hubungan status gizi dengan pertumbuhan dan …repository.utu.ac.id/635/1/bab i_v.pdf ·...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERTUMBUHAN DANPERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA PRASEKOLAH
DI DESA LANGKAK KECAMATAN KUALA PESISIRKABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH
ERNAWATINIM : 09C10104004
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH-ACEH BARAT
2013
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERTUMBUHAN DANPERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA PRASEKOLAH
DI DESA LANGKAK KECAMATAN KUALA PESISIRKABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MemperolehGelar SarjanaKesehatan MasyarakatPada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh
OLEH
ERNAWATINIM : 09C10104004
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH-ACEH BARAT
2013
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mencapai visi Indonesia sehat 2015 yang paling ditekankan adalah
pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif agar dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang sehat fisik, mental maupun intelektual.
Dalam mencapai tujuan ini tidak dapat dipungkiri bahwa pemenuhan gizi sejak
dini memainkan peranan yang sangat penting.
Dari data penelitian HDI (Human Development Index) dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2007 tentang masalah gizi yang sedang
dialami, menyebutkan bahwa negara indonesia terletak pada urutan yang ke -111
dari 177 negara yang dinilai. Seperti yang diungkapkan oleh Santoso (2009), di
Indonesia saat ini anak kelompok dibawah lima tahun (balita) menunjukkan
prevalensi paling tinggi untuk penyakit kurang kalori, protein (KKP), dan
defisiensi vitamin A serta anemia defisiensi zat besi (Fe).
Anak usia prasekolah yang merupakan investasi bagi bangsa, karena
mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan
dengan kualitas anak - anak saat ini. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia harus dapat dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan.
Tumbuh kembang anak di usia prasekolah yang optimal tergantung dari
1
2
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar
(Judarwanto, 2007).
Jika dilihat dari segi umur anak prasekolah yaitu umur 3 sampai dengan 5
tahun, maka anak ini dikelompokkan dalam anak balita. Anak balita mengalami
pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang
tinggi setiap Kg berat badannya. Anak balita justru merupakan kelompok umur
yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Santoso, 2009).
Kebutuhan akan gizi pada anak prasekolah sangatlah penting untuk
pertumbuhan dan perkembangannya, terutama perkembangan otaknya yang
sangat tergantung pada asupan gizi yang dikonsumsi. Namun bagi anak-anak
yang mengalami musibah gempa dan tsunami khususnya di aceh, jangankan
memperhatikan soal gizi dan nutrisi, unruk mendapat asupan jumlah makanan
yang cukup dan teratur tidaklah mudah, sehingga dapat mempengaruhi proses
pikir pada anak tersebut. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, maka
perkembangan dan kualitas otak anak-anak Aceh akan terganggu dan massa
depan Aceh akan suram (karmini, 2006).
Kecerdasan atau berpikir merupakan disebut juga kognitif karena, kognitif
adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan
tingkah laku-tingah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan.
Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir.
Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara berpikir untuk
3
menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunaan sebagai tolak ukur
pertumbuhan kecerdasan (Portosuwido, 2006).
Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan
perkembangan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih
dalam kandungan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
(Portosuwido, 2006).
Makin muda usia anak yang menderita kurang gizi makin berat akibat
yang ditimbulkannya. Keadaan akan menjadi lebih berat lagi, apabila kurang gizi
dimulai sejak dalam kandungan. Kemunduran mental yang diakibatkan oleh
keadaan kurang gizi yang berat, dapat bersifat permanen. Tetapi pada keadaan
kurang gizi yang ringan maupun sedang, kemunduran mental dapat dipulihkan
sejalan dengan bertambah baiknya keadaan gizi dan lingkungan tempat anak
dibesarkan (Husain, 2010).
WHO memperkirakan 27% atau 168 anak balita di dunia menderita
kurang gizi (under weight) (Karmini, 2004). Berdasarkan data nasional yang
dilaporkan pada Direktorat Gizi Kesehatan masyarakat ada 23.000 balita yang
mengalami kekurangan gizi dan angka rata-rata anak balita kurang gizi adalah
35,745. berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun
2009, tercatat bahwa status gizi lebih pada anak balita sebesar 80,129 orang atau
16,2%, gizi baik sebesar 221,046 orang atau 44,8%, gizi sedang sebesar 154,350
4
orang atau 31,3%, gizi kurang sebesar 37,284 atau 7,6%, dan berstatus gizi buruk
sebesar 648 atau 0,14% dari jumlah 493,405 anak balita.
Data dari Dinas Kesehatan Nagan Raya Tahun 2012 jumlah balita sebayak
6.411 dari keseluruhannya dengan angka gizi buruk sebanyak 74 orang (1,15%),
gizi kurang 235 (63,52%), gizi baik 5.713 (89,11%). Data berdasarkan Profil
Dinas Kesehatan Nagan Raya dengan jumlah wilayah kerja sebanyak 12
Pukesmas dari 9 Kecamatan di Kabupaten Nagan Raya (Profil Dinkes Nagan
Raya, 2012).
Dari study pendahuluan yang peneliti lakukan di desa Langkak, jumlah
anak usia prasekolah berjumlah 96 orang, dengan jumlah laki-laki 46 orang dan
jumlah perempuan sebanyak 50 orang.
Kurangnya pengetahuan masyarakat membuat anak kekurangan akan
asupan makanan yang bergizi. oleh karena itu kita harus memikirkan dampak
kedepan bagi anak – anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Kekurangan
gizi pada anak – anak khususnya pada anak usia sekolah yang masih dalam masa
pertumbuhan akan membuat sel – sel otaknya tidak dapat berkembang dengan
baik. Sehingga pada akhirnya, kemampuan berpikir anak – anak yang kurang gizi
akan lebih lambat dibandingkan dengan anak – anak yang cukup gizi (Dinkes
Aceh, 2012).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan
5
kognitif anak usia prasekolah di Desa langkak Kecamatan Kuala Pesisir
Kabupaten Nagan Raya”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas penulis ingin melihat sejauh manakah
hubungan status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia
prasekolah di Desa Langkak
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui sejauh manakah hubungan antara status gizi dengan
pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia prasekolah di Desa Langkak
Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk memperoleh data hubungan tentang status gizi dengan pertumbuhan dan
perkembangan kognitif anak usia prasekolah
b. Untuk memperoleh data hubungan tentang status gizi dengan pertumbuhan dan
perkembangan kognitif anak usia prasekolah
6
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan mamfaat bagi:
1. Untuk Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan
penelitian ini yang khususnya hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan
dan perkembangan kognitif anak usia prasekolah di Desa Langkak Kecamatan
Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.
2. Untuk Institusi Pendidikan Program Study Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan masukan untuk kajian dalam menganalisa permasalahan
yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif pada anak usia
prasekolah
3. Untuk Tenaga Profesi Kesehatan Masyarakat
Sebagai kajian ilmiah dalam meningkatkan pengetahuan di bidang
kesehatan anak khususnya dalam mengindentifikasi hubungan antara status gizi
dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia prasekolah.
4. Untuk Peneliti Lain
Sebagai bahan dasar referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi perawatan
atau bagi tenaga kesehatan lainnya, khususnya di FKM UTU tentang hubungan
antara status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia
7
prasekolah. Dan juga sebagai informasi bagi peneliti lain yang ingin
mengembangkan penelitian dalam ruang lingkup yang sama.
1.4.2 Manfaat Praktis
Supaya terpenuhinya kebutuhan gizi anak sehingga dapat meningkatkan
kecerdasan anak.
1. penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi ibu-ibu supaya
anak diberikan asupan gizi yang seimbang
2. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman
penulis selama melakukan penelitian ini serta dapat digunakan untuk
mengembangkan ilmu yang diproleh selama kuliah kedalam praktek dan
kerja lapangan.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Konsep Gizi
2.1.1 Pengertian Gizi dan Fungsinya
Gizi adalah sutau proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi (Supariasa, 2005).
Sedangkan menurut Soekirman (2000), gizi merupakan suatu proses yang
terjadi pada makhluk hidup untuk mengambil dan menggunakan zat–zat yang ada
dalam makanan dan minuman guna mempertahankan hidup serta menghasilkan
energi.
Santoso (2009) juga menjelaskan bahwa gizi merupakan faktor utama dalam
perkembangan anak. Tampa gizi yang adekuat anak akan gagal tumbuh dan
berkembang secara memuaskan dan tubuh pun tidak dapat ditunjang secara efektif.
Anak balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga memerlukan
zat-zat gizi yang tinggi disetiap Kg berat badannya.
Menurut Santoso (2009) ada 5 fungsi zat gizi yaitu sebagai:
a. Sumber energi dan tenaga, jika fungsi ini terganggu orang akan menjadi kurang
geraknya atau kurang giat dan merasa cepat lelah.
8
9
b. Menyokong pertumbuhan badan, yaitu penambahan sel baru pada sel yang sudah
ada.
c. Memelihara jaringan tubuh, mengganti yang rusak atau aus terpakai, yaitu
mengganti sel yang nampak jelas pada luka tubuh yaitu terjadinya jaringan
penutup luka.
d. Mengatur metabolisme dan berbagi keseimbangan dalam cairan tubuh
(keseimbangan air, asam basa dan mineral).
e. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit sebagai
anti oksidan dan antibodi lainnya.
Santoso (2009) juga menjelaskan bahwa sanya zat gizi terdiri atas:
karbohidrat atau hidrat arang, protein atau zat putih telur, lemak, vitamin, dan
mineral. Kelima zat gizi ini bila dikaitkan dengan fungsi zat gizi di golongkan atas:
a. Zat gizi penghasil energi terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein.
b. Zat gizi pembangun sel terdiri dari protein, dan
c. Zat gizi pengatur terdiri dari vitamin dan mineral.
2.1.2 Hubungan Gizi dan Aspek – Aspek Kesehatan
Menurut Kartini (2004), hubungan gizi dan aspek-aspek kesehatan antara lain
adalah:
a. Hubungan gizi dengan pertumbuhan jasmani
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Mc. Garrison terhadap orang-
orang di India Selatan dan India Utara tentang hubungan makanan dan keadaan fisik
menemukan bahwa suku India Utara yang makanannya cukup memenuhi kebutuhan
10
tubuh, memiliki perawakan yang tinggi dan kekar, bersemangat dan berusia rata-rata
panjang. Sebaliknya suku India Selatan, yang tidak mendapat makanan yang
mencukupi kebutuhan tubuhnya, memiliki tubuh kecil, kurang produktif, dan rata-rata
berusia pendek.
b. Hubungan gizi dan kecerdasan otak
Pada anak-anak yang tidak mendapat makanan cukup baik didapatkan
kecerdasan otaknya akan berkurang atau lambat. Telah diketahui bahwa pada anak-
anak yang memiliki zat pembangun yang cukup dalam masa ini sangat berpengaruh
pada pertumbuhan dan perkembangan otaknya. Kekurangan zat ini bisa sangat fatal,
kemungkinan besar mereka akan menjadi tidak kreatif, tidak berinisiatif, bukan pasif.
Menurut Santoso (2009), resiko yang paling buruk dari keadaan gizi buruk
adalah kemungkinan pengaruh pada pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak dan
perkembangan intelektual paling terganggu jika kekurangan terjadi pada masa
pertumbuhan maksimum. Jika masa pertumbuhan normal telah berlalu pemulihan
tidak akan terjadi walaupun dengan pemberian makanan yang baik.
c. Hubungan gizi dengan daya tahan tubuh
Orang yang tidak mendapat makanan yang bergizi akan mudah terkena
penyakit. Orang ini akan mudah terkena penyakit infeksi, selesma, batuk, demam dan
penyakit paru.
d. Hubungan gizi dan produktifitas kerja
11
Orang yang kurang makan dan orang yang makanannya kurang gizi tentu
tidak akan dapat bekerja bersemangat dan bergairah, mereka akan bekerja lambat,
bahkan cenderung pemalas.
e. Hubungan gizi dan keluarga berencana
Keluarga berencana bertujuan untuk membuat keluarga sejahtera dengan jalan
menjarangkan kelahiran dan mengatur jumlah anak. Dengan keluarga yang
jumlahnya diatur dan dibatasi, kemungkinan perhatian yang layak pada setiap
anggota keluarga untuk mendapatkan bagian makanan yang cukup menurut
kebutuhan masing-masing.
Pada keluarga yang jumlah anaknya sedikit, perhatian dan kasih sayang pun
akan lebih banyak diterima dan dirasakan oleh anak-anak, sehingga hubungan dalam
keluarga dapat lebih harmonis. Ibu yang terlampau sering melahirkan, ditambah pula
dengan makanan yang kurang bergizi akan membuat tubuh ibu menjadi lemah,
kesehatan kesehatan bayi yang dilahirkan kadang-kadang berat badan dan panjangnya
kurang dari ukuran normal rata-rata.
2.1.3 Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan
oleh serajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari ragam
makanan yang berdampak pada fisiknya yang diukur secara antropometri (Soehardja,
2006).
12
Sedangkan menurut Soetjiningsih (2008), status gizi adakah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dan status gizi ini
dibedakan antara status gizi lebih, baik, kurang dan buruk. Disamping itu juga status
gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: tingkat pendidikan atau
pengetahuan, budaya, tingkat pendapatan/ekonomi dan lain-lain.
Supariasa (2005), menyatakan bahwa status gizi adalah ekpresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu. Sedangkan Liwidjaya (2009) mengemukakan bahwa status gizi
adalah keadaan gizi anak yang diukur secara antropometri (berat badan, umur) untuk
melihat keadaan gizi sekarang.
2.1.4 Penilaian Status Gizi
Untuk mengetahui keadaan status gizi seseorang maka perlu dilakukan
pengukuran. Menurut Supariasa (2005), penilaian pada status gizi dapat dilakukan
dengan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status secara langsung dapat
dibagi menjadi empat penilaian yaitu; antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi atas tiga penilaian,
yaitu; survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi paling sering digunakan adalah
antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi
anak menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi
(Supariasa, 2005).
13
Menurut Supariasa (2005), di Indonesia jenis antropometri banyak digunakan
baik dalam kegiatan program ataupun penelitian diantaranya adalah berat badan dan
tinggi badan. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan
dalam bentuk indeks yang terkait dengan variabel lain, seperti:
a. BB menurut umur (BB/U)
b. TB menurut umur (TB/U)
c. BB menurut TB (BB/TB)
d. LLA menurut umut (LLA/U)
e. LLA menurut TB (LLA/TB)
Menurut Soetjiningsih (2008), untuk mengetahui tumbuh kembang anak,
terutama pertumbuhan fisiknya yang sering dinilai dengan menggunakan ukuran -
ukuran antropometrik, yang dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, meliputi:
a. Tergantung umur (age dependence)
- Berat badan (BB) terhadap umur
- Tinggi /panjang badan (TB) terhadap umur
- Lingkaran kepala (LK) terhadap umur
- Lingkaran lengan atas (LLA) terhadap umur
b. Tidak tergantung umur
- Berat badan terhadap tinggi badan
- LLA terhadap tinggi badan (QUAC Stick: Quacker Arn Circunaferena
measuring Stick)
14
- Lain - lain: LLA dibandingkan dengan standar / Baku, lipatan kulit pada
trissep, subskapular, abdominal dibandingkan dengan Baku.
