inflamasi usu 2013

18
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Pepaya (Carica papaya L) Carica papaya L adalah tanaman yang berasal dari Amerika. Pusat penyebaran tanaman pepaya diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Di Indonesia, tanaman pepaya umumnya tumbuh menyebar dari daratan rendah sampai daratan tinggi, yaitu sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut (Kalie, 2008). Hampir di setiap daerah, pepaya memiliki nama yang berbeda diantaranya: petek (Aceh), mbertik (Karo), tela (Batak), panancane (Minangkabau), betik (Palembang), punti kayu (Lampung), gedang (Jawa Barat dan Bali), kates (Jawa tengah, Jawa Timur, Madura), tapaya (Ternate), kuat (Timor), asawa (Irian Jaya) (Suprapti, 2005). 2.1.1. Morfologi Pepaya (Carica papaya L) Pepaya merupakan tanaman berbatang tegak dan basah. Semua bagian tanaman pepaya bergetah putih yang mengandung papain. Pada ruas batang terdapat mata yang mampu tumbuh menjadi tunas cabang baru. a. Daun dan batang pepaya Daun pepaya bercangap (berlekuk) menjari dengan tangkai daun yang panjang dan berlubang. Bentuk daun menyerupai telapak tangan manusia (Agromedia, 2008). Batangnya berongga karena intinya berupa sel gabus. Berbatang lunak berair. Bekas kedudukan tangkai daun meninggalkan tanda seperti ruas. b. Bunga Universitas Sumatera Utara

Upload: hizki-ervando

Post on 09-Jul-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ggjggh

TRANSCRIPT

Page 1: Inflamasi usu 2013

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pepaya (Carica papaya L)

Carica papaya L adalah tanaman yang berasal dari Amerika. Pusat

penyebaran tanaman pepaya diduga berada di daerah Meksiko bagian selatan dan

Nikaragua. Di Indonesia, tanaman pepaya umumnya tumbuh menyebar dari

daratan rendah sampai daratan tinggi, yaitu sampai ketinggian 1000 m di atas

permukaan laut (Kalie, 2008). Hampir di setiap daerah, pepaya memiliki nama

yang berbeda diantaranya: petek (Aceh), mbertik (Karo), tela (Batak), panancane

(Minangkabau), betik (Palembang), punti kayu (Lampung), gedang (Jawa Barat

dan Bali), kates (Jawa tengah, Jawa Timur, Madura), tapaya (Ternate), kuat

(Timor), asawa (Irian Jaya) (Suprapti, 2005).

2.1.1. Morfologi Pepaya (Carica papaya L)

Pepaya merupakan tanaman berbatang tegak dan basah. Semua bagian tanaman

pepaya bergetah putih yang mengandung papain. Pada ruas batang terdapat mata

yang mampu tumbuh menjadi tunas cabang baru.

a. Daun dan batang pepaya

Daun pepaya bercangap (berlekuk) menjari dengan tangkai daun yang panjang

dan berlubang. Bentuk daun menyerupai telapak tangan manusia (Agromedia,

2008). Batangnya berongga karena intinya berupa sel gabus. Berbatang lunak

berair. Bekas kedudukan tangkai daun meninggalkan tanda seperti ruas.

b. Bunga

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Inflamasi usu 2013

8

Bunga pepaya keluar dari ketiak daun, tunggal atau dalam rangkain. Bunganya

ada yang berkelamin tunggal (betina/putik atau jantan/benang sari) dan

berkelamin sempurna (hermaprodit) yang mempunyai putik dan benangsari yang

fertil. Dengan demikian ada pohon betina, pohon jantan, dan pohon sempurna

sesuai dengan bunga yang dimilikinya. Pepaya tergolong penyerbuk silang dengan

perantara angin. Bunga berwarna putih dan berbentuk terompet kecil. Mahkota

bunga berwarna kekuningan.

c. Buah

Buah pepaya bergetah. Getahnya semakin hilang pada saat mendekati tua

(matang). Buah yang masak berwarna kuning kemerahan. Buah pepaya berbiji

banyak dalam rongga buah yang lebar. Biji-biji tersebut ada yang berwarna hitam

(fertil) dan ada yang berwarna putih (abortus, tidak tumbuh). Rongga dalam buah

berbentuk bintang jika penampang buahnya dipotong melintang.

d. Akar

Pepaya mempunyai akar tunggang dan akar samping yang lunak dan agak

dangkal. Akar pepaya tumbuh panjang, cenderung mendatar. Jumlahnya tidak

banyak dan lemah (Sunarjono, 2008).

