issn 1978-2497 iteks intuisi teknologi dan seni edisi 7 · pdf fileedisi 7 no 1 april 2015 1...
TRANSCRIPT
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
1
PEMBUATAN MATERIAL SINTESIS NANO HYDROXYAPATITE UNTUK APLIKASI
SCAFFOLDS TULANG MANDIBULA DARI TULANG CUMI SONTONG
MENGGUNAKAN METODE KALSINASI
Solechan, Rubijanto JP
Teknik Mesin-Fakultas Teknik- Universitas Muhammadiyah Semarang
Jl. Kasipah no.12 Semarang 50254 e-mail : [email protected]
Abstrak
Bioceramik dapat digunakan untuk aplikasi medik, seperti restorasi kerusakan jaringan keras.
Kerusakan jaringan keras tubuh berupa kecacatan struktur tulang. Di indonesia sekitar 40 %
cacat bawaan dan penyakit, sisanya cacat kecelakaan. Kasus tumor tulang sendiri, kasusnya
kurang dari 1% dari semua jenis kanker di dunia. Untuk Tumor mandibula berpotensi
menimbulkan gangguan pengunyahan, saluran napas, penelanan dan berbicara.
Pengangkatan tumor mandibula menimbulkan cacat, maka perlu rekonstruksi mandibula
dengan transplantasi implan scaffolds. Material HA untuk pembuatan scaffolds sangat mahal
karena produk impor. Tulang cumi sotong (cuttlefish) mengandung kalsium karbonat, dengan
proses kalsinasi akan terbentuk sintesis HA untuk pembuatan scaffolds. Diharapkan material
HA ini, harganya lebih murah dan kwalitasnya sama dengan HA komersil. Riset ini, membuat
sintesis nano HA untuk material scaffolds implan mandibula dari tulang cumi sotong
menggunakan proses kalsinasi temperatur rendah. serbuk diambil dari tulang cumi sotong
dengan cara menggarukan spatula pada permukaan tulang. Bubuk kapur tulang cumi sotong
di kalsinasi dengan variasi suhu 900, 1000, dan 1100oC untuk mendapatkan sintesis HA yang
terbaik menurut uji karakteristik. Sedangkan mendapatkan sintesis nano HA dilakukan proses
penghancuran menggunakan mesin ball milling. Waktu variasi penghancuran HA mulai dari
1, 2 dan 3 jam operasional. Material sintesis HA di uji karakteristik sesudah di ball milling.
Uji karakterstik sintesis nano HA mulai dari uji XRD, FTIR, dan SEM. Hasil uji XRD
menunjukan meningkatnya temperatur kalsinasi akan merusak gugus fungsi dari material
sintesis HA nanomaterial dengan bentuk fase semi kristal. Temperatur kalsinasi yang optimal
pada suhu 900oC. Proses ball milling semakin lama menjadikan ukuran butir semakin kecil,
tetapi waktu proses ball milling 3 jam belum mampu menjadikan material HA berukuran nano.
Secara karakterisasi material sisntesis HA nanomaterial TK-900/BL-1 menyamai karakteristik
HA komersil (Sigma Aldrith), tetapi fase ketinggian puncak masih dibawahnya, sehingga
material sintesis HA nanomaterial untuk kristalnya masih rendah.
Kata kunci: Hydroxyapatite, kalsinasi, nanometer, scaffold, tulang cumi sotong.
