jurnal jenny sevi wandeca -...

28
Analisis Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Terhadap Praktek Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan BUMN dan Non BUMN di Bursa Efek Indonesia ) Oleh: Jenny Sevi Wandeca NPM : 0851031022 Telepon : 087899222722 Email : [email protected] Pembimbing I : Susi, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D. Pembimbing II : Liza Alvia, S.E.,M.Sc. Akt. ABSTRAK Salah satu motivasi tindakan praktek manajemen laba adalah pergantian Chief Executive Officer (CEO). Pergantian CEO disebabkan karena tidak tercapainya tujuan bersama antara manajer dengan pemilik perusahaan dan tidak mengahasilkan hasil kinerja yang baik pada saat jabatannya, sehingga diduga pada saat pergantian CEO akan terjadi tindakan praktek manajemen laba dengan pola Taking a Bath untuk memperlihatkan hasil kinerja yang baik dan dapat memenuhi tujuan perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan untuk menguji tindakan manajemen laba antara perusahaan BUMN dan NON BUMN. Sampel yang terdiri dari perusahaan BUMN dan Non BUMN tahun 2008 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Manajemen laba diukur menggunakan Discreationary Accruals (DA), Model Modifikasi Jones. Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan Uji independent sampel t- test. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pergantian CEO tidak berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN tidak terbuktik berbeda. Kata Kunci: pergantian CEO, manajemen laba.

Upload: vandieu

Post on 18-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Analisis Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Terhadap Praktek

Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan BUMN dan Non BUMN di Bursa Efek

Indonesia )

Oleh:

Jenny Sevi Wandeca

NPM : 0851031022

Telepon : 087899222722

Email : [email protected]

Pembimbing I : Susi, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D.

Pembimbing II : Liza Alvia, S.E.,M.Sc. Akt. �

ABSTRAK

Salah satu motivasi tindakan praktek manajemen laba adalah

pergantian Chief Executive Officer (CEO). Pergantian CEO disebabkan

karena tidak tercapainya tujuan bersama antara manajer dengan pemilik

perusahaan dan tidak mengahasilkan hasil kinerja yang baik pada saat

jabatannya, sehingga diduga pada saat pergantian CEO akan terjadi tindakan

praktek manajemen laba dengan pola Taking a Bath untuk memperlihatkan

hasil kinerja yang baik dan dapat memenuhi tujuan perusahaan. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menguji pergantian CEO berpengaruh negatif

terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan

untuk menguji tindakan manajemen laba antara perusahaan BUMN dan NON

BUMN.

Sampel yang terdiri dari perusahaan BUMN dan Non BUMN tahun

2008 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Manajemen laba diukur

menggunakan Discreationary Accruals (DA), Model Modifikasi Jones.

Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan Uji independent sampel t-

test. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pergantian CEO tidak

berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang

terdaftar di BEI. Praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non

BUMN tidak terbuktik berbeda.

Kata Kunci: pergantian CEO, manajemen laba.

Analisis Pengaruh Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Terhadap Praktek

Manajemen Laba (Studi Pada Perusahaan BUMN dan Non BUMN di Bursa Efek

Indonesia )

Oleh:

Jenny Sevi Wandeca

NPM : 0851031022

Telepon : 087899222722

Email : [email protected]

Pembimbing I : Susi, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D.

Pembimbing II : Liza Alvia, S.E.,M.Sc. Akt. �

ABSTRAK

One of the motivations of earnings management practices of action is a

change of Chief Executive Officer (CEO). CEO turnover is caused due to

failure to achieve shared goals between the manager with the company owner

and does not result in a good performance during his tenure, so the thought at

the turn of the CEO will place the practice of earnings management measures

Taking a Bath with a pattern to show a good performance and can meet

corporate objectives. The purpose of this study was to examine CEO turnover

negative affect earnings management practices in companies listed on the

Indonesia Stock Exchange and to examine measures of earnings management

between BUMN and NON BUMN.

Sample of BUMN and NON BUMN enterprises in 2008 are listed in

Indonesia Stock Exchange. Earnings management is measured using

Discreationary Accruals (DA), Modified Jones Model. Research hypotheses

are tested using independent samples t-test test. The results show that CEO

turnover does not negative affect the earnings management practices in

companies listed on the Indonesia Stock Exchange. Earnings management

practices in BUMN and NON BUMN are no different.

Keywords: CEO turnover, earnings management.

1. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Salah satu tolak ukur yang digunakan dalam penilaian kinerja perusahaan oleh

pemakai laporan keuangan adalah laba. Hal ini sejalan dengan Statement of Financial

Accounting Concepts (SFAC) No.1 (1987) (yang dikutip Belkoui, 1993 dalam

Widyaningdyah, 2001), bahan informasi laba menjadi perhatian utama untuk menaksir

kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Kinerja perusahaan baik atau buruk dapat

dilihat dari hasil kerja keras manajemen puncak dalam mengelola perusahaan secara

langsung untuk mencapai tujuan utama perusahaan. CEO (Chief Executive Officer)

dikatakan kinerjanya bagus apabila memiliki prestasi yang baik tiap tahunnya dan dapat

mencapai tujuan bersama antara pricipal dan agent, namun tidak menutup kemungkinan

terjadinya pergantian CEO, sebab CEO tidak dapat mencapai tujuan utama di perusahaan

dan akan memperkerjakan CEO baru.

Terkadang dalam pergantian CEO diduga mempunyai potensi terjadinya praktek

manajemen laba. Handoko (2006) meneliti pergantian CEO baru mendorong pihak

manajemen untuk melakukan praktek manajemen laba dengan pola taking a bath dalam

laporan keuangan perusahaan dengan meminimalkan income atau bahkan membuat rugi

pada tahun transisi guna meningkatkan laba di masa yang akan datang. Manajemen laba

dalam hal taking a bath dilakukan oleh CEO baru, supaya CEO baru tersebut

mendapatkan kepercayaan dari principal untuk mengelola perusahaan yang dimilki oleh

principal tersebut, karena kinerjanya telah berhasil.

