kajian ekonomi dan keuangan regional provinsi sulawesi selatan · ... manajemen, dan pegawai untuk...
TRANSCRIPT
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Selatan
TRIWULAN I 2016
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi dan
keuangan ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan
kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah,
juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Dengan
demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin berperan
sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Ekonomi Sulsel pada triwulan I 2016 tumbuh membanggakan 7,41% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian pertumbuhan
ekonomi nasional (4,92%; yoy). Kami mencatat beberapa sektor masih tumbuh meningkat, antara lain sektor industri
pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Namun
demikian, kondisi eksternal yang belum sepenuhnya membaik, masih berimbas pada kinerja ekspor komoditas unggulan
Sulsel di awal tahun 2016 ini. Harga internasional komoditas unggulan ekspor Sulsel, menurut outlook World Bank, baru
membaik pada akhir tahun 2016. Kami berharap, realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pada triwulan I 2016
yang relatif tinggi, tetap berjalan optimal setiap triwulan, karena terbukti mampu menjadi penopang bagi ekonomi Sulsel.
Oleh karena itu, tampaknya perlu terus digenjot dalam hal percepatan infrastruktur, peningkatan nilai tambah ekspor,
dan pembangunan kota yang nyaman, serta pengembangan pembayaran nontunai. Selain itu, tekanan inflasi masih relatif
kuat, kami perkirakan akan dalam tren menurun hingga berada di rentang sasaran inflasi hingga akhir tahun 2016 yaitu
4±1%. Dengan kondisi inflasi yang rendah dan stabil tersebut, maka daya beli masyarakat akan tetap terjaga. Menurut
hemat kami, fokus pengendalian harga, diarahkan kepada komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel.
Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai
institusi, serta dari hasil survei dan liaison Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing
pemikiran dan penyediaan data serta informasi yang akurat dan terkini. Saran serta masukan dari para stakeholders
sangat kami harapkan agar kedepan laporan yang kami susun menjadi semakin lebih baik.
Makassar, Mei 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ttd
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri
atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel v
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PENGELUARAN 10
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 18
2. KEUANGAN PEMERINTAH 31
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 32
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 32
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL 35
2.4. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 36
2.5. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 37
3. INFLASI DAERAH 41
3.1. INFLASI UMUM 42
3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 42
3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 47
3.4. DISAGREGASI INFLASI 49
3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 50
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 53
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 54
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 58
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 61
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 65
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 66
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 67
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 71
6.1. TENAGA KERJA 72
6.2. PENDUDUK MISKIN 73
6.3. RASIO GINI 75
6.4. NILAI TUKAR PETANI 75
DAFTAR ISI
vi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 79
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 80
7.2. PROSPEK INFLASI 85
7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN 87
LAMPIRAN 91
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A.
AGLOMERASI KAWASAN PERKOTAAN MAMMINASATA 29
BOKS 2.A.
FORUM FISKAL-MONETER: PERKUAT EKONOMI REGIONAL 39
BOKS 3.A.
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK HARGA BERAS DI SULSEL DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENGENDALIAN
INFLASI 51
BOKS 4.A
DAMPAK PELONGGARAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM) PRIMER DALAM RUPIAH TERHADAP PEREKONOMIAN 63
BOKS 5.A
SMART CITY (KOTA CERDAS) BERKEMBANG BERSAMA GERAKAN NASIONAL NON TUNAI (GNNT) 69
BOKS 6.A.
BANK INDONESIA IKUT MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 77
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Gambaran Umum
Perekonomian Sulsel triwulan I
2016 tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan
sebelumnya
Perekonomian Sulsel triwulan I 2016 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya. Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan
disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder, yaitu sektor industri
pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi
dan makan minum. Di sisi pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh
masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi
(PMTB). Sementara itu, pertumbuhan ekspor masih mengalami tekanan seiring dengan
belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi
baik dan sistem pembayaran yang meningkat. Peluang ekonomi Sulsel di tahun 2016
akan terjadi apabila ekonomi global membaik dan terjadi koordinasi yang semakin erat
antara pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan inflasi Sulsel meningkat, dimana pada triwulan laporan tercatat 5,70% (yoy).
Meskipun inflasi Sulsel berada di atas rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, namun
inflasi Sulsel diperkirakan dapat berada di rentang sasaran inflasi hingga akhir tahun
2016. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan tekanan harga kelompok bahan
makanan yang masih cukup tinggi, akibat bergesernya musim panen padi, terbatasnya
pasokan cabe dan bawang merah. Selain itu, pasokan terbatas akibat tingginya
permintaan dari wilayah di luar Sulsel karena gagal panen di beberapa wilayah.
Penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) menjaga inflasi tidak terdorong
lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tidak
lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik di antara anggota
TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan kelancaran
arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.
Pertumbuhan Ekonomi
Konsumsi rumah tangga dan
investasi yang masih kuat serta
kinerja sektor sekunder telah
mendorong ekonomi Sulsel di
triwulan I 2016
Peningkatan pertumbuhan perekonomian Sulsel terutama disebabkan oleh masih
kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB).
Pada triwulan I 2016, konsumsi rumah tangga dan rumah tangga tumbuh lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh dari
5,36% (yoy) menjadi 5,28% pada periode laporan. Sementara investasi tumbuh 9,52%
(yoy) dari periode sebelumnya (11,10%; yoy).
Sedangkan secara sektoral, pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja
sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor
penyediaan akomodasi dan makan minum. Sektor-sektor tersebut mengalami
peningkatan karena penguatan sektor-sektor sekunder dan tersier yang mencerminkan
daya beli konsumen yang terjaga di Sulsel.
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Keuangan Pemerintah
Nominal realisasi belanja APBD
Provinsi dan APBN
menunjukkan peningkatan.
Realisasi penyerapan anggaran APBD dan APBN di Sulsel mendorong peningkatan
ekonomi Sulsel triwulan I 2016. Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2016
mencapai Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74 triliun.
Sumber belanja berasal dari belanja operasional dan belanja transfer, dengan nilai yang
lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan realisasi belanja APBN di
Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 12,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,03
triliun, dengan peningkatan terbesar pada belanja modal dan belanja pegawai.
Inflasi
Tekanan harga meningkat,
terutama berasal dari inflasi
kelompok volatile food dan
administered price.
Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2016 tercatat 5,70% (yoy) lebih tinggi dari akhir
2015 (4,49%, yoy), terutama berasal dari bahan makanan (volatile food). Peningkatan
inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan
pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan Sulsel. Selain
itu, juga tercatat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan. Dengan perkembangan tersebut, berdasarkan agregasinya,
peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 2016 terutama bersumber dari penurunan
tekanan inflasi di kelompok administered price dan volatile food, masing-masing karena
kenaikan tarif angkutan udara dan pergeseran musim panen.
Penanggulangan inflasi dilaksanakan melalui TPID dengan meningkatkan koordinasi
dan komunikasi. Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan dilakukan
dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi lainnya melalui
pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu, Bank Indonesia juga aktif
dalam melakukan komunikasi dan program pengembangan UMKM dan klaster
komoditas pangan.
Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan
berjalan dengan baik, dengan
kualitas kredit terjaga pada
level aman
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari perlambatan aset, dana pihak
ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, dengan Makassar menjadi
motor pertumbuhan industri perbankan. Risiko kredit terpantau relatif aman. Secara
kelembagaan, jumlah bank di Sulsel mengalami penambahan. Pada triwulan I 2016,
dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan meningkatnya penyaluran kredit yang
lebih tinggi dibandingkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Kondisi demikian
mendorong intermediasi perbankan meningkat dengan rasio LDR 122,94% lebih tinggi
dibandingkan triwulan lalu (121,05%). Searah dengan pertumbuhan perbankan umum,
kinerja perbankan syariah juga menunjukkan perlambatan, namun disisi lain kinerja
BPR mengalami percepatan pertumbuhan.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah
tangga di Sulsel masih kuat, yang tercermin dari perkembangan penyaluran kredit
dan penghimpunan DPK. Kualitas kredit di sektor korporasi sedikit mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari NPL sedikit meningkat
menjadi 6,81% pada triwulan I 2016. Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus
tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 3
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Sesuai siklus ekonomi, kinerja
sistem pembayaran meningkat
di triwulan I 2016. Kebutuhan
uang kartal diindikasikan
menurun sebagaimana
tercermin dari arus layanan
uang tunai yang mengalami net
inflow.
Perkembangan kinerja Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SPPUR)
meningkat pada triwulan I 2016. Transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan
diimplementasikannya ketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS sebesar
Rp500 juta dan diberlakukannya kebijakan penambahan waktu pelayanan SKNBI
menjadi 5 (lima) kali sehari. Sementara di sisi pengelolaan uang rupiah (PUR) terjadi net
inflow sebesar Rp4,74 triliun. Di sisi lain, jumlah uang yang keluar (outflow) dengan
nilai yang menurun mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan uang kartal,
sementara tingginya net inflow merupakan siklus di awal tahun setelah momen libur
natal dan tahun baru.
Bank Indonesia selalu meningkatkan pelayanan SPPUR1 yang efektif dan handal.
Upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak
edar, dengan senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan
pengelolaan uang tunai, dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas
keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata
uang rupiah.
Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Penyerapan tenaga kerja di
Sulsel meningkat
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari 2016) lebih
rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 (5,80%). Penyerapan tenaga
kerja yang baik tersebut, ditengarai sebagai implikasi dari dampak kebijakan
pemerintah (dana desa dan paket kebijakan ekonomi). Di samping itu, tingkat
kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016
secara tahunan terpantau membaik dibandingkan triwulan I 2015. Sementara itu,
jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015 meningkat dibanding
September 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel
(10,12%), tergolong cukup rendah jika dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun
Nasional.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulsel pada
triwulan II 2016 dan
keseluruhan 2016 diprakirakan
tumbuh lebih tinggi dari
pertumbuhan Nasional
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% -
8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran
7,6% - 8,0% (yoy), membaik dibandingkan 2015. Jika dibandingkan dengan ekonomi
nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi.
Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh
semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar negeri). Di sisi
lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi pada sektor
pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa
kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah
berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia,
pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi
pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan harga triwulan II 2016 dan sampai dengan akhir 2016 diperkirakan
melemah, didukung peningkatan produksi pangan serta lanjutan tren penurunan
harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian harga administered price. Oleh
karena itu, inflasi 2016 diprakirakan tetap terkendali dan berada dalam rentang target
1 Penyingkatan SPPUR merupakan singkatan baru yang diterapkan pada tahun 2015, sebelumnya penyebutan Sistem Pembayaran tunai. Sementara
penyebutan SP mengarahkan pada Sistem pembayaran Non Tunai.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
inflasi nasional. Namun demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan
dalam mengendalikan inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga
ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di
Sulsel.
Rekomendasi Kebijakan
Percepatan infrastruktur,
peningkatan nilai tambah, dan
optimalisasi belanja
pemerintah menjadi kunci
pertumbuhan perekonomian
Sulsel 2016. Selain itu, juga
perlu diiringi dengan
pengendalian harga terutama
untuk komoditas penyumbang
inflasi terbesar di Sulsel.
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat
disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Melakukan pembangunan infrastruktur
perhubungan secara tepat waktu; (b) Program peningkatan ekspor diiringi dengan
peningkatan kualitas transportasi dan infrastruktur darat dan laut yang memadai,
mulai dari kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan; (c) Mendorong terciptanya
industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama untuk kebutuhan
rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya;
(d) Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang pertumbuhan Sulsel, perlu
dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata sepanjang tahun; (e) Penerapan
smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti
pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, taman yang tertata,
pengelolaan drainase dan saluran air yang terpadu, pengelolaan sampah dan limbah
yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta penggunaan pembayaran
nontunai.
Sementara rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian
harga terutama komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai
berikut: (a) Meyakinkan kepada para pemangku kebijakan terutama di tingkat daerah,
bahwa terdapat indikasi telah terjadi praktik pembentukan harga beras yang jauh dari
prinsip-prinsip pasar persaingan sempurna; (b) Mendorong pemerintah pusat dan
daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) agar merumuskan kebijakan dan mengambil
langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak market failures; (c) Mendorong
Pemerintah Provinsi untuk menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO);
(d) Memberikan masukan kepada pemerintah agar mengevaluasi kembali Harga
Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif; (e)
Mendorong Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk memberikan
bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat
operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif; (f) Pemerintah perlu
merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok Tani agar mampu
berperan efektif sebagai mitra Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di
lapangan; (g) Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah
(Provinsi/Pemkab/Pemkot) agar tidak mengeluarkan peraturan yang kontra produktif
misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya; (h) Mengundang investor
atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu
menghasilkan beras kualitas premium; (i) Menyiapkan sistem informasi yang simetris
dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga
beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan
mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani; (j)
Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Sulsel agar lebih giat
dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif.
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
2016**
I II III IV I II III IV I II III IV I
MAKRO
- Sulawesi Selatan 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62
- Sulawesi Utara 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92
- Gorontalo 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50
- Papua 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90 121.71 125.51 125.86
- Papua Barat 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27 120.89 121.33 122.41
- Maluku 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88 120.41 122.98 123.07
- Sulawesi Tengah 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42
- Sulawesi Tenggara 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00 120.34 121.96
- Sulawesi Barat 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23
- Maluku Utara 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73 127.83 127.64
- Sulawesi Selatan 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70
- Sulawesi Utara 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90
- Gorontalo 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74
- Papua 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20 7.63 3.59 3.76
- Papua Barat 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25 6.11 5.34 5.53
- Maluku 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85 7.64 6.15 2.22
- Sulawesi Tengah 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03
- Sulawesi Tenggara 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86 2.27 4.75
- Sulawesi Barat 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19
- Maluku Utara 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22 6.6 4.52 5.45
51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,095
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 10,729 11,880 14,029 9,809 12,293 13,015 15,191 10,582 12,722 14,526 15,982 10,727 12,842
Pertambangan dan Penggalian 3,016 3,292 3,496 3,436 3,450 3,498 3,793 3,971 3,533 3,780 4,251 4,304 3,623
Industri Pengolahan 7,322 7,769 7,696 7,758 7,648 8,162 8,577 8,890 8,091 8,773 8,951 9,692 9,126
Pengadaan Listrik, Gas 49 49 50 51 51 55 56 60 51 51 53 58 56
Pengadaan Air 71 75 75 74 75 77 77 73 75 77 75 76 79
Konstruksi 6,019 6,343 6,720 6,948 6,494 6,789 7,044 7,340 6,961 7,188 7,689 8,129 7,610
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,114 7,645 7,806 7,624 7,775 8,088 8,619 7,881 8,212 8,623 9,405 8,675 8,973
Transportasi dan Pergudangan 2,020 2,103 2,166 2,164 2,061 2,094 2,181 2,260 2,150 2,243 2,407 2,389 2,427
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 710 730 742 771 765 797 806 815 804 829 855 877 881
Informasi dan Komunikasi 3,332 3,440 3,485 3,511 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 4,036 4,069 4,055
Jasa Keuangan 1,884 1,944 1,902 1,896 1,950 2,017 2,008 2,090 2,144 2,077 2,194 2,248 2,350
Real Estate 1,919 1,969 2,019 2,026 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320 2,341 2,411
Jasa Perusahaan 230 233 238 237 245 249 252 254 256 261 270 273 277
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,471 2,510 2,644 2,667 2,510 2,575 2,698 2,772 2,648 2,758 2,949 3,027 2,864
Jasa Pendidikan 2,789 2,781 2,932 3,416 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,402 3,606 3,420
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 927 959 1,004 1,131 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253
Jasa lainnya 665 682 693 696 707 728 747 761 773 788 808 839 849
51,268 54,406 57,699 54,217
1. Konsumsi 32,784 36,021 36,851 40,586 35,255 37,835 38,891 42,129 37,158 39,735 41,045 44,894 39,000
2. Investasi 21,526 24,330 21,015 20,074 20,668 23,151 23,343 22,160 23,068 25,335 26,744 27,333 25,544
3. Ekspor 13,148 12,827 15,256 11,132 14,947 14,401 15,995 14,405 13,861 13,733 14,663 10,301 8,204
4. Impor 16,191 18,772 15,423 17,575 15,306 17,505 16,069 20,301 15,344 16,315 15,574 19,907 9,653
51,268 54,406 57,699 54,217 55,565 57,882 62,159 58,393 58,742 62,488 66,878 62,621 63,095
6.02 7.01 9.25 8.06 8.38 6.39 7.73 7.70 5.72 7.96 7.59 7.24 7.41
403.02 389.29 417.56 386.19 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28 229.37
171.92 198.44 499.94 230.41 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10 163.02
300.72 404.71 218.81 126.06 139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65 123.71
160.04 472.75 216.67 271.29 221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69 284.89
102.30 (15.43) 198.76 260.13 221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62 105.66
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012
INDIKATOR2014**2013*
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008
2015**
Catatan:
Total PDRB (Rp Miliar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta)
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton)
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
Indeks Harga Konsumen
TABEL INDIKATOR EKONOMI
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Total Aset (Rp Miliar) 67,573 72,554 74,754 79,307 80,876 86,366 90,288 90,932 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 - -
45,734 48,024 49,917 53,717 52,302 53,457 57,359 60,444 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433 78,467 78,342
Giro 7,471 7,282 7,257 7,345 7,770 8,092 9,221 7,845 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894
Tabungan 25,004 27,206 28,545 31,466 29,321 30,068 32,076 35,007 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589
Deposito 13,259 13,536 14,115 14,907 15,211 15,297 16,062 17,592 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 - - -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310
- Modal Kerja 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510
- Investasi 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041
- Konsumsi 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759
119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72% 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13% 121.05% 122.94%- - -
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310
- Pertanian 906 1,128 1,171 1,215 1,403 1,396 1,385 1,400 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681
- Pertambangan 312 363 375 399 447 449 444 397 377 560 537 509 427 390 383 410 430
- Industri pengolahan 3,468 3,904 4,008 5,250 5,335 5,579 5,631 4,186 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239
- Listrik, Gas, dan Air 137 124 135 141 133 116 121 191 218 245 232 350 382 413 398 379 306
- Konstruksi 2,065 2,448 2,582 2,674 2,565 2,780 2,966 3,034 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483
- Perdagangan 15,459 17,631 17,741 19,027 19,933 22,957 23,360 24,132 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959
- Pengangkutan 1,744 1,730 1,794 2,321 2,631 2,763 2,864 2,923 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824
- Jasa Dunia Usaha 2,917 3,178 3,131 3,105 3,240 3,433 3,414 3,550 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117
- Jasa Sosial Masyarakat 1,570 1,485 1,372 1,404 1,619 1,650 1,733 1,780 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462
- Lain-lain 26,007 27,045 28,781 30,684 31,065 31,814 33,096 33,794 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,809 - - -
18,349 19,582 18,240 20,270 21,818 24,162 24,221 24,684 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 30,641 31,110 - - -
3,533 3,939 3,628 3,672 3,994 4,211 4,412 4,499 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880 7,892 8,698
- Modal Kerja 3,151 3,489 3,159 3,206 3,484 3,558 3,648 3,768 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144 5,542 6,329
- Investasi 382 449 469 467 510 653 764 731 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
8,932 8,933 8,433 8,938 9,290 9,819 9,877 10,037 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580 12,412 12,433
- Modal Kerja 5,564 5,848 5,455 5,760 5,678 6,492 5,624 5,750 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039 7,188 7,265
- Investasi 3,369 3,085 2,978 3,178 3,612 3,328 4,253 4,287 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541 5,224 5,169
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5,884 6,710 6,180 7,660 8,534 10,132 9,932 10,148 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042 10,337 9,979
- Modal Kerja 4,759 5,478 4,833 5,644 6,186 7,205 6,872 7,278 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198
- Investasi 1,125 1,232 1,347 2,016 2,349 2,927 3,060 2,870 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770 2,760 2,781
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3.05% 3.08% 2.87% 2.74% 2.94% 2.83% 2.91% 2.85% 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36%- - -
4.12% 4.23% 4.18% 3.96% 4.25% 3.95% 4.57% 4.38% 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40% 4.26% 4.43%- - -
- BANK UMUM SYARIAH 0
3,377 3,689 3,977 4,524 4,802 5,085 5,420 5,576 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 - - -
1,578 1,635 1,817 2,063 2,138 2,138 2,594 2,884 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517
Giro 196 199 200 296 253 232 243 338 221 262 346 380 547 554 355 598 339
Tabungan 756 803 844 984 969 974 1,162 1,307 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667 1,765 1,761
Deposito 626 633 773 783 916 932 1,188 1,239 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 1,490 1,417 - - -
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817
- Modal Kerja 647 645 656 674 673 688 651 631 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659
- Investasi 224 212 228 284 329 362 359 438 488 670 670 825 865 1,015 1,170 1,152 1,143
- Konsumsi 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008 3,006 3,015
174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65% 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02% 147.53% 165.43%
Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2012
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
FDR
Total Aset (Rp Miliar)
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar)
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar)
2016****2015****
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
20142013
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 7
C. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
2016***
I II III IV I II III IV I II III IV I
KAS
Inflow (Rp Miliar) 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229
Uang Kertas 4,410 3,236 4,872 4,075 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229
Uang Logam 0.03 0.08 0.08 0.10 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034 0.003 0.002
Outflow (Rp Miliar) 1,715 2,885 5,313 4,162 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930 3,208 1,490
Uang Kertas 1,715 2,885 5,310 4,159 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927 3,202 1,485
Uang Logam 0.28 0.78 2.51 2.63 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59 5.84 4.45
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 350 502 989 708 748 620 269 403 925 943 719 790 1,316
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 14,448 17,402 18,770 20,540 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338 14,217
To / Incoming (Rp Miliar) 32,767 36,120 37,614 41,480 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378
From - To (Rp Miliar) 4,245 4,921 6,755 7,299 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,737 9,976 10,239 10,670 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363 13,952 18,226
Volume Kliring* (Lembar) 284,030 285,559 280,922 290,332 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973 314,492 346,867
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 557 576 874 1,050 675 637 675 805 887 1,027 1,617 4,280 8,917
Volume Kliring Kredit (Lembar) 36,457 34,774 37,895 41,130 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395 86,793 132,841
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 9 10 15 17 11 11 11 13 15 17 27 68 146
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 608 580 632 663 487 477 490 515 566 540 875 1,378 2,178
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 9,180 9,400 9,365 9,620 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746 9,673 9,309
Volume Kliring Debet (Lembar) 247,573 250,785 243,027 249,202 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578 227,699 214,026
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 153 157 156 155 147 150 146 162 145 155 160 154 153
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 4,126 4,180 4,050 4,019 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993 3,614 3,509
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 322 352 402 325 317 387 287 343 320 312 300 311 304
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,549 7,531 7,092 6,659 7,114 7,119 6,765 6,008 6,048 6,621 6,274 6,003 6,040
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 5 6 7 5 5 6 5 5 5 5 5 5 5
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 126 126 118 107 119 119 109 94 99 109 103 95 99
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 221 259 307 251 230 328 231 270 229 212 218 242 221
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,904 6,187 5,674 5,411 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012 4,702 4,686
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 98 103 95 87 95 97 86 71 78 87 82 75 77
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari***) Angka sementara
2015INDIKATOR
2013 2014
Kliring Debet Penyerahan
Kliring Debet Pengembalian
TABEL INDIKATOR EKONOMI
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010
Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel
*) Data Februari 2016 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*) Data September 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
2.92%
11.27%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
13%
15%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016**
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional4.92%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
11%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
7.41%
0
2
4
6
8
10
12
-25-20-15-10
-505
1015202530
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Konsumsi Rumah Tangga Konsumi LNPRT Konsumsi Pemerintah
PMTB Perubahan Stok Net Ekspor
PDRB
-2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Pertanian Industri Pengolahan Konstruksi
Perdagangan Sektor Lainnya PDRB
%yoy
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Inflasi Nasional (yoy)
Inflasi Sulsel (yoy)
BI Rate
100%
110%
120%
130%
140%
150%
160%
170%
180%
190%
200%
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
(Rp Triliun)Aset
DPK Lokasi Bank Pelapor
Kredit Lokasi Bank
LDR - Skala Kanan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
7200
7400
7600
7800
8000
8200
8400
8600
8800
9000
2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015** 2016**
(Ribu Orang)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
JumlahPenduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
700
750
800
850
900
950
1000
2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015**
(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
Jumlah Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 9
1.
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2016 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya
mencapai Rp87.989 milyar (ADHB) atau Rp63.095 milyar (ADHK), tumbuh 7,41%
(yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV 2015 (7,24%; yoy). Peningkatan
pertumbuhan perekonomian terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja di
sektor sekunder.
Pada triwulan I 2016perlambatan pertumbuhan ekspor tidak sedalam impor.
Volume maupun nilai ekspor menurun signifikan, terutama ekspor barang
pertambangan. Disisi lain, terjaganya daya beli menjadi salah satu faktor
pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016.
Secara sektoral, pertumbuhan dikarenakan meningkatnya kinerja sektor industri
pengolahan, transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan
minum, serta jasa keuangan dan pendidikan mengalami penguatan. Adapun
penahan pertumbuhan berasal dari sektor primer, terutama perlambatan sektor
pertanian dan pertambangan dan penggalian dimana sektor-sektor tersebut
mengalami perlambatan akibat pergeseran panen dan tren penurunan harga
komoditars internasional khususnya nikel.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan I 2016. Pada triwulan
laporan, ekonomi Sulsel tumbuh 7,41% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 7,24% (yoy) pada triwulan IV 2015.
Peningkatan pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya kinerja di beberapa sektor antara lain industri pengolahan,
transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa keuangan dan pendidikan. Di sisi
lain, kuatnya sektor unggulan Sulsel yaitu sektor konstruksi dan perdagangan besar dan eceran mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya konsumsi rumah
tangga dan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi dikarenakan daya beli masyarakat tetap terjaga dengan
baik. Selain itu, pertumbuhan investasi yang meningkat pada triwulan 1 2016 didorong oleh kebijakan pemerintah yang
telah memulai sebagian lelang proyek di akhir tahun 2015.
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016 terutama disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi
rumah tangga dan investasi. Pada triwulan I 2016 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,28% (yoy), meskipun lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,36% (yoy). Kelompok pengeluaran lain yang mengalami pertumbuhan
yaitu konsumsi LNPRT (4,66%; yoy), konsumsi pemerintah (2,08%; yoy), investasi (PMTB) (9,52%; yoy) dan perubahan
inventori (55,01%; yoy).
Ekspor dan impor masih mengalami kontraksi pada periode laporan. Pada triwulan I 2016 ekspor tercatat tumbuh
negatif -40,81% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya -28,49% (yoy). Demikian pula impor juga
mengalami kontraksi yang cukup dalam, dari sebelumnya tumbuh -1,94% (yoy) menjadi menjadi -37,09% (yoy) di triwulan
laporan. Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka Sangat Sementara
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92
10.34
8.50 8.648.11
6.027.01
9.258.06 8.38
6.39
7.73 7.70
5.72
7.96 7.59 7.24 7.41
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014* 2015** 2016**%
yoy Nasional yoy Sulsel
2016**
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6.55 6.18 5.50 5.49 5.92 5.32 5.51 5.03 5.36 5.31 5.28
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 16.60 16.07 8.27 4.93 11.26 -2.49 -2.13 2.90 6.28 1.13 4.66
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 15.50 -2.19 5.38 -2.12 1.88 7.83 3.17 8.69 11.09 8.15 2.08
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 12.43 9.07 5.91 8.34 8.82 5.26 6.23 10.34 11.10 8.34 9.52
5. Perubahan Inventori -125.90 -74.02 195.94 11.10 -124.47 193.14 76.37 201.48 132.85 -579.81 55.01
6. Ekspor 13.68 12.27 4.84 29.40 14.10 -7.27 -4.64 -8.33 -28.49 -12.04 -40.81
7. Impor -5.47 -6.75 4.19 15.51 1.80 0.25 -6.80 -3.08 -1.94 -2.95 -37.09
PDRB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.36 7.79 7.34 7.24 7.15 7.41
2014* 2015**
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 11
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, komponen
konsumsi RT dan PMTB masih menjadi penyumbang
terbesar baik di triwulan I 2016 maupun secara keseluruhan
2015. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 50% dari total
PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai diatas 30% pada
triwulan I 2016. Kelompok pengeluaran lain yang memiliki
share cukup tinggi diatas 5% adalah konsumsi pemerintah (di
atas 5%). Sementara kelompok pengeluaran yang memiliki
pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor (-4,14%),
konsumsi LNPRT (1%) dan perubahan inventori (1%).
1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif, di antaranya didorong oleh konsumsi rumah tangga. Total
konsumsi triwulan I 2016 tumbuh 4,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 6,56% (yoy). Konsumsi
rumah tangga berperan dalam pertumbuhan konsumsi di triwulan ini dengan pertumbuhan 5,28% (yoy, sedikit menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya 5,36% (yoy). Sementara itu, konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 2,08% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 11,09% (yoy).
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2016 menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang relatif
terjaga menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi periode laporan. Harga BBM yang relatif stabil dan TTL yang
turun pada turut mendorong konsumsi rumah tangga. Paket kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang agresif,
didorong oleh sejumlah proyek multiyear mendorong optimisme dan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi
sehingga daya beli terjaga. Hal ini terkonfirmasi dari nilai rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan I 2016
yang meningkat (>100) sebesar 116,44 dari sebelumnya 108,37. Serupa dengan IKK, nilai rata-rata Indeks Penjualan
Eceran (IPE) mengalami kenaikan sebesar 120,95 dari periode sebelumnya 120,37.
Realisasi belanja pemerintah daerah lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015. Realisasi belanja daerah pada triwulan I
2016 tercatat 13,75% atau sebesar Rp637,88 miliar dari yang ditargetkan Rp6,74 triliun. Secara nominal realisasi belanja
triwulan I 2016 lebih tinggi dari triwulan I 2015, yang tercatat sebesar Rp631,09 miliar atau 9,53% dari target Rp6,62
triliun. Disisi lain, sampai dengan triwulan I 2016, realisasi anggaran pendapatan daerah mencapai 22,83%, lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2015 yang terealisasi 25,87%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah pada
triwulan laporan mencapai Rp1,56triliun dari total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,85 triliun.
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran
Konsumsi RT, 56.4%
Konsumsi LNPRT, 1.3%
Konsumsi Pemerintah,
6.3%
PMTB, 38.5%
Perubahan Inventori,
1.7%
Net Exim,-4.14%
Share PDRB
Tw I
2016
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan
Indeks YOY
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Penyaluran kredit konsumsi menunjukkan kinerja yang
meningkat. Kredit konsumsi di triwulan I 2016 tercatat
tumbuh 9,22% (yoy) meningkat dibandingkan
pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai
7,36% (yoy). Peningkatan terjadi pada pertumbuhan
kredit di hampir seluruh sektor, kecuali Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB). Kredit perlengkapan rumah tangga
tumbuh 17,45% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015
sebesar 3,89% (yoy). Kredit rumah tangga lainnya tumbuh
signifikan menjadi 12,93% (yoy), dibandingkan periode
sebelumnya yang tumbuh 4,73%. Kredit Pemilikan
Rumah/Apartemen (KPR/A) tumbuh dari 4,40% (yoy)
menjadi 5,65% (yoy), dan kredit multiguna tumbuh dari
4,73% (yoy) menjadi 12,93% (yoy) pada periode laporan.
Adapun KKB mengalami kontraksi -10,62% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A
1.2.2 Investasi
Pertumbuhan investasi tetap kuat di triwulan I 2016. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) tumbuh 9,52% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015 (11,10%; yoy). Realisasi belanja modal APBD di
Sulsel tercatat tumbuh lebih lambat 0,12% atau Rp1,05 miliar pada triwulan I 2016 dibandingkan triwulan I 2015 yang
mencapai 0,14%. Di sisi lain, belanja modal APBN mengalami peningkatan pada periode laporan. Belanja modal APBN
tercatat terealisasi sebesar Rp397,22 miliar atau 7,86% (yoy) dari target Rp19,03 triliun pada triwulan I 2016, lebih tinggi
dibanding triwulan I 2015 yang terealisasi Rp120,36 miliar atau 1,56% (yoy) dari target Rp22,5 triliun. Belanja modal APBN
didorong oleh penyerapan di sejumlah proyek oleh satuan kerja.
Perlambatan investasi juga terkonfirmasi dari kinerja impor barang modal dan kredit investasi. Impor barang modal
tercatat tumbuh -22,46% (yoy) terkontraksi dibandingkan periode sebelumnya 33,42% (yoy). Impor peralatan transportasi
(industri) menurun cukup dalam sehingga menjadi salah satu faktor pertumbuhan negatif impor barang modal di periode
laporan. Sementara dari sisi pembiayaan, perlambatan investasi juga tercermin dari melambatnya penyaluran kredit
investasi di periode laporan yang tumbuh 17,72% (yoy).
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
- 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
% (
yoy)
Rp
Tri
liun
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
-
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
% (
yoy)
Rp
Tri
liun
Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A)
Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 13
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi
Selain dari sektor pemerintah, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta juga menurun. Rendahnya investasi swasta di
triwulan I 2016 terlihat dari rencana proyek baru. Berdasarkan data BCI Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di
triwulan I 2016 sebagian besar berupa pembangunan gedung dan jalan. Proyek infrastruktur swasta yang di mulai pada
triwulan laporan yaitu batas Kota Makassar - batas Kabupaten Bone road improvement dan ship building Kapal Ro-Ro 750
GT (lintas Kupang - Ndao).
Pada komponen perubahan inventori, perlambatan pertumbuhan didorong oleh menurunnya inventori hasil olahan
industri nikel. Komponen perubahan inventori di periode pelaporan tumbuh 134,69% (yoy), lebih rendah dari
pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar 856,41% (yoy) di triwulan IV 2015, yang disebabkan harga nikel yang terus
menurun dan mengakibatkan harga realisasi rata-rata penjualan nikel turun, sehingga perusahaan utama nikel di Sulsel
menahan pengiriman barang.
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel
Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port. Groundbreaking proyek ini telah dilakukan oleh Presiden RI pada bulan Mei 2015.
