isi seminar.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep keuangan berbasis syariah Islam saat ini telah diterima secara luas
di dunia, baik bagi pasar yang menghendaki kepatuhan syariah (syariah
compliance), maupun bagi pasar konvensional sebagai sumber keuntungan (profit
source). Diawali dengan perkembangan yang pesat di negara-negara Timur
Tengah dan Asia Tenggara, produk keuangan dan investasi berbasis syariah Islam
kini telah diaplikasikan di pasar-pasar keuangan Eropa, Asia, bahkan Amerika
Serikat. Selain itu, lembaga-lembaga yang menjadi infrastruktur pendukung
keuangan Islam global juga telah didirikan, seperti Accounting and Auditing
Organization for Islamic Institution (AAOIFI), International Financial Service
Board (IFSB), International Islamic Financial Market (IIFM), dan Islamic
Research and Training Institute (IRTI).
Salah satu instrumen keuangan syariah yang telah diterbitkan baik oleh
negara maupun korporasi adalah sukuk atau obligasi syariah. Sukuk adalah suatu
surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan
emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil
margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo (fatwa
No. 32/DSN-MUI/IX/2002).
Sesungguhnya, obligasi syariah (sukuk) ini bukan merupakan istilah yang
baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, di
mana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan
internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari sakk. Kata-kata Sakk, Sukuk,
dan Sakaik dapat ditelusurui dengan mudah pada literatur Islam komersial klasik.
Kata-kata tersebut terutama secara umum digunakan untuk perdangangan
internasional di wilayah muslim pada abad pertengahan, bersamaan dengan kata
hawalah (menggambarkan transfer / pengiriman uang) dan mudarabah (kegiatan
bisnis persekutuan). Akan tetapi, sejumlah penulis barat tentang sejarah
perdagangan Islam / Arab abad pertengahan memberikan kesimpulan bahwa kata
Sakk merupakan kata dari suara Latin “cheque” atau “check”yang biasanya
digunakan pada perbankan kontemporer.
Investasi Sukuk, selain merupakan instrumen investasi yang sesuai dengan
syariah islam, juga merupakan investasi yang relative aman karena memiliki
tingkat resiko yang relative rendah. Hal ini disebabkan karena sukuk adalah
investasi berbasis aset (asset-based investment), yaitu setiap penerbit sukuk harus
memiiiki aset yang dapat dijadikan sebagai underlying asset. Oleh sebab itu,
Sukuk merupakan alat yang ideal bagi manajemen likuiditas karena sukuk
disamping memfasilitasi datangnya dana dari investor, juga merupakan instrumen
investasi yang relatif aman disebabkan sukuk merupakan investasi berbasis aset
(Vishwanath and Azmi, 2009).
Pendanaan dari investasi sukuk harus ditujukan untuk kegiatan yang
produktif (pendanaan proyek) dan tidak untuk kegiatan spekulatif. Sehingga
resiko yang terjadi semata-mata disebabkan karena proyek dan bukan karena
kegiatan spekulatif yang tidak memiliki keuntungan ekonomi riil.
Di Negara-negara teluk, Bahrain merupakan Negara yang paling aktif
menerbitkan sukuk. Bahrain merupakan negara pertama yang menerbitkan sukuk
Negara (sovereign sukuk). Dalam kurun waktu tujuh tahun yaitu dari tahun 2002
sampai tahun 2009, penerbitan sukuk di Bahrain mencapai 77 sukuk. Pasar sukuk
Bahrain sampai Juni 2009 hanya USD1,5 milyar, hal ini dikarenakan nilai rata-
rata sukuk yang terbit sangat keeil. Sedikitnya lebih dari USD1 milyar dari sukuk
yang terbit, Sembilan sukuk memiliki tenor 3-5 tahun dan satu sukuk dengan
tenor 10 tahun, sedangkan USD1.2 milyar berupa sukuk jangka pendek yang akan
jatuh tempo antara 3 sampai 5 bulan dengan akad ijarah dan salam. Semua sukuk
tersebut diterbitkan oleh pemerintah Bahrain.
Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan harus dipenuhi,
yakni aktivitas utama (core business) yang halal, dan tidak bertentangan dengan
substansi fatwa DSN. Perkembangan sukuk di dunia dimulai dengan
penerbitan sovereign sukuk, namun pada tahun-tahun berikutnya sukuk korporasi
(corporate sukuk) lebih mendominasi. Data Standard & Poor’s Reports (2008)
menunjukkan bahwa pada tahun 2003, sovereign sukuk masih mendominasi
pasar sukuk global yaitu sebesar 42% dan sukuk yang diterbitkan oleh lembaga
keuangan sebesar 58%. Namun pada tahun 2007, justru sukuk korporasi yang
mendominasi pasar sukuk global, yaitu sekitar 71%, lembaga keuangan 26%, dan
pemerintah tinggal 3%. Umumnya, penerbitan sukuk korporasi ditujukan untuk
ekspansi usaha, terutama oleh perusahaan-perusahaan besar dari negara-negara
Timur Tengah dan Asia Tenggara (Malaysia).
Di Indonesia, sukuk lebih dikenal dengan istilah obligasi syariah. Pada
tahun 2002, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa No:
32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah. Sebagai tindak lanjut atas fatwa
di atas, pada Oktober 2002 PT. Indosat Tbk mengeluarkan obligasi syariah yang
pertama kali di pasar modal Indonesia dengan tingkat imbal hasil 16,75%. Imbal
hasil ini cukup tinggi dibanding rata-rata return obligasi konvensional. Pada akhir
tahun 2008, sedikitnya telah ada 23 perusahaan yang telah menerbitkan obligasi
syariah di indonesia. Emiten penerbit obligasi syariah tersebut berasal dari
beragam jenis usaha, mulai dari perusahaan telekomunikasi, perkebunan,
transportasi, lembaga keuangan, properti, sampai industri wisata.
Walaupun dipandang sangat potensial dan prospektif, perkembangan
obligasi syariah di indonesia dapat dikategorikan sangat lambat. Total emisi
hingga akhir 2009 baru mencapai 6.71 triliun rupiah (sekitar $700 juta)
dibandingkan dengan Malaysia yang pada pertengahan 2007 saja telah
membukukan total emisi RM 111,5 miliar ($33 miliar). Achsien (2004)
menjelaskan bahwa banyak tantangan yang dihadapi dalam pengembangan
obligasi syariah di Indonesia, diantaranya adalah sosialisasi kepada investor,
opportunity cost, aspek likuiditas, sampai regulasi atau perundang-undangan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menyusun
makalah berjudul “ Perkembangan Akuntansi Sukuk (PSAK 110) di
Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang dapat dirumuskan
permasalahannya, yaitu bagaimana Perkembangan Akuntansi Sukuk (PSAK 110)
di Indonesia ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Perkembangan
Akuntansi Sukuk (PSAK 110) di Indonesia.
1.3.2 Manfaat
1. Bagi penulis
Hasil penelitian ini dituangkan dalam laporan proposal sebagai tugas mata
kuliah Seminar Akuntansi.
2. Bagi almamater
Dapat menjadi tolak ukur bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan
penelitian tentang Perkembangan Akuntansi Sukuk (PSAK 110) di Indonesia
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Pengertian Akuntansi
Pengertian akuntansi menurut American Insitute of Certified Public
Accounting (AICPA) dalam Harahap (2003) mendefinisikan akuntansi sebagai
seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam
ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat
keuangan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya.
Pengertian akuntansi menurut American Accounting
Association (Wilopo, 2005 : 9) adalah “Accounting as the process identifiying,
measuring, and communicating economic information to permit informed
judgements and decisions by users of the information” Akuntansi merupakan
proses mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi, untuk
memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka
yang menggunakan informasi tersebut.
Jadi akuntansi adalah proses pencataan, penggolongan dan pelaporan
informasi ekonomi dengan cara tertentu dalam ukuran moneter, transaksi, dan
kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan.
2.2 Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari kata bentuk jamak dari kata ”صكوك“ dalam ”صك“
bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain uang.
Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai salah satu
alat keuangan Islam pada rapat ulama fikih sedunia yang diselenggarakan oleh
Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002.
Menurut IAI, Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti
kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak
terpisahkan atau tidak terbagi) atas:
aset berwujud tertentu;
manfaat atas aset berwujud tertentu baik yang sudah ada maupun yang
akan ada;
jasa yang sudah ada maupun yang akan ada;
aset proyek tertentu;
kegiatan investasi yang telah ditentukan
Menurut BAPEPAM-LK dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang
Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:
kepemilikan aset berwujud tertentu;
nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi
tertentu; atau
kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI), sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang
direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat dan
menggunakannya sesuai rencana, sama halnya dengan bagian dan kepemilikan
atas aset yang tangible, barang, atau jasa, atau modal dari suatu proyek tertentu
atau modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu.
