jurnal ekonomi lingkar diskusi pejaten

26
LINGKAR DISKUSI PEJATEN Volume 01 - Agustus 2014 Revolusi Intelektual 69 Tahun Indonesia Merdeka

Upload: bukangue

Post on 26-Dec-2015

75 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal opini dan pemikiran alumni FE Unpad edisi pertama Agustus 2014

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

0

LINGKAR

DISKUSI

PEJATENVolume 01 - Agustus 2014

Revolusi

Intelektual69 Tahun Indonesia Merdeka

Page 2: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

1

Page 3: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

2

DAFTAR ISI

MUKADIMAH 3

KEMATIAN SEBAGAI INSENTIF TERBAIK 4

Syaiful Rahman Soenaria

OPTIMALISASI ORGANISASI KEMASYARAKATAN DAN KEAGAMAAN 8

DALAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP KELUARGA

Fithriyah Abubakar

MUHAMMAD, ISLAM & KAUM TAKFIRI ITU 12

Ridho Rosid

NEGARA EMERGENCY BBM 14

Candra Kesuma

IN GO(L)D WE TRUST 18

Rasyid Isa

BANK SEBAGAI AGEN PERUBAHAN 21

Imbang P Satryawan

MENGENAL LEBIH DEKAT: FITHRIYAH ABUBAKAR 24

LINGKAR DISKUSI PEJATEN Ahmad Juwaini

Ali Sakti

Alir M Dewantara

Ahmad Zakie Mubarrok

Andhiputra

Aria Girinaya

Asep Kurniawan

Azwan Martin

Candra Kesuma

Dadan Gunawan

Darmawan Sepriyosa

Dede Abdul Hasyir

Dharma Tri Syukri

Eky Arnanda

Elpi Nazmuzzaman

Elpi Nazmuzzaman

Fani Cahyadininto

Firman Jatnika

Fithriyah Abubakar Harry Mulia

Rahman

Hary Mulia Rahman

Herdi Yustiadi

Humbul Kristiawan

Ihsan Haerudin

Iman Rahmat Budiman

Imbang Perdana Satryawan

Indra Gunawan

Iqbal Mutaqi

Mohammad Ramdan

Muhammad Agung

Mohammad Ramdan

Muhammad Agung

Prima Yusi Sari

Priasto Aji

Rachmat Hidayat

Rasyid Isa

Ridho Hasan Rosid Syaiful Anas

Syaiful Rahman Soenaria

Syahraki Syahrir

Sefin

Tito Satya Rinaldi

Wahyu Agung Permana

Dan kawan-kawan lain yang

mendukung LDP untuk berlomba

dalam kebaikan

Page 4: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

3

MUKADIMAH

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang

Indonesia adalah sebuah kontrak sosial yang tidak sekedar didasari karena kesamaan

perjalanan sejarah, melainkan terutama karena kesamaan cita-cita luhur untuk membangun

satu masyarakat adil dan makmur , yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, yang memajukan kesejahteraan umum, yang mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan yang ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sangat disayangkan, setelah menjalani masa 68 tahun menjadi masyarakat merdeka,

Indonesia saat ini justru menunjukkan diri sebagai sistem sosial yang rapuh terutama

ditandai dengan: (1) budaya dan mental korupsi yang akut, (2) ketidakadilan dan

kesenjangan sosial yang parah, serta (3) hilangnya kemandirian dan berada dalam

ketergantungan yang tinggi terhadap kekuatan asing. Hal itu semua jauh dari cita cita luhur

dalam kontrak sosial Indonesia.

Kami, para anak anak bangsa yang ditakdirkan Allah sejak awal bertemu dalam komitmen

keislaman – keindonesiaan – keilmuan - kemanusiaan di kampus, bertekad ingin kembali

memperkuat silaturahmi, gagasan dan tindakan bersama untuk berkontribusi kepada

perbaikan dan pembangunan Indonesia yang lebih bermartabat, berdiri tegak sejajar dengan

bangsa-bangsa lain, dan diridhoi Allah.

Nilai nilai dan moralitas Islam akan menjiwai dan menjadi landasan kami dalam

berkontribusi, disertai komitmen kepada Pancasila dan penghargaan tinggi terhadap

kemanusiaan universal.

Indonesia adalah proyek yang belum selesai.

Marilah berlomba lomba dalam berbuat kebaikan.

Jakarta, 28 Oktober 2013

Page 5: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

4

KEMATIAN SEBAGAI INSENTIF TERBAIK Syaiful Rahman Soenaria

A. Insentif dan Perilaku Manusia

Manusia bereaksi terhadap insentif. Dan

insentif tidak melulu berupa uang. Bahkan

insentif yang non-finansial kadang lebih efektif

mengarahkan perilaku orang atau kelompok.

Pemimpin yang baik sering identik dengan

orang yang memiliki kemampuan desain dan

eksekusi insentif, sehingga dengannya perilaku

positif dari pengikutnya/musuhnya dapat

dimotivasi dan tujuan bersama dapat tercapai.

Ada 3 contoh sederhana tentang insentif

(dalam bentuk mekanisme) sebagai

pengarah/pemotivasi perilaku:

Contoh 1

Bila kita ingin mengajak 2 orang anak usia 6-9

tahun untuk berlaku adil, bawalah kehadapan

keduanya seloyang kue tart kesukaan mereka,

dan mintalah mereka berbagi tugas sebelum

menikmati kue bagian masing-masing. Anak

pertama diminta memotong kue, anak kedua

diminta memilih potongan kue. Niscaya anak

pertama akan memotong dengan adil, karena

dia tahu bila memotong tidak adil, maka anak

kedua boleh jadi mengambil potongan kue

yang lebih besar.

Contoh 2

Bila kita memiliki usaha Taksi dan ingin menjaga

reputasi perusahaan dimata pelanggan,

misalnya sopir taksi tidak membawa pelanggan

melalui rute panjang yang akan menaikkan

pendapatan sopir taksi namun merusak

reputasi perusahaan. Dalam hal ini kita perlu

mengarahkan perilaku jujur dari para sopir kita.

Sayangnya kita tidak bisa mengawasi setiap

sopir taksi setiap waktu. Solusinya adalah

desain tarif argo taksi. Bila tarif argo taksi

diserahkan kepada setiap pemilik usaha, maka

kita punya 2 alernatif tarif argo:

Alternatif 1: tarif argo awal saat pelanggan

naik, kita naikkan. Sedangkan tarif argo per KM

jarak tempuh, kita turunkan.

Alternatif 2: tarif argo awal kita turunkan,

sementara tarif per KM kita naikkan.

Mana diantara 2 alternatif tersebut yang

lebih mengarahkan sopir taksi jujur membawa

pelanggan di rute yang benar?

Dengan hitungan sederhana saja dapat kita

simpulkan alternatif 1 yang akan kita pilih.

Contoh 3

E-bay dikenal sebagai situs lelang online

terbesar di dunia. Dengan cerdas E-bay

menerapkan teori Second Price Auction. Artinya

bila sebuah laptop ditawarkan dengan harga

awal 100.000 rupiah, dan pada saat penutupan

lelang ada 2 penawar tertinggi: X dengan

penawaran tertinggi 6 juta rupiah, dan Y

dengan penawaran tertinggi 5 juta rupiah.

