isi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi saluran urogenital merupakan infeksi system nomor dua paling sering
setelah infeksi saluran napas. Infeksi ini disebabkan oleh berbagai bakteri piogenik;
diluar rumah sakit terutama oleh Eschrichia Coli, sedangkan didalam rumah biasanya
oleh bakteri dari kelompok pseudomonas, proteus, dan klebsiela.
Infeksi asendens sering ditemukan, terutama pada perempuan karena uretra
pendek sehingga infeksi mudah naik. Pada lelaki, infeksi asendens dapat terjadi pada
instrumentasi atau kateterisasi. Infeksi saluran kemih tidak akan naik lebih tinggi
dari kandung kemih bila taut vesikoureter paten sehingga tidak terjadi refluks
vesikoureter.
Kadang ada hubungan yang kausal yang erat dengan urolitiasis dan obstruksi
saluran kemih.
Infeksi dari sumber infeksi lain didalam tubuh secara hematogen jarang
ditemukan. Kadang ada hubungan dengan obstruksi dan stasis. Penyebaran infeksi
limfogen mungkin berasal dari kolon, serviks, adneksa, atau uretra. Ekstensi
langsung per kontinuitatum dapat berasal dari apeks apendiks, abses panggul, atau
proses infeksi panggul yang lain.
Umumnya infeksi dicegah oleh lancarnya arus kemih. Setiap stasis, gangguan
urodinamik, atau hambatan arus merupakan factor pencetus infeksi. Selain factor
local tersebut, harus dipertimbangkan factor pencetus umum, misalnya diabetes
mellitus (dengan atau tanpa neuropati), penurunan imunitas, supresi system imun,
atau malnutrisi.
Biasanya dibedakan atas infeksi saluran kemih atas (seperti pielonefritis atau
abses ginjal), infeksi saluran kemih bawah (seperti sistitis atau urethritis), dan infeksi
genital (seperti prostatitis, epididymitis, vesikuliti, dan orkitis). Bila ada infeksi
saluran kemih, setiap pasien yang dikateterisasi harus dilindungi dengan antibiotic.
Kateterisasi atau instrumentsi endoskopik harus memenuhi syarat antiseptik.
Komplikasi infeksi saluran kemih terdiri atas septisemia dan urolitiasis.
Saluran kemih sering merupakan sumber bakteriemia yang disebabkan oleh
penutupan mendadak oleh batu atau instrumentasi pada infeksi saluran kemih, seperti
pada hyperplasia prostat dengan prostatitis. Bakteriemia dengan bakteri Gram
1
negative dapat menimbulkan syok toksik karena toksemia yang sering sukar diatasi.
Untuk pencegahannya mutlak harus mentaati hukum antiseptik kateterisasi.
B. Tujuan
Memahami anatomi dan fisiologi sistem urogenital
Mengetahui gangguan yang sering terjadi pada saluran kemih
Mengerti etiopategenesis dari terjadinya gangguan saluran kemih.
C. Manfaat
Membantu mahasiswa ketika menemukan kasus gangguan saluran kemih di
klinik ataupun di masyarakat luas.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Skenario
Kolik
Seorang laki-laki berusia 63 tahun datang ke unit gawat darurat dengan nyeri
perut hebat disertai muntah. Sebelumnya pasien merasakan nyeri hilang timbul sejak
dua minggu yang lalu. Keluhan lain yang dirasakan adalah demam terus menerus,
menggigil, rasa terbakar pada perut bagian bawah, dan berkemih sering tetapi hanya
sedikit-sedikit dan keruh. Sejak sehari yang lalu pasien mengeluh nyeri pada
pinggang kiri, BAB normal. Riwayat penyakit dahulu pasien telah menderita
Diabetes Melitus sejak 5 tahun yang lalu. Setiap bulan rutin melakukan pemeriksaan
laboratorium.
Vital Sign: TD 140/90 mmHg, HR 108 kali/menit, RR: 22 kali /menit, T:
38,5 C, pemeriksaan fisik ditemukan: nyeri tekan supra pubik (+), nyeri ketok CVA
kiri (+), genitalia: dalam batas norma. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya
disangkal. Hasil pemeriksaan laboratorium urinalisa dan fungsi ginjal. Dokter
menyarankan beberapa pilihan pemeriksaan penunjang antara lain foto polos
abdomen, USG abdomen dan IVP.
B. Keyword
Seorang laki-laki berusia 63 tahun
nyeri perut hebat disertai muntah
nyeri hilang timbul sejak dua minggu yang lalu
demam terus menerus, menggigil, rasa terbakar pada perut bagian bawah
berkemih sering tetapi hanya sedikit-sedikit dan keruh
nyeri pada pinggang kiri
menderita Diabetes Melitus sejak 5 tahun yang lalu
Vital Sign: TD 140/90 mmHg, HR 108 kali/menit, RR: 22 kali /menit, T: 38,5 C
nyeri tekan supra pubik (+)
nyeri ketok CVA kiri (+)
C. Terminologi
Kolik: Nyeri yang sifatnya hilang timbul
CVA: Costovertebra
IVP: Intravenous Pieloghrapy
3
D. Permasalahan
1. Anatomi fisiologi traktus UG
GINJAL
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperintoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacangdengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis,
yang didalamnya terdapat apek pelvis renalis dan struktur lain yang merawat
ginjal, yakni pembuluh darah, system limpatik dan system saraf.
