jurnal skripsi aridiah kusumawati (0811243066)

54
GLOBAL WAR ON TERRORISM SEBAGAI STRATEGY OF SYMBOLS DALAM STRATEGI KEAMANAN AMERIKA SERIKAT PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH JR. (2001 - 2009) ARIDIAH KUSUMAWATI (0811243066) ABSTRACT After the attacks on the World Trade Center on September 11, 2001, the issue of terrorism is becoming increasingly developed. The Global War on Terrorism (GWOT) has become a symbol that spread by the United States government, used in response to the attack. This research aims to analyze the use of the Global War on Terrorism symbols as strategy of symbols used by United States government in its security strategy during the George W. Bush Jr. administration (2001-2009). The type of this research is a descriptive research, by outlining GWOT symbols delivered through three symbolic ways in which, through autocommunication, the official language of the United States government's elite, and the formation and development of solidarity groups. Where all means of delivery was intended to gain global support over the War on Terrorism. Autocommunication is a symbolic way of delivery, addressed to internal governance (regime) so the purpose of the submission of the symbol is reached. The interpretation of ―our‖ and ―them‖ in the speeches of Bush Jr., represent the behavior, hope and expectation of the United States decision makers. This action taken by the United States government is intended to legitimize the actions of decision makers. The delivery of the Global War on Terrorism symbols by official language is the statement of Bush Jr., ―either you are with us or you are with the terrorists‖, which aimed to get support both from the domestic (United States) and from international community. Then, the delivery of the Global War on Terrorism symbols by the formation and development of solidarity groups, namely labeling ―terrorism‖ and ―anti-terrorism‖ by the United States to reveal who is referred to as comrade (the self) and who is a potential threat or enemy (the others). Keywords: Global War on Terrorism, the George W. Bush Jr. Administration, Strategy of Symbols, Autocommunication, Official Language, Sense of group Solidarity.

Upload: aridiahk

Post on 02-Jan-2016

211 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

GLOBAL WAR ON TERRORISM SEBAGAI STRATEGY OF SYMBOLS

DALAM STRATEGI KEAMANAN AMERIKA SERIKAT PADA MASA

PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH JR. (2001 - 2009)

ARIDIAH KUSUMAWATI

(0811243066)

ABSTRACT

After the attacks on the World Trade Center on September 11, 2001, the

issue of terrorism is becoming increasingly developed. The Global War on

Terrorism (GWOT) has become a symbol that spread by the United States

government, used in response to the attack. This research aims to analyze the use

of the Global War on Terrorism symbols as strategy of symbols used by United

States government in its security strategy during the George W. Bush Jr.

administration (2001-2009). The type of this research is a descriptive research, by

outlining GWOT symbols delivered through three symbolic ways in which,

through autocommunication, the official language of the United States

government's elite, and the formation and development of solidarity groups.

Where all means of delivery was intended to gain global support over the War on

Terrorism. Autocommunication is a symbolic way of delivery, addressed to

internal governance (regime) so the purpose of the submission of the symbol is

reached. The interpretation of ―our‖ and ―them‖ in the speeches of Bush Jr.,

represent the behavior, hope and expectation of the United States decision

makers. This action taken by the United States government is intended to

legitimize the actions of decision makers. The delivery of the Global War on

Terrorism symbols by official language is the statement of Bush Jr., ―either you

are with us or you are with the terrorists‖, which aimed to get support both from

the domestic (United States) and from international community. Then, the delivery

of the Global War on Terrorism symbols by the formation and development of

solidarity groups, namely labeling ―terrorism‖ and ―anti-terrorism‖ by the

United States to reveal who is referred to as comrade (the self) and who is a

potential threat or enemy (the others).

Keywords: Global War on Terrorism, the George W. Bush Jr. Administration,

Strategy of Symbols, Autocommunication, Official Language, Sense of

group Solidarity.

Page 2: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Carl Von Clausewitz‟s mengatakan bahwa “perang tidak lain hanyalah

kelanjutan dari hubungan politik (politic intercourse) dengan pencampuran cara-

cara yang lain”, dimana hubungan politik yang dimaksud tersebut adalah

hubungan antar negara1. Akan tetapi hubungan politik yang ada saat ini dimaknai

berbeda, bukan hanya hubungan antar Negara saja tetapi juga antar Negara

dengan non state actors. Negara tidak lagi menjadi aktor tunggal (state centered

paradigm) dalam kegiatan politik, aktor-aktor lain seperti MNC (Multinational

Corporation), NGO‟s (Non Governmental Organization), individu juga menjadi

aktor penting dalam hubungan internasional. Dimana hubungan masing-

masingnya memiliki relationship yang kompleks.

Individu atau kelompok muncul sebagai international non-state actors

yang juga turut mengambil bagian dalam dinamika sistem internasional tersebut.

Kelompok pemberontakan misalnya, seperti belligerent, insurgent, termasuk

terorisme, merupakan suatu kelompok pemberontakan yang muncul ketika rezim

yang berkuasa tidak memberi kesempatan bagi masyarakat secara umum untuk

menyampaikan aspirasi mereka. Selain itu, jalur penyampaian aspirasi politik

yang tidak berjalan dengan baik, serta adanya kaum minoritas yang merasa

terasingkan, maka kemudian munculah gerakan-gerakan radikal yang pada

akhirnya melahirkan kekerasan-kekerasan terhadap masyarakat sipil.

Pada awal kemunculannya, terorisme merupakan permasalahan internal

yang terjadi dalam suatu negara. Dimana pencegahan dan penanganannya lebih

1 George Abi Saab, 2006. Dalam “War On Terror dalam perspektif Hukum Humaniter

Internasional” oleh Sasmini. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2012 melalui

<http://sasmini.staff.uns.ac.id/2009/08/31/war-on-terror-dalam-perspektif-hhi/ >

Page 3: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

merupakan urusan domestik negara. Akan tetapi, isu terorisme saat ini telah

berkembang dan menjadi isu internasional. Karena terorisme telah hadir sebagai

fenomena global yang mengancam semua negara didunia, tidak hanya dalam

dimensi keamanan, melainkan juga dalam dimensi ekonomi, sosial dan masa

depan pemerintahan.2 Tidak hanya itu saja, permasalahan terorisme juga

menyangkut perdamaian dan keamanan internasional. Terorisme yang muncul

menjadi permasalahan global, bisa jadi merupakan kelanjutan dari sejarah panjang

kekerasan yang terjadi dalam skala domestik.3

Dalam The National Security Strategy of The United State of America

(NSS - USA) yang dikeluarkan pada September 2002, pemerintah Amerika

Serikat mendefinisikan terorisme sebagai “premeditated, politically motivated

violence perpetrated against innocents”.4 Hal ini berarti bahwa menurut

pandangan Amerika Serikat, kegiatan terorisme merupakan suatu kejahatan yang

telah dirancang dengan sedemikian rupa dengan motivasi politik dan menyerang

warga sipil. Dalam definisi lain, terorisme mengacu pada pembunuhan dengan

sengaja dan gegabah kepada penduduk sipil atau melakukan pengerusakan dalam

skala luas terhadap properti tertentu, dengan maksud untuk menyebarkan

ketakutan ke seluruh penduduk dan menyampaikan pesan politik kepada pihak

ketiga, yang biasanya ditujukan kepada pemerintah. Dalam hal ini, penulis

menyimpulkan dan mengartikan terorisme sebagai sebuah kejahatan atau

2 Sapto Waluyo. Kontra Terrorisme: Dilema Indonesia di Era Transisi. Jakarta: NF Media Center,

2009, hal. 3. 3 Ibid.

4 The National Security Strategy of The United State of America. 2002. Diakses pada tanggal 11

Oktober 2012 melalui http://www.globalsecurity.org/military/library/policy/national/nss-

020920.pdf.

Page 4: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana dengan tujuan untuk

menyebarkan ketakutan kepada seluruh warga dan bermotif politik. Jelas bahwa

para teroris meninggalkan rasa takut kepada seluruh warga yang tindakannya

dilandasi dengan motif politik yang ditujukan kepada pihak ketiga (merujuk

kepada pemerintah).

Pasca 9/11, Amerika Serikat gencar menggunakan dan menyebarkan

istilah “war against terrorism” atau “war on terror” atau “global war on

terrorism” (GWOT) kepada dunia. Dalam Strategi Keamanan Nasionalnya, yang

dikeluarkan pada tahun 2002, Presiden George W. Bush Jr. mengatakan

komitmennya (AS) untuk membersihkan dunia dari kejahatan “evil”, dimana

―evil‖ yang dimaksud merujuk kepada terorisme. lebih lengkapnya,

―Just three days removed from these events, Americans do not yet have

the distance of history. But our responsibility to history is already clear:

to answer these attacks and rid the world of evil. War has been waged

against us by stealth and deceit and murder. This nation is peaceful, but

fierce when stirred to anger. The conflict was begun on the timing and

terms of others. It will end in a way, and at an hour, of our choosing.‖5

Dalam strategi keamanan nasional Amerika Serikat tahun 2002, AS

mengkarakteristikkan perang global melawan terorisme kedalam dua kategori

perang yang berbeda, tetapi terjadi dalam satu waktu yaitu perang bersenjata dan

perang pemikiran.6 Dimana perang pemikiran dalam global war on terrorism ini

menjadi perang yang fundamental dan akan butuh waktu lama untuk

menyelesaikannya. Dalam perkembangannya, banyak konspirasi yang muncul

5 The National Security Strategy of The United State of America 2002. Op.cit. hal.05.

6 Ibid. Dengan tegas dijelaskan oleh AS dalam strategi keamanan nasionalnya tahun 2002, yaitu

―we will also wage a war of ideas …‖); dan ―a battle of arms and a battle of ideas‖.

Page 5: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

pasca terjadinya 9/11, beberapa diantaranya adalah ada yang mempercayai bahwa

kelompok Al-Qaeda tidak melakukan pemboman tersebut, kemudian ada juga

yang mempercayai bahwa pemerintahan Bush Jr. sebenarnya mengetahui

penyerangan tersebut tetapi membiarkannya terjadi seraya menghasut dengan

agenda mereka untuk mendapatkan kontrol dan power secara nasional dan

internasional, kemudian ada juga yang mempercayai bahwa pemerintahan Bush

mungkin tidak mengetahui kejadian tersebut tetapi berusaha untuk mendapatkan

keuntungan demi agenda yang sama tersebut, dan ada pula yang percaya bahwa

Israel (yang merupakan sekutu AS) terlibat didalamnya.7

Ditahun pertama masa pemerintahan Presiden Amerika Serikat ke-43,

George Walker Bush Jr., merupakan masa dimana penguatan sektor militer

menjadi lebih dominan, khususnya perlawanan terhadap terorisme. Dimana pada

masa pemerintahan Presiden Bill Clinton sebelumnya, ekspansi aliansi militer

(seperti NATO), serta koalisi multinasional dalam melawan terorisme, korupsi,

hingga membentuk komitmen internasional terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)8

menjadi fokus utama dalam strategi keamanan nasional Amerika Serikat.

Penguatan terhadap sektor militer pada masa pemerintahan G. W. Bush Jr.

semakin menguat pasca peristiwa pengeboman gedung World Trade Center

(WTC) lalu. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Dimana dalam tabel

dibawah ini menunjukkan besaran skala prioritas kebijakan luar negeri Amerika

7 NN. 9/11 Investigation. Diunduh pada tanggal 25 September 2012 melalui

<http://www.globalissues.org/article/509/911-investigation> 8 National Security Strategy Report - October 1998. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012

melalui <http://GlobalSecurity.Org/military/National Security Strategy Report - Oktober

1998/201998.htm>.

Page 6: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Serikat pada tahun 2001 hingga tahun 2004, pada masa pemerintahan George W.

Bush Jr.

Tabel 1.

Foreign Policy Priorities, 2001 – 20049

Issue Area

Percentage of Americans considering issue a

»top priority«

Early

September

2001

October 2001 July 2004

Protect against terrorist attacks 80 93 88

Protect jobs of American workers 77

74

84

Reduce spread of aids & other

diseases

73

59

72

Stop spread of weapons of mass

destruction

78 81 71

Insure adequate energy supplies 74 69 70

Reduce dependence on foreign oil - - 63

Combat international drug

trafficking

64 55 63

Distribute costs of maintaining

world order

56 54 58

Improve relationships with allies - - 54

Deal with problem of world

hunger

47 34 50

Strengthen the United Nations 42 46 48

Protect groups threatened with

genocide

49 48 47

Deal with global warming 44 31 36

Reduce U.S. military

commitments

26 - 35

Promote U.S. business interests

abroad

37 30 35

Promote human rights abroad 29 27 33

Solve Israeli / Palestinian conflict - - 28

Promote democracy abroad 29 24 24

Improve living standards in poor 25 20 23

9 Dalam artikel yang ditulis oleh Daniel W. Drezner, “The Future of US Foreign Policy‖. IPG

I/2008. Hal. 11-35.

