integrasi konsep qiṢĀs/diyat dalam penyelesaian...

21
TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 117 INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DAN KONTRIBUSINYA BAGI PEMBAHARUAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL Khairizzaman STIS Al-Hilal Sigli Aceh Jl. Lingkar Keuniree, Sigli, Pidie, Aceh email: [email protected] ABSTRACT Penalties against perpetrators of traffic accidents causing casualties killed or injured is imprisonment and fines as a form of offenders against the state, not to the victims or their families as a party to feel the direct disadvantage. It is stipulated in the Law of the Republic of Indonesia Number 22 Year 2009 regarding Traffic and Road Transportation. Along with the development of theories of punishment are increasingly leading to the restoration and protection of the rights of victims (heirs), then there is real reform and renewal in the applicable legal rules. One pembenahannya step is to impose criminal sanctions are more striking in the interests of the victim. In the perspective of Islam, an accident causing death, for example included in the category of murder because by mistake with the sanction of qisas and diyat if condoned the victim or his family. Diyat itself seen from the substance, it paid great attention to the rights and interests of victims of accidents. Values and meaning diyat this form of criminal suspects must guarantee a decent life for family members of people considered to be very representative for the development of law and reform of national legislation Indonesia. ABSTRAKS Hukuman terhadap pelaku kecelakaan lalu lintas hingga menyebabkan korban terbunuh atau terluka adalah pidana penjara dan denda sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku terhadap negara, bukan kepada korban atau keluarganya sebagai pihak yang merasakan langsung suatu kerugian. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Seiring dengan perkembangan teori pemidanaan yang semakin menuju pada pemulihan dan perlindungan hak korban (ahli waris), maka sejatinya ada pembenahan dan pembaharuan dalam aturan hukum yang berlaku. Salah satu langkah pembenahannya adalah dengan memberlakukan sanksi pidana yang lebih mengena pada kepentingan pihak korban. Dalam perspektif Islam, kecelakaan hingga menyebabkan kematian misalnya termasuk dalam kategori pembunuhan karena tersalah dengan sanksi qisas dan pembayaran diyat jika dimaafkan korban atau keluarganya. Diyat sendiri jika dilihat dari substansinya, ternyata menaruh perhatian besar terhadap hak dan kepentingan pihak korban kecelakaan. Nilai-nilai dan makna diyat ini berupa keharusan pelaku pidana memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi ahli waris korban dianggap sangat representatif bagi pengembangan hukum dan pembaharuan perundang-undangan nasional Indonesia. Kata Kunci: Konsep Qiṣās/Diyat, Kecelakaan Lalu Lintas dan Pembaharuan Perundang-undangan Nasional

Upload: duongkiet

Post on 02-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 117

INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIANKASUS KECELAKAAN LALU LINTAS DAN KONTRIBUSINYA BAGI

PEMBAHARUAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

KhairizzamanSTIS Al-Hilal Sigli Aceh

Jl. Lingkar Keuniree, Sigli, Pidie, Acehemail: [email protected]

ABSTRACTPenalties against perpetrators of traffic accidents causing casualties

killed or injured is imprisonment and fines as a form of offenders against the state,not to the victims or their families as a party to feel the direct disadvantage. It isstipulated in the Law of the Republic of Indonesia Number 22 Year 2009regarding Traffic and Road Transportation. Along with the development oftheories of punishment are increasingly leading to the restoration and protection ofthe rights of victims (heirs), then there is real reform and renewal in the applicablelegal rules. One pembenahannya step is to impose criminal sanctions are morestriking in the interests of the victim. In the perspective of Islam, an accidentcausing death, for example included in the category of murder because by mistakewith the sanction of qisas and diyat if condoned the victim or his family. Diyatitself seen from the substance, it paid great attention to the rights and interests ofvictims of accidents. Values and meaning diyat this form of criminal suspectsmust guarantee a decent life for family members of people considered to be veryrepresentative for the development of law and reform of national legislationIndonesia.

ABSTRAKSHukuman terhadap pelaku kecelakaan lalu lintas hingga menyebabkan

korban terbunuh atau terluka adalah pidana penjara dan denda sebagai bentukpertanggungjawaban pelaku terhadap negara, bukan kepada korban ataukeluarganya sebagai pihak yang merasakan langsung suatu kerugian. Hal inisebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Seiring dengan perkembanganteori pemidanaan yang semakin menuju pada pemulihan dan perlindungan hakkorban (ahli waris), maka sejatinya ada pembenahan dan pembaharuan dalamaturan hukum yang berlaku. Salah satu langkah pembenahannya adalah denganmemberlakukan sanksi pidana yang lebih mengena pada kepentingan pihakkorban. Dalam perspektif Islam, kecelakaan hingga menyebabkan kematianmisalnya termasuk dalam kategori pembunuhan karena tersalah dengan sanksiqisas dan pembayaran diyat jika dimaafkan korban atau keluarganya. Diyatsendiri jika dilihat dari substansinya, ternyata menaruh perhatian besar terhadaphak dan kepentingan pihak korban kecelakaan. Nilai-nilai dan makna diyat iniberupa keharusan pelaku pidana memberikan jaminan kehidupan yang layak bagiahli waris korban dianggap sangat representatif bagi pengembangan hukum danpembaharuan perundang-undangan nasional Indonesia.

Kata Kunci: Konsep Qiṣās/Diyat, Kecelakaan Lalu Lintas dan PembaharuanPerundang-undangan Nasional

Page 2: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …118

A. PendahuluanIslam sebagai agama yang paling menghargai kehidupan seseorang, nyawa

dan kehormatan manusia diposisikan pada bagian yang esensial dan terpentingyang harus dilindungi dan dihormati. Segala hal yang mengancam keselamatanjiwa seseorang harus dihilangkan. Oleh karena itu, hak yang pertama kalidianugerahkan dalam Islam adalah hak untuk hidup dan menghargai hidupmanusia.1 Sehingga banyak didapati ayat Al-Quran dan hadits Nabi yang harusmenghormati suatu kehidupan dan melarang manusia untuk membunuh manusialainnya. Ancaman hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja adalah qishash,atau hukuman bunuh. Dalam hukum pidana Islam (jinayat) tindak pidana dapatdikatagorikan ke dalam tiga bahagian yaitu : jarimah qisās, jarimah hudud danjarimah ta’zir. Kecelakaan lalu lintas yang menyebakan orang lain mati karenakelalaian seorang pengemudi misalnya dapat dianggap sebagai pembunuhantersalah yang dapat dijatuhkan hukuman qisas/diyat. Konsep pemaafan dalamjarimah qisās dan pemberian diyat kepada korban bila dimaafkan ini dapatdiadopsi dalam konteks memberikan hukuman alternatif bagi serang pelaku tindakpidana kecelakaan lalu lintas. Konsep diat lebih diorientasikan untuk melindungikorban atau ahli waris yang ditinggalkan. Konsep ini dinilai lebih mencerminkankeadilan dan dapat mengurangi angka kecelakaan lalu lintas yang semakin marakakhir-akhir ini.

Hukum Islam2 yang hidup dan berkembang di kalangan mayoritaspenduduk Indonesia, mempunyai landasan filosofis yang kuat untuk dijadikansumber bagi usaha pembaharuan hukum pidana nasional. Demikian pula tradisipidana dari sumber fikih Islam sangat relevan untuk digali dalam rangkapembentukan KUHP baru. Secara yuridis-konstitusional, juga tidak ada halanganmenjadikan tradisi pidana Islam sebagai sumber utama pembentukan KUHPnasional.3 Yang harus dibuktikan ialah adanya konsep-konsep hukum pidanaIslam yang dapat diintegrasikan sebagai bahan inovasi ke dalam perundang-undangan nasional. Termasuk mengadopsi konsep hukum pidana Islam ke dalamketentuan-ketentuan penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas, seperti konseppenjatuhan pidana mati bagi seorang pembunuh yang sengaja menerobos lampumerah, menabrak orang lain sampai mati serta konsep diyat sebagai kompensasiyang lebih mencerminkan keadilan dan diberikan seutuhnya kepada pihak korbansebagai pihak yang mengalami langsung peristiwa kecelakaan.

B. Integrasi Konsep Qisas/Diat dalam Kasus Kecelakaan Lalu LintasPerspektif Hukum Islam

Lalu lintas4 termasuk masalah yang berhubungan langsung dengan gerakkehidupan masyarakat, dimana kelancaran lalu lintas akan membawa pengaruh

_____________1Syeikh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam, terj. Abdurrahim C.N,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 60.2Para ahli mendefinisikan hukum Islam sebagai “Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu

Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui berlaku dan mengikatuntuk semua orang yang beragama Islam”. Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad, Isu-IsuPenting Hukum Islam Kontemporer di Indonesia, cet. I. (Jakarta, Ciputat Pers, 2002), hlm.4.

3Jimly Ash-Shiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Angkasa,1996), hlm.253.

4Di dalam Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan(“UU LLAJ”), lalu lintas didefinisikan sebagai gerak kenderaan dan orang di ruang lalu lintas

Page 3: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 119

bagi kelancaran usaha yang lain. Sebaliknya jika terjadi masalah lalu lintas sepertikemacetan, pelanggaran, kecelakaan dan lain sebagainya, maka pengaruhnya akansangat terasa pula dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, masalah lalulintas harus dirancang dan direkayasa sedemikian rupa agar semuanya berjalanselamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien melaluimanajemen dan rekayasa lalu lintas5 . Rekayasa yang baik itu tentunya bukan sajadari aspek sarana dan prasarana, aspek rambu-rambu lalu lintas, aspek kenderaan,tetapi juga dari aspek manusia-nya dan juga peraturan perundang-undangan yangharus mampu merubah prilaku masyarakat. Salah satunya adalah hukuman yangefektif dan mencerminkan keadilan kepada pelaku pelanggaran lalu lintas.