Mega proyek dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun ini direncanakan akan dibagi menjadi beberapa tahap,
yaitu:
Sumber: berbagai sumber, diolah
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyUS$ Juta
Impor Barang Modal gImpor Barang Modal
(10)
0
10
20
30
40
50
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Nilai Proyek Infrastruktur Baru
Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan
Rp Milyar
Tahap IA
•2015-2018
•Panjang Dermaga 320 m
•Lapangan Kontainer 16 Ha
•Kapsitas 50.000 TEUs
•Total Investasi Rp. 1,8 T
Tahap IB dan IC
•2019-2025
•panjang dermaga IB 330 m
•Panjang Dermaga IC 350 m
•Kapasitas 1 juta TEUs
•Total Investasi Rp 7,5 T
Tahap II
•2026-2030
•Panjang Dermaga 1.000 m
•Luas 112 ha
•Kapsitas 2 Juta TEUs
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar – Parepare masih terkendala pembebasan lahan, sementara
pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada bulan Oktober 2016, sedangkan
Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar-Parepare
Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado.
Rencana pembangunan 23 stasiun darim total panjang 145,23 km
Konstruksi telah mencapai 10 Km.
Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
Alokasi anggaran 2015 - APBD Rp100 milyar - APBN Rp971 milyar
Alokasi anggaran 2016 - APBN Rp1,3 triliun
Progres: pemasangan rel kereta api
2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012
Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity).
Rencana pembangunan 18 bulan Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
Groundbreaking pada bulan Maret 2015
3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pematangan Lahan
Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: April 2016
4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun
Progress terakhir : Proses Konstruksi
Estimasi selesai pembangunan: Februari 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: Oktober 2016
5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta
Produk utama : Feronikel.
Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi produksi : 2016
6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap.
Sumber dan APBD
Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
Studi Kelayakan
Target selesai: 2018
7 Pembangunan Underpass Simpang Mandai
Total Investasi: Rp175 Miliar
Underpass: 1.050 M
Progress terakhir : Pengeboran Underpass
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
8 Pelebaran Jalan Maros-Watampone
Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal dari Target 15, 84 Km
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
9 Pembangunan Elevated Road Segmen I
Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir :Land Clearing dan Persiapan Pemancangan
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
10 Pembangunan Jalan dan Jembatan Bypass Mamminasata
Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : penimbunan, dan land clearing
Estimasi Pembangunan: 2015-2018
11 Pembangunan Jalan dan Jembatan Middle Ring Road
Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar (alokasi/kebutuhan)
Progress terakhir : land clearing, pembebasan lahan, dan pemasangan batu dan persiapan pembangunan jembatan
Estimasi Pembangunan: 2015-2018
Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya
Proyek ketahanan pangan pada dasarnya merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan mendorong ekonomi
Sulsel ke depan, antara lain Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa.
Total anggaran proyek multiyear bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 15
Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara
Target : Desember 2015 – Desember 2019
APBN : ±200 Miliar
Ags 2015: Penandatanganan MOU
Sept 2015 : Pembebasan Lahan
Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga kerja, peralatan, dan material)
2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa
Target : Desember 2013 – Desember 2017 APBN : ±500 Miliar
Groundbreaking pada bulan Maret 2014
2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215 ha)
3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo
Target : Juni 2015 – Desember 2019
APBN : ±800 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi Pembangunan: 2016
4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa
Target : Desember 2015 – Desember 2017
APBN : ±400 Miliar
Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Estimasi Pembangunan: 2016
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
1.2.3 Ekspor dan Impor
Ekspor Sulsel di triwulan I 2016 kembali terkontraksi. Nilai ekspor terkontraksi -40,81% (yoy), lebih dalam dibandingkan
dari kontraksi di triwulan IV 2015 yang tercatat mencapai -28,49% (yoy). Kontraksi ekspor terjadi pada ekspor dengan
tujuan luar negeri (LN). Ekspor LN yang sebagian besar ditopang oleh ekspor non migas, mengalami kontraksi -32,27%
(yoy) lebih dalam dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya yang mencapai -15,55% (yoy). Tidak berbeda dengan
eskpor luar negeri, ekspor dalam negeri (DN) juga mengalami kontraksi. Di periode laporan, ekspor DN terkontraksi
-44,09% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan kondisi di triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy).
Ekspor DN sepanjang triwulan I 2016 sebagian besar diperkirakan terjadi antar wilayah di pulau Sulawesi yang dimuat
melalui jalur darat, mengingat volume muat barang dalam negeri di Pelabuhan Makassar masih mengalami kontraksi -
1,05% (yoy) meskipun tidak sedalam kontraksi di periode sebelumnya -22,54% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat
Penurunan kinerja ekspor tersebut tidak lepas dari penurunan kinerja ekspor Nikel. Ekspor Nikel sebagai komoditas
yang menyumbang 47,40% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan I 2016 mengalami perlambatan. Nilai ekspor nikel
tercatat mengalami kontraksi -48,69% (yoy) lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi di periode sebelumnya yang
mencapai -33,67% (yoy). Hal ini tidak terlepas dari masih melemahnya harga komoditas nikel di pasar internasional.
Sepanjang triwulan I 2016, harga nikel mengalami kontraksi -40,89% (yoy), meskipun menguat dibanding triwulan
sebelumnya yang mencapai -40,59% (yoy).
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%; yoyRibu Ton
Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala KanangNilai Ekspor - Skala Kanan
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%; yoyRibu Ton
Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
*) Data Sementara
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: World Bank
Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel
Selain nikel, beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami kontraksi di periode laporan. Beberapa komoditas
seperti rumput laut, olahan kakao dan biji kakao tercatat mengalami kontraksi nilai ekspor. Nilai ekspor komoditas olahan
kakao dan biji kakao mengalami kontraksi meskipun membaik -34,43% (yoy) dan -48,80% (yoy) dari triwulan sebelumnya
-74,28% (yoy) dan -70,38% (yoy). Sementara nilai ekspor rumput laut menurun cukup dalam dari -18,38% (yoy) menjadi
-35,02% (yoy). Menurunnya permintaan dari mitra dagang menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor komoditas
tersebut.
Menurunnya permintaan ekspor terkait dengan kondisi ekonomi negara mitra dagang utama yang masih lemah. Bila
mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang
utama Sulsel seperti Jepang, Zona Eropa, dan Korea Selatan menunjukkan penurunan kinerja ekonomi di triwulan I 2016.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg
Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index
Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan I 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, dan masih dalam
fase kontraksi. Impor di periode laporan tercatat mengalami kontraksi -37,09% (yoy) lebih rendah dibandingkan kondisi di
triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi -1,94% (yoy). Penurunan impor terkonfirmasi dari penurunan
impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh -15,72% (yoy) turun
cukup dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,33% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN)
tercatat tumbuh negatif -39,94% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang terkontraksi -3,43%. Impor
dalam negeri sebagian besar diperkirakan berasal dari wilayah Sulawesi yang dimuat melalui jalur darat, mengingat
volume kegiatan bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar menurun. Volume bongkar di periode laporan
mencapai 1,4 juta ton atau tumbuh 2,92% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 0,74%
(yoy).
(60)(40)(20)020406080100120140
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Ton
Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0.0
5,000.0
10,000.0
15,000.0
20,000.0
25,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/mtNikel
gHarga - Skala Kanan
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Rumput Laut Olahan Kakao Biji Kakao Udang
YOY
46
48
50
52
54
56
58
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Indeks
Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 17
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel di triwulan I 2016 relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan
periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang
dijual ke luar negeri, yang kemudian diikuti komoditas pertanian. Nilai impor bahan baku tercatat mencapai USD88,78
juta atau 71,76% dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan. Sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi
memiliki pangsa masing-masing 27,09% dan 1,15%.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.20. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas Grafik 1.21. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan I 2016. Pada triwulan I 2016, komoditas
nikel matte mengambil pangsa 47,40% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel diikuti oleh coklat olahan dan ganggang
laut dengan pangsa masing-masing 8,62% dan 7,97%. Untuk impor luar negeri, gandum merupakan komoditas impor
terbesar di triwulan I 2016. Pangsa gandum mencapai 28,97% dari total impor di triwulan I 2016, makanan ternak lainnya
(10,97%), dan mesin (boilers) penghasil tenaga uap (7,34%).
Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta Ton
Total Volume Impor
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan
(20)(15)(10)(5)051015202530
0200400600800
1,0001,2001,4001,6001,8002,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%; yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
21.65%
77.87%
0.48% Pangsa Triwulan I 2016
Komoditas Pertanian: US$49,7 Juta
Komoditas Industri: US$178,6 Juta
Komoditas Pertambangan: US$1,1 Juta
27.09%
71.76%
1.15%
Pangsa Triwulan I 2016
Barang Modal: US$33,51 juta
Bahan Baku: US$88,78 juta
Barang Konsumsi: US$1,42juta
Nilai Ekspor
Triwulan I 2016
(USD)
1 NIKEL 108,715,192 47.40%
2 COKLAT OLAHAN 19,769,146 8.62%
3 GANGGANG LAUT 18,288,971 7.97%
4 BUAH/SAYURAN OLAHAN 15,784,366 6.88%
5 UDANG SEGAR/BEKU 12,090,540 5.27%
6 IKAN OLAHAN 10,002,773 4.36%
7 KAYU LAPIS 7,948,489 3.47%
8 IKAN LAINNYA 6,037,430 2.63%
9 INDUSTRI LAINNYA 5,372,788 2.34%
10 BIJI COKLAT 4,904,176 2.14%
Komoditas (HS)No Pangsa
Nilai Impor
Triwulan I 2016
(USD)
1 GANDUM 35,841,332 28.97%
2 MAKANAN TERNAK LAINNYA 13,572,712 10.97%
3 MESIN (BOILERS) PENGHASIL TENAGA UAP 9,086,135 7.34%
4 KAPAL LAUT DAN SEJENISNYA 8,625,236 6.97%
5 BESI/BAJA 8,309,885 6.72%
6 MESIN LAINNYA UNTUK INDUSTRI TERTENTU 5,189,508 4.19%
7 PERALATAN (MESIN) PEMANAS DAN PENDINGIN 5,137,202 4.15%
8 PRODUK KERAMIK 4,058,143 3.28%
9 BAHAN KIMIA AN ORGANIK 3,346,901 2.71%
10 PUPUK 3,207,783 2.59%
No Komoditas (HS) Pangsa
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Berdasarkan negara tujuan, mayoritas ekspor Sulsel masih ditujukan ke Jepang, sedangkan untuk impor didominasi
oleh komoditas yang berasal dari Tiongkok. Di triwulan I 2016, nilai ekspor Sulsel ke Jepang mencapai 51,40% dari total
ekspor Sulsel diikuti oleh Amerika Serikat (11,13%), dan Tiongkok (8,18%). Dari sisi impor, sebagian besar barang yang
masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 34,51% dari total impor Sulsel diikuti oleh Australia (20,54%) dan
Argentina (14,90%).
Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun di triwulan I 2016. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada periode
pelaporan mencapai Rp3,64 triliun, lebih rendah dari periode sebelumnya yang mencapai Rp15,1triliun. Defisit neraca
perdagangan pada triwulan berjalan terjadi dikarenakan tingginya impor barang-barang konsumsi seperti gandum dan
makanan ternak , serta barang-barang yang dipersiapkan untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur Sulsel di
tahun 2016 seperti besi/baja, peralatan sipil dan konstruksi.
Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.22. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Meningkatnya beberapa sektor termasuk sektor utama yaitu industri pengolahan, menjadi salah pendorong
pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2016. Sektor pengadaan listrik dan gas, industri pengolahan, transportasi dan
pergudangan dan jasa pendidikan tercatat tumbuh lebih tinggi masing-masing mencapai 8,21% (yoy), 12,79% (yoy),
12,86% (yoy) dan 7,69% (yoy). Sektor lain yang tercatat tumbuh meningkat adalah sektor pengadaan air (8,21%; yoy),
penyediaan akomodasi dan makan minum (9,55%; yoy), jasa keuangan dan asuransi (9,58%; yoy), real estate (7,04%; yoy)
dan jasa perusahaan (7,89%; yoy).
Kinerja sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, serta perdagangan besar melambat di triwulan I 2016. Sektor
pertanian tumbuh 0,97% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tumbuh tinggi
mencapai 1,37% (yoy). Sektor lain yang tumbuh melambat yaitu pertambangan dan penggalian dari 8,38% (yoy) menjadi
2,55% (yoy), konstruksi dari 10,75% (yoy) menjadi 9,32% (yoy) dan perdagangan besar dari 10,08% (yoy) menjadi 9,27%
(yoy), administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial dari 9,21% (yoy) menjadi 8,18% (yoy), jasa kesehatan dan
kegiatan sosial dari 10,55% (yoy) menjadi 9,55% (yoy), dan jasa lainnya dari 10,20% (yoy) menjadi 9,71% (yoy).
Total Ekspor
FOB (USD)
1 JAPAN 117,902,677 51.40%
2 UNITED STATES OF AMERICA 25,540,260 11.13%
3 R.R.C. 18,754,631 8.18%
4 MALAYSIA 16,028,468 6.99%
5 VIETNAM 6,390,934 2.79%
6 NETHERLANDS 5,152,599 2.25%
7 HONGKONG 4,015,231 1.75%
8 SOUTH KOREA 4,006,748 1.75%
9 GERMANY 3,898,311 1.70%
10 SAUDI ARABIA 3,648,599 1.59%
TOTAL EKSPOR 229,370,001 100.00%
No Negara Tujuan PangsaTotal Impor
CIF (USD)
1 R.R.C. 42,693,114 34.51%
2 AUSTRALIA 25,410,445 20.54%
3 ARGENTINA 18,433,351 14.90%
4 ITALY 6,624,376 5.35%
5 CANADA 6,495,859 5.25%
6 THAILAND 4,656,762 3.76%
7 SAUDI ARABIA 3,236,855 2.62%
8 JAPAN 2,777,977 2.25%
9 UNITED STATES OF AMERICA 2,367,157 1.91%
10 UNITED KINGDOM 1,253,312 1.01%
TOTAL IMPOR 123,713,055 100.00%
PangsaNo Negara Asal
(12,000)
(10,000)
(8,000)
(6,000)
(4,000)
(2,000)
0
(25,000)
(20,000)
(15,000)
(10,000)
(5,000)
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Rp MiliarRp Miliar
Ekspor ADHK Impor ADHK Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 19
Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.24. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)
Apabila dilihat dari andil terhadap PDRB, sektor
Pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di
triwulan I 2016. Pangsa Sektor Pertanian terhadap
total PDRB di periode pelaporan mencapai 22%. Sektor
lainnya yang menjadi tumpuan perekonomian Sulsel
adalah sektor Perdagangan, Industri Pengolahan, dan
Konstruksi, yang masing-masing memiliki pangsa
terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk
sektor non utama merupakan gabungan dari sektor
lainnya.
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.
Dampak El Nino pada tahun 2015 mengakibatkan perlambatan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan di
triwulan I 2016. Fenomena El Nino di Sulsel menyebabkan mundurnya musim tanam menjadi bulan November –
Desember 2015 sehingga menyebabkan panen pertama menjadi bulan Maret 2016 dan panen raya menjadi bulan April –
Mei 2016. Mundurnya musim panen tersebut memengaruhi produksi beras di wilayah Sulawesi Selatan dan kinerja sektor
ini.
Penurunan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga disebabkan oleh perlambatan kinerja di subsekor
perkebunan. Volume ekspor komoditas kakao sebagai salah satu indikator subsektor perkebunan masih mengalami
penurunan dari -10,06% (yoy) dari triwulan IV 2015 menjadi -38,08% (yoy) di triwulan I 2016. Secara nilai, total ekspor
kakao juga masih menunjukkan kontraksi -19,28% (yoy) atau sebesar USD24,67 juta.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank Grafik 1.25. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.26. Harga Internasional Kakao
2016**
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 14.58 9.55 8.29 7.88 9.98 3.49 11.61 5.21 1.37 5.63 0.94
B Pertambangan dan Penggalian 5.68 14.40 6.23 8.49 15.56 11.11 2.40 8.06 12.07 8.38 7.85 2.55
C Industri Pengolahan 9.22 4.45 5.06 11.44 14.59 8.94 5.79 7.49 4.35 9.02 6.70 12.79
D Pengadaan Listrik dan Gas 8.04 5.12 12.20 11.59 17.54 11.69 0.01 -6.86 -5.59 -3.34 -4.00 8.21
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5.50 5.54 2.38 1.99 -1.25 2.13 0.58 -0.26 -2.54 3.74 0.34 5.49
F Konstruksi 10.57 7.88 7.04 4.83 5.64 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32 9.32
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 9.28 5.79 10.42 3.36 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89 9.27
H Transportasi dan Pergudangan 6.36 1.99 -0.44 0.70 4.42 1.68 4.36 7.09 10.38 5.70 6.91 12.86
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.76 7.78 9.13 8.66 5.61 7.77 5.10 4.03 5.99 7.66 5.71 9.55
J Informasi dan Komunikasi 14.07 4.81 4.42 7.10 6.61 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92 8.18
K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.88 3.51 3.75 5.58 10.22 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41 9.58
L Real Estate 8.98 7.79 7.84 7.18 9.03 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39 7.04
M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.20 7.22 6.19 7.41 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87 7.89
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 1.56 2.58 2.05 3.94 2.55 5.50 7.08 9.29 9.21 7.83 8.18
P Jasa Pendidikan 7.72 4.57 5.31 5.88 3.13 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25 7.69
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 14.91 13.88 10.21 3.32 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31 9.55
R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 6.25 6.79 7.74 9.44 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99 9.71
PDRB 7.62 8.38 6.39 7.73 7.70 7.54 5.72 7.96 7.59 7.24 7.15 7.41
2014* 2015**2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
22%
14%
13%13%
38% Share PDRB
Tw I 2016
Pertanian
Industri
Pengolahan
KonstruksiPerdagangan
Non Sektor
Utama
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta Ton YOY
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy$/kgKakao
gHarga - Skala Kanan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Di sisi lain, perbaikan kinerja sub sektor perikanan menjadi faktor penahan perlambatan di sektor pertanian. Salah satu
indikator yang menunjukkan perbaikan kinerja di subsektor perikanan adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan.
Peningkatan ekspor perikanan tercatat baik dari sisi volume maupun nilai. Secara volume, ekspor meningkat cukup
signifikan 41,06% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dari periode sebelumnya (20,95% yoy). Secara nilai, ekspor
perikanan tercatat tumbuh 14,97% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 11,17% (yoy).
Peningkatan ekspor diperkirakan terjadi akibat pengaruh cuaca yang membaik sehingga tangkapan ikan meningkat.
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.27. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.28. Nilai Ekspor Komoditas Ikan
Meskipun sektor pertanian mengalami perlambatan, hal ini searah dengan kinerja penyaluran kredit ke sektor
pertanian. Di triwulan I 2016, kredit yang disalurkan ke sektor pertanian tumbuh 41,37% (yoy) atau mencapai Rp2,37
triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yang tumbuh 42,04%
(yoy).
Grafik 1.29. Perkembangan Kredit di Sektor Pertanian
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Lapangan usaha pertambangan dan penggalian melambat di triwulan I 2016. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 2,40%
(yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya 15,56% (yoy). Meskipun nilai dan volume pertambangan
mengalami perbaikan, namun masih tumbuh negatif. Total nilai ekspor pertambangan mencapai USD 1,09 juta atau
tumbuh -50,12% (yoy) pada periode laporan, dari -51,53% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Volume ekspor
pertambangan tumbuh dari -52,97% (yoy) menjadi -50,37% (yoy) pada triwulan I 2016 atau 8,07 juta ton.
-120%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
0
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
JutaTon YOY
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta USD YOY
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pertanian gKredit Pertanian
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 21
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.31. Nilai Ekspor Pertambangan
Volume produksi hasil tambang mengalami kontraksi meski membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga
komoditas masih menjadi penyebab utama penurunan kinerja sektor pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang
termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Rata-rata harga komoditas Nikel di
triwulan IV 2015 berada pada level USD8.507 per metrik ton turun -40,89% (yoy) dibandingkan rata-rata harga di triwulan
sebelumnya yang turun -40,59% (yoy).
Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan Nikel
Grafik 1.32. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.33. Penjualan Nikel dalam Matte
Perlambatan sektor pertambangan dan penggalian seiring dengan penurunan kinerja produksi nikel. Perlambatan
pertumbuhan diperkirakan berasal dari penurunan kinerja industri pengolahan Nikel, dimana salah satu produksidan
penjualan Nikel terbesar di Sulsel menurun di triwulan I 2016. Total produksi Nikel dalam Matte mencapai sekitar 16.894
metrik ton atau tumbuh -3,33% (yoy), lebih rendah dari peningkatan di periode sebelumnya yang mencapai 8,34% (yoy).
Sejalan dengan hasil produksi yang menurun, hasil penjualan Nikel dalam matte terkontraksi -8,94% (yoy) dari
sebelumnya tumbuh 12,13% (yoy).
Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kredit di sektor pertambangan menunjukkan pertumbuhan poisitif di
triwulan I 2016. Di periode triwulan I 2016, kredit sektor tambang tumbuh 1,50% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya
mengalami kontraksi -14,82% (yoy).
Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolah Grafik 1.34. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.35. Kredit Sektor Pertambangan
(150)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
0
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta Ton
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
(100)
(50)
0
50
100
150
200
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyJuta USD
Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan
-30-20-10010203040506070
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Rib
u
Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Rib
uPenjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Nikel Timah Seng Timah Hitam
gYOY
(40)
(20)
0
20
40
60
80
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pertambangan gKredit Pertambangan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat di triwulan I 2016. Sektor industri pengolahan tumbuh 12,79%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang mencapai 9,02% (yoy). Industri Besar dan Sedang (IBS) serta Industri Mikro
dan Kecil (IMK) ditengarai menjadi pendorong pertumbuhan. Hal ini terindikasi dari peningkatan Indeks Industri Besar dan
Sedang (IBS) yang semula tumbuh 1,87% (yoy) di triwulan IV 2015 naik menjadi 2,32% (yoy) di periode laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.36. Pertumbuhan Industri Grafik 1.37. Nilai Ekspor Hasil Industri
Meskipun sektor industri pengolahan mengalami
peningkatan, namun kredit sektor industri pengolahan
justru mengalami perlambatan. Kredit yang disalurkan
ke industri pengolahan tercatat mencapai Rp7,98 triliun
atau tumbuh 36,95% (yoy), melambat dibandingkan
pertumbuhan di triwulan sebelumnya 53,80% (yoy).
Perlambatan diindikasikan masih tersedianya stok di
tahun 2015, sehingga perusahaan industri pengolahan
belum meningkatkan produksinya di triwulan I 2016.
Sumber: LBU
Grafik 1.38. Kredit Industri Pengolahan
Ekspor komoditas hasil industri mengalami perlambatan. Sejalan dengan kredit sektor industri pengolahan, nilai ekspor
hasil industri di triwulan I 2016 terkontraksi cukup dalam dari -25,78% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi -35,35% (yoy)
atau sebesar USD178,60 juta.
1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas
Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas tumbuh positif. Lapangan usaha ini tercatat mengalami peningkatan
16,14% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 13,57%
(yoy). Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari hasil liaison kepada PT PLN Wilayah Sulserabar yang menyatakan bahwa
terjadi peningkatan jumlah pelanggan dan jumlah daya yang terjual di periode laporan. Meskipun demikian, penyaluran
kredit ke sektor Listrik, Gas dan Air (LGA) mengalami perlambatan. Perlambatan dapat disebabkan oleh proyek sektor
listrik baru akan dimulai pada triwulan III 2016.
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
IMK IBS
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspor Industri Pertumbuhan - Skala Kanan
Juta USD YOY
(40)(30)(20)(10)0102030405060
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 23
Sumber: LBU
Grafik 1.39. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air
1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air
Lapangan usaha pengadaan air tercatat mengalami pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 5,49% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,74% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terkait dengan
telah masuknya musim hujan pada bulan November – Maret 2016 sehingga sumber air tersedia dalam jumlah yang
cukup.
1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi
Pada triwulan I 2015, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring
dengan siklus belanja pemerintah yang menurun di awal
tahun. Di triwulan laporan, sektor ini tumbuh 9,32% (yoy) lebih
rendah dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang
mencapai 10,75% (yoy). Melambatnya sektor konstruksi dan
indikator pendukung lainnya didorong oleh realisasi belanja
modal pemerintah yang minim. Hingga akhir periode triwulan I
2016, realisasi belanja APBD mencapai Rp926 milyar atau
13,75% dari pagu anggaran. Meskipun demikian, angka ini lebih
tinggi dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun 2015
yang mencapai 9,53%. Di sisi lain, realisasi belanja APBN
meningkat sebesar Rp2,38 triliun, lebih tinggi dari triwulan I
2015 sebesar Rp2,08 triliun. Realisasi belanja APBN yang tinggi
menjaga pertumbuhan sektor konstruksi.
Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.40. Penjualan Eceran Semen
Perlambatan sektor konstruksi searah dengan realisasi pengadaan semen dan hasil Survei Penjualan Eceran. Realisasi
pengadaan semen di triwulan I 2016 mencapai 542 ribu ton, tumbuh 14,63% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode
triwulan IV 2016 (16,19%; yoy). Sementara penyaluran kredit ke sektor konstruksi tumbuh melambat di angka 9,38%
(yoy), dari triwulan IV 2015 yang tercatat 27,19% (yoy). Selain itu, penurunan juga terkonfirmasi dari hasil penjualan
eceran komoditas semen yang menunjukkan penurunan di triwulan laporan. Indeks penjualan eceran semen tumbuh
50,84% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya 55,95% (yoy).
(50)
0
50
100
150
200
250
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
% YOY
Semen
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.41. Pengadaan Semen Grafik 1.42. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran tercatat tumbuh melambat di triwulan I 2016. Di triwulan laporan,
lapangan usaha ini tumbuh 9,27% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat
10,08% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan yang menunjukkan perlambatan
pertumbuhan. Kredit ke sektor perdagangan tercatat mencapai Rp32,48 triliun atau tumbuh 12,93% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 2015 sebesar 13,58% (yoy). Kembalinya masyarakat ke aktivitas normal setelah
rangkaian perayaan hari besar keagamaan (tahun baru Islam dan natal) diperkirakan menjadi faktor perlambatan
pertumbuhan di sektor ini. Pertumbuhan sektor perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran,
terutama untuk penjualan produk di kelompok bahan bakar kendaraan bermotor, kelompok barang lainnya seperti alas
kaki, tas, dan farmasi, serta kelompok barang budaya dan rekreasi seperti kertas karton dan alat tulis.
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.43. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.44. Penjualan Barang Eceran Riil
1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan
Lapangan transportasi dan penggudangan tumbuh meningkat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
12,86% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 5,70% (yoy). Hal ini searah dengan penyaluran kredit
ke sektor pengangkutan tercatat tumbuh positif 3,87% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh 0,90% (yoy).
Aktivitas pergudangan mengalami peningkatan. Aktivitas penggudangan meningkat seiring dengan peningkatan volume
bongkar muat barang di pelabuhan Makassar. Aktivitas pergudangan diindikasikan mendorong pertumbuhan sektor ini. Di
sisi lain, moda transportasi udara mengalami penurunan yang cukup tinggi. Sepanjang triwulan I 2016, angkasa pura dan
otoritas pelabuhan Makassar mencatat adanya perbedaan pola pertumbuhan penumpang. Lalulintas penumpang
pesawat udara menunjukkan peningkatan yang signifikan, berkebalikan arah dengan pertumbuhan penumpang angkutan
laut yang justru mengalami kontraksi.
(5)
0
5
10
15
20
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Ton
Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton)
gRealisasi - Skala Kanan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Konstruksi gKredit Konstruksi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Perdagangan gKredit Perdagangan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%YOYBahan Bakar Kendaraan Bermotor
Barang Lainnya
Barang Budaya & Rekreasi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 25
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I
Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.46. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Grafik 1.47. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Grafik 1.48. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar
1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh lebih tinggi pada triwulan I 2016. Di triwulan
laporan lapangan usaha ini tumbuh 9,55% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 7,66%
(yoy). Berlangsungnya perayaan tahun baru cina (imlek), hari besar keagamaan lain (hari raya nyepi) menjadi faktor
pendorong pertumbuhan sektor ini.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.49. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Peningkatan kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tidak lepas dari peningkatan kinerja
sektor pariwisata. Meskipun pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara masih mengalami kontraksi,
namun mengalami perbaikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 2.813 orang atau tumbuh
-6,70% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh -15,23% (yoy). Di sisi lain, berdasarkan hasil liaison, jumlah hotel yang
semakin meningkat, mendorong hotel untuk menjaring konsumen dengan mengadakan promo dan menekan harga jual
kamar.
(20)(10)01020304050607080
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Pengangkutan gKredit Pengangkutan
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0
200
400
600
800
1,000
1,200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Penumpang Penerbangan Domestik (Orang)
yoy (%) - Axis KananRibu
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Ton
Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri
gTotal Bongkar & Muat
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
050
100150200250300350400450
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRibu Orang
Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri
gPenumpang - Skala Kanan
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-48
2
52
102
152
202
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.50. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.51. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang
1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
Lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh melambat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
8,18% (yoy) di periode laporan, lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang tumbuh 8,69% (yoy). Perlambatan sektor ini
diindikasi pengaruh dari traffic layanan SMS dan suara yang melambat pasca kegiatan natal dan tahun baru. Hal ini
dikonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, pada pengeluaran konsumen sektor transport, komunikasi dan jasa keuangan
yang menunjukkan perlambatan dari 191,27 pada triwulan IV 2016 menjadi 183,03 pada triwulan laporan.
1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan
Lapangan usaha jasa keuangan tumbuh 9,58% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya (7,56%; yoy).
Terjaganya kinerja sektor jasa keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja positif perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016
yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang menguat yaitu aset dan
kredit/pembiayaan yang disalurkan. Total aset mencapai Rp120,83 triliun atau tumbuh 15,14% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan dengan totalaset pada triwulan sebelumnya 117,57 triliun. Sementara kredit tercatat tumbuh 12,68% (yoy)
menjadi Rp102,28 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 101,26triliun.
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 1.52. Perkembangan Pengeluaran Konsumen Pada Sektor Transpor,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate
Lapangan usaha real estate tercatat menguat. Di periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 7,04% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 6,01% (yoy). Peningkatan di sektor ini sejalan dengan
menguatnya kondisi ekonomi di periode laporan yang berimplikasi terhadap permintaan rumah atau properti residensial.
Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) menunjukkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) menguat menjadi
309,03 pada triwulan I 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya (304,26). Peguatan terjadi pada seluruh rumah tipe kecil,
menengah dan besar.
(40)(30)(20)(10)010203040506070
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyOrang
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
TPK Sulsel
%
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks % YOY
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 27
Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah
Grafik 1.53. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial
1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
Lapangan usaha jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,89%
(yoy) di triwulan I 2016, lebih tinggi dari periode sebelumnya tahun 2015 yang tecatat 7,40% (yoy). Hal ini searah dengan
pertumbuhan kredit kepada jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 14,62% (yoy), dari periode
sebelumnya hanya tumbuh 10,89% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.54. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha
1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib
Lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh melambat di periode laporan. Searah dengan kinerja keuangan
daerah yang stabil pada triwulan laporan, lapangan usaha administrasi pemerintahan tumbuh 8,18% (yoy), melambat
dibandingkan pertumbuhan sebelumnya 9,21% (yoy). Keuangan pemerintah sendiri tercatat tumbuh melambat di
triwulan I 2016, baik dari sisi realisasi pendapatan maupun belanja. Hingga triwulan I 2015, realisasi anggaran pendapatan
daerah telah mencapai 22,83%, menurun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2015 yang mencapai
25,87%. Secara nominal, realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan I 2016 telah mencapai Rp1,56 triliun dari
total target pendapatan tahunan sebesar Rp6,85 triliun. Dari sisi belanja, hingga triwulan I 2016, realisasi pengeluaran
telah mencapai 13,75% atau sebesar Rp926miliar. Meskipun secara persentase hal ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan realisasi belanja pada triwulan I 2015 yang tercatat 9,53% atau Rp631 miliar dari target belanja Rp6,62 triliun.
1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan
Lapangan usaha jasa pendidikan tumbuh lebih meningkat di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh
7,69% (yoy) di triwulan I 2016, tumbuh signifikan dibandingkan periode triwulan IV 2015 yang tumbuh 2,35% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan sektor jasa pendidikan terjadi seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru pada bulan Januari
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, qtq
Umum Kecil Menengah Besar
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.55.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
2016 di beberapa tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran,
yang menunjukkan penjualan kertas, karton dan cetakan, serta alat tulis yang meningkat.
Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Grafik 1.55. Perkembangan Penjualan Alat Tulis Grafik 1.56. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan
1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,55% (yoy)
di triwulan I 2016, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 10,55% (yoy). Perlambatan diperkirakan
berasal dari penurunan kebutuhan masyarakat terhadap jasa kesehatan. Sementara kegiatan sosial juga mengalami
penurunan, yang dikonfirmasi menurunnya kredit yang disalurkan ke sektor jasa sosial masyarakat .
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.57. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan
Indeks YOY
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun
Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 29
Boks 1.A. Aglomerasi Kawasan Perkotaan Mamminasata
Konsep aglomerasi didasari dari Marshall (1920) mengenai penghematan aglomerasi atau industri yang terlokalisir
(localized industries). Aglomerasi ekonomi muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang
memungkinkan dapat berlagsung lama dalam jangka panjang sehingga masyarakat dapat memperoleh keuntungan jika
mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. Aglomerasi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah
tersebut karena tercipta efisiensi produksi. Selain itu, menurut Perroux (1955) dalam growth pole theory (teori kutub
pertumbuhan), pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah dalam waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di
beberapa tempat sebagai pusat pertumbuhan meski dengan intensitas berbeda.
Sesuai dengan Perpres 55 tahun 2011, Sulawesi Selatan memiliki kawasan metropolitan Mamminasata (Kota Makassar,
Maros, Sungguminasa, dan Takalar) menjadi proyek percontohan pengembangan tata ruang terpadu di Indonesia. Luas
kawasan ini dipersiapkan untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur. Konsep pusat kegiatan
pengembangan Mamminasata dipusatkan menjadi 4 yaitu (1) Pusat Logistik dan Industri Pengolahan; (2) Pusat Industri
Jasa dan Informasi Komunikasi; (3) Pusat Perikanan dan Kelautan; (4) Pusat Real Estate. Konsep Pusat Logistik dan Industri
Pengolahan berada di kawasan New Port Makassar, Kawasan Industri Maros (KIROS), Kawasan Industri Makassar-Maros
(KIMAMA II), dan kawasan aerocity. Konsep Pusat Industri Jasa dan Informasi Komunikasi berada di Kawasan Center Point
of Indonesia, sementara Konsep Pusat Perikanan dan Kelautan berada di Kawasan Industri Takalar (KITA), dan Konsep
Pusat Real Estate berada di Kota Baru Mamminasata dan Kawasan Pendidikan Terpadu Mamminasata2.
