ii. tinjauan pustaka 2.1. efisiensi produksi · efisiensi petani langsung dari data observasi,...

17
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efisiensi Produksi Isu in-efisiensi pada dasarnya timbul dari anggapan bahwa petani dan usahatani berperilaku memaksimalkan keuntungan. In-efisiensi dapat diinterpretasikan sebagai suatu titik atau tahapan dimana tujuan dari pelaku ekonomi belum secara penuh dimaksimalkan (Adiyoga, 1999). Farrell (1957) menyatakan alasan pentingnya pengukuran efisiensi karena beberapa hal : (1) Masalah pengukuran efisiensi produksi suatu industri dan usaha tani adalah penting untuk ahli teori ekonomi maupun pengambil kebijakan ekonomi; (2) Jika alasan-alasan teoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji, maka penting untuk mampu membuat pengukuran efisiensi aktual hal ini sebagai pebanding antara kondisi ril dan aktual yang dialami oleh perusahaan (firm) ; (3) Jika perencanaan ekonomi sangat terkait dengan industri tertentu, adalah penting untuk meningkatkan output tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya tambahan atau menaikkan efisiensinya. Dalam teori ekonomi mikro yang standar, konsep fungsi produksi membentuk dasar untuk deskripsi hubungan input-output bagi petani. Jika diasumsikan faktor produksi homogen dan informasi lengkap tentang teknologi yang ada, fungsi produksi mewakili sejumlah metode untuk menghasilkan output. Untuk situasi tertentu, fungsi produksi akan memberikan gambaran tentang teknologi produksi. Penghitungan efisiensi selanjutnya dapat dibuat relatif terhadap fungsi produksi. Secara khusus, in-efisiensi teknis akan ditentukan oleh jumlah penyimpangan dari fungsi produksi aktual. Byerlee (1987), mengemukakan bahwa dalam istilah ekonomi, inefisiensi teknis mengacu pada kegagalan untuk beroperasi pada fungsi produksi tersebut. Penyebab potensial inefisensi teknis adalah informasi tidak sempurna, kapabilitas teknis yang rendah dan motivasi yang tidak memadai (Daryanto, 2000). Farrell (1957) memperkenalkan metode sederhana untuk mengukur efisiensi petani langsung dari data observasi, dalam kasus output tunggal, dengan melibatkan banyak input. Efisiensi teknis didefinisikan sebagai kemampuan petani mencapai output maksimum yang mungkin tercapai dari sejumlah penggunaan input pada teknologi yang tersedia. Lau dan Yotopoulus (1971) mengemukakan, seorang produsen lebih efisien secara teknis daripada produsen lainnya, apabila secara konsisten mampu menghasilkan produk yang

Upload: duongnga

Post on 24-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Efisiensi Produksi

Isu in-efisiensi pada dasarnya timbul dari anggapan bahwa petani dan

usahatani berperilaku memaksimalkan keuntungan. In-efisiensi dapat

diinterpretasikan sebagai suatu titik atau tahapan dimana tujuan dari pelaku

ekonomi belum secara penuh dimaksimalkan (Adiyoga, 1999). Farrell (1957)

menyatakan alasan pentingnya pengukuran efisiensi karena beberapa hal : (1)

Masalah pengukuran efisiensi produksi suatu industri dan usaha tani adalah

penting untuk ahli teori ekonomi maupun pengambil kebijakan ekonomi; (2) Jika

alasan-alasan teoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji,

maka penting untuk mampu membuat pengukuran efisiensi aktual hal ini sebagai

pebanding antara kondisi ril dan aktual yang dialami oleh perusahaan (firm) ; (3)

Jika perencanaan ekonomi sangat terkait dengan industri tertentu, adalah

penting untuk meningkatkan output tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya

tambahan atau menaikkan efisiensinya.

Dalam teori ekonomi mikro yang standar, konsep fungsi produksi

membentuk dasar untuk deskripsi hubungan input-output bagi petani. Jika

diasumsikan faktor produksi homogen dan informasi lengkap tentang teknologi

yang ada, fungsi produksi mewakili sejumlah metode untuk menghasilkan output.

Untuk situasi tertentu, fungsi produksi akan memberikan gambaran tentang

teknologi produksi. Penghitungan efisiensi selanjutnya dapat dibuat relatif

terhadap fungsi produksi. Secara khusus, in-efisiensi teknis akan ditentukan oleh

jumlah penyimpangan dari fungsi produksi aktual. Byerlee (1987),

mengemukakan bahwa dalam istilah ekonomi, inefisiensi teknis mengacu pada

kegagalan untuk beroperasi pada fungsi produksi tersebut. Penyebab potensial

inefisensi teknis adalah informasi tidak sempurna, kapabilitas teknis yang rendah

dan motivasi yang tidak memadai (Daryanto, 2000).

Farrell (1957) memperkenalkan metode sederhana untuk mengukur

efisiensi petani langsung dari data observasi, dalam kasus output tunggal,

dengan melibatkan banyak input. Efisiensi teknis didefinisikan sebagai

kemampuan petani mencapai output maksimum yang mungkin tercapai dari

sejumlah penggunaan input pada teknologi yang tersedia. Lau dan Yotopoulus

(1971) mengemukakan, seorang produsen lebih efisien secara teknis daripada

produsen lainnya, apabila secara konsisten mampu menghasilkan produk yang

12

lebih tinggi, dengan menggunakan faktor produksi yang sama. Sementara itu,

efisiensi alokatif mengacu pada kemampuan petani merespon sinyal ekonomi

dan memilih kombinasi input optimal pada harga-harga input yang berlaku.