Page 7: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

nations

Sumber : Pew / cfr survey, “Foreign Policy Attitudes Now Driven by 9/11 and

Iraq”, «http://people-press.org/reports/display.php3?Pageid=865«,

August 2004.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa prioritas kebijakan luar negeri

Amerika Serikat yang utama adalah perlindungan terhadap serangan teroris. Jelas

bahwa ada persentase yang meningkat dari pemerintah AS dan warga masyarakat

Amerika Serikat sendiri terhadap penanganan isu terorisme.

Pembentukan istilah Global War On Terror juga dilatar belakangi oleh

sosial – budaya AS dalam menginterpretasikan serangan 11 September. Dari hal

tersebut, terbentuklah image atau simbol strategi yang diusung oleh Amerika

Serikat. Pasca 9/11 ini, Amerika Serikat mulai mempromosikan Global War on

Terrorism kepada dunia. Banyak negara ikut “geram” atas peristiwa pemboman

tersebut dan mulai menentukan sikap untuk ikut memerangi terorisme bersama

AS dan negara-negara lainnya. Disisi lain, AS terus melakukan negosiasi dengan

PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) mengenai peristiwa 9/11 tersebut. Hingga

kemudian pada tanggal 8 November 2002 PBB melalui Dewan Keamanan PBB

(DK PBB) mengeluarkan resolusi No. 1441 mengenai pelucutan senjata

pemusnah massal Irak. Dengan resolusi ini, pemerintah Amerika Serikat

mendapat kesempatan untuk bisa menyerang Irak atas tuduhan kepemilikin WMD

(Weapons Mass Destruction) atau senjata pemusnah massal dan mempromosikan

demokrasi juga membebaskan rakyat Irak dari tirani Saddam Husein.

Page 8: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan George W. Bush

Jr. didominasi oleh kalangan yang berhaluan keras. Mereka sering disebut kaum

hawkish karena kecenderungan mereka untuk menyelesaikan suatu konflik dengan

jalan perang. Mereka yang tergolong kaum hawkish ini adalah Menteri Pertahanan

Donald H. Rumsfeld, Wakil Presiden Dick Cheney, dan Penasihat Keamanan Paul

Wolfowitz. Dalam National Military Strategic Plan for The War On Terrorism10

,

banyak memasukkan rencana-rencana strategis militer AS untuk memerangi

terorisme. Didalamnya terdapat tujuan strategis nasional AS dalam memerangi

terorisme, yaitu “The national strategic aims are to defeat violent extremism as a

threat to our way of life as a free and open society; and create a global

environment inhospitable to violent extremists and all who support them.”11

Dengan kata lain, terdapat dua strategi nasional AS dalam memerangi terorisme,

yaitu menaklukkan ekstremisme keras dan membentuk lingkungan global yang

tidak ramah terhadap terorisme dan para pendukungnya.

Tindakan pemerintah Amerika Serikat pasca peristiwa nine eleven telah

tersusun dalam strategi keamanan nasional pemerintah AS tahun 2002. Dimana,

terdapat rancangan khusus yang mengatur tindakan – tindakan apa saja yang akan

diambil oleh pemerintah AS dalam memerangi terorisme. Beberapa diantaranya

adalah rancangan strategi keamanan militer AS untuk penanganan terorisme,

strategi khusus dalam memberantas terorisme. Tindakan – tindakan yang diambil

oleh pemerintah AS untuk memerangi terorisme berdasarkan perencanaan strategi

10

Chairman of the joint chief staff. 2006. National Military Strategy Plan for The War On

Terrorism. Department of Defense. Diakses melalui www.jcs.mil. 11

Ibid,hal. 7.

Page 9: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

keamanannya tersebut merupakan suatu bentuk respon pertahanan atas peristiwa

9/11. Pasca 9/11, simbol global war on terrorism menjadi sering didengungkan

oleh Amerika Serikat. Sebagai simbol AS atas beberapa tindakan yang dilakukan.

Karena peristiwa 9/11 ini pemerintah Amerika Serikat menjadi sangat agresif

terhadap aksi – aksi terror, baik yang terjadi di wilayah AS maupun di lingkungan

internasional. Terlebih dibawah kepemimpinan George W. Bush Jr. Global war

on terrorism pun menjadi simbol yang mendominasi kebijakan luar negeri

Amerika Serikat. Penulis ingin menjelaskan dan memberi gambaran tentang

bagaimana penggunaan simbol global war on terrorism sebagai strategy of

symbols oleh pemerintah Amerika Serikat yang dilihat melalui tiga cara

penyampaian secara simbolik yaitu, dengan menggunakan cara autokomunikasi,

melalui official language dari para elit pemerintahan, dan dengan membentuk dan

mengembangkan rasa solidaritas kelompok yang mendukung war on terorism

Amerika Serikat.

Dari pemaparan diatas, penulis mempertanyakan bagaimana Global War

On Terrorism digunakan oleh Amerika Serikat sebagai strategy of symbols dalam

strategi keamanan pada masa pemerintahan George W. Bush Jr. (2001 – 2009)?

Global War On Terrorism (GWOT) dalam Kerangka Strategi Keamanan

Amerika Serikat

Komitmen pemerintah Amerika Serikat dalam memerangi terorisme

memang tidak setengah-setengah, terlebih pada masa pemerintahan Presiden

George W. Bush Jr.. Perumusan strategi pertahanan atau strategi perang melawan

Page 10: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

terorisme menjadi tolak ukur yang mempengaruhi bagaimana pemerintah AS akan

bertindak. Dan karenanya, dalam merumuskan strategi pertahanannya, pemerintah

Amerika Serikat melakukan kerjasama dengan semua departemen yang ada dalam

pemerintahannya. Hal ini untuk mendapatkan strategi yang komprehensif dan

strategis bagi pemerintah Amerika Serikat dalam menghadapi ancaman global,

yaitu terorisme.

National Military Strategic Plan for the War on Terrorism (NMSP-WOT)

atau Rencana Strategis Militer Nasional untuk Perang Melawan Terorisme

merupakan rancangan khusus yang dibuat oleh departemen pertahanan AS dengan

gabungan dari seluruh kepala staff didalam pemerintahan Bush. Didalamnya

berisi mengenai perencanaan strategi pemerintah Amerika Serikat untuk

memerangi terorisme global. Dalam rencana strategis tersebut pemerintah AS

mendefinisikan siapa saja yang menjadi musuh atau ancaman yang harus di

perangi dan siapa yang merupakan “kawan”. Pemerintah AS juga membuat

perencanaan strategis untuk menghadapi ancaman terorisme global ini.

Dalam rencana strategis keamanan militer Amerika Serikat, pemerintah

Amerika Serikat menjelaskan bahwa musuh utama dalam global war on terrorism

adalah merupakan pergerakan transnasional dari organisasi ekstremis, jaringan

dan individu – dan pendukungnnya baik negara maupun non-negara – yang

memiliki kesamaan bahwa mereka memanfaatkan Islam dan menggunakan

terorisme untuk tujuan ideologisnya.12

Dimana, Amerika Serikat mengidentifikasi

12

Chairman of the Joint Chiefs of Staff, National Military Strategic Plan for the War on

Terrorism, 2006, Washington, DC 20318, Department of Defense, hal. 13.

Page 11: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

bahwa Al-Qaeda Associated Movement (AQAM) merupakan kelompok yang

terdiri dari Al-Qaeda itu sendiri dan gabungan para ekstremis yang merupakan

kelompok ekstremis paling berbahaya.13

Ekstremis yang dimaksudkan oleh

pemerintah Amerika Serikat, yang merujuk pada NMSP-WOT adalah mereka

yang menentang dan mendukung pembunuhan terhadap masyarakat biasa untuk

mencapai tujuan ideologisnya. Lebih jelasnya, ―Extremists‖ are those who (1)

oppose – in principle and practice -- the right of people to choose how to live and

how to organize their societies and (2) support the murder of ordinary people to

advance extremist ideological purposes.14

NMSP-WOT merupakan rancangan militer untuk membantu Amerika

Serikat dalam komitmennya memerangi terorise. Dimana didalamnya terdapat

ringkasan tujuan strategis nasional, strategi dan tujuan negara dalam GWOT.

Adapun tujuan strategis nasionalnya pemerintahan Bush Jr. pada saat itu adalah

“Defeat violent extremism as a threat to our way of life as a free and open society,

and Create a global environment inhospitable to violent extremists and all who

support them.‖15

Jelas bahwa, pemerintah Amerika Serikat dibawah

kepemimpinan Bush Jr. memiliki komitmen yang lebih agresif terhadap ancaman

global yang selalu dikatakan oleh AS, yaitu terorisme. Tidak hanya tujuan

nasionalnya yang ingin membentuk lingkungan yang tidak ramah bagi ekstremis

keras dan para pendukungnya, pemerintah AS juga melakukan tindakan atau

13

Ibid. 14

Ibid, hal. 11. 15

Ibid, hal. 19.

Page 12: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

langkah yang mendukung tujuan tersebut. Sebagaimana terlihat dalam gambar

strategi nasional AS untuk GWOT ini.

Gambar 1.

National Strategy for The GWOT16

Dari gambaran strategi nasional yang dibuat oleh pemerintah Amerika

Serikat diatas, kita bisa melihat bagaimana pemerintahan Bush Jr. merespon

ancaman global yang sedang terjadi. Strategi pemerintah Amerika Serikat dalam

perang global melawan terorisme tersebut merupakan upaya internasional untuk

16

Ibid.

Ends

National Strategic Aims:

Defeat violent extremism as a threat to our way of life as a free and open society, and

Create a global environment inhospitable to violent extremists and all who support them.

Expand foreign partnerships and partnership capacity.

Instruments of National Power

Attack

Terror

-ists

Support

Main-

stream

Muslims

Prevent terrorist use of WMD.

Institutionalize the GWOT domestically and internationally.

Ways

Means

Continue to lead a broad international effort to

deny terrorist networks the resources they need to

operate and survive.

Protect

the

Home-

land

Page 13: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

meniadakan jaringan ekstremis keras atas sumber daya (resources) dan fungsi

yang mereka butuhkan untuk beroperasi dan bertahan.

Terdapt tiga elemen untuk mendukung upaya pemerintah AS dalam

memerangi terorisme global, sebagaimana telah disebutkan diatas. Elemen

pertama merupakan Protect and defend the homeland, yaitu melindungi dan

mempertahankan tanah air dari ancaman terorisme global. Elemen ini merupakan

upaya dari pemerintah AS menjaga dan memberi perlindungan terhadap

masyarakat, perekonomian mereka, dan sistem pemerintahan dari dampak

ancaman terorisme, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Kedua, attack

terrorists and their capacity to operate effectively at home and abroad. Dimana

dalam hal ini merupakan bentuk strategi penyerangan yang didesain untuk

menghilangkan operasi teroris, mempengaruhi atau me-non-efektifkan

kemampuan teroris untuk melakukan ancaman atau penyebaran ideologi mereka.

Sebagaimana dikatakan dalam NMSP-WOT bahwa, “… These efforts include

killing and capturing key enemy leaders and foot soldiers, destroying training

centers, and denying the enemy access to each of the eight categories of resources

and functions critical to the enemies‘ operations…‖17

Jelas terlihat bahwa,

pemerintah Amerika Serikat memang ingin memutus jaringan terorisme global

yang menjadi “new challenge” bagi negara-negara didunia, terutama bagi

Amerika Serikat.

Kemudian elemen ketiga, yaitu support mainstream muslims efforts to

reject violent extremism, dimana pemerintah Amerika Serikat berkomitmen untuk

17

Ibid, hal. 20.

Page 14: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

mendukung upaya kelompok muslim mainstream untuk menolak ekstremisme

keras. Dukungan ini memang dilakukan oleh pemerintah AS yang ditujukan untuk

menekan kelompok-kelompok Islam lainnya agar tidak melakukan tindakan

berlebihan sebagaimana yang dilakukan oleh teroris. Kunci utama dalam

dukungan yang dilakukan oleh pemerintah AS adalah;

―… Key to this is Muslim populations‘ belief that terrorism is not a

legitimate means to pursue political goals. The strategy is to encourage

and enable moderates to promote the view that violent extremist efforts

undermine the wellbeing of the Muslim community on a local, regional,

and global level. The belief that violent extremist efforts are harmful to the

Islamic community, and contrary to the teachings of Islam, must come

from within Islam itself…‖18

Dalam elemen ketiga ini, pemerintah AS ingin memberikan suatu pemikiran

tentang kebebasan, demokrasi dan kemakmuran ekonomi terhadap masyarakat

muslim. Yang kemudian pada kenyataannya adalah bahwa selain untuk

memerangi terorisme, pemerintah AS juga menyebarkan ideologi mereka

mengenai demokrasi, kebebasan dan kemakmuran ekonomi. Di sisi lain terlihat

bahwa tindakan yang diambil oleh pemerintah AS ini merupakan cara yang

digunakan untuk mendapakan simpati dari sebagian masyarakat muslim lainnya.

