ii kajian kepustakaan 2.1 deskripsi...
TRANSCRIPT
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Deskripsi Itik
Itik adalah salah satu unggas air (waterfowls) yang dikenal juga dengan
nama lain bebek dalam bahasa Jawa. Nenek moyang itik berasal dari Amerika
Utara yaitu itik liar (Anas moscha) atau Wild mallard. Proses domestikasi yang
terus menerus oleh manusia, maka jadilah itik yang dipelihara sekarang dengan
nama ilmiah Anas domesticus. Ternak itik mempunyai deskripsi ilmiah sebagai
berikut (Suharno, 2001).
Kelas : Aves
Ordo : Anseriformes
Famili : Anatidae
Sub famili : Anatinae, Tribus Anatini
Genus : Anas
Menurut tujuan utama pemeliharaannya, ternak itik sebagaimana ternak
ayam, dibagi menjadi 3 golongan, yaitu tipe pedaging, petelur dan ornamen.
Penggolongan tersebut didasarkan atas produk atau jasa utama yang dihasilkan
oleh itik tersebut untuk kepentingan manusia. Itik yang termasuk dalam golongan
tipe pedaging biasanya sifat-sifat pertumbuhan yang cepat serta struktur
perdagingan yang baik. Bangsa-bangsa itik yang termasuk dalam golongan tipe
pedaging adalah Aylesbury, Cayuga, Orpington, Muskovi, Peking dan Rouen.
Bangsa-bangsa itik yang termasuk dalam golongan petelur biasanya
badannya lebih kecil dibandingkan dengan tipe pedaging, bangsa itik yang
termasuk dalam golongan ini adalah Campbell dan Indian Runner (Rasyaf, 1992).
9
Selain itu ada juga segolongan itik yang biasanya mempunyai warna bulu
yang menarik atau bentuk badan yang bagus, termasuk dalam golongan itik tipe
ornamen atau sebagai ternak hiasan, terutama di dalam kolam hias, bangsa-bangsa
yang termasuk dalam golongan ini adalah Calls, East India, Mallard, Mandarin
dan Wood duck. Ada bangsa-bangsa itik yang mempunyai tujuan ganda, misalnya
di samping tujuan utama hasil berupa daging, juga menghasilkan telur, misalnya
bangsa Orpington (Srigandono, 1997).
2.2 Itik Magelang
Itik Magelang merupakan unggas air unggulan Jawa Tengah selain Itik
Tegal. Perbedaannya Itik Tegal habitatnya di dataran rendah, sedangkan Itik
Magelang di dataran medium sampai tinggi. Itik Magelang mempunyai tetua
yang sama dengan Itik Tegal yaitu bangsa Itik Indian Runner. Ciri khas Itik
Magelang adalah adanya warna putih melingkar seperti kalung pada lehernya,
sehingga disebut "itik kalung". Wilayah pengembangan selain di Kabupaten
Magelang antara lain di Kabupaten Purworejo, Semarang, dan Kabupaten
Temanggung. Keunggulan Itik Magelang, sebagai sumber produksi telur yang
berkisar antara 48-70 %, dengan pemeliharaan intensif produksinya dapat
mencapai 80%. Itik jantan dan betina afkirnya dimanfaatkan sebagai sumber
daging, menjadi itik potong (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Jawa Tengah, 2013).
Perkembangan populasi ternak unggas di Kabupaten Magelang terbilang
pesat, karena sejak awal daerah ini memiliki sumber daya manusia yang akrab dan
setia menekuni kerja di sektor peternakan. Hal ini didukung pula oleh letak
geografis Magelang yang dikelilingi pegunungan, sehingga beriklim sejuk dan
10
sesuai untuk budidaya unggas. Magelang juga terletak di pertengahan jalur
distribusi produk-produk pertanian dari Semarang, Yogya dan Solo sehingga
merupakan pasar terbuka. Agribisnis perunggasan di Kabupaten Magelang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan peternak unggas. Hal tersebut
dilaksanakan melalui peningkatan pendapatan petani peternak unggas dan
tercukupinya gizi masyarakat dari dukungan protein hewani asal unggas (daging
dan telur), sebab produk asal unggas merupakan sumber protein termurah yang
dapat dijangkau masyarakat (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Magelang, 2015).
