ii. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · fma dibentuk oleh kelompok kecil fungi yang termasuk...
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jabon (Anthocephalus cadamba) (Roxb.) Miq.
Taksonomi dari Jabon (Anthocephalus cadamba) yaitu :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Devisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Anthocephalus
Spesies : Anthocephalus cadamba
Nama Daerah : Jabon, jabun, kelampeyan, kelampaian, gelupai,
johan, taloh, empayang, worotua, masarambi.
Daerah penyebaran Jabon mulai dari India sampai ke kepulauan
Malaynesia. Terdapat di Nepal, Bengal, Assam, Ceylon, Vietnam, Burma,
Semenanjung Malaya, Serawak, Sabah, Indonesia, Filipina, Papua New Guinea,
dan Australia. Di Indonesia terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumba,
Sumbawa, dan Irian Jaya (Martawidjaya et al. 1989).
Pohon Jabon dapat tumbuh dihampir berbagai kondisi tanah mulai dari
tanah kering sampai tanah-tanah yang kadang-kadang tergenang. Pohon Jabon
tumbuh baik pada ketinggian 0-1000 m dpl, pada jenis tanah lempung, podsolik
cokelat dan aluvial lembab yang umumnya terdapat di sepanjang sungai yang
beraerasi baik (Khaerudin 1999). Menurut Asnawi (2009), pohon Jabon dapat
tumbuh pada lahan kritis atau yang terbuka mengingat jenis ini mudah tumbuh
pada lahan terbuka.
Tinggi pohon Jabon dapat mencapai 45 m dengan panjang batang bebas
cabang 30 m, diameter pohon dapat mencapai 160 cm. Pohon Jabon berbentuk
lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, berbanir sampai
ketinggian 1.50 m, kulit luar berwarna keabuan, kecoklatan sampai coklat dan
11
sedikit beralur dangkal (Martawijaya et al.,1989). Bentuk tajuk pohon Jabon
seperti payung dengan sistem percabangan melingkar, daun Jabon tidak lebat.
Pada umur 3 tahun, tinggi pohon Jabon dapat mencapai 9 m dengan diameter 11
cm serta daur panen untuk kepentingan non pulp sekitar 15 tahun dimana Jabon
termasuk jenis pohon cahaya (light demander) yang cepat tumbuh (Khaerudin
1999).
Untuk buah Jabon sendiri berbentuk bulat dan bersayap panjang
(Martawijaya et al. 1989). Buah Jabon yang telah masak adalah yang berwarna
hijau kekuningan. Pohon Jabon berbuah setahun sekali, dimana musim
berbunganya pada bulan Januari sampai Juni dan buah masak pada bulan Juli
sampai Agustus dengan jumlah buah majemuk per kilogramnya 33 buah,
sedangkan jumlah biji kering per kilogram sekitar 26.182.000 biji (Khaerudin
1999).
Benih Jabon diduga termasuk jenis ortodok (Nurhasybi et al. 2003).
Penyebaran benih dibantu oleh angin dan air. Permudaan Jabon dapat dilakukan
secara generatif melalui biji dan secara vegetatif melalui stek pucuk. Pertumbuhan
kecambah Jabon sampai kecambah membentuk daun dengan ukuran sebesar kuku
(tinggi 2 cm) membutuhkan waktu yang sangat lama, tetapi setelah daun
terbentuk, bibit akan tumbuh sangat cepat (Mansur 2009).
Kayu Jabon termasuk kayu ringan dengan berat jenis berkisar antara 0.29-
0.56, termasuk ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet V. Kayu dengan
karaktersitik tersebut mudah dikeringkan dengan sedikit cacat berupa pecah dan
retak ujung serta sedikit melengkung. Kayu Jabon tersebut dapat digunakan untuk
berbagai keperluan seperti untuk pembuatan korek api, peti pembungkus, papan
cor, mainan anak-anak, pulp, kayu lapis, dan kontruksi ringan lainnya
(Martawijaya et al. 1989).
2.2. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Mikoriza merupakan suatu struktur hubungan simbiosis mutualistis antara
fungi (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi (Setiadi 2007).