Di samping itu masih ada ukuran antropometri lainnya, yang dipakai untuk
keperluan khusus misalnya pada kasus - kasus dengan kelainan bawaan atau untuk
menentukan jenis perawakan (Soetjiningsih, 2008), antara lain:
a. Lingkaran dada, lingkaran perut dan lingkaran leher
b. Panjang jarak antara - antara titik tubuh, seperti biaknominal untuk lebar
bahu, bitrokanterik untuk lebar pinggul, bitemporal untuk lebar kepala, dll
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh
dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini
bersifat sangat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi, telah banyak
diungkapkan oleh para ahli. Supariasa (2005), mengungkapkan bahwa antropometri
gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran
tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak
dibawah kulit.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Dibawah ini akan diuraikan parameter
tersebut (Supariasa, 2005).
a. Umur
15
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi, Kesalahan dalam
penentuan umur bisa menyebabkan interprestasi pada status gizi yang menjadi salah,
sehingga pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat akan menjadi tidak
berarti bila disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi
Bogor (2000) dalam Supariasa (2005), menjelaskan bahwa batasan umur yang
digunakan adalah tahun umur (Completed Year), dan untuk anak umur 0 – 2 tahun
digunakan bulan usia penuh (Completed Month).
Contohnya: Tahun usia penuh (Completed Year); Umur: 7 tahun 2 bulan, dihitung 7
tahun, dan 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun.
Contohnya: Bulan usia penuh (Completed Month); Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4
bulan, dan 3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan.
b. Berat Badan
Menurut Santoso (2009), ukuran berat badan merupakan hal yang terpenting,
karena dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap
kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang,
otot, lemak, cairan tubuh dan lainnya. Ukuran ini merupakan indikator tunggal yang
terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang.
Pengukuran berat badan menurut umur balita dengan menggunakan kartu
menuju sehat balita (KMS Balita), enimbangan dilakukan setiap bulan. Pengukuran
berat badan secara teratur dapat menggambarkan keadaan gizi anak sejak lahir
16
sampai berusia 5 tahun. Setelah dilakukan penimbangan maka dilakukan pencatatan
pada KMS untuk dapat melihat perkembangan setiap bulannya. Menurut Pedoman
Deteksi tumbuh Kembang Balita (Supariasa, 2002), ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada catatan letak berat badan pada KMS, yaitu:
1) Apabila di bawah garia merah maka kurang gizi tingkat sedang atau disebut
berat, kurang energi dan protein nyata (KEP nyata).
2) Pada daerah dua peta warna kuning (di atas garis merah) maka harus hati-hati
dan waspada karena keadaan gizi anak sudah kurang, meskipun tingkat ringan
atau disebut KEP ringan.
3) Dua pita warna hijau muda dan pita warna hijau tua (di atas pita kuning) dan dua
pita warna hijau muda maka anak mempunyai berat badan cukup atau disebut
gizi baik.
4) Dua pita warna kuning (paling atas) dan di atasnya maka anak telah mempunyai
berat badan yang berlebih, semakin ke atas kelebihan berat badannya semakin
banyak.
Perubahan dan pertumbuhan serta kecepatan pertumbuhan dapat dilihat pada
tabel 2.1 mengenai umur dan berat badan:
Tabel 2.1Golongan Usia dan Berat Badan
Gol Umur(Tahun ) (kg)
Berat Badan(kg)
0.5 – 1 Tahun1 – 3 Tahun4 – 6 Tahun7 – 9 Tahun
8.011.516.523.0
17
Hasil Widjaya Karya nasional Pangan & Gizi Lipi, 1978 & 1983.
c. Tinggi Badan
Tinggi merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan
keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu juga tinggi
badan merupakan ukuran dari kedua yang penting, karena tinggi badan sangat erat
hubungannya dengan berat badan. Pengukuran tinggi badan pada anak balita yang
sudah dapat berdiri bisa diukur dengan menggunakan alat penggukur tinggi mikrotoa
yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Supariasa, 2005).
Pertumbuhan tinggi badan anak pada usia prasekolah tidak secepat pada
masa-masa tahun pertamannya. Setiap tahunnya, rata-rata pertambahan tinggi badan
anak sekitar 7 cm (Gustian. E, 2001).
Menurut Santoso (2009), perlu diketahui bahwa nilai tinggi badan meningkat
terus, walaupun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi muda kemudian
menjadi pesat lagi pada masa remaja. Tinggi badan hanya akan menyusut pada usia
lanjut. Oleh karena itu, nilai tinggi badan dipakai untuk dasar perbandingan terhadap
perubahan-perubahan yang relative, seperti nilai berat badan dan lingkaran lengan
atas.
d. Lingkar Lengan Atas
Lingkar lengan atas pada dewasa ini merupakan salah satu pilihan dalam
penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat yang sulit
yang diperoleh dengan harga yang mahal. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu
18
mendapatkan perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks
status gizi (Supariasa, 2005).
e. Lingkaran Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktik, yang biasanya untuk memeriksa pathologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan
tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat yang terjadi pada tahun
pertama, tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan
gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak, lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi (Supariasa, 2005).
Sedangkan menurut Santoso (2009), ukuran ini dipakai untuk mengevaluasi
pertumbuhan otak dan karena laju tumbuh pesatnya pada saat berusia 3 tahun yang
hanya 1 cm dan hanya meningkat 5 cm sampai usia remaja atau dewasa, maka dpat
dikatakan bahwa mamfaat pengukuran lingkaran kepala ini hanya terbatas sampai
usia 3 tahun.
Z-Score merupakan dasar dari penilaian status gizi, kombinasi antara
beberapa parameter disebut Indeks Z-Score. Beberapa Indeks Z-Score yang sering
digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah
pengukuran total berat badan yang termasuk air, lemak, tulang dan otot. Sedangkan
Indeks tinggi badan menurut umur adalah pertumbuhan linear dan LLA adalah
pengukuran terhadap otot, lemak, dan tulang pada area yang diukur. Diantara
19
bermacam-macam Indeks Antropometri, BB/U merupakan indikator yang paling
umum digunakan sejak tahun 1972, dan dianjurkan juga menggunakan TB/U dan
BB/TB untuk membedakan apakah kekurang gizi terjadi kronis atau akut. Perbedaan
dalam penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status gizi
yang berbeda. Seperti yang terlihat pada tabel 2.2 (Supariasa, 2005).
Tabel 2.2Penelitian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Z-Score
No Indeks yang dipakai Sebutan Status Gizi Batas Pengelompokan
1 BB/U Gizi burukGizi kurangGizi baikGizi lebih
< -3 SD- 3 s/d <-2 SD- 2 s/d +2 SD> +2 SD
2 TB/U Sangat PendekPendekNormalTinggi
< -3 SD- 3 s/d <-2 SD- 2 s/d +2 SD> +2 SD
3 BB/TB Sangat KurusKurusNormalGemuk
< -3 SD- 3 s/d <-2 SD- 2 s/d +2 SD> +2 SD
Sumber : Depkes RI 2004
2. Klasifikasi Status Gizi
Menurut Supariasa (2005), dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada
ukuran Baku, yang sering disebut dengan reference. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) pada anak tahun 1999,
klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu: Gizi lebih, gizi baik,
gizi sedang, gizi kurang, dan gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO
20
– NCHS dengan indek berat badan menurut umur yang dapat dilihat pada tabel 2.3
dibawah ini.
