kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar … · vi abstrak supatmi, dwi. 2007. “kata...
TRANSCRIPT
i
KATA POLIMORFEMIK
YANG BERASAL DARI MORFEM AJAR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Dwi Supatmi
024114025
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Bapakku tercinta Beni Atmoko
Ibuku tercinta Painem
Kedua kakakku Mas Bowo & Mbak Trie
Dia yang memberiku semangat Andi Kristiawan
Mas Eko & Mbak Yantie yang selalu meluangkan waktu untukku
Yang selalu membuatku kacau Dyan imoet
Dan untuk orang-orang yang mengasihiku.
v
MOTTO
Kita lebih banyak mendapat kebijaksanaan daripada kegagalan yang sebanding
dengan kesuksesan. Kita sering mengetahui apa yang akan kita buat, dengan
menentukan apa yang tidak akan kita buat. Orang yang tidak pernah membuat
kesalahan, mereka tidak pernah membuat penemuan.
Samuel Smiles
vi
ABSTRAK
Supatmi, Dwi. 2007. “Kata Polimorfemik Yang Berasal Dari Morfem Ajar”.
Skripsi Strata I (S-I). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Dalam skripsi ini dibahas kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
Pembahasan ini meliputi: bentuk, tahap pembentukan, kategori kata, dan makna.
Keempat permasalahan tersebut dipecahkan secara terpadu dalam skripsi ini.
Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan proses pembentukan kata polimorfemik
yang berasal dari morfem ajar.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada. Penelitian ini
dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu (i) tahap pengumpulan data, (ii)
tahap analisis data, (iii) tahap penyajian analisis data. Dalam pengumpulan data
digunakan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa pada sumber data.
Penggunaan bahasa yang disimak adalah kalimat yang mengandung kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Metode ini diterapkan dengan
teknik simak bebas libat cakap atau teknik SBLC, yakni tidak berpartisipasi dan
hanya menyimak penggunaan bahasa saja.
Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode agih, yaitu
metode penelitian yang menggunakan bahasa itu sendiri sebagai alat penentunya.
Teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung, caranya dengan
membagi kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Setelah data
dianalisis dengan teknik bagi unsur langsung dilanjutkan dengan teknik perluas,
adalah teknik yang dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang
bersangkutan kekanan atau kekiri dan perluasan itu menggunakan unsur-unsur
tertentu, dan teknik parafrase, dengan cara memparafrase unsur satuan lingual
yang bersangkutan.
Hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode formal.
Penyajian dengan metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan kata-kata biasa. Penyajian dengan metode formal adalah perumusan
hasil analisis data dengan tanda dan lambang. Tanda yang dimaksud diantaranya:
tanda bintang (*) dan bagan. Selain itu, dalam penelitian ini digunakan juga
diagram pohon untuk menyajikan unsur langsung kata polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar.
Penelitian ini menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut. Pertama,
ditemukan tiga puluh delapan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar,
yaitu mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan,
mengajari, diajari, pelajari, mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan,
ajaran, pengajar, pengajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran, terpelajar,
membelajarkan, pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, keterajaran,
kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku
ajar, buku pelejaran, mata ajar, bintang pelajar, dan kurang ajar.
Kedua, berdasarkan tahap pembentukannya, kata polimorfemik yang
berasal dari morfem ajar dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) satu
vii
tahap pembentukan, (2) dua tahap pembentukan, dan (3) tiga tahap pembentukan.
Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang mengalami satu tahap
pembentukan adalah mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajari, ajaran, pengajar,
pengajaran, pelajar, pelajaran, terajar, bahan ajar, buku ajar, mata ajar, dan
kurang ajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang mengalami
dua tahap pembentukan adalah mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari,
pelajari, terajari, terajarkan, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran,
berpelajaran, terpelajar, pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, dan
mata pelajaran. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang
mengalami tiga tahap pembentukan adalah mempelajari, dipelajari, dan
membelajarkan.
Ketiga, pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar
terdiri dari tiga macam kategori kata, yaitu (1) kategori verba, (2) kategori
nomina, dan (3) kategori adjektiva. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar yang termasuk kategori verba adalah mengajar, diajar, belajar, ajarkan,
ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari, pelajari, mempelajari,
dipelajari, terajar, terajari, terajarkan, pengajaran, pelajaran, membelajarkan,
pembelajaran, dan pemelajaran. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar yang termasuk kategori nomina adalah ajaran, pengajar, pelajar,
berpelajaran, pembelajar, pemelajar, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran,
keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku pelajaran, mata ajar,
dan bintang pelajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang
termasuk kategori adjektiva adalah terpelajar dan kurang ajar.
Keempat, dari analisis data ditemukan adanya beberapa kata polimorfemik
yang berasal dari morfem ajar yang memiliki hubungan makna. Nomina pengajar
‟orang yang mengajar‟ dan pengajaran „proses mengajar‟ memiliki hubungan
makna dengan verba mengajar. Nomina pelajar „orang yang belajar‟ dan
pelajaran „perihal belajar‟ memiliki hubungan makna dengan verba belajar.
Nomina bahan ajar „bahan yang diajarkan‟ memiliki hubungan makna dengan
verba diajarkan. Nomina pembelajar „orang yang membelajarkan‟ dan
pembelajaran „proses membelajarkan‟ memiliki hubungan makna dengan verba
membelajarkan. Nomina pemelajar „orang yang mempelajari‟ dan pemelajaran
„proses mempelajari‟ memiliki hubungan makna dengan verba mempelajari. Dari
contoh-contoh tersebut tampak bahwa makna nomina polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar berkaitan erat dengan verba polimorfemik yang berasal dari
morfem ajar. Keterkaitan makna antar kata-kata polimorfemik itu disebut
hubungan paradigmatis.
viii
ABSTRACT
Supatmi, Dwi, 2007. “Polymorphemic Words Derived from the Morpheme
Ajar”. An Udergraduate Thesis. Indonesian Letters Study Programme,
Department of Indonesian Lettera,Faculty of Letters, Sanata Dharma
University.
This study discusses polymorphemic words derived from the morpheme
ajar. The discussion includes the form phase, formation, words category, and
meaning. In this study four issues are solved. The objective is to describe the
formation process of polymorphemic words derived from the morpheme ajar.
This study is a descriptive, i.e. a type of research that describes the object
of the study based on the fact. The research was conducted through three strategic
steps. Those are collecting data, analyzing data, and presenting data analysis.
Collecting the data, a complete attention method is used, that is examining the
language usage in the data sources. In the language uses is some sentences contain
the polymorphemic words derived from the morpheme ajar. Are closely the
method applied using SBLC (or simak bebas libat cakap) technique.
The method applied in analyzing data was distribution (agih) method, i.e. a
research method which uses the language it self as the determiner. The apllied
technique was direct element division technique (teknik bagi unsur langsung) by
categorizing the polymorphemic words derived from the morpheme ajar. After
being analyzed using the previous technique, the data were analyzed using
extending technique (teknik perluas) by extending the language unit – preceeding
on following the existing language using particular elements, and paraphrase
technique (teknik parafrase) usies was done by paraphrasing the related lingual
element unit.
The results of the data analysis are presented with both informal and
formal methods. The informal method of presentation is the data analysis result
in ordinary words, while the formal method of presentation is formulation of the
data analysis result using signs and symbols. The signs include the star (*) and
chart. In addition, this research also uses three diagrams for the presentation of
direct elements of the polymorphyemic words derived from the morpheme ajar.
The research finds the following findings. First, thirty eight polymorphemic words
derived from the morpheme ajar are found, those are mengajar, diajar, belajar,
ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari diajari, pelajari, mempelajari,
dipelajari,terajar,terajari,terajarkan,ajaran,pengajar,pengajaran,pelajar,pelajar
an, berpelajaran, terpelajar, membelajarkan, pembelajar, pembelajaran,
pemelajar, pemelajaran, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran,
bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku pelajaran, mata ajar, bintang
pelajar, and kurang ajar.
The research finds the following findings. First, thirty eight
polymorphemic words derived from the morpheme ajar are found, those are
mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari
diajari, pelajari, mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan, ajaran,
ix
pengajar,pengajaran,pelajar,pelajaran, berpelajaran, terpelajar, membelajarkan,
pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, keterajaran, kepelajaran,
kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku
pelajaran, mata ajar, bintang pelajar, and kurang ajar.
Second, the polymorphemic step formation of words derived from the
morpheme ajar can be categorized into three phases, which were (1) one
formation step, (2) two formation step, and (3) three formation step. The
polymorphemic words derived from the morpheme ajar that has one formation
step are mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajarkan, ajari, ajaran, pengajar,
pengajaran, pelajar, pelajaran, terajar, bahan ajar, buku ajar, mata ajar, and
kurang ajar. The polymorphemic words derived from the morpheme ajar that has
two formation steps are mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari, pelajari,
terajari, terajarkan, keterajaran, kepengajaran, berpelajaran, terpelajar,
pembelajaran, pemelajaran, pembelajar, pemelajar, mata pelajaran, buku
pelajaran, and bintang pelajar. The polymorphemic words derived from the
morpheme ajar that has three formation steps are mempelajari, dipelajari,
membelajarkan, and keterpelajaran..
Third, the polymorphemic words derived from the morpheme ajar consist
of three word categories, which are (1) verb, (2) noun, and (3) adjective. The
polymorphemic word originated from the morpheme ajar, which belongs to verb
category are mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan,
mengajari, diajari, pelajari, mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan,
pengajaran, pelajaran, membelajarkan, pembelajaran ,and pemelajaran. The
polymorphemic words derived from the morpheme ajar that belongs to noun are
ajaran, pengajar, pelajar, berpelajaran, pembelajar, pemelajar, keterajaran,
kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku
ajar, buku pelajaran, mata ajar, and bintang pelajar. The polymorphemic words
derived from the morpheme ajar that belongs to adjective are terpelajar, and
kurang ajar.
Fourth, from the data analysis, it was found that there are some
polymorphemic words derived from the morpheme ajar that has correlation in
meaning. The noun pengajar, „a person who teachs‟, and pengajaran, „teaching
processes, have correlation in meaning with the verb mengajar. The noun pelajar,
„a person who studies‟, and pelajaran, „a teaching‟, have correlation in meaning
with the verb belajar. The noun bahan ajar, „the subject to be taught‟, has
correlation in with diajarkan. The noun pembelajar, „a person who teach‟, and
pembelajaran, „learning processes‟ has correlation in meaning with the verb
membelajarkan. The noun pembelajar, „the person who learn”, and pemelajaran,
„learning process‟, have correlation in meaning with the verb mempelajari. From
these examples, it were appeares that the noun meaning of the polymorphemic
words derived from the morpheme ajar has strong correlation with meaning verb
of the polymorphemic words derived from the morpheme ajar. The correlation
among the polymorphemic words are called paradigmatic relationship.
x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan
daftar pustaka. Sebagaimana layaknya karangan ilmiah.
Yogyakarta, 3 April 2007
Penulis
xi
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dan memperlancar proses penulisan skripsi
ini:
1. Dr. Praptomo Baryadi I., M.Hum., selaku dosen pembimbing I, atas bimbingan,
masukan, kesabaran, serta semangat yang selama ini telah diberikan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
2. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku dosen pembimbing II, atas bimbingan dan
masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
3. Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Drs. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum., Drs. FX. Santosa, M.S, S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., Dra. F.
Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs. Arwan Tuti Artha, atas perkuliahan yang telah
diberikan kepada penulis selama menempuh kuliah di Universitas Sanata
Dharma,
4. Staf Sekretariat Sastra Universitas Sanata Dharma, atas pelayanannya,
5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan
peminjaman buku yang diperlukan penulis serta fasilitas komputer yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini,
6. Bapak (Beni Atmoko) dan Ibu (Painem), atas doa dan kasih sayangnya,
xii
7. Kedua kakakku Sugiarto Wibowo, S.E. dan Sustri Mulyani, S.Si. atas
semangatnya,
8. Andi Kristiawan, S.S & keluarga, atas semangat dan dukungannya selama ini.
Yogyakarta, 3 April 2007
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv
MOTTO ..................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................... viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... x
KATA PENGANTAR ................................................................................ xi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 .. Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 .. Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 .. Tujuan Penelitian ................................................................. 3
1.4 .. Manfaat Penelitian ................................................................ 3
1.5 .. Tinjauan Pustaka................................................................... 3
1.6 .. Landasan Teori ..................................................................... 5
1.6.1 Pengertian Proses Morfologis ................................... 6
1.6.2 Pengertian Bentuk Asal dan Bentuk Dasar ................. 9
1.6.3 Pengertian Kategori Kata dalam Pembentukan Kata .. 10
xiv
1.6.4 Pengetian Makna dalam Pembentukan Kata .............. 10
1.6.5 Pengertian Proses Morfofonemik............................... 11
1.6.6 Pengertian Hubungan Paradigmatis ........................... 11
1.7 Metodologi Penelitian ........................................................... 12
1.7.1 Jenis Penelitian .......................................................... 12
1.7.2 Prosedur Penelitian .................................................... 12
1.7.2.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ....... 12
1.7.2.2 Metode dan Teknik Analisis Data ............... 13
1.7.2.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ........ 16
1.8 Sistematika Penyajian ........................................................... 16
BAB II. PROSES PEMBENTUKAN KATA POLIMORFEMIK YANG
BERASAL DARI MORFEM AJAR ............................................ 17
2.1 Pengantar ................................................................................ 17
2.1.1 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajar ..... 17
2.1.2 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajar .......... 19
2.1.3 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Belajar......... 20
2.1.4 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajarkan ........ 21
2.1.5 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajari ............ 22
2.1.6 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Mengajarkan ............................................................... 22
2.1.7 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajarkan .... 24
xv
2.1.8 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Mengajari ................................................................... 25
2.1.9 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajari ......... 27
2.1.10 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajari ....... 28
2.1.11 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Mempelajari ................................................................ 29
2.1.12 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Dipelajari .... 31
2.1.13 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajar ........ 32
2.1.14 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajari ........ 33
2.1.15 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajarkan ... 34
2.1.16 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajaran ......... 35
2.1.17 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajar ...... 36
2.1.18 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajaran . 37
2.1.19 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajar......... 38
2.1.20 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajaran ..... 39
2.1.21 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Berpelajaran ............................................................... 40
2.1.22 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terpelajar .... 42
2.1.23 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Membelajarkan ........................................................... 43
2.1.24 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Pembelajar .................................................................. 45
xvi
2.1.25 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Pembelajaran .............................................................. 46
2.1.26 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Pemelajar.................................................................... 47
2.1.27 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Pemelajaran ................................................................ 48
2.1.28 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Keterajaran .. 49
2.1.29 Proses Pembentukn Kata Polimorfemik Kepelajaran.... 51
2.1.30 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Kepengajaran.............................................................. 52
2.1.31 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Katerpelajaran ............................................................ 53
2.1.32 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Bahan Ajar .................................................................. 54
2.1.33 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Mata Pelajaran ........................................................... 56
2.1.34 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Buku Ajar ..... 58
2.1.35 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Buku Pelajaran ........................................................... 59
2.1.36 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mata Ajar ..... 61
2.1.37 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Bintang Pelajar ........................................................... 62
xvii
2.1.38 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik
Kurang Ajar ................................................................ 64
BAB III PENUTUP .................................................................................... 66
3.1 Kesimpulan ............................................................................ 66
3.2 Saran ...................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 69
LAMPIRAN ............................................................................................... 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam skripsi ini dibahas kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar dijadikan objek penelitian
ini karena keproduktifannya. Hal ini tampak pada berbagai kamus. Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta (1976:22-23) terdaftar dua
belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu belajar, mengajar, mengajari,
mengajarkan, ajaran, pengajar, pengajaran, pelajar, mempelajari, terpelajar,
pelajaran, dan berpelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
diterbitkan oleh Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990:13) terdaftar
dua belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu belajar, mengajar, mengajari,
mengajarkan, mempelajari, terpelajar, ajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran,
pengajar, dan pengajaran. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan
Badudu (1994:19-20) terdaftar tiga belas macam turunan dari morfem ajar, yaitu
kurang ajar, masak ajar, belajar, mengajar, mengajari, mengajarkan,
mempelajari, pelajar, terpelajar, pelajaran, pengajar, pengajaran, dan ajaran.
Alasan berikutnya, proses pembentukan kata polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar mempunyai variasi pentahapan. Ada kata polimorfemik yang
dibentuk melalui satu tahap, misalnya mengajar, ada kata polimorfemik yang
dibentuk melalui dua tahap, misalnya mengajarkan, dan ada kata polimorfemik
yang dibentuk melalui tiga tahap, misalnya mempelajari.
2
Hal lain yang penting untuk dibahas adalah adanya hubungan makna
antara kata polimorfemik yang satu dengan kata polimorfemik yang lain.
Misalnya nomina pengajar ‘orang yang mengajar’ dan pengajaran ‘proses
mengajar’ memiliki hubungan makna dengan verba mengajar. Nomina pelajar
‘orang yang belajar’ dan pelajaran ‘perihal belajar’ memiliki hubungan makna
dengan verba belajar. Fenomena ini sungguh menarik untuk dikaji lebih lanjut,
khususnya bagaimana hubungan makna antar kata polimorfemik bisa terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang
dibahas adalah proses pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar. Masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
a. Apa saja kata polimorfemik yang dibentuk dari morfem asal ajar?
b. Bagaimana tahap pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar?
c. Apa saja kategori kata yang dibentuk dari kata polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar?
d. Apa saja makna yang dihasilkan dari kata polimorfemik yang berasal dari
morfem ajar?
Keempat permasalahan tersebut dipecahkan secara terpadu dalam skripsi ini.
3
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mendeskripsikan bentuk kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
b. Mendeskripsikan tahap pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari
morfem ajar.
c. Mendeskripsikan kategori kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
d. Mendeskripsikan makna kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat pada bidang tata bahasa khususnya dalam
bidang morfologi, yaitu untuk menjelaskan kaidah pembentukan kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Selain itu, hasil dari penelitian ini
juga bermanfaat dalam bidang linguistik terapan terutama leksikografi, yaitu
untuk melengkapi turunan atau gloss dari entri ajar dalam kamus.
1.5 Tinjauan Pustaka
Pembahasan tentang morfem ajar telah dilakukan oleh para ahli bahasa,
yaitu antara lain oleh Kridalaksana (1989:28), Tarigan (1985:33), dan Verhaar
(2001:143). Kridalaksana (1989:28) dalam bukunya yang berjudul Pembentukan
Kata Dalam Bahasa Indonesia menjelaskan proses afiksasi morfem ajar
kedalam afiks pembentuk nomina. Dalam hal ini morfem ajar yang berperan
sebagai verba mendapat bubuhan prefiks per- menjadi pelajar dan berperan
4
sebagai nomina, melalui contoh tersebut, terlihat bahwa proses pembentukan kata
(afiksasi) menyebabkan berubahnya fungsi suatu kata.
Tarigan (1985:33) dalam bukunya Pengajaran Morfologi menganalisis
morfem ajar dalam segi morfofonemik. Menurutnya, jika kita berbicara mengenai
proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia, maka terdapat tiga hal yang
penting, yaitu: (1) proses perubahan fonem , (2) proses penambahan fonem, dan
(3) proses penanggalan fonem. Dalam bukunya ia memaparkan adanya perubahan
fonem /r/ pada morfem ber- dan morfem per- berubah menjadi fonem /l/. Hal ini
terjadi sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan dasar kata yang berupa
morfem ajar, menjadi belajar dan pelajar.
Verhaar (2001:143) dalam bukunya Asas-Asas Linguistik Umum
mengemukakan dua proses morfemis, yaitu infleksi dan derivasi. Kaidah
infleksional atau yang disebut dengan kaidah yang “tak beruntun” urutannya.
Kaidah seperti ini biasa kita jumpai dalam kamus, seperti bentuk ajar, mengajar,
mengajari, mengajarkan, mempelajari, pelajar, terpelajar, pelajaran, pengajar,
pengajaran, ajaran. Lain halnya dengan kaidah derivasi atau yang disebut
dengan kaidah “beruntun”. Bentuk-bentuk mengajar, pengajar, pengajaran,
belajar, pelajar, pelajaran, dan seterusnya yang merupakan turunan dari pradasar
ajar. Namun, yang perlu digarisbawahi di sini adalah pengajar berasal dari
mengajar, tidak sebaliknya, dan tidak juga dari pengajaran; pelajar berasal dari
belajar, tidak sebaliknya, dan juga tidak dari pelajaran. Penerapan kaidah derivasi
ini sebenarnya ingin menunjukkan suatu pola penurunan kata yang saling
bertalian.
5
Penelitian ini tentunya berbeda dengan apa yang telah dibahas oleh para
ahli di atas. Pertama, melalui penelitian ini, diupayakan untuk menemukan
selengkap mungkin kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Kedua,
melalui penelitian ini, peneliti bermaksud menerangkan tahap pembentukan kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Ketiga, melalui penelitian ini,
peneliti bermaksud menjelaskan kategori kata polimorfemik yang berasal dari
morfem ajar. Keempat, melalui penelitian ini, peneliti bermaksud menjelaskan
hubungan makna kata-kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar.
1.6 Landasan Teori
Untuk menerangkan proses pembentukan kata diperlukan berbagai
konsep. Pertama, proses morfologis diterapkan untuk menerangkan proses
pembentukan kata-kata baru yang berasal dari morfem ajar. Kedua, dalam proses
pembentukan kata diperlukan juga perihal pengertian bentuk asal dan bentuk
dasar untuk menunjukkan asal mula pembentukan kata. Ketiga, setelah proses
pembentukan kata tentunya kata akan berganti kategori, untuk dapat menerangkan
kategorisasi tersebut maka akan dihadirkan perihal pengertian kategori dalam
pembentukan kata. Keempat, dalam proses pembentukan kata diterapkan juga
perihal pengertian makna yang muncul setelah kata menjadi bentuk yang lebih
kompleks. Kelima, dalam proses morfologis khususnya afiksasi adanya perpaduan
antara morfem yang satu dengan morfem yang lain pada bentuk tertentu akan
menimbulkan adanya proses morfofonemik, untuk dapat menerangkan proses
tersebut maka dalam proses pembentukan kata ini dihadirkan perihal pengertian
6
proses morfofonemik. Keenam, proses pembentukan kata dapat menunjukkan
adanya keterkaitan makna antar kata, keterkaitan makna antar kata inilah yang
disebut dengan hubungan paradigmatis, untuk itulah dalam proses pembentukan
kata ini akan dihadirkan perihal pengertian hubungan paradigmatis.
1.6.1 Pengertian Proses Morfologis
Kridalaksana dalam bukunya yang berjudul Pembentukan Kata Dalam
Bahasa Indonesia (1989:12-181) mendefinisikan proses morfologis sebagai
proses pembentukan kata-kata baru dari bentuk lain yang merupakan bentuk
dasarnya. Kridalaksana dalam bukunya menyajikan enam macam proses
morfologis, yaitu derivasi zero, afiksasi, reduplikasi, abreviasi, komposisi, dan
derivasi balik.
