indikator kesejahteraan rakyat …bappeda.kulonprogokab.go.id/files/inkesra 2013.pdfii indikator...
TRANSCRIPT
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYATKABUPATEN KULON PROGO
2013
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kulon Progo2013
IND
IKA
TO
R K
ES
EJA
HT
ER
AA
N R
AK
YA
TK
abupate
n K
ulo
n P
rogo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 i
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT
KABUPATEN KULON PROGO
TAHUN 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 ii
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT
KABUPATEN KULON PROGO
TAHUN 2013
Katalog BPS : 4102004.3401
No. ISBN : 978-602-70866-5-4
No. Publikasi : 34012.13.19
Ukuran Buku : 15,59 x 21 cm
Jumlah Halaman : xxvi + 127Halaman
Naskah : Seksi Statistik Sosial
Gambar kulit : Seksi Statistik Sosial
Diterbitkan oleh : Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kulon Progo
Dicetak Oleh : BPS Kabupaten Kulon Progo
Boleh Dikutip dengan Menyebutkan Sumbernya
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Publikasi Indikator
Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo 2013 dapat tersusun.
Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 merupakan publikasi
tahunan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten
Kulon Progo.
Publikasi ini menyajikan data dasar tentang kesejahteraan
rakyat Kabupaten Kulon Progo. Data dasar yang dicakup dalam
publikasi ini meliputi tujuh bidang yaknikependudukan, kesehatan
dan lingkungan hidup, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi dan
pengeluaran rumah tangga, perumahan dan permukiman, serta
sosial budaya. Data yang digunakan bersumber dari Sensus
Penduduk (SP), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), serta data sekunder yang
berasal dari dinas/instansi terkait.
Kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan publikasi ini. Kritik dan saran
yang bersifat konstruktif terhadap publikasi ini sangat diharapkan
bagi penyajian di masa mendatang.
Wates, November 2014
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo
Kepala,
SUGENG UTOMO, SH NIP. 196411101994031001
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 iv
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 v
KATA SAMBUTAN
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan atau kualitas hidup penduduk di semua aspek
kehidupan. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesejahteraan
penduduk yang telah dicapai dapat dilihat melalui berbagai indikator
sosial ekonomi dari waktu ke waktu.
Perencanaan pembangunan yang menyangkut bidang
kesejahteraan rakyat memerlukan berbagai informasi mengenai
keadaan sosial ekonomi penduduk. Informasi-informasi tersebut
akan sangat berguna untuk menyusun strategi pembangunan,
sehingga program dan kebijakan yang diambil untuk kesejahteraan
penduduk menjadi lebih terarah.
Salah satu upaya untuk melengkapi informasi dalam bidang
kesejahteraan rakyat yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo adalah melalui penyusunan Publikasi
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo 2013.
Banyak data/informasi dari publikasi ini yang dapat digunakan
sebagai bahan kajian mengenai permasalahan sosial ekonomi.
Harapan kami, para pengguna data dapat memanfaatkannya secara
optimal.
Akhir kata kami sampaikan selamat bekerja dan sukses,
semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberi petunjuk dan
bimbingan kepada kita sekalian. Amin.
Wates, November 2014 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Kulon Progo Kepala
Ir. AGUS LANGGENG BASUKI NIP. 196108011989031005
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 vi
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 vii
ABSTRAKSI
Jumlah penduduk yang besar, jika diimbagi dengan kualitas
penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar
dan kualitasnya rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya
sebagai beban bagi pembangunan. Berdasarkan hasil proyeksi,
jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013
mencapai 401.450 jiwa. Dari sejumlah tersebut,komposisi penduduk
laki-laki sebanyak 196.731 jiwa dan perempuan sebanyak 204.719
jiwa. Pertambahan penduduk Kulon Progo sebesar 0,95 persen
dibandingkan dengan tahun 2012.
Beberapa indikator penting yang digunakan untuk melihat
derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi dan
angka harapan hidup. Angka kematian bayi di Kabupaten Kulon
Progo dari tahun ke tahun menunjukkan adanya penurunan.
Padatahun 2012 angka kematian bayi sebesar 4,31 per 1000
kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 turun menjadi 13,06 per 1000
kelahiran hidup. Sebaliknya angka harapan hidup sejak 2009 –
2013 juga semakin meningkat dari 74,09 tahun pada tahun 2009
menjadi 75,03 tahun pada tahun 2013 meningkat menjadi 75,03.
Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat
keberhasilan pembangunan dibidang pendidikan dalam
meningkatkan sumber daya manusia adalah angka melek huruf dan
tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk umur 10 tahun ke
atas. Dari hasil Susenas 2013, penduduk 10 tahun ke atas yang bisa
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 viii
membaca dan menulis huruf latin dan lainnya sebesar94,00 persen
dan penduduk umur 10 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan
SLTP keatassebesar 51,18 persen.
Indikator ketenagakerjaan yang biasa digunakan untuk
mengukurpartisipasi penduduk dalam dunia kerja dan ketersediaan
lapangan pekerjaan adalah TPAK dan TPT. Pada periode 2012-
2013 di Kabupaten Kulon Progo terjadi peningkatan TPAK dengan
diiringi penurunan TPT. TPAK pada tahun 2013 mencapai 75,61
persen, artinya bahwa dari setiap 100 penduduk usia kerja ada
sekitar 76 penduduk usia kerja yang berpartisipasi aktif dalam bursa
kerja (angkatan kerja). Demikian pula sebaliknya, TPT pada tahun
2013 di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan, yaitu pada
Agustus 2012 tercatat 3,04 persen dan pada bulan Agustus 2013
menurun menjadi 2,85 persen.
Seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga
maka pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan juga semakin
meningkat dan sebaliknya pengeluaran untuk makanan semakin
menurun. Penduduk dengan kondisi ekonomi terbawah (kuantil
pertama), sebagian besar pendapatannya digunakan untuk
pengeluaran makanan, yaitu mencapai 68,49 persen dan hanya
31,51 persen pengeluaran bukan makanan. Sebaliknya untuk
lapisan penduduk dengan ekonomi teratas (kuantil kelima),
pengeluaran untuk bukan makanan sudah mencapai 56,44 persen
dan hanya 43,56 persen dari total pengeluaranya untuk pengeluaran
makanan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 ix
Indikator perumahan seperti jenis lantai terluas bukan tanah,
jumlah pelanggan listrik PLN, sumber air minum yang digunakan dari
air kemasan dan leding, fasilitas air minum sendiri, jarak sumber air
minum dengan penampungan kotoran >10 m, fasilitas tempat buang
air besar sendiri, fasilitas tempat buang air besar jenis leher angsa,
tempat penampungan akhir buang air besar dengan tangki septik,
jumlah pelanggan telkom, dan kepemilkan telepon selulerpada tahun
2013 persentasenya mengalami peningkatan. Semakin baik kualitas
perumahan penduduk dan sarana prasarana, menunjukkan semakin
tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
lingkungan perumahan.
Dari segi sosial budaya, peningkatan kesejahteraan
masyarakat juga dapat dilihat dari semakin banyaknya pengunjung
dan pendapatan kawasan wisata. Semakin banyak jumlah sarana
ibadah dan semakin tinggi pengunjung dan pendapatan yang
diterima dari kawasan wisata akan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan perekonomian masyarakat di dekat kawasan wisata
tersebut. Pada tahun 2013, jumlah pengunjung dan pendapatan dari
kawasan wisata mengalami peningkatan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 x
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xi
DAFTAR ISI
Hal.
Halaman Judul ............................................................................................................... i
Lembar Katalog ............................................................................................................. ii
Kata Pengantar .............................................................................................................. iii
Kata Sambutan .............................................................................................................. v
Abstraksi ........................................................................................................................ vii
Daftar Isi ....................................................................................................................... xi
Daftar Tabel .................................................................................................................. xiii
Daftar Gambar ............................................................................................................. ii xvii
Penjelasan Teknis ........................................................................................................ ii xix
Pendahuluan................................................................................................................. i xxiii
Tinjauan Umum ............................................................................................................. xxvii
1. Kependudukan ......................................................................................................... 3
2. Kesehatan ................................................................................................................ 15
3. Pendidikan ............................................................................................................... 35
4. Angkatan Kerja ........................................................................................................ 49
5. Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga ........................................................... 67
6. Perumahan dan Permukiman .................................................................................. 77
7. Sosial dan Budaya .................................................................................................... 97
Lampiran ........................................................................................................................ 111
Daftar Pustaka ............................................................................................................... 127
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xii
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xiii
DAFTAR TABEL
Hal. Tabel 1.1
Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta, 1971-2010 ........................................
7
Tabel 1.2 Sebaran dan Kepadatan Penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013…..……….
10
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ......…
11
Tabel 1.4 Komposisi Penduduk dan Angka Beban Ketergantungan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 ……………………………………...…
12
Tabel 1.5 Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama di Kabupaten Kulon Progo, 2011-2013 ..............………………………
17
Tabel 2.1 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo, 2009–2013.....
22
Tabel 2.2 Persentase Balita Menurut Penolong Waktu
Lahir di Kabupaten Kulon Progo, 2012-2013 ......
24
Tabel 2.3 Persentase Balita Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya Disusui di Kabupaten Kulon Progo, 2011-2013 ……...……
25
Tabel 2.4 Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013……...…..…………....…..
28
Tabel 2.5 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan
Menurut Tempat Berobat di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ………………………….………..........
29
Tabel 2.6 Persentase Penduduk Menurut Keluhan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xiv
Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013....................................................................
31
Tabel 2.7 Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Pengobatan yang Digunakan di Kabupaten Kulon Progo,2010-2013 ………....
32
Tabel 3.1 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013………………....
38
Tabel 3.2 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ..................
40
Tabel 3.3 Angka Melek Huruf Penduduk 10 Tahun ke Atas di Kabupaten Kulon Progo, 2013…. ...
41
Tabel 3.4 Rasio Murid-Guru di Kabupaten Kulon Progo,
Tahun Ajaran 2009/2010 - 2012/2013 …………...
45
Tabel 3.5 Rasio Murid-Kelas di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran2009/2010 - 2012/2013………...…..
45
Tabel 4.1 Persentase Penduduk Usia Kerja Menurut Jenis
Kegiatan Selama Seminggu Sebelum Pencacahan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013……………………………….....
52
Tabel 4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Kulon Progo, 2012-2013.............……
54
Tabel 4.3 Persentase Penduduk 15 Tahun keAtas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 …........
57
Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun keAtas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xv
Kabupaten Kulon Progo, 2013 ………………...... 58
Tabel 4.5 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Semingguyang Lalu Menurut JenisKelamin dan Jenis Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013..….....…
61
Tabel 4.6 Persentase Penduduk 15 Tahun keAtas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja di Kabupaten Kulon Progo, 2012 ..............................................
63
Tabel 5.1 Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kuantil Pengeluaran per Kapita Sebulan dan Jenis Pengeluaran di Kabupaten Kulon Progo,2013 .........……....….....................
70
Tabel 5.2a Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013..........................
71
Tabel 5.2b Komposisi Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Bukan Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013...........................
72
Tabel 5.3 Produksi Padi dan Jagung per Kapita per Tahun di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013(Ton) ........
73
Tabel 5.4 Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di
Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013...................
75
Tabel 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013....................................................................
83
Tabel 6.2 Jumlah Pelanggan Listrik dan Jumlah Daya Terpasang di Kabupaten Kulon Progo,2010-2013....................................................................
84
Tabel 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xvi
Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 … 86
Tabel 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Sumber Air Minum ke Tempat Penampungan Limbah Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 ….
89
Tabel 6.5 Banyaknya Sambungan Telepon Menurut Jenis Pelanggan di Kabupaten Kulon Progo,2010-2013 ....................................................................
92
Tabel 7.1 Banyaknya Tempat Peribadatan di Kabupaten Kulon Progo 2010-2013...……………………….....
101
Tabel 7.2 Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk
Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 ….......................................................
103
Tabel 7.3 Jumlah Pengunjung dan Realisasi Pendapatan Retribusi Tempat Rekreasi di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Anggaran 2013 …......…………......
104
Tabel 7.4 Banyaknya Perkumpulan Kesenian Tradisional Tari di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013.......…
106
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xvii
DAFTAR GAMBAR
Hal. Gambar 1.1 Rata-rata laju Pertumbuhan Penduduk per
Tahun menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta, 1971–2010 ......................................
6
Gambar 1.2 Distribusi Penduduk di D.I. Yogyakarta, 2013 ….. 9
Gambar 1.3 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ........................
14
Gambar 2.1 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013 ……….…
21
Gambar 2.2 Persentase Balita Menurut Cakupan Imunisasi di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ………….....……..
27
Gambar 3.1 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ...
37
Gambar 3.2 Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut KemampuanBaca dan Tulis di Kabupaten Kulon Progo, 2013….................................................
42
Gambar 3.3 Banyaknya Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013 ..............
43
Gambar 4.1 Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 .
56
Gambar 4.2 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ...........................
60
Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah per Kapita di Kabupaten Kulon Progo,
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xviii
2013 …........................................................ 80
Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ….................................................................
81
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut
Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2013 .........................................
87
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ..................................................
90
Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Penampungan Akhir Tinja di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ......................................
91
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Seluler (HP) di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013 ..........................................................
93
Gambar 7.1 Persentase Penduduk Menurut Agama yang
Dianut di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ……......
99
Gambar 7.2 Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 ..........................................................
102
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xix
PENJELASAN TEKNIS
1. Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah
geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan
atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan untuk menetap.
2. Penduduk menurut kelompok umur adalah pengelompokan
penduduk menurut umur dan biasanya dikelompokkan ke dalam
kelompok interval 5 tahunan yang dimulai dari 0 tahun.
3. Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami
seluruh bangunan fisik atau sensus (bangunan tempat tinggal)
dan biasanya tinggal bersama serta pengelolaannya makan dan
kebutuhan sehari-hari satu dapur/bersama-sama.
4. Kepadatan Penduduk/Km² adalah rata-rata jumlah penduduk
per km².
5. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan
perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif
(umur di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan
banyaknya orang yang memasuki usia produktif (umur 15 - 64 ).
6. Sex ratio adalah perbandingan antara banyaknya penduduk
laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan di suatu
daerah dalam waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam
banyaknya penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk
perempuan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xx
7. Penghitungan umur didasarkan pada tahun masehi dan
menurut ulang tahun terakhir (pembulatan ke bawah).
8. Umur perkawinan pertama menunjukkan umur saat seseorang
melangsungkan upacara perkawinan yang pertama.
9. Masih Bersekolah adalah mereka yang terdaftar dan aktif
mengikuti pendidikan baik di suatu jenjang pendidikan formal
maupun non formal (Paket A/B/C), yang berada dibawah
pengawasan Kemdiknas, Kemenag, Instansi negeri lain
maupun swasta.
10. Rasio murid terhadap guru SD/ SLTP/SLTA :
Jumlah murid di SD/SLTP/SLTA Jumlah guru di SD/SLTP/SLTA
11. Rata-rata banyaknya murid per sekolah di SD/ SLTP/SLTA :
Jumlah murid di SD/SLTP/SLTA Jumlah sekolah di SD/SLTP/SLTA
12. Seseorang dikatakan dapat membaca dan menulis apabila ia
dapat membaca dan menulis surat/kalimat sederhana dengan
suatu huruf.
13. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat
disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxi
14. Rumah Sakit adalah tempat pemeriksaan dan perawatan
kesehatan yang biasanya dibawah pengawasan dokter/tenaga
medis. Bila ada tempat perawatan digolongkan poliklinik.
15. Angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
terlibat dalam kegiatan ekonomi, yaitu penduduk yang bekerja
dan penduduk yang mencari pekerjaan.
16. Bekerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu
melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan
bekerja paling sedikit 1 (satu) jam berturut-turut dalam
seminggu yang lalu.
17. Mencari Pekerjaan adalah penduduk 15 tahun ke atas yang
sedang berusaha mendapatkan/mencari pekerjaan.
18. Bukan Angkatan Kerja adalah bagian dari tenaga kerja
(manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan.
19. Sekolah adalah penduduk 10 tahun ke Atas selama seminggu
melakukan kegiatan bersekolah.
20. Mengurus Rumahtangga adalah penduduk 15 tahun ke atas
yang selama seminggu yang lalu mengurus rumah tangga atau
membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan
upah/gaji.
21. Status Pekerjaan adalah kedudukan dalam pekerjaan dari
angkatan kerja.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxii
22. Lapangan Usaha adalah bidang kegiatan dari
usaha/perusahaan/instansi dimana seseorang bekerja atau
pernah bekerja.
23. Jenis Pekerjaan adalah macam pekerjaan yang sedang atau
pernah dilakukan oleh orang yang termasuk mencari pekerjaan
dan pernah bekerja.
24. Pengeluaran adalah pengeluaran perkapita untuk konsumsi
makanan dan bukan makanan.
25. Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan adalah rata-rata
biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi semua
anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan
banyaknya anggota rumah tangga.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxiii
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Desentralisasi yang diwujudkan dalam bentuk otonomi
daerah pada dasarnya merupakan upaya memberikan kesempatan
kepada daerah untuk mengelola potensi dan keanekaragaman
daerah secara efektif dan efesien. Seperti yang diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
bahwa wujud otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan tertentu yang
diatur peraturan pemerintah.
Dengan semakin dekat rentang kendali pemerintahan, maka
otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan
sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
politik. Hak otonomi memberikan peluang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan yang lebih merata.
Peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu
tujuan utama dari program perekonomian pada otonomi daerah.
Dalam kaitan tersebut diperlukan suatu perencanaan program yang
matang dan dapat mengakomodir tingkat kesejahteraan bagaimana
seharusnya dicapai, apa yang perlu diperhatikan terlebih dahulu,
bagaimana prosedur pelaksanaannya dan bagaimana memantau
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxiv
hasil yang telah dicapai untuk mengetahui apakah sesuai dengan
sasaran (target) yang diinginkan atau belum.
Menyikapi hal itu perlu adanya wahana yang dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan yang lebih komprehensip, akomodatif, objektif,
terarah dan berkelanjutan. Dengan demikian diperlukan data yang
memuat indikator-indikator kesejahteraan rakyat guna menghasilkan
perencanaan dan pembangunan yang terarah dan tepat sasaran.
Indikator-indikator kesejahteraan rakyat yang diukur dari
hasil Susenas, Sakernas serta data-data pendukung lainnya seperti
yang ditampilkan dalam publikasi ini diharapkan dapat
menggambarkan kondisi kesejahteraan masyarakat secara umum di
Kabupaten Kulon Progo.
Visi Kabupaten Kulon Progo seperti yang tertera dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2011-2016
adalah sebagai berikut :
“Terwujudnya Kabupaten Kulon Progo yang sehat, mandiri,
berprestasi, adil, aman, dan sejahtera berdasarkan iman dan
taqwa”
Dengan Visi Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2016 ini
diharapkan akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat baik
materiil maupun spirituil menuju Kabupaten Kulon Progo yang
mandiri dan aman, serta dapat memotivasi seluruh elemen
masyarakat daam melakukan berbagai aktivitas.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxv
2. Tujuan
Buku Indikator Kesra Kabupaten Kulon Progo 2013ini
disusun untuk memenuhi kebutuhan informasi mengenai
kesejahteraan ekonomi penduduk di Kabupaten Kulon Progo.