Maka X adalah pemenang lelang namun dia

hanya perlu membayar uang senilai penawaran

Page 6: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

5

tertinggi dibawahnya, yakni 5 juta rupiah senilai

penawaran tertinggi Y.

Dengan cara seperti itu, maka setiap

peserta lelang cenderung termotivasi untuk

memberi penawaran setinggi-tingginya agar

jadi pemenang, toch saat dia menang hanya

perlu membayar sejumlah penawaran tertinggi

dibawahnya.

Namun bila semua orang berpikiran sama,

apalagi di E-bay mereka sulit berkomunikasi

satu sama lain sebelum penutupan lelang, maka

harga penutupan akhirnya tinggi dan yang

untung adalah sang penjual dan E-bay.

Dari ketiga contoh diatas, kita bisa paham

mengapa penyeberang jalan (di kota Bandung

misalnya) sering enggan menggunakan zebra

cross. Karena saat mereka menyeberang di

zebra cross jarang sekali pengemudi kendaraan

yang sedia berhenti memberikan jalan.

Walaupun dalam aturan lalu lintas,

penyeberang jalan memiliki hak prioritas di

zebra cross atas pengemudi kendaraan.

Dengan demikian menyeberang di zebra cross

dalam situasi seperti itu adalah insentif yang

buruk. Lalu mengapa pengemudi kendaraan

jarang sekali sedia berhenti memberi jalan?

Karena tidak ada penegakan hukum?

Yang jelas kepribadian sesungguhnya dari

manusia dapat dilihat (diantaranya) saat dia

berkendaraan di jalan raya, karena di jalan raya

orang tidak punya insentif menarik untuk

berpura-pura. Kepura-puraan lebih mudah

dijumpai di kantor.

B. Desain Insentif sebagai Solusi dari

Problem Ke-agen-an

Relasi sosial dalam keseharian adalah

kesepakatan yang bisa eksplisit (tertuang dalam

bentuk kontrak tertulis, misalnya) atau implisit

(lebih didasarkan kepada mutual trust) antara

agen dan prinsipal, atau diantara beberapa

agen yang setara.

Konstitusi sebuah negara adalah contoh

kesepakatan eksplisit diantara warga

masyarakat yang setara, dituangkan secara

tertulis dan kita menyebutnya kontrak sosial.

Sedangkan hubungan kerja antara pemilik

perusahaan dengan manajemen (pengelola)

adalah kesepakatan eksplisit antara agen

(manajemen) dan prinsipal (pemilik).

Prinsipal mempercayakan sumber daya

yang dimilikinya kepada agen untuk dikelola

dalam rangka menghasilkan keuntungan.

Sayangnya ada 2 keterbatasan yang dihadapi

prinsipal, pertama: prinsipal tidak bisa observasi

secara sempurna ikhtiar yang dilakukan agen

(asimetri informasi) dan seringkali terdapat

konflik kepentingan antara prinsipal dan agen.

Kedua keterbatasan tadi bisa berakibat

kerugian bagi prinsipal bila agen melakukan

moral hazard (perilaku yang menyimpang dari

kesepakatan awal). Apa yang bisa dilakukan

prinsipal agar terhindar dari resiko tersebut?

Prinsipal dapat melakukan monitoring atas

semua aktivitas yang dilakukan agen. Tapi

monitoring ini ongkosnya besar sekali. Sebagai

alternatif prinsipal dapat mendesain insentif

yang tepat sehingga agen secara sukarela

berperilaku sesuai kepentingan prinsipal.

Page 7: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

6

Model konseptual relasi prinsipal-agen ini

didasarkan kepada asumsi bahwa baik prinsipal

maupun agen berorientasi self interest. Model

konseptual ini dapat juga digunakan untuk

memotret relasi antara Anggota DPR dengan

konstituennya, antara orang tua dan anak-

anaknya, atau antara Rektor dengan Civitas

Academica, walaupun 3 relasi yang disebut

terakhir lebih merupakan kesepakatan implisit.

Tentu saja kita bisa mengatakan bahwa

perilaku manusia tidak hanya berorientasi self

interest, melainkan juga altruistik.

C. Kematian sebagai Insentif Terbaik

Kematian adalah sebuah desain Tuhan

(prinsipal) untuk manusia sebagai hambaNYA

(agen). Dan kematian adalah desain insentif

yang terbaik dalam sejarah peradaban manusia,

agar perilakunya sebagai agen di dunia dapat

sesuai dengan kehendak prinsipal (Tuhan).

Mengapa kematian adalah insentif terbaik?

Karena:

1. Bagi Tuhan, sama sekali tidak ada resiko

kerugian bila manusia melakukan moral

hazard dan menyimpang dari kesepakatan

awal dengan Tuhan (Maha Kaya, Maha

Terpuji).

2. Tuhan mampu Melakukan monitoring

secara absolut sempurna, tanpa

mengeluarkan ongkos apapun (Maha

Mengetahui, Maha Melihat, Maha

Mendengar).

3. Bagi manusia sebagai agen, ada asimetri

informasi yang tinggi tentang kapan (bisa

terjadi kapan saja) dan dimana (bisa terjadi

dimana saja) kematian itu akan

menjumpainya. Yang pasti kematian pasti

akan datang.

4. Bagi manusia, akibat dari perilakunya

didunia sebelum kematian (ex-ante) akan

dialaminya setelah kematian dalam

masa/durasi yang jauh lebih panjang

ketimbang masa hidupnya didunia (ex-

post).

5. Bagi manusia, Tuhan telah Menjelaskan

sejelas-jelasnya tentang

reward/punishment untuk setiap pilihan

perilaku manusia di dunia.

6. Bagi manusia, Tuhan telah Memberikan

diskresi sempurna (free will) kepada

manusia untuk melaksanakan fungsi ke-

agen-an selama hidup di dunia. Pilihan

perilaku yang diputuskan manusia dapat

dilakukan secara merdeka tanpa ada

paksaan.

Tidak heran, nabi Muhammad SAW pernah

berkata bahwa orang yang paling cerdas adalah

orang yang selalu mengingat kematian.

Lalu apakah kematian hanya menjadi

insentif bagi manusia untuk fokus kepada

akhirat dan melupakan kejayaan di dunia? Nabi

Muhammad SAW pernah juga berkata:

"Bekerjalah untuk dunia-mu seolah olah

engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah

untuk akhirat-mu seolah olah engkau akan mati

besok."

Jelas, kematian tidak hanya insentif terbaik

bagi manusia untuk sukses di akhirat,

Page 8: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

7

melainkan juga insentif terbaik bagi manusia

untuk berjaya di dunia.

Bagaimana bila kematian sebagai insentif

terbaik tidak berfungsi pada diri kita? Boleh jadi

kita sedang sakit. Bila demikian, segera berobat

tampaknya langkah terbaik. [*]

Syaiful Rahaman Soenaria

Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1989, Dosen tetap Departemen Akuntansi

FEB Universitas Padjadjaran, Certified Management Accountant/CMA, dan kandidat

doktor Akuntansi di RU Muenchen-Jerman.