1. PENADAHULUAN
Bioceramik dapat digunakan untuk aplikasi medik, seperti restorasi kerusakan jaringan keras
(Karageorgiou., 2005). Kerusakan jaringan keras tubuh yang berupa kecacatan struktur tulang
banyak terjadi di Indonesia. Sekitar 40 % cacat bawaan dan penyakit, sisanya cacat kecelakaan
(Chen et al., 2008). Kasus tumor tulang sendiri, kasusnya kurang dari 1% dari semua jenis kanker
di dunia (salter RB., 1984). Lokasi tumor paling banyak ditibia 41%, tulang femur 33%, tulang
maxillofacial dan mandibular 3%, tulang radius 2% dan tulang fibula 2 % (Nacomical survellience
system data., 2011). Tumor mandibula berpotensi menimbulkan gangguan pengunyahan, saluran
napas, penelanan dan berbicara (Fonseca RJ., 2000). Pengangkatan tumor mandibula sering
menimbulkan cacat, mulai dari celah pada tulang alveolus sampai diskontinuitas tulang mandibula
(Smith., 2006). Maka perlu rekonstruksi mandibula untuk pembentukan kontinuitas dengan
transplantasi implan (Stošić S., 2008).
Teknik rekonstruksi mandibular banyak mengunakan tulang autogenous, osteogenetik, plat
logam, dan cangkok rekayasa jaringan (Stošić, 2008). Rekonstruksi mandibular dengan tulang
autogeneous pada cacat besar menjadi sulit dibentuk secara klinis karena morbiditi dari pendonor
dan waktu pembedahan yang panjang. Plat logam rekonstruksi dengan pengembangan pendekatan
alternatif, kekuranganya sulit dibentuk anatomi mandibular dan ada kerusakan pada area tekuk dan
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
2
biasanya mengacu pada hasil fungsi tidak bagus. (Singare S, 2004). Rumah Sakit telah
mengembangkan pendekatan alternatif untuk pengganti tulang dengan meniadakan operasi panen
tulang dengan scaffolds prothesisis (Sandia National Laboratories dan Carle Foundation Hospital,
2010). Beberapa material scaffolds telah dikaji untuk dikembangkan menjadi bahan bioaktif yang
akan memacu terjadinya biomineralisasi pada tulang adalah material berbasis bioceramic seperti
Calcium Phosphate atau Tricalcium phosphate (TCP). Material hasil sintesisnya berupa
Hydroxyapatite (HA) yang memiliki sifat bioaktif dan mampu memacu terbentuknya lingkungan
yang sesuai pada proses osteogenesis atau pertumbuhan tulang dengan adanya lapisan mineralisasi
sebagai penghubung antara bahan dan jaringan (Sopyan, 2004). Material HA dipatentkan oleh Etex
Corp umumnya berbentuk powder dan cara manufakturnya (Hench., 1991), tetapi mahal untuk
pasien Indonesia karena produk impor. Sementara HA sintesis dari bahan alam seperti gypsum,
calcite, tulang sapi, dan kitin bisa dikonversi berbentuk serbuk HA dengan harga relatif mahal
(Tontowi, A.E dkk, 2006).
Kitin dihasilkan dari binatang berkulit keras seperti udang, kepiting, rajungan, lobster, kerang,
tulang cumi sotong dan lain-lain. Kitin memiliki senyawa yang stabil terhadap reaksi kimia, tidak
beracun (non toxic) dan bersifat biodegradable (Deng et al, 2010). Untuk tulang cumi sotong
(cuttlefish) pada Gambar 1 memiliki kandungan kalsium karbonat, sodium klorida, kalsium fosfat
dan garam magnesium (Bihan et al, 2006). Dengan proses pemanasanan (kalsinasi) akan
membentuk sintesis HA (Fu Q, et al, 2008) yang memiliki kesamaan komposisi kimia dengan
jaringan tulang asli (Javidi et al. 2008). Kalsinasi dilakukan dengan suhu berkisar 900-1300oC
(Nazarpak, et al, 2009). Material HA dibentuk scaffold untuk mengisi kekurangan tulang akibat
reseksi pada tulang mandibula. Oleh karena itu, pada riset ini, ingin melakukan studi awal
pembuatan sintesisi nano hydroxyapatit untuk scaffolds tulang mandibula dari tulang cumi sotong
dengan proses klasinasi. Keberhasilan riset awal ini, membuka jalan untuk fabrikasi material
scaffold dengan jumlah banyak (skala industri) untuk mencukupi pasien tumor mandibula dengan
biaya yang terjangkau pasien Indonesia.