Pertama, derivasi zero, dalam proses ini leksem menjadi kata tunggal
tanpa perubahaan apa-apa. Proses ini hanya meliputi sejumlah kata yang amat
terbatas jumlahnya, ialah kata-kata makan, minum, minta, dan mohon, yang
semuanya termasuk golongan kata bentuk aktif. Kata-kata makan, minum, minta,
dan mohon termasuk golongan kata kerja aktif, karena kata-kata ini dapat diikuti
objek dan juga dapat dipasifkan: makan → dimakan, minum → diminum,
minta → diminta, mohon → dimohon. Sebagai kata kerja bentuk pasif, kata-kata
tersebut tidak ditandai dengan afiks me(N)-. Maka perubahan dari kata-kata
makan, minum, minta, dan mohon sebagai bentuk dasar menjadi kata-kata makan,
minum, minta, dan mohon sebagai kata kerja bentuk aktif itu sebagai derivasi
7
zero, yang sebenarnya berarti perubahan kosong atau tidak ada perubahan, dan
prosesnya disebut derivasi zero.
Kedua, afiksasi adalah proses pengubahan leksem menjadi kata
kompleks. Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori
tertentu, sehingga berstatus kata (atau bila telah berstatus kata berganti kategori),
(3) sedikit banyak berubah maknanya. Adapun afiks-afiks itu ialah prefiks, yaitu
afiks yang diletakkan dimuka dasar, contoh: me-, di-, ber-, ke-, ter-, pe-, per-, se-;
infiks, yaitu afiks yang diletakkan didalam dasar, contoh: -el-, -er-, -em-, -in-;
sufiks, yaitu afiks yang diletakkan dibelakang dasar, contoh: -an, -kan, -i;
simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang
dileburkan pada dasar; konfiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu
dimuka bentuk dasar dan satu dibelakang bentuk dasar, contoh: ke-an, pe-an, per-
an, ber-an; superfiks atau suprafiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan
ciri-ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem
suprasegmantal; dan kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih
yang bergabung dengan dasar, contoh: me-kan, me-i, memper-kan, memper-i, ber-
kan, ter-kan, per-kan, pe-an, se-nya. Misalnya pembubuhan afiks pe(N)- pada
bentuk ajar menjadi pengajar. Dalam proses pembubuhan afiks ini terlihat bahwa
selain mengalami perubahan bentuk, berubah pula kategorisasinya menjadi
nomina dan tentunya memiliki makna yang berbeda dari makna sebelumnya.
Ketiga, reduplikasi atau proses pengulangan ialah pengulangan bentuk,
baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
Hasil pengulangan itu disebut kata ulang, sedangkan yang diulang merupakan
8
bentuk dasar. Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat
digolongkan menjadi empat golongan, yaitu (1) Pengulangan seluruh, ialah
pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem, dan tidak
berkombinasi dengan pembubuhan afiks. Misalnya: sepeda → sepeda-sepeda.
(2) Pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.
Dalam pengulangan sebagian, ada kecenderungan untuk hanya mengulang bentuk
asalnya saja, seperti dalam contoh berikut; membaca → membaca-baca.
(3) Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks. Misalnya:
anak → anak-anakan. (4) Pengulangan dengan perubahan fonem. Misalnya:
bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik yang diulang dengan perubahan
fonem, dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/.
Keempat, abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian
leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata,
sedang hasil prosesnya disebut kependekan. Diantara bentuk-bentuk kependekan
terdapat: (1) singkatan, yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa
huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti: KKN
(Kuliah Kerja Nyata), (2) penanggalan, yaitu proses pemendekan yang
mengekalkan salah satu bagian dari leksem, seperti: Prof (Profesor), (3) akronim,
yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian
yang lain yang ditulis dan dilafalkan (sebagai sebuah kata) yang sedikit banyak
memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti: FKIP /efkip/ dan bukan /ef/, /ka/,
/i/, /pe/, dan (4) kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem
dasar atau gabungan leksem, seperti: tak dari tidak.
9
Kelima, komposisi ialah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang
membentuk kata. Adapun ciri dari komposisi ialah ketaktersisipan, ketakterluasan,
dan ketakterbalikan. Sebagai contoh kata mata pelajaran, kata ini terdiri dari dua
leksem mata dan leksem pelajaran. Kata ini memenuhi ciri sebagai komposisi,
pertama, ketaktersisipan diantara leksem mata dan leksem pelajaran tidak dapat
disisipi kata lain *mata dan pelajaran; kedua, ketakterluasan, kata mata pelajaran
tidak dapat diperluas *bermatapelajaran, dan ketiga, ketakterbalikan, diantara
leksem mata dan leksem pelajaran tidak dapat dipertukarkan posisinya
*pelajaran mata.
Keenam, derivasi balik diartikan sebagai proses pembentukan kata yang
didasarkan pada pola-pola yang ada. Misalnya pembentukan kata pungkir dalam
dipungkiri yang dipakai orang karena mengira bentuk itu merupakan padanan
pasif dari memungkiri. Terjadinya mungkir ← pungkir didasarkan pada pola
peluluhan fonem.
1.6.2 Pengertian Bentuk Asal dan Bentuk Dasar
Ramlan dalam bukunya Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif
(1979:25-26) memberikan pengertian yang berbeda antara bentuk asal dan bentuk
dasar. Bentuk asal ialah bentuk yang paling kecil yang menjadi asal suatu kata
kompleks. Bentuk dasar ialah bentuk linguistik, baik tunggal maupun kompleks
yang menjadi dasar bentukan bagi bentuk kompleks. Sebagai contoh kata
berpelajaran memiliki bentuk asal ajar dan bentuk dasar pelajaran. Kata
pelajaran memiliki bentuk asal dan bentuk dasar ajar.
10
1.6.3 Pengertian Kategori Kata dalam Pembentukan Kata
Kridalaksana (1989:22) menjelaskan bahwa kategorisasi atau klasifikasi
terjadi sesudah kata terbentuk. Kategorisasi hanya diberikan kepada satuan
sintaktis, yaitu kata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa morfem tidak
berkategori karena satuan ini baru diperoleh dari kata. Kategorisasi dalam bahasa
Indonesia terbagi atas: verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia,
interogatifa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, dan
interjeksi.
1.6.4 Pengertian Makna dalam Pembentukan Kata
Chaer dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indonesia
(1994:60-62) memberikan pengertian makna leksikal dan makna gramatikal.
Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat
leksem, atau bersifat kata. Selain itu makna leksikal dapat pula dikatakan sebagai
makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi
alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam hidup kita. Sebagai
contoh kata janda makna leksikalnya adalah ‘wanita yang tidak bersuami lagi,
karena bercerai ataupun karena ditinggal mati suaminya’. Makna gramatikal
adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal separti proses
afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Sebagai contoh kata menjanda
makna gramatikalnya adalah ‘menjadi janda’.
11
1.6.5 Pengertian Proses Morfofonemik
Ramlan (1979:52) menjelaskan bahwa morfofonemik ialah ilmu yang
mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan
morfem dengan morfem lain. Proses morfofonemis terbagi kedalam tiga proses,
yaitu (1) proses perubahan fonem, (2) proses penambahan fonem, dan (3) proses
hilangnya fonem. Morfem ber-, misalnya, terdiri dari tiga fonem, ialah /b, ,r/.
Akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem ajar, fonem /r/ berubah
menjadi /l/, hingga pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar menghasilkan
kata belajar. Demikianlah di sini terjadi proses morfofonemis yang berupa
perubahan fonem, ialah perubahan fonem /r/ pada ber- menjadi /l/.
1.6.6 Pengertian Hubungan Paradigmatis
Kentjono (1982:134) mendefinisikan hubungan paradigmatis sebagai
hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-
unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan ini
disebut pula hubungan in absentia atau hubungan asosiatif. Dalam morfologi,
hubungan paradigmatis digunakan untuk menunjuk hubungan makna antar kata-
kata polimorfemik yang memiliki bentuk asal yang sama. Sebagai contoh makna
kata pengajar ‘orang yang mengajar’ memiliki hubungan dengan kata mengajar
‘perbuatan aktif ajar’.
12
1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang mendeskripsikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada
(Sudaryanto,1988:62). Pada penelitian ini akan dideskripsikan proses
pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar meliputi; bentuk,
tahap pembentukan, kategori kata, dan makna sebagai hasil dari proses morfologis
morfem ajar.
1.7.2 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategi sebagaimana yang
dikemukakan Sudaryanto (1993:5), yaitu pengumpulan data, analisis data, dan
penyajian hasil analisis data. Setiap tahapan itu dilakukan dengan metode tertentu
sehingga terdapat metode yang digunakan untuk mengumpulkan data,
menganalisis data, dan menyajikan hasil analisis data.
1.7.2.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap penyediaan data digunakan metode simak, yaitu metode yang
dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 135). Yang
disimak adalah proses pembentukan morfem ajar menjadi kata polimorfemik.
Metode ini diterapkan dengan teknik simak bebas libat cakap atau teknik SBLC,
yakni tidak berpartisipasi dan hanya menyimak penggunaan bahasa saja
(Sudaryanto, 1993: 134). Dari penyimakan itu, dapat diperoleh data berupa proses
13
pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar beserta dengan
bentuk, tahap pembentukan, kategori kata, dan makna setelah mengalami proses
morfologis.
1.7.2.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Pada tahap analisis data digunakan metode agih, yaitu metode yang alat
penentunya merupakan bagian dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto,1993:15). Pada
metode agih digunakan teknik dasar, yaitu teknik bagi unsur langsung atau teknik
BUL. Disebut demikian karena peneliti membagi satuan lingual datanya menjadi
beberapa unsur. Unsur tersebut dipandang sebagai bagian yang langsung
membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Misalnya kata
pengajar dan pelajar, unsur pembentuk kedua kata ini dapat ditunjukkan dengan
diagram (1a) dan (2a) berikut. .
(1a) pengajar
peng- ajar
(2a) pelajar
per- ajar
Pada metode agih ini digunakan teknik perluas, yaitu untuk menentukan
segi-segi kemaknaan (aspek semantis) satuan lingual tetentu (Sudaryanto,
1993:55). Penggunaan teknik perluas penting untuk kadar kesinoniman bila
menyangkut dua satuan atau dua unsur satuan yang berlainan tetapi diduga
14
bersinonim satu sama lain. Dalam hal ini, sinonim berarti sama informasinya,
mirip maknanya, dan berbeda bentuknya. Umum dikenal bahwa kalimat aktif dan
kalimat pasif itu saling berparafrasa. Pernyataan itu berarti bahwa kedua kalimat
itu bersinonim, sama informasinya dan mirip maknanya. Jadi kalimat (1) berikut
sama informasinya dan mirip maknanya dengan kalimat (2) berikut ini.
(1) Guru baru itu mengajar siswa kelas satu.
(2) Siswa kelas satu diajar oleh guru baru itu.
Hal ini akan lebih jelas terlihat manakala kedua kalimat itu sama-sama diperluas
baik kekiri maupun kekanan menjadi (3) dan (4) berikut.
(3) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, guru baru itu
mengajar siswa kelas satu, dengan penuh kesabaran.
(4) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, siswa kelas
satu diajar oleh guru baru itu, dengan penuh kesabaran.