Dengan harapan semakin tersedianya berbagai jenis statistik
kesejahteraan rakyat pada tingkat kabupaten dan dapat pula
dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga penelitian atau individu yang
berminat.
Melalui buku ini diharapkan dapat merangsang pemikiran
pembentukan indikator-indikator kesejahteraan rakyat dalam satuan
yang lebih sempit. Dengan demikian gambaran menyeluruh tentang
tahapan pencapaian pembangunan di masing-masing wilayah
menjadi lebih baik. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam
mengevaluasi hasil-hasil pembangunan maupun perencanaan
pembangunan pada tahap selanjutnya.
3. Ruang Lingkup
Indikator kesejahteraan rakyat (Inkesra) ini mencakup
berbagai bidang yaitu kependudukan, pendidikan, kesehatan,
konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, angkatan kerja,
perumahan dan permukiman, serta sosial budaya.
Dalam pengertian yang luas sangat tidak mungkin untuk
menyajikan data statistik yang mampu untuk mengukur
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, indikator yang disajikan dalam
terbitan ini hanya menyangkut segi-segi kesejahteraan yang dapat
diukur (measurable welfare).
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxvi
4. Sumber Data
Sumber data utama Inkesra 2013 ini bersifat primer, yakni
dikumpulkan dan diolah oleh BPS seperti Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS), Survei Angkatan Kerja Nasional
(SAKERNAS), dan lain-lain. Selain menggunakan data primer,
publikasi ini juga menggunakan data sekunder yang berasal dari
instansi-instansi pemerintah yang terkait seperti Dinas Pendidikan,
Dinas Kesehatan, Kanwil Departemen Agama, dan sebagainya.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxvii
TINJAUAN UMUM
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu daerah
otonom di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat.
Secara geografis Kabupaten Kulon Progo terletak pada :
- Sebelah Barat : Bujur Timur 110° 1' 37"
- Sebelah Timur : Bujur Timur 110° 16' 26"
- Sebelah Utara : Lintang Selatan 7° 38' 42"
- Sebelah Selatan : Lintang Selatan 7° 59' 3"
Batas Wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah:
- Barat : Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa
Tengah
- Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
- Utara : Kabupaten Magelang Provinsi Jawa
Tengah
- Selatan : Samudera Indonesia
Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah 58.627,5 ha
(586,28 Km²) yang terdiri dari 12 kecamatan dan 88 desa. Secara
umum kondisi wilayahnya adalah daerah datar, meskipun dikelilingi
pegunungan yang sebagian besar terletak pada wilayah utara. Jika
dilihat letak kemiringan daratan maka 58,81 persen berada pada
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxviii
kemiringan <15° , 22,46 persen pada kemiringan antara 16°- 40° dan
18,73 persen pada kemiringan > 40°. Perkiraan jumlah penduduk
Kabupaten Kulon Progo tahun 2013 berdasarkan proyeksi penduduk
adalah sebanyak 401.450 jiwa.
Berdasarkan visi yang didukung dengan keberhasilan etos
kerja ”tirta marga saras” pada periode pembangunan lima tahun
sebelumnya dan dengan semangat etos kerja yang baru
”membangun desa menumbuhkan kota” maka misi pembangunan
jangka menengah Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut :
1. Mewujudkan sumberdaya manusia berkualitas tinggi dan
berakhlak mulia melalui peningkatan kemandirian,
kompetensi, ketrampilan, etos kerja, tingkatpendidikan,
tingkat kesehatan dan kualitas keagamaan.
2. Mewujudkan peningkatan kapasitas kelembagaan dan
aparatur pemerintahan yang berorientasi pada prinsip-
prinsip clean government dan good governance.
3. Mewujudkan kemandirian ekonomi daerah yang berbasis
pada pertanian dalam arti luas, industri dan pariwisata yang
berdaya saing dan berkelanjutan bertumpu pada
pemberdayaan masyarakat.
4. Meningkatkan pelayanan infrastruktur wilayah.
5. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
secara optimal dan berkelanjutan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxix
6. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban melalui kepastian,
perlindungan dan penegakan hukum.
Sampai dengan tahun 2013, pembangunan yang telah
dilaksanakan di Kabupaten Kulon Progo sedikit demi sedikit telah
menampakkan hasilnya. Kebijakan pembangunan di Kabupaten
Kulon Progo tetap diupayakan untuk mempercepat pencapaian
keberhasilan pembangunan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
dapat dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun dan peningkatan
ini sebagai acuan tahap pembangunan berikutnya, sehingga visi
Kabupaten Kulon Progo akan dapat segera tercapai.
1
Kependudukan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
3
BAB I
KEPENDUDUKAN
Arah kebijakan dan program pembangunan yang dilakukan
pada umumnya berorientasi pada pembangunan kependudukan.
Penduduk tidak saja berperan sebagai obyek pembangunan, tetapi
juga menjadi subyek pembangunan. Jadi, pembangunan dapat
dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan
penduduk dalam arti luas yaitu kualitas fisik maupun non fisik yang
melekat pada diri penduduk itu sendiri.
Keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika
pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah
penduduk yang besar, jika diimbagi dengan kualitas penduduk yang
memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar dan kualitasnya rendah,
menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban bagi
pembangunan.
Informasi tentang jumlah penduduk serta komposisi penduduk
menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal dan lainnya
penting diketahui terutama untuk mengembangkan perencanaaan
pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial,
politik dan lingkungan yang terkait dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan sumber daya manusia menuju manusia Kulon
Progo yangg sehat, mandiri dan sejahtera menjadi target utama
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
4
pembangunan. Selain menjadi target tentu saja dengan tersedianya
manusia yang berkualitas, bermoral, dan mau berpikir untuk
kemajuan Kulon Progo, maka proses perencanaan program
pembangunan akan berjalan sesuai harapan dan implementasinya
harus yang bersifat lebih mudah dijalankan dan direalisasikan.
Oleh sebab itu dalam menangani permasalahan penduduk
guna menunjang keberhasilan pembangunan, pemerintah tidak saja
mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk yang
besar, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Dengan demikian diharapkan dapat terciptanya
penduduk yang berkualitas dan tersebar merata di seluruh wilayah
khususnya di Kabupaten Kulon Progo, serta diharapkan penduduk
yang ada di wilayah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan
pemetik hasil-hasil pembangunan. Berbagai aspek yang menyangkut
kependudukan seperti laju pertumbuhan penduduk, kepadatan
penduduk, rasio jenis kelamin merupakan indikator pokok yang akan
dibahas pada bab ini.
1.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju Pertumbuhan Penduduk merupakan salah satu indikator
kependudukan yang sangat penting dalam proses pembangunan
suatu wilayah. Pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi akan
menyebabkan beban pembangunan akan semakin berat.
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat menimbulkan
masalah kependudukan yang serius. Apabila pertumbuhan
penduduk lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
5
dapat menimbulkan adanya ketidakmampuan ekonomi untuk
mengatasi bertambahnya penduduk. Hal ini berakibat timbulnya
berbagai permasalahan di bidang lain terutama yang menyangkut
kesejahteraan penduduk. Oleh karena itu, upaya pengendalian
pertumbuhan penduduk yang disertai dengan peningkatan
kesejahteraan penduduk harus dilakukan secara berkesinambungan
dengan program pembangunan. Begitu pula pertumbuhan penduduk
yang terlalu rendah juga akan menjadi masalah tersendiri karena
akan menyebabkan kekurangan sumber daya manusia. Penduduk
suatu wilayah merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk
mendukung pencapaian pembangunan kesejahteraan masyarakat
tersebut.
Berdasarkan hasil proyeksi, jumlah penduduk Kabupaten
Kulon Progo pada tahun 2013 mencapai 401.450 jiwa. Dari sejumlah
tersebut,komposisi penduduk laki-laki sebanyak 196.731 jiwa dan
perempuan sebanyak 204.719 jiwa. Pertambahan penduduk Kulon
Progo sebesar 0,95 persen dibandingkan dengan tahun 2012.
Laju pertumbuhan penduduk Kulon Progo berdasarkan
SP1990 dan SP2000, rata-rata mencapai -0,04 persen per tahun.
Selama periode 2000-2010, berdasarkan hasil sensus penduduk
rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun naik menjadi
sebesar 0,48 persen per tahun. Gencarnya program Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo dalam menarik para investor untuk
menanamkan modal cukup berdampak di bidang kependudukan.
Berdirinya perusahaan-perusahaan,pada beberapa terakhir ini, baik
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
6
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010
Gambar 1.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta,
1971-2010
Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta
swasta maupun BUMD, telah mampu menyerap tenaga kerja dan
salah satu pemicu penambahan jumlah penduduk.
Walapun pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo
masih tergolong rendah, akan tetapi peningkatan laju pertumbuhan
penduduk pada dekade terakhir ini perlu mendapat perhatian serius
dari pemerintah. Peningkatan pertumbuhan penduduk akan berarti
berdampak pada pertambahan penduduk tiap tahunnya. Hal ini
tentunya memerlukan penambahan berbagai fasilitas pelayanan
umum seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun pemenuhan
kebutuhan pokok (pangan dan papan).
Perbandingan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kulon
progo dengan kabupaten/kota lain di Daerah Istimewa Yogyakarta,
tampak bahwa rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun
Sumber : Sensus Penduduk 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
7
dalam jangka waktu 2000-2010 sangat bervariasi. Pada tahun yang
sama, laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kabupaten
Sleman yaitu sebesar 1,96 persen per tahun. Sedangkan Kabupaten
Kulon Progo rata-rata laju pertumbuhan penduduknya di bawah rata-
rata angka provinsi dan pertumbuhan penduduk terendah adalah
Kota Yogyakarta yaitu -0,21 persen.
Tabel 1.1. Rata–rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut
Kabupaten/ Kota di D.I. Yogyakarta, 1971 – 2010
Kabupaten/Kota 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010
(1) (2) (3) (4) (5)
Kulon Progo 0,29 -0,22 -0,04 0,48
Bantul 1,21 0,94 1,19 1,57
Gunung Kidul 0,68 -0,13 0,30 0,07
Sleman 1,56 1,43 1,50 1,96
Yogyakarta 1,72 0,34 -0,39 -0,21
D.I. Yogyakarta 1,10 0,58 0,72 1,04
Sumber : Sensus Penduduk 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010
1.2 Sebaran dan Kepadatan Penduduk
Distribusi penduduk secara geografis umumnya tidak merata
pada beberapa wilayah dan tingkat kepadatannya pun berbeda-
beda, sehingga karakteristik demografi secara geografis cukup
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
8
kompleks. Kepadatan yang sudah pada titik jenuh, kemungkinan
akan lebih banyak memberi dampak negatif, akibat terjadinya
ketimpangan sumber daya. Jika tidak segera dilakukan
keseimbangan pemenuhan kebutuhan penduduk seperti fasilitas
sosial, maka permasalahan sosial dan kriminalitas kemungkinan
akan meningkat.
Ukuran tingkat kepadatan yang ideal memang sulit untuk
ditentukan karena sangat tergantung kepada potensi yang dimiliki
suatu wilayah serta kemampuan penduduk untuk memanfaatkan
potensi yang ada. Pada umumnya tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi sangat rawan terhadap terjadinya konflik sosial, disamping
sangat menyulitkan pemerintah dalam penyediaan berbagai fasilitas
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebaliknya jika tingkat kepadatan
penduduk sangat rendah akan menyebabkan penyediaan fasilitas
yang dibutuhkan oleh masyarakat menjadi relatif mahal. Untuk
mewujudkan pemerataan dan keseimbangan berbagai cara bisa
dilakukan, salah satunya adalah meningkatkan infrastrukturnya
sehingga bisa meningkatkan daya tarik masing-masing
kabupaten/kota. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan
persebaran dan kepadatan penduduk yang merata, dengan kondisi
yang ideal dan seimbang antara penduduk dan ketersediaan sumber
daya.
Secara administrasi, Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi
menjadi 5 kabupaten/kota. Berdasarkan hasil proyeksi, penduduk
pada tahun 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
9
tinggal di Kabupaten Sleman. Kabupaten dengan jumlah penduduk
terbesar berikutnya adalah Kabupaten Bantul, disusul Kabupaten
Gunung Kidul. Tidak seperti tahu-tahun sebelumnya, jumlah
penduduk Kota Yogyakarta tidak lagi menempati urutan terbanyak
ke empat setelah Kabupaten Gunung Kidul, akan tetapi pada tahun
2013 memiliki jumlah paling sedikit se-Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada tahun 2013 jumlah penduduk terbanyak keempat telah
ditempati Kabupaten Kulon Progo.
Bila dilihat perbandingan luas wilayah dengan jumlah
penduduknya, nampak bahwa wilayah yang paling padat
penduduknya adalah Kota Yogyakarta dengan rata-rata 12.241 jiwa
per km2. Sementara wilayah terendah adalah Kabupaten
Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS
Kulon Progo 11.17%
Bantul 26.57%
Gunungkidul 19.29%
Sleman 31.91%
Yogyakarta 11.07%
Gambar 1.2. Distribusi Penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
10
Gunungkidul dengan rata-rata 467 jiwa per km2, kemudian disusul
Kabupaten Kulon Progo dengan rata-rata 685 jiwa per km2.
Tabel 1.2. Sebaran dan Kepadatan Penduduk di D. I. Yogyakarta, 2013
Kabupaten/Kota Luas wilayah
(km2) Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk/Km²
(1) (2) (3) (4)
Kulon Progo 586,27 401.450 685
Bantul 506,85 955.015 1.884
Gunungkidul 1.485,36 693.524 467
Sleman 574,82 1.147.037 1.995
Yogyakarta 32,5 397.828 12.241
Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS
Berdasarkan tabel 1.2 terlihat bahwa tingkat kepadatan
penduduk di wilayah perkotaan (Kabupaten Sleman, Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Bantul) umumnya lebih tinggi dibanding
dengan wilayah pedesaan (Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten
Gunung Kidul). Hal ini karena di daerah perkotaan biasanya memiliki
fasilitas kehidupan yang lebih banyak dan beragam yang dibutuhkan
penduduk. Selain itu lapangan pekerjaan yang bervariasi juga
merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
11
urbanisasi, sehingga tempat tinggal yang dipilih terkonsentrasi pada
wilayah-wilayah tertentu.
Berdasarkan proyeksi penduduk perkecamatan pada tabel 1.3
terlihat bahwa, pada tahun 2013 penduduk terbanyak tersebar di
Kecamatan Pengasih yang mencapai 46.982 jiwa, diikuti
Kecamatan Sentolo yang mencapai 46.249 jiwa dan Kecamatan
Wates sebanyak 45.751 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk paling
sedikit ada di Kecamatan Girimulyo yang hanya mencapai 22.256
jiwa.
Tabel 1. 3. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kecamatan Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Temon 12.464 12.986 25.450 Wates 22.417 23.334 45.751 Panjatan 16.864 17.752 34.616 Galur 14.836 15.168 30.004 Lendah 18.742 18.995 37.737 Sentolo 22.892 23.357 46.249 Pengasih 22.823 24.159 46.982 Kokap 15.558 16.018 31.576 Girimulyo 10.864 11.392 22.256 Nanggulan 13.660 14.554 28.214 Kalibawang 13.165 14.105 27.270 Samigaluh 12.446 12.899 25.345
Kulon Progo 196.731 204.719 401.450
Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
12
1.3 Angka Beban Ketergantungan
Struktur umur penduduk merupakan salah satu karakteristik
pokok kependudukan disamping jenis kelamin. Struktur umur ini
mempunyai pengaruh penting terhadap tingkah laku demografi
maupun sosial ekonomi. Struktur umur dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu 0-14 tahun, 15-64 tahun dan kelompok umur 65
tahun ke atas. Kelompok umur 15-64 tahun dikategorikan sebagai
kelompok usia produktif. Dikatakan demikian karena pada kelompok
umur ini penduduk dianggap sebagai kelompok yang mampu
melakukan kegiatan ekonomi. Untuk kelompok umur 0-14 tahun dan
umur 65 tahun ke atas dikategorikan sebagai kelompok umur yang
tidak produktif karena belum mampu atau sudah tidak mampu lagi
melakukan kegiatan ekonomi. Dengan demikian angka
ketergantungan dapat digambarkan melalui berapa besar jumlah
penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja.
Tabel 1.4. Komposisi Penduduk dan Angka Beban Ketergantungan
di Kabupaten Kulon Progo, 2010 – 2013
Tahun Umur
Jumlah Angka Beban
Ketergantungan 0 - 14 15 – 64 65 +
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2010 23,26 64,83 11,91 100,00 54,24
2011 23,11 65,03 11,87 100,00 53,78
2012 23,01 65,17 11,82 100,00 53,43
2013 22,94 65,28 11,78 100,00 53,19
Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
13
Berdasarkan tabel 1.4 terilhat bahwa persentase penduduk
usia produktif semakin meningkat, sedangkan persentase penduduk
usia tidak produktif semakin menurun. Pada tahun 2013, komposisi
penduduk menurut umur menunjukkan bahwa 22,94 persen
penduduk Kulon Progo berusia muda (umur 0-14 tahun), 65,28
persen berusia produktif (umur 15-64 tahun), dan yang berumur 65
tahun ke atas sebesar 11,78 persen.
Besarnya angka ketergantungan dari tahun ke tahun
menunjukkan kecenderungan menurun, walaupun masih jauh untuk
mencapai bonus demografi. Bonus demografi merupakan bonus
yang dinikmati suatu wilayah sebagai akibat dari besarnya proporsi
penduduk usia produktif dalam evolusi kependudukan yang
dialaminya. Secara angka kondisi ini tercapai saat angka
ketergantungan sudah berada di bawah 50 persen. Kabupaten Kulon
Progo untuk mencapai kondisi ini masih dibutuhkan waktu yang
relative lama. Pada tahun tahun 2013, angka ketergantungan di
Kabupaten Kulon Progo telah mencapai 53,19 persen. Angka ini
berarti bahwa secara rata-rata setiap 100 penduduk usia produktif
menanggung sekitar 53 orang penduduk usia tidak produktif. Hal ini
dengan asumsi bahwa setiap penduduk usia 15-64 tahun benar-
benar dapat produktif. Jika usia produktif tidak dapat diberdayakan
untuk benar-benar produktif secara ekonomi atau menjadi
pengangguran, maka justru akan menimbulkan masalah dalam
kehidupan sosial.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
14
1.4 Status Perkawinan
Karakteristik lain dalam kependudukan yang juga perlu untuk
diamati adalah status perkawinan. Secara demografi status
perkawinan merupakan faktor antara dalam penghitungan fertilitas,
khususnya status perkawinan penduduk perempuan. Status
perkawinan juga dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan secara
immaterial. Makin tinggi persentase penduduk dengan status cerai
hidup maka semakin terlihat bahwa semakin tidak kokohnya kualitas
rumah tangga dalam masyarakat.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, didefinisikan bahwa perkawinan adalah merupakan
ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam
publikasi ini perkawinan yang dicakup tidak saja mereka yang kawin
sah secara hukum (adat, agama, negara dan sebagainya), tetapi
juga mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya
dianggap sebagai pasangan suami istri.
