isi bab 1,2,3,4,5,6 dan 7

69
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penuaan merupakan suatu proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah, atau menurunnya daya tahan tubuh serta menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan tubuh untuk mengganti dan mempertahankan fungsi tubuh normalnya, sehingga menjadi lebih rentan atau rawan terhadap penyakit (Constantinides,1994 dalam Nugroho, 2000). Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah-masalah kesehatan secara umum (fisik), kesehatan jiwa (psikologis), maupun sosial secara khusus pada individu lanjut usia (lansia). Efek-efek tersebut mengakibatkan lansia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas seperti dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif dan 1

Upload: thekada87hiromii

Post on 02-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kecemasan

TRANSCRIPT

BAB I

PAGE 46

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah Penuaan merupakan suatu proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah, atau menurunnya daya tahan tubuh serta menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan tubuh untuk mengganti dan mempertahankan fungsi tubuh normalnya, sehingga menjadi lebih rentan atau rawan terhadap penyakit (Constantinides,1994 dalam Nugroho, 2000). Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah-masalah kesehatan secara umum (fisik), kesehatan jiwa (psikologis), maupun sosial secara khusus pada individu lanjut usia (lansia). Efek-efek tersebut mengakibatkan lansia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas seperti dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif dan merepotkan, sehingga tak jarang lansia diperlakukan sebagai beban dari keluarga maupun masyarakat. Akibatnya seringkali para lansia dikucilkan atau dititipkan di panti-panti jompo. Perubahan-perubahan tersebut justru akan mengancam keharmonisan dalam kehidupan lansia atau bahkan sering menimbulkan masalah yang serius dalam kehidupannya.Masa lansia dipandang sebagai masa penurunan atau perubahan kondisi biologis yang disertai oleh penderitaan berbagai dengan penyakit dan kesadaran bahwa setiap orang akan mati, maka kecemasan akan kematian menjadi masalah psikologis yang penting pada lansia, khususnya lansia yang mengalami penyakit kronis (menahun). Kecemasan dalam menghadapi kematian merupakan suatu hal yang sangat sulit, apalagi jika menjelang saat kematian itu seseorang belum dapat menerima kenyataan dengan lapang hati sehingga banyak menimbulkan berbagai reaksi psikologis. Dimana lansia sering menterjemahkan kematian itu sebagai suatu masa transisi dimana hidup seseorang sudah tidak lama lagi. Kecemasan ini merupakan suatu pikiran yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak tenang, gelisah dan perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari oleh seseorang.Menurut data hasil penelitian Bondanp pada tahun 2006 didapatkan bahwa transisi demografi pada kelompok lansia terkait dengan status kesehatan lansia yang lebih terjamin, sehingga usia harapan hidup lansia lebih tinggi dibanding masa-masa sebelumnya. Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 19902025, tergolong tercepat di dunia. Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan diproyeksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37%. Berdasarkan data demografi penduduk internasional tersebut tergambar pula bahwa Indonesia pada tahun 19902025 akan mempunyai kenaikan jumlah lansia sebesar 414%, itu merupakan suatu angka paling tinggi di seluruh dunia, dan sebagai perbandingan dinegara tertentu seperti Kenya angka kenaikan lansianya sebesar 347%, Brasil 255%, India 242%, China 220%, Jepang 129%, Jerman 66%, dan Swedia 33% (Bureau of the Census USA, 1993 dalam Darmojo & Martono, 2006). Pada salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Kubler-Ross menemukan bahwa 98% penderita terminal pada lansia ingin tahu kapan ia akan meninggal, tetapi 60% justru tenaga kesehatan tidak mau menyampaikannya, meskipun 80% akhirnya mereka para lansia tahu dengan sendiri (Kubler-Ross & word, 1993 dalam Darmojo & Martono, 2006). Kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah terjadinya perubahan yang drastis dari kondisi fisiknya yang menyebabkan timbulnya penyakit tertentu dan menimbulkan kecemasan seperti gangguan pencernaan, detak jantung bertambah cepat, sering merasa pusing, tidur tidak nyenyak, serta nafsu makan hilang

(http://Imamaffandi.wordpress.com).Untuk itu secara umum para lansia akan merasakan kecemasan secara psikologis dalam menghadapi fase terminal seperti perasaan kawatir, cemas atau takut terhadap kematian itu sendiri, ingin bunuh diri, memikirkan penyakit yang dideritanya dan sering merasa kesepian karena anak-anaknya maupun keluarganya tidak berada disampingnya untuk menemani. Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui Gambaran Tingkat Kecemasan Lanjut Usia dalam Menghadapi Fase Kematian di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. Sehingga akan menjadi acuan bagi perawat dalam merencanakan dan memberi intervensi perawatan pada lansia. Hal ini diharapkan dapat membantu lansia dalam mengatasi kecemasan tersebut dan menjadi termotivasi untuk mempertahankan kesehatan mereka seoptimal mungkin. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka peneliti tertarik untuk meneliti Bagaimanakah Gambaran Tingkat Kecemasan Lansia Dalam Menghadapi Fase Kematian di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar Tahun 2009?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.

b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari jenis kelamin di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.c. Untuk mengetahui tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari karakteristik kelompok umur di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.d. Untuk mengetahui tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari lama bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Lansia

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam memberikan intervensi sehingga membantu lansia dalam mengatasi kecemasan dan menjadi termotivasi untuk mempertahankan kesehatan mereka seoptimal mungkin. 2. Bagi Ilmu Keperawatan

Sebagai informasi untuk pengembangan ilmu keperawatan terutama dalam meningkatkan kualitas pelayanan ilmu keperawatan gerontik. 3. Bagi Instansi Panti Jompo Untuk dapat digunakan sebagai dasar pedoman oleh Instansi Panti Jompo, khususnya perawat-perawat lansia dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang efektif dan menyeluruh sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.4. Bagi Peneliti keperawatan Selanjutnya