Page 9: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

8

OPTIMALISASI ORGANISASI KEMASYARAKATAN

DAN KEAGAMAAN DALAM PENINGKATAN

KUALITAS HIDUP KELUARGA Fithriyah Abubakar

Indonesia adalah negara berpenduduk

terbesar keempat di dunia setelah Cina, India,

dan Amerika Serikat, dengan jumlah penduduk

237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk 2010).

Proporsi penduduk berdasarkan jenis kelamin

pada tahun tersebut adalah 50,17 persen laki-

laki dan 49,83 persen perempuan. Sebagaimana

kita ketahui bersama, jumlah penduduk yang

besar ini di satu sisi merupakan berkah bagi

suatu negara, apabila mereka memiliki kualitas

yang baik dan berdaya saing. Di sisi lain, hal ini

merupakan suatu beban/musibah bagi negara

tersebut, apabila penduduknya berkualitas

rendah dan pada akhirnya akan banyak

menimbulkan masalah sosial.

Oleh sebab itu, pembangunan sumber daya

manusia (SDM) merupakan hal yang mutlak

dilakukan secara komprehensif oleh setiap

negara, baik dari sisi kualitas, kuantitas, maupun

mobilitas (persebarannya). Hal ini bertujuan

agar pembangunan negara tersebut dapat

dilakukan dan dirasakan manfaatnya secara

adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh

penduduknya, baik laki-laki maupun

perempuan.

Akan tetapi, data-data yang ada (dapat

dilihat pada berbagai sumber) menunjukkan

masih terdapatnya kesenjangan dalam

pemerataan hasil‐hasil pembangunan di

berbagai bidang, baik terhadap perempuan,

maupun laki‐laki. Kesenjangan tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam empat aspek utama:

akses, partisipasi dalam proses pembangunan/

pengambilan keputusan, kontrol terhadap

sumber daya, maupun penerima manfaat

pembangunan.

Berdasarkan inilah, maka Pemerintah

Indonesia kemudian melakukan berbagai upaya

untuk meningkatkan kualitas penduduk

perempuan, mulai dari upaya peningkatan

peranan wanita pada masa ORBA, kemudian

pemberdayaan perempuan, hingga

peningkatan kesetaraan gender (sejak tahun

1997). Hingga tahun 2009, program kesetaraan

gender dan/ atau pemberdayaan perempuan

hanya meliputi sosialisasi/ advokasi untuk

perempuan belaka, tidak menyentuh pada

substansi inti kegiatan/ program

pembangunan, dan tidak menyentuh laki‐laki

yang juga tertinggal di beberapa bidang

pembangunan. Oleh sebab itu, perlu diterapkan

strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), yang

meliputi setiap tahapan dalam pembangunan

di berbagai bidang, untuk menghapuskan

kesenjangan tersebut. Strategi PUG ini

kemudian menjadi salah satu dari 3 strategi

pengarusutamaan pembangunan (di samping

Page 10: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

9

pengarusutamaan Tatakelola Pemerintahan

yang Baik/Good Governance dan

Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable

Development) yang ditetapkan melalui

Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010, Tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2010-2014.

Pembangunan SDM terutama dalam

kaitannya dengan PUG ini seharusnya menjadi

tanggung jawab bersama antara pemerintah,

masyarakat, sivitas akademika, swasta, maupun

organisasi kemasyarakatan/ keagamaan pada

umumnya. Terlebih ketika kita perhatikan,

bahwa organisasi kemasyarakatan/ keagamaan

yang memiliki kelompok sasaran laki-laki

maupun perempuan di tingkat akar rumput

sangat banyak dan beragam, serta sangat

potensial untuk melakukan itu.

Salah satu contohnya adalah kelompok

majelis taklim (MT) yang kini semakin banyak

menjamur. Para anggota majelis taklim ini rata-

rata bertemu 2 kali seminggu untuk mengaji

dan mendengarkan ceramah dari Ustadz/ah.

Jika ceramah dan lantunan ayat-ayat suci Al-

Qur’an ini kemudian dapat dikaji lebih lanjut

melalui contoh-contoh nyata penerapannya

dalam kehidupan sehari-hari, maka

pemahaman terhadap Al-Qur’an ini diharapkan

tidak saja dapat meningkat, tapi juga dapat

mereka amalkan secara nyata. Misalnya ketika

membahas tentang kualitas keimanan

seseorang, dijelaskan pula bahwa kebersihan

itu adalah sebagian daripada iman. Oleh sebab

itu, maka muslim harus berperilaku hidup

bersih, tidak membuang sampah sembarangan,

dan seterusnya.

Di samping itu, ketika membahas tentang

pendidikan, disampaikan pula bahwa menuntut

ilmu itu wajib hukumnya bagi muslimin dan

muslimah, sejak dari dalam kandungan, hingga

akhir hayat. Perlu disampaikan pula bahwa

seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-

anaknya. Oleh sebab itu, baik laki-laki maupun

perempuan wajib untuk menuntut ilmu

setinggi-tingginya, walaupun perempuan

setelah menikah nanti tidak berminat untuk

bekerja, karena seorang ibu dituntut untuk

selalu belajar, dalam rangka mempersiapkan

anak-anaknya, agar menjadi generasi yang

lebih berkualitas, berakhlak mulia, mandiri, dan

berdaya saing dibandingkan generasi

sebelumnya.

Mekanisme pengajian MT inipun dapat

lebih ditingkatkan agar para anggotanya

bersifat lebih aktif, bukan hanya pasif

mendengarkan ceramah dari sang Ustadz/ah.

Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan

pemberian materi ceramah secara bergilir oleh

para anggotanya, kali ini Ibu X membawakan

tentang Zakat, pertemuan berikutnya Ibu Y

tentang Puasa, dan seterusnya. Dengan cara ini,

maka para anggota MT tersebut akan terpacu

untuk selalu belajar, berdiskusi, dan mengkaji

secara aktif, untuk selanjutnya diharapkan

dapat lebih memahami dan mengamalkan hasil

pengajian tersebut dalam kehidupan

kesehariannya, dan lebih memahami

Page 11: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

10

keterkaitan antara agama dan ilmu

pengetahuan dan teknologi (iptek).

Demikian pula halnya dengan kelompok

PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan

Keluarga), yang menjangkau ke hampir seluruh

desa di Indonesia. Materi-materi PKK sebaiknya

diperkaya pula dengan ‘survival tips’, misalnya

tentang sistem peringatan dini bencana, apa

saja yang harus/tidak boleh dilakukan saat

sedang ada gempa/bencana lainnya, apa yang

harus dibawa saat evakuasi, kiat-kiat dalam

pelestarian lingkungan (seperti: penggunaan

bahan pembersih yang ramah lingkungan,

pengolahan sampah yang efisien dan menjaga

kelestarian lingkungan), di samping

pengetahuan tentang diversifikasi dan

kemandirian pangan melalui budidaya tanaman

pangan di halaman masing-masing,

pengetahuan tentang obat tradisional, kiat-kiat

pendidikan anak, manajemen ekonomi rumah

tangga, dan lain-lain yang telah dilakukan

selama ini.