Itik Magelang telah ditetapkan sebagai Rumpun Itik Lokal Indonesia
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 701/Kpts/PD.410/2013 tentang
Penetapan Rumpun Itik Magelang pada tanggal 13 Pebruari 2013 di Jakarta.
Deskripsi Rumpun Itik Magelang adalah sebagai berikut :
1. Nama Rumpun : Itik Magelang
2. Asal usul : Berasal dari itik mallard yang bermigrasi ke Indonesia dan
beradaptasi dengan lingkungan kemudian diseleksi, sehingga muncul sifat
karakteristik.
3. Wilayah sebaran asli geografis : Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa
Tengah.
4. Wilayah sebaran : Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Magelang, Kabupaten
Semarang, Kota Surakarta) dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Karakteristik :
1. Sifat Kualitatif
a.Warna
11
1. Bulu : Kecokelatan dengan variasi cokelat muda hingga tua atau
kehitaman dan sering dijumpai warna total hitam, serta memiliki tanda
khusus berupa kalung warna putih pada leher.
2. Kerabang telur : hijau kebiruan
b.Bentuk Badan
Jantan : langsing, jika berdiri dan berjalan bersikap tegap, tegak lurus
dengan tanah.
Betina : tegak lurus dan tidak mengerami telurnya.
2. Sifat Kuantitatif
1. Bobot badan : Jantan : 1,8 – 2,5 kg; Betina : 1,5 – 2,0 kg
2. Bobot telur : 60 – 70 g.
3. Bobot telur tetas : 65 + 67 g.
4. Produksi telur : 200 – 300 butir/ tahun
5. Puncak produksi telur : 55,1%
6. Umur dewasa kelamin : 5-6 bulan
7. Lama produksi telur : 9-10 bulan
8. Konversi pakan : 4 - 5
9. Lebar warna kalung pada leher : 1 - 2 cm.
(Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang, 2015).
2.3 Probiotik
Probiotik adalah feed additive yang berupa mikroba yang diberikan kepada
ternak melalui pakan atau air minum yang dapat memperbaiki performa ternak
12
melalui perbaikan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan (Fuller,
1992). Probiotik sebagai mikroba yang dapat hidup atau berkembang dalam usus
dapat menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari hasil
metabolitnya. Probiotik menekan pertumbuhan mikroba patogen sehingga
mikroba yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik (Kompiang, 2004).
Perkembangan pemahaman mengenai spesifikasi fungsi jenis probiotik telah
membawa penggunaan campuran dari beberapa jenis probiotik dengan harapan
menghasilkan produktifitas yang lebih baik.
2.3.1 Probiotik Streptococcus Thermophillus
Klasifikasi :
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Order : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : S. salivarius
Subspesies : S. salivarius subsp. thermophillus
Streptococcus thermophillus merupakan bakteri gram positif, katalase
negatif, tidak berspora, uniseluler, anaerob, heterotropik, tumbuh baik pada media
berisi karbohidrat dan ekstrak yeast. Tumbuh optimum pada pH 6,5 dan akan
terhenti pertumbuhanrya pada pH 4,2-4,4. Streptococcus
thermophillus memfermentasi gula terutama menjadi asam laktat, dan karena itu
termasuk golongan bakteri asam laktat (Novita, 2011).
13
Beberapa penelitian menunjukkan probiotik mampu mencegah dan
menyembuhkan diare akibat infeksi Escherichia coli, Salmonella spp., dan Vibrio
cholerae (Sullivan et al., 2002). Probiotik yang umum digunakan adalah bakteri
asam laktat (BAL), yaitu bakteri yang mampu mengubah karbohidrat menjadi
asam laktat seperti Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus
(Alexander et al., 2001).
