iv. hasil dan pembahasan 4.1. hasil - repository.ipb.ac.id · dari nilai indeks keanekaragaman dari...

25
35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penelitian Tahap I 4.1.1.1. Percobaan 1: 4.1.1.1.a . Komposisi Perifiton Selama penelitian ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae (9 genus), Chlorophyceae (28 genus), dan Cyanophyceae (6 genus) yang terdistribusi pada setiap level kedalaman. Kelas Clorophyceae merupakan kelas dengan jumlah genus terbanyak yang ditemukan yaitu 28 genus atau 65% dari seluruh genus yang ada. Namun demikian banyaknya genus Chlophyceae yang ditemukan ternyata tidak diikuti oleh kelimpahan individunya. Kelimpahan terbesar ditempati oleh kelas Bacillariophyceae (Gambar 7) Gambar 7. Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas Genus dari kelas Bacillariophyceae yang terbanyak ditemukan adalah Navicula dan Synedra. Sementara itu, pada kelas Cyanophyceae genus yang dominan adalah Oscillatoria dan Merismopedia. Pada kelas Chlorophyceae distribusi genusnya hampir merata di semua level kedalaman.

Upload: lamtram

Post on 10-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 4.1.1. Penelitian Tahap I

4.1.1.1. Percobaan 1:

4.1.1.1.a . Komposisi Perifiton

Selama penelitian ditemukan tiga kelas perifiton yaitu Bacillariophyceae

(9 genus), Chlorophyceae (28 genus), dan Cyanophyceae (6 genus) yang

terdistribusi pada setiap level kedalaman. Kelas Clorophyceae merupakan kelas

dengan jumlah genus terbanyak yang ditemukan yaitu 28 genus atau 65% dari

seluruh genus yang ada. Namun demikian banyaknya genus Chlophyceae yang

ditemukan ternyata tidak diikuti oleh kelimpahan individunya. Kelimpahan

terbesar ditempati oleh kelas Bacillariophyceae (Gambar 7)

Gambar 7. Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas

Genus dari kelas Bacillariophyceae yang terbanyak ditemukan adalah

Navicula dan Synedra. Sementara itu, pada kelas Cyanophyceae genus yang

dominan adalah Oscillatoria dan Merismopedia. Pada kelas Chlorophyceae

distribusi genusnya hampir merata di semua level kedalaman.

36

Gambar 8. Perifiton yang Ditemukan di Tiap Kedalaman Substrat

Cymbella (Data Primer)

Cosmarium

(http://en.wikipedia.org/wiki/Periphyton ) Navicula

(Data Primer)

Synedra

(Data Primer)

Oscillatoria

(http://en.wikipedia.org/wiki/Periphyton ) Merismopedia (Data Primer)

Nitzschia

(www.plank-about.blog.fs.com)

37

4.1.1.1.b. Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton

Nilai keanekaragaman perifiton pada berbagai kedalaman dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata–rata Indeks Keanekaragaman dan Dominansi perifiton

Perlakuan Indeks Keanekaragaman Indeks Dominansi

A (1m) 0.75 + 0.073 0.26 + 0.058

B (2m ) 0.85 + 0.026 0.18 + 0.026

C (3m) 0.89 + 0.019 0.12 +

D (4m)

0.019

0.89 + 0.023 0.11 + 0.023

Dari nilai indeks keanekaragaman dari berbagai kedalaman yang terendah

adalah kedalaman 1 m yaitu mempunyai nilai 0,75 + 0,073 sedangkan yang

tertinggi yaitu pada perlakuan C ( kedalaman 3 m) dan perlakuan D (kedalaman 4

m) yaitu 0,89 + 0,019 dan 0,89 + 0,023.

Nilai indeks dominansi yang dihasilkan dari berbagai kedalaman jaring

dihasilkan nilai indeks dominansi tertinggi yaitu pada perlakuan A (kedalaman 1

m) yaitu sebesar 0,26 + 0,058 dan yang terendah pada perlakuan D (kedalaman 4

m ) yaitu dengan nilai 0,11 + 0,023.

4.1.1.1.b. Kelimpahan Perifiton

Selama periode penelitian nilai kelimpahan perifiton pada berbagai

kedalaman jaring disajikan pada tabel berikut ini :

38

Tabel 2. Rata – rata kelimpahan perifiton selama penelitian (ind/cm2

Kelas

)

Perlakuan

A (1 m) B ( 2 m ) C ( 3 m ) D ( 4 m )

Chorophyceae 1.355 2.543 6.027 5.965

Bacylariophyceae 4.841 4.049 5.590 5.204

Cyanophyceae 3.325 1.649 1.654 1.469

Total 9.521+1,7 8.241+1,2a 13.271+2,4a 12.638+2,4a a Keterangan : Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama memberikan

pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Hasil analisa statistik hubungan antara kelimpahan total perifiton terhadap

kedalaman jaring tidak berbeda nyata dari setiap perlakuan,walaupun kalau dilihat

dari jumlah kelimpahannya bahawa semakin dalam jaring angka kelimpahan

meningkat.

Nilai intensitas cahaya dan kecerahan perairan pada setiap kedalaman

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Intensitas Cahaya dan Kecerahan Perairan pada Berbagai Kedalaman

Selama Penelitian

Kedalaman (meter) Intensitas Cahaya (lux) Kecerahan perairan (cm)

1 m 52,156 – 79,221

52 - 95,5 2 m 29,762 – 58,395 3 m 16,983 – 43,044

4 m 9,691 – 31,666 Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran

kecerahan perairan yang diukur menggunakan secchi disk hanya mampu

menembus perairan hingga kedalaman 52-95,5cm. Namun berdasarkan hasil

pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter dapat diketahui bahwa

cahaya masih dapat menembus perairan hingga kedalaman 4 m walaupun nilainya

terus menurun seiring bertambahnya kedalaman (Lampiran ).

Parameter kualitas air tersebut meliputi parameter fisika dan kimiawi

perairan. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4.

39

Tabel 4 Rata-Rata Nilai Parameter Kualitas Air Selama Penelitian.