Intensitas peristiwa kecelakaan lalu lintas cukup mengkhawatirkan dewasaini, volume kendaraan semakin bertambah yang tidak diimbangi oleh perubahansarana dan prasarana serta tidak ada pembinaan mental manusia yang baik dalamberlalu lintas menyebabkan banyak sekali pelanggaran lalu lintas6 yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Akibat dari pelanggaran ini adalah terjadinyakecelakaan lalu lintas (traffic accident)7 yang menyebabkan banyak sekalikerugian masyarakat secara moril maupun materil. Jiwa dan raga yang rusak tidaksedikit jumlahnya, nyawa yang terenggut dari kecelakaan lalu lintas ini bahkanmenduduki posisi ketiga setelah kematian melalui virus HIV dan TBC.8 Sungguhtragis, semakin hari kecelakaan lalu lintas semakin menjadi-jadi di seluruhrepublik ini.

Kecelakaan lalu lintas menurut sebagian para ahli merupakantindakan/perbuatan yang mengandung sisi kriminologis di luar kejahatan

jalan, sedang yang dimaksud dengan ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkanbagi gerak pindah kenderaan, orang dan atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.

5Rekayasa Lalu Lintas adalah penanganan lalu lintas yang berkaitan dengan perencanaan,perancangan geometrik dan operasi lalu lintas jalan serta jaringannya, terminal, penggunaan lahanserta keterkaitan dengan mode transportasi lainnya. Lihat: Wolfgang S. Homburger; James H.Kell, Fundamentals of Traffic Enginering, 9th Edition (USA: University of California, 1977),hlm. 271.

6Pelanggaran lalu lintas berhubungan dengan hal-hal kecil atau ringan yang diancamdengan hukuman denda, seperti sopir mobil yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM),menggunakan kenderaan di malam hari tanpa lampu dan lain sebagainya.

7Menurut Pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintasdan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dantidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkankorban manusia dan/atau kerugian harta benda. Dengan pengertian ini, maka kecelakaan lalu lintasdi sini dibatasi pada kecelakaan lalu lintas jalan saja, tidak termasuk kecelakaan lalu lintas yangterjadi di laut ataupun udara.

8Menurut data WHO, kurang lebih 2,4 juta jiwa meninggal setiap tahun akibat kecelakaanlalu lintas di berbagai belahan dunia. Data Kepolisian Republik Indonesia yang dirilis dalamwww.dephub.go.id, kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia juga berada di urutan nomortiga di bawah penyakit Jantung Koroner dan Tubercolosis/TBC. Jumlah korban cenderung cukuptinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asean. Pada tahun 2010 adalah 31.186 jiwadan meningkat tajam pada tahun 2011 menjadi 41.744 jiwa. Sedihnya lagi data WHO tahun 2011menyebutkan, sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif , yakni22 – 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di jalanraya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan,kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia10-24 tahun. Dikutip dari Acehinfo.com yang diakses pada tanggal 13 Juli 2014.

Page 4: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …120

konvensional.9 Artinya ada sisi-sisi tertentu yang memang jelas mengandungunsur kejahatan10 yang dapat digolongkan kepada tindak pidana, di manapelakunya dapat dijerat hukum baik pidana maupun perdata sesuai peraturanperundang-undangan yang berlaku. Dan pada sisi yang lain dalam kontekstertentu, sebuah kecelakaan lalu lintas tidak bisa serta merta dituntut pertanggungjawabannya seperti adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau diluar kemampuan seorang pengemudi.11 Maka perlu adanya kategorisasikecelakaan lalu lintas itu berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.

Kajian tentang kecelakaan lalu lintas12 ini sangat sedikit atau bahkan tidakada pembahasannya dalam literatur-literatur fikih klasik. Ini disebabkan tidak adapenjelasan ayat al-Qur`an ataupun hadis tentang hal ini, tidak ada ijma` sahabat,dan tidak ada kasus menonjol yang terjadi pada masa awal Islam. Imam mazhabdan para fukaha terdahulu tidak memberikan perhatian yang memadai terhadapaspek ini karena kasus kecelakaan yang terjadi pada masa itu sangat sederhanadan tidak memakan korban yang banyak dan menimbulkan kerugian yang besarseperti yang terjadi dewasa ini.

Beberapa penjelasan yang ada dalam fikih hanyalah bersifat tamsilan danpengandaian. Sebagai contoh kasus jika terjadi tabrakan antara dua orangpenunggang kuda dan saling bertabrakan, lalu kedua-duanya sama-samameninggal dunia, maka `aqilah masing-masing wajib membayar diat kepada yanglainnya. Tentang hal ini, Imam Syafi`i berpendapat bahwa masing-masingdiantara keduanya membayar setengah diat kepada temannya, sebab masing-masing mati oleh perbuatannya sendiri dan perbuatan temannya.13 Lebih lanjut,pemaparan para ulama lebih banyak menjelaskan sisi kompensasi yang harus

_____________9Secara makro menurut dua orang pakar kriminologi dari Universitas Indonesia, Adrianus

Meliala dan Iqrak Sulhin yang mencoba melakukan analisis kriminalitas akhir tahun. Adapunpokok-pokok paparan mereka tentang berbagai kejahatan di Indonesia adalah: Pertama,kriminalitas di Indonesia masih diisi oleh kejahatan-kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)seperti korupsi, terorisme, dan narkotika/psikotropika. Kedua, kejahatan yang cukup mendapatperhatian publik juga ialah kasus penculikan anak. Ketiga, kejahatan-kejahatan seperti perkosaan,perampokan, hingga pembunuhan dengan mutilasi tetap mewarnai gambaran kriminalitas.Keempat, sejumlah kasus kekerasan di tahun 2012 dilakukan oleh aparat kepolisian. Bahkan dalambeberapa kasus terjadi kekerasan dengan senjata yang berujung kematian. Dan, kelima, di luarpersoalan kriminalitas yang konvensional, sejumlah masalah lain yang juga memiliki sisikriminologis ialah meningkatnya jumlah kecelakaan transportasi, baik udara, laut, maupun daratyang menelan korban cukup banyak. (www. kriminologi1.wordpress.com)

10Kejahatan merupakan gejala sosial dan sisi gelap setiap masyarakat yang bakal bergulirhingga peradaban ini usai. Kejahatan adalah perbuatan melawan hukum yang diancam hukumanberat seperti kasus-kasus besar, perbuatan pembunuhan, penganiayaan, penghinaan, pencurian danlain-lain. Perbuatan-perbuatan kejahatan ini, sekalipun terjadi diantara orang-orang biasa, namuntelah menjadi kepentingan umum. Perkaranya diurus oleh Pengadilan Pidana. Dalam hukumpidana, yang bertindak atau membuat pengaduan di muka pengadilan pidana bukan saja dari pihakkorban sendiri, melainkan alat-alat kekuasaan negara seperti polisi, jaksa dan hakim turut aktif.Berbeda dengan Pengadilan Perdata, yang membuat pengaduan adalah pihak yang menjadikorban.

11Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 234 ayat [3] Undang-undang Lalu Lintas danAngkutan jalan.

12Dianggap masalah fiqh kontemporer yang membutuhkan ijtihad. Ijtihad adalahmencurahkan semua kemampuan untuk mencari hukum syara` yang bersifat zannī, sampai merasadirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu. Al-Āmidī, Al-Ihkām fī Usūl al-Ahkām, jld 4 (Beirūt, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt.), hlm. 218.

13Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 10, (Bandung: PT Al Ma`arif, 1984), hlm. 125.

Page 5: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 121

dibayar para pihak atau sisi keperdataan saja, bukan sisi kepidanaan karenahampir tidak ditemukan kecelakaan yang mengakibatkan korban terluka ataumengalami kematian.

Ulama Hanafiyah dan Hanabilah misalnya, berpendapat bahwa masing-masing dari keduanya terkena pertanggung jawaban denda secara penuh untukyang lainnya, jika tabrakan itu terjadi secara tersalah. Tetapi jika tabrakan itudisengaja, maka ia harus menanggung separuh dari nilai denda, yakni separuh diatatau kompensasi denda ganti rugi kerusakan.14 Penjelasan seperti ini tentu sangatsederhana, sebab berbagai kemungkinan masih bisa terjadi dan membutuhkanijtihad lebih lanjut.

Sementara Imam Malik dan Syafi`i membuka peluang hukuman qișâșterhadap pelaku kecelakaan lalu lintas apabila terpenuhi unsur kesengajaan murni.Artinya, pihak yang menjadi penyebab terjadinya suatu kecelakaan harusbertanggung jawab terhadap korban baik dari sisi perdata maupun sisi pidana15.Penjelasan kedua imam mazhab ini juga sangat singkat dan masih harusdipertanyakan dari berbagai kemungkinan lainnya sesuai dengan kompleksitassifat kecelakaan lalu lintas dewasa ini.

Seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan mode transportasiyang dahsyat baik udara, laut dan daratan pada masa kini semakin banyak kasuskecelakaan16, sehingga dipandang perlu adanya kajian khusus seputar kejahatanlalu lintas ini dari berbagai sudut pandang baik akademik maupun non-akademik,teoritis maupun tekhnis yang dapat memberikan solusi penanganan masalahkecelakaan lalu lintas yang semakin kompleks, apalagi motif dan moduskecelakaan yang terjadi saat ini sangat berbeda atau bahkan tidak pernah terjadipada masa-masa awal Islam.

Dalam terminologi fikih, persoalan kecelakaan lalu lintas yangmengakibatkan korban luka atau mati ini dapat dikategorikan dalam aspek kajianjinayat17 yang mengatur hukum-hukum kriminalitas atau perbuatan-perbuatanyang termasuk dalam kategori pidana, yaitu tindakan yang mengganggu ataumembahayakan kepentingan publik. Pengkategorian ini disebabkan pada

_____________14Sayyid Sabiq, Al-Fiqh al-Sunnah.., hlm.709-710.15Ibid.,16Kecelakaan lalu lintas merupakan tindakan yang tidak pernah direncanakan dan tidak

terkendali yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor manusia, situasi, faktor lingkunganataupun kombinasi dari hal-hal tersebut yang dapat menimbulkan cedera atau kematian yang tidakdiinginkan oleh siapapun. Kecelakaan lalu lintas sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya.Akibat kecelakaan lalu lintas ini bisa menimbulkan trauma, cedera atau kecacatan bahkankematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan bahkan cenderung meningkat dari waktu kewaktu seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan kendaraan.

17 Pada umumnya ada 4 (empat) aspek kajian dalam fikih klasik, aspek ibadah, aspekmu`amalah, aspek munakahat dan aspek jinayat. Segala hal yang berhubungan dengan pelanggaranterhadap ketentuan syara` dan hukumannya diatur dalam aspek jinayat ini. Aspek ini bertujuanmengatur naluri rusak yang ada pada manusia. Ulama fikih menggunakan istilah fikih jinayat iniuntuk salah satu bidang ilmu fikih yang membahas persoalan tindak pidana beserta hukumnya.Para ulama seringkali menggunakan kata jinayah dan jarimah untuk maksud yang sama, tetapisecara terminologis, jinayat merupakan suatu nama bagi perbuatan yang dilarang oleh syara` atauagama, baik yang berkenaan dengan jiwa, harta maupun lainnya. ‘Abd al-Qadir ‘Awdah, al-Tasyri’al-Jina’i al-Islami Muqa ranah bi al-Qanun al-Wad‘i Jilid I, (Beirut: Dar al-Kitab al-`Araby,1992), hlm.67. Lihat juga: Taufik Abdullah (Ed), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PTIchtiar Baru Van Hoeve, 2008), hlm.171.

Page 6: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …122

umumnya kecelakaan yang terjadi dewasa ini banyak yang disebabkan oleh faktorkesalahan manusia (human error) seperti ketidak hati-hatian seorang pengemudi,pengemudi yang meremehkan rambu-rambu lalu lintas jalan, menerobos lampumerah dan lain sebagainya.

Unsur-unsur kriminalitas yang ada pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintasitu nantinya harus diklasifikasikan terlebih dahulu ke dalam beberapa kategori,seperti kategori kesengajaan atau ketidak sengajaan. Pengkategorian ini untukdapat memperjelas dan menentukan jenis hukuman yang layak dan patut diberikankepada si pelaku. Kematian atau luka yang dialami seseorang akibat darikecelakaan lalu lintas dapat saja dianalogikan atau diqiyaskan kepadapembunuhan/pelukaan sengaja, semi sengaja dan tidak sengaja yang ada dalampenjelasan kitab-kitab fikih. Maka konsekuensi dari kecelakaan lalu lintas iniadalah adanya ukubat (hukuman) kepada si pelaku yang ditetapkan dalam putusanhakim Mahkamah Syar`iyah sesuai dengan kadar kesalahan yang dilakukannya.

Dalam kajian para ulama fikih, tindak pidana diklasifikasikan kepada tigamacam, yaitu pertama, hudud18, dimana para pelaku kejahatan kategori hudud inidiancam dengan hukuman hadd,19 yaitu hukuman yang telah ditetapkan secarategas sebagai hak Allah tanpa ada upaya pertimbangan bagi pihak korban untukmeringankan hukuman yang telah ditetapkan tersebut. Kedua, qișâș 20. Perbuatanyang diancam dengan hukuman qișâș adalah pembunuhan sengaja, sedangkanuntuk pembunuhan semi sengaja dan tersalah, maka ancaman pidananya berupadiyat.21 dan ketiga adalah takzir22. Pembagian ini didasarkan pada jenis perbuatandan jelas tidaknya jenis hukumannya di dalam Al-Qur`an maupun hadis._____________

18Hudud adalah batas-batas hukuman baik dari segi macam dan jumlahnya ditentukan

Allah Swt mengenai hukuman yang diberikan kepada orang-orang yang berbuat dosa ataumelanggar hukum. ‘Abd al-Qādir ‘Awdah, al-Tasyrī‘ al-Jinā’i al-Islāmīy…, Jilid I, hlm.78-79.Beberapa tindak pidana yang termasuk kategori hudûd dan wajib dikenai sanksi had adalah: zina,al-sariqh (mencuri) liwath (homoseksual), qadzaf (menuduh berzina), minum khamr, bughât(memberontak terhadap Khalifah yang sah),dan al-riddah (murtad).

19Terdapat istilah lain dalam al-Qur'an yang sepadan dengan makna hukuman. Misalnyakata "sayyi'ah", berarti kejahatan atau hukuman. "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatanyang serupa maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atastanggungan Allah...". (al-Syura (42): 40). Kemudian kata ‘Uqūbah adalah pembalasan karenamelanggar perintah syara‘ yang telah ditetapkan untuk melindungi kepentingan masyarakat umumdan menjaga mereka dari hal-hal yang mafsadah. ‘Abd al-Qādir ‘Awdah, al-Tasyri‘ al-Jina’iy al-Islamiy: Muqaranah bi al-Qanun al-Wad‘iy, Jilid I, (Beirut: Muassasat al-Risalah, 1997), hlm.609,A. Djazuli, Fiqih Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1997), hlm.25.

20Qișâș adalah pelaku kejahatan dijatuhi hukuman (dibalas) setimpal denganperbuatannya, jadi dibunuh kalau ia membunuh, atau dianiaya kalau ia menganiaya. ‘Abd al-Ghaffar Ibrahim Salih, Al-Qișâș fi al-Nafs fi al-Syari‘ah al-Islamiyah, (t.tp.: Maktabah al-Nahdahal-Misriyah, 1989), hlm.19. Lihat juga `Abd al-Qadir `Awdah, al-Tasyri` al-Jina`i…, hlm.114.

21Diat adalah harta yang wajib diserahkan karena adanya kejahatan atas orang yangmerdeka, baik kejahatan itu pada jiwa atau selain jiwa. Lihat Taqiyuddin Abi Bakar, Kifayah alAkhyar fi Halli ghayah al-Ikhtisar, Jil. I, (Bandung: Syarikat Ma’arif, tt.), hlm. 165. Sayyid Sabiqberpendapat bahwa diat adalah harta benda yang wajib ditunaikan oleh sebab tindakan kejahatan,kemudian diberikan kepada korban atau walinya. Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid III,(Beirut: Dar al-Fikr, 1977), hlm. 551.

22Takzir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh nas yang berkaitan dengan kejahatanyang melanggar hak Allah da hak hamba-yang berfungsi untuk memberikan pelajaran kepadapelaku kejahatan dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. `Atiyyah MustafaMusyarrafah, Al-Qada fi al-Islam, (T. Tp: yirkah al-Syarq al-Awsat, 1966), hlm. 49. Lihat juga

Page 7: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 123

Pada sisi lain, ada ulama yang membuat kategorisasi al-`uqubat yangberbeda dengan pendapat umum, dimana tindakan pembunuhan termasuk dalamkategori al-jaraim atau tindak pidana. Maka konsekuensi setiap tindak pidanayang dilakukan seseorang, baik menyangkut hak Allah Swt maupun hak manusia,akan memberikan hukuman (`uqubat) bagi pelakunya. Hukuman (`uqubat) dalamIslam dikenal dalam empat macam bentuk23: yaitu: (1) hudûd; (2) qișâș/diat;24 (3)ta‘zîr, dan (4) mukhâlafât25.

Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban terbunuh atau luka,apabila memenuhi unsur-unsur pidana yang telah ditetapkan, maka dapatdikenakan hukuman qișâș/diat sebagaimana yang terjadi dalam kasuspembunuhan semi sengaja atau tersalah. Qișâș/diat adalah kategori hukum pidanaIslam yang menyangkut masalah pembunuhan. Hukuman yang dikenakan untuktindak pidana ini adalah dibunuh (qișâș), membayar ganti rugi/denda materil(diat), dan atau membayar kafarat (sanksi teologis, seperti memerdekakan budak,puasa atau memberi makan kepada fakir miskin).