Adapun hal yang terpenting di sini adalah

perlunya laki-laki dan perempuan mengetahui

hal yang sama untuk kebaikan dan

kesepahaman dalam keluarga. Sebagai contoh,

untuk kewajiban menuntut ilmu bagi muslimin

dan muslimah, maka sang suami pun

hendaknya diikutsertakan dalam forum

tersebut. Dengan demikian, perlu diadakan

pengajian/pertemuan keluarga secara berkala

untuk menyampaikan materi-materi yang wajib

diketahui semuanya, baik laki-laki maupun

perempuan. Diharapkan dengan adanya

pengajian/pertemuan keluarga tersebut, maka

suami dapat ikut membantu dan berperan serta

secara aktif dalam peningkatan kualitas

keluarga, termasuk dalam mendidik dan

membesarkan anak-anak mereka.

Apabila informasi seperti ini hanya

disampaikan secara sepihak kepada sang isteri

saja, maka hampir sebagian besar informasi

tersebut tidak akan diterima oleh suami. Hal ini

dapat disebabkan oleh ketidakberanian sang

isteri untuk menyampaikannya, atau

keengganan sang suami dalam menerima

informasi tersebut, terutama untuk informasi-

informasi yang berbeda dengan apa yang

diyakini sebagai budaya dan turun-temurun

dalam keluarga. Akibatnya, bukanlah

kesepahaman, namun perselisihan pendapat

yang akan terjadi. Jika ini berlangsung terus-

menerus, maka akan berdampak pada

keharmonisan keluarga ini, dan bukannya tidak

mungkin akhirnya sang suami akan melarang

isterinya untuk mengikuti kegiatan PKK/MT

tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa peningkatan kualitas keluarga (baik dari

sisi agama maupun iptek) ini dapat dilakukan

melalui optimalisasi organisasi keagamaan/

kemasyarakatan/ lainnya, asalkan disampaikan

dengan bahasa yang mudah dipahami, dan

menumbuhkan partisipasi aktif para

anggotanya (laki-laki dan perempuan), dengan

memperhatikan kondisi dan situasi di daerah

setempat. [*]

Page 12: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

11

Fithriyah Abubakar

Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1990, Perencana di Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Menyelesaikan S2 dan S3 Jepang. Memiliki hobi travelling dan eksplorasi kuliner.

Page 13: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

12

MUHAMMAD, ISLAM & KAUM TAKFIRI ITU Ridho Rosid

Kasih sayang dan kedamaian adalah

kebutuhan utama manusia untuk hidup sehat

lahir batin. Untuk itulah berserah diri kepada

Yang Maha Pengasih Penyayang dan

menyuburkan sifat kasih sayang yang

membawa kedamaian bagi sesama. Itulah

makna Islam yang sesungguhnya yang dianut

muslim yang sesungguhnya. Siapapun yang

menjalankan ini adalah muslim yang

sesungguhnya.

Islam dan muslim bukanlah sekadar merk

atau simbol identitas.Menurut etimologi, kata

Islam yang merupakan kata benda terbentuk

dari kata-kata kerja seperti aslama, yuslimu,

islaman, arti dari kata-kata tersebut adalah

berserah diri, tunduk dan mematuhi aturan.

Satu dari kata kerja yakni aslama,

merupakan akar dari kata salima yang artinya

damai, sejahtera dan aman. Jadi secara

kebahasaan, Islam mempunyai arti berserah diri

kepada Allah Yang Maha Pengasih Penyayang

dengan menyuburkan sifat kasih sayang guna

melahirkan kehidupan yang damai, aman, dan

sejahtera lahir batin.

Karena itu tidak ada perang agama yang

diajarkan oleh Muhammad. Bermulanya dari

para pebisnis perbudakan yang terganggu

bisnisnya oleh ajaran Muhammad yang

mengajarkan kesetaraan hak-hak azasi

manusia, para pebisnis prostitusi yang

terganggu oleh ajaran Muhammad yang

mengangkat derajat kaum perempuan, para

penguasa yang terganggu kenikmatan

berkuasanya dari upeti-upeti dan korupsi.

Mereka gagal membujuk dan menyuap

Muhammad. Lalu mereka menghasut rakyat

bahwa Muhammad adalah perusak tradisi,

perusak tatanan ekonomi yang menjadi sumber

hidup. Dari situlah bermulanya peperangan.

Muhammad tidak diam dan tetap berjalan

tegak membawa agama keadilan dan kasih

sayang.

Bahwa cara-cara kaum jahiliyah itu dalam

perkembangannya sesudah Muhammad justru

digunakan untuk politik dengan menggunakan

nama Islam untuk memuaskan nafsu-nafsu

politik, itu kenyataan yang lain lagi.

Kalaupun sekarang marak kelompok takfiri

yang hobinya mengkafirkan orang lain bahkan

dengan sesama muslim harus dipelajari kembali

definisi kafir itu sendiri. Dari definisi Qur’an,

yang disebut ‘kafir’ bukanlah orang yang

berbeda agama. Yang disebut kafir adalah

mereka yang mata dan telinga kalbu di dalam

dadanya tidak berfungsi.

Asal kata ‘kafir’ dan ‘kufur’ adalah *'kafara’*

yang artinya ‘tertutup’ (kata ini kemudian

diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi

*‘cover’* artinya penutup). ‘Kafir’ adalah mereka

yang masih tertutup dari *‘Al-Haqq’*

(kebenaran hakiki).

Page 14: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

13

Mata dan telinga yang di dalam dada,

maksudnya adalah mata dan telinga yang ada

dalam *kalbu* kita, dalam dada/*shuduur*,

yang ada pada level jiwa. *Shuduur* artinya

‘dada spiritual’, sebagaimana hati yang biasa

kita kenal bukanlah liver maupun jantung, tapi

lebih kepada ‘hati spiritual’ yakni nurani.

Cuplikan khutbah terakhir Nabi

Muhammad di lembah Arafah:

"Seseorang tidak dibenarkan mengambil

sesuatu dari saudaranya, kecuali jika dengan

senang hati diberikan kepadanya. Janganlah

kamu menganiaya diri sendiri."

"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?"

"Ya Allah, saksikanlah ini!"

Selesai Nabi mengucapkan pidato ia turun

dari al-Qashwa' -untanya. Ia masih di tempat itu

juga sampai pada waktu sholat dzuhur dan asar.

Kemudian menaiki kembali untanya.Pada waktu

itulah Nabi membacakan firman Tuhan ini

kepada mereka:

"Hari ini Kusempurnakan agamamu untuk

kamu sekalian dengan Kucukupkan NikmatKu

kepada kamu, dan yang Kusukai Islam inilah

menjadi jalan hidup kamu."(Qur'an, 5: 3)

Abu Bakar ketika mendengarkan ayat itu

menangis, ia merasa, bahwa risalah Nabi sudah

selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi

hendak menghadap Tuhan.

Tahukah anda apa bedanya "PEJABAT dan

"MANTAN PEJABAT"? MANTAN PEJABAT

adalah orang yang sudah tidak lagi menjabat

karena pensiun atau bahkan sudah meninggal.

Sementara PEJABAT adalah orang yang sedang

menjabat mempunyai otorisasi atas jabatannya

tersebut.

Apakah seorang Muhammad adalah

pejabat atau mantan pejabat ke-Nabi-an??

