isi skenario a blok 14 tahun 2013

108
SKENARIO A BLOK 14 TAHUN 2013 Anamnesis: Tn.B, umur 35 tahun, mempunyai BB 95kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik Khusus Endokrin Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah capek sejak 3 bulan yang lalu. Dia juga merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai sering buang air kecil di malam hari. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek). Pemeriksaan Fisik: Tekanan Darah 170/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar perut 120cm. Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin: Hb 14 g %, Ht 42%, leukosit 7.600/mm 3 , trombosit 165.000/mm 3 Gula darah puasa 277 mg/dL HbA1C 8,6 % OGTT (puasa) 146 mg/dL, (2 jam post prandial) 246 mg/dL Total protein 7,7 g/dL, Albumin 4,8 g/dL, Globulin 2,9 g/dL, Ureum 22 mg/dL, Kreatinin 0,6 mg/dL, Sodium 138 mmol/l, Potasium 3,6 mmol/l. 1

Upload: riedhachanz

Post on 21-Oct-2015

45 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

SKENARIO A BLOK 14 TAHUN 2013

Anamnesis:

Tn.B, umur 35 tahun, mempunyai BB 95kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik Khusus

Endokrin Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa mudah capek sejak

3 bulan yang lalu. Dia juga merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai

sering buang air kecil di malam hari. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-

gatal seluruh tubuh sejak 6 bulan yang lalu. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B

mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).

Pemeriksaan Fisik:

Tekanan Darah 170/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan lingkar

perut 120cm.

Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb 14 g %, Ht 42%, leukosit 7.600/mm3, trombosit 165.000/mm3

Gula darah puasa 277 mg/dL

HbA1C 8,6 %

OGTT (puasa) 146 mg/dL, (2 jam post prandial) 246 mg/dL

Total protein 7,7 g/dL,

Albumin 4,8 g/dL,

Globulin 2,9 g/dL,

Ureum 22 mg/dL,

Kreatinin 0,6 mg/dL,

Sodium 138 mmol/l,

Potasium 3,6 mmol/l.

Total Cholesterol 270 mg/dL

Cholesterol LDL 210 mg/dL

Cholesterol HDL 38 mg/dL

Trigliserida 337 mg/dL

Urinalisis: Urin reduksi +2, mikroalbuminuria (+)

I. Klarifikasi Istilah

1

Page 2: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

1. Kesemutan (paresthesia): suatu kondisi abnormal disaat seseorang merasakan

sensasi pada bagian tubuh tertentu yang tidak dipicu rangsangan dari luar, dapat

terjadi jika syaraf dan pembuluh darah mengalami tekanan.

2. Diabetes: setiap kelainan yang ditandai ekskresi urin yang berlebihan.

3. Achantosis nigricans: hiperplasia dan penebalan difus stratum spinosum epidermis

seperti beludru dengan pigmentasi gelap, khususnya diketiak; pada orang dewasa,

satu bentuk achantosis nigricans sering disertai dengan karsinoma internal, serta

bentuk lainnya bersifat jinak, nevoid, kurang lebih generalisata.

4. Obesitas sentral: adanya kelebihan lemak di perut. Dalam kondisi ini, jumlah

lemak yang disimpan dalam perut berada di luar dari proporsi total lemak tubuh.

5. Lingkar perut: angka yang menunjukkan panjang keliling perut dalam satuan cm

yang diukur satu jari dibawah pusar mengelilingi perut. Pria normalnya 80cm dan

wanita 90cm.

6. Gula darah puasa: tingkat glukosa darah seseorang setelah orang tersebut tidak

makan selama 8-12 jam.

7. HbA1C: zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin yang

menggambarkan konsentrasi glukosa darah rata-rata selama periode 1-3 bulan.

8. OGTT: pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa khusus

untuk diminum dan akan diperiksa setelah satu atau dua jam setelah meminum

larutan tersebut. Tes ini adalah standar emas untuk membuat diagnosis untuk DM

tipe 2.

9. Post prandial: terjadi atau dilakukan setelah makan.

10. Total protein: total jumlah protein dalam darah. Protein dalam darah terdiri dari

albumin dan globulin.

11. Albumin: protein yang larut dalam air dan juga dalam larutan garam konsentrasi

sedang.

12. Globulin: setiap anggota dari suatu kelas protein yang sebagian besar tidak larut

dalam air tetapi larut dalam larutan garam (Euglobulin), tetapi beberapa larut

dalam air (pseudoglobulin) dengan sifat fisik lainnya yang menyerupai euglobulin.

13. Ureum: produk akhir nitrogen utama dari metabolisme protein yang dibentuk

dalam hati dari asam amino dan senyawa amoniak ditemukan dalam urin, darah,

dan limfe.

2

Page 3: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

14. Kreatinin: bentuk anhidrida kreatin hasil akhir metabolisme fosfokreatin untuk

pengukuran laju ekskresi urin dipakai sebagai indikator diagnostik fungsi ginjal

dan masa otot.

15. Sodium: unsur kimia dengan lambang Na yang merupakan kation utama di dalam

cairan tubuh ekstraseluler.

16. Potasium: unsur kimia dengan lambang K yang merupakan kation utama di dalam

cairan tubuh intraseluler, dan banyak bentuk garamnya digunakan sebagai

pengganti elektrolit yang hilang dan anti hipokalemia.

17. Total cholesterol: merupakan jumlah kolesterol yang terdapat di dalam semua

partikel lipoprotein tubuh (semua jenis kolesterol dan trigliserida).

18. Cholesterol LDL: kolesterol serum yang dibawa oleh lipoprotein densitas rendah,

kira-kira 60-70% dari kolesterol total.

19. Cholesterol HDL: kolesterol serum yang dibawa oleh lipoprotein densitas tinggi,

kira-kira 20-30% dari kolesterol total.

20. Trigliserida: senyawa yang terdiri dari tiga molekul asam lemak yang telah

teresterifikasi menjadi gliserol; lemak netral yang merupakan bentuk penyimpanan

lipid yang biasa pada hewan.

21. Urin reduksi: pemeriksaan uji laboratorium untuk mengetahui kadar gula pada

pasien.

22. Mikroalbuminuria: peningkatan albumin urin yang sangat sedikit.

II. Identifikasi Masalah

1. Tn.B, umur 35 tahun, mempunyai BB 95kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik

Khusus Endokrin Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa

mudah capek sejak 3 bulan yang lalu. (Chief Complaint)

2. Dia juga merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai sering buang

air kecil di malam hari.

3. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6

bulan yang lalu.

4. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga

menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).

5. Pemeriksaan Fisik: (Main Problem)

Tekanan Darah 170/95 mmHg, acanthosis nigricans, obesitas sentral dengan

lingkar perut 120cm.

3

Page 4: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

6. Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin: Hb 14 g %, Ht 42%, leukosit 7.600/mm3, trombosit 165.000/mm3

Gula darah puasa 277 mg/dL

HbA1C 8,6 %

OGTT (puasa) 146 mg/dL, (2 jam post prandial) 246 mg/dL

Total protein 7,7 g/dL,

Albumin 4,8 g/dL,

Globulin 2,9 g/dL,

Ureum 22 mg/dL,

Kreatinin 0,6 mg/dL,

Sodium 138 mmol/l,

Potasium 3,6 mmol/l.

Total Cholesterol 270 mg/dL

Cholesterol LDL 210 mg/dL

Cholesterol HDL 38 mg/dL

Trigliserida 337 mg/dL

7. Urinalisis: Urin reduksi +2, mikroalbuminuria (+)

8. Sindroma Metabolik

III. Analisis Masalah

1. Tn.B, umur 35 tahun, mempunyai BB 95kg dan TB 165 cm, datang ke Poliklinik

Khusus Endokrin Metabolisme RSMH Palembang dengan keluhan utama merasa

mudah capek sejak 3 bulan yang lalu.

a. Bagaimana IMT Tn. B dan bagaimana IMT yang normal?

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan

antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai

dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh

seseorang.

Berat badan (Kg)

IMT =

[Tinggi badan (m)]2

95 kg

4

Page 5: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

IMT Tn.B =

(1,65) 2

IMT Tn. B = 34,89 (Interpretasi obesitas II)

Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

b. Bagaiman hubungan IMT Tn. B dengan keluhan?

Pada skenario telah diketahui bahwa pasien mengalami hiperglikemi,

akan tetapi glukosa yang banyak ini tidak dapat memasuki sel karena

resistensi insulin, resistensi insulin ini salah satunya disebabkan karena sel sel

adipose yang berlebih manyebabkan menurunnya hormone adiponektin dan

masuknya berbagai makrofag dan mengeluarkan sitokin-sitokin seperti TNF

alfa dan IL-6 , dengan menurunnya hormone dan adanya mediator inflamasi

ini akan mengurangi sensitifitas reseptor insulin. Berkurangnya sensitifitas

insulin akan menurunkan masukan glukosa ke sel. Mudah lelah disini

diartikan sebagai kurangnya energi dalam tubuh. Energi diperoleh dari hasil

metabolisme glukosa dalam sel. Akan tetapi karena pada kasus ini glukosa

tidak dapat memasuki sel atau hanya sedikit glukosa yang dapat masuk

sehingga pembentukan ATP juga sedikit, dan menyebabkan kondisi mudah

lelah pada pasien ini.

c. Bagaimana mekanisme capek yang dialami Tn. B?

Ketidakpekaan insulin (resistensi insulin) dalam merespon lonjakan

gula darah menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh hati seraya

penurunan ambilan glukosa oleh jaringan (terjadilah hiperglikemia).

Berkurangnya jumlah glukosa ke jaringan mengakibatkan sel menjadi

5

IMT KATEGORI

< 18,5 Berat badan kurang

18,5 – 22,9 Berat badan normal

≥ 23,0 Kelebihan berat badan

23,0 – 24,9 Beresiko menjadi obes

25,0 – 29.9 Obes I

≥ 30,0 Obes II

Page 6: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

kelaparan. Di sisi lain, sel-sel itu sendiri tidak memiliki kemampuan untuk

menghasilkan energi. Maka terjadilah kelelahan dan kelemahan sebagai

cerminan ketiadaan energi pada diabetes dalam kasus Tn. B ini.

Mekanismenya :

Resistensi insulin Hiperglikemia sintesis ATP pada otot rangka menurun

mudah lelah.

2. Dia juga merasa cepat haus dan lapar sejak 2 bulan yang lalu disertai sering

buang air kecil di malam hari.

a. Bagaimana mekanisme dari cepat haus, cepat lapar dan sering buang air

kecil di malam hari?

Keluhan yang dirasakan oleh Tn. B dimulai dengan poliuria (sering

buang air kecil), polidipsia (cepat haus) dan polifagia (cepat lapar).

Mekanisme dari keluhan-keluhan tersebut diantaranya:

a. Poliuria

Ada dua mekanisme yang mungkin terjadi pada keluhan poliuria yang

dialami oleh Tn. B, yaitu

1. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah

menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi

hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena

ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila

terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan

mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan

sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan

bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan

glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine.

2. Tingginya kadar glukosa darah (>180 mg/dl) dapat menyebabkan

dehidrasi pada sel di seluruh tubuh. Hal ini terjadi karena glukosa

tidak dapat dengan mudah berdifusi melalui pori-pori membrane

sel, dan naiknya tekanan osmotic dalam cairan ekstrasel

menyebabkan timbulnya perpindahan air secara osmosis keluar

dari sel. Selain efek dehidrasi sel langsung akibat glukosa yang

berlebihan, keluarnya glukosa ke dalam urin akan menimbulkan

keadaan diuresis osmotic dari glukosa dalam tubulus ginjal yang

6

Page 7: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

sangat mengurangi reasorbsi cairan tubulus. Efek keseluruhannya

adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam urin sehingga

menyebabkan dehidrasi cairan ekstrasel.

b. Polidipsia

Haus merupakan respon tubuh ketika tubuh kehilangan banyak

cairan/dehidrasi (outtake > intake). Pada kasus Tn. B, haus ini diawal

dengan sering buang air kecil sehingga cairan tubuh Tn. B menjadi

berkurang. Sebagai bentuk kompensasi, maka tubuh melalui pusat haus

di Hippothalamus akan merangsang rasa haus.

c. Polifagia

Glukosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar

(4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang disekresikan keluar)

sehingga hal ini menyebabkan terjadinya lapar sel. Karena uptake

glukosa oleh sel yang rendah, sel mengirim sinyal ke hipothalamus

lateral (pusat lapar).

b. Bagaimana hubungan antar keluhan yang dialami Tn. B (cepat haus,

cepat lapar dan sering buang air kecil di malam hari)?

Mekanisme:

Terjadinya gangguan trannspor glukosa ke sel menyebabkan sumber

pembentuk energy menurun. Hal tersebut menyebabkan sel menjadi

7

Page 8: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

kekurangan energy. Kemudian mempengaruhi pusat rasa lapar di otak.

Timbullah polyphagia.

Dan disisi lain, terjadi peningkatan glukosa darah atau hiperglikemia.

Hiperglikemia ini menyebabkan filtrasi di tubulus ginjal meningkat dan

hiperosmotik plasma. Sehingga terjadi glikosuria. Meningkatnya diuresis

osmotic memicu terjadinya dehidrasi akibat polyuria sehingga menyebabkan

polydipsia / rasa haus.

c. Mengapa buang air kecil dominan di malam hari terkait kasus?

Pada penderita diabetes, kadar gula dalam darah yang tinggi

mengakibatkan peningkatan kepekatan (osmolalitas) darah. Kadar gula darah

yang tinggi mengakibatkan tubuh akan memberikan respon melalui ginjal

dengan cara meningkatkan frekuensi dan volume urin yang dimaksudkan agar

pembuangan glukosa dapat terjadi melalui urin. Ginjal akan mendapatkan

peningkatan beban cairan untuk diolah, sehingga meningkatkan frekuensi

kencing sebagai upaya ginjal untuk menyingkirkan kelebihan glukosa dalam

darah. Terjadi pada malam hari (atau disebut gejala malam) terjadi karena

ketika malam hari kadar gula dalam darah sedang meningkat. Sehingga kerja

ginjal untuk megeluarkan glukosa akan lebih keras dan penderita akan lebih

sering berkemih.

3. Di samping itu ia juga mengeluh kesemutan dan gatal-gatal seluruh tubuh sejak 6

bulan yang lalu.

a. Bagaimana mekanisme gatal-gatal dan kesemutan terkait kasus?

ada dua mekanisme yang mungkin terjadi:

a. Tuan B obesitas mengaktivasi enzim aldose-reduktase merubah

glukosa menjadi sorbitol di metabolisme oleh sorbitol dehidrogenase

fruktosa (akumulasi sorbitol dalam saraf hipertonik intraseluler

edem saraf) .

meningkatnya sintesis sorbitol dan fruktosa mengganggu jalur poliol

(glukosa- sorbitol – fruktosa) terhambatnya mioinosito masuk Ke

dalam sel saraf.

Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara lagsung stresss

osmotik merusak mitokondria dan menstimulasi protein kinase C

(PKC) menekan fungsi Na – K – ATP –ase kadar Na intraseluler +

8

Page 9: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

menghambat mioinisitol ke saraf gangguan tranduksi sinyal pada

saraf.

Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat,

keringat menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi

dan gatal – gatal. Keadaan hiperglikemi juga mempengaruhi pruritogen

untuk menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi.

Serabut saraf C tersebut kemudian menghantarkan impuls sepanjang

serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis

susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah akson

refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi neurogenik

(substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di

korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak

yang menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.

b. Kesemutan pada diabetes terjadi karena adanya gangguan di pembuluh

darah kapiler yang kecil-kecil atau kerusakan pada pembuluh darah tepi

( pada penderita diabetes di mana dapat terjadi mikroangiopati

(kekurangan makanan pada saraf) sehingga pembuluh darah dan saraf tepi

(perifer) mengalami gangguan ). Mekanisme penyebab neuropati akibat

diabetes belum diketahui sepenuhnya. Diperkirakan peningkatan kadar

glukosa darahlah yang menyebabkan gangguan antaran listrik pada

serabut saraf perifer. Selain itu, pembuluh darah kapiler terganggu,

sehingga menyebabkan sel-sel saraf tidak mendapatkan sirkulasi darah

yang baik dan terjadilah kerusakan.

Pada diabetes misalnya, pengendalian kadar gula darah dalam batas

normal dapat mencegah perburukan gejala. Pengendalian gula darah dapat

dilakukan dengan konsumsi obat secara teratur dan diet.

Untuk mengatasi kesemutan, hal pertama yang mesti dilakukan adalah

mengontrol gula darah. Vitamin khusus untuk saraf, yaitu obat turunan

vitamin B ( metikobalamin ). Obat neurotropik diberikan guna

mempertahankan saraf tepi agar tidak cepat rusak, juga mempertinggi

ambang rangsang kesemutan.

c. Mengapa kronologis keluhan Tn. B diawali dengan gatal-gatal dan

kesemutan lalu baru diikuti keluhan lainnya?

9

Page 10: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Kesemutan dan gatal-gatal dirasakan terlebih dahulu (6 bulan yang

lalu) kemungkinan besar itu adalah faktor individual, di mana gejala yang lain

mungkin sudah ada tetapi, tidak begitu nampak, dan mengganggu sehingga

diabaikan. Sedangkan kesemutan dan gatal-gatal merupakan gejala yang

mengganggu aktifitas dan kenyamanan sehingga dirasakan terlebih dahulu.

4. Dari anamnesis juga diketahui bahwa Tn. B mempunyai riwayat keluarga

menderita hipertensi (ayah) dan diabetes (ibu dan kakek).

a. Bagaimana hubungan sindroma metabolik dengan riwayat penyakit

dalam keluarganya?

Hipertensi bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan riwayat

keluarga. Diketahui bahwa faktor herediter merupakan salah satu unsur yang

penting dalam resdisposisi hipertensi, dimana ayah mempunyai kontribusi

lebih kuat dibandingkan ibu. Faktor genetik memberikan kontribusi untuk

munculnya hipertensi sebanyak 30-50%.

Pada Diabetes Tipe 2 memliki basis genetik yang lebih besar

dibandingkan tipe I. Jika orang tua menderita DM tipe 2 sejak berusia dibawah

50 tahun, maka kemungkinan anak mengalami DM yang sama adalah 1:7.

Apabila orang tua terdiagnosis diatas 50 tahun makan kemungkinan ankanya

sedikit mengecil, yaitu 1:13.

b. Bagaimana faktor risiko hipertensi dan diabetes?

Hipertensi : Faktor risiko terjadi hipertensi dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat

dikendalikan. Faktor yang tidak dapat dikendalikan meliputi keturunan

(herediter/genetik), usia dan ras. Sedangkan faktor yang dapat

dikendalikan adalah asupan garam, obesitas, inaktivitas/jarang olah raga,

merokok, stress, minuman beralkohol dan obat-obatan. Penggunaan obat-

obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat

hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus

menerus  dapat meningkatkan tekanan darah seseorang.Penting bagi

penderita untuk melakukan modifikasi pada faktor yang dapat

dikendalikan tersebut.

Diabetes :

- Riwayat Keluarga

10

Page 11: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa

diremeh untuk seseorang terserang penyakit diabetes.

Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan

untuk seseorang bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus

karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki pola hidup dan

pola makan.

- Obesitas Atau Kegemukan

Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami

resistensi terhadap hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat

dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin. Akibatnya organ

pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-

banyaknya sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan

akhirnya rusak.

- Usia Yang Semakin Bertambah

Usia dia atas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan

tubuh mulai mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada

wanita yang sudah mengalami monopause punya kecenderungan

untuk lebih tidak peka terhadap hormon insulin.

- Kurangnya Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk

seseorang mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-

organ vital seperti jantung, liver, ginjal dan juga pankreas.

Lakukan olahraga secara teratur minimal 30 menit sebanyak 3 kali

dalam seminggu.

- Merokok

Asap rokok ternyata menimbulkan efek negatis terhadap kesehatan

dan sifatnya sangat komplek. Termasuk terhadap resiko seseorang

mudah terserang penyakit diabetes mellitus.

- Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi

Manakan berkolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi

yang cukup tinggi untuk seseorang mudah terserang penyakit

diabetes melitus. Batasi konsumsi kolestorol Anda tidak lebih dari

300mg per hari. 

- Stres Dalam Jangka Waktu Lama

11

Page 12: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Kondisi setres berat bisa mengganggu keseimbangan berbagai

hormon dalam tubuh termasuk produksi hormon insulin.

Disamping itu setres bisa memacu sel-sel tubuh bersifat liar yang

berpotensi untuk seseorang terkena penyakit kanker juga memicu

untuk sel-sel tubuh menjadi tidak peka atau resiten terhadap

hormon insulin. Belajarlah untuk berpola hidup santai walau dalam

keadaan serius.

- Hipertensi

Jagalah tekanan darah Anda tetap di bawah 140/90 mmHg. Jangan

terlalu banyak konsumsi makanan yang asin-asin. Garam yang

berlebih memicu untuk seseorang teridap penyakit darah tinggi

yang pada akhirnya berperan dalam meningkatkan resiko untuk

Anda terserang penyakit diabetes melitus.

- Kehamilan

Pada saat hamil, plasenta memproduksi hormon yang mengganggu

keseimbangan hormon insulin dan pada kasus tertentu memicu

untuk sel tubuh menjadi resisten terhadap hormon insuline.

Kondisi ini biasanya kembali normal selah masa kehamilan atau

pasca melahirkan. Namun demikian menjadi sangat beriso

terhadap bayi yang dilahirkan untuk kedepan punya potensi

diabetes melitus. 

- Ras

Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi

untuk terserang diabetes melitus. Peningkatan penderita diabetes di

wilawah Asia jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya.

Bahkan diperkirakan lebih 60% penderita berasal dari Asia.

- Terlalu Sering Konsumsi Obat-Obatan Kimia

Konsumsi obatan kimia dalam jangka waktu yang lama diyakini

akan memberika efek negatif yang tidak ringan. Obat kimia ibarat

pisau bermata dua. Di satu sisi mengobati di sisi yang lain

mengganggu kesehatan. Bahkan tidak sedikit kasus penyakit berat

seperti jantung dan liver serta diabetes diakibatkan oleh terlalu

seringnya mengkomsumsi obat kimia. Salah satu obat kimia yang

sangat berpotentsi sebagai penyebab diabetes adalah THIAZIDE

12

Page 13: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

DIURETIK dan BETA BLOKER. Kedua jenis obat tersebut

sangat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus karena bisa

merusak pankreas.

5. Pemeriksaan Fisik:

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme keabnormalan pada:

Tekanan darah 170/95 mmHg

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC

Jadi Tn. B termasuk hipertensi derajat 2 menurut JNC 7.

Kondisi obesitas dapat meningkatkan risiko hipertensi melalui

beberapa mekanisme yaitu: terjadi peningkatan volume darah, stroke

volum dan kardiak output sehingga terjadi peningkatan resistensi

pembuluh darah perifer yang dapat menimbulkan kondisi hipertensi. Hal

ini dikaitkan dengan disfungsi endotel, resistensi insulin, perubahan

sistem syaraf simpatik, dan pelepasan mediator proinflamasi (TNF α dan

inteleukin – 6) sehingga terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah

peifer. Obesitas dapat meimbulkan resistensi insulin yang selanjutnya

mengganggu produksi endothelial Nitric Oxide Synthase sehingga

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.

Peran adiponektin dalam hipertensi melalui beberapa mekanisme

yaitu adiponektin menurunkan inflamasi melalui regulasi negatif terhadap

TNF- α dan C-Reactive Protein (CRP) serta menurunkan ekspresi molekul

adhesi, pembentukan sel busa dan proliferasi sel otot polos. Obesitas

13

Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prahipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Derajat 2 ³ 160 atau ³ 100

Page 14: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

diketahui sebagai kondisi low grade inflamation yang dapat meningkatkan

tekanan darah. Adiponektin dapat menekan inflamasi sehingga mencegah

naiknya tekanan darah.

Adiponektin dapat memperbaiki kondisi resistensi insulin melalui

aktivasi AMP- Kinase sehingga terjadi peningkatan oksidasi asam lemak

serta penurunan produksi glukosa endogen oleh hati sehingga akan

menurunkan akumulasi Free Fatty Acid, yang selanjutnya akan

menghambat pembentukan radikal bebas yang dapat merusak Nitric Oxide

(NO) yang bekerja menjaga intigrasi endothel dan mencegah

vasokonstriksi pembuluh darah.

Acanthosis nigricans

Acanthosis nigricans telah dilaporkan pada beberapa penelitian

disebabkan oleh meningkatnya melanosit dan melanin, sedangkan yang

lainnya menyatakan bahwa AN lebih berhubungan dengan penebalan

14

Page 15: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

lapisan kulit luar yang mengandung keratin. Acanthosis nigricans pada

sindrom resistensi insulin disebabkan karena kadar insulin yang tinggi

mampu mengaktifkan fibroblas dermal dan keratinosit melalui reseptor

insulin-like growth factor yang ada pada sel-sel tersebut. Sebagai hasilnya

terjadi peningkatan deposisi glikosaminoglikans oleh fibroblas di dermal.

Hal ini menyebabkan papilomatosis dan hiperkeratosis.

Insulin dengan konsentrasi rendah mengatur metabolisme

karbohidrat, lipid, dan protein, serta membantu pertumbuhan dengan

berikatan pada reseptor insulin. Dalam konsentrasi yang tinggi, insulin

memiliki efek lebih besar dalam pertumbuhan melalui ikatannya dengan

insulin-like growth factor 1 receptors (IGF-1Rs), yaitu reseptor dengan

ukuran dan struktur menyerupai reseptor insulin, tetapi memiliki afinitas

100 sampai 1000 kali lebih besar. Hasil penelitian menyatakan bahwa

aktivasi IGF-1Rs yang bergantung pada insulin dalam menyebabkan

proliferasi sel dan memfasilitasi berkembangnya AN. Jadi insulin dapat

menyebabkan AN melalui aktivasi langsung jalur sinyal IGF-1.

Hiperinsulinemia juga dapat memfasilitasi berkembang AN

secara tidak langsung, yaitu dengan meningkatkan kadar IGF-1 bebas

dalam sirkulasi darah. IGF binding protein (IGFBPs) mengatur aktivitas

IGF-1, yaitu dengan meningkatkan waktu paruh IGF-1, menghantarkan

IGF ke jaringan target, dan mengatur kadar IGF-1 bebas. Insulin-like

growth factor binding protein I (IGFBP) jumlahnya menurun pada pasien

obese dengan hiperinsulinemia, sehingga meningkatkan konsentrasi

plasma dari IGF-1 bebas. Jumlah IGF-1 yang meningkat menyebabkan

bertambahnya pertumbuhan dan diferensiasi sel..

Obesitas sentral

Merupakan hasil Interpretasi dari Lingkar Perut : Obesitas Sentral

Penumpukan lemak >>> di jaringan adiposa

Keadaan ini timbul akibat

– Pengaturan makan yang tidak baik

– Gaya hidup kurang gerak

– Faktor keturunan (genetik)

Jenis Obesitas

– Pria → apel (android) → pinggang & rongga perut

15

Page 16: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

– wanita → pir (gynecoid) → pinggul, pantat & paha

Obesitas dapat terjadi bila input lebih besar daripada output. Asupan

makanan yang banyak tanpa diimbangi aktifitas seperti olahraga atau

aktifitas-aktifitas lainnya dapat menyebabkan terjadinya penambahan

berat badan.

Lingkar perut 120 cm

Pada masyarakat Asia, lingkar perut normal 90 cm untuk pria dan 78,9 cm

untuk wanita.

Intepretasi : Melebihi nilai normal, bisa dikaitkan dengan kriteria sindrom

metabolik dan obesitas sentral.

Obesitas dihubungkan dengan resistensi insulin. Jaringan

adiposamenginduksi resistensi insulin melalui berbagai mekanisme.

Adiposa dapat melepaskan asam lemak bebas yang dapat berpengaruh

pada proses pembentukan sinyal insulin melalui mekanisme stimulasi

terhadap isoform protein kinase (PKC). Asam lemak bebas juga

mempunyai kemampuan mengganggu pelepasan glukosa dari hepar.

Obesitas viseral atau dikenal dengan obesitas sentral merupakan contoh

penimbunan lemak tubuh yang berbahaya karena lipolisis di daerah ini

sangat efisien dan lebih resisten terhadap efek insulin dibandingkan

adiposit didaerah lain. Jaringan adiposa juga membuat dan melepaskan

beberapa adipositokin. Adipositokin yang paling penting adalah TNF-α,

yang berperan menginduksi resistensi insulin melalui glucose transporter

4 (GLUT 4) dan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas.

b. Bagaimana cara

mengukur

lingkar perut?

Pengukuran

menggunakan

pita pengukuran

yang terbuat

dari plastik. .

Untuk

pengukuran ini

16

Page 17: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

responden diminta untuk membuka pakaian bagian atas, atau setidaknya hanya

menggunakan pakaian yang paling tipis

Tentukan bagian terbaawah lengkung (arcus) costae dan krista iliaca.

Lingkar pinggang diukur melalui titik ( pada linea aksilaris ) pertengahan

antara dua lengkung mengelilingi perut. Subjek berdiri tegak dengan kaki

diregnagkan selebar kira-kira 25-30 cm. sebelum pengukuran dilaksanakan

hendaknya subjek berpuasa sepanjang malam. Subjek melakukan ekspirasi

biasa.