Bakteri Streptococcus bermanfaat untuk meredakan gejala intoleransi
laktosa, menurunkan asam lambung, dan gangguan pencernaan
lainnya. Streptococcus thermophillus menghasilkan ATP (adenosin trifosfat) dari
respirasi serta menghasilkan senyawa nitrogen dari hidrolisis protein susu
(Widodo, 2002).
2.3.2 Probiotik Bacillus Cereus
Klasifikasi :
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus cereus
Bacillus sp merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dapat
tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Sporanya tahan terhadap panas (suhu
tinggi), mampu mendegradasi Xylan dan karbohidrat (Cowan dan Stell’s, 1973).
Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dan merupakan
14
anggota dari divisi Firmicutes. Bacillus merupakan bakteri yang bersifat aerob
obligat atau fakultatif, dan positif terhadap uji enzim katalase.
Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler seperti
protease, lipase, amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam
tubuh hewan (Wongsa dan Werukhamkul, 2007). Jenis Bacillus (B. cereus, B.
clausii dan B. pumilus) termasuk dalam lima produk probiotik komersil terdiri
dari spora bakteri yang telah dikarakterisasi dan berpotensi untuk kolonisasi,
immunostimulasi, dan aktivitas antimikrobanya (Duc et al., 2004).
2.4 Pertumbuhan dan Komposisi Karkas Itik
Pertumbuhan mempunyai banyak defenisi. Defenisi yang paling
sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk
dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen
tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia,
terutama air, lemak protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan komponen-
komponen tersebut berlangsung dengan kadar laju yang berbeda, sehingga
perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau perbedaan
karakteristik individual sel dan organ (Soeparno, 2005).
2.4.1 Pertumbuhan Ternak Itik
Pada umumnya, pengukuran pertumbuhan ternak didasarkan pada
kenaikan berat tubuh per satuan waktu tertentu yang dinyatakan sebagai rata-rata
pertambahan berat badan per hari atau rata-rata kadar laju pertumbuhan, (Brody,
1945; Soeparno, 2005).
15
Selama pertumbuhan dan perkembangan dapat terjadi perkembangan
abnormal, hal ini dapat disebabkan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan,
misalnya nutrisi, temperatur, kelembapan, obat-obatan, keracunan, polusi dan
penyakit. Faktor-faktor tersebut dapat juga menyebabkan perubahan komposisi
tubuh, baik secara fisik maupun kimia.
Wiederhold dan Pingel (1997) melaporkan bahwa itik peking akan
mendapatkan titik belok pertumbuhan kedua yang lebih cepat dibandingkan
dengan angsa dan entog yaitu pada umur 24 hari. Sebagaimana diketahui bahwa
titik belok, selama ini dijadikan sebagai dasar untuk mengukur optimalisasi
pertumbuhan dan juga merupakan ukuran tingkat efisiensi usaha yang dicapai,
(Brody, 1974).
Pola pertumbuhan tubuh secara normal merupakan gabungan dari pola
pertumbuhan semua komponen penyusunnya. Pada kondisi lingkungan yang
ideal, bentuk kurva pertumbuhan pada semua spesies ternak adalah sama,
(Soeparno, 2005).
Ternak yang kekurangan makanan atau gizi akan mengakibatkan
pertumbuhan yang lambat atau berhenti serta kehilangan berat, akan tetapi setelah
mendapatkan makanan yang cukup, ternak tersebut mampu untuk tumbuh kembali
dengan cepat dan bahkan dapat lebih cepat daripada laju pertumbuhan normalnya,
hal semacam ini disebut dengan pertubuhan kompensatori atau pertumbuhan yang
bersifat menyusul, (Wahju, 1997).
2.4.2 Komposisi Karkas Itik
Perubahan ukuran tubuh merupakan indikator yang baik dan memiliki
korelasi yang cukup erat dengan parameter bobot hidup. Panjang kaki, panjang
paha, dalam dada dan lebar dada merupakan objek pengamatan yang sering
16
dilakukan, dengan hasil bahwa lebar dada cenderung lebih penting dalam
mengikuti pertambahan umur dan lingkungan, (Buss, 1993).