Asosiasi antara fungi mikoriza ini sebenarnya merupakan bentuk parasitisme
dimana fungi menyerang sistem perakaran tetapi tidak sebagai parasit (patogen)
12
yang berbahaya bagi tanaman. Pada umumnya mikoriza dibedakan menjadi tiga
yang berdasarkan pada terbentuk atau tidak terbentuknya selubung hifa pada
mikoriza yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza.
Endomikoriza disebut juga dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).
Menurut Brundrett (2004) bahwa FMA tergolong kedalam ordo Glomales dan
memiliki 6 genus yaitu Acoulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus,
Sclerocystis, dan Scutellospora. Namun dalam perkembangannya FMA tidak lagi
hanya diidentifikasi berdasarkan bentuk morfologi sporanya dan dinding
sporanya, akan tetapi sekarang telah menggunakan struktur dari DNA sporanya.
Berdasarkan hal tersebut, saat ini FMA diklasifikasikan menjadi 13 genus dimana
Sclerocystis dihapus, ditambah dengan Archaeospora, Paraglomus, Geosiphon,
Intraspora, Kuklospora, Appendicispora, Diversispora, dan Pacispora (Mansur
2007). Berikut adalah sistem klasifikasinya :
Kingdom : Fungi
Divisi : Zygomycetes
Ordo : Glomales
Famili : Acoulosporaceae, Glomaceae, Gigasporaceae
Genus : Acoulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus,
Scutellospora, Archaeospora, Paraglomus,
Geosiphon, Intraspora, Kuklospora, Appendicispora,
Diversispora, dan Pacispora
FMA adalah salah satu tipe fungi mikoriza yang termasuk dalam
Gloleromycota, Ordo Glomales dan mempunyai sub ordo Gigasporineae dan
Glomineae (INVAM 2006). Menurut Scannewrini Fosolo (1984) dalam Delvian
(2005) arbuskula merupakan struktur yang paling berarti dalam kompleks FMA
yang berfungsi untuk pertukaran metabolit antara fungi dan tanaman. Vesikula
mempunyai bentuk globose yang berasal dari menggelembungnya hifa internal
dari FMA. FMA memiliki karakteristik antara lain : perakaran yang terinfeksi
tidak membesar, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks, dan adanya
struktur khusus berbentuk oval yang disebut vesicles dan sistem percabangan hifa
yang disebut arbuskula (Kuswanto 1990).
13
FMA dibentuk oleh kelompok kecil fungi yang termasuk di dalam kelas
Zygomycetes. Fungi mikoriza ini akan menginfeksi atau menyerang bagian
korteks akar sedangkan bagian endodermis batang dan meristem akar atau bagian
titik-titik tumbuh tidak dapat diserang oleh fungi mikoriza ini. Ciri utama infeksi
mikoriza ini adalah adanya vesikula atau organ jamur yang berbentuk bulat atau
oval dan arbuskula atau organ fungi yang bentuknya seperti serabut yang
bercabang-cabang.
Arbuskula adalah struktur yang paling utama yang terlihat dalam transfer
hara dua arah antara simbion cendawan dan tanaman inang (Gunawan 1993),
sedangkan vesikula berfungsi sebagai organ penyimpan cadangan makanan dan
juga organ reproduktif propagul bagi cendawan. Vesikula menurut Abbot dan
Robson (1982), berbentuk globose dan berasal dari menggelembungnya hifa
internal dari FMA. Vesikula ditemukan baik di dalam maupun di luar lapisan
kortek parenkim dan tidak semua FMA membentuk vesikula dalam akar
inangnya, seperti Gigaspora dan Scutellospora yang vesikulanya berupa ekstra
radikal dan tidak teratur, sedangkan Glomus, Entrophospora, Acaulospora dan
Sclerocystis memiliki vesikula. Arbuskula dan vesikula sangat penting untuk
mengidentifikasi telah terjadinya infeksi pada akar tanaman.
Beberapa karakteristik kolonisasi endomikoriza di dalam akar tumbuhan
menurut Harley dan Smith (1983) sebagai berikut :
1. Cendawan membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar, tetapi
tidak setebal mantel pada ektomikoriza.
