ii. tinjauan pustaka a. botani tanaman kacang hijaueprints.mercubuana-yogya.ac.id/1073/2/bab...
TRANSCRIPT
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Kacang Hijau
Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Adapun klasifikasi
botani tanaman kacang hijau menurut Tjitrosoepomo (1988) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminoseae (Fabaceae)
Genus : Vigna
Spesies : Vigna radiata L.
Menurut Rukmana (1997), tanaman kacang hijau memiliki kacang atau biji
yang kecil, hanya sekitar 0,5-0,8 mg. Kulit bijinya hijau dan putih pada bagian
dalam bijinya, bijinya sering dibuat kecambah atau taoge.
Biji merupakan alat untuk melanjutkan hidup spesies suatu tumbuhan yaitu
dengan cara mempertahankan dan memperpanjang kehidupan embryonic axis. Di
dalam biji terdapat embrio dan cadangan makanan yang menunjang embrio muda
untuk berkecambah sampai berfotosintesis. Penyimpanan cadangan makanan
merupakan salah satu fungsi utama biji. Penyimpanan cadangan berhubungan erat
dengan proses pemasakan dan pengisian biji. Didalam proses pemasakan dan
pengisian biji terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat optimumnya
proses tersebut, faktor internal dipengaruhi oleh jenis tanaman dan keberagaman
gen antar varietas dalam spesies, faktor ekternal yang berorientasi pada
8
lingkungan dipengaruhi oleh kondisi iklim, dan kondisi lahan, serta teknik
budidaya (Ma’rufah, 2008).
Varietas kacang hijau yang berdaya hasil tinggi belum tentu memberikan
keuntungan yang tinggi kepada petani. Selera konsumen atau permintaan pasar
terhadap kualitas tertentu, seperti ukuran dan warna biji, turut menentukan harga
jual. Kriteria mutu biji kacang hijau yang baik adalah biji berukuran besar (65–70
g/1000 biji), tidak mengandung biji keras, kandungan protein tinggi (> 30%),
bentuk biji bundar, dan warna biji hijau kusam. Varietas unggul yang sudah
dilepas mempunyai kandungan protein berkisar antara 18−26% (Suhartina 2005).
Sifat lain yang turut menentukan mutu biji kacang hijau adalah ukuran dan
warna biji. Ukuran biji berhubungan erat dengan kandungan biji keras. Varietas
kacang hijau yang berbiji kecil mengandung biji keras lebih tinggi daripada
varietas berbiji besar, makin besar ukuran biji maka kandungan biji keras makin
rendah. Oleh karena itu, kacang hijau yang berbiji besar dan biji berwarna hijau
kusam lebih disenangi petani karena rasanya lebih enak (pulen) serta harga
jualnya lebih tinggi daripada yang berbiji kecil. Karakterisasi terhadap kacang
hijau berbiji besar 70−73 g/1.000 biji (Hakim, 2008).
Warna biji merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu biji
kacang hijau. Kacang hijau yang berwarna hijau kusam mempunyai mutu lebih
baik karena rasanya lebih enak (pulen) dan bila dibuat bubur lebih tahan basi
daripada yang berwarna hijau mengkilat (Hakim, 2008).
9
B. Mutu Benih
Menurut UU RI No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman,
Bab 1 Pasal 1 ayat 4 benih tanaman adalah tanaman atau bagiannya yang
digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman.
Menurut Sadjad (2015), benih ialah bahan tanam yang yang dihasilkan secara
generatif melalui proses pembuahan atau fertilisasi.
Benih bermutu adalah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang
berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul. Benih yang berkualitas tinggi
memiliki daya tumbuh lebih dari 80% (Kartasapoetra, 2003). Benih unggul yaitu
benih yang bermutu tinggi, baik segi kemurnian, kebersihan, daya tumbuh,
maupun kesehatan benih. Mutu benih kacang hijau mempengaruhi dalam
meningkatkan produksi tanaman.