Pergantian CEO merupakan strategi terbaik bagi sebuah perusahaan yang sedang

turun demi menentukan nasib barunya di masa depan. Dalam pemilihan CEO baru juga

memilki ketentuan yang berlaku sesuai dengan peraturan perusahaan biasanya

mengutamakan pengalaman seseorang yang berkopeten, orang yang mampu mengikuti

perkembangan jaman, orang yang berpengalaman di bidang ekonomi, orang yang tidak

ceroboh, bisa dipercaya, bijaksana, ulet dan kerja keras. Namun perusahaan juga

dikatakan tidak stabil apabila terlalu sering mengalami pergantian CEO tiap tahunnya.

Pergantian CEO juga memiliki sebab lain selain tidak tercapai tujuan perusahaan yaitu

terjadi pergantian CEO karena masa waktu jabatan kerjanya sudah habis dan pergantian

CEO karena sudah masa non aktif kerja atau disebut dengan pensiun dan pergantian ini

disebut normal.

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory)

Pemicu utama dalam pergantian CEO adalah tidak tercapai tujuan besama antara

manajer dengan pemilik perusahaan. Karena sudah dibuktikan di banyak penelitian,

bahwa semakin jauh perbedaan pencapaian kinerja perusahaan dengan harapan

stakeholders dan semakin memiliki perbedaan antara kompensasi yang diperoleh

manajer dengan harapan kompensasi para stakeholders, maka akan terjadi pergantian

CEO. Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen.

Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal,

termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen

(Anthony dan Govindarajan, 2005) dalam Yasa dan Novialy, 2012. Pada perusahaan

yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO

(Chief Executive Officer ) sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO

untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Konsep agency theory dapat menggambarkan hubungan kontrak antara agent dan

principal dimana agent berkewajiban untuk melakukan tugas bagi kepentingan principal.

Dalam hubungan keagenan, masing-masing pihak terdorong oleh motivasi yang berbeda

sesuai dengan kepentingannya, dan apabila setiap pihak berusaha untuk mencapai atau

mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki, maka dalam hubungan ini dapat

saja terjadi konflik kepentingan antara manajemen selaku agent dan pemilik perusahaan

selaku prinsipal.

Adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agent dapat menimbulkan

masalah keagenan (agency problem), dimana masing-masing pihak mengutamakan

kepentingannya. Sebagai manusia yang rasional, agent mengutamakan kepentingannya

(tanpa memperhitungkan kepentingan principal), misalnya dengan melakukan manipulasi

atas laporan laba rugi.

2.1.2. Manajemen Laba

Earning management adalah memanipulasi akuntansi dengan tujuan menciptakan

kinerja perusahaan agar terkesan lebih baik dari yang sebernarnya (Mulford dan

Comiskey, 2010:81). Earning management dibagi menjadi 2 definisi, yaitu definisi

sempit dan definisi luas. Dalam definisi sempitnya, dijelaskan bahwa manajemen laba

hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Selain itu juga diartikan sebagai

perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam

menentukan besarnya earnings. Sedangkan dalam definisi luasnya, manajemen laba

merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan

saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan

peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut

(Widyaningdyah,2001).

Manajemen laba dapat diartikan sebagai campur tangan manajemen di dalam laporan

keuangan eksternal yang memiliki tujuan untuk mengutamakan kepentingan pribadi.

Walaupun banyak definisi yang diberikan terhadap manajemen laba, namun terdapat

kesamaan yang dapat disimpulkan dari definisi tersebut, yaitu usaha campur tangan

manajemen untuk menaikan (menurunkan) laba yang terdapat dalam laporan keuangan

dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu. Upaya ini tentu

saja pihak akan menguntungkan manajemen, namun di lain pihak akan merugikan pihak

lain yang menggunakan informasi dalam laporan keuangan tersebut karena apa yang

tercantum di dalamnya tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya.

Berdasarkan penelitian (Watts dan zimmerman, 1986 ) dalam Sulistyanto, (2008)

yang terdiri dari ketiga hipotesis yaitu: Bonus plan hypothesis, Debt convenant

hypothesis, Political cost hypothesis dan yang lebih mengacu terhadap penelitian penulis

yaitu Bonus plan hypothesis.

Bonus plan hypothesis adalah Hipotesis yang menyatakan bahwa manajer akan

cenderung untuk mengunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba yang

dilaporkan pada periode berjalan. Tujuan untuk memaksimumkan bonus yang akan

mereka peroleh karena besarnya bonus tergantung dengan besarnya laba yang akan

dihasilkan. Hipotesis ini sering juga dikaitkan dengan skema bonus, dimana:

• Manajemen akan meminimalkan laba karena kondisi perusahaan saat itu rugi

(kondisi bogey ke kiri).

• Manajemen barusaha memaksimalkan laba dengan menggunakan metode akuntasi

yang dapat meningkatkan laba agar manajemen mendapatkan bonus yang

maksimal (kondisi bogey ke cap).

• Manajemen akan membuat laba menjadi rata (income smoothing), supaya

perusahaan dianggap sudah mapan dan stabil. Dalam kondisi ini, manajemen tidak

lagi memaksimalkan bonus karena bonus sudah maksimal (kondisi cap ke kanan).

Dalam penilitian ini penulis bertujuan untuk menambahkan bukti empiris mengenai

tindakan manajemen laba pada pergantian CEO. Karena manajemen salah satunya diukur

dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus

tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak

menutup peluang mareka melakukan tindakan creative accounting agar menampilkan

kinerja yang baik dan akan mendapatkan bonus yang maksimum untuk mendapatkan

kepuasan pribadinya

2.1.2. 1. Pola dalam Manajemen Laba

Dalam pola yang dipilih manajemen untuk melakukan manajemen laba

beraneka ragam, tergantung pada tujuan mereka lakukan manajemen laba. Terdapat 4

pola yang umumnya dipilih dalam melakukan tindakan manajemen laba menurut Scott

(1997:383) dalam Alvia, Januarsi, Sulistiawan (2011), yaitu:

Taking a bath, yaitu melaporkan rugi yang besar sekaligus jika perusahaan mengalami

kerugian sehingga dapat menciptakan peluang laba yang besar di masa yang akan datang.

Pola ini dapat dijelaskan dalam penelitian mengenai bonus plan hypothesis, dimana

manajemen akan meminimalkan laba karena kondisi perusahaan saat ini rugi.

Income minimization, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara

menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih rendah daripada laba

sesungguhnya. Pola ini serupa dengan taking a bath. Income minimization dilakukan

pada saat tingkat profitabilitas perusahaan cukup tinggi. Contoh penerapan pola ini

adalah pada saat perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari political

cost.

