john knowles - my shelter€¦ · suatu hari nanti sang dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang...

35

Upload: others

Post on 15-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon
Page 2: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

JOHN KNOWLES

A Separate Peace DI TENGAH KEDAMAIAN YANG TERISOLIR

Page 3: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

Diterjemahkan dari A Separate Peace karya John Knowles, pertama kali dipublikasikan tahun 1959.

Hak penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia ada pada Grantika Publishing

Pewajah isi: Indriani Grantika Penerjemah: Indriani Grantika Penyunting: Indriani Grantika Proofreader: Priska Ghania

Pewajah sampul: Indriani Grantika

Terbitan edisi Indonesia: Agustus 2013

ISBN: 978-602-18147-7-2

Page 4: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

A Separate Peace JOHN KNOWLES

“Pertempuranku sudah berakhir sebelum aku sempat

bergabung dengan dinas militer” Keadaan di Devon School, New Hampshire, tampak damai. Tapi apakah kedamaian itu benar-benar nyata? Menjelang wajib militer pada masa Perang Dunia II, para siswa Devon School bersedia melakukan apa pun demi membantu masyarakat dengan bekerja sukarela termasuk membantu para petani memanen apel dan membantu membersihkan salju yang menutup rel kereta api. Meskipun begitu, mereka enggan mendaftar ke dinas militer. Sementara peperangan berkobar, sepasang sahabat: Gene, siswa pendiam yang cerdas dan berangan-angan untuk lulus sekolah dengan nilai tertinggi; dan Phineas (Finny), siswa tampan yang mudah bergaul dan berangan-angan untuk ikut serta dalam Olimpiade; menjalani keseharian dalam buaian suasana tenang di Devon hingga sebuah kecelakaan mengoyak ketenangan itu dan menguji persahabatan mereka. Kecelakaan itu membuat salah seorang dari mereka mengalami cedera parah dan gugur dari wajib militer. Tapi apa yang sebenarnya membuat kecelakaan itu terjadi? Mungkinkah siswa yang mengalami cedera ini menerima kecacatannya sebagai jalan keluar dari wajib militer?

Page 5: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

1

1

ELUM lama ini aku kembali ke Devon School, dan anehnya keadaan sekolah kelihatan lebih baru diban-dingkan lima belas tahun silam, saat aku masih men-

jadi siswa di sekolah ini. Keadaannya tampak lebih tenang dari-pada yang kuingat, bangunannya memiliki sudut-sudut yang le-bih tegak dan lebih bergaya puritan, dilengkapi dengan jendela-jendela yang lebih sempit serta bingkai pintu dan jendela kayu yang lebih mengilap, seolah semuanya telah divernis supaya tampak terpelihara. Tapi suasana lima belas tahun silam dipe-ngaruhi perang yang sedang berlangsung. Mungkin di masa itu gedung sekolah tidak dijaga dengan baik; mungkin kala itu ver-nis serta segala hal lainnya lenyap ditelan perang.

Aku tidak sepenuhnya menyukai segala hal yang tampak mengilap ini, bangunan sekolah jadi terkesan seperti museum karenanya, dan memang seperti museum-lah persisnya citra se-kolah ini bagiku, tapi aku tak sudi jika sekolah ini menjadi mu-seum. Jauh di lubuk hati, di mana perasaan berperan lebih kuat ketimbang pikiran, aku selalu merasa bahwa Devon School baru lahir di muka bumi ini pada hari pertama aku memijakkan kaki di dalamnya, rasanya amat nyata sewaktu aku masih menjadi

B

Page 6: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

2

siswa, lalu lenyap begitu saja seperti cahaya lilin yang padam begitu aku lulus.

Tapi toh nyatanya sekarang pun Devon School masih te-tap ada, diawetkan oleh tangan-tangan terampil yang memoles-kan vernis dan cat dinding yang mengilap. Selain itu, yang juga terkesan diawetkan seperti udara bau apak di ruangan yang ti-dak pernah dibuka, adalah rasa takut yang rasanya sudah tak asing lagi, yang mengepung dan mengisi hari-hari di masa itu. Dulu kehidupan diselimuti ketakutan yang amat besar sampai-sampai aku tidak menyadari rasa takut itu sendiri. Karena tidak biasa dengan absennya rasa takut dan tidak tahu bagaimana ra-sanya hidup tanpa dikungkung ketakutan, dulu aku tidak mam-pu mengenali rasa takut.

Sekarang, kalau mengenang keadaan lima belas tahun si-lam, aku bisa melihat dengan jelas rasa takut yang menyelimuti kehidupanku di masa itu. Itu berarti tekadku dalam kurun wak-tu itu sudah berhasil: lolos dari kungkungan rasa takut.

Aku merasakan gema rasa takut, tapi pada saat yang sama aku amat gembira. Pada masa itu rasa gembira mendampingi sekaligus berlawanan dengan rasa takut, dan terkadang meng-intip ke permukaan, seperti cahaya utara yang melekah di la-ngit gelap.

Ada dua tempat yang ingin kukunjungi. Dua-duanya tem-pat yang membuatku takut, tapi justru karena itulah aku ingin mengunjunginya. Jadi setelah makan siang di Penginapan De-von, aku berjalan kaki menuju sekolah. Sekarang sedang per-ubahan musim menjelang akhir November, hari-hari diwarnai hujan dan suasana suram, suatu masa dalam satu tahun ketika setiap petak tanah tampak mencolok. Untungnya, suasana se-

Page 7: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

3

macam ini tidak berlangsung lama di Devon—musim yang le-bih mencolok adalah musim dingin yang sedingin es dan mu-sim panas khas New Hampshire yang cerah ceria—tapi hari ini hujan turun deras, dan angin bertiup di sekelilingku.

Aku berjalan di sepanjang Gilman Street, jalan yang pa-ling mengesankan di kota ini. Rumah-rumah di sini masih keli-hatan seindah yang kuingat. Rumah-rumah kolonial tua yang dimodernisasi dengan cerdas, rumah kayu bergaya Victoria yang luas, kuil-kuil Yunani berlahan luas yang berjajar di se-panjang jalan; mengagumkan tapi tetap saja memiliki sisi yang menakutkan, seperti dulu. Aku jarang sekali melihat ada orang yang memasuki bangunan-bangunan itu, atau bermain di ha-lamannya. Aku bahkan hampir tidak pernah melihat jendela yang terbuka. Hari ini, dengan tanaman rambatnya yang nyaris layu serta pohon-pohon gundulnya yang mengerang saat ter-tiup angin, rumah-rumah itu terkesan semakin elegan tapi juga semakin tak memiliki kehidupan dibandingkan sebelumnya.

Seperti halnya semua siswa sekolah yang sudah besar, De-von tidak bisa terus diisolasi di balik tembok dan gerbang, te-tapi menyeruak secara alamiah dari kota yang telah melahir-kannya. Jadi tidak ada hal yang mengejutkan seiring langkahku mendekatinya; rumah-rumah di sepanjang Gilman Street mulai terkesan lebih defensif, pertanda aku sudah semakin dekat de-ngan gedung sekolah, dan juga semakin termakan usia, pertan-da aku sudah memasuki area yang kutuju.

Sore masih dini, lahan-lahan dan gedung-gedung tampak sepi karena semua orang sedang menonton pertandingan olah-raga. Tidak ada yang mengalihkan perhatianku ketika sedang melintasi halaman luas, yang disebut Far Commons, menuju se-

Page 8: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

4

buah bangunan. Bangunan itu kokoh dan terbuat dari bata me-rah, seperti hampir semua bangunan besar lainnya di sini. Tapi bangunan yang kutuju ini dilengkapi dengan kubah, lonceng, jam dan tulisan dalam bahasa Latin di depan pintunya: Gedung Akademi Utama.