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis
kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam hal ini,
ginjal lelaki relative lebih besar ukurannya daripada perempuan. Pada orang
yang mempunyai ginjal tunggal yang didapat sejak usia anak, ukurannya lebih
besar daripada ginjal normal. Pada autopsy klinis didapatkan bahwa ukuran
rerata ginjal orang dewasa adalah 11,5 cm (panjang) kali 6 cm (lebar) kali 3,5
cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120 sampai 170 gram atau kurang lebih
0,4% dari berat badan.
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian, yaitu korteks dan
medulla ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superficial dan didalamnya terdapat
berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medulla
ginjal yang terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil
yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin.
Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus (TC) proksimalis, loop
of henle, tubulus kontortus (TC) distalis, duktus kolegentes. Darah yang
membawa sisa hasil metabolism tubuh difiltrasi (saring) didalam glomerulus dan
kemudian setelah sampai di tubulus ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan
tubuh mengalami reabsorpsi dan sisa zat metabolism yang tidak diperlukan oleh
tubuh menglami sekresi membentuk urin.
URETER
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urine dari pielum (pelvis) ginjal ke buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya
4
lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. dindingnya terdiri atas 1
mukosa yang di lapisi oleh transisional, 2 otot polos sirkuler 3 otot polos
longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang
memungkinkan terjadinya gerakan peristaltic ureter guna mengalirkan urine ke
dalam buli-buli.jika karena suatu sebab terdapat sumbatan pada lumen ureter
sehingga menyumbat aliran urine,otot polos ureter akan berkontraksi secara
berlebihan, yang bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu
dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang
secara berkala sesuai dengan irama peristaltic ureter.
Ureter membentang dari pileum hingga buli-buli, dan sevara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit
daripada tempat lain. Tempat penyempitan itu antara lai adalah 1) pada
perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelviureter junction, 2) tempat
pada saat ureter menyilang arterika iliaka dirongga pelvis, dan 3) pada saat
ureter masuk ke buli-buli. Di ketiga tempat penyempitan itu batu atau benda lain
yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut. Ureter masuk ke buli-buli dalam
posisi miring dan berada pada otot buli-buli atau intramural; keadaan ini dalam
mencegah terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau refluks
vesicoureter pada saat buli-buli berkontraksi.
BULI-BULI
Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri atas
tiga lapis otot detrusor yang saling beranyaman, 1) terletak paling dalam, adalah
otot longitudinal, 2) ditengah merupakan otot sirkuler, dan 3) paling luar
merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel transisional yang
sama seperti pada mukosa pelvis renali, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar
buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu
segitiga yang disebut trigonum buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam
penampungan urin, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya
untuk orang dewasa lebih kurang adalah 300-450 ml; sedangkan kapasitas buli-
buli pada anak menurut formula dari Koff adalah:
5
Kapasitas Buli-buli= [Umur (tahun) + 2] x 30 ml
URETRA
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu
uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan cairan mani. Ureta diperlengkapi dengan sfingter uretra interna
yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna
yang terletak pada perbatasan anterior dan posterior. Sfingter uretra interna
terdiri atas otot polos yag dipersarafi oleh system simpatetik sehingga pada saat
buli-buli penuh sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot
bergaris yang dipersarafi oleh system somatic. Aktifitas sfingter uretra eksterna
ini dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra
wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25
cm. perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan
pemgeluaran urin lebih sering terjadi pada pria.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra 1) pars prostatika, yakni
bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan 2) uretra pars
membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu
tonjolan verumontanum, dan disebelah proksimal dan distal dari verumontanum
ini terdapat krostal uretralis. Bagian akhir dari vars deferen yaitu kedua duktus
ejakulatoris, terdapat dipingginr kiri dan kanan verumontanum. Sekresi kelenjar
prostat bermuara didalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prosatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus
spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas 1) pars bulbosa, 2) pars pendularis,
3) fossa nafikularis, dan 4) meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra
anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses
reproduksi yaitu kelenjar Cowperi yang berada didalam diafragma urogenitalis
dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar
parairetralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
6
Panjang uretra wanita lebih kurang 4 cm dengan diameter 8 mm. berada
dibawah simpisis pubis dan bermuara disebelah anterior vagina. Didalam uretra
bermuara kelenjar periuretra, diantaranya adalah kelenjar skene. Kurang lebih
sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot
bergaris. Tonu otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi
mempertahankan urin tetap berada didalam buli-buli pada saat perasaan ingin
miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat
kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna
Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi
dengan urin. Mikturisi melibatkan dua tahap utama; pertama, kandung kemih
terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui
nilai ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan tahap kedua yaitu adanya
reflex saraf (disebut reflex mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih
atau jika gagal setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari.
Meskioun reflex mikturisi adalah reflex medulla spinalis yang bersifat
autonomy, refleks ini dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks
serebri atau batang otak.
Refleks mikturisi adalah reflks medulla spinalis yang bersifat otonom,
tetapi dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi (1)
pusat fasilitasi dan inhibisi yang kuat di batang otak, terutama terletak di pons,
dan (2) beberapa pusat yang terletak di korteks serebri yang terutama bersifat
inhibisi tetapi dapat berubah menjadi eksitasi.