Income maximization, yaitu pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara

menjadikan laba pada laporan keuangan periode berjalan lebih tinggi daripada laba

sesungguhnya. Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bonus

yang lebih besar, meningkatkan keuntungan, serta untuk menghindari dari pelanggaran

atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximization dilakukan dengan cara

mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya untuk

periode lain.

Income smoothing. Pola ini dilakukan untuk mendapatkan tingkat laba yang stabil

dan mengurangi fluktuasi naik turunnya laba sehingga perusahaan terlihat stabil. Dalam

hal ini laba akan diturunkan jika terjadi peningkatan yang tajam dan menaikkan laba jika

tingkat laba yang ada berada dibawah tingkat laba ada berada dibawah tingkat laba yang

ditentukan. Tingkat laba yang stabil membuat pemilik dan kreditor lebih memiliki

kepercayaan terhadap manajer.

2.1.2.2. Teknik dan Sasaran dalam Manajemen Laba

Teknik yang umum hanyalah menggunakan fleksibilitas yang terdapat di GAAP, atau

seperti yang dikatakan oleh pimpinan the SEC Arthur Levistt, keluwesan GAAP (Mulford

dan Comiskey, 2010:87). Contoh teknik manajemen laba atau kegiatan akuntansi yang

mungkin digunakan untuk tujuan manajemen laba yaitu:

1. Mengubah metode depresiasi (misal dari metode saldo menurun menjadi garis lurus).

2. Mengestimasi penghapusan atas investasi tertentu.

3. Mengestimasi biaya atau pendapatan yang ditangguhkan.

2.1.3. Kebijakan Akuntansi Akrual

Di dalam akuntansi dikenal istilah basis akrual (accrual basis) dan basis kas (cash

basis). Pada basis kas, pendapatan dan beban dilaporkan dalam laporan laba rugi pada

periode dimana kas telah dibayarkan atau diterima. Contohnya, beban upah dicatat ketika

kas telah dibayarkan kepada karyawan. Laba bersih (atau rugi bersih) adalah perbedaan

antara kas yang diterima (pendapatan) dan kas yang dikeluarkan (beban). Sedangkan

pada basis akrual, pendapatan dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode ketika

terjadinya transaksi. Contohnya, pendapatan dilaporkan ketika jasa telah diselesaikan

kepada pelanggan. Kas belum tentu telah terima dari pelanggan pada periode ini, begitu

juga dengan beban. Beban dilaporkan dalam periode yang sama dengan pendapatan yang

saling berhubungan. Contohnya, upah karyawan dilaporkan sebagai beban pada periode

ketika karyawan telah menyelesaikan jasa kepada pelanggan dan tidak masalah apabila

upah tersebut belum dibayarkan.

Konsep akuntansi yang mendukung pelaporan pendapatan dan beban berhubungan

pada periode yang sama tersebut disebut dengan matching concept atau mathching

principle. Menurut konsep ini, laporan laba rugi akan menghasilkan laba atau rugi pada

suatu periode. Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) mengharuskan penggunaan

basis akrual. Dalam prosesnya konsep akrual ini memungkinkan adanya perilaku bagi

manajer untuk melakukan manajemen laba guna meningkatkan porsi angka akrual antara

lain dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban.

Konsep akrual sendiri dapat dibagikan menjadi 2 (Healy dan De angelo, 1986, dalam

Handoko, 2006), yaitu:

• Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak

diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen.

• Nondiscretionary accrual merupakan akrual yang wajar, yang apabila dilanggar

akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan menjadi tidak wajar.

Dalam penelitian manajemen laba, yang akan dibahas adalah discretionary accrual

yang merupakan pilihan kebijakan manajemen dalam pemilihan metode akuntansi.

2.1.4. CEO (Chief Executive Officer)

Chief Executive Officer (CEO) merupakan eksekutif yang berada di puncak

perusahaan dan yang bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup dan keberhasilan

perusahaan. Mereka memegang jabatan seperti ketua dewan perusahaan, direktur utama

perusahaan, wakil presiden senior, wakil presiden pelaksana dan wakil presiden. Kalau

perusahaan itu dibagi menjadi unit bisnis strategis atau divisi operasi, maka orang yang

mengepalai unit ini juga merupakan manajer puncak

2.1.4.1. Pergantian CEO

Apabila kinerja manajemen tidak sesuai atau peran dan kegiatan CEO tidak

menghasilkan keputusan atau strategi yang baik yang mengarah kepada pelaksanaan yang

efektif, kalau terjadi kegagalan, maka CEO biasanya dipecat. Secara strategi CEO dapat

membuat kesalahan kelalaian atau pun kesalahan jabatan yang mengarah kepada

pemecatannya. Dalam kesalahan karena kelalaian termasuk kegagalan untuk menanggapi

perubahan pasar dan kurang dapat mengendalikan operasi. Kesalahan jabatan termasuk

ekspansi yang terlalu besar melebihi kemampuan sumber daya dan menggunakan

leverage yang berlebihan.

Dalam hal ini Lidrianasari (2010) menyatakan bahwa ada teori yang dapat

menjelaskan dalam pergantian CEO, yaitu:

• Teori Equilibirium Organisasional

Teori ini di perkenalkan oleh March and Simon (1958) dalam Lindrianasari, (2010)

menyatakan bahwa semakin lama masa kerja anggota organisasi, semakin kecil

kemenarikan atau ide-ide inovatif yang mereka hasilkan dibandingkan pada saat

dihadapkan pada situasi baru (Helmich, 1977) dalam Lindrianasari, (2010). Penelitian

yang menggunkan teori ini dalam menjelaskan pergantian CEO adalah Datta and Guthrie

(1994) dalam Lindrianasari, (2010). Studi mereka membahas tentang pemilihan CEO

merupakan keputusan penting bagi organisasi dengan implikasi penting yang diharapkan

yaitu efisiensi. Pemilihan eksekutif dilakukan dengan mempertimbangkan apakah

eksekutif yang baru tersebut berasal dari dalam atau luar perusahaan. Organisasi yang

menyewa manajer puncak yang berasal luar organisasi menganut aliran pemikiran

perspektif yang lebih luas dan cenderung untuk berubah.