Gambar 1. (a) Sotong utuh, (b) Cangkang Sotong
2. METODOLOGI
Riset yang diusulkan ini akan dilakukan mengikuti diagram alir pada Gambar 2 untuk
memudahkan pengambilan data penelitian. Material yang digunakan dalam riset ini adalah tulang
cumi sontong, dan HA komersial buatan Sigma Aldrich sebagai pembanding. Dalam riset ini,
spesimen dibuat sesudah di ball milling atau diperhalus dengan waktu 1, 2, dan 3 jam. Langkah-
langkah pembuatan sintesis HA mulai pembersihan tulang cumi sotong dengan cara merendamkan
didalam aquadesh untuk membersihkan dari kotoran. Hasil pembersihan tulang cumi sotong
dikeringkan didalam microwave pada suhu 100oC selama 2 jam. Setelah kering diambil bubuk
kapur yang menempel pada tulang cumi sotong dengan cara menggarukan spatula ke permukaan
tulang. Bubuk kapur hasil pengambilan dari tulang cumi sotong diayak dengan ukuran mesh 200
menghasilkan ukuran butir yang keluar 76 µm. Bubuk kapur cumi sotong dikalsinasi kedalam
muffle atau dapur induksi untuk mendapatkan sintesis HA. Temperatur kalsinasi 900, 1000 dan
1100oC dengan penahanan waktu 1,2, dan 3 jam. Pengambilan bubuk sintesi HA menggunakan
pendinginan alami, dengan cara menurunkan temperatur kontrol pada suhu 27oC baru diambil.
(a) (b)
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
3
Hasil pengambilan dari muffle diberi kode TK-900/BL-0, TK-1000/BL-0, dan TK-1100/BL-
0. Proses selanjutnya pembuatan sintesis HA dengan ukuran nanonmeter menggunakan mesin ball
milling sebagai penghancur. Variasi waktu operasional proses ball milling mulai dari1, 2, dan 3
jam. Hasil proses ball milling diberi kode TK-900/BL-1, TK-1000/BL-2, dan TK-1100/BL-3,
sedangkan sebagai pembanding diberi kode HA-OG. Kode TK-900 menunjukan temperatur
kalsinasi 900oC dan BL-1 menunjukan waktu ball milling 1 jam. Spesimen pengujian berbentuk
powder atau bubuk mulai dari pengujian XRD, FTIR, dan SEM untuk mengkarakterisasi sintesis
HA nanomaterial. Hasil pengujian sintesis HA nanomaterial dikomparasi dengan HA original merk
Sigma Aldrich.
Gambar 2. Diagram alir penelitian
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Uji X-Ray Diffractometer (XRD)
Material sintesis nano HA berbentuk serbuk (powder) yang diperlihatkan pada Gambar 3
dilakukan pengujian XRD. Sampel berbentuk serbuk ditaruh dalam anvil (landasan) pada mesin
XRD merk Philips-binary. Penembakan dilakukan di daerah permukaan butir, sehingga dapat
mengidentifikasi jenis mineral yang terkandung dalam permukaan butiran. Hasil pengujian sebuah
sampel diprint-out dan dapat dicopy dengan perangkat pengcopy (flashdisk) untuk dapat diolah
datanya dengan software lain semacam Origin-50. Hasil data berbentuk grafik yang menampilkan
unsur senyawa dan bentuk kristal.