Akan tetapi, apakah kalimat (5) berikut bersinonim pula dengan kalimat (6)
berikutnya, kepastian itu akan jelas terlihat manakala teknik perluas digunakan
untuk mengujinya, sebagaimana terlihat pada kalimat (7) dan (8) berikutnya.
(5) Guru baru itu tidak mengajar siswa kelas satu.
(6) Siswa kelas satu tidak diajar oleh guru baru itu.
(7) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, guru baru itu
tidak mengajar siswa kelas satu, dengan penuh kesabaran.
(8) Sewaktu Pak Ali tidak masuk untuk mengajar saya melihat, siswa kelas
satu tidak diajar oleh guru baru itu, dengan penuh kesabaran.
15
Dari hasil penggunaan teknik perluas terlihat kadar kesinoniman dua pasang
kalimat, yaitu (1)-(2) dan (5)-(6), berbeda. Dua kalimat aktif-pasif yang positif,
yaitu (1)-(2), kadar kesinonimannya tinggi; dua kalimat aktif-pasif yang negatif,
yaitu (5)-(6), kadar kesinonimannya rendah.
Selain itu, pada metode agih ini digunakan juga teknik parafrase. Teknik
parafrase ini setidak-tidaknya memiliki tiga kegunaan, yaitu (a) menentukan
satuan makna konstituen sintaksis yang disebut “peran” (seperti pelaku atau
agentif, penderita atau objektif, dsb); (b) mengetahui pola struktural peran, dan
(c) mengetahui tipe tuturan berdasarkan pola strukturalnya. Perhatikan contoh
berikut.
(9) Ia mengajarkan materi itu kepada murid-muridnya yang baru.
(10) Materi itu diajarkannya kepada murid-muridnya yang baru.
(11) Materi itu diajarkan kepada murid-muridnya yang baru olehnya.
Atau, dari bentuk kalimat (10) dan (11), contoh tuturan (9) dapat berubah menjadi
kalimat (12).
(9) Ia mengajarkan materi itu kepada murid-muridnya yang baru.
(12) Ia mengajari murid-muridnya yang baru dengan materi itu.
Kalimat (12) pun dapat diubah wujudnya dengan teknik ubah wujud atau
parafrase menjadi (13) dan (14) sebagaimana (9) menjadi (10) dan (11).
(12) Ia mengajari murid-muridnya yang baru dengan materi itu.
(13) Murid-muridnya yang baru diajari (nya) dengan materi itu.
(14) Murid-muridnya yang baru diajari (dengan) materi itu (olehnya).
16
Melalui contoh di atas, terlihat bahwa pengubahan wujud itu
menghasilkan bentuk tuturan parafrase yang gramatikal secara bentuk dan
berterima secara maknawi. Parafrase hasil pengubahan wujud bukan saja harus
mempertahankan informasi semula, tetapi juga harus tetap bermakna sepenuhnya
(Sudaryanto, 1993:85).
1.7.2.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode penyajian
informal dan metode penyajian formal sebagaiman yang diungkapkan Sudaryanto
(1993: 145). Metode penyajian informal adalah metode yang dalam penyajian
hasil analisis datanya menggunakan kata-kata biasa. Metode penyajian formal
adalah perumusan dengan tanda dan lambang. Tanda yang dimaksud diantaranya:
tanda bintang (*) dan bagan, selain itu dalam penelitian ini digunakan juga
diagram pohon untuk menyajikan unsur langsung kata polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar.
1.8 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian ini disajikan dalam tiga bab. Bab I merupakan bab
pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan
sistematika penyajian. Bab II uraian tentang proses pembentukan kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar. Bab III merupakan penutup berisi
kesimpulan dan saran.
17
BAB II
PROSES PEMBENTUKAN KATA POLIMORFEMIK
YANG BERASAL DARI MORFEM AJAR
2.1 Pengantar
Morfem ajar dapat menjadi asal pembentuk kata polimorfemik. Kata
polimorfemik yang dibentuk dari morfem ajar adalah mengajar, diajar, belajar,
ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari, pelajari,
mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan, ajaran, pengajar,
pengajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran, terpelajar, membelajarkan,
pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, keterajaran,kepelajaran,
kepengajaran, keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku
pelajaran, mata ajar, bintang pelajar, dan kurang ajar.
2.1.1 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajar
Kata mengajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari me(N)-
dan ajar. Unsur me(N)- dalam mengajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
fonem /N/ pada morfem me(N)- berubah menjadi fonem /n/. Hal ini tidak lain
sebagai akibat petemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga
morfem me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata mengajar dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
18
mengajar
me(N)- ajar
Afiks meng- pada morfem mengajar berfungsi membentuk verba aktif
transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(15) Pak Guru mengajar siswa kelas satu. S P O
Secara fungsional kalimat (15) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P) dan Objek (O). Fungsi S diisi kata Pak Guru yang termasuk kategori
N, fungsi P diisi kata mengajar yang termasuk kategori V, dan fungsi O diisi kata
siswa kelas satu yang termasuk kategori N.
Kata mengajar pada contoh (15) termasuk verba karena dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(15a) Pak Guru tidak mengajar siswa kelas satu. S P O
Kata mengajar termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan
dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (objek). Selain itu, kata mengajar
termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajar.
Apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif
transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada
contoh (15b) berikut.
(15b) Siswa kelas satu diajar oleh Pak Guru. S P KET
19
Frase Siswa kelas satu yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif
(15) berubah menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (15b). Maka pelaku
tindakan tidak lagi terdapat pada S, melainkan pada KET, ialah Pak Guru.
Dengan demikian, kata mengajar merupakan verba yang menyatakan makna
‘tindakan aktif’ yaitu ‘melakukan perbuatan mengajar’.
2.1.2 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajar
Kata diajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan
ajar. Unsur pembentuk kata diajar dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
diajar
di- ajar
Afiks di- pada morfem diajar berfungsi sebagai pembentuk verba pasif.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(16) Siswa kelas kami diajar oleh guru baru. S P KET
Secara fungsional kalimat (16) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P) dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Siswa kelas kami yang
termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajar yang termasuk kategori V, dan
fungsi KET diisi kata oleh guru baru yang termasuk frase preporsional.
Kata diajar pada contoh (16) termasuk verba karena dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(16a) Siswa kelas kami tidak diajar oleh guru baru. S P KET
20
Kata diajar termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat
verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’
sebagaimana tampak pada contoh (16) S diisi oleh ‘penderita’ Siswa kelas kami.
Dengan demikian, kata diajar merupakan verba yang menyatakan makna
‘tindakan pasif’.
2.1.3 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Belajar
Kata belajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ber- dan
ajar. Unsur ber- dalam belajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
berubahnya fonem /r/ pada morfem ber- menjadi fonem /l/. Hal ini tidak lain
sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga
morfem ber- berubah menjadi bel-. Unsur pembentuk kata belajar dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
belajar
ber- ajar
Afiks ber- pada morfem belajar berfungsi membentuk verba intransitif.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(17) Adik belajar di kamar. S P KET
Secara fungsional kalimat (17) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P) dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Adik yang termasuk
21
kategori N, fungsi P diisi kata belajar yang termasuk kategori V, dan fungsi KET
diisi kata di kamar yang termasuk frase preporsional.
Kata belajar pada contoh (17) termasuk kategori verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(17a) Adik tidak belajar di kamar. S P KET
Kata belajar termasuk verba intransitif karena apabila digunakan dalam
kalimat tidak menuntut hadirnya fungsi O, sebagaimana tampak pada contoh (17).
Dengan demikian, kata belajar merupakan verba yang menyatakan makna
‘tindakan’.
2.1.4 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajarkan
Kata ajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan
-kan. Unsur pembentuk kata ajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
ajarkan
ajar -kan
Afiks -kan pada morfem ajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba pasif
imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(18) Ajarkan sopan santun padanya! P S KET
Secara fungsional kalimat (18) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),
Subjek (S) dan Keterangan (K). Fungsi P diisi kata ajarkan yang termasuk
22
kategori V, fungsi S diisi kata sopan santun yang termasuk kategori Adj, dan
fungsi KET diisi kata padanya yang termasuk kategori N. Dengan demikian, kata
ajarkan merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.
2.1.5 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajari
Kata ajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan
-i. Unsur pembentuk kata ajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
ajari
ajar -i
Afiks -i pada morfem ajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif
imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(19) Ajari anak ini menggambar! P S KET
Secara fungsional kalimat (19) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),
Subjek (S) , dan Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata Ajari yang termasuk
kategori V, fungsi S diisi kata anak ini yang termasuk kategori N, dan fungsi KET
diisi kata menggambar yang termasuk kategori V. Dengan demikian, kata ajari
merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.
2.1.6 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajarkan
Kata mengajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
me(N)- dan ajarkan. Kata ajarkan itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu
23
ajar dan –kan. Unsur me(N)- dalam mengajarkan mengalami proses
morfofonemik, yaitu fonem /N/ pada morfem me(N)- berubah menjadi /n/. Hal ini
tidak lain sebagai akibat petemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar
sehingga morfem me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata
mengajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
mengajarkan
ajarkan
meng- ajar -kan
Afiks meng- pada morfem mengajarkan berfungsi sebagai pembentuk
verba aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(20) Pak guru mengajarkan perilaku sopan santun kepada siswa-siswanya. S P O KET
Secara fungsional kalimat (20) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Pak guru
yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata mengajarkan yang termasuk
kategori V, fungsi O diisi kata perilaku sopan santun yang termasuk kategori N,
dan fungsi KET diisi kata siswa-siswanya yang termasuk kategori N.
Kata mengajarkan pada kalimat (20) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(24a) Pak guru tidak mengajarkan perilaku sopan santun kepada siswa- S P O KET siswanya
24
Kata mengajarkan termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan
dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (objek). Selain itu kata mengajarkan
termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajarkan,
apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif
transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada
contoh (20b) berikut.
(20b) Perilaku sopan santun diajarkan oleh Pak guru kepada siswa-siswanya. S P KET Pel Frase perilaku sopan santun yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif
(20) berubah menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (20b). Maka pelaku
tindakan tidak lagi terdapat pada Subjek, melainkan pada keterangan, yakni frase
oleh Pak guru. Dengan demikian, kata mengajarkan merupakan verba yang
menyatakan makna ‘tindakan aktif’ yaitu ‘hal pengajaran’.
2.1.7 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajarkan
Kata diajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan
ajarkan. Kata ajarkan itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan -kan.
Unsur pembentuk kata diajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
diajarkan
ajarkan
di- ajar -kan
25
Afiks di- pada morfem diajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba
pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(21) Lagu itu diajarkan oleh ibu kepada anaknya S P O KET
Secara fungsional kalimat (21) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata lagu itu yang
termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajarkan yang termasuk kategori V,
fungsi O diisi kata oleh ibu yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi kata
kepada anaknya yang termasuk kategori N.
Kata diajarkan pada contoh (21) termasuk verba karena dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(21a) Lagu itu tidak diajarkan oleh ibu kepada anaknya. S P O KET Kata diajarkan termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat
verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’
sebagaimana tampak pada contoh (21) S diisi oleh ‘penderita’ lagu itu. Dengan
demikian, kata diajarkan merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan
pasif’.
2.1.8 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mengajari
Kata mengajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari me(N)-
dan ajari. Kata ajari itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan –i.