2. Hifa mendorong masuk dinding sel jaringan korteks sehingga terbentuk
struktur yang disebut vesikular (berbentuk oval) dan sistem percabangan hifa di
dalam sel korteks yang disebut arbuskular.
Manfaat biologis dari fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Perbaikan nutrisi serta peningkatan pertumbuhan tanaman
FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi
jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu
meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Fospat
merupakan unsur hara utama yang dapat diserap oleh tanaman bermikoriza.
14
Menurut Van Aarle et al. (2005) tanaman bermikoriza mampu membantu
menyerap fospat tak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman karena pada
tanaman tersebut terdapat jaringan hifa yang menyebar dan adanya aktifitas
fosfatase pada hifa tanaman tersebut.
Alasan FMA dapat meningkatkan penyerapan hara dalam tanah yaitu : (1)
FMA mampu mengurangi jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman; (2)
FMA mampu meningkatkan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara
pada permukaan penyerapan dan (3) FMA mampu merubah secara kimia sifat-
sifat hara sehingga memudahkan penyerapannya ke dalam akar tanaman
(Abbott dan Robson 1992).
2. Pelindung hayati (bio-protection)
FMA mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen
tular tanah dan FMA dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah
yang tercemar logam berat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa FMA
dapat digunakan sebagai bio-protection dan sebagai bio-remedator bagi tanah-
tanah yang tercemar logam berat seperti pada lahan pasca tambang.
3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan
Hifa FMA mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar tanaman
sudah kesulitan memanfaatkannya, hal ini dikarenakan penyebaran hifa FMA
dalam tanah sangat luas sehingga dapat mengambil air relatif lebih banyak .
4. Mempertahankan Keanekaragaman tumbuhan
FMA mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis-
jenis tanaman sehingga FMA mampu mempertahankan stabilitas
keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar tanaman
ke akar tanaman lainnya yang saling berdekatan melalui struktur yang disebut
bridge hypha (Allen dan Allen 1999 dalam Setiadi 2000).
5. Terlibat dalam siklus biogeokimia
Di alam, keberadaan FMA dapat mempercepat terjadinya suksesi alami pada
habitat-habitat yang mendapat gangguan ekstrim (Allen dan Allen, 1999 dalam
Setiadi 2000) dan keberadaannya mutlak diperlukan karena berperan penting
dalam mengefektifkan daur ulang unsur hara sehingga dapat dianggap sebagai
15
alat yang efektif dalam mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan
keanekaragaman hayati.
6. Sinergis dengan mikroorganisme lain
FMA dapat berfungsi untuk meningkatkan biodiversitas mikroba potensial di
sekitar perakaran tanaman (rhizosphere) (Setiadi 2000).
Berikut merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari mikoriza :
1. Air
Air dapat memperlancar pencernaan serta pertumbuhan dari miselia.
2. Suhu
Suhu optimum yang diperlukan fungi pembentuk mikoriza beragam tergantung
jenis dan strainnya. Pada umumnya suhu yang optimum adalah 19-450C.
3. pH tanah
Mikoriza ditemukan pada pH 2.7-9.2 dimana setiap isolat memiliki toleransi
terhadap pH yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Cendawan endomikoriza memerlukan sumber energi untuk menjalankan
berbagai proses metabolismenya dimana salah satu energi yang dibutuhkannya
berupa unsur hara karbon. Pada umumnya karbon yang dibutuhkan tersebut
berasal dari alokasi fotosintat tanaman inangnya dan juga dari luar sistem
tanaman.
Keberadaan mikroorganisme tanah seperti FMA sangat menentukan tingkat
adaptabilitas dan daya hidup bagi pertumbuhan tanaman dalam jangka panjang
serta kemantapannya dalam ekosistem secara alamiah (Marpaung et al. 1994
dalam Darwo 2003). Menurut Sukano (1998), pengaruh pemupukkan terhadap
perkembangan FMA sangat bervariasi tergantung pada bermacam-macam faktor
diantaranya kandungan bahan organik tanah, tingkat kesuburan awal tanah,
ketergantungan tanaman inang terhadap simbiosis FMA serta jenis FMA yang
digunakan.