Gambar 3. Material serbuk sintesis nano HA
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
4
Material sintesis HA nanomaterial dari tulang cumi sontong di ball miiling untuk
mendapatkan butiran yang lebih halus. Waktu penghalusan selama 1, 2, dan 3 jam menggunakan
mesin ball milling. Temperatur kalsinasi dengan variasi 900oC. 1000
oC, dan 1100
oC. Pengaruh
temperatur kalsinasi terhadap waktu proses ball milling disajikan dalam Gambar 4a, b, c.
a. Pola difraksi sinar-X spesimen TK-900/BL-1
b. Pola difraksi sinar-X spesimen TK-1000/BL-2
c. Pola difraksi sinar-X spesimen TK-1100/BL-3
Gambar 4. Pola difraksi sinar-X dari produk kalsinasi pada berbagai temperatur dan waktu ball
milling
Posit ion [°2The ta ] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
200
400
600
800
Se sudah TK.900 BL.1
P o s it i on [ ° 2 T h e ta ] ( C o p p e r ( C u ) )
2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0
C o u n t s
0
2 0 0
4 0 0
6 0 0
8 0 0
S e s u d a h T K .1 0 0 0 B L _ 2
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
200
400
600
800 Sesudah TK.1100 BL.3
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
5
Gambar 4 menunjukkan secara umum bahwa kenaikkan temperatur kalsinasi memberikan
difraktogram dengan pola yang serupa namun puncak-puncaknya semakin rendah. Pada puncak
tertinggi dimiliki spesimen sintetetis nano HA TK-900/BL-1 dengan puncak tertinggi sudut °2Th
di 34.0744o dengan ketinggian 918.74 cts. Naiknya temperatur kalsinasi menurunkan ketinggian
puncak, bagaimana dimiliki spesimen TK-1100/BL-3 pada sudut 34.1457o memiliki tinggi
puncak 819.92 cts. Tingginya temperatur kalsinasi menurunkan tinggi puncak dan mempengaruhi
terbentuknya kristal (Tontowi, A.E., Ana, I.D., dan Siswomihardjo, W., 2006). Gambar 4a, b, c
memberikan difraktogram dengan puncak-puncak yang tajam dan intensitas tinggi. Pola seperti
ini menggambarkan bahwa sampel tersebut berfase semi kristal dan mempunyai kristalinitas yang
masih rendah (Pujianto dkk, 2005). Pada temperatur 900oC memberikan kristalinitas yang sedikit
lebih tinggi dari pada temperatur 1000oC. Temperatur kalsinasi pada 900
oC pada Gambar 4a
memberikan difraktogram dengan puncak-puncak yang tajam dengan intensitas yang tinggi
(Nasution, D., 2006). Hal ini menandakan bahwa sampel telah berbentuk kristal dengan tingkat
kristalinitas yang tinggi atau kristal yang sempurna. Penurunan kristalinitas dapat disebabkan oleh
kerusakan kristal dari sampel tersebut, akibat temperatur kalsinasi yang relatif tinggi (Solechan,
2014).
Gambar 5. Pola difraksi sinar-X pada HA komersil (merk Sigma Aldrith)
Pola kristalinitas sampel mengindikasikan bahwa temperatur menentukan proses
kristalisasi bahan tersebut. Dari data diketahui bahwa kalsinasi pada temperatur 900oC
memberikan hasil yang terbaik, atau menunjukkan temperatur yang optimum. Apabila pola
difraksi sampel hasil kalsinasi, pada temperatur 900oC memiliki kesamaan pola difraksi
hidroksiapatit komersil dari Sigma Aldrith. Kesamaan pola difraksi ini mengindikasikan bahwa
sampel hasil kalsinasi hidroksiapatit, untuk ketinggian puncak masih dibawahnya, sehingga
material sintesis nano HA untuk kristalnya masih rendah. Puncak tertinggi pada HA komersil
mencapai 1.230 cts terjadi perbedaan 311,26 cts ditampilkan pada Gambar 5.