• Upper-Echelon Theory

Menurut Upper-Echelon Theory bahwa karakteristik latar belakang manajerial

menjelaskan pilihan strategi, dan konsekuensinya, berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan Hambrick and Mason,(1984) dalam Lindrianasari, (2010). Teori ini

menawarkan bahwa eksekutif puncak dapat mempengaruhi luaran organisasi mereka.

Pilihan terhadap strategi dan tingkat kinerja perusahaan merefleksikan karakteristik

manajerial Hambrick and Mason,(1984) dalam Lindrianasari, (2010). Selanjutnya,

Hambrick and finkelstein (1987) dan Hambrick(2007) dalam Lindrianasari, (2010)

berargumen bahwa upper-echelon theory bersifat kondisional terhadap bagaimana

keberadaan direksi manajerial. CEO perusahaan tidak dapat mempengaruhi kekayaan

pemegang saham kecuali CEO tersebut melakukan dikresi untuk mempengaruhi kinerja

perusahaan.

2.1.5. Perusahaan BUMN dan Non BUMN

2.1.5.1. Perusahaan BUMN

BUMN sebagai badan usaha yang dilahirkan oleh negara telah memberikan kontribusi

yang besar kepada bangsa ini, sesuai dengan UU RI No. 19 menimbang bahwa untuk

mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara, pengurusan dan pengawasannya

harus dilakukan secara professional. Pada peraturan perundang-undangan Republik

Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 dalam pasal 1 tentang Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), dengan definisi sebagai berikut:

1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha

yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan

secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang

berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau

paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik

Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik

Indonesia Nomor : PER-01/MBU/2012 tanggal 20 Januari 2012 tentang Persyaratan dan

Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara

untuk diketahui dan dilaksanakan, yaitu:

• Pasal 4

Persyaratan untuk dapat dicalonkan menjadi anggota Direksi BUMN adalah :

A. persyaratan formal, yaitu :

1. Orang perorangan.

2. Mampu melaksanakan perbuatan hukum.

3. Tidak pernah dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pencalonan.

4. Tidak pernah menjadi anggota Direksi atau komisaris/dewan pengawas yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5

(lima) tahun sebelum pencalonan.

5. Tidak pernah dihukum karena merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima)

tahun sebelum pencalonan.

B. persyaratan material, yaitu:

a. Integritas, yaitu tidak pernah secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam

perbuatan rekayasa dan praktek-praktek menyimpang, cidera janji serta perbuatan lain

yang merugikan perusahaan di mana yang bersangkutan bekerja atau pernah bekerja.

b. Kompetensi, yaitu kemampuan dan pengalaman dalam pengurusan dan pengelolaan

perusahaan, kepemimpinan, visi dan misi tentang BUMN yang bersangkutan, strategi

pengembangan perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang serta

penyelesaian masalah strategis perusahaan.

Persyaratan lain Anggota Direksi, yaitu:

a. Bukan pengurus partai politik, dan/atau anggota legislatif, dan/atau tidak sedang

mencalonkan diri sebagai calon anggota legislative.

b. Bukan kepala/wakil kepala daerah dan/atau tidak sedang mencalonkan diri sebagai

calon kepala/wakil kepala daerah.

c. Berusia tidak melebihi 58 tahun ketika akan menjabat Direksi.

d. Tidak sedang menjabat sebagai pejabat pada Lembaga, Anggota Dewan

Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN, Anggota Direksi pada BUMN dan/atau

Perusahaan, kecuali menandatangani surat pernyataan bersedia mengundurkan diri

dari jabatan tersebut jika terpilih sebagai Anggota Direksi BUMN.

2.1.5.2. Non BUMN

Perusahaan Non BUMN merupakan salah satu penguat ekonomi di Indonesia.

Perusahaan Non BUMN adalah badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak

swasta dan memiliki tujuan maemperoleh laba yang sebesar-besarnya. Perusahaan Non

BUMN memiliki kegunaan untuk ikut mengelola sumber daya alam Indonesia namun

sesuai dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. Perusahaan Non BUMN terus

mengandalkan kekuatan pemilik modal, perkembangan usaha Non BUMN terus didorong

oleh pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan. Perusahaan swasta sekarang ini telah

memiliki beberapa sektor antara lain dibidang pertambangan, industri, tekstil,perkebunan,

otomotif, dll.

Perusahaan swasta terbagi menjadi dua bentuk yaitu perusahaan swasta

nasional dan perusahaan asing. Perusahaan swasta mempunyai peranan yang penting

bagi perekonomian di Indonesia dan peran yang diberikan perusahaan Non BUMN di

perekonomian Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Membantu meningkatkan produksi nasional.

b. Membantu pemerintah dalam menyediakan dan memberikan kesempatan lapangan

kerja.

c. Membantu dalam mengurangan tingkat pengangguran.

d. Menambah sumber devisa bagi pemerintah.

e. Membantu pemerintah memakmurkan bangsa.

Berdasarkan Peraturan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-

45/PM/2004 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik Ketua Badan

Pengawas Pasar Modal, bahwa calon direksi dan komisaris emiten, yaitu:

1. Calon anggota direksi dan komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Mempunyai akhlak dan moral yang baik.

b. Mampu melaksanakan perbuatan hukum.

c. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5

(lima) tahun sebelum pengangkatan.

d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang keuangan dalam

waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam pergantian CEO pada perusahaan adalah tidak tercapainya tujuan pemilik

perusahaan dengan manajer. Dalam hal ini maka manajer berusaha untuk

mempertahankan kedudukannya dan mendapatkan kepercayaan oleh principal untuk

mengelola perusahaan akan melakukan manajemen laba.

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan yang terkait mengenai pergantian

CEO terhadap manajemen laba, dapat dilihat dalam Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2

Hasil Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Variabel Hasil

1. Indriani (2010) Pengaruh Kualitas

Auditor, Corporate

Governance,

Leverage dan

Kinerja Keuangan

Terhadap

Manajemen Laba.

kualitas auditor,

kepemelikan

manajerial,

kepemilikan

institusional,

proporsi dewan

komisaris

independen,

leverage, kinerja

CAR, dan

manajemen laba.

Tidak adanya

pengaruh yang

signifikan antara

kualitas audit,

kepemilikan

manajerial,

kepemilikan

institusioanl,

proporsi dewan

komisaris

independen,

leverage. Namun,

hasil

penelitiannya

kualitas auditor

dan CAR yang

memiliki

pengaruh

signifikan

terhadap

manajemen laba.