Dari ketiga elemen strategi pemerintah Amerika Serikat untuk memerangi

terorisme tersebut, dilakukan penyempurnaan dengan memberikan tiga elemen

atau aspek yang merepresentasikan upaya kritis demi mendapatkan kemenangan

dalam perang tersebut. ketiga aspek tersebut adalah expanding foreign

partnerships and partnership capacity; enhancing capacity to prevent terrorist

acquisition and use of WMD; and institutionalizing domestically and

18

Ibid.

Page 15: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

internationally the strategy against violent extremists. Dari ketiga aspek ini, jelas

memperlihatkan bahwa pemerintah Amerika Serikat akan memperluas hubungan

dan kapasitas dari negara-negara sahabat untuk ikut mendukung dalam perang

global melawan terorisme. Yang kemudian diperkuat dengan upaya untuk

menginstitusionalisasikan atau melembagakan strategi melawan ektremis keras

baik secara domestik maupun internasional. Upaya ini diperkuat dengan

peningkatan kapasitas atau kemampuan untuk menghalangi kemampuan teroris

dan penggunaan WMD (Weapon of Mass Destruction).

Dalam komitmennya untuk melakukan perang global melawan terorisme,

pemerintah Amerika Serikat mengoptimalkan peran seluruh instrumen yang

dimiliki oleh negara. Seperti yang dijelaskan dalam gambar 1 (satu) diatas, bahwa

pemerintah AS menggunakan seluruh instrumen kekuatan nasional yang

dimilikinya untuk dapat mencapai tujuan utamanya dalam memerangi terorisme,

yaitu untuk mengeliminasi ancaman teroris internasional, ―… Our goal is to

eliminate the international terrorist threat to people, installations, and other

interests…‖19

Yang kemudian untuk dapat mencapai tujuan tersebut dibutuhkan

upaya kerjasama dari seluruh instrument kekuatan nasional dan dukungan dari

negara sahabat. Disisi lain, selain mencapai tujuan utama, yaitu untuk

mengeliminasi ancaman terorisme global, pemerintah Amerika Serikat juga

melakukan promosi tentang ideologi demokrasinya, kebebasan dan kemakmuran

ekonomi keseluruh dunia. Hal ini dimaksudkan untuk mengeliminasi atau

meminimalisir suatu keadaan yang dapat dimanfaat oleh para teroris untuk

19

US. Foreign policy Agenda, Terrorism : Threat Assessment, Countermeasures and Policy, Vol.

6, An Electronic Journal of The U.S. Department of State, No. 3., Hal. 7.

Page 16: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

melakukan tindakan terornya.20

Akan tetapi, tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah Amerika Serikat pada dasarnya memiliki tujuan dan kepentingan

tersendiri yang melatarbelakangi tindakan yang di ambil.

Global war on terrorism yang nyatanya merupakan suatu perjuangan

panjang bagi pemerintah Amerika Serikat, terutama pada masa kepemimpinan

George W. Bush Jr., untuk dapat menghilangkan ancaman terorisme. Tidak hanya

merangkul negara-negara lain untuk memberikan dukungan dalam GWOT ini,

beberapa organisasi multilateral-pun memberikan deklarasi dukungannya terhadap

AS untuk secara bersama-sama mengeliminasi momok terorisme tersebut.

Organisasi multilateral seperti, PBB, Uni Eropa (the European Union), the

Organization of American States, the Organization for African Unity, the

Organization of the Islamic Conference, and the Asia-Pacific Economic

Cooperation forum,21

dan organisasni lainnya dimana mereka turut memberikan

solidaritasnya terhadap isu terorisme ini. Secara tidak langsung tersirat bahwa

dukungan dari organisasi tersebut memberikan legitimasi atau pengakuan atas

tindakan atau respon yang diabil oleh pemerintah AS atas GWOT.

Global War On Terrorism Sebagai Simbol

Untuk menjelaskan global war on terrorism sebagai simbol yang

digunakan oleh Amerika Serikat, hal pertama yang perlu penulis lakukan adalah

melakukan proses identifikasi mengenai simbol itu sendiri. Kemudian melihat

20

NMSP-WOT, op.cit. ―…The United States is at war, and success in the war will require the

coordinated efforts of all instruments of U.S. and partner national power. In fact, the principal

thrust, must come from instruments of national power and influence outside the Department of

Defense. The United States will also promote freedom, democracy, and economic prosperity

around the world to mitigate those conditions that terrorists seek to exploit.‖ 21

US. Foreign policy Agenda, op.cit.

Page 17: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

bagaimana simbol tersebut memiliki makna yang dapat dipahami oleh seluruh

masyarakat luas. Dan menjelaskan mengapa simbol tersebut memiliki makna dan

menjadi berarti bagi yang menggunakannya.

―a symbol is any object used by human beings to index meanings that are

not inherent in, nor discernable from, the object itself. Literally, anything

can be a symbol: a word or a phrase, a gesture or an event, a person, a

place, or a thing. An object becomes a symbol when people endow it with

mening, value or significance.‖22

Sebagaimana dijelaskan oleh Elder dan Cobb dalam Alastair Iain Johnston

tersebut, bahwa simbol merupakan suatu objek yang digunakan oleh manusia

untuk menunjukkan makna yang tidak melekat maupun tidak terlihat dari objek

itu sendiri. Hal ini berarti bahwa, ketika kita menggunakan simbol secara sadar

maupun tidak sadar kita telah mengkomunikasikan makna tersembunyi dibalik

simbol yang kita komunikasikan tersebut. Kemudian, Elder dan Cobb mengatakan

bahwa bentuk simbol bisa berbagai macam. Beberapa diantaranya adalah sebuah

kata atau ungkapan, sebuah isyarat atau kejadian, seseorang, sebuah tempat atau

apapun dapat menjadi sebuah simbol. Yang lebih terpenting menurut Elder dan

Cobb adalah sebuah simbol dapat dikatakan simbol ketika mereka dapat memberi

makna, values (nilai – nilai) atau arti tersendiri terhadap simbol tersebut.

―… symbols are the vehicles through which shared decision rules, axioms,

and preferences are manifested empirically, so that culture can be

communicated, learned, or contested. … these symbols act as ―mental

aids‖ or heuristics which make complex environments more manageable

for decision – makers, and suggest ways of responding to this

environment.‖23

22

Alastair Iain Johnston. Op.cit. Hal.51. 23

Ibid.

Page 18: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Kemudian, definisi simbol selanjutnya dipaparkan oleh Alastair Iain

Johnston dalam Thinking About Strategic Culture diatas. Menurut Johnston,

dijelaskan bahwa simbol merupakan alat untuk menyebarkan keputusan, aksioma

dan pilihan – pilihan yang termanifestasikan secara empiris, sehingga budaya

dapat dikomunikasikan, dipelajari maupun di pertentangkan. Dalam hal ini,

simbol digunakan untuk menyebarkan dan mengkomunikasikan apa yang menjadi

keputusan dan pilihan – pilihan strategis yang telah ditentukan dan diputuskan

oleh para pengambil keputusan. Tidak hanya hal tersebut, simbol juga dapat

berperan sebagai “mental aids” atau bantuan secara mental dan heuristik yang

dapat membuat lingkungan yang kompleks menjadi lebih teratur dan terkendali

bagi para pembuat keputusan. Kemudian, dari simbol tersebut dapat memberikan

cara terbaik dalam merespon lingkungan yang kompleks.

Berdasarkan dua definisi tersebut, penulis mengidentifikasikan global war

on terrorism sebagai sebuah simbol. Dimana global war on terrorism merupakan

suatu kata yang digunakan oleh Amerika Serikat dengan tujuan tertentu. Dengan

simbol GWOT ini, pemerintah Amerika Serikat memiliki values atau nilai – nilai

dan makna tersendiri yang diyakini oleh Amerika Serikat. Sehingga dengan

menggunakan dan mengkomunikasikan simbol global war on terrorism ini,

seluruh masyarakat dunia turut memahami apa yang dipahami oleh Amerika

Serikat dalam tindakannya. Penjelasan mengenai values Amerika Serikat akan

dijelaskan selanjutnya.

Page 19: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Amerika Serikat pun menggunakan simbol global war on terrorism

sebagai “mental aids” atau bantuan secara mental. Simbol global war on

terrorism juga digunakan oleh Amerika Serikat, khususnya para elit pembuat

keputusan untuk mengatur lingkungannya yang kompleks, baik secara internal

maupun eksternal. Hal ini menjadi sangat signifikan berpengaruh karena Amerika

Serikat benar – benar menggunakan simbol global war on terrorism ini untuk

merespon lingkungan yang kompleks. Dalam hal ini berkaitan dengan respon

pemerintah Amerika Serikat terhadap serangan yang terjadi pada tanggal 11

September 2001, di New York. Lingkungan yang kompleks ini dialami oleh

Amerika Serikat dengan adanya ketakutan akan munculnya kekuatan baru yang

akan menandingi kekuatan Amerika Serikat. Tidak berselang lama bagi Amerika

Serikat untuk mengumumkan bahwa pemerintah Amerika Serikat sangat

mengecam serangan pemboman terhadap gedung World Trade Cernter (WTC)

dan mengambil sikap untuk melakukan perang melawan terorisme (global war on

terrorism).

The Bush’ Doctrine dan Jargon Bush dalam Simbol Global War On Terrorism

Doktrin atau ajaran Bush yang popular dengan sebutan The Bush‘

Doctrine merupakan suatu doktrinasi atau ajaran yang berasal dari pemikiran

seorang George Walker Bush Jr.. Doktrin ini tentu tidak muncul dengan tiba-tiba

dan tanpa alasan. Karena munculnya suatu pemikiran dapat disebabkan oleh

faktor internal dan eksternal yang sedang terjadi pada saat itu. Dalam kasus

terorisme di Amerika Serikat, pasca peristiwa pemboman terhadap gedung WTC

Page 20: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

di New York, dengung perang global melawan terorisme semakin nyaring

terdengar keseluruh belahan dunia. Terlebih hal ini sangat direspon oleh Presiden

AS, yaitu George Walker Bush Jr.. Sehingga tindakan yang dikeluarkan oleh

pemerintahan Bush Jr. tidak terlepas dari pemikirannya dan elit penting

pemerintahannya – seperti, Menteri Pertahanannya, Donald H. Rumsfeld, Wakil

Presiden Dick Cheney, dan Penasihat Keamanan Paul Wolfowitz. Dimana segala

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah AS juga dipengaruhi oleh doktrin Bush

Jr. – pemikiran Bush sebagai respon atas peristiwa nine eleven. Yang kemudian,

doktrin ini termanifestasikan dalam strategi keamanan nasional AS dan strategi

keamanan militer untuk memberantas terorisme.

Dalam merespon isu terorisme, pemerintah Amerika Serikat betindak aktif

dalam memerangi aksi terorisme. Dalam merespon isu terorisme ini, pemerintah

AS mengeluarkan dan melaksanakan doktrin yang dikenal dengan sebutan The

Bush‘ Doctrine atau Doktrin Bush. Dimana doktrin ini merupakan salah satu

tindakan atau langkah nyata yang diambil oleh pemerintahan Bush Jr. dalam

merespon aksi terorisme pada saat itu. Tindakan atau doktrin Bush tersebut

termanifestasikan dalam bentuk “preemptive military action‖, yaitu tindakan

yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat sebangai bentuk “self-defense”

atas isu terorisme. Dimana tindakan ini lebih kepada tindakan defensive

(pertahanan) terhadap peristiwa pegeboman yang terjadi pada 11 September 2001.

Dalam National Security Strategy (NSS) 2002, tindakan preemptive ini

secara tegas ditujukan kepada kelompok teroris dan “rogue states”. Dimana

Michel Chossudovsky mengatakan bahwa, “rogue states” dalam hal ini merujuk

Page 21: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

pada “state sponsorships”24

atau negara pendonor yang mendukung tindakan

terorisme. Sebelum para teroris dan rogue state tersebut mengancam dan

menggunakan senjata pemusnah masal untuk melawan AS dan negara sahabat.

