ii. tinjauan pustaka a. kunir putiheprints.mercubuana-yogya.ac.id/2962/3/bab ii.pdf · nama mangga...
TRANSCRIPT
4
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kunir Putih
Tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val.) merupakan tanaman semak
berumur tahunan. Tingginya mencapai 50-70 cm, bentuk batang semu yang tersusun
dari pelepah-pelepah daun. Daun warna hijau, berbentuk seperti mata lembing bulat
lonjong di bagian ujung dan pangkalnya. Panjang daun 30-60 cm dan lebar daun 7,5-
12,5 cm, tangkai daunnya panjang sama dengan panjang daunnya. Permukaan atas
dan bawah daun agak licin, tidak berbulu. Tanaman ini mempunyai bunga majemuk
berbentuk bulir yang muncul dari bagian ujung batang. Mahkota bunga berwarna
kuning muda atau hijau keputihan, panjang 2,5 cm. Kunir putih (Curcuma mangga
Val.) memiliki rimpang berbentuk bulat, renyah, dan mudah dipatahkan. Kulitnya
dipenuhi semacam akar serabut yang halus hingga menyerupai rambut. Rimpang
utamanya keras, bila dibelah tampak daging buah berwarna kekuning-kuningan di
bagian luar dan putih kekuningan di bagian tengahnya. Rimpang berbau aromatis
seperti bau mangga, dan rasanya mirip mangga sehingga masyarakat menyebutnya
temu mangga (Syukur, 2003).
Famili Zingiberaceae dikenal luas memiliki berbagai macam kegunaan baik
dalam dunia kuliner hingga pengobatan. Curcuma mangga Val., merupakan salah satu
spesies penting dari famili Zingiberaceae yang berasal dari Asia Selatan (Larsen dkk.,
1999; dalam Abraham dkk., 2010). Rimpang ini dikenal sebagai Temu Pauh di
Malaysia, Temu Mangga di Indonesia dan Mango Turmerik di India. Nama mangga
5
pada jenis rimpang ini dikarenakan rimpang segar ini mempunyai aroma khas
mangga. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rimpang Curcuma mangga memiliki
sifat anti kanker dan antioksidan (Abas et al., 2005; dalam Abraham et al., 2010).
Kunir putih mengandung minyak atsiri, tanin, gula dan damar (Fauziah, 1999).
Kadar kunir putih yang juga sangat penting adalah pigmen kurkuminoid yang
berwarna orange. Pigmen ini merupakan campuran dari tiga komponen analog yaitu
kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Tonnesen, 1986). Kunir
putih memilik kandungan gizi seperti energi. Komposisi kimia kunir putih dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia kunir putih dalam 100 g bagian yang dapat dimakan
Komponen Kunir Putih Bubuk Kunir Putih
Energi (Kal) 349,00 390,00
Air (g) 13,10 5,80
Protein (g) 6,30 8,60
Lemak (g) 5,10 8,90
Total karbohidrat (g) 69,40 69,90
Serat kasar (g) 2,6 6,90
Abu (g) - 6,80
Kalsium (mg) 0,15 0,20
Fosfor (mg) 0,28 0,26
Natrium (mg) 0,03 0,01
Kalium (mg) 3,30 2,50
Besi (mg) 18,60 47,50
Thiamin (mg) 0,03 0,09
Riblovlavin (mg) 0,05 0,19
Sumber: Lukman, 1984 dalam Nurhayati, 2013
Kunir putih mengandung antioksidan berupa kurkuminoid sebanyak 132
ppm (Pujimulyani, 2003). Antioksidan merupakan senyawa-senyawa yang dapat
6
menghambat, menunda, atau mencegah terjadinya oksidasi lemak atau senyawa-
senyawa lain yang mudah teroksidasi (Santoso, 2016). Antioksidan banyak
digunakan dalam produk pangan yang mengandung minyak atau lemak untuk
menghambat terjadinya reaksi oksidasi minyak atau lemak tidak jenuh
(Pujimulyani, 2003).