2. Ningsaptit (2010) Analisi Pengaruh

Ukuran Perusahaan

dan Mekanisme

Corporate

Governance

Terhadap

Manajemen Laba.

Ukuran

perusahaan,

mekanisme GCG,

manajemen laba.

Ukuran

perusahaan,konse

ntrasi

kepemilikan,

kualitas audit

berpengaruh

signifikan

terhadap

manajemen laba

dan komite audit

serta komposisi

dewan komisaris

tidak signifikan.

3. Andayani (2010) Pengaruh

Karakteristik

Dewan Komisaris

Independen

Terhadap

Manajemen Laba.

Proksi komisaris

independent,

komisaris

independed yang

merangkap

jabatan, usia

perusahaan,

pertumbuhan

perusahaan,

leverage, dan

manajemen laba.

Berpengaruh

signifikan hanya

terhadap

komisaris

independen yang

merangkap

jabatan dan proksi

komisaris

independent, usia

perusahaan,

pertumbuhan

perusahaan,

leverage tidak

signifikan.

4. Nuryaman (2008) Konsentrasi

Kepemilikan,

Ukuran Perusahaan,

dan Mekanisme

Corporate

Governance

Terhadap

Manajemen Laba.

Konsentrasi

kepemilikan,

ukuran

perusahaan, dan

mekanisme GCG

(komposisi dewan

komisaris dan

spesialisai

industri KAP)

(1) Konsentrasi

kepemilikan dan

ukuran

perusahaan

berpengaruh

negatif terhadap

manajemen laba

(2) komposisi

dewan komisaris

dan spesialisasi

industri KAP

tidak berpengaruh

signifikan

terhadap

manajemen laba.

5. Nasution dan

Setiawan (2007)

Pengaruh Corporate

Governance

Terhadap

Manajemen Laba di

Manajemen laba,

komposisi dewan

komisaris, ukuran

dewan komisaris,

Komposisi dewan

komisaris dan

keberadaan

komite audit

Industri Perbankan

Indonesia.

komite audit, dan

ukuran

perusahaan.

berpengaruh

negatif terhadap

manajemen laba,

ukuran dewan

komisaris

berpengaruh

positif terhadap

manajemen laba,

ukuran

perusahaan tidak

berpengaruh

terhadap

manajemen laba.

6. Handoko (2006) Analisi Atas

Hubungan Motivasi

Pergantian CEO

dan Motivasi Pajak

Pengahasilan

Terhadap Earning

Managemen Pada

Perusahaan

Manufaktur Food

dan Beverages.

Manajemen laba,

pergantian CEO,

Pajak Kini.

Pergantian CEO

dan Pajak kini

tidak signifikan

terhadap

manajemen laba.

7. Halim, Meiden,

dan Tobing

(2005)

Pengaruh

Manajemen Laba

Pada Tingkat

Pengungkapan

Laporan Keuangan

Pada Perusahaan

Manufaktur Yang

Terdaftar Dalam

Indeks LQ-45.

Manajemen laba,

asimetri

informasi, kinerja

masa kini, kinerja

masa depan,

leverage, dan

ukuran

perusahaan.

Asimetri

informasi, kinerja

masa kini,

leverage, dan

ukuran

perusahaan

berpengaruh

positif dan

signifikan

terhadap

manajemen laba,

sedangkan kinerja

masa depan

berhubungan

negatif dengan

manajemen laba.

2.3. Pengembangan Hipotesis

2.3.1. Pengaruh Pergantian CEO Baru Terhadap Praktek Manajemen Laba.

Perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai

principal, dan CEO sebagai agent mereka. Pemegang saham memperkerjakan CEO untuk

bertindak sesuai dengan keinginan principal. CEO tentunya ingin memperlihatkan

kinerja yang baik demi mempertahankan posisinya. Tetapi tidak semua CEO berhasil

dalam kinerjanya untuk memegang perusahaan yang dimiliki oleh principal. Jika kinerja

CEO dinilai kurang berhasil maka principal akan memecat CEO tersebut dan

memperkerjakan CEO yang baru. Kecenderungan dalam hal ini terhadap CEO baru

adalah CEO yang baru akan melakukan manajemen laba dalam hal ini adalah taking a

bath dengan mengalihkan perkiraan biaya periode yang akan datang ke masa kini supaya

kinerja CEO baru tersebut dapat dinilai berhasil dan CEO baru memiliki peluang yang

lebih besar untuk mendapatkan laba di masa yang akan datang. Hal ini dilakukan oleh

CEO baru agar CEO baru diberi kepercayaan dari principal untuk mengelola perusahaan

yang dimiliki oleh principal. Selain itu, pendapatan yang sama dikemukakan oleh

Scoot(1997) dalam , Januarsi, Sulistiawan (2011), yaitu taking a bath tercipta atau terjadi

dalam hal perusahaan mengadakan reorganisasi atau pergantian CEO.

Hasil penelitian (Handoko,2006) menunjukkan bahwa CEO yang baru tidak

berpengaruh terhadap manajemen laba karena keadaan kondisi perusahaan tersebut stabil.

Namun motivasi manajemen untuk melakukan praktek manajemen laba salah satunya

dengan cara pergantian CEO. Penulis mau menambahkan bukti empiris pergantian CEO

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI

serta mengalami pergantian dan yang tidak mengalami pergantian CEO. Sehingga

hipotesis yang pertama:

H1: Pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada

perusahaan yang terdaftar di BEI.

2.3.2. Praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN.

Di Indonesia terdapat tiga pelaku utama yang menjadi sumber kekuatan

perekonomian adalah perusahaan negara, perusahaan swasta, dan koperasi (Hidayah

(2011). Ketiga pelaku tersebut akan selalu menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi di

sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem akan berjalan secara baik apabila para pelaku

dapat saling bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuannya. Perusahaan

didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraann pemilik, pemegang

saham. BUMN sebagai perusahaan milik negara yang memiliki tujuan untuk

mendapatkan keuntungan, memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian

nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khusunya. Pemerintah lebih

dominan memiliki perusahaan BUMN yang memiliki arti pemerintah lebih berperan

dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Sedangkan perusahaan Non BUMN juga

memiliki tujuan untuk memperoleh laba yang besar dan perusahaan Non BUMN

mengandalkan kekuatan kepemilikan modal.