Parameter Kedalaman Satuan 0.2 m 1 m 5 m

Suhu 30,7 30,7 29,8 0C

DO 4,5 4,12 2,3 mg/L

pH 7,36 7,37 7,43 -

Nitrat 0,69 0,6 0,92 mg/L

Nitrit 0,015 0,02 0,022 mg/L

Orthoposfat 0,35 0,368 0,373 mg/L

Alkalinitas 111,42-211,3 mg/L Sumber : BPWC 2009 dan Pengukuran sendiri

4.1.1.2.Percobaan 2:

4.1.1.2.a. Komposisi Perifiton

Berdasarkan hasil identifikasi perifiton pada semua perlakuan (perlakuan

A, B, C, D, dan E) di lokasi penelitian, ditemukan 36 genus perifiton yang terbagi

atas tiga kelas, yaitu kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae

(lampiran 4). Kelas Chlorophyceae mempunyai komposisi genus terbanyak, yaitu

sebanyak 20 genus atau kira-kira 56 % dari seluruh genus yang ada, sedangkan

kelas Bacillariophyceae mempunyai komposisi sebanyak 9 genus atau 25 % dan

kelas Cyanophyceae sebanyak 7 genus atau 19 % (Gambar 8).

CHLOROPHYCEAE

56%BACILLARIOPHYCEAE

25%

CYANOPHYCEAE

19%

CHLOROPHYCEAE

BACILLARIOPHYCEAE

CYANOPHYCEAE

Gambar 9. Komposisi Perifiton Berdasarkan Kelas

40

4.1.1.2.b. Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton

Nilai Indeks keanekaragaman perifiton dan indeks dominansi perifiton

selama penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5. Rata-rata Indeks Keanekaragaman dan Dominansi perifiton (ind/cm2

Perlakuan

)

pada Berbagai Waktu Pengamatan

Keanekaragaman Dominansi

A ( 3 hari ) 0.71 + 0,05 0.29 + 0,06 B (6 hari ) 0.69 + 0,14 0.31 + C ( 9 hari )

0,14 0.67 + 0.10 0.32 +

D ( 12 hari ) 0,10

0.81 + 0,05 0.19 + E ( 15 hari )

0,05 0.83 + 0.17 + 0,03 0,03

Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran nilai indeks keanekaragaman

selama penelitian berkisar antara 0,67 – 0,83, nilai indeks keanekaragaman

terendah pada perlakuan C (9 hari) dan tertinggi pada perlakuan E ( 15 hari).

Nilai indeks dominansi terendah pada perlakuan E ( 15 hari) dengan nilai

0,17 + 0,03 dan nilai indeks dominansi tertinggi pada perlakuan C ( 9 hari ) yaitu

0,32 + 0,10.

4.1.1.2.c. Kelimpahan Perifiton

Tabel 6. Rata-rata Kelimpahan Perifiton (individu/ cm2) Berdasarkan Perlakuan

Perlakuan Chlorophyceae Bacillariophyceae Cyanophyceae TOTAL

A (3 hari) 1.965 a 10.462a 1.850 a 14.277 a

B (6 hari) 12.254 b 76.180 b 8.034 b 96.468 b

C (9 hari) 22.600 b 233.079 c 13.988 b 269.666 c

D (12 hari) 16.733 b 85.082 b 9.942 b 111.756 b

E (15 hari) 16.444 b 65.690 b 7.312 b 89.446 b Keterangan: Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama ke arah tegak

memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

41

Hasil analisa statistik diperoleh bahwa kelimpahan total pada perlakuan C

(perendaman 9 hari) yaitu 269.666 ind/cm2 berbeda nyata terhadap perlakuan

yang lain.Kelimpahan rata – rata perifiton terendah yaitu kelimpahan rata – rata

dari perlakuan A (3 hari) yaitu 14.277 ind/cm2, diikuti oleh perlakuan E (15

hari)sebesar 89.446 ind/cm2 ,perlakuan B (perendaman 6 hari) sebesar 96.468

ind/cm2 dan perlakuan D (12 hari) sebesar 111.756 ind/cm2.

4.1.2. Penelitian Tahap II

Dari hasil pengamatan selama penelitian di dapat hasil seperti yang tertera

di dalam tabel di bawah ini.

Tabel 7 . Konsumsi perifiton (g/ g ikan) pada berbagai ukuran ikan nilem

Ulangan Perlakuan/Bobot ikan nilem (g)

A ( 5 – 7 ) B ( 8 – 15 ) C ( 16 – 20 )

1 1.58 1.67 3.21 2 1.61 1.66 2.54

3 1.31 1.33 2.77

4 1.42 1.23 2.39

5 1.38 1.92 2.79

Rata-rata + s.d. 1.46 + 0.13 b 1.56 + 0.28 b 2.74 + 0.31 a

Hasil analisa statistik terhadap tingkat konsumsi ikan nilem diperoleh ada

perbedaan antar perlakuan, perlakuan A (bobot ikan nilem 5 – 7 gram) tingkat

konsumsi perifitonnya paling rendah yaitu 1,46 + 0,13 sedangkan tertinggi pada

perlakuan C ( bobot 16 -20 gram) yaitu 2,74 + 0,31.

4.1.3. Penelitian Tahap III

4.1.3.1. Fisika dan Kimia Air

Data beberapa parameter fisika kimia air yang diperoleh selama penelitian

dapat dilihat pada Tabel 9.

42

Berdasarkan data pada tabel tersebut tampak bahwa suhu perairan yang

diamati relatif tinggi yaitu dengan nilai rata – rata diatas 300C. Kandungan

oksigen yang diukur di lokasi penelitian relatif cukup bagus, yaitu dengan

konsentrasi rata-rata diatas 3 ppm yaitu dengan nilai rata – rata kisaran oksigen

adalah 3,42 - 4,29 ppm. Nilai pH berkisar antara 6,91 – 7,11. Konsentrasi rata –

rata CO2 yang diperoleh selama penelitian berkisar 2,53 – 3,32 mg/l. Kadar

amonia media yang diperoleh selama penelitian mempunyai kisaran rata – rata

adalah 0,129 – 0, 192 mg/l, kemudian nilai kisaran rata – rata nitrit, nitrat dan

fosfat berturut – turut adalah 0,001 – 0,003 mg/l, 0,333 – 0,433 mg/l dan 0,048 –

0,080mg/l.