Berdasarkan hasil analisis fitokimia terhadap temu mangga, ternyata temu
mangga mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder yang meliputi alkaloid,
flavonoid, tanin, dan saponin, tetapi tidak mengandung steroid, triterpenoid maupun
kuinon. Hasil analisis fitokimia kandungan ekstrak temu mangga dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis fitokimia kandungan ekstrak temu mangga No Jenis analisis Hasil
1 Alkaloid
- Mayer - Wagner - Dragond
orf
+++ +++ +++
2 Flavonoid +++
3 Steroid -
4 Triterpenoid - 5 Kuinon -
6 Tanin ++
7 Saponin +++
Keterangan: +++ kandungan senyawa tinggi;
++ kandungan senyawa kimia cukup tinggi;
- tidak mengandung senyawa kimia
Sumber: Sumiati, 2010
7
B. Kayu Secang
Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan tanaman semak atau pohon kecil
yang dapat tumbuh baik pada daerah tropis di Asia Tenggara khususnya di Indonesia
dan Malaysia yang biasanya tumbuh sebagai tanam pagar. Tanaman secang dapat
tumbuh sampai 10 m, rantingnya berlentiel dan berduri, bentuk duri agak
melengkung dan tersebar. Daun majemuk, panjang 25-40 cm, bersirip, panjang sirip
9-15 cm, setiap sirip mempunyai 10-20 pasang anak daun yang berhadapan. Anak
daun tidak bertangkai, bentuk lonjong, pangkal hampir ramping, ujung bundar serta
sisinya agak sejajar, panjang anak daun 10-25 mm, lebar 3-11 mm. Bunga berupa
malai, terdapat diujung, panajang 10-40 cm, panjang ganggang bunga 15-20 cm,
pinggir kelopak terbawah lebih kurang 7 mm, lebar 4 mm, tajuk memencar berwarna
kuning, helaian daun membundar bergaris tengah 4-6 mm, empat helai daun tajuk
lainnya juga membundar dan bergaris tengah 10 mm, panjang benang sari lebih
kurang 15 mm, panjang putik 18 mm. Polong berwarna hitam, panjang biji 15-18
mm, tebal 5-6 (Heyne, 1987). Menurut Heyne, (1987), penggolongan tata namanya,
tanaman secang dapat diklasifikasikan sebagai berikut
Divisi : Spermatopyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Klas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo : Rosales
Famili : Leguminoseae
Genus : Caesalpiniaceae
Spesies : Caesalpiniae sappan Linn
8
Kayu secang dapat diperoleh di pasar-pasar tradisional dalam bentuk serutan
kayu secang. Contoh pemanfaatan kayu secang oleh masyarakat adalah untuk dibuat
wedang secang yang merupakan minuman tradisonal. Wedang secang mengandung
senyawa antioksidan yang tinggi berasal dari rempah-rempah sebagai penyusunnya
seperti kayu secang, kapulaga, cengkeh, serai, jahe atau kayu manis (Setyowati,
2007).
Kandungan dalam secang yaitu asam galat, tanin, resin, resorsin, brasilin,
brasilien d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsiri. Pada daun terdapat 0,16 %
- 0,20 % minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak berwarna. Secang dapat
mengobati disentri, batu darah (TBC), luka dalam, sifilis, darah kotor, berak
darah, malaria, tumor dan lain sebagainya
Kayu secang dapat digunakan sebagai sumber zat warna alami karena
mengandung brazilin yang berwarna merah, bersifat mudah larut dalam air panas
(Haryono, 1985). Brazilin merupakan kristal tidak berwarna atau kuning pucat yang
dapat memberikan warna merah jambu yang berfluorensi jingga jika dilarutkan di
dalam air (Suhartati,1983, dalam Alfin 2002). Brazilin termasuk ke dalam golongan
flavonoid sebagai isoflavonoid yang dapat diperoleh dari beberapa tanaman,
misalnya pada kayu secang (Caesalpinia sappan L.), Caesalpinia ersita dan
Caesalpinia brazilinensis. Senyawa flavonoid merupakan golongan yang mempunyai
kerangka C6-C3-C6 yang masing-masing pembawa C6 adalah cincin benzene.