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa presentase saham yang ditawarkan

kepada publik pada saat IPO tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

(Widyaningdyah, 2001). Berdasarkan uraian diatas mengenai perusahaan Non BUMN,

perusahaan BUMN belum mengetahui berpengaruh atau tidak terhadap manajemen laba.

Oleh karena itu maka hipotesis yang penulis rumuskan pada penelitian ini adalah:

H2: Terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan Non

BUMN pada saat pergantian CEO.

Dari penjelasan hipotesis diatas dapat menguji beberapa hipotesis yang berhubungan

dengan manajemn laba. Manajemen laba merupakan salah satu bentuk akibat asimetri

informasi dalam teori agensi. Pada perusahaan BUMN dan Non BUMN juga sama- sama

memiliki tujuan yang sama yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal, namun dalam

hal ini perusahaan BUMN dan Non BUMN memiliki peraturan dan cara kerja yang tidak

sama, oleh karena itu apakah pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek

manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan terdapat perbedaan praktek

manajemen laba pada perusahaan BUMN dan NON BUMN pada saat pergantian CEO.

Berdasarkan penjelasan singkat di atas, maka desain penelitian ini digambarkan

sebagai berikut:

H1

� � � � � � � � � � H2� �

� � � � � � � � � � �

MANAJEMEN LABA

BUMN�

Pergantian CEO

MANAJEMEN LABA

NON BUMN�

� � � � � � � � � �

Gambar 1

Desain Pemikiran

3.1. Metode Penelitian

3.1.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui internet. Data

sekunder yang digunakan adalah data laporan keuangan yang bersumber dari Bursa Efek

Indonesia, Indonesia Capital Market Directory (ICMD), berbagai dari penelitian

sebelumnya, maupun dari berbagai artikel, internet, dan buku-buku.

3.1.2. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar

dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini

digunakan metode teknik purposive sampling penentuan sampel berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu yang didasarkan pada tujuan penelitian. Sampel

yang diambil dengan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan yang periode laporan keuangan berakhir per 31 Desember. Kriteria ini

dimaksudkan untuk menjamin bahwa dalam sampel tidak terdapat laporan keuangan

parsial serta laporan keuangannya sudah diaudit, sehingga dapat lebih dipercaya.

2. Perusahaan yang digunakan perusahaan BUMN dan Non BUMN yang memiliki

laporan keuangan secara berturut-turut dan mengalami pergantian CEO tahun 2008.

3. Data-data perusahaan tersebut lengkap.

Berdasarkan kriteria di atas, terdapat sampel yang didapat sebesar 129 untuk tahun 2008

dan perusahaan yang mengalami pergantian CEO untuk tahun 2008 sebesar 23

perusahaan dan yang tidak mengalami pergantian CEO 106 perusahaan.

3.1.3.1 Manajemen Laba

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah earnings management yang diukur dengan

proxy discretionary accruals (DA). Manajemen laba yang menggunakan model Modified

Jones (Jones Modifikasi) yang dikembangkan oleh Dechow (1995). Model ini dipilih

karena dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model

yang lainnya (Andyana dan Gerianta, 2008 dalam Wangi, 2010) dan DA dapat diperoleh

dari perhitungan error term (Reichelt dan Francis, 2002) dengan model perhitungan

manajemen laba sebagai berikut:

TAit = �0 1 + �1 �REVit + �2 PPEit + �it

Ait-1 Ait-1 Ait-1 Ait-1

Total akrual untuk periode t dinyatakan dalam persamaan :

TAit = NIit – OCF it

TAit = Total Accruals perusahaan i pada tahun t.

�REVit = Penjualan bersih perusahaan i pada tahun ke t dikurangi penjualan

bersih pada tahun t-1.

PPEit = Aktiva tetap (gross) perusahaan i pada tahun t.

Ait-1 = Total assets (total aktiva) perusahaan i pada tahun t-1.

�it = Error term perusahaan i pada tahun t.

NIit = Laba bersih (Net Income) perusahaan i pada tahun t.

OCFit = Arus kas operasi (Operating Cash Flow) perusahaan i pada tahun t.

Setelah tahap perhitungan TAit telah ditempuh maka mencari nilai NDAit dapat

ditentukan dengan cara penilaian dibawah ini:

TAit = �0 1 + �1 �REVit + �2 PPEit + �it

Ait-1 Ait-1 Ait-1 Ait-1

TAit NDAit DAit

Nilai NDAit didapat dari hasil perhitungan regresi dan penambahan, maka akan

didapat nilai NDAit. Penilaian DAit dapat dicari dari perhitungan nilai error term,dan

sebelumnya perhitungan DAit karena model Disreationary Accruals yang dilakukan oleh

setiap perusahaan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

DAit=TAit – NDAit…………………………………………………………(1)

TAit= NDAit + DAit…………………………………………………………(2)

Dalam hal ini peneliti menggunakan dengan cara ke-2 untuk melihat praktek

manajemen laba.

Keterangan:

TAit = Total akrual.

NDAit = Non Discreationary Accruals perusahaan i pada tahun t.

DAit = Discreationary Accruals i pada tahun t.

Secara empiris, nilai Discreationary Accruals dapat bernilai nol, positif, negative.

Nilai nol menunjukkan manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (income

smoothing) . Sedangkan nilai positif menunjukkan adanya manajemen laba dengan

peningkatan laba (income increasing) dan nilai negative menunjukkan manajemen laba

dengan pola penurunan laba (income decreasing) (Sulistyanto, 2008).

3.1.3.2 Pergantian CEO

Variabel ini diukur dengan perbandingan antara CEO periode yang lalu dengan CEO

pada periode yang sekarang. Variable ini merupakan variable dummy, dimana skala

pengukuran datanya menggunakan skala nominal dengan kriteria:

• Jika terjadi pergantian CEO maka diberi nilai 1.

• Jika tidak terjadi pergantian CEO maka diberi nilai 0.

Analisis Regresi Berganda

Alat analisis yang digunakan untuk menguji H1 adalah metode analisis regresi

berganda karena analisis regresi digunakan untuk meneliti pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat serta menunjukkan arah hubungan variabel-variabel tersebut.