Dalam Islam, hukuman yang setimpal dengan perbuatannya kepadapelaku tindak pidana dinamakan uqubah qişaş. Qisās adalah hukuman bagitindak pidana yang diancam dengan qisās.26 Menurut Rahmat Hakim qisās adalahhukuman pokok bagi tindak pidana dengan objek (sasaran) jiwa atau anggotabadan yang dilakukan dengan sengaja, seperti membunuh, melukai danmenghilangkan anggota badan.27 Maka qisās adalah suatu hukuman bagi tindakankejahatan yang sasarannya jiwa atau anggota badan, seperti pembunuhan ataupenganiayaan yang dilakukan dengan sengaja.

Qisās sama dengan hudūd dari segi penentuan tindak pidana, dan jugabentuk dan kadar hukuman. Namun keduanya berbeda tentang hak, hudūdmerupakan hak Allah, sedangkan qisās merupakan hak perpaduan antara individudan masyarakat. Pada qisās ada penghapusan hukuman dan berpindah kepadadiyat jika keluarga atau korban sendiri (dalam kasus penganiayaan) memaafkanpelaku. Dengan pemaafan ini qisās berpindah kepada diyat yaitu membayarsejumlah harta dengan kadar tertentu berdasarkan tindak pidana yang dilakukan.Sedangkan pada hudūd penghapusan hukuman tidak ada. 28

Ada dua bentuk perbuatan pidana yang diganjar dengan qisās yaitupembunuhan dan penganiayaan. Pembunuhan adalah tindakan untuk

Mustafa Ahmad al-Zarqa, Al-Madkhal al-Fiqh al-Ami, Juz. II, Cet. X, (Damaskus: Dar al-Fikr,1968), hlm. 626.

23Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, (Dâr al-Ummah, 1990), hlm. 17).24Adalah sanksi yang berkaitan dengan kasus pelanggaran terhadap badan yang di

dalamnya ada kewajiban qișâș atau harta (diat). Contohnya adalah qișâș atau diat dalam kasuspembunuhan, melukai orang lain, dan berbagai penganiayaan lainnya.

25Adapun Mukhâlafât adalah sanksi yang ditimpakan kepada mereka yang melanggarperintah dan larangan yang telah ditetapkan oleh Negara/Khilafah yang tidak berkaitan denganperintah dan larangan Allah secara langsung. Contohnya adalah sanksi admininstrasi yangditetapkan pemerintah bagi pelanggar lalu-lintas, pengendara yang tidak membawa SIM, dansebagainya. Perlu dipertegas kembali, kalau pelanggaran tersebut berimplikasi kepada pelukaandan pembunuhan, maka harus merujuk kepada nash-nash yang telah disebutkan baik al-Qur`anmaupun al-Hadis. Pembunuhan tersebut dapat dianalogikan kepada bentuk-bentuk pembunuhanyang disebut dalam literature fikih klasik.

26Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Hukum..., hlm. 18.27Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, ...hlm. 125.28Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Hukum..., hlm. 18.

Page 8: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …124

menghilangkan nyawa orang lain. Sedangkan penganiayaan adalah tindakandengan sasaran anggota badan untuk menyakiti orang lain. Pembunuhan sengajadiganjar dengan qisās, namun bila tidak disengaja dendanya berupa diyat, ta‘zīratau puasa dua bulan berturut-turut.29 Adapun penganiayaan yang sengaja maupuntidak sengaja pelakunya diganjar dengan diyat.

Atas dasar itu ‘Abdul Qadir ‘Awdah membagi tindak pidana qisās kepadalima bentuk, yaitu:

a) Pembunuhan sengaja, yaitu suatu pembunuhan yang dilakukan olehseseorang yang diawali dengan adanya niat membunuh. Benda yangdipakainya adalah merupakan benda yang pada kebiasaannya dapatmembunuh seperti senjata tajam, senjata mesin dan sebagainya.

b) Pembunuhan menyerupai sengaja, yaitu pembunuhan yang dilakukanseseorang dengan sengaja, namun benda yang dipakainya bukan senjataatau benda yang dapat membunuh, seperti memukul seseorang denganrotan atau lidi. Benda-benda tersebut kebiasaannya tidak dapat membunuh.

c) Pembunuhan karena kesalahan, yaitu pembunuhan yang terjadi karenakesalahan atau kesilapan, sedangkan ia tidak berniat untuk membunuhseseorang, seperti pemburu yang ingin menembak rusa, namun sasarannyameleset mengenai seseorang, sehingga mengakibatkan orang tersebut mati.

d) Penganiayaan sengaja, yaitu tindakan seseorang menganiaya seseorangdengan sengaja, seperti sengaja memotong tangan atau mencabut kukuseseorang.

e) Penganiayaan tidak sengaja, yaitu terjadi penganiayaan terhadapseseorang, namun ia tidak bermaksud menganiayanya. Seperti melemparbatu ke suatu tempat, tetapi kemudian mengenai seseorang sehinggamembuat ia terluka.30

Pemerintah tidak memiliki wewenang untuk menghapus hukuman qisāsdan diyat dengan memberi pengampunan bagi pelaku, sama seperti pada hudūd,tetapi pemerintah hanya berwenang menjalankan eksekusi terhadap pelaku bilatelah terbukti, yakni memenuhi kriteria dan tidak terdapat unsur kesamaranpadanya, baik pada pelaku, korban, ataupun tempat.31

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa qisās adalah hukuman ataskejahatan yang menyangkut jiwa (pembunuhan) atau anggota badan seseorang(penganiayaan) yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Qisās/diyatmerupakan hukuman balasan terhadap pelaku pembunuhan dan penganiayaan.Qisās dilaksanakan jika keluarga korban tidak memaafkan pelaku. Inilah nilai-nilai yang dianggap dapat diadopsi bagi penyelesaian suatu kecelakaan lalu lintas.Sekalipun nilai ini tidak sepenuhnya dapat diintegrasikan ke dalam kasuspembunuhan atau pelukaan dalam kasus kecelakaan lalu lintas, sebab kecelakaanlalu lintas pada umumnya disebabkan oleh faktor kesalahan manusia yangmenyebabkan orang lain terbunuh atau terluka. Dalam konteks ini jikadianalogikan kepada kasus pembunuhan dan pelukaan dalam fikih maka dapatdianggap sebagai pembunuhan atau pelukaan yang bersifat tidak sengaja, dimanahukumannya sangat tergantung kepada keluarga korban.

Jika keluarga atau wali korban memaafkannya, maka hukuman qisās_____________

29Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, ...hlm. 137.30‘Abdul Qadir ‘Awdah, Al-Tasyri‘ al Jinai’.., hlm. 79.31 Rahmat Hakim, Hukum Pidana.., hlm. 126.

Page 9: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 125

berpindah kepada diyat, yaitu membayar sejumlah harta yang telah ditentukansesuai dengan bentuk perbuatan. Keharusan membayar diyat juga dapat terhapusjika ada pemaafan dan diganti dengan ta‘zīr atau puasa dua bulan berturut-turut.Pembayaran diyat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yangmembunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik,umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudahmemahami penjelasan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh,atau membunuh si pembunuh setelah menerima diyat, maka terhadapnya di duniadiambil Qisās dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.32

Dalil qișâș ini adalah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 178:

لى احلر باحلر والعبد بالعبد واأل نـثى يا أيـها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص يف القتـفاتـباع بالمعروف وأداء إليه بإحسان ذلك ختفيف باألنـثى فمن عفي له من أخيه شيء

من ربكم ورمحة فمن اعتدى بـعد ذلك فـله عذاب أليم Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisas berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orangmerdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Makabarangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah(yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengancara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dariTuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batassesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qișâș ituada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yangberakal, supaya kamu bertakwa (QS. al-Baqarah:178-179).

Selanjutnya dipertegas lagi dalilnya dalam surat al-Maidah ayat 45, yaitu:

نا ن عليهم فيها أن النـفس بالنـفس والعني بالعني واألنف باألنف واألذن باألذن والس وكتبـلئك و بالسن واجلروح قصاص فمن تصدق به فـهو كفارة له ومن مل حيكم مبا أنـزل الله فأ

هم الظالمون Artinya : Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)

bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidungdengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka(pun) ada kisasnya. barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya,Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapatidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Makamereka itu adalah orang-orang yang zalim. (al-Maidah : 45)

Ayat-ayat ini menerangkan bahwa hukuman yang dikenakan kepadapelaku pembunuhan sengaja adalah hukum bunuh atau Qisās. Karena prinsiphukuman dalam Islam terutama yang berkenaan dengan jiwa dan anggota badanadalah persamaan. Apabila ia melukai seseorang, maka harus dibalas dengan cara_____________

32 Jalaluddin al-Mahalli, Qalyubi wa Umairah, Juz IV, (Semarang: Toha Putra, 2006),hlm. 203.

Page 10: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …126

melukainya dan apabila ia membunuh seseorang, maka ia juga harus dibunuhsebagai hukuman atas tindak pidana yang dilakukan.

Hadis Nabi Saw juga menegaskan wajibnya qișâș, sebagai berikut:

لم من قتل يف عميا أو رميا يكون بينهم حبجر عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسأو بسوط فعقله عقل خطإ ومن قتل عمدا فقود يديه فمن حال بينه وبينه فعليه لعنة الله والمالئكة

٣٣)رواه أبوداود والنسائى وابن ماجة.(والناس أمجعني

Artinya: Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapayang membunuh dengan tidak diketahui apakah dengan lemparan batuatau tongkat, maka pembayaran dendanya adalah denda pembunuhantersalah, dan barangsiapa yang membunuh dengan sengaja makabalasannya sesuai dengan yang dikerjakannya. barangsiapamenghalangi (pelaksanaan hukum), maka atasnya laknat Allah,malaikat dan manusia. (HR. Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah).

