indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu mendeteksi sebagai stimulus...
DESCRIPTION
sadwdddwdawdwdasdsdTRANSCRIPT
Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat penting dalam percakapan dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera pendengaran adalah telinga.STRUKTUR TELINGA:
1. Telinga LuarTelinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran telinga
luar (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi kepala setinggi mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot kecil yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur. Daun telinga di persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar yang selanjutnya ke gendang telinga.
Saluran telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya sekitar 2,5 cm dari dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak beraturan dan di lapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen ini berfungsi untuk melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang masuk ke telinga. Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu banyak. Batas telinga luar dengan telinga tengah adalah membran timpani atau gendang telinga.
Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm. Tersusun atas tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah dan menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang pendengaran (osikel). Kekuatan getaran suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan ketebalan membran timpani.
2. Telinga TengahTelingga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian
petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil yaitu meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya seperti palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus mehubungkan meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu masuk telinga dalam. Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang berperan menstabilkan hubungan antara stapes dengan jendela oval dan mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara yang keras, maka otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku , sehingga hanya sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang pendengaran adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenesta vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah dengan telinga dalam.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius adalah untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah.
3. Telinga Dalam atau Labirin.Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif untuk
pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga dalam berisi cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulangg dan labiriin membranosa.a. Labirin Tulang
Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan serebrospinalis yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas vestibula, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan koklea dengan kanalis semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan pada saat kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan. Koklea berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus koklearis yang berisi cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran. Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas disebut skala vestibuli, bagian tengah disebut skala media, dan pada bagian dasar disebut skala timpani. Antara skala vestibuli dengan skala media dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala media dengan skala timpani dipisahkan oleh membran basiler.
b. Labirin Membranosa.Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan
mengandung cairan endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga pengaturan keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak pada membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris tunggal interna dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping dan dasar sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf koklearis.
Mekanisme Pendengaran :Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna), masuk
ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius eksterna) yang selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya gelombang suara yang masuk ke membrane timpani menyebabkan membrane timpani bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan stapes ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale serta menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf dan membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada skala timpani. Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan potensial aksi pada sel rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke nukleus koklearis, thalamus kemudian korteks pendengaran untuk diasosiasikan. (Tarwoto, 2009 : 234-253).
2. PENGERTIANOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Jadi, menurut saya Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut, sekret tetap keluar dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening ataupun mukopurulen. Proses hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada membran timpani. Perforasi yaitu membran timpani tidak intake / terdapat lubang pada membran timpani itu sendiri.
3. ETIOLOGI.Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan kelanjutan
dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat, terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah. Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga.
4. PATOFISIOLOGI.OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau
tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
OMSK tipe maligna disertai dengan kolesteatom. Perforasi terletak marginal, subtotal, atau di atik. Sering menimbulkan komplikasi yang berbahaya atau fatal. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kolesteotoma yaitu suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus, lalu menumpuk. Sehingga kolesteotoma bertambah besar.
PATHWAY OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
5. TANDA DAN GEJALAPasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau gangguan
pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82). Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti merasakan adanya
tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau pada kedua telinga. (www.health central.com, 2004).1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekretbiasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaranIni tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. VertigoVertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu
dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
TANDA KLINISTanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :a. Adanya Abses atau fistel retroaurikularb. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
6. PENATALAKSANAAN.
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 - 83 :Terapinya sering lama dan harus berulang-ulang karena :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen 2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus
paranasal, 3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid 4. Gizi dan kebersihan yang kurang.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.
Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Infeksi telinga tengah dan mastoid.Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus
adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.
Jenis pembedahan pada OMSK.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain adalah sebagai berikut : 1. mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy),2. mastoidektomi radikal, 3. mastoidektomi radikal dengan modifikasi,4. miringoplasti,5. timpanoplasti,6. pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau koleasteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator.
Sesuai dengan luasnya infeksi atau luasnya kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau modifikasinya.
1. Mastoidektomi sederhana.Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan permbersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi Radikal.Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi suatu ruangan.
Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar liang telinga menjadi lebar.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4. MiringoplastiOperasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Menurut Fung 2004, terapi difokuskan kepada penghilangan gejala dan infeksi. Antibiotik mungkin dikesepkan untuk infeksi bakteri, terapi antibiotik biasanya untuk jangka panjang, yaitu melalui pemberian per oral atau tetes telinga jika ada perforasi membran tympani. Pembedahan untuk mengangkat adenoid mungkin cocok untuk membuka tuba eustachius. Pembedahan dengan membuka membrana tymponi (miringotomi) dengan maksud untuk mengalirkan atau mengeluarkan cairan dari daerah ditelinga dalam.
Decangestan atau antibismin dapat digunakan untuk membantu mengeluarkan cairan dari tuba eustachius.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilalakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
6. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas.
Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior ling telinga).
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan
rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKUntuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagaiberikut :1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-
20 dBb. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid
dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.
8. PROGNOSIS
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius (Fung, 2004).
9. KOMPLIKASI
Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian.
Mastuiditis Cholesteatoma Abses apidural (peradangan disekitar otak) Paralisis wajah Labirin titis.
(Fung, 2004)
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 :Paralisis nervus fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis,
tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis, abses otak, dan hidrosefalus otitis.
10. DIAGNOSA KEPERAWATANa. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin :
vertigoTujuan : Pasien tidak mengalami injuri / trauma dengan :- Mengurangi / menghilangkan vertigo / pusing- Mengembalikan keseimbangan tubuh- Mengurangi terjadinya traumaIntervensi :a. Kaji ketidakseimbangan tubuh pasienb. Observasi tanda vitalc. Beri lingkungan yang aman dan nyamand. Anjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusinge. Penuhi kebutuhan pasienf. Libatkan keluarga untuk menemani saat pasien bepergiang. Kolaborasi pemberian analgetikh. Evaluasi :
- Pusing berkurang- Pasien tidak mengalami injuri
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkatIntervensi :a. Kaji tingkat pengetahuan pasienb. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan pasienc. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil dan realistik
untuk memberikan gambaran pada pasien tentang keberhasiland. Beri upaya penguatan pada pasiene. Gunakan bahasa yang mudah dipahamif. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanyag. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasienh. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan pasieni. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang
bila mengajarkan prosedurj. Beri pujian atau reinforcement positif pada klienk. Evaluasi :
- Pasien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi- Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.
c. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahanTujuan : Kecemasan pasien berkurang / hilang
Intervensi :a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga tentang prosedur tindakan
pembedahanb. Jelaskan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan sebelum dan
sesudah tindakan pembedahanc. Berikan reinforcement positif atas kemampuan pasiend. Libatkan keluarga untuk memberikan semangat pada pasiene. Evaluasi :
- Pasien tidak cemas- Keluarga mau menemani pasien
Post Operasi :1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
Tujuan : Nyeri pasien berkurangIntervensi :a. Kaji tingkat nyeri pasienb. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeric. Ajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan nyerid. Anjarkan pada pasien untuk banyak istirahat baringe. Beri posisi yang nyamanf. Kolaborasi pemberian analgetikg. Evaluasi : Nyeri hilang
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi mastoidektomiTujuan : Resiko infeksi tidak terjadiIntervensi :a. Kaji kemungkinan terjadi infeksi / tanda-tanda infeksib. Observasi pasienc. Lakukan perawatan ganti balutan dengan teknik steril setelah 24 jam dari
operasid. Kaji keadaan daerah poerasie. Ganti tampon setiap harif. Pasang pembalut tekan bila dilakukan insisi mastoidg. Bersihkan daerah operasi setelah 2 – 3 mingguh. Anjurkan pasien untuk kontroli. Kolaborasi pemberian antibioticj. Evaluasi :
- Infeksi tidak terjadi- Luka operasi dalam kondisi baik
Radang telinga tengah (otitis media) adalah peradangan telinga bagian tengah,
peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel mastoid
yang biasanya disebabkan oleh penjalaran infeksi dari tenggorokan (faringitis). Pada semua
jenis otitis media juga dikeluhkan gangguan dengar (tuli) konduktif (Brunner and Suddart :
2000).
Otitis media adalah infeksi atau peradangan pada telinga tengah. Hal ini merupakan
inflamasi yang seringkali dimulai ketika infeksi yang menyebabkan sakit tenggorokan,
pilek, atau pernapasan atau masalah pernapasan menyebar ke tengah
telinga.