Bush menyebutkan bahwa, pemerintahnya harus melakukan suatu tindakan

terlebih dahulu sebelum mereka – teroris – melakukan tindakan. Seperti yang di

kemukakan dalam strategi keamanan nasional AS 2002 “We cannot let our

enemies strike first‖.25

Mackubin Thomas Owens dalam tulisannya The Bush Doctrine: The

Foreign Policy of Republican Empire,26

mengatakan bahwa terdapat tiga prinsip

utama dalam The Bush‗ Doctrine yang dikemukakan oleh presiden Bush Jr. Yang

mana hal ini didasarkan pada pidato kedua George W. Bush dalam upacara

pelantikannya, yaitu “it is the policy of the United States to seek and support the

growth of democratic movements and institutions in every nation and culture, with

the ultimate goal of ending tyranny in our world”27

. Prinsip pertama adalah

penolakan “moral equivalency” (persamaan moral) dalam hubungan internasional.

Dimana terdapat penolakan akan kebutuhan ataupun kemungkinan akan moral

judgment dalam hubungan internasional. Kedua, adalah penyangkalan terhadap

24

Michel Chossudovsky. 2005. America‘s ―War On terrorism‖. Second edition. Global

Reasearch. ISBN 0-9737147-1-9. Hal. 267. 25

The National Security Strategy of The United States of America. 2002. hal. 14–15, dapat

diakses melalui http://www.state.gov/documents/organization/15538.pdf. dalam Robert J.

Delahunty & John Yoo. The ―Bush Doctrine‖: Can Preventive War be Justified? Harvard Jurnal

of Law and public policy, vol. 32. No.3. hal. 843-865. 26

Mackubin Thomas Owens. The Bush Doctrine: The Foreign Policy of Republican Empire.

Published by Elsevier Limited on behalf of Foreign Policy Research Institute. 2008. p. 23-40.

Hal.26. 27

George Bush. Second Inaugural Address. Januari, 20, 2005. Dalam artikel yang ditulis oleh

Mackubin Thomas Owens. The Bush Doctrine: The Foreign Policy of Republican Empire.

Published by Elsevier Limited on behalf of Foreign Policy Research Institute. 2008. Hal. 23-40.

Page 22: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

teori pekerja sosial (“social work‖) dalam terorisme, yang meyakini bahwa faktor

ekonomi (seperti kemiskinan dan kelaparan) merupakan akar dari fenomena yang

terjadi ini28

. Doktrin Bush yang ditemukan ini menyatakan bahwa terorisme yang

terjadi pada 9/11 dan sebelumnya merupakan suatu ideologi yang kejam yang

bertujuan untukk menghancurkan liberalisme barat. Berdasarkan Doktrin Bush ini

bahwa 9/11 dan agresi serupa lainnya merupakan budaya tirani di Timur Tengah,

“the culture of tyranny in the Middle East, which spawns fanatical, aggressive,

secular, and religious despotisms”29

dan langkah perbaikannya adalah perubahan

rezim demokrasi. Prinsip ketiga adalah Doktrin Bush merupakan pengakuan

bahwa pendekatan tradisional pasca 9/11 terhadap ancaman (seperti deterrence,

containment dan ex post facto) tidaklah cukup ketika berurusan dengan teroris dan

rogue regimes (rezim yang tidak bertanggung jawab) yang mencoba untuk

mendapatkan senjata pemusnah masal. Dimana dibawah Doktrin Bush ini,

Amerika Serikat memiliki hak untuk melakukan preventive war. Bentuk dari

preventive war ini lah yang memberi kewenangan untuk melakukan tindakan

preemptive (penyerangan terlebih dahulu terhadap lawan).

Dengan doktrin preemptive tersebut, pemerintah Amerika Serikat memiliki

hak untuk melakukan perlawanan atau penyerangan secara sepihak kepada musuh.

Dimana doktrin tersebut menjadi pembenaran terhadap segala tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah AS akibat tindakan pemboman pada 11 September

2001. Dalam hal ini, pemerintahan Bush melakukan penyerangan terhadap

kelompok yang dipimpin oleh Saddam Husein (Al-Qaeda) atas tuduhan

28

Mackubin Thomas Owens. Op.cit. 29

Ibid.

Page 23: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

kepemilikan senjata pemusnah massal (nuklir) dan memandang bahwa kelompok

teroris ini sebagai ancaman yang signifikan di kawasan timur tengah dan

komunitas internasional.30

Sehingga dengan pandangan yang seperti itu, AS

secara sepihak melakukan penyerangan terhadap Irak dan menjatuhkan rezim

Saddam Husein. Dan perang global melawan terorisme pun menjadi pembenaran

atas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Amerika serikat.

Kemudian, jargon yang digunakan oleh Presiden Bush untuk mendapatkan

dukungan dari masyarakat Amerika Serikat sendiri dan masyaraat internasional.

Jargon yang disebut Jargon Bush tersebut berbunyi, ”either you are with us or

with the Terrorists”. Jargon ini menjadi terkenal ketika presiden Bush menyatakan

ketegasannya dalam memerangi terorisme. Jargon ini sekaligus menjadi

pernyataan sikap pemerintah Amerika Serikat kepada negara-negara lain terkait

orientasi sikap dan kebijakan pemerintah dalam memerangi terorisme. Dimana

jargon ini juga memiliki peran yang sangat penting bagi pemerintahan Bush pada

saat itu. Karena setelah pemerintah Amerika Serikat menyatakan komitmennya

untuk memerangi terorisme global dan melakukan penyerangan terhadap negara

yang menjadi “sarang” teroris, pemerintah AS juga melakukan komunikasi

dengan negara-negara lain untuk mendapatkan dukungan dalam memerangi

terorisme global.

Kedua hal ini merupakan perangkat penting yang digunakan pada masa

pemerintahan George W. Bush Jr., dalam menghadapi isu terorisme. Tindakan

yang merepresentasikan cara pandang dan perilaku pemimpinnya pada saat itu.

30

Ibid. hal. 1.

Page 24: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Dikeluarkannya doktrin Bush memperlihatkan bagaimana orientasi kebijakan luar

negeri pemerintah Amerika Serikat dalam isu terorisme ini. Hal ini juga tidak

terlepas dari peran pemimpin dan orang-orang yang berpengaruh dalam

merumuskan orientasi kebijakan berkaitan dengan penanganan terorisme. Mereka

didominasi oleh kalangan yang berhaluan keras. Dimana adanya kecenderungan

untuk menyelesaikan suatu konflik dengan jalan perang. Mereka adalah Menteri

Pertahanan Donald H. Rumsfeld, Wakil Presiden Dick Cheney, dan Penasihat

Keamanan Paul Wolfowitz. Sehingga tidak mengherankan bahwa orientasi

kebijakan khususnya mengenai penanganan isu terorisme harus diambil melalui

jalan perang. Sebagaimana presiden Bush mengatakan dalam rencana strategis

militer AS pada Februari 2006 yang menyatakan dengan tegas bahwa “Our nation

-- this generation -- will lift a dark threat of violence from our people and our

future. We will rally the world to this cause by our efforts, by our courage. We

will not tire, we will not falter, and we will not fail.”31

Dengan menggunakan pernyataan atau jargon tersebut, menegaskan bahwa

Amerika Serikat memiliki power yang kuat yang dapat mempengaruhi negara lain

untuk ikut berjalan bersama dengan kepentingan yang mereka bawa. Karena pada

dasarnya, dengan jargon yang dikeluarkan oleh pemerintahan Bush tersebut dapat

mengidentifikasikan negara mana yang merupakan kawan potensial dan negara

mana yang merupakan musuh potensial. Karena jelas bahwa dalam jargon tersebut

memiliki makna yang secara explisit menyatakan bahwa jika kalian – negara –

berada dipihak kami – AS – maka mari kita bersama-sama memerangi terorisme

31

National Military Strategic Plan for The War On Terror 2006. Op. cit.

Page 25: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

global dan jika kalian berada dipihak mereka maka berjalanlah dengan mereka,

dan kami akan melawan terorisme global.

Hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah Amerika Serikat dalam strategi

keamanan nasional 2002, “… strengthen alliances to defeat global terrorism and

work to prevent attacks against us and our friends; …”32

Yang menjadi tujuan

bagi pemerintah Amerika Serikat dalam strategi keamanan nasionalnya adalah

menguatkan aliansinya untuk mengalahkan terorisme global dan untuk

melindungi AS dan negara sahabatnya dari ancaman tersebut. Dari hal ini terlihat

bahwa ada usaha dari pemerintah Bush untuk melakukan penguatan aliansi untuk

menaklukkan terorisme global. Yang pada akhirnya, jargon “either you are with

us or with the terrorists” menjadi jargon yang sangat penting bagi pemerintah

Bush Jr. untuk mengerahkan dukungan dalam perang global melawan terorisme

(GWOT) ini.

Peristiwa 9/11 menjadi pembuka jalan bagi pemerintahan AS yang baru

pada saat itu – George Walker Bush Jr – untuk melakukan restrukturisasi terhadap

pola pertahanan dalam kebijakan pertahanannya. Dimana, pada masa

pemerintahan Bill Clinton pola pertahanan AS adalah defend (lebih kepada

mempertahankan diri). Meskipun isu terorisme pada masa pemerintahan Clinton

sudah mencuat. Akan tetapi pemerintahannya lebih memilih untuk melakukan

pertahanan, karena isu terorisme pada saat itu belum menjadi isu yang krusial.

Kemudian, pasca 9/11 – dengan tindakan yang aktif dari teroris – Amerika Serikat

mengambil tindakan preemptive (yaitu melakukan tindakan atau penyerangan

32

NSS 2002. Op.cit.

Page 26: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

terlebih dahulu) sebagai bentuk pertahanan diri. Tindakan ini ditujukan terhadap

negara-negara yang diidentifikasikan sebagai negara teroris dan „rogue states‟

yang mendukung pergerakan teroris. Sebagaimana dalam strategi keamanan

nasionalnya yang mengatakan bahwa;

“….. The greater the threat, the greater is the risk of inaction - and the

more compelling the case for taking anticipatory action to defend

ourselves, even if uncertainty remains as to the time and place of the

enemy‘s attack. To forestall or prevent such hostile acts by our

adversaries, the United States will, if necessary, act preemptively.”33

Tindakan preemptive yang dikenal sebagai tindakan pertahanan diri yang

diambil oleh pemerintah AS pada masa kepemimpinan George W. Bush Jr.

merupakan suatu pilihan strategi yang rasional yang harus diambil pada saat itu.

Karena dengan doktrin tersebut, pemerintah AS berhak melakukan penyerangan

secara sepihak kepada mereka yang diidentifikasi sebagai ancaman. Doktrin ini

menjadi “alat” bagi pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan penyerangan

kepada negara yang telah teridentifikasi sebagai ancaman global. Dalam hal ini,

jika diasumsikan dalam kerangka hubungan antar negara (semisal: negara A dan

negara B) yang saling bertikai, dengan menggunakan doktrin preemptive ini,

negara A (misalnya) memiliki kewenangan yang legal untuk menghancurkan

kemampuan negara B dalam mengembangkan senjara nuklir jika negara A

memiliki sejumlah bukti-bukti yang kuat bahwa negara B akan menyerang negara

A dengan senjata tersebut.34

Oleh karena itu, berdasarkan doktrin Bush ini, bahwa

33

NSS 2002. Op.cit., hal. 15 34

Lihat Bradford, supra note 4, hal. 1422-1423 yang menuliskan bahwa (stating that ―[w]hereas

the doctrine of ASD justifies the resort to force in anticipation of an imminent armed attack out of

necessity, where the threat is so great that no moment for deliberation is possible, the use of force

– in the absence of an imminent threat – that is intended to destroy the potential that an enemy

Page 27: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

negara A tersebut memiliki hak untuk melindungi diri dengan menghentikan

ancaman yang dilakukan oleh negara B, dengan tidak mengindahkan bukti-bukti

penting yang mendukung.

Secara konsep, doktrin Bush ini bukan merupakan suatu terobosan baru

bagi pemerinta Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan pada masa pemerintahan

sebelumnya, yaitu pada masa pemerintahan Ronald Reagen dan Bill Clinton,

mereka telah menggunakan kekuatan militer preemptive ini. Akan tetapi,

penggunaannya tidak secara signifikan terlihat. Dan baru pada masa pemerintahan

George W. Bush inilah penggunaan doktrin pertahanan diri preemptive ini secara

tegas digunakan atau diapliksikan. Sehingga Bush merupakan Presiden pertama

AS yang secara tegas mengaplikasikan doktrin pertahanan diri preemptive ini, dan

karena itulah doktrin ini dinamakan The Bush‘ Doctrine.35

Pasca serangan 11 September 2001, AS yang geram atas serangan tersebut

mengumumkan bahwa pemerintah AS akan melakukan perlawanan terhadap

pelaku serangan terebut dan menyatakan sikap untuk memerangi terorisme global.