Unsur me(N)- dalam mengajari mengalami proses morfofonemik, yaitu
berubahnya fonem /N/ pada morfem me(N)- menjadi /n/. Hal ini tidak lain sebagai
26
akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem
me(N)- berubah menjadi meng-. Unsur pembentuk kata mengajari dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
mengajari
ajari
me(N)- ajar -i
Afiks me(N)- pada morfem mengajari berfungsi sebagai pembentuk verba
aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(22) Pak Guru mengajari anak-anak dengan sabar. S P O KET
Secara fungsional kalimat (22) terdiri dari empat fungsi yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata Pak Guru
yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata mengajari yang termasuk kategori
V, fungsi O diisi kata anak-anak yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi
kata dengan sabar yang termasuk kategori konjungsi.
Kata mengajari pada contoh (22) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(22a) Pak Guru tidak mengajari anak-anak dengan sabar. S P O KET
Kata mengajari termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan
dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (objek). Selain itu kata mengajari
27
termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif diajari.
Apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif
transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada
contoh (22b) berikut.
(22b) Anak-anak diajari dengan sabar oleh Pak guru. S P Pel KET Frase anak-anak yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif (22) berubah
menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (22b). Maka pelaku tindakan tidak lagi
terdapat pada S, melainkan pada KET, yakni frase oleh Pak Guru. Dengan
demikian, kata mengajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan
aktif’, yaitu ‘melakukan tindakan pengajaran’.
2.1.9 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Diajari
Kata diajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan
ajari. Kata ajari itu sendiri terdiri dari unsur langsung, yaitu ajar dan –i. Unsur
pembentuk kata diajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
diajari
ajari
di- ajar -i
28
Afiks di- pada morfem diajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif .
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(23) Saya diajari menari oleh ibu. S P Pel KET
Secara fungsional kalimat (23) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Pelengkap (Pel), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata saya
yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata diajari yang termasuk kategori V,
fungsi Pel diisi kata menari yang termasuk kategori N, dan fungsi KET diisi kata
oleh ibu yang termasuk kategori N.
Kata diajari pada contoh (23) termasuk verba karena dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(23a) Saya tidak diajari menari oleh ibu. S P Pel KET
Kata diajari termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam kalimat
verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’
sebagaimana tampak pada contoh (23) S diisi oleh ‘penderita’ saya. Dengan
demikian, kata diajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.
2.1.10 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajari
Kata pelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari per-
dan ajari. Kata ajari itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur
per- dalam pelajari mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/
pada morfem per- menjadi fonem /l/. Hal ini tidak lain sebagai akibat pertemuan
29
morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem per- berubah menjadi
pel-. Unsur pembentuk kata pelajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
pelajari
ajari
per- ajar -i
Afiks per- pada morfem pelajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif
imperatif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(24) Pelajari materi ini dengan baik. P O KET
Secara fungsional kalimat (24) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Predikat (P),
Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata pelajari yang termasuk
kategori V, fungsi O diisi kata materi ini yang termasuk kategori N, dan fungsi
KET diisi kata dengan baik yang termasuk kategori konjungsi. Dengan demikian,
kata pelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan pasif’.
2.1.11 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mempelajari
Kata mempelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
mem- dan pelajari. Kata pelajari terbentuk dari per- dan ajari. Kata ajari itu
sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur per- dalam pelajari
mengalami proses morfofonemik, yaitu fonem /r/ pada morfem per- berubah
menjadi fonem /l/. Hal ini tidak lain sebagai akibat pertemuan morfem tersebut
30
dengan morfem asal ajar sehingga morfem per- berubah menjadi pel-. Unsur
pembentuk kata mempelajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
mempelajari
pelajari
ajari
mem- per- ajar -i
Afiks mem- pada morfem mempelajari berfungsi sebagai pembentuk
verba aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(25) Para ilmuwan mempelajari struktur lapisan bumi. S P O
Secara fungsional kalimat (25) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (Objek). Fungsi S diisi kata para ilmuwan yang termasuk
kategori N, fungsi P diisi kata mempelajari yang termasuk kategori V, dan fungsi
O diisi kata struktur lapisan bumi yang termasuk kategori N.
Kata mempelajari pada contoh (25) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(25a) Para ilmuwan tidak mempelajari struktur lapisan bumi. S P O
Kata mempelajari termasuk verba aktif transitif karena apabila digunakan
dalam kalimat akan menuntut hadirnya O (Objek). Selain itu kata mempelajari
termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah menjadi verba pasif dipelajari.
Apabila dipasifkan kata atau frase yang menduduki fungsi O dalam kalimat aktif
31
transitif selalu menduduki fungsi S pada kalimat pasif sebagaimana tampak pada
contoh (25b) berikut.
(25b) Struktur lapisan bumi dipelajari oleh para ilmuwan. S P KET
Frase struktur lapisan bumi yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif
(25) berubah fungsi menjadi S dalam kalimat pasif (25b). Maka pelaku tindakan
tidak lagi terdapat pada S melainkan pada KET, ialah oleh para ilmuwan. Dengan
demikian, kata mempelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan
aktif ‘ yaitu ‘melakukan perbuatan mempelajari’.
2.1.12 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Dipelajari
Kata dipelajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari di- dan
pelajari. Kata pelajari terbentuk dari per- dan ajari. Kata ajari itu sendiri
terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur per- dalam pelajari mengalami
proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/ pada morfem per- menjadi
fonem /l/. Unsur pembentuk kata dipelajari dapat ditunjukkan dengan diagram
berikut.
dipelajari
pelajari
ajari
di- per- ajar -i
32
Afiks di- pada morfem dipelajari berfungsi sebagai pembentuk verba
pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(26) Materi ini dipelajari dengan teliti. S P KET
Secara fungsional kalimat (26) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata materi ini yang termasuk
kategori N, fungsi Pdiisi kata dipelajari yang termasuk kategori V, dan fungsi
KET diisi kata dengan teliti yang termasuk kategori konjungsi.
Kata dipelajari pada contoh (26) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(26a) Materi ini tidak dipelajari dengan teliti. S P KET
Kata dipelajari termasuk verba pasif karena apabila digunakan dalam
kalimat verba tersebut menghadirkan fungsi S yang diisi oleh peran ‘penderita’
sebagaimana tampak pada contoh (26a) S diisi oleh ‘penderita’ materi ini. Dengan
demikian, kata dipelajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘tindakan
pasif’.
2.1.13 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajar
Kata terajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter- dan
ajar. Unsur pembentuk kata terajar dapat di tunjukkan dengan diagram berikut.
terajar
ter- ajar
33
Afiks ter- pada morfem terajar berfungsi sebagai pembentuk verba.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(27) Tenaga pendidik di sekolah itu sangat minim maka 75 siswanya S O tidak terajar dengan baik. P
Secara fungsional kalimat (27) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Objek (O), dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata tenaga pendidik di sekolah itu
sangat minim yang termasuk kategori N, fungsi O diisi kata maka 75 siswanya
yang termasuk kategori N, dan fungsi P diisi kata tidak terajar dengan baik yang
termasuk kategori V.
Kata terajar termasuk verba karena dapat dinegatifkan dengan kata ingkar
tidak, sebagaimana tampak pada contoh (27). Dengan demikian, kata terajar
merupakan verba yang menyatakan makna ‘dapat diajar’.
2.1.14 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajari
Kata terajari merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter- dan
ajari. Kata ajari itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –i. Unsur
pembentuk kata terajari dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
terajari
ajari
ter- ajar -i
34
Afiks ter- pada morfem terajari berfungsi sebagai pembentuk verba pasif.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(28) Budi tidak terajari dengan sendirinya sebagi penjudi.
S P KET
Secara fungsional kalimat (28) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Budi yang termasuk
kategori N, fungsi P diisi kata terajari dengan sendirinya yang termasuk kategori
V, dan fungsi KET diisi kata sebagai penjudi yang termasuk kategori N.
Kata terajari termasuk verba karena kata tersebut dapat dinegatifkan
dengan kata ingkar tidak, sebagaimana tampak pada contoh (28). Dengan
demikian, kata terajari merupakan verba yang menyatakan makna ‘dapat diajari’.
2.1.15 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terajarkan
Kata terajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ter-
dan ajarkan. Kata ajarkan itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –
kan. Unsur pembentuk kata terajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
Terajarkan
ajarkan
ter- ajar -kan
35
Afiks ter- pada morfem terajarkan berfungsi sebagai pembentuk verba
pasif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(29) Buku sejarah yang disusun menurut kurikulum 2004 akan ditarik sehingga
S
kemelut seputar Supersemar tidak terajarkan secara lengkap.
KET P
Secara fungsional kalimat (29) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Keterangan (KET), dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata Buku sejarah yang
disusun menurut kurikulum 2004 akan ditarik yang termasuk kategori N, fungsi
KET diisi kata sehingga kemelut seputar Supersemar yang termasuk kategori N,
dan fungsi P diisi kata tidak terajarkan secara lengkap yang termasuk kategori V.
Kata terajarkan termasuk dalam verba karena kata tersebut dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak, sebagaimana tampak pada contoh (29).
Dengan demikian, kata terajarkan merupakan verba yang menyatakan makna
‘dapat diajarkan’.
2.1.16 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Ajaran
Kata ajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari ajar dan
–an. Unsur pembentuk kata ajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
ajaran
ajar -an
36
Afiks -an pada morfem ajaran berfungsi sebagai pembentuk nomina.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(30) Ajaran itu mengingatkan aku pada suatu hal. S O KET
Secara fungsional kalimat (30) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata ajaran itu yang termasuk
kategori N, fungsi O diisi kata mengingatkan aku yang termasuk kategori N, dan
fungsi KET diisi kata pada suatu hal yang termasuk kategori N.
Kata ajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (30). Dengan
demikian, kata ajaran merupakan nomina yang menyatakan makna ‘suatu hal
yang diajarkan’.
2.1.17 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajar
Kata pengajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari pe(N)-
dan ajar. Unsur pe(N)- dalam pengajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
berubahnya fonem /N/ pada morfem pe(N)- menjadi fonem /n/. Hal ini tidak lain
sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga
morfem pe(N)- berubah menjadi peng-. Unsur pembentuk kata pengajar dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
pengajar
pe(N)- ajar
37
Afiks pe(N)- pada morfem pengajar berfungsi sebagai pembentuk nomina.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(31) Pengajar itu profesional dalam segala bidang. S KET
Secara fungsional kalimat (31) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan
Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata pengajar itu yang termasuk kategori N,
dan fungsi KET yang diisi kata profesional dalam segala bidang yang termasuk
kategori N.
Kata pengajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (31). Dengan
demikian, kata pengajar merupakan nomina yang menyatakan makna ‘seorang
yang mengajar’.
2.1.18 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pengajaran
Kata pengajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
pe(N)-/-an dan ajar. Unsur pe(N)- pada konfiks pe(N)-/-an dalam pengajaran
mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /N/ pada morfem
pe(N)- menjadi /n/. Hal ini tidak lain sebagai akibat bertemunya morfem tersebut
dengan morfem asal ajar sehingga morfem pe(N)- berubah menjadi peng-. Unsur
pembentuk kata pengajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut
pengajaran
pe(N)-/-an ajar
38
Afiks pe(N)-/-an pada morfem pengajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(32) Pengajaran itu dilakukan secara bertahap. P KET
Secara fungsional kalimat (32) terdiri dari dua fungsi, yaitu Predikat (P)
dan fungsi Keterangan (KET). Fungsi P diisi kata pengajaran itu yang termasuk
kategori V, dan fungsi KET diisi kata dilakukan secara bertahap yang termasuk
kategori N.
Kata pengajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti kata itu yang bersifat diektik sebagaimana tampak pada contoh (32).