Farrell (1957) mengembangkan literatur untuk melakukan estimasi empiris untuk

efisiensi teknis (tehcnical efficiency/TE), efisiensi alokatif (alocative

efficiency/AE), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency/EE). Tylor, et al.,

(1986), serta Ogundari dan Ojo, (2006) menggunakan penggunaannya lebih

lanjut dalam analisis efisiensi usaha tani. Efisiensi teknis (TE) didefinisikan

sebagai kemampuan seorang produsen atau petani untuk mendapatkan output

maksimum dari penggunaan sejumlah input. Efisiensi teknis (TE) berhubungan

dengan kemampuan petani untuk berproduksi pada kurva batas isoquan (frontier

isoquan). Dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan petani untuk

memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan input minimum

pada tingkat teknologi tertentu. Efisiensi alokatif (AE) adalah kemampuan

seorang petani untuk menggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga

faktor dan teknologi produksi yang tetap (given). Dapat juga didefinisikan sebagai

kemampuan petani untuk memilih tingkat penggunaan input minimum di mana

harga-harga faktor dan teknologi tetap. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa

AE menjelaskan kemampuan petani dalam menghasilkan sejumlah output pada

kondisi minimisasi rasio biaya input. Gabungan kedua efisiensi ini disebut

efisiensi ekonomi (EE), artinya bahwa produk yang dihasilkan baik secara teknik

maupun alokatif efisien. Jadi effisiensi ekonomis sebagai kemampuan yang

dimiliki oleh petani dalam berproduksi untuk menghasilkan sejumlah output yang

telah ditentukan sebelumnya. Secara ekonomik efisien bahwa kombinasi input-

output akan berada pada fungsi produksi frontier dan jalur pengembangan usaha

(expantion path).

Pendekatan yang digunakan untuk mengestimasi tingkat efisiensi teknis

dalam perkembangan selanjutnya menggunakan fungsi stochastic production

frontier (SPF). Berdasarkan artikel, ketiga pendekatan tersebut diperkenalkan

secara lebih luas oleh Aigner, Lovell dan Schmidt (1977) maupun Meeusen dan

Broeck (1977). Ellis (1993) dan (2003) mengembangkan empat implikasi

kebijakan yang dapat dihasilkan dari bahasan tentang efisiensi teknis, alokatif,

dan ekonomis, yakni: (1) Jika petani memang dibatasi oleh teknologi yang

tersedia, maka hanya perubahan teknologi maju yang dapat meningkatkan

kesejahteraan petani, (2) Dengan asumsi bahwa petani secara alokatif responsif

13

terhadap perubahan harga, maka memanipulasi harga input dan output (skema

kredit, subsidi pupuk) mungkin mempunyai pengaruh yang sama pada biaya

yang lebih rendah, (c) Jika inefisiensi adalah akibat dari ketidaksempurnaan

pasar, maka kinerja pasar seharusnya diperbaiki, dan (d) Jika petani secara

teknis adalah inefisien maka pendidikan petani dan penyuluhan pertanian perlu

ditingkatkan.

2.2. Pengukuran Efisiensi Berorientasi Input dan Output

Berbagai metode telah dicoba untuk mengukur efisiensi. Coelli, et al.,

(1998) bahwa pengukuran efisiensi secara konseptual terdapat dua metode yaitu

pengukuran berorientasi input (input-oriented measures) dan pengukuran

berorientasi output (output-oriented measures). Konsep efisiensi frontier sudah

sering dipakai, di mana deviasi dari frontier diasumsikan mewakili inefisiensi.

Model frontier telah banyak dipakai dalam mengukur tingkat efisiensi produksi

usahatani. Beberapa alasan penggunaan model frontier adalah : (1) Istilah

frontier adalah konsisten dengan teori ekonomi perilaku optimisasi; (2) Deviasi

dari frontier dengan tujuan efisiensi teknis dan perilaku unit ekonomi memiliki

interpretasi alami sebagai pengukuran efisiensi; dan (3) Informasi tentang

efisiensi relatif unit ekonomi memiliki banyak implikasi kebijakan yang dapat

diimplementasikan (Bauer, 1990).

2.2.1. Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented Measures)

Berbagai metode telah dikembangkan untuk mengukur efisiensi. Coelli, et

al., (1998) mengatakan bahwa pengukuran efisiensi secara konseptual terdapat

dua metode yaitu pengukuran berorientasi input (input-oriented measures) dan

pengukuran berorientasi output (output-oriented measures). Konsep efisiensi

frontier sudah sering dipakai, di mana deviasi dari frontier diasumsikan mewakili

inefisiensi. Model frontier telah banyak dipakai dalam mengukur tingkat efisiensi

produksi usahatani. Beberapa alasan penggunaan model frontier adalah : (1)

Istilah frontier adalah konsisten dengan teori ekonomi perilaku optimisasi; (2)

Deviasi dari frontier dengan tujuan efisiensi teknis dan perilaku unit ekonomi

memiliki interpretasi alami sebagai pengukuran efisiensi; dan (3) Informasi

tentang efisiensi relatif unit ekonomi memiliki banyak implikasi kebijakan yang

dapat diimplementasikan (Bauer, 1990).