6. Pemeriksaan laboratorium

a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium:

Hasil Nilai Normal Interpretasi

Blood analysis

Hemoglobin 14g% 13-17,5 g % normal

Hematokrit 42 g % 40-48 % normal

Leukosit 7600 mm3 5000-10.0000 mm3 normal

Trombosit 165.000 mm3 150000-400000 mm3 normal

Blood glucose 277 mg/dL < 110 mg/dL Meningkat

HbA1C 8,6 % 4,5 – 6,3 % Meningkat

OGTT fasting glucose 146 mg/dL 70 – 99/110 mg/dL Meningkat

OGTT 2 hour post

prandial

246 mg/dL < 140 mg/dL , 100-139

mg.dL

Meningkat

Total protein 7,7 g/dL 6,7 -8,7 g/dL Normal

Albumin 4,8 g/dL 3,5 – 5,0 g/dL Normal

Globulin 2,9 g/dL 1,5 -3,0 g/dL Normal

Ureum 22 mg/dL 22 – 40 mg/dL Normal

Kreatinin 0,6 mg/dL 0,5-1,2 mg/dL (P) Normal

17

Page 18: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Sodium 138 mmol/l 135-155 mmol/l Normal

Potassium 3,6 mmol/l 3,6-5,5 mmol/dl Normal

Total cholesterol 270 mg/dL <200 mg/dL Meningkat

Cholesterol LDL 210 mg/dL <130 md/dL Meningkat

Cholesterol HDL 38 mg/dL > 65 mg/dL Menurun

Trigliserida 337 mg/dL < 200 mg/dL Meningkat

b. Bagaimana mekanisme keabnormalan pada interpretasi hasil laboratorium?

1. Gula darah puasa

Skenario :Gula darah puasa : 277 mg/dl (meningkat)

Normal : Gula darah puasa normal adalah 80-110mg/dl.

Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi gangguan metabolisme

glukosa pada Tn.B yang disebabkan karena ketidakmampuan glukosa

untuk masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperglikemi dan meningkatkan

kadar glukosa dalam darah Tn.B.

2. HbA1C

HbA1C 8,6% = Abnormal (3,5%-5,5%)

Pada orang normal sebagian kecil fraksi hemoglobin akan mengalami

glikosilasi. Artinya, glukosa terikat pada hemoglobin melalui proses non

enzimatik dan bersifat reversible. Pada pasien DM, glikosilasi hemoglobin

meningkat secara proporsional dengan kadar rerata glukosa darah selama

2-3 bulan sebelumnya. Tingginya kadar HbA1c berkorelasi positif dengan

komplikasi DM, baik makro maupun mikro vaskuler.

Kadar HbA1c akan mengikuti kadar rata-rata glukosa darah harian

penderita dimana kadar HbA1c 6% akan mencerminkan kadar glukosa

darah harian 7,5 mmol/L (135 mg/dL), 7% setara dengan 9,5 mmol/L (170

mg/dL), dan 8% sesuai untuk rata-rata glukosa darah harian sebesari 11,5

mmol/L (205 mg/dL). Peningkatan kadar HbA1c setinggi 1%

mencerminkan peningkatan rata-rata glukosa darah 2,0 mmol/L (35

mg/dL).

3. OGTT

Pada penderita diabetes, kadar insulin sangat kurang bahkan tidak

18

Page 19: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

diproduksi. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi bahkan meningkat

terus jika tidak ditanggulangi. Tubuh juga memproduksi hormone-hormon

lain yang kerjanya ber lawanan dengan insulin seperti glucagon, epinefrin,

adrenalin, kortisol. Hormone-hormon tersebut memacu hati untuk

memproduksi gula, sehingga makin meningkatlah kadar gula darah. Hal

ini menyebabkan glukosa keluar ke air seni.

4. Total Kolesterol, kolesterol HDL, Kolesterol LDL dan Trigliserida

Pada kasus DM tipe 2, terdapat kelainan dalam proses pengikatan

insulin pada reseptornya. Kelainan ini dapat berupa kurangnya sensitivitas

reseptor sehingga jumlah reseptor yang responsif terhadap insulin

berkurang (resistansi insulin) atau karena ketidaknormalan faktor intrinsik

dari reseptor itu sendiri. Mobilisasi GLUT 4 tidak terjadi secara efektif.

Akibatnya, glukosa tidak dapat ditranspor secara maksimal ke dalam sel.

Hal ini mengakibatkan kadar glucosa di dalam darah tinggi

(hiperglikemia). Metabolisme glucosa menjadi tidak efektif.

Ketidaknormalan ini dapat mengakibatkan kegagalan sel beta untuk

mensintesis insulin dalam jumlah yang memadai (produksi insulin

menurun). Akibatnya rasio [insulin]/[glucagon] menurun. Penurunan

rasio [insulin]/[glucagon] akan mengakibatkan terjadinya peningkatan

lipolisis.

Lipolisis adalah proses pemecahan cadangan triasilgliserida yang

akan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas, yaitu asam lemak

yang berada dalam keadaan yang tidak teresterifikasi.

Tingginya kadar gula dan asam lemak bebas di dalam darah

membuat lebih banyak gula dan asam lemak bebas yang ditransport ke

hati. Hal ini memicu peningkatan pembentukan VLDL yang bila melepas

trigliserid dapat berubah menjadi IDL dan LDL sehingga kadar LDL

dalam darah meningkat; turunnya kadar HDL; meningkatnya kadar non-

esterified fatty acid (NEFA) dalam darah yang memberi stimulus terhadap

sintesis trigliserid di hati sehingga kadar trigliserid dalam darah

meningkat.

Pemeriksaan profil lipid darah Tn. B bahkan memenuhis salah satu

kriteria diagnosis sindroma metabolik menurut IDF yaitu gangguan

metabolisme lipid (dislipidemia) dimana kadar trigliserid >150 mg/dL dan

19

Page 20: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

kadar HDL <50 mg/dL pada pria atau sedang terapi khusus gangguan

lipid.

c. Bagaimana metabolisme karbohidrat?

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Satu gram

karbohidrat setara dengan 4 kalori. Sementara Angka Kebutuhan Gizi harian

untuk karbohidrat sebesar 300 gram. Adapun kebutuhan serat hendaknya

dipenuhi sebanyak 25 gram setiap hari.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih sumber

karbohidrat, yaitu Indeks Glikemik. Indeks Glikemik merupakan angka yang

menunjukkan potensi suatu bahan pangan untuk meningkatkan kadar glukosa

darah. Semakin tinggi nilai Indeks Glikemik, semakin cepat bahan makanan

tersebut meningkatkan kadar gula darah4.

Contoh makanan yang memiliki indeks glikemik (IG) tinggi antara lain

gula, glukosa, dan minuman manis. Sedangkan makanan dengan IG rendah

yaitu nasi merah, pasta, dan roti gandum. Adapun makanan dengan IG rendah

memberikan rasa kenyang lebih lama sehingga dapat mencegah asupan kalori

berlebihan. Selain itu, makanan dengan IG rendah tidak akan meningkatkan

kadar gula darah secara drastis sehingga cocok untuk penderita diabetes

Konsumsi karbohidrat sebaiknya tidak dilakukan secara berlebihan

karena kadar glukosa yang terlalu tinggi dalam darah dapat menyebabkan

penyakit diabetes. Selain itu, karbohidrat yang berlebih akan diubah dan

disimpan menjadi lemak di dalam tubuh.

20

Page 21: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Proses metabolisme karbohidrat secara garis besar terdiri dari dua

cakupan yakni reaksi pemecahan atau katabolisme dan reaksi pembentukan

atau anabolisme. Pada proses pembentukan, salah satu unsur yang harus

terpenuhi adalah energi. Energi ini dihasilkan dari proses katabolisme.

Sementara itu, tahapan metabolisme sendiri terdiri atas beberapa bagian yakni

glikolisis, oksidasi piruvat ke asetil-KoA, glikogenesis, glikogenolisis, hexose

monophosphate shunt dan terakhir adalah Glukoneogenesis.

Glikolisis Hingga Glikogenesis

Proses glikolisis mencakup oksidasi glukosa atau glikogen yang diurai

menjadi piruvat juga laktat dengan jalan emben-meyerhof Pathway atau biasa

disingkat EMP. Proses glikolisis ini terjadi di semua jaringan. Proses

selanjutnya adalah oksidasi piruvat ke asetik KoA. Langkah ini dibutuhkan

sebelum proses masuknya hasil glikolisis di dalam siklus asam nitrat yang

merupakan jalan akhir oksidasi semua komponen senyawa protein,

karbohidrat, dan juga lemak. Sebelum asam piruvat memasuki asam nitrat, ia

terlebih dahulu harus disalurkan ke mitokondria dengan jalan transport piruvat

khusus yang membantu pasasi melewati membran di area mitokondria. Setelah

sampai di wilayah mitokondria, piruvat mengalami proses dekarboksilasi dan

21

Page 22: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

diolah

menjadi

senyawa

asetil KoA.

Proses

dekarboksilasi ini terjadi karena bantuan tiamin difosfat yang berperan sebagai

derivate hidroksietil cincin tiazol dan terkait dengan enzim.

Proses metabolisme karbohidrat selanjutnya adalah tahapan

glikogenesis. Secara umum proses ini menghasilkan sintesis glikogen dari

glukosa. Merupakan lintasan metabolisme dimana  glikogen dihasilkan dan

disimpan di dalam organ gati. Hormon yang berperan dalam proses ini adalah

insulin sebagai reaksi atas rasio gula di dalam darah yang kadarnya

meningkat. 

Glikogenolisis

Hingga

22

Page 23: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Glukoneogenesis

Selanjutnya adalah tahapan glikogenolisis. Ia merupakan lintasan metabolisme

yang dipergunakan oleh tubuh dengan fungsi menjaga keseimbangan senyawa

glukosa dalam plasma darah sehingga simtoma hipoglisemia bisa dihindari.

Proses glikogenolisis mencakup gradasi glikogen secara berurut yakni 3

enzim, glikogen fosforilase, dan fosfoglukomutase dan dihasilkanlah glukosa

sebagai hasil akhir. Di dalam proses ini, beberapa hormone juga terlibat antara

lain adrenalin dan glucagon.

Tahapan berikutnya adalah hexose monophosphate shunt atau biasa disingkat

HMP Shunt dan juga dikenal dengan istilah Pentose phosphate pathway.

HMP-Shunt merupakan jalur pentose fosfat atau heksosa monofosfat yang

menghasilkan NADPH juga ribosa di wilayah luar mitokondria. Komponen

NADPH sendiri dibutuhkan dalam proses biosintesis asam lemak, steroid,

kolesterol dan senyawa lainnya. Proses HMP-Shunt ini juga menghasilkan

pentose untuk digunakan dalam sintesis nukleotida juga asam nukleat.

Sementara itu ribose 5-fosfat bereaksi dengan komponen ATP menjadi

komponen 5-fosforibosil-1-pirofosfar atau biasa disingkat PRPP.

Tahapan terakhir dalam proses metabolisme karbohidrat adalah

Glukoneogenesis. Merupakan lintasan metabolisme yang oleh tubuh

digunakan untuk menjaga keseimbangan glukosa dalam plasma darah agar

terhindar dari simtoma hipoglisemia. Pada proses glukoneogenesis, glukosa

mengalami proses sintesis dengan substrat yang tak lain adalah hasil dari

lintasan aatau proses glikolisis antara lain asam piruvat, asam laktat, asam

oksaloasetat dan suksinat.

23

Page 24: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

24

Page 25: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

d. Bagaimana metabolisme lemak?

Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari

lipid netral, yaitu trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak).

Secara ringkas, hasil dari pencernaan lipid adalah asam lemak dan gliserol,

selain itu ada juga yang masih berupa monogliserid. Karena larut dalam air,

gliserol masuk sirkulasi portal (vena porta) menuju hati. Asam-asam lemak

rantai pendek juga dapat melalui jalur ini.

Struktur miselus. Bagian polar berada di sisi luar, sedangkan bagian non

polar berada di sisi dalam

Sebagian besar asam lemak dan monogliserida karena tidak larut

dalam air, maka diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi)

dan dilepaskan ke dalam sel epitel usus (enterosit). Di dalam sel ini asam

lemak dan monogliserida segera dibentuk menjadi trigliserida (lipid) dan

berkumpul berbentuk gelembung yang disebut kilomikron. Selanjutnya

kilomikron ditransportasikan melalui pembuluh limfe dan bermuara pada vena

kava, sehingga bersatu dengan sirkulasi darah. Kilomikron ini kemudian

ditransportasikan menuju hati dan jaringan adiposa.

25

Page 26: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Struktur kilomikron. Perhatikan fungsi kilomikron sebagai pengangkut

trigliserida

Simpanan trigliserida pada sitoplasma sel jaringan adiposa

Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah

menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan

gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses

pembentukan trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita

membutuhkan energi dari lipid, trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan

gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel untuk dioksidasi menjadi

energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam lemak

tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan

disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA).

Secara ringkas, hasil akhir dari pemecahan lipid dari makanan adalah

asam lemak dan gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi,

maka asam lemak mengalami esterifikasi yaitu membentuk ester dengan

gliserol menjadi trigliserida sebagai cadangan energi jangka panjang. Jika

sewaktu-waktu tak tersedia sumber energi dari karbohidrat barulah asam

lemak dioksidasi, baik asam lemak dari diet maupun jika harus memecah

cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan trigliserida ini dinamakan

lipolisis.

Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan

menghasilkan asetil KoA. Selanjutnya sebagaimana asetil KoA dari hasil

metabolisme karbohidrat dan protein, asetil KoA dari jalur inipun akan masuk

ke dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan energi. Di sisi lain, jika

kebutuhan energi sudah mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis

menjadi asam lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida.

26

Page 27: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Kolesterol

Aseto asetat

hidroksi butirat Aseton

Steroid

Steroidogenesis

Kolesterogenesis

Ketogenesis

Diet

LipidKarbohidrat

Protein

Asam lemak

Trigliserida

Asetil-KoA

Esterifikasi Lipolisis

Lipogenesis Oksidasi beta

Siklus asam sitrat

ATPCO2

H2O

+ ATP

Beberapa lipid non gliserida disintesis dari asetil KoA. Asetil KoA

mengalami kolesterogenesis menjadi kolesterol. Selanjutnya kolesterol

mengalami steroidogenesis membentuk steroid. Asetil KoA sebagai hasil

oksidasi asam lemak juga berpotensi menghasilkan badan-badan keton (aseto

asetat, hidroksi butirat dan aseton). Proses ini dinamakan ketogenesis. Badan-

badan keton dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam-basa yang

dinamakan asidosis metabolik. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian.

Ikhtisar metabolisme lipid

27

Gliserol

Page 28: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Penyimpanan lemak dan penggunaannya kembali

Asam-asam lemak akan disimpan jika tidak diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan energi. Tempat penyimpanan utama asam lemak adalah

jaringan adiposa. Adapun tahap-tahap penyimpanan tersebut adalah:

- Asam lemak ditransportasikan dari hati sebagai kompleks VLDL.

- Asam lemak kemudian diubah menjadi trigliserida di sel adiposa untuk

disimpan.

- Gliserol 3-fosfat dibutuhkan untuk membuat trigliserida. Ini harus

tersedia dari glukosa.

Akibatnya, kita tak dapat menyimpan lemak jika tak ada kelebihan glukosa di

dalam tubuh.

e. Bagaimana metabolisme protein?

1. Proses dekarboksilasi (Decarboxylation Process) – Memisahkan gugusan

karboksil dari asam amino, sehingga terjadi ikatan baru yang merupakan

zat antara yang masih mengandung N.

2. Proses transaminasi (Transamination Process) – Pemindahan gugusan

asam amino (NH2) dari suatu asam amino ke ikatan lain yang biasanya

asam keton sehingga terjadi asam amino.