Berdasarkan ayat dan hadis tersebut dapat dipahami bahwa setiap orangyang melakukan pembunuhan dengan sengaja, maka hukumannya dibunuh,sebagai balasan atas kejahatan yang dilakukannya, sekaligus sebagai peringatanbagi orang lain agar menjauhkan diri dari perbuatan yang sama. Hukuman qişaşini sebagai bukti bahwa Islam sangat melindungi jiwa, harta dan keselamatanmanusia, adanya hukuman ini akan membuat seseorang berfikir beberapa kalisebelum melakukan perbuatan pembunuhan atau penganiayaan. Jarimahqişaş diat merupakan hak perorangan yang didalamnya peranan pihakkorban sangat besar dalam penjatuhan hukuman tersebut, karena korbanlahyang paling menderita dan merasakan kerugiannya bukan negara seperti yangada dalam perundang-undangan nasional Indonesia.

Dalam kasus pebunuhan sengaja pelaku dapat terbebas dari hukumanpokok berupa qişaş jika mendapat pemaafan dari pihak keluarga atau ahliwaris korban dan sebagai gantinya pelaku harus membayar diat kepadapihak keluarga atau ahli waris korban. Sedang dalam kasus pembunuhantidak disengaja hukuman pokoknya adalah diat dan kafarat.34 Sungguh ini suatutatanan hukum yang sangat manusiawi dan rasional yang direform NabiMuhammad Saw dari peradaban jahiliyah yang sangat kuat aura kekuasaan saatitu.

Perlu diketahui kembali bahwa tradisi hukuman qișâș sebenarnya sudahada sejak zaman pra Islam (jahiliyah). Setiap tindakan kriminal yang menimpaseseorang pada waktu itu diabsahkan untuk dikenai tindak balas dendam terhadaporang yang melakukan kejahatan. Akan tetapi dalam implementasi hukuman qișâșini tidak sportif. Ketidaksportifan itu terlihat dari segi balas dendam yang kelewatbatas hingga menyentuh kerabat pelaku bahkan suku dari pelaku. Hal inimerupakan tindakan semena-mena dan melampaui batas, sehingga memicukonflik antar suku yang tidak pernah selesai. Dalam kondisi seperti ini tidak adasupremasi hukum. Yang ada adalah supremasi individu yang akhirnya akanmembawa nuansa negatif praktek qișâș yang bringas dan brutal.

_____________33CD Kutub al-Tis‘ah. HR. Ibnu Majah34 Abdurrahman al-Maliki, Nizam al-Uqubat, hlm. 159.

Page 11: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 127

Dalam kondisi tersebut, Islam lahir untuk mereformasi hukuman qișâș.Dalam Islam tidak ada lisensi untuk melibatkan orang yang sebenarnya tidakterlibat. Keluarga pelaku kejahatan tindak pembunuhan tidak dapat dikenaibalasan apalagi sukunya. Semua orang hanya bertanggung jawab atas apa yangdikerjakannya. Bahkan kehadiran Islam jauh lebih maju dengan bentuk yangkonkrit tentang batasan qișâș. Hal ini tercermin dalam surat al-Baqarah ayat 178-179 yang telah disebutkan.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa pernyataan hukuman qișâș itu kejamdan tidak sesuai dengan hak asasi manusia adalah sangat keliru. Karenapemaparan hukum qișâș lebih berkonotasi peringatan (warning) agar manusiatidak begitu mudahnya menumpahkan darah sesamanya Pemahaman terhadaplandasan normatif Islam pada surat al-Baqarah ayat 178-179 tidaklah secaratekstual melainkan kontekstual.35 Artinya, firman Allah ini bermakna adanyapenekanan pentingnya pemeliharaan kehidupan sehingga pembalasan merupakanhal yang diperlukan sebagai upaya mengatasinya.

Dalam hubungannya dengan hukuman qișâș dan diat maka pengertianhak manusia adalah bahwa hukuman tersebut bisa dihapuskan atau dimaafkanoleh korban atau keluarga. Adapun pertanggungjawaban pidana36 jarimah qișâșdan diat adalah apabila pelaku telah melakukan tindakan atau perbuatan melawanhukum (berbuat maksiat) yang telah ditentukan syara' sebagai tindakan pidanayang apabila dikerjakan maka diancam hukuman qișâș dan diat.

Dengan demikian keberadaan perbuatan maksiat atau perbuatan melawanhukum dalam syar’i mengharuskan adanya pertanggungjawaban. Melakukanmaksiat/ melawan hukum adalah meninggalkan perintah agama atau mengerjakansesuatu yang menjadi larangan dalam agama. Perbuatan yang dilarang mencakup_____________

35Yang dimaksud dengan pemahaman kontekstual adalah upaya memahami ayat al-Qur’an sesuai dengan konteks dan aspek syarah ayat itu, sehingga nampak gagasan atau maksudyang sesungguhnya dari setiap yang dikemukakan oleh al-Qur’an. Dengan kata lain al-Qur’anberbicara tentang sesuatu sesuai dengan kemauan al-Qur’an sendiri. Lihat Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadith, Cet. V, (Jakarta: Grafindo Persada, 1996), h. 147-147.

36Pertanggungjawaban pidana dalam Islam adalah pembebanan seseorang dengan akibatperbuatan atau tidak adanya perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimanaorang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari perbuatannya itu. Ahmad Hanafi, Asas-asas..,hal. 154; Lihat juga dalam Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana IslamFiqh Jinayah, (Jakarta: Sinar grafika, 2004), hlm. 74; D a n Topo Santoso, Menggagas HukumPidana Islam Penerapan Syariat Islam dalam Konteks Modernis, (Jakarta: Asy Syaamil Press &grafika, 2001), hlm. 166. Ini bermakna bahwa setiap orang bisa dibebani pertanggungjawabanpidana, bila pekerjaan itu dapat menimbulkan kerugian kepada pihak lain sepanjang memenuhiunsur yang telah disebutkan. Adanya pertanggungjawaban pidana dalam hukum Islam didasarioleh adanya unsur jarimah (tindakan melawan hukum). Apabila pertanggungjawaban itutergantung kepada adanya jarimah, maka dalam Islam jarimah (tindak pidana) terbagi atasbeberapa tingkat, maka pertanggungjawaban pidana dengan sendirinya pun bertingkat-tingkat.Perbuatan jarimah sebenarnya sangat banyak macam dan jumlahnya. Akan tetapi, secara garisbesar dapat ditinjau dari segi berat ringannya hukuman dan juga dari segi niatnya. Sehingga dapatdiartikan, pertanggungjawaban pidana juga dapat dilihat dari dua segi secara garis besarnya.Faktor yang menyebabkan adanya pertanggungjawaban pidana adalah perbuatan maksiat, yaitumengerjakan perbuatan yang dilarang oleh syara' atau meninggalkan (tidak mengerjakan)perbuatan yang diperintahkan oleh syara'. Suatu perbuatan dosa, perbuatan salah dan sejenisnyadapat berupa perbuatan maupun berupa meninggalkan perbuatan yang diperintahkanmelakukannya. Hal ini karena pelanggaran terhadap peraturan dapat berbentuk mengerjakan suatuperbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang berdasarkan hukum harus dikerjakan(bersifat pasif). Rahmat Hakim, Hukum Pidana ., hlm. 13.

Page 12: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …128

semua unsur-unsur fisik dari kejahatan, tanpa unsur- unsur ini tidak terjadikejahatan dan pertanggungjawaban pidana tidak ada karena pertanggungjawabanpidana mensyaratkan dilakukannya suatu perbuatan yang terlarang secaraUndang-undang.37

Perbuatan pidana dalam kasus pembunuhan dan pelukaan ataupenganiayaan, lazim disebut dalam fikih sebagai jarimah qișâș-diat. Jarimahqișâș-diat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qișâș dan diat. Baikqișâș maupun diat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara'yang uraian detailnya akan dijelaskan pada pembahasan ḥudūd dan qișâș/diat.Perbedaannya dengan hukum had adalah bahwa had merupakan hak Allah (hakmasyarakat), sedangkan qișâș dan diat dalam kasus pembunuhan danpenganiayaan terdapat perpaduan antara hak Allah dan juga ada hakmanusia (individu), bukan hak masyarakat (negara) secara luas.38

Dari sini dapat dilihat bahwa Islam sangat melindungi hak korban dankelanjutan hidup korban jika terjadi cacat tetap atau kelangsungan hidup paraahli waris korban jika korban dalam pembunuhan tidak disengaja merupakantulang punggung keluarga. Oleh karena itu jarimah diat memuat nilaipertanggungjawaban langsung pelaku kepada pihak korban atau ahli wariskorban karena dalam kasus tersebut berakibat kerugian langsung kerugianterhadap korban dalam dua sisi. Pertama korban merasa kehilangan orang yangdicintainya dan kedua kehilangan orang yang mencarikan nafkah hidupnya.Oleh karena itu Islam menetapkan diat untuk meringankan beban nafkahkeluarga dan meringankan kesedihan mereka.39 Diyat sendiri jika dilihat dariteorinya, ternyata lebih menaruh perhatian yang besar terhadap hak dankepentingan pihak korban kecelakaan. Nilai dan makna diyat ini berupa keharusanpelaku pidana memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi ahli waris korbandianggap sangat representatif bagi pengembangan hukum dan pembaharuanperundang-undangan nasional Indonesia.