2.1.2 . Taksonomi Tanaman Pepaya (Carica papaya L)

Carica papaya Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Inflamasi usu 2013

9

Ordo : Caricales

Familia : Caricaceae

Genus : Carica

Species : Carica papaya L

2.1.3. Sifat dan Khasiat Pepaya (Carica papaya L)

Buah pepaya rasanya manis dan bersifat netral. Buah pepaya berkhasiat

sebagai pengobatan konstipasi, diare kronis, demam, luka serta alergi. Buah

matang dapat memacu enzim pencernaan, peluruh empedu, penguat lambung dan

antiscorbut. Buah mengkal sebagai pencahar ringan, peluruh kencing,

memperlancar ASI. (Adi, 2006).

Akar tumbuhan pepaya berguna sebagai peluruh kencing (diuretik), obat

cacing, penguat lambung, serta perangsang kulit. Biji pepaya dapat dipakai untuk

obat cacing dan peluruh haid.

Daun pepaya dapat menambah nafsu makan, meluruhkan haid,

menghilangkan rasa sakit, memudahkan pengeluaran feses (mencegah konstipasi),

anti ambein. Daun pepaya berkhasiat pula sebagai antidiabetes, mencegah anemia,

dan antikanker. Daun pepaya yang masih muda dan agak tua kaya kalsium, sangat

baik untuk pengobatan rematik (encok dan penyakit tulang lainnya). Karpein pada

pepaya merupakan sejenis alkaloid yang dapat mengurangi gangguan jantung, anti

amuba, sebagai peluruh kencing. Getah pepaya (dari buah, daun, maupun batang)

mengandung papain yang bersifat proteolitik (merombak protein) (Adi, 2007;

Sunarjono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Inflamasi usu 2013

10

2.1.4. Kandungan Senyawa Kimia Daun Pepaya (Carica papaya L)

Sejumlah mineral yang terkandung di dalam pepaya diantaranya kalium,

magnesium, dan antioksidan seperti karoten, vitamin C dan flavonoid, enzim

renin, alkalin pepaya, dan karpein serta enzim papain (Adi, 2006).

Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok fenol terbesar yang ditemukan

di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta

kuning yang ditemukan pada tumbuh-tumbuhan (Lenny, 2006).

Flavonoid termasuk metabolit sekunder tumbuhan yang merupakan golongan

terbesar senyawa fenol alam. Kebanyakan tumbuhan obat mengandung flavonoid

yang telah banyak diketahui menunjukkan beberapa jenis bioaktivitas, di

antaranya adalah anti alergi, antiinflamasi, anti mikroba, anti kanker, anti virus,

anti mutagen, anti trombosis, serta sebagai vasodilator. Selain itu, flavonoid juga

merupakan antioksidan yang memberikan perlindungan terhadap agen oksidatif

dan radikal bebas (Patil et al., 2004).

Senyawa polifenol dan flavonoid dilaporkan mampu menghambat enzim

siklooksigenase serta telah terbukti memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas

(Ebadi, 2001).

Sebagai antiinflamasi, banyak flavonoid menunjukkan penghambatan

terhadap siklooksigenase dan lipoksigenase yang sepertinya berhubungan dengan

aktivitas antioksidan dari flavonoid dan dapat menimbulkan pengaruh lebih luas

karena pembentukan asam arakidonat dan metabolit proinflamasi (prostaglandin,

leukotrien, dan tromboksan) ikut terhambat pula (Miller, 2001).

Menurut Simon and Kerry (2000), senyawa flavonoid, steroid dan tanin

dalam bentuk bebas dan kompleks tanin-protein berkhasiat sebagai anti inflamasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Inflamasi usu 2013

11

Kandungan kimia pepaya meliputi:

a. Daun: enzim papain, alkaloid, pseudo-carpaina, glikosid, karposid dan saponin,

sakarosa, dekstrosa, dan levulosa.

b. Buah: beta karoten, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain, papayotimin

papain, fitokinase.

c. Biji: glucoside cacirin dan karpein.

d. Getah: papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase

(Dalimartha, 2008).

2.2. Inflamasi

Inflamasi didefenisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau

cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun didapat.

