i. pendahuluan a. latar belakang...hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena...

73
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah serta didukung oleh partisipasi masyarakatnya (Mardikanto, 1996). Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian, selain itu sektor pertanian juga berperan dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi manusia. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan pada kebutuhan pangan, untuk itu diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi, diantaranya varietas unggul yang sebagian diantaranya telah dikembangkan oleh petani. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, badan LITBANG Pertanian juga telah menghasilkan dan mengempangkan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas padi dan efisiensi input produksi Salah satu upaya dalam peningkatan produksi pangan adalah dengan menerapkan pola Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Pada dasarnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metode/strategi, bahkan filosofi bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman, tanah, air dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara terpadu dan berkelanjutan. Melalui usaha tersebut diharapkan kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, pendapatan petani padi dapat ditingkatkan serta usaha 1

Upload: vuongtu

Post on 15-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk

melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan

ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga

masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah serta

didukung oleh partisipasi masyarakatnya (Mardikanto, 1996). Sektor pertanian

mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian, selain itu sektor

pertanian juga berperan dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi manusia.

Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan

peningkatan pada kebutuhan pangan, untuk itu diperlukan suatu upaya untuk

meningkatkan produktivitas tanaman pangan.

Badan Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) pertanian telah

menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan

produktivitas padi, diantaranya varietas unggul yang sebagian diantaranya

telah dikembangkan oleh petani. Sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, badan LITBANG Pertanian juga telah

menghasilkan dan mengempangkan pendekatan Pengelolaan Tanaman

Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas padi dan

efisiensi input produksi

Salah satu upaya dalam peningkatan produksi pangan adalah dengan

menerapkan pola Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pengelolaan tanaman

terpadu (PTT) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan

efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya

alam secara bijak. Pada dasarnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT)

bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metode/strategi,

bahkan filosofi bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman,

tanah, air dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara terpadu

dan berkelanjutan. Melalui usaha tersebut diharapkan kebutuhan beras

nasional dapat dipenuhi, pendapatan petani padi dapat ditingkatkan serta usaha

1

2

pertanian padi dapat terlanjutkan (BPP Sukoharjo, 2008). Tujuan dari sistem

ini adalah untuk meningkatkan produktivitas padi secara berkelanjutan, dan

efisiensi produksi dengan memperhatikan sumber daya yang ada, kemampuan

dan kemauan petani.

Pelaksanaan SL-PTT menggunakan sarana kelompok tani yang sudah

terbentuk dan masih aktif. Kelompok tani yang dimaksud adalah kelompok

tani yang dibentuk berdasarkan domisili atau hamparan, diusahakan yang

lokasi lahan usahataninya masih dalam satu hamparan. Hal ini perlu untuk

mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu

sama lainnya dan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi SL-PTT

sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru oleh petani lainnya.

Peranan masyarakat dalam kegiatan SL-PTT sangatlah diperlukan, tanpa

ada partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut maka program tersebut

tidak akan berjalan. Adapun fasilitas dalam SL-PTT berupa benih unggul,

pupuk organik, pupuk anorganik serta bacteri chorin. Dalam pelaksanaan SL-

PTT di Kecamatan Plupuh masih memiliki kendala. Dalam penelitian awal

yang dilakukan oleh peneliti kendala yang dihadapi yaitu tidak semua petani

mampu menerapkan sistem jajar legowo yang merupakan salah satu

komponen teknologi dalam PTT untuk itu diperlukan kajian yang mendalam

mengenai partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT.

B. Perumusan Masalah

SL-PTT adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajar-mengajarnya

dilakukan di lapangan. Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan

penyebaran teknologi PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian

berlangsung difusi secara alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani

disekitarnya. Petani peserta SL-PTT diberi kebebasan memfokuskan ide,

rencana dan keputusan bagi usahataninya sendiri. Mereka dilatih agar mampu

membentuk dan menggerakkan kelompok tani dalam alih teknologi kepada

petani lain. Melalui SL-PTT, petani diharapkan terpanggil dan bertanggung

jawab untuk bersama-sama meningkatkan produksi padi dalam mewujudkan

swasembada beras. Materi pendidikan yang di berikan dalam SL-PTT

3

mencakup aspek yang diperlukan oleh kelompok tani. Ada tiga aspek yang

perlu diperhatikan dalam penyampaian materi antara lain: pertama adalah

aspek teknologi: ketrampilan dan pengetahuan, dalam SL-PTT, petani

diberikan berbagai ketrampilan dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk

menjadi manager dilahan usahataninya sendiri seperti analisis ambang

ekonomi hama dan penyakit tanaman, analisis perubahan iklim, analisis

kecukupan hara bagi tanaman dan efisiensi penggunaan air dengan sistem

pengairan berselang; kedua aspek hubungan antar petani : interaksi dan

komunikasi, SL-PTT mendorong petani untuk dapat bekerja sama, melakukan

analisis secara bersama-sama, diskusi dan berkomunikasi dengan santun

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang lain; ketiga adalah

aspek pengelolaan: manajer dilahan usahatani sendiri, dalam SL-PTT, petani

peserta didorong untuk pandai menganalisis masalah yang dihadapi dan

membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi

masalah tersebut.

Adanya program pengelolaan tanaman terpadu diharapkan mampu

meningkatkan produktivitas padi serta mampu meningkatkan pendapatan

petani. Demi kesuksesan program tersebut diperlukan partisipasi dari para

petani agar kegiatan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Akan

tetapi, kegiatan ini juga mempunyai kendala seperti kurangnya kesadaran dari

beberapa petani untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan SL-PTT baik secara konsep maupun praktek?

2. Bagaimana karakteristik petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan

Plupuh Kabupaten Sragen?

3. Bagaimana partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan

Plupuh Kabupaten Sragen?

4. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dan pendorong petani untuk

berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT?

4

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pelaksanaan SL-PTT baik secara konsep maupun paraktek

2. Mengkaji karakteristik petani peserta SL-PTT di Kecamatan Plupuh

Kabupaten Sragen

3. Mengkaji partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh

Kabupaten Sragen.

4. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dan pendorong petani

untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan mengenai kegiatan sekolah

lapang langsung dari lapangan.

2. Bagi Badan Pelaksana Penyuluhan (BPP) dan instansi terkait lainnya,

sebagai masukan dalam menyusun program kerja yang lebih baik.

3. Bagi peneliti lain, sebagai pembanding dalam melakukan penelitian

sejenis.

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Pertanian

Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk

melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan

ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga

masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah dan

ddukung oleh partisipasi masyarakatnya, dengan menggunakan teknologi

yang terpilih (Mardikanto, 1996).

Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses yang

ditujukan untuk selalu menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap

konsumen, yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas

usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk

5

memperbesar turut campur-tangannya manusia di dalam perkembangan

tumbuhan dan hewan (Hadisapoetro, 1973).

Pembangunan pertanian adalah pembangunan sektor pertanian atau

pembangunan usahatani, yang selalu mengacu kepada selalu tercapainya

kenaikan produktivitas dan penerimaan usahatani untuk jangka waktu

yang tidak terbatas, secara berkelanjutan lestari (Mardikato, 2007).

2. Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi petani dan

keluarganya serta pelaku usaha pertanian lainnya agar mereka mau dan

mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses

informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai

upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan

kesejahteraannya (Departemen Pertanian, 2005).

Penyuluhan, menurut Van Den Ban (1999), diartikan sebagai

keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara

sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga

bisa membuat keputusan yang benar. Pendidikan penyuluhan adalah ilmu

yang berorientasi keputusan tetapi juga berlaku pada ilmu sosial

berorientasi pada kesimpulan. Ilmu ini mendukung keputusan strategi

yang harus diambil dalam organisasi penyuluhan. Penyuluhan juga dapat

menjadi sarana kebijaksanaan yang efektif untuk mendorong

pembangunan pertanian dalam situasi petani tidak mampu mencapai

tujuannya karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Sebagai sarana

kebijakan, hanya jika sejalan dengan kepentingan pemerintah atau

organisasi yang mendanai jasa penyuluhan guna mencapai tujuan petani.

Penyuluhan pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk

mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan

mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalahnya sendiri

dalam usaha atau kegiatan-kegiatan meningkatkan hasil usahanya dan

tingkat kehidupannya (Kartasapoetra, 1994).

5

6

“Extension work is an out-school system of education in which adults and young people learn by doing. It is a partnership between the goverment, the land-grant colleges, and the people, which provides service and education designed to meet the needs of the people. Its fundamental objective is the development of the people” (Kelsey and Cannon, 1955).

Penyuluhan adalah sistem pendidikan luar sekolah di mana orang

dewasa dan pemuda belajar dengan mengerjakan. Penyuluhan adalah

hubungan kemitraan antara pemeritah, tuan tanah, dan masyarakat, yang

menyediakan pelayanan dan pendidikan terencana untuk menemukan

kebutuhan masyarakat. Tujuan utamanya adalah kemajuan masyarakat

(Kelsey and Cannon, 1955).

Penyuluhan pertanian adalah proses penyebarluasan informasi yang

berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusaha tani

demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan

perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang diupayakan melalui

kegiatan pembangunan pertanian (Mardikanto, 1993).

Wiriaatmadja (1986) dalam Basriansyah (2009) mengartikan

penyuluhan pertanian adalah suatu system pendidikan luar sekolah untuk

keluarga-keluarga tani dipedesaan, dimana merkea belajar sambil berbuat

untuk menjadi mau, tahu dan bias menyelesaikan sendiri masalah-masalah

yang dihadinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi

penyuluahan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan yang cara,

bahan dana sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan dan

kepentingan baik dari sasaran, waktu maupun tempat. Karena sifatnya

yang demikian maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal

The Food and Agriculture Organization of the United Nations Maunder (1972) in Hawkins et all (1982) has defined agricultural extention as : “an informal out-of-school educational service for training and influencing farmers (and their families) to adopt improved practices in crop and livestock production, management, conservation and marketing. Concern is not only with teaching and securing adoption of a particular improved parctice, but whit changing with outlook of the farmer to the point where he will

7

receptive to, and on his own initiative continuously seek, means of improving his farm business and home”.

Penyuluhan pertanian adalah suatu pendidikan informal yang

menyediakan jasa untuk pelatihan dan mempengaruhi petani (dan

keluarganya) untuk memperbaiki hasil dan produksi ternak, pengelolaan,

penyimpanan dan pemasaran. Perhatian utamanya tidak hanya dengan

mengajar dan pengawasan adopsi dari fakta-fakta, melainkan dengan

harapan adanya perubahan langsung dari petani dimana dia akan menerima

dan secara inisiatif pribadi untuk terus mencari untuk meningkatkan bisnis

di bidang pertanian.

Soeharto (2005) dalam Kartono (2008) mengatakan bahwa

penyuluhan pertanian merupakan bagian dari sistem pembangunan

pertanian yang merupakan sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan

non formal) bagi petani beserta keluarganya dan anggota masyarakat

lainnya yang terlibat dalam pembangunan pertanian, dengan demikian

penyuluhan pertanian adalah suatu upaya untuk terciptanya iklim yang

kondusif guna membantu petani beserta keluarga agar dapat berkembang

menjadi dinamis serta mampu untuk memperbaiki kehidupan dan

penghidupannya dengan kekuatan sendiri dan pada akhirnya mampu

menolong dirinya sendiri. Selanjutkan dikatakan oleh Salim (2005) dalam

Kartono (2008), bahwa penyuluhan pertanian adalah upaya pemberdayaan

petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui

kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian, agar mampu

menolong dirinya sendiri baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik,

sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat

dicapai.

“Extension is an educational process for bringing about the maximum number of desirable changes among the people, which involves both learning & teaching & needs some tools or methods commonly known as extension-teaching methods” (Krishiworld, 2010).

Penyuluhan adalah suatu proses pendidikan untuk menghasilkan

jumlah perubahan yang besar yang diinginkan yang melibatkan proses

8

belajar dan mengajar dan membutuhkan alat dan metoda yang biasa

dikenal sebagai metode mengajar penyuluhan.

Dalam perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan pertanian harus

mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka

pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih

terarah dalam aktivitas usaha tani dipedesaan, perubahan-perubahan itu

menyangkut tingkat pengetahuan, kecakapan atau kemampuan sikap dan

motif tindakan petani.

a. Perubahan tingkat pengetahuan, meliputi perubahan-perubahan dari apa

yang mereka sekarang telah mengetahuinya, sehingga tadinya bersifat

kurang menguntungkan menjadi sesuatu yang lebih baik dan lebih

menguntungkan.

b. Perubahan tingkat kecakapan atau kemampuan, meliputi perubahan-

perubahan dalam hal kecakapan/kemampuan berpikir, apa yang pada

mulanya kurang mendapat perhatian, tidak memberi gambaran-

gambaran akan adanya hal-hal yang meguntungkan, belum terpikrkan

dan tergambarkan daya dan cipta ketrampilan yang lebih efektif dan

efisien, kini telah berubah menjadi cakap/mampu memperhatikannya,

menggambarkan dan melaksanakan cara-cara dan ketrampilan yang

lebih berdaya guna dan berhasil guna.

c. Perubahan sikap, meliputi perubahan-perubahan dalam perilaku dan

perasaan yang didukung oleh adanya peningkatan kecakapan,

kemampuan dan pemikiran.

d. Perubahan motif, meliputi perubahan-perubahan terhadap apa yang

biasanya dan sebenarnya mereka kerjakan yang kurang menguntungkan

sehingga menjadi perlakuan-perlakuan yang lebih menguntungkan yang

didukung oleh keyakinan dan daya pemikirannya yang telah meningkat.

Tujuan penyuluhan jangka panjang yaitu agar tercapai peningkatan taraf

hidup masyarakat petani, mencapai kesejahtreaan hidup lebih terjamin.

Tujuan ini hanya dapat tercapai apabila para petani dalam masyarakat itu,

9

pada umumnya telah melakukan “better farming, better business dan

better living” yang artinya:

a. Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya

dengan cara-cara yang lebih baik.

b. Better business, berusaha yang lebih menguntungkan, misalnya

menjauhi para pengijon, para lintah darat dan sebagainya.

c. Better living, menghemat, tidak berfoya-foya setelah melangsungkan

panenan, menabung, bekerjasama memperbaiki higiene lingkungan,

mendirikan industri-industri rumah dengan mengikutsertakan

keluarganya guna mengisi kekosongan waktu menunggu panenan.

(Kartasapoetra, 1994).

3. Partisipasi

Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam sesuatu yang

ditawarkan. Tindakan petani untuk berpartisipasi tidak lepas dari

kemampuan diri serta perhitungan untung dan rugi. Dalam keadaan yang

sewajarnya petani tidak akan melakukan hal-hal diluar kemampuannya

atau yang merugikan dirinya. Kemampuan petani berkaitan dengan situasi

lingkungan serta keadaan yang melekat pada dirinya

(Warsito, dalam Supadi, 2008).

Petani merupakan subyek utama yang menentukan produktivitas

usahatani yang dikelolanya. Secara naluri petani menginginkan

usahataninya memberikan manfaat tertinggi dari sumberdaya yang

dikelola. Produktivitas sumber daya usahatani bergantung pada teknologi

yang diterapkan. Oleh karena itu kemampuan dan kemauan petani

mengadopsi teknologi budidaya anjuran merupakan syarat mutlak

tercapainya upaya pengembangan pertanian di suatu daerah (Supadi, 2008)

Upholf (1992) dalam Krisnanto (2007) mengartikan partisipasi

sebagai gerakan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan

keputusan, dalam pelaksanaan kegiatan, ikut menikmati hasil dari kegiatan

tersebut, dan ikut serta dalam mengevaluasinya. Konsep partisipasi

masyarakat dalam pembangunan sudah mulai dikenalkan oleh pemerintah

10

sejak awal tahun 1980-an melalui istilah pemberdayaan masyarakat.

Masyarakat diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam membangun serta

menjaga lingkungan dimana mereka berada. Sedangkan Bank Dunia

(1994) dalam Krisnanto (2007) mengartikan partisipasi sebagai suatu

proses dimana sebagai pelaku (stakeholders) dapat mempengaruhi serta

membagi wewenang dalam menentukan inisiatif-inisiatif pebangunan,

keputusan serta pengalokasian berbagai sumber daya yang berpengaruh

terhadap mereka.

Mubyarto (1984) dalam Ndraha (1990) mendefinisikan partisipasi

sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnyansetiap program sesuai

kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri

sendiri.

Participation is simply a process of taking part in different spheres of societal life: political, economic, social, cultural and others (Sidorenko, 2010).

Partisipasi adalah suatu proses yang sederhana dari pengambilan

bagian didalam suatu lapisan sosial masyarakat yang berbeda : politik,

ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.

Cleaver dalam Cooke dan Kothari (2002) dalam Atmoko (2010)

mengatakan bahwa partisipasi adalah sebuah instrumen atau alat untuk

mencapai hasil dan dampak program/kebijakan yang lebih baik, sedangkan

dalam argumen demokratisasi dan pemberdayaan, partisipasi adalah

sebuah proses untuk meningkatkan kapasitas individu-individu, sehingga

menghasilkan sebuah perubahan yang positif bagi kehidupan mereka.

Dussel (1981) dalam Mardikanto (2009) membedakan adanya

beberapa jenjang kesukarelaan masyarakat untuk berpartisipasi yaitu :

a. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi

intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinan sendiri.

b. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi

oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan)

dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebiasaan penuh

untuk berpartisipasi

11

c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh

karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga

masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk

mematuhikebiasaan, nilai-nilai atau norma-norma yang dianut oleh

masyarakat setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih

atau dikucilkan masyarakatnya.

d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peran serta yang

dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita

kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang

dilaksanakan.

e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan

karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan

yang sudah diberlakukan.

Margono Slamet (1985) dalam Mardikanto (1988) menyatakan

bahwa tumbuh dan berkem-bangnya partisipasi masyarakat dalam

pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu: adanya

kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi,

adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi, adanya kemampuan

masyarakat untuk berpartisipasi.

a. Kesempatan Untuk Berpartisipasi

Dalam kenyataan, banyak program pembangunan yang kurang

memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang

diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak, juga

sering dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada

masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau

dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang dimaksud

disini adalah :

1) Kemauan politik dari penguasa atau pemerintah untuk melibatkan

masyarakat dalam pembangunan, baik dalam pengambilan

keputusan sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi,

12

pemeliharaan dan pemanfaatan hasil pembangunan sejak ditingkat

pusat sampai jajaran yang paling bawah.

2) Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan.

3) Kesempatan untuk memanfaatkan dan memobilisasi sumber daya.

4) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat

guna.

5) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan

menggunakan peraturan, perijinan dan prosedur kegiatan yang harus

dilaksanakan.

6) Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu

menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta

memelihara partisipasi masyarakat.

b. Kemampuan Untuk Berpartisipasi

Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan atau

ditumbuhkan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat akan tidak

berarti bila masyarakatnya tidak mempunyai kemampuan untuk

berpartisipasi. Yang dimaksud dengan kemampuan adalah :

1) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-

kesempatan untuk membangun atau pengetahuan tentang peluang

untuk membangun.

2) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki.

3) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan

menggunakan sumber daya dan kesempatan lain yang tersedia

secara optimal.

c. Kemauan Untuk Berpartisipasi

Kesempatan dan kemampuan yang cukup juga belum merupakan

jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika

mereka sendiri tidak mempunyai kemauan untuk membangun. Kemauan

ditentukan oleh sikap mental yang mereka miliki, yang menyangkut :

13

1) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat

pembangunan

2) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada

umumnya.

3) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat

puas diri.

4) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah dan

tercapainya tujuan pembangunan

5) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk

memperbaiki mutu hidupnya.

Partisipasi tidak terjadi begitu saja, tetapi harus diniatkan.

Seseorang harus mengurus prosesnya selama beberapa waktu, dan

memperbolehkan yang lain untuk ikut terlibat dalam pengontrolan. Proses

ini dijelaskan dalam 4 fase: Permulaan - Persiapan - Partisipasi –

Keberlangsungan (Fleming, 2009).

Yadav (UNAPDI, 1980) dalam Mardikanto (2009) mengemukakan

tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi

masyarakat di dalam kegiatan pembangunan, yaitu :

a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan

melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak

berpartisipasi langsung di dalam paroses pengambilan keputusan

tentang program-program pembangunan di wilayah stempat atau di

tingkat lokal.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan diartikan

sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja,

uang tunai dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan

dengan manfaat yang akan diterima oleh masing-masing warga

masyarakat yang bersangkutan.

c. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi

14

Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan bukan saja agar

tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan

untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala

yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.

d. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan

unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan

adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga

pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping

itu, pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan

kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap

program pembangunan yang akan datang.

Bentuk partisipasi yang ditunjukkan masyarakat juga berkaitan

dengan kemauan politik (political will) penguasa untuk memberikan

kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, tentang hal ini

Dawam Raharjo (Mardikanto, 2009) mengemukakan adanya tiga variasi

bentuk partisipasi, yaitu :

a. Partisipasi terbatas, yaitu partisipasi yang hanya digerakkan untuk

kegiatan-kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan, tetapi

untuk kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan bagi

stabilitas nasional dan kalangan pembangunan diatasi.

b. Partisipasi penuh (full scale participation) artinya partisipasi seluas-

luasnya dalam segala aspek kegiatan pembangunan.

c. Mobilisasi tanpa partsipasi, artinya partisipasi yang dibangkitkan

pemerintah, tetapi masyarakat tidak sama sekali diberi kesempatan

untuk mempertimbangkan kepentingan pribadi dan tidak diberi

kesempatan untuk turut mengajukan tuntutan maupun mempengaruhi

jalannya kebijaksanaan pemerintah.

Bryant dan White (1982) dalam Ndraha (1990) mengemukakan

bahwa partisipasi masyarakat dapat digerakkan melalui :

15

a. Proyek pembangunan desa yang dirancang secara sederhana dan mudah

dikelola oleh masyarakat.

b. Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan

dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

c. Peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan.

Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam

pembangunan dapat diupayakan melalui :

a. Pemberian kesempatan yang dilandasi oleh pemahaman bahwa

masyarakat memiliki kemampuan dan kearifan tradisional kaitannya

dengan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya dan

bukannya pemberian kesempatan yang dilandasi oleh prasangka

burukagar mereka tidak melakukan pengrusakan

b. Penyuluhan yang intensif dan berkelanjutan, yang tidak saja berupa

penyampaian informasi tentang adanya kesempatan yang diberikan

kepada masyarakat, melainkan juga dibarengi dengan dorongan dan

harapan-harapan agar masyarakat mau berpartisipasi, serta upaya yang

terus menerus untuk meningkatkan kemampuannya untuk berpartisipasi

c. Berkaitan dengan dorongan dan harapan yang disampaikan, perlu

adanya penjelasan kepada masyarakat tentang besarnya manfaat

ekonomi maupun non ekonomi yang dapat secara langsung dan atau tak

langsung dinikmati sendiri maupun yang akan dinikmati generasi

mendatang. Dilain pihak, perlunya ada perubahan pemahaman, bahwa

pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pertanian

bukanlah biaya sosial (social cost) yang merupakan pemborosan, tetapi

merupakan investasi sosial (social investment) yang akan memberikan

manfaat untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

(Mardikanto, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain (1980) dalam

Ndraha (1990) berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk

berpartisipasi jika :

a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau

16

yang sudah ada ditengah-tengah masyarakat yang bersangkutan

b. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang

bersangkutan

c. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi

kepentingan masyarakat setempat

d. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan

oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka

tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan.

4. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan

inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani

melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan teknologi yang

sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh

petani serta bersifat spesifik lokasi (Departemen Pertanian, 2009).

Rahman and Nandeesha (2000) in Gaunt (2000) ICM technologies included the effects of balanced fertiliser, transplanting seedlings (earlier, fewer seedlings per hill and at a wider spacing) and IPM messages to reduce unnecessary use of pesticides

Teknologi pengelolaan tanaman terpadu mencakup penggunaan

pupuk yang seimbang, persemaian (menggunakan bibit muda dan lebih

sedikit dengan jarak yang lebar) dan pengelolaan hama terpadu untuk

mengurangi penggunaan pestisida yang berlebih.

PTT adalah pendekatan dalam pengelolaan lahan, air, tanaman,

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan iklim secara terpadu dan

berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani

dan kelestarian lingkungan. Tujuan penerapan PTT padi adalah untuk

meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi serta melestarikan

lingkungan produksi melalui pengelolaan lahan, air, tanaman, OPT dan

iklim secara terpadu

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).

Kartaatmadja (2000) dalam Wirajaswadi, et. al (2002) mengatakan

bahwa filosofi pengelolaan tanaman terpadu adalah pemanfaatan

17

sumberdaya pertanian secara optimal sehingga petani memperoleh

keuntungan maksimum secara berkelanjutan dalam sistem produksi yang

memadukan komponen teknologi sesuai kapasitas lahan. Kata kunci dari

pengelolaan tanaman terpadu adalah sinergis. Setiap komponen teknologi

sumberdaya alam, dan kondisi sosial ekonomi memiliki kemampuan

untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian akan tercipta suatu

keseimbangan dan keserasian antara aspek lingkungan dan aspek ekonomi

untuk keberlanjutan sistem produksi. Indikator keberhasilan pengelolaan

tanaman terpadu yang paling penting adalah rendahnya biaya produksi,

penggunaan sumberdaya pertanian secara efisien dan pendapatan petani

meningkat tanpa merusak lingkungan. Pengelolaan pertanian terpadu

memiliki potensi dan prospek cukup baik untuk mempertahankan

produktivitas yang berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian

sumberdaya alam dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani.

Prinsip PTT mencakup empat unsur yaitu integrasi, interaksi,

dinamis dan partisipatif.

a. Integrasi

Dalam implementasinya dilapangan PTT mengintegrasikan sumber

daya lahan, air, tanaman, OPT dan iklim untuk mampu meningkatkan

produktivitas lahan dan tanaman sehingga dapat memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya kepada petani.

b. Interaksi

PTT berlandaskan pada hubungan yang sinergis atau interaksi antara

dua atau lebih komponen teknologi produksi.

c. Dinamis

PTT bersifat dinamis karena selalu mengikuti perkembangan

teknologi dan penerapannya disesuaikan dengan keinginan dan pilihan

petani. Oleh karena itu, PTT selalu bercirikan spesifik lokasi. Teknologi

yang dikembangkan melalui pendekatan PTT senantiasa memperhatikan

18

lingkungan fisik, biofisik, iklim dan kondisi sosial ekonomi petani

setempat.

d. Partisipatif

PTT juga bersifat partisipatif yang membuka ruang bagi petani

untuk memilih, mempraktekkan dan bahkan memberikan saran kepada

penyuluh dan peneliti untuk menyempurnakan PTT serta

menyampaikan pengetahuan yang dimiliki kepada petani lain

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).

5. Kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)

SL-PTT adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajar

mengajarnya dilakukan dilapangan. SL-PTT juga mempunyai kurikulum,

evaluasi pra dan pasca kegiatan, dan sertifikat. Bahkan sebelum SL-PTT

dimulai perlu dilakukan registrasi terhadap peserta yang mencakup nama

dan luas lahan sawah garapan dan studi banding atau kunjungan lapang

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).

SL-PTT adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi petani

untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali

potensi, menyusun rencana usaha tani, mengatasi permasalahan,

mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan

kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan

sehingga usaha taninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan

berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2009).

Farmers with limited experience will be able to access other information and techniques in planting from the “better” farmers thereby allowing them to improve on what they are doing (GRDB, 2007) Petani dengan kemampuan yang terbatas akan memperoleh akses

mengenai informasi dan teknik penanaman lebih baik dengan demikian

petani dapat mencontoh apa yang dilakukan (GRDB, 2007)

The way farmers are trained in Farmer Field School is thus radically different from the way a teacher teaches students in a formal school or extension workers transfer technology. This standard model of the school with its emphasis on

19

learner-centred and experiential learning initially tried for rice system is now being adopted for improvement in production of a range of food crops (Winarto, 2010) Cara petani melakukan pendidikan di sekolah lapang adalah sangat

berbeda denga cara guru mengajar muridnya di pendidikan formal atau

para alih teknologi. Pembelajaran dilakukan dengan memberikan perhatian

pada peserta dan pada awalnya belajar pada pengalaman lalu melakukan

perbaikan dalam hasil tanaman.

Kegiatan SL-PTT merupakan salah satu upaya pendampingan petani

dalam rangka pelaksanaan program Peningkatan Produksi Beras Nasional

(P2BN). Salah satu bentuk pendampingannya berupa kegiatan sekolah

lapangan. Tujuannya, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani,

kelompok tani dalam budi daya padi, memantapkan kesadaran petani

dalam peningkatan melalui P2BN (Lampung Post, 2009).

Komponen dasar Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu

(SL-PTT) terdiri dari 12 komponen yaitu :

a. Varietas unggul

b. Benih bermutu

c. Pengolahan tanah terpadu

d. Persemaian yang baik dengan benih efisien dan

e. Benih umur muda 14-18 hari dengan satu lubang satu-dua tanaman

f. Pola tanam jajar legowo

g. Penggunaan pupuk organik

h. Penggunaan pupuk an organik yang sesuai kebutuhan

i. Pengairan yang intermiten (terputus putus)

j. Pengendalian gulma

k. Pengendalian hama dan penyakit

l. Panen (penggunaan power threaser dan terpal lebar) dan pasca panen

(penyimpanan yang baik)

(THL TBP Pertanian, 2008).

20

Luas satu unit SL-PTT adalah berkisar antara 10-25 ha, satu unit LL

(laboratorium lapangan) seluas minimal 1 ha. Pemilihan letak petak LL

yang berada didalam areal SL-PTT terpilih dengan prioritas pertimbangan

terletak dibagian pinggir areal SL-PTT sehingga berbatasan langsung

dengan areal diluar SL-PTT, diharapkan penerapan teknologi SL-PTT

mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar SL-PTT. Lokasi LL dapat

berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah hujan, lahan kering dan

pasang surut yang produksinya masih bisa ditingkatkan, diprioritaskan

bukan daerah endemis hama dan penyakit, bebas dari bencana kekeringan

kebanjiran dan sengketa, unit SL-PTT diusahakan berada dalam satu

hamparan yang stategis dan muda dijangkau petani serta dipasang papan

pelaksanaan SL/LL. Areal yang digunakan sebagai unit SL-PTT mendapat

bantuan benih dan areal yang digunakan sebagai unit LL akan mendapat

bantuan benih, pupuk urea, NPK dan pupuk organik. Tiap unit SL-PTT

terdiri dari petani peserta yang berasal dari satu kelompoktani yang sama.

Dalam setiap unit SL-PTT perlu ditetapkan seorang ketua peserta yang

bertugas mengkoordinasikan aktivitas anggota kelompok, seorang

sekretaris yang bertugas sebagai pencatat kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan pada setiap pertemuan dan seorang bendahara yang bertugas

mengurusi masalah yang berhubungan dengan keuangan. Peserta SL-PTT

akan mengadakan pengamatan bersama-sama di petak

percontohan/laboratorium lapangan, mendeskripsikan dan membahas

temuan-temuan lapangan.

Peserta SL-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan

mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik

lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan

pasca panen. Adapun penentuan calon petani/kelompok tani SL-PTT

adalah kelompok tani/petani yang dinamis dan bertempat tinggal dalam

satu wilayah yang berdekatan, petani yang dipilih adalah petani aktif yang

memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau menerima teknologi

baru, bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL-PTT serta

21

kelompok tani SL-PTT ditetapkan dengan surat keputusan kepala dinas

pertanian tanaman pangan/yang membidangi tanaman pangan

kabupaten/kota.

Mekanisme pelaksanaan SL-PTT meliputi persiapan SL-PTT;

mengorganisasikan kelas SL-PTT; menerapkan metode belajar orang

dewasa, adapun tahapan belajar dalam SL-PTT adalah peserta memilih

materi sesuai dengan teknologi spesifik lokasi, memacu peserta untuk

berperan aktif dalam berdiskusi kelompok ataupun kegiatan lain dalam

SL-PTT dan proses belajar melalui pengalaman dimulai dengan

penghayatan langsung (pengamatan langsung) diikuti dengan

pengungkapan pengalaman, pengkajian hasil dan pengambilan

kesimpulan; menciptakan suasana yang menyenangkan; menghidupkan

dinamika kelompok; monitoring dan evaluasi oleh pemandu lapangan,

kegiatan monitoring dan evaluasi ditujukan untuk mengikuti, mengetahui

kemajuan, pencapaian tujuan ataupun sasaran serta memberikan umpan

balik upaya-upaya mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam SL-PTT

dengan langkah-langkah: menilai tingkat partisipasi peserta pada setiap

periode maupun selama periode kegiatan dari tingkat kehadiran maupun

pencapaian materi, membandingkan ketepatan penerapan teknologi oleh

peserta antara petunjuk dengan praktek lapang dalam LL, membandingkan

tingkat pemahaman dan ketrampilan peserta sebelum dengan sesudah

mengikutikegiatan, menyusun pertanyaan berdasarkan pengetahuan dan

ketrampilan lapangan yang berkaitan dengan penerapan teknologi

budidaya setelah itu pertanyaan diberikan secara tertulis maupun lisan

kepada peserta sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. serta membuat

laporan oleh pemandu lapangan (Dinas pertanian, 2009).

B. Kerangka Berpikir

Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT) merupakan

suatu pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan

dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani,

mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi

22

yang sesuai dengan kondisi sumber daya setempat secara siergis dan

berwawasan lingkungan. Dalam pelaksanaan pengelolaan tanaman menurut

PTT, diarahkan untuk menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui

penggunaan input produksi yang efisien berdasarkan spesifik lokasi sehingga

mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan

produksi secara berkelanjutan. Dalam kegiatan SL-PTT petani akan dipandu

untuk mengalami, mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan

menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan

masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji

bersama berdasarkan spesifik lokasi. Untuk tercapainya keberhasilan SL-PTT

diperlukan partisipasi petani dalam kegiatan tersebut, agar peningkatan

produksi dapat tercapai.

Dari penelitian pendahuluan, diperoleh informasi mengenai keunggulan

dari program SL-PTT diantaranya dapat meningkatan produksi, meningkatkan

kualitas hasil usahatani, menumbuhkan lingkungan pertanaman yang sehat

serta sebagai sarana untuk memandirikan kelompok tani dan juga merupakan

salah satu faktor yang mendorong petani untuk berpartisipasi dalam program

tersebut. Untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT diperlukan kemauan,

kemampuan dari petani itu sendiri selain itu juga diperlukan kesempatan yang

berupa informasi mengenai kegiatan tersebut. Adapun alur kerangka berpikir

dapat digambarkan sebagai berikut :

Kondisi Internal petani meliputi : 1. Pendidikan

Formal 2. Pendidikan Non

Formal 3. Luas Penguasaan

Lahan 4. Pendapatan

SL-PTT Keunggulan konsep dan praktek : 1. peningkatan produksi 2. meningkatkan kualitas

hasil usahatani 3. menumbuhkan

lingkungan pertanaman yang sehat

4. sarana memandirikan kelompok tani

kelemahan dalam praktek : kesulitan dalam sumber permodalan

Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat ditentukan : · Kemauan untuk

berpartisipasi · Kesempatan

untuk berpartisipasi

· Kemampuan untuk berpartisipasi

Kondisi Eksternal meliputi : 1. Lingkungan

Sosial 2. Lingkungan

Ekonomi Lingkup Keterlibatan

23

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Partisipasi Petani Dalam Kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen.

C. Dimensi Penelitian

1. Kondisi internal merupakan kondisi yang ada dalam petani itu sendiri

meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal luas penguasaan lahan

dan pendapatan dan kondisi eksternal adalah kondisi yang berasal dari luar

petani meliputi lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi.

2. Kemauan adalah sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat

pembangunan, kemauan yang dimaksud disini adalah keamauan dari

petani untuk meninggalkan cara-cara lama atau pola pikir yang selama ini

dianggap benar. Kesempatan adalah kesempatan untuk memperoleh

informasi pembangunan, terkait kesempatan disini adalah kesempatan dari

petani itu sendiri dalam memperoleh informasi-informasi yang dapat

memajukan dan meningkatkan kesejahteraan mereka seperti informasi

terkait dengan SL-PTT. Kemampuan adalah Kemampuan untuk

menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun

atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun, kemampuan yang

dimaksud disini adalah kemampuan petani dalam memahami informasi

terkait SL-PTT dan apakah mereka mampu untuk menerapkan komponen

teknologi yang ditawarkan.

24

3. Partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT adalah bentuk keikutsertaan

petani dalam kegiatan meliputi:

a. Lingkup keterlibatan yaitu seberapa besar petani ikut menyumbangkan

masukan berupa tenaga atau materi dalam melaksanakan sekolah lapang

b. Tingkat kesukarelaan yaitu kesukarelaan petani untuk terlibat dalam

kegiatan SL-PTT

c. Bentuk partisipasi adalah bentuk partisipasi yang dilakukan oleh petani

dalam kegiatan sekolah lapang

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi kasus

tunggal. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif, Kirk dan Miller (1986) dalam Moleong (2001)

mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan

pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-

orang tersebut dalam bahasanya dan dalam persistilahannya. Pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan deskriptif yaitu suatu prosedur pemecahan

masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek

penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya yang memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta

(fact finding) sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi dan Mimi, 2005).

Studi kasus tunggal digunakan karena kasus yang diangkat menyatakan kasus

penting dalam menguji suatu teori yang telah disusun dengan baik. Teori

tersebut telah menspesifikan serangkaian proposisi yang jelas serta keadaan

dimana proposisi-proposisi tersebut diyakini kebenarannya (Yin, 2000).

B. Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu cara

pengambilan sampel dengan sengaja karena alasan-alasan tertentu yang

25

disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995).

Adapun jumlah desa terbanyak yang mengikuti pelaksanaan SL-PTT adalah di

Kecamatan Plupuh dan Tanon. Pemilihan lokasi Kegiatan Sekolah Lapang

Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dilakukan secara purposive yaitu di

Kecamatan Plupuh dengan pertimbangan karena jumlah desa yang mengikuti

kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh merupakan salah satu jumlah desa

terbanyak dibanding kecamatan lainnya. Selain itu, dibandingkan Kecamatan

Tanon jumlah anggota peserta SL-PTT lebih banyak di Kecamatan Plupuh

yaitu sebanyak 1.470 anggota sedangkan Kecamatan Tanon 1.315 anggota.

Adapun rincian data jumlah desa yang mengikuti kegiatan SL-PTT dapat

dilihat dari Tabel 1.dibawah ini :

Tabel 1. Data Jumlah Desa yang Mengikuti Kegiatan SL-PTT

No Kecamatan Jumlah dusun yang mengikuti kegiatan SL-PTT

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Sidoharjo Masaran Sumberlawang Kedawung Sambirejo Sukodono Plupuh Mondokan Gondang Sragen Karangmalang Gemolong Tanon Ngrampal Kalijambe Sambungmacan Jenar Gesi Miri Tangen

13 15 12 12 7 9 18 12 9 8 13 16 18 11 17 8 11 10 11 2

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sragen

Pelaksanaan kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh tidak dilaksanakan

secara serentak diseluruh desa tetapi disesuaikan dengan jadwal tanam.

Sasarannya merupakan petani padi yang ada di daerah tersebut.

26

C. Teknik Cuplikan (Sampling)

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, hal

ini digunakan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi

dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber

data yang mantap. Pemilihan sampel diarahkan pada sumber data yang

dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan

yang sedang diteliti.. Dalam penelitian ini jumlah sampling tidak ditentukan

karena pada penelitian kualitatif yang penting bukan jumlahnya tetapi

kelengkapan dan kedalaman informasi yang bisa digali.

Penentuan informan di lapang dilakukan dengan snowball sampling.

Snowball sampling adalah penarikan sampling bertahap yang makin lama

jumlah informannya semakin besar. Adapun informan yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah kepala BPP Plupuh, penyuluh pertanian di

Kecamatan Plupuh, petani serta informan lain yang berkaitan dengan

penelitian.

Tabel 2. Rincian Sampel Penelitian

Sampel Informan

a. Dinas pertanian b. Koordinator BPP

Keterangan Orang yang mengetahui informasi mengenai kegiatan tapi tidak terlibat langsung

Subyek

a. PPL b. Ketua Kelompok Tani c. Petani

Orang-orang yang mengetahui informasi dan terlibat langsung dalam kegiatan

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data

primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara

langsung dari informan melalui wawancara secara mendalam. Sedangkan data

sekunder yaitu data-data yang dikumpulkan dari instansi atau lembaga yang

27

berkaitan, seperti monografi dan data-data lainnya yang berkaitan dengan

penelitian.

Tabel 3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan Sifat Data Sumber Data Pr Sk Kn Kl Data Pokok 1. Informan

a. Dinas pertanian b. Koordinator BPP

2. Subyek a. PPL b. Ketua Kelompok Tani c. Petani

3. Arsip/Dokumen Data Pendukung 1. Keadaan Alam 2. Keadaan Penduduk 3. Keadaan Pertanian

X X X X X

X X X X

X X X X

X X X X X X X X X

Dinas Pertanian Kab. Sragen BPP Plupuh Kecamatan Plupuh Kecamatan Plupuh Kecamatan Plupuh Kecamatan Plupuh Kecamatan Plupuh Kecamatan Plupuh Kecamatan Plupuh

1. Informan

Informan adalah seseorang yang memiliki informasi mengenai

objek yang sedang diteliti, kemudian dimintai informasi mengenai

objek penelitian tersebut (Amirin, 2009). Adapun informan dalam

penelitian ini antara lain : Koordinator BPP Kecamatan Plupuh dan

Dinas Pertanian Kabupaten Sragen

2. Subyek

Subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat

atau terkandung objek penelitian (Amirin, 2009). Subyek merupakan

28

orang-orang yang mengetahui informasi dan yang terlibat langsung

dalam suatu kegiatan. Adapun subyek dalam penelitian ini adalah :

a. Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) BPP Condrodimuko

Kecamatan Plupuh dengan pertimbangan karena merupakan

pihak yang berkaitan langsung dengan adanya kegiatan

penyuluhan.

b. Ketua kelompok tani

c. Petani yang terlibat langsung dalam kegiatan

3. Arsip atau dokumen

Dokumen atau arsip biasanya merupakan bahan tertulis yang

bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu, sumber ini

kebanyakan merupakan rekaman tertulis namun juga berupa gambar

atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau

peristiwa tertentu (Sutopo, 2006).

Arsip atau dokumen yang di analisis pada penelitian ini yaitu

yang berasal dari BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Kecamatan

Plupuh. Dokumen tersebut antara lain seperti programa penyuluhan

BPP dan data monografi Kecamatan Plupuh.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Goetz dan Le Compte (1984) dalam Sutopo (2002) menyatakan strategi

pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat

dikelompokkan ke dalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan

data yang bersifat interaktif dan non interaktif. Metode interaktif meliputi

wawancara mendalam dan observasi. Sedang yang non interaksi meliputi

kuisioner, mencatat dokumen atau arsip (content analysis) dan juga observasi

tak berperan.

Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data. Instrumen diperlukan

karena peneliti dituntut untuk dapat menemukan data yang diangkat dari

peristiwa tertentu atau dokumen tertentu. Data kemudian diolah diberi makna

melalui interpretasi, dianalisis untuk selanjutnya menarik kesimpulan

(Danim, 2002).

29

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi,

wawancara dan content analysis :

1. Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara

langsung. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara secara tidak

terstruktur atau wawancara secara mendalam dimana pertanyaan yang

diajukan bersifat mengarah pada kedalaman informasi. Wawancara tidak

terstruktur bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi

dari semua responden, tetapi kata-kata dan urutannya disesuaikan dengan

ciri-ciri setiap responden. Informasi yang digali dalam penelitian ini terkait

dengan pelaksanaan SL-PTT, partisipasi petani serta kondisi intern dan

ekstern petani. Wawancara tidak terstruktur bersifat luwes, susunan

pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah

pada saat wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat

wawancara. Instrumen yang digunakan adalah paduan wawancara.

2. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti. Dalam penelitian ini akan dilakukan observasi

berperan pasif dimana kehadiran peneliti diketahui oleh orang yang akan

diteliti. Dalam penelitian ini observasi dilakukan dengan mendatangi lokasi

penelitian secara langsung. Kegiatan ini juga dilakukan bersamaan dengan

wawancara dengan informan. observasi dilakukan untuk mengetahui

pelaksanaan sekolah lapang, selain itu peneliti juga mendatangi lahan

percontohan yang digunakan petani sebagai tempat belajar, serta kegiatan

evaluasi yang diberikan. Instrumennya adalah alat perekam dan kamera.

Kamera digunakan untuk mendokumentasikan hasil observasi.

3. Content Analysis merupakan pencatatan dokumen penting yang tersurat

dalam arsip atau dokumen serta memberikan makna yang tersirat. Dokumen

tersebut berupa data monografi kecamatan, buku petunjuk pelaksanaan SL-

PTT dan data pelaksana kegiatan SL-PTT.

F. Validitas Data

Untuk menguji kualitas data yang telah diperoleh maka diperlukan uji

validitas data. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

30

trianggulasi. Trianggulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir

fenomenologi yang bersifat multiperspektif, artinya untuk menarik simpulan

yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang (Sutopo, 2002). Ada

empat macam trianggulasi yang dikemukakan Patton (1984) dalam Sutopo

(2002), yaitu (1) trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi peneliti

(investigator triangulation), (3) trianggulasi metodologis (methodological

triangulation), dan (4) trianggulasi teoritis (theoretical triangulation).

Trianggulasi Sumber. Teknik trianggulasi sumber menurut istilah Patton

(1984) dalam Sutopo (2006) juga disebut sebagai trianggulasi data. Cara ini

mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan

beragam sumber data yang berbeda-beda yang tersedia. Artinya, data yang

sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa

sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber

yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data

sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber

sejenis atau sumber yang berbeda jenisnya. Teknik trianggulasi sumber bisa

menggunakan satu jenis sumber data seperti misalnya informan, namun

beberapa informan atau narasumber yang digunakan harus perlu diusahakan

posisinya dari kelompok atau tingkatan yang berbeda-beda. Trianggulasi

sumber yang memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk

menggali data yang sejenis disini tekanannya pada perbedaan sumber data,

bukan pada teknik pengumpulan data atau yang lain. Peneliti bisa memperoleh

dari narasumber yang berbeda-beda posisinya dengan teknik wawancara

mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu bisa dibandingkan

dengan informasi dari narasumber lainnya. Teknik trianggulasi sumber dapat

pula dilakukan dengan menggali informasi dari sumber-sumber data yang

berbeda jenisnya misalnya dari narasumber, dari kondisi lokasinya, dari

aktivitas yang menggambarkan perilaku orang atau warga masyarakat, atau

dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan

yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan peneliti.

31

Trianggulasi Metode. Teknik trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang

peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan

teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Disini yang ditekankan

adalah penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda, dan bahkan lebih

jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji

kemantapan informasinya. Trianggulasi peneliti adalah hasil penelitian baik

data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa

diuji validitasnya dari beberapa peneliti lain. Trianggulasi teori dilakukan oleh

peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas

permasalahn yang dikaji.

Dalam penelitian ini, digunakan trianggulasi data dan trianggulasi

metode. Trianggulasi data yaitu di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib

menggunakan data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan

lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang

berbeda.

Gambar 2. Skema Trianggulasi Data

Sedangkan trianggulasi metode dilakukan dengan mengumpulkan data

yang sejenis tetapi menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang

berbeda. Adapun bagan trianggulasi metode dapat dilihat dari gambar berikut:

Data Wawancara

Informan 3

Informan 2

Informan 1

32

Gambar 3. Skema Trianggulasi Metode

Review informan kunci dilakukan pada waktu peneliti sudah

mendapatkan data yang cukup lengap dan berusaha menyusun sajian datanya,

walaupun mungkin masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan

yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya

yang dipandang sebagai informan pokok (key informan). Hal ini perlu

dilakukan untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan

pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa disetujui mereka (Sutopo, 2006).

G. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data

(Moleong, 2001).

Miles da Huberman (1984) dalam Sutopo (2006) mengatakan bahwa

dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama yaitu reduksi data, sajian

data dan penarikan simpulan serta verifikasinya.

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan komponen yang pertama dalam analisis yang

merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari

semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan

(fieldnote).

2. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi

dalam bentuk narasi lengkap yang untuk selanjutnya memungkinkan

Data

Wawancara

Content analysis

observasi

Sumber data

33

simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini disusun berdasarkan

pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data, dan disajikan dengan

menggakan kalimat dan bahasa peneliti yang merupakan rakitan kalimat

yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca, akan lebih

mudah dipahami. Sajian data merupakan narasi mengenai berbagai hal yang

terjadi atau ditemukan di lapangan, sehingga memungkinkan peneliti untuk

berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan atas

pemahamannya tersebut.

3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi yang

merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran

data kembali dengan cepat. Verifikasi juga dapat berupa kegiatan yang

dilakukan dengan lebih mengembangkan ketelitian. Verivikasi bahan juga

dapat dilakukan dengan usaha yang lebih luas yaitu dengan melakukan

replikasi dalam satuan data yang lain. Pada dasarnya makna data harus

diuju validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan

lebih bisa dipercaya.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan alam

Kecamatan Plupuh merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten

Sragen. Kecamatan ini mempunyai luas wilayah 18.887, 41 Ha yang terdiri

dari tanah sawah pengairan teknis seluas 2.103 Ha, tanah sawah pengairan

setengah teknis 233,9 Ha, tanah sawah pengairan sederhana 308, 97 Ha, tanah

sawah tadah hujan 5.449,97 Ha, tanah tegal 3.954,71 Ha, tanah pekarangan

4.846,28 Ha dan lain-lain 2.054,85 Ha.

Tanah/lahan di Kecamatan Plupuh, sebagian datar dan sebagian

bergelombang dan miring dengan kemiringan antara 0° sampai dengan 35°.

Tanah bergelombang meliputi tujuh desa yaitu Desa Ngrombo, sebagian Desa

Sambirejo, Desa Somomorodukuh, Desa Cangkol, Desa Manyarejo, Desa

34

Pungsari dan Desa Jembangan. Yang datar meliputi Desa Gentan, Desa

Mbanaran, Desa Karangwaru, Desa Karungan, Desa Karanganyar, Desa Dari,

Desa Sambirejo, Desa Plupuh, Desa Gedongan, Desa Jabung, Desa Sidokerto.

Sedangkan jenis tanah di Kecamatan Plupuh adalah Gromusol, Aluvial,

Mediteran, Latosol dan Laterit Merah.

Jarak dari Ibukota Kabupaten Sragen ± 24 km ke arah barat daya dan

di utara sungai Bengawan Solo. Ketinggian tempat ±140 sampai dengan 144

dpl. Adapun batas-batas Kecamatan Plupuh adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Tanon

Sebelah Barat : Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali

Sebelah Selatan : Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar

Sebelah Timur : Sungai Bengawan Solo/ Kecamatan Masaran

B. Keadaan penduduk

1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur

Jumlah penduduk di Kecamatan Plupuh yaitu sebanyak 46.293 jiwa.

Jumlah penduduk berdasarkan umur berguna untuk mengetahui umur rata-

rata penduduk dan perbandingan antar berbagai golongan usia. Adapun

penduduk umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk yang

belum produktif dan penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok

produktif dan kelompok penduduk umur 65 tahun keatas sebagai

kelompok penduduk yang tidak lagi produktif (Mantra, 1995).

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Plupuh

No. Kelompok Umur

(Tahun)

Jumlah Penduduk (Orang)

Prosentase (%)

1. 0 – 4 5.772 12,47 2. 5 – 9 5.161 11,15 3. 10 – 14 5.172 11,17 4. 15 – 19 5.186 11,20 5. 20 – 24 4.503 9,73 6. 25 – 29 4.105 8,87 7. 30 – 34 3.581 7,74

35

35

8. 35 – 39 2.900 6,26 9. 40 – 44 2.335 5,04 10. 45 – 49 1.964 4,24 11. 50 – 54 1.556 3,36 12. 55 – 59 1.114 2,41 13. 60-64 878 1,89 14. 65-69 735 1,59 15. 70-74 563 1,22 16. >75 768 1,66 Jumlah 46.293 100

Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk usia

produktif yang terdapat di Kecamatan Plupuh adalah sebanyak 28.122 jiwa

atau 60,74 % dari total penduduk. Dengan cukup banyaknya penduduk

usia produktif di Kecamatan Plupuh diharapkan mampu meningkatakan

pembanguan di wilayah tersebut. Dari tabel 4tersebut juga dapat dihitung

rasio beban tanggungan (Dependency Ratio) dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

DR = xk64)th-(15umur Penduduk

65thumur Penduduk th)14-(0umur Penduduk ++

= 1002812218171

´

= 64,61

DR sebesar 64,61 berarti tiap 100 orang kelompok penduduk produktif

harus menanggung 64,61 penduduk yang tidak produktif.

2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Merupakan jumlah penduduk di Kecamatan Plupuh, Kabupaten

Sragen berdasarkan kelompok tingkat pendidikan dari Belum/ tidak

sekolah hingga perguruam tinggi.

Tabel 5. Penduduk Umur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan di Kecamatan Plupuh

36

No. Uraian Jumlah Prosentase (%) 1. Tidak tamat SD 4.654 10,7 2. Belum tamat SD 15.467 35,54 3. Tidak / belum sekolah 2.204 5,06 4. SD 12.104 27,82 5. SLTP 5.810 13,36 6. SLTA 2.802 6,44 7. Akademi/Perguruan

Tinggi 471 1,08

Jumlah 43.512 100

Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008

Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa pendidikan penduduk di

Kecamatan Plupuh masih sangat rendah, dilihat dari banyaknya penduduk

yang tidak tamat SD dan tamat SD. Adapun jumlah penduduk yang tamat

SD sebesar 27,82%. Pendidikan merupakan salah satu faktor pelancar

pembangunan, dengan tingginya tingkat pendidikan suatu wilayah

diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan wilayah tersebut. Dengan

pendidikan yang tinggi juga akan berdampak pada pembangunan

pertanian, dimana masyarakat tidak merasa asing lagi terhadap berbagai

informasi yang ada, sehingga masyarakat tidak pernah tertinggal informasi

berkaitan dengan pertanian mereka.

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Merupakan jumlah penduduk di Kecamatan Plupuh, Kabupaten

Sragen berdasarkan berbagai kelompok mata pencaharian. Jumlah

penduduk berdasarkan mata pencaharian berguna untuk mengetahui mata

pencaharian rata-rata sebagian besar penduduk, untuk selanjutnya juga

berguna untuk menerapkan suatu program pembangunan yang

menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat pada umumnya.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Kecamatan Plupuh

No Mata Pencaharian Jumlah (Orang) 1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan

dan Perikanan 19.517

2. Indusri Pengolahan 2.189

37

3. Perdagangan dan Akomodasi 2.833 4. Angkutan dan Komunikasi 355 5. Jasa & Sosial 5.511 Jumlah 30.405

Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008

Dari Tabel 6, dapat dilihat bahwa mata pencaharian penduduk di

Kecamatan Plupuh sebagian besar adalah sebagai petani dan mata

pencaharian terbesar kedua adalah dalam bidang perdangangan dan

akomodasi. Adanya beragam jenis pekerjaan yang dimiliki merupakan

suatu upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

hidup yang semakin kompleks

C. Keadaan pertanian dan peternakan

Sektor pertanian memerankan peranan penting dalam penyediaan

pangan serta lapangan pekerjaan untuk rakyat. Adapun rata-rata produksi

tanaman padi dan palawija di Kecamatan Plupuh dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 7. Rata-rata Produksi Di Kecamatan Pupuh

No. Komoditas Luas Panen (Ha)

Produksi (Kw)

Rata-rata (Kw/Ha)

1. Padi 5.122 295.320 57,66 2. Jagung 451 26.320 58,36 3. Ubi Kayu 57 903 16 4. Kacang Tanah 1.723 22.830 13,25

Sumber : Kecamatan Plupuh dalam angka tahun 2008

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa komoditas utama yang ditanam di

Kecamatan Plupuh adalah padi dengan luas tanam 5.122 Ha dengan rata-rata

produksi 57,66 kwintal per hektar, selain padi komoditas terbesar kedua

adalah kacang tanah dengan luas tanam 1.723 Ha dengan rata-rata produksi

13,25 kwintal per hektar.

38

Untuk menunjang perekonomian masyarakat selain mengusahakan

tanaman pangan dan palawija masyarakat juga mempunyai ternak. Adapun

jumlah ternak besar dan kecil dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8. Jumlah Ternak Besar Dan Kecil Di Kecamatan Plupuh

No. Jenis Ternak Jumlah (Ekor) 1. Sapi 5.904 2. Kambing 3.184 3. Domba 3.616 4. Ayam Kampung 33.706 5. Itik 380 6. Itik Manila (Entok) 195

Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jenis ternak yang paling banyak di

usahakan oleh masyarakat adalah ayam kampung dengan jumlah 33.706 ekor

dan ternak kedua yang paling banyak diusahakan adalah sapi sejumlah 5.904

ekor untuk jenis ternak yang paling sedikit diusahakan adalah entok atau itik

manila sebanyak 195 ekor untuk itu kegiatan penyuluhan harus dilakukan

secara merata tidak hanya dilakukan penyuluhan untuk komoditas pangan

melainkan juga melakukan penyuluhan untuk budidaya ternak agar ada

perbaikan dalam melakukan budidaya sehingga perekonomian masyarakat

juga menjadi lebih baik.

D. Keadaan Sarana Perekonomian

Sarana perekonomian sangat penting bagi masyarakat untuk

memperlancar kegiatan ekonominya. Adapun sara perekonomian yang ada di

Kecamatan Plupuh adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Jumlah Sarana Perekonomian Di Kecamatan Plupuh

No Sarana Perekonomian Jumlah 1. Pasar 5 2. Toko 103 3. Kios 134 4. Warung 106 5. KUD 2 6. Kosipa 2 7. Badan Kredit 3 8. Lumbung Desa 16

39

Jumlah 371

Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa sarana perekonomian yang paling

banyak dijimpai adalah kios dengan jumlah 134 hal ini menunjukkan bahwa

kios merupakan tempat yang paling sering terjadi pertukaran barang dan

uang.

E. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Condrodimuko merupakan salah satu

kelembagaan penyuluhan pertanian yang ada di Kabupaten Sragen. BPP

Condrodimuko berada di wilayah Kecamatan Plupuh. Dengan ketinggian

tempat antara 140 s/d 144dpl. Adapun jenis tanah di wilayah BPP

Condrodimuko antara lain: gromusol, gromusol kelabu tua, mediteran coklat

(volkan dan burit lipatan), aluvial kelabu, aluvial cokelat kekuningan, latosol

dan laterit merah. Keadaan tanah sebagian datar dan sebagian bergelombang

dan miring dengan kemiringan antara 0 s.d 35.

BPP Condrodimuko Kecamatan Plupuh mempunyai 16 PPL yang

dipimpin oleh seorang Koordinator. Koordinator dibantu oleh PHP

(Pengamat Hama dan Penyakit). Masing-masing Desa diberikan seorang

penyuluh dan penyuluh desa tersebut berkantor di Kelurahan Desa masing-

masing. Adapun struktur organisasi BPP Condrodimuko Kecamatan Plupuh

Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut :

Koordinator PPL

Soewardi, A.Md

PHP Sumirin

Sambirejo (Dwi S ,SP)

PPL PPL

Ngrombo (Sukarno)

Gedongan (Samidi)

Manyarejo (Sugiyanto)

40

Gambar 3. Struktur Organisasi BPP Condrodimuko Kecamatan Plupuh.

Tugas-tugas dari Koordinator Penyuluh adalah mengadakan hubungan

dengan kepala penyuluh lainnya, sebagai penasihat PPL lainnya,

mengembangkan ketrampilan/keahlian, mengumpulkan informasi serta

memberi bahan informasi kepada PPL lainnya. Sedangkan tugas-tugas dari

Penyuluh Pertanian adalah mengajarkan PKS (Pengetahuan, Ketrampilan dan

Sikap ) kepada petani dan melakukan percobaan, mengembangkan swadaya

dan swakarsa petani, menyusun programa penyuluhan pertanian, membantu

mengajar pada kursus tani, membantu pelaksanaan pengujian, survei dan

evaluasi, melatih dan membimbing penyuluh pertanian di bawahnya,

membuat percontohan, membantu menyiapkan petunjuk informasi pertanian,

menulis karya ilmiah, merumuskan arah kebijaksanaan pengembangan

penyuluhan.

V. SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

41

A. Sajian Data

1. Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)

Secara Konsep

Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT) pada dasarnya

merupakan suatu proses pembelajaran dimana kegiatan ini dilakukan secara

bersama dilahan petani dimana petani dapat mengikuti seluruh rangkaian

kegiatan selama semusim dengan adanya kurikulum yang berbasis pada

kondisi spesifik lokasi serta adanya pendampingan yang intensif dari

penyuluh. Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani

dalam melaksanakan SL-PTT adalah komponen teknologi PTT. Kombinasi

komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda

dengan lokasi lainnya, karena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman.

Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada

suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan

pengalaman petani dilokasi setempat.

Sekolah lapang tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajarnya

dapat dilakukan di saung pertemuan petani dan tempat-tempat lain yang

berdekatan dengan lahan belajar. Dalam SL-PTT terdapat satu unit

laboratorium lapang yang merupakan bagian dari kegiatan SL-PTT sebagai

tempat bagi petani anggota kelompok tani dapat melaksanakan seluruh

tahapan SL-PTT dilahan tersebut. Adapun ketentuan pelaksana SL-PTT

antara lain lokasi SL-PTT diusahakan berada pada satu hamparan,

mempunyai potensi peningkatan produktivitas dan anggota kelompok

taninya responsif terhadap penerapan teknologi, peserta tiap unit SL-PTT

idealnya terdiri dari 15-25 petani yang berasal dari satu kelompok tani yang

sama. Sedangkan persyaratan kelompok tani peserta SL-PTT antara lain

kelompok tani tersebut masih aktif dan mempunyai kepengurusan, telah

menyusun RUK, kelompok tani peserta SL-PTT diutamakan belum

menerima bantuan SL-PTT tahun anggaran 2008, memiliki rekening yang

43

42

masih berlaku (rekening bank dapat berupa rekening bank setiap kelompok

tani ataupun rekening bank gabungan kelompok tani (gapoktan)).

Pertemuan-pertemuan dalam SL-PTT diharapkan 8 kali pertemuan,

oleh karena itu perlu dijadwalkan secara periodik dengan waktu pertemuan

dirundingkan bersama petani peserta sehingga dapat dihadiri dan tidak

mengganggu/ merugikan waktu petani. Pertemuan kelompok dilakukan oleh

pelaksana SL-PTT, tempat pertemuan dilokasi pelaksana SL-PTT, peserta

pertemuan adalah petani peserta dipandu oleh pemandu lapangan. Adapun

materi pertemuan kelompok antara lain:

a. Teknik pengolahan tanah yang disesuaikan dengan tipologi lahan dan

komoditi yang akan ditanam.

b. Penanaman dengan memilih benih atau bibit yang baik, jarak tanam yang

tepat, jumlah bibit/benih per lubang yang sesuai.

c. Pemupukan dengan tepat, yaitu tepat jenis dan dosis, tepat waktu

pemberian didasarkan pada fase pertumbuhan tanaman dan sifat pupuk.

d. Pengelolaan air didasarkan pada kebutuhan tanaman akan air, cara dan

waktu yang tepat.

e. Pengendalian OPT didasarkan pada prinsip pengendalian hama terpadu

dengan melakukan tindakan pencegahan dan mengembangkan musuh

alami yang terdapat dialam itu sendiri serta aplikasi kimiawi secara

bijaksana.

f. Penanganan panen dan pasca panen dilakukan dengan cara yang tepat

dan benar yaitu dengan mempertimbangkan kemasakan biji, ketepatan

dalam penggunaan alat panen, pengemasan, pengangkutan dan

penyimpanan sehingga mampu mengurangi kehilangan dan kerusakan

hasil.

Komponen teknologi yang diterapkan dalam SL-PTT terdiri dari

komponen PTT dimana tiap komponen PTT tersebut memiliki peran antara

lain :

a. Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya

perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan

43

perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama

dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang baik.

b. Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang

optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan

pertumbuhan gulma, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat

dan seragamserta hasil yang tinggi.

c. Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhantanaman dan

ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara dan

waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan

pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman

mencapai hasil tinggi.

d. Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan

kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi

pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu sebagai pelarut sekaligus

pengangkut hara dari tanah kebagian tanaman. Kebutuhan akan air

disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan

meningkatkan hasil dan menekan terjadinya sterss pada tanaman yang

diakibatkan karena kekurangan air dan kelebihan air.

e. Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan

mengendalikan serangan OPT tanaman dengan meminimalkan

kerusakan atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian

dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi pengendalian hama terpadu.

Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir

bila serangan OPT berada diatas ambang ekonomi. Penggunaan

pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya

sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku hingga tidak

menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang

merugikan lingkungan.

f. Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang

optimal jika panen dilakukan pada umur dan cara yang tepat yaitu

tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman,

44

kadar air, dan penampakan visual hasil sesuai dengan deskripsi varietas.

Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan

peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil.

Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan ditempat penyimpanan

yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil

tetap terjaga dan tidak tercecer.

Adapun Keuntungan Penerapan Teknologi PTT antara lain :

a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usaha tani

b. Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat

untuk masing-masing lokasi

c. Kesehatan lingkungan tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan

secara keseluruhan akan terjaga

Dalam penerapan teknologi PTT menggunakan kelompok tani yang

masih aktif dan diharapkan lahan yang menjadi percontohan atau LL berada di

tempat yang bisa dilihat oleh orang banyak. Laboratorium Lapangan (LL)

adalah kawasan atau area yang terdapat dalam kawasan SL-PTT yang

berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat

praktek penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh

kelompok tani atau petani. Adapun penentuan calon lokasi SL-PTT adalah

sebagai berikut : lokasi dapat berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah

hujan, lahan kering dan pasang surut yang produksinya masih dapat

ditingkatkan; diprioritaskan bukan daerah endemis hama dan penyakit; unit

SL-PTT diusahakan agar berada dalam satu hamaparan yang strategis dan

mudah dijangkau petani serta dipasang papan pelaksanaan SL/LL; letak lokasi

laboratorium lapangan seluas minimal 1 ha, ditempat yang sering dilewati

petani sehingga mudah dijangkau dan dilihat petani sekitarnya. Selain

penentuan calon lokasi tersebut adapun penentuan calon petani/kelompok tani

SL-PTT adalah sebagai berikut: kelompok tani/petani yang dinamis dan

bertempat tinggal dalam satu wilayah yang berdekatan; petani yang dipilih

adalah petani aktif yang memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau

menerima teknologi baru; bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL-

45

PTT serta kelompok tani SL-PTT ditetapkan dengan surat keputusan kepala

dinas pertanian tanaman pangan atau yang membidangi tanaman pangan

kabupaten atau kota. Organisasi yang paling berperan dalam kegiatan sekolah

lapang adalah kelompok tani karena dalam pelaksanaanya lahan percontohan

yang digunakan diusahakan milik ketua kelompok tani atau orang yang paling

berpengaruh dalam kelompok tani tersebut sehingga diharapkan suatu inovasi

teknologi tersebut dapat diterima oleh masyarakat sekitar

2. Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)

Secara Praktek

Pelaksanaan SL-PTT awalnya diadakan PRA (partisipatory rural

appraisal) dimana anggota kelompok tani dikumpulkan kemudian masing-

masing anggota diminta untuk mengungkapkan permasalahan yang

dihadapi baik berupa air, tanah, OPT (organisme pengganggu tanaman)

maupun sarana produksi kemudian permasalahan tersebut ditampung,

setelah ditampung lalu oleh petugas PHP (pengamat hama dan penyakit)

diberi skor. Dari data tersebut lalu disimpulkan mana yang memiliki skor

yang tinggi itu yang akan dilaksanakan. Adapun contoh permasalahannya

seperti misalkan ada suatu masalah terkait dengan tanah yaitu strukturnya

lengket maka perlu dilakukan penambahan pupuk organik, bila suatu daerah

terdapat keong mas maka dianjurkan tanam bibit muda lebih dari satu per

lubang serta dibuatkan saringan pada saluran air yang masuk ke sawah

sehingga keong yang kecil tidak masuk atau pemberian kapur tohor.

Pendekatan PRA memiliki beberapa keunggulan diantaranya :

a. Memposisikan petani sebagai pusat kegiatan pembangunan

b. Memposisikan petani sebagai narasumber utama dalam memahami

kondisi dan situasi agroekosistem sekitarnya.

c. Fasilitator atau tenaga pendamping berproses membaur masuk sebagai

anggota mayarakat bukan sebagai tamu asing.

d. Fasilitator atau tenaga pendamping harus memperhatikan jadwal petani

bukan sebaliknya

(Salikin, 2003).

46

Sebelum kegiatan SL-PTT dimulai diadakan pertemuan dalam rangka

untuk merencanakan segala sesuatu yang menyangkut dengan pelaksanaan

kegiatan sekolah lapang. Dalam tahap perencanaan ini petani diarahkan

oleh penyuluh terkait teknologi yang akan diterapkan memberikan gabaran

secara umum teknologi yang akan diterapkan, pada tahap ini informasi yang

diperoleh petani belum begitu maksimal sehingga untuk pertemuan

selanjutnya perlu dibahas lagi hingga saat pelaksaanaan sekolah lapang.

Sosialisasi sudah mulai dilaksanakan pada bulan maret saat pertemuan rutin

kelompok dengan menggunakan teknik ceramah dalam penyampaian

informasi terkait SL-PTT tersebut. Dalam pertemuan ini memnahas tentang

rencana pembagian bibit persemaian, pupuk organik dan angorganik serta

penelitian keadaan dilapang. Penentuan kelompok tani penerima bantuan

SL-PTT dilakukan dengan melihat kondisi kelompok tani dimana kelompok

tani tersebut merupakan kelompok tani yang masih hidup.

Pelaksanaan kegiatan sekolah lapang dalam 1x musim tanam terdiri

dari 8x pertemuan dimana lokasi pertemuan itu dilaksanakan di

laboratorium lapang (LL) yang dimiliki setiap kelompok ada juga

pertemuannya dilaksanakan di rumah kelompok tani untuk

mensosialisasikan kegitan tersebut kepada petani lain serta mengatur waktu

pertemuannya sehingga ada kesepakatan antara petani dan penyuluh 1 .

Beberapa komponen teknologi yang diterapkan dalam SL-PTT adalah

penggunaan varietas unggul (penggunaan benih unggul diharapkan dapat

memberikan hasil yang tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit),

pengolahan tanah yang baik (pengolahan tanah yang baik bertujuan untuk

membenamkan dan melapukkan jerami, gulma dan bahan organik lain

1 Seperti halnya diungkapkan oleh bapak Soewardi, A.Md selaku koordinator PPL : “untuk pelaksanaan SL-PTT sebenarnya sudah berdasarkan prosedur, dalam musim tanam itu sendiri terdiri dari 8x pertemuan dimana lokasi pertemuan itu dilaksanakan di laboratorium lapang (LL) yang dimiliki setiap kelompok ada juga pertemuannya dilaksanakan di rumah kelompok tani untuk mensosialisasikan kegitan tersebut kepada petani lain serta mengatur waktu pertemuannya sehingga ada kesepakatan antara petani dan penyuluh. Adapun pertemuan yang 8x tersebut mengenai informasi teknologi yang akan diterapkan dalam SL-PTT seperti pengolahan lahan kebutuhan benih, persemaian, pupuk dasar dan diskusi pengamatan, pengairan, diskusi tentang hama dan penyakit hingga panen. Untuk mebandingkan hasil SL-PTT dengan pola tanam yang biasa dilakukan oleh petani ternyata terdapat perbedaan hasil terbukti dengan adanya penerapan komponen teknologi tersebut”

47

selain itu juga bertujuan untuk meratakan tanah agar bisa selalu tergenang

air sehingga dapat mempercepat pelapukan serta untuk menekan

pertumbuhan gulma dan menghindari terganggunya pertumbuhan padi

akibat pengolahan tanah yang kurang sempurna), penanaman bibit muda

kurang dari 21 hari penanaman bibit muda dan 1-3 batang per lubang

(penanaman bibit muda ini diharapkan akan meningkatkan jumlah anakan

pada tanaman dibanding penanaman bibit tua serta tanaman akan lebih

cepat beradaptasi dengan lingkungan, apabila suatu daerah terdapat

serangan keong mas dianjurkan menanam bibit lebih dari satu apabila ada

yang dimakan keongmasih ada yang lain) peningkatan populasi tanaman

dengan sistem legowo, penggunaan pupuk organik (diharapkan mampu

meningkatkan mikroba dalam tanah karena tanahnya terlalu banyak

menggunakan pupuk kimia), penggunaan pupuk kimia sesuai kebutuhan,

pengairan berselang (intermiten) karena padi bukan tanaman air melainkan

tanaman yang membutuhkan air, pengendalian hama dan penyakit secara

terpadu, pengendalian gulma serta penanganan panen dan pasca panen yang

baik untuk meminimalkan kehilangan hasil pada panen2.

Metode belajar yang diterapkan dalam kegiatan sekolah lapang ini

adalah metode belajar orang dewasa dengan bertukar pengalaman antar

petani serta mencermati dan mengamati kondisi lapang dan mencari solusi

atas permasalahan yang terjadi3. Freire (1973) dalam Mardikanto dan Arip

2 Seperti halnya diungkapkan oleh bapak Soewardi, A.Md selaku koordinator PPL : “ada beberapa komponen teknologi yang bisa diterapkan diantaranya ada penggunaan benih unggul, penggunaan benih unggul diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit; pengolahan tanah terpadu; peningkatan populasi tanaman dengan sistem legowo; penanaman bibit muda dan 1-3 batang tiap lubang, penanaman bibit muda ini diharapkan akan meningkatkan jumlah anakan pada tanaman dibanding penanaman bibit tua apabila suatu daerah terdapat serangan keong mas dianjurkan menanam bibit lebih dari satu apabila ada yang termakan keong masih ada yang lain; pemberian pupuk organik diharapkan dapat meningkatkan mikroba dalam tanah karena tanah kita terlalu banyak menggunakan pupuk kimia; penggunaan pupuk sesuai kebutuhan; pengairan intermiten (terputus-putus) perlu diperhatikan bahwatanaman padi bukan tanaman air melainkan tanaman yang butuh air jadi pengairannya harus diperhatikan; pengendalian hama dan penyakit secara terpadu; pengendalian gulma serta penanganan panen dan pasca panen yang baik untuk meminimalkan kehilangan hasil pada panen”. (Wawancara 16 Maret 2010). 3 Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Sri Mulyono: “metode belajarnya langsung pengamatan di lapang, memahami apa yang terjadi lalu mencari solusi permasalahan yang dihadapi tersebut. Jadi tidak seperti anak sekolahan yang diajar oleh guru tetapi kita lebih belajar bersama” (Wawancara 25 Maret 2010).

48

(2005) menyatakan bahwa pendidikan terutama pendidikan orang dewasa

adalah merupakan proses penyadaran menuju kepada pembebasan.

Pemilihan metode pendidikan orang dewasa harus selalu

mempertimbangkan waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu

kegiatan/pekerjaan pokoknya, waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin

dan lebih banyak menggunakan alat peraga. Selanjutnya Scmidt (1974)

dalam Mardikanto dan Arip (2005) menekankan agar pemilihan metode

pendidikan orang dewasa harus selalu mengacu pada tujuan yang akan

dicapai yang pada dasarnya terbagi dua yaitu menata pengalaman masa

lampau yang telah dimilikinya dengan cara baru dan memberikan

pengalaman baru berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Untuk

permasalahan yang terjadi dilapang adanya hama yang menyarang tanaman

dan adanya petani yang belum menerapkan sistemjajar legowo, hal ini

dibuktikan dengan adanya beberapa lahan petani yang belum

menerapkannya. Untuk mengatasi hal tersebut petani biasanya

menggunakan cara-cara lama dalam mengatasi masalah hama. Dengan cara

berdiskusi dan disampaiakn pada saat pertemuan apa yang menjadi

masalah. Dalam memahami dan memecahkan masalah petani mampu

memahami dan memecahkan masalah yang terjadi dilapang. Misalnya ada

serangan hama petani akan melakukan pengendalian dengan menggunakan

cara yang lama serta terkadang bertanya kepada petugas penyuluhan

setempat untuk meminta solusi dari permasalahan yang dihadapi.

Benih yang digunakan petani dalam kegiatan berusaha tani sudah

memenuhi standar yang dianjurkan yaitu petani sudah menggunakan benih

unggul, kebanyakan petani menanam padi jenis IR 64 dan ada juga yang

menanam jenis INPARI 1 dengan alasan umur tanaman lebih pendek yaitu

sekitar 108 hari sedangkan IR 64 berumur antara 115-120 hari dan hasilnya

lebih tinggi dibandingkan dengan padi jenis IR 64. sebelum benih tersebut

disebar perlu dilakukan perendaman terlebih dahulu. Perendaman dilakukan

untuk mempercepat pertumbuhan akar benih di lahan persemaian dan agar

benih dapat melekat dengan tanah sehingga apabila sewaktu-waktu turun

49

hujan, benih tersebut tidak mudah hanyut. Petani yang lahannya dijadikan

lahan percontohan sudah menerapkan sistem jajar legowo dilahan mereka

ada yang menerapkan 2:1 dan ada juga yang menerapkan jajar legowo 4:1,

sedangkan petani yang non LL diharapkan mampu untuk mencontoh petani

yang sudah menerapkan legowo tersebut karena petani yang non LL

menganggap rumit sistem tersebut dan memerlukan biaya yang lebih mahal

sehingga mereka berinisiatif menerapkan legowo 8:1 dengan cara

mencabuti sendiri tanaman yang sudah ditanam lalu menanam kembali di

samping tanaman yang dicabut.

Sebelum penanaman perlu dilakukan pengolahan lahan. Sebelum tanah

dibajak dilakukan pencangkulan tanah di tepi sawah yang dekat dengan

pematang. Kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah pembajakan karena

bagian sawah yang dekat dengan pematang sawah sulit untuk dijangkau

oleh traktor, setelah itu baru dilakukan pembajakan dan penggaruan sawah.

Penggaruan ini dilakukan agar gumpalan tanah menjadi hancur dan merata.

Setelah penggaruan selesai baru lahan dapat ditanami dengan bibit padi,

adapun jumlah bibit yang ditanam perlubang adalah 1-3 batang dan dalam

menanamnya tidak boleh terlalu dangkal juga tidak boleh terlalu dalam hal

ini dikarenakan bibit yang ditanam jika terlalu dalam dapat menyebabkan

batang tanaman mudah membusuk. Sedangkan jika terlalu dangkal akan

berakibat pada sistem perakaran yang kurang kuat, sehingga tanaman

mudah rebah.

Untuk pemupukan petani menggunakan phonska dengan jumlah 350

kg/ha dan menggunakan urea sekitar 200 kg/ha dari anjuran untuk pupuk

phonska 300-400 kg/ha dan urea 150-250 kg/ha. Pemupukan dilakukan

sebanyak 3 kali yaitu pada saat umur 0-14 hari, pemupukan kedua

dilakukan pada saat tanaman berumur 21-28 hari serta pemupukan ketiga

dilakukan pada saat tanaman berumur 35 hari. Pemberian air pada tanaman

sudah dilakukan dengan cara intermitten atau berselang, mengingat lahan

petani merupakan lahan tadah hujan, apabila tanaman tersebut kekurangan

air baru akan di pompa dari sungai bengawan yang berada dekat dengan

50

lahan petani, tetapi ada juga petani yang mengairi sawahnya dari sungai

kecil yang berada di desa mereka. Selain pemupukan juga diperlukan

pemeliharaan berupa penyiangan pada tanaman tujuannya untuk

menghilangkan rumput yang ada disekitar tanaman padi. Penyiangan ini

dilakukan dengan menggunakan “gosrok/landak” setelah tanaman padi

berumur 2 minggu setelah tanam dengan cara menggarukkan landak keareal

persawahan, selain menghilangkan gulma kegiatan melandak ini juga dapat

menggemburkan tanah.

Terkait dengan penanganan panen dan pasca panen pada saat panen

petani menggunakan power threaser dalam merontokkan padi karena

dianggap lebih cepat dibandingkan menggunakan cara lama yaitu

menggunakan erek, kemudian dimasukkan kedalam karung-karung untuk

dingkut kerumah lalu dijemur,untuk penjemuran itu sendiri ada petani yang

menggunakan tempat penggilingan pada sebagai tempat menjemur hasil

panen karena halamannya lebih luas, selain dipanen sendiri ada juga

beberapa petani yang menebaskan langsung kepada penebas.

Dalam kegiatan sekolah lapang ini juga terdapat hari lapang tani

kegiatan seperti ini dilaksanakan untuk menunjukkan kepada petani tentang

keadaan lapang dari kegiatan pengujian lokal atau percobaan-percobaan

dipusat penelitian dan pengembangan, petani-petani yang diundang

biasanya dipilih dan diajak untuk memperhatikan tanaman, pemupukan

dimana tujuannya adalah untuk menyebar luaskan teknologi yang telah

diterapkan selama petani melaksanakan komponen teknologi yang

diterapkan. Adapun peserta dalam acara ini adalah pemandu lapang/PPL,

petani sekitar SL, perangkat Desa/Kecamatan, Dinas Pertanian Kabupaten.

Acara ini dilakukan didekat lahan percontohan dengan mendirikan tenda,

selain itu acara ini juga terdapat hiburan agar suasananya bisa lebih rileks

dan tidak terlalu membosankan. Dalam acara ini petani yang lahannya

dijadikan lahan percontohan menginformasikan kepada petani lain tentang

suka dukanya dalam menerapkan komponen teknologi, sedangkan dari

pihak BPP menyampaikan hasil produksi yang diperoleh dari kegiatan

51

sekolah lapang dimana sebelumnya telah dilakukan pengubinan terlebih

dahulu agar petani yang lain juga tertarik menerapkan komponen yang

ditawarkanuntuk pihak kabupaten menyampaikan tentang kondisi sekolah

lapang di berbagai daerah lain selain itu juga ada pihak swasta yang

menghadiri kegiatan ini, mereka bertujuan untuk menawarkan produk-

produk pertanian berupa pestisida dan contoh tanaman yang diberi

perlakuan terhadap produk yang mereka tawarkan dengan begitu

diharapkan petani mau membeli produk yang mereka bawa. Pada akhir

acara kegiatan hari lapang ini ada doorprise bagi petani sehingga acara ini

juga menarik bagi petani. Adapun perubahan ketrampilan yang dialami

petani selama kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu

adalah sebagai berikut:

Tabel 10. Perubahan Ketrampilan Petani Peserta Kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu

No. Dimensi Sebelum Mengikuti Kegiatan SL-PTT

Sesudah Mengikuti Kegiatan SL-PTT

1. Perlakuan Benih

Petani langsung menebar benih ke lahan persemaian

Petani melakukan perlakukan terhadap benih yaitu dengan melakukan perendaman benih sebelum persemaian

2. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah sudah dilakukan dengan baik oleh petani

Petani lebih terampil dalam melakukan pengolahan tanah

3. Penanaman Petani belum mengetahui teknik penanaman yang baik, dimana petani masih menggunakan sistem blak

Petani mengetahui teknik penanaman yang baik yaitu dengan menggunakan sistem jajar legowo yang dapat meningkatkan populasi tanaman.

4. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan sudah baik

Pemeliharaan lebih mudah karena menggunakan sistem jajar legowo

5. Panen dan Pasca Panen

Petani kurang memperhatikan penanganan panen dan pasca panen

Petani terampil dalam mengatasi kekurangan hasil pada saat panen dan pasca panen

52

3. Karakteristik Petani

a. Kondisi Internal

1) Pendidikan formal

Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam

meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin

perkembangan sosial maupun ekonomi (PBB, report on the World

Social Situation dalam Todaro, 2000).

Pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh petani

dibangku sekolah. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan

seorang petani diharapkan petani tersebut mau dan mampu untuk

menerima suatu teknologi baru. Adapun tingkat pendidikan yang

ditempuh oleh petani dalam kegiatan sekolah lapang dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 11. Distribusi Petani Berdasarkan Pendidikan Formal

No Tingkat Pendidikan Formal Jumlah (orang)

Prosentase (%)

1 Tidak sekolah-Tamat SD 3 23,08 2 SLTP 7 53,84 3 SLTA 3 23,08

Jumlah 13 100

Sumber : Analisis Data Primer 2010 Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa pendidikan dari

petani kebanyakan tamat SLTP dengan jumlah 7 orang atau

sebanyak 53,84%. Tingkat pendidikan akan berpengaruh dengan

pola pikir petani dalam menerapkan suatu komponen teknologi.

Dengan pendidikan yang telah ditempuh memungkinkan petani mau

terbuka terhadap suatu inovasi yang diberikan serta mampu untuk

menerapkan suatu inovasi yang diberikan. Dengan pendidikan yang

ditempuh oleh petani yang kebanyakan SLTP akan mempengaruhi

cara berpikir petani menghadapi permasalahan yang terjadi.

53

2) Pendidikan non formal

Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh

petani diluar pendidikan formal, seperti mengikuti penyuluhan

pertanian dan pelatihan diluar kegiatan penyuluhan seperti kegiatan

karyawisata ke daerah lain atau mengikuti pelatihan mengenai

kegiatan budidaya tanaman seperti pelatihan budidaya tanaman padi

dan pelatihan budidaya tanaman jeruk. Semakin sering petani

mengikuti kegiatan penyuluhan atau pelatihan di bidang pertanian,

diharapkan informasi yang diperoleh akan semakin banyak. Hal ini

akan berpengaruh terhadap keterampilan petani dalam pengelolaan

usaha taninya. Dibawah ini dapat dilihat distribusi pendidikan non

formal:

Tabel 12. Distribusi Petani Berdasarkan Pendidikan Non Formal

No Kriteria Jumlah (orang)

Prosentase (%)

1 Tidak pernah 3 23,08 2 Kadang-kadang 7 53,84 3 Sering 3 23,08

Jumlah 13 100

Sumber : Analisis Data Primer 2010

Berdasarkan Tabel 12distribusi petani berdasarkan pendidikan

nonformal dapat dilihat bahwa petani yang sering mengikuti

pelatihan hanya sebanyak 3 orang atau sebanyak 23,08 % yang

sering mengikuti pelatihan hal ini dikarenakan informasi tentang

kegiatan pelatihan atau budidaya sangat terbatas4. Pelatihan yang

diikuti oleh petani kebanyakan berasal dari dinas pertanian. Para

petani yang sering mengikuti kegiatan pelatihan atau teknik

budidaya ini rata-rata sebagai ketua kelompok tani atau petani yang

maju dalam suatu wilayah, hal ini diharapkan setelah mengikuti

kegiatan pelatihan petani tersebut mau berbagi pengalaman kepada

4 Hal ini ditegaskan oleh key informan bpk Soewardi yang mengatakan : “Hanya beberapa orang dalam kelompok tani yang dapat mengikuti pelatihan jadi tidak semuanya ikut, tiap kelompok paling Cuma 2 atau 3 orang saja”.

54

anggotanya setelah mengikuti kegiatan pelatihan. Pendidikan non

formal seperti kegiatan pelatihan seperti ini sangat diperlukan oleh

petani untuk menambah pengetahuan serta informasi-informasi yang

tidak mereka peroleh dari kegiatan penyuluhan, semakin sering

mereka mengikuti kegiatan pelatihan dan teknik budidaya maka

wawasan mereka juga akan terbuka terhadap suatu inovasi yang

ditawarkan oleh pemerintah.

3) Luas Penguasaan Lahan

Untuk petani lahan merupakan tempat mereka untuk

menghidupi keluarganya, dengan kegiatan usahatani yang semakin

berkembang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani.

Adapun luas penguasaan lahan petani dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 13. Distribusi Petani Berdasarkan luas Penguasaan Lahan

No Luas lahan petani

Jumlah (orang)

Prosentase (%)

1 0,1-0,3Ha 7 53,84 2 0,4-0,6 Ha 2 15,38 3 0,7-1Ha 4 30,77

Jumlah 13 100

Sumber : Analisis Data Primer 2010

Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa distribusi petani

berdasarkan luas pengusaan lahan termasuk dalam kategori sempit.

Luas penguasaan lahan terbanyak yang dimiliki oleh petani yaitu

0,1-0,3 Ha sebanyak 7 orang atau sebesar 53,84 %. Dengan luas

lahan yang dimiliki oleh petani diharapkan petani mampu berpikir

untuk meningkatkan produksi tanpa harus menambah pupuk kimia.

Perlu dilakukan upaya-upaya pendekatan yang intensif kepada

petani terkait dengan suatu inovasi yang dianggap baru oleh mereka.

Adanya informasi tentang SL-PTT yang dapat meningkatkan

produksi usahatani membuat petani tertarik untuk terlibat dalam

kegiatan ini. Sehingga walaupun luas lahan yang dimiliki sempit

tetapi hasil produksi dapat meningkat.

55

4) Pendapatan

Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan berusahatani

ataupun pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan lain. Adapun

distribusi petani berdasarkan bendapatan dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 14. Distribusi Petani Berdasarkan Pendapatan Usaha Tani

No Kriteria Jumlah (orang)

Prosentase (%)

1 Kekurangan 0 0 2 Kecukupan 11 84,6 3 Berlebih 2 15,4

Jumlah 13 100

Sumber : Analisis Data Primer 2010

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa sekitar 84,6% atau sekitar 11

petani berada dalam kondisi kecukupan dalam arti sudah mampu

memenuhi kebutuhan sehari-hari, selain mengandalkan pendapatan

dari kegiatan usahatani wanita tani juga bekerja sampingan yaitu

sebagai buruh batik5. Sebanyak 2 orang atau 15,4 % petani dalam

keadaan berlebih artinya selain mampu mencukupi kebutuhan

sehari-hari mereka juga bisa menabung untuk keperluan yang tak

terduga dimasa mendatang.

Dalam partisipasi, petani yang memiliki pendapatan tinggi atau

sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka akan

lebih mudah melakukan sesuatu yang diinginkan. Biaya bukan lagi

menjadi masalah dalam melakukan apapun yang dikehendaki bila

mereka sudah tercukupi sehingga petani nantinya dapat aktif dalam

berpartisipasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan

yang diperoleh petani memang sudah mencukupi kebutuhan sehari-

hari akan tetapi ada beberapa petani yang belum mampu

menerapkan teknologi yang diberikan khususnya sistem tanam jajar

5 Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ny gunarsih : “selain itu para istri juga membantu suami untuk mencukupi kebutuhan hidup, kebanyakan yang perempuan itu mbatik. Hasilnya bisa buat jajan anak.”

56

legowo, hal ini dikarenakan dalam pelaksanaannya dibutuhkan biaya

yang lebih besar dibandingkan biaya tanam yang biasa mereka

keluarkan. Sistem ini dianggap rumit karena ada selang atau jarak

sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

menyelesaikannya.

b. Kondisi Eksternal

1) Lingkungan Sosial

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan lingkungan sosial

adalah lingkungan masyarakat sekitar petani terkait dengan

hubangan antar masyarakat. Adapun lingkungan sosialnya termasuk

baik karena masyarakat sekitar masih saling membantu bila ada

hajatan serta berbagi tentang informasi baru6. Lingkungan sosial

yang baik diharapkan mampu memberikan dampak yang positif bagi

petani, diharapkan dengan adanya hubungan antar masyarakat yang

baik petani mampu memperoleh informasi tentang suatu inovasi

tidah hanya dari penyuluh saja melainkan diharapkan petani itu

mampu untuk mencari sumber informasi yang lain. Dengan

lingkungan sosial yang baik petani juga dapat untuk saling bertukar

pengalaman dengan petani lain terkait dengan kegiatan usahatani

yang mereka jalani, petani biasa bertukar pengalaman mengenai

pemberantasan hama yang selama ini dilaksanakan dan juga petani

mendapat informasi lain dari penanganan masalah hama dari petani

lain.

2) Lingkungan Ekonomi

Lingkungan ekonomi merupakan kekuatan ekonomi finansial

yang ada di sekitar seseorang. Diantaranya lembaga pemerintah

maupun swasta yang berhubungan dengan pemberian kredit bagi

6 Hal ini seperti yang di utarakan oleh bpk Narto: “hubungan dengan masyarakat sekitar juga baik. Kalau ada kegiatan juga gotong royong saling membantu, misalnya ada hajatan atau ada kerja bakti membetulkan jalan. Sesama anggota dalam kelompok tani juga baik, bila ada sesuatu selalu dibicarakan dalam perkumpulan seperti informasi pestisida atau ada permasalahan selalu di bahas”.

57

seseorang (Soekartawi, 1988). Dari hasil penelitian diketahui bahwa

keadaan ekonomi sekitar petani sudah dapat dikatakan cukup atau

sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka7 akan

tetapi salah satu kesulitannya adalah kurangnya ketrampilan petani

itu sendiri dalam menerapkan sistem legowo sehingga

membutuhkan biaya yang lebih besar dalam kegiatan usaha tani.

Salah satu kendala dalam pelaksanaan sekolah lapang adalah

tingginya biaya yang diperlukan dalam upaya menerapkan

komponen jajar legowo, hal ini yang menyulitkan para petani

dengan pendapatan yang pas-pasan untuk ikut serta dalam

menerapkan sistem jajar legowo. Untuk kelompok tani yang

tergabung dalam gapoktan bisa meminjam uang kepada gapoktan

untuk membantu kelancaran berusaha tani. Selain pinjaman berupa

uang gapoktan juga menyediakan pinjaman berupa pupuk bersubsidi

dari pemerintah kemudian dibayar ketika setelah panen.

4. Tumbuh dan Berkembangnya Partisipasi Petani dalam Kegiatan SL-PTT

ditentukan oleh Kemauan, Kesempatan dan Kemampuan.

a. Kemauan Berpartisipasi

Dalam mensukseskan pelaksanaan sekolah lapang diperlukan

adanya peserta atau petani yang terlibat didalamnya. Pelaksanaan sekolah

lapang ini mendapat sambutan yang baik oleh petani, hal ini dibuktikan

dengan keterlibatan mereka dalam setiap rangkaian kegiatan yang

diadakan. Pada awalnya petani dilibatkan dalam proses perencanaan

untuk menentukan jumlah benih yang dibutuhkan serta menentukan lahan

petani mana yang cocok dan sesuai untuk dijadikan lahan percontohan.

7 Hal ini seperti yang dijelaskan oleh bapak jumadi : ” Kalau keadaan ekonomi ya bervariasi ya, ada yang mapan ada yang cukup untuk kehidupan sehari-hari. Kalau untuk menerima inovasi ya butuh waktu gak langsung diterima begitu saja, kan juga ada petani yang sudah tua itu kadang mereka susah sekali untuk menerapkan inovasi yang diberikan.” (Wawancara 30 Maret 2010). Dan ditegaskan oleh Bapak Narto: “kalau masyarakat sekitar sini itu ya sudah bisa dibilang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebanyakan mereka sudah mapan.” (Wawancara 29 Maret 2010).

58

Berdasarkan keterangan informan kunci dari beberapa desa diperoleh

data kemauan petani berpartisipasi sebagai berikut:

Tabel 15. Kehadiran Petani Dalam Sekolah Lapang

No Nama Desa Kehadiran Petani (orang)

Prosentase (%)

1. Gentanbanaran 22 25,58 2. Karungan 21 24,42 3. Karangwaru 20 23,26 4. Karanganyar 23 26,74 Jumlah 86 100

Sumber: Analisis Data Primer dan Sekunder 2010

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah petani terbanyak yang

memiliki kemauan untuk hadir dalam berpartisipasi berada di desa

karanganyar dengan 26,76 % atau 23 orang memiliki keinginan untuk

menerima inovasi yang diberikan terkait dengan kegiatan sekolah lapang

pengelolaan tanaman terpadu.

b. Kesempatan Berpartisipasi

Adanya kesempatan yang diberikan pemerintah kepada petani dalam

melaksanakan program merupakan hal positif bagi petani karena dengan

begitu petani memiliki kesempatan untuk menggunakan teknologi yang

diberikan. Kesempatan yang diberikan pemerintah berupa kesempatan

bagi petani untuk memperoleh informasi terkait dengan sekolah lapang

dan komponen teknologi yang menyertainya. Informasi tersebut

diberikan kepada para petani pada saat pertemuan-pertemuan rutin yang

digelar oleh petani. Setelah memperoleh informasi mereka juga

memperoleh kesempatan untuk mengikuti kegiatan sekolah lapang serta

mempelajari komponen teknologi lebih mendalam. Untuk petani yang

tidak memperoleh kesempatan dalam sekolah lapang mereka tetap tidak

ketinggalan informasi karena selalu dilaporkan dalam pertemuan rutin

apa-apa saja yang menjadi keputusan dan informasi yang berguna bagi

petani lain. Dengan petani mau menghadiri pertemuan, maka akan

memperoleh kesempatan untuk menerima informasi. Berdasarkan

59

keterangan informan kunci dari beberapa desa diperoleh data sebagai

berikut:

Tabel 16. Kesempatan Petani Dalam Berpartisipasi

No Nama Desa Kemauan berpartisipasi (orang)

Prosentase (%)

1. Gentanbanaran 22 25,58 2. Karungan 21 24,42 3. Karangwaru 20 23,26 4. Karanganyar 23 26,74 Jumlah 86 100

Sumber: Analisis Data Primer dan Sekunder 2010

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa jumlah petani terbanyak yang

memiliki kesempatan berpartisipasi berada di desa karanganyar dengan

26,76 % atau 23 orang. Petani yang memiliki kemauan untuk menerima

inovasi terkait dengan teknologi pengelolaan tanaman terpadu maka

petani tersebut akan memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi

teknologi PTT yang diberikan oleh pemerintah tersebut.

c. Kemampuan Berpartisipasi

Adanya kemauan dan kesempatan dari petani tidak akan terlaksana

apabila mereka tidak memiliki ketrampilan atau kemampuan dalam

menjalankan teknologi yang diberikan. Terkait dengan sekolah lapang

kemampuan petani dalam kegiatan berusaha tani memang sudah tidak

diragukan lagi, hanya saja kendala yang utama adalah adanya beberapa

petani yang kesulitan dalam menerapkan sistem jajar legowo. Sistem

legowo ini merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk

memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini merupakan

perubahan dari jarak tanam blak/tegel menjadi jajar legowo. Dalam

prakteknya sistem legowo ini dianggap sulit oleh petani. Hal ini

dikarenakan tenaga/buruh tanam yang belum terampil dalam

melaksanakannya serta kebiasaan para buruh tanam dalam melakukan

jarak tanam tegel sudah melekat sehingga dianggap sulit. Selain itu biaya

yang dikeluarkan juga menjadi lebih besar. Berdasarkan keterangan

informan kunci dari beberapa desa diperoleh data kemampuan petani

60

berpartisipasi terutama terkait dengan jarak tanam legowo sebagai

berikut:

Tabel 17. Kemampuan Petani Dalam Berpartisipasi dalam Penerapan Jajar Legowo

No Nama Desa Kemauan berpartisipasi (orang)

Prosentase (%)

1. Gentanbanaran 10 21,27 2. Karungan 13 27,67 3. Karangwaru 9 19,15 4. Karanganyar 15 31,91 Jumlah 47 100

Sumber : Analisis Data Primer 2010

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa kemampuan petani dalam

menerapkan jarak tanam legowo terbanyak berada di desa karanganyar

dengan 31,91% atau sebanyak 15 orang menerapkan sistem legowo.

5. Partisipasi Petani Dalam Kegiatan SL-PTT

a. Lingkup Keterlibatan

Petani peserta sekolah lapang terlibat secara langsung dalam

kegiatan ini. Untuk petani yang lahannya tidak dijadikan lahan

percontohan hanya menerima bantuan berupa benih unggul dan biaya

yang lainnya termasuk pemeliharaan ditanggung sendiri oleh petani

yang bersangkutan. Sedangkan lahan petani yang dijadikan lahan

percontohan tidak hanya mendapat benih tetapi juga pupuk. Sedangkan

untuk biaya pemeliharaannya ditanggung sendiri oleh petani tersebut.

Adanya bantuan dari pemerintah membuat petani mulai terbuka

wawasannya mengenai suatu teknologi baru. Bantuan tersebut meliputi

bantuan benih padi, bantuan pupuk anorganik berupa pupuk urea dan

phonska, bantuan pupuk organik berupa pupuk organik cair dan pupuk

kompos, bantuan agensia hayati berupa bacteri chorin, Sedangkan

untuk non lahan percontohan petani hanya mendapatkan bantuan benih

sebesar 25kg/ha. Terkait tentang informasi mengenai komponen

teknologi tersebut informasi dapat berasal dari penyuluh (karena para

penyuluh sudah ditugaskan di desa-desa yaitu satu desa satu penyuluh

61

sehingga apabila ada masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh petani

itu sendiri mereka akan mudah untuk menemui penyuluh masing-

masing) dan ketua kelompok tani serta dari majalah dan leaflet.

Informasi mengenai SL-PTT tersebut mudah untuk diperoleh petani.

Tabel 18.Lingkup Keterlibatan Petani Dalam Kegiatan SL-PTT

No Dimensi Lingkup Keterlibatan 1. Partisipasi dalam Perencanaan Pada tahap perencanaan

petani dilibatkan dalam pembuatan RUK (rencana usaha kelompok) yang berisi tentang rincian bantuan yang akan diterima oleh petani berupa bibit pupuk organik dan anorganik.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan

Petani terlibat secara langsung dalam mererapkan komponen teknologi anjuran mulai dari tahap pengolahan tanah, persemaian, penanaman, pemeliharaan hingga panen.

3. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi

Dalam pemantauan petani melakukan pengamatan tanaman yang ada dilahannya lalu membandingkan dengan lokasi percontohan.

4.

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil

Petani menerima manfaat dari usaha yang mereka keluarkan dalam keikutsertaannya dalam setiap proses kegiatan yang berlangsung

Sumber : Analisis Data Primer 2010

62

Adapun partisipasi petani dalam setiap kegiatan sekolah lapang

dapat dilihat sebagai berikut:

No Lingkup Desa Jumlah (orang)

Prosentase (%)

1 Partisipasi pada tahap perencanaan

Gentanbanaran Karungan Karangwaru Karanganyar

4 3 3 4

28,57 21,43 21,43 28,57

2. Partisipasi pada tahap pelaksanaan

Gentanbanaran Karungan Karangwaru Karanganyar

22 21 20 23

25,58 24,42 23,26 26,74

3. Partisipasi pada tahap pemantauan dan evaluasi

Gentanbanaran Karungan Karangwaru Karanganyar

22 21 21 22

25,58 24,42 24,42 25,58

4. Partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil

Gentanbanaran Karungan Karangwaru Karanganyar

25 25 25 25

25 25 25 25

Sumber : Analisis Data Primer dan Sekunder 2010

b. Tingkat Kesukarelaan

Petani berpasrtisipasi secara sukarela hal ini ditunjukkan dalam

keikutsertaan mereka dalam pertemuan yang telah dijadwalkan

sebelumnya. Dalam menerima suatu inovasi diharapkan petani bisa

terbuka terhadap suatu perubahan, dan mereka mampu untuk

menentukan sikap agar menjadi lebih maju lagi. Keadaan dilapang

menunjukkan bahwa petani mau berpartisipasi karena adanya

rangsangan dan dorongan dari pihak luar yang berupa bantuan benih

unggul dari pemerintah dan juga sarana lain berupa pupuk kimia dan

organik bagi lahan petani yang dijadikan percontohan, akan tetapi

tidak semua subyek atau informan yang berpartisipasi semata-mata

karena adanya bantuan dari pemerintah, ada juga dari mereka yang

mau ikut ambil bagian dalam program SL-PTT ini karena adanya

kesadarannya sendiri. Setelah mengetahui tujuan dan manfaat dari

63

melaksanakan SL-PTT mereka paham dan tergerak untuk

berpartisipasi.

Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda

adanya kemampuan awal masyarakat itu untuk berkembang secara

mandiri. Peran serta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya

motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh dan dorongan) dari luar,

meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk

berpartisipasi Dussel (1981) dalam Mardikanto (2009).

c. Bentuk Partisipasi

Adapun bentuk partisipasi yang dilakukan oleh petani adalah

partisipasi terbatas, dimana partisipasi ini hanya digerakkan untuk

kegiatan-kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan.

Partisipasi petani dalam pelaksanaan program cukup besar, hal ini

tampak dari keinginan petani untuk menerapkan inovasi teknologi

yang diberikan oleh penyuluh. Dengan adanya partisipasi petani dalam

kegiatan sekolah lapang ini memungkinkan pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan. Dengan adanya sekolah lapang sangat membantu

petani sehingga petani mampu meningkatan pengetahuan dan

ketrampilan dalam melakukan kegiatan usahataninya serta petani

menjadi lebih paham bahwa dengan menanam bibit muda anakan

yang dihasilkan akan lebih banyak dibandingkan menanambibit yang

sudah tua. Dalam hal ini, petani yang lahannya dijadikan percontohan

ikut memberikan input berupa kesediaan mereka untuk menerapkan

teknologi yang ditawarkan ke lahan mereka serta mendapat imbalan

atas input yang diberikan berupa benih unggul serta fasilitas lain

seperti pupuk kimia dan organik bagi lahannya yang dijadikan demplot

tetapi mereka juga menikmati hasil dari apa yang mereka kerjakan.

Hasil yang dinikmati petani yaitu pada saat panen mereka merasakan

manfaat dari penerapan teknologi PTT tersebut. Selain pemeliharaan

yang mudah juga hasil yang diperoleh meningkat dari biasanya. Dalam

64

1ha petani mampu memperloleh hasil 7,5 ton dari hasil sebelumnya

yang hanya 7 ton/ha.

6. Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dan Pendorong Petani Untuk

Berpartisipasi Dalam Kegiatan Sl-PTT

a. Faktor Pendukung

Kondisi internal dan eksternal petani dapat mendukung serta

menghambat partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT. Pendidikan

formal atau pendidikan di bangku sekolah yang ditempuh oleh petani

dapat menjadi faktor pendukung dalam kegiatan sekolah lapang.

Dengan tingginya pendidikan diharapkan petani dapat memahami dan

mudah untuk melaksanakan suatu inovasi baru yang ditawarkan.

Komponen teknologi yang ditawarkan diharapkan mampu

meningkatkan pendapatan petani dan dapat mensejahterakan petani.

Pendidikan petani yang kebanyakan SLTP mampu mempengaruhi sikap

petani terhadap suatu inovasi teknologi. Selain pendidikan formal

pendidikan non formal juga dapat menjadi faktor pendukung petani

dalam berpartisipasi. Pendidikan non formal yang dimaksud adalah

seberapa seringnya petani mengikuti pelatihan seperti mengikuti

penyuluhan pertanian dan pelatihan diluar kegiatan penyuluhan seperti

kegiatan karyawisata ke daerah lain atau mengikuti pelatihan mengenai

kegiatan budidaya tanaman seperti pelatihan budidaya tanaman padi dan

pelatihan budidaya tanaman jeruk. Semakin sering petani mengikuti

kegiatan penyuluhan atau pelatihan di bidang pertanian, diharapkan

informasi yang diperoleh akan semakin banyak. Hal ini akan

berpengaruh terhadap keterampilan petani dalam pengelolaan usaha

taninya, serta mampu membuka wawasan petani untuk lebih terbuka

terhadap suatu inovasi baru. Pendidikan non formal yang diikuti oleh

petani diharapkan mampu memberikan sumbangan yang positif

terhadap pola pikir yang selama ini diyakininya.

65

Kegiatan pelatihan yang diadakan memang sangat terbatas hal

tersebut yang memungkinkan tidak semua petani memperoleh informasi

terkait kegiatan pelatihan dan budidaya tersebut, karena hanya beberapa

orang dari petani yang mengikuti pelatihan tersebut. Pelatihan diadakan

untuk meningkatkan pengetahuan petani akan cara berusahatani.

Biasanya petani yang menghadiri kegiatan pelatihan tersebut adalah

ketua kelompok tani dari tiap-tiap desa, setelah ketua kelompok tersebut

memperoleh pengetahuan diharapkan saat petemuan kelompok ketua

kelompok tani tersebut dapat membagi pengalamannya sehingga

anggota kelompok tani yang lain juga tidak ketinggalan informasi.

b. Faktor Penghambat

Pendapatan merupakan satu faktor penghambat dalam partisipasi

petani. Pendapatan yang rendah mengakibatkan petani sulit untuk

menerapkan teknologi yang diberikan, karena biaya yang dikeluarkan

lebih besar dari yang biasanya dikeluarkan dalam berusaha tani.

Penanaman dengan sistem blak dalam 1ha dibutuhkan 8 orang buruh

tanam dengan sistem borongan dimana upahnya sebesar Rp. 600.000

dan diselesaikan dalam waktu 2 hari sedangkan bila menggunakan

sistem jajar legowo waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

penanaman selama 2,5 hari dengan tambahan upah 20% dari biaya

penanaman yaitu penambahannya sebanyak Rp. 120.000. Selain

pendapatan sistem jajar legowo dianggap sulit oleh sebagian petani

karena petani sudah terbiasa menggunakan sistem blak. Salah satu

kendala dalam penerapan sistem legowo adalah tenaga khususnya tanam

kurang mengerti dan kurang paham bagaimana sistem ini dilakukan.

Kesulitan tersebut mengakibatkan tenaga kerja tanam meminta

tambahan upah kepada pemilik lahan.

66

Tabel 19. Komponen Yang Mempengaruhi Kegiatan SL-PTT

No. Komponen yang mempengaruhi kegiatan SL-PTT

Pengaruh pada kegiatan SL-PTT

1. Pendidikan Formal Kemampuan petani dalam membaca dan menulis dapat membantu pelaksanaan kegiatan sekolah lapang serta dengan pengetahuan yang yang dimilikinya dapat membantu penyerapan komponen teknologi yang ditawarkan

2. Pendidikan non formal Pengalaman petani dalam kegiatan pelatihan dan bubidaya dapat membantu dalam menerapkan komponen teknologi yang diberikan.

3. Luas lahan Petani yang memiliki luas lahan yang relatif luas dan berada ditempat yang strategis seperti dekat dengan jalan raya dan sering dilalui oleh orang digunakan sebagai lahan percontohan agar petani lain yang melalui jalan tersebut dapat melihat dan mendorong keingintahuan mereka tentang SL-PTT

4. Pendapatan Pendapatan yang rendah merupakan suatu kendala dalam menerapkan komponen teknologi yang ditawarkan, karena sistem jajar legowo dalam Sl-PTT membutuhkan biaya yang lebih dari yang biasanya dikeluarkan oleh petani.

Sumber : Analisis Data Primer 2010

B. Pembahasan dan Temuan Pokok

Partisipasi diperlukan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan,

karena pembangunan berkelanjutan sangat bergantung pada proses sosial.

67

Tiga aspek masyarakat yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan harus

diintegrasikan dimana individu dan lembaga saling berperan agar terjadi

perubahan (Syahyuti dalam Supadi 2008). Kemauan petani dalam

berpartisipasi dalam kegiatan sekolah lapang ini ditunjukkan dengan

kehadiran mereka dalam pertemuan, serta keteribatan petani dalam

melaksanakan komponen yang diberikan, kesempatan yang diperoleh petani

dapat dilihat dari kesempatan mereka dalam menerima informasi terkait

sekolah lapang serta kemampuannya dapat dilihat dari kemampuan petani

dalam menerapkan teknologi yang ditawarkan ke lahan pribadi. Partisipasi

petani dalam kegiatan sekolah lapang dapat dikatakan baik, hal ini dapat

dilihat dari adanya peran serta petani dalam melaksanakan komponen

teknologi yang ditawarkan, mereka berpartisipasi secara sukarela dan atas

kehendak pribadi salah satu hal yang mendorong mereka mau melaksanakan

komponen yang ditawarkan selain adanya kesadaran dari beberapa petani juga

adanya bantuan dari pemerintah yang mereka peroleh. Adapun lingkup

keterlibatan petani dalam berpartisipasi dapat dilihat mulai dari tahap

perencanaan dimana petanidilibatkan dalam penyusunan rencana usaha

kelompok yang kemudian diajukan untuk mendapatkan bantuan berupa benih

unggul dan pupuk kimia serta organik, dalam tahap pelaksanaan petani

terutama yang lahannya dijadikan lahan percontohan menerapkan komponen

teknologi yang ditawarkan oleh pemerintah, dalam tahap pemantauan dan

evaluasi petani diarahkan untuk melakukan pengamatan terhadap lahan yang

menjadi percontohan mengamati hama dan penyakit yang menyerang serta

membahas penanggulangannya, partisipasi petani dalam pemanfaatan hasil

dapat dilihat dari hasil yang diperoleh setelah menerapkan komponen

teknologi yang ditawarkan.

Pendidikan formal dan nonformal merupakan salah satu pendorong

petani dalam berpartisipasi sedangkan hambatan dalam berpartisipasi adalah

pendapatan. Pendidikan yang ditempuh petani dalam bangku sekolah mampu

membantu petani untuk membuka suatu wawasan mereka terkait dengan pola

usaha tani yang selama ini diterapkan, pendidikan nonformal seperti pelatihan

68

dan budidaya tanaman mampu meningkatkan pengetahuan dan pengalaman

petani juga. Salah satu penghambat petani untuk berpartisipasi adalah

pendapatan, hal ini dikarenakan salah satu komponen yang ditawarkan yaitu

penanaman sistem legowo sulit untuk diterapkan karena kurangnya

ketrampilan dari buruh tanam sehingga membutuhkan biaya tambahan dalam

penamannya.

Pelaksanaan sekolah lapang secara prakteknya dalam satu kali musim

tanam terdapat 8 kali pertemuan. Adapun materi yang disampaikan dalam

setiap pertemuan berbeda-beda. Pada pertemuan pertama dilakukan

pembagian benih dan Saprodi, persemaian dan pola tanam sistem jajar

legowo, pemupukan dasar dan pemupukan berimbang, ekosistem padi sawah,

pengairan dengan sistem intermiten materi tentang musuh alami dan hama

penyakit serta penanganan panen dan pasca panen. Bantuan yang diberikan

oleh pemerintah terkait dengan kegiatan SL-PTT adalah berupa benih unggul,

pupuk organik, pupuk anorganik dan agensia hayati. Untuk lahan yang

dijadikan sebagai percontohan memperoleh bantuan yang lebih banyak

dibanding lahan yang bukan percontohan. Lahan yang dijadikan percontohan

memperoleh benih padi, pupuk anorganik berupa pupuk urea dan pupuk NPK

(Phonska) dengan jumlah pupuk urea mendapatkan 100kg dan pupuk phonska

mendapatkan 300kg, pupuk organikberupa pupuk organik cair sebanyak 7 liter

dan pupuk kompos sebanyak 1.410 kg, serta mendapatkan agensia hayati

berupa bakteri corine yang digunakan untuk mengatasi jamur sebanyak 2liter.

Jenis materi yang disampaikan dalam kegiatan SL-PTT disesuaikan

dengan kondisi lapang serta dilakukan kegiatan pengamatan langsung

terhadap lahan usahatani. Dasar materi dalam kegiatan SL-PTT yang

dilaksanakan oleh penyuluh yaitu pedoman pelaksanaan SL-PTT.untuk

sosialisasi program dilaksanakan di rumah ketua kelompok tani, setelah

dilakukan sosialisasi materi pelaksanaannya dilakukan dilapang. Dalam

pelaksanaan kegiatan sekolah lapang petani dituntut untuk aktif dan peka

terhadap permasalahan yang terjadi dilahan mereka lalu membandingkannya

dengan lahan percontohan yang dijadikan sebagai tempat belajardan

69

berdiskusi dengan petani peserta sekolah lapang lainnya. Selain itu,

materiyang disampaikan dsesuaikan dengan kondisi lapang dengan kata lain

misalnya akan terjadi serangan hama maka petani bersiap-siap untuk

melakukan pencegaha nagar tanaman mereka tidak terserang. Materi-materi

yang disampaikan dalam kegiatan SL-PTT pada dasarnya adalah materi yang

bertujuan untuk peningkatan produksi dan pendapatan para petani sehingga

dapat menarik perhatian petani lain yang belum menerapkan PTT.

Salah satu komponen teknologi yang diterapkan adalah sistem jajar

legowo. Teknologi legowo dikembangkan untuk memanfaatkan pengaruh

barisan pinggir tanaman padi (border effect) yang lebih banyak (Deptan dalam

Pahruddin, Maripul dan Philips Rido Dida 2004). Adapun beberapa

keunggulan dari penananaman sistem jajar legowo ini adalah adanya

peningkatan produksi karena pada dasarnya sistem ini merupakan suatu teknik

untuk menambah populasi tanaman dengan cara menghilangkan satu baris dan

disisipkan dalam barisan disebelah kanannya serta menambahkan tanaman

disebelah kirinya. Tanam sistem legowo ini dibuat seperti tanaman pinggir

galengan karena tanaman yang berada di pinggir galengan lebih bagus dari

pada tanaman yang lainnya serta sistem legowo ini memudahkan dalam

pemeliharaan tanaman seperti dalam penyiangan, pemupukan dan pengamatan

hama dan penyakit. Cahaya matahari yang masuk kedalam tanaman optimal

sehingga kelembabannya juga rendah dan hama dan penyakit pun menjadi

berkurang.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan SL-PTT secara konsep dapat meningkatkan produksi dan

prakteknya mampu meningkatkan produksi dimana hasil yang diperoleh

sebelum sekolah lapang 7ton/ha setelah sekolah lapang 7,5ton/ha. Secara

70

praktek pelaksanaan sekolah lapang sudah sesuai dengan aturan dan urutan

seperti konsep akan tetapi untuk penerapan jajar legowo dianggap sulit

untuk petani. Selain adanya peningkatan kuantitas keuntungan lain dalam

menerapkan teknologi PTT yaitu adanya peningkatan kualitas hasil usaha

tani seperti bulir yang dihasilkan utuh dan bersih. Namun, dilihat dari segi

biaya usahatani yang dikeluarkan menjadi lebih besar.

2. Karakteristik petani dalam kegiatan SL-PTT meliputi karakteristik intern

dan karakteristik ekstern. Karakteristik intern petani meliputi pendidikan

formal rata-rata petani yaitu SLTP, pendidikan non formal seperti

mengikuti penyuluhan pertanian dan pelatihan diluar kegiatan penyuluhan

seperti kegiatan karyawisata ke daerah lain atau mengikuti pelatihan

mengenai kegiatan budidaya tanaman seperti pelatihan budidaya tanaman

padi dan pelatihan budidaya tanaman jeruk, kebanyakan lahan yang

dikerjakan petani seluas 0,1-0,3 Ha dengan pendapatan yang sudah cukup

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan karakteristik eksternal

petani meliputi lingkungan sosial petani seperti hubungan antar

masyarakat yang baik, dengan adanya hubungan yang baik petani mampu

menambah informasi dan bertukar pengalaman terkait dengan kegiatan

usahatani. Lingkungan ekonomi petani seperti kemudahan petani dalam

melakukan pinjaman merupakan hal yang sangat membantu dalam hal

permodalan.

3. Partisipasi petani dalam SL-PTT mulai dari perencanaan yaitu petani

dilibatkan dalam penyusunan RUK, tahap pelaksanaan meliputi

keterlibatan petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani, dalam

pemantauan dan evaluasi petani melakukan pengamatan, serta dalam

pemanfaatan hasil petani menikmati hasil dari kegiatan yang dijalani.

4. Faktor yang mendorong petani berpartisipasi adalah pendidikan formal

dan non formal sedangkan faktor yang menjadi kendala petani dalam

berpartisipasi adalah pendapatan, karena sistem biaya yang diperlukan

untuk tanam jajar legowo lebih tinggi.

B. Saran

72

71

1. Petani diharapkan mau menerapkan sistem jajar legowo yang merupakan

salah satu komponen teknologi dalam SL-PTT.

2. Sebaiknya penyuluh lebih meningkatkan perannya sebagai pendamping

petani sehingga petani mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang

dihadapi misalnya kesulitan dalam menerapkan jajar legowo.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, T.M. 2009. Subjek Penelitian, Responden Penelitian Dan Informan (Narasumber) Penelitian. http://tatangmanguny.wordpress.com/. Diakses tanggal 19 Februari 2010.

Atmoko, Tjiepto. 2010. Partisipasi Publik Dan Birokratisme Pembangunan. http// www.akademik.unsri.ac.id. Diakses tanggal 19 Februari 2010.

Balai Penyuluhan Pertanian “Tani Budaya”. 2008. Peningkatan Produktivitas Beras Nasional Melalui Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Sukoharjo.

Basriansyah. 2009. Keragaan Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Dompu. http://phoezhienk.blogspot.com/2009/09/keragaan-penyelenggaraan-penyuluhan.html Diakses tanggal 19 Februari 2010

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Pustaka Setia. Bandung

Departemen Pertanian. 2005. Naskah Akademik Sistem Penyuluhan Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Http://Www.Deptan.Go.Id/Bpsdm/Naskah_Akademik.Pdf.Diakses pada Tanggal 18 Maret 2009.

__________________. 2009. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung Dan Kedelai .

Fleming, B. 2009. Partisipasi Adalah Kunci dari Pemberdayaan. http://www.scn.org. Diakses tanggal 19 Februari 2010.

Gaunt, J. 2000. The Feasibility of integrated crop management in bangladesh. http//www.nrsp.org/database/document/883. Diakses tanggal 19 Februari 2010.

GRDB. 2007. Farmers Field School. http://grdb.gy/index.php?. Diakses tanggal 19 Februari 2010.

Hawkins, H S et all. 1982. Agricultural And Livestock Extention Vol 2 The Extention process. Australian Universities.

Hadisapoetra, Soedarsono. 1973. Pembangunan Pertanian. Departemen Ekonoi Pertanian Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta

72

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

Kartono. 2008. Pengertian Penyuluhan Pertanian http://ronggolawe13.blogspot.com. Diakses tanggal 29 Maret 2009.

Kelsey, LD and Cannon CH. 1955. Cooperative Extension Work. Comstock Publishing Associates. New York.

Krisnanto, W. 2007. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan. http://css-lybrary.blogspot.com/. Diakses tanggal 29 November 2009.

Krishiworld. 2010. Learning And Teaching In Extention. http://www.krishiworld.com. Diakses pada Tanggal 01 Maret 2010.

Lampung Post. 2009. Pangan: Tanggamus Surplus Beras. http://www.lampungpost.com. Diakses pada tanggal 23 Mei 2009.

Mardikanto, Totok. 1988. Komunikasi Pembangunan. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

_______________.1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

_______________.1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Kerjasama Pusat Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan Dengan Fakultas Pertanian UNS Surakarta.

_______________.2007. Pengantar Ilmu Pertanian. PUSPA. Surakarta

_______________. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS. Surakarta

Mardikanto, T dan Arip Wijianto. 2005. Modul Kuliah: Metode dan Teknik Penyuluhan Pertanian. Proyek SP4 Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi PertanianUNS. Surakarta

Moleong, L. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 2005. Penelitian Terapan. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.

Ndraha, T. 1990. Pembangunan Masyarakat. Rineka Cipta : Jakarta.

Pahruddin,A et al. 2004. Cara Tanam Padi Sistem Legowo Mendukung Usahatani Di Desa Bojong, Cikembar, Sukabumi. Buletin Teknik Pertanian No.1 (2004) : 10-11

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Inovasi Teknologi Padi. http://www.litbang.deptan.go.id. Diakses Jumat, 18 Maret 2009.

Rokhman, 2008. Pemilihan Metode Penyuluahn Pertanian http//Rohman tripod.com/lapangan/metode.htm. Diakses pada Tanggal 01 Maret 2010.

73

Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.

Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.

Sidorenko, Alexander. 2010. Empowerment & Participation in Policy Action on Ageing. http// www. dfasuomi.stakes.fi/. Diakses pada Tanggal 01 Maret 2010.

Sutopo, H B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif (dasar teori dan terapannya dalam penelitian). Sebelas Maret University Press. Surakarta.

__________. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (dasar teori dan terapannya dalam penelitian). Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Supadi. 2008. “Menggalang Partisipasi Petani Untuk Meningkatkan Produksi Kedelai Menuju Swasembada”. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian No.3 (2008) : 109

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta.

THL TBP Pertanian. 2008. SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu). http://thl-tbp-pertanian.blogspot.com. Diakses pada tanggal 23 Mei 2009.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga: Edisi Ketujuh. Erlangga. Jakarta.

Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta

Wirajaswadi et al. 2002. Pengelolaan Tanaman Terpadu Budidaya Padi Sawah Di Kabupaten Lombok Barat. http//ntb.litbang.deptan.go.id

Winarto. 2010. Farmers Field School, Farmer Life School And Farmers Club For Enriching Knowledge And Empowering Farmers: A Case Study In Cambodia.http//www.unu.edu/env/plec/marginal/proceedings/winartoCH20.pdf

Yin, Robert K. 2000. Studi Kasus Tunggal (Desain dan Metode). PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.