Refleks mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih tetapi biasanya
pusat yang lebih tinggi akan melakukan kendali akhir untuk proses mikturisi
sebagai berikut:
1. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat sebagian
kecuali bila mikturisi diinginkan.
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi refleks
mikturisi dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus-menerus
melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya.
7
3. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi
sacral untuk membantu memulai refleks mikturisi dan pada saat yang sama
menghambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin dapat terjadi.
Pengeluaran urin secara volunteer biasanya dimulai dengan cara berikut:
Mula-mula, orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya,
yang akan meningkatkan tekanan didalam kandung kemih dan memugnkinkan
urin tambahan memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior dalam
keadaan dibawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu
reseptor regang yang mencetuskan refleks mikturisi dan secara bersamaan
menghambat sfingter uretra eksterna. Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan
dan menyisakan tidak lebih dari 5-10 ml urin didalam kandung kemih.
2. Proses Miksi (berkemih)
Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi
dengan urin. Mikturisi melibatkan dua tahap utama; pertama, kandung kemih
terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui
nilai ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan tahap kedua yaitu adanya
reflex saraf (disebut reflex mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih
atau jika gagal setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari.
Meskioun reflex mikturisi adalah reflex medulla spinalis yang bersifat
autonomy, refleks ini dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks
serebri atau batang otak.
Refleks mikturisi adalah reflks medulla spinalis yang bersifat otonom,
tetapi dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi (1)
pusat fasilitasi dan inhibisi yang kuat di batang otak, terutama terletak di pons,
dan (2) beberapa pusat yang terletak di korteks serebri yang terutama bersifat
inhibisi tetapi dapat berubah menjadi eksitasi.
Refleks mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih tetapi biasanya
pusat yang lebih tinggi akan melakukan kendali akhir untuk proses mikturisi
sebagai berikut:
o Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat
sebagian kecuali bila mikturisi diinginkan.
8
o Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi
refleks mikturisi dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus-
menerus melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang dengan
sendirinya.
o Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat
mikturisi sacral untuk membantu memulai refleks mikturisi dan pada saat
yang sama menghambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin dapat
terjadi.
Pengeluaran urin secara volunteer biasanya dimulai dengan cara berikut:
Mula-mula, orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya,
yang akan meningkatkan tekanan didalam kandung kemih dan memugnkinkan
urin tambahan memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior dalam
keadaan dibawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu
reseptor regang yang mencetuskan refleks mikturisi dan secara bersamaan
menghambat sfingter uretra eksterna. Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan
dan menyisakan tidak lebih dari 5-10 ml urin didalam kandung kemih.
3. Penyebab demam, menggigil, rasa terbakar di perut bagian bawah, berkemih
sedikit dan keruh, penyebab HR meningkat, penyebab mual dan muntah.
DEMAM DAN MENGGIGIL
Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat didalam jaringan atau
dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan
dan limfosit pembunuh berganula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna
hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 – yang juga disebut
leukosit pirogen atau pirogen endogen – ke dalam cairan tuuh. Interleukin-1,
saat mencapai hipotalamus segera mengaktifkan proses yang menimbulkan
demam, kadang-kadang meningkatkan suhu tubuh dalam jumlah yang jelas
terlihat dalam waktu 8-10 menit. Sedikitnya seperepuluh juta gram endotoksin
lipopolisakarida dari bakteri, bekerja dengan cara ini secara bersama-sama
dengan leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit pembunuh, dapat
menyebabkan demam. Jumlah interleukin-1 yang dibentuk sebagai respon
terhadap lipopolisakarida untuk menyebabkan demam hanya beberapa
nanogram.
9
URINE SEDIKIT DAN KERUH
Obstruksi menyebabkan urin statis sehingga bakteri berkembang dan imun tubuh
untuk melawan bakteri sehingga leukosit meningkat mengakibatkan eksudat
menyebabkan keruh pada urin atau piuria.
Iritasi pada saluran urogenital mengakibatkan sensitifitas otot vesica
urinaria menjadi meningkat pada saat urin masuk vesica urinaria urin langsung
keluar dan terkadang urin keluar dengan lancar.
4. Hubungan DM dengan hipertensi
a) Diabetes mielitus adalah suatu penyakit dimana terjadi peningkatan kadar
glukosa melebihi batas normal dalam darah, hal ini sangat mendukung
untuk terjadinya hipertensi dikarenakan konsentrasi darah akan menjadi
lebih pekat yang menyebaabkan jantung akan berusaha keras untuk
memompa darah ke seluruh tubuh, hal inilah yang dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi.
b) Seorang yang mengalami DM akan beresiko untuk terjadinya aterosklerosis
atau penimbunan plak kolestrol dalam pembuluh darah arteri menyebabkan
terjadinya penyumbatan pembuluh darah sehingga darah yang dari jantung
akan sulit untuk diedarkan keseluruh tubuh atau jaringan perifer, sebagai
mekanisme kompensasinya jantung akan memompa darah lebih kuat lagi
sehingga terjadilah hipertensi.