14

Untuk mengilustrasikan konsep efisiensi, Farrell (1957) dan Coelli, et al.,

(1998) menggunakan contoh sederhana di mana petani hanya menggunakan

dua input (x1 dan x2), untuk menghasilkan output tunggal (y). dimana y=f((x1, x2)

dengan asumsi constant return to scale (CRTS). Konsep efisiensi dari sisi input

diilustrasikan oleh Farrell (1957) pada Gambar 5. Konsep efisiensi ini

diasumsikan pada kondisi Constant Return to Scale.

Pada Gambar 5, kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input

per output (x1/y dan x

2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output

Y0

= 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam

berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan x

2/y

yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk

memproduksi satu unit Y0

. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik

Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien

(karena beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan

bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan

perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio

OP/OQ menunjukkan efisiensi teknis (TE) perusahaan P, yang menunjukkan

proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input per output

(x1/y : x

2/y) konstan, sedangkan output tetap.

Gambar 5. Ukuran Efisiensi Berorientasi Input

Sumber: Farrell (1957)

xi x1/y

x2/y

O

A

R

A`

S

Q’

S’

Q

P

15

Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis

isocost (AA’) digambarkan menyinggung isquant SS’ di titik Q’ dan memotong

garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang

meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isquant

sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara

alokatif inefisien karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya

yang lebih tinggi dari pada di titik Q’.Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan

biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien),

sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P

adalah rasio OR/OQ. Oleh Farrell (1957), efisiensi alokatif ini juga disebut

sebagai efisiensi harga (price efficiency).

Total efisiensi ekonomi (EE) adalah sama dengan perkalian efsiensi

teknis dengan efisiensi alokatif, yaitu: EE = TE x AE = (OQ/OP) x (OR/OQ) =

OR/OP. Dapat disimpulkan bahwa efisiensi teknis dan alokatif bisa diukur dari

segi fungsi produksi frontier dan asosiasi first order condition (FOC) atau dengan

menggunakan dual fungsi biaya (Taylor, et al., 1986).

Pada Gambar 3 diperlihatkan bahwa TE tidak harus berimplikasi total EE,

maupun minimisasi biaya. Petani bisa mencapai TE dengan menggunakan input

tanpa mempertimbangkan harga input. Terlepas dari tingkat produksi yang

relative tinggi, produsen yang mengikuti strategi ini tidak akan mungkin

meminimalkan biaya. Pengukuran efisiensi menurut Farrel semula sah untuk

teknologi restriktif yang dicirikan oleh CRS atau homogenitas linier. Analisis

Farrel tidak mempertimbangkan level produksi optimal karena skala produksi

tidak terbatas pada CRS. Tetapi, pengukuran Farrel (1957) telah digeneralisir

menjadi teknologi yang kurang restriktif.

2.2.2. Pengukuran Berorientasi output (Output-Oriented Measures)

Metode pengukuran berorientasi output (output-oriented measures)

seperti yang diilustrasikan Gambar 6 (Coelli, et al., 1998), dijelaskan dengan

menggunakan kurva kemungkinan produksi (production possibility frontier/PPF)

yang direpresentasikan garis AA’. Garis AA’ adalah garis isocost yang ditarik

secara tangensial ke kurva kemungkinan produksi. Sementara itu, titik P

menunjukkan petani yang berada dalam kondisi in-efisien secara teknis. Garis

OP menggambarkan kondisi yang in-efisien secara teknis, yang ditunjukkan oleh

adanya tambahan output tanpa membutuhkan tambahan input.

16

Gambar 6. Ukuran Efisiensi Berorientasi Output

Sumber: Farrell (1957)

Berkenaan dengan kondisi tersebut, pada pendekatan ini rasio efisiensi

teknis didefinisikan sebagai : OB=TExOA. Dengan adanya informasi harga

output yang digambarkan oleh garis isorevenue AA’ maka efisiensi alokatif

dituliskan dalam bentuk : OC= AE xOB. Sehingga EE=TExAE

2.3. Pengukuran Efisiensi Parametrik

Menurut Debertin (1986) fungsi produksi menggambarkan hubungan

teknis (technical relationship) antara sejumlah input yang digunakan dengan

output yang dihasilkan dalam proses produksi. Coelli, et al., (1998) menyatakan

bahwa fungsi produksi frontier adalah fungsi produksi yang menggambarkan

output maksimum yang dapat dicapai dari setiap penggunaan input. Apabila

suatu kegiatan usahatani berada pada titik pada fungsi produksi frontier artinya

usahatani tersebut efisien secara teknis. Jika fungsi produksi frontier diketahui

maka dapat diestimasi in-efisiensi teknis melalui perbandingan posisi aktual

relatif terhadap frontier-nya.