Mutu benih mencakup tiga aspek yang sesuai dengan standar mutu pada
kelasnya, yaitu: (a) mutu genetis (berkaitan dengan kemurnian dan keseragaman
benih) yaitu, aspek mutu benih yang ditentukan berdasarkan identitas genetik
yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari varietas yang
dihasilkan, identitas benih yang dimaksud tidak hanya ditentukan oleh tampilan
benih, tetapi juga fenotipe tanaman, (b) mutu fisiologis, yaitu aspek mutu benih
yang ditunjukan oleh viabilitas benih (meliputi pertumbuhan atau daya
berkecambah, perkembangan, dan produksi), dan (c) mutu fisik, yaitu aspek mutu
benih yang ditunjukkan oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi ukuran
maupun bobot, kontaminasi dari benih tanaman lain, dan kadar air benih (Saenong
dkk,2006).
10
Mutu benih merupakan perpaduan dari karakter genetik dan pengaruh
lingkungan. Menurut Wirawan dan Wahyuni (2002),faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap mutu benih antara lain :
a. Faktor genetik, genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan
komposisi genetik benih. Setiap jenis atau varietas memiliki identitas genetika
yang berbeda.
b. Faktor lingkungan, yaitu berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan
kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat pemasaran
benih. Faktor lingkungan tersebut antara lain yaitu, lokasi produksi, waktu
tanam, teknik budidaya, waktu dan cara panen, pengolahan, dan penyimpanan
benih.
Benih kacang hijau merupakan benih ortodoks yang pada umumnya
memiliki periode simpan cukup panjang jika disimpan pada keadaan optimum.
Penyimpanan pada keadaan optimum (apabila benih itu disimpan dalam
keadaan ruang simpan yang suhu dan kelembaban relatifnya terkontrol).
Rasyid dan Sutopo (2005), menyatakan bahwa benih yang bermutu
ditandai oleh, 1) tigkat kemurnian dan kebenaran varietas, 2) daya tumbuh
lebih dari 80%, 3) biji bagus dan dipanen dari tanaman yang sehat dan setelah
matang, 4) bersih dan tidak tercampur dengan biji yang rusak, tanaman lain
atau rerumputan.
Seleksi biji dapat dilakukan bersamaan dengan saat melakukan sortasi. Biji
yang berbeda bentuk dan warnanya dibuang. Bentuk biji dibedakan menjadi;
biji bulat (glubos), bulat telur atau oval (ovaid), dan bentuk drum (drum
11
shaffed) dan lainnya. Sedangkan warna biji dibedakan menjadi hijau kuning
mengkilat, hijau buram, hijau kekuningan, coklat dan lainya (Rasyid dan
Sutopo, 2005).
Setelah diperoleh biji yang bersih, biji tersebut kemudian dijemur lagi
selama 2-3 hari hingga kadar airnya tinggal 10-12%. Proses pengeringan ini
berhubugan dengan viabilitas (kemampuan hidup) benih yang dikeringkan
(Sutopo, 2004).
c. Faktor kondisi fisik dan fisiologis benih, yaitu yang berkaitan dengan tingkat
kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan (hubungan antara
vigor awal dan lama disimpan), tingkat kesehatan ukuran dan berat jenis,
komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi benih.
Mutu benih berangsur-angsur menurun karena proses kemunduran benih.
Proses kemunduran alami maupun kemunduran karena faktor-faktor lingkungan
yang merusak disebut deteriorasi. Kemunduran benih merupakan proses
penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik
(irreversible) akibat perubahan fisiologis dan biokimia yang berakibat
menurunnya viabilitas benih.
Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah dan
menghasilkan kecambah normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan dalam sertifikasi benih. Tinggi rendahnya viabilitas benih pada saat
pematangan fisik benih akan mudah terpengaruh oleh faktor-faktor penyimpanan.
Oleh karena itu diperlukan cara- cara dan perlakuan yang tepat pada penyimpanan
agar kemunduran benih dapat dikurangi kecepatannya, karena tanpa dilakukan
12
cara-cara dan perlakuan yang tepat pada penyimpanan maka benih akan cepat
mengalami pemunduran atau kemerosotan (Kartasapoetra, 1987). Kelas- kelas
benih yang dapat menjamin mutu benih ada empat kelas benih, yaitu Benih
Penjenis (Breeder Seed), Benih Dasar (Foundation Seed), Benih Pokok (Stock
Seed), dan Benih Sebar (Extention Seed).