5. Pemeriksaan lab urinalisa dan fungsi ginjal
o Pada pemeriksaan urinalisa dikelompokkan menjadi 3 :
1. Pemeriksaan (sifat) fisis:
a. Warna
b. Kejernihan
c. Bau
d. Buih / gelembung
e. Berat jenis
2. Pemeriksaan kimia: (carik celup / tablet/tabung)
a. pH
b. Berat Jenis
c. Protein
10
d. Darah (Eritrosit/Blood)
e. Nitrit
f. Leucocyte Esterase
g. Glucose
h. Ketones
i. Bilirubin
j. Urobilinogen
3. Pemeriksaan mikroskop:
a. Sel darah merah
b. Sel darah putih
c. Sel epitel
d. Torak/silinder/cast
e. Bakteri dan mikroorganisme lain
f. Kristal
g. komponen lain
o Pemeriksaan Fungsi Ginjal
1. Pemeriksaan urine (urinalisis)
2. Darah rutin
3. Urea, kreatinin,asam urat (NPN= non protein nitrogen)
4. Elektrolit : Na, K, Cl, P, Ca
6. Hal yang dapat ditemukan pada Pemeriksaan penunjang foto polos abdomen,
USG Abdomen dan IVP
1. Pada foto polos abdomen
2. USG abdomen : Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan atau dilihat ukuran
ginjal, adanya obstruksi, penilaian ginjal unilateral, mengetahui letak ginjal.
3. IVP: foto polos radiografi abdomen yang kemudian dilanjutkan dengan
penyuntikan media kontras intravena. Media kontras bersirkulasi melalui
aliran darah dan jantung menuju ginjal tempat media kontras dieskresi.
Sesudah disuntikkan maka setiap menit selam 5 menit pertama dilakukan
pengambilan foto untuk memproleh gambaran korteks ginjal. Pada
glomerulonefritis, korteks tanpak menipis. Pada pielonefritis dan iskemia,
korteks seakan termakan oleh ngengat. Pengisian yang adequate pada kaliks
akan terevaluasi pada pemeriksaan radiografi menit k 3 dan k 5. foto lain lain
11
yang ddiambil pada menit k 15 dapat memperlihatkan kaliks, pelvis, dan
struktur ureter. Struktur ini akan mengelami distorsi bentuk apabila terdapat
kista, lesi, obstruksi.
7. Hubungan Keluhan Pasien dengan Hipertensi
Renin angiotensin aldosteron (RAA) merupakan system yang berperan
penting dalam memelihara hemodinamik dan hemostasis kardiovasekuler.
Sistim RAA dianggap sebagai suatu hemostatic feed back loop dimana ginjal
dapat mengeluarkan renin sebagai respon terhadap rangsangan seperti tekanan
darah rendah,stress simpatetik, berkurangnya volume darah dan bila keadaan-
keadaan ini normal kembali, maka RAA sistim tidak teraktivasi kembali.
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan
sebaliknya hypertensi dalam jangka waktu lama dapat mengganggu ginjal.
Beratnya pengaruh hypertensi pada ginjal tergantung dari tingginya tekanan
darah dan lamanya menderita hypertensi. Makin tinggi tekana darah dalam
waktu yang lama makin berat komplikasi yang ditimbulkan. Penelitian-
penelitian selama ini membuktikan bahwa hypertensi merupakan salah satu
factor pemburuk fungsi ginjal disamping factor-faktor lain seperti proteinuria,
jenis penyakit ginjal,hiperglikemia,hiperlipidemia, dan beratnya fungsi ginjal
sejak awal.
Hypertensi bisa terjadi oleh karena hal-hal berikut :
1. Retensi natrium
2. Peningkatan system RAA akibat iskemik relative karena kerusakan regional
3. Aktivitas saraf simpatis yang meningkat akibat kerusakan ginjal
4. Hioerparatiroid sekunder
5. Pemberian eritroproein
8. Tujuan dan hasil tes pemeriksaan urinalisa dan tes fungsi ginjal
Tes urinalisa adalah tes yang dilakukan pada sample urin pasien untuk
tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi
berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti
diabetes militus dan tekanan darah tinggi (hypertensi) dan skrining terhadap
status kesehatan umum.
12
Urinalisis terdiri dari pemeriksaan makroskopik (warna, bau,
kejernihan/kekeruhan, dan berat jenis), mikroskopis atau sedimen urin (eritrosit,
leukosit, silinder, sel epitel, Kristal, bakteri, parasit trichomonas, candida,dll)
serta kimia urin (pH, berat jenis, protein, glukosa, keton, bilirubin, urobilinogen,
nitrit esterase leukosit, darah/Hb).
Tes fungsi ginjal
Manfaat dari dilakukannya tes fungsi nginjal ini adalah :
a) Mengetahui adanya kerusakan pada ginjal
b) Mengetahui derajat kerusakan pada ginjal
Dimana lokasi kelaina pada ginjal itu berada di glomerulus, tubulus, atau
vasekular.
9. Tujuan dilakukannya IVP, Foto Polos Abdomen dan USG abdomen
Pemeriksaan BNO IVP adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk
menfoto seluruha daerah abdomen untuk melihat tractus urinalisa dari ginjal
yang emnuju ke kandung kemih. Untuk indikasi dilakukannya IVP ini biasanya
untuk emlihat adanya batu ginjal.