Klasifikasi otitis media
- Otitis media dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :
· Otitis media akut
· Otitis media kronis
· Otitis media sekretori.
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah dalam telinga tengah (Brunner and Suddart : 2000).
OTITIS MEDIA PERFORATA (KRONIK)
a. Pengertian
Otitis media perforata (OMP) atau otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau bernanah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang irreversible.
b. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain:1. Gangguan fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:
Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang
Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada
telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai atau
timpano-sklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
c. Patofisiologi
Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan daripada menetap. Keadaan kronis lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut (Brunner and Suddart, 2000).
OMP terutama pada masa anak-anak akan terjadi otitis media nekrotikans dapat
menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu
gendang telinga tetap berlubang atau sembuh dengan membran atropi kemudian kolps ke
dalam telinga tengah memberi gambaran optitis media atelektasis.
d. Manifestasi Klinis
Menyebabkan kehilangan derajat pendengaran dan terdapat otorea intermiten atau
peresisten yang berbau busuk. Biasanya, tidak ada nyeri. Kolesteatoma tidak
menyebabkan nyeri. Otoskopis membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat juga tidak terlihat. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering
memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
GEJALA KLINIS
- Telinga Berair (Otorrhoe)
- Gangguan Pendengaran
- Otalgia (Nyeri Kepala)
- Vertigo
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Audiometrik untuk mengetahui tuli konduktif
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas.
2. Foto rontgent untuk mengetahui patologi mastoid
3. Otoskop untuk melihat perforasi membran timpani
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Proyeksi Schuller: memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan
posisi sinus lateral dan tegmen.
b. Proyeksi Mayer atau Owen: Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan
tampak gambaran tulang- tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui
apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver: memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan
yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan
melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran.
d. Proyeksi Chause III: memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT
scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
5. Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada
OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
f. Penatalaksanaan
a. Penanganan local berupa pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop dan
alat penghisap.
b. Timpanoplasti-rekontruksi. Membedah membrane timpani dan osikulus
c. Masteidektomi: Mengangkat kolesteatoma.
g. Komplikasi
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya
pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman
yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.
- Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten membran timpani
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
- Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
- Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
- Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
h. Epidemiologi
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan
melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi
tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
Pengkajian
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan otitis media
kronis biasanya mengeluh nyeri pada telinga, gangguan pendengaran, demam tinggi.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat
penyakit yang sebelumnya dialami klien.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama,
riwayat penyakit keturunan.
- Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
3. Pola Fungsional Gordon
- Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b. Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-
obatan tertentu?
c. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
: Biasanya klien tidak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya dan bagaimana
penyakit ini terjadi. Klien akan menganggap biasa gejala penyakit yang dirasakan.
- Pola nutrisi - metabolik
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di
rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?
: Biasanya klien mengalami susah menelan, anoreksia, mual, muntah, stomatitis,
mukolitis, dyspepsia atau disfagia, BB menurun.
- Pola eliminasi
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
: Kebanyakan klien tidak mengalami gangguan dalam pola eliminasi. Gangguan
biasanya pada ketergantungan klien pada bantuan keluarga untuk melakukan
eliminasi.
- Pola aktivitas - latihan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?
b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c. Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
d. Apakah klien mengeluh mudah lelah?
: Biasanya klien akan mengalami Dispnea, suara nafas menurun/menghilang &
adanya suara tambahan seperti rale (krekels), mengi, ronki dengan auskultasi. Nadi
cepat dan tekanan darah menurun.
- Pola istirahat - tidur
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
: Biasanya klien akan mengalami gangguan tidur karena nyeri yang dirasakan di
telinga.
- Pola kognitif - persepsi
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Kaji tingkat kesadaran klien
b. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami
perubahan?
c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
: Fungsi indra pendengaran klien akan terganggu, ada yang terasa berdenging atau
sudah tuli. Fungsi indra lain biasanya tidak mengalami gangguan.
- Pola persepsi diri - konsep diri
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
b. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c. Apakah klien merasa rendah diri?
: Gangguan konsep diri yang dialami klien akan terjadi bila klien sudah mengalami
gangguan atau kehilangan fungsi pendengarannya.