C. Penyimpanan Benih
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang
keberhasilan penyediaan benih. Tujuan dari penyimpanan benih yaitu menjaga
agar benih selama waktu tertentu masih tetap baik kemampuan tumbuhnya
(Hasanah, 2002). Maksud utama penyimpanan benih adalah untuk
mempertahankan mutu fisiologi benih guna keperluan tanam pada musim
berikutnya.
Penyimpanan benih untuk menunggu musim tanam berikutnya tentu
menyebabkan turunnya viabilitas dan vigor. Untuk menjaga kontinyuitas dan
mutu benih ini haruslah diketahui cara penyimpanan yang baik. Dalam
penyimpanan benih salah satu hal yang harus diperhatikan adalah tempat
penyimpanannya, karena tempat penyimpanan akan mempengaruhi mutu benih
selama penyimpanan. Tempat penyimpanan yang baik dapat menekan proses
respirasi benih serta dapat melindungi benih dari serangan hama dan penyakit,
sehingga mutu benih dapat dipertahankan (Rinaldi, 2010).
13
Selama penyimpanan benih akan mengalami kemunduran yang
kecepatannya akan dipegaruhi oleh faktor genetik dan mutu awal benih (daya
berkecambah, indeks kecepatan berkecambah, kadar air benih, dan suhu ruang
simpan) (Sukarman dan Hasanah, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan
dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
adalah sebagai berikut :
1. Sifat genetis benih
Sifat genetis benih ditentukan oleh variasi antar spesies dan variasi antar
varietas. Variasi antar spesies yaitu, sifat genetis dari setiap spesies berbeda dan
sifat ini antara lain akan mempengaruhi kekerasan kulit benih dan permeabilitas
yang rendah (misal: leguminosae) dapat disimpan lebih lama. Sedangkan variasi
antar varietas yaitu, kultivar dari spesies yang sama dapat mempunyai sifat
ketahanan yang berbeda. Secara umum tidak semua benih dari satu kelompok
benih yang sama mempunyai daya simpan yang sama. Dalam satu kelompok
benih, benih tidak akan mati bersama-sama, karena sifat ketahanan benih lebih
bersifat individual meskipun diproduksi dan diperoses dalam waktu yang sama
(Kuswanto, 2007).
2. Jenis benih
Penyimpanan benih memerlukan informasi mengenai identitas benih,
apakah benih termasuk kedalam benih ortodoks, rekalsitran, maupun intermediate,
dikarenakan informasi tersebut berguna untuk perlakuan penyimpanan benih itu
sendiri.
14
3. Struktur dan komposisi benih
Morfologi benih dapat mempengaruhi kerusakan yang terjadi pada saat
benih dipanen dan diproses. Umumnya benih yang berukuran kecil akan
mengalami kerusakan lebih sedikit daripada benih yang berukuran besar.
Disamping itu, kedudukan embrio juga merupakan faktor penyebab kerusakan
benih.
4. Kondisi kulit benih
Benih yang mempunyai kulit benih keras (hard seed) dan impermeabel
terhadap air lebih tahan disimpan jika tempat penyimpanannya memadai. Hal ini
disebabkan selama dalam penyimpanan tidak terjadi perubahan kandungan air
benih yang dapat mempengaruhi laju respirasi dan akan menghambat laju
kemunduran.
5. Vigor awal benih
Vigor benih pada saat mulai disimpan sangat mempengaruhi daya simpan
benih. Semakin tinggi persentase vigor benih pada saat dipanen, maka daya
simpannya akan semakin lama. Penyimpanan sangat erat hubungannya dengan
viabilitas dan vigor benih, terutama pada benih dengan laju kemunduran yang
tinggi.
Vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah sifat
genetis dari varietas atau spesies, kondisi benih pada saat disimpan, kondisi ruang
penyimpanan benih, keseragaman seed lot, dan serangan cendawan yang dikaitkan
dengan kondisi pH ruang penyimpanan benih (Kuswanto, 2007).