Berdasarkan pembahasan teori, data penelitian, variabel-variabel penelitian, dan

penelitian terdahulu maka bentuk persamaan regresi berganda penelitian ini

menggunakan model sebagai berikut:

Y = a + b1.X1 + e

Keterangan:

Y = Discreationary Accruals

X1 = Pergantian CEO

a = Konstanta

b = Koefisien regresi

e = error

Persamaan di atas kemudian dianalisis dengan SPSS 18 dengan tingkat signifikansi 5% (�

= 0,05).

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif menggambaran atau deskripsi tentang suatu data yang dilihat

melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,

kurtosis, dan skewness (Priyatno, 2010). Dan hasil deskriptif dapat dilihat di Tabel 4.1.

sebagai berikut: Tabel 4.1.

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DAit 129 -.50225 0.46943 932.4015288 1.05901524E4

CEO 129 .0 1.0 .178 .3843

Valid N (listwise) 129

Dari output di atas dapat dilihat bahwa variable DAit dengan jumlah data (N) sebanyak

129 mempunyai rata- rata 932.4015288 dengan DAit minimal -.50225 dan maksimal

DAit 0.46943dengan standar deviasinya sebesar 1.05901524E4. Variable CEO dengan

jumlah data (N) sebanyak 129 mempunyai rata- rata .178 dengan CEO minimal .0 dan

maksimal CEO 1.0 sedangkan standar deviasinya sebesar .3843 dan hasil descriptive

nilai minimal dari perusahaan PT Krakatau Steel memiliki nilai DAit -.50225 pada saat

pergantian CEO dan nilai maksimal dari perusahaan PT Adira Dinamika Multi Finance.

Dengan nilai DAit 0.46943 tidak mengalami pergantian CEO.

4.2. Pengujian Hipotesis

4.2.1. Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal dan dari hasil perhitungan peneliti

dapat dilihat dari table 4.2.1. sebagai berikut

Tabel 4.2.1.

Tests of Normality

� �

Dari hasil perhitungan peneliti dari data di atas maka menunjukkan bahwa data yang mau

diteliti tidak lolos uji normalitas karena penerimaan atau penolakan hipotesis akan

didasarkan pada nilai p-value dengan signifikan � = 0,05, hasil pengujian normalitas

p(.000)< �. Dengan demikian peneliti tidak dapat melanjutkan pengujian hipotesis

menggunakan analisis regresi berganda. Untuk mengatasi hal tersebut peneliti

selanjutnya menggunakan alat uji non-parametrik dengan Uji Independent sampel t-test.

4.2.2. Uji Hipotesis 1

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada perusahaan yang telah melakukan

pergantian CEO dengan perusahaan yang tidak mengalami pergantian CEO dalam

Kolmogorov-Smirnov

a Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DAit .527 129 .000 .062 129 .000

CEO .500 129 .000 .464 129 .000

a. Lilliefors Significance Correction

tindakan praktek manajemen laba pada tahun 2008 dengan Uji independent sample t-

test.

Hipotesis:

H1: Pergantian CEO berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada

perusahaan yang terdaftar di BEI:

Tabel 4.2.2.

Test Statisticsa

DAit

Mann-Whitney U 1143.000

Wilcoxon W 1419.000

Z -.468

Asymp. Sig. (2-tailed) .640

a. Grouping Variable: JP

Dalam hipotesis ini peneliti menguji nilai DAit pada perusahaan yang mengalami

pergantian CEO dan tidak mengalami pergantian CEO pada tahun 2008. kreteria

penerimaan atau penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai p-value dengan

signifikan � = 0,05. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan p (0,640) > �.

Berdasarkan hasil tersebut maka H1 ditolak.

4.2.3. Uji Hipotesis 2

Untuk mengetahui terdapat perbedaan pada perusahaan BUMN dan Non BUMN,

karena perusahaan BUMN selalu dibawah pengawasan pemerintah di bandingkan dengan

perusahaan Non BUMN dalam dugaan praktek manajemen laba dengan alat pegujian Uji

independent sample t-test.

Hipotesis:

H2: Terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan Non

BUMN pada saat pergantian CEO.

Pada perusahaan BUMN yang mengalami pergantian CEO sebanyak 8 perusahaan dapat

dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.2.3.

Perusahaan BUMN

Test Statisticsa

DAit

Mann-Whitney U 283.000

Wilcoxon W 319.000

Z -1.564

Asymp. Sig. (2-tailed) .118

a. Grouping Variable: JP

Hasil pengujian pada perusahaan BUMN menunjukkan p (0.118) > �. Berdasarkan hasil

tersebut maka H2 ditolak. Pada perusahaan NON BUMN yang mengalami pergantian

CEO sebanyak 15 perusahaan dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.2.3.

Perusahaan Non BUMN

Test Statisticsa

DAit

Mann-Whitney U

730,000

Wilcoxon W 6401,000

Z -,511

Asymp. Sig. (2-tailed)

,609

Hasil pengujian pada perusahaan Non BUMN menunjukkan p (0,609) > �. Berdasarkan

hasil tersebur maka H2 ditolak.

4.3. Pembahasan

4.3.1 Hipotesis 1

Hasil uji hipotesis ini menggambarkan bahwa pergantian CEO tidak berpengaruh

negatif terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI dengan

hasil pengujian menunjukkan p (0,640) > �, hal ini menyatakan bahwa masuknya CEO

baru tidak di ikuti tindakan praktek manajemen laba. Peneliti menduga CEO baru tidak

dapat memperoleh Bonus maksimal di karenakan CEO yang lama sudah menaikkan laba

hingga di titik maksimal bonus sehingga CEO baru cenderung akan melakukan tindakan

Taking a bath, dengan tujuan akan mendapatkan laba yang maksimal pada periode

tertentu. Fenomena ini sejalan dengan Bonus schema Healy yang dikemukakan oleh

Healy(1985) . Selain itu asumsi dasar yang harus terpenuhi adalah perusahaan berada

dalam kondisi keuangan yang stabil. Pergantian CEO dapat dilihat pada 23 perusahaan

yang terdiri dari 8 perusahaan BUMN dan 15 perusahaan Non BUM, berdasarkan hasil

tersebut maka H1 ditolak dan hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Handoko

(2006) namun menurut penelitian Yasa dan Novialy(2012) menyatakan bahwa praktek

manajemen laba terbukti dilakukan oleh CEO baru.

