
Kisaran Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dikategorikan atas nilai-
nilai sebagai berikut:
H’ > 3 = tinggi
1 < H’ < 3,0 = sedang
H’ < 1 = rendah
2. Tutupan
Tutupan spons di hitung dengan melihat persentase penutupan spons pada
jenis tertentu dalam transek kuadran 1x1 meter dengan total persentase petakan
dalam transek 100% (Suharsono, 1995).
3. Frekuensi Kemunculan (F)
Frekuensi kemunculan spons berdasarkan jumlah kemunculan setiap jenis
spons pada setiap stasiun pengamatan digunakan rumus sebagai berikut (Odum,
1993) yaitu :
F= (∑M) / (∑St) × 100%
8
Dimana :
F = Frekuensi Kemunculan Setiap Jenis Spons
∑M = Jumlah Kemunculan jenis ke-I pada Setiap Stasiun
∑St = Jumlah Stasiun
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Perairan
Dari hasil penelitian pengukuran parameter perairan yang dilakukan pada
masing-masing stasiun penelitian di Perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan didapatkan hasil seperti pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil pengukuran parameter perairan pada setiap stasiun penelitian di
Perairan Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten
Bintan
Parameter
perairan
Stasiun
I
Stasiun
II
Stasiun
III
Stasiun
IV
Stasiun
V
Rata-
rata
Baku
Mutu
Suhu (0C) 30,6 29,8 30,4 29,8 30,1 30,14 28-30
Salinitas (0/00) 35,2 34,6 36 36 35 35,36 33-34
pH 7,85 7,32 8,43 8,2 8,2 8 7-8,5
DO (mg
/L) 9,4 8,3 9,6 8,6 8,1 8,8 >5
Kecerahan
(m)
100% 100% 100% 100% 100% 100% -
Keterangan : Nilai baku mutu berdasarkan Kepmen. LH No.51 Tahun 2004
Dari hasil pengamatan parameter perairan di Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan yang disajikan pada Tabel 1, masih
9
dalam kisaran yang layak untuk kehidupan akuatik khususnya spons. Kedalaman
perairan pada kelima lokasi penelitian di habitat lamun kurang dari 1 meter
dengan kecerahan 100%, hal tersebut terlihat dari substrat dasar perairan yang
terlihat dengan jelas. Sedangkan suhu perairan pada kelima lokasi penelitian rata-
rata sebesar 30,14 0C,. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang
penting bagi kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu mempengaruhi baik
aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan (De
Rosa et al., 2003). Untuk salinitas yang terukur pada lima stasiun rata-rata 35,36
0/00. Kandungan oksigen terlarut pada kelima stasiun rata-rata 8,8 mg/L. Menurut
Effendi (2003), kandungan oksigen terlarut lebih dari 5 mg/L dapat dikatakan baik
untuk organisme laut. Konsentrasi DO merupakan parameter penting untuk
mengetahui kualitas lingkungan perairan, karena di samping merupakan faktor
pembatas dengan lingkungan juga dapat dijadikan petunjuk tentang adanya
pencemaran bahan organik (Nybakken, 1992). Untuk kisaran pH pada kelima
stasiun rata-rata sebesar 8. Kisaran pH sekian masih dalam kisaran normal
menurut Kepmen LH No.51 Tahun 2004.
2. Keanekaragaman Jenis Spons
Hasil identifikasi keanekaragaman jenis spons di Perairan Desa Teluk
Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan disajikan pada Tabel 2
berikut.
10
Tabel 2. Hasil pengamatan jenis spons yang dijumpai pada Perairan Desa Teluk
Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
No. Kelas Ordo Famili Nama spesies
1.