3.2 Hasil Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Karakterisasi gugus fungsi material sinstesis nano HA dari tulang cumi sotong dari pengaruh
temperatur kalsinasi dan waktu ball milling di uji FTIR. Spesimen uji FTIR berbentuk spesimen
serbuk. Spesimen uji dengan kode TK-900/BL-1, TK-1000/BL-2, dan TK-1100/BL-3. Hasil uji
FTIR memperkuat data pada uji XRD dimana HA nanomaterial dari cumi sontong yang dihasilkan
dengan metode kalsinasi memiliki kemurnian yang tinggi. Gugus fungsi partikel HA setiap ikatan
memberikan citra berupa puncak yang khas sehingga berguna untuk identifikasi gugus fungsi
senyawa. Hasil uji FTIR HA nanomaterial dengan variasi temperatur kalsinasi dan waktu ball
milling ditunjukan pada Gambar 6a, b, dan c. Hasil uji spesimen kode TK-900/BL-1
memperlihatkan pada Gambar 6a untuk material HA dari gugus fungsi Ca10(PO4)6(OH) , yaitu
pada wave number 874,50; 1096,82 cm-1
dimiliki gugus fungsi PO4-3
. Gugus fungsi CaCo3 (calcium
carbonat) pada wave number 1468.81 cm-1. Wave number 3639,52 cm-1 dimiliki gugus fungsi OH.
Hasil uji FTIR menunjukan material sintesis HA nanomaterial memiliki unsur yang dimiliki
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
6
material hydroxyapatite komersil. Uji FTIR ini memperkuat data pada uji XRD. Gambar 6b pada
spesimen TK-1000/BL-2 menunjukan gugus yang sama dengan TK-900/BL-1. Unsur yang terdapat
gugus PO4-3
terdapat pada wave number 854,07; 875,00; 1082,76 cm-1
. Gugus CaCo3 pada wave
number 1472,23 cm-1 dan gugus OH pada wave number 3639,62 cm-1.
a. Pola FTIR spesimen TK-900/BL-1
b. Pola FTIR spesimen TK-1000/BL-2
c. Pola FTIR spesimen TK-1100/BL-3
Gambar 6. Pola FTIR sampel variabel temperatur dan waktu ball milling
Spesimen TK-1100/BL-3 menunjukan gugus yang sama dengan spesimen lainya. Hasil uji
FTIR diperlihatkan pada Gambar 6c. Unsur yang terdapat gugus PO4-3
terdapat pada wave
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
7
number 712,80; 854,53; 873,21; 1082,50 cm-1. Gugus CaCo3 pada wave number 1455,55 cm-1
dan gugus OH pada wave number 3640,55 cm-1. Bertambahnya temperatur kalsinasi dan waktu
ball milling tidak berpengaruh terhadap bentuk gugus senyawa yang dimiliki oleh sintesis HA
nanomaterial dibuktikan dengan uji FTIR. Temperatur kalsinasi 1000oC dan 1100oC untuk
senyawa PO4-3 lebih banyak terdeteksi dengan transmitansi lebih rendah, ini menunjukan
senyawa PO4-3
tidak murni dikarenakan rusaknya gugus fungsi yang diakibatkan tingginya
temperatur kalsinasi (Herliansyah, M.K., M, Hamdi., 2009).
3.3 Hasil Uji Scanning Electron Microscope (SEM)
Spesimen uji SEM berbentuk serbuk. Uji SEM untuk mengetahui morfologi bentuk
butiran dan unsur material. Spesimen yang diuji dengan kode TK-900/BL-1, TK-1000/BL-2,
dan TK-1100/BL-3. Pengujian SEM dengan pembesaran 2500x dan 10.000x. Posisi pemotretan
pada permukaan butir HA nonomaterial. Hasil uji SEM spesimen TK-900/BL-1 atau temperatur
kalsinasi 900oC dan waktu ball milling 1 jam ditampilkan pada Gambar 7. Bentuk butiran HA
berbentuk kristal, berwarna putih, butiran terpisah satu sama lainya dengan ukuran butir
berdiameter ± 17-18 µm (0,017-0,020 nm). HA dengan senyawa Ca10(PO4)6(OH) pada gambar
berwarna putih menunjukan unsur Ca dan berbentuk kristal (Herliansyah,M.K, M, Hamdi.,
2009).