Melalui pintu ayun, aku mencapai serambi berlantai mar-mer, lalu berhenti di bawah tangga marmer putih. Tangga itu masih kokoh meskipun sudah tua. Marmernya pasti benar-be-nar kuat. Dengan segala citra mengenai tangga ini yang mun-cul di benakku, baru sekarang aku menyadari kekuatannya. Be-nar-benar mengejutkan, dulu aku mengabaikan fakta penting itu.

Tidak ada hal lain yang bisa kuperhatikan; tentu saja ini tangga yang sama, saranaku untuk naik-turun sedikitnya satu kali dalam satu hari semasa hari-hariku menuntut ilmu di De-von. Tangga ini masih sama seperti dulu. Sementara aku sendi-ri? Yah, aku secara alamiah merasa lebih tua—aku mulai me-meriksa keadaan jiwaku, memeriksa sudah seberapa jauh aku pulih—tubuhku sudah lebih tinggi dan lebih besar kalau ku-ukur dari tangga di hadapanku ini. Aku sudah punya uang lebih banyak ketimbang dulu, lebih sukses, dan memiliki “rasa aman” yang lebih besar dibandingkan dengan hari-hari sewaktu aku naik-turun tangga ini dengan perasaan ngeri seperti dihantui.

Aku berbalik dan kembali ke luar, Far Common masih se-pi, dan aku berjalan kaki sendirian menyusuri jalan lebar berke-rikil melewati pepohonan yang seperti bangker dan pohon-po-hon elm New England menuju ujung sekolah.

Ada yang menganggap Devon sebagai sekolah yang pa-ling indah di New England, bahkan pada sore hari yang suram

Page 9: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

5

ini keelokannya tampak menonjol. Keelokan sebuah area yang ditata rapi—sejumlah halaman luas, pepohonan, tiga gedung asrama yang tampilannya serupa, sekelompok rumah tua—ber-satu dalam harmoni yang menetaskan perubahan. Ada firasat bahwa perubahan mungkin akan terjadi suatu waktu; malah se-betulnya perubahan itu memang sudah terjadi: tempat tinggal Dekan, yang berupa rumah kolonial asli, sekarang dipasangi jendela besar tak berpalang. Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon perlahan-la-han berubah tapi tetap mempertahankan sejarahnya. Karena ba-ngunan dan Dekan serta kurikulum di sekolah bisa mencapai tahap perubahan ini, jadi rasanya masuk akal kalau aku berha-rap bahwa aku sendiri akan bisa mencapai tahap “berubah tanpa menyingkirkan masa lalu” yang serupa, meskipun kalau dipikir-pikir, mungkin saja sudah dari dulu aku mencapai tahap itu tan-pa kusadari.

Aku bisa menilai lebih jauh tentang diriku sendiri kalau sudah melihat tempat kedua yang ingin kukunjungi. Jadi aku melangkah melewati gedung-gedung asrama yang didominasi bata merah dan dilapisi tanaman rambat layu, melalui reruntuh-an kota yang tampak mencolok karena menutupi halaman seko-lah sejauh 90 meter, melewati gimnasium yang kokoh, yang di dalamnya dipenuhi para siswa tetapi di luarnya sesunyi monu-men, melewati stadion olahraga, yang disebut Kandang—seka-rang aku ingat Kandang itu merupakan misteri bagiku pada minggu-minggu pertamaku di Devon, dulu aku sempat mengira tempat itu adalah tempat para siswa menerima hukuman be-

Page 10: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

6

rat—dan aku mencapai lahan terbuka yang amat luas, yang di-kenal sebagai Lapangan Olahraga.

Devon tidak hanya mementingkan bidang akademik, tapi juga mementingkan olahraga, jadi lapangan olahraganya luas sekali dan tak hentinya dipergunakan, kecuali pada musim se-perti sekarang ini. Kini lapangan olahraga ini basah dan ko-song. Sekarang rasanya lapangan-lapangan ini merenggut rasa jemu dan hampaku dari segala arah: lapangan tenis yang ko-song di sebelah kiri, lapangan untuk bermain futbal dan sepak bola serta lacrosse di bagian tengah, hutan di sebelah kanan, dan di ujung seberang sana ada sungai kecil yang terdeteksi dari tempatku berdiri karena ada beberapa pohon gundul di sepan-jang tepiannya. Hari ini benar-benar mendung dan berkabut, jadi aku tidak bisa melihat sisi seberang sungai, di mana stadion kecil berdiri.

Aku mulai berjalan lambat-lambat melintasi lapangan dan sudah berjalan cukup jauh sebelum menaruh perhatian pada ta-nah yang lembek dan berlumpur, mengotori sepatuku yang bia-sa kupakai melangkah di kota. Tapi aku tidak berhenti berjalan. Di tengah lapangan ada kubangan air berlumpur yang mem-buatku harus berjalan mengitarinya, sepatuku yang kini penam-pilannya sudah tak lagi kukenali menciptakan suara kecipak sa-at kuangkat dari lumpur. Tanpa apa pun yang merintangi, hu-jan yang disertai angin menerpaku dengan telak; kalau terjadi di hari lain, aku pasti merasa seperti orang idiot, berjalan me-lintasi tanah berlumpur di tengah hujan, hanya demi melihat sebatang pohon.

Seiring langkahku mendekati tempat tujuanku itu, kabut tipis yang menggantung di atas sungai membuatku merasa se-

Page 11: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

7

makin terisolasi dari segala hal, kecuali dari sungai itu serta po-hon-pohon di tepiannya. Di sini angin bertiup lebih kencang, dan aku mulai merasa kedinginan. Aku tak pernah memakai to-pi dan lupa memakai sarung tangan. Ada beberapa pohon yang dengan muram menjangkau ke dalam kabut. Salah satunya pas-tilah yang ingin kulihat. Mustahil ada pohon lain di sini yang bentuknya seperti pohon yang kucari itu. Citra pohon itu sudah menyeruak dari ingatanku saat aku melihat satu-satunya pohon besar yang mencuat di tepian sungai, tampak mengancam se-perti artileri dan tinggi seperti pohon kacang. Tapi tetap saja, di hutan yang ditebari pepohonan ini, tak satu pohon pun yang penampilannya lebih unggul dari yang lain.

Aku berjalan melewati alang-alang yang basah kuyup dan mulai mengamati setiap pohon dengan teliti, dan akhirnya me-nemukan pohon yang kucari. Ada boncel-boncel yang menga-rah ke atas di sepanjang batangnya dan ada sebuah dahan yang terjulur ke atas sungai, dan satu dahan lain yang lebih ramping tumbuh tak jauh dari dahan itu. Ini dia pohonnya, dan sewaktu aku berdiri di dekat pohon itu, aku merasa citra pohon itu se-perti citra orang-orang yang kelihatannya bertubuh besar bagai raksasa sewaktu aku masih kecil, yang ketika bertemu lagi ber-tahun-tahun kemudian, ternyata tubuhnya bukan lebih kecil ka-rena tubuhku yang sudah makin besar seiring pertumbuhan, ta-pi memang benar-benar menjadi lebih kecil karena disusutkan oleh usia. Seolah sang sosok raksasa berubah menjadi kerdil se-lagi aku tidak memperhatikan.