Pada masa pemerintahan sebelumnya pun serangan teror pernah terjadi, akan

tetapi hal tersebut tidak menjadi besar. Pernyataan sikap Bush yang keras ini pun

tidak lepas dari serangan-serangan teror sebelumnya yang terjadi di Amerika

Serikat. Rakyat AS pun turut mendukung keputusan pemerintah dalam upaya

penanganan terorisme. Sebagaimana negara yang memiliki nilai-nilai (values)

may pose a future threat is termed ‗preventive war.‘ The Bush Doctrine, articulated in the NSS,

prominent presidential addresses, and the statements of senior officials, is effectively a unilateral

U.S. assertion of the right to engage in preventive war”). Dalam jurnal yang ditulis oleh Matthew

Klapper. 2004. The Bush Doctrine and North Korea. 35

Ibid. hal. 02.

Page 28: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

yang menjunjung tinggi kebebasan dan keterbukaan dalam berpikir dan

berpendapat, tentu AS menolak tindakan yang melanggar hak asasi setiap

individunya. Dalam strategi keamanan nasionalnya, pemerintah Amerika Serikat

menyatakan, ―In the war against global terrorism, we will never forget that we

are ultimately fighting for our democratic values and way of life. Freedom and

fear are at war, and there will be no quick or easy end to this conflict…‖36

Dengan hal tersebut, pemerintah AS jelas akan melakukan tindakan-tindakan yang

menurutnya rasional untuk dilakukan.

Tindakan tersebut dikuatkan dengan Doktrin Bush, yang berupa tindakan

preemptive sebagai bentuk self defense pemerintah AS dalam mencegah

kemungkinan serangan lanjutan dari kelompok teroris. Doktrin ini merupakan hal

yang dipercayai oleh pemerintah Amerika Serikat dalam tindakannya

mempertahankan wilayah, rakyat dan kekuatannya. Doktrin ini juga menjadi

pembuka jalan bagi Amerika Serikat pada orientasi kebijakan penanganan

terorisme yang cenderung agresif. Dengan diberlakukannya doktrin Bush ini,

pemerintah Amerika Serikat memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan

preventive dalam menyelesaikan isu terorisme tersebut. Tindakan yang mengarah

kepada individu, kelompok maupun negara yang mendukung gerakan terorisme.

Tindakan yang disebut oleh Michel Chossudovsky sebagai preventive war ini

mengarahkan serangan kepada kelompok maupun negara yang telah diidentifikasi

sebagai negara teroris. Seperti Afghanistan dengan kelompok Taliban dan Irak

dengan Al-Qaeda yang dipimpin oleh Saddam Husein.

36

National Security Strategy of The United State of America 2002. Op.cit. Hal.7.

Page 29: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Doktrin pertahanan diri preemptive ini merupakan respon atas peristiwa

yang terjadi pada 11 September 2001 yang menyerang simbol perekonomian

dunia, yaitu gedung WTC (World Trade Center). Dimana Amerika Serikat mulai

melihat bahwa penyerangan yang dilakukan oleh kelompok teroris tersebut akan

memicu penyerangan-penyerangan selanjutnya yang lebih besar jika pemerintah

AS tidak melakukan tindakan – atau lebih tepatnya serangan balasan – cepat dan

kongkrit. Oleh karena itu, preemptive merupakan jalan yang ditempuh oleh

pemerintah AS sebagai bentuk pertahanan diri atas apa yang mereka sebut sebagai

ancaman global, yaitu terorisme. Sehingga peristiwa pemboman terhadap gedung

WTC yang dilakukan oleh teroris menjadi penyulut perang yang lebih besar

sebagai respon atas tindakan penyerangan terhadap gedung WTC tersebut. Dan

perang tersebut dimulai dengan serangan terhadap kelompok Taliban dan Al-

Qaeda.

Penyampaian Simbolik Global War On Terrorism Dengan Cara

Autokomunikasi

Alastair Iain Johnston dalam tulisannya yang berjudul “Thinking about

Strategic Culture”.37

mengatakan bahwa autokomunikasi merupakan bahasa yang

dirancang untuk menguatkan legitimasi dan kewenangan atau kemampuan yang

dibentuk oleh para pembuat kebijakan. Dimana, dari bahasa atau simbol yang

dilakukan tersebut terdapat ekspektasi dan harapan dari para pembuat keputusan

untuk memperkuat legitimasi mereka atas keputusan yang telah dikeluarkan. dan

37

Alastair Iain Johnston. 1995. Thinking about Strategic Culture. International security, Vol.19,

No.4 (Spring , 1995), 32-64.

Page 30: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

diluar Amerika Serikat yang mendukung pemberantasan terorisme. Dalam

pembahasan ini, penulis mengartikan bahasa atau simbol yang dimaksud adalah

gerak – gerik atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat

untuk memberitahu kepada seluruh masyarakat internasional posisi AS dalam

konteks perang melawan terorisme. Tindakan – tindakan yang dilakukan

pemerintah Amerika Serikat melalui penyampaian secara autokomunikasi ini

bertujuan untuk melegitimasi tindakannya pasca peristiwa 11 September lalu.

Indikator dalam pembahasan ini adalah pemaknaan kata “our” (kami) dan ”them”

(mereka) dalam pidato-pidatonya Bush Jr. Dimana melalui pemaknaan ini, Bush

Jr. menyebarkan keyakinan atau belief nya dan berusaha meyakinkan elit

pemerintahan untuk mendukung keputusannya, yaitu global war on terrorism

(perang global melawan terorisme).

Pasca peristiwa serangan 11 September 2001, Presiden Bush Jr. langsung

membuat pernyataan resmi kenegaraan yang menjadi respon pemerintah Amerika

Serikat terhadap serangan tersebut. Dalam pernyataan atau pidato resminya, Bush

Jr. menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat telah

mendapat dukungan dari pemerintahannya. Sebagaimana Bush Jr. menyatakan

dalam pidatonya, yaitu :

“The functions of our government continue without interruption. Federal

agencies in Washington which had to be evacuated today are reopening

for essential personnel tonight, and will be open for business tomorrow. …

I appreciate so very much the members of Congress who have joined me in

strongly condemning these attacks…”38

38

Selected speeches of George W. Bush Jr. 2001-2008. Op.cit. hal. 58.

Page 31: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Presiden George W. Bush Jr. berusaha menguatkan internal

pemerintahannya dengan menyatakan kesiapan dari seluruh elemen dalam

mengusut dan menyelesaikan peristiwa terorisme ini.

Pemaknaan kata “our” atau kami dalam pidato-pidatonya Bush Jr.

seakan berusaha menguatkan apa yang menjadi keputusan dari pemerintah

Amerika Serikat. Makna yang ada dibaliknya pun menjadi kekuatan bagi

Bush Jr. untuk meberi pengaruhnya terhadap pihak-pihak yang dituju.

Seperti dalam pidatonya di Washington DC, pada 20 September 2001 “… I

thank the Congress for its leadership at such an important time. All of America

was touched on the evening of the tragedy to see Republicans and Democrats

joined together on the steps of this Capitol, singing ―God Bless America.”39

Makna kata “our” atau kami disini ditujukan kepada internal pemerintahan Bush

Jr., yaitu rezim George W. Bush Jr. Hal ini dilakukan untuk membentuk sense

atau rasa memiliki dari seluruh internal pemerintahan Amerika Serikat.

Sedangkan makna kata “them” atau mereka dalam beberapa pidato Bush

Jr. lebih mengacu kepada mereka (musuh) yang menjadi pelaku serangan 11

September 2001 tersebut. Dimana dalam hal ini, pemerintah Amerika Serikat

memberikan pemahaman bahwa apa yang disebut sebagai “them” adalah merujuk

pada pemahaman mengenai mereka atau musuh (teroris). Hal ini pun menjadi

bahasa yang menguatkan legitimasi Bush Jr. atas tindakan dan komitmennya

39

Ibid. hal. 65.

Page 32: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

memerangi terorisme, khususnya yang ditujukan kepada internal

pemerintahannya.

Penyampaian Simbolik Global War On Terrorism Melalui Official Language

Official language merupakan bahasa resmi yang digunakan oleh

pemerintah untuk menyampaikan maksud dan tujuan atas tindakan yang

dilakukan. Dalam hal ini, berkaitan dengan penyampaian simbol yang memiliki

makna dan terimplementasi kedalam bentuk kebijakan konkrit. Dimana para

pengambil keputusan didalamnya menerima dan menjalankan dengan baik apa

yang menjadi keputusan tersebut. Nilai – nilai atau value yang diyakini pun

dimasukkan dalam tindakan – tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan

dukungan secara global. Sehingga perilaku yang akan terbentuk adalah

pembenaran atas segala tindakan yang dilakukan.

Dalam penggunaan simbol global war on terrorism (GWOT) melalui

official language ini, indikator utama penulis adalah pernyataan presiden Bush Jr,

yaitu “either you are with us or you are with the terrorists” yang ditujukan untuk

mendapatkan dukungan. Pernyataan tersebut dikenal dengan Jargon yang

digunakan oleh Presiden Bush dalam kampanyenya memerangi terorisme.

Dalam merespon isu terorisme, pemerintah Amerika Serikat betindak aktif

dalam memerangi aksi terorisme. Pertama, pemerintah AS mengeluarkan dan

melaksanakan doktrin yang dikenal dengan sebutan The Bush‘ Doctrine atau

Doktrin Bush. Dimana doktrin ini merupakan salah satu tindakan atau langkah

nyata yang diambil oleh pemerintahan Bush Jr. dalam merespon aksi terorisme

Page 33: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

pada saat itu. Tindakan atau doktrin Bush tersebut termanifestasikan dalam bentuk

“preemptive military action‖, yaitu tindakan yang diambil oleh pemerintah

Amerika Serikat sebangai bentuk “self-defense” atas isu terorisme. Dimana

tindakan ini lebih kepada tindakan defensive terhadap peristiwa pegeboman yang

terjadi pada 11 September 2001. Dalam National Security Strategy (NSS) 2002,

tindakan preemptive ini secara tegas ditujukan kepada kelompok teroris dan

“rogue states”. Dimana Michel Chossudovsky mengatakan bahwa, “rogue states”

dalam hal ini merujuk pada “state sponsorships”40

atau negara pendonor yang

mendukung tindakan terorisme.

Tindakan yang merepresentasikan cara pandang dan perilaku

pemimpinnya pada saat itu. Dikeluarkannya doktrin Bush memperlihatkan

bagaimana orientasi kebijakan luar negeri pemerintah Amerika Serikat dalam isu

terorisme ini. Hal ini juga tidak terlepas dari peran pemimpin dan orang-orang

yang berpengaruh dalam merumuskan orientasi kebijakan berkaitan dengan

penanganan terorisme. Mereka didominasi oleh kalangan yang berhaluan keras.

Dimana adanya kecenderungan untuk menyelesaikan suatu konflik dengan jalan

perang. Mereka adalah Menteri Pertahanan Donald H. Rumsfeld, Wakil Presiden

Dick Cheney, dan Penasihat Keamanan Paul Wolfowitz. Sehingga tidak

mengherankan bahwa orientasi kebijakan khususnya mengenai penanganan isu

terorisme harus diambil melalui jalan perang. Sebagaimana presiden Bush

mengatakan dalam rencana strategis militer AS pada Februari 2006 yang

menyatakan dengan tegas bahwa “Our nation -- this generation -- will lift a dark

40

Michel Chossudovsky. 2005. Op.cit. Hal. 267.

Page 34: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

threat of violence from our people and our future. We will rally the world to this

cause by our efforts, by our courage. We will not tire, we will not falter, and we

will not fail.”41

Pasca serangan 11 September 2001, AS yang geram atas serangan tersebut

mengumumkan bahwa pemerintah AS akan melakukan perlawanan terhadap

pelaku serangan terebut dan menyatakan sikap untuk memerangi terorisme global.

Pada masa pemerintahan sebelumnya pun serangan teror pernah terjadi, akan

tetapi hal tersebut tidak menjadi besar. Pernyataan sikap Bush yang keras ini pun

tidak lepas dari serangan-serangan teror sebelumnya yang terjadi di Amerika

Serikat. Rakyat AS pun turut mendukung keputusan pemerintah dalam upaya

penanganan terorisme. Sebagaimana negara yang memiliki nilai-nilai (values)

yang menjunjung tinggi kebebasan dan keterbukaan dalam berpikir dan

berpendapat, tentu AS menolak tindakan yang melanggar hak asasi setiap

individunya. Dalam strategi keamanan nasionalnya, pemerintah Amerika Serikat

menyatakan, ―In the war against global terrorism, we will never forget that we

are ultimately fighting for our democratic values and way of life. Freedom and

fear are at war, and there will be no quick or easy end to this conflict…‖42

Dengan hal tersebut, pemerintah AS jelas akan melakukan tindakan-tindakan yang

menurutnya rasional untuk dilakukan.