3. Proses deaminasi (Deamination Process) – Memisahkan gugusan amino

(NH2) dari suatu asam amino. Biasanya diikuti produksi asam alfa keto

yang bila dioksidasi sempurna menjadi CO2+H2O atau disintesa menjadi

aseto asetat mengikuti metabolisme asam lemak.

Transaminasi

Transaminasi ialah proses katabolisme asam amino yang

melibatkan pemindahan gugus amino dari satu asam amino kepada asam

amino lain. Dalam reaksi transaminasi ini gugus amino dari suatu asam

amino dipindahkan kepada salah satu dari tiga senyawa keto, yaitu asam

piruvat, a ketoglutarat atau oksaloasetat, sehingga senyawa keto ini diubah

menjadi asam amino, sedangkan asam amino semula diubah menjadi asam

keto. Ada dua enzim penting dalam reaksi transaminasi yaitu alanin

transaminase dan glutamat transaminase yang bekerja sebagai katalis

dalamreaksi berikut :

28

Page 29: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Pada reaksi ini tidak ada gugus amino yang hilang, karena

gugus amino yang dilepaskan oleh asam amino diterima oleh asam keto.

Alanin transaminase merupakan enzim yang mempunyai kekhasan

terhadap asam piruvat-alanin. Glutamat transaminase merupakan enzim

yang mempunyai kekhasan terhadap glutamat-ketoglutarat sebagai satu

pasang substrak . Reaksi transaminasi terjadi didalam mitokondria

maupun dalam cairan sitoplasma. Semua enzim transaminase tersebut

dibantu oleh piridoksalfosfat sebagai koenzim. Telah diterangkan bahwa

piridoksalfosfat tidak hanya merupakan koenzim pada reaksi transaminasi,

tetapi juga pada reaksi-reaksi metabolisme yang lain.

Deaminasi Oksidatif

Asam amino dengan reaksi transaminasi dapat diubah menjadi

asam glutamat. Dalam beberapa sel misalnya dalam bakteri, asam

glutamat dapat mengalami proses deaminasi oksidatif yang menggunakan

glutamat dehidrogenase sebagai katalis.

Asam glutamat + NAD+ ----- alfa- ketoglutarat + NH4+ + NADH + H+

Dalam proses ini asam glutamat melepaskan gugus amino

dalam bentuk NH4+. Selain NAD+ glutamat dehidrogenase dapat pula

menggunakan NADP+ sebagai aseptor elektron. Oleh karena asam

glutamat merupakan hasil akhir proses transaminasi, maka glutamat

dehidrogenase merupakan enzim yang penting dalam metabolisme asam

amino oksidase dan D-asam oksidase.

f. Bagaimana regulasi hormon pada metabolisme?

a. Stimulasi sekresi hormon Kortisol oleh Adrenal Kortex

Kadar glukosa rendah menyebabkan Hypothalamus mensekresikan

CRH (corticotropin-releasing hormone) kemudian Anterior pituitary

cells mensekresikan ACTH (adrenocorticotropic hormone) sehingga

Adrenal cortex akan mensekresikan cortisol (dan glukokortikoid lainnya)

cortisol mencegah uptake glukosa oleh sel-sel otot.

b. Insulin

Untuk mengendalikan storage dan membebaskan asam lemak kedalam

dan keluar depot lipid. Insulin memberi sinyal bila ada kelebihan

makanan dan akan menginisiasi uptake dan storage dari karbohidrat,

lemak dan asam amino. Mempercepat transport asam amino masuk

29

Page 30: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

selmenyebabkan sel pada otot dan adiposit menyerap glukosa dari

sirkulasi darah melalui transporter glukosa GLUT1 dan GLUT4 dan

menyimpannya sebagai glikogen di dalam hati dan otot sebagai sumber

energy bersifat anabolik yang artinya meningkatkan penggunaan protein

c. Glukagon

- Lipolisis; penguraian lemak. Ini terjadi di jaringan lemak

- Proteolisis; penguraian protein. Ini terjadi di otot

- Gluconeogenesis dan Glykogenolisis; membuat glukosa. Ini terjadi

di hati NaCl-, Kalsium-, dan Magnesiumresorption. Ini terjadi di

bagian yang naik dan gemuk dari Henle tubulus yakni ginjal.

d. Epinephrine

- Menghambat sekresi insulin

- Menstimulasi glikogenolisis di otot dan hati

- Menstimulasi glikolisis di otot

- Meningkatkan lipolisis oleh sel adiphosa

e. Norepinephrine

Memicu pelepasan glukosa

f. Esterogen

- Kemungkinan SiMet meningkat juka esterogen menurun (wanita)

- Sedikit pengendapan protein

g. Glukokortikoid

- Regulator glukosa yang disintensis pada korteks adrenal dan

mempunyai struktur steroid

- Mengaktivasi konversi protein menjadi glukosa melalui lintasan

glukoneogenesis di dalam hati dan menstimulasi konversi lebih

lanjut menjadi glikogen

- Peningkatan senyawa nitrogen pada urin yang terjadi setelah

peningkatan glukokortikoid merupakan akibat dari mobilisasi asam

amino dari protein yang mengalami reaksi proteolitik dan adanya

senyawa karbon yang terjadi sepanjang lintasan glukoneogenesis.

- Redistribusi senyawa lipid dan yang kedua adalah aktivasi

senyawa lipolitik

- Menurunkan jumlah protein di kebanyakan jaringan dan

meningkatkan konsentrasi asam amino dalam plasma

30

Page 31: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

h. Testosterone

Meningkatkan pengendapan protein dalam jaringan di seluruh tubuh,

terutama otot

i. Tiroksin

Meningkatkan laju metabolisme di semua sel dan secara tidak langsung

memengaruhi metabolisme protein

Jika jumlah KH dan lemak kurang memadai untuk energi, tiroksin

menyebabkan penguraian cepat protein untuk memenuhi kebutuhan

energi

Jika jumlah KH dan lemak memadai, kelebihan asam amino digunakan

untuk meningkatkan laju sintesis protein.

7. Urinalisis

a. Bagaimana interpretasi dari:

Urin reduksi +2

Pemeriksaan Glukosa Urin cara Benedict

Prinsip: menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi.

Garam cupri yang terkandung dalam reagen Benedict akan berubah sifat

dan warnanya jika direduksi oleh glukosa

Cara kerja:

- Masukkanlah 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi

- Teteskan sebanyak 5-8 tetes urin (jangan lebih!) ke dalam tabung

- Masukkanlah tabung itu ke dalam air mendidih selama 5 menit

- Angkat tabung,kocoklah isinya dan bacalah hasil reduksi

Hasil dan Interpretasi Pemeriksaan

31

Simbol Warna Nilai (%)

Negatif Tetap biru jernih atau sedikit

kehijau-hijauan dan agak keruh

(+) Hijau kekuning-kuningan dan

keruh

0,5-1

(++) Kuning keruh 1-1,5

(+++) Jingga atau warna lumpur keruh 2-3,5

(++++) Merah keruh >3,5

Page 32: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Reduction : +2, menunjukkan glycosuria akibat hyperglycemia yang

melebihi renal threshold (lebih dari ambang batas tubulus ginjal yaitu 170

mg/dL).

Obesitas mengacu pada hiperglikemi akibat resistensi insulin (DM tipe

2) kadar glukosa di ECF tinggi kompensasi tubuh sbg homeostasis

akibat viskositas >> pengeluaran glukosa melalui urin

Mikroalbuminuria

Pemeriksaan mikroalbuminuria digunakan untuk monitoring gangguan

fungsi ginjal.

Mikroalbuminuria (+)

Pemeriksaan mikroalbuminuria adalah untuk melihat ada / tidak adanya

protein dalam urine (proteinuria)

Mikroalbuminuria (-)

albuminuria normal : < 20

mg/menit

mikroalbuminuria : 20-200

mg/menit

overt albuminuria : >200

mg/menit

+ Abnormal

- Ringan (<0,5 gr/hr) : demam, stres, infeksi salurn urine distal

- Sedang (0,5 – 3gr/hr) : nefropati DM

- Berat (>3gr/hr) : nefropati DM berat

Microalbuminuria : +, menandakan bahwa urine Tn. B mengandung

protein. Hal tersebut menandakan bahwa terdapat kerusakan dapad ginjal

Tn. B (nefropati).

Mekanisme ketidaknormalan :

Mikroalbuminuria Glukosa darah yang meningkat menyebabkan

kapiler-kapiler pada glomerulus pada nefron ginjal menjadi rusak.

Sehingga terjadi penurunan kemampuan filtrasi, dan terjadi

mikroalbuminuria.

8. Sindroma Metabolik

a. Apa definisi sindroma metabolik?

32

Page 33: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Sindroma Metabolik adalah kumpulan faktor risiko metaolik yang

dikitkan dengan peningkatan risiko DMT 2, CV, hipertensi obesitas,

dislipidemia, hiperglikemia dan hipertensi.

b. Apa etiologi dari sindroma metabolik?

Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom

metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi

dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran

lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin

dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif

yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan

vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi

perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu

studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar

kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami

obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga

mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal

yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara

gangguan psikososial dan infark miokard.

c. Bagaimana faktor resiko sindroma met?

Penyakit DM tipe 2

Penyakit kardiovaskular

Penyakit hipertensi

Stroke

Perlemakan hati

d. Bagaimana epidemiologi sindroma metabolik?

Konsep dari Sindrom Metabolik telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada

tahun 1920, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang

menggambarkan sekumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan

resiko penyakit kardiovaskuler dan aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan

gout.

Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan berbagai faktor resiko:

dislipidemi, hiperglikemi dan hipertensi secara bersamaan dikenal sebagai

multiple risk factor untuk penyakit kardiovaskuler dan disebut dengan sindrom

X. Selanjutnya sindrom X ini dikenal dengan sindrom resistensi insulin.

33

Page 34: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Kemudian NCEP-ATP III menamakan dengan istilah Sindrom Metabolik.

Konsep Sindrom Metabolik ini telah banyak diterima secara Internasional.

Di Amerika Serikat, peningkatan kejadian obesitas mengiringi

peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada

populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%.

Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan

prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi

yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik

menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult

Treatment Panel III(NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat

pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan

prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13%. Penelitian di DKI Jakarta pada

tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda

dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen

terbanyak (54,4%).

e. Bagaimana patofisiologi dari sindroma metabolik?

Patofisiogi dari sindrom resistensi insulin tidak didasarkan dari satu

faktorutama dan bersifat multifaktor. Namun, dari beberapa penelitian

didapatkanbahwa resistensi insulin danobesitas sentral merupakan

patofisiologi dasar yangsaling berkaitan erat satu sama lain

tanpamengesampingkan faktor lainnya dari sindrom metabolik.

1. Obesitas sentral

34

Page 35: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Obesitas adalah penimbunan lemak tubuh melebihi nilai normal sehingga

dapatmenyebabkan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas penyakit.Obesitas

dapatdisebabkan oleh banyak faktor tetapi prinsip dasarnya adalah sama yaitu

ketidakseimbangan dalam penyimpanan dan pengeluaran energi. Energiyang

dimasukkan dalam tubuh tidak digunakan secara efektif sehingga tertimbun dalam

jaringan lemak.Terdapat dua tipe obesitas yaitu obesitas sentral dan perifer. Pada

obesitas sentral terjadi penimbunan lemak dalam tubuh melebihi nilai normal di

daerah abdomen.Sedangkan, obesitas perifer adalah penimbunan lemak didaerah

gluteofemoral.Obesitas sentral merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam

mencetuskan terjadinya resistensi insulin. Hal-hal yang dapat menyebabkan

terjadinya resistensi insulin, antara lain :

a. Lipotoksisitas

Pemaparan asam lemak bebas yang lama pada sel beta pankreas

meningkatkan pengeluaran insulin basal tapi menghambat sekresi insulin

yang disebabkan oleh glukosa. Selain itu asam lemak bebas juga dapat

menghambat ekspresi insulin pada keadaan glukosa plasma yang tinggi dan

menginduksi apoptosis sel beta pankreas. Asam lemak bebas yang

35

Page 36: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

meningkat mengganggu kemampuan insulin untuk menghambat penghasilan

glukosa hepatik dan menghambat pemasokan glukosa ke dalam otot skelet,

juga menghambat sekresi insulin dari sel beta pankreas. Hal ini menyebabkan

resistensi insulin pada organ hati dan otot

b. Adipositokin

Sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak seperti TNF-α, IL -6

danresistin dapatmencetuskan terjadinya resistensi insulin karena adanya

efek proinflamasi. Efek-efek ini dapat mengganggu fungsi GLUT-4

sebagaitransporter glukosa sehinggatidak dapat memasukkan glukosa ke

dalam sel.Jaringan lemak yang dulu dianggapsebagai deposit trigliserid

ternyatamempunyai fungsi endokrin sitokin dengan menghasilkan hormon

TNF-α,leptin, interleukin 6, resistin. TNFα, interleukindan resitin

menyebabkanresistensi insulin sedang adiponektin dan leptinmenghambat

resistensiinsulin.

c. Adinopektin

Adinopektin adalah protein sekretorik mirip kolagen yang dihasilkan oleh sel

lemak. Kadar adinopektin dalam serum berbanding terbalik dengan berat

badan. Adinopektin juga memiliki peran dalammeningkatkansensitifitas

insulin, anti-inflamasi dan anti-aterogenik.

d. Leptin

Kadar leptin serum sangat berhubungan dengan ekspresi mRNA leptin

pada sel lemak dan kadar trigliserida dalam sel tersebut. Tempat kerja leptin di

hipotalamus,dimana leptin bekerja sebagai regulator pemasukandan

pengeluaran energi. Leptinmemiliki efek menurunkan sintesis

36

Page 37: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

lemak,menurunkan sintesis trigliserida danmeningkatkan oksidasi asam lemak

sehingga bisa meningkatkan sensitifitas insulin.Selain itu leptin

berfungsimenurunkan nafsu makan dan meningkatkan penggunaan energi.

e. Interleukin-6

IL-6 adalah sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak dimana

peningkatankadarnya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah dan ukuran sel

lemak. IL-6 disekresi 2-3 kali lebih banyak oleh jaringan lemak viseral

daripada jarigan lemak subkutan pada orang yang obes berat.IL-6 memiliki

sifatpro-inflamasi yang dapatdihubungkan dengan terjadinya resistensiinsulin.

IL-6 diperkirakan dapatmengirimkan sinyal-sinyal secarasistemik untuk

menurunkan sensitifitas sel terhadapinsulin khususnya selhati.

f. Resistin

Resistin adalah hormon yang diekspresi dan disekresi oleh sel

lemak.Ekspresigen resistin diinduksi pada saat diferensiasi sel lemak.

Resistindiperkirakan memiliki peran dalam obesitas dan resistensi insulin.

g. TNF-α

Sel lemak merupakan sumber dan target dari sitokin TNF-α.

Orangyangmengalami obesitas mengekspresikan mRNA TNF-α 2 -3 kali lebih

banyak daripada orang kurus. Kadar TNF-α akan menurun dengan penurunan

berat badan. Efek TNF-α pada jaringan lemak yaitu penurunan eksresi

transporter glukosa GLUT-4 dan peningkatan hormon lipase.TNF- α memiliki

potensi untuk mencetuskanresistensi insulin karena glukosa plasma yang

masuk ke sel berkurang.