Pendekatan parametrik mengacu pada setiap metode frontier yang

dikonstruksi adalah parametrik, misalnya fungsi produksi frontier Cobb-Douglas

atau translog. Pendekatan parametrik dapat dibedakan menjadi pendekatan

parametrik deterministik dan frontier stokastik (Bravo-Ureta dan Pinherio,1993),

sedangkan Kumbhakar dan Lovell (2000) pendekatan parametrik untuk data

cross-sectional dibedakan menjadi pendekatan parametrik deterministik, frontier

stokastik, dan frontier distance. Pendekatan ini memerlukan spesifikasi eksplisit

teknologi produksi. Sampai akhir 1960-an sebagaian besar studi menggunakan

xi Y2/x

Y1/x

O

A

R

A`

S Q’

S’

Q

P

17

metodologi least-squares tradisional untuk mengestimasi fungsi produksi. Coelli

(1995) dan Coelli, et al., (1998) berpendapat bahwa mengestimasi fungsi

produksi frontier memiliki dua keuntungan utama dibanding dengan

mengestimasi fungsi produksi rata-rata. Pertama, estimasi fungsi produksi rata-

rata hanya memberikan fungsi teknologi rata-rata petani, sedangkan estimasi

fungsi produksi frontier sangat dipengaruhi oleh petani yang mempunyai kinerja

terbaik yang mencerminkan teknologi yang digunakan. Kedua, fungsi produksi

frontier mewakili hasil estimasi metode praktek terbaik di mana efisiensi petani

dalam industri tersebut bisa diukur. Misalnya, proses produksi atau teknologi

dituliskan sebagai berikut :

i=1,2… n …….……...............................................(2.1)

di mana adalah tingkat produksi untuk petani contoh ke-i; adalah

bentuk fungsi yang sesuai; adalah vektor input untuk petani ke-i; adalah

vektor parameter tidak diketahui yang akan diukur; adalah variabel acak; dan

N adalah jumlah petani. Fungsi produksi mewakili output maksimum yang

mungkin tercapai pada kombinasi input tertentu. Tetapi, estimasi model di atas

mengasumsikan ~N(0,σs2) menghasilkan fungsi produki rata-rata. Untuk

pengukuran efisiensi, diupayakan bisa menentukan standar atau fungsi produksi

dari perilaku yang diamati bisa diukur. Dalam realita, petani mungkin tidak

mencapai tingkat output maksimum, sebagai akibat terjadinya inefisiensi teknis.

Muller (1974) melakukan modifikasi fungsi cobb-douglas dalam rangka

melakukan studi empiris dalam upaya mengukur dampak informasi terhadap

efisiensi teknis yang dikaitkan dengan fungsi produksi frontier. Perbedaan

inefisiensi teknis yang terjadi pada petani disebabkan ketidakmampuan petani

berproduksi pada fungsi produksi frontier. Hal tersebut dikarenakan : (1)

teknologi produksi yang digunakan oleh petani dapat berbeda, dengan demikian

jika hal ini benar, maka tidak ada alasan kuat untuk membandingkannya; (2)

perbedaan pengamatan yang dapat disebabkan gangguan acak, kemungkinan

yang kedua ini jelas dan tidak sukar dijelaskan; dan (3) terjadi perbedaan

efisiensi teknis, dalam hal situasi ini semua produsen telah menggunakan

teknologi yang sama tetapi produsen yang satu lebih efisien menggunakannya

daripada yang lain.

18

2.3.1. Frontier Parametrik Deterministik

Disebut frontier parametrik deterministik karena output di batasi dari atas

oleh fungsi produksi yang tidak bersifat stokastik. Di mana galad satu sisi

(onesided error term) akan memaksa output (y) lebih kecil dari fungsi produksi

frontier atau f(x). Hal ini berbeda dengan pendekatan non-parametrik karena

teknologi yang ada diekspresikan dengan bentuk fungsi spesifik. Aigner dan Chu

(1968) mengikuti pendapat Farrel (1957) menyarankan penggunaan bentuk

fungsi spesifik, berbentuk fungsi produksi Cobb-Douglas homogenus. Model ini

ditulis sebagai berikut :

, i=1,2… n …….……..............................................(2.2)

di mana: =output petani ke-i; = vektor input untuk petani ke-i; = bentuk

fungsi Cobb-Douglas; = vektor parameter yang tidak diketahui yang akan

diukur; = variabel acak non-negatif terkait dengan efisiensi teknis. adalah

galat satu sisi, yang mempunyai implikasi semua observasi terletak pada atau di

bawah frontier, yaitu :

, i=1,2… n …….……..........................................................(2.3)

Aigner dan Chu (1968) menyarankan parameter fungsi frontier diukur

dengan programasi linier atau kuadratik. Dalam aplikasi empiris, Aigner dan Chu

(1968) menggunakan linier programing dimana parameter fungsi frontier

diestimasi dengan meminimalkan jumlah dengan syarat > 0, untuk semua

ke-i.

Efisiensi teknis dari petani ke-i dapat didefinisikan sebagai rasio aktual

output terhadap output frontier terkait :

] = exp(- ).................................................................(2.4)

Ukuran efisiensi teknis yang dikembangkan menggunakan pendekatan

berorientasi output. Keuntungan utama pendekatan ini dibanding pendekatan

non-parametrik bahwa lebih sedikit retsriksi yang di-impose dan non-constant

return to scale bisa diakomodasi tetapi, salah satu kelemahan pendekatan ini

adalah memiliki sensitivitas estimasi parameter terhadap pencilan (outlier) karena

frontier jenis ini diestimasi berdasarkan subset data.

Aigner dan Chu (1968) menyarankan bahwa tehnik programing dengan

kendala peluang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah outlier, dengan

membiarkan sebagian pengamatan berada di atas frontier estimasi. Saran ini

dilakukan oleh Timmer (1971) untuk mendapatkan frontier probabilistik. Teknik ini

19

dilakukan dengan mengestimasi parameter model dengan secara berurutan

membuang persentase pengamatan (outlier) sampai perubahan estimasi

parameter cukup kecil. Kelemahan pendekatan ini adalah bersifat acak dari

seleksi pengamatan untuk dihilangkan dari sampel. Kelemahan lainnya adalah

tidak adanya asumsi galat, hasil estimasi parameter tidak memiliki sifat statistik

dan pengujian hipotesis tidak mungkin dilakukan.