41

National Military Strategic Plan for The War On Terror 2006. Op. cit.

Kutipan tersebut merupakan Quote Bush Jr. dalam salah satu pidatonya dan termuat dalam

Rencana Strategis Militer Nasional untuk perang Melawan Teror tahun 2006. 42

National Security Strategy of The United State of America 2002. Op.cit. Hal.7.

Page 35: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Kebijakan pre-emptive dipilih dan dilancarkan oleh pemerintahan Bush

untuk menyerang negara Irak atas kemungkinan kepemilikan senjata pemusnah

masal. Pasca penangkapan terhadap kelompok Taliban, pemerintahan Bush terus

melanjutkan pengejaran terhadap kelompok Al – Qaeda di Irak. Dimana

pemerintah Amerika Serikat sangat menginginkan pelaku teror terhadap WTC,

Amerika Serikat tertangkap. Wakil Sekretaris Pertahanan, Paul Wolfowitz,

berpendapat bahwa “... multilateral diplomacy and sanctions would not prevent

the Iraqi regime from ultimately developing nuclear weaponry—and that even if

Hussein did not possess nuclear weapons or other WMD at that time, he would

ultimately possess such capabilities‖.43

Tidak menjadi masalah ketika penjatuhan

sanksi dan penggulingan rezim Irak, terbukti atau tidak terbukti atas kepemilikan

senjata pemusnah masal oleh Irak pada saat itu. Karena, ada ataupun tidak ada.

Pemerintah Amerika Serikat telah mengidentifikasikan bahwa Saddam Husein

memiliki kapabilitas untuk itu. Oleh karena itu, penyerangan terhadap Irak pun

tetap dilancarkan. Hingga pada akhirnya value demokrasi yang sangat dijunjung

tinggi oleh pemerintah Amerika Serikat dapat diadopsi dan diaplikasikan dinegara

tersebut.

Tindakan tersebut dikuatkan dengan Doktrin Bush, yang berupa tindakan

preemptive sebagai bentuk self defense pemerintah AS dalam mencegah

kemungkinan serangan lanjutan dari kelompok teroris. Doktrin ini merupakan hal

43

Ibid. Hal. 11.

Dikutip dari “Paul Wolfowitz, quoted in Bill Keller, “The Sunshine Warrior,” New York Times

Magazine, 22 September 2002, 97, cited in, Carl Kaysen Steven E. Miller Martin B. Malin,

William D. Nordhaus John D. Steinbruner, American Academy of Arts and Sciences (2003)

http://www.amacad.org/publications/monographs/War_with_Iraq.pdf.”

Page 36: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

yang dipercayai oleh pemerintah Amerika Serikat dalam tindakannya

mempertahankan wilayah, rakyat dan kekuatannya. Doktrin ini juga menjadi

pembuka jalan bagi Amerika Serikat pada orientasi kebijakan penanganan

terorisme yang cenderung agresif. Dengan diberlakukannya doktrin Bush ini,

pemerintah Amerika Serikat memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan

preventive dalam menyelesaikan isu terorisme tersebut. Tindakan yang mengarah

kepada individu, kelompok maupun negara yang mendukung gerakan terorisme.

Tindakan yang disebut oleh Michel Chossudovsky sebagai preventive war ini

mengarahkan serangan kepada kelompok maupun negara yang telah diidentifikasi

sebagai negara teroris. Seperti Afghanistan dengan kelompok Taliban dan Irak

dengan Al-Qaeda yang dipimpin oleh Saddam Husein.

Orientasi kebijakan Bush Jr dalam menangani terorisme yang cenderung

agresif diperlihatkan dalam beberapa skala prioritas kebijakan luar negeri yang

menempatkan perlindungan terhadap serangan terorisme pada urutan pertama

dengan prosentase yang cenderung statis sejak awal September 2001 hingga Juli

2004. Dibandingkan dengan isu-isu pada area lainnya. Sebagaimana terlihat dalam

tabel prioritas kebijakan luar negeri pada tahun 2001 hingga 2004 (foreign policy

priorities 2001-2004).

Kedua, pemerintah Amerika Serikat pun banyak melakukan kerjasama

dengan negara – negara lain untuk dapat memberantas tindakan terorisme global.

Sebagaimana tujuan besar pemerintah Amerika Serikat dalam memberantas

terorisme, yaitu Defeat Terrorists and Their Organizations (menaklukkan atau

mengalahkan teroris dan organisasi mereka). Dalam National Strategy for

Page 37: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Combating Terrorism (Strategi Nasional dalam pemberantasan terorisme) yang

dikeluarkan oleh pemerintah Amerika Serikat pada bulan Februari 2003,

pemerintah AS memiliki 4 (empat) prinsip yang disebut strategi 4D44

, yaitu

Defeat (menaklukkan), Deny (menghilangkan), Diminish (mengurangi) dan

Defend (mempertahankan) yang digunakan untuk menaklukkan organisasi

terorisme global. Yang kemudian, secara langsung maupun tidak langsung

menggunakan diplomasi, ekonomi, kekuatan militer, inteligen dan instrumen

kekuatan lainnya untuk dapat menaklukkan dan menjatuhkan terorisme tersebut.

Prioritas utama pemerintah Amerika Serikat jelas adalah untuk

menghancurkan organisasi terorisme global dengan menghancurkan segala aspek

yang mendukung kegiatannya. Sebagaimana dalam strategi keamanan nasional

2001 menyatakan, ―Our priority will be first to disrupt and destroy terrorist

organizations of global reach and attack their leadership; command, control, and

communications; material support; and finances.”45

Kemudian, tujuan ataupun

prioritas utama pemerintah Amerika Serikat tersebut juga didukung oleh elemen-

elemen lain yang tidak hanya negara tetapi juga organisasi – organisasi

internasional pun ikut memberikan dukungan terhadap AS atas GWOT-nya.

Beberapa organisasi multilateral memberikan deklarasi dukungannya terhadap AS

untuk secara bersama-sama mengeliminasi dan mengurangi aksi terorisme yang

menjadi peristiwa mengerikan tersebut. Organisasi multilateral seperti, PBB, Uni

Eropa (the European Union), the Organization of American States, the

Organization for African Unity, the Organization of the Islamic Conference, and

44

National Strategy for Combating Terrorism. Op.cit. hal. 15. 45

National Security Strategy 2001. Op.cit. Hal.5.

Page 38: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

the Asia-Pacific Economic Cooperation forum,46

dan organisasi – organisasi

lainnya. Dimana mereka turut memberikan solidaritas dan dukungannya terhadap

isu terorisme ini.

Dengan idealisme Amerika Serikat yang mengatakan bahwa global war on

terrorism (GWOT) bukanlah semata-mata hanya merupakan urusan AS saja.

Akan tetapi, hal ini menjadi tugas bersama (yaitu seluruh entitas negara) yang

percaya pada kebebasan, toleransi dan pluralisme.

―… We ask every nation to join us. We will ask, and we will need, the help

of police forces, intelligence services, and banking systems around the

world. The United States is grateful that many nations and many

international organizations have already responded — with sympathy and

with support. Nations from Latin America, to Asia, to Africa, to Europe, to

the Islamic world. Perhaps the NATO Charter reflects best the attitude of

the world: An attack on one is an attack on all.‖47

Pemerintah AS menegaskan kembali bahwa sebuah serangan yang terjadi

terhadap AS juga merupakan serangan terhadap yang (negara) lainnya. Hal ini

juga yang membenarkan tindakan penyerangan terhadap Afghanistan dan Irak,

yang diidentifikasikan oleh pemerintah AS sebagai negara tepat sarang teroris.

Pemerintah AS sendiri dikatakan berhasil mempengarui individu, negara maupun

organisasi lain untuk turut serta mendeklarasikan diri perang melawan terorisme.

Dan turut bekerja sama dengan pemerintah AS dalam memutus mata rantai

penyebaran terorisme diseluruh dunia. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah

Amerika Serikat secara agresif berusaha mendapatkan simpati dan dukungan dari

masyarakat internasional dan terbukti pada saat itu, berbagai organisasi ikut

46

US. Foreign policy Agenda, 2001, Terrorism : Threat Assessment, Countermeasures and Policy,

op.cit. hal. 2. 47

Ibid.

Page 39: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

mendeklarasikan diri untuk memerangi terorisme. Bahkan pemerintah Amerika

Serikat, yang dipimpin oleh George W. Bush Jr. pun berusaha merangkul berbagai

kalangan, termasuk muslim untuk ikut mendukung GWOT. Yang kemudian dari

hal tersebut, memperlihatkan bahwa apa yang menjadi kepentingan pemerintah

Amerika Serikat turut menjadi kepentingan semua negara. Tidak lain bahwa

Amerika Serikat berusaha untuk menanamkan kepada seluruh entitas dunia bahwa

peristiwa pemboman yang terjadi di Amerika Serikat juga merpakan penyerangan

terhadap simbol dunia. Sehingga wajar, pemerintah AS mengatakan “An attack on

one is an attack on all”48

Jargon yang digunakan oleh Presiden Bush untuk mendapatkan dukungan

dari masyarakat Amerika Serikat sendiri dan masyaraat internasional. Jargon yang

disebut Jargon Bush tersebut berbunyi, ”either you are with us or you are with the

Terrorists”. Jargon ini menjadi terkenal ketika presiden Bush menyatakan

ketegasannya dalam memerangi terorisme. Jargon ini sekaligus menjadi

pernyataan sikap pemerintah Amerika Serikat kepada negara-negara lain terkait

orientasi sikap dan kebijakan pemerintah dalam memerangi terorisme. Dengan

jargon ini pemerintah AS banyak melakukan diplomasi dan kerja sama dengan

negara-negara lain. Sehingga apa yang menjadi tujuan utama dalam perang global

melawan terorisme tercapai.Jargon yang erat kaitannya dengan Bush pun menjadi

salah satu yang memiliki peranan penting dalam mendapatkan dukungan baik dari

rakyat AS sendiri maupun dari masyarakat internasional. Pemerintah Amerika

Serikat dengan menggunakan power dan pengaruh yang dimilikinya, memang

48

Ibid.

Page 40: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

memiliki peluang dan kesempatan besar dalam menghimpun dukungan dari

masyarakat dalam dan luar negeri. Dalam strategi keamanan nasional Amerika

Serikat pada tahun 2002 pun, pemerintah AS menegaskan untuk menguatkan

aliansi dan melakukan kerjasama dengan negara-negara lain untuk menaklukkan

terorisme global. Jargon Bush yang berbunyi “either you are with us or with the

terrorists”, memberi pengaruh kepada negara-negara lain untuk ikut juga

menentukan sikap terhadap isu terorisme tersebut. Secara langsung maupun tidak

langsung, hal ini memberi pilihan kepada tiap-tiap negara untuk memilih

melakukan kerjasama dengan Amerika Serikat, yang artinya mereka mendukung

tindakan AS atau memilih untuk tidak mendukung AS, yang artinya mereka

digolongkan sebagai negara yang mendukung teroris. Hal ini tentu saja menjadi

pilihan sulit bagi negara-negara lain untuk terlibat dalam isu terorisme. Akan

tetapi, inilah cara yang di tempuh oleh AS untuk menghimpun dukungan dari

negara-negara lain.

Kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat dalam hal

yang berkaitan dengan pemberantasan terorisme, telah tertuang dengan jelas

dalam strategi nasional untuk penyerangan terhadap teroris (National Strategy for

Combating Terrorism) yang dikeluarkan pada Februari 2003. Dalam jurnal

tersebut disebutkan bahwa salah satu dari tujuan besar yang ingin dicapai oleh

pemerintah Amerika Serikat dalam memberantas terorisme adalah dengan

meniadakan bantuan atau sokongan, dukungan dan tempat perlindungan bagi para

teroris. Hal ini dapat dilakukan hanya dengan melakukan kerja sama dengan

negara – negara dan aktor internasional lain untuk dapat menghapus dan

Page 41: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

meniadakan seluruh perangkat yang digunakan untuk meningkatkan kapabilitas

mereka (para teroris).

―...Where states are willing and able, we will reinvigorate old

partnerships and forge new ones to combat terrorism and coordinate our

actions to ensure that they are mutually reinforcing and cumulative.

Where states are weak but willing, we will support them vigorously in their

efforts to build the institutions and capabilities needed to exercise

authority over all their territory and fight terrorism where it exists.