Hasil penelitian ini merupakan sebuah data dan sebagai bahan pembanding maupun sumber acuan bagi penelitian selanjutnya.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan (Ansietas)1. Pengertian Kecemasan dapat diartikan sebagai suatu keadaan respon emosi tanpa objek yang spesifik dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang akan dialami oleh semua mahluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. (Suliswati, Payapo, Maruhama, Sianturi, & Sumijatun, 2005). Sedangkan menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok yang mengalami perasaan gelisah dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas serta non spesifik (http:// Ansietas.com).Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situsi dan hubungan interpersonal. Hal yang dapat menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari :

a. Ancaman integritas Biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum, maupun seks.

b. Ancaman terhadap keselamatan diri meliputi tidak menemukan integritas diri, tidak memproleh pengakuan dari orang lain, dan ketidaksesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata. Menurud Sullivan, dalam teori interpersonalnya mengemukakan bahwa kecemasan dapat ditimbulkan dari akibat ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Dalam teori ini kecemasan diakibatkan oleh adanya suatu trauma misalnya perpisahan, kehilangan orang yang paling dicintai maupun menjelang kematian, sehingga orang yang mengalami kecemasan biasanya mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau meragukan kemampuan serta merasa dirinya kurang sempurana (Suliswati, dkk, 2005).Berdasarkan teori prilaku kecemasan diartikan sebagai hasil frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun ahli teori prilaku yang lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri seseorang sebagai respon untuk menghindari maupun mengurangi kesedihan (Stuart, 2006).

Menurut teori biologik, menjelaskan bahwa individu yang sering mengalami gangguan kecemasan mempunyai masalah dengan proses neorotransmiter. Itu disebabkan karena otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepine, reseptor tersebut berfungsi untuk membantu regulasi kecemasan. (Suliswati, dkk, 2005). Bardasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu gangguan proses neorotransmiter dan suatu respon emosional tanpa objek yang spesifik, dengan ditandai kekawatiran pada sesuatu hal yang akan terjadi tanpa penyebab yang tidak jelas, perasaan tidak menentu maupun tidak berdaya dan secara subjektif dialami serta dikomunikasikan secara interpersonal.2. Reaksi KecemasanKecemasan yang berlebihan dapat menimbulkan reaksi konstruktif dan destruktif dari individu misalnya: a. Reaksi konstruktif adalah Reaksi kearah perubahan positif terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan terfokus pada kelangsungan hidup.

b. Reaksi destruktif adalah Reaksi individu kearah perubahan tingkah laku maladaptif dan disfungsional.Suliswati, dkk (2005) menerangkan bahwa secara tidak langsung respon terhadap kecemasan melalui pengembangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan dan secara langsung reaksi kecemasan dapat diekspresikan melalui respons fisiologis serta psikologis.a. Respons fisiologis terhadap kecemasan adalah dengan mengatifkan sistem saraf otonum (simpatis maupun parasimpatis), yang bila korteks otak menerima rangsangan akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epineprin sehingga efeknya ke tubuh antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi dan tekanan darah menjadi meningkat, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon dari tubuh.b. Respons psikologis dari tubuh tehadap kecemasan akan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Kecemasan yang belebihan atau tinggi akan membuat lansia menarik diri dan menurunkan keterlibatannya dengan orang lain. Karena kecemasan akan mengakibatkan koordinasi dan gerak refleks menurun serta akan mengalami kesulitan mendengar, sehingga berdampak akan hubungan dengan orang lain terganggu. c. Respons kognitif dari kecemasan dapat mengakibatkan kemampuan berfikir terganggu, diantaranya mudah lupa, sering gelisah, konsentrasi menurun, dan tidak mampu memperhatikan dengan jelas.

d. Respons afektif lansia akan mengekpresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga yang berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.Pada dasarnya kecemasan merupakan gejala yang bersifat fisik dan psikis khususnya hiperaktivitas system saraf otonum maupun gejala psikomotorik yang berupa suatu keluhan (symptom). Misalnya gejala psikis dapat dilihat dari perasaan kuatir pada kesehatannya, takut mati atau takut akan terjadinya sesuatu yang luar biasa, takut kehilangan kontrol diri, merasa takut tanpa sebab yang jelas, perasaan tegang dan tertekan, sukar konsentrasi, dan mudah tersinggung sedangkan dari fisik akan timbul gejala seperti gangguan menelan, detak jantung cepat, telapak tangan berkeringat, dengkul lemas, perut kembung, diare, gemetar, nafas pendek, mulut kering, sering kencing, kepala sering pusing dan belakang leher tidak nyaman (Departemen kesehatan dan kesejahtraan sosial, 2001). Menurut American Psychiatric Foundation (2005) menyebutkan beberapa manifestasi gangguan kecemasan umum karena antisapasi yang terus menerus terhadap kesadaran bahwa setiap orang akan mati antara lain: sering merasa penat, sakit kepala, otot tegang, sakit otot, sulit menelan, bergetar, gugup, cepat marah, berkeringat, merasa mual, sulit konsentrasi dan sulit tidur. (http://Materi Psikologi

HYPERLINK "http://wangmuba.com/category/artikel-makalah-skripsi-tesis/psikologi-umum-artikel-makalah-skripsi-tesis/" \o "View all posts in Psikologi Umum" Umum.com).3. Tingkat Kecemasan Menurut Peplau mengemukakan bahwa kecemasan yang dialami oleh lansia dibagi menjadi empat tingkatan (Suliswati, dkk, 2005) yaitu: a. Kecemasan Ringan

Kecemasan yang dialami pada saat ini dapat dihubungkan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini juga menyebabakan lansia menjadi lebih waspada serta menjadikan lapang persepsinya meluas, menajamkan indra, mampu memecahkan masalah secara efektif dan dapat menghasilkan pertumbuhan maupun kreativitas lansia.b. Kecemasan Sedang Kecemasan ini akan dapat mempersempit lapang persepsi lansia dan memungkinkan lansia untuk terfokus hanya pada hal yang penting serta yang menjadi perhatiannya. Dalam hal ini lansia masih dapat melakukan suatu kegiatan dengan arahan dari orang lain. c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat diartikan sebagai suatu kecemasan yang dapat mengurangi lapang persepsi lansia dan cenderung pusat perhatiannya terfokus pada sesuatu yang rinci, detil, spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal yang lain. Seluruh perilakunya dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan diperlukan banyak perintah atau arahan agar lansia dapat mempercepat mengurangi kecemasannya. d. Kecemasan Tingkat Panik