15
Faktor eksternal yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan
menurut Sutopo (2002) adalah:
1. Suhu ruang penyimpanan
Berdasarkan hukum Harrington, suhu ruang penyimpanan benih sangat
berpengaruh terhadap laju kemunduran benih. Semakin rendah suhu ruang
penyimpanan, semakin lambat laju kemunduran sehingga benih dapat lebih lama
disimpan. Sebaliknya, semakin tinggi suhu ruang penyimpanan, semakin cepat
laju kemunduran sehingga lama penyimpanan benih lebih pendek (dimana benih
tersebut dapat tersimpan lama). Hal ini sesuai dengan kaidah Harington yang
pertama (Harrington dalamSutopo, 2002) bahwa setiap kenaikan kadar air benih
1% maka umur benih akan menjadi setengahnya.
2. Lingkungan simpan benih
Lingkungan simpan benih yaitu biotik (mikroorganisme, seranga, dan
hewan pengerat) dan abiotik (suhu dan RH). Kegiatan mikroorganisme yang
tergolong dalam hama dan penyakit gudang dapat mempengaruhi viabilitas benih
yang disimpan Aspergillus dan Penicillium tergolong kedalam hama gudang yang
seluruh siklus hidupnya berada didalam gudang, karena cendawan tersebut dapat
tumbuh pada RH yang cukup rendah, beberapa diantarannya bahkan bersifat
osmofilik (menyerang benih dengan kadar air cukup rendah) menyerang pada
suhu 4-45 0C dan RH 65-100%. Species Aspergillus menyerang benih pada kadar
air benih 13-15%, sementara Penicillium menyerang benih pada kadar air lebih
dari 16% dan suhu yang relatifrendah.
16
Suhu udara yang terlalu tinggi saat penyimpanan dapat membahayakan
dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya penguapan zat cair dalam benih, sehingga benih akan kehilangan daya
imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Protoplasma dari embrio akan mati
akibat keringnya sebagian atau seluruh benih. Semakin rendah suhu kemunduran
viabilitas benih dapat dikurangi, sedangkan semakin tinggi temperatur, semakin
meningkat laju kemunduran viabilitas benih. Jadi untuk penyimpanan yang lebih
efektif itu adalah suhu yang rendah. Yang mampu menjaga kelembapan untuk
memperkecil laju respirasi benih.
RH atau kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sangat
mempengaruhi viabilitas benih. Sifat biji yang higroskopis menyebabkan selalu
mengadakan kesetimbangan dengan udara di sekitarnya. Kandungan air yang
tinggi dalam benih dengan kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan
penguapan air dari dalam benih dan mempertinggi kelembaban udara disekitar
benih. Sebaliknya bila kandungan air dalam benih rendah sedangkan kelembaban
udara disekitar benih tinggi akan mengakibatkan terjadinya penyerapan air oleh
benih dan penurunan kelembaban udara disekitar benih sampai tercapai tekanan
yang seimbang. Bagi kebanyakan benih kelembaban nisbi antara 50-60%
temperatur antara 32-50oF (0-10
oC) adalah cukup baik untuk mempertahankan
viabilitas benih paling tidak untuk jangka waktupenyimpanan selama setahun.
17
3. Wadah simpan benih
Menurut Robi’in (2007), prinsip dasar pengemasan benih adalah untuk
mempertahankan viabilitas dan vigor benih. Bahan kemasan (wadah) benih yang
baik adalah bahan yang memiliki kekuatan dari tekanan, tahan terhadap
kerusakan, dan tidak mudah robek. Bahan untuk kemasan banyak macamnya dan
masing-masing memiliki sifat yang berbeda. Bahan kemasan (wadah) benih
didaerah tropis basah umumnya memiliki sifat impermeabilitas terhadap uap air.
Sifat lain yang penting adalah mempunyai daya rekat (sealibility).
Ferguson dkk, 1999 dalam Sumadi dkk, 2015, menyatakan bahwa faktor
paling utama dan penting dalam pengemasan benih adalah sistem pengemasan
benih untuk menjaga kelembaban seperti kaleng dan timah, plastik atau
aluminium foil. Untuk memilih pegemasan benih perlu diperhatikan dari jumlah
benih tersebut, pengemasan penyimpanan untuk jangka panjang atau jangka
pendek. Untuk penyimpanan benih dalam jumlah kecil dapat dilakukan dengan
menggunakan kaleng dari aluminium atau fiberboard dengan aluminnium foil dan
kantong polietilen.