2. Resistensi insulin

Perkembangan resistensi insulin pada sindrom metabolik disebabkan

olehbanyaknyaasam lemak bebas yang beredar di plasma pada orang dengan

obesitassentral.

37

Page 38: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Berdasarkan gambar diatas, adanya resistensi insulin ini akan

semakinmeningkatkan pemecahan asam lemak bebas (lipolisis) di jaringan adiposa

yangmenyebabkan terjadinya beberapa gangguan pada sistem organ antara lain:

Jaringan otot

Terjadi penurunan ambilan glukosa (Glucose uptake)

Hati

Terjadi peningkatan pemecahan glukosa di hati (glukoneogenesis)

Pankreas

Terjadi peningkatan sekresi insulin oleh sel-β pancreas

Pembuluh darah

Terjadinya vasokonstriksi dan penurunan relaksasi pembuluh darah

akibatpenurunan Nitrit oxide.

Resistensi insulin dapat menyebabkan dislipidemia melalui peningkatan asam

lemak bebas yang dapat meningkatkan sintesis dan sekresi apoB100 sebagaikofaktor

dari trigliseriddan VLDL. Pada hipertrigliseridemia terjadi penurunan isiester

kolesterol dari inti lipoproteinmenyebabkan penurunan isi kolesterol HDLdengan

peningkatan beragam trigliseridamenjadikan partikel kecil dan padat. Halini

menyebabkan peningkatan bersihan HDL disirkulasi.

38

Page 39: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Gambar 3. Patofisiologi dislipidemia dan hipertensi pada sindrom metabolik

Hipertensi pada sindrom metabolik dapat disebabkan oleh mekanismeyang

sulitdipisahkan satu sama lain karena adanya resistensi insulin dan obesitas.Adanya

resistensiinsulin akan mengganggu produksi endothelial Nitric OxideSynthase

(eNOS) sehinggamenyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.

Selain itu, obesitas juga dapat menimbulkan hipertensi melalui beberapa

mekanisme berikut:

- Pada individu obese terjadi peningkatan volume darah, stroke volume

dancardiac outputsehingga terjadi peningkatan peripheral vascular

resistancepada individu obese yangdapat menimbulkan kondisi hipertensi

- Obesitas dikaitkan dengan disfungsi endotel, resistensi insulin, perubahansistem

saraf simpatik, dan pelepasan mediator proinflamasi (Tumor

NecrosisFactor/TNF-α danInterleukin/IL6) sehingga terjadi peningkatan

peripheralvascular resistance.

Penyakit-penyakit yang menyertai sindrom metabolik

Penyakit kardiovaskular

39

Page 40: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Risiko relatif untuk onset baru CVD pada pasien dengan sindrom metabolik,

pada pasien tanpa diabetes, rata-rata antara 1,5 dan tiga kali lipat. Dalam sebuah 8-

tahun tindak-lanjut dari laki-laki setengah baya dan wanita di Framingham Offspring

Study (FOS), risiko penduduk yang timbul pada pasien dengan sindrom metabolik

untuk mengembangkan CVDadalah 34% pada pria dan 16% pada wanita. Dalam studi

yang sama, baik sindrom metabolik dan diabetes stroke iskemik diprediksi dengan

risiko lebih besar untuk pasien dengan sindrommetabolik daripada untuk diabetes

sendiri (19% vs 7%), khususnya pada wanita (27% vs5%). Pasien dengan sindrom

metabolik juga pada peningkatan risiko untuk penyakit pembuluh darah perifer.

Diabetes mellitus type 2

Secara keseluruhan, resiko diabetes tipe 2 pada pasien dengan sindrom

metabolik adalah meningkat tiga sampai lima kali lipat. Dalam FOS's 8-tahun tindak-

lanjut dari laki-laki setengah baya dan wanita, resiko populasi yang timbul untuk

mengembangkan diabetestipe 2 62% pada pria dan 47% pada wanita.

Keadaan-keadaan lain yang menyertai sindrom metabolik

Selain fitur-fitur khusus yang terkait dengan sindrom metabolik, resistensi

insulindisertai dengan perubahan metabolisme lainnya. Ini termasuk peningkatan

apoB dan C III,asam urat, faktor protrombotik (fibrinogen, plasminogen activator

inhibitor 1), viskositasserum, dimethylarginine asimetris, homosistein, jumlah sel

darah putih, sitokin pro-inflamasi,CRP, mikroalbuminuria, penyakit hati berlemak

nonalkohol (NAFLD) dan / atausteatohepatitis alkohol (NASH), penyakit ovarium

polikistik (PCOS), dan apnea tidur obstruktif (OSA).

Nonalkoholik fatty liver disease

Fatty liver adalah relatif umum. Namun, dalam NASH, akumulasi trigliserida

baik dan hidup berdampingan peradangan. NASH kini hadir di 2-3% dari populasi di

AmerikaSerikat dan negara-negara Barat lainnya. Sebagai prevalensi kelebihan berat

badan / obesitasdan peningkatan sindrom metabolik, NASH dapat menjadi salah satu

penyebab lebih seringdari penyakit hati stadium akhir dan karsinoma hepatoseluler.

Hiperurisemia

Hiperuricemia mencerminkan defek dalam aksi insulin pada reabsorpsi tubular

ginjalasam urat, sedangkan peningkatan dimethylarginine asimetris, penghambat

endogen oksidanitrat sintase, berhubungan dengan disfungsi endotel.

Mikroalbuminuria juga bisa disebabkanoleh patofisiologi endotel diubah pada

keadaan resisten insulin.

40

Page 41: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Sindrom ovarium polikistik

PCOS sangat berhubungan dengan sindrom metabolik, dengan prevalensi

antara 40dan 50%. Wanita dengan PCOS yang 2-4 kali lebih mungkin untuk memiliki

sindrommetabolik dibandingkan dengan wanita tanpa PCOS.

Obstructive Sleep Apnea

OSA umumnya terkait dengan obesitas, hipertensi, meningkatkan sirkulasi

sitokin,IGT, dan resistensi insulin. Dengan asosiasi, maka tidak mengherankan bahwa

sindrommetabolik sering hadir. Apalagi bila biomarker resistensi insulin

dibandingkan antara pasiendengan OSA dan-berat kontrol cocok, resistensi insulin

lebih parah pada pasien dengan OSA. Tekanan udara Continuous positif (CPAP)

pengobatan pada pasien OSA meningkatkansensitivitas insulin.

f. Bagaimana kriteria diagnosis sindroma metabolik?

Menurut International Diabetes Federation (IDF) Sindrom metabolik dapat di

diagnosis dengan kriteria Obesitas sentral (lingkar perut). Asia : Laki laki >90

cm sedangkan Perempuan >80 cm (nilai tergantung etnis) ditambah 2 kriteria

berikut :

Dalam pengobatan antihipertensi atau TD ≥130/85 mmHg

Plasma Trigliserida ≥150 mg/dL

HDL-C pada Laki-laki < 40 mg/dL sedangkan Perempuan < 50 mg/dL

atau dalam pengobatan dislipidemia

GD puasa ≥100 mg/dL atau diagnosis DM tipe 2

g. Bagaimana penatalaksanaan dari sindroma metabolik?

Preventif

Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom Metabolik hendaklah

dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya

sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat badan dapat

memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi semua

penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Latihan fisik dan

perubahan pola makan  dapat menurunkan tekanan darah dan

memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi

insulin.

Kuratif

intervensi farmakologik digunakan untuk mengontrol tekanan darah

dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan

41

Page 42: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

kadar C-reactive protein dan memperbaiki profil lipid sehingga

diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

Edukatif

Dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien

dengan Sindrom Metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan

pasti tentang gaya hidup pasien serta hambatan yang dialami

mereka  dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut. Dokter

keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien

tentang hubungan gaya hidup dengan kesehatan, yang kemudian

memberikan pesan tentang peranan diet dan latihan fisik yang teratur

dalam menurunkan risiko penyulit dari Sindrom Metabolik. Dokter

keluarga hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi

sasaran jangka pendek dan jangka panjang dari diet dan latihan fisik

yang diterapkan.

h. Apa komplikasi dari sindroma metabolik?

Komplikasi sindorma metabolic sangat luas. Beberapa komplikasi

sindroma metabolik berkaitan dengan kardiovaskular seperti penyakit jantung

koroner, gagal jantung, stroke, dan komplikasi lain meliputi peningkatan

terjadinya resiko fibrilasi atrium, tromboembolisme vena. Sindroma metabolic

juga bisa menyebabakan kanker payudara karena terjadi dysregulasi dari

plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) cycle. Penelitian lain juga

menghubungkan antara kanker colon, gallbladder, ginjal, dan prostat. Selain

itu, sindroma metabolic juga bisa menimbulkan kelainan kognitive.

i. Bagaimana prognosis sindroma metabolik?

Jika ditangani dengan baik, dapat bertahan hidup seperti orang normal.

Jika tidak ditangani dengan baik akan mengalami gagal ginjal kronik, penyakit

kardiovaskuler, stroke, dan meninggal lebih cepat.

j. Apa Kompetensi Dokter Umum pada sindroma metabolik?

42

Page 43: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

3b. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan

terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa

atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter

mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penganan pasien

selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindak lanjuti setelah kembali dari

rujukan.

4a. kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan

penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

43

Page 44: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

IV. Keterkaitan Antar Masalah

Tn. B, 35 tahun

Faktor genetik - - - - - > <- - - - - - - - asupan berlebihan

Obesitas Sentral

Resistensi Insulin

DM tipe 2 Dislipidemia Hipertensi

V. Hipotesis

Tn. B, usia 35 tahun mengalami sindroma metabolik ditandai dengan

hipertensi, obesitas sentral, dan dislipidemia.

VI. Learning Issue

1. Sindroma Metabolik

2. Diabetes Mellitus Tipe 2

3. Obesitas Sentral

4. Hipertensi pada Sindroma Metabolik

5. Dislipidemia

44

Page 45: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

VII. Sintesis Masalah

1. Sindroma Metabolik

I. Definisi

Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult

Treatment Panel (NCEP-ATP III), Sindrom Metabolik adalah seseorang

dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut:

1). Obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk

pria > 102 cm);

2). Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 150 mg/dL, atau ≥ 1,69 mmol/ L);

3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada

pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L);

4). Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan

darah diastolik ≥ 85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi);

5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dL, atau

≥ 6,10 mmol/ L atau sedang memakai obat anti diabetes) (Adult Treatment

Panel III, 2001).

Selain kriteria berdasarkan NCEP-ATP III diatas masih ada beberapa

kriteria untuk definisi Sindrom Metabolik antara lain; kriteria World Health

Organization (WHO), kriteria International Diabetes Federation (IDF), The

American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute

(AHA/NHLBI), saat ini kriteria NCEP-ATP III telah banyak diterima secara

luas (Mittal, 2008).

II. Etiologi

Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu

hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah

resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan

lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang

atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit

kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang

menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular

dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa

terjadi  perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal.

Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan

kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami

45

Page 46: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga

mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal

yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara

gangguan  psikososial  dan infark miokard.

III. Epidemiologi

Konsep dari Sindrom Metabolik telah ada sejak ±80 tahun yang lalu,

pada tahun 1920, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama

yang menggambarkan sekumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat

menyebabkan resiko penyakit kardiovaskuler aterosklerosis yaitu hipertensi,

hiperglikemi dan gout (Eckel, dkk, 2005). Pada tahun 1988, Reaven

menunjukkan berbagai faktor resiko: dislipidemi, hiperglikemi dan hipertensi

secara bersamaan dikenal sebagai multiple risk factor untuk penyakit

kardiovaskuler dan disebut dengan sindrom X. Selanjutnya sindrom X ini

dikenal dengan sindrom resistensi insulin. Dan kemudian NCEP-ATP III

menamakan dengan istilah Sindrom Metabolik. Konsep Sindrom Metabolik

ini telah banyak diterima secara Internasional (Reaven, 1988).

Berdasarkan tinjauan dari beberapa studi, didapatkan angka prevalensi

Sindrom Metabolik pada populasi urban laki-laki yaitu dari 8% (India)

sampai24% (Amerika Serikat), sedang untuk wanita dari 7% (Perancis)

sampai 46% (India) (Cameron, 2004). Sedangkan di Indonesia prevalensi

Sindrom Metabolik sekitar 13,13% (Soegondo, 2004).

IV. Kriteria Diagnosa

Sejumlah kelompok ahli telah berusaha membuat definisi SM/ MetS seperti :

a. World Health Organization (WHO ) – 1999

b. The European Group for Study of Insuline Resistance (EGIR)

c. The National Cholesterol Education Program – Thrid Adult Treatment

Panel (NCEP ATP III )

d. American College of Endocrinology (ACE)

e. International Diabetes Federation (IDF).

46

Page 47: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindroma Metabolik

Unsur METS

WHO NCEP ATP III

EGIR ACE IDF

Hipertensi Pengobatan HT

TD > 140/90

Pengobatan HT

TD > 130/80

Pengobatan HT Sistolik ≥140 Diastolik ≥ 90

TD ≥130 / 85 Pengobatan HTSistolik ≥ 130Diastolik≥85

Dislipidemia

TG ≥1,7 mmol/l (150 mg/dl)

HDL-C L<0.9

mmol/l (35 mg/dl)

P < 1.0 mmol/l (<40 mg/dl)

PlaMetSa TG > mg/dl

HDL-C L < 40 mg/dl P <50 mg/dl

PlaMetSa TG > 2.0 m/mol/L (180 mg/dl)

HDL-C <1.0 m/mol.L (40 mg/dl) dan/atau terapi dislipidemia

PlaMetSa TG > 150 mg/dl (180 mg/dl)

HDL-CL <40 mg/dlP <50 mg/dl

TG level > 150 mg/dl (1.7 m/mol/L) atau terapi khusus gangguan lipid

HDL-C L <40 mg/dL (0.9 mmol/L) P <50 mg/dL (1.1 mmol/L), atau terapi khusus gangguan lipid

Obesitas IMT > 30 kg/m2

dan/atau WHR L > 0.90 P > 0.85 in P

WC L > 102 cm P >88 cm

Waist girthL > 94 cm P 80 cm

Obesitas sentral (WC)Asia : L>90cmP>80 cm (nilai tergantung jenis etnis)

Gangguan metaboliMetSe glukosa

DM2 atau IGT

FBG > 110 mg/dl

FBG 6.1 mmo/L (110 mg/dL)

FBG 110-125 mg/dl

2 HPP 140-200 mg/dl

FBG 100 mg/dl (5.6 mmol/L), atau didiagnosis DM2

Lain-lain Mikroalbuminuria = kadar UAE semalaman > 20 g/min (30 mg/g Cr)

Hiperinsulinemia (konsentrasi insulin puasa > kuartil atas populasi non-diabetes)

47

Page 48: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Kriteria diagnosis

DM2 atau IGT dan 2 kriteria di atas

Jika toleransi glukosa normal, diperlukan 3 kriteria

Minimal 3 kriteria

Diabetes Tipe 2 atau IGT dan 2 kriteria diatas

Jika toleransi glukosa normal, diperlukan 3 kriteria

Obesitas sentral + 2 kriteria diatas

V. Patofisiologi

Insulin merupakan hormon anabolik tubuh yang prinsipil, yang

mengatur perkembangan dan pertumbuhan yang sesuai dan juga sebagai

maintenance dari sistem homeostasis glukosa di seluruh tubuh. Hormon

insulin disekresi oleh sel β pulau Langerhan dari organ pankreas. Insulin

berperan dalam menurunkan kadar gula darah melalui beberapa cara; 1).

supressi hepatic glucose output (melalui penurunan gluconeogenesis dan

glycogenolysis), 2). merangsang penyimpanan terutama ke otot dan jaringan

lemak melalui glucose transporter yaitu Glucose Transporter -4 (GLUT-4)

(Mittal, 2008).