Jadi sukuk merupakan surat berharga yang berprinsip syariah berupa bukti
kepemilikan atau sertifikat yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan
yang tidak terpisahkan atas kepemilikan aset berwujud tertentu; nilai manfaat dan
jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau kepemilikan
atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
2.3 Pengertian Akuntansi Sukuk
Akuntansi sukuk adalah proses pencatatan, penggolongan, dan pelaporan
suatu surat berharga yang berprinsip syariah berupa bukti kepemilikan atau
sertifikat yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak
terpisahkan atas kepemilikan aset berwujud tertentu; nilai manfaat dan jasa atas
aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau kepemilikan atas aset
proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
2.4 Dasar Hukum Obligasi Syariah (Sukuk)
Menurut Sapto Rahardjo (2003: 142) dasar hukum obligasi syariah di
Indonesia adalah sebagai berikut :
Pendapat ulama tentang keharaman bunga (interest).
Pendapat ulama tentang keharaman obligasi yang penghasilannya
berbentuk bunga (kupon).
Pendapat ulama tentang obligasi syariah yang menggunakan
prinsip mudarabah,murabahah, musyarakah, istishna, dan salam
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 20 DSN/IV/2001 mengenai Pedoman
Pelaksanaan Investasi Reksa dana Syariah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 32/DSN-MUI/IX/ 2002 tentang
Obligasi Syariah.
Adapun isi Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 32/DSN-MUI/IX/
2002 tentang Obligasi Syariah adalah (MUI:2010),
Pertama, Ketentuan Umum:
Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang
bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga;
Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan
prinsip-prinsip syariah;
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi
syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Kedua, Ketentuan Khusus:
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:
Mudharabah (Muqaradah)/ Qirad.
Musyarakah.
Murabahah.
Salam.
Istishna’.
Ijarah.
Jenis usaha yang dilakukan Emiten (mudarib) tidak boleh bertentangan
dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor
20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana
Syariah;
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (mudarib) kepada
pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (shahibul mal) harus bersih dari
unsur non halal;
Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad
yang digunakan;
Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang
digunakan.
2.5 Karakteristik Sukuk
Menurut Adam (2006), karakteristik sukuk antara lain :
Dapat diperdagangkan (Tradable)
Sukuk mewakili pihak pemilik aktual dari asset yang jelas, manfaat asset,
atau kegiatan bisnis, dan dapat diperdagangkan menurut harga pasar (market
price).
Dapat diperingkat (Rateable)
Sukuk dapat diperingkat oleh Agen Pemberi Peringkat, baik regional
maupun Internasional.
Dapat ditambah (Enhanceable)
Sebagai tambahan terhadap asset yang mewadahinya (underlying asset)
atau aktivitas bisnis, sukuk dapat dijamin dalam dengan jaminan (collateral) lain
berdasarkan prinsip syariah.
Fleksibilitas Hukum (Legal Flexibility)
Sukuk dapat distruktur dan ditawarkan secara nasional dan global dengan
perlakuan pajak yang berbeda.
Dapat ditebus (Reedemable)
Struktur pada sukuk memungkinkan untuk dapat ditebus.
2.6 Jenis-jenis Sukuk
Kehadiran sukuk dilndonesia cenderung lambat jika dibandingkan dengan
negara-negara yang memiliki penduduk mayoritas Islam lainnya, seperti
Malaysia, Bahrain, dan Sudan. Sukuk yang pertama terbit di Indonesia adalah
sukuk korporasi, diterbitkan oleh PT.lndosat,Tbk pada tahun 2002 dengan nilai
Rp 175 milliar menggunakan akad mudharabah. Kemudian diikuti oleh korporasi-
korporasi lain. Sukuk Negara terbit pada tahun 2008, setelah keluarnya undang-
undang no.19 tahun 2008 yang mengatur tentang Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN). Sejak dikeluarkannya Undang-undang tentang sukuk negara sampai saat
ini, telah terbit delapan sukuk negara dimana semuanya sukuk tersebut
menggunakan akad Ijarah. Jenis sukuk dibedakan berdasarkan akad yang
mendasari penerbitan sukuk tersebut. Menurut fatwa DSN-MUI nomor 32/DSN-
MUIIIX/2002, terdapat 6 akad sukuk yang berlaku di Indonesia saat ini:
1. Mudharabah
2. Musyarakah
3. Murabahah
4. Salam
5. Istishna
6. Ijarah
Dari sekian banyak jenis akad sukuk yang berlaku di Indonesia, pada
umumnya sukuk korporasi diterbitkan dengan akad Ijarah dan Mudharabah,
namun yang paling dominan digunakan baik oleh korporat maupun pemerintah
adalah akad Ijarah. Seperti juga yang diperlihatkan oleh diagram 1 dan 2, bahwa
akad yang paling dominan di pergunakan oleh korporasi dan Negara adalah akad
Ijarah dan Mudharabah.
