jurnal reading lumbal pungsi

37
Astridia Maharani Putri G99142119 Dorothy Eugene Nindya G99142120 Pembimbing : dr. Fadhilah Tia Nur, Sp.A(K), M.Kes JOURNAL READING Necessity of Lumbar Puncture in Patients Presenting with New Onset Complex Febrile Seizures Erin M. Fletcher, Ghazala Sharieff KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2016

Upload: dorothy-eugene-nindya-wiharyanto

Post on 10-Jul-2016

421 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

Presentasi mengenai pembacaan jurnal Perlunya Lumbal pungsi pada pasien anak dengan meningitis bakterial akut.

TRANSCRIPT

Astridia Maharani Putri G99142119Dorothy Eugene Nindya G99142120

Pembimbing :dr. Fadhilah Tia Nur, Sp.A(K), M.Kes

JOURNAL READINGNecessity of Lumbar Puncture in Patients Presenting

with New Onset Complex Febrile SeizuresErin M. Fletcher, Ghazala Sharieff

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA2016

ABSTRAK

• Tujuan menggolongkan populasi dari pasien yang datang ke IGD anak dengan kejang demam kompeks (KDK) pertama kali

• Menilai tingkat kejadian meningitis bakterial akut pada populasi ini.

• Mencari untuk mengidentifikasi faktor risiko meningitis bakterial akut atau penyakit neurologis berat yang lain.

Pendahuluan

• Metode: Kohort retrospektif • Waktu: 2005 – 2010• Subjek: anak usia 6 bulan hingga 5 tahun yang

masuk IGD dengan KDK yang pertama kali. • Kriteria eksklusi: riwayat KDK sebelumnya,

riwayat kejang tanpa demam, trauma, atau gangguan neurologis berat yang mendasari.

• Pasien dengan kejang demam singkat sebanyak dua kali dalam 24 jam dianalisis secara terpisah.

Metode

Hasil193 pasien

136 pungsi lumbal

14 pleositosis

1 meningitis bakterial akut

43 kejang demam 2x dlm 24 jam

17 pungsi lumbal

Tidak ada ABM atau penyakit neurologis

• Meningitis bakterial akut jarang ada pada pasien yang datang dengan KDK yang pertama kali.

• Pasien yang datang hanya dengan 2 kali kejang demam singkat selama 24 jam lebih cenderung untuk tidak menampakkan meningitis bakterial akut, dan tidak memerlukan pungsi lumbal tanpa gejala penyakit neurologis yang lain.

Kesimpulan

Tinjauan PustakaPENDAHULUAN

Kejang Demam

• Kejang demam merupakan kejang yang terjadi sehubungan dengan adanya demam tinggi.

• Kejang demam terjadi pada sekitar 5% anak, secara khas pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.

• Klasifikasi:– Kejang demam sederhana: kejang umum, kurang dari 15

menit, dan tidak berulang dalam 24 jam– Selainnya dianggap sebagai kejang demam kompleks.

35% dari kejang demam yang pertama kali. Kejang demam kompleks meningkatkan risiko dari epilepsi pada beberapa anak, lebih khususnya pada mereka yang memiliki abnormalitas neurologis sebelumnya.

Latar Belakang

• Belum ada pedoman yang tersedia untuk anak-anak yang datang dengan KDK yang pertama kali

• Penyedia layanan medis sering memilih melakukan lumbal pungsi pada pasien untuk menyingkiran meningitis bakterial akut

• Meskipun literatur sebelumnya telah menunjukkan bahwa meningitis bakterial akut merupakan diagnosis yang jarang pada ada tidaknya tanda dan gejala lain dari penyakit neurologis berat

Latar Belakang

Tujuan

• Menggolongkan populasi pediatri yang datang dengan KDK yang pertama kali

• Menentukan kemungkinan dari meningitis bakterial akut pada pasien

• Menentukan apakah subpopulasi spesifik dari subjek berada pada risiko yang lebih rendah dari meningitis bakterial akut atau penyakit neuorologis berat

Tujuan

Tinjauan PustakaMETODE

Desain Studi

Studi ini merupakan sebuah tinjauan kohort retrospektif dari pasien yang datang ke IGD

anak kurang lebih 71.000 pasien setiap tahunnya. Studi ini diterima oleh Universitas California, Badan Tinjauan Institusi San Diego

dan kantor Administrasi Penelitian Rumah Sakit Anak Rady

Latar Studi dan Populasi• Secara retrospektif• Kriteria inklusi: – Datang ke IGD di antara 1 Januari 2005 sampai 1

September 2010– Ketersediaan dari catatan dokter elektronik– Diagnosis IGD KDK atau status epileptikus– Berusia 6 bulan hingga 5 tahun pada saat datang ke IGD.