4.3.2 Hipotesis 2

Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa tidak terdapat praktek manajemen laba

antara perusahaan BUMN dan Non BUMN meskipun kedua jenis perusahaan tersebut

memiliki karakteristik yang berbeda dalam pemilihan/pemberhentian CEO. Peneliti

menduga hal ini disebabkan oleh penghasilan nilai laba sebagai satu-satunya dasar

penilaian kinerja CEO baik BUMN dan Non BUMN. Sehingga hal ini memotivasi CEO

BUMN dan Non BUMN berlomba-lomba mengahasilkan laba yang maksimal pada tiap

tahunnya walaupun harus melakukan praktek manajemen laba. Hasil pengujian pada

perusahaan BUMN menunjukkan p (0.118) > � , maka H2 ditolak dan hasil pengujian

pada perusahaan Non BUMN menunjukkan p (0,609) > �, H2 ditolak . Dari kedua

pengujian hipotesis 2 menggunakan Uji independent sample t-test pada perusahaan

BUMN dan Non BUMN bahwa dari ke-2 hasil penelitian tidak ada yang signifikan dan

dinyakan H2 ditolak.

V. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan atas pergantian CEO diduga melakukan

tindakan praktek manajemen laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN, maka

penulis mengambil kesimpulan bahwa:

1. Pergantian CEO tidak berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba pada

perusahaan yang terdaftar di BEI.

2. Tidak terdapat perbedaan praktek manajemen laba antara perusahaan BUMN dan

Non BUMN pada saat pergantian CEO.

5.2 Saran

Dari kesimpulan yang telah diberikan oleh penulis, penulis memberikan saran yang

mungkin bisa dipertimbangkan bagi pembaca yang akan melakukan penelitian

selanjutnya mengenai pergantian CEO diduga melakukan tindakan praktek manajemen

laba pada perusahaan BUMN dan Non BUMN, supaya penelitian memperoleh hasil yang

lebih baik maka:

1. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan sampel penelitian untuk mendapatkan

hasil yang lebih akurat secara statistik.

2. Penelitian ini hanya menggunakan variabel pergantian CEO sebagai variabel

independen yang diperkirakan mempengaruhi tindakan praktek manajemen laba

dan diharapkan penelitian selanjutnya bisa mengidentifikasikan manajemen laba

pada sebelum, saat, dan setelah mengalami pergantian CEO untuk lebih

membuktikan terjadinya manajemen laba dengan memotivasi pergantian CEO.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Komarudin, Imam Subekti, dan Sari Atmini. 2007. “Investigasi Motivasi dan

Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Simposium Nasional

Akuntansi 10. Makassar.

Andayani T.D.2010. “Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Independen Terhadap

Manajemen Laba”. Tesis Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.Semarang.

Alvia, Januarsi, Sulistiawan.2011.”Creative Accounting, mengungkap manajemen laba dan

skandal akuntansi”.Jakarta:Salemba Empat.

Chtourou, Sonda Marrakchi, Jean Bedard and Lucie Courteau. 2001. “Corporate Governance

and Earnings Management”. www.ssrn.com

Halim, Julia, Carmel Meiden, dan Rudolf Lumban Tobing. 2005. “Pengaruh Manajemen

Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang

Termasuk dalam Indeks LQ-45”. Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo

Handoko jimmy.2006. “Analisis atas hubungan motivasi pergantian CEO dan motivasi pajak

penghasilan terhadap earning managemen pada industri manufaktur

food&beverages”.Skripsi Fakultas Ekonomi, universitas Petra.

Herawati, Nurul dan Zaki Baridwan. 2007. “Manajemen Laba pada Perusahaan yang

Melanggar Hutang”. Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar.

Hidayah Ningrum.2011.“Pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan pada

perusahaan BUMN dan Non BUMN di BEI”.Skripsi Fakultas Ekonomi.UNILA.

Indriani, yohana. 2010. Pengaruh kualitas auditor, corporate governance, leverage dan kinerja

keuangan terhadap manajemen laba. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Semarang.

Lindrianasari. 2010. Pergantian CEO Dunia.

Kanisiusmedia,http://books.google.co.id/books?id=hYqM7wfmU5UC&printsec=frontcov

er&hl=id#v=onepage&q&f=false. Diakses 11 Februari 2012.

Mulford dan comiskey.2010.Deteksi Kecurangan Akuntansi.Jakarta:PPM.

Nasution, Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap

Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi 10.

Makassar .

Ningsaptiti restie. 2010. Analisi pengaruh ukuran perusahaandan mekanisme corporate

governance terhadap manajemen laba. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Semarang.

Nuryaman. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme

Corporate Governance terhadap Manajemen Laba”. Simposium Nasional Akuntansi 11.

Pontianak.

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : PER-

01/MBU/2012 tanggal 20 Januari 2012 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan

dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik

Negara.http//www.google.com.Diakses 16 Maret 2012.

Peraturan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP- 45/PM/2004 tentang

Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik Ketua Badan Pengawas Pasar

Modal. http//www.google.com.Diakses 16 Maret 2012.

Priyatno Duwi.2010. “Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS”.Yogyakarta:MediaKom.

Reichelt Ken, Francis Jere R.2002.”�The Effect of Fee Dependence on Non-Big 5 Clients’ Accruals”.

University of Missouri.Columbia.

Sugiyono. metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.2007.

Sulistyanto, H. Sri. 2008. “Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris”. Jakarta: Grasindo.

Suryani Dewi I.2010.” Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Ukuran

Perusahaan Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di

BEI”. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.Semarang

Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap

Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium

Nasional Akuntansi 11. Pontianak.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 Tentang

BUMN.http//www.google.com.Diakses 9 Maret 2012.

Yasa G.W, Novialy yulia.2012.Indikasi manajemen laba oleh CEO baru pada perusahaan

yang terdaftar di pasar modal Indonesia.Jurnal Fakultas Ekonomi, Univ.Udayana.

Wangi C. M. A. 2010. Analisi manajemen laba dan kinerja keuangan perusahaan

pengakuisisi sebelum dan sesudah merger dan akuisisi yang terdaftar di BEI. Jurnal

Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang.

Watts, R, L., and Zimmerman, J, L. (1986). Positive Accounting Theory. New York, Prentice

Hall.

Widyaningdyah, Agnes Utari. 2001. “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap

Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan Vol. 3, No. 2, hal. 89-101.

www.idx.co.id��

www.ICMD.com�

www.google.com