Benih kacang hijau seperti halnya benih-benih lain dalam kelompok benih
ortodoks tidak tahan disimpan lama dan mudah rusak ataupun menurun mutunya
apabila disimpan pada kadar air tinggi atau disimpan pada ruang dengan
kelembaban tinggi dengan suhu ruang simpan tinggi. Kerusakan tersebut
mengakibatkan penurunan mutu baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang
berupa susut berat karena rusak, memar, cacat, penurunan daya berkecambah, dan
lain-lain.
18
Untuk melindungi benih kacang hijau dari pengaruh kondisi lingkungan
simpan yang tidak baik yaitu kelembaban relatif dan suhu tinggi dapat dilakukan
dengan cara mengeringkan benih sampai kadar air tertentu yang aman untuk
penyimpanan dan menyimpan benih dalam wadah yang tepat.
Selama dalam penyimpanan benih mengalami proses kemunduran yang
tidak dapat dihindari. Kualitas benih awal dalam penyimpanan sangat
berpengaruh terhadap daya simpan benih. Ada dua faktor yang mempengaruhi
mutu benih dalam penyimpanan yaitu faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor
abiotik merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi mutu benih
dalam penyimpanan yang meliputi kelembaban, temperatur, dan komposisi gas
diruang simpan. Sedangkan faktor biotik adalah faktor yang disebabkan oleh jasad
hidup yang terdapat pada ruang simpan benih di dalam gudang maupun di dalam
kemasan yang dapat merusak mutu benih selama penyimpanan, seperti adanya
cendawan, bakteri, dan hama gudang.
Callosbruchus chinensis merupakan jenis hama atau serangga yang
menyerang benih selama proses penyimpanan. Penyebabnya karena kontaminasi
mekanis atau menempel dan migrasi atau terbang. Pada suhu kurang dari 10 0C
dan RH kurang dari 40% serangga pada umumnya tidak bisa hidup atau stagnasi.
Menurut Marzuki dan Sutopo (2001), C.chinensis biasanya menyerang
benih kacang hijau yang berkadar air tinggi dan hama kurang mampu berkembang
pada benih yang disimpan pada kadar air rendah. Imago akan mati pada pada
kelembaban relatif yang rendah.
19
Justice and Bass (2002) menyatakan bahwa, umur simpan benih dapat
diperpanjang dengan mengeringkan benih hingga kadar air 5% atau lebih rendah,
lalu mengemasnya dalam wadah kedap uap air dan disimpan pada kondisi alami
yang bersuhu sampai dengan 32 0C.
D. Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis)
Hama adalah organisme yang kegiatannya dapat menurunkan atau
merusak kualitas dan atau kuantitas produk pertanian. Hama berdasarkan tempat
penyerangannya dibagi menjadi dua jenis, yaitu hama lapang dan hama gudang.
Hama lapang adalah hama yang menyerang produk pertanian pada saat masih di
lapang. Hama gudang adalah hama yang merusak produk pertanian saat berada di
gudang atau pada saat masa penyimpanan.
Kacang hijau merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang
rentan terhadap infestasi hama gudang. Hama gudang yang sering menyerang biji
kacang hijau adalah Callosobruchus chinensis (Kartasaputra 1987 dalamSupeno,
2005).
20
Menurut Kalshoven (1987), Callosobruchus chinensisL. diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Family : Bruchidae
Genus : Callosobruchus
Species : Callosobruchus chinensis L.
Gambar 1. Hama kacang hijau (Callosobruchus chinensis) (1a. kumbang jantan
1b. kumbang betina)
21
Hama kacang hijau (Callosobruchus chinensis) mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
a) Telur
Telur diletakkan pada permukaan biji, biasanya pada satu biji hanya
diletakkan satu telur. Telur berwarna keputih-putihan. Jumlah telur yang
diletakkan seekor kumbang betina berkisar antara 50-150 butir (Sudarmo, 1991).