Tabel 2.3Kalsifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Depkes RI Tahun 2003Kategori Cut Of PointGizi lebihGizi baikGizi kurangGizi buruk
80 % - 120 % median BB/U70 % - 79,9 % median BB/U60 % - 69,9 % median BB/U< 60 % median BB/U
Dibawah ini akan diuraikan dari klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS, yaitu:
a. Gizi Lebih
Depkes RI (2003), mengemukakan bahwa anak berstatus gizi lebih, bila hasil
penimbangan berat badan anak menurut umur (BB/U) dan berasarkan hasil
penimbangan berat badan anak menurut tinggi (BB/TB) lebih dari 110% berdasarkan
nilai baku standar WHO-NCHS. Istilah gizi lebih di masyarakat dikenal dengan
sebutan obesitas atau kegemukan, pada umumnya diakibatkan karena kelebihan gizi.
Makin lama seorang anak mengalami obesitas, maka akan semakin besar
kemungkinan untuk tetap gemuk pada usia remaja dan dewasa, karenanya hal ini
merupakan masalah kesehatan yang harus diatasi sejak dini tanpa mengabaikan faktor
pertumbuhan anak. Peran keluarga, informasi gizi, aktifitas fisik, dan bimbingan
psikologis sangat diperlukan pada situasi seperti ini (Pudjiadi, 2006).
b. Gizi Baik
Gizi baik adalah suatu keadaan sehat yang disebabkan oleh konsumsi
makanan yang mengandung cukup gizi yang dibutuhkan dalam keadaan seimbang
21
baik jumlah maupun mutu (Apriadji, 2006). Menurut Winarno (2007) keadaan gizi
seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara
perkembangan fisik dan perkembangan mentalnya.
Anak berstatus gizi baik bila hasil penimbangan berat badan menurut umur
(BB/U) dan berdasarkan hasil penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan
(BB/TB) berada pda kisaran 70%-79,9% berdasarkan nilai baku standar WHO-
NCHS. Pada keadaan status gizi baik, sehingga anak lebih terlindung dari berbagai
jenis penyakit dibandingkan dengan anak dalam keadaan kekurangan gizi (Supariasa,
2005).
c. Gizi Kurang
Anak berstatus gizi kurang adalah bila penimbangan berat badan menurut
umur (BB/U) dan penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan (BB/TB)
menunjukkan hasil pada kisaran dari 60%-60,9% berdasarkan nilai baku standar
WHO-NCHS (Supariasa, 2005).
Secara umum gizi kurang disebabkan olek kekurangan energi atau protein,
namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus anak
dengan gizi kurang yang menderita defisiensi protein yang biasanya disertai pula
dengan defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein biasanya disertai
pula dengan defisiensi energi atau nutrient lainnya, karena itu istilah yang juga sering
dipakai untuk gizi kurang atau gizi buruk adalah KEP (Supariasa, 2005).
22
d. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (Supariasa, 2005). Sedangkan menurut Apriadji (2006), gizi
buruk adalah keadaan tidak sehat yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang
kurang, baik kualitas maupun kuntitasnya dalam waktu yang cukup lama.
Anak berstatus gizi buruk adalah bila penimbangan berat badan menurut umur
(BB/U) dan penimbangan berat badan anak menurut tinggi badan (BB/TB)
menunjukkan hasil kurang dari < 60% berdasarkan nilai baku standar WHO-NCHS
(Supariasa, 2005).
2.2 Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan
2.2.1 Pengertian Pertumbuhan Dan Perkembangan
Setiap manusia yang hidup mengalami proses tumbuh kembang. Istilah
tumbuh kembang pada manusia menunjukkan proses sel telur (ovum) yang telah
dibuahi sampai mencapai status dewasa (Santoso, 2009). Istilah tumbuh kembang
sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan
dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 2008).
a. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen
23
tubuh), sehingga pertumbuhan dapat dikatakan bersifat kuantitatif
(Supariasa, 2005).
b. Perkembangan (development) ialah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
sruktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan
dapat dieamalkan sebagai hasil proses pematangan. Ada pula yang
mendefinisikan bahwa perkembangan adalah penampilan kemampuan (skill)
yang diakibatkan oleh kematangan sistem saraf pusat, khususnya di otak. Jadi,
perkembangan bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit dari
pada pengukuran pertumbuhan. Mengukur perkembangan tidak dapat dengan
menggunakan antropometri, tetapi seperti telah disebutkan diatas bahwa pada
anak yang sehat perkembangan searah (parallel) dengan pertumbuhan
(Supariasa, 2005).
Perkembangan merupakan sederetan perubahan fungsi organ tubuh
yang berkelanjutan, teratur dan saling berkait, perkembangan terjadi secara
simultan dengan pertumbuhan. Perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dan organ yang sipengaruhinya, antara lain
meliputi perkembangan sistem neuromuskular bicara, emosi dan sosial.
Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang
utuh (Moersintowarti, 2002).
2.2.2 Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Moersintowarti, (2002) tumbuh kembang anak berlangsung secara
teratur, saling berkaitan dan berkesinambungan dimulai sejak konsepsi sampai
24
dewasa. Walaupun terdapat beberapa variasi akan tetapi setiap anak melewati suatu
pola tertentu yang merupakan tahap – tahap pertumbuhan dan perkembangan sebagai
berikut:
a. Masa Pranatal /masa intra uterin (masa janin dalam kandungan). Masa ini
dibagi menjadi dua periode, yaitu:
1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu.
Ovum yang telah dibuahi dengan cepat menjadi suatu organisme, terjadi
diferensiasi yang berlansung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
2) Masa Fetal ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini terdiri
dari dua periode:
a) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester
kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia sempurna dan alat tubuh telah
terbentuk dan mulai berfungsi.
b) Masa fetus lanjut, pada trimester akhir pertumbuhan berlangsung
pesat dan adanya perkembangan fungsi – fungsi. Pada masa ini
terjadi transfer Immonoglobulin G (Ig G) dari darah ibu melalui
plasenta. Akumulasi asam lemak essensial seri Omega 3 (Docosa
Hexamic Acid), Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.
25
b. Masa Postnatal /masa setelah lahir terdiri dari beberapa periode:
1) Masa neonatal (0-28 hari), terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan
terjadi perubahan sirkulasi darah, serta mulainya berfungsinya organ –
organ tubuh lainnya.
2) Masa bayi, dibagi menjadi dua bagian:
a) Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan berlangsung secara kontinyu terutama meningkatnya
fungsi system saraf.
b) Masa bayi akhir (1 – 2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai menurun
dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik dan fungsi
ekskresi.
3) Masa Prasekolah (2 – 6 tahun): pada masa ini pertumbuhan berlangsung
dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktifitas jasmani yang
bertambah.
4) Masa Sekolah / masa Prapubertas (wanita: 6 – 10 tahun, Laki – laki: 8 –
12 tahun): pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan prasekolah,
keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain
berkelompok dengan jenis kelamin yang sama.
5) Masa Adolesensi / masa remaja (wanita: 10 – 18 tahun, Laki – laki: 12 –
20 tahun): anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa asolesensi
disbanding anak laki – laki. Masa ini merupakan transisi dari periode anak
ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan berat badan dan
26
tinggi badan yang sangat pesat yang disebut Adolescent Growth Sput.
pada masa ini juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat
kelamin san timbulnya tanda – tanda kelamin sekunder.
Anak pada usia prasekolah memunyai ciri khusus, yaitu mangalami masa
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Pertumbuhan jasmani yang terjadi pada
seorang anak biasanya diikuti dengan perubahan atau perkembangan dalam segi lain,
seperti: berpikir, berbicara, berperasaan, bertingkah laku, dan lainnya. Perkembangan
yang dialami anak merupakan rangkaian perubahan yang teratur dari satu tahap
perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, misalnya dari duduk, berdiri,
berjalan, kemudian berlari. Masa lima tahun pertama merupakan masa terbentuknya
dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan penginderaan, berpikir, keterampilan
berbahasa dan berbicara, bertigkah laku sosial dan lainnya (Santoso, 2009).
Dengan demikian, mempelajari tumbuh kembang mempunyai tujuan umum
yaitu menjaga agar seorang anak dapat tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap
pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik, mental, emosi dan sosial sesuai
dengan potensi yang dimilikinya agar menjadi manusia dewasa yang berguna.
Disamping itu juga, tujuan khususnya ialah mengetahui dan memahami proses
pertumbuhan dan perkembangan sejak konsepsi sampai dewasa agar kita dapat
mendeteksi kelainan proses pertumbuhan dan perkembangan dan segera dapat
mengatasi permasalahannya (Moersintowarti, 2002).
Menurut Santoso (2009), ada 2 faktor yang mempengaruhi proses tumbuh
kembang secara optimal pada anak, yaitu:
27
1. Faktor dalam (internal)
Merupakan faktor – faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri, baik
faktor bawaan maupun faktor yang diperoleh. Termasuk disini:
a. Hal – hal yang diturunkan dari orang tua maupun generasi sebelumnya
yaitu warna rambut, bentuk tubuh.
b. Unsur berpikir dan kemampuan intelektual, yaitu kecepatan berpikir.
c. Keadaan kelenjar zat – zat dalam tubuh, yaitu kekurangan hormon yang
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Emosi dan sifat – sifat (temperamen) tertentu, yaitu: pemalu, pemarah,
tertutup dan lainnya.
2. Faktor Luar (eksternal)
Merupakan faktor – faktor yang ada di luar atau berasal dari luar diri
anak, mencakup lingkungan fisik dan sosial serta kebutuhan fisik anak, yaitu:
a. Keluarga
Pengaruh keluarga adalah pada sikap dan kebiasaan keluarga
dalam mengasuh dan mendidik anak, hubungan orang tua dengan anak,
hubungan antara saudara dan lainnya.
b. Gizi
Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi, yaitu
kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Ada
tingkatan kesehatan gizi lebih dan kesehatan gizi kurang. Akibat dari
kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi.
28
c. Budaya
Faktor lingkungan masyarakat dalam hal ini asuhan dan kebiasaan
suatu masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak, misalnya: hal kebersihan, kesehatan dan pendidikan.
d. Teman bermain dan sekolah
Lingkungan sosial seperti teman sebaya, tempat dan alat kelamin,
kesempatan pendidikan yang diperoleh yaitu bersekolah, akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
2.3 Konsep Perkembangan Kognitif
2.3.1 Pengertian Kognitif
Kognitif sering kali diartikan sebagai kecerdasan atau kemampuan berpikir.
Kognitif merupakan pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi
merupakan tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau
yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Perkembangan kognitif
menunjukkan perkembangan. Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai
cara berpikir untuk menjelaskan berbagai masalah, dapat dipergunakan sebagai tolak
ukur pertumbuhan kecerdasan anak (Patmonodewo, 2000).
Ahmadi (2003), menegaskan bahwa kemampuan berpikir bukan sesuatu yang
diberi walaupun potensi intelektual bawaan lahir tetap merupakan unsur penting
didalamnya. Dengan kata lain, anak perlu belajar, perlu dirangsang untuk berpikir.
Kesemuanya ini harus dimulai dengan memberikan kualitas pengalaman yang lebih
29
baik pada anak sejak dini, hal ini juga dibuktikan oleh Bloom (1964, dikutip dari
Patmonodewo, 2000) yang mengamati kecerdasan anak dalam rentang waktu
tertentu. Dari study Bloom tersebut ditemukan bahwa, pengukuran kecerdasan pada
anak usia 15 tahun merupakan perkembangan dari usia anak balita.
Membicarakan kemampuan berpikir tidak lain adalah membicarakan tentang
intelektual dan intelegensi. Dimana denga intelektual, orang dapat menimbang,
menguraikan, menghubungkan pengertian satu dengan yang lain menarik kesimpulan.
Sedangkan dengan intelegensi atau kecerdasan berpikir, fungsi pikir dapat digunakan
dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi atau memecahkan suatu
masalah (Ahmadi, 2003).
Kognitif dalam konteks ilmu psikologi sering didefinisikan secara luas
mengenai kemampuan berpikir dan mengamati suatau prilaku yang mengakibatkan
seseorang memperolah pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan
pengertian. Dengan kata lain merupakan cara berpikir tentang sesuatu dan cara
mengetahui sesuatu. Kemampuan berkonsentrasi terhadap suatu rangsang dari luar,
memecahkan masalah, mengingat atau memanggil kembali dari memorinya suatu
kejadian yang telah lalu, memahami lingkungan fisik dan sosial termasuk dirinya
sendiri termasuk proses kognitif (Soetjiningsih, 2008).
Pengertian kognitif mencakup dari aspek – aspek struktur intelek yang
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu (Singgih D. Gunarsa, 1981). Dengan
demikian, kognisi adalah fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol,
30
penalaran, dan pemecahan masalah. Perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari
kemampuan anak dalam menggunakan bahasa dan matematika (Wienman, 1981).
Piaget dalam Gunarsa (2007), melihat adanya sistem yang mengatur dari
dalam yang terjadi pada sistem kognitif yang kemudian dipengaruhi oleh faktor –
faktor lingkungan. Sistem pengaruh yang menetap terdapat sepanjang perkembangan
seseorang. Perkembangan kognitif mempunyai empat aspek. yaitu:
a. Kematangan
Kematangan ini merupakan pengembangan dari susunan saraf, misalnya
kemampuan melihat atau mendengar disebabkan oleh kematangan yang
sudah dicapai oleh susunan saraf yang bersangkutan.
b. Pengalaman
Yaitu hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungannya
dunianya.
c. Transmisi Sosial
Yaitu pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan
sosial, misalnya cara pengasuhan dan pendidikan yang akan diberikan
kepada anak.
d. Ekuilibrasi
Yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak, agar ia
selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri
dengan lingkungannya.
31
2.3.2 Tahap – tahap perkembangan kognitif
Menurut Soetjiningsih (2002), perkembangan kognitif berkembang secara
bertahap, yang terbagi kedalam beberapa stadium, diantaranya:
a. Stadium Sensori – Motorik (Umur 0 – 18 bulan atau 24 bulan)
Pada stadium ini perkembangan inteligensi anak baru nampak dalam
bentuk aktifitas motorik sebagai reaksi stimulasi motorik. Gerakan-gerakan
refleks seperti menghisap, meraih, mengenggam, mengoyang-goyang badan,
gerakan seperti memukul dan menendang sesuatu, ini merupakan tahap
pertama yang akan membawa anak kearah penguasaan pengetahuan mengenai
dunia luar. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit, bukan
imaginer atau hanya dibayangkan saja.
b. Stadium Pra – Operasional (Umur 18 bulan – 7 tahun)
Stadium ini dimulai dengan penguasan bahasa yang sistematis,
permainan simbolis (mampu bermain pura – pura, misalnya: korek api
dibayangkan sebagai mobil), initasi tingkah laku (meniru prilaku ibu atau
ayahnya, dokter yang kemarin memeriksannya), maupun bayangan dalam
mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu berpikir
simbolis, tidak lagi mereaksi begitu saja terhadap stimulas melainkan ada
suatu aktivitas internal, meskipun memang masih terarah egosentris. Anak
belum mampu untuk berpikir dengan mengambil perspektif atau sudut
pandang orang lain baik secara konseptual, persepsual dan emosional-
motivasional (Soetjiningsih, 2002).
32
c. Stadium Operasional Konkret (Umur 7 – 11 tahun)
Stadium operasional konkret digambarkan sebagai penyempurnaan
kekurangan pada stadium pra operasional. Pada fase ini egosentris berpikir
sudah mulai menghilang. Anak mampu melakukan desentrasi, yaitu mampu
memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan mampu menghubungkan
dimensi–dimensi tersebut. Anak juga mampu memperhatikan aspek dinamis
dari perubahan situasi, sehingga mampu memahami operasi logis suatu
reversibilitas ataupun hukum sebab akibat.
Namun seperti yang sudah ditunjukkan secara tersirat oleh istilahnya
sendiri, pada stadium ini anak mampu melakukan aktivitas logis tertentu
tetapi hanya dalam situasi yang kontrik. Apabila dia dihadapkan pada suatu
masalah secara verbal ataupun abstrak yaitu tanpa adaya bahan yang kontrik,
maka dia belum mampu menyelesaikannya dengan baik.
d. Stadium Operasional Formal (mulai umur 11 tahun)
Kemampuan berpikir pada stadium ini ditandai dengan dua sifat yang
penting, yaitu:
1) Kemampuan deduktif – hipotesis
Bila anak dihadapkan pada suatu masalah yang harus diselesaikannya,
maka dia akan memikirkan dulu secara teoritis, menganalisa
masalahnya dengan mengembangkan penyelesaian melalui berbagi
hipotesisi yang mungkin ada.
2) Bersifat kombinatoris
33
Berhubungan dengan cara begaimana melakukan analisisnya, maka
sifat kombinatiros menjadi pelengkap cara berpikir operasional formal
ini hampir menyerupai tahap trial dan error pada stadium 12 – 18
bulan. Tetapi langkah coba – coba pada stadium operasional formal
memiliki dasar teoritis dan hipotesis yang pasti.
2.4 Perkembangan kognitif anak usia prasekolah
Perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah dapat dijelaskan dengan
berbagai teori dan berbagai peristilahan. Pandangan aliran tingkah laku
(behaviorisme) berpendapat bahwa pertumbuhan kecerdasan terjadi melalui
terhimpunnya informasi yang makin bertambah. Sedangkan aliran interactionist dan
developmentalis berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari interaksi anak dengan
lingkungannya. Selanjutnya dikemukakan bahwa perkembangan kecerdasan
dipengaruhi oleh faktor kematangan dan pengalaman (Patmonodewo, 2000).
Periode prasekolah dapat disamakan dengan stadium pra operasional Piaget
(Pralogika) (Nelson, 2000). Menurut Piaget masa ini merupakan gambaran kognitif
internal anak tentang dunia luar, dengan berbagai kompleksitasnya, yang tumbuh
secara bertahap. Masa ini dianggap merupakan suatu masa transisi, tidak ditandai
dengan suatu keseimbangan yang tetap, merupakan suatu masa dimana pikiran agak
terbatas, tetapi walaupun demikian merupakan suatu kemajuan dari tahapan
sebelumnya (Sacharin, 2006).
Perkembangan kognitif anak prasekolah termasuk dalam pertengahan tahapan
dari piaget, yaitu tahapan praoperasional. Dalam periode sensorimotor anak-anak
34
belajar melalui indra dan tindakannya. Meskipun telah sampai akhir dari tahapan
sensorimotor, yaitu sub tahapan yang keenam, mereka tetap ’belajar melalui
tindakan’, belum berhenti. Setelah masuk pada tahapan praoperasional anak-anak
mulai dapat belajar dengan menggunakan pemikirannya, tahapan bantuan kehadiran
sesuatu dilingkunganya, anak mampu mengigat kembali simbol – simbol dan
membayangkan benda yang tidak tampak secara fisik (Patmonodewo, 2003).
Menurut Wong (2004), perkembangan kognitif anak usia prasekolah
mencakup:
a. Berada dalam fase perseptual egosentrik dalam berpikir dan perilaku.
b. Mulai memahami waktu, menggunakan banyak ekspresi yang berorientasi
waktu, bicara tentang masa lalu dan masa depan sebanyak masa kini,
berpura-pura memberi tahu waktu / jam.
c. Mengalami perbaikan konsep tentang ruang seperti ditunjukkan dalam
pemahaman tentang preposisi dan kemampuan untuk mengikuti perintah
langsung.
d. Menilai segala sesuatu menurut dimensinya, seperti: tinggi, lebar, atau
perintah.
e. Dapat menghitung dengan benar tetapi konsep matematika terhadap angka
buruk.
f. Patuh karena orang tua mempunyai batasan, bukan karena memahami hal
salah dan benar.
g. Menggunakan kata berorientasi waktu dengan peningkatan pemahaman.
35
Sedangkan menurut Abdurrahman (2003), pada masa pra operasional,
berdasarkan pendapat Piaget terbagi dalam dua sub masa, yaitu:
a. Submasa berpikir Pra Konseptual (2-3) tahun.
Submasa berpikir Pra Konseptual anak telah menggunakan tanda dan
simbol. Pada masa ini anak mengembangkan yang dinamakan oleh piget
sebagai fungsi simbolik (Abdurrahman, 2003).
Pada masa ini, anak mulai mengerti dasar-dasar mengelompokkan
sesuatu dengan satu dimensi, misalnya atas dasar warnanya, ukurannya
atau bentuknya saja. Dapat melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau
mengamati sesuatu model tingkah laku (Patmonodewo, 2000).
Simbol – simbol yang ditampilkan oleh anak dapat berupa simbol
verbal, seperti kata – kata atau memberikan nama kepada boneka dan
dapat berupa simbol yang tampil secara fisik, seperti kayu sebagai pedang
– pedangan atau kotak televisi sebagai mobil – mobilan. Kemampuan
untuk berpikir secara simbolik ini membuka peluang bagi anak untuk
menyerap kata – kata baru yang akan memperkaya pembendarahaan kata–
katanya. Ketika anak menggunakan simbol, ia akan memberikan nama
dan menggunakan kata – kata yang memiliki arti. Berpikir simbolik dapat
dilihat dari tiga kegiatan anak yang umumnya dilakukan oleh anak, yaitu
bermain fantasi, menggambarkan, dan berbahasa (Gustian.E, 2001).
36
Perkembangan kognitif dinyatakan dengan pertumbuhan
kemampuan merancang, mengingat dan mencari penyelesaian masalah.
Pada masa prasekolah anak mulai dapat belajar dengan menggunakan
pemikirannya. Proses berpikir anak berpusat pada penguasaan simbol –
simbol (misalnya kata-kata), mampu mengungkapkan pengalaman masa
lalu dan membayangkan benda yang tidak tampak secara fisik. Fungsi
simbolik, yakni kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada
dengan sesuatu yang lain (Patmonodewo, 2000).
b. Submasa berpikir Intuitif (4-7) tahun
Pada submasa berpikir intuitif (4 - 7) tahun, anak sudah dapat
mengelompokkan benda – benda atas dasar sifat khusus mereka, tetapi
masih terbatas pada satu dimensi saja. Pada masa ini anak belum dapat
memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara bersamaan.
Pada masa ini anak baru dapat menyusun benda – benda berdasarkan satu
dimensi saja, misalnya dari sudut panjangnya saja, besarnya saja, dan
sebagainya. Pada submasa berpikir intuitif anak belum mampu
mengkonservasikan angka – angka. Jika kepada anak diberikan dua
deretan benda yang sama banyaknya, misalnya; mungkin anak akan
mengatakan bahwa deretan benda yang satu lebih banyak dari pada
deretan yang lain karena deretannya lebih panjang (Abdurrahman, 2003).
Pada usia prasekolah, anak tidak hanya berpikir dengan
khayalannya, melainkan juga menggunakan intuisinya, yaitu mengambil
37
dan memahami sesuatu berdasarkan dugaan, bukan berdasarkan
kesimpulan yang rasional. Menurut Piaget, cara berpikir intuitif dapat
dilihat melalui beberapa aspek, yaitu mimpi, animisme, dan egosnentrisme
(Gustian.E, 2001).
Egosentrisme pada anak usia prasekolah bukan berarti
memetingkan diri sendiri, namun mereka tidak dapat melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (Patmonodewo, 2000).
Piaget menunjukkan dominasi persepsi diatas logika dengan urutan
yang terkenal dari uji coba ”pengawetan”. Dalam salah satu uji coba, air
dituangkan bolak-balik dalam pot yang tinggi dan kecil ke piring yang
lebih rendah, dan anak-anak ditanya mana yang berisi air lebih banyak.
Mereka selalu memiliki yang lebih besar (biasanya pot yang tinggi),
bahkan ketika penguji menunjuk bahwa tidak ada air yang telah diambil
atau ditambah. Salah pengertian mengambarkan hipotasa perkembangan
anak tentang sifat alamiah dunia, juga kesulitan mereka dalam
menyelesaikan berbagai situasi secara serentak (Nelson, 1999).
2.5 Konsep Anak Usia Prasekolah
2.5.1 Pengertian
Pengertian anak menurut UU RI No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan anak
adalah anak merupakan seseroang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum
pernah menikah. Batas 21 tahun ditetapkan karena berdasarkan pertimbangan usaha
38
kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan ,mental seorang anak di
capai pada usia tersebut. Anak adalah potensi serta penerus bangsa yang dasar –
dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya (Sacharin, 2006).
Sedangkan menurut Patmonodewo (2003), yang dimaksus dengan anak
prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Menurut The National
Associayion For The Education, istilah ”Pre School” adalah anak antara usia
”Toddler” (1-3 tahun) dan usia masuk kelas satu; biasanya antara 3 (tiga) sampai 5
(lima) tahun. ”Kinderganten” tujuannya untuk persiapan masuk kelas satu; secara
perkembangan biasanya meliputi anak usia 4-6 tahun. Dengan perkataan lain, yang
dimaksud dengan anak usia TK adalah 4 sampai 6 tahun, sedangkan anak prasekolah
adalah mereka yang bervariasi 3 sampai 5 tahun.
2.5.2 Ciri – Ciri Pertumbuhan Anak Usia Prasekolah
Tiap fase pertumbuhan memiliki ciri dan target pencapaian, baik dalam aspek
sosial, intelektual, psikologi, dan biologi. Sehingga anak dapat menyesuiakan diri dan
dapat beradaptasi pada fase-fase berikutnya, berikut ini, ciri-ciri dan target pada fase
prasekolah (Fahmin, 2005), yaitu:
a. Pertumbuhan yang paling cepat pada diri anak terjadi pada saat anak berusia
lima tahun pertama (balita), lebih-lebih dalam hal ini pertumbuhan IQ dan
pembentukan kepribadiannya.
b. Lingkungan tempat anak berada memiliki peranan yang penting dalam
pertumbuhan inteligensi anak.
39
c. Anak tumbuh melalui cara yang saling melengkapi. Sebuah faktor yang
mempengaruhi satu sisi pertumbuhannya, berpengaruh pula pada sisi
pertumbuhannya yang lain.
d. Anak memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, sehingga ia dapat
tumbuh secara wajar. Di antaranya, kebutuhan terhadap pengenalan alam
lingkungan di sekitarnya.
e. Setiap anak memiliki perbedaan-perbedaan, baik dalam kemampuan, kondisi
pertumbuhan, tingkat kematangan, dan kesiapannya dalam belajar.
2.6 Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Dalam bukunya. Moeslihatoen (2000) menuliskan tugas-tugas perkembangan
yang harus dipenuhi oleh anak menurut Hildebrand. Dimana pada masa kanak-kanak
awal, anak memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya agar dapat
memasuki tahapan berikutnya dengan baik.
a. Berkembang menjadi pribadi yang mandiri.
Anak harus tidak tergantung pada orang lain dan dapat melayani diri sendiri
sendiri dengan usianya.
b. Belajar memberi, berbagi, dan memperoleh kasih sayang.
Belajar memberi, berbagi, dan memperoleh kasih sayang adalah kemampuan
untuk saling berbagi dan mampu untuk hidup ”bermasyarakat” dengan anak-
anak seusianya dilingkungan yang ditemui.
c. Belajar bergaul dengan anak lain
40
Anak belajar mengembangkan hubungan dengan anak lain sehingga dapat
menghasilkan tanggapan positif dari anak lain tersebut.
d. Mengembangkan pengendalian diri
Kemampuan anak dalam belajar mengendalikan dirinya sesuai dengan
tuntutan masyarakat. Setiap tindakan anak belajar memiliki konsekuensi
sehingga anak akan memilih tingkah laku yang dapat diterima oleh
lingkungan.
e. Belajar bermacam-macam peran dalam masyarakat
Anak belajar memiliki bermacam-macam peran dan konsekuensi dalam
masyarakat
f. Belajar mengenal tubuh
Anak belajar mengenal nama dan fungsi panca indra serta anggota tubuh
lainnya untuk aktivitasnya sehari-hari, seperti makan dan menjaga kebersihan.
g. Belajar menguasai keteramilan motorik halus dan kasar
Anak memiliki tugas untuk menguasai keterampilan yang berkaitan dengan
motorik halus.
h. Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikan
Adalah kemampuan untuk mengenal nama-nama benda dan ciri-cirinya, serta
mengetahui perbedaannya dengan benda-benda lain yang ada.
i. Belajar mengusai kata-kata baru untuk mamahami orang lain
Anak mempejari kata-kata baru untuk memahami pembicaraan orang lain.
j. Mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan
41
Anak memiliki tugas mengembagkan perasaan kasih sayang terhadap benda-
benda yang ada di sekitarnya, termasuk orang-orang yang ada di lingkungnya.
2.7 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: (Supariasa, 2005)
2.8 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.9 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Alternatif :
1. Ada hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan
kognitif anak
Status Gizi :Gizi lebihGizi baikGizi kurangGizi buruk
Pertumbuhan danperkembangan kognitif anak
Status Gizi Pertumbuhan danperkembangan kognitif anak
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik, yaitu untuk melihat
hubungan status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia pra
sekolah di Desa Langkak Kecamatan Kuala Pesisir dengan desain Cross Sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Desa Langkak Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten
Nagan Raya yang telah dilakukan pada tanggal 17 September sampai 23 September
2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia
prs sekolah di desa Langkak yang berjumlah 96 orang.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini mengacu pada rumusan
(Arikunto 2002) yang menjelaskan bahwa apabila pengambilan sampel pada subjek
penelitian kurang dari 100 maka dapat diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan Penelitian populasi. Bedasarkan hal tersebut makan peneliti mengambil
keseluruhan populasi untuk dijadikan sampel yaitu berjumlah 96 orang.