Pengembangan kawasan Mamminasata sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur mendorong migrasi di
wilayah ini. Jika dilihat penduduk migrasi3 kawasan Mamminasata tahun 2014 berasal dari Sulsel, Sultra, Kaltim, Sulut dan
Papua Barat, dengan sebagian besar berpendidikan SD dan SMA4. Sektor jasa dan Sektor perdagangan, hotel, dan
restoran menjadi lapangan kerja utama bagi penduduk migran. Pekerja yang terserap pada sektor Jasa umumnya adalah
migran dengan karaktersitik pendidikan tinggi. Sementara itu, mayoritas migran (umumnya pendidikan rendah) akan
terserap pada sektor diluar jasa dengan tingkat pendapatan di bawah UMK5.
Gambar 1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata Grafik1.A.1. Tujuan Migrasi Kawasan Mamminasata
Grafik1.A.2. Pendapatan Migran berdasarkan Sektor Grafik1.A.3. Pendidikan Migran
2 Dinas Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan 3 Migrasi Risen: tempat tinggal saat ini berbeda dengan tempat tinggal 5 tahun lalu 4 Sumber data: Susenas (2014), diolah 5 UMK : Rp1.800.000 (BPS, 2014)
Total Migrasi
65.807
Kawasan AglomerasiMamminasata
Total Migrasi±60.000 sulsel, 56.7
sultra, 5.9
kaltim, 4.2
sulut, 3.9
pabar, 3.4
pap, 3.2
sulteng, 2.7
ntt, 2.7
dki, 2.5Lainnya, 14.8
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Pe
rtan
ian
Pe
rtam
ban
gan
Ind
ust
ri P
en
gola
han
List
rik
Ko
nst
ruks
i
Pe
rdag
anga
n
Tras
po
rtas
i & K
om
un
ikas
i
Keu
anga
n
Jasa
dibawah UMK diatas UMK
SD27%
SMP16%
SMA28%
D1/D2/D34%
D4/S123%
S2/S32%
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DI KOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 31
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2016 mencapai
Rp926,33 miliar atau 13,75% dari anggaran sebesar Rp6,74 triliun. Sumber
realisasi belanja sebagian besar berasal dari belanja operasional
dan transfer dengan nilai yang lebih besar dibandingkan tahun
sebelumnya.
Sedangkan realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun
atau 12,5% dari yang dianggarkan sebesar Rp19,03 triliun, dengan
peningkatan terbesar pada belanja modal dan belanja pegawai.
Dengan kondisi demikian, maka realisasi penyerapan anggaran
APBD dan APBN di Sulsel mendorong peningkatan ekonomi Sulsel
triwulan I 2016.
BAB 2 Keuangan Daerah
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
2.1. Struktur Anggaran
Keuangan Pemerintah di Sulsel terdiri atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan keuangan pemerintah pusat di daerah (APBN di Sulsel), dengan porsi
terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota. Pada tahun anggaran 2016, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah
dan pemerintah pusat di Sulsel diperkirakan mencapai Rp60,51 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 11,1%, APBD
Kabupaten/Kota 57,4%, dan APBN di Sulsel 31,4% (Grafik 2.1).
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2016 (* Angka Anggaran Kab./Kota berdasarkan Historis 5 Tahun Terakhir)
Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan I 2016
(* Angka Realisasi Kab./Kota berdasarkan Historis 5 Tahun Terakhir)
Sampai dengan triwulan I 2016, realisasi belanja APBD Kab/Kota memiliki porsi paling besar dibandingkan kelompok
belanja pemerintah lainnya. Realisasi APBD Kab/Kota pada triwulan I 2016 mencapai Rp3,95 triliun atau 54,5% dari total
realisasi belanja pemerintah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel mencapai Rp2,38 triliun atau 32,8% dari total
realisasi belanja. Sedangkan APBD Provinsi mencapai Rp926 miliar atau 12,8% dari total realisasi belanja (Grafik 2.2).
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi
2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan
Nilai realisasi pendapatan Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 mengalami penurunan. Jumlah realisasi pendapatan pada
triwulan I 2016 mencapai Rp1,56 triliun lebih rendah dari periode yang sama 2015 (Rp1,67 triliun). Secara
nominalpendapatan asli daerah (PAD) mencapai Rp623,18miliar atau 39,86% dari total pendapatan. Nilai PAD yang masih
rendah mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada awal tahun 2016 masih belum signifikan terhadap
penambahan PAD Sulsel. Sementara di sisi lain, nilai realisasi pendapatan transfer mencapai Rp940,2 miliar meningkat
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya Rp698,76 miliar. Peningkatan yang cukup tinggi ini, mengindikasikan bahwa
transfer dana dari pemerintah pusat kepada Sulsel telah turut menopang ekonomi Sulsel di triwulan I 2016.
Sumber:Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel
APBN; Rp19.028;
31,4%
APBD PROVINSI; Rp6.735;
11,1%
APBD KAB/ KOTA;
Rp34.749; 57,4%
ANGGARAN 2016
(Rp miliar)
APBN; Rp2.379;
32,8%
APBD PROVINSI;
Rp926; 12,8%
APBD KAB/
KOTA; Rp3.954,4
; 54,5%
REALISASI TW I 2016 (Rp miliar)
Rp474 Rp510 Rp597 Rp664 Rp623
Rp636 Rp599 Rp634 Rp699 Rp940
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
Rp miliar
Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 33
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan
Persentase6realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 baru mencapai 22,83% dari target yang
dianggarkan. Persentase realisasi pendapatan ini lebih rendah dari pencapaian triwulan I tahun lalu sebesar 25,87%.
Secara nominal, realisasi pendapatan daerah pada triwulan I 2016 sebesar Rp1,56 triliun, lebih rendah dari triwulan I
tahun lalu (Rp1,67 triliun). Penurunan pendapatan bersumber dari realisasi PAD, terutama komponan lain-lain PAD yang
sah (dengan komponen pendapatan hibah) sebesar Rp15,51 miliar (8,3%) lebih rendah dari triwulan I 2015 (Rp72,11
miliar atau 39,39% dari target). Namun untuk pendapatan pajak dan pendapatan retribusi masing mengalami
peningkatan secara nominal, masing-masing menjadi Rp588,41 miliar (18,71%) dan Rp19,26 miliar (22,21%).
Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi pendapatan transfer pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan baik secara nominal maupun persentase
dibandingkan dengan triwulan I tahun lalu. Persentase realisasi pendapatan transfer tahun lalu 23,38% dengan nominal
Rp698,76 miliar, sementara realisasi tahun ini 28,25% dengan nominal sebesar Rp940,2 miliar. Semua komponen
pendapatan transfer mengalami peningkatan, yakni dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum
(DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan transfer pemerintah pusat lainnya. DBH triwulan I 2016 telah mencapai Rp67,53
miliar (23,97%), sementara triwulan I tahun lalu belum terealisasi. DAU telah mencapai Rp464,72 miliar (33,33%),
meningkat dari triwulan I tahun lalu sebesar Rp393,34 miliar (33,33%). DAK baru mencapai Rp120juta (0,03%), sementara
triwulan I tahun lalu belum terealisasi. Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai Rp407,83 miliar (33,24%),
sementara triwulan I tahun lalu sebesar Rp305,43 miliar (24,47%). Demikian pula pada pos lain-lain pendapatan yang sah,
tercatat sebesar Rp830 juta (7,01%), lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang baru sebesar Rp60 juta (0,25%).
2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja
Porsi realisasi belanja transfer triwulan I 2016 meningkat dibandingkan triwulan I tahun sebelumnya. Porsi realisasi
belanja transfer menunjukkan peningkatan menjadi 26,2% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari realisasi triwulan I 2015
sebesar 13,8% (Rp 87,19 miliar). Pada triwulan I 2016, porsi belanja operasional menjadi 73,7% (Rp682,49 miliar) lebih
rendah dari triwulan I 2015 sebesar 86,0% (Rp542,47 miliar). Sementara kontribusi belanja modal masih relatif rendah,
0,11% atau senilai Rp 1,05 miliar, lebih rendah dari porsi realisasi triwulan I 2015 sebesar 0,23% atau Rp1,44 miliar.
6Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan).
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.432,70 663,54 19,33% 3.511,64 623,18 17,75%
- Pendapatan Pajak Daerah 3.067,50 578,72 18,87% 3.145,44 588,41 18,71%
- Pendapatan Retribusi Daerah 93,12 12,72 13,66% 86,71 19,26 22,21%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 89,01 - 0,00% 92,58 - 0,00%
- Lain-lain PAD yang Sah 183,06 72,11 39,39% 186,91 15,51 8,30%
PENDAPATAN TRANSFER 2.988,42 698,76 23,38% 3.328,11 940,20 28,25%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281,79 - 0,00% 281,79 67,53 23,97%
- DAU 1.180,01 393,34 33,33% 1.394,15 464,72 33,33%
- DAK 278,36 - 0,00% 425,08 0,12 0,03%
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.248,26 305,43 24,47% 1.227,09 407,83 33,24%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24,66 0,06 0,25% 11,82 0,83 7,01%
JUMLAH PENDAPATAN 6.445,78 1.667,79 25,87% 6.851,57 1.564,21 22,83%
ANGGARAN
2016
REALISASI TRIWULAN I 2016ANGGARAN
2015
REALISASI TRIWULAN I 2015U R A I A N
BAB 2 Keuangan Daerah
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja
Nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan I 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Realisasi belanja pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp926,33 miliar atau 13,75% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74
triliun. Dengan demikian realisasi ini lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan I 2015 sebesar
Rp631,09 miliar atau secara persentase 9,53% dari target sebesar Rp6,62 triliun.
Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi belanja operasional triwulan I 2016 yang bersifat rutin, tercatat lebih tinggi dari triwulan I 2015. Total pos
belanja operasional hingga awal 2016 terealisasi Rp682,49 miliar (15,36%), meningkat dibandingkan triwulan I 2015
sebesar Rp542,47 miliar (12,5%). Persentase realisasi belanja operasional yang lebih tinggi terjadi pada belanja barang
Rp488 Rp527 Rp574 Rp542 Rp682
Rp4
Rp0
Rp9
Rp1
Rp1
Rp135 Rp31 Rp201 Rp87 Rp243
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
Rp miliar
Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
NOMINAL % REALISASI NOMINAL % REALISASI
BELANJA
BELANJA OPERASIONAL 4.340,27 542,47 12,50% 4.444,69 682,49 15,36%
- Belanja Pegawai 1.158 188,08 16,24% 1.235,45 197,95 16,02%
- Belanja Barang 1.405 51,87 3,69% 1.445,46 55,84 3,86%
- Belanja Bunga 29 6,51 22,38% 39,50 6,31 15,97%
- Belanja Hibah 1.269 296,00 23,32% 1.324,05 422,39 31,90%
- Belanja Bantuan Keuangan 478,23 - 0,00% 400,22 - 0,00%
BELANJA MODAL 1.005,56 1,44 0,14% 882,28 1,05 0,12%
- Belanja Tanah 112,03 - 0,00% 25,25 - 0,00%
- Belanja Peralatan & Mesin 158,60 1,13 0,71% 149,95 1,01 0,68%
- Belanja Gedung dan Bangunan 154,41 0,05 0,03% 143,85 - 0,00%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 561,82 0,02 0,00% 544,85 0,03 0,01%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,19 0,00 0,02% 1,52 - 0,00%
- Aset Lainnya 17,51 0,23 1,33% 16,86 0,00 0,02%
BELANJA TIDAK TERDUGA 4,50 - 0,00% 24,75 - 0,00%
JUMLAH BELANJA 5.350,33 543,90 10,17% 5.351,72 683,54 12,77%
TRANSFER 1.269,19 87,19 6,87% 1.383,43 242,78 17,55%
TOTAL BELANJA 6.619,51 631,09 9,53% 6.735,15 926,33 13,75%
SURPLUS / (DEFISIT) (173,73) 1.036,70 -596,71% 116,42 637,88 547,91%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 309,73 153,24 49,47% 50,00 - 0,00%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 136,00 34,00 25,00% 50,00 - 0,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN 173,73 119,24 68,63% - - 0,00%
ANGGARAN
2016
REALISASI TRIWULAN I 2016ANGGARAN
2015
REALISASI TRIWULAN I 2015U R A I A N
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 35
dan hibah masing-masing Rp55,84 miliar (3,86%) dan Rp422,39 miliar (31,9%) dari Rp51,87 miliar (3,69%) dan Rp296
miliar (23,32%). Sementara untuk belanja operasional yang cenderung menurun antara lain belanja pegawai dan belanja
belanja bunga menjadi masing-masing Rp197,95 miliar (16,02%) dan Rp6,31 miliar (15,97%) dari Rp188,08 miliar (16,24%)
dan Rp6,51 miliar (22,38%).
Pembangunan infrastruktur yang bersumber dari realisasi belanja modal pada triwulan I 2016 lebih kecil dibandingkan
realisasi pada triwulan I 2015. Pada triwulan I 2016 realisasi belanja modal baru mencapai 0,12% atau sebesar Rp1,05
miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan I tahun lalu sebesar 0,14% atau Rp1,44 miliar. Belanja modal yang telah
terealisasi antara lain belanja peralatan/mesin dan belanja jalan/irigasi/jaringan, dengan nilai realisasi yang masih relatif
minimal, masing-masing sebesar Rp1,01 miliar (0,68%)dan Rp30 juta (0,01%).
Di sisi lain, realisasi transfer berupa bagi hasil pajak, retribusi, dan pendapatan ke Kabupaten/Kota, mengalami
peningkatan. Realisasi transfer pada triwulan I 2016 tercatat 17,55% (Rp242,78 miliar), lebih tinggi dari triwulan I tahun
sebelumnya 6,87% (Rp87,19 miliar). Peningkatan transfer ke Kabupaten/Kota diharapkan juga diserap dengan baik dan
akan meningkatkan ekonomi di daerah masing-masing.
Pada triwulan I 2016, masih terjadi surplus Rp637,88 miliar. Surplus tersebut lebih tinggi dibandingkan yang
direncanakan (Rp116,42 miliar). Hal ini disebabkan karena penyerapan belanja masih belum optimal, sementara dari sisi
pendapatan transfer telah diperoleh sesuai dengan polanya.
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel7
2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Di tingkat Kabupaten dan Kota, realisasi belanja operasional mendominasi pengeluaran dibanding komponen lainnya.
Porsi belanja operasional 2015 mencapai Rp18,58 triliun (73,7%), sementara belanja modal sebesar Rp6,14 triliun
(24,3%), transfer sebesar Rp470,83 miliar (1,9%), dan belanja tidak terduga sebesar Rp16,66 miliar (0,1%).
Grafik 2.5. Proporsi Realisasi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja
Persentase realisasi total belanja APBD Kabupaten/Kota pada 2015 tergolong relatif tinggi. Persentase realisasi belanja
mencapai Rp25,22 triliun (83,52%) dari yang dianggarkan Rp30,20 triliun.Pendorong cukup tingginya persentase realisasi
belanja terutama berasal dari belanja operasional sebesar Rp18,58 triliun. Penyerapan tertinggi (>90%) terdapat di Kab.
Luwu Timur, Kota Palopo, Kab. Pangkep, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sidenreng Rappang, Kab. Luwu Utara, Kab. Maros,
dan Kab. Gowa. Sementara itu, realisasi belanja modal mencapai Rp6,14 triliun. Penyerapan tertinggi (>90%) terdapat di
Kab. Pangkep, Kab Gowa dan Kab. Pinrang.
7 Realisasi untuk triwulan I 2016 belum diperoleh. Pembahasan masih dari realisasi 2015, dari 21 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Luwu
Timur, Kab. Luwu Utara, Kab.Toraja Utara, Kab.Tana Toraja, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Enrekang, Kab. Pinrang, Kab. Sidrap, Kota Parepare, Kab.Barru, Kab. Soppeng, Kab. Bone, Kab. Wajo, Kab. Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Pangkep, Kab. Maros, Kota Makasar, Kab. Gowa, dan Kab. Takalar.
Belanja Operasi
Rp18,58 T(73,7%)
Belanja Modal
Rp6,14T(24,3%)
Belanja tidak
terdugaRp16,66M
(0,1%)
Transfer RP470,83M
(1,9%)
BAB 2 Keuangan Daerah
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel
*) Angka perkiraan Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Sebagian besar Kabupaten/Kota merealisasikan APBD-nya relatif tinggi. Rata-rata persentase realisasi APBD
Kabupaten/Kota mencapai 83,52%, dimana 16 Kabupaten/Kota diantaranya mampu merealisasikan di atas persentase
rata-rata. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kabupaten Luwu Timur (96,34%), sementara realisasi terendah
dicapai oleh Kota Parepare (55,31%). Penyerapan belanja Kabupaten dan Kota menjadi kunci untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Sulsel yang lebih tinggi.
2.4. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel
2.4.1 Struktur Realisasi Belanja
Realisasi belanja modal pada APBN di Sulsel triwulan I 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2015.
Pada triwulan I 2016, porsi belanja modal mengalami peningkatan menjadi 16,7% (Rp397,22 miliar), dari triwulan I tahun
lalu 5,77% (Rp120,36 miliar). Sementara porsi belanja pegawai mencapai 57,61% dari total keseluruhan realisasi belanja
APBN di Sulsel sebesar Rp6,89 triliun. Porsi belanja pegawai ini relatif turun dibandingkan triwulan I 2015 yang mencapai
58,85% (Rp1,23 triliun). Sementara, porsi belanja barang tercatat 25,52%, relatif naik dibandingkan triwulan I 2015
(20,25%). Sementara itu, porsi belanja untuk bantuan sosial pada triwulan I 2016 turun signifikan di kisaran 0,17% (Rp4,06
miliar) pada triwulan I 2016 dari realisasi triwulan I 2015 sebesar Rp315,41 miliar.
Belanja
Operasi
Belanja
Modal
Total
Belanja
Belanja
Operasi
Belanja
Modal
Total
Belanja
Belanja
Operasi
Belanja
Modal
Total
Belanja
Kab. Luwu Timur 868,71 482,42 1.352,63 875,52 427,64 1.303,16 100,78 88,65 96,34
Kab. Pangkep 888,38 440,04 1.329,43 820,06 404,46 1.224,99 92,31 91,91 92,14
Kab. Gowa 1.152,59 413,98 1.569,35 1.038,71 382,33 1.421,05 90,12 92,35 90,55
Kab. Pinrang 937,48 350,39 1.290,37 837,00 317,04 1.155,83 89,28 90,48 89,57
Kab. Luwu Utara 918,77 186,98 1.108,41 830,70 158,30 991,01 90,41 84,66 89,41
Kab. Kepulauan Selayar 613,60 223,36 838,37 564,16 182,50 747,75 91,94 81,70 89,19
Kab. Bantaeng* 602,39 79,96 683,35 532,91 61,83 604,53 88,47 77,32 88,47
Kab. Bone 1.467,87 336,57 2.020,02 1.252,20 301,18 1.760,52 85,31 89,49 87,15
Kab. Bulukumba 1.124,64 385,60 1.519,33 999,75 322,05 1.321,80 88,90 83,52 87,00
Kab. Sinja i* 579,26 135,73 717,98 512,45 104,95 619,27 88,47 77,32 86,25
Kab. Jeneponto* 759,39 200,63 965,93 671,80 155,14 831,92 88,47 77,32 86,13
Kab. Maros 854,07 362,79 1.218,36 771,51 275,90 1.047,73 90,33 76,05 86,00
Kab. Enrekang 711,14 323,99 1.035,88 629,79 256,89 886,68 88,56 79,29 85,60
Kota Palopo 657,31 229,01 887,30 621,85 137,38 759,23 94,61 59,99 85,57
Kab. Luwu 844,26 315,20 1.289,02 737,45 221,68 1.085,63 87,35 70,33 84,22
Kab. Sidenreng Rappang 746,23 465,67 1.249,52 678,04 333,13 1.045,78 90,86 71,54 83,69
Kota Makassar 2.683,61 779,06 3.475,89 2.216,07 667,96 2.893,63 82,58 85,74 83,25
Kab. Toraja Utara 638,82 199,47 840,33 550,18 135,66 687,43 86,12 68,01 81,80
Kab. Wajo 961,41 469,10 1.499,02 801,79 324,71 1.194,81 83,40 69,22 79,71
Kab. Soppeng 812,48 283,00 1.096,87 584,32 223,97 808,41 71,92 79,14 73,70
Kab. Barru 685,47 372,36 1.060,83 502,95 263,96 766,90 73,37 70,89 72,29
Kab. Tana Toraja 700,55 340,74 1.042,79 554,65 175,26 730,06 79,17 51,43 70,01
Kab. Takalar 852,93 263,85 1.156,71 647,43 133,66 807,51 75,91 50,66 69,81
Kota Pare-Pare 647,32 299,14 949,46 353,70 171,30 525,18 54,64 57,26 55,31
Total 21.708,69 7.939,05 30.197,16 18.584,98 6.138,86 25.220,84 85,61 77,32 83,52
Kabupaten/Kota
Anggaran 2015 (Rp miliar) Realisasi 2015 (Rp miliar) Realisasi Anggaran 2015 (%)
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 37
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
Grafik 2.6. Proporsi Belanja APBN di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Persentase realisasi belanja APBN Sulsel pada triwulan I 2016 lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan I 2015.
Pada triwulan I 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 12,5%, lebih tinggi dari pencapaian triwulan I 2015
(9,25%). Jika dilihat dari segi nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan I 2016 tercatat Rp2,38 triliun, lebih
besar dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar Rp2,08 triliun. Peningkatan nominal penyerapan anggaran belanja APBN
di Sulsel ini dikarenakan himbauan untuk penyelesaian pembayaran dan optimalisasi penyerapan untuk belanja rutin
sesuai polanya.
Nominal realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulsel masih didominasi oleh belanja pegawai. Pada triwulan I
2016, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp1,37 triliun atau 19,88% dari pagu anggaran. Realisasi
belanja pegawai ini lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan I tahun lalu, baik secara persentase (18,4%) maupun secara
nominal (Rp1,23 triliun). Demikian pula, realisasi persentase belanja barang dan belanja modal masing-masing 8,64%
dan7,86%, meningkat dibandingkan triwulan I tahun lalu masing-masing 6,43%dan 1,56%. Sementara itu, belanja bantuan
sosial mengalami penurunan menjadi sebesar 7,87% (Rp4,06miliar), dari realisasi triwulan I tahun lalu sebesar 19,9%
(Rp315,41 miliar). Sementara itu, realisasi transfer untuk Dana Desa belum terealisasi sesuai tahapan8.
Tabel 2.4. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan I Per Jenis Belanja
Sumber: DJPbN Prov. Sulsel, diolah
2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB
Peran realisasi komponen pendapatan terhadap ekonomi daerah9 pada triwulan I 2016 cenderung meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama peran transfer pemerintah pusat. Rasio pendapatan
transfer terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) pada triwulan I 2016 tercatat 1,07%, lebih tinggi dari triwulan I
2015 yang tercatat 0,89%. Sementara itu, rasio PAD terhadap PDRB ADHB memperlihatkan sedikit penurunan pada
8 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).
9 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
Rp886,22 Rp978,42 Rp1.104,11 Rp1.226,54 Rp1.370,43
Rp390,42 Rp304,79
Rp451,39 Rp421,96 Rp607,01
Rp204,06 Rp280,56 Rp120,85
Rp120,36
Rp397,22 Rp166,48 Rp49,89
Rp132,93 Rp315,41 Rp4,06
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tw I 2012 Tw I 2013 Tw I 2014 Tw I 2015 Tw I 2016
Rp miliar
Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai
Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi
Belanja Pegawai 6.666,25 1.226,54 18,40% 6.893,72 1.370,43 19,88%
Belanja Barang 6.562,07 421,96 6,43% 7.029,32 607,01 8,64%
Belanja Modal 7.722,19 120,36 1,56% 5.053,65 397,22 7,86%
Belanja Bantuan Sosial 1.584,60 315,41 19,90% 51,62 4,06 7,87%
JUMLAH BELANJA 22.535,11 2.084,28 9,25% 19.028,31 2.378,72 12,50%
ANGGARAN
2016
Realisasi s/d Triwulan I 2016U R A I A N
ANGGARAN
2015
Realisasi s/d Triwulan I 2015
BAB 2 Keuangan Daerah
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
triwulan I 2016 (0,71%) dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 0,85% (Grafik 2.7). Hal ini sebagai indikator bahwa peran
transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) mampu mendorong peningkatan ekonomi Sulsel triwulan I 2016.
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Peran realisasi komponen belanja APBD dan APBN di Sulsel pada triwulan I 2016, untuk stimulus ekonomi daerah10
cenderung meningkat. Rasio belanja operasional terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 2016 sebesar 3,03%, lebih tinggi
dari triwulan I 2015 yang tercatat 2,79%. Tingginya rasio belanja operasional searah dengan masih kuatnya investasi
pemerintah pada triwulan I 2016. Rasio belanja modal terhadap PDRB ADHB pada triwulan I 2016 meningkat menjadi
0,45% dari 0,16% pada triwulan I 2015. Realisasi pembangunan jaringan irigasi, jalan nasional, bendungan, dan kawasan
permukiman yang dilakukan pada awal 2016 telah mendorong peran belanja modal.
10 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
0,88 0,86 0,87 0,85 0,71
1,18
1,01 0,92 0,89
1,07
-
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
%
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer
3,29 3,05 3,09 2,79 3,03
0,39
0,47
0,19 0,16
0,45
-
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
2,50
2,60
2,70
2,80
2,90
3,00
3,10
3,20
3,30
3,40
Tw I-2012 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016
% %
Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
BAB 2 Keuangan Daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 39
Boks 2.A. Forum Fiskal-Moneter: Perkuat Ekonomi Regional
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan kegiatan capacity building mengenai
ekonomi moneter dan fiskal pada 5 April 2016. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk sinergitas yang mencerminkan
terjalinnya koordinasi yang baik antara Sektor Moneter dan Fiskal di daerah. Kegiatan tersebut diperuntukkan khusus bagi
pegawai terutama pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, serta staf ahli DPRD.
Capacity building ini rencananya akan diselenggarakan di 5 kota besar di Sulsel yang dilakukan secara bergiliran.
Pembagian wilayah mengacu pada wilayah zona Inflasi Sulsel yaitu Zona Makassar (Kab. Pangkep, Maros, Gowa, Takalar
dan Kota Makassar), Zona Bone (Kab. Soppeng, Wajo, Sinjai dan Bone), Zona Palopo (Kab. Luwu, Luwu Timur dan Utara,
Toraja, Tana Toraja dan Kota Palopo), Zona Parepare (Kab. Enrekang, Pinrang, Sidrap, Barru dan Kota Parepare) dan Zona
Bulukumba (Kab. Bantaeng, Jeneponto, Selayar dan Bulukumba). Sebagai kota dengan bobot inflasi terbesar di Sulawesi
Selatan (mencapai sekitar 70%), Kota Makassar dan wilayah zona inflasinya, didaulat sebagai zona pertama yang
mengawali kegiatan capacity building.
Melalui kegiatan capacity building diharapkan para pegawai/pejabat dimaksud memiliki bekal pemahaman yang cukup
mengenai ekonomi, moneter dan fiskal. Dengan pemahaman yang cukup, diharapkan mampu merumuskan/menyusun
kebijakan daerah dengan baik, dalam arti memiliki bobot strategis yang tinggi, tidak berbenturan atau tumpang tindih
(overlap) dengan kebijakan pemerintah pusat/Nasional dan dapat diimplementasikan dengan mudah. Selain itu, dengan
memiliki bekal pemahaman moneter yang baik, mereka juga diharapkan dapat berkontribusi positif dalam upaya
pengendalian Inflasi di daerah. Sedangkan terkait dengan aspek fiskal, para pegawai/pejabat pemerintah daerah
diharapkan mampu menggali potensi sumber pendapatan asli daerah, dan dapat mendorong percepatan
penyerapan/realisasi anggaran belanja secara optimal, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN yang dialokasikan
di daerah. Dengan demikian, setiap belanja yang direalisasikan memiliki multiplier effect yang tinggi, sehingga mampu
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Gambar 2.A.1. Keynote Speech Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulsel Gambar 2.A.2. Kegiatan Capacity Building
Gambar 2.A.3. Peserta Kegiatan Capacity Building
BAB 2 Keuangan Daerah
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 41
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2016 tercatat 5,70% (yoy) lebih tinggi
dari akhir 2015 (4,48%, yoy), yang secara umum disebabkan oleh
kelompok bahan makanan. Peningkatan inflasi pada kelompok bahan
makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat
belum masuknya musim panen di beberapa sentra pangan Sulsel.Selain itu,
juga tercatat peningkatan tekanan inflasi pada kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan. Berdasarkan agregasinya, peningkatan
inflasi Sulsel di triwulan I 2016 terutama bersumber dari penurunan tekanan
inflasi di kelompok administered price dan volatile food, masing-masing
karena kenaikan tarif angkutan udara dan pergeseran musim panen.
Pelaksanaan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan dilakukan
dengan melibatkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan instansi
lainnya melalui pelaksanaan rapat koordinasi TPID Provinsi Sulsel. Selain itu,
Bank Indonesia juga aktif dalam melakukan komunikasi dan program
pengembangan UMKM dan klaster komoditas pangan.
BAB 3INFLASI
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
3.1. Inflasi Umum
Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2016 meningkat, searah dengan peningkatan inflasi Nasional. Inflasi Sulsel di triwulan I
2016 tercatat 5,70% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 yang tercatat 4,48% (yoy). Angka inflasi
Sulsel di triwulan laporan tercatat lebih tinggi dari inflasi Nasional sebesar 4,45% (yoy). Secara umum, peningkatan
tekanan inflasi disebabkan oleh peningkatan harga di kelompok Bahan Makanan. Peningkatan inflasi pada kelompok
Bahan Makanan disebabkan oleh terbatasnya pasokan bahan pangan akibat belum masuknya musim panen di beberapa
sentra pangan Sulsel. Selain kelompok Bahan Makanan, kelompok komoditas lain yang tercatat mengalami peningkatan
tekanan inflasi adalah kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Sementara itu, penurunan harga di tiga
kelompok komoditas lainnya menjadi faktor penahan inflasi Sulsel tidak bergerak lebih tinggi.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa11
Berdasarkan kelompok komoditas, peningkatan harga di kelompok Bahan Makanan menjadi penyebab peningkatan
tekanan inflasi di triwulan I 2016. Inflasi kelompok Bahan Makanan tercatat 12,46% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 8,78% (yoy). Kelompok komoditas lain yang tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi adalah
kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Sementara itu, tiga kelompok komoditas lainnya yaitu kelompok
Makanan Jadi, kelompok Perumahan, Kelompok Sandang, kelompok Kesehatan, dan kelompok Transpor mengalami
penurunan tekanan inflasi diperiode laporan.
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
11 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 43
3.2.1 Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan I 2016, inflasi kelompok bahan makanan
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Tekanan inflasi meningkat dari 8,78% (yoy)
pada akhir tahun 2015 menjadi 12,46% (yoy) di triwulan I
2016. Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada 5
subkelompok, yaitu subkelompok bumbu-bumbuan,
subkelompok sayur-sayuran, subkelompok bahan
makanan, subkelompok ikan segar, subkelompok daging
dan hasil-hasilnya, dan subkelompok buah-buahan. Inflasi
peningkatan inflasi tertinggi terjadi di subkelompok
bumbu-bumbuan dari -19,73% (yoy) di akhir tahun 2015
menjadi 33,94% (yoy) di triwulan I 2016.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Lebih rinci di tingkat komoditas, beras dan cabai menjadi komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di
triwulan I 2016. Beras tercatat inflasi 9,17% (yoy) dan memberikan andil 0,45% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel
diakhir triwlan I 2016. Sementara cabai rawit tercatat inflasi 76,32% (yoy) dan memberikan andil 0,25%. Varian cabai
lainnya, yaitu cabai merah juga mengalami inflasi sebesar 61,02% (yoy) dengan andil inflasi 0,09%. Selain tiga komoditas
tersebut, komoditas lain yang tercatat memberikan andil inflasi adalah tomat sayur dan ikan bandeng. Kedua komoditas
ini memberikan andil inflasi masing-masing 0,20% dan 0,19% dari total dari total inflasi tahunan Sulsel diakhir triwulan I
2016.
Terbatasnya pasokan akibat siklus pertanian yang belum memasuki masa panen menjadi penyebab meningkatnya
tekanan inflasi di kelompok bahan makanan. Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras
akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim panen di awal tahun 2016. Padi diperkirakan
baru akan memasuki musim panen di akhir Maret hingga awal April 2016. Selain beras, komoditas lain yang mengalami
kendala pasokan di periode laporan adalah bawang merah dan cabai. Sama dengan beras, kedua komoditas ini juga
terkendala akibat siklus pertanian yang baru memasuki musim tanam di periode laporan.
Beras masih menjadi masalah utama inflasi di awal tahun 2016. Diperiode laporan, beras tercatat mengalami inflasi
9,17% (yoy). Meskipun lebih rendah dibandingkan inflasi di akhir tahun 2015 (18,32%; yoy), namun beras masih menjadi
penyumbang inflasi terbesar dengan andil inflasi 0,45% (yoy) terhadap inflasi tahunan Sulsel. Selain itu, tingginya inflasi
beras juga disebabkan oleh belum optimalnya manajemen stok baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Kekuatan pedagang dalam menentukan harga, banyaknya pedagang dari luar Sulsel yang langsung membeli beras di
petani, dan fungsi Sulsel sebagai pemasok Beras di berbagai provinsi turut mengerek tingkat harga Beras di Sulsel (lihat
boks 3.A).