Inflamasi merupakan respons fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti

infeksi dan cedera jaringan.Inflamasi dapat berupa inflamasi lokal, sistemik, akut

dan kronis yang menimbulkan kelainan patologis (Baratawidjaja, 2010).

Petanda respons inflamasi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu tanda

makroseluler, mikroseluler dan biomolekuler. Tanda makroseluler berupa

kemerahan (rubor), bengkak (tumor), panas (calor) dan sakit (dolor) dan

kehilangan fungsi alat yang terkena (functio laesa). Sesudah beberapa menit

terjadinya cedera jaringan, ditemukan vasodilatasi yang menghasilkan

peningkatan volume darah di tempat.Volume darah yang meningkat di jaringan

dapat menimbulkan perdarahan.Dalam beberapa jam sel leukosit menempel pada

sel endotel di daerah inflamasi dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke

rongga jaringan yang disebut ekstravasasi. Tanda biomelekuler dari terjadinya

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Inflamasi usu 2013

12

suatu inflamasi berupa peningkatan berbagai factor plasma seperti

immunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi kontak-koagulasi-fibrinolitik,

interleukin, tumor necrosis factor, dan berbagai molekul lainnya.

Inflamasi akut pada umumnya berlangsung dengan awitan yang cepat dan

berlangsung sebentar. Inflamasi akut disertai dengan reaksi sistemik yang disebut

dengan respon fase akut. Pada respon fase akut terjadi perubahan cepat dalam

kadar beberapa protein dalam darah. Inflamasi akut merupakan respon khas

imunitas nonspesifik.

Sel-sel sistem imun nonspesifik seperti neutrophil, sel mast, basophil,

eosinophil dan makrfage jaringan berperan dalam inflamasi.Sel-sel tersebut

diproduksi dan disimpan sementara sebagai persediaan, masa hidup tidak lama

dan jumlah yang diperlukan pada daerah inflamasi dipertahankan oleh influks sel-

sel baru.

Neutrofil merupakan sel utama pada inflamasi akut, bermigrasi ke

jaringan dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama. Untuk memenuhi hal tersebut

diperlukan peningkatan produksi neutrofil dalam sumsum tulang.Orang dewasa

normal memproduksi lebih dari 1010

neutrofil perhari tetapi pada inflamasi dapat

meningkat sampai 10 kali lipat. Pada inflamasi akut, neutrofil dalam sirkulasi

dapat meningkat dengan segera dari 5000 µl sampai 30000 µl. Peningkatan

tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari sumsum

tulang dan persediaan marginal intravaskular.

Pada penelitian ini karena keterbatasan dana yang ada, maka hanya akan

meneliti dari sisi mikroseluler saja, yaitu berupa jumah leukosit dan hitung jenis

leukosit.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Inflamasi usu 2013

13

Mekanisme terjadinya inflamasi

Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap

suatu rangsang atau cedera. Proses terjadinya inflamasi dapat dibagi dalam dua

fase:

a. Perubahan vaskular

Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang

mendasar untuk reaksi inflamasi akut.Perubahan ini meliputi perubahan aliran

darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi

dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang

disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi

merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh

darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya

sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel

darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan

benda-benda asing.

b. Pembentukan cairan inflamasi

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel

darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah

yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan

terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit

Cara kerja AINS sebagian besar berdasarkan hambatan sintesis

prostaglandin, dimana kedua jenis cyclooxygenase diblokir. AINS yang ideal

diharapkan hanya menghambat COX II (peradangan) dan tidak COX I

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Inflamasi usu 2013

14

(perlindungan mukosa lambung), juga menghambat lipooxygenase (pembentukan

leukotrien).

Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya

permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala umum

proses inflamasi yang sudah dikenal yaitu, kolor, rubor,tumor, dolor, dan function

laesa. Selama proses inflamasi terjadi banyak mediator kimia yang dilepaskan

secara lokal antara lain histamine, 5-hidroksitriptamin (5-HT), faktor kemotatik,

bradikinin, leukotrien, dan PG (Baratawidjaja, 2010).

Gambar 2.1. Skema proses terjadinya inflamasi akut

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Inflamasi usu 2013

15

Gambar 2.2. Skema terjadinya inflamasi (Biocarta, 2013)

Mediator inflamasi

Gejala inflamasi akut ditandai dengan penglepasan berbagai macam

mediator sel mast setempat (histamin dan bradikinin). Kejadian ini disertai

aktivasi komplemen dan sistem koagulasi. Sel endotel dan sel-sel inflamasi

masing-masing melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti panas,

neutrofilia dan protein fase akut..