Gambar 1.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 dari
seluruh penduduk usia 10 tahun ke atas, sebanyak 27,04 persen
berstatus belum kawin, 62,82 persen berstatus kawin, 1,91 persen
cerai hidup, dan mereka yang cerai mati sebesar 8,23 persen. Bila
dilihat menurut jenis kelamin, persentase penduduk laki-laki yang
belum kawin lebih tinggi dibandingkan perempuan. Perbandingan
penduduk laki-laki dengan perempuan yang berstatus belum kawin
yaitu 31,23 persen berbanding 23,06 persen. Hal ini dapat dimaklumi
karena seorang laki-laki harus benar-benar siap secara mental
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
15
maupun menafkahi rumah tangga dalam memutuskan untuk
berumah tangga. Sedang penduduk yang berstatus cerai, baik cerai
hidup maupun cerai mati persentase perempuan lebih tinggi dari
pada laki-laki. Hal ini karena bagi laki-laki yang ditinggal
pasangannya kemungkinan untuk menikah lagi biasanya lebih besar.
Sedangkan untuk perempuan lebih banyak yang memilih untuk
bertahan dengan status jandanya atau lebih memilih hidup sendiri.
Sumber : Susenas 2013
1.5 Umur Perkawinan Pertama
Fertilitas sebagai salah satu ukuran yang sangat penting
dalam demografi dimana akan mempengaruhi perubahan penduduk
dari sisi penambah jumlahnya. Usia perkawinan pertama merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat fertilitas. Makin
muda usia perkawinan memberikan peluang untuk memperpanjang
masa reproduksi dan hal ini akan menjadikan tingkat kelahiran
semakin tinggi. Sedangkan semakin tinggi usia perkawinan pertama
31.23%
64.38%
1.30% 3.09%
23.06%
61.34%
2.49%
13.11%
27.04%
62.82%
1.91%
8.23%
Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati
Gambar 1.3 Persentase Penduduk 10 Tahun keatas Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon
Progo, 2013
L P L+P
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
16
akan mempersingkat masa reproduksi wanita dan itu berarti tingkat
kelahiran akan rendah.
Menurut beberapa pakar kesehatan usia yang baik untuk
menikah adalah 20-29 tahun karena secara medis reproduksi dan
jumlah ovumnya masih sangat baik. Perkawinan di usia yang terlalu
muda mempunyai resiko yang cukup tinggi bagi ibu dan anak.
Semakin muda usia perkawinan pertama, maka semakin besar pula
resiko yang dihadapi selama masa kehamilan/melahirkan, baik pada
keselamatan ibu maupun anak. Demikian pula sebaliknya, semakin
tua usia perkawinan pertama melebihi usia yang dianjurkan, juga
semakin tinggi resiko yang dihadapi dalam masa kehamilan/
melahirkan.
Berdasarkan hasil Susenas, pada tahun 2013 usia perkawinan
pertama wanita di Kabupaten Kulon Progo sebagian besar sudah
sesuai anjuran kesehatan yaitu berada pada kisaran umur 19-24
tahun yang mencapai 55,04 persen. Pada usia ini wanita sudah
dianggap cukup matang memasuki kehidupan berumah tangga
maupun seksual. Dengan demikian diharapkan seorang wanita bisa
melahirkan dengan lebih aman sehingga setiap keluarga tidak harus
kehilangan ibu atau kehilangan anak karena persiapan yang tidak
matang dan kesehatan yang tidak memadai.
Pada tahun 2013 persentase wanita menikah di usia dini
(usia di bawah 19 tahun) sebesar 23,51 persen. Usia perkawinan
yang relatif muda dianggap sebagai salah satu penghalang untuk
mencapai masa depan yang lebih baik akibat beban mengurus
rumah tangga yang terlalu awal. Bagi seorang wanita, pernikahan
awal, terutama melahirkan anak berpengaruh terhadap
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
17
kesejahteraan, pendidikan dan kemampuan memberikan andil
terhadap masyarakatnya. Dengan memberikan kesempatan
bersekolah yang lebih tinggi kepada wanita diharapkan dapat
membantu menunda usia perkawinan pertama bagi seorang wanita
yang pada akhirnya dapat menekan tingkat kelahiran.
Tabel 1.5. Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama di Kabupaten Kulon Progo, 2011-2013
Tahun Umur Perkawinan Pertama
Jumlah ≤16 17 – 18 19 - 24 25+
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2011 7,54 15,93 52,48 24,05 100,00
2012 8,01 17,83 53,03 21,14 100,00
2013 5,76 17,75 55,04 21,45 100,00
Sumber : Susenas 2011-2013
2
Kesehatan
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
19
BAB II KESEHATAN
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu
unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Oleh karena itu
pembangunan kesehatan mutlak harus dilaksanakan. Pembangunan
kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomi (Undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang
kesehatan). Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan,
gender dan nondiskriminatif serta norma-norma agama.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
bagi masyarakat maka perlu diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan individu
dan upaya kesehatan masyarakat dengan pendekatan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
terintegrasi, menyeluruh, dan berkesinambungan. Upaya kesehatan
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan juga masyarakat.
Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaran
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013 20
Berbagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
sudah banyak dilakukan oleh pemerintah selama ini. Salah satu
upaya yang dilakukan dengan menyediakan berbagai fasilitas
kesehatan umum. Melalui upaya tersebut diharapkan mampu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas hidup dan
usia harapan hidup manusia, yang pada gilirannya tingkat
kesejahteraan keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan.
Sistem kesehatan nasional menggariskan pembangunan
bidang kesehatan pada hakekatnya merujuk pada tercapainya
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai
salah satu unsur kesejahteraan masyarakat. Peningkatan derajat
kesehatan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
sosial ekonomi.
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini
dianggap telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai
masalah dan hambatan. Peningkatan kesehatan penduduk
diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas
penduduk pula. Dalam keadaan kurang atau tidak sehat, kualitas
pekerjaan yang dihasilkan tidak optimal. Kondisi kesehatan yang
merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk
diantaranya dapat dilihat dari angka kematian bayi, jumlah penduduk
yang mengalami keluhan kesehatan, penolong kelahiran, balita yang
diimunisasi, persentase balita yang pernah disusui, serta lamanya
pemberian ASI.
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
21
2.1 Derajat Kesehatan Masyarakat
Indikator utama yang digunakan untuk melihat derajat
kesehatan masyarakat antara lain angka kematian bayi dan angka
harapan hidup. Angka kematian bayi atau disebut juga sebagai
Infant Mortality Rate (IMR) didefinisikan sebagai banyaknya
kematian bayi usia dibawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup
pada satu tahun tertentu. Sedangkan angka harapan hidup
merupakan gambaran umur yang mungkin dicapai oleh seorang bayi
yang baru lahir.
Angka kematian bayi di Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke
tahun menunjukkan adanya penurunan. Pada tahun 2009 angka
kematian bayi sebesar 15,67 per 1000 kelahiran hidup, menjadi
15.67 14.87 14.59 14.31 13.06
74.09 74.38 74.48 74.58 75.03
0
20
40
60
80
2009 2010 2011 2012 2013
AKB AHH
Sumber : AKB :Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI (diolah), 2009-2013 AHH :Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI, 2009-2013
Gambar 2.1.Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup
di Kabupaten KulonProgo , 2009-2013
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013 22
14,87per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Pada tahun 2011
turun menjadi 14,59 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2012 turun lagi
menjadi 14,31per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 turun
menjadi 13,06 per 1000 kelahiran hidup.
Bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan
lingkungan dimana tempat orang tua bayi tinggal dan sangat erat
kaitannya dengan status sosial orang tua dari bayi. IMR
mencerminkan besarnya masalah kesehatan yang berhubungan
langsung dengan kematian bayi, seperti diare, infeksi saluran
pernapasan dan lain-lain. Selain itu, IMR juga mencerminkan tingkat
kesehatan ibu. Dengan demikian, penurunan angka IMR ini
mengindikasikan keberhasilan pembangunan pemerintah khususnya
di bidang kesehatan, yang telah berhasil dalam pencegahan dan
pemberantasan penyakit.
Tabel 2.1. Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup
di Kabupaten Kulon Progo, 2009–2013
Indikator Derajat Kesehatan
Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Angka Kematian Bayi 15,67 14,87 14,59 14,31 13,06
Angka Harapan Hidup 74,09 74,38 74,48 74,58 75,03
Sumber : AKB : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI (diolah) , 2009-2013 AHH : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI, 2009-2013
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
23
Angka harapan hidup sejak 2009 – 2013 juga semakin
meningkat dari 74,09 pada tahun 2009 menjadi 74,38 pada tahun
2010, terus meningkat dan pada tahun 2013 meningkat menjadi
75,03. Semakin tinggi angka harapan hidup ini menunjukkkan
semakin meningkatnya derajat kesehatan suatu masyarakat. Angka
harapan hidup ini berhubungan erat dengan angka kematian bayi.
Secara teoritis, menurunnya angka kematian bayi akan
menyebabkan meningkatnya angka harapan hidup. Dengan
demikian kondisi yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo adalah
sejalan dengan teori yang ada. Angka harapan hidup yang terus
bertambah banyak dipengaruhi oleh tingkat kematian bayi yang
semakin rendah seperti yang terlihat pada tabel 2.1.
2.2 Penolong Persalinan
Indikator lain yang juga digunakan sebagai tolok ukur dalam
melihat kondisi kesehatan masyarakat diantaranya adalah kondisi
persalinan. Kesehatan ibu berpengaruh terhadap kesehatan balita,
selain itu penolong kelahiran merupakan faktor lain yang
mempengaruhi kondisi kesehatan balita. Penolong kelahiran
merupakan salah satu indikator kesehatan terutama yang
berhubungan dengan tingkat kesehatan ibu dan anak maupun
ketersediaan dan kemudahan akses masyarakat ke pelayanan
kesehatan secara umum. Persalinan yang ditolong oleh tenaga
medis seperti dokter atau bidan dianggap lebih baik dibandingkan
dengan proses kelahiran yang ditolong dukun atau lainnya. Dengan
kata lain persalinan yang ditolong oleh tenaga medis
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013 24
menggambarkan tingkat kemajuan pelayanan kesehatan terutama
pada saat kelahiran.
Tabel 2.2. Persentase Balita Menurut Penolong Waktu Lahir
di Kabupaten Kulon Progo, 2012– 2013
Penolong Waktu Lahir
2012 2013
Penolong Pertama
Penolong Terakhir
Penolong Pertama
Penolong Terakhir
(1) (2) (3) (4) (5)
Medis 97,22 98,22 99,12 99,37
Non Medis 2,78 1,78 0,88 0,63
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber :Susenas 2012- 2013
Seperti halnya tahun 2012, pada tahun 2013 hampir semua
Balita proses kelahirannya ditolong oleh tenaga medis. Jika
dibandingkan tahun 2012, proses kelahiran yang ditolong tenaga
medis pada tahun 2013 mengalami peningkatan. Pada tahun 2013
meningkat menjadi 99,12 persen untuk penolong pertama dan 99,37
persen untuk penolong terakhir. Peningkatan persentase balita
dengan penolong kelahiran pertama ke penolong kelahiran terakhir
oleh tenaga medis ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan kelahiran. Di
samping itu menunjukkan adanya kecenderungan kelahiran balita
pada awalnya ditolong tenaga non medis kemudian penanganan
selanjutnya dilakukan oleh tenaga medis. Kondisi ini
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
25
menggambarkan semakin majunya pelayanan kesehatan terutama
pada saat kelahiran, maupun karena adanya peningkatannya
kemudahan akses ke pelayanan kesehatan medis.
2.3 ASI dan Imunisasi
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia adalah dengan memperhatikan perkembangan anak sejak
usia dini. Salah satu faktor penting yang mempunyai pengaruh
dalam upaya tersebut adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). ASI
merupakan makanan paling penting bagi pertumbuhan dan
kesehatan bayi, karena mengandung nilai gizi yang tinggi. ASI juga
mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit.
Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI diantaranya dapat
menumbuhkan ikatan batin dan kasih saying antara ibu dan anak.
Tabel 2.3. Persentase Balita Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya Disusui di Kabupaten Kulon Progo, 2011-2013
Tahun LamanyaDisusui (bulan)
5 6-11 12-17 18-23 24+
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2011 7,89 1,91 10,72 14,69 64,79
2012 11,51 2,86 5,98 15,02 64,62
2013 0,40 1,53 5,69 23,13 69,24
Sumber :Susenas 2011-2013
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013 26
Tabel 2.3.menunjukkan bahwa rata-rata lama pemberian ASI
di Kabupaten Kulon Progo sudah cukup tinggi. Masih seperti halnya
pada tahun 2012, dari sejumlah balita usia 2-4 tahun tampak bahwa
yang pernah disusui selama 24 bulan atau lebih selalu menunjukkan
persentase tertinggi yakni sebesar 69,24 persen pada tahun 2013.
Persentase balita dengan lama pemberian ASI selama 18-23 bulan
menduduki peringkat kedua terbanyak yaitu sebesar 23,13 persen.
Persentase pemberian ASI dibawah 18 bulan semakin sedikit. Hal ini
berarti bahwa pemahaman ibu menyusui mengenai pentingnya
pemberian ASI semakin meningkat dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya.
Selain pemberian ASI, balita sebagai generasi penerus perlu
mendapat perhatian lain yakni mengenai masalah kesehatannya.
Dengan memiliki derajat kesehatan yang tinggi, dapat menjadikan
balita sebagai SDM yang berkualitas di masa mendatang. Untuk
mencapai derajat kesehatan yang tinggi di masa mendatang dapat
dilakukan upaya pemberian imunisasi pada balita. Imunisasi
utamanya ditujukan untuk mencegah dari kemungkinan terserang
penyakit berbahaya. Jenis imunisasi standar yang diberikan adalah
BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B.
Secara umum persentase balita di Kabupaten Kulon Progo
yang sudah mendapat imunisasi cukup tinggi yaitu sudah di atas 80
persen untuk semua jenis imunisasi standar. Adapun cakupan
imunisasi selengkapnya pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar
2.2.
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
27
2.4 Ketersediaan dan Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melalui program-program
pembangunan terus berupaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan penduduknya melalui penyediaan sarana dan prasarana
kesehatan. Selain itu pemerintah terus berupaya meningkatkan
jumlah tenaga kesehatan yang memadai baik kualitas maupun
kuantitasnya. Keberadaan sarana dan prasarana kesehatan ini
sangat menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan. Beberapa
program dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk
adalah dengan membangun atau memperbaiki fasilitas kesehatan
seperti rumah sakit, puskesmas, dan sejenisnya maupun melalui
penyuluhan kesehatan. Peningkatan pelayanan kesehatan melalui
96.03%
81.52%
86.40%
81.68% 82.03%
Gambar 2.2. Persentase Balita Menurut Cakupan Imunisasi di Kabupaten Kulon Progo, 2013
BCG DPT Polio Campak Hepatitis B
Sumber :Susenas, 2013
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013 28
penyediaan fasilitas kesehatan dan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat diharapkan mampu meningkatkan kesadaran
berperilaku hidup sehat, sehingga derajat kesehatan masyarakat
mampu ditingkatkan.
Tabel 2.4. Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo,
2009-2013
Nama Fasilitas
Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Rumah Sakit 6 7 7 8 8
Puskesmas/Pustu 84 84 84 84 84
Apotek 20 20 20 25 26
Toko Obat 3 3 3 4 4
Sumber :Dinas Kesehatan Kabupaten KulonProgo
Sampai dengan tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Kulon
Progo telah membangun sebanyak 84 puskesmas/puskesmas
pembantu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
berobat/memelihara kesehatan. Puskesmas/puskesmas pembantu
ini tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon
Progo. Sedangkan jumlah sarana rumah sakit yang ada di
Kabupaten Kulon Progo sebanyak 8 buah yang terdiri dari 1 rumah
sakit umum daerah, 6 rumah sakit umum swasta, dan 1 rumah sakit
khusus swasta. Sarana lain yang tidak kalah penting adalah
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
29
tersedianya apotek dan toko obat. Pada tahun 2013 jumlah apotek
meningkat menjadi 26 apotek dan tersedia 4 toko obat.
Tabel 2.5. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut
Tempat Berobat di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Tempat Berobat Persentase
(1) (2)
Rumah Sakit 17,86
Praktek Dokter dan Poliklinik 28,96
Puskesmas/Pustu 30,41
Petugas Kesehatan 19,57
Praktek Tradisional 1,62
Lainnya 1,59
Jumlah 100,00
Sumber :Susenas 2013
Penduduk yang mengalami gangguan kesehatan pada
umumnya melakukan upaya pengobatan, baik dengan berobat
sendiri maupun berobat jalan. Pada tahun 2013 persentase
penduduk yang mengalami keluhan kesehatan paling banyak
berobat ke puskesmas/pustu yaitu sebesar 30,41 persen. Praktek
dokter dan poliklinik merupakan fasilitas kesehatan kedua yang
banyak dikunjungi oleh penduduk sebesar 28,96 persen, kemudian
disusul petugas kesehatan sebesar 19,57 persen dan rumah sakit
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013 30
sebesar 17,86 persen. Besarnya persentase penduduk yang berobat
ke pelayanan kesehatan medis menunjukkan semakin tingginya
kesadaran masyarakat akan mutu pelayanan medis. Selain itu,
meningkatnya penduduk yang berobat jalan ke fasilitas medis juga
disebabkan karena semakin banyaknya jaminan kesehatan bagi
masyarakat di Kabupaten Kulon Progo baik berupa Askes,
Jamkesmas, Jamkesos, maupun Jamkesda. Pemilihan jenis fasilitas
kesehatan yang sering digunakan oleh penduduk juga sangat
dipengaruhi oleh kemudahan akses ke fasilitas kesehatan, kondisi
sosial ekonomi penduduk dan ketersediaan fasilitas
kesehatan.
2.5 Keluhan Kesehatan
Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat derajat
kesehatan penduduk adalah angka kesakitan (morbidity rate). Pada
tahun 2013 dari 401.450 penduduk di Kabupaten Kulon Progo yang
mengalami keluhan kesehatan dengan berbagai jenis keluhan dalam
waktu sebulan sebesar 42,48 persen. Keluhan kesehatan yang
paling banyak dirasakan oleh penduduk Kabupaten Kulon Progo
adalah penyakit lainnya, batuk, dan pilek, yaitu masing-masing
sebanyak 52,14 persen, 35,66 persen, dan 32,42 persen.
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
31
Tabel 2.6. Persentase Penduduk Menurut Keluhan Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Keluhan Utama Kesehatan
Tahun
2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Panas 17,47 14,56 16,26 23,27
2. Batuk 41,45 48,68 45,51 35,66
3. Pilek 35,02 43,94 39,37 32,42
4. Asma/Nafas Sesak 3,60 2,00 3,97 4,58
5. Diare/Buang Air 2,70 2,71 4,38 2,99
6. Sakit Kepala Berulang 10,11 8,62 10,56 10,00
7. Sakit Gigi 3,75 2,84 4,22 4,51
8. Lainnya 46,28 40,09 39,25 52,14
Sumber : Susenas 2010-2013
Dalam pencatatan keluhan kesehatan, satu orang dapat
terhitung beberapa kali untuk jenis keluhan yang berbeda. Hal ini
dikarenakan setiap satu orang dapat mempunyai lebih dari satu
keluhan kesehatan dan sistem pengobatan yang dilakukan dapat
melalui berbagai cara yaitu dengan berobat jalan atau mengobati
sendiri. Berobat jalan bisa dilakukan melalui berbagai fasilitas
pelayanan seperti rumah sakit negeri/swasta, praktek
dokter/poliklinik, Puskesmas/pustu, praktek nakes, praktek
pengobatan tradisional, dukun bersalin, atau lainnya. Jenis
pengobatan diantaranya pengobatan tradisional, modern, maupun
lainnya.