Pada tingkat ini lansia mengalami kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan dan teror. Individu yang mengalami panik akan tidak mampu melakukan sesuatu kegiatan walaupun dengan arahan. Panik akan menimbulakan peningkatan aktivitas motoik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama akan menyebabkan kematian. B. Lanjut usia (Lansia)

1. Pengertian Usia lanjut atau lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya. Sedangkan usia lanjut resiko tinggi diartikan sebagai seseorang yang berusia 70 tahun keatas, atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah-masalah kesehatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003).Menurut Depkes RI, 2003 menerangkan usia lanjut dibedakan menjadi dua anatra lain : a. Usia Lanjut Potensial adalah usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari yang dapat menghasilkan barang maupun jasa.

b. Usia Lanjut Tidak Potensial adalah usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. 2. Teori-Teori penuaan

a. Teori Biologis Teori ini menjelaskan proses dari penuaan fisik, termasuk perubahan fungsi dan sruktur, panjang usia dan kematian serta menjelaskan perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekul dan seluler dalam sistem organ tubuh (Stanley & Beare, 2007). b. Teori Genetika

Teori ini menjelaskan penuaan diakibatkan dari perubahan biokimia yang diprogram oleh melekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.c. Teori lingkungan

Menurut teori ini, penuaan disebabkan oleh karena didalam lingkungan terdapat karsinogen dari sebuah industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi. d. Teori Imunitas

Teori ini, menjelaskan sistem imun menjadi menurun dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh sehingga mempercepat proses penuaan (Nugroho, 2000).e. Teori NeuroendokrinPenuaan dalam teori neuroendokrin mengatakan bahwa suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf, dapat berhubungan dengan proses penuaan sistemik.

f. Teori Radikal Bebas

Radiakal bebas dapat terbentuk dialam bebas, oleh karena ketidakstabilan radikal bebas mengakibatkan oksidai oksigen, bahan-bahan organik seperti karbohidart dan protein hal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regeneasi (Nugroho, 2000).g. Teori Psikososiologis

Teori ini menjelaskan tentang perubahan sikap dan prilaku yang menyertaki peningkatan usia dapat mempengaruhi reaksi manusia sepanjang tahap akhir hidupnya.

h. Teori DisengagementTeori ini merupakan sebuah teori pemutusan hubungan yang menggambarkan suatu proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya.

i. Teori Aktivitas

Teori ini mengemukakan bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif beraktivitas sehingga secara sosial penyesuaian diri kan menjadi sehat.

Umumnya seorang lansia akan mengalami suatu perubahan-perubahan yang meliputi perubahn fisik, mental dan psikososial, semua ini akan dilalui oleh lansia oleh karena diakibatkan dari proses penuaaun. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi penuaan seprti nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan ,sters dan keturunan atau genetika. C. Kematian 1. Pengertian

Meninggal dunia atau kematian adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang apabila tidak bernafas selama beberapa menit, ketiadaan kegiatan fungsi otak, ketiadaan segala refleks, dan denyut nadi seseorang telah terhenti (Nugroho, 2000).Kematian merupakan bagian dalam proses perkembangan hidup yang akan mencapai puncaknya pada kekekalan atau immortality (Hick, 2007). Berdasarkan cara terjadinya, kematian dibedakan ke dalam tiga jenis antara lain : a. Orthohanasia adalah kematian yang terjadi karena proses alamiah atau proses penuaan.

b. Dysthanasia adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar.

c. Euthanasia adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tindakan medis.Tanda-tanda dari kematian seorang lansia dapat dilihat dari pernafasan terhenti lebih dari 10 menit, terhentinya sirkulasi, nadi karotis tidak teraba, kulit pucat, tonus otot menghilang dan tidak ada refleks, dan pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit (hilang dengan penyiraman air).

Kubler-Ross, seorang psikiatri dari Swiss dalam teori yang disebut The Five Stages of Grief menjelaskan bahwa orang yang menjelang ajal mengalami lima tahap respons psikologis, yaitu : a. Tahap Penyangkalan (Denial)Reaksi pertama individu yang kehilangan adalah terkejut, tidak percaya, merasa terpukul dan menyangkal pernyataan bahwa kehilangan itu benar-benar terjadi. Secara sadar maupun tidak sadar seseorang yang berada pada tahap ini menolak semua fakta, informasi dan menolak untuk membicarakan pengobatan dengan dokter maupun staf keperawatan. Individu merasa hidupnya menjadi tidak berarti lagi. Pada saat ini dia dalam keadaan terguncang dan pengingkaran, merasa ingin mati saja. Oleh karenanya tahap pengingkaran merupakan suatu tahap yang sangat tidak nyaman dan situasi yang sangat menyakitkan (Watson, 2003).Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini biasanya berupa keletihan, kelemahan, pucat, mual, diare, sesak napas, detak jantung cepat, menangis, gelisah. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa tahun (Suliswati, dkk, 2005).b. Tahap Marah (Anger) Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak terkendali dan sering menyalahkan dirinya sendiri atau orang lain atas apa yang terjadi padanya, serta pada lingkungan tempat dia tinggal (Nugroho, 2000). Reaksi fisik yang sering terjadi pada tahap ini antara lain wajah merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur dan tangan mengepal (Suliswati, dkk, 2005).c. Tahap Tawar-Menawar (Bargaining)Seringkali seseorang yang berada tahap ini berusaha tawar menawar dengan Tuhan agar merubah apa yang telah terjadi supaya tidak menimpanya dan melakukan aktivitas yang akan memberikan mereka banyak waktu. Sesungguhnya bargaining yang dilakukan seseorang tidak memberikan solusi apapun bagi permasalahan yang dia hadapi (Watson, 2003).d. Tahap Depresi (Depression) Individu sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, takut, perasaan tidak menentu dan putus asa. Gejala fisik yang sering ditimbulkan adalah menolak makan, susah tidur, letih dan libido menurun (Suliswati, dkk, 2005). e. Tahap Penerimaan (Acceptance)Tahap ini individu mulai dengan sikap menerima kematian, menjelang saat ini lansia telah memberes urusan-urusan yang belum terselesaiakan dan cenderung lansia mulai pasrah menghadapinya (Nugroho, 2000). Menurut Hundak & Gallo, seorang ahli psikiatri mengemukakan bahwa teori respons psikologis dalam proses menjelang ajal meliputi hal-hal sebagai berikut (http://www.ferryefendi. com) :a. Tahap Terkejut atau Tidak Percaya Pada tahap ini individu yang mengalami masalah atau kehilangan akan menunjukkan karakteristik perilaku menghindari atau menolak. Individu gagal memahami makna rasional dan dampak emosional dari diagnosa yang dialami.