Pohon itu tak berdaun bukan hanya akibat musim dingin. Pohon itu tampak rapuh, lapuk dan kering akibat termakan usia. Aku bersyukur, amat bersyukur karena telah melihat po-

Page 12: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

8

hon itu lagi. Perubahan tidak mempengaruhi realitas—sebagian besar tetap sama meski segalanya sudah berubah. Tak ada satu hal pun yang tetap sama persis seperti semula, termasuk pohon, cinta, bahkan kematian akibat tindak kekerasan.

Semua berubah. Aku berjalan kembali menuju kubangan lumpur. Tubuhku basah kuyup; sudah waktunya untuk kembali pada kenyataan. Pohon itu sangat besar, tinggi menjulang bagai menara baja hi-tam di tepi sungai. Aku pasti mencelakai diri sendiri kalau me-manjatnya. Tapi peduli amat. Hanya Phineas yang mengusul-kan ide gila untuk memanjat pohon itu.

Tentu saja Phineas sama sekali tidak takut memanjat po-hon itu. Dia tidak mungkin takut, atau mungkin tidak sudi me-ngakuinya. Phineas tidak pernah menunjukkan rasa takut.

“Yang paling menarik dari pohon ini,” katanya dengan ca-ra bicaranya yang khas, suara yang cocok jika ditemani dengan sorot mata yang menghipnotis, “gampang dipanjat!” dia mem-buka mata hijaunya lebih lebar dan menunjukkan tatapan ma-niaknya pada kami, tetapi seringai jahil di bibirnya yang lebar, yang membuat bibir atasnya terangkat sedikit, membuat kami sadar dia cuma bercanda.

“Jadi itu yang paling menarik?” kataku sinis. Aku sering menunjukkan sindiran sinis musim panas itu; itu musim pa-nasku yang penuh sindiran sinis, di tahun 1942.

“Eh-heh,” jawab Finny. Jawaban aneh pertanda setuju ala

New England ini—mungkin ejaannya yang benar adalah “aey-huh”—setahu Finny selalu membuatku tertawa, jadi aku pun

Page 13: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

9

tertawa. Tawa itu membuatku merasa kesinisan dan ketakut-anku berkurang.

Ada tiga anak lainnya yang sedang bersama kami—waktu itu Phineas selalu pergi berkelompok, dengan jumlah anak yang cukup untuk membentuk tim hockey—dan ketiga anak itu berdi-ri bersamaku, mengalihkan tatapan secara bergantian antara Phineas dan pohon itu. Batang pohon nyaris-hitam yang men-julang tinggi itu ditempeli pasak-pasak kayu kasar hingga ke dahan besar yang menjulur ke arah sungai. Dengan berdiri di dahan besar itu, siapa pun bisa melompat cukup jauh ke sungai untuk latihan menyelamatkan diri. Begitulah yang kami de-ngar. Paling tidak, sekelompok anak tujuh belas tahun bisa me-lakukannya. Tapi mereka setahun lebih tua dari kami. Tak se-orang Anak Kelas Tengah pun—julukan bagi angkatan kami di Devon School—yang pernah mencoba melompat ke sungai dari dahan pohon itu. Tentu saja, Finny yang pertama kali mencoba melompat dan membujuk kami untuk ikut mencobanya juga.

Kami bahkan belum sepenuhnya menyandang status Anak Kelas Tengah. Karena yang sedang kami jalani ini hanya prog-ram musim panas dari sekolah yang diadakan untuk memper-siapkan diri mengikuti perang. Kami sedang dalam masa per-alihan dari posisi Anak Kelas Junior ke posisi Anak Kelas Te-ngah yang lumayan dihormati. Kelas di atas kami, Kelas Senior, berada dalam posisi “giliran selanjutnya” untuk menjadi tenta-ra, mereka akan mendahului kami ikut berjuang dalam perang. Mereka diikutsertakan dalam program pendidikan akselerasi dan program pertolongan pertama serta latihan fisik, yang ke-giatannya termasuk melompat dari pohon ini. Saat itu kami se-dang membaca buku Virgil sambil bermalas-malasan, bermain

Page 14: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

10

kejar-kejaran di hilir sungai. Sampai akhirnya terpikirkan oleh Finny untuk memanjat pohon.

Kami berdiri menatap pohon itu, empat pasang mata me-natap dengan ngeri, satu pasang mata lagi menatap dengan pe-nuh semangat. “Ada yang mau duluan memanjat?” Finny me-lontarkan pertanyaan yang jawabannya sudah jelas. Kami ha-nya membalas tatapannya sambil membisu, lalu dia mulai me-nanggalkan pakaian sampai hanya celana dalamnya saja yang masih melekat di tubuhnya. Sebagai seorang atlet berbakat—bahkan dulu ketika masih menjadi Anak Kelas Junior, Phineas sudah jadi atlet terbaik di sekolah—tubuhnya tidak tinggi-be-sar. Tingginya sama denganku—173 cm (sebelum dia menjadi teman sekamarku, aku sudah tahu tinggiku 175 cm, tapi di de-pan umum, dia mengatakan dengan enteng dan percaya diri, “Tidak, tinggimu sama denganku, 173 cm. Kita termasuk pen-dek”). Berat tubuhnya 68 kg, 4 kg lebih berat ketimbang bobot tubuhku. Bobot yang membuat kaki, batang tubuh, bahu, le-ngan serta lehernya menjadi satu kesatuan yang kuat tak tergo-yahkan.

Dia mulai memanjat pasak-pasak kayu yang dipaku di sisi pohon, otot punggungnya bekerja seperti otot punggung ma-can kumbang. Pasak-pasak kayu itu terkesan tidak cukup kuat untuk menopang bobot tubuhnya. Tapi akhirnya dia sampai ju-ga ke dahan yang menjulur ke sungai. “Jadi, dari dahan ini ya mereka melompat?” Tak satu pun dari kami yang tahu pasti. “Kalau aku melompat dari dahan ini, kalian semua akan ikut lompat juga, kan?” Kami tidak menjawab pasti. “Jadi bagaima-na?” tuntutnya, “ini kontribusiku untuk upaya persiapan pe-

Page 15: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

11

rang!” Lalu dia melompat, terjun melewati beberapa dahan yang lebih rendah dan menghantam air.

“Hebat!” serunya, muncul ke permukaan dalam seketika, rambutnya yang basah menempel di dahinya. “Itu hal paling menyenangkan yang kulakukan minggu ini. Selanjutnya giliran siapa?”

Giliranku. Pohon itu membanjiriku dengan sensasi tanda bahaya sampai ke jemariku yang kesemutan. Kepalaku mulai te-rasa pening tak wajar, dan suara gemerisik samar dari hutan se-kitar kedengarannya seperti diredam. Aku pasti mulai memasu-ki tahap syok ringan. Dalam keadaan syok, aku menanggalkan pakaianku lalu mulai memanjat pasak-pasak kayu. Aku tidak ingat apakah aku sempat mengatakan sesuatu. Dahan tempat Finny melompat ternyata lebih kecil dan lebih tinggi daripada kalau dilihat dari bawah. Rasanya mustahil berjalan cukup jauh sampai ke ujung dahan yang menjulur ke atas sungai. Aku ha-rus melompat cukup jauh, kalau tidak, aku bisa-bisa jatuh ke tempat dangkal dekat tepian sungai. “Ayolah,” gerutu Finny dari bawah, “jangan terus berdiri sambil pamer di sana.” Dalam keteganganku itu, aku menyadari pemandangan kelihatan me-ngesankan dari atas sini. “Kalau kau ada di kapal militer yang terkena tembakan meriam dari pihak musuh,” teriaknya, “kau tidak mungkin cuma berdiri di sana sambil menikmati peman-dangan, kan? Ayo lompat!”