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013 32
Tabel 2.7. Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Pengobatan yang Digunakan di Kabupaten Kulon Progo, 2010 - 2013
Tahun Jenis Pengobatan Berobat
Sendiri Tradisional Modern Lainnya
(1) (2) (3) (4) (5)
2010 26,18 77,64 4,72 41,59
2011 19,35 81,92 6,51 41,62
2012 19,61 81,31 5,61 46,53
2013 16,50 86,85 8,20 41,81
Sumber :Susenas 2010-2013
Pada tahun 2013 penduduk yang melakukan pengobatan
sendiri dengan berbagai jenis pengobatan ada sebanyak 41,81
persen. Adapun jenis pengobatan sendiri yang dilakukan penduduk
seperti yang terlihat pada tabel 2.7. Jenis pengobatan yang menjadi
pilihan utama penduduk dalam berobat sendiri adalah pengobatan
modern. Pada tahun 2013, persentase penduduk yang berobat
sendiri dengan jenis pengobatan modern mencapai 86,85 persen.
Sedangkan penduduk yang menggunakan cara pengobatan
tradisional 16,50 persen dan jenis pengobatan lainnya (misalnya
menggunakan kerokan, pijatan dll) sebesar 8,20 persen.
3
Pendidikan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 35
BAB III PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga kualitas sumber
daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan.
Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945 dimana
dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara
yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan
demikian program pendidikan mempunyai andil besar terhadap
kemajuan sosial ekonomi suatu bangsa.
Indikator yang digunakan untuk melihat hasil proses
pembangunan yang berorientasi penduduk, salah satu diantaranya
adalah melalui pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting
dalam menciptakan masyarakat yang cerdas, terampil, dan
berwawasan, sehingga pembaharuan pendidikan harus terus
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan masyarakat di suatu daerah, maka akan semakin
baik kualitas sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut.
Dalam pembangunan, pendidikan merupakan salah satu
bidang yang mendapat perhatian paling besar. Hal ini karena masih
ditemukannya masalah mendasar dalam bidang pendidikan.
Beberapa permasalahan pendidikan seperti kesempatan
memperoleh pendidikan, kualitas pendidikan, dan partisipasi
masyarakat dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan
kebutuhan lapangan kerja. Oleh karena itu perlu mendapat
penanganan khusus dari pemerintah dan dukungan yang optimal
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 36
dari seluruh lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi
penduduk dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah yang
diharapkan dapat meningkatkan kualitas penduduk sebagai sumber
daya pembangunan. Dengan tingkat pendidikan yang baik dan
berkualitas, orang akan memiliki tingkat wawasan dan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih baik, sehingga lebih
mampu melihat dan memanfaatkan peluang yang ada untuk
meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya.
Pada bab ini, gambaran pendidikan yang akan diuraikan
meliputi : tingkat partisipasi sekolah, pendidikan yang ditamatkan,
angka melek huruf, dan fasilitas pendidikan.
3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah
Dalam rangka pemerataan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan, pemerintah selalu berupaya meningkatkan pengadaan
sarana dan prasarana pendidikan yang tersebar di berbagai pelosok
daerah. Upaya-upaya tersebut misalnya penambahan jumlah
sekolah terutama jenjang Sekolah Dasar dan program wajib belajar
6 tahun, yang kemudian dilanjutkan dengan program wajib belajar 9
tahun. Pembangunan bidang pendidikan bertujuan meningkatkan
akses penduduk terhadap fasilitas pendidikan, sehingga banyak
penduduk yang dapat bersekolah. Untuk melihat keberhasilan upaya
pemerintah di bidang pendidikan, salah satunya dapat diukur dari
Angka Partisipasi Sekolah (APS).
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 37
APS dihitung dengan membagi jumlah penduduk pada
kelompok umur tertentu (umur 7-12; 13-15; atau 16-18) yang sedang
bersekolah, dengan jumlah penduduk pada kelompok umur yang
bersangkutan (umur 7-12; 13-15; atau 16-18) dikalikan 100 persen.
Meningkatnya APS pada usia sekolah menunjukkan keberhasilan
bidang pendidikan, terutama yang berkaitan dengan upaya
memperluas jangkauan pelayanan pendidikan.
Pada tahun 2013 APS penduduk usia 7-12 tahun sebesar
99,63 persen. Artinya dari seluruh penduduk usia 7-12 tahun, hampir
seluruhnya berstatus masih sekolah dan hanya 0,37 persen yang
berstatus tidak bersekolah. APS kelompok usia 7-12 tahun belum
mencapai 100 persen dimungkinkan karena beberapa alasan.
Kegiatan Susenas 2013 menggambarkan keadaan bulan September
Sumber : Susenas, 2013
(7-12) 99.63%
(13-15) 97.00%
(16-18) 83.41%
(19-24) 19.65%
Kelompok Usia Sekolah (Tahun)
Gambar 3.1 Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo,
2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 38
2013, sehingga dimungkinkan pada tahun ajaran baru 2013 (Juli
2013) yang bersangkutan belum genap berusia 7 tahun dan belum
bisa diterima masuk di SD. Angka Partisipasi Sekolah kelompok
penduduk usia 13-15 tahun lebih sedikit dibandingkan dengan
kelompok penduduk usia 7-12 tahun, yaitu masih mencapai 97,00
persen. Selanjutnya pada kelompok penduduk usia 16-18 tahun APS
mencapai 83,41 persen, dan pada kelompok usia 19-24 sebesar
19,65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan, persentase penduduk yang masih bersekolah cenderung
menurun. Berbagai faktor bisa menyebabkan kondisi tersebut, baik
kemungkinan dikarenakan jarak kesekolah yang relatif jauh, kondisi
ekonomi keluarga yang kurang mendukung, atau mungkin sebab
lainnya sehingga mereka tidak sekolah lagi.
Tabel 3.1. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan
Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kelompok Usia Sekolah (Tahun)
Laki-laki Perempuan Laki-laki +
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
7-12 99,32 100,00 99,63
13-15 97,95 96,25 97,00
16-18 87,05 77,89 83,41
19-24 24,48 14,74 19,65
Sumber: Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 39
Berdasarkan tabel 3.1 ditunjukkan bahwa APS laki-laki pada
kelompok umur 7-12 tahun lebih rendah dibandingkan APS
perempuan. Akan tetapi pada kelompok umur di atasnya, APS laki-
laki selalu lebih besar dibandingkan APS perempuan.
3.2 Pendidikan yang Ditamatkan
Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat
keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan dalam
meningkatkan sumber daya manusia adalah tingkat pendidikan yang
ditamatkan penduduk umur 10 tahun ke atas. Tingkat pendidikan
yang ditamatkan oleh penduduk menggambarkan kualitas sumber
daya manusia yang dimiliki suatu wilayah. Semakin tinggi pendidikan
yang ditamatkan, maka semakin baik pula kualitas sumber daya
manusianya. Tabel 3.2 menyajikan besarnya persentase penduduk
menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan.
Berdasarkan hasil Susenas 2013, persentase penduduk yang
berpendidikan SLTP ke atas sebesar 51,18 persen. Artinya sudah
lebih dari separo penduduk di Kabupaten Kulon Progo telah
menempuh wajib belajar 9 tahun dan 48,82 persen sisanya masih
berpendidikan SD ke bawah atau sama sekali belum pernah
bersekolah. Tingginya jumlah penduduk yang berpendidikan SLTP
ke atas ini menggambarkan bahwa semakin besarnya kesadaran
penduduk Kabupaten Kulon Progo untuk menyelesaikan
pendidikan tidak hanya di tingkat dasar tetapi sampai dengan
tingkatan yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah atas dan
pentingnya pendidikan lebih tinggi di masa mendatang.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 40
Jika dilihat menurut jenis kelamin, sampai pada jenjang SD
persentasenya didominasi perempuan. Sedangkan mulai pada
jenjang SLTP, laki-laki berumur 10 tahun ke atas persentasenya
lebih banyak dibandingkan perempuan. Seperti halnya pada tahun
2012, kondisi pendidikan pada tahun 2013 juga tidak jauh berbeda.
Persentase penduduk laki-laki yang berpendidikan SLTP ke atas
mencapai 56,68 persen. Sedangkan penduduk perempuan
besarnya kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 45,98 persen.
Tabel 3.2. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Laki-laki Perempuan Laki-laki +
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Tidak/Belum Pernah Sekolah/ Belum Tamat SD
18,43 28,09 23,39
SD 24,89 25,93 25,42
SLTP 20,93 18,21 19,53
SLTA 30,16 22,26 26,10
Diploma/Universitas 5,59 5,52 5,55
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: Susenas 2013 3.3 Angka Melek Huruf
Gambaran umum tingkat kecerdasan penduduk suatu daerah
dapat ditunjukkan oleh kemampuan baca tulis atau biasa disebut
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 41
dengan Angka Melek Huruf (AMH). Kemampuan membaca dan
menulis merupakan ketrampilan minimum yang dibutuhkan oleh
setiap penduduk untuk menuju hidup sejahtera. Dengan kemampuan
tersebut seseorang akan lebih mudah dalam mengakses informasi.
Selain itu dengan kemampuan tersebut seseorang dapat lebih
mudah mempelajari dan menyerap ilmu pengetahuan serta
memahami program-program pembangunan. Kemampuan baca
tulis tercermin dari angka melek huruf yang didefinisikan melalui
besarnya persentase penduduk 10 tahun ke atas yang dapat
membaca dan menulis huruf latin/lainnya. Indikator ini
menggambarkan mutu sumber daya manusia yang diukur melalui
aspek pendidikan. Semakin tinggi nilai indikator ini semakin tinggi
mutu sumber daya manusia suatu masyarakat. Laki-laki maupun
perempuan memiliki hak yang sama untuk meningkatkan kualitas diri
dan kecerdasan.
Tabel 3.3. Angka Melek Huruf Penduduk 10 Tahun ke Atas
di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Jenis Kelamin 2012 2013
(1) (2) (3)
Laki-laki 96,17 97,71
Perempuan 89,26 90,48
Laki-laki +Perempuan 92,62 94,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 42
Berdasarkan hasil Susenas 2013, banyaknya penduduk 10
tahun ke atas di Kabupaten Kulon Progo yang dapat membaca dan
menulis tercatat sebanyak 94,00 persen. Sisanya sebanyak 6
persen adalah mereka yang buta huruf. Pada tabel 3.3.
menunjukkan bahwa angka melek huruf laki-laki lebih tinggi
dibandingkan angka melek huruf perempuan. Dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, angka melek huruf baik laki-laki maupun
perempuan mengalami kenaikan. Hal ini sejalan dengan tingkat
pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk yang
tingkatannya semakin tinggi. Peningkatan angka melek huruf ini
menunjukkan bahwa semakin baiknya mutu pendidikan masyarakat
dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan. Perbedaan angka melek huruf antara laki-laki dan
perempuan tidak terlalu tinggi, artinya sudah hampir tidak ada
Sumber : Susenas, 2013
96.17% 97.71%
89.26% 90.48%
92.62% 94.00%
2012 2013
Grafik 3.2 Penduduk 10 Tahun keatas Menurut Kemampuan Baca Tulis di Kabupaten Kulon Progo,
2013
L P L+P
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 43
pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pemenuhan
pendidikan, sehingga perempuan pun memiliki hak yang sama
dengan laki-laki dalam meningkatkan kualitas diri dan kecerdasan
pengetahuan.
3.4 Fasilitas Pendidikan
Berdasarkan data Dinas Pendidikan pada tahun ajaran
2012/2013, sarana pendidikan yang terdapat di Kabupaten Kulon
Progo, untuk Taman Kanak-Kanak (TK)/RA ada sebanyak 351
sekolah, SD/MI ada 370 sekolah, SLTP/MTs ada 87 sekolah dan
SLTA/MA ada 54 sekolah. Sementara itu perguruan tinggi yang
berada di Kabupaten Kulon Progo masih sangat terbatas dan
jumlahnya hanya 3 buah yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Wates,
Universitas Negeri Yogyakarta, dan IKIP PGRI Pengasih.
351 370
87 54
3
Gambar 3.3. Banyaknya Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
TK SD SLTP SLTA PT
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 44
Dengan melihat keadaan tersebut mencerminkan bahwa
untuk tingkat pendidikan SLTA, siswa belum dapat leluasa dalam
menentukan pilihan sekolah yang diinginkan terutama pilihan untuk
sekolah di wilayah sendiri. Begitu pula untuk melanjutkan pada
pendidikan tinggi seperti universitas, masih sedikit pilihan yang dapat
dilakukan siswa dalam menentukan perguruan tinggi yang akan
dipilih, sehingga banyak siswa memilih melanjutkan sekolah/kuliah di
luar Kabupaten Kulon Progo.
Rasio murid terhadap guru dan rasio murid terhadap kelas
merupakan ukuran yang dapat menggambarkan tingkat ketersediaan
sarana pendidikan. Rasio murid-guru menggambarkan beban tugas
guru dalam mengajar pada suatu jenjang pendidikan. Indikator ini
juga dapat digunakan untuk melihat mutu pengajaran di kelas karena
semakin tinggi nilai rasio murid terhadap guru berarti semakin
berkurang tingkat pengawasan atau perhatian guru terhadap murid,
sehingga mutu pengajaran cenderung menurun. Sedang rasio murid
terhadap kelas menggambarkan kepadatan kelas sebagai ruang
belajar.
Pada tahun ajaran 2012/2013 rasio murid-guru pada jenjang
SD dan SLTP mengalami penurunan dibandingkan tahun ajaran
2011/2012, sedangkan pada jenjang SLTA meningkat. Penurunan
rasio ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan,
karena guru akan semakin fokus dalam menyampaikan pelajaran
dengan jumlah murid yang lebih sedikit. Pada tahun ajaran
2012/2013 rasio murid-guru di Kabupaten Kulon Progo untuk jenjang
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 45
pendidikan SD menurun menjadi 9 murid per guru dan pada jenjang
pendidikan SLTP menurun menjadi 10 murid per guru dibandingkan
tahun ajaran 2011/2012, sedangkan pada jenjang SLTA meningkat
menjadi 9 murid per guru. Angka tersebut mengandung pengertian
bahwa setiap guru SD rata-rata mengajar 9 siswa, setiap guru SLTP
mengajar 10 siswa dan sebanyak 9 siswa SLTA diajar oleh guru
SLTA. Rasio murid terhadap guru ini masih memenuhi persyaratan
yang dianjurkan bagi seorang guru untuk bisa mengawasi dan
memberi perhatian kepada murid–muridnya.
Tabel 3.4. Rasio Murid-Guru di Kabupaten Kulon Progo,
Tahun Ajaran 2009/2010 - 2012/2013
Rasio Murid – Guru
Jenjang Pendidikan
SD SLTP SLTA
(1) (2) (3) (4)
2009/2010
2010/2011
2011/2012
2012/2013
9
10
10
9
10
10
11
10
8
8
8
9
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Rasio murid-kelas di Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke
tahun kecenderungannya menurun. Penurunan rasio ini
menggambarkan bahwa semakin meningkatnya ketersediaan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 46
ruangan kelas, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kenyamanan ruangan kelas dan pada gilirannya akan meningkatkan
kualitas pendidikan. Pada tahun ajaran 2012/2013 untuk jenjang
pendidikan SD, SLTP, dan SLTA berturut-turut masing-masing
adalah 14, 23, dan 24. Artinya bahwa rata-rata setiap ruang kelas SD mampu dihuni 14 siswa, setiap ruang kelas SLTP dihuni 23
siswa dan setiap ruang kelas SLTA mampu dihuni oleh 24 siswa.
Kedua indikator, rasio murid guru dan rasio murid-kelas,
memberikan gambaran kondisi yang ideal untuk berlangsungnya
proses belajar mengajar yang efektif, sehingga diharapkan mutu pengajaran bisa berjalan dengan baik dan diperoleh output
pendidikan yang berkualitas.
Tabel 3.5. Rasio Murid-Kelas di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2009/2010 - 2012/2013
Rasio Murid – Kelas
Jenjang Pendidikan
SD SLTP SLTA
(1) (2) (3) (4)
2009/2010
2010/2011
2011/2012
2012/2013
16
16
15
14
29
28
28
23
27
27
25
24
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
4
Angkatan Kerja
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
49
BAB IV ANGKATAN KERJA
Aspek penting dari bahasan ketenagakerjaan adalah tenaga
kerja. Menurut pendapat Sumitro (1987), tenaga kerja adalah semua
orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk mereka yang
menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka
yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam proses produksi,
karena manusialah (tenaga kerja) yang mampu menggerakkan
faktor-faktor produksi yang lain untuk menghasilkan suatu barang.
Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja terdiri dari kelompok penduduk yang bekerja dan
pengangguran. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam
seminggu yang lalu. Sedangkan pengangguran penduduk yang tidak
bekerja/tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan kerja
yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak
mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan atau mereka yang sudah diterima bekerja tetapi belum
mulai bekerja (BPS, 2011).
Besaran angkatan kerja mencerminkan besarnya penawaran
tenaga kerja (supply of labor) . Ketidakseimbangan permintaan
terhadap tenaga kerja (demand of labor) terhadap penawaran
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
50
tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu berdampak pada
munculnya masalah dalam bidang angkatan kerja. Ada dua jenis
ketidakseimbangan tenaga kerja. Pertama, penawaran lebih besar
dibandingkan permintaan tenaga kerja (excess suply of labor).
Kedua, penawaran lebih kecil dibandingkan permintaan tenaga kerja
(excess demand of labor). Ketidakseimbangan pertama merupakan
permasalahan umum yang disebabkan karena sejumlah angkatan
kerja tidak terserap dalam kegiatan ekonomi. Kelebihan pasokan
tenaga kerja dalam jumlah besar akan menyebabkan masalah
ketenagakerjaan yang serius dan tersebar luas yaitu: pengangguran,
meledaknya sektor informal dan setengah pengangguran (Sigit,
2000). Agar dapat mencapai keadaan yang seimbang maka
seyogyanya semua angkatan kerja dapat tertampung dalam
lapangan pekerjaan yang ada. Hal ini akan membawa konsekwensi
bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapangan pekerjaan
bagi angkatan kerja baru.
Menurut International Labor Organization (ILO) permasalahan
ketenagakerjaan selain pengangguran yang umum dihadapi suatu
daerah adalah rendahnya kualitas tenaga kerja, rendahnya
produktivitas tenaga kerja, rendahnya tingkat kesejahteraan tenaga
kerja, makin sempitnya lapangan kerja, tingginya angka
ketergantungan (depency ratio), rendahnya kontribusi dan
penyerapan sektor-sektor pembangunan terhadap ketenagakerjaan,
dan belum teridentifikasinya keterkaitan antara pendidikan dan
lapangan pekerjaan (Hadi, 2009). Melihat kondisi ketenagakerjaan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
51
yang demikian, maka perlu adanya upaya menggalakkan program
yang memotivasi masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja
baru. Program tersebut secara tidak langsung meningkatkan
pendapatan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Tenaga kerja yang lebih mandiri dan mempunyai kualitas yang baik
akan meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan taraf hidup
penduduk.