Inflamasi akut berhubungan dengan produksi sitokin proinflamasi seperti

IL-1, IL-6, dan IL-8. Sitokinin merangsang hati untuk membentuk sejumlah

protein yang disebut protein fase akut yang terdiri atas a1-antitripsin, komplemen

(C3 dan C4), CRP, fibrinogen, dan haptoglobin.

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator dari jaringan yang rusak dan

migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe peradangan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Inflamasi usu 2013

16

(inflamasi) diantaranya adalah histamin, bradikinin, prostaglandin dan interleukin.

Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dari sekian banyaknya

mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas kapiler. Bradikinin dan kalidin bereaksi lokal

menimbulkan rasa sakit, vasidilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler dan

berperan meningkatkan potensi prostaglandin.

Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator

inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya

terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian besar berada

dalam bentuk fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan

oleh suatu rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2

diaktivasi untuk mengubah fosfolipida tersebut menjadi asam arakhidonat.

Sebagai penyebab inflamasi, prostaglandin (PG) bekerja lemah, berpotensi

kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan

secara lokal seperti histamin, serotinin, atau leukotrien. Prostaglandin mampu

menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dalam beberapa menit dan terlibat pada

terjadinya nyeri, inflamasi dan demam.

2.3. Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah

putih. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit;

monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis:

leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (eosinofil) yang dapat

dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Inflamasi usu 2013

17

Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit

tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). (Guyton, 2006)

Leukosit dan turunannya berperan sebagai (1) menahan invasi oleh

patogen (mikroorganisme penyebab penyakit, misalnya bakteri dan virus) melalui

proses fagositosis; (2) mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel kanker yang

muncul di dalam tubuh; dan (3) berfungsi sebagai ”petugas pembersih” yang

membersihkan ”sampah” tubuh dengan memfagosit debris yang berasal dari sel

yang mati atau cedera. Yang terakhir penting dalam penyembuhan luka dan

perbaikan jaringan . Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama

menggunakan strategi ”cari dan serang” yaitu sel-sel tersebut pergi ke tempat

invasi atau jaringan yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah putih terdapat di

dalam darah adalah agar mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan atau

penyimpanannya ke manapun mereka diperlukan. (Sherwood, 2007)

Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah. Nilai

absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulasi selama beberapa menit atau

beberapa jam. Dampak yang paling jelas terlihat bila kelenjar adrenal dirangsang,

baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap kebutuhan fisiologis.

2.4. Hitung Jenis Leukosit

Leukosit tidak memiliki hemoglobin (berbeda dengan eritrosit), sehingga

tidak berwarna (putih) kecuali jika diwarnai secara khusus agar dapat terlihat di

bawah mikroskop. Tidak seperti eritrosit, yang strukturnya uniform, berfungsi

identik, dan jumlahnya konstan, tetapi leukosit bervariasi dalam struktur, fungsi

dan jumlah. Terdapat lima jenis leukosit yang bersirkulasi yaitu neutrofil,

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Inflamasi usu 2013

18

eosinofil, basofil, monosit dan limfosit dan masing-masing dengan struktur serta

fungsi yang khas. Mereka semua berukuran sedikit lebih besar daripada eritrosit.

Kelima jenis leukosit tersebut dibagi ke dalam dua kategori utama,

bergantung pada gambaran nukleus dan ada tidaknya granula di sitoplasma

sewaktu dilihat di bawah mikroskop. Neutrofil, eosinofil, dan basofil

dikategorikan sebagai granulosit (sel yang banyak mengandung granula) atau

polimorfonukleus (banyak bentuk nukleus). Nukleus sel-sel ini tersegmentasi

menjadi beberapa lobus dengan beragam bentuk, dan sitoplasma mereka

mengandung banyak granula terbungkus membran.