Dengan demikian, kata pengajaran merupakan nomina yang menyatakan makna
‘proses mengajar’.
2.1.19 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajar
Kata pelajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari per- dan
ajar. Unsur per- dalam pelajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
berubahnya fonem /r/ pada morfem per- menjadi fonem /l/. Hal ini tidak lain
sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga
morfem per- berubah menjadi pel-. Unsur pembentuk kata pelajar dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
pelajar
per- ajar
39
Afiks per- pada morfem pelajar berfungsi sebagai pembentuk nomina.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(33) Pelajar itu mendapat penghargaan dari kepala sekolah. S P KET
Secara fungsional kalimat (33) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata pelajar itu yang termasuk
kategori N, fungsi P diisi kata mendapat penghargaan yang termasuk kategori N,
dan fungsi KET diisi kata dari Kepala Sekolah yang termasuk kategori N.
Kata pelajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (33). Dengan
demikian, kata pelajar merupakan nomina yang menyatakan makna ‘orang yang
belajar’.
2.1.20 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pelajaran
Kata pelajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
per-/-an dan ajar. Unsur per- pada konfiks per-/-an dalam pelajaran mengalami
proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/ pada afiks per- menjadi /l/. Hal
ini tidak lain sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan morfem asal ajar
sehingga morfem per- berubah menjadi pel-. Unsur pembentuk kata pelajaran
dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
pelajaran
per-/-an ajar
40
Afiks per-/-an pada morfem pelajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(34) Pelajaran sejarah itu sangat membosankan S P
Secara fungsional kalimat (34) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan
Predikat (P). Fungsi S diisi kata pelajaran sejarah itu yang termasuk kategori N,
dan fungsi P diisi kata sangat membosankan yang termasuk kategori Adj.
Kata pelajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (34). Dengan
demikian, kata pelajaran merupakan nomina yang menyatakan makna ‘suatu hal
yang dipelajari’.
2.1.21 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Berpelajaran
Kata berpelajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
ber- dan pelajaran. Kata pelajaran itu sendiri terbentuk dari unsur langsung
per-/-an dan ajar. Unsur per- pada konfiks per-/-an dalam pelajaran mengalami
proses morfofonemik, yaitu terjadinya perubahan fonem /r/ pada afiks per-
menjadi /l/. Hal ini terjadi sebagai akibat bertemunya morfem tersebut dengan
morfem asal ajar sehingga morfem per- menjadi pel-. Unsur pembentuk kata
berpelajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
41
berpelajaran
pelajaran
ber- per-/-an ajar
Afiks ber- pada morfem berpelajaran berfungsi sebagai pembentuk verba.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(35) Kelas 6 berpelajaran Bahasa Indonesia S P KET
Secara fungsional kalimat (35) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata kelas 6 yang termasuk
kategori N, fungsi P diisi kata berpelajaran yang termasuk kategori V, dan fungsi
KET diisi kata Bahasa Indonesia yang termasuk kategori N.
Kata berpelajaran pada contoh (35) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(35a) Kelas 6 tidak berpelajaran bahasa Indonesia. S P KET
Kata berpelajaran termasuk verba intransitif karena apabila digunakan
dalam kalimat tidak menuntut hadirnya fungsi O, sebagaimana tampak pada
contoh (35). Dengan demikian, kata berpelajaran merupakan verba yang
menyatakan makna “memiliki pelajaran”.
42
2.1.22 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Terpelajar
Kata terpelajar merupakan kata kompleks yang terdiri dari ter- dan
pelajar. Kata pelajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung pel- dan ajar.
Unsur per- dalam pelajar mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya
fonem /r/ pada morfem per- menjadi fonem /l/. Hal ini tidak lain sebagai akibat
bertemunya morfem tersebut dengan morfem asal ajar. Unsur pembentuk kata
terpelajar dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
terpelajar
pelajar
ter- per- ajar
Afiks ter- pada morfem terpelajar berfungsi sebagai pembentuk adjektiva.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(36) Dia pemuda terpelajar di kampung. S P KET
Secara fungsional kalimat (36) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata dia yang termasuk
kategori N, fungsi P diisi kata pemuda terpelajar yang termasuk kategori Adj, dan
fungsi KET diisi kata di kampung yang termasuk kategori N.
Sebagai bentuk Adjektiva kata terpelajar mempunyai ciri sebagai berikut;
Pertama, adjektiva dapat diberi keterangan pembanding seperti lebih, kurang,
dan paling. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
43
(36a) Dia pemuda paling terpelajar di kampung. S P KET Kedua, adjektiva dapat diberi keterangan penguat seperti, amat, sangat, dan
sekali. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(36b) Dia pemuda sangat terpelajar di kampung. S P KET Ketiga, adjektiva dapat diingkari dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya
dalam kalimat.
(36c) Dia pemuda tidak terpelajar di kampung. S P KET
Kata terpelajar termasuk adjektiva karena, pertama dapat diberi
keterangan pembanding, kedua dapat diberi keterangan penguat, dan ketiga dapat
diingkari dengan kata ingkar tidak, sebagaimana tampak pada contoh (36a), (36b),
dan (36c). Dengan demikian, kata terpelajar merupakan adjektiva yang
menyatakan makna ‘orang yang terpelajar’.
2.1.23 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Membelajarkan
Kata membelajarkan merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
mem- dan belajarkan. Kata belajarkan terbentuk dari ber- dan ajarkan. Kata
ajarkan itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ajar dan –kan. Unsur ber- dalam
belajarkan mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/ pada
morfem ber- menjadi /l/. Hal ini tidak lain sebagai akibat bertemunya morfem
tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem ber- berubah menjadi bel-.
Unsur pembentuk kata membelajarkan dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
44
membelajarkan
belajarkan
ajarkan
me(N)- ber- ajar -kan
Afiks me(N)- pada morfem membelajarkan berfungsi sebagai pembentuk
verba aktif transitif. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(37) Ibu guru membelajarkan materi baru dengan sempurna. S P O KET
Secara fungsional kalimat (37) terdiri dari empat fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), Objek (O), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata Ibu guru yang
termasuk kategori N, fungsi P diisi kata membelajarkan yang termasuk kategori
V, fungsi O diisi kata materi baru yang termasuk kategori N, dan fungsi KET
diisi kata dengan sempurna yang termasuk kategori konjungsi.
Kata membelajarkan pada contoh (37) termasuk verba karena dapat
dinegatifkan dengan kata ingkar tidak. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(37a) Ibu guru tidak membelajarkan materi baru dengan sempurna. S P O KET
Kata membelajarkan termasuk verba aktif transitif karena apabila
digunakan dalam kalimat verba tersebut akan menuntut hadirnya Objek (O).
Selain itu, kata membelajarkan termasuk verba aktif transitif karena dapat diubah
menjadi verba pasif dibelajarkan. Apabila dipasifkan kata atau frase yang
menduduki fungsi O dalam kalimat aktif transitif selalu menduduki fungsi S
dalam kalimat pasif sebagaimana tampak pada contoh (37b) berikut.
45
(37b) Materi baru dibelajarkan dengan sempurna. oleh Ibu guru. S P Pel KET Frase materi baru yang mengisi fungsi O dalam kalimat aktif transitif (37)
berubah menduduki fungsi S dalam kalimat pasif (37b). Maka pelaku tindakan
tidak lagi trdapat pada S melainkan pada KET, ialah oleh Ibu guru. Dengan
demikian, kata membelajarkan merupakan verba yang menyatakan makna
‘tindakan aktif’ yaitu ‘melakukan perbuatan membelajarkan’.
2.1.24 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pembelajar
Kata pembelajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari pem-
dan belajar. Kata belajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ber- dan ajar.
Unsur ber- dalam belajar mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya
fonem /r/ pada morfem ber- menjadi /l/. Hal ini tidak lain sebagai akibat
bertemunya morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem be-l
berubah menjadi bel-. Unsur pembentuk kata pembelajar dapat ditunjukkan
dengan diagram berikut.
pembelajar
belajar
pem- ber- ajar
Afiks pem- pada morfem pembelajar berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
46
(38) Pembelajar itu ramah dan baik hati. S P
Secara fungsional kalimat (38) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan
Predikat (P). Fungsi S diisi kata pembelajar itu yang termasuk kategori N, dan
fungsi P diisi kata ramah dan baik hati yang termasuk kategori Adj.
Kata pembelajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (38).
Dengan demikian, kata pembelajar merupakan nomina yang menyatakan makna
‘orang yang membelajarkan’.
2.1.25 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pembelajaran
Kata pembelajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
pem-/-an dan belajar. Kata belajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ber-
dan ajar. Unsur ber- dalam belajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
berubahnya fonem /r/ pada morfem ber- menjadi /l/. Hal ini tidak lain sebagai
akibat bertemunya morfem tersebut dengan morfem asal ajar sehingga morfem
bel- berubah menjadi bel-. Unsur pembentuk kata pembelajaran dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
pembelajaran
belajar
pem-/-an ber- ajar
47
Afiks pem-/-an pada morfem pembelajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(39) Pembelajaran matematika itu dilakukan secara bertahap. S P Pel
Secara fungsional kalimat (39) terdiri dari tiga fungsi, Subjek (S), Predikat
(P), dan Pelengkap (Pel). Fungsi S diisi kata pembelajaran matematika itu yang
termasuk kategori N, fungsi P diisi kata dilakukan yang termasuk kategori V, dan
fungsi Pel diisi kata secara bertahap yang termasuk kategori N.
. Kata pembelajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti dengan kata itu yang bersifaf diektik, sebagaimana tampak pada contoh
(39). Dengan demikian, kata pembelajaran merupakan nomina yang menyatakan
makna ‘proses atau perbuatan membelajarkan’.
2.1.26 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pemelajar
Kata pemelajar merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari pem-
dan pelajar. Kata pelajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung per- dan ajar.
Unsur per- dalam pelajar mengalami proses morfofonemik, selain mengalami
perubahan fonem /r/ menjadi /l/, terjadi pula penghilangan fonem awal /p/ pada
morfem per-. Hal ini tidak lain karena bertemunya fonem awal /p/ pada afiks per-
dengan fonem akhir /m/ pada afiks pem-. Unsur pembentuk kata pemelajar dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
48
pemelajar
pelajar
pem- per- ajar
Afiks pem- pada morfem pemelajar berfungsi sebagai pembentuk nomina.
Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(40) Pemelajar itu paling cerdas di kelasnya. S P KET
Secara fungsional kalimat (40) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan KET (Keterangan). Fungsi S diisi kata pemelajar itu yang
termasuk kategori N, fungsi P diisi kata paling cerdas yang termasuk kategori
Adj, dan fungsi KET yang diisi kata di kelasnya yang termasuk kategori N.
Kata pemelajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (40). Dengan
demikian, kata pemelajar merupakan nomina yang menyatakan makna ‘orang
yang mempelajari’.
2.1.27 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Pemelajaran
Kata pemelajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
pem-/-an dan pelajar. Kata pelajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung per-
dan ajar. Unsur per- dalam pelajar mengalami proses morfofonemik, selain
mengalami perubahan fonem /r/ menjadi /l/, terjadi pula penghilangan fonem awal
/p/ pada morfem per-. Hal ini tidak lain karena bertemunya fonem awal /p/ pada
49
afiks per- dengan fonem akhir /m/ pada afiks pem-. Unsur pembentuk kata
pemelajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
pemelajaran
pelajar
pem-/-an per- ajar
Afiks pem-/-an pada morfem pemelajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(41) Pemelajaran itu berlangsung dengan sempurna. S P
Secara fungsional kalimat (41) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan
Predikat (P). Fungsi S diisi kata pemelajaran itu yang termasuk kategori N, dan
fungsi P diisi kata berlangsung dengan sempurna yang termasuk kategori V.