Telur berbentuk jorong dengan panjang rata-rata 0,57 mm, berbentuk cembung
pada bagian dorsal serta rata pada bagian yang melekat dengan biji. Telur menetas
antara 4-8 hari (Sudarmo, 1991). Telur dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Telur Hama kacang hijau (Callosobruchus chinensis)
b) Larva
Larva yang baru menetas akan terus menggerek dengan cara memakan
kulit telur yang menempel pada biji dan kulit biji dan masuk ke dalam kotiledon.
Larva hidup dengan cara memakan dan menggerek kulit biji (Bato dan Sanches,
1998). Larva berkembang sepenuhnya di dalam satu butir biji, membentuk satu
lubang keluar persis di bawah kulit biji, berupa semacam jendela bulat yang
terlihat dari luar, tetap tinggal di dalam biji sampai menjadi imago. Stadia larva
22
berlangsung selama 10-13 hari. Larva dapat dilihat pada Gambar 2 (Bato dan
Sanches, 1998dalam Widodo, 1987).
Gambar 3. Larva hama kacang hijau(Callosobruchus chinensis)
c) Pupa
Larva instar keempat telah memakan isi biji dekat di bawah kulit biji,
maka akhirnya larva menjadi pupa dan tetap berada pada tempat tersebut sampai
menjadi dewasa (Mangoendihardjo, 1997). Pupa berwarna putih kekuningan.
Stadia pupa berkisar antara 4-6 hari. Pupa dapat dilihat pada Gambar 3
(Mangoendihardjo, 1997).
Gambar 4. Pupa hama kacang hijau(Callosobruchus chinensis)
23
d) Imago
C. chinensis yang baru dewasa, beberapa hari tetap berada dalam biji
kacang hijau, 2-3 hari keluar dari biji dengan cara mendorong kulit biji yang
digores dengan mandibelnya sehingga terlepas dan terbentuklah lubang. Imago
berukuran 5 mm panjangnya dan berbentuk bulat telur, cembung pada bagian
dorsal. Panjang tubuh kumbang jantan antara 2,40-3 mm, sedangkan betina 2,76-
3,48 mm. Antena kumbang jantan bertipe sisir (pectinate) dan betina bertipe
gergaji (serrate). Stadia imago antara 25-34 hari. Imago dapat dilihat pada Gambar
4 (Greaves dkk., dalam Putri dkk., 1998).
Gambar 5. Imago Hama Kacang Hijau(Callosobruchus chinensis)
Gambar 6. Kerusakan benih akibat hama kacang hijau(Callosobruchus chinensis)
24
Kerugian yang ditimbulkan hama ini mencapai 96%. Hama ini memakan
kacang-kacangan khususnya kacang hijau mulai dari merusak biji, memakannya
hingga tinggal bubuknya saja, akibatnya kacang hijau tidak dapat lagi digunakan
untuk benih maupun untuk dikonsumsi (Kartasaputra, 1991). Gejala kerusakan
hama dapat dilihat pada Gambar 6.
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan populasi hama ini
adalah dengan menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan tanpa
meninggalkan residu pada produk bahan pertanian.
E. Kandungan Zat Kimia Biji Saga
Saga pohon (Adenanthera pavonina) merupakan tanaman dari sukupolong-
polongan yang buahnya menyerupai petai (tipe polong) dengan bijinyakecil berwarna
merah dan memiliki daun menyirip ganda seperti tanaman anggotasuku polong-
polongan lainnya. Menurut Gembong Tjitrosoepomo (1988) klasifikasi saga pohon
(Adenanthera pavonina) yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polypetales
Familia : Papilionaceae
Genus : Adenanthera
Spesies : Adenanthera pavonina
Buah saga pohon berupa buah polong berwarna hijau, panjangnya mencapai
15-20 cm , polong yang tua berwarna coklat kehitaman dan akan kering kemudian
25
pecah dengan sendirinya. Setiap polong saga pohon berisi 10-12 butir biji dengan biji
yang mempunyai garis tengah 5-6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan
berwarna merah mengkilap buah saga pohon berbentuk polong memanjang dan
membengkok dengan panjang antara 15-22 cm, berwarna coklat gelap, dan berisi 8-
12 biji. Biji berkulit keras dengan diameter 7,5-9 mm, berbentuk seperti lensa,
berwarna merah, dan melekat pada polong (Anggraini, 2007).