Pemeriksaan foto polos abdomen dilakukan untuk melihat secara
keseluruhan gambaran dari rongga abdomen dan pelvis . adapun indikasi untuk
traktus urinarius untuk melihat besar, kecil, bentuk, dan posisi ginjal, serta
adanya kista, tumor, batu dan pengkapuran dalam ginjal.
Pemeriksaan USG : dilakukan untuk menilai dan melihat daerah yang
obstruksi dan seberapa luas obstruksinya, disana juga dapat menunjukan ukuran,
bentuk dan posisi batu, pemeriksaan ini diperlukan pada permpuan hamil dan
pasien yang alergi kontras radiology, dapat diketahui adanya batu radiolusen dan
dilatasi system kolekstikus. Keterbatasan pemriksaan ini adalah kesulitan untuk
menunjukan batu ureter dan tidak dapat membedakan batu klasifikasi dan batu
radiolusen.
BAB III
DIFERENSIAL DIAGNOSA
13
A. Infeksi Saluran Kemih
1. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada
saluran kemih.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni
kuman di saluran kemih.
2. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih pada anak dipengaruhi oleh umur dan jenis
kelamin. Angka rasio kejadian infeksi saluran kemih pada anak dilaporkan
untuk rasio bayi laki–laki dan perempuan pada awal kehidupan bayi adalah
antara 3 : 1 dan 5 : 1. setelah masa bayi, anak perempuan lebih sering
mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan laki –laki yaitu dengan rasio
L/P 1 : 4 untuk infeksi yang simtomatis dan 1 : 25 untuk infeksi yang
asimtomatis. Prevalensi pada anak perempuan berkisar 3 – 5% sedangkan
anak laki-laki 1% Angka kekambuhan cukup tinggi yaitu pada anak
perempuan 30% pada tahun pertama dan 50% dalam 5 tahun kedepan.
Sedangkan pada anak laki-laki angka kekambuhan sekitar 15-20% pada tahun
pertama dan setelah umur 1 tahun jarang ditemukan kekambuhan. ISK yang
terjadi nosokomial di rumah sakit pernah dilaporkan sebanyak 14,2% per
1000 penderita anak, hal ini terjadi biasanya karena pemakaian kateter urin
jangka panjang. Dewasa wanita rentan terhadapa ISK Karena, penyebabnya
adalah saluran uretra (saluran yang menghubungkan kantung kemih ke
lingkungan luar tubuh) perempuan lebih pendek (sekitar 3-5 centi meter).
Berbeda dengan uretra laki-laki yang panjang, sepanjang penisnya, sehingga
kuman sulit masuk.
3. Etiologi
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain :
Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : Penyebab ISK Complicated
E. Coli : 90% : Penyebab ISK Uncomplicated (simple)
Enterobacter, Stafilokokus Aureus, Streptokokus fecalis
Jamur dan Virus
Infeksi Ginjal
Prostat Hipertropi (sisa urin)
14
4. Patogenesis dan Patofisiologi
Pathogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik
dengan presentasi klinis ISK tergantung dari pathogenesis bakteri dan status
pasien sendiri (host)
1. Peranan patogenisitas bakteri.
Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait
dengan etiologi ISK. Patogenisitas E. Coli terkait dengan bagian permukaan
sel polisakarida dan lipopolisakarin (LPS).
Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/E. coli yang berhasil diisolasi
rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E. coli ini mempunyai patogenisitas
khusus. Penelitian intensif berhasil menentukan factor virulensi E. coli
dikenal sebagai virulence determinalis.
Bakteri pathogen dari urin dapat menyebabkan presentasi klinis ISK
tergantung juga dari factor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh bakteri,
factor virulensi,dan variasi fase factor virulensi
Peranan bacterial attachmen of mucosa. Penelitian membuktikan
bahwa fimbriae (proteinaceous hair-like projection from the bacterial surface)
merupakan salah satu pelengkap pathogenesis yang mempunyai kemampuan
untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P
fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel
saluran kemih atas dan bawah. Fimbriae dari strain E. coli ini dapat diisolasi
hanya dari urin segar.
Peranan factor virulensi lainnya. Kemampuan untuk melekat
(adhesion) mikroorganisme (MO) atau bakteri tergantung dari organ pili atau
fimbriae maupun non fimbriae. Pada saat ini dikenal beberapa adhesion
seperti fimbriae (tipe 1, P dan S), non fembriae adhesions (DR haemaglutinin
atau DFA component of DR blood group), fimbriae adhesions (AFA-1 dan
AFA-111). M-adhesions, G-adhesions dan curli adhesions
Sifat patogenisitas lain dari E. coli berhubungan dengan toksin.
dikenal beberapa toksin seperti α- haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1
(CNF-1), dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hamper 95%
15
α-haemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity
islands (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio.
Resistensi uropatogenik E. coli terhadap serum manusia dengan
perantara beberapa factor terutama aktivasi system komplemen termasuk
membrane attack complex (MAC). Mekanisme pertahanan tubuh
berhubungan dengan pembentukan kolisin (Col V), K-1, Tra T proteins dan
outer membrane protein (OHPA). Menurut beberapa peneliti uropatogenik
MO ditandai dengan ekspresi factor virulensi ganda. Beberapa sifat
uropatogen MO; seperti resistensi serum,sekuestrasi besi, pembentukan
hidroksat dan antigen K yang muncul mendahului manifestasi klinis ISK.