Sel leukosit utama yang terlibat dalam mekanisme inflamasi iakut adalah

neutrofil. Neutrofil kadang disebut “Soldier of the Body” karena merupakan sel

pertama yang dikerahkan ke tempat inflamasi. Eutrofil merupakan sebagian besar

dari leukosit dalam sirkulasi darah. Neutrofil biasanya hanya berada dalam

sirkulasi kurang 7-10 jam sebelum bermigraai ke jaringan. Butir-butir azurofilik

primer (lisosom) mengandung hidrolase asam, mieloperoksidase, dan

neuromidase (lisozim), sedang butir-butir sekunder atau spesifik

mengandunglaktoferin dan lisozim. Neutrofil mempuyai reseptor untuk Ig G dan

komplemen. Neutrofil yang bermigrasi pertama dari sirkulasi ke jaringan

terrinfeksi dengan cepat dilengkapi denga berbagai reseptor seperti TLR2 (Toll

like receptor), TLR4.

Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-

masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel

maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit total (sel/ μl). Hitung jenis

leukosit berbeda tergantung umur. Pada anak limfosit lebih banyak dari netrofil

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Inflamasi usu 2013

19

segmen, sedang pada orang dewasa kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga

bervariasi dari satu sediaan apus ke sediaan lain, dari satu lapangan ke lapangan

lain. Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai 15%. Bila pada hitung jenis

leukosit, didapatkan eritrosit berinti lebih dari 10 per 100 leukosit, maka jumlah

leukosit / μl perlu dikoreksi.

2.5 Obat-obat Anti-Inflamasi

Obat-obat inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan

atau merangsang peradangan. Obat anti-inflamasi terbagi menjadi 2 macam, yaitu:

Steroida dan NSAID

Obat Anti- Inflamasi golongan Steroida

Glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali

dipublikasikan, dianggap jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan.

Sayangnya, toksisitas yang berat sehubungan dengan terapi kortikosteroid kronis

mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol pembengkakan akut penyakit

sendi (Katzung, 2009).

Glukokortikoid mempunyai efek mengurangi peradangan yang disebabkan

karena efeknya terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta

penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal

glukokortikoid bekerja singkat dengan konsentrasi neutrofil meningkat yang

menyebabkan pengurangan jumlah sel pada daerah peradangan (Katzung, 2009).

Efek glukokortikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk

merangsang biosintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja

enzimatik fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Inflamasi usu 2013

20

asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG), leukotrin (LT),

prostasiklin dan tromboksan. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase

dan lipooksigenase, sedangkan NSAID (Non-Steroid Antiinflammatory Drugs)

hanya memblok jalur siklooksigenase (Katzung, 2009).

Efek glukokortikoid pada arthritis rheumatoid bersifat segera. Contoh

senyawa yang termasuk golongan ini adalah hidrokortison, prednisolon,

betametason, triamsinolon dan sebagainya (Katzung, 2009).

Obat Anti-Inflamasi golongan Non Steroid

Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur

kimianya, perbedaan kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat

farmakokinetiknya. Obat ini efektif untuk peradangan akibat trauma (pukulan,

benturan, kecelakaan) juga setelah pembedahan, atau pada memar akibat olah

raga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini

mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tjay, 2002). Obat-obat anti-inflamasi

non steroid (AINS) terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim

siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase (Mycek, 2001).

Obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu kelompok

obat yang secara kimia tidak sama, berbeda aktivitas antipiretik, analgesik dan

antiinflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim

siklooksigenase. Aspirin adalah prototipe dari kelompok ini yang paling umum

digunakan (Mycek, 2001).

Aktivitas antiinflamasi obat AINS mempunyai mekanisme kerja yang sama

dengan aspirin terutama bekerja melalui penghambatan biosintesis prostaglandin.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Inflamasi usu 2013

21

Tidak seperti aspirin, obat-obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang

reversibel. Selektivitas terhadap COX I dan COX II, bervariasi dan tak lengkap.

Misalnya aspirin, indometasin, piroksikam dan sulindak dianggap lebih efektif

menghambat COX I, metabolit aktif nabumeton sedikit lebih selektif terhadap

COX II. Dari obat AINS yang tersedia, indomethacin dan diklofenak dapat

mengurangi sintesis baik prostaglandin maupun leukotrin (Katzung, 2009). Obat-

obat antiinflamasi non steroid adalah ibuproven, indomethacin, ketorolak,

naporekson dan sebagainya.

Indomethacin

Indomethacin merupakan derivat indol asam asetat. Obat ini sudah dikenal

sejak 1963 untuk pengobatan arthritis remathoid dan sejenisnya. Indomethacin

memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik yang kira-kira sebanding

dengan aspirin. Telah terbukti bahwa indomethacin memiliki efek analgesik

perifer maupun sentral. In vitro indomethacin menghambat enzim

siklooksigenase.