Apa-apaan aku ini? Bisa-bisanya aku membiarkan Finny membujukku untuk melakukan hal konyol seperti ini? Apa dia punya otoritas untuk mengendalikanku?

“Ayo lompat!”

Page 16: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

12

Sambil merasa bahwa aku menyia-nyiakan hidupku, aku melompat ke udara. Beberapa ujung ranting berkelebat dalam penglihatanku saat aku terjun, lalu aku tercebur ke dalam air. Kedua kakiku menghantam lumpur yang lembek di dasar su-ngai, dan dalam seketika aku muncul ke permukaan sungai dan diberi selamat. Rasa senangku ala kadarnya saja.

“Menurutku lompatanmu lebih baik daripada lompatan Finny,” kata Elwin Lepellier—yang lebih sering dipanggil Le-per—yang langsung memberi dukungan saat dia mendapat fi-rasat akan ada yang memperdebatkan siapa yang lebih baik.

“Oke, Sobat.” Finny bicara dengan nada suaranya hangat dan mendalam, yang seakan menggetarkan dadanya, “jangan mulai memberi dukungan sebelum kau sendiri lulus ujian. Po-hon itu menunggumu.”

Leper tutup mulut cukup lama. Dia tidak mendebat atau-pun menolak. Dia tidak mundur. Dia hanya bergeming. Tetapi dua anak lainnya, Chet Douglass dan Bobby Zane, buka suara, mengeluh dengan suara nyaring tentang peraturan sekolah, ba-haya kram perut dan cacat fisik yang baru kali ini mereka pedu-likan.

“Kau, Sobat,” akhirnya Finny berkata padaku, “hanya kau dan aku.” Kami berdua mulai berjalan pulang melintasi lapa-ngan, mendahului yang lain seperti dua orang pemenang.

Waktu itu, kami berdua adalah yang paling dekat. “Kau hebat,” kata Finny, bercanda, “setelah kupengaruhi

dulu supaya melompat.” “Orang lain bertindak bukan karena kau pengaruhi.”

Page 17: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

13

“Oh aku memang bisa mempengaruhi orang lain supaya bertindak. Aku punya pengaruh yang bagus untukmu. Kalau ti-dak begitu, kau biasanya mundur.”

“Aku tidak pernah mundur dari apa pun seumur hidupku!” seruku, kemarahanku atas tuduhannya lebih besar karena kata-katanya itu benar. “Dasar dungu!”

Phineas terus saja berjalan dengan tenang, atau tepatnya melenggang begitu saja, bergulir ke depan dengan sepatu kets putihnya dengan gerakan enteng yang rasanya kurang tepat bi-la digambarkan dengan kata “berjalan.”

Aku ikut saja di sampingnya, melintasi lapangan olahraga yang amat luas menuju gimnasium. Di bawah kaki kami, ham-paran rumput hijau yang subur dilapisi embun, dan di depan sa-na kami melihat kabut tipis kehijauan yang menggantung di atas rumput, diterpa sinar matahari senja. Untuk sekali ini, Phi-neas berhenti bicara, jadi aku bisa mendengar suara jangkrik dan suara pekik burung yang meramaikan senja, suara truk gimnasium yang melaju di jalanan sepanjang 400 meter yang biasanya dipergunakan untuk berolahraga, suara ledak tawa te-redam yang samar-samar terbawa ke arah kami dari pintu be-lakang gimnasium yang terbuka, dan yang menyaingi semua suara itu, suara dentang lonceng pukul 18:00 yang dingin dan matriarkal dari kubah Gedung Akademi, suara lonceng yang paling damai, paling berpengaruh di sepenjuru dunia, berbuda-ya, menentramkan, tak terkalahkan, dan menentukan.

Dentang lonceng itu melayang melalui puncak-puncak pohon elm, atap-atap miring yang lebar dan cerobong asap ge-dung-gedung asrama yang kokoh, atap rumah-rumah tua yang sempit dan sudah rapuh, menuju langit New Hampshire yang

Page 18: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

14

membentang, memanggil kami untuk segera meninggalkan su-ngai. “Kita harus cepat supaya tidak terlambat makan malam,” kataku, mulai melangkah lebar dan cepat, yang biasa Finny se-but “langkah ala West Point.” Phineas tidak sungguhan mencap jelek West Point, dan tidak sungguh-sungguh membenci otori-tas; dia hanya memandang otoritas sebagai bentuk kejahatan penentang kesenangan melalui reaksi yang ditimbulkannya, ibarat papan yang mengembalikan semua hinaan yang dia lon-tarkan. Dia tidak bisa mentolerir “langkah ala West Point”ku; kaki kanannya menghadang langkah tergesaku dan membuatku terjungkal menghantam rumput. “Angkat bobot 68 kilo-mu da-riku!” teriakku saat dia menduduki punggungku. Phineas meng-angkat tubuhnya, menepuk kepalaku dengan jahil, lalu berjalan melintasi lapangan tanpa repot-repot melirik untuk menganti-sipasi serangan balasan dariku. Dia mengandalkan telinganya yang memiliki kemampuan ekstrasensor serta kemampuannya dalam merasakan melalui udara ketika ada orang yang datang dari belakang. Ketika aku menerjang, dia menghindar ke sam-ping dengan mudah, tapi aku berhasil menendangnya saat me-lewatinya. Dia menangkap kakiku dan selanjutnya ada pergu-latan singkat di atas rumput yang dia menangkan. “Kita harus cepat-cepat,” katanya, “kalau tidak, bisa-bisa kau ditempatkan di pos penjaga.” Kami berjalan lagi, lebih cepat; Bobby dan Leper dan Chet mendesak kami, “demi Tuhan, cepatlah” dari depan, tapi kemudian Finny menjeratku dalam jeratan yang paling kuat, dan tidak disangka-sangka aku jadi mengikuti permainan-nya. Sewaktu kami bergegas, aku tiba-tiba saja jadi membenci lonceng, membenci langkah ala West Point-ku, membenci ke-tergesaan dan kepatuhan. Finny benar. Dan hanya ada satu cara

Page 19: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

15

untuk menunjukkan apa yang ada dalam benakku padanya. Aku menyenggol pinggulnya dengan pinggulku, membuatnya kaget dan jatuh, tetapi jelas-jelas bangga. Inilah sebabnya dia begitu menyukaiku. Saat aku melompat ke atas tubuhnya, dengan ke-dua lututku di dadanya, dia benar-benar senang. Kami bergu-mul dengan seimbang selama sesaat, lalu saat kami yakin kami sudah terlambat untuk makan malam, kami berhenti bermain-main.