Menurut Soeparno dan Davies (1987), bahwa faktor jenis kelamin,
hormon dan kastrasi serta genotip juga mempengaruhi pertumbuhan. Jenis,
komposisi kimia dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap laju pertumbuhan. Komposisi kimia karkas yang terdiri dari air, protein,
lemak dan abu secara proporsional juga dapat berubah, bila proporsi salah satu
variabel mengalami perubahan.
2.4.2.1 Karkas
Menurut FAO/WHO (1974) dikutip dalam Nur (2009) menyatakan bahwa
karkas adalah bagian tubuh hewan yang telah disembelih dikeluarkan darah dan
telah dipisahkan dari kepala, kaki, kulit/bulu dan jeroan. Karkas pada umumnya
digunakan sebagai tolak ukur produktivitas dari ternak potong, karena karkas
merupakan hasil utama dari pemotongan ternak dan mempunyai nilai ekonomis
yan tinggi. Produksi karkas seekor ternak dipengaruhi oleh bangsa, umur, laju
pertumbuhan, bobot potong dan nutrisi.
Defenisi bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan
bobot ternak setelah dipotong, kemudian dikurangi bobot darah, kulit/bulu, leher,
kaki, kepala dan seluruh isi rongga perut, dan diperjelas Lawrie (2003), bahwa
bobot karkas juga meliputi pengurangan bagian saluran pencernaan, intestin,
kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak
yang melekat pada bagian tubuh tersebut.
Persentasi karkas itik peking mencapai 65% pada umur 50 sampai 56 hari,
sedangkan itik potong yang dagingnya beredar di pasaran mempunyai persentasi
karkas antara 45,5 sampai 48,7 %. Rendahnya persentasi tersebut karena itik
17
yang dipotong di pasaran adalah merupakan itik tua yang telah diafkir karena
tidak produktif lagi sebagai penghasil telur (Srigandono, 1997).
2.4.2.2 Bobot Potong
Bobot potong adalah bobot ternak yang telah diistirahatkan dan
dipuasakan selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemotongan atau penyembelihan.
Menurut Murray dan Slezaceck (1976), menyatakan bahwa bobot karkas akan
bertambah seiring dengan meningkatnya bobot potong, akan tetapi ternak yang
mempunyai bobot potong yang tinggi tidak selalu menghasilkan bobot karkas
yang tinggi pula, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan berat dari kepala,
darah, bulu, kaki dan bagian saluran pencernaan.
Sebelum pemotongan ternak, penimbangan perlu dilakukan untuk
mengetahui bobot potong ternak tersebut, hal ini diperlukan untuk mengetahui
juga berapa persentasi karkas yang akan didapatkan dari ternak tersebut.
2.5 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan, Bobot Bagian Edible dan Inedible.
Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan
komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komposisi kimia komponen
karkas. Di antara individu di dalam suatu bangsa atau di antara bangsa ternak
terdapat perbedaan respon terhadap pengaruh lingkungan seperti nutrisi, fisik dan
mikrobiologis, sehingga menyebabkan adanya perbedaan kadar laju pertumbuhan.
2.5.1 Genetik dan Jenis Kelamin
Di dalam bangsa ternak yang sama, komposisi karkas dapat berbeda.
Bangsa ternak dapat menghasilkan karkas dengan karakteristiknya sendiri.
18
Perbedaan komposisi tubuh dan karkas diantara bangsa ternak, terutama
disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan berat pada saat
dewasa.
Menurut Williams dan Black (1983) dikutip dalam Soeparno (2005), bila
perbandingan komposisi karkas antara bangsa tipe besar dan kecil didasarkan
pada berat yang sama, maka bangsa tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan
lebih banyak mengandung protein, proporsi tulang lebih tinggi dan lemak lebih
rendah dari pada bangsa tipe kecil. Perbedaan tersebut disebabkan karena pada
saat berat yang sama, ternak bangsa tipe besar secara fisiologis lebih muda.