Untuk mengetahui gambaran umum mengenai keadaan
ketenagakerjaan di Kabupaten Kulon Progo, maka pada bab ini akan
disajikan ulasan mengenai karakteristik penduduk usia kerja, Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT), lapangan usaha, status pekerjaan, jenis pekerjaan dan jam
kerja.
4.1 Karakteristik Penduduk Usia Kerja
Dalam pengumpulan data ketenagakerjaan oleh Badan Pusat
Statistik, konsep dan definisi yang digunakan adalah The Labor
Force Concept yang disarankan oleh ILO. Konsep ini membagi
penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan
penduduk bukan usia kerja. Sesuai dengan ketentuan dalam UU
Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang dimaksudkan dengan
penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke
atas. Penduduk usia kerja ini selanjutnya dikategorikan ke dalam
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Sedang yang dimaksud
dengan penduduk bukan usia kerja adalah penduduk yang berusia di
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
52
bawah 15 tahun. Analisa terhadap karakteristik penduduk usia kerja
dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat
aktivitas, tingkat kesempatan kerja dan pengangguran pada situasi
di pasaran tenaga kerja.
Tabel 4.1. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kegiatan
Selama Seminggu Sebelum Pencacahan dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kegiatan L P L+P
(1) (2) (3) (4)
AK 86,25 65,66 75,61
Bekerja 82,98 64,55 73,46
Pengangguran Terbuka 3,27 1,11 2,15
Bukan AK 13,75 34,34 24,39
Sekolah 4,21 4,16 4,18
Mengurus rumah tangga 4,55 25,38 15,31
Lainnya 4,99 4,80 4,90
Penduduk Usia Kerja 100,00 100,00 100,00
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Secara umum, jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten
Kulon Progo pada tahun 2013 hampir mencapai 311.148 orang atau
meningkat 1,09 persen dibandingkan tahun 2012 pada bulan yang
sama. Dari jumlah ini, 75,61 persen termasuk dalam kategori
angkatan kerja dan sisanya termasuk dalam kategori bukan
angkatan kerja, yaitu sebanyak 24,39 persen. Kenyataan ini
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
53
menunjukkan bahwa sebanyak 75,61 persen penduduk usia kerja
berpartisipasi aktif dalam bursa kerja, dan sisanya tidak aktif.
Jika dilihat menurut jenis kelamin, tingkat aktivitas di antara
laki-laki lebih tinggi dibandingkan tingkat aktivitas di antara
perempuan. Fenomena kesenjangan aktivitas jelas terlihat dari
persentase perempuan yang tidak aktif dalam kegiatan ekonomi di
antara perempuan (34,34 persen) lebih tinggi dibandingkan diantara
laki-laki (13,75 persen). Penduduk perempuan mendominasi pada
kelompok bukan angkatan kerja karena kemungkinan masih adanya
anggapan bahwa laki-laki adalah sebagai kepala rumah tangga yang
memiliki tanggung jawab terhadap kebutuhan rumah tangga,
sehingga dituntut untuk bekerja, sedangkan bagi perempuan lebih
baik mengurus rumah tangga, anak-anak dan suami. Tingginya
partisipasi laki-laki dibandingkan perempuan pada kelompok
angkatan kerja yang bekerja atau tingginya perempuan
dibandingkan laki-laki pada kelompok bukan angkatan kerja
mengakibatkan kesenjangan yang cukup signifikan dalam partisipasi
angkatan kerja antar jenis kelamin. Keadaan ini menunjukkan
indikasi adanya ketidaksetaraan gender yang inheren, yang perlu
mendapatkan perhatian yang lebih serius.
4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat
Pengangguran Terbuka
Perkembangan aktivitas ketenagakerjaan dapat dilihat dari
besarnya keterlibatan penduduk yang secara aktif dalam kegiatan
ekonomi untuk memenuhi pasokan tenaga kerja untuk
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
54
menghasilkan barang/jasa. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan
ekonomi diukur dengan jumlah penduduk yang masuk dalam pasar
kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) yang biasa disebut sebagai
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Selain itu, besarnya
partisipasi penduduk dibidang ketenagakerjaan dapat dilihat melalui
indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan
perbandingan antara banyaknya penduduk usia kerja yang
menganggur dengan banyaknya angkatan kerja.
Meskipun jumlah penduduk usia kerja perempuan lebih
banyak dari pada penduduk laki-laki, namun dari tahun ke tahun
TPAK laki-laki ada kecenderungan selalu lebih tinggi dibandingkan
TPAK perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penduduk
usia kerja dalam jumlah besar bukan merupakan jaminan akan
meningkatkan tenaga kerja yang potensial, karena tidak semua
penduduk usia kerja masuk dalam golongan angkatan kerja.
Tabel 4.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Kulon Progo, 2012-2103
Jenis Kelamin TPAK TPT
2012*) 2013 2012*) 2013
(1) (2) (3) (4) (5)
Laki-laki 83,52 86,25 3,28 3,79
Perempuan 67,82 65,66 2,76 1,69
L + P 75,40 75,61 3,04 2,85
Sumber : Sakernas Agustus 2012-2013 (*Revisi Data)
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
55
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa pada periode 2012-
2013 di Kabupaten Kulon Progo terjadi peningkatan TPAK dengan
diiringi penurunan TPT. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
bertambahnya partisipasi penduduk dalam dunia kerja dan
ketersediaan lapangan pekerjaan mampu mengurangi tingkat
pengangguran. TPAK pada tahun 2013 mencapai 75,61 persen,
artinya bahwa dari setiap 100 penduduk usia kerja ada sekitar 76
penduduk usia kerja yang berpartisipasi aktif dalam bursa kerja
(angkatan kerja) dan sekitar 24 persen penduduk usia kerja sisanya
tidak aktif dalam bursa kerja (bukan angkatan kerja). Kesenjangan
TPAK jelas terlihat antara penduduk laki-laki dan perempuan. TPAK
laki-laki mencapai 86,25 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan
TPAK perempuan yang hanya mencapai 65,66 persen. Demikian
pula sebaliknya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun
2013 di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan. TPT pada
Agustus 2012 tercatat 3,04 persen dan pada bulan Agustus 2013
menurun menjadi 2,85 persen.
4.3 Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha
Salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian
dalam menyerap tenaga kerja adalah komposisi penduduk yang
bekerja menurut lapangan pekerjaan. Selain itu, indikator tersebut
juga mencerminkan struktur perekonomian suatu wilayah. Untuk
mengetahui sektor-sektor yang banyak menyerap tenaga kerja perlu
dilakukan analisis mengenai lapangan pekerjaan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
56
Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, lapangan
usaha yang banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Kulon
Progo adalah di sektor pertanian. Pada tahun 2013, sektor pertanian
masih merupakan sektor yang paling dominan dalam menyerap
tenaga, bahkan lebih dari separuhnya. Hal ini juga sejalan dengan
kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), dimana ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahun
2013 sebagian besar bersifat pertanian.
Seperti halnya pada tahun 2012, pada tahun 2013 sektor yang
paling banyak menyerap tenaga kerja sektor pertanian, yaitu
mencapai 50,24 persen. Hal ini dapat dimaklumi karena Kabupaten
Kulon Progo termasuk sebagai daerah agraris, dimana sebagian
besar mata pencaharian penduduknya bergantung dari di sektor
pertanian. Sektor berikutnya yang banyak menyerap tenaga kerja
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Pertanian 50.24%
Industri 11.61%
Perdagangan 17.80%
Jasa-jasa 12.17%
Lainnya 8.18%
Gambar 4.1. Persentase Penduduk 15 Tahun yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
57
adalah sektor perdagangan, sektor jasa, sektor industry dan terakhir
sektor lainnya. Persentase penduduk yang bekerja di sektor
perdagangan mencapai 17,80 persen, sektor jasa sebesar 12,17
persen, sektor industri sebesar 11,61 persen dan sektor lainnya
hanya mampu menyerap 8,18 persen.
Tabel 4. 3. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu menurut Lapangan Usaha
Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Lapangan Usaha Laki-Laki Perempuan Lk + Pr
(1) (2) (3) (4)
1. Pertanian 52,85 47,10 50,24
2. Industri 8,85 14,93 11,61
3. Perdagangan 14,71 21,52 17,80
4. Jasa-jasa 10,79 13,83 12,17
5. Lainnya 12,79 2,62 8,18
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Dua sektor serupa juga merupakan penyerap tenaga kerja
terbanyak baik untuk tenaga kerja laki-laki maupun perempuan, yaitu
sektor pertanian dan sektor perdagangan. Catatan penting dari
Tabel 4.3 bahwa sektor pertanian mampu menyerap lebih banyak
tenaga kerja laki-laki, sedangkan pada sektor perdagangan lebih
banyak menyerap tenaga kerja perempuan. Tingginya tenaga kerja
perempuan yang bekerja di sektor perdagangan, karena selain
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
58
dibutuhkan ketelatenan dalam berusaha, pekerjaan ini dapat
dilakukan di sekitar tempat tinggal sambil mengurus rumah tangga.
4.3 Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Indikator yang digunakan untuk memberikan gambaran
tentang kedudukan pekerja dalam suatu pekerjaan adalah status
pekerjaan. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
komposisi status pekerjaan di Kulon progo tidak menunjukkan
perbedaan yang besar.
Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Status Pekerjaan Utama L P L+P
(1) (2) (3) (4)
Berusaha sendiri 9,05 12,37 10,56
Berusaha dibantu buruh tdk tetap 45,12 12,95 30,52
Berusaha dibantu buruh tetap 2,78 3,78 3,23
Buruh/Karyawan 23,96 22,33 23,22
Pekerja bebas di pertanian 1,92 0,98 1,49
Pekerja bebas non pertanian 5,62 0,60 3,34
Pekerja tidak dibayar/keluarga 11,55 46,97 27,62
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
59
Tenaga kerja yang berusia 15 tahun ke atas dengan status
berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap merupakan status
pekerjaan yang paling banyak dilakukan yaitu sebesar 30,52 persen.
Status pekerjaan yang terbanyak berikutnya adalah para pekerja
tidak dibayar/pekerja keluarga yaitu sebesar 27,62 persen dan
buruh/karyawan sebanyak 23,22 persen. Tingginya penduduk yang
bekerja sebagai pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga memberi
indikasi bahwa tenaga kerja tersebut belum sepenuhnya
dimanfaatkan secara optimal, sehingga mereka hanya sekedar
membantu usaha dalam suatu kegiatan ekonomi tanpa memperoleh
upah/gaji. Kelompok ini merupakan pekerja dengan tingkat
produktivitas yang rendah atau kalah bersaing dalam kompetisi
memperebutkan lapangan pekerjaan. Fenomena ini kemungkinan
disebabkan karena pertumbuhan kesempatan kerja hanya
terkonsentrasi pada sektor-sektor yang tidak efisien dalam
menciptakan lapangan kerja produktif sehingga sektor-sektor
dimana pekerja tidak produktif tidak memiliki akses yang baik ke
sana. Pertumbuhan kesempatan kerja juga mungkin terkonsentrasi
ke sektor-sektor yang memiliki multiplier effect yang kecil.
Jika dilihat menurut jenis kelamin, tenaga kerja laki-laki paling
banyak bekerja dengan status berusaha dengan dibantu buruh tidak
tetap yang mencapai 44,12 persen, diikuti pekerja dengan status
buruh/karyawan (23,96 persen) dan pekerja tidak dibayar/keluarga
(11,55 persen). Sedangkan status pekerjaan yang lain
persentasenya kurang dari 10 persen. Berbeda dengan perempuan
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
60
paling lebih banyak bekerja dengan status pekerja tidak
dibayar/keluarga yang mencapai 46,97 persen. Diikuti perempuan
berstatus buruh/karyawan (22,33 persen), berusaha dibantu buruh
tidak tetap (12,95 persen), diikuti berusaha sendiri yang mencapai
12,37 persen, sedangkan sektor yang lain persentasenya kurang
dari 5 persen. Kenyataan ini bisa dimaklumi karena berusaha
dengan buruh tidak tetap biasanya terjadi pada sektor pertanian
yang banyak menyerap tenaga kerja kerja laki-laki. Masih adanya
anggapan bahwa penanggung jawab nafkah utama keluarga adalah
kaum laki-laki, sehingga wajar jika perempuan lebih banyak bekerja
dengan status pekerja keluarga.
Sumber : Sakernas Agustus 2013
L P L+P
Gambar 4.3. Persentase Penduduk 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon
Progo, 2013 Berusaha sendiri
Berusaha dibantuburuh tdk tetap
Berusaha dibantuburuh tetap
Buruh/Karyawan
Pekerja bebas dipertanian
Pekerja bebas nonpertanian
Pekerja keluarga
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
61
4.4 Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama
Sejalan dengan lapangan pekerjaan penduduk yang masih
banyak di sektor pertanian, jenis pekerjaan penduduk di Kabupaten
Kulon Progo pada tahun 2013 sebagian besar juga merupakan
tenaga usaha pertanian yaitu sekitar 44,56 persen. Jenis pekerjaan
terbesar berikutnya adalah yang bekerja sebagai tenaga produksi
sebesar 27,58 persen, diikuti tenaga usaha penjualan sebesar 14,45
persen, sedangkan jenis pekerjaan lainya persentasenya masih di
bawah sebesar 5 persen.
Tabel 4.5. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu menurut Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Jenis Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Laki-laki +
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Tenaga professional 3,30 7,02 4,99
Tenaga kepemimpinan 0,46 0,00 0,25
Pejabat pelaksana tata usaha 2,99 3,42 3,18
Tenaga usaha penjualan 11,25 18,30 14,45
Tenaga usaha jasa 4,16 4,93 4,51
Tenaga usaha pertanian 52,33 35,19 44,56
Tenaga produksi 24,63 31,14 27,58
Lainnya 0,88 0,00 0,48
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
62
Pola yang sama juga terjadi jika dilihat menurut jenis kelamin.
Tiga besar jenis pekerjaan utama di atas juga dilakukan laki-laki
maupun perempuan. Tenaga usaha pertanian menempati urutan
terbanyak pertama, dimana laki-laki mencapai 52,33 persen dan
perempuan 35,19 persen. Peringkat terbanyak kedua adalah tenaga
produksi. Tenaga produksi yang dilakukan laki-laki sebanyak 24,63
persen, sedangkan perempuan sebanyak 31,14 persen. Seperti
halnya pada jenis pekerjaan umumnya, tenaga usaha penjulan baik
laki-laki maupun perempuan juga menempati urutan terbanyak
ketiga. Tenaga kerja laki-laki dengan jenis pekerjaan utama sebagai
tenaga usaha penjulan mencapai 11,25 persen dan perempuan
sebanyak 18,30 persen.
4.5 Jam Kerja
Dalam mengukur produktivitas tenaga kerja, variabel jam kerja
seringkali digunakan sebagai tolok ukurnya. Idealnya semakin
banyak jam kerja yang digunakan maka diharapkan
output (produktivitas) yang dihasilkan juga semakin banyak. Namun
jumlah jam kerja selama seminggu ini tidak sepenuhnya dapat
memberikan gambaran tingkat produktivitas, terutama bagi mereka
yang memang menghendaki jam kerja rendah. Seseorang dikatakan
sebagai pekerja penuh (full employed) atau tidak penuh (under
employed) ditunjukkan oleh jumlah jam kerja dalam seminggu.
Dikatakan sebagai pekerja penuh bila jam kerja seseorang telah
mencapai 35 jam atau lebih dalam seminggu.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
63
Distribusi penduduk yang bekerja berdasarkan kelompok jam
kerja digambarkan dalam tabel 4.6. Secara umum di Kabupaten
Kulon Progo sebagian besar pekerja masuk kategori pekerja penuh,
yaitu sebanyak 52,06 persen. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa produktivitas penduduk yang bekerja di Kulon Progo sudah
baik dari segi penggunaan jam kerja (lebih dari jam kerja normal).
Namun demikian masih terdapat 47,94 persen yang bekerja di
bawah jam kerja normal, yang merupakan setengah pengangguran.
Tabel 4.6. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Jumlah Jam Kerja (Jam)
Jenis Kelamin
L P L+P
(1) (2) (3) (4)
0 (Sementara Tidak Bekerja) 4,12 5,19 4,60
1 – 9 3,60 8,28 5,72
10 – 24 18,45 28,41 22,96
25 – 34 14,19 15,19 14,65
35 – 44 20,52 17,38 19,10
45 – 59 29,33 17,07 23,76
60 + 9,79 8,49 9,20
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
64
Jika dilihat menurut jenis kelamin, tenaga kerja laki-laki yang
masuk kategori pekerja penuh mencapai 59,64 persen dan
perempuan jauh lebih sedikit, yaitu hanya mencapai 42,94 persen.
Tabel 4.6. juga menunjukkan bahwa persentase setengah
pengangguran pekerja perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.
Setengah pengangguran laki-laki mencapai 40,36 persen dari total
penduduk laki-laki yang bekerja dan setengah penganggur
perempuan sebanyak 57,06 persen dari total penduduk perempuan
yang bekerja.
Bila seorang pekerja dalam seminggu yang lalu (dalam
periode survei) sementara tidak bekerja atau jam kerjanya nol jam,
maka tidak dikategorikan sebagai setengah pengangguran atau
pengangguran terbuka. Pengecualian ini berlaku karena sebenarnya
statusnya adalah sebagai pekerja, tetapi karena selama pencacahan
sedang cuti, sakit, menunggu panen dan sebagainya, maka yang
bersangkutan dikategorikan sebagai sementara tidak bekerja. Perlu
dicatat, sementara tidak bekerja selama seminggu yang lalu masih
termasuk ke dalam kelompok angkatan kerja.
5
Konsumsi&Pengeluaran
Rumah Tangga
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 67
BAB V KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA
Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk melihat
tingkat kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi tingkat pendapatan
seseorang maka secara materi meningkat pula kesejahteraannya.
Selain itu tingkat kesejahteraan juga bisa dilihat dari bagaimana
seseorang mengalokasikan pendapatan yang diperolehnya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada kondisi pendapatan terbatas,
pemenuhan kebutuhan makanan akan menjadi prioritas utama,
sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan
terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk
membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan maka
lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu
penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan
peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan
makanan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa semakin rendah
persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran,
maka semakin baik tingkat perekonomian penduduk. Seperti hukum
yang dikemukakan oleh Engel (1896) bahwa saat pendapatan
meningkat, proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk membeli
makanan akan berkurang. Terkait dengan Hukum Engel ini, Bennet
dalam Latief (2000) menyebutkan bahwa peningkatan pendapatan
akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas
konsumsi pangannya yang ditunjukkan oleh semakin mahalnya
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 68
harga (nilai uang) per zat gizi yang dikonsumsi. Berdasarkan hal itu,
Bouis dalam Latief (2000) menyatakan bahwa hal ini dapat dilihat
sebagai keterkaitan atas struktur permintaan pangan. Pada tingkat
pendapatan per kapita yang rendah, permintaan terhadap pangan
akan tertuju pada pangan yang padat kalori, terutama berupa padi-
padian. Selanjutnya Alderman seperti dikutip oleh Latief (2000)
berpendapat bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan
pangan yang dikonsumsi lebih beragam, serta umumnya akan terjadi
peningkatan konsumsi pangan yang lebih kaya gizi. Berdasarkan
penjelasan tersebut jelaslah bahwa pola konsumsi pangan
merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk di
suatu wilayah.