3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
dan tembakau pada akhir triwulan I 2016 tercatat
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok
ini mencatat laju inflasi tahunan 0,88% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat 4,82% (yoy) (Grafik 3.3). Penurunan tekanan
inflasi terjadi di seluruh subkelompok dengan penurunan
tertinggi terjadi di subkelompok minuman non alkohol dari
7,37% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 6,20% (yoy) di
triwulan I 2016. Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
BAB 3INFLASI
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Lebih rinci ke tingkat komoditas, 26 dari 49 komoditas di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok mengalami
penurunan tekanan inflasi. Komoditasketupat/lontong sayur, rendang, roti manis, kembang gula dan coklat bubuk instan
tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Di sisi lain, penurunan
tekanan inflasi ini tertahan oleh kenaikan harga di beberapa komoditas terutama di lima komoditas penyumbang inflasi
terbesar yaitumie, martabak, nasi dengan lauk, gula pasir, dan estercatat sebagai lima komoditas utama penyumbang
inflasi di periode laporan.
3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Pada triwulan I 2016, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami penurunan
dibandingkan akhir tahun 2015. Laju inflasi kelompok tersebut tercatat 3,40% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang tercatat 4,13% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi di subkelompok biaya tempat tinggal dan
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Di periode laporan, kedua subkelompok ini mengalami inflasi masing-
masing sebesar 2,85% (yoy) dan 1,43% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di periode sebelumnya yang secara
berurutan mengalami inflasi masing-masing 3,87% (yoy) dan 3,86% (yoy). Di sisi lain, dua subkelompok lainnya yaitu
subkelompok perlengkapan rumah tangga dan subkelompok penyelenggaraan rumah tangga tercatat mengalami
peningkatan tekanan inflasi di periode laporan dari masing-masing 4,80% (yoy) dan 5,05% (yoy) di akhir tahun 2015
menjadi 6,65% (yoy) dan 5,09% (yoy) di triwulan I 2016.
Lebih rinci per komoditas, 33 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
mengalami penurunan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan
inflasi adalah kusen, pasir, jasa pembuangan sampah, piring, dan lampu neon. Andil inflasi kelima komoditas ini turun
signifikan dari masing-masing 0,121% (yoy), 0,120% (yoy), 0,080% (yoy), 0,052% (yoy), 0,029% (yoy) di triwulan IV 2015
menjadi masing-masing 0,009% (yoy), 0,041% (yoy), 0,013% (yoy), 0,006% (yoy), dan 0,001% (yoy) di triwulan laporan.
Selain itu, terdapat dua komoditas yang mengalami penurunan harga yaitu besi beton dan batu bata/batu tela dengan
tingkat inflasi masing-masing sebesar -1,90% (yoy) dan -0,01% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok ini
tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 32 komoditas. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi
tertinggi adalah tukang bukan mandor, kontrak rumah, bahan bakar rumah tangga, tempat tidur, dan lemari pakaian.
Andil kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing 0,006% (yoy), -0,007% (yoy), 0,009% (yoy), 0,002% (yoy), dan
0,011% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,135% (yoy), 0,046% (yoy), 0,055% (yoy), 0,041% (yoy), dan
0,046% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5.Indeks Harga Properti Residensial
Penurunan tekanan inflasi di perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakarsecara langsung disebabkan olehpenurunan
tarif listrik, harga bensin, dan harga solar. Pada awal 2016, pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM
bersubsidi seiring dengan penurunan harga minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. BBM bersubsidi jenis
Solar dan Bensin turun masing-masing dari Rp 6.700/liter dan Rp7.300/liter menjadi Rp5.950/liter (turun 4,79%) dan Rp
Rp7.150/liter (turun 15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari
2016. Pada golongan 1.300 VA dan 2.200 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kWh) atau sebesar
Rp1.392 per kWh dari tarif Januari sebesar Rp1.409 per kWh. Sementara, tarif listrik tarif listrik pada tegangan menengah
untuk bisnis skala besar, kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kWh, menjadi
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 45
Rp1.007,15 per kWh, dari Rp1.071 per kWh. Penurunan tarif listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude Price
(ICP) pada periode Desember 2015 yang menjadi dasar perhitungan tarif listrik periode Februari 2016 mengalami
penurunan. ICP Desember turun dari USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel.
Penurunan tekanan inflasi di kelompok ini terkonfirmasi juga dari hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang
dilaksanakan Bank Indonesia. Hasil SHPR triwulan I 2016 menunjukkan terjadinya perlambatan Indeks Harga Properti
Residensial (IHPR) dibandingkan periode sebelumnya. IHPR di triwulan laporan tercatat sebesar 309,03 dengan
pertumbuhan 9,87% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya 13,12% (yoy).
3.2.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di periode laporan, tingkat inflasi kelompok ini
tercatat 5,89% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi di triwulan IV 2015 yang tercatat 6,01% (yoy). Penurunan tekanan
inflasi berasal dari subkelompok sandang laki-laki, subkelompok sandang wanita, dan subkelompok sandang anak-anak.
Inflasi ketiga subkelompok ini tercatat secara berurut 5,87% (yoy), 6,18% (yoy), dan 7,17% (yoy) di periode laporan, lebih
rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat secara berurut 6,24% (yoy), 6,54% (yoy), dan 8,82% (yoy).
Sementara itu, subkelompok barang pribadi dan sandang lain tercatat menalami peningkatan tekanan inflasi dari 3,61%
(yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 4,83% (yoy) di periode laporan.
Lebih rinci per komoditas, 32 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan tekanan inflasi di
periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi adalahgaun/terusan, celana panjang
jeans, pembalut wanita, kaos kaki, dan popok bayi. Andil inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-masing 0,067%
(yoy), 0,067% (yoy), 0,067% (yoy), 0,032% (yoy), dan 0,029% (yoy) di periode laporan menjadi masing-masing 0,002%
(yoy), 0,010% (yoy),0,032% (yoy), 0,003% (yoy), dan 0,000% (yoy). Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi kelompok
sandang tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi di 37 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan
tekanan inflasi terbesar adalah baju kaos berkerah, tas tangan wanita, emas perhiasan, blus, celana dalam wanita. Andil
kelima komoditas ini meningkat dari masing-masing 0,002% (yoy), 0,012% (yoy), 0,000% (yoy), 0,001% (yoy), dan 0,001%
(yoy) di triwulan IV 2015 nenjadi masing-masing 0,064% (yoy), 0,044% (yoy), 0,020% (yoy), 0,016% (yoy), dan 0,014%
(yoy).
Peningkatan harga emas perhiasan dipengaruhi oleh pergerakan harga emas internasional.Peningkatan harga emas
disebabkan oleh trend harga emas global yang mulai meningkat dalam 2 triwulan terakhir. Meskipun masih tercatat
kontraksi, harga emas dunia tercatat mengalami peningkatan dari -7,91% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi -3,12% (yoy)
di angka USD1.180/troy oz pada triwulan laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional
3.2.5 Kelompok Kesehatan
Tekanan inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan pada triwulan I 2016.Pada triwulan laporan, kelompok ini
tercatat mengalami inflasi 2,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,02% (yoy).
Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok jasa kesehatan, subkelompok obat-obatan, dan subkelompok
BAB 3INFLASI
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
perawatan jasmani dan kosmetika. Di periode laporan, ketiga subkelompok ini tercatat mengalami inflasi masing-masing
3,14% (yoy); 1,81% (yoy); dan 3,30% (yoy); lebih rendah dibandingkan inflasi sebelumnya yang tercatat masing-masing
15,08% (yoy); 4,52% (yoy); dan 3,69% (yoy). Penurunan inflasi dikelompok ini tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi
pada subkelompok jasa perawatan jasmani dari 1,68% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 10,06% (yoy) di periode laporan.
Lebih rinci per komoditas, 22 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan inflasi di
periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di kelompok ini adalah kaca mata
plus/minus, tarip gunting rambut wanita, obat dengan resep, tarip puskesmas, dan deodorant. Kelima komoditas ini
mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing 0,042% (yoy); 0,042% (yoy); 0,025% (yoy); 0,011% (yoy); dan
0,012% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,001% (yoy); 0,013% (yoy); 0,002% (yoy); 0,000% (yoy); dan
0,002% (yoy) diperiode laporan. Di sisi lain, dari 18 komoditas yang mengalami peningkatan inflasi, 5 komoditas yang
mengalami peningkatan andil inflasi terbesar adalah bedak, dokter spesialis, tarip gunting rambut pria, dokter umum, dan
creambath. Kelima komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi dari 0,001% (yoy); 0,004% (yoy); 0,000%
(yoy); 0,001% (yoy); dan 0,000% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 0,024% (yoy); 0,021% (yoy); 0,016% (yoy); 0,014%
(yoy); dan 0,006% (yoy).
3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga juga mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan I 2016.Penurunan
tekanan inflasi didorong oleh penurunan inflasi di subkelompok pendidikan, subkelompok perlengkapan/perlengkapan
pendidikan, subkelompok rekreasi, dan subkelompok olahraga. Keempat subkelompok tersebut tercatat mengalami
penurunan inflasi dari masing-masing 3,83% (yoy); 0,94% (yoy); 1,62% (yoy); dan 3,88% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi
masing-masing 3,64% (yoy); 0,45% (yoy); 1,11% (yoy); dan 3,08% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan
inflasi di kelompok ini tertahan oleh peningkatan inflasi di subkelompok kursus/kursus dan pelatihan. Subkelompok ini
mengalami peningkatan tekanan inflasi dari 2,89% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 2,97% (yoy) di triwulan laporan.
Lebih rinci per komoditas, 19 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami
penurunan tekanan inflasi pada periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong penurunan tekanan inflasi di
kelompok ini adalah tabloid, biaya foto copy, pakaian olah raga anak, majalah berkala/dewasa, dan personal
komputer/desktop. Kelima komoditas ini mengalami penurunan andil inflasi dari masing-masing 0,001% (yoy); 0,007%
(yoy); 0,001% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,003% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,000% (yoy); 0,003%
(yoy); 0,000% (yoy); 0,001% (yoy); dan 0,000% (yoy) di periode laporan. Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi di kelompok
ini tertahan oleh inflasi di 11 komoditas, dimana 5 komoditas dengan peningkatan andil terbesar adalah taman kanak-
kanak, kursus komputer, sepeda anak, flash disk, dan vcd / dvd player. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan andil
inflasi dari masing-masing 0,008% (yoy); 0,001% (yoy); 0,000% (yoy); 0,000% (yoy); dan 0,005% (yoy) di triwulan IV 2015
menjadi masing-masing 0,010% (yoy); 0,002% (yoy); 0,001% (yoy); 0,000% (yoy); dan 0,006% (yoy) di periode laporan.
Sementara itu, 14 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya.
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 47
3.2.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pada triwulan I 2016, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Di periode laporan, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 2,80% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi 0,99% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini didorong
oleh inflasi di subkelompok transport dan jasa keuangan. Inflasi kedua subkelompok diperiode laporan mencapai 3,37%
(yoy) dan 1,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat mencapai -2,26% (yoy) dan 0,00%
(yoy). Peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh penurunan harga di subkelompok komunikasi dan
pengiriman dan subkelompok sarana dan penunjang transport yang tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dari -
0,01% (yoy) dan 9,38% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi -0,05% (yoy) dan 7,04% (yoy) di periode laporan.
Lebih rinci per komoditas, 10 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami
peningkatan tekanan inflasi di periode laporan. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan inflasi di kelompok
ini adalah bensin, angkutan dalam kota, biaya administrasi kartu atm, tarip sewa motor, dan angkutan antar kota. Kelima
komoditas tersebut mengalami peningkatan andil inflasi masing-masing dari -0,64% (yoy); -0,19% (yoy); 0,00% (yoy);
0,03% (yoy); dan -0,02% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,02% (yoy); 0,05% (yoy); 0,01% (yoy); 0,05%
(yoy); dan 0,00% (yoy). Di sisi lain, dari 14 komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi, lima komoditas utama
yang memberikan andil penurunan inflasi adalah angkutan udara, mobil, pemeliharaan/service, tarip parkir, kendaraan
dan carter/rental. Kelima komoditas tersebut mengalami penurunan tekanan inflasi masing-masing dari 0,233% (yoy);
0,154% (yoy); 0,020% (yoy); 0,024% (yoy); dan 0,079% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi masing-masing 0,113% (yoy);
0,086% (yoy); 0,011% (yoy); 0,017% (yoy); dan 0,073% (yoy) di periode laporan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
3.3. Inflasi Menurut Kota IHK12
Secara spasial, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 2016 disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi hampir di
seluruh kabupaten/kota IHK di Sulsel. Di triwulan laporan, Makassar, Palopo, Parepare, dan Watampone tercatat
mengalami peningkatan inflasi. Keempat kab/kota tersebut tercatat mengalami inflasi masing-masing 6,38% (yoy); 4,47%
(yoy); 3,82% (yoy); dan 1,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 5,18%
(yoy); 3,38% (yoy); 1,58% (yoy); dan 0,97% (yoy). Di sisi lain, peningkatan inflasi Sulsel tertahan oleh Bulukumba yang
tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi dari 2,17% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 2,16% di periode laporan.
Tekanan inflasi yang tinggi di daerah perkotaan (Makassar, Palopo, dan Parepare) mencerminkan karakteristik daerah
perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah, khususnya untuk komoditas pangan. Kondisi
ini menyebabkan daerah perkotaan harus dipasok dari daerah lain, dengan jalur distribusi yang relatif panjang.
12Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.
BAB 3INFLASI
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Bulukumba kembali menunjukan perbaikan pengendalian inflasi. Semenjak dimasukkan sebagai salah satu kota inflasi di
awal tahun 2014, Bulukumba secara konsisten berhasil menurunkan tingkat inflasinya. Setelah berhasil menurunkan
inflasi dari 14,10% (yoy) di awal 2014 menjadi 2,17% (yoy) di akhir 2015, inflasi Bulukumba kembali tercatat membaik di
awal tahun 2016 ini di angka 2,16% (yoy). Meskipun secara level inflasi Bulukumba bukan yang terendah, namun daerah
ini merupakan daerah paling progresif dalam perbaikan inflasi. Sementara itu, Kota Makassar yang merupakan kota
dengan bobot inflasi terbesar di Sulsel (78,12%) masih memiliki inflasi tertinggi di Sulsel di triwulan I 2016 yaitu 6,38%
(yoy). Di triwulan laporan, komoditas utama yang menjadi penyebab peningkatan inflasi di Makassar adalah beras, cabai
rawit, bendeng, dan ikan layang.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh penurunan pasokan bahan makanan khususnya beras. Di
tiga kota IHK, yaitu Makassar, Parepare, dan Bulukumba, beras masuk dalam lima komoditas utama penyumbang inflasi di
kota tersebut. Mundurnya musim tanam akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak pada mundurnya musim
panen di awal tahun 2016. Padi diperkirakan baru akan memasuki musim panen di akhir Maret hingga awal April 2016.
Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38
Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47
Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82
Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94
Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16
Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70
201620152014Kota
2012 2013
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 3.42% 3.24% 3.77% 3.71% 3.88% 3.68% 6.10% 5.25% 4.27% 4.20% 2.79% 6.65% 5.73% 6.73% 6.99% 4.05% 4.98%
Palopo 0.22% 0.21% 0.25% 0.24% 0.25% 0.24% 0.40% 0.34% 0.40% 0.47% 0.26% 0.57% 0.44% 0.44% 0.46% 0.22% 0.29%
Parepare 0.22% 0.21% 0.24% 0.24% 0.24% 0.23% 0.39% 0.33% 0.39% 0.39% 0.21% 0.66% 0.46% 0.49% 0.46% 0.11% 0.27%
Watampone 0.20% 0.19% 0.22% 0.22% 0.23% 0.22% 0.36% 0.31% 0.45% 0.47% 0.26% 0.47% 0.33% 0.25% 0.25% 0.06% 0.11%
Bulukumba 0.38% 0.39% 0.20% 0.26% 0.17% 0.17% 0.23% 0.06% 0.06%
Sulawasi Selatan 4.06% 3.85% 4.48% 4.40% 4.61% 4.36% 7.24% 6.22% 5.88% 5.92% 3.72% 8.61% 7.13% 8.07% 8.39% 4.48% 5.70%
201620152014Kota
2012 2013
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo
1 Beras Mie Bandeng/Bolu Beras Tomat Sayur
2 Cabai Rawit Angkutan Dalam Kota Pisang Rokok Kretek Bawang Merah
3 Bandeng/Bolu Beras Cabai Rawit Rokok Kretek Filter Angkutan Antar Kota
4 Layang/Benggol Nasi dengan Lauk Layang/Benggol Mobil Bahan Bakar Rumah Tangga
5 Tomat Sayur Bahan Bakar Rumah Tangga Asam Pisang Daging Ayam Ras
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 49
3.4. Disagregasi Inflasi13
Peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 2016 terutama
bersumber dari penurunan tekanan inflasi di kelompok
administered price dan volatile food. Kelompok
administered price dan volatile food tercatat mengalami
peningkatan tekanan inflasi dari masing-masing -1,74%
(yoy) dan 9,29% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 1,98%
(yoy) dan 13,24% (yoy) di periode laporan. Sementara itu,
kelompok inflasi inti (core) tercatat relatif stabil, dimana
kelompok komoditas ini mencatatkan inflasi 4,32% (yoy) di
periode laporan. Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Peningkatan inflasi kelompok administered price didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara. Angkutan udara
tercatat mengalami inflasi 15,22% (yoy) dengan andil 0,23% (yoy). Banyaknya libur panjang akhir pekan di penghujung
triwulan I 2016 mengakibatkan peningkatan permintaan disektor angkutan udara. Komoditas lain yang tercatat menjadi
penyumbang inflasi tertinggi di kelompok administered price adalah Bahan Bakar Rumah Tangga, Angkutan Dalam Kota,
dan Rokok Kretek Filter. Ketiga komoditas ini tercatat mengalami inflasi masing-masing 3,43% (yoy); 2,81% (yoy); dan
1,11% (yoy) dengan andil masing-masing 0,06% (yoy), 0,05% (yoy), dan 0,02% (yoy) terhadap total inflasi tahunan Sulsel.
Penurunan tarif listrik, harga bensin, dan harga solar menahan peningkatan inflasi kelompok administered price di
periode laporan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan penurunan harga
minyak dunia dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah pada triwulan I 2016. BBM bersubsidi jenis Solar dan Bensin turun
masing-masing dari Rp 6.700/liter dan Rp7.300/liter menjadi Rp5.950/liter (turun 4,79%) dan Rp Rp7.150/liter (turun
15,67%). Selain itu, penurunan juga terjadi pada tarif listrik di beberapa golongan per 1 Februari 2016. Pada golongan
1.300 VA dan 2.200 VA terjadi penurunan sebesar Rp17 per kilowatt hour (kWh) atau sebesar Rp1.392 per kWh dari tarif
Januari sebesar Rp1.409 per kWh. Sementara, tarif listrik tarif listrik pada tegangan menengah untuk bisnis skala besar,
kantor pemerintah skala besar, dan industri skala menengah turun Rp13 per kWh, menjadi Rp1.007,15 per kWh, dari
Rp1.071 per kWh. Penurunan tariff listrik disebabkan oleh perhitungan Indonesia Crude Price (ICP) pada periode
Desember 2015 yang menjadi dasar perhitungan tarif listrik periode Februari 2016 mengalami penurunan. ICP Desember
turun dari USD41,44 per barel menjadi USD39 per barel.
Sumber: Pertamina Sumber: World Bank
Grafik 3.13 Perkembangan Harga BBM Jenis Premium dan Solar Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global
Pada kelompok volatile food, faktor musim mempengaruhi tingkat inflasi bahan pangan utama, khususnya beras.
Mundurnya musim tanam komoditas pangan utama khususnya beras akibat kemarau panjang di akhir tahun berdampak
pada mundurnya musim panen di awal tahun 2016. Padi diperkirakan baru akan memasuki musim panen di akhir Maret
hingga awal April 2016. Selain beras, komoditas lain yang mengalami kendala pasokan di periode laporan adalah bawang
13Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
BAB 3INFLASI
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
merah dan cabai. Sama dengan beras, kedua komoditas ini juga terkendala akibat siklus pertanian yang baru memasuki
musim tanam di periode laporan.
Pada inflasi inti (core), tekanan inflasi relatif stabil (4,32%; yoy). Secara umum, inflasi di kelompok ini masih berasal dari
subkelompok makanan jadi, perumahan, dan sandang akibat peningkatan permintaan. Selain itu, masih tingginya biaya
bahan baku impor juga menjadi salah satu sumber tekanan inflasi di kelompok inti, khususnya komoditas berbahan baku
kedelai yang sebagian besar merupakan hasil impor.
3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel terus dilakukan secara intensif melalui melalui TPID Provinsi maupun TPID
Kabupaten/Kota. Selama triwulan I 2016, terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan
koordinasi di TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan (Tabel 3.5).
Tabel 3.5.Kegiatan TPID Triwulan I 2016
NO TPID KEGIATAN
KET TEMPAT TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Selatan Hotel Grand Clarion Makassar 3 Maret 2016 Rapat Teknis
Pada 3 Maret 2016, telah dilaksanakan Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel untuk pertama kali di Tahun 2016. Rapat
tersebut mengagendakan pembahasan persiapan kegiatan HLM TPID Provinsi Sulsel dan Kab/Kota se Sulsel. Selain itu,
pada rapat teknis ini juga membahas konsep roadmap TPID Sulsel yang akan digunakan sebagai acuan pengambilan
kebijakan pengendalian inflasi di Sulawesi Selatan.
BAB 3 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 51
Boks 3.A. Identifikasi Faktor-faktor Pembentuk Harga Beras di Sulsel Dalam
Kaitannya Dengan Upaya Pengendalian Inflasi
Inflasi di Sulsel selama ini lebih banyak dipicu dari sisi supply. Kenaikan harga pada komoditas volatile food tertentu
yang sering memicu inflasi diantaranya adalah ikan (bandeng), cabe merah, bawang merah dan beras. Faktor pemicu
kenaikan harga untuk tiga komoditi pertama lebih dikarenakan kurangnya pasokan (supply shock) terutama pada bulan-
bulan tertentu, sebagai akibat dari gagal panen atau penurunan hasil panen yang disebabkan oleh faktor musim atau
gangguan hama. Sementara itu, kenaikan harga beras yang juga sering memicu inflasi di Sulsel selalu menimbulkan
pertanyaan, mengingat Sulsel sebenarnya merupakan salah satu daerah penghasil/sentra produksi beras di Indonesia.
Untuk mengurai penyebab inflasi yang bersumber dari kenaikan harga beras, tentu diperlukan data dan informasi yang
akurat mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab kenaikan harga beras, antara lainsistem produksi, pengadaan,
manajemen stok serta distribusi, sistem pemasaran beras yang tidak sempurna, atau bergesernya pola konsumsi beras
seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat.
Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan pemerintah.
Harga rata-rata GKP yang diterima petani Sulsel (2015) dari pedagang pengumpul (swasta) tercatat sebesar Rp4.327,00
per kilogram, lebih tinggi dari harga pembelian GKP yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp3.700,00 sebagai
patokan Perum BULOG dalam menyerap gabah petani. Adanya selisih harga yang relatif tinggi menyebabkan petani Sulsel
umumnya lebih memilih menjual gabah kepada pedagang pengumpul (swasta) dibanding menjual ke Perum BULOG.
Selain itu juga didorong faktor sosio-psikologis petani kepada pedagang pengumpul, yang umumnya juga sebagai pihak
pemberi pinjaman/modal usaha, serta terbatasnya pengetahuan petani terhadap jalur pemasaran beras. Alasan
lainpetani lebih senang menjual dalam bentuk GKP karena selain segera mendapatkan pembayaran secara tunai, dan
petani tidak perlu mengeluarkan tenaga/ongkos pengeringan dan ongkos angkut ke penggilingan.
Grafik 3.A.1. Perkembangan Harga GKP Di Petani dan
Harga Gabah Dunia
Grafik 3.A.2. Perkembangan Harga
Beras Di Konsumen Dan Harga Beras Dunia
Harga beras di Sulsel pada 2015 jauh lebih tinggi dari harga beras dunia. Harga rata-rata beras di tingkat konsumen
sebesar Rp8.923,00 per kilogram, jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga beras dunia yang hanya sebesar
Rp4.638,00 (lihat Grafik 3.A.2). Harga beras yang harus dibayar konsumen di Sulsel ini 15,0% lebih tinggi dari harga beras
di tingkat penggilingan. Sementara bila dibandingkan dengan harga GKP di tingkat petani (Rp4.327,00), harga beras di
tingkat konsumen telah mengalami lonjakan harga yang sangat mencolok yaitu naik sebesar Rp4.596,00 atau 106,2%.
Selisih harga yang sangat lebar antara harga GKP yang diterima petani dengan harga beras yang harus dibayar konsumen,
mencerminkan proses pembentukan harga beras di Sulsel tidak berjalan efisien. Inefisiensi terjadi tidak hanya di tingkat
petani (kepemilikan lahan kecil-kecil, harga pupuk dan obat-obatan mahal, produktivitas rendah), akan tetapi justru
sebagian besar terjadi di tingkat penggilingan dan perdagangan. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan pasar beras di
Sulsel diindikasikan tidak bekerja secara sempurna. Dalam pembelian GKP pasar cenderung monopsonis, sementara
dalam sistem pemasaran beras di Sulsel diindikasikan terjadi praktik yang mengarah pada oligopoli.
Sistem perdagangan beras yang terindikasi mengarah ke pratik oligopoli terlihat dari cara “penetapan” harga beras.
Pihak Grosir selaku pemasok beras ke pengecer di Sulsel dan juga pemasok ke Provinsi lain/antar pulau, dalam
“menetapkan” harga jual beras di tingkat konsumen di Sulsel tampaknya selalu melihat kondisi pasar, terutama
perkembangan harga beras di Provinsi lain/antar pulau, selain juga mempertimbangkan kebijakan impor beras yang
ditempuh pemerintah. Hal ini dapat dibuktikan dari pola pergerakan harga beras di Sulsel yang cenderung berjalan searah
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
5.500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
Rp/Kg
HPP GKP Petani (Rp3.700/kg)
Harga GKP Petani
Harga Gabah Dunia (Paddy Glutinous)
Harga Gabah Dunia (Paddy White Rice)
Harga GKP Penggilingan
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
Rp/Kg
HPP Beras Bulog (Rp7.300/kg)
Harga Beras Konsumen Sulsel
Harga Beras Dunia (Thai Broken 5%)
Harga Beras Dunia (Vietnam 5%)
BAB 3INFLASI
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
dengan pola pergerakan harga beras di Provinsi lain/antar pulau yang selama ini menjadi target pemasaran beras dari
Sulsel (Grafik 3.A.3).
Grafik 3.A.3. Perbandingan Harga Beras Di Tingkat Konsumen Di Sulsel Dan Harga Beras Di Wilayah Lain
Sementara itu, dari hasil analisis sisi permintaan (demand) disimpulkan kenaikan pendapatan belum merubah pola
pengeluaran. Pendapatan per kapita masyarakat Sulsel meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian Sulsel
yang relatif baik (Tahun 2015 tumbuh 7,15%), namun peningkatan pendapatan tersebut belum merubah pola
pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi bahan makanan, yang tercatat masih stabil di kisaran 51,2% (lihat Grafik 5).
Hal ini berarti separo lebih dari pendapatan masyarakat Sulsel masih dibelanjakan untuk pemenuhan kebutuhan primer
berupa bahan makanan, termasuk diantaranya beras. Dengan demikian, dalam konteks Sulsel, tampaknya belum berlaku
hukum Engel’s14
. Melihat pola konsumsi masyarakat Sulsel yang belum berubah, maka permintaan terhadap bahan
makanan (termasuk beras) pada kondisi saat ini dan beberapa tahun ke depan diprediksikan masih tetap tinggi. Oleh
karena itu, agar tidak terjadi excess demand terhadap bahan pangan yang berpotensi dapat memicu inflasi, maka
Pemerintah Provinsi Sulsel harus mampu menjaga kecukupan pasokan bahan makanan (khususnya beras), dengan harga
yang dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
Grafik 3.A.4. Pendapatan Per Kapita dan Pola Konsumsi Masyarakat Sulsel
14 Engel’s Law menyatakan bahwa seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka konsumsi terhadap pangan pangsanya akan semakin menurun dari
total konsumsi dan pendapatan.
8.000
9.000
10.000
11.000
12.000
13.000
14.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
Rp/kg
Sulsel Surabaya Samarinda
Ambon Jayapura
8.000
9.000
10.000
11.000
12.000
13.000
14.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
Rp/kg
Sulsel Palu Kendari
Manado Gorontalo
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 53
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan
Pengembangan Akses Keuangan
Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, terpantau dari perlambatan aset, dana
pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, dengan
Makassar menjadi motor pertumbuhan industri perbankan. Risiko kredit
terpantau relatif aman. Secara kelembagaan, jumlah bank di Sulsel
mengalami penambahan, namun terdapat penguranganjumlah kantor.
Pada triwulan I 2016, dinamika aktivitas perbankan diwarnai dengan
meningkatnya penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK). Kondisi demikian
mendorongintermediasi perbankan meningkat dengan rasio LDR 122,94%
lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu (121,05%). Searah dengan
pertumbuhan perbankan umum, kinerja perbankan syariah juga menunjukkan
perlambatan, namun disisi lain kinerja BPR mengalami percepatan
pertumbuhan.
Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun
rumah tangga di Sulsel masih kuat, yang tercermin dari perkembangan
penyaluran kredit dan penghimpunan DPK.Kualitas kredit di sektor
korporasi sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya,
tercermin dari NPLsedikitmeningkat menjadi 6,81%pada triwulan I 2016.
Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa
kredit UMKM terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
4.1. Kondisi Umum Perbankan15
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2016, jumlah bank umum di Sulsel mengalami penambahan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Jumlah bank umum pada triwulan I 2016 tercatat sebanyak 52 bank, sedangkan jumlah BPR masih
tetap sebanyak 29 bank. Jumlah kantor mengalami pengurangan pada triwulan I 2016. Jumlah kantor keseluruhan
mencapai 977 kantor, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 985 kantor. Pengurangan tersebut terdiri dari 8
(delapan) Kantor Cabang (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
4.1.2 Aset Perbankan
Pertumbuhan total aset bank umum pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Aset perbankan tercatat sebesar Rp120,83 triliun, tumbuh 15,14% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya 16,01% (yoy) (Tabel 4.2). Perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan aset di kelompok bank
swasta nasional yang tumbuh 6,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 8,71%. Sementara itu, total
aset kelompok bank pemerintah tercatat tumbuh 21,85% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sedangkan total aset bank asing dan bank campuran justru mengalami kontraksi -23,57% (yoy), sedikit lebih baik
dibandingkan kontraksi di triwulan sebelumnya -21,91% (yoy).
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan pertumbuhan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp78,34 triliun atau tumbuh 17,95% (yoy), lebih
rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 18,69% (yoy) (Tabel 4.3).
Perlambatanpertumbuhan disebabkan oleh perlambatan pada komponen Giro yang tumbuh 26,98% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya 64,69%.Namun demikian, tabungan mengalami pertumbuhan menjadi 13,01% pada
triwulan pelaporan. Sementara deposito tumbuh 21,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 11,61%
(yoy).Menurunnya DPK diperkirakan efek dari pencairan dana di rekening giro untuk pembiayaan proyek-proyek
pembangunan.
Kredit yang disalurkan perbankan juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan I 2016. Kredit
tercatat tumbuh 12,90% (yoy) menjadi Rp96,31 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh
13,67% (yoy). Secara penggunaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di
kelompok investasi dan modal kerja. Kelompok kredit tersebut tumbuh masing-masing 21,59% (yoy) dan 14,44% (yoy),
lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 26,47% (yoy) dan 16,82% (yoy).
15 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang
disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Bank Umum (Konv. + Syariah) 41 41 41 41 42 44 45 46 46 47 47 48 48 50 50 50 52
Konvensional 35 35 35 35 36 38 39 40 40 41 41 41 41 43 43 43 44
UUS 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 8
Syariah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 8
Jumlah Kantor 848 895 925 936 940 950 959 971 974 979 980 972 973 978 978 985 977
BPR 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
RINCIAN2012 2013 2014 2015
2016 2016
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I
Total Aset 12.41 12.97 10.28 12.25 15.41 11.00 13.59 16.01 15.14 90,909 97,572 99,571 101,350 104,944 108,309 113,101 117,572 120,832
Bank Pemerintah 8.97 11.72 9.76 9.13 16.46 10.70 15.34 21.85 21.85 52,670 57,579 58,500 58,165 61,182 63,739 67,472 70,874 74,549
Bank Swasta Nasional 17.82 14.87 11.16 16.84 14.41 11.73 11.65 8.71 6.20 37,606 39,391 40,398 42,462 43,112 44,012 45,104 46,161 45,786
Bank Asing dan Bank Campuran 2.01 12.12 3.98 11.76 (9.54) (7.19) (21.91) (25.86) (23.57) 633 602 673 723 649 558 525 536 496
Nominal (Rp Miliar)
201520142014Aset Menurut Kelompok Bank
Pertumbuhan (%, yoy)
2015
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 55
Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 7,53% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 5,12%. Secara
sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit antara lain disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit disektor industri
pengolahan dan perdagangan yang tumbuh masing-masing 43,77% (yoy) dan 14,47% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing 57,71% (yoy) dan 16,25% (yoy). Di sisi lain, kredit sektor
listrik/gas/air mengalami kontraksi -19,81% (yoy) di triwulan pelaporan.
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK, indikator intermediasi perbankan (LDR)
dan risiko perbankan (NPL) terlihat sedikit meningkat. Kedua indikator tersebut tercatat masing-masing 122,94% dan
3,36% pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat masing-masing 121,05% dan 3,19%
(Tabel 4.3).
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
4.1.4 Bank Syariah
Aset perbankan syariah mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya. Aset perbankan
syariah pada triwulan I 2016 tercatat tumbuh 16,96% (yoy) menjadi Rp7,02 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015
yang tumbuh 18,10% (yoy) (Tabel 4.5). Perlambatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan
disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan aset pada kelompok bank swasta nasional. Pangsa aset perbankan syariah
terhadap total aset perbankan sedikit mengalami penurunan menjadi 5,49% dari triwulan sebelumnya 5,60%.
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penghimpunan DPK menunjukkan perlambatan pertumbuhan di periode pelaporan. DPK tumbuh10,33%
(yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya 28,83% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh
penurunan kinerja diseluruh komponen baik Giro, Tabungan, dan Deposito yang tumbuh masing-masing -38,04% (yoy),
18,36% (yoy), dan 22,90% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya masing-masing 57,57% (yoy), 19,34% (yoy),
dan31,58% (yoy). Di sisi lain, pembiayaan mengalami peningkatan dari 10,56% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi
11,05% (yoy) pada triwulan I 2016. Dengan pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan DPK, mengakibatkan Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami peningkatan. Di triwulan I 2016, FDR
mencapai 165,43% lebih rendah dari triwulan sebelumnya 147,53%. Sementara itu, kualitas pembiayaan terlihat relatif
baik meskipun sedikit mengalami peningkatannon performing financing (NPF) dari 3,97% di triwulan IV 2015 menjadi
4,39% pada triwulan pelaporan.