Faktor genetik dan lingkungan mempunyai hubungan yang erat. Untuk
mengekspresikan kapasitas genetik individu secara sempurna, diperlukan kondisi
lingkungan yang ideal (Lawrie, 1979.; Soeparno, 2005).
Gaili dan Mahgoub (1981) menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh
terhadap berat kepala dan lemak saluran pencernaan. Ternak jantan mempunyai
kepala lebih berat tetapi lemak saluran pencernaan lebih sedikit dibandingkan
dengan ternak betina.
Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu faktor fisiologi
dan nutrisi. Umur, berat hidup dan kadar laju pertumbuhan juga dapat
mempengaruhi komponen karkas. Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai
komponen utama karkas, dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut di atas. Bila
proporsi salah satu variabel lebih tinggi, maka proporsi salah satu atau kedua
variabel lainnya lebih rendah.
2.5.2 Lingkungan
Faktor lingkungan yang berkaitan dengan fisiologi ternak antara lain
adalah temperatur atau panas, iklim dan kelembapan. Temperatur dan
19
kelembapan dapat menyebabkan stres, (Soeparno, 2005). Toleransi ternak
terhadap temperatur lingkungan bervariasi, tergantung pada spesies dan
lingkungan hidup. Kondisi panas atau dingin yang lama dapat menyebakan
perubahan hormonal ternak. Stres timbul melalui reaksi-reaksi yang kompleks
dari system endokrin (Lawrie, 1979.; Black, 1983,; Soeparno, 2005).
Ternak yang hidup di daerah tropis lebih toleran terhadap panas
dibandingkan dengan ternak yang hidup di daerah subtropis. Perbedaan tingkat
toleransi ini menyebabkan adanya perbedaan ketebalan lemak tubuh (Lawrie,
1979.; Soeparno, 2005). Pengaruh stress terhadap perubahan komposisi karkas
tergantung pada tingkat kondisi stress, lama stress dan tingkat toleransi ternak
terhadap stress (Black, 1983).
2.5.3 Nutrisi dan Kebutuhan Air Minum
Nutrisi kemungkinan besar merupakan faktor lingkungan terpenting yang
mempengaruhi komposisi karkas, terutama terhadap proporsi kadar lemak.
Konsentrasi energi dan rasio energi terhadap protein pakan, bahan aditif serta
proporsi kandungan gizi pakan dapat mengubah komposisi karkas. Respon ternak
terhadap manipulasi nutrisi yang diberikan, juga ikut menentukan hasil akhir
komposisi karkas.
Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju
pertumbuhan yang lebih cepat. Pengaruh nutrisi akan lebih besar bila
perlakuannya dimulai sejak awal periode pertumbuhan, sehingga pertumbuhan
ternak dapat dimanipulasi dengan perlakuan nutrisi yang berbeda. Pemberian
ransum dengan pembatasan tingkat protein terhadap itik jantan lokal berpengaruh
nyata terhadap bobot edible sedangkan inedible tidak berpengaruh nyata (Dimas,
2013).
20
Menurut ARC (1975), kebutuhan nutrisi untuk itik tipe pedaging mulai
dari menetas sampai saat dipasarkan pada umur 6 sampai 8 minggu dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Itik Tipe Pedaging
Nutrient Jumlah yang dibutuhkan RasioEnergi Protein
…………………..………...%...................................
Protein 23 310/23 = 13,5
Energi metabolisme 310
Lysin 0,89
Methionin 0,39
Ca 0,56
Magnesium 0,05
Sumber : ARC (1975) dalam Srigandono, (1997)
Winter dan Funk (1960), menyatakan hal yang berbeda dari kebutuhan
nutrisi yang dikemukakan oleh ARC (1975). Kebutuhan nutrisi untuk itik tipe
pedaging dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Itik Tipe Pedaging Berdasarkan Fase/Umur.
Fase/Umur Protein EM Rasio EP
…..%..... …..kkal/kg….. …..%.....