Dengan kata lain, Islam memandang bahwa tanggung jawab mengenaikejahatan40 terhadap nyawa manusia baik disengaja ataupun tersalah tidak

_____________37 Topo Santoso, Menggagas Hukum., hlm. 166.38Abdoerraoef, Al-Qur`an dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 137 dan

seterusnya. Lihat juga Muhammad Salaim Al-`Awwa, Fi Ushul al-Nizham al-Jina`i al-Islam,(Kairo: Dar al-Ma`arif, 1979), hlm. 236.

39Makrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. (Jogjakarta: Logung Pustaka,

2004), hlm. 131.40Dalam Islam, kejahatan merupakan perbuatan tercela (al-qabîh), yaitu perbuatan apa

saja yang dicela oleh As-Syâri‘ (Allah), bukan berdasarkan ukuran akal dan hawa nafsu manusia.Syariat telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa (dzunûb) yang harus dikenai sanksi(‘uqûbât). Sanksi tersebut berfungsi sebagai jawâbir (penebus dosa bagi pelakunya) sekaliguszawajir (pencegah agar orang lain tidak melakukan kejahatan yang sama). Perbuatan-perbuatanyang dikenai sanksi adalah tindakan meninggalkan kewajiban (fardhu), mengerjakan keharaman,serta menentang perintah dan melanggar larangan yang pasti dan telah ditetapkan olehNegara/Khilafah. (Baca: Drs. Musdar Syahban, WASPADA Online, Adakah Yang Lebih BaikDari Hukum Islam?, 08 Jul 05). Makna kejahatan tersebut perlu dipertegas terlebih dahulu untukdapat disepakati bahwa kecelakaan lalu lintas dapat dikategorikan kejahatan, sebab secara teoritis,kesengajaan, kealpaan atau kekhilafan yang mengakibatkan kecelakaan dan kerugian di pihak laindapat dianggap sebagai pelanggaran/kejahatan yang dapat dituntut pelakunya secara yuridisformal.

Page 13: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 129

seluruhnya bersifat publik.41 Kejahatan ini merupakan perpaduan antarapertanggungjawaban privat dan publik, maka hak penuntutan dan penjatuhanhukuman juga tidak seluruhnya menjadi wewenang publik tetapi ada kewenanganpribadi korban yang dapat memaafkannya.42 Ini bermakna, Syari` menetapkanjenis hukuman yang dapat diberlakukan, sedangkan penentuan jenis hukum yangdikenakan menjadi kewenangan keluarga korban.

Secara filosofis, hal ini juga dimaksudkan sebagai upaya membatasi danmempersempit rasa dendam yang muncul antara para pihak, karena kejahatanpembunuhan atau pelukaan yang diakibatkan oleh suatu perbuatan itu milikkeluarga korban, bukan milik masyarakat seluruhnya (negara). Selain itu,perlindungan korban lewat konsep diat dianggap lebih menciptakan danmemberikan rasa keadilan yang lebih merata43 jika dibandingkan dengankompensasi atau ganti rugi berdasarkan peraturan perundang-undangan sepertiyang berlaku di Indonesia ini saat ini.

C. Pembaharuan Perundang-Undangan NasionalHukum pidana positif yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan

produk kolonialisme Belanda yang lahir puluhan tahun silam. Dalam aspektertentu seperti persolan kecelakaan lalu lintas sudah dilakukan beberapa kaliperubahan, tetapi semangat dan pengaruh sistem continental law masih sangattinggi. Misalnya berkaitan dengan penjatuhan pidana mati terhadap seorangpelaku pidana pembunuhan sebenarnya sudah sejak lama menjadi polemik dinegara Indonesia. Bahkan, ketika Indonesia secara tegas menolak resolusi PBByang tidak menyepakati adanya pidana mati, banyak muncul pendapat pro dankontra terhadap sikap Indonesia ini. Seorang ahli hukum Andi Hamzah dalamsalah satu bukunya mengatakan, bahwa “Pidana mati sangat dibutuhkan jikaterpidana yang telah bersalah memperlihatkan bahwa ia adalah seorang mahklukyang sangat berbahaya bagi masyarakat yang benar-benar harus dikeluarkan daripergaulan hidup”.44

Perdebatan panjang mengenai pemberlakuan pidana mati ini sebenarnyabertitik tolak pada permasalahan keadilan serta rasa kemanusiaan dan pencegahanterhadap kemungkinan timbulnya kejahatan lagi. Alasan para pakar yangmenentang penjatuhan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana pembunuhanadalah karena alasan kemanusiaan dan penjatuhan pidana mati tidak akan dapatmencegah kejahatan dan mengurangi angka kejahatan.45 Namun bagi pendapat_____________

41Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islamii wa Adillatuh, Jilid VI, Damaskus: Dar al-Fikr,1998), hlm. 2846.

42Abdoerraoef, Al-Quran dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 137.43Muslim Ibrahim, Diat Dalam Konsepsi Fiqh Islam, hlm. 25.44Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hlm. 135.45Di era 1980-an, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) memperjuangkan Hapus Hukuman

Mati (HATI). Melalui berbagai tulisan, pembelaan di pengadilan dan aksi turun ke jalan merekamengampanyekan penghapusan hukuman mati. HATI beralasan, hukuman mati terlalu final danbertentangan dengan tujuan pemidanaan untuk memperbaiki manusia. HATI melihat, hukumanmati tidak terbukti berhasil mengurangi kejahatan, sebab kejahatan disebabkan banyak faktor,termasuk tekanan ekonomi. Tetapi aksi HATI ditolak kelompok Pembela Hukuman Mati(PAHAMA), mereka terdiri dari pihak Kejaksaan Agung dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)yang ingin hukuman mati tetap dipertahankan sebagai senjata pamungkas mengatasi kejahatanberat. Todung Mulya Lubis, seorang pakar hukum pidana berpendapat bahwa apapun alasannyapembunuhan sangat dilarang, karena nyawa manusia tidak tergantikan. Todung Mulya Lubis

Page 14: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …130

yang pro adalah semata-mata karena rasa keadilan dan ketentraman yang ada didalam masyarakat.

Selain itu ada alasan lain yang membuat pidana mati sulit dilaksanakankarena pidana mati dipandang sangat kejam dan kaku. Padahal, dalam pasal 10KUHP nyata-nyata pidana mati sebagai salah satu bentuk pidana. Bahkan, dibeberapa yurisprudensi hukum pidana nasional, pidana mati secara nyatadijatuhkan pada beberapa kasus pembunuhan berencana misalnya. Ini semuasemakin memperkuat eksistensi pidana mati di Indonesia untuk dilaksanakan,penjatuhan pidana mati dikatakan kaku, menakutkan dan kejam dalam arti lainkarena pemberlakuan pidana mati ini tidak memiliki penawaran lain yang dapatmeringankan atau setidak-tidaknya melindungi hak-hak semua pihak termasuk didalamnya untuk didengar pendapatnya. Pihak-pihak tersebut adalah semua elemenpenegak, pelaku dan pencari keadilan, yaitu para penegak hukum (jaksa, hakim,polisi dan pembela), pelaku tindak pidana pembunuhan masyarakat umum dankorban pembunuhan (termasuk keluarga korban di dalamnya).

Selama ini penjatuhan pidana mati kurang menyentuh ke semua elemenkeadilan ini, padahal tujuan penjatuhan pidana mati adalah demi mewujudkankeadilan dan kepentingan umum masyarakat.46 Selama ini yang mendapatperlindungan atas hak-haknya adalah pelaku tindak pidana, penegak hukum danmasyarakat umum yang diwakili oleh negara. Sedangkan pihak korban dankeluarga yang semestinya berhubungan langsung dengan kasus tersebut tidakpernah didengar dan diperhatikan (dilindungi) hak-haknya.47 Hal semacam inilahyang membutuhkan penelaahan kembali betapa pentingnya mewujudkan keadilanbagi semua elemen yang terkait.

Dalam KUHP pasal 340, jelas-jelas dinyatakan bahwa pelakupembunuhan berencana misalnya dijatuhi pidana mati, atau dipenjara seumurhidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Namunimplementasinya tidak setiap kasus pembunuhan berencana pelakunya dipidanamati. Ini yang membuat rasa keadilan dalam masyarakat tersentuh, pelaksanaanpidana mati ini hanya pada kasus-kasus yang istimewa.

Di dalam hukum Islam, sebenarnya nilai-nilai perlindungan telah ada,baik pelaku tindak pidana, korban tindak pidana, para penegak hukum dan bahkanmasyarakat umum sekalipun telah dilindungi, terbukti dengan adanya pidanaqișâș-diat bagi pelaku pidana pembunuhan berencana maupun pelaku tindakpidana penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Nilai-nilaiyang terkandung dalam qișâș-diat tidak kaku, kejam dan menakutkan seperti padapidana mati dalam pandangan selama ini, malah sangat dihargai hak-hak asasi

(Editor), Langit Masih Mendung, (Jakarta: Sinar Harapan, 1980), hlm. 58. JE Sahetapy jugamenentang adanya hukuman mati di Indonesia, karena tidak mempunyai tempat di strukturpemidanaan pembebasan. JE Sahetapy, Pidana Mati dalam Negara Pancasila, (Bandung: CitraAditya Bakti, 2007), hlm. 277.