LA NABIYA BA'DA.

Tiada lagi Nabi sesudah Muhammad

hingga akhir zaman. Apakah sekarang sudah

akhir zaman? Karena belum saatnya akhir

zaman, tentu Muhammad "masih ada bersama

kita saat ini" serta kita masih tersenyum

matahari belum terbit dari arah barat dan kita

bergumam:

"Yaa, Rasululloh we miss U so much..."

Masak sih agama dipake buat berantem

melulu hehehe. [*

Ridho Hasan Rosid

Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1990, bekerja di PT Siemens Indonesia

sebagai Division Controller Energy Transmission. Hobi membaca dan saat initinggal

di Yasmin Bogor dengan 1 istri dan 2 anak.

Page 15: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

14

NEGARA EMERGENCY BBM Candra Kesuma

Indonesia adalah Negara yang kaya dengan

sumber daya alam, thus, kaya sumber energy.

Benarkah pernyataan ini? Mari kita periksa

bersama. Indonesia dipersepsikan sebagai

Negara yang kaya minyak, energy utama yang

dipergunakan oleh bangsa-bangsa dunia saat

ini.

Namun ternyata ini adalah persepsi tinggal

persepsi. Tahun 2002 Indonesia ternyata sudah

menjadi net importer minyak. Artinya impor

minyak Indonesia sudah melebihi angka ekspor

minyak mentah Indonesia. Sayangnya posisi

yang sudah net importer ini tidak segera

dilanjutkan dengan pengkinian status

keanggotaan Indonesia di Organisasi Negara-

negara Pengekspor Minyak atau lazimnya

disebut dengan OPEC. Baru tahun 2008

keanggotaan ini ditinjau, keluar dari OPEC,

namun dengan status “suspended member’.

Masih menyimpan harapan nampaknya akan

penemuan cadangan minyak besar lainnya di

dasar bumi Nusantara ini.

Mari kita lihat satu lagi fakta. Indonesia

Negara kaya energy, sehingga apakah dengan

keberlimpahan, harga bahan bakar

selayaknyalah murah agar dinikmati banyak

warga. Untuk fakta ini mari kita lihat apa yang

tercantum tersurat dalam APBN Negara kita

tahun-tahun belakangan ini.

Pemberian energy murah untuk rakyat

memerlukan sumber pendanaan yang berasal

dari pendapatan Negara. Dalam beberapa tahun

ini, komposisi APBN adalah 67% untuk

pendapatan dari non-energi dan 33% untuk

pendapatan yang berasal dari energy.

Pendapatan yang berasal dari energy ini 87%

dari migas dan sisanya dari minerba lain. Akan

tetapi, penggunaan energy juga berbanding

lurus dengan pendapatan yang berasal dari

energy, dimana 77% energy itu bentuknya migas

dan 23% berbentuk energy lainnya. Komposisi-

komposisi ini menunjukkan pentingnya geliat

energy dalam kehidupan rakyat Indonesia dan

menguasai hajat hidup orang banyak.

Apakah memang kondisi energy Indonesia

layak untuk memberikan harga energy, dalam

hal ini migas, murah? Yang jelas dalam pencarian

sumber-sumber penghasil migas baru dengan

melakukan eksplorasi di dalam negeri, belum

satu pun ditemukan cadangan minyak bumi

terbukti signifikan. Jumlah produksi minyak

negeri ini dari tahun ketahun semenjak tahun

70-an menunjukkan bahwa kondisi produksi

tersebut sudah melewati kondisi “peak oil” atau

kondisi dimana produksi minyak tertinggi

dicapai. Dan sebagaimana kurva normal,

seterusnya terjadi penurunan.

Page 16: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

15

Cadangan terbukti minyak Indonesia adalah

sekitar 4,4 miliar barel. Dengan penggunaan

rata-rata 312 juta barel pertahun maka akan

menggerogoti habis cadangan terbukti ini, yang

jika semuanya bisa diangkat ke atas permukaan

tanah dan diproduksi, dalam waktu 12 tahun saja

dan volume penggunaannya diasumsikan tetap.

Jika ditemukan pun cadangan minyak terbaru

yang besar, memerlukan waktu 5 sampai 10

tahun untuk bisa diproduksi. Sebelum mulai pun,

izin pemanfaatan lahan untuk kepentingan

pengeboran berdasarkan peraturan yang

berlaku akan memerlukan waktu sampai 500 hari

kerja. Jadi, agendakanlah waktu 7 – 12 tahun

setidaknya untuk suatu produksi minyak bumi.

Indonesia saat ini mencatat penjualan

sepeda motor 7 juta unit per tahun dan mobil 1

juta unit per tahun. Sudah pasti konsumsi bahan

bakar minyak yang dipakai oleh kendaran akan

terus meningkat setiap tahunnya. Konsumsi

bahan bakar minyak ini sekitar 1,2 juta barel per

hari. Sementara produksi kilang dalam negeri

hanya mampu memproses 1 juta barel per hari.

Namun tidak semua minyak produksi Indonesia,

yang sekarang sudah mulai mengarah ke tipe

heavy oil, dapat diproses oleh kilang dalam

negeri ini.

Sekali lagi, perekonomian memerlukan

energi, migas sebagai bahan energi utama, perlu

waktu 5-10 tahun dari sejak diketahui sampai

bisa diproduksi. Dan energi berasal dari migas

terus menurun. Dengan pertumbuhan

kendaraan bermotor tanpa ada moda alternative

penggantinya, maka jalanan Indonesia tetap

akan memerlukan 1,2 jt bopd bbm per hari

dibandingkan (tahun 2013) 830 ribu bopd

minyak mentah, artinya terdapat defisit minyak

(jika mentah ke mentah) sebesar 400 ribu bopd.

Dari 830 ribu bopd, hanya sekitar 65-70% yang

benar-benar milik Pemerintah karena selebihnya

adalah bagian bagi hasil untuk kontraktor migas

dan sebagian dari milik Pemerintah pun akan

dipakai sebagai penggantian biaya

eksplorasi/produksi KKKS.

Katakanlah harga minyak mentah di pasar

dunia sekarang berkisar US$100 bopd, dengan

kisaran biaya produksi US$30 sampai dengan 50

bopd seharusnya terdapat margin antara US$50

– 70 bopd. Namun akibat bahan bakar minyak

(masak – bukan mentah!) ini sebagian diperoleh

dengan cara impor karena ketidaktersediaan

kilang minyak yang sesuai untuk mengolah yang

sesuai dengan karakteristik minyak mentah

Indonesia, maka margin profit tersebut otomatis

akan terpakai. Profit yang diperoleh dari

penjualan minyak mentah ke luar negeri akan

habis untuk pembiayaan impor minyak

keperluan dalam negeri karena yang dibeli

Indonesia adalah bahan bakar minyak yang

bukan minyak mentah. Angkanya adalah harga

kisaran minyak mentah dunia + biaya

pengilangan + biaya handling, yang sudah bisa

dipastikan melebih profit penjualan minyak

mentah.