Reseptor insulin terdistribusi secara luas di sistem sarap pusat,

terutama di daerah hipotalamus dan pituitary. Pada eksperimen hewan

percobaan, gangguan gen reseptor insulin di sistem sarap pusat

memperlihatkan suatu keadaan kebutuhan asupan makanan yang meningkat

pada hewan tersebut sehingga menginduksi keadaan obesitas dan resisten

insulin. Aksi Insulin di sistem sarap pusat memberikan negatif feedback bagi

inhibisi postprandial dari asupan makanan dan berperan sebagai pusat

pengaturan berat badan (Martini, 2004).

Insulin juga mempunyai efek antiapoptosis, hal ini didukung oleh studi

eksperimen pada binatang percobaan dimana dengan penambahan insulin pada

cairan reperfusi berhubungan dengan pengurangan ukuran miokard infark

sekitar 50%. Sedangkan studi pada manusia, pemberian infus insulin dosis

rendah dengan heparin dan agen trombolitik menunjukkan efek kardioprotektif

(Dandona, 2005).

Efek anti inflamasi juga terdapat pada insulin hal ini didukung oleh

eksperimen pada binatang percobaan bahwa pemberian insulin menunjukkan

pengurangan mediator-mediator inflamasi (IL-β, IL-6, macrophage migration

48

Page 49: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

inhibitor factor [MIF], TNF-α), dan expression of proinflammatory

ranscription factors CEBP (C enhancer binding protein) dan cytokines.

Kemampuan insulin dalam efek antioksidan didukung dengan kemampuannya

untuk menekan reactive oxygen species (ROS) (Dandona, 2005).

Patogenesis sindrom metabolik masih tidak jelas, tetapi kelainan

dasarnya adalah resistensi insulin (Poerjoto, 2007). Resistensi insulin

didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal

namun telah terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin,

sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel

Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan

mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi.

Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan

Sindrom Metabolik (Reaven, 1988). Resistensi Insulin dan hipertensi sistolik

merupakan faktor yang menentukan terjadinya disfungsi endotel. Resistensi

Insulin menyebabkan menurunnya produksi Nitric Oxide (NO) yang

dihasilkan oleh sel-sel endotel, sedangkan hipertensi menyebabkan disfungsi

endotel melalui beberapa cara seperti; secara kerusakan mekanis, peningkatan

sel-sel endotel dalam bentuk radikal bebas, pengurangan bioavailabilitas NO

atau melalui efek proinflamasi pada sel-sel otot polos vaskuler. Disfungsi

endotel ini berhubungan dengan stres oksidatif dan menyebabkan penyakit

kardiovaskuler (Barnet, 2004).

VI. Komplikasi

MetS.memiliki beberapa akibat bagi kesehatan Penderita.

1. Penyakit Kardiovaskuler

Setiap komponen MetS merupakan faktor risiko bagi timbulnya

penyakit kardiovaskuler. Hasil penelitian Botnia tentang resistensi insulin

pada 4000 subyek Finlandia dan swedia menunjukan bahwa para penderita

MetS berisiko dua kali lebih tinggi untuk penderita penyakit jantung koroner

dibandingkan dengan subyek normal.dikutip 17

Verona Diabetes Complications Study dalam penelitiannya dijumpai

bahwa resistensi insulin merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan

angka kejadian penyakit kardiovaskuler pada penderita diabetes tipe 2 antara

MetS dengan mortalitas kardiovaskuler adalah lebih tinggi pada penderita

MetS dengan atau tanpa Diabetes. Pada penderita MetS memiliki risiko

49

Page 50: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

relativ hampir mencapai 4 untuk mengalami kematian akibat PJK dan 3,5

untuk mengalami kematian akibat penyakit kardiovaskuler.dikutip 17

Nurses Health Study menilai hubungan antara C-reaktif protein,

Sindroma Metabolik dan angka kejadian penyakit kardiovaskuler. Pada

penelitian tersebut dipantau selama 8 tahun untuk melihat kejadian infark

miokard, stroke, revaskularisasi koroner, serta kematian akibat penyakit

kardiovaskuler. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa para penderita

MetS kadar C-reaktif protein dapat digunakan untuk memperkirakan kejadian

penyakit kardiovaskuler di masa datang.

2. Diabetes

Para penderita MetS non diabetik berisiko sangat tinggi untuk

menderita diabetes. Risiko untuk timbulnya diabetes meningkat bila terdapat

gangguan metabolisme glukosa. Penelitian Farmingham menemukan bahwa

penderita MetS berisiko 5 kali lebih tinggi untuk menderita diabetes

dibandingkan dengan subyek normal.17

Para penderita diabetes tipe 2 mengalami gangguan kerja dan sekresi

insulin. Pada penderita MetS, biasanya resistensi insulin terjadi lebih dahulu,

kemudian baru dilanjutkan dengan hiperglikemia dan diabetes. Hasil

penelitian menunjukan bahwa resistensi insulin sendiri sangat meningkatkan

risiko timbulnya diabetes tipe 2, meskipun sekresi normal.

3. Hipertensi

Pasien dengan hipertensi mempunyai respon glukosa plasma dan

insulin yang tinggi terhadap tes toleransi glukosa. Abnormalitas ini terjadi

baik pada obes maupun non obes. Respon tersebut diakibatkan adanya

resistensi insulin pada pasien hipertensi.

Penelitian oleh Skarfos dkk yang dilakukan pada 2130 orang selama

10 tahun menunjukan bahwa individu yang normotensi saat awal akan

mengalami kenaikan tensi (hipertensi) jika disertai keadaan obes, insulin

plasma dan trigiserida yang tinggi. Prediksi independen terhadap progresifitas

kenaikan tensi adalah obesitas, konsentrasi insulin plasma puasa dengan

toleransi glukosa oral yang tinggi serta riwayat hipertensi pada keluarga.

Konsentrasi plasma insulin dan ekskresi norepineprin urin menunjukan

korelasi yang bermakna dengan tekanan darah pada Normative Aging Study.

Temuan ini menunjukan bahwa hubungan antara resistensi insulin dengan

50

Page 51: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

hipertensi melalui sistem syaraf simpatis. Penelitian Kern dkk (2005) pada

30 laki-laki sehat dan BMI normal setelah diberikan infus Insulin selama 6

jam didapatkan hasil peningkatan tekanan darah sistolik, amplitudo tekanan

darah, denyut jantung dan kadar katekolamin plasma yang tergantung dosis

insulin ( insuline dose-dependent). Hasil ini mendukung adanya efek insulin

dalam menstimulasi sistem syaraf simpatis.

Obesitas, resistensi insulin dan hiperaktivitas syaraf simpatis

mempunyai hubungan yang sangat bermakna pada penelitian Tecumseh, hal

ini menunjukan bahwa peningkatan aktivitas saraf simpatis juga terdapat pada

penderita Sindroma Metabolik. Hubungan ketiga itu sangat jelas dimana

aktivitas saraf simpatis akan menyebabkan resistensi insulin dan

hiperinsulinemia sendiri menyebabkan aktifitas saraf simpatis.

Dari study yang melibatkan 12.550 orang dewasa di Amerika selama 6

tahun menunjukan bahwa individu dengan hipertensi 2,5 kali lebih sering

mengalami diabetes tipe 2 dibanding normotensi. Sehinga dari penelitian ini

diambil kesimpulan bahwa hipertensi essensial terdapat suatu keadaan

resistensi insulin dan hiperinsulinemia. Dimana hal ini tidak terjadi pada

hipertensi sekunder.

VII. Penatalaksanaan

Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang penatalaksanaan

Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan agresif terhadap

komponen2 Sindrom Metabolik dapat mencegah atau memperlambat onset

diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis

dengan Sindrom Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan

makan dan latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat

badan dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi semua

penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan

pasien  mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan. Latihan

fisik dan perubahan pola makan  dapat menurunkan tekanan darah dan

memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin.

51

Page 52: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Defek genetik multipel

Predisposisi Genetik

Kegemukan

Lingkungan

Defek sel beta primer

Gangguan sekresi insulin

Resistensi insulin jaringan perifer

Kurangnya pemanfaatan glukosa

Hiperglikemia

Kelelahan sel beta

Diabetes tipe 2

2. Diabetes Mellitus Tipe 2.

Patogenesis diabetes tipe 2 jauh lebih sedikit diketahui meskipun tipe

ini merupakan yang tersering ditemukan. Tidak ada bukti bahwa mekanisme

autoimun berperan. Gaya hidup jelas lebih berperan, yang akan jelas jika

kegemukan dipertimbangkan. Pada saat ini terjadi peningkatan epidemic insidensi

diabetes tipe ini pada anak-anak kegemukan.

Pada tipe ini, faktor genetic berperan lebih penting dibandingkan

dengan diabetes tipe 1A. Diantara kembar identik, angka concordance adalah

60% hingga 80%. Pada anggota keluarga dekat dari pasien diabetes tipe 2 (dan

pada kembar non identik), resiko menderita penyakit ini 5-10x lebih besar dari

subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit

dalam keluarganya.

Tidak seperti diabetes tipe 1A, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen

HLA (Human Leukocyte Antigen). Penelitian epidemiologic menunjukkan bahwa

diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetik, masing-masing

memberi kontribusi pada resiko; yang juga dipengaruhi lingkungan. Pemindahan

genom terhadap pasien dan anggota keluarga mereka memastikan bahwa tidak

ada satu pun gen yang berperan utama dalam kerentanan terhadap diabetes tipe 2.

Dua defek metabolic yang menandai diabetes tipe 2 adalah gangguan sekresi

insulin pada sel beta dan ketidakmampuan jaringan perifer berespons terhadap

insulin (resistensi insulin).

52

Page 53: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Gangguan sekresi insulin pada sel Beta

Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang

berat dibandingkan dengan yang terjadi pada diabetes tipe 1. Pada awalnya, kadar

insulin meningkat untuk mengompensasi resistensi insulin. Pada kasus yang

jarang, mutasi di reseptor insulin menimbulkan resistensi insulin yang parah.

Pada banyak pasien mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal,

karena sel beta normal dapat meningkatkan produksi insulin.

Pada awalnya, sekresi insulin tampak normal dan kadar insulin plasma

tidak berkurang. Tetapi, pola sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap,

dan fase pertama sekresi insulin (yang cepat) saat dipicu glukosa menurun.

Namun, pada perjalanan selanjutnya, terjadi defisiensi absolut insulin yang ringan

sampai sedang.

Mula-mula resistensi insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik

massa sel beta dan produksi insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan

genetic terhadap DM 2, kompensasi ini gagal. Selanjutnya, terjadi kehilangan 20-

50% sel beta, tetapi belum menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang

dipicu glukosa. Tetapi, terjadi gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta.

Dasar molecular gangguan sekresi insulin yang dirangsang glukosa ini masih

belum sepenuhnya dipahami. Penelitian terakhir menunjukkan adanya suatu

protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari fosfolirasi oksidatif

(sehingga menimbulkan panas, bukan ATP). Protein ini adalah uncoupling

protein 2 (UCP2), yang diekspresikan sel beta. Kadar UCP2 intrasel yang tinggi

menumpulkan respon insulin, sedangkan kadar yang rendah memperkuatnya.

Oleh karena itu, dihipotesiskan bahwa peningkatan kadar UCP2 di sel

beta pankreas penderita DM 2 mungkin dapat menjelaskan hilangnya sinyal

glukosa yang khas pada penyakit ini. Manipulasi terapeutik untuk menurunkan

kadar UCP2 dipercaya dapat mengobati DM 2.

Mekanisme lain kegagalan sel beta pada DM 2 dilaporkan berkaitan

dengan pengendapan amiloid di islet. Amilin, komponen utama amiloid, secara

normal dihasilkan sel beta pankreas dan disekresikan bersama dengan insulin

sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan

oleh resistensi insulin pada fase awal DM 2, meningkatkan produksi amilin, yang

kemudian mengendap sebagai amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta

mungkin menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa.

53

Page 54: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Selain itu, amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan

menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus DM 2 tahap lanjut.

Resistensi insulin dan obesitas

Resistensi insulin adalah suatu fenomena kompleks yang tidak terbatas

pada sindrom diabetes. Pada kegemukan dan kehamilan, sensitivitas insulin

jaringan sasaran menurun (walaupun tidak diabetes), dan kadar insulin serum

mungkin meningkat untuk mengompensasi resistensi insulin tersebut. Oleh

karena itu, baik kegemukan ataupun obesitas, dapat menyebabkan terungkapnya

DM 2 subklinis dengan meningkatkan resistensi insulin ke suatu tahap yang tidak

lagi dapat dikompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.

Dasar selular dan molecular resistensi insulin masih belum sepenuhnya

dimengerti. Terdapat tiga sasaran utama kerja insulin: jaringan lemak dan otot

(insulin meningkatkan penyerapan glukosa), dan hati (insulin menekan produksi

glukosa). Insulin bekerja pada sasaran pertama-tama dengan berikatan dengan

reseptornya. Pengaktifan reseptor insulin memicu serangkaian respons intrasel

yang memengaruhi jalur metabolisme sehingga terjadi translokasi unit transport

glukosa ke membrane sel yang memudahkan penyerapan glukosa. Resistensi

insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau di salah satu jalur sinyal

(pasca reseptor) yang diaktifkan oleh pengikatan insulin ke reseptornya. Pada DM

2, jarang terjadi defek kualitatif atau kuantitatif dalam reseptor insulin. Oleh

karena itu, resistensi insulin diperkirakan terutama berperan dalam pembentukan

sinyal pascareseptor.

Sel-sel adiposit merupakan suatu sistem endokrin, yang memberikan

efek adiposit jarak jauh melalui zat-zat perantara yang dikeluarkan sel lemak.

Molekul ini meliputi faktor nekrosis tumor (TNF), asam lemak, leptin, dan

resistin.

1. TNF, yang lebih dikenal karena efeknya pada peradangan dan imunitas,

disintesis di adiposity dan mengalami ekspresi berlebihan dalam sel lemak orang

kegemukan. TNF menyebabkan resistensi insulin dengan memengaruhi jalur-jalur

sinyal pascareseptor. Pada kegemukan, kadar asam lemak bebas lebih tinggi

daripada normal, dan asam lemak ini meningkatkan resistensi insulin melalui

mekanisme yang belum sepenuhnya diketahui.