2016 2016
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I
DPK 11.20 14.86 12.17 9.38 14.20 12.16 12.58 18.69 17.95 58,162 61,402 64,339 66,112 66,419 68,867 72,433 78,467 78,342
a. Giro 2.83 20.24 5.11 1.89 27.09 21.48 28.66 64.69 26.98 7,990 9,730 9,693 7,994 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894
b. Tabungan 10.66 10.31 8.58 6.92 5.24 5.16 7.65 12.81 13.01 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589
c. Deposito 16.53 20.97 23.39 17.61 24.78 19.79 13.39 11.61 21.44 17,726 18,504 19,819 20,689 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859
Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 10.37 11.74 13.67 12.90 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303 87,563 89,911 94,981 96,310
a. Modal Kerja 4.92 9.01 14.09 15.46 20.25 19.15 16.85 16.82 14.44 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510
b. Investasi 19.70 6.77 (1.98) 12.04 12.57 6.68 13.07 26.47 21.59 14,642 15,467 15,457 16,240 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041
c. Konsumsi 12.65 9.48 6.27 6.58 6.10 4.68 6.82 5.12 7.53 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759
LDR (%) 130.45 129.21 125.06 126.39 128.43 127.15 124.13 121.05 122.94
NPLs Gross (%) 3.14 3.54 3.57 3.13 3.36 3.16 3.85 3.19 3.36
Pertumbuhan (%, yoy)
2015 2014Komponen 2014
Nominal (Rp Miliar)
2015
2016 2016
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I
Kredit 10.97 8.77 7.26 10.84 12.43 10.37 11.74 13.67 12.90 75,874 79,336 80,463 83,560 85,303 87,563 89,911 94,981 96,310
Pertanian 0.18 7.37 3.59 7.60 16.01 19.25 60.46 63.36 64.50 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681
Pertambangan (15.62) 24.84 21.10 28.39 13.16 (30.41) (28.74) (19.45) 0.61 377 560 537 509 427 390 383 410 430
Industri Pengolahan (26.55) (24.54) (23.94) 13.41 28.49 21.37 23.85 57.71 43.77 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239
Listrik, Gas, Air 63.77 111.80 91.49 83.27 75.06 68.62 71.61 8.24 (19.81) 218 245 232 350 382 413 398 379 306
Konstruksi 18.62 31.89 40.69 43.92 55.97 33.70 29.82 25.78 15.53 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483
Perdagangan 22.08 11.45 10.23 12.02 14.73 13.35 14.08 16.25 14.47 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959
Pengangkutan 12.48 6.76 3.02 (3.52) (6.00) (8.71) (9.45) (1.38) 1.52 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824
Jasa Dunia Usaha 15.65 4.79 4.88 3.17 (0.37) 12.20 12.40 15.25 10.29 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117
Jasa Sosial Masyarakat 12.94 19.27 22.03 31.42 35.29 36.25 12.91 8.96 (0.43) 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462
Lain-lain 9.58 10.18 6.99 7.19 6.26 4.26 6.33 4.28 (100.00) 34,043 35,053 35,408 36,226 36,173 36,547 37,648 37,777 -
20142014
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2015 2015Komponen
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) mengalami percepatan pertumbuhan di periode pelaporan. Dari indikator aset,
aset BPR di triwulan I 2016 tumbuh 19,01% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,01% (yoy). DPK
tumbuh 40,12% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 31,75% (yoy), sementara Kredit tercatat tumbuh
20,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 15,60% (yoy) (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Dengan peningkatan
aset yang lebih tinggi dari peningkatan kredit tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan. Pada periode
pelaporan LDR BPR tercatat 123,73%, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 132,28%.
Grafik 4.1. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.2. Perkembangan Intermediasi BPR
4.1.6 Perbankan per Kabupaten/Kota
Perbankan di Kabupaten Luwu Utara mencatat pertumbuhan aset tertinggi di triwulan I 2016. Namun demikian,
perbankan di Kota Makassar dengan kepemilikan aset yang paling besar tetap menjadi pendorong utama perekonomian
di Sulsel. Total aset perbankan di Makassar pada triwulan I 2016 mencapai Rp86,28 triliun atau porsinya 71,41% dari total
aset perbankan di Sulsel. Sementara pangsa aset perbankan di 23 kab/kota lainnya terhitung relatif masih sangat kecil,
rata-rata kurang dari 5% dari total aset perbankan di Sulsel. Pertumbuhan aset perbankan di Kota Makassar tercatat
16,84% (yoy). Pertumbuhan aset 5 daerah tertinggi lainnya terjadi di Kabupaten Luwu Utara (31,08%; yoy), Luwu (31,02%;
yoy), Gowa (29,12%; yoy), Barru (27,52%; yoy), dan Tana Toraja (24,42%; yoy).
Kabupaten Luwu Utara merupakan daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi di triwulan I 2016. Kredit di Kab. Luwu
Utara tumbuh 31,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 26,79% (yoy). Daerah lain yang
memiliki pertumbuhan kredit di atas 20% adalah Kabupaten Maros (25,54%; yoy), Gowa (25,46%; yoy), Soppeng (23,29%;
yoy), Bulukumba (22,68%; yoy), Jeneponto (22,06%; yoy), dan Bantaeng (20,84%; yoy). Namun, bila dilihat dari sisi pangsa
kredit, delapan daerah ini hanya menyumbang 8,97% dari total kredit Sulsel. Kredit terbesar masih berada di Kota
Makassar dengan total portfolio sebesar Rp65,93 triliun atau 68,46% dari total kredit di Sulsel. Di triwulan I 2016 ini kredit
di Makassar tumbuh 12,80% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 15,27% (yoy). Hal ini
menunjukkan, konsentrasi pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Kota Makassar.
2016 2016
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I
Aset 16.31 9.72 3.68 5.92 7.42 10.84 15.49 18.10 16.96 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018
Bank Pemerintah 15.27 9.78 6.81 9.93 4.65 7.70 11.90 41.36 50.55 1,052 1,051 1,103 1,149 1,101 1,132 1,235 1,624 1,657
Bank Swasta Nasional 16.55 9.71 2.94 4.99 8.06 11.57 16.37 12.50 9.42 4,534 4,529 4,516 4,758 4,899 5,052 5,255 5,352 5,360
DPK 28.28 30.73 10.96 3.70 16.22 17.59 18.55 28.83 10.33 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,411 3,853 3,517
a. Giro (12.64) 12.69 42.14 12.31 147.17 111.60 22.23 57.57 (38.04) 221 262 346 380 547 554 423 598 339
b. Tabungan 30.17 29.51 15.06 13.13 18.01 24.53 23.74 19.34 18.36 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,654 1,765 1,761
c. Deposito 37.60 36.51 0.56 (8.60) (8.54) (8.63) 11.68 31.58 22.90 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,335 1,490 1,417
Pembiayaan 15.07 17.14 15.49 17.55 17.63 14.65 16.73 10.56 11.05 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817
FDR (%) 162.40 174.20 171.16 171.91 164.36 169.84 168.54 147.53 165.43
NPF Gross (%) 1.65 2.97 3.27 2.74 3.80 2.81 4.17 3.97 4.39
Komponen 2014 20142015 2015
Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Miliar Aset
gAset - Skala Kanan
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2015
%Rp Miliar
DPK Kredit LDR - Skala Kanan
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 57
Tabel 4.6. Perkembangan Aset Perbankan per Kabupaten/Kota
Tabel 4.7. Perkembangan Kredit Perbankan per Kabupaten/Kota
Kabupaten Takalar merupakan daerah dengan pertumbuhan DPK tertinggi di triwulan I 2016. Kabupaten Takalar
mencatatkan diri sebagai wilayah dengan pertumbuhan DPK tertinggi yaitu 86,72% (yoy) diikuti oleh Sinjai (70,15%; yoy),
Pinrang (51,00%; yoy), Luwu (44,05%; yoy), dan Gowa (33,25%; yoy). Sementara itu, DPK perbankan di Kota Makassar
tumbuh 19,28% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 19,39% (yoy). Total DPK di Kota
Makassar mencapai Rp51,21 triliun atau 65,37% dari total DPK Sulsel sebesar Rp78,34 triliun. Sementara itu, pangsa DPK
di 23 kabupaten/kota lainnya masih relatif kecil. Tercatat hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki pangsa DPK di
atas 3%, yaitu Palopo (3,49%) dan Parepare (3,20%). Melihat potensi perekonomian yang dimiliki beberapa Kabupaten di
Sulsel yang relatif besar, perbankan dapat meningkatkan upaya penghimpunan DPK di luar Kota Makassar, melalui inovasi
produk yang semakin menarik atau pengembangan branchless banking.
Tabel 4.8. Perkembangan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota
Kualitas kredit relatif terjaga di seluruh kab/kota, dengan sebagian besar kabupaten/kota merupakan daerah lending
(LDR > 100%). Kualitas kredit yang tercermin dari tingkat NPL di seluruh kabupaten/kota masih dalam level aman. Seluruh
kab/kota memiliki tingkat NPL di bawah angka psikologis (5%). Sementara dari sisi intermediasi perbankan, lebih dari
separuh daerah merupakan daerah lending, yang tercermin dari LDR lebih dari 100%. Terdapat 12 Kabupaten/Kota yang
2016 2016
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I
Makassar 63,193,234 68,456,575 69,403,511 71,132,434 73,848,748 75,845,382 78,466,554 84,043,381 86,282,791 11.21% 12.22% 9.35% 12.12% 16.86% 10.79% 13.06% 18.15% 16.84%
Pinrang 1,378,048 1,408,966 1,443,501 1,298,572 1,404,261 1,349,728 1,508,561 1,401,600 1,581,980 13.89% 11.11% 9.53% 2.09% 1.90% -4.20% 4.51% 7.93% 12.66%
Gowa 1,333,884 1,469,332 1,457,978 1,371,424 1,456,946 1,602,648 1,735,899 1,702,710 1,881,165 10.66% 13.02% 10.29% 11.77% 9.23% 9.07% 19.06% 24.16% 29.12%
Wajo 1,872,823 1,957,611 2,014,949 1,913,810 1,925,314 1,991,624 2,215,356 2,171,439 2,015,265 14.41% 13.79% 7.44% 2.51% 2.80% 1.74% 9.95% 13.46% 4.67%
Bone 2,355,814 2,478,921 2,580,276 2,743,499 2,572,693 2,692,550 2,809,802 2,517,841 2,515,701 18.08% 19.34% 13.62% 14.06% 9.21% 8.62% 8.90% -8.23% -2.22%
Tana Toraja 1,045,636 1,111,721 1,200,044 1,180,292 1,137,758 1,218,190 1,328,488 1,405,397 1,415,571 17.08% 16.78% 14.17% 12.88% 8.81% 9.58% 10.70% 19.07% 24.42%
Maros 1,012,129 1,038,080 1,075,916 1,100,454 1,225,641 1,213,205 1,268,432 1,343,087 1,401,880 11.16% 7.49% 8.37% 9.21% 21.10% 16.87% 17.89% 22.05% 14.38%
Luwu 243,671 256,836 248,006 241,218 278,749 343,429 393,380 291,958 365,208 -0.61% 13.32% 11.14% 11.54% 14.40% 33.72% 58.62% 21.03% 31.02%
Sinjai 864,552 931,303 952,001 920,800 1,120,833 1,149,123 1,265,144 1,181,006 1,340,117 9.34% 13.78% 12.24% 7.97% 29.64% 23.39% 32.89% 28.26% 19.56%
Bulukumba 1,419,979 1,485,698 1,521,701 1,614,990 1,494,683 1,589,904 1,648,019 1,762,233 1,673,596 21.39% 15.84% 15.05% 9.74% 5.26% 7.01% 8.30% 9.12% 11.97%
Bantaeng 519,713 554,626 565,444 565,995 580,437 606,633 646,758 674,923 696,179 17.36% 16.32% 14.34% 10.31% 11.68% 9.38% 14.38% 19.25% 19.94%
Jeneponto 789,638 813,536 835,308 863,357 878,584 919,596 961,742 1,021,145 1,075,324 13.68% 11.33% 9.91% 11.81% 11.26% 13.04% 15.14% 18.28% 22.39%
Selayar 476,574 522,988 530,241 489,733 541,127 552,018 580,130 548,753 578,208 22.78% 24.56% 16.02% 20.61% 13.55% 5.55% 9.41% 12.05% 6.85%
Takalar 1,032,922 1,081,355 1,123,347 1,124,058 1,159,579 1,230,935 1,338,075 1,310,387 1,299,120 17.09% 15.47% 15.64% 11.12% 12.26% 13.83% 19.12% 16.58% 12.03%
Barru 631,415 637,442 694,797 706,553 720,682 740,815 876,392 850,054 919,010 16.54% 11.98% 13.25% 17.64% 14.14% 16.22% 26.14% 20.31% 27.52%
Sidrap 992,577 1,039,742 1,134,360 1,206,153 1,198,835 1,243,009 1,400,104 1,275,917 1,277,412 14.37% 12.74% 16.49% 20.73% 20.78% 19.55% 23.43% 5.78% 6.55%
Pangkep 1,015,646 985,815 1,062,605 1,011,552 1,111,143 1,061,717 1,143,839 1,105,549 1,310,146 13.01% 10.92% 10.81% -3.68% 9.40% 7.70% 7.64% 9.29% 17.91%
Soppeng 741,441 812,491 909,068 902,299 944,645 1,063,938 1,189,063 1,141,686 1,123,580 8.21% 12.63% 13.29% 17.84% 27.41% 30.95% 30.80% 26.53% 18.94%
Enrekkang 759,154 855,338 861,189 876,152 886,831 964,605 1,112,177 1,008,206 1,048,695 15.09% 18.06% 12.90% 15.12% 16.82% 12.77% 29.14% 15.07% 18.25%
Luwu Timur 771,774 782,208 877,836 760,727 895,955 986,298 890,271 721,345 738,070 9.19% 4.60% 8.74% 7.81% 16.09% 26.09% 1.42% -5.18% -17.62%
Luwu Utara 1,100,220 1,150,183 1,199,810 1,274,398 1,283,859 1,424,624 1,512,535 1,628,286 1,682,885 22.13% 17.57% 16.53% 18.85% 16.69% 23.86% 26.06% 27.77% 31.08%
Parepare 4,269,413 4,456,449 4,494,344 4,609,794 4,697,122 4,938,228 5,114,166 4,949,089 5,036,294 17.78% 17.77% 12.02% 5.65% 10.02% 10.81% 13.79% 7.36% 7.22%
Palopo 3,088,860 3,284,835 3,384,907 3,442,604 3,580,207 3,580,883 3,696,556 3,516,382 3,574,170 14.25% 15.19% 14.70% 10.93% 15.91% 9.01% 9.21% 2.14% -0.17%
TOTAL 90,909,117 97,572,051 99,571,139 101,350,868 104,944,632 108,309,082 113,101,443 117,572,374 120,832,367 12.41% 12.97% 10.28% 11.46% 15.44% 11.00% 13.59% 16.01% 15.14%
2015Kabupaten/Kota 2014 20142015
ASET - Rp Juta gASET - % (YOY)
2016 2016
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I
Makassar 51,339,005 54,053,483 54,605,953 57,202,225 58,449,372 59,770,786 61,070,966 65,937,699 65,931,747 9.47% 7.48% 6.04% 11.77% 13.85% 10.58% 11.84% 15.27% 12.80%
Pinrang 1,249,856 1,264,142 1,286,816 1,263,434 1,210,324 1,257,828 1,307,321 1,356,638 1,428,524 12.18% 6.60% 4.75% 1.30% -3.16% -0.50% 1.59% 7.38% 18.03%
Gowa 1,185,818 1,257,610 1,295,780 1,292,792 1,290,086 1,356,996 1,422,694 1,497,291 1,618,590 9.85% 10.33% 9.96% 10.08% 8.79% 7.90% 9.79% 15.82% 25.46%
Wajo 1,654,611 1,707,624 1,704,340 1,709,338 1,710,673 1,758,469 1,761,154 1,724,665 1,767,148 11.29% 8.52% 5.47% 3.09% 3.39% 2.98% 3.33% 0.90% 3.30%
Bone 1,995,211 2,019,433 2,042,789 2,074,673 2,126,680 2,205,792 2,258,128 2,083,175 2,182,117 17.41% 10.71% 8.22% 7.50% 6.59% 9.23% 10.54% 0.41% 2.61%
Tana Toraja 865,246 894,250 904,520 911,839 903,610 928,282 949,726 1,000,293 1,060,369 16.38% 13.45% 9.41% 7.08% 4.43% 3.81% 5.00% 9.70% 17.35%
Maros 987,885 1,009,614 1,041,948 1,062,776 1,082,675 1,137,342 1,215,002 1,288,852 1,359,159 11.41% 8.27% 8.57% 9.36% 9.60% 12.65% 16.61% 21.27% 25.54%
Luwu 208,448 215,509 223,192 229,738 234,922 248,318 263,663 270,589 273,727 9.43% 9.00% 12.32% 12.60% 12.70% 15.22% 18.13% 17.78% 16.52%
Sinjai 852,924 872,262 883,476 900,419 1,036,999 1,066,222 1,097,804 1,146,907 1,215,702 8.10% 6.76% 5.44% 6.66% 21.58% 22.24% 24.26% 27.37% 17.23%
Bulukumba 1,100,470 1,142,943 1,146,980 1,166,858 1,172,101 1,222,741 1,291,757 1,361,630 1,437,917 8.37% 6.67% 7.25% 7.93% 6.51% 6.98% 12.62% 16.69% 22.68%
Bantaeng 499,116 521,060 532,122 543,466 559,107 582,687 616,715 647,900 675,627 19.74% 16.04% 13.32% 11.71% 12.02% 11.83% 15.90% 19.22% 20.84%
Jeneponto 782,364 796,730 821,830 846,776 859,893 893,649 926,728 985,320 1,049,571 13.70% 9.38% 9.54% 9.95% 9.91% 12.16% 12.76% 16.36% 22.06%
Selayar 258,359 261,319 273,267 284,956 291,130 305,451 317,218 325,054 343,376 10.80% 5.77% 6.39% 13.89% 12.68% 16.89% 16.08% 14.07% 17.95%
Takalar 1,015,635 1,052,448 1,075,470 1,100,046 1,114,386 1,148,274 1,203,601 1,283,220 1,255,090 18.34% 14.49% 13.85% 10.91% 9.72% 9.11% 11.91% 16.65% 12.63%
Barru 593,920 611,381 632,991 649,976 657,486 676,217 703,814 744,219 779,698 16.09% 11.61% 9.78% 11.50% 10.70% 10.60% 11.19% 14.50% 18.59%
Sidrap 980,989 1,009,458 1,051,507 1,104,850 1,135,338 1,198,286 1,248,932 1,148,314 1,219,971 17.64% 12.96% 13.05% 15.12% 15.73% 18.71% 18.78% 3.93% 7.45%
Pangkep 874,350 889,789 967,513 973,139 969,151 983,688 1,010,101 1,014,397 1,123,606 11.17% 10.63% 13.36% 12.02% 10.84% 10.55% 4.40% 4.24% 15.94%
Soppeng 634,870 647,342 660,062 678,512 707,957 738,096 775,593 826,100 872,835 4.88% 4.22% 4.79% 8.11% 11.51% 14.02% 17.50% 21.75% 23.29%
Enrekkang 576,703 593,161 610,207 625,347 632,834 647,567 671,580 721,700 747,900 14.56% 14.27% 12.74% 10.24% 9.73% 9.17% 10.06% 15.41% 18.18%
Luwu Timur 424,468 443,882 465,520 494,431 520,079 551,973 564,929 581,815 597,716 11.91% 11.57% 13.62% 17.57% 22.52% 24.35% 21.35% 17.67% 14.93%
Luwu Utara 1,088,647 1,121,187 1,170,893 1,206,009 1,239,634 1,360,437 1,456,400 1,529,152 1,626,984 23.84% 17.44% 15.65% 16.75% 13.87% 21.34% 24.38% 26.79% 31.25%
Parepare 4,044,773 4,196,144 4,244,009 4,318,282 4,420,933 4,556,238 4,695,131 4,607,896 4,694,476 18.47% 17.84% 11.81% 6.81% 9.30% 8.58% 10.63% 6.71% 6.19%
Palopo 2,659,891 2,755,306 2,821,428 2,920,360 2,978,330 2,967,569 3,081,776 2,898,975 3,048,644 12.88% 11.42% 10.94% 10.30% 11.97% 7.70% 9.23% -0.73% 2.36%
TOTAL 75,873,559 79,336,077 80,462,613 83,560,242 85,303,700 87,562,908 89,910,733 94,981,801 96,310,494 10.97% 8.77% 7.26% 10.84% 12.43% 10.37% 11.74% 13.67% 12.90%
2015
gKREDIT - % (YOY)
Kabupaten/Kota 2014 20142015
KREDIT - Rp Juta
2016 2016
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I
Makassar 38,444,057 40,202,526 42,418,354 44,363,230 42,932,358 43,906,451 45,891,183 52,965,328 51,208,442 10.07% 13.44% 11.27% 8.01% 11.67% 9.21% 8.19% 19.39% 19.28%
Pinrang 760,396 801,186 870,317 869,725 811,798 852,610 942,380 1,007,942 1,225,840 15.71% 12.70% 17.47% 6.47% 6.76% 6.42% 8.28% 15.89% 51.00%
Gowa 1,053,497 1,184,727 1,209,472 1,172,086 1,177,269 1,297,704 1,372,836 1,509,299 1,568,661 2.52% 14.60% 19.05% 20.97% 11.75% 9.54% 13.51% 28.77% 33.25%
Wajo 1,624,206 1,713,045 1,767,127 1,739,434 1,747,744 1,879,970 2,066,062 2,033,112 1,975,850 15.45% 19.59% 10.47% 8.80% 7.61% 9.74% 16.92% 16.88% 13.05%
Bone 1,982,879 2,061,530 2,165,411 2,183,934 2,152,597 2,282,034 2,357,929 2,111,519 2,277,691 15.50% 17.37% 10.73% 12.37% 8.56% 10.70% 8.89% -3.32% 5.81%
Tana Toraja 977,207 1,019,270 859,224 1,036,690 1,075,740 1,146,823 1,213,516 1,259,943 1,275,190 16.80% 14.77% -9.26% 12.88% 10.08% 12.51% 41.23% 21.54% 18.54%
Maros 724,848 770,000 764,615 733,908 1,083,324 1,003,166 1,068,595 999,843 1,100,462 3.26% 16.32% 8.77% 11.08% 49.46% 30.28% 39.76% 36.24% 1.58%
Luwu 206,096 238,657 222,801 125,839 241,214 324,626 252,387 231,280 347,474 -1.68% 16.70% 14.38% 43.39% 17.04% 36.02% 13.28% 83.79% 44.05%
Sinjai 429,279 443,310 492,960 570,987 655,968 913,535 1,041,542 972,721 1,116,108 -14.79% -11.12% 16.75% 8.61% 52.81% 106.07% 111.28% 70.36% 70.15%
Bulukumba 1,165,322 1,260,349 1,298,810 1,258,031 1,355,908 1,379,750 1,399,517 1,386,440 1,464,564 20.04% 21.66% 13.52% 10.57% 16.35% 9.47% 7.75% 10.21% 8.01%
Bantaeng 338,046 393,348 373,800 355,712 409,647 431,000 505,393 421,760 541,147 0.03% 11.40% 1.57% 14.38% 21.18% 9.57% 35.20% 18.57% 32.10%
Jeneponto 395,043 486,577 508,578 414,258 504,163 604,097 670,170 537,269 638,349 14.46% 30.22% 37.32% 23.87% 27.62% 24.15% 31.77% 29.69% 26.62%
Selayar 444,986 484,146 484,954 434,831 495,356 512,310 530,937 464,125 549,079 24.21% 25.38% 16.81% 16.75% 11.32% 5.82% 9.48% 6.74% 10.85%
Takalar 341,318 356,206 376,936 438,929 386,664 398,499 440,658 682,926 721,964 14.99% 15.69% 13.34% 0.04% 13.29% 11.87% 16.91% 55.59% 86.72%
Barru 570,160 589,408 636,242 601,846 670,709 696,718 810,731 751,260 878,799 18.62% 17.97% 15.18% 15.51% 17.64% 18.21% 27.42% 24.83% 31.03%
Sidrap 698,228 771,196 823,683 819,416 917,739 926,559 1,113,253 952,149 1,032,992 13.17% 22.98% 17.96% 26.06% 31.44% 20.15% 35.16% 16.20% 12.56%
Pangkep 746,226 716,789 738,304 843,764 1,001,816 946,210 1,009,420 930,694 1,144,485 6.19% -0.30% -1.10% -4.50% 34.25% 32.01% 36.72% 10.30% 14.24%
Soppeng 685,880 756,247 828,286 749,967 890,907 1,004,401 1,107,310 1,041,695 1,095,568 8.34% 14.91% 13.72% 18.39% 29.89% 32.81% 33.69% 38.90% 22.97%
Enrekkang 685,666 808,593 801,073 761,391 840,342 835,730 1,048,176 921,389 999,369 26.95% 28.33% 19.05% 20.48% 22.56% 3.36% 30.85% 21.01% 18.92%
Luwu Timur 737,025 753,966 802,329 666,715 855,220 954,231 839,837 585,057 701,764 10.02% 5.43% 5.28% -1.29% 16.04% 26.56% 4.67% -12.25% -17.94%
Luwu Utara 801,562 886,464 909,699 918,436 1,017,692 1,160,131 1,162,034 1,179,794 1,243,318 22.03% 31.46% 29.35% 28.66% 26.96% 30.87% 27.74% 28.46% 22.17%
Parepare 2,222,365 2,400,925 2,534,938 2,579,445 2,613,764 2,813,141 2,909,004 2,766,350 2,503,176 16.40% 20.09% 18.14% 9.36% 17.61% 17.17% 14.76% 7.25% -4.23%
Palopo 2,127,461 2,303,426 2,451,413 2,473,589 2,582,006 2,597,787 2,680,471 2,755,086 2,731,479 18.51% 24.44% 21.44% 13.00% 21.37% 12.78% 9.34% 11.38% 5.79%
TOTAL 58,161,753 61,401,891 64,339,326 66,112,163 66,419,945 68,867,483 72,433,341 78,466,981 78,341,771 11.20% 14.86% 12.17% 9.38% 14.20% 12.16% 12.58% 18.69% 17.95%
2015 2015Kabupaten/Kota 2014 2014
gDPK - % (YOY)DPK - Rp Juta
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
memiliki LDR di atas 100% yaitu Makassar, Pinrang, Gowa, Maros, Sinjai, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Sidrap, Luwu
Utara, Parepare, dan Palopo. Untuk perbankan yang berlokasi di 13 kabupaten/kota tersebut, masih memiliki potensi
untuk penghimpunan DPK, terutama yang berupa dana murah (tabungan). Sementara daerah funding, dengan LDR
kurang dari 100%, masih memiliki potensi yang besar untuk mendorong kredit/pembiayaan.
Tabel 4.9. Perkembangan NPL dan Intermediasi Perbankan per Kabupaten/Kota
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi16 Daerah
Pada triwulan I 2016, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi pada
triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp20,72 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan (50,66%). Adapun
untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor penyumbang utama PDRB yaitu sektor pertanian masih relatif kecil tercatat
1,05%. Rendahnya porsi sektor pertanian menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama masih berada di
bawah kapasitas potensialnya (Grafik 4.3).
Kredit korporasi tercatat tumbuh 9,91% (yoy), mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan IV 2015
16,81% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut terjadi hampir di seluruh sektor, kecuali sektor pertambangan
dan pengangkutan disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi di lima sektor yaitu Industri Pengolahan (13,35%;
yoy), LGA (6,11%; yoy), Konstruksi (24,85%; yoy), Jasa Dunia Usaha (12,82%, yoy), dan Jasa Sosial Masyarakat (73,25%;
yoy). Sementara itu, pangsa kredit korporasi di sektor pertanian hanya 1,65% dari total kredit korporasi telah mengalami
percepatan pertumbuhan dari -22,59% (yoy) ditriwulan III 2015 menjadi 75,01% (yoy) di periode pelaporan. Sedangkan,
tiga sektor yang mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan adalah sektor Pertambangan (-22,18%; yoy),
Pengangkutan (-20,12%; yoy), dan Lain-lain (-49,40%; yoy).
Grafik 4.3. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi Grafik 4.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi menunjukkan penurunan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat 6,81%, sedikit lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya 6,29% (Grafik 4.5). Penurunan kualitas kredit disebabkan oleh meningkatnya kredit bermasalah di
16 Bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya.
2016 2016
I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I
Makassar 3.31% 3.81% 3.79% 3.38% 3.62% 3.41% 4.55% 3.93% 4.20% 133.54% 134.45% 128.73% 128.94% 136.14% 136.13% 133.08% 124.49% 128.75%
Pinrang 2.24% 2.30% 2.09% 1.33% 1.79% 1.49% 1.20% 0.86% 0.91% 164.37% 157.78% 147.86% 145.27% 149.09% 147.53% 138.73% 134.59% 116.53%
Gowa 2.46% 2.53% 2.86% 2.80% 3.54% 2.89% 1.78% 0.84% 0.99% 112.56% 106.15% 107.14% 110.30% 109.58% 104.57% 103.63% 99.20% 103.18%
Wajo 2.06% 2.45% 4.02% 3.77% 4.35% 5.63% 5.80% 2.32% 2.30% 101.87% 99.68% 96.45% 98.27% 97.88% 93.54% 85.24% 84.83% 89.44%
Bone 3.93% 3.89% 3.94% 2.66% 3.06% 3.12% 3.14% 3.79% 4.28% 100.62% 97.96% 94.34% 95.00% 98.80% 96.66% 95.77% 98.66% 95.80%
Tana Toraja 0.69% 1.02% 0.95% 0.62% 0.93% 1.06% 0.73% 0.48% 0.61% 88.54% 87.73% 105.27% 87.96% 84.00% 80.94% 78.26% 79.39% 83.15%
Maros 0.73% 1.04% 1.01% 0.78% 0.81% 0.70% 0.56% 0.46% 0.57% 136.29% 131.12% 136.27% 144.81% 99.94% 113.38% 113.70% 128.91% 123.51%
Luwu 0.56% 0.55% 0.60% 0.42% 0.22% 0.26% 0.30% 0.33% 0.37% 101.14% 90.30% 100.18% 182.57% 97.39% 76.49% 104.47% 117.00% 78.78%
Sinjai 2.50% 2.46% 2.21% 1.65% 2.17% 2.08% 1.72% 1.16% 1.32% 198.69% 196.76% 179.22% 157.70% 158.09% 116.71% 105.40% 117.91% 108.92%
Bulukumba 2.67% 2.89% 3.18% 2.00% 1.96% 2.15% 2.07% 1.61% 1.58% 94.43% 90.68% 88.31% 92.75% 86.44% 88.62% 92.30% 98.21% 98.18%
Bantaeng 1.19% 1.07% 1.21% 0.92% 1.26% 0.94% 0.70% 0.57% 0.85% 147.65% 132.47% 142.35% 152.78% 136.49% 135.19% 122.03% 153.62% 124.85%
Jeneponto 3.38% 3.27% 2.95% 2.19% 2.70% 2.37% 1.64% 1.32% 1.30% 198.05% 163.74% 161.59% 204.41% 170.56% 147.93% 138.28% 183.39% 164.42%
Selayar 0.39% 0.47% 0.71% 0.51% 0.53% 0.39% 0.26% 0.17% 0.36% 58.06% 53.98% 56.35% 65.53% 58.77% 59.62% 59.75% 70.04% 62.54%
Takalar 2.65% 2.61% 2.19% 2.44% 3.42% 2.99% 2.22% 1.30% 1.25% 297.56% 295.46% 285.32% 250.62% 288.21% 288.15% 273.14% 187.90% 173.84%
Barru 2.32% 2.40% 1.97% 1.45% 1.41% 1.32% 0.96% 0.61% 0.63% 104.17% 103.73% 99.49% 108.00% 98.03% 97.06% 86.81% 99.06% 88.72%
Sidrap 2.04% 2.01% 2.07% 1.64% 1.84% 2.13% 2.22% 0.76% 0.84% 140.50% 130.90% 127.66% 134.83% 123.71% 129.33% 112.19% 120.60% 118.10%
Pangkep 2.27% 2.08% 1.73% 1.44% 1.67% 1.50% 1.23% 0.86% 0.71% 117.17% 124.14% 131.05% 115.33% 96.74% 103.96% 100.07% 108.99% 98.18%
Soppeng 1.20% 1.05% 1.02% 0.74% 0.86% 1.00% 0.71% 0.51% 0.54% 92.56% 85.60% 79.69% 90.47% 79.46% 73.49% 70.04% 79.30% 79.67%
Enrekkang 0.83% 1.16% 1.02% 0.74% 1.10% 1.25% 1.12% 0.72% 0.76% 84.11% 73.36% 76.17% 82.13% 75.31% 77.49% 64.07% 78.33% 74.84%
Luwu Timur 1.97% 1.83% 1.66% 1.64% 1.58% 1.08% 1.09% 0.91% 0.96% 57.59% 58.87% 58.02% 74.16% 60.81% 57.84% 67.27% 99.45% 85.17%
Luwu Utara 1.21% 1.35% 1.23% 0.85% 1.19% 1.00% 0.89% 0.68% 0.68% 135.82% 126.48% 128.71% 131.31% 121.81% 117.27% 125.33% 129.61% 130.86%
Parepare 4.76% 5.02% 5.65% 5.24% 4.64% 4.30% 4.01% 2.64% 2.37% 182.00% 174.77% 167.42% 167.41% 169.14% 161.96% 161.40% 166.57% 187.54%
Palopo 4.13% 4.64% 4.57% 3.96% 4.06% 3.10% 3.01% 1.70% 1.79% 125.03% 119.62% 115.09% 118.06% 115.35% 114.23% 114.97% 105.22% 111.61%
Kabupaten/Kota 2014 2014
LDR - %
20152015
NPL - %
Pertanian (1.05%)
Pertambangan (1.54%)
Industri pengolahan (8.19%)
Listrik,Gas dan Air (1.20%)
Konstruksi (22.8%)
Perdagangan (50.6%)
Pengangkutan (2.83%)
Jasa Dunia Usaha (8.09%)
Jasa Sosial Masyarakat (3.05%)
Lain-lain (0.51%)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Total - Skala Kanan Jasa Dunia UsahaKonstruksi Industri pengolahanPerdagangan
YOY YOY
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 59
sektor pertambangan dan industri pengolahan. NPL di sektor pertambangan meningkat dari 7,40% di triwulan IV 2015
menjadi 17,09% di periode pelaporan. Selain itu, rasio NPL di sektor industri pengolahan juga mengalami peningkatan dari
30,32% pada triwulan IV 2015 menjadi 33,48%pada triwulan pelaporan.