Uraian diatas seharusnya sudah cukup

memberikan deskripsi mengenai kegawatan

bahan bakar energy, khususnya minyak, di tanah

air. Dalam waktu 25 tahun, diprediksikan

Page 17: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

16

penggunaan bahan bakar minyak akan naik

sampai 3 atau 4 x lipat kebutuhan saat ini. So,

masih beranikah Indonesia terus memberikan

bahan bakar minyak murah? [*]

Candra Kesuma

Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1993, saat ini bekerja sebagai auditor di

Medco Energi. Memimpikan perdamaian dunia dan kedamaian abadi serta satu

pemerintahan dunia agar bisa travelling kemana saja tanpa batas negara dan visa.

Page 18: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

17

SEANDAINYA Subsidi BBM diubah, dapat apa Negara ini? Candra Kesuma

14 kali anggaran setahun jika hendak mengadakan keseluruhan sekolah bertaraf internasional ditanah air atau 18000 sekolah sejenis dapat dijalankan

1,4 kali anggaran pendidikan setahun telah didapatkan

6 kota besar di tanah air dapat dibiayai selama setahun (APBD DKI 2014 = 6,7T)

Atau

3,5

Kali panjang rencana Jembatan Selat Sunda (anggaran 100T menurut Wikipedia)

95%

Nilai APBN untuk jumlah penerimaan negara bukan pajak

di tahun 2014. Atau juga sebanding dengan 29% dari penerimaan pajak

negara

Nilai subsidi BBM (Jero Wacik, Kompas 6/8/2014):

Rp350T

35

kali lebih panjang tol atas laut

Bali yang dapat dibangun

disekeliling Jawa - Bali

522 Tank Leopard 2A4 yang

dapat menjaga perbatasan atau

574 Sukhoi 30 Mk-2 di

pangkalan tanah air

Page 19: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

18

IN GO(L)D WE TRUST Rasyid Isa

Di suatu sore, fina, seorang dokter di sebuah

puskesmas di sebuah pedesaan, terkaget-kaget

ketika menerima beberapa kunjungan pasien

sekaligus di tempatnya mengabdi. Lima orang

datang dengan gejala mirip flu. Dokter fina

memutuskan untuk mengenakan pakaian

khusus ketika menangani mereka, tapi tetap

berusaha seramah mungkin agar para pasien

tidak panik. Bagaimanapun, ia yang baru lulus

program profesi dokter tentu merasa tidak

mampu menangani berbagai kemungkinan

terburuk. Ia ingin meminta bantuan dari orang

yang tepat. Ketika ia mencoba memikirkan,

terfikirkan juga berbagai kemungkinan terburuk

yang bisa saja sedang terjadi di hadapannya.

Wabah. Flu Burung? Belum dapat dipastikan. Ia

tidak bisa memutuskan, tetapi yang jelas ini

mungkin sebuah kasus serius dan ia harus

meminta bantuan kepada dokter yang terbaik.

Tapi bagaimana? Bukankah yang terbaik adalah

yang termahal? Atau setidaknya, salah satu yang

termahal?

Ilustrasi di atas memang hanya sebuah fiksi.

Tetapi ia memodelkan sebuah situasi di zaman

ini dimana orang-orang terbaik dalam

bidangnya selalu tersedia di kota-kota

ternyaman dengan bayaran mahal dan

penentuan kepemilikan hasil karya yang paling

andal dari peradaban manusia ditentukan oleh

kekuatan ekonomi. Sebuah situasi dimana uang

merupakan simbol penghargaan yang paling

adil untuk sebuah kualitas dan alat ukur yang

paling terhormat untuk menentukan ketepatan

perjalanan hidup seseorang.

Fenomena tersebut merupakan konsekuensi

dari hukum permintaan dan penawaran di mana

harga berkorelasi positif dengan jumlah

permintaan dan berkorelasi negatif dengan

jumlah penawaran. Sepintas hukum tersebut

terlihat adil untuk berlaku dalam kebanyakan

situasi. Tetapi bagaimana jika situasinya adalah,

tempat dimana suatu barang atau suatu jasa

diberikan bukanlah tempat dimana uang

berputar? Haruskah hukum tersebut tetap

dipatuhi?

Oke, kita punya dua solusi untuk masalah ini,

yaitu subsidi dan kegiatan sosial. Subsidi

memberikan kemampuan bagi mereka yang

tidak mampu menjangkau, sementara kegiatan

sosial adalah penyediaan kebutuhan yang

dilakukan secara sukarela oleh mereka yang

biasanya dibayar. Tetapi solusi ini selain berlaku

jangka pendek, ia tidak merepresentasikan

orientasi hidup masyarakat yang tidak lagi

berorientasi uang. Dua hal ini hanyalah sebuah

pengecualian dari pemberlakuan hukum pasar

yang terpaksa dilakukan atau secara sukarela

dilakukan sesekali. Konsekuensinya,

terpenuhinya sebagian besar kebutuhan

masyarakat tetap bergantung pada kekuatan

finansial. Hanya saja, sesekali ada aktivitas untuk

menambal “lubang-lubang sosial yang bocor”

dengan aktivitas sosial, atau ada regulasi untuk

mensubsidi agar lubang sosial tersebut tertutupi,

Page 20: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

19

selagi masih ada subsidi. Tetapi mindset utama

masyarakat tetap tidak berubah. Kualitas tetap

harus diukur dengan uang. Hanya saja ada

sedikit pengecualian bagi mereka yang tidak

mampu.

Apakah hal tersebut salah? Jika salah,

dengan apa kita harus menghargai kualitas karya

seseorang?

Ini pertanyaan inti dan sulit, tidak ada

jawaban langsung dalam masalah ini.

Tetapi coba kita pikirkan, jika kita

menjadikan uang sebagai tolok ukur hak

kepemilikan atas kualitas karya dan pelayanan

terbaik, berarti kualitas hidup tertinggi tetap

diutamakan untuk orang-orang kaya. Dan lebih

jauh lagi, akses kualitas hidup yang baik hanya

akan dimiliki oleh orang-orang memiliki

kekuatan finansial. Sementara mereka yang

lemah finansial, hanya hidup sesuai dengan

subsidi yang diberikan dan amal sisa dari

“penggunaan barang dan jasa” orang-orang

yang memiliki kekuatan finansial. Siapa yang

mau hidup seperti itu? Maka dengan sendirinya

situasi demikian telah membuat manusia seolah

tidak mempunyai pilihan lain selain berlomba-

lomba menumpuk kekayaan. Terbentuklah

sebuah lingkaran setan, manusia menghargai

sesama atas dasar kekayaan, dan keinginan

untuk dihargai itu menjadi motivasi utama dalam

bertindak.

Kemudian coba kita pikirkan, sesaat ketika

kita lahir di dunia kita tidak mampu membayar

siapapun untuk merawat kita. Tetapi ada orang

tua dan sanak saudara yang bersedia

memberikan kasih sayangnya pada kita walau

kita tidak membayar. Dalam pandangan

materialistis bisa jadi ini adalah bentuk investasi

di mana pengembaliannya akan datang berbelas

atau berpuluh tahun kemudian. Tetapi

kenyataannya kita tidak pernah menandatangani

kontrak apapun dengan mereka yang

membesarkan kita. Begitu pula sebaliknya, tanpa

kontrak pun, seorang manusia akan secara

natural berbakti kepada orang-orang yang

membesarkannya, justru ketika orang-orang itu

lemah dan tidak memiliki kekuatan untuk

menagih apapun. Bukan didasarkan pada ukuran

uang tetapi didasarkan pada kebenaran yang

dipercayai. Prinsip.