Jenis akad lainnya yang mendasari penerbitan sukuk adalah
Mudharabah atau muqaradah.
Sukuk Mudharabah merupakan sukuk yang diterbitkan berdasarkan
perjanjian atau akad mudharabah, dimana satu pihak menyediakan modal (rab-al-
maal/shahibul maal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib),
keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi
perbandingan (nisbah) yang disepakati sebelumnya. Kerugian yang timbul akan
ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, sepanjang kerugian tersebut
tidak ada unsur moral hazard (niat tidak baik dari mudharib).
Dalam suatu perjanjian mudharabah, keuntungan usaha dibagi menurut
kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan kerugian yang terjadi merupakan
tanggungan penyedia dana, kecuali jika kerugian tersebut terjadi karena kelalaian
atau pelanggaran atas kontrak yang dilakukan oleh pengelola dana. Dalam hal ini
kerugian harus menjadi tanggungan pengelola dana.
Secara umum, ada dua tipe akad mudharabah, yaitu mudharabah
muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Dalam mudharabah muthlaqah
(investasi tidak terikat), pemilik modal memberikan wewenang kepada pengelola
dana untuk menginvestasikan dananya dalam usaha yang menurut pertimbangan
pengelola dana layak tanpa memberi batasan misalnya tempat, cara, maupun jenis
usahanya. Dalam kerangka ini, pihak pengelola dana dapat mencampurkan dana
pihak pertama, baik dengan dana miliknya sendiri maupun dana pihak lain.
Dalam skema mudharabah muqayyadah (investasi terikat), pemilik dana
memberikan restriksi dalam pengelolaan dananya, seperti dalam hal tempat, cara
dan jenis usaha yang dilakukan. Pembatasan ini bisa termasuk pula pembatasan
untuk mencampurkan dana pihak pertama dengan dana-dana dari pihak lain.
Selain itu, pemilik dana juga dapat memberi batasan-batasan lain kepada
pengelola dana, contohnya larangan kepada pengelola dana untuk melakukan
transaksi penjualan yang dibayar dalam bentuk cicilan, atau tanpa
jaminan/penjamin, atau larangan kepada pengelola dana tersebut untuk
meneruskan pengelolaan dana kepada pihak ketiga.
Sukuk mudharabah diakui pada saat entitas menjadi pihak yang terikat
dengan ketentuan penerbitan sukuk mudharabah. Sukuk mudharabah diakui
sebesar nominal. Biaya transaksi diakui secara terpisah dari sukuk mudharabah.
Pengakuan awal sukuk mudharabah dilakukan pada saat sukuk mudharabah
diterbitkan. Biaya transaksi diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu
sukuk mudharabah ini diakui sebagai beban penerbitan sukuk mudharabah. Bagi
hasil yang menjadi hak investor sukuk mudharabah diakui sebagai pengurang
pendapatan, bukan sebagai beban.
Sukuk Ijarah
Sukuk Ijarah merupakan sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian
atau akad ijarah, dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya
menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan
periode yang disepakati, tanpa diikuti perpindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Sukuk ijarah diakui pada saat entitas menjadi pihak yang terikat dengan
ketentuan penerbitan sukuk ijarah. Sukuk ijarah diakui sebesar nominal dan biaya
transaksi. Pengakuan awal sukuk ijarah dilakukan pada saat sukuk ijarah
diterbitkan. Setelah pengakuan awal, jika jumlah tercatat berbeda dengan nilai
nominal, maka perbedaan tersebut diamortisasi secara garis lurus selama jangka
waktu sukuk ijarah. Beban ijarah diakui pada saat terutang. Amortisasi seperti ini
tidak diakui sebagai beban ijarah, tetapi diakui sebagai beban penerbitan sukuk
ijarah.