- Pola peran - hubungan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?
: Biasanya klien akan terganggu dalam berhubungan dengan pasangan serta akan sulit
berperan dengan baik dalam keluarga, khususnya.
- Pola reproduksi dan seksualitas
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah status reproduksi klien?
b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
: Klien tidak mengalami gangguan dalam reproduksi dan seksualitasnya
- Pola koping dan toleransi stress
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
: Biasanya klien akan mengalami cemas dengan penyakit yang dideritanya.
- Pola nilai dan kepercayaan
: Pada pola ini kita mengakaji:
a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
Kasus
IDENTITAS
Nama : Ny. “Z”
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Hatta No.56, Padang
Keluhan Utama : Sakit pada telinga kanan, disertai demam tinggi
Riwayat Penyakit sekarang : Sejak 1 bulan yang lalu klien mengeluhkan telinga kanan
keluar cairan yang berlebih dan kurang bisa mendengar, telinga sering berdenging
dan kadang diikuti dengan pusing serta padangan yang berputar-putar. Namun,
awalnya klien tidak mempedulikannya dan menganggap biasa.
Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit ini
sebelumnya
Riwayat kesehatan dahulu : Ketika di bangku SD, pasien pernah mengeluh sakit pada
telinga kanannya disertai dengan keluar cairan putih jernih yang terus menerus namun
tidak berbau. Sejak saat itu, keluhan sakit telinga kanan dan keluar cairan dari telinga
sering terjadi dengan rentang waktu yang tidak begitu lama tiap keluhan timbul.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak kelelahan
Kesadaran : Normal
Tanda vital : TD 120/90 mmH N 90x/m S=380C
Pengkajian Pola fungsional Gordon
a. Pola Persepsi-Manajemen Kesehatan
Klien awalnya tidak menanggapi penyakitnya. Padahal sewaktu SD klien pernah
mengalami gejala yang sama. Klien baru datang ke rumah sakit setelah nyeri di
telinganya bertambah. Klien tidak memiliki riwayat merokok dan konsumsi alkohol.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Klien mengeluh susah makan karena nyeri yang dirasakannya. Porsi makanan yang
diberikan rumah sakit, dihabiskan klien 1-2 sendok makan. Klien alergi terhadap ikan
laut. Klien seharinya minum 3-4 gelas.
c. Pola Eliminasi
Sejak masuk rumah sakit, klien melakukan BAB dan BAK masih di WC tapi dipapah
oleh keluarga. Klien mengaku lemah dan pusing.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Dalam hal ini aktivitas pasien terganggu karna rasa nyeri hebat yang terjadi pada telinga
kanan dan disertai demam tinggi kadang diikuti dengan pusing serta padangan yang
berputar-putar. Ini menyebabkan klien tergantung pada bantuan keluarga dan perawat.
e. Pola istirahat dan tidur
Pasien terganggu istirahat dan tidurnya karena rasa nyeri pada telinga dan sering
berdenging-denging. Pada malam hari klien sering terbangun.
f. Pola kognitif-persepsi
Klien mengalami gangguan pada sistem pendengarannya. Klien sering merasa
berdenging pada telinganya dan pusing. Sistem indra klien yang lain tidak mengalami
gangguan. Klien mengeluh nyeri di telinganya dan menganggu aktifitas klien.
g. Pola peran dan hubungan
Hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat atau interaksi sosial klien tidak
mengalami gangguan. Keluarga bergantian untuk menjaga klien di rumah sakit.
h. Pola konsep diri
Pasien mengalami harga diri rendah karena penyakit yang dideritanya dan dalam hal ini
perlunya dukungan dari keluarga terdekat. Klien mengaku malu dan taku mengalami
ketergantungan pada keluarganya.
i. Pola seksual-reproduksi
Klien adalah ibu rumah tangga yang masih produktif dan memiliki 3 orang anak. Kasih
sayang dari keluarga tidak berkurang.
j. Pola koping dan toleransi stress
Penderita mengalami stres dan ketakutan akibat nyeri yang dirasakan. Klien takut
menjadi tuli dan menjadi beban bagi orang tuanya.
k. Pola keyakinan dan kepercayaan
Penderita mengalami gangguan pada saat beribadah, diharapkan hubungan klien dan
sang penciptanya harus lebih dekat dan terjadinya peningkatan ibadah pada klien.