b. Tahap Mengembangkan KesadaranPada tahap ini perilaku individu dihubungkan dengan rasa marah dan bersalah. Marah diekspresikan dengan cara berlebihan dan tidak konstruktif sehingga kadang dikompensasikan pada pelayanan yang kurang seperti sikap perawat yang lamban atau kurang peka.c. Tahap ResusitasiPada tahap ini orang berduka mengesampingkan marah dan pertahanan serta mulai mengatasi bentuk kehilangan yang dialami salah satunya adalah kesedihan dan mengungkapkannya dengan menangis.d. Tahap ResolusiPada tahap ini individu mulai beradaptasi, kepedihan yang menyakitkan berkurang dan orang bergerak untuk menuju identifikasi sebagai seseorang yang mempunyai keterbatasan.BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep

Gambar III. 1Kerangka Konsep Gambaran Tingkat Kecemasan Lanjut Usia Dalam Menghadapi Fase Kematian Di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. Keterangan gambar :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti Tingkat kecemasan lansia terhadap proses menjelang ajal atau kematian akan mengakibatkan adanya suatu perubahan-perubahan yang terjadi kearah maladaptif diantaranya perubahan fisik, psikologis, maupun sosial. Akan tetapi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan lansia seperti perubahan psikososial, proses penuaan, perubahan peran dan peran keluarga harus dapat dikendalikan, sehingga masalah-masalah pada lansia yang mungkin terjadi dapat diminimalkan. B. Definisi Operasional Variabel

1. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dimana dari segi fisik terlihat mengalami suatu penuaan.2. Tingkat kecemasan adalah suatu rentang respons psikologis yang dialami oleh individu dimana berfungsi untuk mengukur sejahuh mana ancaman yang ditimbulkan sebagai akibat dari rasa takut yang berlebihan.

3. Kematian adalah suatu proses akhir dari kehidupan dimana ditandai dengan penurunan atau terhentinya fungsi-fungsi dari tubuh.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan desain deskriptif survey, yaitu penelitian yang memberikan gambaran mengenai tingkat kecemasan lanjut usia dalam menghadapi fase kematian di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. Dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memaparkan suatu keadaan atau fenomena berdasarkan pengamatan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan tanggal 28 Desember 2008 sampai dengan 21 Pebruari 2009 bertempat di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar, terletak di jalan Gemitir No.66 Banjar Biaung, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Provinsi Bali.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia laki-laki maupun perempuan berusia 60 tahun atau lebih yang bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. Sebanyak 42 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 11 orang, dan perempuan sebanyak 31 orang.2. Sampel

a. Besar Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil secara tidak acak (Nonprobability sampling) dengan menggunakan tehnik Quota sampling (Judgement sampling), yaitu memasukkan dan menetapkan subjek berdasarkan kapasitas atau daya tampung yang diperlukan dalam penelitian serta berdasarkan tanda-tanda yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap variabel yang akan diteliti (Nursalam, 2003). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang ditetapkan oleh peneliti dengan jumlah keseluruhan lansia baik laki-laki maupun perempuan di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar sebanyak 42 orang.

Jadi penelitian ini menggunakan Sampel = Populasi.

b. Kriteria Sampel

1)Kriteria Inklusi :

a) Lansia yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.b) Lansia yang bertempat tinggal atau lansia yang dititipkan di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.c) Lansia dalam keadaan tidak mengalami gangguan jiwa.

d) Lansia yang bersedia menjadi responden dan bersedia memberikan informasi untuk diteliti yang telah menandatangani inform consent.

2)Kriteria Eksklusi :

a) Lansia yang mengalami gangguan jiwa.

b) Lansia yang sedang dalam keadaan sakit atau dalam fase terminal.

c) Lansia yang tidak bersedia menjadi responden.

D. Alat dan Teknik Pengumpulan Data

1.Alat Pengumpulan Data

Jenis alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pedoman kuisioner yang telah berisi sederetan pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan skala penelitian ordinal (terlampir pada lampiran 5).

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan kuisioner yaitu beberapa daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk mendapatkan tanggapan, informasi dan jawaban. Kemudian responden akan diberikan penjelasan tentang tujuan dan maksud dilakukannya penelitian serta memberikan petunjuk tentang cara pengisian kuisioner. Peneliti juga akan memberikan pertanyaan secara langsung atau secara lisan kepada responden dari pertanyaan yang sudah tertulis, hal ini dilakukan karena penelitian yang dilakukan terhadap para lansia. Sebelum mengisi kuesioner, calon responden diberikan penjelasan yang nantinya akan dibagikan inform consent untuk ditandatangani sebagai bukti bersedia menjadi responden dalam penelitian.