• Kriteria eksklusi: – Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya– Tidak memenuhi kriteria untuk KDK– Riwayat trauma sebelumnya– Riwayat abnormalitas neurologis yang signifikan

Protokol Studi

• Pasien diidentifikasi oleh departemen informasi kesehatan, dengan daftar pasien yang datang ke IGD dengan kode ICD 9/10 yaitu 780.32 untuk kejang demam kompleks atau 345.3 untuk status epileptikus.

• Penelitian ini mencakup baik diagnsis masuk dan keluar yang dituliskan dari IGD.

• Daftar ini disaring secara manual oleh seluruh penulis untuk meyakinkan bahwa kriteria inklusi dan eksklusinya dipenuhi.

Ekstraksi Data

• Data yang dibuat oleh dokter, perawat dan pegawai transpor kegawatdaruratan, ditinjau untuk masing-masing pasien oleh semua penulis.

• Catatan dokter: data pemeriksaan fisik, lebih spesifiknya adanya makrosefali, paralisis Todd, peteki, periode pasca-iktal berkepanjangan, atau perlunya intubasi.

• Masing-masing catatan pasien disaring untuk catatan rumah sakit dan tindak lanjut berikutnya di institusi kami dalam periode 7 hari setelah pulang jika dirawat inap.

Definisi• Pleositosis cairan serebrospinal (LCS): hitung sel darah putih LCS >

7/μL. • Pada kasus adanya sampel LCS dengan kontaminasi darah, penulis

menggunakan rumus koreksi: – Hitung sel darah putih LCS yang terkoreksi

= (hitung sel darah putih LCS – [hitung sel darah merah LCS/500]).

• Meningitis bakterial akut: adanya pertumbuhan bakteri dari sampel LCS yang diambil dalam periode 1 minggu setelah kunjungan ke IGD, atau pleositosis LCS dengan pertumbuhan bakteri dari kultur darah dalam periode satu minggu setelah kunjungan ke IGD.

• Status epileptikus ditentukan sebagai aktivitas bangkitan yang tidak berhenti selama minimal 30 menit atau kejang berulang tanpa peningkatan kesadaran.

Analisis Data• Analisis data menggunakan MYSTAT 12

(Chicago Illinois)• Menghitung presentase dan interval

kepercayaan menggunakan fungsi Statistik Deskriptif.

• Setelah penggolongan dari populasi umum, kami kemudian menganalisis secara terpisah pasien yang datang dengan dua kali kejang demam singkat dalam 24 jam, untuk menilai dampak pada kesehatan pada populasi ini.

Tinjauan PustakaHASIL

Identifikasi Kasus Penggolongan dari Populasi Umum

n=193 %Median usia:17.2 bulan (IQR=12.4-25.2)Pasien perempuan 99 51.3Status vaksinasi yang dilaporkan 180 93.3Vaksinasi terbaru yang dilaporkan 176 97.8Pasien yang kembali dari kunjungan IGD sebelumnya dalam 24 jam

39 20.2

Pasien yang menerima antibiotik <24 jam sebelum datang ke IGD

28 14.5

Pasien dengan riwayat kejang demam sederhana

45 23.3

Pasien dari populasi studi umum dengan temuan fisik abnormal

n=61 %Pasien dengan 1 temuan abnormal 56 91.8Pasien hanya dengan periode pasca-iktal memanjang

11 19.6

Pasien hanya dengan paralisis Todd 7 12.5Pasien hanya dengan peteki 1 1.8Pasien ganya dengan makrosefali 1 1.8Pasien yang hanya memerlukan intubasi 36 64.3Pasien dengan 2 temuan abnormal 4 6.6Pasien dengan peteki yang memerlukan intubasi 2 50.0Pasien dengan periode pasca-iktal memanjang yang memerlukan intubasi

1 25.0

Pasien dengan paralisis Todd dan periode pasca-iktal yang memanjang

1 25.0

Pasien dengan 3 temuan abnormal 1 1.6Makrosefali, peteki, dan intubasi 1 100.0

Ciri-ciri kompleks dari kejang demam

D = Durasi, F= Fokalitas, R = Rekurensi

Pelaksanaan Lumbal Pungsi

• Lumbal pungsi dilakukan pada 70,5% subjek pada IGD.

• Faktor-faktor terkait pelaksanaan lumbal pungsi adalah tidak adanya riwayat pasien dengan:– kejang demam sederhana (75,6%), – kejang fokal (84,0%), – status epileptikus (91,3%), – dan yang membutuhkan intubasi (100,0%).