Grafik 4.5. NPL Kredit Korporasi
Sementara itu, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan
pada triwulan I 2016. DPK sektor korporasi tercatat sebesar Rp6,73 triliun atau tumbuh 44,14% (yoy) lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 65,79% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan Tabungan. Komponen Tabungan mengalami penurunan pertumbuhan dari
56,77% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 26,63% (yoy) di triwulan pelaporan. Selain itu Giro juga mengalami penurunan
dari semula 82,19% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 52,89% (yoy) di triwulan pelaporan. Sementara itu Deposito
mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 33,58% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 34,09% (yoy) di triwulan
pelaporan.
Grafik 4.6. Pertumbuhan DPK Korporasi Grafik 4.7. Komposisi DPK Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah
tangga. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga yang pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp38,81 triliun,
kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa paling tinggi mencapai 77,64%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan
terakhir kredit rumah tangga lainnya, termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga
maupun kebutuhan rumah tangga lainnya (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha,
serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas.
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Total - Skala Kanan Jasa Dunia UsahaKonstruksi Industri pengolahanPerdagangan
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
DPK Giro Tabungan Deposito
YOY
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Giro Tabungan Deposito
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Di triwulan I 2016, kredit sektor rumah tangga tumbuh 7,29% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
tumbuh 4,29% (yoy). Percepatan pertumbuhan terjadi di jenis Kredit Multiguna dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).Kredit
Multiguna mengalami percepatan pertumbuhan dari semula 15,60% (yoy) menjadi 17,66% (yoy) di triwulan
pelaporan.Sementara itu peningkatan KPR didorong oleh peningkatan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah tipe 21,
tipe 22 s.d. 70, tipe di atas 70, dan kredit rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Di sisi lain, Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) masih menunjukkan tren kontraksi dari semula -36,75% (yoy) menjadi -36,45% (yoy) di triwulan
pelaporan (Grafik 4.9).
Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga
memiliki rasio NPL di bawah batas aman 5%. Secara umum, rasio NPL relatif stabil dari 1,80% menjadi 1,83% pada
triwulan pelaporan. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup
baik hingga triwulan I 2016 (Grafik 4.10).
Grafik 4.9. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.10. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan
triwulan sebelumnya. DPK sektor rumah tangga tercatat tumbuh 15,53% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 11,84% (yoy). Percepatan pertumbuhan DPK rumah tangga terjadi pada
seluruh komponen yaitu Giro, Tabungan, dan Deposito yang tercatat masing-masing 14,19% (yoy), 13,77% (yoy), dan
19,04% (yoy) pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat masing-masing 3,84%
(yoy), 12,16% (yoy), dan 12,48% (yoy). Secara komposisi, DPK rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (61,27%)
diikuti oleh deposito (33,97%) dan giro (4,77%). Hal ini berarti sebagian besar sumber pendanaan perbankan didominasi
oleh dana jangka pendek (Grafik 4.12).
PANGSA TRIWULAN I 2016
Kredit Multiguna (43.4%)
Kredit Pemilikan Rumah, KPR(34.2%)
Kredit Lain-lain (13.4%)
Kredit Kendaraan Bermotor,KKB (6.63%)
Kredit Rumah TanggaLainnya (2.23%)
(50)
50
150
250
350
450
(60)(50)(40)(30)(20)(10)
01020304050
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy%, yoy Total KPRKKB RT Lainnya - Skala KananMultiguna - Skala Kanan
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%
Total KPR KKB RT Lainnya Multiguna
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 61
Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga Grafik 4.12. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan Survei
Konsumen Bank Indonesia pada Maret 2016, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 2016 masih digunakan
untuk konsumsi (59,72%), meskipun sedikit terjadi penurunan porsi konsumsi dibandingkan triwulan sebelumnya
62,08%. Sementara itu, porsi untuk cicilan utang/kredit relatif stabil di kisaran 16,65%. Di sisi lain, porsi tabungan
mengalami peningkatan dari 21,59% di triwulan IV 2015 menjadi 23,63% pada periode pelaporan.
Grafik 4.13. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw IV - 2015 Grafik 4.14 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2016
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kredit UMKM di triwulan IV 2015 tercatat sebesar Rp31,11 triliun, tumbuh 13,43% (yoy) dibandingkan
periode sebelumnya 10,72% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,30%. Dari nilai
tersebut, sekitar 66,83% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk
investasi (Grafik 4.16). Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman (5,0%) pada triwulan I 2016
sebesar 4,43%, sedikit meningkat dibandingkan rasio NPL pada triwulan sebelumnya4,26% (Grafik 4.15). Secara sektor
ekonomi, UMKM pada sektor pertambangan, konstruksi, dan jasa dunia usaha perlu mendapatkan perhatian khusus
dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman.
Grafik 4.15. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.16. Pangsa Kredit UMKM
-40.00%
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Total DPK Giro Tabungan Deposito
YOY
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Giro Tabungan Deposito
Konsumsi, 62.08%
Cicilan, 16.33%
Tabungan, 21.59%
Konsumsi, 59.72%Cicilan, 16.65%
Tabungan, 23.63%
0
5
10
15
20
25
30
35
0
1
2
3
4
5
6
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
68%
Total Kredit UMKM
Produktif + Konsumtif
32% 67%
33%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan
rasio tersebut tercatat 158,08%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan
kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses
keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang
tinggi seperti Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Jeneponto merupakan
kabupaten yang memiliki rasio yang cukup rendah.
Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota
terkecuali Makassar, Parepare, dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan
usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada
debitur yang sudah ada.
Grafik 4.17. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.18. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
15
17
19
21
23
25
27
29
15
35
55
75
95
115
135
155
Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
%%
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
* Data Kredit & DPK menggunakan Lokasi Bank
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
%
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 63
Boks 4.A Dampak Pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) Primer Dalam Rupiah Terhadap Perekonomian
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia tanggal 18 Februari 2016 memutuskan untuk menurunkan kewajiban
Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah bagi Bank Umum Konvensional. Setelah menurunkan rasio
kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah sebesar 0,5% dari 8% menjadi 7,5% dari DPK dalam Rupiah
yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2015 yang lalu, Bank Indonesia kembali menurunkan rasio kewajiban Giro Wajib
Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah menjadi 6,5% yang berlaku efektif sejak 16 Maret 2016.Penurunan GWM tersebut
didasarkan oleh beberapa pertimbangan, antara lain:
a. Kondisi stabilitas makroekonomi semakin baik, khususnya laju inflasi yang terkendali, sehingga memberikan ruang
untuk dilakukan pelonggaran kebijakan moneter.
b. Tantangan dari sisi eksternal yang utamanya bersumber dari kemungkinan kenaikan Suku Bunga Kebijakan Bank
Sentral Amerika Serikat (Federal Funds Rate, FFR) semakin mereda. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang belum
solid mengakibatkan perkiraan kenaikan FFR bergeser mundur dengan besaran kenaikan yang lebih rendah.
c. Menurunnya tekanan kenaikan FFR yang tidak seagresif perkiraan sebelumnya, juga menurunkan risiko yang mungkin
timbul dari keberagaman kebijakan moneter global mengingat beberapa maju di Kawasan Eropa dan Jepang masih
menerapkan kebijakan moneter yang longgar melalui quantitative easing (QE).
Gambar 4.A.1 Transmisi Penurunan GWM Primer Rupiah
Penurunan GWM primer dalam rupiah yang diiringi oleh penurunan suku bunga acuan BI diharapkan dapat
memperkuat upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, melalui:
a. Menjaga kecukupan likuditas perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit.DPK Bank Konvesional di Sulsel dalam
rupiah pada triwulan I – 2016 tercatat sebesar Rp72,21 trilun atau 96,50% dari total DPK Bank Konvensional yang
tercatat sebesar Rp74,83 triliun. Porsi DPK Bank Konvensional dalam rupiah terhadap total DPK Bank Konvensional
relatif stabil pada kisaran 95% s.d 97% (Grafik 4.A.1). Secara keseluruhan Sulsel, pelonggaran GWM rupiah 1% dapat
menambah potensi likuiditas perbankan di Sulsel sekitar Rp722 milyar17
. Penambahan likuiditas tersebut dapat
dimanfaatkan oleh perbankan di Sulsel untuk mendorong pertumbuhan kredit. Meskipun LDR Perbankan di Sulsel
cukup tinggi (122,94%), namun potensi penyaluran kredit di Sulsel masih tinggi terlihat dari rasio kredit terhadap PDRB
yang masih rendah (27,44%) dan risiko kredit yang masih terkendali tercermin dari NPL (3,36%) yang masih dalam
batas aman. Peningkatan kapasitas pembiayaan akan diharapkan dapat menambah kemampuan perbankan dalam
menyalurkan kredit untuk mendorong kegiatan dunia usaha.
b. Kombinasi penurunan BI rate dan GWM primer dalam rupiah akan memperkuat dan mempercepat transmisi moneter
ke perekonomian. Suku bunga kredit dan DPK perbankan di Sulsel pada tahun 2016 mengalami tren penurunan
sejalan dengan penurunan BI Rate(Grafik 4.A.2).Kebijakan Bank Indonesia menurunkan GWM primer dalam rupiah
akan menambah likuiditas perbankan sehingga penurunan BI rate akan lebih cepat direspon oleh perbankan melalui
penurunan suku bunga kredit maupun DPK. Dengan suku bunga yang relatif menurun diharapkan akan meningkatkan
minat masyarakat dan gairah pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya dengan menggunakan sumber
pembiayaan dari kredit perbankan untuk menggerakkan roda ekonomi.
17Dihitung dari 1% (penurunan GWM rupiah) dikali Rp72,21 triliun (DPK Bank Umum Konvensional Dalam Rupiah di bulan Maret 2016).
BI RATE TURUN 0,25%
6,75%
GWM RUPIAH
TURUN 1% Likuiditas Perbankan
Kapasitas Penyaluran Kredit
Suku Bunga Perbankan
PermintaanKredit
KREDIT PDRB
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
64 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Grafik 4.A.1 Perkembangan DPK Bank Konvensional di Sulsel
Grafik 4.A.2 Perkembangan BI Rate, Suku Bunga DPK dan
Kredit
96,50
74,83
72,21
95,0
95,2
95,4
95,6
95,8
96,0
96,2
96,4
96,6
96,8
97,0
50
55
60
65
70
75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015 2016
%Rp triliun
Porsi Rupiah - rhs
Total
Rupiah
6,75
3,65
12,89
12,6
12,7
12,8
12,9
13,0
13,1
13,2
13,3
13,4
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2015 2016
%% BI Rate DPK KREDIT - rhs
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 65
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang
Perkembangan kinerja sistem pembayaran meningkat pada triwulan I2016,
mengikuti siklus perekonomian Sulsel.Hal ini tercermin dari nilai transaksi
keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang
mengalami peningkatan. Meningkatnya transaksi SKNBI sejalan dengan
diimplementasikannyaketentuan batas minimal transaksi melalui BI-RTGS
sebesar Rp500 juta dan disisi diberlakukannya kebijakan penambahan
waktu pelayanan SKNBI menjadi 5 (lima) kali sehari.
Sementara di sisi layanan uang tunai, jumlah outflow yang menurun dan
kenaikan jumlah uang yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)
menyebabkannet inflowsebesar Rp4,74 triliun. Jumlah uang yang keluar
(outflow) dengan nilai yang menurun mengindikasikan adanya penurunan
kebutuhan uang kartal, sementara tingginya net inflowmerupakan siklus
musiman di awal tahun setelah momen libur natal dan tahun baru.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia
senantiasa terus mendorongclean money policy melalui kegiatan pengelolaan
uang tunai dengan melakukan pembukaan layanan penukaran uang, kas
keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri
keaslian mata uang rupiah.
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
66 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran
5.1.1 Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi non-tunai melalui sarana kliring mengalami peningkatan pada triwulan I 2016 (Tabel 5.1). Jumlah warkat yang
dikliringkan pada periode laporan tercatat sebanyak 347 ribu lembar dengan nominal sebesar Rp18,23 triliun. Nilai kliring
pada triwulan laporan mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 86,7% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat 24,6% (yoy). Peningkatan ini juga terindikasi dari pertumbuhan
nominal rata-rata perputaran harian transaksi kliring dari 18,9% (yoy) menjadi 34,9% (yoy) di angka Rp0,30
triliun.Sementara itu, rasio Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan) menunjukkan sedikit
penurunan pada triwulan I 2016 menjadi 2,37% dari triwulan sebelumnya 2,50%.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.1.2 Perkembangan Transaksi RTGS18
Pada triwulan III 2015, transaksi non tunai melalui sistem RTGS masih tumbuh negatif dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel pada Triwulan III 2015 sebesar Rp63,19 triliun tumbuh -
13,96% (yoy) lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya tercatat -1,80% (yoy). Transaksi BI-RTGS
pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai
Rp40,38 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar
Rp19,34 triliun, serta dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp3,48 triliun.
Pada triwulan III 2015, aliran dana masuk (RTGS-To) mengalami percepatan sementara aliran dana keluar (RTGS-From)
dan aliran dana antar wilayah (RTGS-From/To) mengalami perlambatan pertumbuhan. Transaksi RTGS-To tercatat
tumbuh 3,5% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat -2,95% (yoy). Sementara transaksi
RTGS-From dan RTGS-From/To tercatat mengalami perlambatan, secara berurut dari 24,93% (yoy) dan -55%,27% (yoy) di
triwulan III 2015 menjadi -16,92% (yoy) dan -69,29% (yoy) pada triwulan II 2015.
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel) Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)
18Sejak implementasi RTGS Gen II (16 November 2016), data regional RTGS hanya bisa dipilah untuk data from per propinsi. Data To dan data From-To
tidak dapat lagi disediakan.
2016
I II III IV I II III IV I II III IV I
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring
Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95 18.23
- Lembar (ribuan) 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297 314 347
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring
Kredit dan Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22 0.30
- Lembar (ribuan) 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99 5.69
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong
(terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.70 2.22 2.24 2.50 2.37
- Lembar (%) 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15 2.06 2.07 2.19
2013URAIAN
2014 2015
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 67
Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel) Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.2. Pengelolaan Uang Tunai
5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan I 2016 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp6,23 triliun meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp3,79 triliun atau secara triwulanan
meningkat hingga -64,31% (Grafik 5.6). Meskipun demikian, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia
mengalami penurunan dari Rp3,20 triliun pada triwulan IV 2015 menjadi Rp1,49 triliun pada triwulan laporan, sehingga
tercatat net inflow sebesar Rp4,74 triliun (Grafik 5.5). Untuk meningkatkan kualitas layanan distribusi uang kartal, Bank
Indonesia pada akhir Tahun 2015 telah membuka kantor layanan kas titipan di Kota Parepare. Layanan tersebut turut
menunjang pemenuhan kebutuhan uang kartal wilayah Kota Parepare dan sekitarnya setelah sebelumnya Bank Indonesia
juga memiliki layanan serupa di Kota Palopo.
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow Grafik 5.6. Aliran Uang Kartal Inflow
Grafik 5.7. Selisih Inflow dan Outflow
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan
(20)
0
20
40
60
80
100
0
1
2
3
4
5
6
7
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan
(1.0)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Rp Triliun
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
68 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia senantiasa menyelenggarakan layanan penukaran uang demi menjaga ketersediaan uang layak edar
(ULE) di masyarakat. Dalam rangka renovasi gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, sejak
tanggal 28 April 2015, Bank Indonesia membuka pelayanan penukaran uang di luar kantor. Pelayanan tersebut telah
dilakukan secara rutin setiap hari Selasa-Rabu-Kamis dengan jam operasi 09.00 s.d. 13.00 WITA di Wisma Bank Indonesia,
Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar. Selain itu, kegiatan kas keliling keluar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa
daerah yaitu Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Sinjai, Watampone, Soppeng, Bulukumba, Selayar, Wajo, Enrekang dan
Luwu Timur.
Dalam rangka penerapan clean money policy, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Selama periode triwulan I 2016, telah dilakukan sebanyak 5 (lima) kali kegiatan
remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Barat, dan Papua masing-masing sebanyak 1 (satu) kali. Bank Indonesia juga melakukan kegiatan
pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp1,32
triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,79 triliun (Grafik 5.8).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu
Pecahan besar yang mendominasi peredaran uang palsu ditemukan sebanyak 576 lembar pada triwulan I 2016.
Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (65%), diikuti
Rp100.000 (31%) dan pecahan lainnya sebesar 4% (Grafik 5.10). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang
palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa telah melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Grafik 5.8. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.9. Temuan Uang Palsu
Grafik 5.10. Temuan Uang Palsu Per Nominal
(400)
0
400
800
1,200
1,600
2,000
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
%, yoyRp Triliun Nominal UTLE gUTLE - Skala Kanan
-120%
-80%
-40%
0%
40%
80%
120%
160%
200%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Temuan Uang Palsu Y.O.Y.
31%
65%
4%Pecahan100.000
Pecahan50.000
PecahanLainnya
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 69
Boks 5.A Smart City (Kota Cerdas) Berkembang Bersama Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
Menurut Bappenas, konsep smart city dapat ditinjau dari 3 aspek, smart economy, smart society, dan smart
environment. Dalam smart economy, sebuah kota dituntut untuk mencari branding misalnya sebagai kota pariwisata, dst.
Selain itu, tingkat pendidikan dalam mendorong kualitas SDM, pengembangan industri dan kewirausahaan, serta
pemanfaatan sumber daya yang efisien menjadi utama dalam aspek ini. Smart society, suatu kota dituntut untuk
memberikan kemudahan akses terhadap pelayanan publik (kesehatan dan transportasi) maupun jaminan keamanan.
Sementara smart environment, terkait pengelolaan lingkungan dan pengembangan energi terbarukan menjadi syarat
utama kota cerdas.
Kota Makassar menjadi salah satu percontohan kota cerdas, hal tersebut tercermin dari visi Kota Makassar 2014-2019
yaitu “menjadi kota dunia dengan peningkatan layanan publik untuk kota cerdas“. Latar Belakang Pengembangan kota
cerdas di Makasssar antara lain jumlah penduduk yang tinggi (mencapai 1,7 juta jiwa), jumlah warga miskin (92,7 ribu),
warga tanpa pekerjaan (166 ribu), terdapat 54 SKPD, 18.103 PNS, 1,7 juta warga, 92,7 ribu warga miskin, 166 ribu warga
tanpa pekerjaan tetap, potensi bencana (banjir, dst) dan luas wilayah 175 km2. Selain itu, kontribusi ekonomi kota
Makassar mencapai 1/3 ekonomi Sulsel, dengan bobot inflasi tertinggi dibanding kota di Sulsel lainnya.
Sulsel membutuhkan kota cerdas dalam optimalisasi peran pemerintah dan sumber daya. Penerapan kota cerdas
sejalan dengan daya dukung yang dibutuhkan oleh Sulsel semakin meningkat, karena selama 5 tahun terakhir,
pertumbuhan ekonomi Sulsel selalu di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, nilai produksi barang dan jasa Sulsel
tahun 2015, bila dilihat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) mencapai Rp341,75 triliun. Perkembangan ini akan
menjadi tugas Bank Sentral untuk menyediakan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar. Transaksi ekonomi
yang besar tersebut akan semakin ringan apabila dilakukan secara non-tunai.
Pengembangan smart economy sejalan dengan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), yang di launching secara Nasional
pada 14 Agustus 2014. Dan untuk wilayah Sulsel, kick off GNNT telah dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014.
Pengembangan GNNT dan smart city yang juga saling bersinggungan antara lain Sosialisasi/roadshow GNNT ke sekolah-
sekolah; Makassar Smart Card yang berfungsi sebagai kartu identitas, ATM, debet dan e-money; pembayaran pajak secara
online; Layanan Keuangan Digital (LKD) yang saat ini sudah mencapai 2.225 agen; dan electronic money yang diterbitkan
oleh provider telekomunikasi maupun perbankan. Pemanfaatan electronic money sangat berguna untuk efisiensi
pembayaran di pintu toll Makassar.
Saat ini sudah ada 4 (empat) bank yang ikut serta dalam pembayaran dengan E-Toll. Ceruk transaksi e-toll ini memang
masih cukup dalam. Menurut pengelola toll di Makassar selama tahun 2015, volume lalulintas untuk seksi I dan II rerata
sebesar 57.150 kendaraan per hari, sementara untuk Seksi IV arah Bandara, 42.450 kendaraan perhari. Apabila dinilai
dapat mencapai Rp539 juta per hari. Tentu nilai yang tidak sedikit apabila harus bertransaksi secara tunai. Selain itu,
transaksi secara non tunai, atau menggunakan e-toll, tentunya akan lebih cepat dan efisien, sehingga akan mengurangi
penumpukan kendaraan di pintu toll.
Gambar 5.A.2. Launching E-Toll Card di Makassar
Gambar 5.A.2. Control Room Smart City Makassar
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
70 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 71
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel mencapai 5,11% (Februari
2016) lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2015
(5,80%). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai
Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2016 secara tahunan terpantau
membaik dibandingkan triwulan I 2015.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015
meningkat dibanding September 2014 baik di kota maupun di desa.
Persentase penduduk miskin di Sulsel (10,12%), tergolong cukup rendah jika
dibandingkan Provinsi lain di Sulampua maupun Nasional.
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
72 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
6.1. Tenaga Kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel
mencapai 5,11% (Februari 2016) lebih rendah
dibandingkan periode yang sama 2015. Secara nominal
jumlah pengangguran terbuka Sulsel turun dari 218,31
ribu orang per Februari 2015 menjadi 192,96 ribu orang
per Februari 2016. Penurunan pengangguran
diindikasikan terjadi sebagai dampak dari kebijakan
pemerintah (dana desa dan paket kebijakan ekonomi).
Dengan demikian, penyerapan tenaga kerja membaik,
sejalan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja
19.056 orang atau naik 0,51% dibandingkan periode
yang sama di tahun 2015.
Tabel6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Pada periode Februari 2016, sektor pertanian
menyerap 40,28% dari total tenaga kerja atau 1,42 juta orang. Angka ini turun-0,69% dibandingkan periode yang sama
2015. Penurunan tenaga kerja sektor pertanian disebabkan adanya pengaruh penerapan mekanisme alat-alat pertanian
modern combine harvester (alat panen gabah) sehingga pekerja buruh musim panen diawal tahun 2016 berkurang. Hal
tersebut terkonfirmasi dari salah satu perusahaan mesin panen yang menyatakan bahwa 60% penjualan didominasi oleh
wilayah Sulawesi, dan Sulsel mendominasi 70% wilayah Sulawesi19
. Sementara itu, sektor industri, perdagangan dan
lainnya mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja, meski sektor jasa mengalami pertumbuhan negatif.
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurunberbanding terbalik dengan jumlah angkatan kerja
yang bekerja yang meningkat. TPAK turun dari 62,2% pada Februari 2015 menjadi 61,6% pada Februari 2016. Jumlah
angkatan kerja pada Februari 2016 mencapai 3,77 juta orang, lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 2015 sejumlah
3,75 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan angkatan kerja di sektor
pertanian yang memiliki pangsa terbesar di Sulsel. Sementara 60% sektor lain mengalami pertumbuhan angkatan kerja
yang positif. Kondisi demikian dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan konsumen optimis
bahwa di periode laporan terdapat ketersediaan lapangan kerja. Rata-rata Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
(IKLK) meningkat sebesar 107,17 dibanding triwulan sebelumnya (98,0). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini
Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami peningkatan optimisme dibandingkan periode sebelumnya dari 97,67
menjadi 112.
19 Sumber: anekdotal informasi
KEGIATAN UTAMA Februari Februari
2015 2016
Angkatan Kerja 3,755,870 3,774,926
a. Bekerja 3,537,559 3,581,957
b. Pengangguran 218,311 192,969
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 62.2% 61.6%
Tingkat Pengangguran Terbuka 5.80% 5.11%
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1,449,458 40.97% 2.91% 1,442,875 40.28% -0.45%
Industri 212,802 6.02% -8.26% 213,950 5.97% 0.54%
Perdagangan 738,999 20.89% 1.32% 774,310 21.62% 4.78%
Jasa 617,087 17.44% -4.22% 623,135 17.40% 0.98%
Lainnya 519,213 14.68% 15.32% 527,687 14.73% 1.63%
Total 3,537,559 100.00% 2.12% 3,581,957 100.00% 1.26%
Februari 2016KEGIATAN UTAMA
Februari 2015
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 73
Sumber: Survei Konsumen, diolah Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2. Penduduk Miskin20
Berdasarkan data September 2015, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulsel hingga September 2015 menjadi
864 ribu orang atau 10,12% dari total penduduk, meningkat dibanding periode yang sama di tahun 2014. Jumlah
penduduk miskin di Sulsel mengalami peningkatandari 806 ribu orang di September 2014 menjadi 864 ribu orang di
September 2015, atau naik 7,21% (yoy). Persentase tersebut naik seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin
di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan1,80% (yoy) menjadi 157 ribu orang (Grafik
6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami peningkatan8,50% (yoy), menjadi 707 ribu
orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 81,82% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan
sisanya 18,18% disumbang oleh penduduk kota.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2015
Peningkatan kemiskinan terjadi baik di kota maupun di desa. Peningkatan tersebut sejalan dengan angka inflasi yang
cukup tinggi pada periode Juni hinggaSeptember 2015 di atas 8,00% (yoy). Tingginya inflasi didorong oleh tekanan harga
di seluruh kelompok barangdanjasa.Peningkatan harga tersebut selain diakibatkan oleh excess demand juga disebabkan
oleh faktor pelemahan nilai tukar rupiah, sehingga mendorong peningkatan harga beberapa produk pangan (tahu dan
tempe), yang sebagian besar bahan bakunya berupa kedele masih diimpor. Sementara disisi lain, peningkatan upah
minimum regional (UMR) 11,11% menjadi Rp2.000.000/bulan, lebih banyak dinikmati oleh penduduk di perkotaan/kaum
urban, sehingga laju pertumbuhan penduduk miskin di pedesan relatif tinggi, yang pada akhirnya secara keseluruhan
rasio penduduk miskin cenderung meningkat dibandingkan tahun 2014.
20BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Ketersediaan lapangan kerja
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
Penghasilan saat ini
Growth yoy (%) - Skala Kanan
Indeks
152.8 150.8 129.2 133.6 148.0 160.5 162.49154.40146.42157.18
930.3
880.9
696.6672.3
639.7
696.9701.81
651.95 651.3
707.34
10.3% 10.3%
10.1%
9.8%
9.5%
10.3%10.3%
9.5%
9.39%
10.12%
8.8%
9.0%
9.2%
9.4%
9.6%
9.8%
10.0%
10.2%
10.4%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15
ribu orang
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan
8.98
14.07
10.12
13.74
18.16
11.9
19.36
6.22
25.73
28.4
0
5
10
15
20
25
30
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Sulut Sulteng Sulsel SultraGorontaloSulbar Maluku Malut Irjabar Papua
Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
74 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki korelasi positif. Korelasi antara tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras mencapai 70,05%. Korelasi positif tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga beras, maka akan berdampak meningkatkan kemiskinan di Sulsel. Sementara itu, korelasi kemiskinan dengan inflasi memiliki kecenderungan yang sama. Inflasi yang semakin meningkat akan menurunkan daya beli masyarakat, sehingga kesejahteraan menurun. Dengan demikian, upaya pengendalian inflasi perlu ditingkatkan, agar tingkat kemiskinan dapat ditekan menurun.
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Secaraspasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan
provinsi lain se-Sulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (10,12%)
setelah Provinsi Maluku Utara (6,22%) dan Sulawesi Utara (8,98%) (Grafik 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk
miskin tertinggi di Sulampua tercatat 28,4% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Kawasan Timur Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
-0.05
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
2011 2012 Mar2013
Sept2013
Mar2014
Sept2014
Mar2015
Sept2015
Kemiskinan Inflasi Andil_Beras - Skala Kanan
R2Kemiskinan - Andil Beras: 70,05%
%yoy %yoy
Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15
Kota 235,488 240,276 246,416 264,163 274,140 9.13% 8.29% 4.64% 9.94% 11.25% 7.24% 5.88% 3.72% 8.61% 8.36%
Desa 207,023 211,271 219,109 240,175 254,524 12.54% 9.94% 5.84% 13.68% 16.16%
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 60.08 137.48 197.56 5.57 10.47 8.3 60.71 147.83 208.54 5.52 11.27 8.65 58.00 159.14 217.14 5.26 12.1 8.98
Sulteng 71.65 315.41 387.06 10.35 14.66 13.6 77.97 343.66 421.63 10.93 15.9 14.66 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07
Sulsel 154.40 651.95 806.35 4.93 12.25 9.5 146.42 651.3 797.72 4.61 12.23 9.39 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12
Sultra 45.79 268.30 314.09 6.62 15.17 12.8 52.06 269.82 321.88 7.24 15.19 12.9 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74
Gorontalo 23.88 171.22 195.10 6.24 23.21 17.4 25.37 181.48 206.85 6.48 24.62 18.32 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16
Sulbar 29.87 124.82 154.69 9.99 12.67 12.1 27.39 133.09 160.48 10.52 12.87 12.4 22.51 130.7 153.21 8.69 12.7 11.9
Maluku 47.58 259.44 307.02 7.35 25.49 18.4 51.77 276.64 328.41 7.91 26.9 19.51 51.6 276.17 327.77 7.83 26.7 19.36
Malut 11.17 73.62 84.79 3.58 8.85 7.4 12.25 67.65 79.9 3.85 7.95 6.84 8.29 64.35 72.64 2.61 7.57 6.22
Irjabar 14.06 211.40 225.46 5.52 35.01 26.3 19.34 206.03 225.37 5.86 37.97 25.82 18.82 206.72 225.54 5.68 37.94 25.73
Papua 35.61 828.50 864.11 4.46 35.87 27.8 37.27 821.88 859.15 4.61 36.66 28.17 30.28 867.93 898.21 3.61 37.34 28.4
Sep-15
Jumlah PersentaseProvinsi
Mar-15Sep-14
Persentase JumlahJumlah Persentase
No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13
2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37
3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68
4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31
5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62
6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00
7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56
8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93
9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38
10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82
15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20
16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90
17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95
18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77
19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31
20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67
21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10
22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48
23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80
Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 75
Secara per wilayah, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kab. Pangkep. Berdasarkan data BPS tahun 2014, tingkat
kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38% di ikuti oleh Jeneponto (15,31%), dan Toraja Utara (15,10%). Sementara itu,
daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di wilayah Makassar dengan persentase kemiskinan mencapai 4,48%
di ikuti oleh Sidrap (5,82%), dan Parepare (5,88%). Secara keseluruhan, hampir di seluruh wilayah terjadi peningkatan
kemiskinan.
6.3. Rasio Gini21
Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan menurun di 2015. Nilaigini ratio Sulsel tahun 2015 sebesar 0,40, menurun
dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 0,45. Namun secara tren dari 2012, angka ini cenderung mengalami
peningkatan. Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni 0,41. Dibandingkan provinsi lain di Sulampua,
nilai gini ratio Sulsel termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua Barat (0,43). Sulsel, Gorontalo, dan Papua
tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar di Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,29)
terjadi di Provinsi Maluku Utara. Angka gini ratio yang tinggi diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
menggambarkan bahwa masih tingginya kesenjangan pendapatan di Sulsel.
Tabel6.6. Nilai Gini Ratio
Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS
6.4. Nilai Tukar Petani22
Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) sedikit meningkat, tercermin dari pertumbuhan Nilai Tukar Petani
(NTP) pada triwulan I 2016 dibandingkan dengan triwulan I 2015. NTP pada triwulan I 2016 (105,96) meningkat dari
triwulan I 2016 (104,23) atau tumbuh positif 1,66% (yoy). Peningkatan NTP tersebut didorong oleh peningkatan Indeks
yang Diterima Petani dari 121,93 pada triwulan I 2015 menjadi sebesar 130,51 pada periode lapotan atau mengalami
pertumbuhan 5,29% (yoy), namun Indeks yang Dibayar Petani juga mengalami peningkatan dari 116,98 menjadi 123,17
pada triwulan I 2016 atau tumbuh 7,04% (yoy). Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena jenis barang/jasa dalam
keranjang inflasi merupakan komponen dalam indeks yang dibayar petani (subkelompok konsumsi rumah tangga).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
21 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol)
dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 22 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.45 0.40
Papua 0.41 0.42 0.44 0.44 0.46 0.39
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.45 0.40
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.40 0.38
Papua Barat 0.38 0.40 0.43 0.43 0.41 0.43
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.44 0.37
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.35 0.37
Maluku 0.33 0.41 0.38 0.37 0.33 0.34
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.38 0.36
Maluku Utara 0.34 0.33 0.34 0.32 0.32 0.29
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40
-4%
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
85
90
95
100
105
110
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
yoyNilai Tukar Petanig.indeks - sisi kanan
Indeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
yoyIndeks yang Dibayar Petani
g.indeks - sisi kanan
Indeks
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
76 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Peningkatan harga komoditas dalam inflasi serta panen raya tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani, karena
petani juga merupakan net consumer. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak
belakang) (Grafik 6.9). Pada periode tahun 2009 – 2011negatif dari korelasi tersebut mencapai -0,38 dan periode tahun
2012 hingga 2015mencapai -0,68.Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi
peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang
merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak
bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Namun demikian, secara spasial NTP Sulsel di triwulan I 2016 menduduki peringkat ke-4 terbesar dibanding provinsi
lainnya, di bawah Jawa Barat, Sulawesi Barat dan Banten.Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi Sulsel di
triwulan sebelumnya yang mampu menempati urutan ketiga secara Nasional.