Gen virulensi dikendalikan factor luar seperti suhu, ion besi, osmolaritas, pH,
dan tekanan oksigen.
Factor virulensi variase fase. Virulensi bakteri ditandai dengan
kemampuan untuk mengalami perubahan tergantung pada respon factor luar.
Konsep variasi fase MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi
bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu,
ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal.
2. Peranan factor tuan rumah (host)
Factor predisposisi pencetus ISK. Factor bakteri dan status saluran
kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada
saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi)
bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran
kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gagguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap
infeksi.
Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal, diikuti
refluks MO dari kandung kemih ginjal. Endotoksin (lipid A) dapat
menghambat peristaltic ureter. Refliks vesikoureter ini sifatnya sementara
dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika.
Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila
refluks vesikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak
jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya
tanpa edema dengan/tanpa hipertensi.
16
Status imunologi pasien (host). Prevalensi ISK meningkat terkait
dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri)
dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.
Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga
mempunya peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren.
PATOFISIOLOGI ISK
Hamper semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari urine ke
dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme
dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter.
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan
di klinik, munfkin akibat dari bakterimeia. Ginjal diduga merupakan lokasi
infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat stafilokokus
aureus. Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis dikenal nephritis
lohlein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai
akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negative.
5. Manifestasi Klinik
Pielonefritis akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39.5-
40.5 C), disertai menggigil dan sakit pinggang
ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik,
polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria.
Sindrom uretra akut (SUA). Disuria dan sering kencing. Sindrom uretra
akut dibagi 3 kelompok pasien yaitu :
1. Kelompok pertama pasien dengan piuria. Sumber infeksi berasal dari
kelenjar peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini
memberikan respon baik terhadap antibiotic standar seperti ampisilin.
2. Kelompok ke 2 pasien lekosituri 10-50/lapang pandang tinggi dan kultur
urin steril. Kultur khusus ditemukan Chlamydia trachomatis atau bakteri
anaerobic
3. Kelompok ke 3 pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.
ISK rekuren. Terdiri dari 2 kelompok yaitu:
1. Re-infeksi. Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 mggu
dengan mikroorganisme (MO) yang berlainan.
17
2. Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan oleh mikroorganisme
yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang
adekuat.
6. Diagnosis
Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin,
serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan
diagnosis ISK.
Renal imaging procedures untuk investigasi factor presisposisi ISK :
- USG
- Radiolografi : - foto polos perut
- pielografi IV
- micturating cystogram
- isotop scanning
7. Penatalaksanaan
Penanganan infeksi saluran kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bacteri dari traktus urinarius
dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.
Terapi infeksi saluran kemih (ISSK) pada usia lanjut dapat di bedakan
atas :
a. Terapi antidiotika dosis tunggal
b. Terapi antibiotika conventional : 5-14 hari
c. Terapi antibiotika jangka lama : 4-6 minggu
d. Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko
kekambuhan infeksi. Penggunaan medikasi yang umum mencangkup :
sulfisio xasole (gastrisin, trimetoprim/sulfa metosazole(tpm/smz, baktrim,
septra), kadang apisilin atau amoxilin digunakan, tetapi E. coli telah resiste
terhadap bakteri ini. Piridium, suatu analgesic urinarius juga dapat digunakan
untuk mengurangi ketidak nyamanan akibat infeksi. Dan di anjurkan untuk
sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme
18
yang ungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan
kebelakang untuk meghindari kontaminasi lubang uretra oleh bakteri feses.
a. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri
penyebab ISK resisten terhadapa amoxicillin.
b. Kloramfenicol 50 mg/kg berat badan sehari dalam 4 dosis, sedangkan
bayai premature adalah25 mg/kg berat badan sehari dalam dosis 4kali.
c. Co-trimoxazole atau trimethopim 6-12 mg/kg dalam 2 dosis.
d. Cephalosporin seperti cefixime atau cephahelixin 1-2 g dalam dosis
tunggal atau dosis terbagi (2) untuk infeksi salurankemih bagian bawah.
8. Prognosis
Prognosis pada infeksi saluran kemih adalah baik bila dapat diatasi
factor pencetusnya dan penyebab terjadinya infeksi tersebut.
B. Urolitiasis
1. Definisi
Beberapa definisi tentang urolithiasis :
a. Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius (Brunner and
Suddarth, 2002, hal. 1460).
b. Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali
disebut batu ginjal. Batu dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih
(Black, Joyce, 1997, hal. 1595).
c. Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai
zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium
oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium
fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin
(1%).( Pierce A. Grace & Neil R. Borley 2006, ILMU BEDAH, hal. 171).
d. Urolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air
kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.(DR.
Nursalam, M. Nurs & Fransica B.B, Sistem Perkemihan, hal. 76).
e. Urolithiasis adalah pengkristilan mineral yang mengelilingi zat organik,
misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli
terdiri atas garam kalsium ( oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan
asam urat.(Mary baradero,SPC,MN & Yakobus Siswandi, MSN, klien
gangguan ginjal, hal 59)
19
f. Urolitiasis dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana terdapat mineralisasi
makroskopik, urolit, didalam sistem urinari (Waltham Centre for Pet
Nutrition 1999).
Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa, urolitiasis
adalah penyakit yang ditandai oleh pembentukan batu dalam saluran kemih.
Kebanyakan batu terbentuk dalam ginjal. Dalam jumlah tertentu tumbuh
melekat pada puncak papil dan tetap tinggal dalam kaliks. Yang lain pindah
ke pielum yang kemudian dapat berpindah kearah distal, dapat tinggal atau
menetap di tempat mana saja dan berkembang menjadi batu yang besar.
2. Epidemiologi
Penyakit batu saluran kemih pada negara-negara maju banyak dijumpai
pada saluran kemih bagian atas, sedangkan pada Negara-negara berkembang
banyak dijumpai pada kandung kemih.Hal ini disebabkan oleh perkembangan
ekonomi serta peningkatan pengrluaran biaya untuk kebutuhan makanan
perkapita.
Di Amerika Serikat 5 – 10% penduduknya menderita penyakit ini,
sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1 – 12 % penduduk menderita batu
saluran kemih (Basuki, 2000 Hal. 62).
3. Etiologi
Berdasarkan epidemiologisnya terdapat beberapa faktor yang
mempermudah seseorang terkena batu saluran kemih. Faktor-faktor itu adalah
faktor ekstrinsik ( dari lingkungan sekitar ) dan faktor instrinsik ( dari dalam
tubuh )
Faktor ekstinsik
1. Geografi
2. Iklim dan tempratur
3. Asupan air : kurangnya asupan airdan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi.
4. Diet : diet banyak purin, oksalat, dan kalsium
20
5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannnya
banyak duduk atau kurang sedentary life.
Faktor instrinsik
1. Hereditair
2. Umur : faktor resiko besar pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan
4. Kelainan metabolic
5. Infeksi saluran kemih
4. Pathogenesis
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari
intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat
infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan
batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi
asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah
dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH
urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine
dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu
struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak
dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju
tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan
yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka
penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini
semakin kompleks sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang
kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan
menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah
dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi
21
saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan
terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena
dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena
ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi
penyakit GGK yang dapat menybabkan kematian.
Batu terjebak dalam kandung kemih
Gejala iritasi, traktus urinarius,hematuria
Obstruksi leher kandung kemih Infeksi karena
adanyaa batu
Retensi urin Sepsis
Mengancam hidup
Skema patofisiologi urolitiasis
5. Teori Pembentukan Batu
Teori pembentukan batu renal :
1. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik
Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
2. Teori Supersaturasi
22
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin,
asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine.
Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine
alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat,
sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya
Batu Saluran Kencing.
6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema. Pasien dengan batu ginjal yang besar atau
dikenal dengan staghorn calculi seringkali asimtomatik. Staghorn di sini
maksudnya adalah bentuk batu ginjal yang bercabang mengisi pelvis renalis dan
sedikitnya satu kaliks renalis. Biasanya lebih sering bermanifestasi dalam bentuk
infeksi dan hematuria daripada dalam bentuk nyeri akut. Pada obstruksi bilateral
yang asimtomatik pasien seringkali datang sudah dengan gejala-gejala
kegagalan ginjal
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
proksimal.
Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan
disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu
menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit
fungsional (nefron) ginjal.
Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
1. Batu di piala ginjal
Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
23
Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria
mendekati testis.
Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area
kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah.
Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas
anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar.
2. Batu yang terjebak di ureter
Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang
menyebar ke paha dan genitalia.
Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar.
Hematuri akibat aksi abrasi batu.
Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1
cm.
3. Batu yang terjebak di kandung kemih
Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuri.
Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan
terjadi retensi urine.
7. Macam-macam Batu Ginjal
Berbagai macam batu (kalsium oksalat, kalsium fosfat, tripelfosfat, batu
asam urat, batu sistin) memiliki aspek tersendiri. Secara singkat akan
dijelaskan:
Kalsium oksalat
Batu kalsium oksalat keras, coklat tua, bentuknya seperti murbei, serta
terdiri dari kalsium oksalat monohidrat (wheweliet) atau juga batu keras,
mudah pecah, kuning muda, tajam, yang terdir dari kalsium oksalat dihidrat
(weddeliet). Batu-batu semacam ini bisa nampak jelas dalam gamabr
rontgen.
Kalsium fosfat (apatit)
24
Batu ini lunak, agak keputihan, licin, bisa nampak jelas dalam gambar
rontgen dan sering bercampur dengan komponen batu lain.
Tripelfosfat (amonium magnesium fosfat, struvit)
Dalam keadaan murni batu ini tidak terlihat dalam foto rontgen. Tetapi
biasanaya batu ini bercampur dengan kalsium fosfat sehingga terlihat.
Bentuk yang terkenal ialah batu koral atau batu tanduk rusa atau batu cor.
Batu-batu ini terbentuk akibat infeksi oleh bakteri yang menguraikan
ureum.
Batu Asam Urat
Batu asam urat ialah batu yang keras, kuning coklat, licin yang biasanya
tidak tampak dalam foto rontgen.