Flavonoid yang terdapat pada tumbuhan umumnya berikatan dengan gula
membentuk glikosida. Oleh karena itu mendapatkan flavonoid bebas perlu dilakukan
9
pelepasan ikatan antara gula dan aglikonnya yaitu dengan cara hidrolisis. Rumus
bangun brazilin dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Rumus bangun Brazilin
Sumber: Indriani, 2003
C. Minuman Instan
Minuman serbuk instan adalah minuman berupa serbuk halus yang terbuat
dari bahan buah-buahan, rempah-rempah, biji-bijian atau daun yang dapat langsung
diminum dengan cara diseduh dengan air matang baik dingin maupun panas
(Ramadina, 2013). Minuman serbuk instan lebih disukai oleh masyarakat karena
memiliki berbagai keunggulan diantaranya yaitu memiliki cara penyajian yang
praktis sehingga mudah dibawa dan disimpan, mutu lebih terjaga dan tanpa bahan
pengawet. Pada proses pengolahan tertentu, minuman serbuk instan tidak akan
mempengaruhi khasiat yang terkandung dalam bahan tersebut, sehingga baik untuk
kesehatan badan (Rengga dan Handayani, 2009). Minuman serbuk instan dapat
dibuat melalui proses pengeringan dan salah satu metode pengeringan yang banyak
10
dilakukan oleh masyarakat yaitu kristalisasi. Selama proses pembuatan ekstrak
minuman serbuk instan, larutan gula yang dipanaskan dengan rempah-rempah akan
mengalami proses kristalisasi.
Minuman serbuk yang telah diolah dalam penyajian bentuk bubuk
merupakan suatu alternatif yang baik untuk menyediakan minuman menyehatkan dan
praktis. Permasalahan yang umum terjadi pada pembuatan bubuk instan adalah
kerusakan akibat proses pengeringan yang umumnya memerlukan suhu
pemanasan tinggi (lebih 60oC) seperti hilang atau rusaknya komponen flavor serta
terjadinya pengendapan pada saat bubuk dilarutkan dalam air, sehingga untuk
mengantisipasi hal tersebut perlu menggunakan metode pengeringan yang baik
dan penggunaan bahan penstabil yang berfungsi melapisi komponen flavor serta
mencegah kerusakan komponen-komponen bahan akibat proses pengeringan
(Intan, 2007).
Keuntungan dari suatu bahan ketika dijadikan minuman serbuk adalah
mutu produk dapat terjaga dan tanpa pengawet. Semua hal tersebut
dimungkinkan karena minuman serbuk instan merupakan produk dengan kadar air
yang cukup rendah yaitu sekitar 3-5%.
Pertimbangan kayu secang dibuat minuman serbuk instan ada 3 faktor,
yaitu faktor kelayakan, faktor khasiat dan faktor kesukaan.
1) Faktor Kelayakan
Kayu secang dipilih sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman
serbuk instan adalah selain mempunyai khasiat sebagai obat juga mudah didapat di
11
pasaran karena telah banyak dijual oleh pedagang empon-empon atau jamu-
jamuan, harganya pun relatif murah. Kayu secang sangat mudah diolah, hanya
dengan direbus kayu ini sudah menampakkan perubahan yaitu berwarna merah yang
akhirnya air tersebut dapat dijadikan ekstrak selanjutnya akan diproses menjadi
minuman serbuk instan. Selain kayu secang dapat juga ditambahkan bahan lain
yang berkhasiat misalnya serai dan jahe.
2) Faktor Khasiat
Kandungan dalam secang yaitu asam galat, tanin, resin, resorsin,
brasilin, brasilien d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsiri. Pada daun : 0,16 % -
0,20 % minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak berwarna. Secang dapat
mengobati disentri, batu darah (TBC), luka dalam, sifilis, darah, kotor, malaria,
tumor dan lain sebagainya.
Khasiat minuman serbuk instan kayu secang tersebut dapat dikuatkan
dengan penggunaan bahan tambahan serai yang mempunyai sifat berasa pedas dan
hangat. Serai ini bermanfaat sebagai anti radang, menghilangkan rasa sakit dan
melancarkan sirkulasi darah dan ditambahkan dengan jahe yang mengandung
minyak atsiri dan oleoresin yang cukup tinggi pada rimpang jahe
menyebabkan jahe dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Misalnya
untuk pencahar (laxative), penguat lambung (stomachic), peluluh masuk angina.
3) Faktor Kesukaan
Minuman serbuk instan sangat digemari masyarakat dari berbagai
kalangan, hal ini bisa dilihat dan banyaknya serbuk instan yang diperdagangkan
12
dengan berbagai macam merk dan rasa yang beraneka ragam. Apabila serbuk
instan dibuat dari daun jambu biji, besar kemungkinan dapat disukai masyarakat
karena disamping rasanya yang manis juga berkhasiat sebagai obat diare.