Indikator kesejahteraan yang diulas dalam publikasi ini dilihat
dari dua pendekatan, yaitu pendekatan permintaan (demand
approach) dan permintaan) dan pendekatan penawaran (supply
approach). Konsumsi rumah tangga merupakan pendekatan dari sisi
permintaan, sedangkan sisi penawaran lebih banyak berbicara pada
banyaknya produksi bahan makanan yang mampu dihasilkan
produsen pada tahun 2013.
Dalam operasionalnya di lapangan, untuk mendapatkan data
pendapatan rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Keterbukaan
dan kesediaan rumah tangga sendiri untuk memberikan informasi
yang sesungguhnya masih dirasa kurang kooperatif, sehingga
informasi pendapatan rumahtangga akan cenderung under estimate.
Maka dalam berbagai penelitian tingkat penghasilan rumah tangga
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 69
sering dilakukan dengan pendekatan/proksi pengeluaran konsumsi
(consumption approach).
5.1 Pengeluaran Rumah Tangga
Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator
yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan
penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pendapatan untuk
pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke
pengeluaran bukan makanan. Menurut Berg (1986) di negara
berkembang biasanya jumlah pengeluaran yang digunakan untuk
memenuhi keperluan bahan makanan adalah 2/3 dari total
pendapatan. Pada keluarga dengan pendapatan terbatas
menggunakan 80 persen dari total pendapatan keluarga untuk
membeli bahan makanan, sedangkan pada keluarga dengan tingkat
pendapatan lebih tinggi hanya sekitar 45 persen saja yang
digunakan untuk keperluan membeli bahan makanan. Menurut Engel
(1896), bila persentase makanan terhadap total pengeluaran lebih
dari 80 persen maka tingkat kesejahteraan sangat rendah.
Selanjutnya tabel 5.1 menunjukkan persentase pengeluaran
rata-rata per kapita sebulan menurut kuantil pengeluaran per kapita
sebulan dan jenis pengeluaran. Pada tabel tersebut menunjukkan
bahwa, seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga
maka pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan juga semakin
meningkat dan sebaliknya pengeluaran untuk makanan semakin
menurun. Kondisi ini sesuai dengan hukum yang dikemukakan oleh
Engel bahwa bila pendapatan meningkat maka persentase
pengeluaran untuk makanan akan menurun.
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 70
Tabel 5.1. Persentase Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Kuantil Pengeluaran Per Kapita Sebulan dan Jenis Pengeluaran di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kuantil Pengeluaran Per Kapita Sebulan
Makanan Bukan Makanan Total
(1) (2) (3) (4)
Pertama 68,49 31,51 100,00
Kedua 69,43 30,57 100,00
Ketiga 65,10 34,90 100,00
Keempat 60,79 39,21 100,00
Kelima 43,56 56,44 100,00
Rata-rata 55,46 44,54 100,00
Sumber: Susenas 2013
Di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 penduduk yang
berada pada kuantil pertama sampai kuantil keempat persentase
pengeluaran untuk makanan masih di atas 60 persen persen atau
pengeluaran bukan makanan masih di bawah 40 persen. Penduduk
dengan kondisi ekonomi terbawah (kuantil pertama), sebagian besar
pendapatannya digunakan untuk pengeluaran makanan, yaitu
mencapai 68,49 persen dan hanya 31,51 persen pengeluaran bukan
makanan. Sebaliknya untuk lapisan penduduk dengan ekonomi
teratas (kuantil kelima), pengeluaran untuk bukan makanan sudah
mencapai 56,44 persen dan hanya 43,56 persen dari total
pengeluaranya untuk pengeluaran makanan.
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 71
Tabel 5.2.a Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Komposisi 2013
(1) (2)
Padi-padian 10,65
Umbi-umbian 0,51
Ikan 1,29
Daging 1,99
Telur dan Susu 3,83
Sayur-sayuran 4,74
Kacang-kacangan 2,18
Buah-buahan 2,68
Minyak dan Lemak 2,22
Bahan Minuman 2,89
Bumbu-bumbuan 0,71
Konsumsi lainnya 1,30
Makanan& Minuman Jadi 15,81
Minuman Alkohol 0,00
Tembakau dan Sirih 4,66
Jumlah Makanan 55,46
Sumber : Susenas, 2013
Konsumsi rata-rata per kapita sebulan untuk beberapa jenis
bahan makanan penting dapat dilihat pada tabel 5.2.a. Seperti
halnya pada tahun 2012, pada tahun 2013 ini jenis pengeluaran
yang persentasenya paling tinggi adalah makanan jadi, kemudian
padi-padian dan sayur-sayuran. Jenis pengeluaran untuk rokok dan
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 72
sirih merupakan pengeluaran keempat tertinggi. Masih tingginya
konsumsi rokok ini, disamping harga rokok yang tinggi juga masih
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengalokasikan
pendapatannya untuk jenis komoditi yang mampu meningkatkan
kesehatan keluarga. Dominannya kontribusi dan meningkatnya
konsumsi bahan makanan/minuman jadi ini dimungkinkan terjadi
karena perubahan pola konsumsi masyarakat yang ingin lebih
praktis dan siap saji serta kemudahan akses berbagai jenis makanan
minuman jadi.
Tabel 5.2.b Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Bukan Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Komposisi 2013
(1) (2)
Perumahan 14,93
Barang dan Jasa 11,50
Biaya Pendidikan 4,07
Biaya Kesehatan 3,18
Pakaian, Alas Kaki & Tutup Kepala 2,44
Barang Tahan Lama 6,04
Pajak dan Asuransi 1,91
Keperluan Pesta & Upacara 0,47
Jumlah Bukan Makanan 44,54
Sumber: Susenas, 2013
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 73
5.2 Perkiraan Produksi Pertanian
Berdasarkan penjelasan pada bab angkatan kerja terlihat
bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Kulon Progo bekerja di
sektor pertanian. Mereka umumnya bekerja sebagai petani dengan
jenis tanaman utamanya tanaman bahan makanan seperti padi,
jagung, dan sebagainya. Selain padi sebagai komoditi unggulan
tanaman bahan makanan pokok, jagung sebagai substitusi makanan
pokok beras juga menjadi komoditi unggulan bahan makanan yang
cukup diandalkan.
Tabel 5.3. Produksi Padi dan Jagung per Kapita per Tahun
di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013 (Ton)
Uraian Tahun
2009 2010 2011*) 2012*) 2013*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Padi 123.087 106.857 133.100 135.238 114.702
Jagung 33.169 27.891 30.024 31.233 27.457
Jumlah Penduduk (Estimasi BPS)
374.921 388.869 393.796 397.639 401.450
Per Kapita Per Tahun
Padi 0,328 0,275 0,338 0,340 0,286
Jagung 0,088 0,072 0,076 0,079 0,068
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan, Kab. Kulon Progo (*Revisi Data Estimasi Penduduk)
Kebutuhan konsumsi bahan makanan penduduk Kabupaten
Kulon Progo selain dicukupi pasokan dari daerah lain, juga harus
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 74
didukung oleh kemampuan penduduk untuk menyediakan kebutuhan
pangan sendiri. Pada tahun 2013 produksi padi di Kabupaten Kulon
Progo mencapai 114.702 ton atau mengalami penurunan 15,19
persen dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 135.238 ton.
Penurunan ini mengakibatkan rata-rata produksi padi pada tahun
2013 juga mengalami penurunan menjadi 286 kg per kapita per
tahun. Penurunan juga terjadi pada produksi jagung.
Berdasarkan Susenas Modul Konsumsi tahun 2013, rata-rata
konsumsi beras penduduk Kabupaten Kulon Progo mencapai 0,23
kg per kapita per hari atau 82,80 kg per kapita per tahun. Jika
diasumsikan konversi padi (gabah kering giling) menjadi beras
sebesar 60 persen, maka produksi beras yang berasal dari
Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 mencapai 171,6 kg per
kapita per tahun. Walaupun produksi padi menurun, akan tetapi
kebutuhan konsumsi beras di Kabupaten Kulon Progo masih bisa
dicukupi dari produksi sendiri. Berdasarkan hal tersebut
menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi beras penduduk yang
hanya mencapai 82,80 kg per kapita pertahun sudah mampu
dicukupi dari produksi padi sendiri. Keadaan ini menunjukkan bahwa
Kabupaten Kulon Progo sudah mampu berswasembada beras.
Surplus beras bisa dimanfaatkan sebagai bahan industri makaanan
atau dimungkinkan ekspor beras ke luar Kabupaten Kulon Progo.
Hal ini sejalan dengan program ”bela beli produk Kulon Progo” yang
dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Salah satu
implementasi program ini, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah
melakukan MoU dengan Bulog tentang penyediaan beras miskin
(raskin) berasal dari produksi lokal Kulon Progo.
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 75
5.3 Kemiskinan
Kemiskinan adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan
yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimal/yang layak bagi kehidupannya.
Secara operasional penduduk miskin merupakan merupakan
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
perbulannya di bawah garis kemiskinan (BPS, 2012).
Tabel 5.4. Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kabupaten Kulon
Progo, 2009-2013
Tahun Garis
Kemiskinan (Rp)
Penduduk Miskin
Jumlah (000 jiwa)
Persentase (%)
(1) (2) (3) (4)
2009 205.585 89,91 24,65
2010 225.059 90.00 23,15
2011 240.301 92,76 23,62
2012 250.854 93,20 23,31
2013 259.945 86,50 21,39
Sumber: Susenas 2009-2011
Pada tahun 2013 penduduk miskin di Kabupaten Kulon
Progo mencapai 21,39 persen. Jika dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya persentase penduduk miskin di Kabupaten Kulon
Progo terus mengalami penurunan. Dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya, penurunan pada tahun 2013 relatif cukup tinggi,
yaitu mencapai 1,92 poin dari 23,31 persen pada tahun 2012
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 76
menjadi 21,39 pada tahun 2013. Penurunan ini kemungkinan selain
disebabkan karena banyaknya program perlindungan sosial yang
diluncurkan oleh pemerintah pusat juga diakibatkan karena
gencarnya pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten
Kulon Progo yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan
seperti program bela beli produk kulon progo, bedah rumah, dan lain
sebagainya.
6
Perumahan & Permukiman
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 77
BAB VI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Rumah pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan
dasar (basic needs) manusia selain sandang, pangan, pendidikan
dan kesehatan. Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang
perumahan dan kawasan permukiman menjamin bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan
kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat
strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa
sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif.
Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan
memberikan kemudahan serta bantuan perumahan bagi masyarakat
untuk memperoleh perumahan, agar masyarakat mampu bertempat
tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam
perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan..
Pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat juga
memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat
untuk ikut berperan. Pemerintah baik pemerintah pusat maupun
daerah mempunyai tanggung jawab sebagai fasilitator, memberikan
bantuan dan kemudahan kepada masyarakat serta melakukan
penelitian dan pengembangan juga menyediakan peraturan
perundang-undangan yang mendukung.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 78
Dalam upaya penyediaan perumahan lengkap dengan sarana
dan prasarana permukimannya, semestinya tidak sekedar untuk
mencapai target secara kuantitatif (banyaknya rumah yang tersedia)
semata-mata, melainkan harus dibarengi pula dengan pencapaian
sasaran secara kualitatif (mutu dan kualitas rumah sebagai hunian),
karena berkaitan langsung dengan harkat dan martabat manusia
selaku pemakai.
Pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman
yang layak, akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat. Bahkan di dalam masyarakat,
perumahan merupakan pencerminan dan pengejawatahan dari diri
pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam satu
kesatuan dan kebersamaan dalam lingkungan alamnya.
Pada dasarnya, rumah berfungsi sebagai tempat untuk
berteduh dari panas dan hujan, berlindung dari berbagai gangguan,
serta tempat beristirahat untuk melepaskan lelah sepulang dari
bekerja. Lebih dari itu, idealnya rumah memiliki fungsi yang lebih
kompleks. Sebaiknya rumah memiliki fungsi sebagai tempat
berlangsungnya pendidikan agama dan spiritual, moral, akademis,
serta psikologis bagi para penghuninya. Rumah yang diciptakan
dengan suasana yang bersih, sehat, aman, nyaman, dan harmonis,
diharapkan mampu berperan dalam upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Pada masa sekarang ini, rumah sudah
menjadi bagian dari gaya hidup dan bahkan dapat mencerminkan
status lambang sosial dari pemiliknya (Azwar, 1996; Mukono, 2000).
Kondisi ekonomi dan kesehatan seseorang salah satunya bisa
dilihat dari rumahnya. Rumah merupakan salah satu determinan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 79
kesehatan masyarakat. Karena itu, rumah yang sehat tentunya
memiliki kriteria standar kelayakan sebuah rumah. Rumah yang
layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan
sehingga penghuninya tetap sehat. Rumah yang sehat adalah
bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana
pembinaan keluarga yang dapat memberikan suasana dan
lingkungan yang nyaman dan berdampak baik bagi kesehatan para
penghuninya. Kualitas rumah tinggal pada umumnya ditentukan oleh
fisik rumah yang dapat terlihat dari fasilitas yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Fasilitas rumah tinggal yang ditempati dapat
mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Berbagai
fasilitas yang mencerminkan kesejahteraan rumah tangga tersebut
diantaranya dapat dilihat dari luas lantai, jenis lantai terluas, jenis
atap, jenis dinding, sumber air minum dan fasilitas buang air besar
rumah tangga.
6.1 Luas Lantai
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk
penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus
disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
kepadatan yang akan berdampak kurang baik terhadap kesehatan
penghuninya. Rumah yang padat penghuni menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen, disamping itu bila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 80
Rumah yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi
syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO) salah satu kriteria rumah sehat adalah
rumah tinggal yang memiliki luas lantai minimal 10 m2 perkapita.
Rumah dengan luas lantai lebih dari 10 m2 perkapita diharapkan
penghuninya tidak berdesak-desakan sehingga dapat menghirup
oksigen dengan cukup dan bisa merasa lebih nyaman.
Di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan hasil Susenas 2013,
rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai per kapita
lebih dari 10 m2 ke atas sudah mencapai 95,58 persen dan hanya
Sumber : Susenas 2013
<10 4.42%
10-19,99 30.27%
20-29,99 25.73%
30-39,99 15.49%
40-49,99 10.84%
50+ 13.24%
Gambar 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah Per Kapita Penduduk di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 81
tinggal 4,42 persen rumah tangga yang menempati rumah dengan
luas lantai kurang dari10 m2 per kapita. Hal ini menggambarkan
bahwa sebagian besar penduduk sudah menghuni rumah dengan
luas yang memadai dan memenuhi kriteria sehat dari segi luas
lantainya.
6.2 Jenis Lantai
Ada berbagai jenis lantai rumah, diantaranya adalah ada yang
terbuat dari semen atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa yang
dipadatkan. Syarat lantai pada rumah sehat yang penting adalah
tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada musim
hujan. Lantai yang basah atau berdebu akan menjadi sarang
penyakitdan dapat mempengaruhi kesehatan anggota rumah
tangga.
Sumber : Susenas 2013
Marmer/keramik/granit 25.16%
Tegel/teraso 5.53%
Semen 48.56%
Tanah 20.27%
Lainnya 0.47%
Gambar 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 82
Berdasarkan Gambar 6.2 terlihat bahwa rumah tangga
mayoritas sudah berlantaikan semen, yaitu mencapai 48,56 persen.
Lantai terluas berikutnya berlantaikan marmer/keramik/granit (25,16
persen), sedangkan yang berlantaikan tanah masih ada sebanyak
20,27 persen. Semakin berkurangnya rumah yang berlantaikan
tanah ini mengindikasikan semakin baiknya tingkat kesehatan
tempat tinggal dan kesejahteraan rumah tangga.
6.3 Sumber Penerangan
Fasilitas perumahan lain yang juga penting adalah
penerangan. Penerangan selain mencerminkan tingkat kesehatan
rumah beserta lingkungannya, dapat pula digunakan sebagai
indikator pengukur keberhasilan program pembangunan pemerintah.
Fasilitas penerangan ini dapat bersumber dari listrik atau bukan
listrik seperti petromak/aladin, pelita/sentir/obor, dan lainnya. Listrik
merupakan sumber penerangan yang mempunyai nilai paling tinggi
dibandingkan dengan penerangan petromak, pelita, dan sumber
penerangan lainnya. Hal ini disebabkan karena cahaya listrik lebih
terang, praktis dan modern, serta tidak menimbulkan polusi.
Berdasarkan tabel 6.1 terlihat bahwa penggunaan listrik
sebagai sumber penerangan dari tahun ke tahun terus
kecenderungannya meningkat. Pada tahun 2013, rumah tangga
yang sudah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama
sudah mencapai 99,54 persen dan hanya tinggal 0,46 persen yang
belum menggunakan. Belum menggunakanya listrik ini bukan berarti
bahwa tempat tinggalnya tersebut belum terjangkau listrik PLN, akan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 83
tetapi kemungkinan yang bersangkutan tidak mampu membayar
biaya listrik atau atas pertimbangan keamanan rumah tangga (takut
setrum). Rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber
penerangan ini dianggap mempunyai tingkat kesejahteraan yang
lebih baik.
Tabel 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Tahun
Sumber Penerangan
Listrik Bukan Listrik
(1) (2) (3)
2010 99,71 0,29
2011 99,73 0,27
2012 99,06 0,94
2013 99,54 0,46
Sumber : Susenas 2010-2013
Semakin meningkatnya kesadaran rumah tangga yang
menggunakan sumber penerangan listrik dari tahun ke tahun juga
tak lepas dari program pemerintah yang selalu berupaya
meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Berdasarkan data
dari PLN, jumlah pelanggan listrik PLN dari tahun ke tahun terus
bertambah. Pada tahun 2010 jumlah pelanggan listrik ada sebanyak
87.805 pelanggan dan selama kurun waktu empat tahun jumlah
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 84
pelanggan listrik PLN meningkat 8,72 persen atau menjadi 95.465
pelanggan pada tahun 2013.
Tabel 6.2. Jumlah Pelanggan Listrik dan Jumlah Daya Terpasang di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Tahun Jumlah Pelanggan Jumlah Daya Terpasang
(Kilo Watt)
(1) (2) (3)
2010 87.805 62.088.927
2011 88.536 64.061.290
2012 91.112 67.637.196
2013 95.465 73.129.450
Sumber : PT PLN Kabupaten Kulon Progo
Untuk mengimbangi peningkatan jumlah pelanggan ini, PLN
mengupayakannya dengan menambah daya terpasang. Selama
empat tahun terakhir ini PLN meningkatkan daya terpasangnya
sebesar 17,78 persen atau menjadi 73.129.450 kilo watt pada tahun
2013. Hal ini menunjukkan bahwa telah banyak dibangun
pembangkit-pembangkit listrik dengan harapan agar dapat
mencukupi kebutuhan penduduk akan listrik. Pembangkit listrik PLN
telah meluaskan jaringan dan pelayanannya sampai ke desa-desa
yang diharapkan pelayanan tersebut dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Oleh sebab itu persentase rumah tangga yang
menggunakan sumber penerangan listrik dapat digunakan sebagai
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 85
suatu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu daerah.