Demospongiae
Hadromerida Latrunculiidae Diacarnus levii
2. Haplosclerida Chalinidae Haliclona sanguinea
3. Poecilosclerida Raspailiidae Raspailia arbuscula
4. Clionaida Spirastrellidae Spirastrella hartmani
5. Astrophorida Ancorinidae
Srellella (Rhabdasrrella)
globostellata
6. Dictyoceratida Thorectidae Hyrtios erecta
7. Haplosclerida Petrosiidae Neopetrosia carbonaria
8. Leucosolenida Leucosoleniidae Leucosolenia complicata
9. Axinellida Raspailiidae Echinodictyum asperum
10. Agelasida Agelasidae Agelas ceylonica
11. Dictyoceratida Irciniidae
Psammocinia
perforodorsa
12. Poecilosclerida Iotrochotidae Iotrochota birotulata
13. Haplosclerida Chalinidae Haliclona tyria
14. Poecilosclerida Microcionidae
Clathria (Clathria)
faviformis
15. Haplosclerida Chalinidae Haliclona olivacea
16. Suberitida Halichondriidae Halichondria panicea
Spons yang ditemukan di Perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung
Kijang Kabupaten Bintan ada 16 jenis yang terdiri dari 1 kelas, 10 ordo, 14 famili.
Semua spons yang dijumpai pada semua stasiun termasuk kedalam kelas
11
Demospongiae. Spesies spons yang ditemukan yaitu D. levii, H. sanguinea, R.
arbuscula, S. hartmani, S. globostellata, H. erecta, N. carbonaria, L. complicata, E.
asperum, A. ceylonica, P. perforodorsa, I. birotulata, H. tyria, C. faviformis H.
olivacea, dan H. panicea.
Berdasarkan pengamatan makroskopis rata-rata jenis spons yang ditemui
pada habitat lamun di Perairan Desa Teluk Bakau memiliki bentuk asimetri, dan
dua jenis spons yang memiliki bentuk simetriradial yaitu jenis S. globostellata,
dan I. birotulata. Untuk tipe oscula yang dimiliki masing-masing jenis spons dapat
dijumpai jenis ascon, sicon, atau leucon. Untuk konsistensi permukaan yang
dimiliki rata-rata jenis spons yang dijumpai memiliki konsistensi padat dan lunak
dengan permukaan halus dan kasar, tetapi ada satu jenis spons H. olivace yang
memiliki konsistensi keras dengan permukaan yang kasar. Sedangkan untuk
bentuk pertumbuhan spons rata-rata jenis spons memiliki bentuk pertumbuhan
tegak/memanjang dan pendek, hanya saja dua jenis spons memiliki bentuk
pertumbuhan menempel yaitu dari jenis S. hartmani, dan H. panicea. Untuk warna
spons yang dijumpai didominasi oleh jenis spons yang berwarna gelap dan
beberapa berwarna cerah. Menurut Amir (1992), bentuk pertumbuhan spons pada
perairan yang lebih dalam cenderung memiliki bentuk tubuh yang lebih simetris
dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih stabil dibandingkan
dengan jenis yang sama yang hidup pada perairan yang lebih dangkal. Pendapat
ini juga didukung oleh Suharyanto (2008) dimana faktor kedalaman sangat
mempengaruhi bentuk spons.
Untuk pengamatan mikroskopis bentuk dan axis spikula spons didapati
lima bentuk spikula yang dijumpai, yaitu tipe spikula oxea, style, tylostyle,
12
microxea, dan sigma. Tetapi satu jenis spons yaitu H. erecta didapati memiliki tiga
tipe spikula yang berbeda yaitu oxea, tylostyle, dan sigma. Menurut Astro (2013)
spikula spons mempunyai bentuk yang bermacam-macam karena berguna untuk
menyusun tubuh spons. Harrison (2000) menambahkan secara umum setiap
individu spons memiliki lebih dari satu macam bentuk spikula.