Menurut Standar Nasional Indonesia 01-4320-1996, minuman
serbuk tradisional memiliki syarat mutu. Standar mutu minuman bubuk dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu minuman bubuk berdasarkan SNI 01-4320-1996
1 Warna
2 Bau
3 Rasa
4 Kadar air, b/b
5 Kadar abu, b/b
6 Jumlah gula (dihitung sebagai
sakaros)
7 Bahan tambahan makanan
8.1 Pemanis buatan
Sakarin
Siklamat
8.2 Pewarna tambahan
9 Cemaran logam
9.1 Timbal (Pb)
9.2 Tembaga (Cu)
9.3 Seng (Zn)
9.4 Timah (Sn)
10 Merkuri (Hg)
11 Cemaran arsen (As)
12.1 Cemaran mikroba
12.2 Angka lempeng total
12.3 Coliform
%
%
%
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/ kg
mg/kg
mg/kg
koloni/g
APM/g
normal
normal, khas rempah
normal, khas rempah
3,0 – 5,0
maksimal 1,5
maksimal 85%
tidak boleh ada
tidak boleh ada
sesuai SNI 01-0222-
1995
maksimal 0,2
maksimal 2,0
maksimal 50
maksimal 40
tidak boleh ada
maksimal 0,1
3 x 103
< 3
Sumber : Anonim, 1996
D. Proses Pembuatan Minuman Instan
Menurut Mulyono (2002 : 25) dalam Ramadina (2013) resep dasar minuman
serbuk instan dari bahan dasar jahe adalah sebagai berikut:
13
1. 500 g jahe
2. 1 kg gula pasir
3. 500 cc air
Bahan untuk membuat minuman serbuk instan jahe mudah didapatkan, cara
pembuatanya sangat sederhana yaitu menggunakan peralatan rumah tangga
dengan beberapa tahapan yaitu, tahap persiapan bahan, tahap pelaksanaan dan
tahap penyeleseian.
1) Tahap Persiapan Bahan
Persiapan bahan dilakukan untuk mempermudah dalam proses pembuatan
minuman serbuk instan, tahapan dalam persiapan bahan diantaranya
adalah pemilihan bahan dan pencucian.
Pemilihan jahe yang bisa digunakan sebagai bahan serbuk instan adalah
yang sudah tua, karena jahe yang masih muda rasanya kurang tajam, setelah
pemilihan jahe dilakukan pencucian.
Tujuan pencucian adalah menghilangkan sisa kotoran yang terbawa saat
proses panen. Caranya, jahe dimasukan ke dalam ember atau baskom yang
telah diisi air hingga seluruh bahan terendam. Saat pencucian terakhir, bahan
dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya jahe dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan lalu diiris tipis-tipis.
2) Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tahap dimana proses pembuatan serbuk instan
dibuat yaitu melalui beberapa tahapan diantaranya adalah melalui proses
14
Perebusan, Penyaringan, Proses Kristalisasi, Pemblenderan dan Pengayakan.
Perebusan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak jahe, kemudian
dilakukan penyaringan untuk memisahkan ekstrak dari irisan-irisan jahe,
selanjutnya ekstrak diolah menjadi kristal. Alat yang digunakan dalam proses
kristalisasi adalah wajan cekung, kompor serta pengaduk dari bahan kayu.
Ekstrak jahe ditambahkan gula pasir ke dalam wajan dengan perbandingan
antara gula dan ekstrak 2:1, masak pada suhu 110ºC sambil diaduk perlahan-
lahan hingga merata. Pemasakan dilakukan sampai konsentrasi gula
mencapai titik jenuh, dan segera turunkan dari api sambil diaduk kuat-kuat,
agar tidak terjadi penggumpalan. Untuk menghasilkan kristal yang baik yaitu
dengan cara menggosok-gosok pinggir wajan memakai pengaduk kayu hingga gula
padat dapat berubah berbentuk kristal.
Selanjutnya pemblenderan dilakukan untuk memblender kristal yang
sudah dingin agar dihasilkan serbuk instan yang halus. Kemudian dilakukan
pengayakan, pengayakan dilakukan untuk memperoleh keseragaman ukuran
serbuk sehingga sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pengayakan dapat
dilakukan dengan alat atau ayakan dengan ukuran mesh 100 ( Tri Suharso,
1994: 36 ). Dengan menggunakan ayakan dengan ukuran mesh 100 maka
serbuk yang dihasilkan halus dan ukuran sama, sehingga daya larutnya cepat.