Kata pemelajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (41).
Dengan demikian, kata pemelajaran merupakan nomina yang menyatakan makna
‘proses atau perbuatan mempelajari’.
2.1.28 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Keterajaran
Kata keterajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
ke-/-an dan terajar. Kata terajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung ter- dan
50
ajar. Unsur pembentuk kata keterajaran dapat ditunjukkan dengan diagram
berikut.
keterajaran
terajar
ke-/-an ter- ajar
Afiks ke-/-an pada morfem keterajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(42) Tingkat keterajaran siswa di sekolah pelosok itu sangat rendah akibat
S P
kehadiran guru hanya 3 kali/minggu.
KET
Secara fungsional kalimat (42) terdiri tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi frase tingkat keterajaran
siswa di sekolah pelosok itu yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata sangat
rendah yang termasuk kategori Adj, dan fungsi KET diisi kata akibat kehadiran
guru hanya 3 kali /minggu yang termasuk kategori N.
Kata keterajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh
(42). Dengan demikian, kata keterajaran menyatakan makna ‘perihal dapat
diajar’.
51
2.1.29 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Kepelajaran
Kata kepelajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
ke-/-an dan pelajar. Kata pelajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung per-
dan ajar. Unsur per- dalam pelajar mengalami proses morfofonemik, yaitu
berubahnya fonem /r/ menjadi fonem /l/ pada afiks per-. Hal ini tidak lain karena
bertemunya morfem tersebut dengan morfem ajar. Unsur pembentuk kata
kepelajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
kepelajaran
pelajar
ke-/-an per- ajar
Afiks ke-/-an pada morfem kepelajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(43) Kepelajaran-nya ia manfaatkan untuk memajukan pendidikan
S KET
di kampung.
Secara fungsional kalimat (43) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan
Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata kepelajaran-nya yang termasuk kategori
nomina, dan fungsi KET diisi kata ia manfaatkan untuk memajukan pendidiklan
di kampung yang termasuk kategori N. Dengan demikian, kata kepelajaran
merupakan nomina yang menyatakan makna ‘perihal pelajar’.
52
2.1.30 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Kepengajaran
Kata kepengajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
ke-/-an dan pengajar. Kata pengajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung
pe(N)- dan ajar. Unsur pe(N)- dalam pengajar mengalami proses morfofonemik,
yaitu berubahnya fonem /N/ pada morfem pe(N)- menjadi fonem /n/. Hal ini tidak
lain sebagai akibat bertemunya morfem tersebut dengan morfem ajar. Unsur
pembentuk kata kepengajaran dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
kepengajaran
pengajar
ke-/-an pe(N)- ajar
Afiks ke-/-an pada morfem kepengajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat
(44) Kendala-kendala kepengajaran itu di bahas dalam musyawarah guru. S P KET Secara fungsional kalimat (44) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata kendala-kendala
kepengajaran itu yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata di bahas yang
termasuk kategori V, dan fungsi KET diisi kata dalam musyawarah guru yang
termasuk dalam N.
Kata Kepengajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh
53
(44). Dengan demikian, kata kepengajaran merupakan nomina yang menyatakan
makna ‘perihal pengajaran’.
2.1.31 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Keterpelajaran
Kata keterpelajaran merupakan kata polimorfemik yang terbentuk dari
ke-/-an dan terpelajar. Kata terpelajar terbentuk dari unsur ter- dan pelajar. Kata
pelajar itu sendiri terbentuk dari unsur langsung per- dan ajar. Unsur per- pada
pelajar mengalami proses morfofonemik, yaitu berubahnya fonem /r/ pada
morfem per- menjadi fonem /l/. Hal ini tidak lain sebagai akibat bertemunya
morfem tersebut dengan morfem asal ajar. Unsur pembentuk kata keterpelajaran
dapat ditunjukkan dengan diagram berikut.
keterpelajaran
terpelajar
pelajar
ke-/-an ter- per- ajar
Afiks ke-/-an pada morfem keterpelajaran berfungsi sebagai pembentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(45) Soekarno, Yamin, Soetomo, dan seangkatan mereka merupakan generasi
S P
awal kaum terpelajar Indonesia. Keterpelajaran mereka itu oleh Romo
S
54
Mangun dijuluki sebagai ‘angkatan paling cerdas’ dalam sejarah
P
perjuangan bangsa Indonesia.
Kalimat (45) terdiri dari dua kalimat, secara fungsional kalimat pertama
terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata
Soekarno, Yamin, Soetomo, dan seangkatan mereka yang termasuk kategori N,
dan fungsi P diisi kata merupakan generasi awal kaum terpelajar Indonesia yang
termasuk dalam kategori N. Pada kalimat kedua, terdiri dari dua fungsi , yaitu
Subjek (S) dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata keterpelajaran mereka itu yang
termasuk kategori N, dan fungsi P diisi kata oleh Romo Mangun dijuluki sebagai
‘angkatan paling cerdas’ dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang
termasuk kategori N.
Kata keterpelajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh
(45). Dengan demikian, kata keterpelajaran merupakan nomina yang menyatakan
makna ‘perihal terpelajar’.
2.1.32 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Bahan Ajar
Kata bahan ajar merupakan komposisi yang terbentuk melalui proses
penggabungan dua leksem. Unsur pembentuk kata bahan ajar dapat ditunjukkan
dengan diagram berikut.
55
bahan ajar
bahan ajar
Persenyawaan leksem bahan dengan leksem ajar berfungsi membentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(46) Bahan ajar matematika itu menarik. S KET
Secara fungsional kalimat (46) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan
Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata bahan ajar matematika itu yang termasuk
kategori N, dan fungsi KET diisi kata menarik yang termasuk kategori Adj.
Sebagai bentuk komposisi kata bahan ajar memiliki ciri yang mendasar,
adapun ciri itu ialah;
Pertama, adanya sifat ketaktersisipan, dimana diantara kata bahan ajar tidak
dapat disisipi dengan kata apapun. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(46a) *Bahan dan ajar matematika itu menarik.
Kedua, adanya sifat ketakterluasan, dimana kata bahan ajar tidak dapat di
afiksasikan atau dimodifikasikan menjadi bentuk lain. Berikut ini contohnya
dalam kalimat.
(46b) *Berbahan ajaran matematika itu menarik.
Ketiga, adanya sifat ketakterbalikan, dimana diantara komponen dalam kedua
kata itu tidak dapat dipertukarkan posisinya. Berikut ini contohnya dalam kalimat
(46c) *Ajar bahan matematika itu menarik.
56
Tentunya ketiga bentuk *bahan dan ajar, *berbahan ajaran, dan *ajar bahan
tidak dapat diterima keberadaannya karena ketiga bentuk itu memang tidak lazim
digunakan dalam bahasa Indonesia.
Kata bahan ajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (46).
Dengan demikian, kata bahan ajar merupakan nomina yang menyatakan makna
‘bahan yang diajarkan’.
2.1.33 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mata Pelajaran
Kata mata pelajaran merupakan komposisi yang terbentuk melalui
penggabungan dua leksem. Unsur pembentuk kata mata pelajaran dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
mata pelajaran
pelajaran
mata per-/-an ajar
Persenyawaan leksem mata dengan leksem pelajaran berfungsi
membentuk nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(47) Mata pelajaran itu dapat ia kuasai dengan baik. S KET
57
Secara fungsional kalimat (47) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S) dan
Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata mata pelajaran itu yang termasuk kategori
N, dan fungsi KET diisi kata dapat ia kuasai dengan baik yang termasuk kategori
Adv.
Sebagai bentuk komposisi kata mata pelajaran memiliki ciri yang
mendasar, adapun ciri itu ialah;
Pertama, adanya sifat ketaktersisipan, dimana diantara kata kurang ajar tidak
dapat disisipi dengan kata apapun. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(47a) *Mata dan pelajaran dapat ia kuasai dengan baik.
Kedua, adanya sifat ketakterluasan, dimana kata mata pelajaran tidak dapat di
afiksasikan atau dimodifikasikan menjadi bentuk lain. Berikut ini contohnya
dalam kalimat.
(47b) *Bermata dipelajaran dapat ia kuasai dengan baik.
Ketiga, adanya sifat ketakterbalikan, dimana diantara komponen dalam kedua
kata itu tidak dapat dipertukarkan posisinya. Berikut ini contohnya dalam kalimat
(47c) *Pelajaran mata dapat ia kuasai dengan baik.
Tentunya ketiga bentuk *mata dan pelajaran, *bermata pelajaran, dan
*pelajaran mata tidak dapat diterima keberadaannya karena ketiga bentuk itu
memang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia.
Kata mata pelajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh
(47). Dengan demikian, kata mata pelajaran merupakan nomina yang menyatakan
makna ‘bahan yang diajarkan atau suatu bahan pelajaran’.
58
2.1.34 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Buku Ajar
Kata buku ajar merupakan komposisi yang terbentuk melalui
penggabungan dua leksem. Unsur pembentuk kata buku ajar dapat ditunjukkan
dengan diagram berikut.
buku ajar
buku ajar
Persenyawaan leksem buku dan leksem ajar berfungsi membentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(48) Buku ajar itu ia peroleh dari gurunya.
S P KET
Secara fungsional kalimat (48) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata buku ajar yang termasuk
kategori N, fungsi P diisi kata ia peroleh yang termasuk kategori V, dan fungsi
KET diisi kata dari gurunya yang termasuk kategori N.
Sebagai bentuk komposisi kata buku ajar memiliki ciri yang mendasar,
adapun ciri itu ialah;
Pertama, adanya sifat ketaktersisipan, dimana antara kata buku ajar tidak dapat
disisipi dengan kata apapun. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(48a) *Buku dan ajar ia peroleh dari gurunya.
Kedua, adanya sifat ketakterbalikan, dimana antara komponen dalam kedua kata
itu tidak dapat dipertukarkan posisinya. Berikut ini contohnya dalam kalimat
59
(48b) *ajar buku ia peroleh dari gurunya.
Tentunya kedua bentuk *buku dan ajar, dan *ajar buku tidak dapat diterima
keberadaannya karena kedua bentuk itu memang tidak lazim digunakan dalam
bahasa Indonesia.
Kata buku ajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (48).
Dengan demikian, kata buku ajar merupakan nomina yang menyatakan makna
‘buku yang dipakai untuk mengajar’.
2.1.35 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Buku Pelajaran
Kata buku pelajaran merupakan komposisi yang terbentuk melalui
penggabungan dua leksem. Unsur pembentuk kata buku pelajaran dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
buku pelajaran
pelajaran
buku per-/-an ajar
Persenyawaan leksem buku dan leksem pelajaran berfungsi membentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
60
(49) Buku Pelajaran bahasa Indonesia itu di beli di toko buku.
S P KET
Secara fungsional kalimat (49) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata buku pelajaran bahasa
Indonesia itu yang termasuk kategori N, fungsi P diisi kata di beli yang termasuk
kategori V, dan fungsi KET diisi kata di toko buku yang termasuk kategori N.
Sebagai bentuk komposisi kata buku pelajaran memiliki ciri yang
mendasar, adapun ciri itu ialah;
Pertama, adanya sifat ketaktersisipan, dimana antara kata buku pelajaran tidak
dapat disisipi dengan kata apapun. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(49a) *Buku dan pelajaran bahasa indonesia itu di beli di toko buku.