2. Leptin menyebabkan obesitas hebat dan resistensi insulin bila tidak memiliki

54

Page 55: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

gennya. Pengembalian leptin mengurangi obesitas, dan secara independen

resistensi insulin. Karena itu, tidak seperti TNF, leptin memperbaiki resistensi

insulin.

3. Resistin, yang diberikan nama demikian karena zat ini meningkatkan resistensi

insulin. Resistin dihasilkan sel lemak, dan kadarnya meningkat pada berbagai

model obesitas. Penurunan kadar resistin meningkatkan kerja insulin, dan

sebaliknya pemberian resistin rekombinan meningkatkan resistensi insulin pada

hewan normal. Efek terapeutik ODA tertentu yang digunakan dalam penanganan

DM 2 pada manusia juga mungkin berkaitan dengan kemampuan obat tersebut

memodulasi produksi resistin.

Dampak

Tingginya kadar glukosa dalam cairan ekstraseluler mempengaruhi

tekanan osmotic, sehingga air bergerak keluar sel dan menyebabkan dehidrasi.

Tingginya kadar glukosa di ginjal, berpegaruh juga pada rearbsorbsi air, karena

glukosa merupakan diuretic osmotic yang menghambat rearbsorbsi air, dan

menyebabkan poliuria. Karena ditemukan glukosa dalam urin maka terjadi,

glikouria. Dehidrasi juga memberikan stimulus ke hipotalamus, untuk

meningkatkan volume air, melalui polidipsia (banyak minum akibat rasa haus

yang berlebih). Dehidrasi juga mengakibatkan berkurangnya tekanan turgor kulit,

dan juga ditemukan bibir dan mulut yang kering.

Selain itu, pada penderita DM terutama DM 2, glukosa tidak dapat

digunakan oleh jaringan akibat terganggunya reseptor insulin. Hal ini

menyebabkan kurangnya glukosa pada jaringan, dan jaringan memberikan sinyal

ke otak untuk menambah kadar glukosa. Cara pertama adalah dengan

meningkatkan asupan makanan (polipagia) yang diharapkan dapat menambah

glukosa. Selain itu, juga terjadi glukoneogenesis, baik dari lipid maupun protein.

Berkurangnya glukosa pada sel mengakibatkan metabolisme sel

menjadi menurun, sehingga menyebabkan keadaan fatigue.

Salah satu cara glukoneogenesis yang sering dijumpai adalah lipolisis,

pemecahan lemak untuk membentuk glukosa. Peningkatan lipolisis memberikan

efek samping, yakni meningkatnya produksi benda-benda keton (ketogenesis) di

hati. Benda-benda keton ini bersifat asam, sehingga penumpukan benda-benda

keton di tubuh mengakibatkan ketoasidosis. Untuk kompensasinya, tubuh

meningkatkan produksi urin untuk mengeluarkan keton, sehingga dijumpai

55

Page 56: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

ketonuria.

Penggunaan lipid untuk metabolisme meningkatkan kadar kolesterol

plasma, yang memberikan berbagai macam dampak: atherosclerosis, iskemik

kardiak, gangguan serebrovaskular, gangguan vaskular perifer, gangrene, dan

infark miokardium.

Dampak lain dari tingginya kadar glukosa dalam darah adalah:

melambatnya aliran darah (yang dapat menyebabkan kematian sel), nefropati

(gangguan pada pembuluh darah ginjal), retinopati (gangguan pada pembuluh

darah retina), gingivitis dan periodontitis (akibat pertumbuhan bakteri yang cepat,

dan neuropati (gangguan pada sistem saraf).

3. Obesitas Sentral

Obesitas dapat dibagi menjadi beberapa derajat berdasarkan persen kelebihan

lemak (Misnadiarly, 2007), antara lain :

a. Mild obesity

Dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30% di atas berat badan

ideal.

b. Moderate obesity

Apabila berat badan individu antara 30-60% di atas berat badan ideal.

c. Morbid

Penderita-penderita obesitas yang berat badannya 60% atau lebih di atas berat badan

ideal. Pada derajat ini risiko mengalami gangguan respirasi, gagal jantung, dan

kematian mendadak meningkat dengan tajam.

Terdapat dua tipe obesitas yaitu :

1. Obesitas sentral

Terjadi penimbunan lemak yang melebihi batas normal pada daerah abdomen.

2. Obesitas perifer

Terjadi penimbunan lemak yang melebihi batas normal pada daerah gluteo-

femoral.

Pembagian obesitas berdasarkan gejala klinisnya,yaitu:

1. Obesitas sederhana (simple obesity)

Gejalanya hanya gemuk saja tanpa disertai kelainan hormonal/mental/fisik lainnya.

2. Bentuk khusus obesitas

56

Page 57: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

a. Kelainan endokrin/hormonal

b. Kelainan somatodismorfik

c. Kelainan hipotalamus

Obesitas berdasarkan kondisi sel dalam tubuhnya,yaitu:

1. Tipe hiperplastik

2. Tipe hipertropik

3. Tipe hiperplastik-hipertropik

Selain itu,obesitas juga diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya dan

tipenya,yaitu:

1. Berdasarkan tingkat keparahan

a. Mederate obesity

b. Severe obesity

2. Berdasarkan tipenya

a. Inappropriate eating habits

b. High set point for fat store

Obesitas sentral ini merupakan faktor risiko utama penyebab resistensi

insulin sebagai penyebab dari berbagai gangguan yang dapat berkembang dari

sindrom metabolik. Obesitas disebabkan oleh ketidak seimbangan kalori yang

masuk dibanding yang keluar. Penilaian derajat obesitas secara umum berdasarkan

IMT ( Indeks Massa Tubuh). Terdapat hubungan yang erat antara IMT dengan

lemak tubuh. Postur tubuh ideal dinilai dari pengukuran antropometri untuk

menilai apakah komponen tubuh tersebut sesuai dengan standard normal atau ideal.

Pengukuran antropometri yang paling sering digunakan adalah rasio antara Berat

Badan ( Kg) dan Tinggi Badan ( meter ) kuadrat. Obesitas sentral dapat

diinterpretasikan berdasarkan Lingkar Perut. Dikatakan obesitas sentral apabila

Lingkar Perut mencapai > 90cm pada laki-laki atau > 80cm pada perempuan.

Negara/grup etnis Lingkar perut (cm) pada

obesitas

Eropa Pria >94 ; Wanita >80

Asia Selatan,Populasi

China,Melayu dan Asia-India

Pria >90 ; Wanita >80

China Pria >90 ; Wanita >80

Jepang Pria >85 ; Wanita >90

Amerika Tengah Gunakan rekomendasi Asia

57

Page 58: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Selatan hingga tersedia data

spesifik

Sub-Sahar Afrika Gunakan rekomendasi Eropa

hingga tersedia data spesifik

Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa

hingga tersedia data spesifik

Jaringan adiposa terutama jaringan lemak sentral sekarang diketahui bukan

hanya sebagai tempat penyimpanan lemak, tatapi juga berfungsi sebagai organ

endokrin. Sel lemak (adiposit) telah dibuktikan mengsekresikan berbagai macam

protein ke dalam sirkulasi. Protein-protein ini secara kolektif disebut adipositokin

yang sering disebut adipokin yaitu leptin, Tumor Nekrosis Faktor (TNF) α,

plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), adipsin, resistin dan adiponektin.

Pada individu obes terjadi penumpukan jaringan adiposa maka akan terjadi

peningkatan produksi adipokin, diantaranya adalah TNF-α dan PAI-1. Sehingga

diduga bahwa adipokin tersebut menekan produksi adiponektin pada individu obes.

Kelainan metabolisme yang ditimbulkan oleh penumpukan jaringan lemak

terutama disebabkan oleh peningkatan proses lipolisis serta kadar asam lemak

bebas dalam plasma. Pada penderita diabetes tipe 2, kerja insulin dalam

menghambat lipolisis mengalami penurunan akibat adanya resistensi jaringan

lemak terhadap insulin, sehingga kadar FFA meningkat. Sebaliknya, pada individu

obes yang tidak menderita diabetes, yang berperanan dalam meningkatakan kadar

FFA bukanlah resistensi jaringan lemak terhadap insulin, melainkan banyaknya

timbunan lemak yang dimilikinya. Peningkatan kadar FFA juga dapat

menghambat kerja insulin di otot.

Randle pada tahun 1963 mengemukakan bahwa asam lemak berkompetisi

dengan glukosa dalam hal metabolisme penyiapan sumber energi.Kelley dkk,

melaporkan bahwa bilamana dibandingkan antara subyek dengan pemberian infus

lemak, maka kelompok subyek yang diberi infus lemak terjadi resistensi ambilan

glukosa (glucose uptake) oleh otot, sebagai akibat dari peningkatan glikolisis &

penurunan pembentukan glikogen,keadaan ini menyerupai diabetes tipe-2. Pada

penelitian ini menggambarkan adanya penggunaan lemak yg tidak efisien pada

58

Page 59: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

individu obes. Pada atlet yang terlatih, komposisi triglisedrid otot akan meningkat,

kapasitas oksidatif lemak juga meningkat, keadaan sebaliknya terjadi pada subyek

yg obes.

Copy right ©2004 American Society of Nephrology

Bagby, S. P. J Am Soc Nephrol 2004;15:2775-2791

Figure 1. Pathogenesis of obesity-initiated metabolic syndrome

Adiponektin merupakan adipositokin yang banyak menarik perhatian karena

memiliki efek antidiabetik dan antiaterogenik. Studi menunjukkan bahwa

konsentrasi adiponektin menurun pada kondisi obesitas DMT2 dan hipertensi

sehingga diduga konsentrasi adiponektin yang rendah (hipoadiponektinemia)

terkait dengan patofisiologi terjadinya hipertensi.

Kondisi obesitas dapat meningkatkan risiko hipertensi melalui beberapa

mekanisme yaitu: terjadi peningkatan volume darah, stroke volum dan kardiak

output sehingga terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer yang dapat

menimbulkan kondisi hipertensi. Hal ini dikaitkan dengan disfungsi endotel,

resistensi insulin, perubahan sistem syaraf simpatik, dan pelepasan mediator

proinflamasi (TNF α dan inteleukin – 6) sehingga terjadi peningkatan resistensi

pembuluh darah peifer. Obesitas dapat meimbulkan resistensi insulin yang

59

Gambar 1. Patofisologi Obesitas sebagai penyebab Sindroma Metabolik

Page 60: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

selanjutnya mengganggu produksi endothelial Nitric Oxide Synthase sehingga

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.

Peran adiponektin dalam hipertensi melalui beberapa mekanisme yaitu

adiponektin menurunkan inflamasi melalui regulasi negatif terhadap TNF- α dan C-

Reactive Protein (CRP) serta menurunkan ekspresi molekul adhesi, pembentukan

sel busa dan proliferasi sel otot polos. Obesitas diketahui sebagai kondisi low grade

inflamation yang dapat meningkatkan tekanan darah. Adiponektin dapat menekan

inflamasi sehingga mencegah naiknya tekanan darah.

Adiponektin dapat memperbaiki kondisi resistensi insulin melalui aktivasi

AMP- Kinase sehingga terjadi peningkatan oksidasi asam lemak serta penurunan

produksi glukosa endogen oleh hati sehingga akan menurunkan akumulasi Free

Fatty Acid, yang selanjutnya akan menghambat pembentukan radikal bebas yang

dapat merusak Nitric Oxide (NO) yang bekerja menjaga intigrasi endothel dan

mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Obesitas sentral merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam mencetuskan

terjadinya resistensi insulin. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi

insulin, antara lain:

60

Page 61: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

a. Lipotoksisitas

Pemaparan asam lemak bebas yang lama pada sel beta pankreas meningkatkan

pengeluaran insulin basal tapi menghambat sekresi insulin yang disebabkan oleh

glukosa. Selain itu asam lemak bebas juga dapat menghambat ekspresi insulin pada

keadaan glukosa plasma yang tinggi dan menginduki apoptosis sel beta pankreas.

Asam lemak bebas yang meningkat mengganggu kemampuan insulin untuk

menghambat penghasilan glukosa hepatik dan menghambat pemasokan glukosa ke

dalam otot skelet, juga menghambat sekresi insulin dari sel beta pankreas. Hal ini

menyebabkan resistensi insulin pada organ hati dan otot.

b. Adipositokin

Sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak seperti TNF-α, IL-6 dan resistin

dapat mencetuskan terjadinya resistensi insulin karena adanya efek proinflamasi.

Efek-efek ini dapat mengganggu fungsi GLUT-4 sebagai transporter glukosa

sehingga tidak dapat memasukkan glukosa ke dalam sel.

Jaringan lemak yang dulu dianggap sebagai deposit trigliserid ternyata

mempunyai fungsi endokrin sitokin dengan menghasilkan hormon TNF-α, leptin,

interleukin 6, resistin. TNFα, interleukin dan resitin menyebabkan resistensi insulin

sedang adiponektin dan leptin menghambat resistensi insulin.

- Adinopektin

Adinopektin adalah protein sekretorik mirip kolagen yang dihasilkan oleh sel

lemak. Kadar adinopektin dalam serum berbanding terbalik dengan berat badan.

adinopektin juga memiliki peran dalam meningkatkan sensitifitas insulin, anti-

inflamasi dan anti-aterogenik.

Gambar 1. Peran adinopektin terhadap resistensi insulin

61

Page 62: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

- Leptin

Kadar leptin serum sangat berhubungan dengan ekspresi mRNA leptin pada

sel lemak dan kadar trigliserida dalam sel tersebut. Tempat kerja leptin di

hipotalamus, dimana leptin bekerja sebagai regulator pemasukan dan pengeluaran

energi. Leptin memiliki efek menurunkan sintesis lemak, menurunkan sintesis

trigliserida dan meningkatkan oksidasi asam lemak sehingga bisa meningkatkan

sensitifitas insulin. Selain itu leptin berfungsi menurunkan nafsu makan dan

meningkatkan penggunaan energi.

- Interleukin-6

IL-6 adalah sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak dimana peningkatan

kadarnya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah dan ukuran sel lemak. IL-6

disekresi 2-3 kali lebih banyak oleh jaringan lemak viseral daripada jarigan lemak

subkutan pada orang yang obes berat.IL-6 memiliki sifat pro-inflamasi yang dapat

dihubungkan dengan terjadinya resistensi insulin. IL-6 diperkirakan dapat

mengirimkan sinyal-sinyal secara sistemik untuk menurunkan sensitifitas sel

terhadap insulin khususnya sel hati.

- Resistin

Resistin adalah hormon yang diekspresi dan disekresi oleh sel lemak. Ekspresi

gen resistin diinduksi pada saat diferensiasi sel lemak. Resistin diperkirakan

memiliki peran dalam obesitas dan resistensi insulin.

- TNF- α

Sel lemak merupakan sumber dan target dari sitokin TNF-α. Orang yang

mengalami obesitas mengekspresikan mRNA TNF-α 2-3 kali lebih banyak

daripada orangbkurus. Kadar TNF-α akan menurun dengan penurunan berat badan.

Efek TNF-α pada jaringan lemak yaitu penurunan eksresi transporter glukosa

GLUT-4 dan peningkatan hormon lipase. TNF-α memiliki potensi untuk

mencetuskan resistensi insulin karena glukosa plasma yang masuk ke sel

berkurang.