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel (Pratisto, 2009). Validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pertanyaan. Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > r tabel. Uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini diuji dengan bantuan komputer yaitu program SPSS 15. dimana uji coba instrumen ini dilakukan pada 20 orang responden lansia di Panti Jompo Jaramarapati Singaraja. Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuisioner tingkat kecemasan lanjut usia dalam menghadapi fase kematian didapatkan hasil 18 butir pertanyaan nilai uji validitas (r hitung) berkisar antara 0,477 sampai 0,884 yang berarti diatas nilai yang dipersyaratkan (dimana r tabel pada = 0,05 dengan derajat bebas df = jumlah kasus -2, maka r tabel = 0,2992) dan 2 butir pertanyaan nilai r hitung masih dibawa nilai yang dipersyaratkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuisioner tingkat kecemasan lanjut usia dalam menghadapi fase kematian yang digunakan dalam penelitian ini hanya 18 butir pertanyaan yang sudah valid dan 2 tidak valid sebagai instrumen pengumpulan data. Hasil uji reliabilitas dengan rumus alpa didapatkan r alpa = 0.946, hasil ini menunjukkan bahwa kuisioner tingkat kecemasan lanjut usia dalam menghadapi fase kematian sudah handal (reliabel) sebagai instrumen pengumpulan data karena nilainya sudah melebihi dari r tabel.E. Tehnik Analisa Data

Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data yang diawali dengan editing (memeriksa data), coding (pemberian kode), tabulating (menyusun data). Data variabel tingkat kecemasan nantinya akan diberikan skor dan penilaian derajat kecemasan, dimana tiap jawaban akan diberikan penilaian seperti :

1. Skor penilaian masing-masing pertanyaan (Nursalam, 2003).

a. 0 : Tidak ada(tidak ada gejala sama sekali)

b. 1 : Ringan

(Satu gejala dari pilihan yang ada)

c. 2 : Sedang

(separuh dari gejala yang ada)

d. 3 : Berat

(lebih dari separuh dari gejala yang ada)

e. 4 : Sangat berat/ Panik(semua gejala ada)

2. Penilaian Derajat Kecemasan

a. < 8

(tidak ada kecemasan)

b. 8 19

(kecemasan ringan)

c. 20 40

(kecemasan sedang)

d. > 40

(kecemasan berat)

Hasil dari jawabaan responden yang telah diberi bobot dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor tertinggi (maksimal) dikalikan 100%.

Rumus yang digunakan :

N=

Dimana:

N = Nilai

Sp = Skor yang diperoleh

Sm = Skor Maksimal3. Prosentase selanjutnya ditafsirkan dengan skala kualitatif antara lain :

a. Tidak ada Kecemasan: Bila didapat hasil < 10%

b. Kecemasan Ringan: Bila didapat hasil 10% - 23,7%

c. Kecemasan Sedang: Bila didapat hasil 25% - 50%

d. Kecemasan Berat

: Bila didapat hasil > 50%

F. Etika Penelitian1. Perizinan Sebelum mengadakan penelitian, peneliti mengajukan izin yang ditandatangani oleh Ketua STIKES Bali yang kemudian memberikan surat pengantar penelitian kepada Kepala Kesbanglinmas provinsi Bali dan diteruskan dengan memberikan surat tembusan kepada Kepala Kesbanglinmas Kota Denpasar serta kepada Kepala Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.2. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi responden dalam penelitian ini, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Dengan menyakini responden bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang bisa dapat merugikan responden dalam hal apapun.

3. Inform ConsentInform consent suatu lembaran yang berisikan tentang permintaan persetujuan kepada responden bahwa responden bersedia untuk menjadi responden pada penelitian ini dengan membubuhkan tanda tangan pada lembaran inform consent (terlampir pada lampiran 2).4. AnonimityPenulis tidak akan mencantumkan identitas dari responden. Responden cukup mencantumkan inisial pada lembar kuesioner.5. ConfidentialityPenulis akan menjaga kerahasiaan tentang jawaban yang telah diisi oleh responden pada kuesioner, penulis tidak akan memberitahu kepada siapapun tentang jawaban responden tersebut.

BAB V

HASIL PENELITIANA. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana Seraya Denpasar berdiri tanggal 25 Oktober tahun 1975 merupakan hasil realisasi proyek dari Departemen Sosial dalam bidang pelayanan Lanjut usia. Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar adalah wadah yang dibentuk pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan bagi lanjut usia miskin-terlantar, yakni pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, tempat tinggal, pemeliharaan kesehatan dan kebersihan diri, pelayanan bimbingan rohani, bimbingan mental-spiritual, bimbingan sosial kemasyarakatan dan bimbingan ketrampilan. Lokasi Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar beralamat di jalan Gemitir No.66 Banjar Biaung, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, berdiri di atas tanah seluas 7.950 M dan berkapasitas sebanyak 50 orang lansia. Sarana di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya terdiri atas (1) wisma lanjut usia sebanyak 8 unit, berukuran 120 M terdiri atas 5 buah kamar tidur, masing-masing untuk 2 orang lansia, 1 ruang tamu, dan 2 buah kamar mandi. (2) ruang perkantoran, (3) klinik kesehatan, (4) aula tempat pertemuan (5) dapur.

B. Karakteristik Responden

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 5.1. Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar Tanggal 19 Januari 21 Pebruari 2009 (N = 42).

Berdasarkan jenis kelamin di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar sebagian besar dihuni oleh perempuan sebanyak 31 orang (74 %) dan laki-laki sebanyak 11 orang (26 %).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Gambar 5.2. Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar Tanggal 19 Januari 21 Pebruari 2009 (N = 42).

Berdasarkan Kelompok umur, 12 orang (29%) berusia 60-70 tahun, 22 orang (52%) berusia 71-80 tahun, 7 orang (17%) berusia 81-90 tahun, dan sisanya 1 orang (2%) berusia 91-100 tahun. 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

Gambar 5.3. Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Agama, di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar Tanggal 19 Januari-21 Pebruari 2009 (N = 42).

Berdasarkan diagram diatas, sebagian besar responden memeluk Agama Hindu sebanyak 36 orang responden (85%), sedangkan untuk agama yang lain masing-masing 4 orang responden (10%) beragama Kristen dan 2 orang (5%) beragama Islam.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bertempat Tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.