2.7 Ketentuan Mekanisme Mengenai Sukuk
Sapto Raharjo, 2003; 144-145, mengemukakan bahwa secara umum,
ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah adalah sebagai berikut:
Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya
memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi
hasi atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh
tempo.
Obligasi syariah mudarabah yang diterbitkan harus berdasarkan pada
bentuk pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya
serta pendapatan yang diterima harus bersih dari unsur non-halal.
Nisbah (rasio bagi hasil) harus ditentukan sesuai kesepakatan sebelum
penerbitan obligasi tersebut.
Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai
ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan
secara keseluruhan.
Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DPS atau oleh Tim Ahli
syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI.
Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan kelalaian atau melanggar
syarat perjanjian, wajib dilakukan pengembalian dana investor dan harus
dibuat surat pengakuan utang.
Apabila Emiten berbuat kelalaian atau cedera janji, maka pihak investor
dapat menarik dananya.
Hak kepemilikan obligasi syariah mudarabah dapat dipindahtangankan
kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad perjanjian.
2.8 Perbandingan Sukuk dengan Obligasi Konvensional
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan
perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil
sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying
transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk
dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar
instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan
penyertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika
menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad
hutang piutang melainkan penyertaan.
Perbandingan sukuk dengan obligasi digambarkan dalam tabel berikut :
DESKRIPSI SUKUK OBLIGASIPenerbit Pemerintah dan korporasi Pemerintah dan korporasiSifat instrument Sertifikat kepemilikan /
penyertaan atas suatu asset/ investasi
Instrumen pengakuan utang (surat hutang)
Penghasilan Imbalan/ bagi hasil/ margin Bunga / kupon/ capital gainJangka waktu Pendek – menengah Menengah- panjangUnderlying Perlu Tidak perluPrice Market price Market priceJenis investor Syariah dan konvensional KonvensionalPihak yang terkait Obligor,SPV, investor Obligor/ issuer, investorPenggunaan dana Harus sesuai syariah Bebas
Tabel 2.1Perbandingan produk sukuk dengan produk konvensional
2.9 Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan Sukuk
Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk, antara lain :
Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan
dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo.
dalam hal sovereign sukuk, obligornya adalah pemerintah.
Special Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan
khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi:
a. sebagai penerbit sukuk,
b. menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan aset,
c. bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan
investor.
Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin,
dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
2.10 Negara-negara yang telah menerbitkan sukuk
Negara-negara yang telah menerbitkan sukuk, antara lain :
Eropa (Jerman, Inggris, dan Kanada).
Timur Tengah (Dubai, Uni Emirat Arab, Kuwait, Pakistan dan Qatar).
Asia (Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Cina, India dan Indonesia)
Selain negara-negara yang telah disebutkan, ada pula Negara lain yang
telah melirik dan mengembangkan instrumen keuangan yang berbasis ekonomi
syariah ini, di antaranya adalah Hongkong. Pemerintah Hongkong melalui
Hongkong Monetary Authority (Bank Sentral Hongkong) telah membentuk
kelompok kerja yang bertugas menerbitkan peraturan yang diperlukan terkait
dengan sistem ekonomi syariah, sistem pajak, dan regulasi lainnya agar sistem
syariah bisa berjalan seperti sistem ekonomi konvensional. Usaha ini pun terus
bergulir dengan diluncurkannya Hangseng Islamic China Index Fund oleh Badan
Pengawas Pasar Modal Hongkong.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PSAK 110 mengenai Akuntansi Sukuk
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110: Akuntansi Sukuk terdiri
dari paragraf 1-48. PSAK 110 dilengkapi dengan Lampiran yang bukan
merupakan bagian dari PSAK 110. Seluruh paragraf dalam PSAK ini memiliki
kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan
miring mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 110 harus dibaca dalam konteks
tujuan pengaturan dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan memberikan dasar pemilihan dan penerapan
kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan yang eksplisit.
3.2 Perkembangan Sukuk di Indonesia
Pasar keuangan di Indonesia baru saja mencatat sejarah baru. Meski
terlambat. Pada Mei 2008 lalu, pemerintah telah mengundangkan Undang-undang
No. 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU Sukuk
Negara (sovereign sukuk). kita patut memberikan apresiasi tinggi atas upaya
pemerintah dan DPR yang berhasil menghasilkan UU Sukuk Negara ini.