Tabel 8. Nilai parameter fisika kimia air di KJA Waduk Cirata selama penelitian

Per- laku- an

Parameter Kualitas Air

Suhu (0 C)

DO (mg/L) pH CO2 bebas

(mg/L) Amonia (mg/L)

Nitrit (mg/L)

Nitrat (mg/L)

Fosfat (mg/L)

A 29,50-30,90 (30,07)

4.06-4.97 (4,29)

6,78-6,99 (6,91)

2.53-4.08 (3,32)

0,174-0,219 (0,192)

0,001-0,003 (0,002)

0,400-0,500 (0,433)

0,060-0,062 (0,060)

B 31,40-32,30 (31,90)

4.02-5.48 (4,14)

6,97-7,07 (7,03)

2.53-3.26 (2,77)

0,140-0,214 (0,172)

0,001-0,006 (0,002)

0,300-0,500 (0,400)

0,012-0,069 (0,048)

C 31,70-32,30 (31,90)

3.63-5.45 (3,82)

6,98-6,98 (6,98)

2.53-3.26 (2,77)

0,170-1,213 (0.180)

0,002-0,004 (0,003)

0,300-0,500 (0,400)

0,065-0,094 (0,075)

D 30,30-31,90 (31,10)

3.60-5.58 (3,80)

7,05-7,19 (7,11)

2.53-2.53 (2,53)

0,105-0,165 (0,129)

0,001-0,003 (0,001)

0,200-0,600 (0,333)

0,055-0,091 (0,080)

E 31,50-32,20 (31,83)

3.33-3,93 (3,42)

6,92-7,13 (7,04)

2.53-3.26 (2,77)

0,099-0,122 (0,109)

0,001-0,003 (0,001)

0,300-0,600 (0,333)

0,024-0,079 (0,055)

F 30,30-31,90 (30,10)

3.63-5.45 (4,02)

7,05-7,19) (7,11)

2.53-3.26 (2,77)

0,133-0,160 (0,148)

0,002-0,004 (0,002)

0,300-0,500 (0,433)

0,054-0,091 (0,067)

NAB

27 – 32 1)

> 3 2) 6 – 8 2) Tidak boleh > 10 3)

Optimal <0,2 4)

Tidak boleh > 0,05 4)

Optimal <0,25)

Optimal > 0,025)

NAB = Nilai Ambang Batas 1).Subagja (2003); 3) .Zonneveld et al (1991); 4).Effendi,H ( 2003); 5)

Perlakuan C : 200 ikan nilem + 200 ikan mas

. Wetzel (1975) dalam Hany (2009)

Keterangan :

Perlakuan A : 400 ikan nilem + 200 ikan mas

Perlakuan B : 300 ikan nilem + 200 ikan mas

43

Perlakuan D : 100 ikan nilem + 200 ikan mas

Perlakuan E : Tanpa ikan nilem + 200 ikan mas.

Perlakuan F : 400 ikan nilem + tanpa ikan mas

4.1.3.2. Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton

Nilai keanekaragaman perifiton pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel

dibawah ini

Tabel 9 . Rata-rata keanekaragaman dan indeks dominasi perifiton

Perlakuan Indeks Keaneka ragaman (H’)

Indeks dominasi ( C )

A (400N + 200M) 1,63 + 0,077 0,27 + 0,021 B (300N + 200M) 1,41 + 0,088 0,36 + 0,021 C (200N + 200M) 1,50 + 0,159 0,33 + 0,020 D (100N + 200M) 1,55 + 0,139 0,37 + 0,033 E (0 N + 200 M) 1,51 + 0,168 0,32 + 0,070 F ( 400 N + 0 M ) 1,45 + 0,388 0,31 + 0,169

Hasil pengukuran nilai indeks keaneka ragaman perifiton berkisar dari

1,41 + 0,088 sampai 1,63 + 0,077 , terendah pada perlakuan B (300 ekor ikan

nilem dan 200 ekor ikan mas) sedangkan terrtinggi pada perlakuan A ( 400 ekor

ikan nilem dan 200 ekor ikan mas).

Nilai indeks dominansi perifiton yang diperoleh selama penelitian berkisar

antara 0,27 sampai dengan 0,36. Nilai terendah diperoleh pada perlakuan A (400

ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) sedangkan nilai tertinggi diperoleh pada

perlakuan B ( 300 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas).

.4.1.3.3. Kelimpahan Perifiton

Kelimpahan perifiton dihitung berdasarkan hasil penghitungan jumlah

perifiton yang teridentifikasi. Data hasil penghitungan kelimpahan perifiton pada

akhir penelitian disajikan pada tabel berikut.

44

Tabel 10. Rata-rata kelimpahan perifiton (ind/cm²) pada berbagai perlakuan

Kelas Perlakuan

A B C D E F

Cyanopyceae 13.632 13.235 21.047 13.706 7.824 13.514

Euglenophyceae 0 0 0 0 0 15

Xantopyceae 88 177 165 29 20 29

Chloropyceae 809 1.235 158 5.647 726 1.603 Bacillariopycea

1.850 29.029 19.024 63.706 79.351 43.073

Dynopyceae 236 89 400 177 59 44

Total 33.265+0,08

43.765+ 0,78

43.130+ 0,98

83.265+ 0,05

87.980+ 1,12

58.427+ 0,97

4.1.3.4. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Data tentang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas dan nilem

pada masing – masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13

Tabel 11. Rata – rata kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas selama penelitian

Perlakuan Kelangsungan Hidup ( SR )

(%)

Laju Pertumbuhan Spesifik ( SGR )

(%)

Pertumbuhan Bobot Mutlak ( G ) (g)

A (400N + 200M ) 87.6 a 1.62 + 0.03 a 42,0 a B (300N + 200M) 86.6 a 1.57 + 0.21 a 44,0 a C (200N + 200M) 88.0 a 1.61 + 0.77a 45,0 a D (100N + 200M) 90.2 a 1.99 + 0.27 b 50,8 b E (0 N + 200 M) 80.3 a 1.67 + 0.14 ab 43,7 a F ( 400 N + 0 M ) - - -

Keterangan: Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama ke arah tegak memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Hasil analisa statistik untuk kelangsungan hidup ikan mas selama

penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan antar perlakuan. Rata – rata

kisaran kelangsungan hidup ikan mas adalah 80,3 % - 90,2 %. Nilai terendah

diperoleh pada perlakuan E (tanpa ikan nilem dan 200 ekor ikan mas), sedangkan

tertinggi pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas).

45

Untuk penghitungan laju pertumbuhan spesifik diperoleh perbedaan

diantara perlakuan , nilai SGR yang terbaik adalah pada perlakuan D (100 ekor

ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) yaitu 1.99 + 0.27 % berbeda nyata dengan

perlakuan A, B dan C tetapi tidak berbeda dengan perlakuan E.