a) Pembesaran 2500 x b) Pembesaran 10.000 x
Gambar 7. Struktur mikro spesimen TK-900/BL-1: a) pembesaran 2500x dan b) pembesaran
10.000x
Gambar 8 memperlihatkan hasil uji SEM TK-1000/BL-2 atau temperatur kalsinasi 1000oC dan
waktu ball milling 2 jam. Ukuran butir HA berdiameter ± 13-16 µm (0,013-0,016 nm) dengan
warna lebih hitam dan butiran berbentuk mengumpal atau agglomerate. Bertambanya temperatur
kalsinasi menjadikan bentuk butiran sudah berbeda dan waktu proses ball milling menjadikan
butiran HA semakin kecil.
a) Pembesaran 2500 x b) Pembesaran 10.000 x
Gambar 8. Struktur mikro spesimen TK-1000/BL-2: a) pembesaran 2500x dan b) pembesaran
10.000x
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
8
Spesimen sintesi HA nonomaterial dengan TK-1100/BL-3 atau temperatur kalsinasi 1100oC dan
waktu ball milling 3 jam ditampilkan pada Gambar 9. Bentuk butiran lebih banyak yang
berbentuk agglomerate diperlihatkan pada Gambar 9a dan ukuran butir semakin kecil dengan
diameter ± 10-11 µm (0,010-0,011 nm) dithunjukan pada Gambar 9b dengan pembesaran
10.000x. Proses ball milling semakin lama akan memperkecil ukuran butir dan temperatur kalsinasi
semakin tinggi menjadikan fase semi kristal dan kristalinitas rendah. Rendahnya kristalinitas
diakibatkan rusaknya gugus fungsi akibat temperatur terlalu tinggi (Herliansyah, M.K et al, 2006).
Unsur Ca dan PO4-3
pada temperatur kalsinasi 1100oC berbentuk semi kristal atau amorphous
dengan bentuk butiran agglomerate, sehingga temperatur 1100oC tidak cocok untuk temperatur
kalsinasi sintesis HA nanomaterial dari tulang cumi sotong.
a) Pembesaran 2500 x b) Pembesaran 10.000 x
Gambar 9. Struktur mikro spesimen TK-1100/BL-3: a) pembesaran 2500x dan b) pembesaran
10.000x
4. KESIMPULAN 1. Meningkatnya temperatur kalsinasi akan merusak gugus fungsi dari material sintesis HA
nanomaterial dengan bentuk fase semi kristal. Temperatur kalsinasi yang optimal pada suhu
900oC.
2. Proses ball milling semakin lama menjadikan ukuran butir semakin kecil, tetapi waktu
proses ball milling 3 jam belum mampu menjadikan material HA berukuran nano.
3. Secara karakterisasi material sisntesis HA nanomaterial TK-900/BL-1 menyamai
karakteristik HA komersil (Sigma Aldrith), tetapi fase ketinggian puncak masih
dibawahnya, sehingga material sintesis HA nanomaterial untuk kristalnya masih rendah.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesian yang telah memberikan dana untuk Penelitian Dosen
Pemula tahun anggaran 2014-2015.
DAFTAR PUSTAKA
Chen, J., A.D. Del Genio, B.E. Carlson, and M.G. Bosilovich, 2008: The spatiotemporal structure
of twentieth-century climate variations in observations and reanalyses. Part I: Long-
term trend. 21, 2611-2633, d
Deng, C., Duan, Y., Chen, J., and Zhang, X., 2010, The Effect of Organisms on Formation of
Bone-Like Apatite on Porous Calcium Phosphate in Simulated Body Fluid,
Bioceramics 15, ISBN=0-87849-911-3, KEM - Key Engineering Materials, Volume
240-242, ISSN=1013-9826.