Pada tahun ini, pemerintah berencana menerbitkan sukuk hingga Rp18
triliun. Bila dibandingkan dengan obligasi negara konvensional, rencana
penerbitan sukuk ini memang masih kecil. Namun, dimulainya penerbitan sukuk
ini oleh pemerintah ini akan dapat menjadi trigger bagi penerbitan sukuk lainnya.
Dengan diberlakukannya UU Sukuk Negara dan adanya rencana
penerbitan sukuk oleh pemerintah, itu berarti sukuk kini menjadi instrumen
pembiayaan yang diakui sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor
terhadap sukuk kita, baik sukuk negara maupun sukuk korporasi.
Fakta menunjukkan perkembangan sukuk memang dimulai dengan adanya
soverign sukuk. Berdasarkan data dari Standard & Poor’s (S&P), bila pada tahun
2003, sovereign sukuk masih mendominasi pasar sukuk global yaitu sebesar 42%
dan sukuk yang diterbitkan oleh lembaga keuangan sebesar 58%, maka sejak saat
itu komposisinya mengalami pergeseran. Pada tahun 2007, kini justru sukuk
korporasi yang mendominasi pasar sukuk global, yaitu sekitar 71%, lembaga
keuangan 26%, dan pemerintah tinggal 3%.
Sebagaimana disebut di atas, perkembangan sukuk di Indonesia
sesungguhnya bermula karena adanya inisiatif dari swasta. Dukungan yang
kurang dari pemerintah dan regulator terhadap perkembangan sukuk ini,
menyebabkan posisi Indonesia dalam pasar keuangan syariah global tidak
mendapatkan tempat yang semestinya.
Dengan diberlakukannya UU Sukuk Negara, diperkirakan perkembangan
pasar sukuk di Indonesia bakal lebih semarak dibandingkan sebelumnya. Terlebih
lagi, minat investor terhadap sukuk ini sangat besar, sebagaimana ditunjukan dari
perkembangan sukuk global saat ini. Tahun 2012 ini pemerintah memang
memfokuskan diri untuk pengembangan pasar sukuk domestik. Jika penerbitan
perdana ini sukses, diperkirakan akan semakin menarik investor asing, khususnya
dari Timur Tengah, untuk masuk ke pasar keuangan syariah di Indonesia.
Namun demikian, pasar sukuk di Indonesia masih menghadapi sejumlah
tantangan. Pertama, pasar keuangan syariah di Indonesia tidak terlalu likuid.
Penyebabnya, pangsa pasarnya yang relatif kecil, yaitu kurang dari 5% dari
seluruh sistem keuangan di Indonesia. Kecilnya pangsa pasar keuangan syariah ini
diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan pasar sukuk domestik akan tetap
terbatas. Oleh karenanya, bila langkah perdana pemerintah menerbitkan sukuk
domestik berhasil, selanjutnya perlu dibuka pasar sukuk global sebagai
benchmark bagi penerbitan sukuk global lainnya, baik sovereign sukuk maupun
corporate sukuk.
Selain itu, regulasi yang masih dirasakan menghambat perkembangan
pasar sukuk domestik juga perlu dibenahi, sebagaimana yang terdapat dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/12 tahun 2004. Dalam PBI tersebut, bank
yang memiliki sukuk agar memegangnya hingga jatuh tempo. Meski aturan ini
penting untuk menjaga aspek kesyariahan bank syariah, namun PBI ini perlu
direvisi agar tidak menghambat likuiditas pasar sukuk.
Kedua, belum adanya kepastian masalah perpajakan terkait dengan
transaksi yang melibatkan investor sukuk. Permasalahan perpajakan ini tidak
hanya terkait dengan sukuk, namun menyangkut transaksi keuangan syariah
secara keseluruhan. Isu yang paling mengemuka adalah adanya double taxation
dalam transaksi keuangan syariah.
Ketiga, kebanyakan produk keuangan syariah bersifat “debt-based” atau
“debt-likely”. Padahal, idealnya keuangan syariah adalah “profit-loss sharing”. Ini
terlihat dari komposisi tingkat kupon sukuk yang dibayarkan masih berdasarkan
pada tingkat suku bunga tertentu. Sehingga, tidak mengherankan jika AAOIFI
memberikan penilaian bahwa sekitar 85% sukuk belum sesuai dengan syariah.
Oleh karena itu, bagi Indonesia perlu pengembangan inovasi dan struktur sukuk
yang lebih beragam.