2.3. Batubara
Menurut Darajat (2009), batubara merupakan batuan sediment (padatan)
yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan, yang pada kondisi tertentu tidak
mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna karena aktivitas
16
bakteri anaerob, berwarna coklat sampai hitam yang sejak pengendapannya
terkena proses fisika dan kimia, yang mana mengakibatkan pengayaan kandungan
karbon. Menurut Sukandarrumidi (2006), batubara terbentuk dari sisa-sisa
tumbuhan yang sudah mati, dengan komposisi utama terdiri dari sellulosa. Proses
pembentukan batubara dikenal sebagai proses pembatubaraan atau coalification.
Faktor fisika dan kimia yang ada di alam akan mengubah sellulosa menjadi
lingnit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara sebagai
berikut :
5(C6H10O5) → C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulosa Lignit Gas metan
Menurut Sukandarrumidi (2006), komposisi kimia batubara hampir sama
dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, dimana keduanya mengandung unsur
utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dikarenakan batubara
terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan
(coalification). Di dalam mempelajari cara terbentuknya batubara dikenal 2 teori,
yaitu teori insitu dan teori drift (Krevelen, 1993 dalam Sukandarrumidi 2006).
Teori insitu menjelaskan tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat
terjadinya proses coalification dan sama pula dengan tempat dimana tumbuhan
tersebut berkembang. Sedangkan teori drift menjelaskan bahwa endapan batubara
yang terdapat pada cekungan sedimen berasal dari tempat lain, dengan kata lain
tempat terbentuknya batubara berbeda dengan tempat tumbuhan semula
berkembang kemudian mati.
Cara terbentuknya batubara melalui proses yang sangat panjang dan lama,
disamping faktor alamiah yang tidak mengenal batas waktu terutama ditinjau dari
segi fisika, kimia dan biologis. Faktor-faktor yang berpengaruh dan menentukan
terbentuknya batubara antara lain : posisi geoteknik, keadaan topografi daerah,
iklim daerah, proses penurunan cekungan sedimentasi, umur geologi, jenis
tumbuh-tumbuhan, proses dekomposisi, sejarah setelah pengendapan, struktur
geologi cekungan dan metamorfosa organik (Sukandarrumidi 2006).
17
Secara umum batubara digolongkan menjadi 5 tingkatan, antara lain :
(Sukandarrumidi 2006)
1. Anthracite
Warna hitam, sangat mengkilap, kompak, kandungan karbon sangat tinggi,
nilai kalor sangat tinggi, kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat
sedikit, kandungan sulfur sangat sedikit.
2. Bituminous coal
Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi, nilai
kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur
sedikit.
3. Sub bituminous coal
Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi, nilai
kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur
sedikit.
4. Lignite (Brwon coal)
Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah,
kandungan air tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur banyak.
5. Peat (Gambut)
Sedangkan klafikasi batubara berdasarkan atas nilai kalor, dibagi menjadi :
1. Batubara tingkat tinggi (high rank), meliputi meta anthracite, anthracite, semi
anthracite.
2. Batubara tingkat menengah (moderate rank), meliputi low volatile bituminous
coal, high volatile coal.
3. Batubara tingkat rendah (low rank), meliputi sub bituminous coal, lignite.
Dalam menentukan kualitas batubara perlu diperhatikan beberapa hal, antara
lain : (Darajat 2009)
1. Heating Value (HV) (Calorific value/Nilai Kalori)
Banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat
dinyatakan dalam kkal/kg.
18
2. Moisture Content (Kandungan Lengas)
Lengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang terdapat dalam
batubara. Kandungan air dalam batubara dapat terbentuk air internal
(senyawa/unsur), yaitu air yang terikat secara kimiawi.
3. Ash Content (Kandungan Abu)
Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan senyawa
anorganik yang merupakan hasil rombakan batuan yang ada di sekitarnya
bercampur selama proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan.