Kedua, adanya sifat ketakterluasan, dimana kata buku pelajaran tidak dapat di
afiksasikan atau dimodifikasikan menjadi bentuk lain. Berikut ini contohnya
dalam kalimat.
(49b) *Berbuku dipelajaran bahasa Indonesia itu di beli di toko buku.
Ketiga, adanya sifat ketakterbalikan, dimana diantara komponen dalam kedua
kata itu tidak dapat dipertukarkan posisinya. Berikut ini contohnya dalam kalimat
(49c) *Pelajaran buku bahasa Indonesia itu di beli di toko buku.
Tentunya ketiga bentuk *buku dan pelajaran, *berbuku dipelajaran, dan
*pelajaran buku tidak dapat diterima keberadaannya karena ketiga bentuk itu
memang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia.
Kata buku pelajaran termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh
61
(49). Dengan demikian, kata buku pelajaran merupakan nomina yang menyatakan
makna ‘buku yang dipakai untuk belajar’.
2.1.36 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Mata ajar
Kata mata ajar merupakan komposisi yang terbentuk melalui
penggabungan dua leksem. Unsur pembentuk kata mata ajar dapat ditunjukkan
dengan diagram berikut.
mata ajar
mata ajar
Persenyawaan leksem mata dan leksem ajar berfungsi membentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(50) Mata ajar itu dapat ia kuasai dengan sempurna.
S P KET
Secara fungsional kalimat (50) terdiri dari tiga fungsi, yaitu Subjek (S),
Predikat (P), dan Keterangan (KET). Fungsi S diisi kata mata ajar itu yang
termasuk kategori N, fungsi P diisi kata dapat ia kuasai yang termasuk kategori
V, dan fungsi KET diisi kata dengan sempurna yang termasuk kategori konjungsi.
Sebagai bentuk komposisi kata mata ajar memiliki ciri yang mendasar,
adapun ciri itu ialah;
Pertama, adanya sifat ketaktersisipan, dimana antara kata mata ajar tidak dapat
disisipi dengan kata apapun. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
62
(50a) *Mata dan ajar itu dapat ia kuasai dengan sempurna.
Kedua, adanya sifat ketakterbalikan, dimana diantara komponen dalam kedua
kata itu tidak dapat dipertukarkan posisinya. Berikut ini contohnya dalam kalimat
(50b) *Ajar mata itu dapat ia kuasai dengan sempurna.
Tentunya kedua bentuk *mata dan ajar, dan *ajar mata tidak dapat diterima
keberadaannya karena kedua bentuk itu memang tidak lazim digunakan dalam
bahasa Indonesia.
Kata mata ajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat diikuti
dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh (50).
Dengan demikian, kata mata ajar merupakan nomina yang menyatakan makna
‘hal yang dipelajari’.
2.1.37 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Bintang Pelajar
Kata bintang pelajar merupakan komposisi yang terbentuk melalui
penggabungan dua leksem. Unsur pembentuk kata bintang pelajar dapat
ditunjukkan dengan diagram berikut.
bintang pelajar
pelajar
bintang per- ajar
Persenyawaan leksem bintang dan leksem pelajar berfungsi membentuk
nomina. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
63
(51) Bintang pelajar itu tidak pernah sombong.
S P
Secara fungsional kalimat (51) terdiri dari dua fungsi, yaitu Subjek (S),
dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata bintang pelajar itu yang termasuk kategori
N, fungsi P diisi kata tidak pernah sombong yang termasuk kategori Adj.
Sebagai bentuk komposisi kata bintang pelajar memiliki ciri yang
mendasar, adapun ciri itu ialah;
Pertama, adanya sifat ketaktersisipan, dimana antara kata bintang pelajar tidak
dapat disisipi dengan kata apapun. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(51a) *Bintang dan pelajar itu tidak pernah sombong.
Kedua, adanya sifat ketakterluasan, dimana kata bintang pelajar tidak dapat di
afiksasikan atau dimodifikasikan menjadi bentuk lain. Berikut ini contohnya
dalam kalimat.
(51b) *Berbintang pelajaran itu tidak pernah sombong.
Ketiga, adanya sifat ketakterbalikan, dimana diantara komponen dalam kedua
kata itu tidak dapat dipertukarkan posisinya. Berikut ini contohnya dalam kalimat
(51c) *Pelajar bintang itu tidak pernah sombong.
Tentunya ketiga bentuk *bintang dan pelajar, *berbintang pelajaran, dan
*pelajar bintang tidak dapat diterima keberadaannya karena ketiga bentuk itu
memang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia.
Kata bintang pelajar termasuk dalam nomina karena kata tersebut dapat
diikuti dengan kata itu yang bersifat diektik, sebagaimana tampak pada contoh
64
(51). Dengan demikian, kata bintang pelajar merupakan nomina yang
menyatakan makna ‘bintangnya seorang pelajar’.
2.1.38 Proses Pembentukan Kata Polimorfemik Kurang Ajar
Kata kurang ajar merupakan komposisi yang terbentuk melalui
penggabungan dua leksem. Unsur pembentuk kata kurang ajar dapat ditunjukkan
dengan diagram berikut.
kurang ajar
kurang ajar
Persenyawaan leksem kurang dengan leksem ajar berfungsi membentuk
Adjektiva. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(52) Anak itu kurang ajar. S P
Secara fungsional kalimat (52) terdiri dari dua fungsi, yaitu fungsi Subjek
(S) dan Predikat (P). Fungsi S diisi kata anak itu yang termasuk kategori N, dan
fungsi P diisi kata kurang ajar yang termasuk kategori Adj.
Sebagai bentuk komposisi kata kurang ajar memiliki ciri yang mendasar,
adapun ciri itu ialah;
Pertama, adanya sifat ketaktersisipan, dimana diantara kata kurang ajar tidak
dapat disisipi dengan kata apapun. Berikut ini contohnya dalam kalimat.
(52a) Anak itu *kurang dan ajar.
65
Kedua, adanya sifat ketakterbalikan, dimana diantara komponen dalam kedua
kata itu tidak dapat dipertukarkan posisinya. Berikut ini contohnya dalam kalimat
(52b) Anak itu *ajar kurang..
Tentunya kedua bentuk *kurang dan ajar, dan *ajar kurang tidak dapat
diterima keberadaannya karena kedua bentuk itu memang tidak lazim digunakan
dalam bahasa Indonesia. Namun ada pengecualian pada kata ini, karena kata
kurang ajar dapat diperluas dengan afiksasi atau dimodifikasi, menjadi
kekurangajaran. Dengan demikian, kata kurang ajar merupakan adjektiva yang
menyatakan makna ‘sifat kurang ajar’.
66
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab II dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut. Pertama, morfem ajar merupakan bentuk dasar produktif yang dapat
membentuk kata polimorfemik. Kata polimorfemik yang dibentuk dari morfem
ajar adalah mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajari, mengajarkan, diajarkan,
mengajari, diajari, pelajari, mempelajari, dipelajari, terajar, terajari, terajarkan,
ajaran, pengajar, pengajaran, pelajar, pelajaran, berpelajaran, terpelajar,
membelajarkan, pembelajar, pembelajaran, pemelajar, pemelajaran, keterajaran,
kepelajaran, kepengajaran, keterpelajaran bahan ajar, mata pelajaran, buku
ajar, buku pelajaran, mata ajar, bintang pelajar, dan kurang ajar.
Kedua, tahap pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar dapat dikelompokkan menjadi tiga pentahapan, yaitu (1) satu tahap
pembentukan, (2) dua tahap pembentukan, dan (3) tiga tahap pembentukan. Kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang mengalami satu tahap
pembentukan adalah mengajar, diajar, belajar, ajarkan, ajari, ajaran, pengajar,
pengajaran, pelajar, pelajaran, terajar, bahan ajar, buku ajar, mata ajar dan
kurang ajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang mengalami
dua tahap pembentukan adalah mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari,
pelajari, terajari, terajarkan, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran,
berpelajaran, terpelajar, pembelajaran, pemelajaran, pembelajar, pemelajar,
67
mata pelajaran, buku pelajaran dan bintang pelajar. Kata polimorfemik yang
berasal dari morfem ajar yang mengalami tiga tahap pembentukan adalah
mempelajari, dipelajari, membelajarkan, dan keterpelajaran..
Ketiga, pembentukan kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar
terdiri dari tiga macam kategori kata, yaitu (1) kategori verba, (2) kategori
nomina, dan (3) kategori adjektiva. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar yang termasuk kategori verba adalah mengajar, diajar, belajar, ajarkan,
ajari, mengajarkan, diajarkan, mengajari, diajari, pelajari, mempelajari,
dipelajari, terajar, terajari, terajarkan, pengajaran, pelajaran, membelajarkan,
pembelajaran, dan pemelajaran. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem
ajar yang termasuk kategori nomina adalah ajaran, pengajar, pelajar,
berpelajaran, pembelajar, pemelajar, keterajaran, kepelajaran, kepengajaran,
keterpelajaran, bahan ajar, mata pelajaran, buku ajar, buku pelajaran, mata
ajar dan bintang pelajar. Kata polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang
termasuk kategori adjektiva adalah terpelajar, dan kurang ajar.
Keempat, dari analisis data ditemukan adanya beberapa kata
polimorfemik yang berasal dari morfem ajar yang memiliki hubungan makna.
Nomina pengajar ‘orang yang mengajar’ dan pengajaran ‘proses mengajar’
memiliki hubungan makna dengan verba mengajar. Nomina pelajar ‘orang yang
belajar’ dan pelajaran ‘perihal belajar’ memiliki hubungan makna dengan verba
belajar. Nomina bahan ajar ‘bahan yang diajarkan’ memiliki hubungan makna
dengan verba diajarkan. Nomina pembelajar ‘orang yang membelajarkan’ dan
pembelajaran ‘proses membelajarkan’ memiliki hubungan makna dengan verba
68
membelajarkan. Nomina pemelajar ’orang yang mempelajari’ dan pemelajaran
‘proses mempelajari’ memiliki hubungan makna dengan verba mempelajari. Dari
contoh-contoh tersebut tampak bahwa makna nomina polimorfemik yang berasal
dari morfem ajar berkaitan erat dengan verba polimorfemik yang berasal dari
morfem ajar. Keterkaitan makna antara kata-kata polimorfemik itu disebut
hubungan paradigmatis.
3.2 Saran
Penelitian mengenai morfem ajar yang menghasilkan kata-kata
polimorfemik ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti berharap
adanya penelitian berikutnya yang dapat melengkapi. Penelitian tersebut dapat
membahas sisi lain dari pembentukan kata polimorfemik dengan menggunakan
landasan teori dan metode penelitian yang lain dari yang sudah ada. Apabila
penelitian ini khusus membahas kata polimorfemik yang dihasilkan oleh morfem
ajar, maka penelitian berikutnya dapat membahas kata polimorfemik yang berasal
dari morfem lain yang tentunya menggunakan landasan teori dan metode
penelitian yang lain. Dengan demikian, penelitian tentang proses pembentukan
suatu morfem menjadi kata polimorfemik dapat lebih lengkap.
69
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta. Kentjono, Djoko. 1982. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia. Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gramedia. Parera, Jos Daniel.1988. Morfologi. Jakarta: Gramedia. Poerwadarminta, W.J.S.1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ramlan, M. 1979. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono. Samsuri. 1991. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian Kedua: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
Penelitian Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Morfologi. Bandung: Angkasa.
Verhaar, J. W. M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
70
LAMPIRAN