Meskipun sukuk korporasi terbit lebih awal dari pada sukuk Negara,
namun pasar Sukuk korporasi di Indonesia masih sangat kecil dibandingkan
dengan pasar Obligasi korporasi. Meskipun masih sangat kecil, yaitu mulai tahun
2007 sampai 2010 nilai sukuk korporasi yang diterbitkan belum mencapai Rp5000
milyar atau penerbitan sukuk rata-rata 8.6% pertahun dari nilai penerbitan obligasi
korporasi, namun pertumbuhan sukuk korporasi di Indonesia cenderung
meningkat dari tahun 2007 sampai tahun 2009, dan sedikit menurun pada tahun
2010.
Optimisme terhadap perkembangan sukuk dilndonesia dapat dilihat dari
andil BAPEPAM-LK sebagai regulator di pasar modal Indonesia dengan
mengeluarkan peraturan-peraturan tentang obligasi syariah, yaitu peraturan nomor
IX.A.13 yang mengatur tentang penerbitan efek syariah, dan peraturuan nomor
IX.A.14 yang mengatur tentang akad-akad yang digunakan dalam penerbitan efek
syariah di pasar modal.
Disamping itu DSAK-IAI juga telah menerbitkan kerangka dasar
penyusunan penyajian laporan keuangan syariah yaitu PSAK NO.101 tentang
penyajian laporan keuangan syariah dan PSAK NO.105 tentang akuntansi
mudharabah. Oleh karena itu, diharapkan produk sukuk tidak hanya sebagai
instrument investasi yang lebih islami dan lebih likuid, namun peraturan dan
perundang-undangan yang saat ini telah dan sedang dirumuskan juga mampu
menjadikan sukuk memiliki daya saing dan daya banding dengan obligasi
konvensional.
3.2.1 Sukuk Ijarah
Menurut peraturan BAPEPAM-LK NO.IX.A.14 tentang akad-akad yang
dipergunakan dalam penerbitan efek syariah di pasar modal, mendefinisikan
Ijarah sebagai berikut:
‘'ljarah adalah perjanjian (akad) dimana pihak yang memiliki barang atau jasa
(pemberi sewa atau pemberi jasa) berjanji kepada penyewa atau pengguna jasa
untuk menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan
atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa atau pemberi jasa dalam waktu
tertentu dengan pembayaran sewa dan atau upah (ujrah), tanpa diikuiti dengan
beralihnya hak atas pemilikan barang yang menjadi obyek ijarah"
Dalam akuntansi konvensional, istilah ijarah dapat dipersamakan dengan
lease. Ijarah terbagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu ijarah (operating lease) dan
ijarah muntahia bittamleek (capital lease). Transaksi ijarah diatur dalam AAOIFI
Shari’a Standard No. 8 Ijarah and Ijarah Muntahia Bittamleek.
Dalam akad ijarah, pihak yang memberikan sewa harus memiliki
sepenuhnya barang atau asset untuk disewakan kepada penyewa. Dari manfaat
asset tersebut, penyewa akan membayarkan upah kepada pihak yang memberikan
sewa. Sewa dibayarkan sesuai dengan penghasilan yang didapatkan penyewa dari
pemanfaatan asset yang disewa. Dalam hal ini, resiko terletak pada keahlian dan
kepiawaian penyewa dalam memanfaatkan asset, dan bukan pada kegiatan
spekulatif yang tidak memiliki keuntungan ekonomi riil.
Menurut Ayub, kontrak ijarah (kontrak sewa) memiliki sistem yang
fleksibel yaitu pembayaran sewa dapat tidak mengikuti periode masa manfaat
aset, pembayaran sewa dapat dilakukan sebelum periode sewa, selama periode
sewa atau setelah periode sewa. Hal ini disebabkan karena faktor utama dari
likuiditas manajemen kontrak ijarah adalah sekuritisasi (terhadap underlying
asset). Pada umumnya kontrak ijarah digunakan oleh pemerintah untuk pada saat
sukuk jatuh tempo, kepemilikan asset masih berada pada investor, pada saat ini
jika asset tersebut dijual kembali maka investor akan mengalami capital loss atau
capital gain atas asset tersebut tergantung nilai pasar saat itu. Biaya pembiayaan
akan menjadi lebih tinggi bagi investor apabila asset tersebut temyata tidak dapat
dijual kembali. Oleh karena itu, dalam akad sukuk harus ditetapkan bahwa
originator akan membeli kembali asset yang dimaksud pada nilai nominalnya.