ISSN 1978-2497
ITEKS
Intuisi Teknologi Dan Seni
EDISI 7 NO 1 APRIL 2015
9
Fu Q, Rahaman MN, Dogan F, Bal BS (2008). Freeze-cast hydroxyapatite scaffolds for bone tissue
engineering applications. Biomed Mater 3: 1-7
Fonseca RJ, (2000).,Masticatory myalgias. In Oral and Maxillofacial Surgery. Temporomandibular
Disorderset al.: Philadelphia: WB. 38–45.
Hench, L.L., 1991, Bioceramics from Concept to Clinic, Journal of American Ceramics Soc, 74(7),
pp.1487-510.
Herliansyah, M.K., M, Hamdi., 2009., The influence of sintering temperature of the properties of
compacted bovine hydroxyapatite., Material Science and Engineering: C, 29, 1674-
1680.
Herliansyah, M.K., Toque, J.A., Hamdi, M., Ide-Ektessabi, A. and Wildan, M.W., 2006, ISTECS
Journal, Vol. VIII, pp. 25-33.
Javidi M., Bahrololoom M. E. and Ma J. (2008) Electrophotic deposition of natural hydroxyapatite
on medical grade 316L stainless steel. J. Materials Science and Engineering C28.
1509-1515.
Karageorgiou V, Kaplan D., 2005., Porosity of 3D biomaterial scaffolds and osteogenesis.,
Department of Chemical and Biological Engineering, Tufts University, 4 Colby Street,
Medford, MA 02155, USA
Nanocomial survellience sytem data rumah sakit Dr. Kariadi (2010).
Nasution, D., 2006, Pembuatan Hydroxyapatite dari Calcite Gunung Kidul dan Karakterisasinya,
Tesis S2, Jurusan Teknik Mesin FT UGM, Yogyakarta
Nazarpak HN, Solati-Hasjin, Moztarzadeh, 2009., Komposit Hidroksiapatit Kalsinasi Suhu Rendah
dengan Alginat Sargassum Duplicatum., Universitas Indonesia (UI)., C1.1515.,
Indonesia.
Sopyan, I., 2004, Development of Hydroxyapatite Powders for Medical Applications via a Sol-Gel
Procedure, Proceeding Asia-Pasific Nanotechnology Forum.
Salter RB., 1984., Text Book of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd
Ed.
Baltimore: William-Wilkins p.320 – 45.
Smith. JE, Blackwell K,, Mandibular reconstruction, (2009) http://emedicine.medscape.com/article
( 23 Oktober 2009).
Stošić, S., Kozarski, J., Stošić-Opinćal, T., Jović, N., Kozomara, R. (2005) Mikrovaskularni
osteoseptokutani radijalni režanj u nadoknadi defekata donje vilice nastalih ratnim
ranjavanjem. Vojnosanitetski pregled, vol. 62, br. 6, str. 429-434.
Singare.S, Reece GP,(2004). Mandibular restoration in the cancer patient: microvascular surgery
and implant prostheses. Tex Dent J ;109(6):23–26.
Sandia National Laboratories dan Carle Foundation Hospital., 2010., - Technology Ventures
Corporation., New and Highlihts press.,352.
Solechan, 2014, Karakterisasi Scaffold Bovine Hydroxyapatite Dari Tulang Sapi Limbah Bakso
Balungan Untuk Aplikasi Implan Tulang Mandibula menggunakan metode kalsinasi,
Jurnal SNATIF 2 Agustus, Volume. 1 Nomor 1. Tontowi, A.E., Ana, I.D., dan Siswomihardjo, W., 2006, Pengembangan dan Pembuatan Material
Bioaktif Menggunakan Gypsum Kulon Progo sebagai Matrial Restorasi Kerusakan
Tulang,