2.3.2. Frontier Statistik Deterministik

Membuat beberapa asumsi statistik tentang galat dalam persamaan (2)

adalah motif pengembangan model ini. Dalam persamaan (2.8), Ui diasumsikan

terdistribusi secara independen dan identik (iid) dan nilai Xi diasumsikan

exogenous (independen dari Ui). Karena galat Ui adalah satu sisi, estimator OLS

untuk parameter tidak bisa diterima untuk mengukur parameter di dalam model

(10). Secara ringkas persamaan fungsi produksi frontier statistik deterministic

dalam bentuk logaritma dapat diformulasikan sebagai berikut :

, …......................................(2.5)

Metode ini menggunakan teknik statistika untuk mengestimasi frontier

statistik determenistik. Metode estimasi untuk frontier statistik deterministic dapat

dilakukan dengan corrected ordinary least Squares (COLS) dan parametric linier

programming (PLP), Aigner dan Chu (1968). Richmond (1974) memberikan

pendekatan alternatif untuk mengestimasi fungsi produksi frontier statistic

deterministik yang dikemukakan oleh Afriat (1972). Pendekatan ini, yang disebut

OLS terkoreksi (COLS), mudah diaplikasikan dan tidak memerlukan asumsi

khusus tentang galat. Selanjutnya Kumbhakar dan Lovell (2000) memperluas

metode estimasi untuk frontier statistik deterministik dapat dilakukan dengan goal

programming (GP), corrected ordinary least Squares (COLS), dan modified

ordinary least squares (MOLS). Afriat (1972) memodifikasi model Aigner dan Chu

(1968) dengan mengasumsikan distribusi dua parameter beta untuk

dimana adalah galat, dan diusulkan bahwa model diestimasi dengan

maximum likelihood estimation (MLE). Richmond (1974) juga mengemukakan

metode modifikasi OLS (MOLS), yang membuat asumsi tentang bentuk distribusi

inefisiensi non-negatif ( ). Asumsi paling populer adalah setengah normal, yang

memerlukan estimasi satu parameter tambahan, varian distribusi normal yang

terpotong diatas nol. Distribusi parameter tunggal lainnya yang sudah banyak

20

digunakan adalah eksponensial. Menurut prosedur MOLS, model tersebut

pertama diestimasi menggunakan OLS dan intersepnya dikoreksi dengan

estimasi untuk mean Ui, diturunkan dari momen residual OLS, dan bukan

mengadopsi prosedur penyesuaian COLS (Lovell, 1993).

Keuntungan dari penggunaan pendekatan frontier statistik deterministic

adalah hasil analisis untuk model menggunakan data sampel yang memadai

dapat diuji kelayakan statistiknya (Aigner dan Chu, 1968; Richmond, 1974;

Scmidt, 1976). Scmidt (1976) mengemukakan bahwa pendekatan frontier statistik

deterministik mempunyai kelemahan yang sama dengan pendekatan non-

parametrik dan pendekatan parametrik deterministik, yaitu terletak pada

diperlukannya bentuk fungsional tertentu dan semua penyimpangan dari frontier

dikategorikan sebagai inefisiensi teknis. Pendekatan ini mempunyai asumsi

implisit bahwa semua variasi acak adalah karena inefisiensi teknis dan tidak

diperbolehkan adanya variasi acak diluar kontrol petani.

2.3.3. Frontier Statistik Stokastik

Salah satu metode estimasi tingkat produksi dan efisiensi teknis yang

banyak digunakan adalah melalui pendekatan frontier statistik stokastik atau

frontier stokastik, yang dalam implementasinya menggunakan stochastic

production frontier (SPF). Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Aigner, et

al., (1977); dan dalam saat yang bersamaan juga dilakukan oleh Meeusen dan

van den Broeck (1977). Pengembangan pada tahun-tahun berikutnya banyak

dilakukan seperti oleh Battese dan Coelli (1988, 1992, 1995), Coelli, et al.,

(1998), Kumbhakar and Lovell (2000).

Pendekatan frontier deterministik yang telah diuraikan terdahulu, ternyata

belum mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan bahwa kinerja usahatani

dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang berada di luar control

petani. Dalam model frontier statistik stokastik atau sering hanya disebut frontier

stokastik, output diasumsikan dibatasi dari atas oleh suatu fungsi produksi

stokastik. Pada kasus Cobb-Douglas, model tersebut dalat dituliskan sebagai

berikut :

…………..……………………….…………..….(2.6)

Di mana : simpangan ( - ) terdiri atas dua bagian, yaitu : (1)

komponen error simetrik yang memungkinkan keragaman acak dari frontier antar

pengamatan dan menangkap pengaruh kesalahan pengukuran atau kejutan

21

acak, dan (2) komponen kesalahan satu-sisi (one-sided error) dari simpangan

yang menangkap pengaruh inefisiensi teknis.