3. Analisis Data
a) Tutupan jenis spons
Hasil pengukuran tutupan jenis spons di Perairan Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil pengukuran tutupan jenis spons di Perairan Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
No. Nama Spesies Total Tutupan (%)
1. D. levii 23
2. H. sanguinea 0.75
3. R. arbuscular 2
4. S. hartmani 1.5
5. S. globostellata 20
6. H. erecta 0.25
7. N. carbonaria 5
8. L. complicate 5
9. E. asperum 4
10. A. ceylonica 2
11. P. perforodorsa 2
13
12. I. birotulata 4
13. H. tyria 6
14. C. faviformis 8.5
15. H. olivacea 0.5
16. H. panacea 1.5
Berikut grafik tutupan jenis spons di Perairan Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan (Gambar 2).
Gambar 2. Grafik tutupan jenis spons di Perairan Desa Teluk Bakau
Berdasarkan hasil pengamatan tutupan spons pada lokasi penelitian (Tabel
3), spons jenis D. levii memiliki tingkat persentase tutupan tertinggi yakni 23%.
Selanjutnya spons jenis S. globostellata 20%, C. faviformis 8,5%, H. tyria 6%, N.
carbonaria dan L. complicata masing-masing 5%, E. asperum dan I. birotulata
masing-masing 4%, R. arbuscula, A. ceylonica, dan P. perforodorsa masing-
masing 2%, S. hartmani dan H. panicea masing-masing 1,5%, H. sanguinea
23%
0.75% 2% 1.50%
20%
0.25%
5% 5% 4% 2% 2%
4% 6%
8.50%
0.50% 1.50%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
14
0,75%, H. olivacea 0,5%, sedangkan spons jenis H. erecta memiliki tingkat
tutupan terendah yakni sebesar 0,25%.
Spons yang mempunyai tutupan tertinggi dijumpai pada daerah vegetasi lamun
yang memiliki kerapatan jarang dan masih digenangi oleh air laut ketika surut,
diduga spesies spons tersebut lebih menyukai daerah yang lansung mendapatkan
paparan cahaya matahari. Tetapi beberapa jenis spons juga dijumpai hidup pada
vegetasi lamun yang memiliki kerapatan tinggi. Hal ini didukung oleh pendapat
Haedar et al., (2016) mengatakan kepadatan spons dipengaruhi oleh makanan
(kelimpahan plankton), sinar matahari, dan kecepatan arus. Suharyanto (2008)
juga mengatakan tinggi rendahnya tingkat tutupan spesies spons dipengaruhi oleh
habitat dan kedalaman yang mendukung bagi kehidupan spons tersebut.
b) Indeks keanekaragaman
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman spons di Perairan Desa Teluk
Bakau Kecamatan Gunung Kijang disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Indeks keanekaragaman spons di Perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan
No. Nama spesies
Tutup
an
(%)
Pi (ni/N) ln Pi Pi.ln Pi
1. D. levii 23 0.26744186 -1.31885308 -0.352716521
2. H. sanguinea 0.75 0.00872093 -4.742029369 -0.041354907
3. R. arbuscula 2 0.023255814 -3.761200116 -0.08746977
4. S. hartmani 1.5 0.01744186 -4.048882188 -0.070620038
15
5. S. globostellata 20 0.23255814 -1.458615023 -0.339212796
6. H. erecta 0.25 0.002906977 -5.840641657 -0.016978609
7. N. carbonaria 5 0.058139535 -2.844909384 -0.165401708
8. L. complicata 5 0.058139535 -2.844909384 -0.165401708
9. E. asperum 4 0.046511628 -3.068052935 -0.142700137
10. A. ceylonica 2 0.023255814 -3.761200116 -0.08746977
11. P. perforodorsa 2 0.023255814 -3.761200116 -0.08746977
12. I. birotulata 4 0.046511628 -3.068052935 -0.142700137
13. H. tyria 6 0.069767442 -2.662587827 -0.185761941
14. C. faviformis 8.5 0.098837209 -2.314281133 -0.228737089
15. H. olivacea 0.5 0.005813953 -5.147494477 -0.029927293
16. H. panicea 1.5 0.01744186 -4.048882188 -0.070620038
∑ 86 1
-2.214542234
Keanekaragaman (H’) 2.214542234
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis
spons di Perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten
Bintan sebesar 2,21. Berdasarkan kisaran indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener, keanekaragaman spons di Perairan ini dikategorikan sedang artinya
penyebaran jumlah individu tiap jenis termasuk dalam kestabilan komunitas
sedang. Menurut Subagio dan Aunurohim (2013) nilai tersebut dikarenakan
variasi antara jumlah spesies dan nilai tutupan spons di setiap stasiun pengamatan.