3) Tahap Penyelesaian
Penyelesaian dilakukan melalui tahap pengemasan yang ditutup dengan
menggunakan food sealer dengan tujuan untuk menghindari terjadinya
15
penggumpalan karena perubahan suhu akibat proses oksidasi dalam kemasan, yang
dilanjutkan dengan pemberian label pada kemasan guna memberikan identitas yang
terdiri dari tempat produksi, nama produk, kode produksi, komposisi, netto atau
berat dan tanda expayet atau batas akhir konsumsi.
E. Aktivitas Antioksidan
Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkap radikal
bebas yang menjadi penyebab berbagai penyakit yang berkaitan dengan oksidasi,
seperti kardiovaskuler dan kanker. Sistem antioksidan secara alami telah tersedia
di dalam tubuh seperti superoksida dismutase (SOD) dan glutation-s-transferase
(GST) serta antioksidan yang berasal dari makanan seperti senyawa fenolik dan
flavonoid. Oleh karena itu perlu pengembangan antioksidan alami seperti halnya
dari rimpang kunir putih. Rimpang dan daun mengandung saponin dan flavonoid,
disamping itu daunnya mengandung polifenol (Hutapea, 1993).
Penelitian Pujimulyani (2010), mengenai aktivitas antioksidan kunir putih
blanching terjadi peningkatan kadar fenol total, flavonoid, tannin terkondensasi,
katekin, epigalokatekingalat, dan munculnya aglikon kuersetin yang semula
tidak terdeteksi. Pada kunir putih diketahui mengandung minyak atsiri yang
terdiri atas curdione dan curcumol yang berkhasiat sebagai antioksidan
yang mencegah kerusakan gen penyebab timbulnya kanker serta dapat
meningkatkan sel darah merah.
Trilaksani (2003) dalam Apriandi (2011) menambahkan, antioksidan juga
16
dapat berperan dalam menekan prolifersi (peranyakan sel kanker), karena antioksidan
berfungsi menutup jalur pembentukan sel ganas (blocking agent). Surywinoto (2005)
dalam Apriandi (2011) menyaakan antioksidan juga berperan sebagai antiaging yang
melindungi kulit dari proses pengrusakan oleh paparan sinar matahari dan radikal
bebas yang dapatmenimbulkan keriput dan penuaan pada kulit.
Menurut Winarsi (2007), antioksidan adalah senyawa/zat yang dalam
konsentrasi kecil dapat mencegah reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan
molekul yang sanga reaktif. Secara biolos, antioksidan adalah senyawa yang
mampumeredam negative oksidan dalamtubu. Antioksidan bekerja dengan
mendonrkan satu elektronnya kepada senyawayang bersifat aksidan sehingga
senyawa tersebut dapat dihambat reaksinya.
Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan primer (Chainbreaking
antioxidant) dan antioksidan sekunder (preventive antioksidant) (Gordon, 1990).
Antioksidan primer dapat bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya menjadi
bentuk yang lebih stabil. Sebuah senyawa dapat disebut sebagai antioksidan primer
apabila senyawa tersebut dapat mendonorkan atom hidrogennya dengan cepat ke
radikal lipid dan radikal antioksidan yang dihasilkan lebih stabil dari radikal lipid
atau dapat diubah menjadi produk lain yang lebih stabil (Gordon, 1990). Senyawa
yang termasuk dalam kelompok antioksidan primer (Chain-breaking antioxidant)
adalah vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askorbat), β-karoten, glutation dan
sistein (Taher, 2003).
Antioksidan sekunder berfungsi sebagai antioksidan pencegah yaitu
17
menurunkan kecepatan inisiasi dengan berbagai mekanisme, seperti melalui
pengikatan ion-ion logam, penangkapan oksigen dan penguraian hidroperoksida
menjadi produk-produk nonradikal (Gordon, 1990). Pada dasarnya tujuan antioksidan
sekunder (preventive antioxidant) adalah mencegah terjadinya radikal yang paling
berbahaya yaitu radikal hidroksil (Taher, 2003).
Metode yang digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan adalah
metode DPPH. Mekanise reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH
oleh antioksidan dari minuman serbuk instan yang akan menghasilkan pengurangan
intensitas warna dari larutan DPPH sehingga warna ungu dari radikal menjadi
memudar (warna kuning). Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai
absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer (Benabadji dkk., 2004).