Where states are reluctant, we will work with our partners to convince

them to change course and meet their international obligations. Where

states are unwilling, we will act decisively to counter the threat they pose

and, ultimately, to compel them to cease supporting terrorism..‖.49

Pemerintah Amerika Serikat akan terus melakukan pendekatan kepada

negara – negara lain untuk ikut mendukung dalam pemberantasan terorisme.

Dimana hal ini juga berkaitan dengan jargon yang digunakan oleh pemerintah

Amerika Serikat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat internasional,

yaitu “either you are with us, or you are with the terrorists.” Jargon ini menjadi

sangat relevan digunakan oleh Amerika Serikat untuk memobilisasi dukungan

dalam memberantas jaringan terorisme global. Dimana, pemerintah Amerika

Serikat menganggap bahwa pemberantas jaringan terorisme global merupakan

tanggung jawab dari seluruh negara. Karena jaringan terorisme global merupakan

salah satu ancaman besar bagi kedaulatan seluruh negara didunia. Pemerintah

Amerika Serikat pun meminta kepada negara – negara untuk dapat mendukung

tindakan AS dalam memberantas terorisme. Lebih dari itu, pemerintah AS akan

melakukan tindakan yang sekiranya diperlukan, untuk membuat negara – negara

yang pada awalnya enggan dan tidak mau diajak kerja sama dalam memberantas

49

National Strategy for Combating Terrorism. Op.cit. hal. 12.

Page 42: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

terorisme. Dalam hal ini, pemerintah Amerika Serikat berusaha terus meyakinkan

negara – negara tersebut untuk merubah kebijakan mereka.50

Penyampaian Simbolik Global War On Terrorism Dengan Cara Membentuk

Rasa Solidaritas Kelompok

Definisi konseptual yang dijelaskan oleh Johnston mengenai penggunaan

simbol dalam hal ini adalah bahwa, penggunaan simbol disini haruslah dapat

membentuk sense of in – a group solidarity (rasa solidaritas kelompok). Dimana

sense ini ditujukan langsung kepada lawan untuk memperlihatkan kesolidan dari

simbol tersebut. Untuk memperkuat rasa solidaritas dalam kelompok tersebut,

pemerintah Amerika Serikat banyak melakukan tindakan yang sifatnya persuasif,

baik yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Amerika sendiri maupun kepada

masyarakat internasional. Salah satu diantaranya adala elit pemerintahan Amerika

Serikat melakukan pidato kenegaraan untuk menyebarkan dan menimbulkan rasa

solidaritas terhadap simbol yang diyakini oleh Amerika Serikat yaitu, global war

on terrorism (perang global melawan terorisme).

Adanya pelabelan atau pemberian makna yang dilakukan oleh pemerintah

Amerika Serikat dalam konteks global war on terrorism ini memberikan suatu

gambaran yang jelas akan kelompok – kelompok yang mendukung (the self) dan

tidak mendukung (the others). Dimana pemaknaan ini memang ditujukan

langsung kepada lawan. Pelabelan tersebut adalah “terrorism” dengan “anti-

terrorism”. Amerika Serikat yang memiliki power dimata internasional,

memanfaatkan kekuatannya tersebut untuk mempengaruhi negara-negara maupun

50

Ibid. Hal. 17.

Page 43: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

organisasi internasional untuk ikut juga memberi makna yang sama terhadap apa

yang disebut sebagai terorisme dan anti-terorisme serta siapa yang baik “good”

dan yang jahat “evil”.

―Americans have many questions tonight. Americans are asking: Who

attacked our country? The evidence we have gathered all points to a

collection of loosely affiliated terrorist organizations known as al Qaeda.

They are the same murderers indicted for bombing American embassies in

Tanzania and Kenya, and responsible for bombing the USS Cole.

Al Qaeda is to terror what the mafia is to crime. But its goal is not making

money; its goal is remaking the world — and imposing its radical beliefs

on people everywhere.‖51

Amerika Serikat memberikan definisi tentang apa yang disebut sebagai

terorisme. Yang kemudian definisi tersebut digunakan sebagai dasar untuk

mengklasifikasikan atau mengkategorikan negara atau kelompok mana saja yang

dikatakan sebagai teroris dan non teroris (anti teroris). Sebagaimana definisi yang

diberikan oleh AS, yaitu “The enemy is terrorism – premeditated, politically

motivated violence perpetrated against innocents.52

” Dari definisi tersebut,

terorisme didefinisikan sebagai sebuah kejahatan yang dilakukan dengan

sedemikian rupa dimana kekerasan tersebut bermotifkan politik dan menyerang

masyarakat sipil.

Amerika Serikat memberikan definisi mengenai terorisme, tidak lain untuk

memudahkan melakukan identifikasi terhadap kelompok atau negara-negara yang

masuk sebagai kelompok teroris. Proses ini menjadi sangat penting dilakukan oleh

pemerintah Amerika Serikat khususnya pada masa pemerintahan George W. Bush

Jr. untuk mendapatkan kesamaan pandangan dari seluruh masyarakat internasional

51

Selected Speeches of George W. Bush Jr. 2001-2008. Op.cit. hal. 66. 52

The National Security Strategy of The United State of America 2002. Op.cit. hal.05

Page 44: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

dalam memandang terorisme. Pemerintah Amerika Serikat sangat agresif

melakukan segala tindakan yang berkaitan dengan pemberantasan terorisme. Oleh

karena itu, pemerintah Amerika Serikat tidak ingin kehilangan momen dalam

proses pembentukkan rasa solidaritas masyarakat dalam memberantas jaringan

terorisme. Untuk dapat memberikan pengaruhnya terhadap masyarakat

internasional, Amerika Serikat mengerahkan seluruh kemampuan dan power yang

dimilikinya untuk dapat bekerja sama dengan negara – negara dan organisasi

internasional untuk memberantas terorisme. Hal ini tentu saja untuk mendapatkan

legitimasi dan kesamaan pandangan terhadap terorisme, dan memandang bahwa

segala tindakan atau perilaku terorisme harus dilawan.

―... using the full influence of the United States, and working closely with

allies and friends, to make clear that all acts of terrorism are illegitimate

so that terrorism will be viewed in the same light as slavery, piracy, or

genocide: behavior that no respectable government can condone or

support and all must oppose....‖53

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah Amerika Serikat sebenarnya turut

memberi gambaran akan dua kelompok yang berbeda. Dimana terdapat kelompok

teroris dan anti teroris. Kelompok teroris dinyatakan sebagai kelompok yang tidak

kooperatif dengan AS, dan cenderung melakukan kekerasan dan pembunuhan

terhadap masyarakat sipil. Sedangkan kelompok anti terorisme merupakan

sekelompok negara atau orgaisasi atau individu yang cenderung kooperatif dan

mempunyai pengalaman baik dengan AS dan sekutunya.

Power yang dimiliki oleh Amerika Serikat, membuat kebijakan perang

global melawan terorisme menjadi hal penting bagi seluruh masyarakat dunia.

53

Ibid. hal.06

Page 45: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Dimana, segala tindakan yang dilakukan Amerika Serikat atas dasar global war

on terrorism menjadi suatu hal yang wajib diyakini dan dilaksakan oleh negara-

negara dunia, serta menjadi pembahasan penting dalam pembahasan –

pembahasan organisasi inernasional, seperti PBB maupun organisasi lainnya.

Simbol global war on terrorism, nyatanya mampu menjadi sebuah value baru bagi

hampir seluruh aktor – aktor internasional. Sehingga jika individu, negara,

ataupun organisasi internasional tidak mendukung global war on terrorism

seolah-seolah menjadi pihak yang tidak mematuhi norma internasional atau

bahkan diidentifikasi sebagai negara yang bersahabat dengan terorisme.

―America and our friends and allies join with all those who want peace

and security in the world, and we stand together to win the war against

terrorism.‖54 Simbol global war on terrorism membuat beberapa organisasi

internasional bergerak untuk memerangi terrorism. Global war on terrorism,

dalam pelaksanaannya juga menguatkan hubungan antara Amerika Serkat dan

negara-negara lainnya. Program kerjasama memerangi terorisme juga dilakukan

antara Amerika Serikat dan negara lainnya. Misalnya, pelatihan densus 88 yang

berlatih penangkapan dan penyergapan tersangka teroris yang dilakukan di

Amerika Serikat. Juga kerjasama mengenai kesepahaman kegiatan – kegaiatan

yang didefinisikan dan termasuk dalam terroris serta jaringannya yang dituangkan

dalam berbagai konferensi internasional.

54

Selected Speeches Of President George W. Bush 2001 – 2008. Hal. 58. Diunduh melalui

http://georgewbush-

whitehouse.archives.gov/infocus/bushrecord/documents/Selected_Speeches_George_W_Bush.pdf

pada tanggal 28 Juli 2013.

Page 46: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Pemerintah Amerika Serikat pun telah melakukan identifikasi terhadap

negara – negara yang menjadi pendukung tindakan terorisme. Identifikasi tersebut

berdasarkan penelusuran inteligen Amerika Serikat dalam memerangi terorisme.

Berikut merupakan beberapa negara yang dianggap sebagai negara pendukung

teroris oleh Amerika Serikat.

Tabel 3.

Negara Pendukung Terorisme oleh Amerika Serikat55

Country (negara) Designation Date (tanggal penandaan)

Cuba 1 Maret 1982

Iran 19 Januari 1984

Sudan 12 Agustus 1993

Syria 29 Desember 1979

Selain ke-empat negara diatas, pemerintah Amerika Serikat

mengidentifikasikan tiga negara lagi kedalam daftar negara yang dianggap sebagai

negara pendukung tidakan terorisme. Ketiga negara tersebut adalah Libya, Korea

Utara dan (tentu saja) Irak. 56 Berkembangnya terorisme global tidak terlepas dari

adanya dukungan kelompok – kelompok pergerakan radikal yang ingin menguasai

dunia. Terlebih, mendapat adanya negara pendukung (states sponsor) kegiatan

terorisme. Tanpa adanya negara pendukung kegiatan terorisme ini, pergerakan

terorisme global akan menemui hambatan besar. Karena tidak dapat dipungkiri

55

Office Of The Coordinator For Counterterrorism. Chapter 3 -- State Sponsors of Terrorism Overview.

Country Reports on Terrorism. April 30, 2007. Terakhir dikunjungi melalui http://state.gov

/82736- State-Sponsors-of-Terrorism-Overview.htm// pada tanggal 17 Juni 2013.

56 National Strategy for Combating Terrorism. Op.cit. hal. 18.

Page 47: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

bahwa dengan adanya negara pendukung ini, maka kelompok – kelompok teroris

akan dengan mudah mengakses persenjataan, peralatan, pendanaan kegiatan

hingga jaminan perlindungan terhadap perencanaan dan kegiatan operasi yang

dilakukan.57

Akan tetapi, ada beberapa hal yang menjadi ancaman besar dari

negara pendukung terorisme ini. Dimana, ada kemungkinan beberapa negara

tersebut memiliki kemampuan dalam membuat dan menghasilkan weapons of

mass destruction atau senjata pemusnah masal (WMD) dan teknologi canggih

lainnya.

Sebagai negara yang aktif dan agresif dalam penanganan terorisme global,

tentu saja pemerintah Amerika Serikat terus melakukan tindakan untuk

mengeliminasi jaringan – jaringan pendukung kegiatan para teroris. Negara –

negara yang teridentifikasi sebagai state sponsors of terrorism merupakan negara

yang secara umum tidak melakukan kerjasama yang baik dengan pemerintah

Amerika Serikat dalam hal pemberantasan terorisme. Serta negara – negara yang

dianggap menjadi tempat perlindungan yang aman bagi para teroris (sarang

teroris), memberi sumber daya yang besar, dan memberi pedoman terhadap

organisasi teroris.58

Diantaranya, sebagaimana telah disebutkan diatas, yaitu,

a) Kuba

Negara Kuba, merupakan negara yang memiliki pemimpin kuat, yaitu

Fidel Castro. Dimana ia tidak menginginkan negaranya menjadi negara

yang selalu “didikte” dan diperintah oleh negara lain. Dalam penanganan

57

Ibid. 58

Ibid.