Pada setiap model frontier statistik stokastik, simpangan yang mewakili

gangguan statistik (statistical noise) diasumsikan independen dan identik (iid)

yang terdistribusi secara normal. Asumsi distribusi yang paling sering digunakan

adalah setengah normal (half normal). Jika dua simpangan ( - ) diasumsikan

bersifat independen satu sama lain serta independen terhadap input produksi

(xi), dan dipasang asumsi distribusi spesifik (secara berturut-turut : normal dan

setengah normal), maka fungsi likelihood (maximum likelihood estimators) dapat

dihitung. Metode estimasi lain yang dapat digunakan adalah melalui estimasi

model dengan OLS (Ordinary Least Square) dan mengkoreksi konstanta dengan

menambahkan suatu penduga konsisten dari E( ) berdasarkan momen yang

lebih tinggi (dalam kasus setengah normal, digunakan momen ke dua dan ke

tiga) dari residual kuadratik terkecil atau disebut CLOS (Corected Ordinary Least

Square). Setelah model diestimasi, nilai-ninai ( - ) juga dapat diperoleh. Pada

pengukuran efisiensi, penduga untuk uj juga diperlukan. Jondrow, et al., (1982)

menyarankan kemungkinan yang paling relevan adalah E( │ - ) yang

dievaluasi berdasarkan nilai-nilai ( - ) dan parameter-parameternya.

Dalam makalahnya, Jondrow, et al., (1982) mengemukakan bahwa

formula E( │( - ) untuk kasus normal dan setengah normal. Struktur dasar

model frontier statistik stokastik pada persamaan (11 dan 12) dapat diilustrasikan

pada Gambar 7. Keunggulan pendekatan frontier stokastik adalah

dimasukkannya gangguan acak (disturbance term), kesalahan pengukuran dan

kejutan eksogen yang berada di luar kontrol petani. Sementara itu, beberapa

keterbatasan dari pendekatan ini adalah : (1) Teknologi yang dianalisis harus

diformulasikan oleh struktur yang cukup rumit, (2) Distribusi dari simpangan satu-

sisi harus dispesifikasi sebelum mengestimasi model, (3) Struktur tambahan

harus dikenakan terhadap distribusi inefisiensi teknis, dan (4) Sulit diterapkan

untuk usahatani yang memiliki lebih dari satu output.

Komponen yang pasti dari model frontier adalah f(xi;β) digambarkan

dengan asumsi memiliki karakteristik skala pengembalian yang menurun

(decreasing return to sclale). Kegiatan produksi dari dua orang petani diwakili

dengan simbul i dan j. Dalam hal ini, petani i dalam kegiatan usahataninya

menggunakan input produksi sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi.

22

Gambar 7. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Sumber: Coelli, et al., (1998)

Output frontier petani i adalah yi*, melampaui nilai output dari fungsi

produksi deterministik yaitu Hal ini dapat terjadi karena kegiatan

produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan (misalnya : curah

hujan yang cukup, sinar matahari yang memadai, tidak adanya serangan

organisme pengganggu tanaman), sehingga variabel vi bernilai positif.

Sementara itu, petani j menggunakan input produksi sebesar xj dan memperoleh

output sebesar yj, akan tetapi output frontier peta ni j adalah yj* yang berada di

bawah bagian yang pasti dari fungsi produksi. Hal ini dikarenakan kegiatan

produksi usahatani dipengaruhi oleh kondisi yang kurang menguntungkan

(misalnya : curah hujan terlalu tinggi, kekeringan, atau serangan), yaitu vi bernilai

negatif. Output frontier yang tidak dapat diobservasi ini berada di bawah output

dari fungsi produksi determisnistik yaitu Pada kasus kedua, hasil

produksi yang dicapai petani j berada di bawah fungsi produksi frontier .

2.4. Studi Efisensi pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian

Efisiensi merupakan salah satu studi terbaru yang mencoba untuk melihat

manfaat diberbagai bidang dengan memadukan antar metode yang digunakan

sebagai alat analisis (Bravo-Ureta, et al., 2007). Secara terperinci, studi tersebut

Output

observasi

(yi)

xi

Output batas (yi*), y = F(xi;β) exp(vi), jika vi>0

y = F(xi;β)

Output

observasi

(yj)

Output batas (yj*), y = F(xj;β) exp(vj), jika vj>0

xj

23

mencoba mengkaji beberapa hal, yakni : (1) analisis dengan metode parametrik

(baik deterministik maupun stokastik) apakah menghasilkan nilai TE yang

berbeda dengan metode non parametric (DEA); (2) Apakah bentuk fungsi

memiliki pengaruh atau efek pada TE; (3) Dengan model data panel apakah

menghasilkan nilai rata-rata (mean) TE yang sama dengan yang dihasilkan

model frontier dengan data cross section; (4) Apakah nilai TE dari pendekatan

primal berbeda dengan pendekatan dual; (5) Apakah model dengan ukuran

contoh besar dan jumlah variabel (banyak atau sedikit) memiliki pengaruh pada

nilai TE; (6) Apakah nilai TE bervariasi antar jenis komoditas yang dianalisis; (7)

Apakah lokasi geografis (negara) menghasilkan rata-rata TE yang spesifik; dan

(8) Apakah tingkat pendapatan (negara) mempengaruhi nilai estimasi TE. Untuk

mendapatkan atas jawaban tersebut, Bravo-Ureta, et al., (2007) mengkaji studi

empiris dengan dengan menggunakan metode non parametric, baik metode

parametrik deterministik atau metode frontier parametric stokastik. Analisis

menyimpulkan bahwa nilai estimasi yang dihasilkan oleh model frontier

parametrik stokastik lebih tinggi dibandingkan model parametrik deterministik.