F. Pengujian Organoleptik
Pengujian secara organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan
penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihatan, pencicip, pembau dan
peraba. Melalui hasil pengujian organolpetik akan diketahui daya penerimaan panelis
(konsumen) terhadap produk tersebut (Soekarto,1985).
Sifat organoleptik bahan dan produk pangan merupakan hal pertama yang
diperhatikan oleh konsumen, sebelum mereka menilai lebih jauh misalnya pada
aspek nilai gizinya. Di industri pangan, pengujian sifat organoleptik dapat dilakukan
untuk tujuan pengembangan dan pengujian mutu produk. Kesimpulan yang diperoleh
dari suatu pengujian organoleptik sangat tergantung pada tahap persiapan,
18
keterandalan panelis, sarana dan prasarana, jenis analisis organoleptik serta metode
analisis data. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat melakukan
pengujian organoleptik yang baik perlu dimiliki, untuk dapat mencapai hal tersebut
diperlukan pengetahuan dasar mengenai penerapan pengujian organoleptik (
Soekarto,1985 ).
Tingkat kesukaan konsumen dapat diukur menggunakan uji organoleptik
melalui alat indra. Kegunaan uji ini diantaranya untuk pengembangan produk baru.
Penilailan dengan indera yang juga disebut penilaian organoleptik atau penilaian
sensoris merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indra
banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan (
Soekarto, 1985 ). Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya
mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang
diuji. Pengujian ini umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap
suatu bahan. Oleh karena itu panelis sebaiknya diambil dalam jumlah besar, yang
mewakili populasi masyarakat tertentu. Skala nilai yang digunakan dapat berupa nilai
numerik dengan keterangan verbalnya, atau keterangan verbalnya saja dengan kolom
yang dapat diberi tanda oleh panelis. Skala nilai dapat dinilai dalam arah vertikal
atau horizontal (Kartika et al., 1988).
Pengujian mutu organoleptik dilakukan dengan cara menggunakan indera
pengecap, pembau dan peraba pada bahan pangan yang dikonsumsi. Interaksi hasil
penelitian dengan alat inderawi dipakai untuk mengukur mutu bahan pangan dalam
rangka pengendalian mutu dan perkembangan produk (Idris, 1994).
19
Metode pengujian mutu organoleptik bahan pangan digunakan untuk
membedakan kualitas bahan pangan pada aroma, rasa dan tekstur secara langsung.
Mutu organoleptik dari suatu bahan pangan akan mempengaruhi diterima atau
ditolak bahan pangan tersebut oleh konsumen sebelum menilai kandungan gizi dari
bahan pangan (Winarno, 1995 ).
Pengujian bahan pangan tidak hanya dilihat dari aspek kimiawinya saja, tetapi
juga ditilik dari cita rasa dan aroma. Rasa merupakan kriteria penting dalam menilai
suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah, rasa sangat
dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi dan interaksi dengan komponen
penyusun makanan seperti protein, lemak, vitamin dan banyak komponen lainnya
(Winarno, 1997 ).
Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya,
mereka juga mengemukakan tingkat kesukaanya. Tingkat kesukaan ini disebut skala
hedonik. Misalnya dalam hal “ suka “, dapat mempunyai skala hedonik seperti : amat
sangat suka, sangat suka, agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka “,
dapat mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat tidak suka, sangat tidak suka,
tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak suka dan agak tidak suka kadang kadang
ada tanggapan yang disebut netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak (
Soekarto, 1985 ).
G. Pengujian Proksimat
Analisis proksimat pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station
Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann. Analisis ini sering juga dikenal dengan
20
analisis WEENDE. Menurut Winarno (1993) menyebutkan bahwa analisis
makronutrien dapat dilakukan dengan analisis proksimat. Metode analisis proksimat
meliputi kadar abu dengan metode pengabuan kering (dryashing) menurut AOAC
(2005), kada air dengan metode oven menurut AOAC (2005), kadar lemak dengan
metode soxhlet menurut AOAC (2005), kadar protein dengan metode kjeldahl
menurut AOAC (2005), dan karbohidrat dengan metode by difference. Analisis
proksimat memiliki beberapa keunggulan yakni merupakan metode umum yang
digunakan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan, tidak
membutuhkan teknologi yang canggih dalam pengujiannya, menghasilkan hasil
analisis secara garis besar, dapat menghitung nilai total digestible nutrient (TDN)
dan dapat memberikan penilaian secara umum pemanfaatan dari suatu bahan pangan.