Page 48: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

terorisme ini, pemerintah Amerika Serikat mengatakan bahwa pemerintah

Kuba tidak memberikan respon yang baik terhadap penanganan terorisme

global. Yang kemudian menganggap bahwa pemerintah Kuba memberikan

tempat perlindungan kepada kelompok – kelompok teroris dan menjaga

hubungan baik dengan negara Iran, yang notabene merupakan negara

pendukung terorisme.

b) Sudan

Pemerintahan Sudan merupakan negara partner yang kuat dalam war on

terror. Dimana mereka secara agresif terus melakukan operasi terorisme

terhadap kepentingan AS. Akan tetapi, pemerintah Sudan pun tidak secara

terbuka dan terang – terangan mendukung kehadiran elemen ekstremis di

Sudan. Dan pemerintah Sudan pun mengambil langkah untuk membatasi

kegiatan dari kelompok – kelompok tersebut. Sebagai contoh, pemerintah

Sudan menerima anggota kelompok HAMAS sebagai perwakilan atau

representatif dari otoritas Palestina (Palestinian Authority – PA), akan

tetapi membatasi kegiatan mereka dalam pencarian dana.59

c) Iran

Negara Iran yang merupakan negara paling aktif dalam mendukung

terorisme. Hal ini tidak terlepas dari keikutsertaan Islamic Revolutionary

Guard Corps (IRGC) dan Ministry of Intelligence and Security (MOIS)

dalam perencanaan dan mendukung tindakan teroris dan terus berusaha

mendesak kelompok – kelompok (khususnya kelompok Palestinian) untuk

59

Ibid.

Page 49: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

melakukan kaderisasi dan menggunakan terorisme dalam mendapatkan

tujuan mereka. Dengan Khamenei sebagai pemimpin dan Ahmadi – Nejad

sebagai Presiden, Iran merupakan negara yang memiliki peran penting

dalam pergerakan terorisme di dunia.

d) Syria

Pada awalnya, pemerintahan Syria tidak terlibat langsung dalam tindakan

terorisme sejak tahun 1986. Kemudian dalam investigasi PBB terhadap

pembunuhan Perdana Meteri Lebanon Rafik Hariri mengindikasi kuat

keterlibatan pemerintah Syria.60

Kemudian pada 12 September, 4 (empat)

warga negara Syria yang diduga keras berkaitan dengan kelompok islam,

menggunakan senjata, geranat, dan bom mobil menyerang Kedutaan Besar

Amerika Serikat di Damaskus. Pada tahun 2004 – 2005, Syria

meningkatkan kondisi keamanan fisik negaranya. Yang kemudian pada

bulan November, antara Syria dan Menteri Dalam Negeri Irak

menandatangani nota kesepahaman untuk meningkatkan hubungan

kerjasama dalam memberantas terorisme dan pengawasan perbatasan.

Negara – negara yang teridentifikasi sebagai negara pendonor atau state

sponsor tindakan terorisme internasional, sebagaimana disebutkan diatas, oleh

pemerintah Amerika Serikat dijatuhi 3 (tiga) pasal yang saling berkaitan, yaitu

section 6(j) of the Export Administration Act (pasal 6(j) undang – undang

administrasi ekspor), section 40 of the Arms Export Control Act (pasal 40 undang

– undang pengawasan ekspor senjata), and section 620A of the Foreign Assistance

60

Ibid.

Page 50: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Act (pasal 620A undang – undang bantuan luar negeri). Dimana oleh pemerintah

Amerika Serikat diberikan 4 (empat) sanksi utama61

, yaitu :

1. Pelarangan menjual dan mengekspor persenjataan

2. Mengontrol penggunaan dual ekspor (Controls over exports of dual-use

items), selama 30 hari, terhadap barang dan jasa yang bisa digunakan

untuk untuk meningkatkan kapabilitas atau kemampuan negara dalam

mendukung terorisme.

3. Pelarangan bantuan ekonomi

4. Pembebanan keuangan dan pembatasan lainnya, yang termasuk

didalamnya :

Tuntutan dari Amerika Serikat untuk menolak pinjaman dari Bank

Dunia dan institusi keuangan internasional lain

Mengangkat kekebalan diplomatik bagi keluarga korban teroris untuk

dapat mengajukan perkara hukum perdata di pengadilan AS

Meniadakan kredit pajak penghasilan bagi individu dan perusahaan di

negara teroris

Denial of duty-free treatment of goods exported to the United States

Otoritas untuk melarang semua warga negara AS melakukan transaksi

keuangan dengan pemerintah negara teroris tanpa adanya surat izin

dari Departemen Perbendaharaan (Treasury Department), dan

Larangan dari Departemen Pertahanan untuk melakukan kontrak

diatas 100.000 dolar dengan perusahaan yang dikontrol oleh negara

teroris

Penjatuhan pasal tersebut menjadi justifikasi pemerintah Amerika Serikat

terhadap negara pendukung terorisme. Hal ini sekaligus menjadi legitimasi atas

61

Ibid.

Page 51: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

tindakan pemerintah Amerika Serikat dalam memberantas jaringan terorisme

global.

Dari pemaparan diatas penulis menyimpulkan bahwa Global War On

Terrorism sebagai strategy of symbols digunakan oleh Amerika Serikat sebagai

strategi keamanannya, yang kemudian disampaikan dengan melalui tiga cara

penyampaian secara simbolik yaitu, melalui autokomunikasi, official language,

dan membentuk dan mengembangkan rasa solidaritas kelompok. Dimana cara

penyampaian tersebut ditujukan untuk mendapatkan dukungan global atas war on

terrorism. Penyampaian secara simbolik global war on terrorism sebagai strategy

of symbols Amerika Serikat, diantaranya adalah :

1) Penyampaian simbol global war on terrorism dengan cara autokomunikasi,

yaitu pemaknaan “our” dan ”them” dalam pidato-pidato Bush Jr. Dimana,

perlakuan ini merepresentasi perilaku, harapan dan ekspektsi dari para

pengambil keputusan Amerika Serikat. Tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah Amerika Serikat ini ditujukan untuk melegitimasi tindakan dari

para pembuat keputusan.

2) Penyampaian simbol global war on terrorism dengan cara official language,

yaitu pernyataan presiden Bush Jr, yaitu “either you are with us or you are

with the terrorists” yang ditujukan untuk mendapatkan dukungan baik

dukungan dari dalam negeri (AS) sendiri maupun dukungan dari masyarakat

internasional.

3) Penyampaian simbol global war on terrorism dengan cara membentuk

solidaritas kelompok, yaitu pelabelan “good” dan “evil”, “terrorism” dan

Page 52: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

“anti-terrorism” oleh Amerika Serikat untuk memperlihatkan siapa yang

disebut sebagai kawan (the self) dan siapa yang merupakan ancaman

potensial atau musuh (the others). Hal ini menjadi justifikasi publik atas

simbol global war on terrorism dan dengan pengaruhnya Amerika Serikat

dalam menyebarkan simbol tersebut membuat masyarakat melihat dan

memandang terorisme dalam satu makna yang sama.

REFERENSI

Buku, Jurnal dan Laporan :

Cobb, and Elder. Political uses, hal. 28. (catatan kaki). Dalam Alastair Iain

Johnston. Thinking about Strategic Culture.

Chossudovsky, Michel. 2005. America‘s ―War On terrorism‖. Second edition.

Global Reasearch. ISBN 0-9737147-1-9.

Drezner, Daniel W. 2008. “The Future of US Foreign Policy‖. IPG I/2008.

(artikel).

Gardner, Hall. 2005. .American global strategy and the ―war on terrorism‖.

American University of Paris, France : Ashgate Publishing Limited.

George W. Bush. 2002. Weapons of Mass Destruction and the Middle East. Vol.

12 No. 8. (Spring 2002). Foundation for Middle East Peace : Washington

DC.

Harris, Robert. 2005. United States Mission to the OSCE Remarks on Preventing

Torture in the War Against Terrorism. Laporan yang disampaikan dalam

pertemuan di Vienna, U.S. State Department, Office of the Legal Advisor

to the Supplemental Human Dimension Meeting. Pada tanggal 15 Juli

2005.

Johnston, Alastair Iain. 1995. Thinking about Strategic Culture. International

security, Vol.19, No.4 (Spring , 1995), 32-64.

Kasbolah, Kasihani. "Studi Kepustakaan", artikel Forum Penelitian, 4(1-2), 1992:

179-185.

Mas‟oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi.

Jakarta : LP3ES.

Page 53: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Moleong, Lexi. 1990. “Metode Penelitian Kualitatif”. Bandung: Remaja Karya.

Owens, Mackubin Thomas. The Bush Doctrine: The Foreign Policy of

Republican Empire. Published by Elsevier Limited on behalf of Foreign

Policy Research Institute. 2008. p. 23-40.

Selected Speeches Of President George W. Bush 2001 – 2008.

http://georgewbush-

whitehouse.archives.gov/infocus/bushrecord/documents/Selected_Speeche

s_George_W_Bush.pdf pada tanggal 28 Juli 2013.

The U.S. Department of State. US. Foreign policy Agenda. Terrorism : Threat

Assessment, Countermeasures and Policy. Vol. 6. An Electronic Journal

of, No. 3.

Waluyo, Sapto. 2009. Kontra Terrorisme: Dilema Indonesia di Era Transisi.

Jakarta: NF Media Center.

Media Online :

Anup Shah. 2011. War On Terror. Diakses pada tanngal 11 Oktober 2012 melalui

<http://www.globalissues.org/issue/245/war-on-terror>.

Chairman of the joint chief staff. 2006. National Military Strategy Plan for The

War On Terrorism. Department of Defense. Diakses melalui www.jcs.mil

Daniel pipes. 2004. Reagan Early Victory in The War On Terror. Di akses pada

tangga 18 Oktober 2012 melalui

<http://www.danielpipes.org/1888/reagans-early-victory-in-the-war-on-

terror>.

George Abi Saab, 2006. Dalam “War On Terror dalam perspektif Hukum

Humaniter Internasional” oleh Sasmini. Diakses pada tanggal 10 Oktober

2012 melalui http://sasmini.staff.uns.ac.id/2009/08/31/war-on-terror-

dalam-perspektif-hhi/

Jeffrey Record. 2003. Bounding The Global War On Terrorism. ISBN 1-58487-

146-6. hal.12. diakses pada tanggal 11 Oktober 2012 melalui

http://www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/pub207.pdf/

Jennifer Elsea. 2001. CRS Report for Congress - Terrorism and the Law of War:

Trying Terrorists as War Criminals before Military Commissions. pdf.

Legislative Attorney - American Law Division. Diakses pada tanggal 16

Oktober 2012 melalui

http://fpc.state.gov/documents/organization/7951.pdf

Page 54: Jurnal Skripsi Aridiah Kusumawati (0811243066)

Lee Kuan Yew. 2007. The United States, Iraq and The War On Terror. Diakses

pada tanggal 10 Oktober 2012 melalui

<http://www.foreignaffairs.com/articles/62266/lee-kuan-yew/the-united-

states-iraq-and-the-war-on-terror>.

National Security Strategy Report - Oktober 1998. Diakses pada tanggal 11

Oktober 2012 melalui <http://GlobalSecurity.Org/military/National

Security Strategy Report - Oktober 1998/201998.htm>.

NN. 9/11 Investigation. Diunduh pada tanggal 25 September 2012 melalui

http://www.globalissues.org/article/509/911-investigation

Office Of The Coordinator For Counterterrorism. 2007. Chapter 3 -- State Sponsors

of Terrorism Overview. Country Reports on Terrorism. April 30, 2007.

Terakhir dikunjungi melalui http://state.gov /82736- State-Sponsors-of-

Terrorism-Overview.htm// pada tanggal 17 Juni 2013.

Prof Michel Chossudovsky. 2010. Theme: 9/11 & 'War on Terrorism 9/11

ANALYSIS: From Ronald Reagan and the Soviet-Afghan War to George W

Bush and September 11, 2001. London 2005 Bombings: Debunking “7/7

Debunking”. The Conspiracy Roadtrip. British Democracy: Living. Global

Research. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2012 malalui

<http://www.globalresearch.ca/9-11-analysis-from-ronald-reagan-and-the-

soviet-afghan-war-to-george-w-bush-and-september-11-2001/20958>.

Stephen D. Biddle. 2005. American Grand Strategy Agter 9/11 : An Assesmnent.

Strategic Studies Institute. ISBN 1-58487-188-1.

http://www.carlisle.army.mil/ssi/

The National Security Strategy of The United State of America. 2002. Diakses

pada tanggal 11 Oktober 2012 melalui

http://www.globalsecurity.org/military/library/policy/national/nss-

020920.pdf.

The National Security Strategy of The United States of America. 2002. Dapat

diakses melalui http://www.state.gov/documents/organization/15538.pdf.

dalam Robert J. Delahunty & John Yoo. The ―Bush Doctrine‖: Can

Preventive War be Justified? Harvard Jurnal of Law and public policy,

vol. 32. No.3. hal. 843-865.

United State of America. National Strategy for Combating Terrorism.pdf. 2003.

Diakses pada tanggal 24 Mei 2013.