Kami berdua berjalan melewati gimnasium dan sekelom-pok pertama gedung asrama yang gelap dan sepi. Hanya ada dua ratus siswa di Devon pada musim panas, jumlah yang ke-lewat sedikit untuk meramaikan sepenjuru sekolah. Kami ber-jalan melewati rumah kepala sekolah yang luas—rumah itu ko-song, sang kepala sekolah sedang ada urusan dengan pemerin-tah di Washington; melewati Kapel—yang juga kosong, Kapel itu biasanya hanya dipergunakan sebentar di pagi hari; melewa-ti Gedung Akademi Utama—dari sekian banyak jendela di ge-dung itu, hanya sejumlah kecil jendela yang memancarkan ca-haya temaram, menunjukkan kehadiran para guru yang sedang bekerja di ruang-ruang kelas di dalam gedung itu; menuruni le-reng pendek ke Far Common yang luas yang dibatasi bangun-an, cahaya dari bangunan-bangunan bergaya Georgia di sekitar jatuh menerpa halaman itu. Selusin anak lelaki bermalas-malas-an di rumput setelah makan malam, dan suara-suara dari dapur yang berlokasi di salah satu sayap gedung menemani suara ce-lotehan mereka. Langit semakin gelap, membuat cahaya lampu dari gedung-gedung asrama dan rumah-rumah tua tampak se-makin terang; piringan hitam yang diputar kencang-kencang di

kejauhan mengalunkan lagu Don’t Sit Under the Apple Tree,

Page 20: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

16

alunan lagu itu lalu berhenti dan digantikan dengan alunan la-gu They’re Either Too Young or Too Old, lalu dilanjutkan dengan

lagu The Warsaw Concerto yang terkesan lebih ambisius, lalu di-

sambung dengan lagu The Nutcracker Suite yang nadanya lebih lembut, dan setelah itu alunan lagu-lagu pun berhenti.

Finny dan aku masuk ke kamar kami. Di bawah cahaya lampu kuning, kami membaca tugas kami yang berjudul Hardy; aku sudah separuh jalan membaca Tess of the D'Urbervilles, Fin-

ny lagi-lagi terkesan sewaktu membaca Far from the Madding Crowd, dia geli sendiri mendapati ada tokoh yang dinamai Gab-riel Oak dan Batsyeba Everdene. Radio ilegal kami—yang di-nyalakan dengan suara kelewat pelan sampai-sampai sulit di-ikuti—menyiarkan berita. Desir angin awal musim panas ber-tiup di luar; para senior, yang diizinkan berada di luar sampai lebih larut daripada kami, memasuki asrama tanpa suara saat

lonceng berdentang sepuluh kali. Mereka melenggang melewa-ti pintu kamar kami menuju kamar mandi, dan selama sesaat terdengar suara percikan air yang terus mengucur dari pancur-an di kamar mandi. Kemudian lampu mulai dimatikan di sepen-juru sekolah. Kami menanggalkan pakaian, aku mengenakan pi-yama, tapi Phineas, yang sempat mendengar bahwa pasukan militer biasanya tidak memakai piyama, tidak mengenakan pi-yamanya; ada keheningan yang kami pahami sebagai waktunya anak-anak membaca doa, dan dengan berakhirnya waktu mem-baca doa, satu hari lagi di sekolah pun berakhir pada musim pa-nas itu.

Page 21: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

17

2

BSENSI kami pada jam makan malam tidak luput dari perhatian guru. Keesokan paginya—pagi yang cerah pada musim panas di wilayah utara—Mr. Prud’homme

berhenti di depan pintu kamar kami. Dia memiliki bahu yang lebar, memasang raut wajah serius, dan mengenakan jas abu-abu. Dia tidak memiliki raut wajah acuh tak acuh yang nyaris menyerupai raut wajah orang Inggris seperti hampir semua gu-ru di Devon karena dia adalah guru pengganti yang bertugas sepanjang musim panas. Dia menaruh perhatian pada pelangga-ran peraturan, salah satunya: tidak hadir pada saat makan ma-lam.

Finny menjelaskan: kemarin kami berenang di sungai, se-telah itu kami bermain gulat, lalu ada matahari terbenam yang menarik untuk diamati, dan ada beberapa orang teman yang ha-rus kami temui—Finny terus mengoceh, suaranya naik-turun penuh semangat, matanya sesekali membelalak, menunjukkan bola mata hijaunya yang berbinar ke seberang ruangan. Sambil berdiri di atas bayang-bayang, dilatarbelakangi jendela yang te-rang benderang, Finny bermandikan cahaya matahari yang me-nyehatkan. Tampak jelas Mr. Prud’homme kehilangan sikap te-

A

Page 22: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

18

gasnya saat menatap dan mendengarkan penjelasan panjang Fi-nny yang mengalir dengan lancar.

“Kalau kau tidak absen makan malam sampai sembilan ka-li dalam dua minggu terakhir ini...” Mr. Prud’homme menyela.

Tapi Finny mencoba peruntungannya dalam membela di-ri. Bukan karena dia ingin diampuni karena tidak makan—sama sekali bukan itu tujuannya, dia malah akan menikmati hukuman kalau hukuman itu dilaksanakan dengan cara baru yang belum dia ketahui metodenya. Dia membela diri karena melihat Mr. Prud’homme, yang kekakuannya berhasil dipatahkan, tampak terkesan. Sang guru melepaskan sikap resminya sejenak, dan kalau memang memungkinkan—kalau Phineas terus mencoba peruntungannya lebih jauh lagi—mungkin saja akan ada daya tarik yang mengantarkan ikatan pertemanan di antara mereka, dan daya tarik semacam itulah yang menjadi semangat hidup Finny.

“Alasan sebenarnya, Pak, kemarin kami latihan melompat dari pohon itu. Anda tahu pohon itu...” Aku tahu, Mr. Prud’ homme pasti tahu, dan Finny pun tahu bahwa melompat dari pohon itu merupakan pelanggaran peraturan yang lebih berat ketimbang melewatkan makan malam, kalau saja dia berhenti bicara sejenak untuk berpikir. “Kami harus melakukannya, me-mang begitulah keadaannya,” lanjut Finny, “karena kami semua harus siap-siap menghadapi perang. Bagaimana kalau batas usia termuda untuk ikut perang dimajukan menjadi tujuh belas ta-hun? Gene dan aku akan berusia tujuh belas akhir musim panas nanti, itu waktu yang benar-benar pas karena sekolah baru me-masuki tahun ajaran baru dan sudah jelas kelas apa yang harus diikuti. Leper Lepellier sudah tujuh belas tahun, dan kalau aku

Page 23: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

19

tidak salah, dia akan ikut wajib militer sebelum tahun ajaran ini berakhir, jadi pastinya dia akan lebih dulu mengikuti kelas pela-tihan khusus. Kalau Anda paham maksudku, seharusnya seka-rang ini Leper sudah menjadi Anak Senior, jadi dia akan lulus duluan dan ikut wajib militer. Tapi posisi Gene dan aku masih aman-aman saja. Kami tak ditanyai apa-apa tentang upaya un-tuk menyesuaikan diri dengan keadaan genting yang sedang berlangsung dan wajib militer yang akan kami ikuti. Kami ha-nya ditanyai seputar ulang tahun kami. Apa Anda ingin dengar pertanyaan seputar ulang tahun yang lebih spesifik dan meli-hatnya dari sudut pandang seksual? Tapi aku sendiri tidak per-nah repot-repot melihatnya dari sudut pandang seksual. Sebe-narnya yang ingin tahu itu orang tuaku, padahal aku sendiri ti-dak pernah ingin memikirkan kehidupan seksual mereka.” Sega-la hal yang Finny katakan itu memang apa adanya. Dia selalu mengatakan segala hal yang kebetulan sedang terpikirkan oleh-nya, dan biasanya dia heran sendiri kalau sikap terus terangnya itu membuat orang lain tercengang.

Mr. Prud’homme mengembuskan napas yang disertai ta-wa kagum, memandangi Finny selama sesaat, masalah teratasi.