Gambar 5.4. Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar, (N = 42).Berdasarkan Lama bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar, sebagian besar responden sudah bertempat tinggal selama 1-10 tahun (74%), sedangkan yang bertempat tinggal selama 11-20 tahun hanya 10 orang (24%) dan hanya 1 orang (2%) sudah tinggal selama 31-40 tahun.C. Hasil Pengamatan Terhadap Objek Sesuai Dengan Variabel Penelitian1. Tingkat Kecemasan Lansia Dalam Menghadapi Fase Kematian di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.

Gambar 5.5. Diagram Pie Tingkat Kecemasan Lanjut Usia Dalam Menghadapi Fase Kematian di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar tahun 2009 (N = 42).

Berdasarkan tingkat kecemasan lanjut usia dalam menghadapi fase kematian tergambar bahwa 26 % atau 11 orang mengalami kecemasan berat, 3 orang (7 %) mengalami kecemasan ringan dan sebanyak 67 % atau 28 orang mengalami tingkat kecemasan sedang. 2. Distribusi Tingkat Kecemasan Lansia Dalam Menghadapi Fase Kematian Dilihat Dari Jenis Kelamin.Tabel 5.1. Tabulasi silang tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari jenis kelamin di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar Tahun 2009.Jenis

Kelamin Tingkat Kecemasan Lanjut Usia

Total

Kecemasan RinganKecemasan SedangKecemasan Berat

laki-laki07411

,0%63,6%36,4%100%

Perempuan321731

9,7%67,7%22,6%100%

Total3281142

7,1%66,7%26,2%100%

Berdasarkan tabel 5.1. diatas, responden yang berjenis kelamin laki-laki mengalami tingkat kecemasan sedang sebanyak 63,6% dan tingkat kecemasan berat sebanyak 36,4% sedangkan pada responden yang berjenis kelamin perempuan mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 9,7%, tingkat kecemasan sedang sebanyak 67,7% dan tingkat kecemasan berat sebanyak 22,6%. 3. Distribusi Tingkat Kecemasan Lansia Dalam Menghadapi Fase Kematian Dilihat Dari Karakteristik Kelompok Umur.Tabel 5.2. Tabulasi silang tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari karakteristik kelompok umur di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar Tahun 2009.

Umur

RespondenTingkat Kecemasan Lanjut Usia

Total

Kecemasan RinganKecemasan SedangKecemasan Berat

60-70 tahun

18312

8,3%66,7%25,0%100%

71-80 tahun

115622

4,5%68,2%27,3%100%

81-90 tahun

1517

14,3%71,4%14,3%100%

91-100 tahun

0011

,0%,0%100,0%100%

Total

3281142

7,1%66,7%26,2%100%

Tabel 5.2, menunjukkan bahwa responden yang berumur 60-70 tahun dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 8,3%, tingkat kecemasan sedang sebanyak 66,7% dan tingkat kecemasan berat sebanyak 25,0%. Pada responden yang berumur 71-80 tahun dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 4,5%, tingkat kecemasan sedang sebanyak 68,2% dan tingkat kecemasan berat sebanyak 27,3%. Responden yang berumur 81-90 tahun dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 14,3%, tingkat kecemasan sedang sebanyak 71,4% dan tingkat kecemasan berat sebanyak 14,3% sedangkan responden yang berumur 91-100 tahun dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 100%.4. Distribusi Tingkat Kecemasan Lansia Dalam Menghadapi Fase Kematian Dilihat Dari Lama Bertempat Tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.Tabel 5.3. Tabulasi silang tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari lama bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar Tahun 2009Lama Bertempat Tinggal

Di Panti Jompo

Tingkat Kecemasan Lanjut Usia

Total

Kecemasan RinganKecemasan SedangKecemasan Berat

1-10 Tahun

221831

6,5%67,7%25,8%100%

11-20 Tahun16310

10,0%60,0%30,0%100%

31-40 Tahun

0101

,0%100,0%,0%100%

Total

3281142

7,1%66,7%26,2%100%

Berdasarkan tabel 5.3. diatas, responden yang sudah bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar selama 1-10 tahun mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 6,5%, tingkat kecemasan sedang sebanyak 67,7% dan tingkat kecemasan berat sebanyak 25,8%. Pada responden yang sudah bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar selama 11-20 tahun mengalami tingkat kecemasan ringan sebanyak 10,0%, tingkat kecemasan sedang sebanyak 60,0% dan tingkat kecemasan berat sebanyak 30,0% sedangkan responden yang sudah lama bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar selama 31-40 tahun mengalami tingkat kecemasan sedang sebanyak 100%. BAB VI

PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang interpretasi hasil penelitian untuk menjawab masalah penelitian yaitu Bagaimanakah gambaran tingkat kecemasan lanjut usia dalam menghadapi fase kematian di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. Serta membahas tujuan khusus yang ditetapkan dalam penelitian ini.