Barnes (1999) menyebutkan bahwa spons sangat menyukai perairan yang cukup
jernih. Lebih lanjut Romimohtarto dan Juwana (2001) menyebutkan bahwa spons
hidup di perairan yang bersirkulasi baik, karenanya spons ditemukan pada
perairan yang jernih bukan yang keruh.
16
c) Frekuensi kemunculan (F)
Hasil perhitungan indeks frekuensi kemunculan spons pada masing-
masing stasiun disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Indeks frekuensi kemunculan spons di Perairan Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
No. Nama Spesies
Kemunculan
Fre
ku
ensi
Kem
un
cula
n (
%)
stasi
un
I
stasi
un
II
stasi
un
III
stasi
un
IV
stasi
un
V
1. D. levii √ √ - - - 40
2. H. sanguinea √ - - - - 20
3. R. arbuscula √ - - - - 20
4. S. hartmani √ - - - - 20
5. S. globostellata √ - √ - - 40
6. H. erecta √ - - - - 20
7. N. carbonaria √ - - - - 20
8. L. complicata - √ - - - 20
9. E. asperum - √ - - - 20
10. A. ceylonica - - √ - - 20
11. P. perforodorsa - - √ - - 20
12. I. birotulata - - √ - - 20
13. H. tyria - - √ - - 20
14. C. faviformis - - - √ √ 40
15. H. olivacea - - - - √ 20
17
16. H. panicea - - - - √ 20
frekuensi kemunculan spons di Perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan ada tiga jenis spons yang memiliki persentase
frekuensi kemunculan yang tinggi yaitu spons jenis D. levii, S. globostellata, dan
C. faviformis. Masing-masing jenis spons tersebut memiliki persentase frekuensi
kemunculan sebesar 40%, artinya jenis spons tersebut hanya muncul pada dua
stasiun saja dari lima stasiun pengamatan. Spons jenis D. levii ditemukan pada
stasiun I dan II, S. globostellata ditemukan pada stasiun I dan III, dan C.
faviformis ditemukan pada stasiun IV dan V. Hal ini diduga karena adanya
kesamaan karakteristik tempat hidup sehingga jenis spons yang sama ditemukan
juga pada lokasi yang berbeda. Sedangkan untuk jenis spons lainnya hanya
memiliki persentase frekuensi kemunculan sebesar 20%, yang artinya jenis spons
tersebut hanya muncul pada satu satasiun pengamatan saja dan tidak ditemukan
pada stasiun yang lain.
Adanya beberapa spesies spons yang sama pada stasiun penelitian ini
diduga karena adanya kesamaan karakteristik habitat dan parameter perairan
pendukung hidup spesies spons. Pendapat ini didukung oleh Amir dan Budiyanto
(1996) bahwa pertumbuhan spons muda menjadi individu yang dewasa
dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, kekeruhan, arus, kemiringan, dasar,
sedimentasi serta kompetisi ruang. Selain itu suhu, arus, kekeruhan dan salinitas
merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan spons yang berpengaruh
terhadap keseimbangan jumlah komposisi dan kepadatan spons (Storr, 1976).
18
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan komposisi jenis spons di
Perairan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
terdapat 16 jenis yang terdiri dari 1 kelas, 10 ordo, 14 famili. Untuk tutupan jenis
spons tertinggi terdapat pada spons jenis D. levii. dan indeks keanekaragaman
dalam kategori sedang, serta frekuensi kemunculan tertinggi terdapat pada tiga
jenis spons yaitu D. levii, S. globostellata, dan C. faviformis. Parameter perairan
yang diukur di lokasi penelitian masih dalam kategori yang baik bagi kehidupan
biota spons.