Menurut Widayanti (2000), di dalam biji saga pohon terkandung sejumlah
protein, yaitu (2,44 g/100g),lemak (17,99 g/100 g), dan mineral. Mengandung
gula yang rendah (8,2g/100 g), tajin (41,95 g/100 g), dan zat penyusun lainnya
adalah karbohidrat.
Kandungan anti nutrisi yaitu methionine dan cystine, yang merupakan
jenisasam amino yang terdapat dalam tingkat yang rendah. Sedangkan total asam
yangmengandung lemak, yaitu asam linoceic dan oleic mengandung 70,7 %.
Jumlahasam lemak bebas yang terkandung pada saga pohon relative tinggi
terutamaperoksida dan saponification yang terkandung senilai 29,6 mEqkg dan
164,1mgKOHg, hal ini menunjukkan suatu kemiripan kandungan minyak
padamakanan. Dapat disimpulkan bahwa biji saga pohon menghadirkan suatu
sumberpotensi minyak dan protein yang bisa mengurangi kekurangan sumber
proteinnabati.
Biji saga tersusun oleh adanya kulit, kotiledon, dan hipokotil. Kulit
merupakan bagian yang lebih besar yaitu sebesar 52,13%, sedangkan kotiledon
dan hipokotil sebesar 47,87%. Biji saga mengandung saponin pada kulit bijinya
yang berwarna merah. Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan
26
dalam tumbuhan. Sumber utama saponin adalah biji-bijian selain pada biji saga
juga terdapat pada kedelai.
Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan
dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama.
Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter. Saponin memiliki rasa
pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin
merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada
darah. Saponin bersifat racun bagi hewan berdarah dingin dan diantaranya
digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat keras atau racun biasa
disebut Sapotoksin (Muehtrrdiu dkk, 2002).
Kandungan ekstraktif dalam kulit lebih tinggi daripada dalam kayu.
Keanekaragaman senyawa yang dapat diekstraksi biasanya membutuhkan
serangkaian ekstraksi yang biasanya memberikan ciri awal komposisinya. Variasi
komposisi ini dapat sangat besar bahkan di dalam kayu satu genus (Fengel dan
Wegener, 1995).
Tanda-tanda tua biji saga adalah adanya polong pecah dan terbelah dan
tangkupan kulit polong membentuk susunan spiral, biji sangat keras, kulit biji
berwarna merah cemerlang, serta keping biji berwarna kuning kecoklatan
(Theresia, 1986).
27
F. Kandungan Zat Kimia Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri
dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa
atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat
digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak
dan energi atau bahan bakar.
Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur
kimia penting seperti dapat dilihat di bawah.Komposisi kimia sekam padi menurut
Suharno (1979) yaitu:
• Kadar air : 9,02%
• Protein kasar : 3,03%
• Lemak : 1,18%
• Serat kasar : 35,68%
• Abu : 17,17%
• Karbohidrat dasar : 33,71
Komposisi kimia sekam padi menurut DTC – IPB :
• Karbon (zat arang) : 1,33%
• Hidrogen : 1,54%
• Oksigen : 33,64%
• Silika : 16,98%
28
Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk densil) 125 kg/m3, dengan nilai
kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k. kalori. Menurut Houston (1972) sekam
memiliki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3300-3600 k.kalori/kg sekam
dengan konduktivitas panas 0,271 BTU.
G. Hipotesis
Pada penelitian yang akan dilakukan diduga penggunaan serbuk biji saga
dan serbuk sekam padi yang terbaik :
1. Jenis bahan pestisida nabati serbuk biji saga lebih baik daripada serbuk sekam
padi dalam menghambat perkembangan hama Callosobruchus chinensis.
2. Dosis serbuk biji saga dari 10 g/100 g benih kacang hijau merupakan takaran
yang terbaik dalam mengendalikan populasi hama Callosobruchus chinensis.
3. Kombinasi perlakuan yang terbaik menggunakan pestisida nabati serbuk biji
saga pada dosis 10 g/100 g benih kacang hijau merupakan takaran yang paling
efektif dalam menekan populasi hama Callosobruchus chinensis.