Tabel6.6. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia
Sumber: BPS, diolah
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016
yoyIndeks yang Diterima Petani
g.indeks - sisi kananIndeks
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoy
Inflasi Nilai Tukar Petani
r 2012-2015 = -0,68r 2009-2011 = -0,38
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 20142015-
TW1
2015-
TW2
2015-
TW3
2015-
TW4
2016-
TW1
Jawa Barat 96.14 97.22 99.28 104.92 108.94 109.53 104.43 105.70 102.78 104.74 107.08 106.93
Sulawesi Barat 102.13 105.51 105.49 104.31 104.41 104.20 102.96 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07
Banten 97.31 97.76 101.83 104.81 108.45 110.06 104.75 105.23 102.77 104.02 107.02 105.97
Sulawesi Selatan 100.19 100.65 101.66 107.09 108.05 107.43 105.39 104.23 103.35 105.09 106.21 105.96
Bali 100.69 103.07 103.80 106.52 108.28 107.22 104.86 103.83 103.34 104.46 105.15 105.08
Jawa Timur 100.47 98.21 98.74 101.66 102.17 102.90 104.75 105.24 102.79 105.14 106.15 105.00
Gorontalo 102.42 99.47 101.66 104.07 102.33 100.66 101.32 101.50 100.91 102.49 104.21 104.95
Nusa Tenggara Barat 98.84 96.45 95.31 96.14 95.36 94.23 99.82 101.86 102.28 104.26 106.21 104.92
Maluku Utara 97.30 99.99 98.79 101.07 100.66 100.44 103.26 102.62 101.78 101.15 102.81 104.42
Maluku 103.07 106.62 103.54 104.81 104.70 105.48 100.51 100.75 100.11 100.30 102.02 103.76
DI Yogyakarta 105.28 107.85 112.64 115.12 116.46 116.89 102.20 100.22 99.44 101.80 103.06 103.47
Lampung 104.19 107.96 115.04 121.49 125.42 124.70 104.17 102.90 102.00 103.77 103.99 103.34
Kepulauan Bangka Belitung 99.08 94.41 95.77 99.17 99.17 100.26 101.55 103.48 105.17 106.30 103.86 101.75
Nusa Tenggara Timur 96.03 101.40 102.00 102.21 101.80 99.17 100.27 101.21 101.05 102.21 103.19 101.18
Jawa Tengah 99.77 98.67 101.62 104.84 105.35 105.90 100.65 100.86 98.09 100.11 101.87 100.48
Sulawesi Tenggara 103.51 107.30 108.64 107.62 106.45 105.99 101.32 98.83 98.35 100.21 100.76 99.75
Papua Barat 104.55 106.10 103.55 102.95 101.62 99.64 100.17 99.36 101.04 100.97 100.10 99.39
Sulawesi Tengah 101.15 98.58 97.17 98.86 97.79 97.01 102.18 97.99 96.95 98.14 99.37 99.28
Sumatera Utara 101.79 100.82 102.36 103.42 101.71 99.49 100.10 98.52 98.60 97.67 99.64 99.26
DKI Jakarta - - - - - - 100.49 98.84 98.34 97.34 98.19 99.25
Kalimantan Selatan 97.54 100.42 106.50 108.40 107.84 105.50 99.83 100.54 100.11 99.99 99.32 98.51
Kepulauan Riau 102.80 100.82 99.94 103.07 104.65 104.96 100.93 100.14 98.92 99.95 98.78 98.38
Sumatera Barat 105.17 103.71 105.48 106.25 105.02 104.14 100.61 98.72 97.36 97.14 97.73 98.15
Aceh 98.64 99.76 104.12 104.30 104.13 103.13 98.17 96.82 95.95 96.02 97.75 97.73
Kalimantan Timur 101.40 101.05 99.83 98.74 98.04 95.07 99.92 99.95 98.33 98.33 97.86 97.51
Sulawesi Utara 101.48 101.40 101.04 103.22 101.46 100.56 99.37 98.01 95.68 95.47 96.74 97.33
Kalimantan Tengah 98.74 98.38 102.88 101.08 99.24 97.93 101.29 98.99 98.47 99.03 98.14 96.81
Riau 101.75 99.07 104.11 105.07 104.26 101.40 96.95 96.84 95.97 93.55 94.61 96.61
Jambi 97.93 94.14 96.14 96.25 92.15 88.93 97.04 95.95 95.21 95.13 95.45 96.57
Papua 102.85 101.51 102.59 101.31 102.69 100.84 97.34 97.12 96.95 96.75 96.58 96.00
Kalimantan Barat 103.47 100.83 101.19 102.63 100.92 97.99 96.63 97.26 96.67 96.70 96.30 95.11
Sumatera Selatan 101.50 99.70 104.89 109.63 110.13 109.95 100.92 97.84 97.52 95.94 96.19 94.95
Bengkulu 105.50 103.58 104.67 102.97 102.41 99.62 96.35 95.47 94.12 92.71 93.36 92.24
Nasional 100.16 99.86 101.77 104.58 105.24 104.92 101.85 101.86 100.23 101.53 102.75 102.03
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 77
Boks 6.A. Bank Indonesia Ikut Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan senantiasa ikut ambil bagian dalam rangka menunaikan
janji kemerdekaan Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Selain itu, dalam rangka pencapaian visi untuk menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di
regional, Bank Indonesia berupaya untuk terus mendekatkan diri dengan masyarakat, salah satunya melalui dunia
pendidikan sehingga kebijakan-kebijakan Bank Indonesia dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat. Keterlibatan Bank
Indonesia dalam dunia pendidikan diwujudkan dalam berbagai bentuk, diantaranyanya adalah melalui penyaluran
Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), program magang dan penerimaan kunjungan dari sekolah maupun universitas.
Sejak tahun 2004 melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), Bank Indonesia telah menyalurkan beasiswa kepada
tiga universitas negeri di Makassar yaitu Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
dan Universitas Hasanuddin (UNHAS). Hingga saat ini, penyaluran beasiswa terus mengalami penyesuaian baik dari
proses seleksi maupun nilai beasiswa yang diatur dalam Perjanjian Kerjasama Beasiswa antara Bank Indonesia dengan
pihak Universitas. Sejak bulan Oktober 2015, Universitas Hasanuddin merupakan satu-satunyasatu-satunya perguruan di
Kawasan Timur Indonesia yang memperoleh Beasiswa Unggulan dari Bank Indonesia.
Pada tahun 2016, tepatnya pada tanggal 28 Maret 2016, Bank Indonesia kembali menyalurkan beasiswa kepada 83
(delapan puluh tiga) mahasiwa dari UNM, UIN Alauddin dan UNHAS. Dengan demikian penerima beasiswa reguler Bank
Indonesia hingga tahun 2016 ini telah mencapai 1.480 mahasiswa, yang terdiri dari 520 mahasiswa UIN, 520 mahasiswa
UNM dan 440 mahasiswa UNHAS. Mulai tahun 2012, seluruh mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia tergabung
dalam sebuah komunitas yang disebut Generasi Bank Indonesia (GenBI). GenBI merupakan perpanjangan tangan Bank
Indonesia untuk mengkomunikasikan kebijakan BI kepada komunitas mahasiswa dan masyarakat baik melalui media
cetak/sosial maupun edukasi langsung kepada masyarakat. GenBI juga diharapkan dapat menjadi role model di kalangan
pelajar, mahasiswa dan masyarakat baik role model dalam implementasi kebijakan BI (seperti bertransaksi non tunai,
merawat dan mengenal uang Rupiah) serta role model dalam bidang akademik maupun non akademik.
Gambar 6.A.1. Penandatangan Perjanjian Kerjasama Beasiswa
dihadiri oleh Rektor Universitas Negeri Makassar, UIN Alauddin, dan UNHAS
Program Sosial Bank Indonesia tahun 2016 melalui tema “Indonesia Cerdas” juga berupaya untuk memperkuat
edukasi masyarkat di bidang ekonomi melalui penyediaan sarana Pojok Baca atau yang disebut BI Corner. Pada tahun
2015, Bank Indonesia telah bekerja sama dengan Universitas Negeri Makassar untuk penyediaan BI Corner di
Perpustakaan UNM. Sementara untuk tahun 2016, BI Corner direncanakan akan dibangun di Univesitas Muhammadiyah
Parepare dan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Melalui sarana BI Corner, pengunjung diharapkan dapat
memperoleh banyak sumber informasi ekonomi yang berkualitas baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, BI Corner
juga dapat menjadi sarana sosialisasi agar masyarakat semakin mengenal tugas dan peran Bank Indonesia dalam
perekonomian Indonesia melalui publikasi-publikasi rutin, baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. Dengan semakin
banyak masyarakat yang paham tentang tugas dan fungsi Bank Indonesia diharapkan dapat lebih membantu Bank
Indonesia dalam mencapai visi dan misinya.
Masih dalam rangka kontribusi kepada dunia pendidikan dan edukasi kepada masyarakat, Bank Indonesia juga
membuka kesempatan bagi mahasiswa/i untuk melakukan praktek magang di Kantor Bank Indonesia. Mahasiswa
pemohon dapat menyampaikan surat permintaan magang dari universitas yang dilengkapi dengan Curriculum Vitae (CV)
ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Bank Indonesia akan melakukan seleksi wawancara terhadap permohonan magang
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
78 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
yang masuk. Bank Indonesia juga menerima kunjungan dari sekolah maupun universitas untuk mengenalkan tugas dan
fungsi Bank Indonesia baik di bidang moneter, sistem pembayaran maupun stabilitas sistem keuangan. Hingga periode
laporan ini, Bank Indonesia telah menerima kunjungan dari 6 (enam) sekolah maupun unviersitas baik dari dalam
maupun luar provinsi Sulawesi Selatan. Bank Indonesia juga telah menyelenggarakan kegiatan magang sebanyak (dua)
gelombang) untuk mengenalkan lebih dekat kepada mahasiswa magang mengenai tupoksi dan budaya kerja di Bank
Indonesia.
Bank Indonesia juga aktif menjadi narasumber dalam seminar ekonomi yang diselenggarakan oleh universitas.Tujuan
kegiatan ini supaya dunia akademisi juga mengetahui isu-isu terkini terkait perkembangan ekonomi moneter dan fiskal.
Mahasiswa yang diutamakan hadir adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang telah lulus mata kuliah ekonomi makro.
Dengan kegiatan ini, diharapkan dunia akademisi mampu mengarahkan dan berpartisipasi dalam menciptakan tenaga
kerja yang lebih responsif terhadap perkembangan global, memiliki inovasi, dan selalu siap dalam menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Gambar 6.A.5. Kegiatan Seminar Ekonomi dan Edukasi Kebanksentralan Bersama Pengamat Ekonomi Nasional
Gambar 6.A.6. Edukasi Kebanksentralan dan Sosialisasi Beasiswa Unggulan di Universitas Hasanuddin Bersama Gubernur Sulawesi
Selatan dan Rektor Universitas Hasanuddin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 79
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada
kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016
diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,0% (yoy), membaik
dibandingkan 2015.
Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel
triwulan II 2016 diperkirakan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan,
pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh semua
komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar negeri). Di
sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi
pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan
sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai
ke depan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya
harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan
harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan harga triwulan II 2016 dan sampai dengan akhir 2016
diperkirakan melemah, didukung peningkatan produksi pangan serta
lanjutan tren penurunan harga minyak dunia, sehingga terjadi penyesuaian
harga administered price. Oleh karena itu, inflasi 2016 diprakirakan tetap
terkendali dan berada dalam rentang target inflasi nasional.
Namun demikian, koordinasi tetap menjadi kata kunci keberhasilan dalam
mengendalikan inflasi, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga
ketersediaan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai
daerah di Sulsel.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
80 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel di triwulan II 2016 diperkirakan meningkat, yang ditopang oleh semua komponen sisi
pengeluaran (konsumsi, investasi,dan ekspor luar negeri). Peningkatan ekonomi Sulsel diperkirakan dalam kisaran 7,6% -
8,0% (yoy). Dari sisi pengeluaran, kenaikan konsumsi rumah tangga dan LNPRT, tercermin dari optimisme konsumen (hasil
survei BPS dan BI) dan akan adanya tunjangan hari raya. Investasi diperkirakan terakselerasi karena pembangunan
infrastruktur (energy, jalan, dan komunikasi). Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, disertai
risiko permintaan negara mitra dagang yang masih lemah, dengan disinsentif harga internasional. Dari sisi lapangan
usaha, peningkatan pertumbuhan di triwulan II 2016 diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan
listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial.
Dengan mempertimbangkan kondisi terkini indikator ekonomi domestik dan global, perekonomian Sulsel pada 2016
dan 2017 diperkirakan tumbuh sedikit membaik (7,6%-8,0%) dibandingkan pertumbuhan 2015 (7,15%, yoy).
Pertumbuhan ekonomi pada 2016, diperkirakan mengalami perbaikan dalam kisaran 7,6%-8,0%, dengan asumsi terjadi
perbaikan harga komoditas internasional dan ekonomi negara mitra dagang, khususnya dari negara maju (Amerika
Serikat, Kawasan Eropa, dan ASEAN). Dari sisi domestik, pendorong berasal dari realisasi penyaluran belanja pemerintah
pusat dan pembangunan infrastruktur. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah ketidakpastian ekonomi
global yang masih akan berlanjut, kembali rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan
permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2017, pertumbuhan
perekonomian diprakirakan juga akan kembali meningkat dalam kisaran 7,6%-8,0%, seiring dengan terjaganya laju
pertumbuhan perekonomian global, membaiknya harga komoditas internasional, dan pembangunan infrastruktur.
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2016 yang berkisar 7,6%-8,0% (yoy) masih akan ditopang
oleh permintaan domestik. Permintaan domestik yang tumbuh meningkat antara lain konsumsi rumah tangga dan
LNPRT,konsumsi pemerintah, serta investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Konsumsi rumah tangga diperkirakan
tumbuh pada kisaran 6,8%-7,2% dengan optimism konsumen menjelang hari keagamaan.Kegiatan investasi diperkirakan
tumbuh 5,7%-6,1%, dengan berlanjutnya proyek infrastruktur multiyears dan percepatan pelaksanaan lelang proyek.
Sementara itu, ekspor luar negeri Sulsel diperkirakan membaik, di tengah tren positif ekonomi negara-negara mitra
dagang dan harga komoditas yang trennya membaik.
Konsumsi pada triwulan II 2016 diperkirakan menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Komponen konsumsi rumah
tangga meningkat tercermin dari indeks tendensi konsumen yang berada di level 107,6, terutama untuk ekspektasi
pendapatan mencapai 105,9, sedangkan indeks rencana pembelian barang durable berada pada level 110,7. Daya beli
masyarakat akan meningkat dengan dibayarkannya tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil
(PNS). Konsumsi pemerintah diperkirakan juga mulai terakselerasi, seiring disalurkannya dana desa23
, dan realisasi
23 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap I pada bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus); tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus); dan tahap III pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).
4
5
6
7
8
9
10
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
20
16
Q1
20
16
Q2
20
16
Q3
20
16
Q4
20
17
Q1
20
17
Q2
20
17
Q3
20
17
Q4
%, yoy
2016:7,6% - 8,0%
2017:7,6% - 8,0%
2014:7,54%
2015:7,15%
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 81
belanja/pendapatan pemerintah yang naik lebih tinggi dari 2015.Sebagai indikasi, realisasi belanja pemerintah pada
triwulan I 2016 telah mencapai 12,8%, sementara pada triwulan II 2016 diperkirakan akan mencapai 32,1%.
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Sumber: Survei Konsumen – BI
Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan
Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel
Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel pada triwulan II 2016 tetap tumbuh tinggi dan diperkirakan dalam tren meningkat sampai
dengan keseluruhan 2016. Beberapa proyek unggulan yang masih terus berlangsung selama 2016 antara lain:
1. Pelabuhan Makassar (Makassar New Port) dengan kapasitas 3 juta teus, yang berlangsung 2015 – 2018, yang
membutuhkan biaya sebesar Rp1,8 Triliun. Kemajuan pekerjaan mencapai 10 %, antara lain jalan menuju proyek,
dan struktur dermaga yang ada pada pinggir pantai.
2. Tiga Proyek Jalan yakni Bypass Mamminasata, Middle Ring Road dan Elevated Poros Maros-Bone, yang berlangsung
2015 – 2018 yang membutuhkan biaya Rp251,25 Miliar. Kemajuan pekerjaan penandatanganan kontrak untuk
pengerjaan tahap pertama.
3. Proyek kereta api Trans Sulawesi trace Makassar - Parepare, yang berlangsung 2015 – 2018, pada tahun 2016
membutuhkan biaya Rp1,3 triliun (APBN). Kemajuan pekerjaan konstruksi telah mencapai 10 Km dan pembebasan
lahan tahap I sepanjang 30 Km telah selesai 90%.
4. Pembangkit Listrik (Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross capacity) atau 2x125 (net capacity), yang
berlangsung 2015-2016 membutuhkan biaya Rp 3 triliun. Kemajuan pekerjaan berupa groundbreaking yang telah
dilakukan pada Maret 2015.
5. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
mobilisasi, tenaga, alat, material on site.
6. Bendungan Karalloe yang berlangsung 2013 – 2017, membutuhkan biaya Rp500 miliar. Kemajuan pekerjaan berupa
pembebasan lahan.
7. Bendungan Paselloreng yang berlangsung 2015 – 2019, membutuhkan biaya Rp800 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
111,1 110,1 110,7 108,19 96,29 106,24 103,38 102,7 101,9
107,6
90
95
100
105
110
115
120
125
I II III IV I II III IV I IIp
2014 2015 2016
Indeks Tendensi KonsumenPerkiraan Pendapatan RTRencana pembelian barang durable
Sum
ber
: B
PS 90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIp
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat IniIndeks Ekspektasi Konsumen
10,8%
30,9%
52,1%
89,8%
10,0%
29,5%
49,6%
90,1%
11,7%
32,4%
52,8%
91,4%
9,49%
24,37%
47,23%
88,58%
12,83%
32,07%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
82 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
8. Waduk Tunggu Nipa Nipa yang berlangsung 2015 – 2017, membutuhkan biaya Rp400 miliar. Kemajuan pekerjaan
berupa pembebasan lahan.
9. Bendung Baliase yang berlangsung 2015 - 2019, membutuhkan biaya Rp200 miliar. Kemajuan pekerjaan tahap
negosiasi dengan masyarakat.
10. Perbaikan Irigasi (Sekunder) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp31,6 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
11. Perbaikan Irigasi (Tersier) yang berlangsung 2016, membutuhkan biaya Rp5,8 miliar. Kemajuan pekerjaan sampai
pada tahap kontrak kerja.
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan semakin membaik, terutama pengiriman ke luar negeri. Rendahnya harga
komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk
dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai
ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi 2015, dan kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi
andalan ekspor, dan kebijakan ini telah dimulai sejak Agustus 201524
.
Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy)
WEO (IMF) WEO (IMF) Apr-16 Jan-16
2015 2016p 2017p 2015 2016p 2017p
Amerika Serikat 2,5 2,6 2,6 2,4↓ 2,4↓ 2,5↓
Kawasan Eropa 1,5 1,7 1,7 1,6↓ 1,5↓ 1,6↓
Kawasan Asia 6,6 6,3 6,2 6,6→ 6,4↑ 6,3↑
Tiongkok 6,9 6,3 6,0 6,9→ 6,5↑ 6,2↑
Jepang 0,6 1,0 0,3 0,5↓ 0,5↓ -0,1↓
Kawasan ASEAN* 4,7 4,8 5,1 4,7→ 4,8→ 5,1→
Output Dunia 3,1 3,4 3,6 3,1→ 3,2↓ 3,5↓ *) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan diperkirakan semakin membaik meski masih pada tingkat
yang rendah, turut mendorong perbaikan ekspor luar negeri. Tren perbaikan harga internasional komoditas olahan
tambang diperkirakan baru mulai membaik pada akhir tahun 201625
, yang secara langsung diharapkan akan berimbas
positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel trennya akan membaik di akhir 2016, atau
akan tumbuh -2,4% (yoy), dimana pada akhir 2015 harga nikel tumbuh -40,6% (yoy) atau berada pada kisaran 8.708
USD/metrik ton. Saat ini, harga nikel tercatat membaik 8.878,86USD/metrik ton. Masih rendahnya harga nikel,
dikarenakan berkurangnya permintaan dari industri besi/baja, destocking sektor stainless steel, dan tetap rendahnya
output China.
24 Program ini dibuka secara simbolis oleh presiden Jokowi,yang melepas ekspor ke 24 negara tujuan dengan 27 komoditas berbeda dengan nilai Rp62
triliun. Dalam program ini Sulsel membidik 24 negara tujuan ekspor, diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Italia, Puerto Rico, Jerman, Australia, Malaysia, Singapore Hongkong, Philipina , Inggris, Taiwan, Tiongkok , Israel, Polandia, Denmark, Dubai (Uni Emirat Arab), Kuwait, Saudi Arabia, Ukraina, Spanyol, Vietnam, Timor leste. Sedangkan komoditi yang di ekspor adalah udang beku, ikan tuna beku, kepiting, gurita beku, ikan segar, kakao liquer, kakao powder, kopi, kakao, buah markisa, jagung, budsudan (dupa), kayu olahan, rumput laut, karet, minyak mete, kulit mete, mete kupas, tepung terigu, dedak gandum, reptile skin, semen, nikel, marmer, ikan hidup, telur ikan terbang, daging kepiting, dan marmer.
25 Commodity Market Outlook, April 2016.
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 83
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Bijih Besi
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih banyak arus masuk, seiring masuknya musim hari besar,
seiring peningkatan kebutuhan bahan pangan saat hari besar keagamaan. Pengirimanbarang dari Sulsel cenderung
berupa bahan mentah yang nilai tambahnya rendah, sementara barang yang dikirim ke Sulsel memiliki nilai tambah yang
lebih tinggi, karena berupa barang jadi dan alat rumah tangga. Bahan makanan yang rutin dikirim dari Sulsel adalah beras,
yang dikirim kepada 22 provinsi.Pengiriman melalui mekanisme move Bulog, terutama untuk Kawasan Timur Indonesia
serta Kalimantan. Pengiriman didukung oleh infrastruktur yang semakin membaik akan mendukung perhubungan antar
pulau26
.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha
Pada triwulan II 2016, sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, sektor informasi/komunikasi,
dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial diperkirakan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel. Faktor-faktor
pendorong sektor-sektor tersebut antara lain faktor musiman (Ramadhan), kondisi cuaca yang kondusif (berlalunya El-
Nino), dan daya beli yang permintaankan produksi.
Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2016.
Curah hujan yang cenderung kondusif (tingkat menengah) pada triwulan II 2016, diperkirakan optimal untuk penanaman
tabama maupun penangkapan ikan. Hasil pantauan BMKG, intensitas hujan berada pada intensitas menengah (200 – 300
mm), kondusif untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan laut dan kondusif untuk masa panen. Musim panen tanaman
bahan makanan (padi) diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Maret-Mei 2016. Dari sisi subsektor
perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat diperkirakan membaik, sehingga ekspor komoditas tersebut
juga diperkirakan meningkat.
Sumber: World Bank
Sumber: World Bank
Grafik 7.7. Perkembangan Harga Internasional Coklat Grafik 7.8. Perkembangan Harga Internasional Kopi (Robusta)
26 Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di
Kabupaten Barru.
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I
IIP
2016
-p
2017
-p
2012 2013 2014 2015
yoy $/mt
Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I
IIP
20
16
-p
20
17
-p
2012 2013 2014 2015
yoy $/mt
Harga Internasional Iron Ore g.Harga Internasional Iron Ore - sisi kanan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I
IIP
201
6-p
201
7-p
2012 2013 2014 2015
yoy USD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I
IIP
201
6-p
201
7-p
2012 2013 2014 2015
yoy USD/kg
Harga Internasional Kopi g.Harga Internasional Kopi - sisi kanan
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
84 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Lapangan usaha pertambangan diprakirakan tumbuh melambat, seiring dengan perkiraan harga internasional nikel
yang terus turun dan mencapai terendah dalam kurun 10 tahun terakhir. Perusahaan tambangmasih untung dengan
harga nikel yang rendah, selama harga minyak bumi juga tetap rendah. Perkembangan harga internasional nikel, sampai
dengan April 2016 telah mengalami penurunan -37,09%(yoy) hingga level harga 8.878,86 USD /metrik ton. Harga bahan
bakar minyak dimanfaatkan perusahaan dengan meningkatkan produksi nikel perusahaan27
, dan dengan demikian
pendapatan perusahaan meningkat. Dalam menyiasati penurunan permintaan pasar dunia, perusahaan tambang di Sulsel
pada 2016, akan menunda belanja modal, yang berarti tidak ada ekspansi usaha pada 2016.
Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan terkoreksi ke bawah pada triwulan II 2016.Industri bahan makanan
diperkirakan sudah menggenjot produksinya pada triwulan I 2016 (terlihat dari pertumbuhan mencapai 12,8%; yoy),
karena mengantisipasi permintaan saat Ramadhan dan Idul Fitri. Sehingga triwulan II 2016 kegiatan industri pengolahan
cenderung terkoreksi ke bawah. Di samping itu,kegiatan industri pengolahan utama (terigu, kakao dan semen) masih
terbatas, karena permintaan negara mitra dagang juga masih lemah.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tetap kuat pada triwulan II 2016. Beberapa proyek pembangunan skala besar
telah mulai berjalan pada 2015, dan masih berlanjut di 2016. Rencana pembangunan infrastruktur baru (jaringan irigasi,
waduk, dan embung) hingga periode triwulan I 2016 mencapai Rp1,05 miliar (0,12%) dari APBD dan Rp397,22 miliar
(7,86%) dari APBN. Diperkirakan realisasi belanja modal dalam tren meningkat, karena adanya Instruksi Presiden agar
seluruh Kementerian mempercepat realisasi anggaran di awal tahun. Dinas Pekerjaan Umum sudah mulai membuat
kontrak pada akhir tahun, sehingga proyek pembangunan dapat berjalan pada awal tahun.
Lapangan usaha perdagangan besar/eceran diprakirakan tetap kuat pada triwulan II 2016. Kegiatan perdagangan
diperkirakan meningkat menjelang Ramadhan/Idul Fitri. Hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia
memperlihatkan indeks penjualan eceran pada triwulan II 2016 diperkirakan sedikit membaik (-1,37%; yoy). Perbaikan
penjualan triwulan II 2016 diperkirakan terjadi pada suku cadang; perlengkapan rumah tangga lainnya; peralatan dan
komunikasi di toko; barang budaya dan rekreasi masing-masing 5,04%; -0,63%; -3,47%; dan 12,97% (yoy) dari triwulan
sebelumnya masing-masing 2,63%; -2,98%; -4,63%; dan 10,41% (yoy).
Grafik 7.9. Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Lapangan usaha penyedia jasa akomodasi diperkirakan melambat pada triwulan II 2016. Menjelang Ramadhan dan Idul
Fitri diperkirakan kegiatan di hotel dan restauran menurun. Hasil liaison menyatakan occupancy rate di 2016 hanya akan
sedikit naik, sekitar 7-10% dibandingkan 2015. Hal ini didorong oleh permintaan dari perusahaan/bisnis melemah. Di sisi
lain, kegiatan MICE di awal tahun 2016 relatif belum banyak terselenggara. Sementara itu, tren pertumbuhan lapangan
usaha ini akan meningkat pada 2016, seiring penambahan unit dan kamar hotel28
baru.
Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan tetap kuat, sebagaimana yang diekspektasikan kalangan
banker. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I 2016, memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2016 tetap
menguat, seiring optimisme perkiraan kondisi ekonomi tahun 2016 yang lebih baik dari tahun sebelumnya, menurunnya
risiko penyaluran kredit, dan rencana penurunan suku bunga kredit. Hasil dari survei tersebut memperkirakan untuk
27 er atat produksi nikel yang dilakukan perusahaan pengolahan nikel meningkat menjadi 58.875 mt pada 2015 dari sebelumnya hanya 58.141 mt pada
2014.
28 Jumlah kamar tersedia di Makassar 2015 mencapai 11.550 unit kamar. Pada 2016, akan bertambah 1.800 kamar, sehingga mencapai 13.350 kamar dengan rencana pengoperasian 11 hotel baru sepanjang 2016.
-40
-20
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016
%, yoy
Indeks Total Suku cadang
Barang budaya dan rekreasi Peralatan dan komunikasi di toko
Perlengkapan rumah tangga lainnya
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 85
keseluruhan 2016, secara nasional kredit akan tumbuh 12,3% (yoy) sedikit lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya
(12,3%; yoy)29
.
7.2. Prospek Inflasi
Laju inflasi triwulan II 2016 secara umum diperkirakan stabil dengan rentang 4,0%±1,0% (yoy). Tekanan inflasi
khususnya dari kelompok volatile food diperkirakan melemah, seiring masuknya musim panen sehingga pasokan bahan
pangan mengalami penambahan. Tren penurunan harga minyak dunia diikuti penyesuaian harga/tarif administered price,
akan menjadi faktor penahan laju inflasi. Selain itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-
Sulsel akan meningkatkan koordinasi untuk menjaga ketersediaan stok pangan guna meminimalisir gejolak harga.
Inflasi di akhir 2016 dan 2017 diperkirakan masih dalam rentang target inflasi Nasional. Melihat pola historis inflasi
pada lima tahun terakhir, akan terjadi koreksi inflasi pada awal tahun, seiring masuknya musim panen bahan makanan.
Selain itu, harga komoditas minyak dunia dalam level terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Target inflasi Sulsel pada
2016 – 2017 sesuai dengan targei inflasi nasional di kisaran 4%±1%.Faktor-faktor yang mendukung adalah
ketersediaan/distribusi pangan berjalan optimal, berlanjutnya tren penurunan harga minyak dunia, diikuti dengan
tiadanya kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi secara simultan, serta telah berjalannya
fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara optimal.
Grafik 7.10. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel
Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan II 2016, TPID akan lebih
meningkatkan koordinasi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga ketersediaan pasokan dan
kelancaran distribusi. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2016 sekitar 4%. Koordinasi
menjadi krusial seiring peningkatan tekanan inflasi karena aliran distribusi pasokan bahan pangan ke daerah lain yang ikut
mengerek harga di Sulsel. Kondisi tersebut mendorong realisasi inflasi pada April 2016, menjadi lebih tinggi menjadi
4,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan akhir 2015 (4,48%; yoy).
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan melemah. Pergeseran jadwal tanam di beberapa wilayah di Sulsel yang semula
direncanakan pertengahan November 2015 menjadi pertengahan Desember 2015, sehingga pasokan pangan diperkirakan
akan tinggi pada triwulan I dan II 2016, dengan berlangsungnya musim panen. Selain itu, pada triwulan II 2016, faktor
cuaca relatif kondusif dengan curah hujan menengah yang menjamin ketersediaan air bagi lahan pertanian.Dengan
ketersediaan beras di Bulog, telah dilakukan pengiriman beras ke 14 provinsi antara lain DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimatan Tengah, Maluku, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, Riau,
Aceh, Kalimatan Barat, Kalimatan Selatan, dan Papua.
Tekanan inflasi administered prices triwulan II tahun 2016 diperkirakan relatif rendah. Inflasi administered price
kemungkinan dapat terkoreksi ke bawah, seiring tren turunnya harga minyak dunia, yang berimplikasi terhadap
penurunan harga bahan bakar minyak30
dan tarif listrik31
. Peningkatan diperkirakan terjadi pada makanan jadi, karena
29 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan I 2016. 30 Harga bahan bakar minyak turun Rp500 per liter, bensin Premium turun menjadi Rp6.450 per liter dari harga semula Rp6.950 per liter. Sedangkan
harga Solar turun menjadi Rp5.150 per liter dari harga sebelumnya Rp5.650 per liter. Perubahan harga ini berlaku mulai 1 April 2016.
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 . 12
2012 2013 2014 2015 2016
Infl
asi T
ahu
nan
Nasional
Sulsel
Sasaran Inflasi 2013: 4,5%+1Sulsel 2013: 6,22%Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5%+1Sulsel 2012: 4,41%Nasional 2012: 4,30%
Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1Sulsel 2015: 4,48%Nasional 2015: 3,35%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5%+1Sulsel 2014: 8,61%Nasional 2014: 8,36%
Sasaran Inflasi 2016:
4% + 1
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
86 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
pengenaan cukai untuk kemasan plastik akan memicu kenaikan harga jual. Salah satunya, harga jual makanan dan
minuman yang selama ini banyak memakai plastik untuk kemasannya. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman
Indonesia (GAPMMI) menyatakan kenaikan harga mengacu pada besaran cukai yang akan dikenakan, dan pengenaan
cukai itu akan menimbulkan efek berganda sampai ke konsumen32
.
April 2016 Mei 2016 Juni 2016
Keterangan:
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Gambar7.1. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan melemah, didorong oleh ekspektasi konsumen terhadap harga
yang cenderung turun dan stabilnya harga komoditas emas. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan
datang melemah, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9), demikian pula indeks survei pedagang
eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen indeksnya stabil menjadi 181,5 pada triwulan II 2016 sama dengan indeks
triwulan sebelumnya 181,5. Sementara indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang
sedikit melambat menjadi 100,05 pada triwulan II 2016 dari indeks triwulan sebelumnya 100,09. Sementara itu, tren
harga emas diperkirakan stabil sampai dengan triwulan II 2016.
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 7.11. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Grafik 7.12. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
31 Tarif Rumah Tangga daya 1.300 Volt Ampere (VA) ke atas turun dari Rp 1.509,38 per kilo Watt hour (kWh) pada bulan Desember 2015, menjadi Rp
1.409,16 pada Januari 2016. Tarif bisnis daya 6.000 VA ke atas dan kantor pemerintah daya 6.600 VA ke atas juga turun hingga Rp 100,00. Kemudian tarif industri juga mengalami penurunan tipis.
32 Misalnya, harga produk dari pabrik Rp 1.000 dan cukai yang akan dikenakan nanti sebesar Rp 200, maka harga sudah naik menjadi Rp 1.200. Kemudian, dari pabrik ke distributor ada pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%, jadi harga barang naik jadi Rp 1.320. Selanjutnya dari distributor ke grosir dikenakan lagi PPN 10%, dan harga naik lagi. Setiap tahapan distribusi dikenakan PPN 10%, belum lagi ditambah margin.