Beginilah cara para guru menyikapi kami sepanjang mu-sim panas. Mereka sepertinya mengubah sikap suka menegur dan sulit didekati yang biasanya mereka tunjukkan. Sepanjang musim dingin, hampir semua guru memandang perilaku siswa yang di luar dugaan dengan penuh curiga, seolah apa pun yang dikatakan atau dilakukan oleh siswa berpotensi melanggar per-aturan. Tapi sekarang, pada hari-hari di bulan Juni yang cerah di New Hampshire, para guru menjadi terbuka. Mereka kelihat-annya percaya bahwa selama separuh hari kami, para siswa, se-

Page 24: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

20

jalan dengan mereka; dan bahwa kami hanya menghabiskan separuh hari sisanya untuk mencoba mengelabui mereka. Kami mendeteksi toleransi beruntun dari para guru. Menurut Finny, para guru mulai menunjukkan tanda-tanda kematangan yang patut dipuji.

Situasi berubah menjadi seperti ini sedikitnya berkat aksi Finny. Baru kali ini staf pengajar Devon memiliki siswa yang sama sekali tidak tahu tentang peraturan yang berlaku tapi ber-upaya menjadi siswa yang baik, siswa yang terkesan sangat mencintai sekolah ini terutama saat melanggar peraturan-per-aturannya, siswa yang patut dicontoh yang kelihatannya tidak keberatan sewaktu disetrap di pojok ruangan. Para guru angkat tangan atas sikap Phineas, dan akhirnya mengendurkan ceng-keramannya pada semua siswa.

Tetapi ada alasan lain juga. Menurutku, kami yang masih enam belas tahun ini membuat para guru ingat keadaan damai itu seperti apa. Dulu kami mendaftarkan diri di sekolah ini tan-pa didampingi panitia pengurus wajib militer. Kami tidak men-jalani pemeriksaan fisik. Tidak ada yang memeriksa apakah ka-mi menderita hernia atau buta warna. Kelainan tempurung lu-tut dan pecah gendang telinga pun dikategorikan sebagai ke-luhan ringan dan belum cacat. Kategorisasi itu yang akan mem-bedakan nasib sebagian anak dengan yang lain. Kami ceroboh dan nakal, dan menurutku, kami bisa dianggap sebagai penerus bangsa yang sedang diperjuangkan oleh perang supaya tetap lestari. Tapi bagaimanapun, para guru lebih memanjakan kami ketimbang waktu lain. Mereka cukup keras pada para senior, memandu dan membentuk karakter serta melatih para senior untuk terjun langsung dalam perang. Tapi mereka menyikapi

Page 25: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

21

perilaku kami dengan penuh sabar. Kami membuat mereka ter-ingat seperti apa kedamaian itu, membuat mereka ingat seperti apa kehidupan yang tidak terikat dengan kehancuran.

Phineas adalah esensi dari kedamaian yang tak terkekang. Tapi bukan berarti dia tak peduli tentang perang. Setelah Mr. Prud’homme pergi, dia mulai berpakaian, atau lebih tepatnya: meraih pakaian apa pun yang terdekat. Sebagian adalah milik-ku. Lalu dia berhenti untuk menimbang-nimbang, dan berjalan ke lemari. Dia mengambil kemeja yang terbuat dari kain tenun halus—yang potongannya rapi dan warnanya merah jambu—dari salah satu laci.

“Apa itu?” “Kain tenun,” gumamnya. “Aku serius. Baju apa itu?” “Ini,” jawabnya dengan bangga, “akan jadi simbolku. Ibu-

ku mengirimnya minggu lalu. Apa kau pernah lihat baju sema-cam ini, dan warna seperti ini? Kancingnya bahkan tidak sam-pai bawah. Harus dipakai lewat kepala, seperti ini.”

“Lewat kepala? Merah jambu! Kau jadi seperti peri!” “Benarkah?” dia bicara dengan nada seperti melamun ka-

lau sedang memikirkan sesuatu yang lebih menarik ketimbang yang orang lain katakan. Tapi benaknya selalu merekam kata-kata yang didengarnya lalu memutar ulang kata-kata itu pada saat yang tepat. Jadi sewaktu dia mengancingkan kerah yang tinggi di depan cermin, dia mengatakan dengan enteng, “Aku ingin tahu apa yang akan terjadi kalau aku tampak seperti peri bagi semua orang.”

“Dasar gila.”

Page 26: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

22

“Kalau orang-orang yang ingin meminangku mencari-ca-riku, kau bisa beritahu mereka, aku memakai baju ini sebagai simbol.” Lalu dia berbalik untuk membiarkanku mengagumi ba-ju itu. “Aku baca di koran, Angkatan Udara pihak kita menja-tuhkan bom di Eropa Tengah untuk pertama kalinya tempo ha-ri.” Hanya orang yang mengenal Phineas sebaik aku menge-nalnya yang tahu bahwa dia belum mengubah topik pembicara-an. Aku menunggu dengan tenang, menantikan Finny mencip-takan keterkaitan fantastis antara berita pemboman ini dengan kemejanya. “Jadi, kita harus melakukan sesuatu untuk meraya-kan. Kita kan tidak punya bendera, jadi tidak bisa mengibarkan bendera Old Glory dengan bangga ke luar jendela. Jadi aku me-makai baju ini sebagai simbol.”

Dia benar-benar memakai baju itu. Tak seorang pun di se-kolah yang bisa melakukan hal serupa tanpa adanya risiko baju disobek dari belakang. Saat guru program musim panas yang paling galak—Mr. Patch-Withers yang sudah tua—mengham-pirinya seusai kelas sejarah dan mempertanyakan bajunya, kuli-hat wajah Mr. Patch-Withers yang kemerahan tampak lebih merah karena takjub ketika Finny dengan sopan menjelaskan alasannya memakai kemeja itu.

Sikapnya seperti memancarkan daya tarik yang menghip-notis. Aku mulai menyadari Phineas bisa meloloskan diri dari apa pun. Mau tak mau aku merasa agak iri padanya, itu reaksi normal. Tidak ada salahnya merasa sedikit iri pada orang lain, meskipun orang itu adalah sahabat sendiri.

Sorenya, Mr. Patch-Withers yang sedang menggantikan posisi Kepala Sekolah musim panas itu, mengundang Anak Ke-las Tengah untuk minum teh bersama. Acara minum teh itu

Page 27: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

23

diadakan di rumah Kepala Sekolah, dan istri Mr. Patch-Withers tampak ngeri setiap kali mendengar suara denting cangkir. Ka-mi duduk di beranda berjendela yang digabungkan dengan ru-mah kaca yang luas dan lembap serta tak diisi banyak tanaman. Tanaman-tanaman di sana memiliki tangkai besar yang tidak berbunga, tapi ditumbuhi daun-daun besar yang tampak biadab. Ada rotan cokelat yang mencuat dari kursi anyaman yang kami duduki, membuat tiga anak berdiri dengan tegang sambil me-megangi cangkir masing-masing, terjebak di antara anyaman dan dedaunan sambil berusaha keras menjaga agar kata-kata kami tidak terdengar konyol bagi empat orang guru beserta istri mereka masing-masing seperti mereka terdengar konyol bagi kami.

Phineas telah membasahi dan menyisir rambutnya untuk acara minum teh ini. Rambutnya jadi kelihatan klimis, berten-tangan dengan raut wajah heran bercampur polos yang dia pa-sang di wajahnya. Telinganya—baru kali ini kusadari—beruku-ran kecil dan jaraknya dekat dengan kepalanya. Dikombinasi-kan dengan rambut yang menempel rata di kepalanya, semua cirinya itu membuat bentuk hidung dan tulang pipinya yang tajam tampak semakin menonjol.