Maka prinsip inilah yang membimbing

peradaban manusia untuk meletakkan

pelayanan dan karya pada tempat yang tepat.

Prinsip ini yang menjadi alasan seorang manusia

untuk melakukan tindakan yang secara

materialistik mungkin tidak menguntungkan,

tetapi ia benar.

Tentu uang dan sistem keuangan tidak bisa

dihapuskan dengan adanya sikap “orientasi pada

prinsip” ini, tetapi ia tidak boleh diletakkan di

atasnya. Jika prinsip-prinsip kebenaran sudah

diletakkan di bawah uang dan sistem keuangan,

maka jangan heran jika kebenaran, kejujuran,

keadilan dan segala prinsip-prinsip hidup bisa

diatur oleh mereka yang membayar lebih, pun

dengan siapa yang benar dan siapa yang salah.

Kemudian, semakin sedikit orang yang

mempercayai nilai-nilai kebenaran dan kejujuran

sebagai tonggak dari tercapainya standar hidup

yang baik karena makin banyak orang

memindahkan kepercayaannya pada hal-hal

Page 21: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

20

yang bersifat materialistik.Pada titik ekstrim,

kohesivitas dan rasa saling percaya antar sesama

manusia akan benar-benar runtuh dan

digantikan pada kohesivitas dan kepercayaan

manusia terhadap materi.

In Go(L)d We Trust.

Epilogue

Uang dan sistemnya sejatinya adalah alat

yang hadir sebagai salah satu buah tangan

peradaban manusia, untuk meningkatkan

kualitas hidup manusia itu sendiri. Tetapi jika

manusia bergantung pada alat yang mereka

gunakan sendiri, maka bukan tidak mungkin alat

itu akan berbalik menguasai manusia. Artikel ini

sendiri adalah opini pribadi yang penulis

ungkapkan ketika mencoba mempersepsi

kehidupan modern yang terlihat serba

materialistik. Solusi yang bisa disimpulkan

sebenarnya sederhana; tempatkanlah sesuatu

pada tempatnya. Namun hal tersebut terdengar

retoris. Bagaimana aplikasinya?

Ada sebuah pepatah mengatakan “mulailah

dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan mulailah

dari sekarang”. Maka penulis mencoba

mengajak untuk bertanya pada diri masing-

masing, atas dasar apakah kita memberikan

pelayanan dan karya terbaik dalam berbagai

peran di kehidupan kita sehari-hari? Mudah-

mudahan kita semua bisa terus berusaha

menempatkan pengabdian terbaik kita secara

tepat, di manapun kita berada, apapun profesi

kita dan peran kita di masyarakat. Tentunya

dengan standar yang bersumber dari nilai-nilai

yang memang diyakini oleh nurani kita, bukan

hanya sekedar alasan pragmatis belaka. Aamiin

[*/*]

Rasyid Isa

Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 2004, pekerja lepas yang memiliki

pengalaman dibidang keuangan, teknologi informasi dan pendidikan. Pernah

mewakili Jawa Barat pada Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional dan meraih medali

perunggu untuk nomor beregu.

Page 22: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

21

BANK SEBAGAI AGEN PERUBAHAN Imbang P Satryawan

Dunia perbankan Indonesia mengalami

pertumbuhan yang begitu pesat dalam

beberapa tahun terakhir ini. Bahkan Bloomberg

dalam salah satu rilis beritanya di Februari 2014

menyatakan bahwa perbankan Indonesia

sebagai “the most profitable” diantara negara-

negara G20. Rata-rata return on equity 5 bank

yang memiliki nilai pasar lebih dari USD5 triliun

sebesar 23% berada diatas bank-bank Tiongkok

dan Amerika Serikat yang memiliki ukuran yang

sama yaitu masing-masing sebesar 21% dan 9%.

Tidak heran perbankan Indonesia masih sangat

menarik bagi para investor terutama bank-bank

asing yang ingin menancapkan kukunya di

Indonesia.

Bila dilihat lebih dekat lagi mengapa

perbankan Indonesia sangat menguntungkan

dengan merujuk padadata statistik perbankan

yang dimiliki Bank Indonesia tahun 2013,

ternyata pertumbuhan perbankan pada

sebagian besar berasal dari pendapatan bunga

yang secara rata-rata memberikan kontribusi

lebih dari 75% pendapatan bank. Terlebih marjin

bunga bersih perbankan Indonesia masih berada

dikisaran 5% atau jauh diatas negara tetangga

seperti Singapura dan Malaysia sebesar 1%

sampai dengan 2%. Hal yang lebih mengejutkan

ternyata bank-bank milik pemerintah, baik pusat

maupun daerah, memiliki marjin bunga sebesar

5.5% untuk BUMN dan 6,9% untuk BPD yang

ternyata lebih tinggi dari rata-rata nasional

sebesar 4,89%. Marjin ini jauh diatas bank-bank

asing sebesar 2,65%. Jadi bisa dikatakan bahwa

mesin pertumbuhan perbankan Indonesia lebih

didominasi oleh eksploitasi nasabah dengan

menggunakan instrumen bunga dibandingkan

kreatifitas bank dalam menelurkan produk-

produk lain yang memberikan nilai tambah pada

nasabah tetapi juga tetap berpotensi

meningkatkan pendapatan bank.

Sebelum krisis keuangan 1997, bank-bank

pemerintah memiliki misi dan fokus bisnis

tertentu dalam menopang rencana

pembangunan nasional. Sebagai contoh, BRI

fokus pada pembiayaan mikro, Bapindo pada

project finance, BNI pada pembiayaan korporasi,

Bank Exim pada transaksi perdagangan, BTN

pada perumahan rakyat serta beberapa bank

lainnya dengan misi yang berbeda. Perbedaan

fokus bisnis ini didasari bahwa dibutuhkan skill

set yang berbeda untuk menangani bisinis

dengan risiko yang berbeda. Akan tetapi

spesialisasi diatas kemudian berubah sejak krisis

1997 karena bank-bank pemerintah ini sering

disalahgunakan penguasa untuk keuntungan

pribadi dan kroninya. Sehingga melalui

penggabungan usaha dalam proses penyehatan

perbankan maka bank-bank BUMN yang tersisa

tinggallah Mandiri (gabungan dari Bapindo, BBD,

BDN dan Exim), BRI, BNI dan BTN. Seiring

Page 23: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

22

berjalannya waktu kemudian fokus bisnis pun

akhirnya bergeser karena profitabilitas menjadi

hal utama dan fungsi sebagai agen perubahan

akhirnya menjadi tidak prioritas. Akibatnya

segmentasi pasar yang dulu dibangun untuk

mendukung program pembangunan nasional

menjadi carut-marut karena bank-bank ini

akhirnya bersaing pada ceruk pasar yang sama

terutama pembiayaan konsumen yang

memberikan marjin tinggi tapi hanya

memberikan nilai tambah serta multiplier effect

yang rendah pada perekonomian.