160
165
170
175
180
185
190
195
200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
99,90
99,95
100,00
100,05
100,10
100,15
100,20
100,25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 87
Sumber: World Bank
Grafik 7.13. Perkembangan Harga Internasional Emas
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
7.3. Rekomendasi Kebijakan
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah di Provinsi Sulsel:
a. Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat waktu. Dalam masa pembangunan infrastruktur
tersebut, agar menghindari kontraproduktif terhadap kelancaran lalu lintas barang dan orang.
b. Program peningkatan ekspor agar dibarengi dengan kualitas lalu lintas darat dan laut yang memadai, mulai dari
kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan.
c. Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama untuk kebutuhan
rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya. Hal ini untuk menghindari
defisit neraca perdagangan antar pulau, akibat ketergantungan barang dari luar Sulsel, maupun nilai tambah barang
Sulsel yang relatif rendah karena masih berupa barang mentah.
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I II III IV
I
IIP
20
16
-p
20
17
-p
2012 2013 2014 2015
yoy USD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
IV Total I II III IV Total I IIP TotalP
Pertumbuhan Ekonomi 7,7 7,5 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0
Sisi PengeluaranKonsumsi Rumah Tangga 5,5 5,9 5,3 5,5 5,0 5,36 5,3 5,3 6,8-7,2 6,2-6,6 5,2-6,2
Konsumsi LNPRT 4,9 11,3 (2,5) (2,1) 2,9 6,3 1,1 4,7 6,2-6,6 5,4-5,8 5,6-6,6
Konsumsi Pemerintah (2,1) 1,9 7,8 3,2 8,7 11,1 8,2 2,1 5,7-6,1 6,6-7,0 9,4-10,4
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,3 8,8 5,3 6,2 10,3 11,1 8,3 9,5 16,3-16,7 16,8-17,2 8,2-9,2
Ekspor Luar Negeri 7,8 9,8 (0,5) (8,0) (14,5) (15,5) (10,1) (32,3) 5,1-5,5 8,3-8,7 6,7-7,7
Impor Luar Negeri 7,6 (35,8) 0,0 (3,8) 72,1 12,33 19,2 (15,7) 4,5-4,9 8,9-9,3 3,7-4,7
Net Ekspor Antardaerah 3,8 (0,5) (45,5) 14,9 41,7 (31,4) 9,1 28,1 (5,6)-(5,2) (5,6)-(5,2) 5,9-6,9
Sisi Lapangan UsahaPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7,9 10,0 3,5 11,6 5,2 1,4 5,6 0,9 7,3-7,7 5,6-6,0 6,0-7,0
Pertambangan dan Penggalian 15,6 11,1 2,4 8,1 12,1 8,4 7,9 2,6 2,0-2,4 5,3-5,7 7,3-8,3
Industri Pengolahan 14,6 8,9 5,8 7,5 4,4 9,0 6,7 12,8 7,0-7,4 8,1-8,5 8,0-9,0
Pengadaan Listrik, Gas 17,5 11,7 0,0 (6,9) (5,6) (3,3) (4,0) 8,2 9,4-9,8 6,5-6,9 4,2-5,2
Pengadaan Air (1,2) 2,1 0,6 (0,3) (2,5) 3,7 0,3 5,5 2,8-3,2 3,3-3,7 2,7-3,7
Konstruksi 5,6 6,3 7,2 5,9 9,2 10,7 8,3 9,3 9,2-9,6 9,8-10,2 8,2-9,2
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,4 7,2 5,6 6,6 9,1 10,1 7,9 9,3 9,3-9,7 9,1-9,5 6,9-7,9
Transportasi dan Pergudangan 4,4 1,7 4,4 7,1 10,4 5,7 6,9 12,9 11,2-11,6 8,2-8,6 6,6-7,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,6 7,8 5,1 4,0 6,0 7,7 5,7 9,5 7,0-7,4 7,9-8,3 6,9-7,9
Informasi dan Komunikasi 6,6 5,8 7,3 7,5 8,1 8,7 7,9 8,2 8,0-8,4 7,2-7,6 7,2-8,2
Jasa Keuangan 10,2 5,8 10,0 3,0 9,2 7,6 7,4 9,6 8,2-8,6 8,4-8,8 7,9-8,9
Real Estate 9,0 8,0 8,9 7,6 7,2 6,0 7,4 7,0 4,3-4,7 6,8-7,2 8,0-9,0
Jasa Perusahaan 7,4 6,8 4,8 4,5 6,8 7,4 5,9 7,9 6,3-6,7 6,8-7,2 6,5-7,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,9 2,6 5,5 7,1 9,3 9,2 7,8 8,2 8,1-8,5 8,4-8,8 6,9-7,9
Jasa Pendidikan 3,1 4,7 8,9 9,1 9,6 2,3 7,3 7,7 5,8-6,2 6,4-6,8 6,6-7,6
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,3 10,2 7,4 7,8 11,3 10,5 9,3 9,5 9,3-9,7 8,0-8,4 9,4-10,4
Jasa lainnya 9,4 7,6 9,4 8,2 8,2 10,2 9,0 9,7 7,5-7,9 8,1-8,5 7,8-8,8
PDRB 7,7 7,5 5,7 8,0 7,6 7,2 7,1 7,4 7,6-8,0 7,6-8,0 7,6-8,0
Inflasi Sulsel 8,6 8,6 7,1 8,1 8,4 4,5 4,5 5,7 4,0±1,0 4,0±1,0 4,0±1,0
2016P2014Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Provinsi Sulsel
20152017P
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
88 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
d. Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang pertumbuhan Sulsel, seharusnya penyerapannya makin optimal
dan merata sepanjang tahun. Pemerintah daerah/pusat dapat menerapkan Rencana Penerimaan dan Pengeluaran
Bulanan (RPPB). Monitoring terhadap RPPB dijadikan sebagai indikator kinerja setiap satuan kerja perangkat daerah
(SKPD).
e. Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman,
penerangan jalan utama yang memadai, serta taman yang tertata. Selain itu, fasilitas control room dilengkapi
dengan peraturan daerah yang kuat, sehingga dapat terintegrasi dengan instansi lainnya, yang cepat
menindaklanjuti apabila terjadi gangguan terhadap masyarakat maupun kerusakan infrastruktur.
Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama
komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut:
a. Meyakinkan kepada para pemangku kebijakan terutama di tingkat daerah, bahwa benar terdapat indikasi telah
terjadi praktik pembentukan harga beras yang jauh dari prinsip-prinsip pasar persaingan sempurna. Kenaikan harga
beras yang nota bene harus ditanggung konsumen Sulsel tersebut sebagian besar dinikmati pihak penggiling dan
Grosir.
b. Mendorong pemerintah pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) agar merumuskan kebijakan dan mengambil
langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak market failures. Kebijakan tersebut hendaknya diberlakukan
kepada mereka yang selama ini mengambil marjin keuntungan yang paling besar. Kebijakan bisa diimplementasikan
dalam bentuk himbauan, hingga sampai ke tingkat yang keras yaitu penghentian sementara/pencabutan izin usaha.
c. Mendorong Pemerintah Provinsi untuk menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dengan
mewajibkan grosir untuk memprioritaskan penyaluran beras di Sulsel sebesar persentase tertentu dari stok beras
yang mereka miliki, sehingga jumlah minimal stok beras yang dibutuhkan masyarakat Sulsel dalam situasi apapun
selalu tercukupi. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menekan moral hazard pedagang, agar mereka tidak terlalu
mengambil margin keuntungan yang eksesif.
d. Memberikan masukan kepada pemerintah agar mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah
dan beras yang rasional dan obyektif, agar Perum BULOG mampu menyerap gabah dan beras sesuai yang
ditargetkan. Bila perlu dalam kondisi tertentu diberikan fleksibilitas dalam penetapan harga gabah dan beras
(sebesar persentase tertentu), serta dibekali dana yang cukup guna menyerap gabah dan beras dari hasil panen
petani, sehingga Perum BULOG mampu menjalankan operasi pasar secara efektif.
e. Mendorong Pemerintah Daerah (Provinsi/Pemkab/Pemkot) untuk memberikan bantuan dengan menyalurkan beras
kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif.
f. Selain itu, agar pemerintah juga merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok Tani agar mampu
berperan efektif sebagai “Kaki angan” Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan (Gambar 7.2).
(a) + (b) : dilakukan apabila penyerapan beras BULOG tidak mencapai target
Gambar 7.2. Usulan Rantai Distribusi Beras di Sulsel
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 89
g. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah (Provinsi/Pemkab/Pemkot) agar tidak mengeluarkan peraturan
yang kontra produktif misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya, yang terkait dengan perdagangan
beras di Sulsel (tidak termasuk beras yang diperdagangkan ke Provinsi lain/antar pulau). Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari shifting pembebanan biaya yang menyebabkan harga beras di tingkat konsumen meningkat, sehingga
merugikan konsumen (termasuk petani), mengingat beras merupakan kebutuhan pokok dengan karakteristik
permintaan in elastis, sementara sebagian petani di Sulsel diyakini merupakan net consumer beras.
h. Mengundang investor atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu
menghasilkan beras kualitas premium, guna memenuhi kebutuhan konsumen di Kawasan Timur Indonesia
(khususnya Sulsel), yang terdapat kecenderungan permintaannya semakin meningkat sehingga harganya juga
cenderung naik.
i. Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data
stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh
seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani.
j. Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Susel agar lebih giat dalam melaksanakan
program/kegiatan layanan keuangan inklusif, khususnya kepada petani agar lebih mudah dalam mengakses
pembiayaan, sehingga mereka tidak lagi tergantung kepada pemodal besar (pengumpul cq. pihak penggiling).
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DANREKOMENDASI KEBIJAKAN
90 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 91
LAMPIRAN
Lampiran
A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
2016**
I II III IV TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 42.33 44.26 46.45 51.08 12.72 14.53 15.98 10.73 53.96 12.84
B Pertambangan dan Penggalian 11.90 12.53 13.24 14.71 3.53 3.78 4.25 4.30 15.87 3.62
C Industri Pengolahan 25.74 27.97 30.55 33.28 8.09 8.77 8.95 9.69 35.51 9.13
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.20 0.22 0.05 0.05 0.05 0.06 0.21 0.06
E Pengadaan Air 0.27 0.28 0.30 0.30 0.08 0.08 0.07 0.08 0.30 0.08
F Konstruksi 21.43 23.54 26.03 27.67 6.96 7.19 7.69 8.13 29.97 7.61
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 25.17 28.15 30.19 32.36 8.21 8.62 9.41 8.68 34.92 8.97
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.01 7.95 8.45 8.60 2.15 2.24 2.41 2.39 9.19 2.43
H Transportasi dan Pergudangan 2.48 2.77 2.95 3.18 0.80 0.83 0.85 0.88 3.37 0.88
J Informasi dan Komunikasi 10.01 12.07 13.77 14.56 3.75 3.86 4.04 4.07 15.71 4.06
K Jasa Keuangan 6.04 7.00 7.63 8.07 2.14 2.08 2.19 2.25 8.66 2.35
L Real Estate 6.59 7.28 7.93 8.56 2.25 2.28 2.32 2.34 9.20 2.41
M,N Jasa Perusahaan 0.81 0.88 0.94 1.00 0.26 0.26 0.27 0.27 1.06 0.28
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9.77 9.99 10.29 10.56 2.65 2.76 2.95 3.03 11.38 2.86
P Jasa Pendidikan 10.29 11.06 11.92 12.47 3.18 3.19 3.40 3.61 13.38 3.42
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.36 3.71 4.02 4.43 1.14 1.18 1.23 1.29 4.85 1.25
R,S,T,U Jasa lainnya 2.36 2.55 2.74 2.94 0.77 0.79 0.81 0.84 3.21 0.85
185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.09
2014*2015**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
PRDB
2011 2012 2013
2016**
I II III IV TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.97 51.41 57.37 68.44 18.19 20.84 23.49 16.04 78.56 19.39
B Pertambangan dan Penggalian 14.65 16.18 17.88 22.65 5.64 5.87 6.03 5.81 23.35 4.87
C Industri Pengolahan 26.94 30.80 35.49 41.62 10.61 11.60 11.95 13.02 47.19 12.39
D Pengadaan Listrik, Gas 0.16 0.18 0.18 0.19 0.04 0.04 0.04 0.05 0.17 0.04
E Pengadaan Air 0.29 0.31 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10
F Konstruksi 22.89 26.58 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 26.49 30.65 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.70
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.32 8.96 10.43 11.99 3.20 3.38 3.72 3.75 14.05 3.82
H Transportasi dan Pergudangan 2.65 3.15 3.56 4.11 1.08 1.12 1.16 1.19 4.54 1.20
J Informasi dan Komunikasi 10.05 12.13 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15
K Jasa Keuangan 6.42 8.24 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39
L Real Estate 7.02 8.32 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70
M,N Jasa Perusahaan 0.86 1.00 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.70 11.45 12.24 13.66 3.71 3.92 4.27 4.43 16.33 4.20
P Jasa Pendidikan 10.89 12.10 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.55 4.08 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73
R,S,T,U Jasa lainnya 2.45 2.75 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18
198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 87.99
2014*2015**
PRDB
2011 2012 2013Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
LAMPIRAN
92 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)
Sumber : Badan Pusat Statistik
2016**
I II III IV TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 106.35 113.78 120.56 127.70 32.82 33.28 33.99 34.39 134.47 34.56
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.22 2.38 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 21.55 22.45 23.06 23.49 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.70
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 64.56 74.68 82.98 90.29 22.45 23.47 25.19 26.71 97.82 24.59
5 Perubahan Inventori 2.16 5.43 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 0.96
6 Ekspor 52.86 51.22 52.36 59.75 13.86 13.73 14.66 10.30 52.56 8.20
7 Impor 63.99 67.75 67.96 69.18 15.34 16.31 15.57 19.91 67.14 9.65
PDRB 185.71 202.18 217.59 234.00 58.74 62.49 66.88 62.62 250.73 63.09
2015**2013 2014*No Komponen 2011 2012
2016**
I II III IV TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.55 129.69 146.64 165.19 44.64 45.72 47.48 48.68 186.52 49.61
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.31 2.60 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.12
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23.49 26.12 28.72 31.70 4.86 7.99 9.19 14.43 36.48 5.52
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 66.70 82.68 94.88 113.16 29.14 31.00 33.80 36.41 130.34 33.90
5 Perubahan Inventori 2.50 5.66 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.49
6 Ekspor 57.26 58.19 59.93 78.01 18.91 18.67 19.75 12.76 70.08 11.13
7 Impor 67.52 76.66 78.84 90.73 20.69 21.88 21.11 27.89 91.57 14.77
PDRB 198.29 228.29 258.84 299.63 78.75 84.54 92.03 86.43 341.75 87.99
2015**2013 2014*No Komponen 2011 2012
Penduduk (Jiwa) 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,300
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.59 39.90
2015P2014Kategori 2010 2011 2012 2013
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 93
B. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran
Sumber: BPS, diolah
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
Umum Bahan
Makanan
Makanan
Jadi,
Minuman,
Rokok, dan
Tembakau
Perumahan,
Air, Listrik,
Gas, dan
Bahan Bakar
Sandang Kesehatan
Pendidikan,
Rekreasi, dan
Olahraga
Transpor dan
Komunikasi
126.75 148.73 131.96 122.00 135.79 119.24 116.86 104.73
130.39 149.06 137.77 126.48 147.55 128.36 120.24 105.50
Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61
Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92
Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22
Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72
Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55
Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11
Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97
Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08
Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65
Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33
Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30
Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29
Triwulan I 123.62 141.22 121.28 121.08 119.52 115.87 108.29 118.70
2016
2015
2014
IHK
(Akhir Periode)
2010
2011
2012
2013
2016
I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54 122.54 124.40
Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48 120.48 121.60
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57 119.57 119.77
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49 118.49 118.27
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34 128.34 127.18
Sumber: Badan Pusat Statis tik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014
20142015
2015201320122013 2014*
Kota Inflasi
2016
I II III IV I II III IV I II III IV I
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16
Sumber: Badan Pusat Statis tik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflas i sejak tahun 2014
Kota Inflasi2014
201320122013
20142015
2015
LAMPIRAN
94 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
6,275 26,446 13,085 45,807 20,074 9,626 23,198 52,898 115.48%
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
Triwulan IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%
Triwulan I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%
2016
2015
LDRDPK KREDIT
Periode
2014
2013
2011
2012
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 95
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank
Pertanian TambangIndustri
Pengolahan
Listrik, Gas,
dan AirKonstruksi Perdagangan Angkutan
Jasa Dunia
Usaha
Jasa Sosial
MasyarakatLain-lain
869 309 3,460 144 2,155 15,072 1,629 2,770 1,555 24,935 52,898
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
Triwulan IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982
Triwulan I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310
Total
2011
2012
2013
2016
2015
2014
Kredit (Lokasi Bank)
Periode
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
Modal
KerjaInvestasi Konsumsi
13.55 11.83 12.83 13.34 13.61 14.09 10.62 6.81 28.61 13.45 12.84 13.32
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Triwulan III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82
Triwulan I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57
Bank Asing dan Campuran
2014
Bank Umum
Periode
2011
2012
2016
2015
2013
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional
LAMPIRAN
96 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
D. Sistem Pembayaran
Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Inflow Outflow Netflow Inflow Outflow Netflow
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.74% 33.88%
II 3.24 2.88 0.35 17.51% -9.03% 184.18%
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.58% 224.77%
IV 4.07 4.16 (0.08) 27.33% 29.43% -531.87%
16.59 14.07 2.52 20.66% 19.06% 30.49%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.67% 9.67%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.62% -30.61%
III 5.56 5.64 (0.08) 14.15% 6.16% 82.72%
IV 4.30 4.10 0.21 5.65% -1.52% 346.91%
19.23 15.90 3.33 15.93% 13.03% 32.07%
I 6.18 2.25 3.94 16.71% -4.13% 33.23%
II 3.78 3.70 0.08 -7.20% -3.31% -68.17%
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.60% -47.38%
IV 3.79 3.20 0.59 -11.94% -21.82% 181.69%
18.57 14.07 4.49 -3.47% -11.49% 34.80%
2016 I 6.23 1.49 4.74 0.72% -33.89% 20.47%
2013
2014
2014
2015
2015
PeriodeJumlah yoy
2013
Inflow Outflow Netflow Inflow Outflow Netflow
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% -720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% -353.25%
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% -52.18%
IV 0.01 2.07 (2.06) -90.05% -21.19% 18.45%
0.42 11.42 (11.00) 47.75% 84.31% -86.08%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% 15.58%
II 0.00 4.03 (4.03) -97.29% 25.02% -26.53%
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% 3.84%
IV 0.00 5.84 (5.83) -73.33% 181.97% -183.21%
0.04 15.20 (15.15) -90.11% 33.07% -37.79%
2016 I 0.00 4.45 (4.45) -43.02% 156.01% -156.41%
2015
2015
PeriodeJumlah yoy
2013
2013
2014
2014
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 97
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)
E. Ekspor dan Impor
Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016 Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%
2012
PeriodeJumlah yoy
2015
2014
2013
2012
2013
2014
2016**
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Nikel 258,413 247,288 215,371 200,767 921,839 213,110 269,360 289,821 266,267 1,038,558 211,882 197,775 172,672 176,610 758,939 108,715
2 Cokelat Olahan 4,696 14,722 17,225 28,377 65,019 29,325 34,256 47,805 37,194 148,581 21,144 40,898 31,884 30,021 123,947 19,769
3 Ganggang Laut 15,882 21,039 27,430 26,942 91,292 33,321 35,918 38,832 39,176 147,247 28,146 32,547 26,357 18,757 105,807 18,289
4 Biji Cokelat 50,603 28,346 59,061 39,017 177,026 19,952 35,040 27,076 20,085 102,154 9,422 23,052 27,395 15,355 75,224 4,904
5 Udang Segar 11,805 13,911 16,464 19,577 61,757 14,593 18,007 23,090 12,773 68,463 11,834 14,979 14,107 16,532 57,452 12,091
6 Ikan Olahan 11,111 10,330 15,233 14,376 51,050 8,803 12,162 17,765 15,593 54,322 9,900 13,105 11,894 14,155 49,053 10,003
7 Buah/Sayur Olahan 6,848 6,214 6,677 5,646 25,385 5,926 7,916 6,292 5,543 25,677 8,386 10,161 10,570 11,640 40,757 15,784
8 Kayu Lapis 9,267 8,843 7,771 9,927 35,809 10,534 9,175 8,248 8,581 36,538 6,236 10,994 9,932 13,289 40,450 7,948
9 Sayur-Sayuran 65 199 295 165 723 175 139 105 5,242 5,661 30 8,427 9,797 260 18,514 85
10 Dedak/Bekatul 5,974 4,844 4,624 3,934 19,375 4,603 5,231 4,317 3,871 18,022 6,125 4,893 2,841 3,385 17,243 3,281
403,019 389,288 417,565 386,338 1,596,210 460,017 499,048 452,629 344,161 1,755,855 344,161 382,893 350,441 333,278 1,410,774 229,370
KOMODITAS EKSPOR UTAMA 20142014
2013*2013
2015*2015*
2016**
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Jepang 276,916 265,502 236,096 222,268 1,000,782 229,808 285,800 311,425 282,417 1,109,450 225,143 213,089 188,475 189,872 816,578 117,903
2 Malaysia 15,544 21,970 30,383 35,098 102,995 28,276 38,252 40,895 44,010 151,433 28,197 35,894 35,508 29,831 129,429 16,028
3 Amerika Serikat 37,186 20,355 49,647 46,967 154,155 31,358 43,734 37,866 22,781 135,739 22,395 32,804 41,494 31,259 127,952 25,540
4 Philipina 15,896 23,792 26,969 24,962 91,618 26,414 32,148 39,092 35,247 132,900 16,135 40,494 23,936 3,499 84,063 1,978
5 Singpura 3,759 4,103 4,511 3,529 15,902 4,784 4,348 5,126 9,554 23,811 2,212 11,210 12,884 4,620 30,926 2,259
6 Belanda 10,747 6,511 13,668 4,892 35,819 5,235 8,685 12,434 5,537 31,890 7,958 5,793 6,022 3,635 23,408 5,153
7 Korea Selatan 2,041 2,727 3,249 2,982 10,999 3,121 4,085 3,269 5,640 16,115 7,360 7,035 4,995 5,971 25,361 4,007
8 Jerman 2,714 4,225 5,959 5,027 17,925 5,462 5,994 10,525 7,103 29,084 6,972 4,541 7,410 2,760 21,683 3,898
9 Australia 3,061 4,265 3,095 5,854 16,274 6,494 9,624 7,580 6,191 29,890 4,414 4,530 3,952 4,151 17,047 5,408
10 Hongkong 4,514 4,803 3,702 4,110 17,129 4,296 3,314 5,116 3,646 16,373 4,460 3,346 3,888 3,765 15,459 4,015
366,672 338,889 362,336 335,808 1,403,705 318,197 400,004 428,820 389,604 1,536,625 344,161 382,891 350,441 333,278 1,410,772 229,370
2015*2015*
20142014
2013
NILAI EKSPOR SULSEL
NEGARA TUJUAN EKSPOR2013
LAMPIRAN
98 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2015 Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016
Sumber: Bea Cukai, diolah
F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
2016**
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Kapal Terbang dan Bagiannya - - - - - - - - - - - - 124,230 - 124,230 -
2 Bahan Kimia Anorganik 37,228 56,624 29,661 62,323 185,835 55,107 48,136 59,146 30,292 192,681 43,748 66,857 273 3,697 114,575 3,347
3 Karpet dan Alas Lantai 56,173 47,354 15,453 18,483 137,463 34,678 52,658 32,731 26,309 146,375 23,114 47,433 - - 70,547 -
4 Gandum-Ganduman - - - - - - - - - - - - 44,440 30,837 75,277 35,846
5 Aluminium 14,065 16,677 19,661 20,156 70,559 11,103 40,995 16,902 27,845 96,845 21,885 12,475 28 596 34,983 5
6 Mesin/Mesin/Pesawat Mekanik - - - - - - 41 43 202 287 32 47 31,330 37,787 69,196 35,071
7 Ampas/Sisa Industri Makanan - - - - - - - - - - - - 18,588 21,685 40,273 13,573
8 Kain Khusus 13,822 6,086 1,859 3,382 25,150 4,827 3,723 4,913 1,977 15,440 5,075 13,305 - - 18,380 -
9 Bulu dan Bunga Buatan - 3,070 2,277 210 5,557 1,570 - 2,581 1,436 5,588 13,900 538 - - 14,438 -
10 Sereal,Tepung, dan Susu 101 - 7,183 6,250 13,534 1,657 2,508 7,449 5,079 16,692 11,185 2,890 132 84 14,291 27
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,902 180,739 270,064 149,655 764,360 123,713 NILAI IMPOR SULSEL
KOMODITAS IMPOR UTAMA2013 2014 2015*
2015*20142013*
I II III IV I II III IV I II III IV I
1 Rusia 151,252 248,147 121,335 11,978 532,711 586 557 6,325 2,069 9,536 946 - 132,603 13,334 146,883 437
2 Tiongkok 28,368 2,948 11,288 15,463 58,066 24,588 36,507 29,472 20,987 111,554 29,420 34,987 59,722 60,503 184,632 42,693
3 Australia 29,359 41,531 29,849 29,355 130,093 40,047 36,627 40,027 18,364 135,066 59,175 47,954 16,828 9,655 133,612 25,410
4 Kanada 12,049 25,176 3,905 12,160 53,291 2,799 15,376 10,268 15,521 43,963 5,293 18,487 22,930 10,637 57,347 6,496
5 Singapura 13,586 11,955 9,626 3,094 38,262 7,901 4,377 8,400 10,861 31,538 26,556 11,061 3,437 9,330 50,383 636
6 Argentina 12,569 15,635 13,186 17,778 59,168 10,141 34,030 13,582 19,518 77,272 19,975 10,541 9,303 5,364 45,182 18,433
7 Jerman 14,314 9,187 393 749 24,643 424 10,070 10,238 2,471 23,203 978 21,430 170 1,839 24,417 165
8 Amerika Serikat 9,774 2,429 7,879 12,155 32,238 25,350 13,445 6,130 8,696 53,620 1,771 9,845 2,412 4,976 19,005 2,367
9 Thailand 11,310 5,838 3,313 3,155 23,616 9,381 3,380 2,539 7,106 22,406 2,477 4,540 4,573 2,444 14,035 4,657
10 Malaysia 1,470 3,137 2,006 4,153 10,766 5,031 10,675 3,832 1,811 21,350 300 2,722 5,723 1,153 9,898 1,153
300,716 404,717 218,820 126,061 1,050,313 139,097 181,875 149,053 129,393 599,417 163,067 180,739 270,064 149,655 763,524 123,713 NILAI IMPOR SULSEL
NEGARA ASAL IMPOR2013
2014*2015**
2015**2014*
2013*2016**
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
4,079 4,806 5,182 5,540 5,700 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 49.70 57.84 61.64 65.02 64.81
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
894 872 870 916 945 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 10.89 10.49 10.34 10.75 10.75
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening)
Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk
(%)
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah
Penduduk (%)
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 99
G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota
Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2012 2013 2014 2012 2013 2014
1 Kep Selayar 2,464.94 2,879.79 3,463.52 2,122.81 2,317.79 2,530.65 2 Bulukumba 6,243.26 7,170.12 8,345.26 5,483.24 5,910.22 6,395.65
3 Bantaeng 3,825.42 4,337.70 4,936.80 3,234.46 3,525.95 3,805.22
4 Jeneponto 4,720.38 5,258.35 6,139.98 4,147.46 4,423.31 4,764.31
5 Takalar 4,366.04 4,962.95 5,809.96 3,809.14 4,144.47 4,517.63
6 Gowa 9,380.48 10,702.76 12,001.82 8,289.11 9,071.49 9,701.44
7 Sinjai 4,926.59 5,600.99 6,482.80 4,366.71 4,707.26 5,035.79
8 Maros 10,428.66 11,885.15 14,750.54 9,044.51 9,612.78 10,115.50
9 Pangkep 11,766.21 13,508.09 15,921.63 10,288.64 11,248.99 12,391.77
10 Barru 3,363.62 3,816.79 4,396.91 3,000.72 3,238.15 3,453.22
11 Bone 14,833.10 16,656.17 19,739.12 12,730.12 13,533.60 14,741.06
12 Soppeng 4,761.84 5,401.13 6,176.04 4,259.55 4,567.99 4,876.75
13 Wajo 10,166.67 11,620.59 13,568.44 8,819.11 9,424.44 10,286.60
14 Sidrap 6,108.34 6,937.94 8,036.28 5,297.54 5,665.20 6,104.75
15 Pinrang 8,738.25 9,847.32 11,358.26 7,708.90 8,270.31 8,941.22
16 Enrekang 3,458.74 4,121.14 4,617.89 3,021.20 3,197.79 3,385.82
17 Luwu 6,698.54 7,679.83 9,006.39 5,915.10 6,373.02 6,929.57
18 Tana Toraja 3,232.30 3,701.18 4,267.52 2,793.72 2,997.15 3,193.81
19 Luwu Utara 5,560.28 6,339.52 7,558.98 4,911.00 5,274.63 5,721.30
20 Luwu Timur 15,266.46 16,623.15 20,363.59 11,963.26 12,717.59 13,794.39
21 Toraja Utara 3,546.30 4,248.57 5,045.16 2,971.71 3,261.43 3,507.40
22 Makassar 78,013.04 88,169.95 100,026.50 70,851.04 76,907.41 82,592.00
23 Pare-pare 3,501.13 3,938.49 4,428.05 3,150.26 3,401.32 3,608.58
24 Palopo 3,690.92 4,180.46 4,743.86 3,363.25 3,634.87 3,877.03
NO ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN
KABUPATEN/KOTA
LAMPIRAN
100 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Tabel G.2.Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)
Sumber: BPS, diolah – Data PDRB Seri Tahun 2000
2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 8.88 7.88 9.18 9.18
2 Bulukumba 5.49 9.65 7.79 8.21
3 Bantaeng 9.38 9.67 9.01 7.92
4 Jeneponto 8.44 7.55 6.65 7.71
5 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.00
6 Gowa 7.46 8.15 9.44 6.94
7 Sinjai 7.60 7.32 7.80 6.98
8 Maros 11.24 11.14 6.28 5.23
9 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.16
10 Barru 8.13 8.39 7.91 6.64
11 Bone 6.40 8.21 6.31 8.92
12 Soppeng 7.17 6.93 7.24 6.76
13 Wajo 10.11 6.50 6.86 9.15
14 Sidrap 9.63 8.93 6.94 7.76
15 Pinrang 7.71 8.51 7.28 8.11
16 Enrekang 8.08 7.30 5.84 5.88
17 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.73
18 Tana Toraja 7.78 8.58 7.28 6.56
19 Luwu Utara 8.04 6.81 7.40 8.47
20 Luwu Timur -4.29 5.62 6.31 8.47
21 Toraja Utara 8.36 9.45 9.75 7.54
22 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.39
23 Pare-pare 8.42 8.80 7.97 6.09
24 Palopo 7.90 7.00 8.08 6.66
NO KABUPATEN/KOTA PERTUMBUHAN PERTAHUN
2010 2011 2012 2013
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 13.61 15.85
2 Bulukumba 9.51 10.74 12.55 14.40
3 Bantaeng 10.33 12.21 14.11 16.30
4 Jeneponto 6.61 7.73 8.88 10.12
5 Takalar 7.60 8.65 9.92 11.16
6 Gowa 7.76 8.87 9.95 11.25
7 Sinjai 12.26 13.98 15.94 18.24
8 Maros 8.12 9.38 10.66 12.11
9 Pangkep 17.54 20.67 24.27 28.06
10 Barru 10.00 11.37 13.00 14.78
11 Bone 10.46 12.19 14.22 16.06
12 Soppeng 12.15 14.28 16.39 18.87
13 Wajo 14.00 17.16 19.87 22.89
14 Sidrap 12.34 15.26 17.63 19.92
15 Pinrang 15.02 17.50 20.20 22.87
16 Enrekang 10.06 11.89 13.78 16.89
17 Luwu 11.15 12.91 14.77 16.83
18 Tana Toraja 6.64 8.04 9.74 11.35
19 Luwu Utara 10.64 12.25 14.12 16.32
20 Luwu Timur 34.02 38.65 40.77 48.63
21 Toraja Utara 6.89 8.31 9.98 11.74
22 Makassar 27.56 31.82 36.55 41.76
23 Pare-pare 13.85 15.77 17.82 20.50
24 Palopo 13.12 14.98 16.84 19.16
No Kabupaten/Kota PDRB perkapita
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 101
Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota
Sumber: BPS, diolah
Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
Sumber: BPS, diolah
No Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 124,104 125,603 127,220 128,744
2 Bulukumba 399,000 401,897 404,896 407,775
3 Bantaeng 178,596 179,800 181,006 182,283
4 Jeneponto 346,308 348,680 351,111 353,287
5 Takalar 273,891 277,218 280,590 283,762
6 Gowa 668,875 682,597 696,096 709,386
7 Sinjai 231,425 233,200 234,886 236,497
8 Maros 324,097 327,998 331,796 335,596
9 Pangkep 310,288 313,722 317,110 320,293
10 Barru 167,511 168,397 169,302 170,316
11 Bone 724,923 729,516 734,119 738,515
12 Soppeng 224,804 225,180 225,512 225,709
13 Wajo 387,815 389,284 390,603 391,980
14 Sidrap 276,327 279,810 283,307 286,610
15 Pinrang 355,312 358,312 361,293 364,087
16 Enrekang 192,822 194,606 196,394 198,194
17 Luwu 336,989 340,491 343,793 347,096
18 Tana Toraja 223,297 224,812 226,212 227,588
19 Luwu Utara 291,414 294,402 297,313 299,989
20 Luwu Timur 250,223 256,699 263,012 269,405
21 Toraja Utara 219,084 220,777 222,393 224,003
22 Makassar 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242
23 Pare-pare 131,514 133,381 135,192 136,903
24 Palopo 152,573 156,603 160,819 164,903
Sulawesi Selatan 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Kabupaten / KotaTPAK TPT
No
LAMPIRAN
102 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: BPS, diolah
Jumlah
(ribu) % P1 P2
Jumlah
(ribu) % P1 P2
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Kabupaten/Kota
2012 2013
NO
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 103
H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
LAMPIRAN
104 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Istilah Keterangan
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel 105
Istilah Keterangan
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
LAMPIRAN
106 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2016
Mendorong Nilai Tambah Kota dan Komoditas Unggulan Sulsel
Istilah Keterangan
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan Mata uang Tiongkok