Semakin tinggi persentase rumah tangga yang menggunakan
sumber penerangan listrik berarti semakin tinggi pula tingkat
kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Meskipun demikian,
bukan berarti setiap rumah tangga yang menggunakan sumber
penerangan listrik sebagai pelanggan listrik, tetapi masih ada
beberapa rumah tangga yang menggunakan listrik atas nama satu
pelanggan. Kondisi seperti ini terjadi terutama di daerah pegunungan
karena jarak jaringan listrik dengan rumah penduduk terlalu jauh
sehingga satu unit meteran listrik dipakai oleh beberapa rumah.
6.4 Sumber Air Minum
Selain dilihat dari kondisi fisik bangunannya, kualitas
perumahan juga ditentukan oleh fasilitas yang ada di dalamnya.
Fasiltas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan
sehat untuk ditinggali salah satunya adalah tersedianya air bersih
untuk minum.
Air minum bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting
bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan
dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan
masak merupakan tujuan dari program penyediaan air minum bersih
yang terus menerus diupayakan pemerintah. Untuk menyediakan air
bersih dalam jumlah yang cukup perlu diperhatikan asal sumber air
minumnya. Hal ini dikarenakan sumber air minum sangat
mempengaruhi kualitas air minumnya. Kualitas air yang dikonsumsi
tubuh sangat erat kaitannya dengan kesehatan tubuh penghuninya.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 86
Di samping itu, sumber air minum yang digunakan penduduk
juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan
penduduk baik ditinjau dari segi kesehatan maupun keadaan
ekonomi. Semakin banyak penduduk yang mengunakan air bersih
bisa mengindikasikan bahwa kesehatan masyarakat semakin baik
dan semakin banyak penduduk yang menggunakan air leding
maupun air dalam kemasan sebagai sumber air minum sehari-hari
mengindikasikan adanya peningkatan daya beli atau kesejahteraan
rakyat.
Tabel 6.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Tahun
Sumber Air Minum
Air Kemasan
Leding Sumur Pompa
Sumur/ Perigi
Mata Air Lainnya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
2010 1,63 11,81 1,69 68,73 15,79 0,35
2011 2,52 8,19 2,33 70,28 16,68 0,00
2012 3,94 9,13 1,89 67,24 17,32 0,47
2013 3,85 9,67 2,21 66,92 17,17 0,18
Sumber: Susenas 2010-2013
Sumber air minum yang sampai saat ini masih dianggap
terbaik adalah air dalam kemasan, karena sifatnya yang higienis.
Pada tahun 2013 rumah tangga yang menggunakan air minum
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 87
dalam kemasan baru mencapai oleh 3,85 persen dari seluruh rumah
tangga di Kabupaten Kulon Progo. Meskipun penggunaan air minum
kemasan masih relatif rendah, tetapi dari tahun ke tahun cenderung
mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 sudah menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2010.
Sumur/perigi paling banyak digunakan rumah tangga yaitu
tercatat 66,92 persen. Sumber air minum berikutnya yang juga
banyak digunakan rumah tangga adalah mata air sebanyak 17,17
persen. Dibandingkan dengan tahun 2012, pada tahun 2013 rumah
tangga yang menggunakan air leding sebagai sumber air minum
meningkat menjadi 9,67 persen. Kenaikan atau penurunan
persentase penggunaan suatu jenis sumber air minum ini bukan
berarti bahwa rumah tangga tersebut berhenti menggunakan sumber
air tersebut, tetapi rumah tangga ke sumber lain yang mereka
anggap lebih higenis dan menggunakan sumber air yang lebih dulu
digunakan bukan sebagai sumber air minum namun untuk keperluan
lain seperti mencuci maupun memasak.
Berdasarkan pemilikan fasilitas air minum, rumah tangga yang
memiliki fasilitas sumber air minum sendiri merupakan fasilitas
sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo. Pada
tahun 2013 persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas sumber
air minum sendiri sebanyak 61,62 persen dan yang tidak mempunyai
fasilitas hanya tinggal 0,12 persen.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 88
Sumber air minum sangat mempengaruhi kualitas air minum.
Bila sumber air minum dari sumur/perigi atau mata air maka perlu
dilihat lagi apakah sumber tersebut terlindung dari air limbah/bekas
pakai dan jarak dengan pembuangan akhir/limbah memenuhi syarat.
Sumber air minum yang tidak terlindung air limbah/bekas pakai dan
jarak penampungan air kotor ataupun limbah yang terlalu dekat
dengan sumber air minum akan menyebabkan terjadinya
perembesan ke dalam sumber air minum. Bila terjadi perembesan
maka akan mempengaruhi kualitas air yang digunakan untuk
Sumber : Susenas 2013
Sendiri 61.62%
Bersama 32.91%
Umum 5.36%
Tidak ada 0.12%
Gambar 6.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 89
keperluan rumah tangga. Jarak antara penampungan air dengan
sumber air minum yang dianjurkan adalah lebih dari 10 meter.
Di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 rumah tangga
yang mempunyai jarak sumber air minum ke tempat penampungan
kotoran di atas 10 m sebanyak 81,89 persen dan hanya 15,06
persen yang jarak penampungan terdekatnya kurang dari 10 m. Hal
ini menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki penampungan
air dengan sumber air minum yang dianjurkan sudah relatif banyak
dan diharapkan sumber air minumnya sehat untuk dikonsumsi.
Tabel 6.4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Sumber Air Minum
ke Tempat Penampungan Limbah di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Tahun Jarak ke Penampungan (m)
<10 ≥10 Tidak Tahu
(1) (2) (3) (4)
2010 19,56 77,24 3,20
2011 15,77 83,62 0,61
2012 12,20 84,52 3,28
2013 15,06 81,89 3,05
Sumber: Susenas 2010-2013
6.5 Fasilitas Buang Air Besar
Fasilitas buang air besar (jamban) merupakan salah satu
sarana pokok untuk mewujudkan kehidupan yang sehat.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 90
Tersedianya fasilitas yang memadai akan berpengaruh terhadap
lingkungan dan kesehatan pribadi manusia. Oleh karena itu
peningkatan jenis fasilitas buang air besar dan peningkatan
wawasan masyarakat tentang pentingnya sarana ini harus terus
disampaikan secara persuasif dan intens.
Berdasarkan Gambar 6.4 terlihat bahwa bahwa pada tahun
2013 fasilitas tempat buang air besar berjenis leher angsa
merupakan jenis yang paling banyak digunakan rumah tangga di
Kabupaten Kulon Progo, yaitu mencapai 82,21 persen. Fasilitas
tempat buang air besar jenis leher angsa dianggap sebagai tempat
buang air besar yang paling sehat, karena di bawahnya terdapat
saluran berbentuk huruf “U” untuk menampung kotoran sehingga
bau kotoran tidak keluar. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa
hampir semua rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo
menggunakan fasilitas tempat buang air besar yang relative sehat.
Sumber : Susenas 2013
Leher Angsa 82.21%
Plengsengan 0,49%
Cubluk 17.30%
Lainnya 0.00%
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 91
Selain jenis fasilitas tempat buang air besar,fasilitas
perumahan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan yaitu
tempat penampungan akhir buang air besar. Pada Gambar 6.5
dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah tangga menggunakan
tangki septik sebagai tempat penampungan akhir buang air besar
yaitu sebanyak 80,31 persen.Tempat penampungan akhir buang air
besar jenis tangki septik ini merupakan cara yang paling memenuhi
persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini
yang dianjurkan. Sedangkan rumah tangga yang tempat
penampungan akhir buang air besar kolam/sawah,
sungai/danau/laut, lobang tanah, dan lainnya (pantai/kebun) di
bawah 20 persen.
Sumber : Susenas 2013
Tangki Septik, 75.42%
Kolam / Sawah, 0.66%
Sungai / Danau, 2.16%
Lobang Tanah, 21.12%
Lainnya, 0.64%
Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Penampungan Akhir Tinja di Kabupaten Kulon
Progo, 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 92
6.6 Teknologi Informasi dan Komunikasi
Seiring dengan berkembangannya ilmu pengetahuan dan
teknologi, sarana informasi dan komunikasi juga mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Salah satu indikator semakin
berkembangnya sarana informasi dan komunikasi adalah semakin
banyaknya masyarakat yang mempunyai sarana telepon, baik
telepon rumah maupun telepon seluler. Pada era sebelum tahun
2000, kepemilikan telepon khususnya telepon seluler menjadi
identitas gaya hidup dalam suatu masyarakat. Penggunaan telepon
seluler sebagai sarana atau alat komunikasi sekarang ini lebih
populer dikalangan masyarakat dibanding telepon biasa. Dewasa ini
kepemilikan telepon seluler tidak lagi menjadi identitas gaya hidup,
akan tetapi sudah menjadi tuntutan kebutuhan hidup agar mudah
berkomunikasi.
Tabel 6.5. Banyaknya Sambungan Telepon Menurut Jenis Pelanggan di
Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Tahun
Banyaknya Sambungan Telepon
Perorangan/ Perusahaan
Dinas/ Instansi Pemerintah
Telepon Umum
Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
2010 3.464 421 40 3.925
2011 3.502 455 21 3.978
2012 3.518 466 15 3.999
2013 3.537 479 13 4.034
Sumber: PT Telekomunikasi Cabang Wates
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 93
Tabel 6.5 memperlihatkan jumlah sambungan telepon terus
meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu tahun 2010-
2013 jumlah sambungan telepon meningkat dari 3.925 sambungan
pada tahun 2010 menjadi 4.034 sambungan pada tahun 2013 atau
meningkat sebesar 2,78 persen selama 4 tahun terakhir.
Peningkatan sambungan telepon terutama terjadi pada konsumen
perorangan/perusahaan dan dinas/instansi pemerintah, sedangkan
jumlah sambungan telepon umum justru mengalami penurunan.
Rumah tangga/perusahaan yang berlangganan telepon rumah
pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 3.537
sambungan dan sambungan untuk dinas/instansi pemerintah juga
meningkat menjadi 479 sambungan. Sedangkan telepon umum
menurun dari 15 sambungan pada tahun 2012 menjadi 13
sambungan pada tahun 2013. Jumlah telepon umum yang
jumlahnya semakin menurun ini disebabkan karena pengguna
telepon umum semakin berkurang atau beralih ke telepon selular
meskipun harga telepon seluler maupun pulsanya lebih mahal.
Sumber : Susenas 2013
66.96% 72.84%
82.59% 81.85% 86.37%
Gambar 6.3. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Seluler (HP) di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013
2009 2010 2011 2012 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 94
Penggunaan telepon seluler dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Peningkatan ini berbeda dengan
peningkatan kepemilikan telepon rumah. Peningkatan kepemilikan
telepon seluler cukup drastis dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009
rumah tangga yang memiliki telepon seluler mencapai 66,96 persen
dan tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat, yaitu mencapai
86,37 persen. Dratisnya peningkatan ini selain disebabkan karena
telepon seluler sebagai tuntutan kebutuhan hidup juga disebabkan
karena telepon seluler lebih praktis dibawa kemana saja sehingga
memudahkan pengguna berkomunikasi di manapun berada dan
ditunjang oleh jasa layanan jaringan (provider) yang semakin luas.
7
Sosial Budaya
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 97
BAB VII
SOSIAL BUDAYA
Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat
membedakan antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain.
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya
mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan
meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan
kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada
disekitarnya. Sedangkan kebudayaan nasional Indonesia adalah
“puncak-puncak kebudayaan daerah,” yaitu unsur-unsur kebudayaan
daerah yang berhasil masuk ke dalam dan diterima sebagai bagian
dari sistem makna “nasional”, yang bersifat multi-daerah dan multi-
etnis. Kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui proses belajar.
Pemerintah mempunyai tugas memajukan kebudayaan
nasional untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang ada pada
masyarakat. Pemerintah juga harus memfasilitasi tumbuh dan
berkembangnya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah serta
kehidupan berkesenian yang dimiliki kelompok-kelompok
masyarakat etnis dan suku bangsa yang ada di Indonesia sesuai
dengan tradisi yang telah mereka anut selama ini. Kemajuan
kebudayaan nasional ditujukan untuk membentuk jati diri bangsa
yang maju dan bermartabat, untuk itu dibutuhkan sinergi dari
segenap komponen bangsa dan strategi dengan terus memperkuat
iklim kebebasan berekspresi dengan menjunjung nilai-nilai
demokrasi.
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 98
Keanekaragaman seni dan budaya merupakan potensi
nasional dan sebagai modal sosial pembangunan. Hal ini dapat
dimanfaatkan tidak hanya untuk seni dan budaya itu sendiri,
melainkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat sebagai subjek/pelaku utama kebudayaan tersebut.
Peran pemerintah dalam menjaga keanekaragaman
kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah
berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya,
sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompok-
kelompok kebudayaan yang ada. Budaya terbentuk dari banyak
unsur diantaranya adalah agama, adat istiadat, bahasa, dan karya
seni.
Sebagai bagian dari kota pendidikan dan budaya,
Kabupaten Kulon Progo memiliki beberapa jenis budaya, yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat. Keragaman budaya itu menjadi
kekayaan yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Pada bagian
ini penulisan hanya dibatasi tentang agama, kesenian dan
pariwisata.
7.1 Agama
Agama adalah satu prinsip kepercayaan kepada Tuhan yang
harus dimiliki setiap manusia. Dengan beragama manusia bisa
mengenal dirinya serta Tuhannya, dan dengan beragama manusia
bisa tahu hak dan kewajibannya sebagai makhluk yang diciptakan
Tuhan. Agama sebagai institusi moral mengajarkan nilai-nilai yang
harus dihidupi untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 99
Islam, 93.74%
Kristen, 1.41%
Katholik, 4.69%
Hindu, .01%
Budha, .15%
Gambar 7.1. Persentase Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan
menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya ini dijamin
oleh negara. Pengakuan ini dieksplisitkan dalam Sila Pertama
Pancasila dan dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengakuan akan adanya Tuhan ini
memberi landasan bagi pengakuan akan pluralisme agama dan
kepercayaan, dan pengakuan akan kebebasan dalam menganut
agama dan menjalankan ibadah bagi setiap warga negara. Dengan
demikian, para pendiri bangsa telah mengantar kita kepada
pemahaman akan kerukunan antara umat beragama dan
penghargaan akan perbedaan sebagai kekayaan. Penghargaan
terhadap kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadat
adalah perwujudan dari penghargaan terhadap martabat pribadi
manusia.
Sumber : Kemenag Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 100
Menurut catatan Kementerian Agama Kabupaten Kulon
Progo pada tahun 2013, sebagian besar penduduk Kulon Progo
adalah pemeluk Islam yaitu sebesar 93,74 persen. Sedangkan
penduduk yang memeluk agama Katolik sebanyak 4,69
persen,pemeluk agama Kristen Protestan ada sebanyak 1,41
persen, dan kurang dari 1 persen pemeluk agama Hindu maupun
Budha. Perbedaan jumlah pemeluk agama merupakan salah satu
sumber keragaman kebinekaan bangsa Indonesia. Agama yang satu
dengan yang lain ini hendaknya dilihat sebagai partner untuk
menciptakan kesejahteraan bersama.
Kehidupan beragama di Kabupaten Kulon Progo selama ini
berlangsung dalam toleransi yang cukup tinggi. Keharmonisan
tersebut salah satunya dapat dilihat dari banyaknya tempat ibadah
yang ada di sekitar warga yang majemuk, serta kondusifnya situasi
kehidupan beragama dalam menjalankan ibadah sesuai agama dan
keyakinannya masing-masing.
Berdasarkan catatan Kementerian Agama, tempat ibadah
yang tersedia di Kabupaten Kulon Progo cukup memadai. Pada
tahun 2013 jumlah tempat ibadah umat Islam berjumlah 2.061 buah
yang terdiri dari Masjid, Musholla dan Langgar. Tempat ibadah untuk
umat Nasrani Gereja/rumah kebaktian Katolik sebanyak 53 buah dan
Gereja Kristen sebanyak 42 buah. Sedang untuk umat Budha
Vihara/Cetya sebanyak 7 buah dan untuk Pura/Sanggar sampai
dengan tahun 2013 ini masih belum ada, walaupun ada pemeluknya.
Dibidang kehidupan beragama tantangan yang dihadapi adalah
mewujudkan ajaran agama yang mampu menjadi sumber inspirasi
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 101
dan ajaran moral untuk menggerakkan masyarakat dalam
membangun, serta mewujudkan kerukunan antar dan intern umat
beragama.
Tabel 7.1. Banyaknya Tempat Peribadatan di Kabupaten Kulon
Progo, 2010-2013
Tempat Peribadatan 2010 2011 2012 2013
(1) (3) (4) (5) (6)
Masjid/Mushola/Langgar 2.041 2.065 2.155 2.061
Gereja Kristen/ Rumah Kebaktian Kristen
21*) 29 29 42
Gereja/Rumah Kebaktian Katolik 52 53 53 53
Pura/Sanggar - - - -
Vihara/Cetya 6 6 7 7
Sumber : Kementerian Agama, Kabupaten Kulon Progo *) Tidak termasuk Rumah Kebaktian Kristen
7.2 Kesenian dan Pariwisata
Industri pariwisata di Kabupaten Kulon Progo menjadi sektor
yang layak diperhitungkan untuk mengangkat pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi daerah.Pariwisata jika dikelola dengan baik,
maka akan memberikan kontribusi secara langsung pada
masyarakat di sekitar daerah pariwisata, terutama dari sektor
perekonomian. Secara tidak langsung pariwisata memberikan
kontribusi signifikan kepada Penerimaan Asli Daerah (PAD).
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 102
Pendapatan Asli Daerah yang merupakan gambaran potensi
keuangan daerah pada umumnya mengandalkan unsur pajak
daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli
daerah dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi
sumber daya alam yang berupa obyek wisata. Pemerintah
menyadari bahwa sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor
penyumbang terbesar dalam pendapatan daerah, tetapi berpotensi
dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Gambar 7.2 memperlihatkan bahwa pengembangan sektor
industri pariwisata di Kabupaten Kulon Progo menunjukkan
perkembangan yang positif. Hal demikian ditunjukkan dengan
adanya peningkatan PAD dari tahun ke tahun pada periode tahun
2010-2013. Berdasarkan data yang dikutip Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, Kabupaten Kulon Progo,jumlah perjalanan wisatawan di
Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo
359
719
346
888
377
970
417
1151
Pengunjung (000) orang Pendapatan (000000) Rp
Gambar 7.2. Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo,
2010-2013
2010 2011 2012 2013
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 103
Kulon Progo pada tahun 2013 sebanyak 416.998 kunjungan atau
mengalami kenaikan sebesar 10,48 persen dibanding tahun 2012.
Kenaikan jumlah kunjungan wisata tersebut mampu menciptakan
pendapatan sebesar 1,151 milyar rupiah atau meningkat 18,65
persen dari penerimaan tahun 2012. Pariwisata dengan segala
aktivitasnya ini diharapkan mampu memberikan pengaruh yang
positif bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Hal ini menuntut adanya
perhatian yang lebih dari para pengambil kebijakan sektor pariwisata
untuk mempertimbangkan pola pengembangan kawasan wisata
agar masyarakat sekitar lebih dapat merasakan manfaatnya.
Tabel 7.2. Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata
di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Tahun Jumlah Pengunjung
Pendapatan Masuk Bersih (000 Rp.)
(1) (2) (3)
2010 359.035 719.152
2011 345.889 887.595
2012 377.442 970.415
2013 416.998 1.151.424
Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata, Kebudayaan,
Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Kulon Progo, bahwa pada
tahun 2013 kondisinya masih hampir sama dengan tahun-tahun
sebelumnya dimana Pantai Glagah sebagai salah satu obyek wisata
di Kabupaten Kulon Progo merupakan obyek wisata yang paling
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 104
banyak dikunjungi. Kunjungan wisatawan tersebut memberikan
kontribusi yang paling besar dibandingkan dengan obyek wisata
yang lain dari sektor pariwisata bagi penerimaan daerah. Obyek
wisata lainnya yang banyak dikunjungi dengan secara berurutan
adalah Pantai Congot, Pantai Trisik, Waduk Sermo, Puncak
Suroloyo, dan yang paling sedikit dikunjungi adalah Gua Kiskendo.
Tabel 7.3. Jumlah Pengunjung dan Realisasi Pendapatan Retribusi
Tempat Rekreasi di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kecamatan
Nama Obyek Wisata
Jumlah Pengunjung
Pendapatan
Kotor (000Rp)
Pemungut (000 Rp)
Bersih (000Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Temon - Pantai Glagah 293.981 1.157.421 327.601 829.820
- Pantai Congot 37.821 147.712 33.800 113.912
2. Galur - Pantai Trisik 22.972 65.763 14.123 51.640
3. Kokap - Waduk Sermo 30.643 96.315 16.788 79.527
4. Girimuyo - Gua Kiskendo 7.060 21.927 3.626 18.301
5. Samigaluh -PuncakSuroloyo 24.521 71.880 13.656 58.224
Kulon Progo 416.998 1.561.018 409.593
1.151.424
Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo
Dalam rangka peningkatan volume pengunjung suatu
tempat wisata dibutuhkan kegiatan marketing yang lebih maksimal
dan promosi tentang obyek wisata tersebut dengan memperbanyak
promosi wisata melalui media cetak maupun elektronik tentang
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 105
wisata yang dapat dikunjungi jika ingin berwisata ke Kabupaten
Kulon Progo. Selain itu perlu juga meningkatkan fasilitas sarana dan
prasarana kepariwisataan pada tiap daerah tujuan wisata.Kegiatan
ini tidak hanya diwujudkan oleh pemerintah daerah saja tetapi juga
perlunya peran serta aktif dari masyarakat di sekitar daerah tujuan
wisata tersebut. Semakin membaiknya sarana dan prasarana serta
kondisi daerah wisata tersebut mampu menarik minat wisatawan
baik domestik maupun mancanegara sehingga tidak hanya mampu
meningkatkan pendapatan pemerintah daerah saja tetapi juga dapat
menciptakan lapangan usaha baru untuk menggerakkan
perekonomian masyarakat sekitar daerah tujuan wisata.
Selain obyek wisata.Kabupaten Kulon Progo juga memiliki
berbagai macam kesenian tradisional yang merupakan aset untuk
mengembangkan kepariwisataan di Kulon Progo.Banyak jenis
kesenian tradisional dan itu dapat dilihat mulai dari alat gerak seperti
tari-tarian dan alat-alat tiup yang berbahan tradisional. Sebagai
masyarakat haruslah sama-sama melestarikan kesenian yang kita
punya. dengan demikian secara tidak langsung kita terus
memperkenalkan budaya kita kepada generasi berikutnya. Begitu
banyak budaya yang dapat kita kembangkan untuk menciptakan
keharmonisan bangsa yang bersosial.
Menurut data dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda,
dan olah Raga Kabupaten Kulon Progo, kesenian tradisional yang
memiliki perkumpulan paling banyak adalah jatilan. Tari Jatilan
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 106
adalah tari tradisional yang menggambarkan tentang keprajuritan.
Dalam tari Jatilan ini diperagakan dengan memakai kuda kepang
atau kuda lumping diiringi dengan gamelan berupa kendang, bende
dan kecer. Pada tahun 2013 jumlah perkumpulan kesenian menurut
jenisnya pada umumnya cenderung mengalami penurunan. Jatilan
sebagai kumpulan kesenian terbanyak di Kabupaten Kulon Progo
yang di tahun 2011 mencapai 236 perkumpulan, pada tahun 2013
turun menjadi 224 perkumpulan.
Tabel 7.4. Banyaknya Perkumpulan Kesenian Tradisional Tari di Kabupaten Kulon Progo. 2010-2013
Jenis Perkumpulan
Kesenian 2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5)
Reog 47 50 51 47
Jatilan 222 236 234 224
Ogleg 28 30 38 8 Incling 27 31 28 13
Angguk 12 13 12 13
Kobra Siswo 7 8 7 4
Bangilun 4 4 4 3 Emprak 3 3 3 0
Lengger 4 4 4 3
Panjidur 3 3 3 2
Ndolalak 2 2 2 1 Treganon 3 3 3 1
Sanisiswo 1 1 1 1
Kuda Lumping 6 7 7 2
Sanggar Tari 4 7 7 24 Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 107
Demikian pula perkumpulan yang lain. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian yang cukup serius dari pemerintah dalam
upaya melestarikan kesenian daerah, sehingga kesenian daerah
tidak punah. Perkumpulan Kesenian tradisional yang memiliki
perkumpulan terbanyak berikutnya adalah reog. Jumlah
perkumpulan kesenian reog ini jumlahnya juga bertambah dari 50
perkumpulan pada tahun 2011 menjadi 47 perkumpulan pada tahun
2013. Pentas kesenian tradisional tersebut biasanya diadakan pada
acara peringatan hari besar. hajatan dan ada pula yang melakukan
pertunjukan di tempat-tempat wisata. Banyaknya pagelaran seni
yang dilakukan oleh masyarakat diharapkan bisa menciptakan
hubungan sosial yang baik.
Perkumpulan kesenian terbanyak berikutnya setelah reog
adalah Sanggar Tari sebanyak 24 perkumpulan, Incling sebanyak 13
perkumpulan, Angguk sebanyak 13 perkumpulan, dan Ogleg ada
sebanyak 8 7 perkumpulan. Sedangkan perkumpulan kesenian yang
lain jumlahnya kurang dari 5 perkumpulan. Perkumpulan kesenian
yang jumlahnya tinggal beberapa perkumpulan ini perlu adanya
regenerasi agar kesenian tersebut tidak hilang dan tetap
melestarikan seni-seni kebudayaan.Kiranya ini perlu mendapat
dukungan dari pemerintah untuk memberikan fasilitas yang memadai
bagi para seniman untuk terus berkarya. Dengan demikian para
seniman ini akan terus memperkenalkan budaya yang ada di Kulon
Progo sehingga kesenian yang kita punya tetap terjaga
kelestariannya.
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013 108
Kesenian tradisional adalah aset bangsa yang sangat
berharga baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budayasebagai
aset ekonomis. kesenian tradisional terbukti memiliki nilai komersil
yang tinggi dengan banyaknya apresiasi dari dunia internasional.
Namun lebih penting lagi kesenian tradisional adalah warisan
budaya yang memiliki arti penting bagi kehidupan adat dan sosial
karena di dalamnya terkandung nilai, kepercayaan, tradisi,dan
sejarah dari suatu masyarakat lokal. Beberapa kesenian tradisional
misalnya tidak hanya berfungsi sebagai hiburan belaka. namun di
dalamnya terkandung penghormatan terhadap arwah leluhur dan
nilai-nilai magis religius lainnya.
Lampiran
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 111
Lampiran 1.1
Tabel 1. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Status
Perkawinan Laki-laki Perempuan
Laki-laki +
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Belum Kawin 31,23 23,06 27,04
Kawin 64,38 61,34 62,82
Cerai Hidup 1,30 2,49 1,91
Cerai Mati 3,09 13,11 8,23
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 112
Lampiran 1.2
Tabel 2. Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut Umur
Perkawinan Pertama dan Status Perkawinan di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Umur Perkawinan
Pertama Kawin
Cerai Hidup
Cerai Mati Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
≤ 16 4,73 2,98 11,08 5,76
17 – 18 16,27 15,67 25,05 17,75
19 – 24 56,36 49,06 50,01 55,04
25+ 22,64 32,28 13,85 21,45
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 113
Lampiran 2,1 Tabel 3. Persentase Balita Menurut Penolong Pertama dan Terakhir
Waktu Lahir di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Penolong Waktu Lahir Pertama Terakhir
(1) (2) (3)
Dokter 35,20 40,53
Bidan 62,46 57,39
Tenaga Medis Lain 1,45 1,45
Dukun 0,26 0,00
Famili / Keluarga/Lainnya
0,63 0,63
Jumlah 100,00 100,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 114
Lampiran 2.2
Tabel 4. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Jenis Kelamin dan Tempat/Cara Berobat di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Tempat/Cara
Berobat Jalan Laki-laki Perempuan
Laki-laki +
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
RS Pemerintah 8,88 10,01 9,49
RS Swasta 8,54 8,23 8,37
Praktek Dokter/ Poliklinik 32,77 25,75 28,96
Puskesmas/Pustu 27,36 32,98 30,41
Praktek Petugas
Kesehatan 18,42 20,54 19,57
Praktek Tradisional 2,12 1,19 1,62
Lainnya 1,92 1,31 1,59
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 115
Lampiran 2,3
Tabel 5. Persentase Balita Umur 2-4 tahun yang Pernah Disusui Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Lama disusui
(bulan) Laki-laki Perempuan
Laki-laki +
Perempuan
(1) (2) (3) (4)
≤5 0,81 0,00 0,40
6-11 0,00 3,07 1,53
12-17 9,43 1,95 5,69
18-23 18,22 28,05 23,13
24 + 71,54 66,93 69,24
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 116
Lampiran 3.1
Tabel 6. Persentase Penduduk Laki-laki Umur 7-24 Tahun Menurut Partisipasi Bersekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kelompok
Usia
Sekolah
Partisipasi Sekolah
Tidak/belum pernah
sekolah
Masih sekolah
Tidak bersekolah
lagi Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
7-12 0,00 99,32 0,68 100,00
13-15 0,00 97,95 2,05 100,00
16-18 1,84 87,05 11,11 100,00
19-24 0,13 24,48 75,39 100,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 117
Lampiran 3.2 Tabel 7. Persentase Penduduk Perempuan Umur 7-24 Tahun
Menurut Partisipasi Bersekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kelompok
Usia
Sekolah
Partisipasi Sekolah
Tidak/belum pernah Sekolah
Masih sekolah
Tidak bersekolah
lagi Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
7-12 0,00 100,00 0,00 100,00
13-15 0,00 96,25 3,75 100,00
16-18 0,00 77,89 22,11 100,00
19-24 0,00 14,74 85,26 100,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 118
Lampiran 3.3
Tabel 8. Persentase Penduduk Laki-laki dan Perempuan Umur 7-24 Tahun Menurut Partisipasi Bersekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kelompok
Usia
Sekolah
Partisipasi Sekolah
Tidak/belum pernah sekolah
Masih sekolah
Tidak bersekolah
lagi Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
7-12 0,00 99,63 0,37 100,00
13-15 0,00 97,00 3,00 100,00
16-18 1,11 83,41 15,48 100,00
19-24 0,06 19,65 80,28 100,00
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 119
Lampiran 3.4
Tabel 9. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru TK Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
Kecamatan Sekolah Murid Guru
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Temon 27 7,69 795 8,03 78 8,81
Wates 36 10,26 1.475 14,90 119 13,45
Panjatan 27 7,69 768 7,76 60 6,78
Galur 42 11,97 1.126 11,37 107 12,09
Lendah 35 9,97 964 9,74 85 9,60
Sentolo 37 10,54 1.228 12,41 99 11,19
Pengasih 32 9,12 960 9,70 85 9,60
Kokap 25 7,12 513 5,18 59 6,67
Girimulyo 21 5,98 403 4,07 35 3,95
Nanggulan 21 5,98 555 5,61 45 5,08
Kalibawang 24 6,84 724 7,31 63 7,12
Samigaluh 24 6,84 388 3,92 50 5,65
Kulon Progo 351 100,00 9.899 100,00 885 100,00
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 120
Lampiran 3.5
Tabel 10. Banyaknya Sekolah, Murid, Guru, Sekolah Dasar dan MI
Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
Kecamatan
Sekolah Murid Guru
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Temon 27 7,30 2.259 6,73 253 7,12
Wates 42 11,35 5.150 15,34 449 12,63
Panjatan 30 8,11 2.670 7,95 312 8,78
Galur 26 7,03 2.907 8,66 277 7,79
Lendah 32 8,65 2.964 8,83 321 9,03
Sentolo 32 8,65 3.785 11,27 319 8,98
Pengasih 35 9,46 3.499 10,42 332 9,34
Kokap 42 11,35 2.296 6,84 343 9,65
Girimulyo 23 6,22 1.652 4,92 196 5,51
Nanggulan 26 7,03 2.305 6,86 248 6,98
Kalibawang 23 6,22 2.269 6,76 210 5,91
Samigaluh 32 8,65 1.824 5,43 294 8,27
Kulon Progo 370 100,00 33.580 100,00 3.554 100,00
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 121
Lampiran 3.6
Tabel 11. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru, SLTP dan MTs Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
Kecamatan Sekolah Murid Guru
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Temon 5 5,75 880 5,63 105 6,97
Wates 14 16,09 2.820 18,04 243 16,14
Panjatan 4 4,60 1.083 6,93 93 6,18
Galur 6 6,90 1.020 6,53 143 9,50
Lendah 4 4,60 1.250 8,00 87 5,78
Sentolo 7 8,05 1.769 11,32 153 10,16
Pengasih 5 5,75 1.663 10,64 128 8,50
Kokap 6 6,90 980 6,27 96 6,37
Girimulyo 14 16,09 963 6,16 121 8,03
Nanggulan 7 8,05 985 6,30 112 7,44
Kalibawang 7 8,05 1.305 8,35 103 6,84
Samigaluh 8 9,20 914 5,85 122 8,10
Kulon Progo 87 100,00 15.632 100,00 1.506 100,00
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 122
Lampiran 3.7
Tabel 12. Banyaknya Sekolah, Murid, Guru, SLTA,MA, dan SMK Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
Kecamatan Sekolah Murid Guru
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Temon 5 9,26 1.745 11,12 154 9,67
Wates 16 29,63 4.891 31,17 432 27,12
Panjatan 1 1,85 469 2,99 31 1,95
Galur 5 9,26 315 2,01 66 4,14
Lendah 3 5,56 872 5,56 81 5,08
Sentolo 5 9,26 924 5,89 92 5,78
Pengasih 3 5,56 2.919 18,60 325 20,40
Kokap 2 3,70 285 1,82 42 2,64
Girimulyo 2 3,70 479 3,05 36 2,26
Nanggulan 4 7,41 1.623 10,34 148 9,29
Kalibawang 4 7,41 518 3,30 94 5,90
Samigaluh 4 7,41 652 4,15 92 5,78
Kulon Progo
54 100,00 15.692 100,00 1.593 100,00
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 123
Lampiran 4.1
Tabel 13. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kegiatan Utama
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Bekerja 82,98 64,55 73,46
Pengangguran 3,27 1,11 2,15
Sekolah 4,21 4,16 4,18
Mengurus
Rumahtangga 4,55 25,38 15,31
Lainnya 4,99 4,80 4,90
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Sakernas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 124
Lampiran 5.1
Tabel 14. Produksi Padi dan Jagung Menurut Kecamatan di
Kabupaten Kulon Progo, 2013 (Ton)
Kecamatan
Padi
Jagung
Padi Sawah Padi Gogo
(1) (2) (3) (4)
Temon 12.549 139 627
Wates 8.373 208 206
Panjatan 13.137 452 779
Galur 14.869 115 118
Lendah 7.798 - 2.904
Sentolo 13.532 149 12.337
Pengasih 7.446 1.206 6.454
Kokap 769 87 219
Girimulyo 3.954 93 354
Nanggulan 14.877 0 1.317
Kalibawang 7.981 0 1.826
Samigaluh 6.722 246 316
Kulon Progo 112.007 2.695 27.457
Sumber : Dinas Pertanian & Kelautan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 125
Lampiran 5.2
Tabel 15. Produksi Susu, Telur, dan Ikan Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kecamatan Susu
(Liter)
Telur
(Kg)
Ikan
(Kg)
(1) (2) (3) (4)
Temon 7.377 204.271 1.243.164
Wates 8.547 393.715 3.421.264
Panjatan - 365.002 1.047.393
Galur 52.338 405.080 1.379.229
Lendah - 2.748.348 1.029.038
Sentolo - 2.634.471 815.575
Pengasih 66.037 714.470 1.409.463
Kokap - 242.840 746.415
Girimulyo - 95.059 227.933
Nanggulan - 310.532 1.699.800
Kalibawang - 135.893 781.322
Samigaluh - 68.157 566.350
Kulon Progo 134.299 8.317.838 14.366.946
Sumber : Dinas Pertanian & Kelautan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 126
Lampiran 7
Tabel 16. Banyaknya Pengunjung dan Realisasi Pendapatan
Retribusi Tempat Rekreasi di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kecamatan Nama Obyek Wisata
Jumlah Pengunjung
Pendapatan
Kotor (000 Rp)
Pemungut (000 Rp)
Bersih (000 Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Temon Pantai Glagah
293.981 1.157.421 327.601 829.820
Pantai Congot
37.821 147.712 33.800 113.912
Galur Pantai Trisik
22.972 65.763 14.123 51.640
Kokap Waduk Sermo
30.643 96.315 16.788 79.527
Girimulyo Gua Kiskendo
7.060 21.927 3.626 18.301
Samigaluh Puncak-Suroloyo
24.521 71.880 13.656 58.224
Kab, Kulon Progo 416.998 1.561.018 409.593 1.151.424
Sumber Data : Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 127
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik dan UNDP, 1997, Ringkasan Laporan
Pembangunan Manusia Indonesia 1996, Jakarta :
BPS-RI
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2012, Kulon Progo
Dalam Angka Tahun 2012, Kulon Progo : BPS
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2011, Indikator
Kesejahteraan Rakyat Tahun 2010, Kulon Progo: BPS
Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, 2013, Profil Kesehatan
Tahun 2013, Kulon Progo : BPS
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2013, Kulon Progo
Dalam Angka Tahun 2013, Kulon Progo : BPS
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2012, Indikator
Kesejahteraan Rakyat Tahun 2011, Kulon Progo :
BPS
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2014, Kulon Progo
Dalam Angka Tahun 2014, Kulon Progo : BPS
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2013, Indikator
Kesejahteraan Rakyat Tahun 2012, Kulon Progo :
BPS