Diagnosa Keperawatan NANDA, NOC, NIC
Gangguan persepsi panca
indera: auditorius b.d.
Gangguan penghantaran
bunyi pada organ
pendengaran
Defenisi: perubahan dalam
jumlah maupun pola
rangsangan yang diterima
yang disertai dengan
penyusutan, pelebihan,
penyimpangan, atau
gangguan tanggapan
terhadap rangsangan
tersebut.
Perubahan Sensori-
Persepsi ; Pendengaran
Kriteria Hasil:
- Pasien akan
berpartisipasi dalam
program pengobatan
- Pasien akan
mempertahankan
kemampuan pendengaran
- Tidak adanya sakit
kepala
· Peningkatan Komunikasi:
Defisit Pendengaran
Aktivitas:
ü Janjikan untuk mempermudah
pemeriksaan pendengaran
sebagaimana mestinya
ü Memfasilitasi penggunaan alat
bantu sewajarnya
ü Beritahu pasien bahwa suara akan
terdengar berbeda dengan
memakai alat bantu
ü Jaga kebersihan alat bantu
ü periksa secara rutin baterai alat
bantu
ü Mendengar dengan penuh perhatian
ü Menahan diri dari berteriak pada
pasien yang mengalami gangguan
komunikasi
ü Memfasilitasi lokasi penggunaan
alat bantu
ü Memfasilitasi letak telepon bagi
gangguan pendengaran
sebagaimana mestinya
· Pembentukan kognisi
Aktivitas:
ü Bantu pasien untuk menerima
kenyataan bahwa statemen diri
berada di tengah-tengah timbulnya
emosi
ü Bantu pasien memahami akan
ketidakmapuannya untuk
menggapai perilaku yang
diinginkan sering disebabkan oleh
statemen diri yang tidak masuk
akal
ü Tunjukkan bentuk-bentuk kelainan
fungsi berpikir (misal, pikiran yang
bertentangan, terlalu banyak
menggeneralisasi, penguatan, dan
personalisasi)
ü Bantu pasien mengenali emosi yang
menyakitkan yang ia rasakan
ü Bantu pasien mengenal pemicu
yang diterima (misal, situasi,
kejadian, dan interaksi dengan
orang lain) yang membuat stress
ü Bantu pasien untuk mengenal
interpretasi pribadi yang salah
mengeni faktor pemicu yang
diterima
Bantu pasien untuk mengganti
interpretasi yang salah dengan yang
lebih realistis berdasarkan situasi
yang membuat stres, kejadian, dan
interaksi
Nyeri Kronik berhubungan
dengan agen cedera
(biologis)
Defenisi:
pengalaman emosional dan
berhubungan dengan
perasaan tak enak timbul
dari kerusakan jaringan
nyata atau potensial atau
uraikan dalam kaitan
dengan seperti kerusakan
Analisa data :
DS : klien mengeluhkan
nyeri pada telinga, yang
telah dirasakan sejak SD
dan hilang timbul.
DO : klien terbatas
aktifitasnya dan mringis
nteri, S=380C
Tingkat Kenyamanan
Tujuan : Nyeri hilang atau
berkurang
Kriteria hasil :
- Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
- Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
- Tanda vital dalam
rentang normal
Manajemen Nyeri :
- Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar)
tentang kondisi, prognosis,
dan pengobatan
berhubungan dengan
kurang terpajan/tak
mengenal sumber, kurang
mengingat, serta salah
interpretasi.
Defenisi:
Tidak adanya atau
kurangnya informasi
kognitif sehubungan
dengan topik spesifik.
Knowledge : Health
Behavior
Tujuan : Klien mengetahui
tentang kondisi,prognosis
dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
- Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
- Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
Teaching : Health Behavior
- Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
- Jelaskan patofisiologi dari penyakit
dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
- Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
- Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
- Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara yang tepat
- Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang
Analisa data :
DS : Klien menganggap
biasa penyakitnya dan
membiarkannya.
DO : Klien tidak
melakukan perawatan yang
tepat pada telinganya.
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya.
tepat
- Hindari jaminan yang kosong
- Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
- Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
- Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
- Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
- Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
- Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat.