identifikasi potensi longsor menggunakan sistem …
TRANSCRIPT
Plumula Volume 7 No. 2 Juli 2019 ISSN : 2089 – 8010 (cetak) ISSN : 2614-0233 (online)
73
IDENTIFIKASI POTENSI LONGSOR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS DI KECAMATAN SALEM KABUPATEN BREBES
Identification of Landslide Potential Using Geographic Information System in Salem District,
Brebes District
Isbakhul Lail1), Bakti Wisnu Widjajani2), Kemal Wijaya2)
1
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur 2
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur *)
Email : [email protected]
ABSTRAK
Berdasarkan BNPB, korban tanah longsor pada tanggal 22 Februari 2018 sejumlah 11 Orang meninggal dan 7 orang hilang. Longsor terjadi akibat kemiringan lereng yang curam serta bentuk material geologi yang berupa napal sehingga dapat dijadikan sebagai bidang gelincir gerakan tanah. Pengolahan data Peta geologi dan tutupan lahan berupa shapefile dilakukan clip pada daerah penelitian. Penetapan tingkat kerawanan kawasan longsor di daerah penelitian didasarkan kepada model pendugaan kawasan rawan tanah longsor oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi/DVMBG (2004).Skor = (30 % x faktor kelas curah hujan) + (20% x geologi) + (20 % x faktor kelas Erodibilitas) + (15% x penggunaan lahan) + (15 % x faktor kelas lereng). Berdasarkan penelitian yang dilakukan, daerah rawan longsor tertinggi berada di desa ciputih seluas 943 Ha dan wanoja dengan luas 684 Ha, daerah berkawasan sedang longsor berada di desa citimbang seluas 893 Ha dan wanoja seluas 708,37 Ha. Sedangkan daerah rendah longsor berada di desa Salem seluas 1193 Ha. . Faktor yang berpengaruh paling besar yaitu kemiringan lereng 46 % dan Erodibilitas 35 %. Kedua parameter ini berpotensi menyebabkan longsor.
Kata kunci : gerakan tanah ,SIG, potensi longsor, pemetaan kawasan longsor.
ABSTRACT
Based on BNPB, victims of landslides on February 22, 2018 a total of 11 people died and
7 people were missing. Landslides occur due to steep slope and geological material form in the
form of marl so that it can be used as a field of sliding ground movements. Data processing
Geological maps and land cover in the form of shapefiles were cliped in the study area.
Determination of the level of vulnerability of landslides in the study area is based on the
estimation model of landslide prone areas by the Directorate of Volcanology and Geological
Disaster Mitigation / DVMBG (2004). Score = (30% x rainfall class factor) + (20% x geology) +
(20 % x class Erodibility factor) + (15% x land use) + (15% x slope class factor). Based on the
research carried out, the highest landslide prone areas were in the village of Ciputih with an
area of 943 Ha and wanoja with an area of 684 Ha, the area under control was landslide in the
village of the balance area of 893 Ha and wanoja covering an area of 708.37 Ha. While the low
landslide area is in Salem village covering an area of 1193 Ha. The most influential factors were
slope 46 % and erodibility 35 %. Both of them potential landslide happen.
Keywords: soil movement, GIS, landslide potential, landslide mapping.
Isbakhul Lail, Bakti Wisnu Widjajani, Kemal Wijaya. Identifikasi Potensi Longsor Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes
74
PENDAHULUAN
Berdasarkan BNPB, korban tanah tongsor pada tanggal 22 Februari 2018 sejumlah
11 Orang meninggal dan 7 orang hilang. Longsor terjadi akibat kemiringan lereng yang
curam serta bentuk material geologi yang berupa napal sehingga dapat dijadikan sebagai
bidang gelincir. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan tanah jenuh air sehingga
kemungkinan terjadi longsor tinggi.
Indeks Risiko Bencana Multi Ancaman yang dikeluarkan BNPB pada tahun 2013,
Kabupaten Brebes adalah salah satu dari kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki indeks
kebencanaan tinggi dengan Skor 211. Untuk indeks resiko bencana tanah longsor Brebes
menempati urutan ke-29 dari 497 kabupaten di Indonesia. Karena hal itu Kabupaten Brebes
rentan terhadap bencana alam seperti tanah longsor (BNPB, 2013)
BAHAN DAN METODE
Tempat Dan Waktu.
Lokasi Penelitian pemetaan daerah rawan bencana longsor ini di lakukan Kecamatan
Salem Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada Desember –
Februari 2019. Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Lahan.
Data yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi DEMNAS Kabupaten Brebes
(Sumber Badan Informasi Geospasial), Foto Udara November 2015 (Sumber Google Earth
dan RBI). Data curah Hujan harian Kecamatan Salem Kabupaten Brebes (Dinas Pengairan
Kabupaten Brebes), Peta Geologi Kabupaten Brebes skala 1 : 50.000 (Badan Geologi), Peta
Erodibilitas Digital Kabupaten Brebes skala 1 : 50.000, Peta Rupa Bumi Kecamatan Salem
Kabupaten Brebes Skala 1:50.000 (SUMBER BIG)
Pengamatan Lapangan
Pendataan dilakukan untuk mendapatkan informasi awal mengenai lokasi seperti
teknik olah tanah, penggunaan pupuk dan pestisida. Hasil pendataan dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang kondisi wilayah serta keberadaan gejala penyakit
di lahan pengamatan. Survey dilakukan di lahan tanaman kopi varietas robusta milik Pak
Witoyo selaku petani kopi di Desa Dompyong Kecamatan Bendungan Kabupaten
Trenggalek.
Plumula Volume 7 No. 2 Juli 2019 ISSN : 2089 – 8010 (cetak) ISSN : 2614-0233 (online)
75
Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari beberapa proses untuk mendapatkan
parameter-parameter penyebab tanah longsor. Peta Erodibilitas, geologi dan tutupan lahan
berupa shapefile dilakukan clip pada daerah penelitian.
Pengolahan curah hujan dilakukan dengan membuat poligon Thiessen dari 9 stasiun
penakar curah hujan di daerah penelitian. Metode Thiessen merupakan metode yang
ditentukan dengan cara membuat poligon antar stasiun pada suatu wilayah. Setelah area
ditentukan kemudian menghitung curah hujan tahunan dari data tabular curah hujan harian
terbaru.
Pengolahan Foto Udara dari Google Earth dilakukan klasifikasi unsupervised yang
dikelaskan menjadi 6 kelas tutupan lahan yaitu hutan, sawah, semak, pemukiman, kebun
dan tanah kosong. Kemudian hasil klasifikasi dilakukan uji ketelitian dengan keadaan
dilapangan. Pengolahan DEMNAS dilakukan untuk mendapatkan kemiringan lereng,
DEMNAS diekstrak menjadi kontur dan kemiringan. Kemiringan DEMNAS dikelaskan
menjadi 5 kelas.Kemiringan ekstraksi DEMNAS data berupa raster karena itu harus diubah
menjadi data shapefile dengan cara reclassify untuk mendapatkan info table kemiringan
kemudian dilakukan convert raster to polygon.
Setelah diperoleh parameter – parameter tanah longsor kemudian dilakukan pemberian
skor pada masing-masing kelas dan bobot pada masing-masing parameter kemudian
dioverlaykan.Analisa daerah potensi rawan longsor didasarkan pada nilai total skor pada
masing-masing area.
Penetapan tingkat kerawanan kawasan longsor di daerah penelitian didasarkan
kepada model pendugaan kawasan rawan tanah longsor oleh Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi/DVMBG (2004) dengan modifikasi. Kelas Indeks = (30 % x faktor
kelas curah hujan) + (20% x geologi) + (20 % x faktor kelasErodibilitas) + (15% x
penggunaan lahan) + (15 % x faktor kelas lereng)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Curah Hujan Sebagai Pemicu Longsor
Data curah hujan diambil dari Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air dan Tata Ruang
Kabupaten Brebes. Data diambil dari 3 stasiun klimatologi Pemali Hulu, Pemali Hilir, dan
Pemali Malahayu. Pengolahan Data Curah Hujan menggunakan ArcMap 10.2 menggunakan
metode Thiessen. Curah Hujan di Kecamatan Salem berkisar antara 2.884 mm/th sampai
Isbakhul Lail, Bakti Wisnu Widjajani, Kemal Wijaya. Identifikasi Potensi Longsor Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes
76
dengan 5973 mm/tahun. Berikut merupakan table curah hujan di tiga satsiun sebagai dasar
penentuan polygon Thiessen. Peta Curah Hujan Sebagai Berikut :
Gambar 1. Peta Curah Hujan
Terlihat bahwa di kecamatan salem memiliki kelas curah hujan 5 dibagian utara.
Sebagian bercurah hujan 5873 mm/th dan sebagian lagi 4838 mm/th. Dengan adanya curah
hujan yang tinggi kecamatan salem berpotensi untuk terjadi longsor.
Kemiringan Lereng Terhadap Longsor
Data DEMNAS (Digital Elevation Model Nasional) yang didapat dari Badan Informasi
Geospasial (BIG) diolah menggunakan ArcMap 10.2. Dari data DEMNAS tersebut akan
muncul nilai kemiringan lereng yang akan dikelaskan menjadi 5 kelas yaitu < 8 %, 8 – 15 %,
15 – 25 %, 25-45 % dan > 45 %. Berikut ini adalah Peta sebaran kemiringan lereng pada
kecamatan Salem :
Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng
Plumula Volume 7 No. 2 Juli 2019 ISSN : 2089 – 8010 (cetak) ISSN : 2614-0233 (online)
77
Gambar 2. Peta Kemirngan Lereng Berdasarkan Peta sebaran kemiringan lereng
terlihat warna merah yang mendominasi menunjukan kemiringan lereng > 45 % berada
pada desa Bentarsari, Ciputih dan Citimbang. Warna Kuning yang mengindikasikan
kemiringan lereng 15-25% berada pada desa Gunungjaya, Gunungtajem dan Banjaran.
Sedangkan Warna Hijau yang menunjukan kemiringan lereng < 8 % berada pada desa
Pabuaran, Bentar, Salem, dan Indrajaya. Kemiringan Lereng secara nyata dapat dilihat pada
gambar 3 dimensi berikut ini :
Gambar 3. Peta Tiga Dimensi
Terlihat pada gambar tersebut dibagian pojok kanan atas kemiringan lereng yang curam
yaitu pada kemiringan > 45 %, hal ini menyebabkan faktor kedua longsor setelah curah
hujan. Pada saat huja tinggi, lereng yang begitu miring menyebabkan tanah bergerak kearah
bawah yang menyebabkan longsor itu terjadi. Kemiringan lereng ini juga dapat
menyebabkan Longsor bertipe aliran rombakan karena limpasan yg berasal dari atas akan
mengalir kebawah membawa material seperti batu, tanah, kerikil serta beberapa batang
tanaman sehingga dapat membunuh manusia dengan seketika.
Erodibiltas Tanah
Kemampuan tanah menahan erosi atau disebut dengan erodibilitas merupakan salah
satu penyebab terjadinya longsor dari beberapa parameter. Nilai erodibilitas diukur
menggunakan nomograf sehingga muncul nilai-nilai erodibilitas pada wilayah tertentu.
Faktor utama yang mempengaruhi nilai erodibilitas meliputi Permeabilitas, Tekstur Tanah,
Bahan Organik, dan Struktur Tanah. Untuk lebih jelasnya berikut peta sebaran erodibilitas di
kecamatan salem :
Isbakhul Lail, Bakti Wisnu Widjajani, Kemal Wijaya. Identifikasi Potensi Longsor Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes
78
Gambar 4. Peta Erodibilitas
Terlihat dari peta erodibilitas tanah yang tergolong kurang peka terdapat pada desa
windusakti, gunungtajem, gunungjaya, indrajaya, salem, pabuaran, dan ganggawang.
Erodibilitas yang tergolong peka terdapat di dua desa yaitu gununglarang dan gunung sugih.
Erodibilitas sangat tinggi masuk dalam desa banjaran, citimbang, kadumanis, gandoang,
ciputih, bentarsari, bentar, pasir panjang, wanoja, tembongraja, capar dan winduasri.
Erodibilitas akan berpengaruh terhadap mudah tidaknya tanah terhadap erosi.
Struktur Geologi
Gambar 5. Peta Geologi
Berdasarkan Informasi dari Badan geologi yang tertuang dalam peta geologi terdapat
kelas litosfer yaitu sedimen klastik dan sedimen non klastik. Serta kelas vulkanik intrusive
dan ekstrusif. Pada kecamatan salem terdapat struktur geologi berbahan sedimen klastik
Plumula Volume 7 No. 2 Juli 2019 ISSN : 2089 – 8010 (cetak) ISSN : 2614-0233 (online)
79
dan batuan beku ekstrusif intermediet seperti contoh pada desa ganggaang yang sebagian
besar merupakan batuan ekstrusif/vulkanik. Batuan sedimen klastik memiliki nilai skor 4 dan
vulkanik ekstrusif memiliki nilai skor 5. Yang artinya cukup dalam menyebabkan potensi
longsor.
Tutupan Lahan
Tutupan lahan atau tata guna lahan adalah hasil dari budaya manusia. Beberapa
diantaranya yaitu pemukiman, jalan, sawah, dan sebagainya. Data ini didapatkan dari Peta
Rupabumi Indonesia Kecamtan Salem yang dijadikan faktor penyebab. Berikut merupakan
Peta Sebaran Penggunaan Lahan :
Gambar 6. Peta Tutupan Lahan
Berdasarkan Peta diatas, terlihat banyaknya wilayah perkebunan dan sawah irigasi
yang mendominasi dengan warna kuning. Setelah itu wilayah campuran semak dengan
warna hijau cerah. kemudian kawasan industri dan pemukiman dengan warna oren. Wilayah
kec. Salem. Gambaran umum kondisi sebenarnya dapat dilihat melalui citra spot 6 sebagai
berikut :
Isbakhul Lail, Bakti Wisnu Widjajani, Kemal Wijaya. Identifikasi Potensi Longsor Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes
80
Ha
Gambar 7. Peta Citra Spot 6 2018
Daerah Rawan Longsor
Berdasarkan daerah yang masuk pada kategori kawasan rendah bencana longsor yaitu
desa salem dengan luas 1.193 ha dan diikuti desa indrajaya dengan luas 828 ha.
Sedangkan untuk kategori kawasan sedang longsor yang paling tinggi adalah desa
Citimbang dengan luas 893 ha diikuti dengan desa Wanoja 708,37 ha. Kemudian daerah
tinggi rawan longsor yaitu desa Ciputih dengan luas 943 Ha diikuti desa Wanoja dengan
luas 684 ha. Berikut grafik daerah rawan longsor kec. Salem kab. Brebes :
Gambar 8. Grafik Luas Daerah Longsor
Plumula Volume 7 No. 2 Juli 2019 ISSN : 2089 – 8010 (cetak) ISSN : 2614-0233 (online)
81
Agar lebih jelas dapat dilihat peta rawan bencana longsor sebagai berikut :
Gambar 9. Peta Rawan Longsor
Berdasarkan peta rawan logngsor diatas, terlihat warna merah mengindikasikan daerah
rawan longsor tinggi. Warna kuning mengindikasikan potensi longsor tingkat sedang dan
warna hijau mengindikasikan potensi longsor berstatus rendah. Daerah yang memiliki rawan
longsor tinggi disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah curah hujan.
Curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan daerah tersebut berpotensi untuk longsor
dengan cukup tinggi. Berikut hubungan antar curah hujan dengan nilai longsor di kecamatan
Salem :
Menurut (Lee, 2017) peningkatan volume curah hujan sebesar 22,61 % akan
meningkatkan area longsor sebesar 31,86 %. Luas longsoran desa pasir panjang 24
Hektare atau 240.000 m3. Jika kenaikan curah hujan menjadi 4189 mm/tahun maka luas
diprediksi meluas sebesar 76.464 m3. Dengan demikian curah hujan yang tinggi dapat
memicu adanya perluasan area longsor.
Menurut (Arham, 2017) Intensitas hujan akan berkorelasi atau berhubungan dengan
indeks erosi. Semakin tinggi curah hujan akan meningkatkan indeks erosi. Dari pernyataan
tersebut dapat dilihat bahwa Curah Hujan di kecamatan Salem yang tergolong tinggi akan
berindeks erosi yang tinggi pula. Tingginya Indeks erosi akan mengakibatkan terjadinya
erosi yang tinggi, sehingga kehilangan tanah akan terjadi. Terlihat pada curah hujan memiliki
determinasi 88 %, hal ini termasuk kedalam kategori cukup besar pengaruhnya terhadap
potensi longsor. Selain Curah hujan, faktor lain yaitu Kemiringan Lereng. Hubungan
Kemiringan lereng bisa dilihat pada gambar berikut :
Isbakhul Lail, Bakti Wisnu Widjajani, Kemal Wijaya. Identifikasi Potensi Longsor Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes
82
Gambar 10. Grafik Kemiringan Lereng
Menurut (Dong, 2015) kemiringan lereng 46 % dapat membawa 0.7 Kg sedimen,
kemiringan 26 % membawa 0.4 Kg sedimen, kemiringan 8 % membawa 0.3 Kg sedimen.
Kemiringan lereng 57 % dapat menyebabkan limpasan permukaan sebesar 29 mm,
kemiringan 17 % dapat menyebabkan limpasan permukaan sebesar 25 mm (Zhu dan Zhu,
2014). Dengan demikian kemiringan lereng dapat menyebabkan limpasan permukaan yang
dapat menyebabkan gerakan tanah. Gerakan tanah ini diduga bertipe aliran rombakan
karena terjadi limpasan permukaan yang cukup dalam. Kemiringan lereng berpengaruh 29
% pada peningkatan potensi longsor, hal ini memungkinkan terjadi peningkatan potensi
longsor akibat kemiringan lerengn yang terjal.
Erodibilitas merupakan mudah tidaknya tanah tererosi, erodibilitas dipengaruhi oleh
empat faktor yaitu tekstur, bahan organik, struktur dan permeabilitas.. Erodibilitas di kec.
Salem memiliki peranan yang sangat besar. Erodibiltas diseluruh wilayah menunjukan nilai
kurang peka sampai sangat peka.
Hubungan keduanya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Gambar 11. Grafik Erodibilitas Longsor
Plumula Volume 7 No. 2 Juli 2019 ISSN : 2089 – 8010 (cetak) ISSN : 2614-0233 (online)
83
Berdasarkan grafik diatas erodibilitas mempunyai nilai determinasi sebesar 0.35 artinya
erodibilitas berpengaruh 35 % terhadap gerakan tanah. Adanya erodibilitas yang tinggi ini
menyebabkan tanah sangat peka terhadap erosi yang akan berdampak pada limpasan
permukaan. Erosi disebabkan adanya limpasan permukaan akibat permeabilitas yang
sangat lambat seingga limpasan permukaan terjadi.
Berdasarkan beberapa faktor diatas, daerah rawan longsor tertinggi berada di desa
ciputih seluas 943 ha dan wanoja dengan luas 684 ha, daerah berkawasan sedang longsor
berada di desa citimbang seluas 893 ha dan wanoja seluas 708,37 ha. Sedangkan daerah
rendah longsor berada di desa Salem seluas 1193 ha. Faktor yang berpengaruh paling
besar yaitu erodibilitas 88,84 %, hujan 88,42 %, kemiringan 10 % dan tutupan lahan sebesar
68 %. Sedangkan untuk geologi berpengaruh secara signifikan sebesar 81 %.
Upaya Mitigasi Tanah Longsor berdasarkan BNPB
Upaya mitigasi atau pencegahan yang dapat dilakukan dibagi menjadi 3 fase yaitu :
Prabencana
a. Mengurangi tingkat keterjalan lereng permukaan maupun air tanah. (Perhatikan
fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindari air meresap
ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase
harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
b. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.
c. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan fasilitas
utama lainnya.
d. Terasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras - teras dijaga
jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah).
e. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam
yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau
sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan
tanaman yang lebih pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput).
Saat Bencana
a. Segera evakuasi untuk menjauhi suara gemuruh atau arah datangnya longsoran
b. Apabila mendengar suara sirine peringatan longsor, segera evakuasi ke arah zona
evakuasi yang telah ditentukan. (Beberapa wilayah di Indonesia telah terpasang
Sistem Peringatan Dini Longsor)
Isbakhul Lail, Bakti Wisnu Widjajani, Kemal Wijaya. Identifikasi Potensi Longsor Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes
84
Pasca Bencana
a. Hindari wilayah longsor karena kondisi tanah yang labil
b. Apabila hujan turun setelah longsor terjadi, antisipasi longsor susulan (BNPB, 2017)
KESIMPULAN
Aplikasi Sistem Informasi Geografis dapat memberikan gambaran dalam bentuk peta
tentang identifikasi potensi longsor di kecamatan Salem Kabupaten Brebes. Berdasarkan
hasil analisa menggunakan sistem informasi geografis, daerah rawan longsor tertinggi
berada di desa ciputih seluas 943 ha dan wanoja dengan luas 684 ha, daerah berkawasan
sedang longsor berada di desa citimbang seluas 893 ha dan wanoja seluas 708,37 ha.
Sedangkan daerah rendah longsor berada di desa Salem seluas 1193 ha. Faktor yang
berpengaruh paling besar yaitu erodibilitas 88.84 %, hujan 88,42 %, kemiringan 10 % dan
tutupan lahan sebesar 68 %. Sedangkan untuk geologi berpengaruh secara signifikan
sebesar 81 %.
Saran
Melakukan rekayasa teknik bangunan untuk menahan kekuatan getaran, dengan
memperkuat struktur bangunan pada wilayah yang diketahui rentan terhadap gerakan tanah.
Membatasi perkembangan penduduk pada wilayah rawan longsor terutama pada wilayah
dengan kemiringan 45 % yang diketahui dapat mengakibatkan bahaya longsor serta
stabilitasi lereng melalui reboisasi dengan tanaman keras.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Laporan Singkat Hasil Pemeriksaan Bencana Gerakan Tanah di Kabupaten Sumedang, Sumedang, DVMBG.
Arham. 2017. Pengaruh Hubungan Intensitas Curah Hujan Dan Kemiringan Lahan Terhadap Laju Erosi, Makassar, UNHAS PRESS.
Arnoldus HMJ. 1997. Methodology Used to Determine The Maximum Potential Average Annual Loss Due to Sheet and Rill Erosion In Morocco. FAO Soil Bulletin No. 34:39:48
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air, Bogor, IPB Press. Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah
Tunggal Menggunakan SIG. Ilmu Tanah Dan Lingkungan, 2:7-16.
BNPB. 2013. Indeks Risiko Bencana Indonesia 2013. SENTUL: Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan. Retrieved from http://inarisk.bnpb.go.id/irbi
BNPB. 2017. Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana, Jakarta, Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
BNPB. 2018. Info Bencana. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Dariah. 2002. Kepekaan Tanah Terhadap Erosi. In Balitanah (pp. 7–30). Bogor:
Balitbangtan. Darmawan. A, H. 2000. Pencegahan dan Penaggulanagan Longsoran Pada Ruas Jalan
Beton PC. IV PT. Badak NGL, Kaltim, Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral.
Plumula Volume 7 No. 2 Juli 2019 ISSN : 2089 – 8010 (cetak) ISSN : 2614-0233 (online)
85
Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air dan Tata Ruang Wilayah. (2018). Curah Hujan 2012- 2017. DPSATW.
Direktorat Geologi Tata Lingkungan. 1981. Gerakan Tanah di Indonesia, Jakarta,
Departemen Pertambangan dan Energi. Dong, et al. 2015. Effects of rye grass coverage on soil loss from loess slopes. International
Soil and Water Conservation Research, 3(3), 170–182.
https://doi.org/10.1016/j.iswcr.2015.05.006 DPUPR. 2007. Pedoman Tanah Longsor, Jakarta, Departemen Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang. DVMBG. 2005. Managemen Bencana Tanah Longsor. Retrieved from http://pikiran-
rakyat.com/cetak/2005/0305/22/0802.htm
DVMBG. 2016. Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah dengan menggunakan metode tidak langsung berdasarkan keputusan menteri esdm no. 1452/k/10/mem/2000, Surabaya, Jurnal ITS.
ESDM. 2010. Pengenalan Gerakan Tanah. BANDUNG: Vulkanologi Survey Indonesia. ESDM, M. C. (2018). Ini Penyebab Terjadinya Gerakan Tanah Longsor Di Brebes. Retrieved
from https://www.esdm.go.id/id/media-center/galeri-foto/menteri-esdm-meresmikan- website-dan-sosialisasi-media-sosial-kementerian-esdm
Indrasmoro, G. P. 2013. Geographic Information System (GIS) Untuk Deteksi Daerah Lee, C. 2017. Landslide trends under extreme climate events, 28(1), 33–42.
https://doi.org/10.3319/TAO.2016.05.28.01(CCA)1. Karnawati. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan, Yogyakarta, Jurnal UGM.
M.Taufik, N. H. 2005. Kajian Ketelitian Planimetris Citra Resolusi Tinggi Pada Google Earth Untuk Pembuatan Peta Dasar Skala 1: 10000 Kecamatan Banjar Timur Kota Banjarmasin, 1–8.
Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung.:
Informatika Bandung. Purwonegoro. 2005. Evaluasi Kawasan Lindung dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat
ETM dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di Wilayah Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur), Bogor, IPB Press.
Rawan Longsor Studi Kasus Di Kelurahan Karang Anyar Gunung Semarang. Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Semarang, Jurnal UDINUS.
Respati, Y.2015. Analisis GIS Terhadap Gerakan Tanah di Girimulyo, Kulonprogo, D.I. Yogyakarta, dan Kajian Faktor – Faktor Pengontrolnya.
RTRW. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes 2010-2030, Brebes,
DPSATR. Sadisun. 2008. Usaha Pemahaman terhadap Stabilitas Lereng dan Longsoran sebagai
Langkah Awal dalam Mitigasi Bencana Longsoran. Retrieved from http//:www.sadisun.enggeol.org/pdf/2005-Workshop- Longsoran-IAS.pdf.
SRC, T. 2018. Bencana Longsor Kabupaten Brebes. Bandung: Badan Informasi Geospasial. Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air, Yogyakarta, ANDI Yogyakarta.
Zhu, T. X., & Zhu, A. X. 2014. Journal of Hydrology : Regional Studies Assessment of soil erosion and conservation on agricultural sloping lands using plot data in the semi-arid hilly loess region of China.Journal of Hydrology:RegionalStudies,2,69–83. https://doi.org/10.1016/j.ejrh.2014.08.006