Abu hasil dari pembakaran batubara disebut ash content dimana abu ini
merupakan kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batuabara yang tidak dapat
terbakar atau yang dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam bentuk padatan
ini antara lain senyawa SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO, K2O,
Na2O, P2O, SO3, dan oksida unsur lain.
4. Sulfur Content (Kandungan Sulfur)
Adanya kandungan sulfur baik dalam bentuk organik maupun anorganik di
atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan mengakibatkan terbentuknya air
asam.
Menurut Sukandarrumidi (2006), batubara dipergunakan sebagai sumber
energi pada pembangkit listrik dan digunakan sebagai sumber energi pada
berbagai industri kecil maupun industri besar. Selain itu, limbah batubara dapat
digunakan dalam pembuatan briket batubara, media semai tanaman dan pupuk
organik. Pengaruh bagan organik terhadap sifat fisik tanah dan akibat terhadap
pertumbuhan tanaman adalah sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur
tanah; sumber hara N, P, belerang, unsur mikro, dan lain-lain; menambah
kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK menjadi tinggi);
sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno 1995). Fitzpatrick (1986)
menyatakan bahwa bahan organik sangat penting dan bernilai terutama dalam
pengolahan tanah. Menggunakan bahan organik berarti memberikan pupuk alami
pada tanah. Keuntungan bahan organik terhadap tanah yaitu memperbaiki
stabilitas tekstur dan struktur, meningkatkan daya tahan terhadap air dan
menurunkan daya racun Al.
19
2.4. Pupuk NPK
Pupuk diberikan pada tanaman dengan tujuan menambah unsur hara yang
dibutuhkan tanaman. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman terdiri dari unsur hara
makro dan mikro. Unsur hara makro (N, P, K, S, Ca, dan Mg) dibutuhkan
tanaman dalam jumlah banyak sedangkan unsur hara mikro (Cl, Mn, Fe, Cu, Zn,
B, dan Mo) dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit. Unsur makro
merupakan unsur esensial dengan konsentrasi 0.1% (1000 ppm) atau lebih,
sedangkan unsur dengan konsentrasi kurang dari 0.1% digolongkan sebagai unsur
mikro ( Lakitan 2008).
Unsur hara N, P dan K di dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus
berkurang karena diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada saat
panen, tercuci, menguap, erosi, dan kegiatan lainnya seperti pertambangan. Untuk
mencukupi kekurangan unsur hara N, P dan K perlu dilakukan pemupukkan.
Jumlah pupuk yang diberikan berhubungan dengan kebutuhan tanaman akan
unsur hara, kandungan unsur hara yang ada dalam tanah dan kadar unsur hara
yang terdapat dalam pupuk (Hardjowigeno 1995). Menurut Leiwakabessy dan
Sutandi (1998) menyatakan bahwa penambahan unsur hara akan meningkatkan
pertumbuhan tanaman yang berarti pengangkutan unsur hara oleh tanaman akan
terus meningkat. Pemberian pupuk harus dilakukan dengan memperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut : Sutedjo (2008)
1. Keadaan iklim
Pemupukkan biasanya dilakukan pada permulaan musim hujan agar unsur-
unsur yang terkandung dalam pupuk dapat larut ke dalam tanah sehingga
tersedia bagi tanaman.
2. Keadaan dan umur tanaman
Makin bertambah umur tanaman maka makin diperlukan pemberian pupuk
bagi proses pertumbuhannya. Demikian juga pada tanaman yang tumbuhnya
dalam keadaan merana perlu mendapat pemupukkan yang sesuai dengan
defisiensi unsur hara bagi pertumbuhannya. Sedangkan untuk tanaman yang
berumur pendek, perlu juga diperhatikan pemberian pupuknya karena
kelambatan dalam hal ini hasil yang diharapkan akan berkurang baik kualitas
maupun kuantitas.
20
3. Macam pupuk yang diperlukan
Macam pupuk yang diperlukan tanaman berbeda-beda tergantung pada jenis
tanamannya dan ketersediaannya di dalam tanah.