Hasil kajian juga menunjukkan bahwa model frontier parametrik stokastik adalah

metode yang banyak digunakan oleh para peneliti di bidang pertanian. Beberapa

peneliti juga mengkaji efisiensi teknis beberapa komoditas pertanian di negara

maju (Wilson, et al., 1998; Fogasari dan Latruffe, 2007; dan Lambarraa, et al.,

2007).

Battese (1992) memberikan ulasan komprehensif tentang aplikasi frontier

produksi parametrik untuk usaha pertanian, khususnya padi. Ogundari dan Ojo

(2006) melakukan studi efisiensi teknis, alokatif dan efisiensi ekonomi untuk

ubikayu di Osun State, Nigeria. Sedangkan Qayyum dan Ahmad (2006)

melakukan analisis efisiensi dan keberlanjutan kelembagaan keuangan mikro di

Asia Selatan (Pakistan, India dan Banglades). Sementara itu, Wilson, et al.,

(1998) memberikan ulasan tentang aplikasi frontier produksi kentang di Inggris

dengan menggunakan data sekunder dari Departemen Pertanian, Perikanan,

dan Pangan. Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993) menyampaikan ulasan

komprehensif tentang aplikasi berbagai metode frontier untuk usaha pertanian

negara berkembang. Bravo-Ureta dan Pinheiro (1993) dan Coelli (1995)

menunjukkan bahwa frontier parametrik lebih populer dari frontier non

parametrik. Fogasari dan Latruffe (2007) mengkaji efisiensi teknis dan teknologi

pertanian di Eropa Timur (Hungaria) dan Eropa Barat (Perancis) dengan

24

membandingkan komoditas pangan dan susu dengan pendekatan Data

Envelopment Analysis (DEA). Lambarraa, et al., (2007) menganalisis efisiensi

usahatani jeruk di Spanyol dengan menggunakan pendekatan Total Factor

Productivity dan Stochastic Frontier Model. Sementara itu, Bravo-Ureta, et al.,

(2007) melakukan analisis TE pertanian dengan analisis meta regression yang

bersifat lintas negara (negara berkembang dan negara maju) dan lintas

komoditas.

Kajian efisiensi di Indonesia berkembang dengan aplikasi model frontier

khsusnya usahatani padi. Beberapa studi oleh Tabor (1992), Erwidodo (1990),

Erwidodo (1992a), Erwidodo (1992b) dan Trewin, et al., (1995), Daryanto (2000),

Sumaryanto (2001) dan Sumaryanto, et al., (2003), serta Wahida (2005)

menggunakan frontier stokastik untuk analisis efisiensi untuk usahatani padi,

Sukiyono (2004) menganalisis efisiensi komoditas cabai, Fauziyah (2010)

menggunakan model fungsi produksi frontier stokastik yang memfokuskan pada

pengaruh perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi terhadap alokasi

input usahatani tembakau.

Studi produksi frontier stokastik umumnya mengasumsikan produksi

Cobb-Douglas (CD) atau Translog adalah model yang memadai dalam analisis

data tingkat petani padi. TE usahatani padi sangat bervariasi dari 50 persen di

India (Kalirajan, 1981), 76-85 persen untuk padi konvensional dan 87-94 persen

untuk padi hibrida di Jiangsu China (Xu dan Jeffrey, 1998), 71,30 persen

(Sumaryanto, et al., 2003) dan 76,00 persen (Wahida, 2005) di DAS Brantas,

Jawa Timur, serta 91,86 persen untuk usahatani padi di lima daerah sentra

produksi padi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan

Sulawesi Selatan (Kusnadi, et al., 2011) pada input dan teknologi yang

digunakan. Sementara itu, untuk komoditas non padi, seperti komoditas kentang

di Inggris 0,90 (Wilson, et al., 1998), cabai merah di Rejang Lebong Bengkulu

nilai TE 0.65-0.99 (Sukiyono, 2005), tembakau di Pamekasan, Jawa Timur 0.89

(Fauziyah, 2010).

Prosedur dua langkah telah banyak digunakan untuk eksplorasi faktor-

faktor yang menerangkan inefisiensi (Bravo-Ureta, et al., 2007). Dengan

memasukan variabel sosio-ekonomi secara langsung dalam model frontier

produksi akan mempengaruhi terhadap efisiensi secara langsung. Lebih lanjut

Bravo-Ureta, et al., (2007) melakukan studi tentang sumber TE pada usahatani

dengan memperhatikan peran keputusan manajerial yang dipengaruhi oleh

25

variabel-variabel sosio-ekonomi. Keputusan manajerial menentukan kemampuan

seorang petani sebagai manajer untuk memilih kombinasi input produksi dan

pola output usahatani yang dipandang tepat, seperti penggunaan varietas dan

jumlah benih, dosis dan jenis pupuk, waktu aplikasi pemupukan dan pestisida,

teknik berproduksi, sistem tanam, serta teknik panen dan pasca panen.

Variabel sosio-ekonomi bukan bagian dari proses produksi fisik, tetapi

mempunyai efek terhadap variabel keputusan manajemen. Variabel sosio-

ekonomi paling banyak digunakan untuk menerangkan variasi tingkat usahatani

baik padi maupun non padi dalam hal TE, yaitu ukuran lahan usahatani,

pendidikan, umur dan pengalaman petani, kontak petani dengan petugas

penyuluhan, pendapatan, ketersediaan dan aksessibilitas air irigasi,

aksessibilitas terhadap kelembagaan koperasi, rotasi tanaman dan lain

sebagainya.