Hasil analisa statistik untuk nilai pertumbuhan mutlak ternyata mempunyai

perbedaan yang nyata antar perlakuan, perlakuan yang terbaik adalah perlauan D

(100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) mempunyai nilai rata – rata

pertumbuhan 50,8 gram, sedangkan rata – rata kisaran pertumbuhan mutlak

selama penelitian adalah 43,7 - 50,8 gram.

Dari hasil analisa statistik untuk kelangsungan hidup ikan nilem selama

penelitian menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan.Perlakuan A tidak

berbeda nyata dengan perlakuan F tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B, C

dan D. Rata – rata kisaran kelangsungan hidup ikan nilem adalah 60,7 % - 87,3 %.

Nilai terendah diperoleh pada perlakuan F (400 ekor ikan nilem dan tanpa ikan

mas) yaitu 60,7 % , sedangkan tertinggi pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem

dan 200 ekor ikan mas) yaitu 87,3 %.

Tabel 12. Nilai Rata – rata kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan nilem selama penelitian

Perlakuan Kelangsungan

Hidup (%)

Laju Pertumbuhan Spesifik (%)

Pertumbuhan Bobot Mutlak

(G) ( g )

A (400N + 200M ) 57.9 a 1.17 + 0.37 a 12,7 a B (300N + 200M) 85.0 b 1.00 + 0.10 a 11,7 a

C (200N + 200M) 85.5 b 1.20 + 0.10 a 14,7 a D (100N + 200M) 87.3 b 2.00 + 0.10 b 22,7 b E (0 N + 200 M) - - - F ( 400 N + 0 M ) 60.7 a 0.80 + 0.60 ab 10,7 a

Keterangan: Tiap rata-rata perlakuan yang diikuti huruf yang sama ke arah tegak memberikan pengaruh tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Untuk penghitungan laju pertumbuhan spesifik ikan nilem diperoleh

perbedaan diantara perlakuan , perlakuan A, B, C dan F tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata, tetapi perlakuan D berbeda nyata dengan perlakuan A, B

46

dan C, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan F. Nilai SGR yang terbaik

adalah pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) yaitu2.00 +

0.10 % dan terendah pada perlakuan F yaitu 0.80 + 0.60 %.

Hasil analisa statistik untuk nilai pertumbuhan mutlak ikan nilem ternyata

mempunyai perbedaan yang nyata antar perlakuan, perlakuan yang terbaik adalah

perlauan D (100 ekor ikan nilem dan 200 ekor ikan mas) mempunyai nilai rata –

rata pertumbuhan 22,7 gram, sedangkan terendah pada perlakuan F (400 ekor ikan

nilem tanpa ikan mas) yaitu 10,7 gram. Rata – rata kisaran pertumbuhan mutlak

ikan nilem selama penelitian adalah 10,7 - 22,7 gram.

Untuk mengetahui trend Pertumbuhan bobot mutlak rata – rata ikan mas

dan ikan nilem pada masing – masing perlakuan dari setiap sampling selama

penelitian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

50.0

55.0

Awal I II III IV V VI

Waktu Pengamatan (2 minggu)

Bob

ot (g

ram

)

A B C D E

A

A

5

7

9

11

13

15

17

19

21

23

25

Awal I II III IV V VI

Waktu Pengamatan (2 minggu)

Bob

ot (g

ram

)

A B C D F

B

Gambar 10. Grafik pertumbuhan ikan mas (A) dan Ikan Nilem (B) selama 3 bulan

pemeliharaan

47

4.2. Pembahasan

4.2.1. Penelitian Tahap I

4.2.1.1.Percobaan 1:

4.2.1.1.a. Komposisi Perifiton

Genus dari kelas Bacillariophyceae yang terbanyak ditemukan adalah

Navicula dan Synedra. Sementara itu, pada kelas Cyanophyceae genus yang

dominan adalah Oscillatoria dan Merismopedia. Pada kelas Chlorophyceae

distribusi genusnya hampir merata di semua level kedalaman.

Genus Navicula dan Oscillatoria ditemukan dominan pada kedalaman

1 m hingga 2 m. Sementara itu, genus Navicula dan Synedra ditemukan dominan

pada kedalaman 3 m hingga 4 m. Beberapa jenis perifiton yang ditemukan selama

penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tingginya kelimpahan dari genus Navicula dan Synedra diduga karena

kedua genus tersebut memiliki lendir yang digunakan untuk menempel pada

substrat (Sachlan 1982). Selain itu Navicula juga merupakan salah satu organisme

pionir dalam pembentukan lapisan perifiton (Anonim 2004).

Komposisi perifiton yang ditemukan selama penelitian memiliki

kesamaan dengan komposisi fitoplankton yang ditemukan dalam isi perut ikan

herbivor pada penelitian Herawati (2004) mengenai studi kebiasaan makan ikan

hasil tangkapan di Waduk Cirata. Adapun jenis-jenis fitoplankton yang ditemukan

pada usus ikan herbivor antara lain Navicula, Nitzschia, Synedra, Oscillatoria,

Merismopedia, dan sebagainya (Lampiran 2). Dengan demikian dapat diketahui

bahwa jenis-jenis perifiton yang ditemukan selama penelitian dapat dimanfaatkan

sebagai pakan alami.

4.2.1.1.b. Keanekaragaman Perifiton

Nilai keanekaragaman dari suatu komunitas ditentukan oleh kekayaan

spesies dan jumlah individu dari masing-masing spesies di dalam komunitas

tersebut (Kikkawa 1986 dalam Afrizal 1997). Berdasarkan Krebs (1975), nilai

indeks keanekaragaman Simpson dengan kisaran 0 – 0,5 menunjukkan ekosistem

48

perairan tidak stabil dan nilai kisaran 0,5 – 1 menunjukkan bahwa ekosistem

perairan dalam keadaan stabil. Berdasarkan kisaran nilai rata-rata indeks

keanekaragaman Simpson, setiap perlakuan termasuk ke dalam kategori ekosistem

stabil karena nilai kisaran Indeks keanekaragaman pada setiap level kedalaman

>0,5 (Tabel 1 dan Lampiran 3).

Tingginya nilai indeks dominansi menunjukkan ketidakstabilan ekosistem

karena hanya didominasi oleh jenis organisme tertentu. Suatu perairan ,dikatakan

memiliki dominansi apabila nilai indeks dominansi simpson diatas 0,8 (Magurran

1988). Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 3), didapatkan kisaran rata-rata

nilai indeks dominansi perifiton pada KJA Waduk Cirata sebesar 0,11-0,26 ini

berarti bahwa pada KJA Waduk Cirata menunjukkan tidak adanya dominansi

jenis perifiton tertentu (Tabel 1), atau dengan kata lain dapat diinformasikan

bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi stabil.