Batu Sistin
Batu sistin berwarna kuning muda, licin, teraba agak berlemak, terlihat
dalam foto toraks tetapi tidak tampak jika masih sangat kecil.
8. Diagnosa
Anamnesa
Didapatkan Riwayat penyakit sekarang Keluhan utama yang sering terjadi pada
klien batu ginjal adalah nyeri pinggang akibat adanya batu pada ginjal, berat
ringannya nyeri tergantung lokasi dan besarnya batu, dapat pula terjadi nyeri
kolik/kolik renal yang menjalar ke testis pada pria dan kandung kemih pada
wanita. Klien dapat juga mengalami gangguan saluran gastrointestinal dan
perubahan dalam eliminasi urine (Ignatavicius, 1995).
Pemeriksaan fisik
Inspeksi dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya pembesaran di daerah
pinggang atau abdomen sebelah atas; asimetris ataukah adanya perubahan warna
kulit. palpasi teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda–
tanda gagal ginjal, Pembesaran pada daerah ini dapat disebabkan karena
hidronefrosis atau tumor pada retroperitonium. Perkusi nyeri ketok pada daerah
25
kosto-vertebra, Auskultasi dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta
atau arteri renal untuk memeriksa adanya ‘bruit’. Adanya bruit di atas arteri
renal dapat disebabkan oleh gangguan aliran pada pembuluh darah seperti
stenosis atau aneurisma arteri renal.
1. Laboraturium :
Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan
kristal(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri,
pus, pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin
meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
meningkat.
Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus
aureus, proteus,klebsiela,pseudomonas).
Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein dan elektrolit.
BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah
pada urine) sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal
menyebabkan iskemia/nekrosis.
Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
Sel darah merah : biasanya normal.
Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi
( mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi
ginjal).
Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine).
2. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
26
3. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik
( distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
4. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan efek obstruksi.
5. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain,
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
6. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
9. Penatalaksanaan
1. Tujuannya :
a. Menghilangkan Batu
b. Menentukan jenis Batu
c. Mencegah kerusakan nefron
d. Mengendalikan infeksi
e. Mengurangi obstuksi yang terjadi
f. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
2. Cara penanganan :
a. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat
dihilangkan, morfin diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar
biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan yang
diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal
jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan
cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu
sehingga mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan
sepanjang hari mengurangi kosentrasi kristaloid urine, mengencerkan
urine dan menjamin haluaran urine yang besar.
b. Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter
ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi (
jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal
dan mengurangi nyeri.
c. Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam
mencegah batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari
makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk
27
batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau
lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling
sedikit 8 gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali
dikontraindikasikan.
i. Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam
diet dapat membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
ii. Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang
memiliki batu fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli
aluminium hidroksida dapat diresepkan karena agens ini bercampur
dengan fosfor, dan mengeksikannyamelalui saluran intensial bukan
ke system urinarius.
iii. Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah
purin, untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
iv. Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan
pemasukan oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup
sayuran hijau berdaun banyak, kacang,seledri, coklat,the, kopi.
v. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi
komplikasi, modaritas penanganan mencakup terapi gelombang
kejut ekstrakorporeal, pengankatan batu perkutan, atau
uteroroskopi.
d. Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur
noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal.
Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa
batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan
e. Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi
menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk
mengankat batu renal tanpa pembedahan mayor.
f. Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan
suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan
menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound
kemudian diangkat.
g. Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat
dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko
28
terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau mereka yang
memiliki batu yang mudah larut (struvit).
h. Pengangkatan Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengankatan batu
ginjal secara bedah merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam
ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal
untuk mengangkat batu atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi
akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di piala ginjal diangat dengan
pielolitotomi, sedangkan batu yang diangkat dengan ureterolitotomi,
dan sistostomi jika batu berada di kandung kemih., batu kemudian
dihancur dengan penjepit alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.
10. Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya
adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu
saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh lebih dari 50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah
diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3
liter per hari
Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
Aktivitas harian yang cukup
Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
Rendah oksalat
Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
Rendah purin
Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type
II
C. Diagnose Pasti
29
Berdasarkan gejala-gejala yang ditunjukkan pada skenario beserta hasil
pemeriksaan fisik, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita Infeksi
Saluran Kemih (ISK).
30
BAB IV
KESIMPULAN
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi yang terjadi pada saluran kemih tanpa
mengubah susunan anatomi (uncomplicated). Keluhan yang paling dirasakan adalah
demam tinggi, menggigil dan nyeri pinggang. Penyakit ini bisa diatasi dengan
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bacteri dari traktus urinarius dengan efek
minimal terhadap flora fekal dan vagina.
31
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta. EGC.
Guyton, Arthur C., Jhon E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC.
Noer, H.M, Sjaifoellah 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid kedua, Edisi ketiga.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk. 2006. System Perkemihan. Jakarta. Salemba medika.
Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi keempat. Jakarta. EGC.
Purnomo, B. Basuki. 2000. Dasar-dasar Urologi. Cetakan I, CV. Jakarta. Sagung Seto.
Schoreder F.H & R.J. Scholtmeijer. 1982. Urologi : Untuk Praktek Umum (Urologie
Voor De Algemene Praktijk). Cetakan ketiga. Jakarta. EGC
Sjamsuhidajat, R., de Jong. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.
32