57 pasien tidak mendapatkan lumbal pungsi. Tidak ada dari pasien yang kembali ke rumah sakit ini dengan diagnosis meningitis bakterial akut.

Hasil LCS

Hasil LCS

Hanya satu yang ditemukan meningitis bakterial akut.

Pasien yang tidak mendapat lumbal pungsi di IGD

n=57 %Pasien tanpa temuan pemeriksaan fisik abnormal 51 89.5Pasien dengan temuan pemeriksaan fisik abnormal 6 10.5Pasien dengan pemanjangan periode postiktal 3 50.0Pasien dengan Todd’s paralisis 2 33.3Pasien dengan petekiae 1 16.7Pasien dengan makrocephali 0 0Pasien yang membutuhkan intubasi 0 0Pasien yang dirawat inap 25 43.9Pasien yang didiagnosis dengan gangguan neurologis 0 0Diagnosis pulang paling seringOtitis media 9 15.8Infeksi virus tidak spesifik 8 14.0Gastroenteritis 4 7.0

Sub-analisis Pasien dengan 2 Kejang Demam Singkat

Karakteristik sub-populasi dengan 2 kejang demamn=43 %

Median usia: 17.2 bulan (Interquartile Range = 12.8 - 24.2)Pasien wanita 22 51.2Status vaksinasi yang dilaporkan 40 93.0Vaksinasi yang dilaporkan terbaru 40 100.0Pasien yang kembali ke IGD dalam 24 jam 20 46.5Pasien yang menerima antibiotik <24 jam sebelum ke IGD

9 20.9

Pasien dengan riwayat kejang demam sederhana

14 32.6

Sub-analisis Pasien dengan 2 Kejang Demam Singkat

Tidak ada pasien yang didiagnosis masuk maupun pulang dengan

meningitis bakterial atau gangguan neurologis serius.

Tinjauan PustakaDISKUSI

Mendiagnosis meningitis bakterial akut pada pasien anak adalah hal terpenting

Proses penyakit berjalan dengan cepat dan dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang kurang dari sehari setelah gejala timbul

Lumbal pungsi efektif dalam mendiagnosis meningitis bakterial akut dan adalah prosedur standar dalam membuat diagnosis banding ketika pasien datang dengan KDK pertama.

Namun, lumbal pungsi adalah tindakan invasif dan dapat menyebabkan trauma, dan populasi pasien memiliki kemungkinan lebih kecil mengalami penyakit neurologis serius.

193 pasien

1 didiagnosis dengan

meningitis bakterial akut

meningitis bakterial akut jarang terjadi pada populasi

ini

berisiko lebih rendah

Kejang fokal sebagai akibat dari akumulasi cairan dalam

ruang subdural dapat menjadi indikator yang penting pada

meningitis bakterial akut

Status konvulsif epileptikus ditemukan memiliki kaitan

dengan peningkatan meningitis bakterial akut.

Pasien dengan 2 kejang demam singkat dalam 24 jam tanpa tanda-tanda gangguan neurologis tidak membutuhkan

lumbal pungsi di IGD anak.

Tinjauan PustakaKETERBATASAN

Tingkat meningitis bakterial akut yang relatif jarang, membutuhkan ukuran

sampel yang sangat besar

Haemophilus influenzae tipe B biasanya diberikan pada

anak sebelum berusia 6 bulan untuk menghindari

meningitis bakterial.

Penggunaan kode ICD-9/10 untuk menentukan daftar

penyebab penyakit

Status vaksin ini belum dilaporkan pada data pasien, hingga tidak dapat dikendalikan

Kasus untuk anak-anak yang mengalami kejang multipel

dirumah sebelum dibawa ke IGD, atau untuk pasien kejang fokal yang tidak

segera dikenali oleh orangtua.

Tinjauan PustakaKESIMPULAN

Meningitis bakterial akut jarang terjadi pada pasien yang mengalami KDK pertama kali.

Seperti yang diutarakan oleh Kimia et al, pasien dengan hanya 2 kejang

demam singkat dalam 24 jam memiliki kemungkinan meningitis

bakterial akut lebih kecil, dan tidak membutuhkan lumbal pungsi tanpa

gejala klinis gangguan neurologis lainnya.

Selanjutnya, pada pasien dengan kejang

demam kompleks pertama kali, lumbal

pungsi secara signifikan lebih sering dilakukan pada pasien dengan kejang fokal, status

epileptikus, atau yang membutuhkan intubasi.

Tinjauan PustakaTERIMA KASIH