A. Gambaran Tingkat Kecemasan Lanjut Usia Dalam Menghadapi Fase KematianDalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar lanjut usia dalam menghadapi masa tua atau fase menuju kematian yang tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar mengalami kecemasan sedang sebanyak 67 %, 26 % mengalami kecemasan berat dan hanya 7 % mengalami kecemasan ringan. Hal ini disebabkan karena mereka para lanjut usia sudah mendapatkan pelayanan bimbingan ketrampilan, pelayanan kesehatan, pelayanan rekreatif, pelayanan sosial kemasyarakatan dan pelayanan bimbingan rohani dari instansi Panti jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. Bila dikaitkan dengan pendapat Suliswati, dkk (2005) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan respon emosi tanpa objek yang spesifik dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang akan dialami oleh semua mahluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kecemasan sedang diartikan sebagai suatu kecemasan yang dapat mempersempit lapang persepsi lansia dan memungkinkan lansia untuk terfokus hanya pada hal yang penting serta yang menjadi perhatiannya. Dalam hal ini lansia masih dapat melakukan suatu kegiatan dengan arahan dari orang lain. Berdasarkan tabel 5.1 tentang distribusi jenis kelamin responden terhadap tingkat kecemasan lanjut usia dalam menghadapi fase kematian memperlihatkan lansia perempuan sebanyak 9,7% lebih besar mengalami kecemasan ringan daripada lansia laki-laki, sedangkan dilihat dari prosentase kecemasan sedang lansia perempuan sebanyak 67,7% lebih besar dibandingkan dengan lansia laki-laki sebanyak 63,6%. Dengan demikian lansia perempuan lebih sering mangalami kecemasan daripada lansia laki-laki, hal ini disebabkan oleh karena faktor kehilangan pasangan hidup, peran dari keluarga serta kesadaran lansia mengenai kematian mulai muncul seiring dengan usia yang semakin bertambah dan menurunnya kondisi fisik dimana lansia perempuan cenderung lebih sensitif menghadapi keadaan tersebut, sehingga membuat kehilangan kesadaran akan realita serta tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya. Sesuai pendapat Bower dalam Mido, 2003 menjelaskan bahwa wanita dinilai sensitif, memiliki jiwa yang lemah, mudah menangis serta tidak menyukai kondisi emosi yang tidak menyenangkan. Sedangkan pria memiliki sifat agresif dan selalu berfikir logis. Berdasarkan karakter antara pria dan wanita tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa wanita mengalami kecemasan yang lebih sering dibandingkan dengan pria (Indriyawati, 2006). Uraian diatas juga diperkuat dengan salah satu hasil penelitian Chandra dan Stella pada tahun 2006, yang menemukan bahwa lansia yang sudah tidak berpasangan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada lansia yang masih berpasangan. Dimana lansia wanita yang lebih sering mengalami kecemasan dibandingkan pria secara keseluruhan, dalam aspek kesehatan maupun aspek kondisi sosial.

Lansia Laki-laki cenderung mengalami kecemasan berat dengan prosentase 36,4% daripada lansia perempuan sebanyak 22,6%. Hal tersebut disebabkan karena jumlah lansia laki-laki di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar sedikit, sebanyak 26% dari total keseluruhan responden. Sehingga tempat untuk bercerita, berbagi rasa dan pengalaman hidup menjadi sedikit, ditambah pula faktor malasnya lansia laki-laki melakukan aktivitas menyebabkan lansia laki-laki sering merasa kesepian.

Penelitian ini juga menemukan hasil bahwa lansia yang berumur 60 sampai 70 tahun cenderung lebih tinggi mengalami kecemasan sedang dengan prosentase 66,7% dan kecemasan berat sebanyak 25,0%, sebaliknya kecemasan ringan hanya 8,3%. Sedangkan lansia yang berumur 71 sampai 80 tahun kondisinya hampir sama yaitu kecemasan sedang sebanyak 68,2%, kecemasan berat 27,3% dimana kecemasan ringan hanya 4,5%. Ini menandakan lansia pada umur 60 sampai 80 memiliki masalah yang komplek seperti halnya (1) Kesadaran akan menurunnya daya tahan fisik (2) Masa pensiun bagi lanjut usia yang dahulunya bekerja sebagai pegawai negeri sipil (3) Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua (4) Kurangnya dukungan dari keluarga lanjut usia (5) Pola tempat tinggal lanjut usia di panti werdha. Oleh karena pengembangan mekanisme koping setiap individu berbeda-beda sebagai pertahanan melawan kecemasan sehingga tak jarang pada umur ini lansia cenderung lebih cemas dalam menghadapi fase kematian atau masa tuanya. Dilihat dari lansia yang berumur antara 81 sampai 90 tahun kecemasan yang dialami sudah mulai menurun. Hal tersebut ditunjukkan dengan prosentase yang sama antara kecemasan ringan dan kecemasan berat sebanyak 14,3%, sedangkan untuk kecemasan sedang prosentasenya masih tinggi yaitu sebanyak 71,4%. Menurunnya kecemasan yang dialami lansia pada umur ini kemungkinan disebabkan oleh lansia sudah mempunyai kecerdasan rohani dan perilaku koping yang baik sehingga lansia mampu menghadapi, memahami dan memaknai secara tepat segala perubahan tersebut dengan lapang dada, terbuka dan pasrah menyerahkan sepenuhnya kepada tuhan. Pada lansia yang berumur 91 sampai 100 tahun diperoleh prosentase yang tinggi mengalami kecemasan berat sebanyak 100%. Keadaan tersebut dikarenakan pada saat menjelang kematian keluarga terdekat tidak berada disampingnya untuk menemani serta masih memikirkan siapa yang akan pemakamkan jasadnya. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi usia, maka tingkat kecemasan yang dialami semakin tinggi. Kesimpulan ini sepakat dengan hasil penelitian dari Chandra dan Stella, 2006 yang menemukan adanya korelasi positif antara usia dengan kecemasan di mana semakin tinggi usia, maka semakin tinggi pula kecemasan yang dialami.