Obat ini merupakan penghambat sintesis prostaglandin terkuat dan diabsorpsi

dengan baik setelah pemberian oral dan sebagian besar terikat dengan protein

plasma (Katzung, 2009).

Indomethacin dipilih sebagai kontrol positif sebagai obat antiinflamasi

untuk dibandingkan efeknya terhadap ekstrak metanol dan n-heksan dari daun

pepaya. Hal ini disebabkan karena indomethacin telah mempunyai profil

farmakologi yang lengkap, dan telah sering digunakan sebagai standar dalam

penelitian-penelitian untuk menguji efek antiinflamasi suatu zat.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Inflamasi usu 2013

22

Gambar 2.3. Struktur Molekul Indomethacin

Absorbsi dari usus baik dan cepat, secara rektal sangat tergantung dari basis

suppositoria yang digunakan.Kira-kira 92-99% Indomethacin terikat protein

plasma. Waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam. Ekskresi berlangsung separuh

sebagai glukoronida dengan kemih, separuh dengan tinja.

Efek-efek samping indomethacin tergantung dosis, antara lain gangguan

lambung dan usus, perdarahan akut (juga pada perdarahan rektal), dan efek

ulcerogen, begitu pula efek-efek terhadap susunan saraf pusat dengan nyeri

kepala, pusing, tremor, dan depresi.

2.6. Karagenan

Karagenan merupakan sulfat polisakarida bermolekul besar sebagai induktor

inflamasi yang bekerja dengan cara Lipopolysaccharide (LPS)-induced

Macrophage Activation.

Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya inflamasi antara

lain: mustard oil 5%, dextran 1%, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin

sulfat, lamda karagenan 1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak

kaki tikus.

Pemilihan karagenan sebagai penginduksi radang dipilih karena memiliki

beberapa keuntungan yaitu: tidak meninggalkan bekas, dapat digunakan dalam

pengujian antiinflamasi pada keadaaan akut, tidak menimbulkan kerusakan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Inflamasi usu 2013

23

jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi

dibanding senyawa iritan lainnya.

Karagenan memiliki beberapa tipe, yaitu lambda (λ) karagenan, iota (i) karagenan

dan kappa (k) karagenan. Lambda (λ) karagenin dibandingkan dengan jenis

karagenin yang lain, menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang baik

dan tidak keras .

Winter,1983 pertama sekali memakai karagenan sebagai zat penginduksi

radang untuk pengujian antiinflamasi, dimana karagenan bekerja menurut prinsip

‘log dose-response’, sehingga dapat dilakukan uji antiinflamasi dengan

menggunakan sedikit sampel dan dalam waktu beberapa jam saja.

Urutan peristiwa pada inflamasi akibat karagenan pada kaki (cakar) tikus

adalah sebagai berikut: karagenan yang merupakan suatu lipopolisakarida akan

menyebabkan teraktivasinya makrofag, selanjutnya mediator yang pertama-tama

dilepaskan yaitu yaitu histamin dan serotonin, diikuti oleh fase kedua, yaitu

pelepasan kinin yang mempertahankan peningkatan kepermeabelan pembuluh

darah. Hal kemidian diikuti oleh fase ketiga, yaitu pelepasan prostaglandin yang

bersamaan dengan migrasi leukosit ke lokasi radang. Zat antiradang nonsteroid

menekan migrasi ini. Pengaktifan dan pelepasan semua mediator yang telah

disebutkan di atas, tergantung pada sistem komplemen yang utuh. (Hamor,

G.H.1996, Zheng et al., 2012)

Karagenan diketahui menginduksi inflamasi berdasarkan rheumatological

models, secara molecular karagenan menginduksi produksi Interleukin 8 yang

berfungsi mengaktifkan Natural killer (NK) yang meningkatkan pelepasan Tumor

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Inflamasi usu 2013

24

Necrosis Factor -alpha (TNF-α), yang selanjutnya akan menarik neutrofil ke

tempat cedera. (Borthakur, 2006)

Karagenan akan meningkatkan akumulasi leukosit yang akan

meningkatkan kadar leukosit dan proses ini dihambat oleh Indomethacin. (Zheng

et al., 2012)

Universitas Sumatera Utara