Analisis proksimat juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya tidak dapat
menghasilkan kadar dari suatu komposisi kimia secara tepat, tidak dapat menjelaskan
tentang daya cerna serta tekstur dari suatu bahan pangan (Suparjo, 2010).
Berdasarkan pengujian proksimat meliputi:
1. Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar
air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar
air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan
tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir
21
untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar
air setiap bahan berbeda tergantung pada kelembaban suatu bahan. Semakin lembab
tekstur suatu bahan, maka akan semakin tinggi persentase kadar air yang terkandung
di dalamnya (Winarno, 2004).
Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven biasa atau Thermogravimetri
yaitu menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan 20 pemanasan pada suhu
105oC. Penimbangan bahan dengan berat konstan yang berarti semua air sudah
diuapkan dan cara ini relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta
menghindari terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan
pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Bahan yang telah mempunyai
kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu kurang lebih 105ºC dapat mengakibatkan
terjadinya pergerakan pada permukaan bahan. Suatu bahan yang telah mengalami
pengeringan lebih bersifat hidroskopis dari pada bahan asalnya. Oleh karena itu
selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan telah ditempatkan dalam ruangan
tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberizat
penyerapan air. Penyerapan air atau uap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam
sulfat, silika gel, kalium klorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau bariumoksida.
Silika gel yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan bahan tersebut
sudah jenuh dengan air atau belum, jika sudah jenuh akan berwarna merah muda, dan
bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji, 2007). Penentuan kadar
air dengan menggunakan metode oven menurut Sudarmadji (2007) memiliki
beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut: 1 Bahan lain disamping air juga ikut
22
menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat,
minyak atsiri dan lain-lain. 2 Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang
menghasilkan air atau zat mudah menguap. Contohnya gula mengalami dekomposisi
atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi. 3 Bahan yang dapat mengikat air
secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan
2. Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan (Astuti, 2012). Abu adalah zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada
macam bahan. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral. Mineral yang terdapat
dalam suatu bahan dapat berupa dua macam garam yaitu garam organik dan
anorganik. Garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat,
pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
khlorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji,1984). Penentuan kadar abu dimaksudkan
untuk mengetahui kandungan komponen yang tidak mudah menguap (komponen
anorganik atau garam mineral) yang tetap tinggal pada pembakaran dan pemijaran
senyawa organik (Nurilmala, 2006). Semakin rendah kadar abu suatu bahan, maka
semakin tinggi kemurniannya. Tinggi rendahnya kadar abu suatu bahan antara lain
disebabkan oleh kandungan mineral yang berbeda pada sumber bahan baku dan juga
dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada saat pembuatan (Sudarmaji,
1989). Menurut Irawati (2008) penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai
tujuan yaitu sebagai berikut: 1. Menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan
23
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan 3. Menentukan atau membedakan fruit
vinegar (asli) atau sintesis. 4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya
pasir atau kotoran lain.
3. Kadar Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa
Yunani (Greek) proteus yang berarti “yang pertama” atau “yang terpenting”. Seorang
ahli kimia Belanda yang bernama Mulder, mengisolasi susunan tubuh yang
mengandung nitrogen dan menamakannya protein, terdiri dari satuan dasarnya yaitu
asam amino (biasa disebut juga unit pembangun protein) (Suhardjo, 1992). Proses
pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuansatuan dasar kimia. Protein
terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan karbohidrat dan lemak
yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), akan tetapi
ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul protein mengandung pula
fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi
dan tembaga. Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam
amino. Pada molekul protein, asam-asam amino ini saling berhubung-hubungan
dengan suatu ikatan yang disebut ikatan peptida (CONH). Molekul protein dapat
terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat mencapai jumlah ratusan
asam amino (Budianto, 2009).
Protein juga merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein
24
berperan penting dalam pembentukan biomulekul daripada sebagai sumber energi.