Namun jika dilihat berdasarkan lama bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar (sesuai tabel 5.3) diperoleh hasil bahwa lansia yang baru tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar kurang lebih selama 1 sampai 10 tahun lebih besar mengalami kecemasan sedang dan berat dengan prosentase masing-masing 67,7% dan 25,8% dibandingkan dengan kecemasan ringan hanya 6,8%. Keadaan tersebut dikarenakan (1) faktor peran keluarga dimana lansia beranggapan bahwa dirinya sudah tidak dibutuhkan lagi di dalam keluarga, kadang-kadang dianggap merepotkan serta tak jarang diperlakukan sebagai beban dari keluarga sehingga waktu untuk berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit karena anak-anaknya tidak berada satu rumah atau karena kesibukan dalam pekerjaan. Seiring dengan usia yang semakin bertambah dan menurunnya kondisi secara fisik, psikologis, maupun sosialnya seharusnya peranan keluarga menjadi faktor penting lansia dalam menghadapi masa tua maupun menghadapi fase kematian. Dengan dirawat oleh keluarga sendiri, maka akan menimbulkan perasaan aman dan nyaman bagi lansia tersebut, hal inilah yang akan dapat mengurangi kecemasan yang dialami lansia dalam menghadapi fase kamatian (Sosiologi Keluarga, 2004). (2) faktor lingkungan yang baru, mengharuskan meraka para lansia harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar maupun berinteraksi dengan para lansia yang sudah terlebih lama bertempat tinggal di Panti jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. (3) faktor kehilangan peran di masyarakat, akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia sehingga sering menimbulkan keterasingan. Karena jika keterasingan sudah terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, gelisah, cemas yang berlebihan, serta mengurung diri. Sesuai dengan pendapat Sullivan, dalam teori interpersonalnya mengemukakan bahwa kecemasan dapat ditimbulkan dari akibat ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Dalam teori ini kecemasan diakibatkan oleh adanya suatu trauma misalnya perpisahan, kehilangan orang yang paling dicintai maupun menjelang kematian, sehingga orang yang mengalami kecemasan biasanya mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau meragukan kemampuan serta merasa dirinya kurang sempurna (Suliswati, dkk, 2005). Dari distribusi tabel 5.3 tergambar pula bahwa lansia yang sudah bertempat tinggal selama 11 sampai 20 tahun, kecemasan yang dialami hampir sama dengan lansia bertempat tinggal selama 1 sampai 10 tahun dimana prosentase kecemasan sedang 60,0%, kecemasan berat 30,0% dan kecemasan ringan 10,0%. Sedangkan lansia yang sudah bertempat tinggal selama 31 sampai 40 tahun hanya mengalami kecemasan sedang dengan prosentase 100%. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin lama bertempat tinggal di Panti jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar tingkat kecemasan yang dialami para lansia semakin berkurang, itu dikarenakan lansia sudah mendapatkan pelayanan bimbingan ketrampilan, pelayanan kesehatan, pelayanan rekreatif, pelayanan sosial kemasyarakatan dan pelayanan bimbingan rohani dari instansi Panti jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. Sehingga lansia mampu beradaptasi dengan lingkungan baru dan menerima keadaan atau kenyataan dengan lapang hati. Dimana dalam penelitian sebagian besar faktor-faktor yang menyebabkan lansia mengalami kecemasan dalam menghadapi fase kematian antara lain: Faktor penuaan, faktor perubahan peran di masyarakat, faktor lingkungan dan peran dari keluarga.B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan-keterbatasan, baik karena faktor peneliti sendiri maupun faktor diluar peneliti. Pengetahuan dan pengalaman meneliti yang kurang, kemampuan menggunakan bahasa daerah yang kurang dalam berkomunikasi dengan lansia, keterbatasan waktu dan sumber daya adalah beberapa keterbatasan yang berasal dari peneliti. Sementara keterbatasan dari luar peneliti adalah populasi atau sampel dari penelitian yang kurang spesifik, sulitnya melakukan pengumpulan data karena responden para lansia yang sebagian besar mengalami gangguan fisik dan sulitnya mencari sumber-sumber referensi tentang buku yang membahas proses kematian atau menuju ajal serta penelitian-penelitian terkait bidang kecemasan lansia. Sedangkan dari hasil uji validitas dan reabilitas kuesioner tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian yang digunakan dalam penelitian ini hanya 18 butir pertanyaan yang sudah valid dan 2 tidak valid serta sudah handal (reliabel) sebagai instrumen pengumpulan data. Disamping itu peneliti senantiasa melakukan pendampingan terhadap responden untuk menghindari kesalahan persepsi atas maksud pertanyaan yang mungkin belum dipahami secara jelas oleh responden. BAB VII

PENUTUPA. Kesimpulan

Pada bab terakhir ini akan menerangkan semua hasil penelitian dan pembahasan tentang temuan-temuan penelitian yang telah diuraikan secara lengkap dalam bab sebelumnya. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Gambaran tingkat kecemasan lanjut usia dalam menghadapi fase kematian yang tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar sebagian besar mengalami kecemasan sedang sebanyak 67%, kecemasan berat sebanyak 26% dan kecemasan ringan hanya 7%.2. Tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari jenis kelamin di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar diperoleh bahwa lansia perempuan lebih sering mangalami kecemasan daripada lansia laki-laki namun lansia laki-laki cenderung lebih tinggi mengalami kecemasan berat.3. Tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari karakteristik kelompok umur di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar ditemukan bahwa semakin tinggi usia, maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan yang dialami.4. Tingkat kecemasan lansia dalam menghadapi fase kematian dilihat dari lama bertempat tinggal di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar tergambar bahwa semakin lama lansia bertempat tinggal di Panti jompo, maka tingkat kecemasan yang dialami semakin berkurang.B. Saran

1. Bagi Instansi Panti Jompo

a. Mempertahankan dan meningkatkan kegiatan-kegiatan yang sudah diprogramkan khususnya pelayanan terhadap lansia.

b. Diperlukan lebih banyak pegawai-pegawai pengasuh lansia yang bertugas secara penuh waktu di Panti Jompo Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar, khususnya lansia yang sering sakit mendadak (sesak nafas) dan dimana kecendrungan kecemasan sedang dan berat terjadi pada saat malam hari.

2. Bagi Peneliti Keperawatan Selanjutnya

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah besar sampel dan populasi yang berbeda sehingga benar-benar dapat diketahui dengan detail perbedaan gambaran tingkat kecemasan dalam menghadapi fase kematian dan diharapkan lebih memperhatikan lagi aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kecemasan pada lansia.

b. Untuk peneliti selanjutnya yang menggunakan responden lansia diharapkan membuat kuesioner haruslah kata-kata mudah dipahami oleh lansia serta menggunakan bahasa Indonesia bukan menggunakan istilah bahasa Latin.

c. Sebelum meneliti lebih lanjut kepada para lansia, kuesioner diuji validitas dan reabilitas terlebih dahulu sampai benar-benar valid dan reliabel. Serta terlebih dahulu mempelajari latar belakang budaya dari masing-masing lansia seperti penggunaan bahasa daerah.

Kematian

Respons Adaptif

Tingkat kecemasan

Lansia

Respons Maladaptif

Faktor Yang Mempengaruhi

Peran keluarga

Perubahan psikososial

Perubahan peran

1

6

19

21

28

36

44

- Umur

- Jenis Kelamin

- Lama bertempat tinggal

di Panti Jompo

_1272012034.unknown