Kondisi diatas menyiratkan bahwa ditengah

pertumbuhan perbankan Indonesia yang tinggi

terdapat fungsi yang hilang yaitu bank sebagai

agen perubahan. Memang terlalu naif

mengharapkan perbankan memiliki fungsi

tersebut ditengah sistem yang sangat kapitalis

dan liberal yang lebih mengukur pencapaian

rasio-rasio keuangan menurut sudut pandang

shareholders. Akan tetapi harapan itu tentu

tetap harus disematkan pada bank-bank

pemerintah yang secara de jure adalah milik

rakyat Indonesia

Untuk membawa kembali fungsi agen

perubahan ini maka dibutuhkan inisiatif bersama

antara pemerintah selaku pemilik bank-bank

BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku

regulator perbankan. OJK (dulu Bank Indonesia)

melalui berbagai instrumen peraturan mencoba

memaksa perbankan untuk melakukan fungsi

sebagai agen perubahan. Namun hal ini tidaklah

efektif karena ruang gerak regulator sangatlah

terbatas di dalam sistem yang liberal serta

kepentingan pemilik modal yang sangat kuat.

Oleh karena itu OJK sebagai lembaga baru yang

efektif menjadi regulator sejak tahun 2014 harus

mampu menggunakan kesempatan yang baru

ini untuk merancang ulang atau memperbaiki

struktur perbankan Indonesia yang

mengedepankan aspek keseimbangan antara

tuntutan sebagai entitas bisnis yang mampu

memberikan hasil investasi yang memadai bagi

investor dan entitas sosial yang memberikan

nilai tambah pada masyarakat.

Pemerintah sebagai pemilik bank-bank

BUMN juga harus mulai memainkan peranannya

untuk merubah atau paling tidak

mengembangkan pola pikir yang sebelumnya

berorientasi profit ke kontribusi terhadap

pembangunan nasional dan masyarakat

(society). Perlu dilakukan lagi penajaman fokus

bisnis serta peranannya dalam menunjang

pembangunan nasional dengan

mempertimbangkan keunggulan serta

kelemahan yang dimiliki setiap bank. Langkah

bank-bank BUMN sebagai market maker untuk

fokus pada fungsi sebagai agen perubahan akan

memberikan pengaruh yang besar terhadap

bank-bank lain yang diharapkan perlahan-lahan

mengikuti langkah bank-bank BUMN.

Pemerintah juga harus membatasi hasrat

memperoleh dividen tinggi sebagai bagian dari

penerimaan pemerintah dan melalui

kementerian BUMN melakukan sinkronisasi

program pembangunan nasional dengan

kemampuan pembiayaan yang dimiiki bank-

bank BUMN.

Page 24: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

23

Sinergi antara OJK dan Pemerintah

diharapkan mampu secara perlahan-lahan

mengembalikan fungsi bank-bank BUMN.

Konsistensi kebijakan dan ketegasan dalam

penerapannya menjadi kunci sukses dalam

pengembangan paradigma bank sebagai agen

perubahan. [*/*}

Imbang Perdana Satryawan

Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1995, berkecimpung di dunia manajemen

risiko dan audit internal perbankan dan saat ini bekerja di salah satu bank asing.

Certified Internal Audior/ CIA dan Certified Islamic Finance Executive/CIFE. Memiliki

minat khusus pada olahraga lari, sepeda dan renang.

Page 25: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

24

Mengenal Lebih Dekat:

Fithriyah Abubakar

Perempuan yang lahir pada tahun 1972 dan

tumbuh besar hingga menamatkan SMA-nya di

Mojokerto-Jawa Timur ini suka menulis sejak

bisa baca tulis, walaupun karya-karyanya belum

pernah dimuat di media cetak mana pun. Selulus

SMA, ia hijrah untuk kuliah di Fakultas Ekonomi,

Universitas Padjadjaran-Bandung, dan semenjak

itulah hobi menulisnya terlupakan,

berganti dengan kesibukan kuliahnya.

Hijrah berikutnya adalah ke Jakarta,

saat mendapatkan tawaran pekerjaan

di sebuah konsultan swasta asing

pada tahun 1995.

Setelah berpindah ke konsultan

swasta asing lainnya, pada tahun

1997 ia bergabung dengan instansi

pemerintah yang bergerak dalam perencanaan

pembangunan, hingga sekarang. Saat itu ia

ditugaskan untuk membantu perencanaan

pembangunan di bidang Keluarga Berencana,

Kependudukan, Anak, Remaja, Lansia, dan

Peranan Wanita (yang saat itu mengalami

transisi ke arah Kesetaraan Gender).

Pada tahun 1999-2001, ia mendapatkan

kesempatan untuk studi S2 di Saitama

University-Jepang, melalui beasiswa Monbusho

(Ministry of Education-Japan), sesuai cita-citanya

untuk melanjutkan studi ke luar negeri gratis

melalui hibah, sehingga tidak membebani

pribadi maupun negara tercintanya dalam

bentuk pinjaman apapun. Setelah lulus,

sebagaimana halnya PNS lainnya yang baik dan

benar, maka ia kembali ke instansi untuk

melakukan ikatan dinas, dan ditugaskan untuk

membantu perencanaan terkait Kesetaraan

Gender dan Pemberdayaan Perempuan, serta

Pemuda.

Empat tahun kemudian, setelah ikatan dinas

itu usai ditunaikan, ia pun kembali

ke Jepang, mendapatkan beasiswa

Monbukagakusho (Ministry of

Education, Culture, Sports, Science

and Technology/MEXT-Japan)

untuk melanjutkan studi S3-nya di

National Graduate Institute for

Policy Studies (GRIPS)-Tokyo

(2005-2008). Dalam periode inilah

minat menulisnya kembali tersalurkan melalui

Forum Lingkar Pena Jepang (FLPJ), dan

menghasilkan 2 buku hasil kolaborasi dengan

para penulis FLPJ. Pada saat yang sama,

beberapa tulisannya mulai dimuat di beberapa

media elektronik, seperti Eramuslim, serta hasil

penelitiannya dalam bentuk prosiding/jurnal

internasional.

Kini ia telah kembali mengabdi di

instansinya di Jakarta, dan kesibukan menulisnya

kembali berganti dengan penulisan laporan/

kajian/ pekerjaan lainnya di kantor, terutama

terkait dengan tanggung jawabnya di

perencanaan pembangunan Kesetaraan Gender

dan Pemberdayaan Perempuan, yang menjadi

Page 26: Jurnal Ekonomi Lingkar Diskusi Pejaten

25

passion-nya hingga saat ini, karena masih

banyaknya kaum perempuan maupun laki-laki

yang tertinggal/ belum mendapatkan manfaat

pembangunan di negeri ini. Pada tahun 2008-

2010, ia diperbantukan pula pada perencanaan

pembangunan Kependudukan, Keluarga

Berencana, dan Perlindungan Anak.

Motto hidupnya adalah: “Kalau kita benar,

jangan takut pada siapapun kecuali kepada Allah

SWT,” yang merupakan pesan almarhum

ayahandanya tercinta. Pada tahun 2014 ia

bergabung dengan LDP, dengan niat untuk

menyumbangkan sesuatu untuk NKRI, sebatas

yang ia mampu. [*/*]