4. Hipertensi pada Sindroma Metabolik

Selain sebagai tempat penyimpanan energi, jaringan lemak juga menghasilkan

faktor yang menyebabkan hipertensi. Jaringan lemak dapat menguraikan angiotensin

dari sistem angiotensin-renin. Pada obesitas, terjadi resistensi insulin dan gangguan

fungsi endotel pembuluh darah yang menyebabkan vasokonstriksi dan reabsorbsi

62

Page 63: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

natrium di ginjal dan menyebabkan hipertensi. Penurunan berat badan merupakan

faktor penting dalam tata laksana sindrom metabolik dengan hipertensi yang dicapai

dengan diet, latihan, medikamentosa atau gabungan hal-hal tersebut. Obat

antihipertensi dapat dipertimbangkan sebagai bagian pendekatan holistik dalam tata

laksana.

 

Patofisiologi hipertensi pada sindrom metabolik

Definisi sindrom metabolik pada dewasa telah disepakati, namun kontroversi

mengenai etiologi yang mendasari sindrom metabolik sampai saat ini masih tetap ada.

Hipotesis terbaik menyatakan bahwa obesitas dan resistensi insulin merupakan kunci

terjadinya sindrom metabolik.

Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan luaran

energi, yaitu asupan energi yang tinggi atau luaran energi yang rendah. Asupan energi

tinggi disebabkan konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan luaran energi

rendah disebabkan metabolisme tubuh yang rendah, aktivitas fisik, dan efek

termogenesis makanan. Kelebihan energi disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Hubungan antara obesitas dan hipertensi telah lama diketahui dan telah banyak

dilaporkan oleh banyak peneliti, namun mekanisme terjadinya hipertensi akibat

obesitas hingga saat ini belum jelas. Sebagian besar peneliti menitik beratkan

patofisiologi tersebut pada tiga hal utama yaitu gangguan sistem autonom, resistensi

insulin, serta abnormalitas struktur dan fungsi pembuluh darah. Ketiga hal tersebut

dapat saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

Akhir-akhir ini diketahui bahwa peningkatan kejadian obesitas dan sindrom

metabolik terjadi akibat asupan total fruktosa meningkat. Fruktosa seperti gula

lainnya menyebabkan peningkatan kadar asam urat dengan cepat. Fruktosa adalah

gula biasa yang terdapat pada madu dan buah-buahan. Fruktosa sering ditambahkan

pada minuman ringan, kue, permen, dan yogurt. Pemberian fruktosa oral atau

intravena dalam waktu 30-60 menit dapat meningkatkan asam urat serum pada

manusia dan hal ini dapat berkesinambungan. Glukosa dan gula sederhana lainnya

tidak mempunyai efek seperti ini.

Di hati, fruktosa akan diubah menjadi fruktosa-11 fosfat dan adenosin

triphosphate (ATP) oleh enzim fruktokinase, dan selanjutnya diubah menjadi

adenosine diphosphate (ADP). Turunan ADP dimetabolisme menjadi bermacam-

macam subtrat purin. Pelepasan fosfat yang cepat bersamaan dengan reaksi adenosine

63

Page 64: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

monophosphate (AMP) deaminase. Kombinasi keduanya akan meningkatkan substrat

melalui fruktosa oral, dan enzim (deaminase AMP) merupakan regulasi produksi

asam urat (Gambar 1).

Asam urat yang tinggi dapat mengakibatkan disfungsi endotel dan

menurunkan bioavailabilitas nitric oxide (NO) endotel. Gangguan nitric oxide

memediasi terjadinya resistensi insulin dan hipertensi. Peran obesitas dan resistensi

insulin pada sindrom metabolik telah banyak dilaporkan. Obesitas sering berhubungan

dengan hiperinsulinemia, khususnya tipe android. Laki-laki obesitas cenderung

mempunyai deposit lemak di daerah atas tubuh khususnya pada tengkuk, leher, bahu,

dan perut yang disebut obesitas tipe android. Pada perempuan obesitas dijumpai

deposit lemak dengan area yang sama dengan lakilaki meskipun mereka juga

mempunyai batas area segmen bawah seperti pada bokong dan pinggul yang disebut

obesitas tipe ginekoid.4 Pada obesitas tipe android (obesitas sentral), lemak

berakumulasi sebagai lemak viseral/intra-abdominal atau lemak subkutan abdomen.

Obesitas tipe android berisiko mengalami sindrom metabolik dan penyakit

kardiovaskular, khususnya jika terdapat lemak viseral yang berlebihan. Kadar

adiponektin yang rendah, adanya resistensi leptin, serta berbagai sitokin yang terlepas

dari sel adiposa dan sel inflamasi yang menginfiltrasi jaringan lemak (misalnya

makrofag) menurunkan ambilan asam lemak bebas oleh mitokondria pada beberapa

jaringan, menurunkan oksidasi asam lemak bebas, dan menyebabkan akumulasi asam

lemak bebas intrasel. Kelebihan asam lemak bebas intraselular dan metabolik (fatty

acyl CoA, diacyglgycerol,dan ceramide) dapat memicu terjadi resistensi insulin

(bahkan hiperisulinemia dan hiperglikemia).

Pada obesitas terjadi resistensi insulin dan gangguan fungsi endotel pembuluh

64

Page 65: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

darah yang menyebabkan vasokonstriksi dan reabsorpsi natrium di ginjal yang

mengakibatkan hipertensi. Telah dibuktikan oleh penelitian yang menyatakan retensi

garam berhubungan dengan hiperinsulinemia pada obesitas yang menyebabkan

hipertensi. Demikian juga insulin dapat meningkatkan produksi norepinephrine

plasma yang bermakna yang dapat meningkatkan tekanan darah. Perbaikan tekanan

darah dan respons intoleransi glukosa dengan peningkatan aktivitas fisik pada obesitas

juga berhubungan dengan penurunan kadar insulin plasma. Resistensi insulin dapat

meningkatkan tekanan darah melalui penurunan nitric oxide yang menimbulkan

vasodilatasi, peningkatan sensitivitas garam, atau peningkatan volume plasma.

Penelitian lain menunjukkan kecepatan natriuresis dan pengeluaran antinatriuresis

sesudah fast have dan memperlihatkan hubungan antara kadar insulin serum dan

eskresi garam. Retensi natrium menyebabkan hiperinsulinemia yang indenpenden dari

hipoglikemia, laju filtrasi glumerulus (LFG), aliran darah ginjal, atau kadar aldosterol

plasma.

Konsumsi makanan tinggi kalori akan mengakibatkan sindrom metabolik

dengan meningkatnya massa lemak di daerah abdomen pada individu yang rentan.

Masa lemak abdomen merupakan sumber asam lemak bebas dalam sirkulasi.

Penelitian dengan menggunakan model clamp euglycemic hyperinsulinemia

menunjukkan efek marker antinatriuretic pada insulin.

Peningkatan masa sel lemak menyebabkan peningkatan produksi

angiotensinogen di jaringan lemak, yang berperan penting dalam peningkatan tekanan

65

Page 66: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

darah. Sel lemak juga membuat enzim konvertase angiotensin dan katepsin, yang

memiliki efek lokal pada katabolisme dan konversi angiotensin. Asam lemak dapat

meningkatkan stres oksidatif pada sel endotel dan proses ini diamplifikasi oleh

angiotensin. Telah dibuktikan bahwa renin angiotensin system (RAS) pada jaringan

lemak terlibat dalam patofisiologi obesitas dan penyakit yang berhubungan dengan

obesitas, termasuk hipertensi dan resitensi insulin. Kadar RAS lokal di dalam jaringan

lemak berperan dalam meningkatkan aktivitas RAS sistemik, sehingga menyebabkan

kenaikan tekanan darah.

Jumlah jaringan lemak pada individu dengan obesitas menyebabkan

peningkatan RAS dalam jaringan lemak. Selain itu, angiotensin II (komponen utama

RAS) dan angiotensinogen (prekursor angiotensin II) berperan dalam pertumbuhan,

diferensiasi dan metabolisme jaringan lemak, yang dalam jangka panjang dapat

mendorong penyimpanan trigliserida dalam hati, otot rangka, serta pankreas, sehingga

menyebabkan resistensi insulin.

Pada obesitas, selain pertambahan masa lemak, masa non-lemak juga

meningkat, dan terjadi hipertrofi organ seperti jantung dan ginjal. Pada ginjal terjadi

glomerulomegali, vasodilatasi arteriol aferen, dan vasokonstriksi arteriol eferen yang

menyebabkan hipertensi intraglomerular. Hipertensi intraglomerular merupakan awal

terjadinya mikroalbuminuria dan proteinuria yang selanjutnya melalui berbagai

mekanisme selular akan menyebabkan glomerulosklerosis dan fibrosis

tubulointertisial pada obesitas.

 

TERAPI

Hipertensi merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga

mengakibatkan mikroalbuminuria yang dipakai sebagai indicator independen

morbiditas karidovaskular pada pasien tanpa diabetes atau hipertensi.

Target tekanan darah berbeda antara subyek dengan DM dan tanpa DM. pada

subyek dengan DM dan penyakit ginjal, target tekanan darah adalah <130/80 mmHg,

sedangkan pada bukan, targetnya <140/90 mmHg. Untuk mencapai target tekanan

darah, penatalaksanaan tetap diawali dengan pengaturan diet dan aktifitas fisik.

Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu dengan upaya penurunan berat

badan, berolahraga, menghentikan rokok dan konsumsi alcohol serta banyak

mengkonsumsi serat. Namun apabila modifikasi gaya hidup sendiri tidak mampu

mengendalikan tekanan darah maka dibutuhkan pendekatan medikamentosa untuk

66

Page 67: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

mencegah komplikasi seperti miokard infark, gagal ginjal akut dan stroke.

Dalam suatu penelitian meta-analisis didapatkan bahwa enzim pengkonversi

angiotensin dan penghambat reseptor angiotensi mempunyai manfaat yang bermakna

dalam meregresi hipertrofi ventrikel kiri dibandingkan penghambat beta andregenik,

diuretic, dan antagonis kalsium. Valsartan, suatu penghambat reseptor angiotensin,

dapat mengurangi mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor resiko independen

kardiovaskular. Beberapa studi menyarankan pemakaian ACE inhibitor sebagai lini

pertama pada penyandang hipertensi dengan sindrom metabolic terutama bila ada

DM. Angiotensin renin blocker (ARB) dapat digunakan apabila tidak toleran terhadap

ACE inhibitor. Meski pemakaian diuretic tidak dianjurkan pada subyek dengan

gangguan toleransi glukosa, namun pemakaian diuretic dosis rendah yang

dikombinasi dengan regiken lain dapat lebih bermanfaat dibandingkan efek

sampingnya.

5. Dislipidemia

Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolic ditandai dengan peningkatan

trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun

mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan

konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak

bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida.

Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga

transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan

konsentrasi trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL, sehingga

dipikirkan mekanisme lain yang dapat menyebabkan penurunan kolesterol HDL

disamping peningkatan trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitang dengan

gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi

gangguan produksi Apolipoprotein A-1 (Apo A-1) oleh hati yang selanjutnya

mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran system imunitas pada resistensi

insulin juga berpengaruh pada perubahan profil lipid pada subyek dengan resistensi

insulin. Studi pada hewan menunjukan bahwa aktivasi system imun akan

menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang

berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.

Terapi

67

Page 68: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Pilihan terapi untuk dyslipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti

dengan medikamentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja

tidak cukup berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan

obat bersamaan dengan perubahan gaya hidup. Menurut ATP III, setelah kolesterol

LDL sudah mencapai target, sasaran berikutnya adlaah dyslipidemia aterogenik. Pada

konsentrasi trigliserida ± 200 mg/dL, maka target terapi adalah non kolesterol HDL

setelah kolesterol LDL terkoreksi. Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya

memperbaiki profil lipid tetapi juga bermakna dapat menurunkan risiko

kardiovaskular. Fenofibrat secara khusus digunakan untuk menurunkan trigliserida

dan meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukan perbaikan profil lipid yang

sangat efektik dan mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapa

menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki

konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL, dan LDL. Target terapi berikutnya adalah

peningkatan apoB. Beberapa studi menunjukan apoB lebih baik dalam

menggambarkan dyslipidemia aterogenik yang terjadi dibandingkan dengan kolesterol

non HDL sehingga disarankan apoB sebagai target terapi. Meski demikian, ATP III

tetap menyarankan pemakaian kolesterol HDL sebagai target terapi.

Apabila konsentrasi trigliserida ± 500 mg/dL, maka target terapi pertama

adalah penurunan trigliserida untuk mencegah pankreatitis akut. Pada konsentrasi

trigliserida < 500 mg/dL, terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida dan

kolesterol LDL dapat digunakan. Berbeda dengan trigliserda dan kolesterol LDL,

untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi tertentu, hanya dinaikan saja.

68

Page 69: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

VIII. Kerangka Konsep

IX. Kesimpulan

Tn.B, 35 tahun, mengalami sindroma metabolik ditandai dengan obesitas sentral,

dislipidemia dan diabetes melitus tipe 2.

69

Page 70: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Idrus. dkk.. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing

Anonim,http://www.penyakitdiabetesmelitus.net/?Faktor_Resiko_Penyebab_Penyakit_Diabetes_Melitus diakses pada kamis, 19 Desember 2013.

Anonim, 2010, http://puradini.wordpress.com/2010/06/15/sindrom-metabolik/ diakses pada kamis, 19 Desember 2013.

Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC

Aru W.Sudoyo, et all. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Colby, 1992, Ringkasan Biokimia Harper, Alih Bahasa: Adji Dharma, Jakarta, EGC

dr. Abu Hana, http://kaahil.wordpress.com/laboratorium-normal/ diakses pada kamis, 19 Desember 2013.

dr. Alwi Shahab, http://dokter-alwi.com/sindrommetabolik.html diakses pada kamis, 19 Desember 2013.

dr. Azham Purwandhono, 2013, http://umc.unej.ac.id/index.php/78-berita/96-hipertensi diakses pada kamis, 19 Desember 2013.

Gandasoebroto, R.. 1985. Penuntun Praktikum Klinik. Jakarta: Dian Rakyat

Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Harjasasmita, 1996, Ikhtisar Biokimia dasar B, Jakarta, FKUI

Harper, Rodwell, Mayes, 1977, Review of Physiological Chemistry

Jose RL Batubara, 2010, http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-2-1.pdf diakses pada kamis, 19 Desember 2013.

Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. A. Price, Sylvia ,M. Wilson, Lorraine. 2006ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku KedokteranEGC

Purwandhono, dr. Azham. 2013. Hipertensi. (Dalam http://umc.unej.ac.id/index.php/78-berita/96-hipertensi, diakses pada 19 Desember 2013).

Rahman,muhammad syaifur.2007.Patogenesis dan Terapi sindroma metabolik. Jurna Kardiologi Indonesia.

Robbin,Kumar,Cotran.2004. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Vol.2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

USU, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25508/4/Chapter%20II.pdf diakses pada kamis, 19 Desember 2013.

70

Page 71: Isi Skenario a Blok 14 Tahun 2013

Wirahadikusumah, 1985, Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid, Bandung, ITB

71