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang diperlukan tanaman untuk
pertumbuhannya. Unsur hara N, P dan K merupakan unsur hara essensial yang
diperlukan oleh tanaman dalam jumlah besar untuk memenuhi proses fisiologi dan
metabolisme tanaman. Apabila unsur hara N, P dan K tersedia dalam jumlah yang
terbatas dalam tanah maka akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman. Menurut Marschner (1986), penyerapan hara oleh tanaman
sifatnya selektif dan spesifik, dimana tanaman hanya menyerap hara yang
dibutuhkan dan sesuai dengan fungsi berdasarkan umur pertumbuhan tanaman.
Menurut Vogel (1987) dalam rehabilitasi tanah bekas tambang dan
revegetasi pemberian pupuk merupakan salah satu kriteria keberhasilan
revegetasi. Pemupukkan dengan sumber unsur N, P dan K akan merangsang
pertumbuhan tanaman di bekas lahan penambangan. Selain itu juga, komponen
komponen biologi tanah adalah unsur penting bagi keberhasilan revegetasi dalam
jangka panjang.
Unsur Nitrogen (N) dan Peranannya Bagi Tanaman
Nitrogen merupakan salah satu unsur pokok penyusun bahan kehidupan. Di
dalam jaringan tanaman, N dikenal sebagai unsur utama penyusun zat hijau daun
yang disebut dengan klorofil. Sumber utama N untuk tanaman berasal dari N2 di
atmosfir, yang menempati 78% dari volume udara. Kekurangan N pada jaringan
tanaman pada mulanya akan mengakibatkan terjadi klorosis pada daun dan pada
tingkat selanjutnya mengakibatkan daun tanaman mudah gugur, pertumbuhan
vegetatif terhambat serta pada akhirnya produksi tanaman menurun dengan drastis
(Ma‟shum et al. 2003). N apabila keberadaannya berlebihan akan
memperpanjang masa pertumbuhan, menghambat kematangan dan menurunkan
daya tahan terhadap penyakit. Tanaman yang kelebihan N akan berwarna hijau
gelap dengan daun sukulen sehingga mudah terinfeksi penyakit, tanaman mudah
terkena cekaman karena kekeringan dan produksi menurun (Jones 1989).
21
Unsur N diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion ammonium
(NH4+). Sebagian besar N diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut
bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah
terserap oleh akar. Sebaliknya ion ammonium bermuatan positif sehingga terikat
oleh koloid tanah. N tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara
lainnya. N merupakan komponen utama dari berbagai substansi yang penting
dalam tanaman (Mengel dan Kirby 1982).
Dalam jaringan tumbuhan N merupakan komponen penyusun dari banyak
senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam-asam amino karena setiap
molekul protein tersusun dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein,
maka nitrogen juga merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu, N
juga terkandung dalam klorofil, horomon sitokinin, dan auksin (Lakitan 2008).
Ma‟shum et al. (2003) manyatakan bahwa terdapat faktor-faktor lingkungan
tanah yang ikut mempengaruhi keseimbangan mineralisasi dan immobilisasi N
yaitu temperatur, tersedianya senyawa N, areasi, dan reaksi tanah.
Unsur Fosfor dan Peranannya Bagi Tanaman
Fosfor (P) merupakan unsur yang sangat kritis dan esensial bagi
pertumbuhan tanaman. P yang tersedia dalam tanaman umumnya rendah.
Tanaman umumnya mengandung 0.5% P dalam jaringan (Ma‟shum et al. 2003).
Masalah Keefisienan P tidak sama dengan N, perbedaannya terlihat pada sifat
inmobil P dalam Tanah (Soepardi 1983). Unsur P diserap tanaman dalam bentuk
H2PO4-, HPO4
2- dan PO4
2- atau tergantung dari pH tanah. Pada tanah dengan pH
rendah (asam) P akan bereaksi dengan ion besi dan alumunium. Reaksi ini akan
membentuk besi fosfat atau alumunium. Reaksi ini akan membentuk besi fosfat
atau alumunium fosfat yang sukar larut dalam air sehingga sukar diserap tanaman.