Starter (s.d. 2 minggu) 18 2860 15,9
Grower (sampaidipasarkan) 16 2930 18,3
Dewasa/PenghasilBibit 16 2875 18,0
Sumber: Winter dan Funk (1960) dalam Srigandono (1997)
Penyusunan ransum yang tepat sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap periode
pertumbuhan dan produksi dipengaruhi oleh nilai gizi dan bahan-bahan pakan
21
yang digunakan. Bahan pakan yang akan dipergunakan adalah bahan pakan yang
sudah diketahui kandungan nutrisinya, dengan demikian akan mempermudah
penyusunan ransum tersebut dan juga kekurangan salah satu zat makanan dapat
ditutupi dengan menggunakan bahan pakan yang mengandung zat tersebut.
Murray dan Slezacek (1978) menyatakan bahwa ternak yang diberi pakan
berenergi tinggi memberikan berat hati, ginjal, kulit dan bulu yang lebih berat
dibanding ternak yang diberi pakan berenergi rendah, sedangkan kepala, kaki dan
ekor ternak yang laju pertumbuhannya lambat memberikan berat yang lebih tinggi
dibanding dengan pertumbuhannya yang cepat. Menurut Murray et. al., (1977)
bahwa perlakuan penambahan pakan tidak berpengaruh terhadap berat alat-alat
dalam kecuali hati dan ginjal.
Air adalah gizi yang sangat penting bagi seluruh jenis ternak. Misalnya,
ayam tanpa air minum akan lebih menderita dan bahkan lebih cepat mati
dibanding ayam tanpa pakan. Sebagai contoh, sekitar 58 % dari tubuh ayam dan
66% dari telur adalah air. Mutu air sering diabaikan oleh peternak karena
kenyataan yang mereka lihat yaitu itik mencari makan dan minum ditempat kotor
seperti kali, sawah atau bahkan di selokan. Air juga dapat berfungsi sebagai
sumber berbagai mineral seperti Na, Mg dan Sulfur. Oleh karena itu, mutu air
akan menentukan tingkat kesehatan ternak itik. Air yang sesuai untuk konsumsi
manusia pasti juga sesuai untuk konsumsi itik. Jumlah kebutuhan air untuk unggas
secara umum termasuk ternak itik diperkirakan sebanyak 2 kali dari kebutuhan
pakan/ekor/hari. Kelebihan mineral tersebut dalam air akan mempengaruhi
penampilan unggas termasuk itik yaitu gangguan pencernaan (Yenny, 2015).
22
2.5.4 Umur
Laju pertumbuhan, nutrisi, umur dan berat tubuh adalah faktor-faktor yang
mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya dan biasanya
dapat secara individu atau kombinasi mempengaruhi komposisi tubuh atau karkas.
Berat tubuh sangat erat hubungannya dengan komposisi tubuh (Soeparno, 2005).
Variasi komposisi tubuh atau karkas, sebagian besar didominasi oleh variasi berat
tubuh dan sebagian kecil dipengaruhi oleh umur. Soeparno dan Davies (1987),
menyatakan bahwa variasi komponen tubuh yang terbesar adalah jumlah lemak.
Menurut Soeparno (1994), pada ternak dengan bertambahnya umur ternak terjadi
peningkatan pertumbuhan organ-organ dan terutama deposit lemak, serta
peningkatan persentase komponen lainnya. Menurut Burhani (1975) bahwa faktor
umur, kondisi fisik dan jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap bobot badan
dan bobot karkas.
2.5.5 Tingkat Konsumsi Ransum
Faktor lain yang berpengaruh pada bobot karkas adalah tingkat konsumsi
unggas itu sendiri. Semakin tinggi tingkat konsumsi maka akan semakin baik
pula bobot karkas yang dihasilkan. Bobot karkas juga dipengaruhi oleh genetik,
jenis kelamin, dan umur. Pemberian ransum yang berenergi tinggi dengan
imbangan yang baik antara protein, vitamin, dan mineral akan menghasilkan
bobot karkas yang tinggi. Produksi karkas sangat erat kaitannya dengan bobot
badan, di mana pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh bahan pakan penyusun
ransum (Yunilas dkk., 2006).