Saran
Setiap karakteristik habitat spons diduga memiliki komunitas spons laut
yang berbeda dan juga spesies yang menjadi karakter di setiap habitat. Sehingga
dibutuhkan observasi lebih lanjut terhadap tiap karakteristik habitat di Perairan
Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, I., 1992. Sponge fauna of coral reef ecosystem in the Seribu Islands and
Ujung Kulon. In: the third ASEAN science and tecknology week
conference proceeding. Vol. 6. Marine science living coastal resources. 19
p. Jakarta. 20-21 June 1992.LON-LIPI. Jakarta.
Amir, I., Budiyanto, A., 1996. Mengenal spons laut (Demospongiae) secara
umum. Oseana. 21: 15–31.
19
Astro, M.,Yusnaini, dan Halili., 2013. Pertumbuhan Spons (Stylotella aurantium)
yang Ditransplantasi pada Berbagai Kedalaman. Jurnal Mina Laut
Indonesia. 01 (01): 133-144.
Barnes, D.K.A., 1999. High diversity of tropical intertidal-zone sponges in
temperature, salinity and current extremes. Afr. J.
De Rosa, S., De Caro, S., Iodice, C., Tommonaro, G., Stefanov, K., Popov, S.,
2003. Development in Primary Cell Culture of Demosponges. Journal
Biotechnology. 100: 119–125.
DKP Kabupaten Bintan. 2011. Profil Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Bintan.
Dinas Kelautan dan Perikanan. Kabupaten Bintan.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius. 258 Hal.
Haedar, Sadarun, B., Palupi, Ratna, D., 2016. Potensi keanekaragaman jenis dan
sebaran spons di Perairan pulau saponda laut kabupaten konawe. Sapa
Laut. 1 (1): 1-9.
Harrison, F.W., dan De Vos, L., 2000. Porifera (Microscopic Anatomy of
Invertebrates). Journal Oseanologi Singapore. 2 (3): 28-89.
Hickman, Roberts, L.S., Larson, A., 2002. Sponges : Phylum Porifera. Animal
Diversity. Third Edition 2002. The McGraw−Hill Companies.
Hooper, J.N.A., 2000. Spongeguide: Guide to Sponge Collection and
Identification. Australia: Museum. 129 PP.
Hooper, J.N.A., Van Soest, R.W.M., Debrenne, F., 2002. Sponguide (Guide to
sponge collection and identification) Queensland Museum, South
Brisbane, Australia.
20
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID):
PT. Gramedia. 195
Odum, E.P., 1993. Fundamental of Ecology. Third Edition. W.B. Sounder
Company. Toronto.
Romimohtarto, K., Juwana, S., 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Djambatan. Jakarta. 540 hal.
Samawi, M.F., Rani, C., dan Ramli. 2009. Keterkaitan antara Kondisi Oseanografi
dengan Komposisi Jenis dan Kepadatan Sponge Laut di Kepulauan
Spermonde. Fakultas ilmu kelautan dan perikanan,Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Subagio, I.B., dan Aunurohim, 2013. Struktur Komunitas Spons Laut (Porifera) di
Pantai Pasir Putih Situbondo. Jurnal sains dan seni pomits. 2 (2): 2337-
3520.
Suharsono. 1995. Metode penelitian terumbu karang. Kursus Pelatihan
Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Suharyanto. 2008. Distribusi dan persentase tutupan sponge (porifera) pada
kondisi terumbu karang dan kedalaman yang berbeda di perairan pulau
barranglompo, sulawesi selatan. Biodiversitas. 9 (3): 209-212
Suparno. 2005. Kajian bioaktif spons laut (forifera: demospongiae) suatu peluang
alternatif pemanfaatan ekosistem karang indonesia dalam bidang farmasi.
Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPs 7002) : Sekolah Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor
Wibisono, M.S., 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia. Jakarta.