Keberadaan P-organik di dalam tanah tidak selalu memberikan kontribusi
terhadap ketersediaan P bagi tanaman. Hal ini disebabkan mineralisasi dan
immobilisasi berlangsung secara bersamaan di dalam tanah. Bahan organik akan
memberikan kontribusi pada ketersediaan P jika mineralisasi P-organik tidak
diikuti dengan immobilisasi. Kecepatan mineralisasi P dipengaruhi oleh
kandungan C dan N dalam bahan organik tanahyang dicirikan dengan nisbah C/P
22
dan N/P. Berikut beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan
mineralisasi P-organik : temperatur tanah, kelembaban dan aerasi, kemasaman
tanah, masukan P-anorganik ke dalam tanah, pengolahan tanah, dan masukan
mikoriza. Terjadinya asosiasi mikoriza dengan tanaman inang diduga kuat dapat
meningkatkan mineralisasi P. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya serapan P
oleh tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza. Peningkatan serapan P terjadi
sebagai akibat dari meningkatnya kegiatan fosfatase dan meningkatnya luas
permukaan akar yang berarti meningkatnya volume jelajah akar untuk
mengabsorbsi fosfat (Ma‟shum et al. 2003).
Menurut Tan (1993), P diperlukan dalam perkembangan akar,
mempertahankan vigor tanaman, pembentukan benih, dan pengontrolan
kematangan tanaman. P juga merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula
fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi,
dan berbagai proses metabolisme lainnya. P juga merupakan bagian dari
nukleotida (dalam RNA dan DNA) dan fosfolipida penyusun membran (Lakitan
2008).
Tanaman yang kelebihan P akan menampakkan gejala seperti defisiensi
unsur mikro Fe dan Zn. Unsur P yang berlebihan akan menganggu metabolisme
tanaman. Jika kadar P dalam daun lebih dari 100% akan menjadi racun (Jones
1989). Menurut Marschner (1986), kekurangan (kahat) P akan menyebabkan
abnormalitas pada kloroplas dimana efeknya akan berbeda tergantung jenis
tanamannya. Menurut Hakim et al. (1986), kekurangan P akan menampakkan
gejala pertumbuhan yang terhambat karena terjadi gangguan pada pembelahan sel,
tanaman kerdil serta perakaran miskin dan produksi merosot. Defisiensi P akan
mengakibatkan daun berwarna hijau gelap atau hijau kebiru-biruan, tanaman
kerdil dan panjang akar berkurang (Gardner et al. 1991). Sedangkan menurut
Ma‟shum et al. (2003), gejala defisiensi P pada tanaman dikenali dengan
terjadinya warna kekuning-kuningan pada daun tua, yang diikuti dengan gugurnya
daun. Sementara pada daun yang nisbi muda memiliki warna hijau gelap yang
disertai bayang-bayang merah keungu-unguan karena adanya akumulasi pigmen
antosianin.
23
Unsur Kalium dan Peranannya Bagi Tanaman
Unsur Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan,
sehingga unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. K berperan sebagai
aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan
respirasi serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. K juga
merupakan ion yang berperan dalam mengatur potensi osmotik sel, sehingga
berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Dalam kaitannya dengan pengaturan
turgor sel, maka peran pentingnya adalah dalam proses membuka dan
menutupnya stomata (Lakitan 2008).
K adalah unsur yang mobil sehingga akan terjadi translokasi dari bagian
tanaman yang tua ke bagian tanaman yang lebih muda, bila terjadi kekurangan K
pada tanaman. Oleh karena itu, gejala kekurangan K mulai tampak pada bagian
tanaman yang lebih tua terlebih dahulu, lalu diikuti pada bagian tanaman yang
lebih muda. Tanaman yang kekurangan K akan menunjukkan gejala klorosis, tepi
daun mengering, produksi daun berkurang, dan malformasi daun. Selain itu,
permukaan luas daun akan berkurang pada saat defisiensi K (Prawiranata et al.
1991). Defisiensi K dapat dicegah dengan menambahkan jumlah K yang cukup ke
dalam tanah.