3.3.2 Sukuk Mudharabah
Menurut Ayub, sukuk mudharabah adalah sertifikat yang
merepresentasikan kegiatan (bisnis) yang dijalankan dengan prinsip-prinsip
mudharabah dengan menunjuk seorang partner atau suatu badan yang berfungsi
sebagai mudarib untuk menjalankan manajemen bisnis tersebut. Lebih lanjut
Ayub berpendapat bahwa Sukuk Mudharabah mendorong publik untuk ikut
berpartisipasi dalam setiap kegiatan ekonomi investasi.
Lebih lanjut, peraturan BAPEPAM-LK NO.IX.A.14 mendefinisikan
Mudharabah sebagai berikut:
"Mudharabah (qiradh) adalah petjanjian (akad) dimana pihak yang menyediakan
dana (shahib aI-mal) berjanji kepada pengelola usaha (mudharib) untuk
menyerahkan modal dan pengelola (mudharib) betjanji untuk mengelola modal
tersebut"
Pada akad mudharabah, keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian yang
disepakati bersama sedangkan kerugian merupakan tanggungan bagi pihak yang
menyediakan dana. Kecuali jika kerugian berasal dari kelalaian pihak yang
mengelola usaha, maka kerugian merupakan tanggungan pihak yang mengelola
usaha. Seperti yang disebutkan diatas oleh Tariq dan Dar. (2007) bahwa sukuk
pada dasarnya terdiri dari Originator, SPY dan Investor. Pada sukuk dengan akad
Mudharabah Investor yang berperan sebagai pihak yang memiliki surplus dana,
mempercayakan dana tersebut kepada SPY untuk dikelola oleh pihak yang
memerlukan dana. Begitu juga sebaliknya SPY bertanggungjawab untuk
mengumpulkan bagian laba yang akan didistribusikan secara berkala kepada
investor. Laba hasil pengelolaan dana tersebut dibagi untuk investor dan
originator sesuai dengan margin yang sudah disepakati diawal kontrak.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1) Sukuk merupakan salah satu bentuk terobosan baru dalam dunia keuangan
Islam, meskipun istilah tersebut adalah istilah yang memiliki akar sejarah
yang panjang. Dengan adanya obligasi syari’ah (sukuk) dapat memenuhi
kebutuhan lembaga keuangan syari’ah selain perbankan syari’ah,
rekasadana syari’ah dan asuransi syari’ah. Dengan bertambahnya jumlah
instrument keuangan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah diharapakan
mampu mendorong pertumbuhan lembaga keungan syari’ah di dalam
negeri.
2) Sukuk merupakan instrumen investasi berbasis syariah yang dapat
digunakan oleh investor baik itu muslim ataupun nonmuslim untuk
memobilisasi idle fund. Kehadiran sukuk dilndonesia cenderung lambat
jika dibandingkan dengan negara yang memiliki mayoritas muslim
lainnya. Sukuk di Indonesia pertama kalinya diterbitkan oleh pihak
korporasi pada tahun 2002. Undang-undang mengenai surat berharga
sukuk negara baru dapat diundangkan pada tahun 2008, yaitu enam tahun
setelah sukuk korporasi pertama kali diterbitkan pada tahun 2002.
3) Perbedaan antara obligasi syariah dengan obligasi konvensional dapat
dilihat terutama pada pendapatannya. Obligasi syariah memakai sistem
bagi hasil sedangkan obligasi konvensional returnnya/pendapatannya
memakai sistem bunga. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara
syariah agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar
dan maysir.
4) Pada dasarnya sukuk melibatkan beberapa pihak, diantaranya: pihak yang
membutuhkan dana, pihak yang menerbitkan sukuk dan pihak yang
menginvestasikan dana dalam sertifikat sukuk. Namun dalam praktek di
Indonesia, pihak-pihak yang terlibat disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing korporat.
5) Perkembangan sukuk di Indonesia sesungguhnya bermula karena adanya
inisiatif dari swasta. Pada tahun 2002, PT.Indosat Tbk telah menerbitkan
sukuk. Namun, pada tahun 2011 DSAK-IAI baru menerbitkan PSAK 110
mengenai akuntansi sukuk. Oleh karena itu, diharapkan produk sukuk
tidak hanya sebagai instrument investasi yang lebih islami dan lebih
likuid, namun peraturan dan perundang-undangan yang saat ini telah dan
sedang dirumuskan juga mampu menjadikan sukuk memiliki daya saing
dan daya banding dengan obligasi