Peranan ukuran usahatani adalah bermacam-macam. Xu dan Jeffrey

(1998) menemukan hubungan signifikan antara inefisiensi teknis dan ukuran

usahatani. Kontak dengan pelayanan penyuluhan adalah penting dalam

menerangkan inefisiensi teknis. Penyuluhan ternyata berhubungan negatif

dengan inefisiensi teknis dalam studi yang dilakukan oleh Kalirajan (1981);

Kalirajan dan Shand (1989). Aksessibilitas terhadap kelembagaan koperasi

berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis pada usahatani kentang di Inggris

(Wilson, et al., 1998). Demikian juga akses terhadap kredit juga berhubungan

negatif dengan inefisiensi teknis pada usahatani padi (Kalirajan dan Shand,

1989). Pendapatan non usahatani mempunyai hubungan yang negatif dengan

inefisiensi teknis usahatani (Xu dan Jeffrey, 1998), demikian juga pendapatan

perkapita (Sumaryanto et al., 2003) dan pendapatan dari usahatani padi (2005).

Pendidikan umumnya memiliki dampak positif dan nyata terhadap TE dan

berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis pada berbagai usahatani.

Beberapa variabel teknis yang sering dimasukkan sebagai variabel dummy yang

diduga mempengaruhi inefisiensi teknis dan TE adalah jenis irigasi, musim

tanam, varietas yang digunakan, penggunaan mekanisasi pertanian,

pengetahuan teknik budidaya, sistem tanam, dan rotasi tanaman. Sementara itu,

beberapa variabel sosial ekonomi yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis

dan TE adalah variabel umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani,

jumlah anggota rumah tangga, kontak dengan penyuluh pertanian lapang, sistem

penguasaan lahan, ukuran luas lahan garapan, keikutsertaan dalam

26

keorganisasian (kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi),

aksessibilitas terhadap sumber-sumber kredit, aksessibilitas terhadap pasar

input, aksessibilitas terhadap pasar output, pendapatan non usahatani.

2.5. Produksi Garam Rakyat

Garam adalah suatu senyawa kimia sederhana yang terdiri dari atom-

atom yang membawa ion positif maupun ion negatif, dengan rumus kimia NaCl;

untuk setiap gram garam hampir 40 persen terdiri dari natrium (Na) dan 60

persen lebih klor (Cl). Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih

berbentuk kristal yang memiliki toksisitas rendah yang tidak dapat terbakar,

Garam biasa ditambahkan pada makanan sebagai penguat rasa (garam meja).

Garam digunakan sebagai bahan baku klor dan soda caustic untuk pembuatan

polyvinyl chloride (PVC), plastik berbahan baku klor, kertas, di negara beriklim

sub tropis, garam juga digunakan untuk menghilangkan lapisan es di jalan

(USGS, 2007).

Usaha industri garam rakyat di Indonesia turun temurun menggunakan

teknologi kristalisasi air laut. Pengelolaan garam pada masa kolonial Belanda

(1700-1870) disewakan kepada orang Cina oleh raja-raja di Madura. Penduduk

di sekitar lahan garam hanya berperan sebagai tenaga kerja rodi

(Rochwulaningsih, 2012). Nasionalisasi pengelolaan garam dilakukan pada

periode kemerdekaan (1945-1961) dengan berubahnya jawatan Regie Tjandu

dan garam dari badan usaha milik Pemerintah Belanda menjadi milik negara

Republik Indonesia.

Menurut Hernanto dan Kwartatmono (2000) faktor produksi yang

menentukan dalam produksi garam diantaranya adalah : (1) Air laut, (2)

Tanah/daratan, (3) Iklim (cuaca), (4) modal , (5) Teknologi dan (6) Tenaga kerja.

Sedangkan Wirjodirjo (2003) mengembangkan model produksi garam dengan

pendekatan dinamik dimana faktor yang mempengaruhi terhadap usaha garam

yaitu : (1) lahan, (2) curah hujan, serta (3) net evaporasi sangat mempengaruhi

terhadap produksi. Variable curah hujan yang ada di pesisir Madura sangat

mempengaruhi terhadap produktifitas garam. Curah hujan yang berbeda-beda di

wilayah pesisir sangat mempengaruhi tingkat produktifitas garam rakyat (Purbani,

2000). Sedangkan menurut Rachman (2011) beberapa faktor yang

mempengaruhi produksi garam adalah : (1) lahan tambak garam. Lahan tambak

merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi produk garam rakyat. Secara

27

umum dikatakan,semakin luas lahan (yang digarap / ditanami), semakin besar

jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. (2) tenaga kerja dalam hal

ini petani garam merupakan faktor penting dalam proses produksi garam. (3)

modal untuk melakukan produksi terutama untuk persiapan pengelolaan lahan

tambak untuk menjadi meja kristal (4) teknologi, dalam meningkatkan mutu

garam, meliputi teknologi pengelolaan lahan, teknologi kristalisasi dan peralatan

lain seperti kincir dan pompa. Teknologi pasca produksi meliputi teknologi

pemurnian yaitu pencucian garam untuk membersihkan kotoran yang terkandung

dalam garam berupa pasir dan lumpur serta untuk mengurangi kadar ion – ion

seperti Ca, Mg, dan SO4. Serta Ion-ion dan senyawa tak larut lainnya.