4.2.1.1.c. Kelimpahan Perifiton

Struktur komunitas merupakan pola kelimpahan suatu jenis dan pola

keterikatan antar jenis dalam sebuah komunitas (Barnes and Mann 1993). Struktur

komunitas yang dikatakan baik adalah struktur komunitas dengan nilai

kelimpahan dan keragaman jenis yang tinggi (Odum 1971).

Berdasarkan hasil pengamatan hingga hari ke-15, rata-rata kelimpahan

perifiton yang tertinggi didapatkan pada perlakuan C (perendaman substrat

dengan kedalaman3 meter), berbeda dengan hasil hipotesis awal yaitu perlakuan

A (Perendaman substrat dengan kedalaman 1 m), di mana hipotesis awal ini

didasarkan dari hasil penelitian Endrik (2006) yang menyatakan bahwa nilai

kelimpahan tertinggi fitoplankton terdapat pada kedalaman 1 m.

Selama periode penelitian, nilai rata-rata kelimpahan tertinggi terdapat

pada perlakuan C (perendaman substrat dengan kedalaman 3m) dengan

kelimpahan rata-rata kelas Bacillariophyceae yaitu 5.590 (ind/cm2), kelas

Chlorophyceae yaitu 6.027 (ind/cm2) dan kelas Cyanophyceae yaitu 1.654

(ind/cm2) (Tabel 2).

49

Tingginya nilai intensitas cahaya dan suhu permukaan air menjadi

penghamabat (inhibitor) bagi pertumbuhan perifiton, sehingga perifiton

berkembang cenderung lebih baik pada kedalaman 3m. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dari Belcher dan Swale (1976) dalam Baksir (2004) dan Fogg (1980)

yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan dapat menjadi

penghambat bagi pertumbuhan perifiton (photoinhibitor).

Hal ini juga ditunjukkan dari hasil analisis statistik yang menunjukkan

bahwa kedalaman 3m dan 4m merupakan kedalaman yang paling baik walaupun

diantara kedua kedalaman tersebut tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata

(Tabel 2), sehinga dapat disimpulkan bahwa kedalaman 3m hingga 4m

merupakan kedalaman yang optimal sebagai media tumbuh perifiton

Dari hasil analisa statistik diperoleh hasil bahwa kelimpahan perifiton pada

setiap kedalaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun berdasarkan

nilai kelimpahan perifiton dan indeks keragaman Simpson, ada kecenderungan

bahwa perendaman substrat pada kedalaman 3m menghasilkan struktur komunitas

perifiton yang paling baik.

Hasil uji Duncan pada lampiran 2 menunjukkan bahwa kelimpahan

perifiton pada kelas Chlorophyceae mulai menunjukkan hasil yang berbeda nyata

pada kedalaman 3m. Hal tersebut memperkuat pernyataan bahwa kedalaman 3m

merupakan kedalaman yang optimal untuk pertumbuhan perifiton.

Perifiton merupakan salah satu produsen primer pada perairan. Nilai

produktivitas primer sangat ditentukan oleh intensitas cahaya dan kecerahan

perairan. Perifiton sebagai salah satu produsen primer pada perairan

membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Nilai intensitas

cahaya dan kecerahan perairan pada setiap kedalaman disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran

kecerahan perairan yang diukur menggunakan secchi disk hanya mampu

menembus perairan hingga kedalaman 52-95,5cm. Namun berdasarkan hasil

pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter dapat diketahui bahwa

cahaya masih dapat menembus perairan hingga kedalaman 4 m walaupun nilainya

terus menurun seiring bertambahnya kedalaman (Lampiran 2 ).

50

Kedalaman permukaan perairan yang memiliki intensitas cahaya dan

kecerahan perairan yang tertinggi belum tentu menjadi kedalaman optimum bagi

pertumbuhan perifiton. Menurut Tilzer dkk (1975) dalam Baksir (2004),

perifiton mempunyai toleransi yang berbeda dalam memanfaatkan cahaya, ada

yang bias tahan terhadap cahaya kuat dan ada pula yang menyukai cahaya lemah.

Misalnya kelas Chlorophyceae dan Bacillariophyceae yang termasuk kedalam

organisme tipe teduh, intensitas cahaya yang tinggi merupakan photoinhibitor

bagi pertumbuhannya (Belcher dan Swale 1976 dalam Baksir 2004).

Pertumbuhan perifiton sangat ditunjang oleh kualitas air pada suatu

kedalaman perairan. Parameter kualitas air tersebut meliputi parameter fisika dan

kimiawi perairan. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 7.

Bedasarkan data di atas, kelimpahan perifiton yang tinggi pada kedalaman

3 m – 4 m juga dikarenakan adanya peningkatan unsur hara perairan selama kurun

waktu penelitian. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya kisaran nilai

pH, nitrit, nitrat, dan orthophospat terus meningkat hingga kedalaman 5 m .

Suhu untuk pertumbuhan perifiton berkisar antara 20-35ºC terutama untuk

diatom (Suparlina 2003). Suhu perairan selama periode penelitian berkisar antara

29,8-30,7 ºC, kisaran tersebut masih berada dalam kisaran yang optimum untuk

pertumbuhan perifiton. Berdasarkan data pengamatan, dapat dilihat bahwa

pertumbuhan perifiton, terutama dari kelas Bacillariophyceae, memiliki

kelimpahan tertinggi pada kedalaman 3 – 4 m. Sesuai dengan pernyataan

Syawaludin (2009) bahwa kelas Diatom (Bacillariaphyceae) merupakan kelas

algae yang paling mudah ditemukan di berbagai jenis habitat perairan, terutama di

dalam perairan yang relatif dingin

Suhu perairan berhubungan erat dengan kandungan oksigen terlarut di

dalam air. Kisaran oksigen terlarut (DO) yang tinggi bagi pertumbuhan perifiton

adalah >5mg/L (Hutagalung 1988). Namun nilai DO terukur selama penelitian

adalah berkisar antara 2,3-4,5 mg/L. Nilai kisaran tersebut berada di bawah

kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton.

Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara penting untuk pertumbuhan

perifiton. Nilai kisaran optimum nitrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

51

perifiton <0,2 mg/l (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan hasil

pengukuran nitrat selama periode penelitian berkisar antara 0,6-0,92mg/L. Nilai

nitrat yang didapatkan berada di atas kisaran optimum.

Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang bisa dimanfaatkan secara langsung

oleh tumbuhan akuatik. Nilai kisaran optimum orthofosfat untuk pertumbuhan

perifiton adalah >0,02 (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan pengukuran,

fosfat selama periode penelitian berkisar antara 0,35-0,373 mg/L. Maka kisaran

tersebut jauh di atas kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai

nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Tingginya nilai nitrat dan

fosfat diduga akibat pasokan dari luar perairan.

Pertumbuhan optimal perifiton membutuhkan nilai alkalinitas sekitar

80-120mg/L (Ghufran 2007). Berdasarkan Hasil pengukuran, didapatkan nilai

alkalinitas yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 111,42-211,3mg/L. Alkalinitas

di suatu perairan dapat bertindak sebagai buffer (penyangga) pH perairan.

Menurut Ray dan Rao (1964) dalam Suparlina (2003), pH optimum untuk

perkembangan diatom berkisar antara 8-9. Sementara itu, hasil pengukuran pH

selama periode penelitian berkisar antara 7,36-7,43 atau berada di bawah kisaran

optimum untuk pertumbuhan diatom. Akan tetapi nilai pH terus meningkat hingga

kedalam 5 m. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor penyebab tingginya

kelimpahan diatom hingga kedalaman 3 m – 4m.

4.2.1.2. Percobaan 2:

4.2.1.2.a. Komposisi Perifiton

Struktur komunitas merupakan pola kelimpahan suatu jenis organisme dan pola

keterikatan antar jenis dalam sebuah komunitas (Barnes dan Mann 1993). Struktur

komunitas dapat diketahui dengan mengetahui kelimpahan dan

keanekaragamannya serta keasaman area habitatnya. Dengan demikian komunitas

perifiton dapat dilihat berdasarkan kelimpahan dan keanekaragamannya.

Kelimpahan perifiton itu sendiri dihitung berdasarkan hasil penghitungan jumlah

perifiton yang teridentifikasi sebelumnya

52

Jumlah genus yang banyak ternyata tidak selalu diikuti dengan kelimpahan

individunya. Berdasarkan rata-rata kelimpahan, pada setiap perlakuan terdapat

kecenderungan kelimpahan kelas Bacillariophyceae lebih tinggi daripada kelas

yang lain (Gambar 6). Adapun rata-rata kelimpahan kelas Bacillariophyceae

selama perlakuan berkisar antara 10462-233079 (ind/cm2), sedangkan kelas

Chlorophyceae berkisar antara 1965-22600 (ind/cm2), dan kelas Cyanophyceae

berkisar antara 1850-13988 (ind/cm2)(Tabel 3).

4.2.1.2.b. Keanekaragaman Perifiton

Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran nilai indeks keanekaragaman

selama penelitian berkisar antara 0,69 – 0,83 dengan rata-rata sebesar 0,75. Indeks

keanekaragaman yang terbesar terdapat pada perendaman 15 hari (perlakuan E),.

Hal ini menunjukkan bahwa pada lama perendaman 15 hari (perlakuan E)

pertumbuhan semua organisme perifiton merata pada semua kelas.

Menurut Krebs (1985) tingginya nilai keanekaragaman menunjukkan suatu

ekosistem yang seimbang. Sedangkan menurut Odum (1971) indeks

keanekaragaman dengan nilai 0,60-0,80 menandakan bahwa tingkat kestabilan

ekosistemnya tinggi.

Berdasarkan nilai rata-rata indeks dominansi selama pengamatan, indeks

dominansi rata-rata sebesar 0,25 dengan kisaran antara 0,17-0,32 (Tabel 5). Hal

ini menunjukan bahwa selama perlakuan tidak terdapat dominansi perifiton, hal

tersebut karena suatu perairan dikatakan memiliki dominansi apabila nilai Indeks

Dominansi Simpson diatas 0,8 .

Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan perifiton pada

jaring semakin mantap dan beragam setelah terjadinya degradasi. Hal tersebut

diduga karena perifiton yang baru akan lebih mudah menempel pada jaring karena

telah ada substrat dasar dari perifiton yang terlepas sebelumnya. Oleh karena itu

penanggulangan perlu dilakukan sebelum perifiton mantap dan menyebabkan

kerusakan pada jaring akibat terjadinya penumpukan dan pelapukan.

53

Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan

perkembangan perifiton yang lebih cepat daripada hipotesis yaitu pada

perendaman selama 9 hari (perlakuan C) diduga karena faktor lingkungan pada

saat penelitian yang cukup optimal terutama pada parameter intensitas cahaya dan

unsur hara. Hal ini dimungkinkan karena penelitian dilakukan pada bulan

Agustus-Oktober yang masih termasuk musim kemarau sehingga intensitas

cahaya cukup tinggi untuk mempengaruhi parameter yang lainnya. Sedangkan

keanekaragaman tertinggi yang terdapat pada perlakuan E diduga karena setelah

perlakuan C, kelas Bacillariophyceae mengalami degradasi sehingga substrat diisi

oleh organisme dari kelas lain.

4.2.1.2.b. Kelimpahan Perifiton

Tingginya rata-rata kelimpahan pada kelas Bacillariophyceae diduga

karena sebagian organisme dari kelas Bacillariophyceae memiliki alat penempel

pada substrat yang berupa tangkai bergelatin panjang atau pendek dan bantalan

gelatin berbentuk setengah bulatan yang kuat, sehingga lebih memudahkan

penempelannya pada jaring (Suparlina 2003).

Dengan demikian, karena perifiton yang menempel lebih banyak berasal

dari kelas Bacillariophyceae, untuk menanggulangi pertumbuhan yang terlalu

banyak (blooming) dapat digunakan ikan herbivor sebagai penaggulangansecara

biologis. Hal ini disarankan karena berdasarkan penelitian Herawati (2004)

diketahui bahwa ikan-ikan di KJA terutama ikan herbivor seperti ikan nila dan

ikan nilem banyak memakan perifiton sebagai pakan alaminya .

Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan terhadap kelimpahan total

perifiton menunjukan bahwa pada perendaman selama 9 hari (perlakuan C)

berbeda nyata terhadap perlakuan yang lain. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata

perlakuan C, rata-rata kelimpahan total sebanyak 269.666 ind/cm², rata-rata

kelimpahan pada kelas Bacillariophyceae sebanyak 233.079 ind/cm², pada kelas

Chlorophyceae sebanyak 22.600 ind/cm² dan pada kelas Cyanophyceae sebanyak

13.988 ind/cm². Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh perendaman

terhadap struktur komunitas perifiton di KJA Waduk Cirata, walaupun hasil

54

tersebut berbeda dengan hasil hipotesis yaitu perlakuan D (Perendaman jaring

selama 12 hari).

Pemilihan perlakuan D pada hipotesis didasarkan pada pernyataan

Huthette et.al (1985), yang menyatakan bahwa perifiton pada KJA akan mulai

berkembang setelah dua minggu dan akan berkembang penuh setelah minggu

ketiga. Selain itu hipotesis berdasarkan pada hasil penelitian Suparlina (2003)

pada kolam berkonstruksi beton yang menunjukan bahwa kelimpahan tertinggi

perifiton terdapat pada kisaran hari ke 10, 11, 12 dan 13. Pertumbuhan perifiton

yang lebih cepat daripada hipotesis diduga karena adanya perbedaan parameter

kualitas perairan terutama pada intensitas cahaya dan ortofosfat.

Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian, dapat dilihat bahwa

kedalaman secchi disk pada perairan selama penelitian berkisar antara 76-104 cm,

nilai ini jika dihitung berdasarkan hukum Lambert maka intensitas cahaya kurang

lebih dapat mencapai kedalaman 2,08 m. Hal ini menjadikan aktivitas fotosintesis

pada waduk terjadi lebih tinggi, karena pada penelitian Suparlina (2003),

kedalaman secchi disk hanya berkisar antara 28-100 cm. Walaupun kriteria

tersebut masih sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Weitzel (1979) bahwa

kisaran transparansi cahaya yang optimal bagi pertumbuhan perifiton berkisar

antara 10-25. Namun dapat dilihat bahwa intensitas cahaya pada Waduk Cirata

lebih tinggi daripada kisaran optimal dan penelitian Suparlina (2003). Tingginya

intensitas ini diduga menyebabkan pertumbuhan perifiton berlangsung lebih cepat,

sehingga penanggulangan maupun pembersihan jaring harus dilakukan secara

kontinyu dalam waktu yang lebih singkat.

4.2.2. Penelitian Tahap II

Dari hasil pengamatan ternyata bahwa ada perbedaan pada tingkat

konsumsi ikan nilem terhadap perifiton dari berbagai ukuran, hal ini dapat dilihat

pada tabel 10 bahwa ikan nilem dengan ukuran kecil mempunyai mempunyai

nilai konsumsi yang lebih kecil, walaupun antara perlakuan A dan B tidak berbeda

nyata. Makin tinggi ukuran ikan maka semakin tinggi nilai konsumsi tersebut

karena pada ikan yang berukuran lebih besar relatif mempunyai jumlah enzim

55

pencernaan yang lebih banyak sehingga lebih dapat mencerna dibandingkan

dengan ikan yang berukuran lebih kecil (Weatherley dan Gill, 1987).Tetapi

walaupun demikian belum tentu efektif,karena seiring dengan pertumbuhan ikan

maka kebiasaan makananpun akan dapat berubah (Opunszynki dan Shireman,

1991).Soeseno (1971) menyatakan bahwa ikan nilem yang masih kecil mula-

mula memakan plankton tetapi kemudian lebih suka memakan epifiton dan

perifiton.

Berdasarkan efektifitas ikan nilem dalam memakan perifiton maka dari

hasil penelitian didapat bahwa ikan nilem ukuran keci (5 – 7 g) mempunyai nilai

efektifitas yang terbaik.

4.2.3.Penelitian Tahap III

4.2.3.1. Fisika dan Kimia Air

Berdasarkan data pada tabel diatas tampak bahwa Suhu perairan yang

diamati relatif tinggi yaitu dengan nilai rata – rata diatas 300C, tetapi hal ini masih

mendukung untuk kehidupan ikan. Hal ini disebabkan penelitian berlangsung

pada waktu musim kemarau. Kandungan oksigen yang diukur di lokasi penelitian

relatif cukup bagus, yaitu dengan konsentrasi rata-rata diatas 3 ppm. Berdasarkan

tabel tersebut diketahui bahwa keberadaan nilem berpengaruh terhadap nilai

oksigen media, semakin tinggi kepadatan nilem maka semakin tinggi juga kadar

oksigennya, dan sebaliknya semakin rendah kepadatan nilem maka kandungan

oksigen terlarut juga semakin kecil.

Kisaran pH di lokasi penelitian berkisar antara 6,76 – 7,76, dengan

demikian pH masih mendukung kehidupan ikan mas yang di budidayakan. Hal

ini sesuai dengan pendapat Boyd (1990) bahwa kebanyakan ikan mempunyai

kisaran pH optimum antara 6 – 9.

Nilai kadar CO2 media masih dibawah nilai yang membahayakan. Dari

hasil pengamatan selama penelitian diketahui bahwa semakin padat ikan nilem

maka semakin tinggi juga CO2 nya.Walaupun demikian nilai CO2 pada masing -

masing perlakuan masih dibawah nilai yang membahayakan.

56

Untuk nilai Amonia ternyata semakin tinggi kepadatan nilem semakin

tinggi juga kadar amonia medianya.Walaupun masih dibawah ambang batas yang

membahayakan tetapi pada perlakuan A (400 ekor nilem + 200 ekor ikan mas)

kadar amonia rata-ratanya sudah mendekati 0,2 ppm.

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami.Nitrat

merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae.Sehingga nitrat

dapat digunakan untuk mengklasifikasi tingkat kesuburan suatu perairan. Kadar

nitrat 0 – 1 mg/l merupakan perairan oligotrofik, perairan dengan kadar nitrat 1 –

5 merupakan perairan mesotrofik dan perairan eutrofik yaitu yang mempunyai

kadar nitrat 5 – 50 mg/l. Kadar nitrat terukur berkisar antara 0,333 sampai 0.433

mg/l, sehingga termasuk ke dalam perairan yang oligotrofik. Kadar nitrat yang

diperoleh selama penelitian melebihi 0,2, semakin tinggi kepadatan nilem semakin

tinggi juga kadar nitrat medianya.

Nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di

perairan alami, kadarnya lebih kecil dari pada nitrat karena nitrit bersifat tidak

stabil jika terdapat oksigen.Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mgram/l

dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mgram/l. Kadar nitrit yang terukur pada

penelitian ini adalah berkisar 0,001 sampai 0,003 mg/l. Dengan demikian kadar

nitit masih sesuai untuk ikan yang dibudidayakan.

Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang bisa dimanfaatkan secara langsung

oleh tumbuhan akuatik. Nilai kisaran optimum orthofosfat untuk pertumbuhan

perifiton adalah >0,02 (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan pengukuran,

fosfat selama periode penelitian berkisar antara 0,048-0,080 mg/L. Maka kisaran

tersebut jauh di atas kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai

nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan

fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Tingginya nilai nitrat dan fosfat

diduga akibat pasokan dari luarwaduk dan dari bahan-bahan organik sisa pakan

dan feses ikan yang dipelihara di KJA..

57

4.2.3.2. Parameter Biologi

4.2.3.2.a. Keanekaragaman Perifiton

Dari hasil pengamatan selama penelitian ternyata bahwa nilai keragaman

dari suatu komunitas ditentukan oleh kekayaan spesies dan jumlah individu

masing-masing spesies di dalam komunitas tersebut. Dari masing – masing

perlakuan mempunyai nilai yang tidak berbeda yaitu dibawah 2,3026 yaitu

termasuk dalam kriteria rendah .Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran

individu tiap jenis perifiton dan kestabilan komunitas berkisar rendah karena

struktur komunitas suatu perairan dapat diketahui juga melalui indeks keaneka

ragaman (H’). Indeks keanekaragaman menggambarkan kekayaan jenis yang

terdapat di suatu perairan (Odum, 1971).

Tingginya nilai indeks dominansi menunjukkan ketidakstabilan ekosistem

karena hanya didominasi oleh jenis organisme tertentu. Suatu perairan ,dikatakan

memiliki dominansi apabila nilai indeks dominansi simpson diatas 0,8.

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan kisaran rata-rata nilai indeks dominansi

perifiton pada perlakuan sebesar 0,27-0,37, ini berarti bahwa tidak menunjukkan

adanya dominansi jenis perifiton tertentu atau dengan kata lain dapat

diinformasikan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi stabil. Hal ini

membuktikan bahwa keberadaan ikan nilem selama penelitian tidak

mempengaruhi nilai keanekaragaman dan dominasi perifiton.

4.2.3.2.b. Kelimpahan Perifiton

Kelimpahan perifiton dihitung berdasarkan hasil penghitungan jumlah

perifiton yang teridentifikasi. Data hasil penghitungan kelimpahan perifiton pada

akhir penelitian disajikan pada tabel berikut.

Berdasarkan hasil pengamatan, kelimpahan perifiton yang tertinggi adalah

pada perlakuan E (87.980 ind/cm2) yaitu perlakuan yang tidak menggunakan ikan

nilem dan yang terendah adalah pada perlakuan A (33.265 ind/cm2) yaitu pada

perlakuan dengan menggunakan ikan nilem 400 ekor. Hal ini membuktikan bahwa

semakin padat ikan nilem maka kelimpahan perifiton semakin rendah atau

menurun, hal ini menunjukkan bahwa keberadaan ikan nilem dapat menekan

58

populasi perifiton pada KJA. Sedangkan pada perlakuan E (tanpa ikan nilem)

ternyata kelimpahan perifiton setara dengan perlakuan D(83.265 ind/cm2

Semakin rendah kepadatan ikan nilem maka semakin tinggi nilai laju

pertumbuhannya baik pertumbuhan spesifik maupun pertumbuhan mutlaknya.

Keberadaan perifiton pada KJA sangat berkaitan dengan kualitas air. Hal ini

dapat dilihat hubungannya dengan oksigen, apabila kepadatan nilem rendah maka

oksigen di KJA juga rendah sedangkan kelimpahan perifitonnya semakin tinggi

dan ini menyebabkan tersedianya pakan yang cukup untuk memacu pertumbuhan

ikan nilem tersebut. Pertumbuhan bobot mutlak rata – rata ikan mas dan ikan

nilem pada masing – masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

), hal ini

menunjukkan bahwa kebaradaan ikan mas juga ikut memanfaatkan perifiton yang

ada pada KJA.

Apabila kepadatan ikan nilem dihubungkan dengan kepadatan perifiton dan

kadar oksigen di perairan maka tampak jelas bahwa semakin tinggi kepadatan

ikan nilem akan semakin rendah kepadatan perifiton tetapi oksigen terlarut akan

semakin tinggi.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui variasi nilai kelimpahan perifiton

dari kelas Bacillariophyceae cenderung stabil dan hampir mendominasi

padaperlakuan.

4.2.3.3. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan

Hasil analisis pada Tabel 12 menunjukkan keberadaan ikan nilem tidak

mempengaruhi kelangsungan hidup ikan mas tetapi berpengaruh terhadap

pertumbuhan ikan mas. Hal ini diduga karena dengan kepadatan ikan nilem

tersebut didukung oleh kualitas air terutama oksigen yang cukup bagus yaitu > 3

ppm. Tetapi dengan menurunnya kepadatan nilem berpengaruh terhadap

pertumbuhan baik laju pertumbuhan spesifiknya maupun pertumbuhan mutlaknya,

karena kepadatan nilem semakin turun nilai oksigennya semakin turun tetapi

kelimpahan perifitonnya semakin naik . Hal ini membuktikan bahwa ikan mas

juga mampu memanfaatkan perifiton juga sebagai tambahan makanan.

59

Pada Gambar 9 tampak bahwa pertumbuhan ikan mas yang tertinggi adalah

pada perlakuan D (100 ekor ikan nilem per KJA) dengan bobot rata – rata yaitu

50.8 gram per ekor.Dari hasil analisa statistik ternyat bahwa untuk pertumbuhan

bobot ikan mas mendapatkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan

pemeliharaan ikan mas dengan 100 ekor ikan nilem (perlakuan D) dengan

perlakuan yang lain. Sedangkan untuk pertumbuhan yang ikan nilem tertinggi

yaitu pada perlakuan D yaitu dengan kepadatan 100 ekor ikan nilem. Setelah

dianalisa secara statistik antar perlakuan mendapatkan hasil yang berbeda nyata

(P<0.05). Menurut Boyd (1990) bahwa pada penebaran yang tinggi dapat

menghasilkan pertumbuhan dan derajat sintasan yang lebih rendah karena terjadi

kompetisi ruang gerak, makanan dan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi

bahan buangan (amonia, karbon dioksida dan feses) yang bersifat toksik.