46Sebagaimana dikemukakan Bambang Poernomo dalam Hernawati R.A.S, PenetapanPidana Mati Dalam Sistem Pemidanaan, Tersedia di jurnal. fhunla. ac.id, diakses Senin, 4 Mei2015, hlm. 74.

47Dalam penyelesaian perkara pidana, seringkali hukum mengedepankan hak-haktersangka atau terdakwa, sementara hak-hak korban cenderung diabaikan. Arif Gosita, MasalahPerlindungan Anak, (Jakarta: CV Akademika Pressindo, 1998), hlm. 94.

Page 15: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 131

manusia. Konsep qișâș diat malah lebih fleksibel diterapkan dan tidak kakuseperti halnya pidana mati yang selama ini berlaku.

Dalam pidana qișâș-diat yang dijatuhkan hukuman pada pelaku tindakpidana pembunuhan dan pelaku tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkanmatinya seseorang terkandung unsur perlindungan hukum terhadap korban, pelakutindak pidana dan masyarakat. Pelaku tindak pidana akan dikenai pidana mati,tetapi hal ini disepakati terlebih dahulu oleh pihak keluarga korban, namunapabila pembunuh atau penganiaya dimaafkan oleh keluarga korban maka diaakan bebas dari pidana mati tetapi sebagai gantinya dia harus membayar diat(ganti rugi), yang diberikan pada pihak keluarga korban. Hal inilah mengapapenjatuhan pidana qișâș-diat yang ada dalam konsep hukum pidana Islamcenderung dikatakan lebih manusiawi dan lebih mencermikan keadilan.

Bila kita hendak menggunakan konsep qișâș-diat, yang berasal darihukum Islam untuk diimplementasikan ke dalam hukum pidana nasional yaitudalam pasal-pasal pembunuhan, termasuk dalam klausul tindak pidana kecelakaanlalu lintas maka tentu ini menjadi suatu potensi sekalipun tidak akan mudahpenerapannya karena akan terbentur oleh aspek-aspek penerapan hukum lainnya.Selain itu hukum nasional terbentuk oleh tiga unsur, yaitu hukum kolonial, hukumIslam dan hukum adat yang tentu diperjuangkan pula oleh pihak-pihak tertentudan harus diakomodir juga nilai-nilai yang dikandungnya.

Oleh karena itu tidak mudah merumuskan konsep hukum Islam tentangqișâș-diat ke dalam sistem hukum pidana nasional tersebut. Sehingga padapenulisan ini, terlebih dahulu dibahas tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yangterkandung di dalam konsep hukum Islam itu, yang disesuaikan dengan asas-asasdan prinsip yang terkandung di dalam sistem hukum pidana nasional. Sehinggaakan ditemukan suatu kemungkinan pengintegrasian konsep qișâș-diat ini kedalam sistem hukum pidana nasional yang baru serta akan didapatkan rumusanpengundangannya dalam kasus-kasus kejahatan tertentu.

Dalam melihat peranan hukum Islam dalam pembagunan hukumnasional, ada beberapa fenomena yang bisa dijumpai dalam praktek. Pertama,hukum Islam berperan dalam mengisi kekosongan hukum dalam hukum positif.Dalam hal ini hukum Islam diberlakukan oleh negara sebagai hukum positif bagiumat Islam. Kedua, hukum Islam berperan sebagai sumber nilai yang memberikankontribusi terhadap aturan hukum yang dibuat. Oleh karena aturan hukum tersebutbersifat umum, tidak memandang perbedaan agama, maka nilai-nilai hukum Islamdapat berlaku pula bagi seluruh warga negara.

Pada kategori yang pertama dapat dijumpai adanya peraturan perundang-undangan yang secara langsung ditujukan untuk mengatur pelaksanaan ajaranIslam bagi para pemeluknya. Di antara produk hukum yang dapat dimasukkandalam kategori ini adalah UU No. 1/1974 tentang Perkawinan beserta peraturanpelaksanaanya (PP No. 9/1975). UU No. 50/2009 tentang Peradilan Agama, PPNo. 28/1997 tentang Perwakafan Tanah Milik, dan Inpres No. 1/1991 tentangKomplikasi Hukum Islam. Jadi, berdasarkan kategori ini hukum Islam telahmengisi kekosongan hukum bagi umat Islam dalam bidang-bidang hukumkeluarga (ahwal al-syakhiyyah). Hukum waris (fara’id) meskipun hanya bersifatpilihan umum. Dengan adanya hukum positif yang menjamin dan mengaturnya,maka pelaksanaan hukum Islam tersebut akan lebih terjamin kekuatan hukumnya.

Page 16: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …132

Pada kategori kedua, hukum Islam sebagai sumber nilai bagi aturanhukum yang memuat, dilakukan dengan cara asas-asas (nilai-nilai) dari hukumtersebut ditarik dan kemudian dituangkan dalam hukum nasional. Dengandemikian, maka implementasi hukum Islam tidak hanya terbatas pada bidanghukum perdata, khususnya hukum keluarga, tetapi juga pada bidang-bidang lainseperti hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan hukumdagang. Dengan demikian, hukum Islam akan benar-benar dapat berperan sebagaisumber hukum nasional disamping Pancasila, tanpa menimbulkan anggapanbahwa hukum Islam adalah kuno. Model yang kedua ini sesungguhnya dapatdipraktekkan para penyusun Hukum Pidana Indonesia, dimana nilai-nilai hukum(syari’at) Islam tercermin di dalamnya.

Mengingat Indonesia bukan negara agama dan bukan negara sekuler,maka memperjuangkan hukum Islam dengan pendekatan yang terakhir ini lebihmemberikan harapan dari pada menggunakan pendekatan yang pertama. Dalamkonteks ini, agar hukum Islam dapat memainkan perannya yang maksimal, makadibutuhkan usaha yang serius untuk menggali dan mensosialisaikannya sebanyakmungkin nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Di antara cara untukmenggali nilai-nilai tersebut adalah dengan jalan memahami aspek filosofishukum Islam yang tercermin dari dalil-dalil kulli yang mendasari pemikirannya,tujuan hukum Islam (maqasid al-syari’ah) termasuk juga hikmaknya (hikmah al-tasyri’).

Dengan menempatkannya sebagai sumber nilai, hukum Islam berarti ikutmewarnai produk hukum nasional yang telah dan akan dibuat. Ikut mewarnai inibisa dalam bentuk memasok nilai-nilai sebagaimana yang terjadi pada fenomenakedua di atas, seperti yang terjadi dalam kasus kecelakaan lalu lintas hinggamenyebabkan korban jiwa. Kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkankematian korban misalnya merupakan kasus yang bisa dianalogikan ke dalamkonsep pembunuhan karena tersalah yang hukuman pokoknya adalah diat. Jauhsebelum hukuman positif berlaku di Indonesia hukuman tersebut sudah diterapkandi beberapa daerah yang menganut sistim syariah Islam sebagai hukumannya.

Analisa yang digunakan dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintashingga menyebabkan korban meninggal dunia atau terluka seharusnya lebihmempertimbangkan kepentingan dan peranan pihak korban. Mengingat pihakkorbanlah yang merasakan dampaknya secara langsung. Pertanggungjawabanhukum pelaku pidana seharusnya lebih menyentuh pada hak dan kepentinganpihak korban. Hukum positif yang masih mengadopsi hukum Belanda ternyatahanya menerapkan sanksi yang bertujuan sebagai pembalasan dan pencegahantindak pidana. Sedang teori hukum itu sendiri sudah berkembang lebih baikdengan memperhatikan kepentingan pelaku dan pihak korban yang lebihmenderita dalam kasus kecelakaan lalu lintas.

Bentuk sanksi pokok berupa penjara dan denda dalam kasus kecelakaanlalu lintas dirasakan kurang tepat, mengingat tidak adanya bentuk sanksi yangdirasakan langsung oleh pihak korban. Faktor victim (orang yang menderitajasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencaripemenuhan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentinganhak asasi yang menderita).48 di sini lebih berperan, UU No. 22 Tahun 2009_____________

48Bambang Waluyo, Victimologi Perlindungan Korban dan Sanksi, (Jakarta: SinarGrafika, 2011), hlm. 9.

Page 17: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 133

mengatur sanksi terhadap pelaku tindak pidana kelalaiaan tersebut yang dirasakanlangsung oleh pihak korban, namun masih jauh dari apa yang dimaksud dalamtujuan perlindungan hak dan kepentingan korban, karena sanksi tersebut hanyaberupa ganti kerugian terhadap kerusakan kendaraan, biaya pengobatan dan biayapemakaman. Dewasa ini perhatian yang nyata terhadap pihak korban adalahbagaimana pemerintah bisa menjamin kepentingan dan hak pihak korban sebagaiwujud dari keadilan hukum ketika menghadapi kasus tersebut.

Dengan mengaplikasikan nilai-nilai qișâș-diat dalam hukum positifIndonesia akan lebih memperjelas peranan pihak korban akan pemenuhan hakdan kepentingan pihak korban dalam penyelesaiaan kasus tersebut. Modelpengaplikasian nilai-nilai diat ke dalam hukum positif itu sendiri merupakancerminan upaya membangun pembaharuan hukum Indonesia yang menjunjungtinggi rasa keadilan rakyat terutama dalam bidang hukum pidana.