Finny mengobrol dengan luwes, membahas pemboman Eropa Tengah. Yang lain tidak mengikuti berita itu. Diskusi-nya pun jadi berjalan satu arah karena Phineas tidak ingat ne-gara mana tepatnya yang dibom, atau apakah Angkatan Udara Amerika atau Inggris atau bahkan Rusia yang telah menjatuh-kan bom di negara itu, dia juga tidak ingat hari apa dia mem-baca berita itu serta koran apa yang dibacanya.

Page 28: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

24

Tapi itu tidak penting. Yang penting adalah peristiwanya. Tapi setelah beberapa saat, Finny akhirnya merasa diskusi ini perlu asupan opini dari yang lain. “Menurutku kita harus me-nyerang mereka habis-habisan, asalkan tidak melukai wanita atau anak-anak atau lansia, bagaimana menurut Anda?” katanya pada Mrs. Patch-Withers, yang duduk dengan gugup di balik guci. “Atau rumah sakit,” lanjut Finny. “Dan tentu saja sekolah atau gereja juga jangan sampai kena.”

“Karya seni juga perlu dijaga,” timpal Mrs. Patch-Wi-thers, “kalau memiliki nilai untuk melestarikan budaya.”

“Yang benar saja,” gerutu Mr. Patch-Withers, wajahnya memerah. “Mana mungkin Angkatan Udara bisa sejeli itu se-waktu menjatuhkan bom yang beratnya bisa berton-ton dari ketinggian ribuan kaki di udara! Lihat saja apa yang dilakukan Jerman pada Amsterdam! Lihat apa yang mereka lakukan pada Conventry!”

“Orang Jerman bukan orang Eropa Tengah, Sayang,” kata istrinya dengan sangat lembut.

Mr. Patch-Withers tidak suka disela. Tetapi kelihatannya dia tidak mempersoalkan kalau yang menyela itu istrinya. Sete-lah mengambil jeda untuk menahan kesal, Mr. Patch-Withers berkomentar dengan sebal, “Toh tidak ada ‘karya seni bernilai’ di Eropa Tengah.”

Finny menikmati situasi ini. Dia membuka kancing jaket

seersucker-nya, seolah tubuhnya membutuhkan kebebasan yang lebih besar untuk diskusi ini. Pandangan mata Mrs. Patch-Wi-thers tanpa sengaja tertumbuk pada ikat pinggangnya. Dengan ragu-ragu, Mrs. Patch-Withers mengatakan, “Bukankah itu...” Suaminya melihat yang dia maksud; aku panik. Sewaktu terge-

Page 29: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

25

sa-gesa tadi pagi, Finny tidak disangka-sangka memakai dasi sebagai ikat pinggang. Dan pagi ini, dasi yang paling dekat un-tuk diraihnya adalah dasi Devon School.

Kali ini dia tidak mungkin lolos dari masalah dengan mu-dah. Bisa kurasakan aku mulai penuh antisipasi menantikan apa yang akan terjadi. Wajah Mr. Patch-Withers semakin merah, dan istrinya menundukkan kepala seakan di hadapannya ada se-seorang yang akan dihukum mati dengan alat pemenggal kepa-la. Bahkan wajah Finny pun sedikit merona, kecuali kalau rona di wajahnya itu akibat pancaran warna merah jambu dari keme-janya. Tapi raut wajahnya tenang, dan dengan suaranya yang dalam dia mengatakan, “Seperti yang Anda lihat, aku memakai dasi ini karena serasi dengan kemejanya, dan keduanya saling berkaitan—aku tak bermaksud bersikap konyol, menurutku ini sama sekali tidak lucu, terutama sewaktu sedang bersama kala-ngan terpelajar, benar begitu, bukan?—cara berpakaianku ini ada kaitannya dengan bahasan kita, pemboman Eropa Tengah, sebab kalau dilihat dengan lebih cermat, ada keterkaitan antara sekolah dengan segala hal yang terjadi dalam perang, semua pi-hak di dunia memiliki keterkaitan dengan perang yang sedang berlangsung. Menurutku Devon harus dilibatkan. Aku tidak ta-hu apakah Anda juga punya pandangan yang sama denganku.”

Raut wajah Mr. Patch-Withers berubah dan rona wajah-nya juga berubah, dan sekarang masalah teratasi dengan pen-jelasan yang tak disangka-sangka. “Aku belum pernah mende-ngar penjelasan yang sangat tidak logis seperti itu seumur hi-dupku!” meskipun begitu Mr. Patch-Withers kedengarannya ti-dak benar-benar marah. “Itu bentuk apresiasi paling aneh yang muncul dari sekolah ini dalam seratus enam puluh tahun terak-

Page 30: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

26

hir.” Kelihatannya ada rasa bangga atau geli di suatu tempat dalam benaknya. Bahkan kali ini pun Phineas akan lolos dari masalah.

Mata Phineas terbuka lebih lebar, sorot matanya berbinar dan suaranya terus melaju ke tingkat yang lebih meyakinkan, “Tapi harus kuakui, aku tidak memikirkan masalah itu sewaktu memakai dasi ini tadi pagi.” Phineas tersenyum ramah setelah memasok informasi tambahan yang menarik ini. Mr. Patch-Wi-thers tertegun mendengarnya, jadi Finny menambahkan, “Aku lega memakai sesuatu sebagai ikat pinggang! Sudah jelas aku pasti malu sekali kalau celana panjangku melorot di acara mi-num teh Kepala Sekolah. Kepala Sekolah memang tidak hadir. Tapi tentunya sama memalukannya kalau itu terjadi di hadapan Anda dan Mrs. Patch-Withers,” dan dia tersenyum sopan pada Mrs. Patch-Withers.

Tawa Mr. Patch-Withers mengagetkan kami semua, ter-masuk dirinya sendiri. Wajahnya, yang corak warnanya sering kami beri label, kini mencapai label yang baru. Phineas benar-benar senang; Mr. Patch-Withers yang biasanya keras dan ber-muka masam akhirnya tertawa, dan dirinyalah yang berhasil membuat Mr. Patch-Withers tertawa! Senyuman spontan khas seseorang yang telah meraih kesuksesan merekah di wajah Fi-nny.

Dia selalu lolos dari masalah. Tiba-tiba saja aku merasa-kan tikaman rasa kecewa. Itu pasti karena aku ingin melihat hal yang lebih menegangkan; pasti cuma karena itu, kan?

Kami meninggalkan pesta teh, kami berdua lega. Aku ter-tawa bersama Finny, sahabatku yang unik, yang bisa melolos-kan diri dari segala masalah. Aku yakin dia bisa meloloskan diri

Page 31: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

27

dari masalah apa pun bukan karena dia lihai membuat strategi, tapi karena dia luar biasa. Terus terang, aku sendiri bangga ka-rena ada orang luar biasa yang memilihku menjadi sahabatnya.

Meskipun keadaan sudah cukup memuaskan atau sempur-na, Finny tidak pernah berhenti bertindak. “Ayo kita lompat ke sungai,” gumamnya sewaktu kami keluar dari beranda. Dia me-maksaku mengikuti keinginannya dengan bersandar padaku, mengubah arah tujuanku saat kami berjalan bersama-sama; se-perti mobil polisi yang memaksaku menepi, dia mengarahkan-ku, membuatku terpaksa berjalan melalui gimnasium menuju sungai. “Kita perlu menjernihkan pikiran setelah pesta teh itu,” katanya, “menjernihkan pikiran dari segala obrolan berat itu!”