Namun demikian apabila organisme kekurangan energi, maka protein dapat
dijadikan sebagai sumber energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kkal/g atau
setara dengan kandungan energi karbohidrat (Sudarmadji, 1989). Fungsi protein
adalah sebagai penyusun biomolekul sperti nukleoprotein (terkandung dalam inti sel,
tepatnya kromosom), enzim, hormon, antibodi dan kontraksi otot. Pembentuk sel-sel
baru, pengganti sel-sel pada jaringan yang rusak serta sebagai sumber energi
(Sumantri, 2013).
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1) secara langsung
menggunakan zat kimia yang spesifik terhadap protein dan 2) secara tidak langsung
dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung di dalam bahan (Sudarmadji,
1989). Metode Kjeldahl Sejak abad ke-19, metode kjeldahl telah dikenal dan
diterima secara universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai
variasi produk makanan dan produk jadi. Penetapan kadar protein dengan metode
kjeldahl merupakan metode tidak langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam
bahan yang disebut protein kasar (Sumantri, 2013). Prinsip metode kjeldahl ini
adalah senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen tersebut mengalami oksidasi
dan dikonversi menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam pekat membentuk garam
amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan
kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang
dikonversi.
25
4. Kadar Lemak
Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Biasanya energi yang dihasilkan
per gram lemak adalah lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh 1 g karbohidrat, 1
g protein, 1 g lemak menghasilkan 9 kalori (kal). Lemak dalam makanan merupakan
campuran lemak heterogen yang sebagaian besar terdiri dari trigliserida. Trigliserida
disebut lemak jika pada suhu ruang berbentuk padatan, dan disebut minyak jika pada
suhu ruang berbentuk cairan. Trigliserida merupakan campuran asam-asam lemak,
biasanya dengan panjang rantai karbon sebanyak 12 sampai 22 dengan jumlah ikatan
rangkap dari 0 sampai 4. Lemak makanan juga terdapat sejumlah kecil fosfolipid,
sfingolipid, kolesterol dan fitosterol (Budianto, 2009). Lemak dan minyak
merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipid. Suatu sifat yang khas
dan mencirikan golongan lipid (termasuk 20 lemak dan minyak) adalah kelarutannya
dalam pelarut organik (pelarut non polar) dan sebaliknya ketidaklarutannya dalam
pelarut dan pelarut polar lainnya. Trigliserida merupakan kelompok lipid yang
terdapat paling banyak dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Trigliserida ini
merupakan senyawa hasil kondensasi dengan tiga molekul asam lemak. Secara
umum, lemak diartikan sebagai triglierida yang dalam kondisi suhu ruang berada
dalam keadaan padat, sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang
berbentuk cair (Sumantri, 2013).
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu juga lemak dan minyak merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibanding denga karbohidrat dan protein. Lemak hewani
26
mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol. Sedangkan lemak nabati
mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1992). Lemak yang ditambahkan ke
dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan persyaratan dan
sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, telur, susu, kacang
tanah dan beberapa jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang biasanya
termakan bersama bahan tersebut. Lemak dan minyak tersebut dikenal sebagai lemak
tersembunyi. Sedangkan lemak atau minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau
bahan nabati dan dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat
mata (Winarno, 1992).
5. Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi
kondenset polimer-polimernya yang terbentuk. Berbagai analisa dilakukan terhadap
karbohidrat, dalam ilmu dan teknologi pangan analisa karbohidrat yang biasanya
dilakukan misalnya penentuan jumlah secara kuantitatif dalam menentukan
komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis atau kimiawinya dalam
kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur
hasil olahannya (Budianto, 2009). Karbohidrat merupakan sumber kalori atau
makronutrien utama bagi organisme heterotroph, jumlah kalori yang dapat dihasilkan
oleh 1 g karbohidrat hanya 4 kal (kkal). Karbohidrat juga memiliki peranan penting
dalam menentukan karateristik bahan makanan, misalnya rasa, warna dan tekstur.
Karbohidrat dalam tubuh berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan
27
protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu
metabolisme lemak dan protein. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati,
baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat
molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya
karbohidrat dapat dikelompokan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta
polisakarida. Monosakarida merupakan molekul yang dapat terdiri dari lima atau
enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida,
dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari monomer
monosakarida (Winarno, 1992).
H. Hipotesis
Penambahan ekstrak secang diduga mempengaruhi aktivitas antioksidan, warna
dan tingkat kesukaan instan kunir putih (Curcuma mangga Val).