Dengan melakukan pendekatan tujuan pemidaanaan restoratif, makanilai-nilai diat yang dipahami sebagai bentuk ganti rugi langsung kepada korbandapat dilegitimasikan dalam aturan tentang kecelakaan lalu lintas yangmengakibatkan matinya seseorang, misalkan setiap orang yang mengemudi suatukendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalulintas dengan korban meninggal dunia, dipidana dengan membayar biaya gantirugi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak kepada ahli wariskorban/atau pidana penjara dan/atau denda.

Dalam hal penjatuhan sanksi tersebut, hakim diberikan opsi penjatuhansanksi yang lebih memperhatikan kepentingan dan hak pihak korban. Sepertidalam BUKU I RUU KHUP BAB III PEMIDANAAN, PIDANA, DANTINDAKAN, Paragraf 12 Pidana Tambahan, Pasal 99,ayat :

(1) Dalam putusan hakim dapat diterapkan kewajiban terpidana untukmelaksanakan pembayaran ganti rugi kerugian kepada korban atau ahliwarisnya.

(2) Jika kewajiban pembayaran ganti kerugian sebagaimana dimaksudpada ayat (1) tidak dilaksanakan, maka berlaku ketentuan pidanapenjara pengganti untuk pidana denda.49

Penerapan sanksi ganti rugi seharusnya bukan dalam jenis pidanatambahan melainkan pidanan pokok, sehingga selain melindungi kepentingan danhak pihak korban, bentuk iidana ini juga melindungi kepentingan pelaku tindakpidana sendiri, mengingat derita yang akan dihadapi karena rasa bersalah secarapsikologis dan merasa berdosa karena telah membunuh seseorang tanpapertanggungjawaban langsung terhadap pihak korban. Sanksi pidana tersebutdapat dijatuhkan bersamaan dengan pidana penjara atau denda atau dengan pidanatambahan lain berdasarkan pertimbangan hakim.

Dengan melakukan peraturan delik aduan dalam KUHP tentangkecelakaan lalu lintas akan membuka peluang antara pelaku dan pihak korbantindak pidana melakukan mediasi untuk menyelesaikan kasusnya. Apabila dalampenyelesaiaan terdapat kesepakatan maka pihak korban tindak pidana akanmencabut pengaduan yang telah disampaikan kepada pihak kepolisian dan perkaratindak pidana tersebut akan dihentikan.50 Pengaturan delik tersebut merupakanupaya mengaplikasikan nilai-nilai qișâș-diat dalam upaya memberikan_____________

49RUU KUHP Tahun 2014.50Trisno Raharjo, Mediasi ..., hlm. 105.

Page 18: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …134

perlindungan hak dan kepentingan korban dalam penyelesaian kasus kecelakaanlalu lintas. Meskipun memiliki ancaman sanksi yang berbeda dengan diat, namunpenerapan nilai-nilai sanksi diat di atas telah mencakup semua target dari tujuanpemidanaan yang menurut Abu Zahrah yaitu: untuk mendidik individu,menciptakan keadilan dan kemaslahatan di tengah-tengah masyarakat.51

Disamping itu hikmah dari penerapan nilai-nilai sanksi diat juga dapat dirasakanlangsung oleh kedua pihak yaitu dengan terciptanya kedamaian diantara keduapihak.

Secara umum dapat dilihat bahwa semakin tinggi peradaban manusiasemakin besar godaan yang dihadapi. Hal ini juga terjadi dalam bidang pidana,tindak kejahatan semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Halini memancing wacana perlunya penerapan hukuman mati yang telah dihapuskan.Dengan adanya hukuman mati, maka pelaku kejahatan dapat menerimabalasannya. Pemakaian kembali hukuman mati yang telah dihapuskanmenunjukkan bahwa masyarakat tidak akan tenang selama hukuman mati tidakberlaku di dalam hukum pidananya.52 Ada kekhawatiran pembunuh akan semakinmerajalela jika dibiyarkan hidup terus tanpa adanya hukuman yang berat. Harusdiakui bahwa secara filosofis tujuan hukum pidana yaitu sebagai hukuman bagipelaku kejahatan dan sebagai usaha preventif agar orang lain tidak melakukantindakan yang sama.

D. KesimpulanDari uraian tersebut, maka yang menjadi kesimpulan dari tulisan ini adalah

sebagai berikut:1. Kecelakaan lalu lintas dalam perspektif Islam juga dipandang sebagai

suatu kejahatan yang harus dipertanggungjawabkan oleh si pelaku baikdari sisi pidana maupun perdata. Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkankorban terbunuh misalnya dianggap pembunuhan tersalah dalam fikih,maka konsep qisas/diat yang ada dalam fikih jinayat dapat diadopsi nilai-nilainya dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Hukuman utama dalampembunuhan tersalah adalah membayar kompensasi (diat) yang diberikanlangsung kepada pihak korban atau walinya, karena merekalah sebagaipihak yang merasakan penderitaan langsung akibat kecelakaan lalu lintas.Sementara dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa pidanapenjara dan denda sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku terhadapnegara, bukan kepada korban.

2. Teori pemidanaan akhir-akhir ini semakin menuju pada pemulihan danperlindungan hak korban (ahli waris), maka nilai-nilai qisas/diat yang adadalam Islam yang lebih mengena pada kepentingan pihak korban harusdiadopsi sedemikiaan rupa untuk bahan pembaharuan perundang-undangan nasional

3. Diat lebih mengena pada kepentingan pihak korban Diyat sendiri jikadilihat dari substansinya, ternyata menaruh perhatian besar terhadap hakdan kepentingan pihak korban kecelakaan. Nilai-nilai dan makna diyat ini

_____________51Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1985), hlm. 365.52Ahmad Hanafi, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm.

305.

Page 19: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 135

berupa keharusan pelaku pidana memberikan jaminan kehidupan yanglayak bagi ahli waris korban. Ini dianggap sangat representatif bagipengembangan hukum dan pembaharuan perundang-undangan nasionalIndonesia.

Page 20: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

Khairizzaman: Integrasi Konsep QiṢās/Diyat …136

DAFTAR PUSTAKA

`Atiyyah Mustafa Musyarrafah, Al-Qada fi al-Islam, T. Tp: Syirkah al-Syarq al-Awsat, 1966.

‘Abd al-Ghaffar Ibrahim Salih, Al-Qișâș fi al-Nafs fi al-Syari‘ah al-Islamiyah,t.tp.: Maktabah al-Nahdah al-Misriyah, 1989.

‘Abd al-Qadir ‘Awdah, al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami Muqaranah bi al-Qanun al-Wad‘i Jilid I, Beirut: Dar al-Kitab al-`Araby, 1992.

A. Djazuli, Fiqih Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

Abdoerraoef, Al-Qur`an dan Ilmu Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, 1970

Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, Dâr al-Ummah, 1990.

Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadith, Cet. V, Jakarta: Grafindo Persada, 1996.

Ahmad Hanafi, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, Jakarta: BulanBintang, 1982

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah,Jakarta: Sinar grafika, 2004.

Al-Āmidī, Al-Ihkām fī Usūl al-Ahkām, jld 4 Beirūt, Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt.

Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad, Isu-Isu Penting Hukum IslamKontemporer di Indonesia, cet. I. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.

Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: CV Akademika Pressindo,1998

Bambang Poernomo dalam Hernawati R.A.S, Penetapan Pidana Mati DalamSistem Pemidanaan, Tersedia di jurnal. fhunla. ac.id, diakses Senin, 4Mei 2015

Bambang Waluyo, Victimologi Perlindungan Korban dan Sanksi, Jakarta: SinarGrafika, 2011

Jalaluddin al-Mahalli, Qalyubi wa Umairah, Juz IV, Semarang: Toha Putra,2006.

JE Sahetapy, Pidana Mati dalam Negara Pancasila, Bandung: Citra AdityaBakti, 2007.

Page 21: INTEGRASI KONSEP QIṢĀS/DIYAT DALAM PENYELESAIAN …jurnaleksperimental.com/wp-content/uploads/2018/10/Khairizzaman... · In the perspective of Islam, an accident causing death,

TAHQIQA, Vol.10, No. 2, Juli 2016 137

Jimly Ash-Shiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Bandung:Angkasa, 1996.

Makrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. Jogjakarta: LogungPustaka, 2004.

Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr, 1985.

Muhammad Salim Al-`Awwa, Fi Ushul al-Nizham al-Jina`i al-Islam, Kairo: Daral-Ma`arif, 1979.

Mustafa Ahmad al-Zarqa, Al-Madkhal al-Fiqh al-Ami, Juz. II, Cet. X, Damaskus:Dar al-Fikr, 1968.

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid III, Beirut: Dar al-Fikr, 1977.

Syeikh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam, terj. Abdurrahim C.N,Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Taqiyuddin Abi Bakar, Kifayah al Akhyar fi Halli ghayah al-Ikhtisar, Jil. I,Bandung: Syarikat Ma’arif, tt.

Taufik Abdullah Ed , Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT Ichtiar BaruVan Hoeve, 2008.

Todung Mulya Lubis Editor , Langit Masih Mendung, Jakarta: Sinar Harapan,1980.

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam Penerapan Syariat Islamdalam Konteks Modernis, Jakarta: Asy Syaamil Press & grafika, 2001 .

Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islamii wa Adillatuh, Jilid VI, Damaskus: Dar al-Fikr,1998.

Wolfgang S. Homburger; James H. Kell, Fundamentals of Traffic Engin