“Ya. Pesta itu memang membosankan. Omong-omong, ta-di siapa ya yang paling banyak bicara?”

Finny berpikir keras. “Mr. Patch-Withers yang agak ber-api-api, istrinya, dan...”

“Ya. Dan?” Dia menatapku sambil memasang raut wajah pura-pura

kaget, “Kau tidak bermaksud mengatakan aku terlalu banyak bi-cara, kan?!”

Aku memperagakan ekspresi wajah ternganga sambil pu-ra-pura kaget khas Finny dengan semangat, “Kau? Terlalu ba-nyak bicara? Bisa-bisanya kau menudingku menuduhmu begi-tu?!” seperti yang sudah kubilang, ini musim panasku yang penuh sindiran. Lama setelah masa itu berlalu, aku baru sadar bahwa sindiran adalah bentuk protes orang-orang yang lemah.

Kami berjalan bersama di sore hari yang cerah menuju su-ngai. “Aku tak sepenuhnya percaya Angkatan Udara kita men-jatuhkan bom di Eropa Tengah. Menurutmu bagaimana?” kata

Page 32: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

28

Finny serius. Gedung-gedung asrama yang kami lewati ber-ukuran besar dan tak mudah dikenali di balik lapisan tebal ta-naman rambat, dedaunan besar yang tampak tua yang membuat orang-orang mengira dedaunan itu terus melekat di sana se-panjang musim dingin dan musim panas, terkesan seperti ta-man gantung permanen di New Hampshire. Di antara bangun-an, pohon-pohon elm berdiri melengkung begitu tinggi, mem-buat orang yang melewatinya berhenti sebentar untuk melihat seberapa tingginya pohon-pohon itu dengan mengamati puncak batang pohon serta naungan dedaunannya yang terendah dan tertinggi, cabang-cabang yang memiliki ranting-ranting, dunia penuh cabang dengan dedaunan yang tak terhingga jumlahnya. Cabang-cabang dan dedaunan itu juga tampak permanen dan tak pernah berubah, dunia yang tak tersentuh dan tak terjang-kau jauh di atas sana, seperti menara yang sarat ornamen dan seperti puncak menara gereja yang besar, terlalu tinggi untuk bisa dinikmati, terlalu tinggi untuk apa pun, besar namun ter-pencil dan tidak pernah ada gunanya. “Aku juga tidak percaya,” jawabku.

Empat anak yang berjalan jauh di depan kami terlihat se-perti bendera putih di lapangan olahraga hijau yang tak ber-ujung, sedang melintasi lapangan menuju lapangan tenis. Di se-belah kanan mereka, ruang gimnasium bergeming di balik tem-bok abu-abunya, jendela-jendelanya yang tinggi dan lebar de-ngan sisi atas berbentuk busur memantulkan sinar matahari. Area hutan Devon School berawal setelah melewati gimnasium dan lapangan. Dalam imajinasiku, hutan itu mengarah ke hutan wilayah utara yang lebat. Aku berasumsi bahwa dari hutan De-von, pepohonan tumbuh tak terputus dan terus meluas sampai

Page 33: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

29

ke wilayah yang sangat jauh di utara dan belum pernah dilihat ujungnya oleh siapa pun, suatu tempat yang jauh hingga men-capai ujung Kanada yang tak terorganisir. Kami seolah bermain di tepian hutan belantara terakhir dan terbesar yang masih ter-pelihara. Aku tidak pernah tahu pasti apakah kenyataannya me-mang benar begitu.

Bom di Eropa Tengah sama sekali terkesan tidak nyata bagi kami di sini, bukan karena kami tak bisa membayangkan-nya—foto-foto di koran dan warta berita memberi kami gam-baran yang cukup akurat tentang lokasi pemboman—tapi kare-na tempat kami di sini terlalu damai bagi kami untuk percaya bahwa hal-hal semacam itu betul-betul nyata. Aku senang de-ngan fakta bahwa kami menghabiskan musim panas dengan bersenang-senang sendiri. Hanya sekelompok kecil orang di dunia yang bisa bersenang-senang di musim panas tahun 1942, dan aku senang kami termasuk sekelompok orang yang berun-tung itu.

“Orang pertama yang mengatakan hal yang negatif bakal dihajar,” ujar Finny sambil termenung begitu kami tiba di su-ngai.

“Oke.” “Apa kau masih takut lompat dari pohon?” “Ada sesuatu yang negatif dalam pertanyaan itu, bukan?” “Dalam pertanyaan itu? Tentu saja tidak. Tergantung ba-

gaimana kau menjawabnya.” “Takut melompat dari pohon itu? Menurutku melompat

dari pohon itu pasti sangat menyenangkan.”

Page 34: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

30

Setelah kami berenang di sungai cukup lama, Finny me-ngatakan, “Bagaimana kalau kau hibur aku dengan lompat du-luan dari pohon itu?”

“Dengan senang hati.” Dengan kaku, aku mulai memanjat melalui pasak-pasak

kayu, lumayan tenang dengan kehadiran Finny tepat di bela-kangku. “Kita melompat bersama-sama untuk mempererat per-sahabatan kita,” katanya. “Kita akan membentuk Kelompok Pe-nantang Maut, salah satu syarat untuk jadi anggotanya adalah melompat dari pohon ini.”

“Kelompok Penantang Maut,” kataku kaku. “Kelompok Penantang Maut Program Musim Panas.”

“Bagus! Kelompok Super Penantang Maut Program Mu-sim Panas! Bagaimana kalau begitu?”

“Itu bagus, boleh juga.” Kami berdiri di atas dahan, aku agak lebih jauh di depan

Finny. Aku berbalik untuk mengatakan sesuatu, ingin berko-mentar untuk mengulur waktu, untuk menunda meskipun ha-nya beberapa detik, dan kemudian aku menyadari aku jadi ke-hilangan keseimbangan gara-gara memutar tubuh. Selama sesa-at aku diselimuti kepanikan, dan kemudian tangan Finny teru-lur dan menangkap lenganku, dan dengan kembalinya keseim-banganku, kepanikanku pun sirna. Aku kembali berbalik meng-hadap sungai, maju beberapa langkah lagi hingga ujung dahan, melompat jauh dan jatuh ke air yang dalam. Finny juga me-lompat dengan mantap, dan dengan begitu Kelompok Super Penantang Maut Program Musim Panas pun resmi berdiri.

Setelah makan malam, ketika aku sedang berjalan sendi-rian ke perpustakaan, keadaan penuh bahaya yang tadi sore ku-

Page 35: JOHN KNOWLES - My Shelter€¦ · Suatu hari nanti sang Dekan bisa-bisa tinggal di rumah yang sekelilingnya terdiri dari kaca, se-perti sangkar burung kedidi. Segala hal di Devon

31

alami di dahan mengguncangku lagi. Kalau Finny tidak muncul tepat di belakangku... kalau dia tidak di sana... aku bisa saja ja-tuh ke tepi sungai dan membuat tulang punggungku patah! Ka-lau aku jatuh dengan posisi yang salah, nyawaku bisa saja me-layang. Finny telah menyelamatkan hidupku.

Terima kasih. Anda telah membaca contoh buku Grantika Publishing. Buku ini tersedia di www.wayang.co.id,

dan www.getscoop.com