42
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan wawancara langsung
dengan responden, menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan.
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur
lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
3. 5. Definisi Operasional.
Tabel 3.1. Varibel PenelitianNo Variabel Independen1 Variabel : Status gizi
Definisi : Keadaan kesehatan anak ditinjau dari pemenuhankebutuhan gizi yang disuaikan dengan umur, beratbadan dan tinggi badan.
Cara ukur : Menimbang dan mengukur tinggi badan.Alat ukur : Timbangan/MicrotoaHasil ukur : a. Baik
b. Kurang BaikSkala ukur : Ordinal
____________________________________________________________________Variabel Dependen
2. Variabel : Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif AnakDefinisi : Bertambahnya ukuran fisik serta kecerdasan pada anak.Cara ukur : Wawancara.Alat ukur : KuesionerHasil ukur : a. Baik
b. Kurang BaikSkala ukur : Ordinal
43
3. 6. Aspek pengukuran
1. Status gizi : BB/TB
1. Baik : Apabila hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan
Menunjukkan berat badan anak memiliki ukuran ideal.
2. Kurang : Apabila hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan
Menunjukkan berat badan anak kurang dari ukuran ideal.
2. Pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak
1. Baik : Apabila anak bisa bersikap mandiri, mengingat
kejadian yang lalu dan mampu berinteraksi dengan
lingkungannya.
2. Kurang Baik : Apabila anak tidak bisa bersikap mandiri, mengingat
kejadian yang lalu dan tidak mampu berinteraksi
dengan lingkungannya. (Moeslihatoen, 2000)
3.7. Analisis Data.
Data yang diperoleh diolah dengan secara manuual dan menggunakan
komputer dengan tahapan editing, coding, entry data dan cleaning. Data dianalisis
melalui prosedur bertahap,secara:
1. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian.
2. Analisis Bivariat
44
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel depeden
dan sebuah variabel independen. Untuk mengetahui hubungan antara
variabel indenpeden dan variabel dependen digunakan analisis statistik
dengan uji chi square (X2) dengan memakai nilai α = 0,05. Dasar
pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan tingkat signifikan (nilai p),
yaitu :
a. Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian (Ho di tolak) atau
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
b. Jika nilai p > 0,05 maka hipotesis penelitian (Ha diterima) atau
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
Analisis bivariat adalah analisis yang melibatkan sebuah variabel
dependen dan sebuah variabel dependent. Karena data berbentuk
katagorik maka untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel
independen dan dependen digunakan analisis statistk Uji Chi-square
dengan memakai nilai α = 0,05. (Notoatmodjo. 2005).
Untuk memperoleh hubungan yang bermakna pada variabel
penelitian ini digunakan perangkat komputer/perangkat lunak dalam
menganalisis Uji Chi-square.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran umum penelitian
Luas wilayah 355 km2 dan jumlah kk adalah 388 dan desa langkak dengan batas batas
1. Sebelah Utara : padang rubek
2. Sebelah Selatan : kuala tuha
3. Sebelah Barat : krung nagan
4. Sebelah Timur : lung teuku ben
Jumlah penduduk gampong
Laki-laki : 715
Perempuan : 702
Dusun
1. Dusun syeh kuala
2. Dusun putro phang
3. Dusun poteu meurehom
4. Dusun laksamana
4.1.1. Analisis Univariat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 17September
sampai dengan 23September 2013. Dengan mengunakan teknik pengambilan
sampel yaitu total sampling di Desa langkak pada 96anak dengan judul,
Hubungan Status Gizi Dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif
Anak Usia Pra Sekolah Di Desa Langkak Kecamatan Kuala Pesisir
Kabupaten Nagan Raya. Adapun hasil penelitian adalah sebagai berikut
46
4.1.2. Status Gizi
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi padaanak usia pra sekolah di desa langkak Kecamatan Kuala PesisirKabupaten Nagan Raya
No Status Gizi Frekuensi %
1 Baik 38 39,62 Kurang Baik 58 60,4
Total 96 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa dari 96 responden,60,4 %
anak Pra sekolah yang memperoleh status gizi dengan kurang baik,sedangkan
yang baik39,6% .
Tabel 4.2 Distribusifrekuensi responden berdasarkan pertumbuhan danperkembangan kognitif anak usia pra sekolahdi desa langkakKecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya
No Pertumbuhan danPerkembangan Kognitif Anak
Frekuensi %
1 Baik 36 37,5
2 Kurang Baik 60 62,5Total 96 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa dari 96 responden, 62,5%
yang memperoleh pertumbuhan dan perkembangan dengan kurang
baik,sedangkan yang baik hanya 37,5% yang memperoleh pertumbuhan dan
penembangan.
4.2. Analisis bivariat
Tabel 4.3 Hubungan status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangankognitif anak usia pra sekolahdi desa langkak Kecamatan KualaPesisir Kabupaten Nagan Raya
47
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi-square pada derajat
kemaknaan 95% (α = 0,05) antara tingkat Status gizi dengan pertumbuhan dan
perkembanganmenujukkan nilai p value = 0,001 atau p = < 0,05, maka artinya
bahwa ada hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan dan
perkembangankognitif anak usia pra sekolah di desa langkak Kecamatan Kuala
Pesisir Kabupaten Nagan Raya.Namun Jika dilihat dari odds ratio yaitu sebesar
0,175 maka tidak ada peluang terhadap pertumbuhan dan perkembangan kognitif
anak usia prasekolah.
4.3. Pembahasan
HubunganAntara Status Gizi DenganPertumbuhan dan Perkembangan
Koginitif Anak Usia Pra Sekolah
Dari hasil analisa tabel silang diketahui tingkat Status gizi dengan
pertumbuhan dan perkembangan menujukkan nilai p value = 0,001 atau p = <
0,05, maka artinya bahwa ada hubungan antara status gizi dengan pertumbuhan
dan perkembangan kognitif anak usia pra sekolah di desa langkak Kecamatan
Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.Namun Jika dilihat dari odds ratio yaitu
sebesar 0,175 maka tidak ada peluang terhadap pertumbuhan dan perkembangan
kognitif anak usia prasekolah.
Status Gizi
Pertumbuhan danPerkembangan Kognitif
AnakTotal
P ORKurang Baik
n % n % n %Kurang baik 28 46,7 30 83,3 58 60,4 0,001 0,175
Baik 32 53,3 6 16,7 38 39,6Jumlah 60 62,5 36 37,5 96 100
48
Hubungan tersebut didukung oleh pendapat Pamularsih (2009), bahwa
makanan sangat berkaitan terhadap bagi tubuh terutama untuk anak sekolah yang
merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan. Apabila
makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini
berlangsung lama maka akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak,
berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih
berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu,
badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam
otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi
biokimiadalam otak.Keadaan ini berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah produk
pangan (jumlah dan jenis makanan), pembagian makanan atau pangan,
akseptabilitas, prasangka buruk pada bahan makanan tertentu, pantangan pada
makanan tertentu, kesukaan pada jenis makanan tertentu, keterbatasan ekonomi,
kebiasaan makan, selera makan, dan pengetahuan gizi. Ditinjau dari kecukupan
dan ketidakcukupan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh yang lebih lanjut akan
menentukan status gizi atau tingkat kesehatan seseorang dipengaruhi banyak
faktor (Apriadji, 2006).
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan analitik seperti yang diuraikan
pada bab sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan sebagai berikut :
1. Persentase pertumbuhan dan perkembangan yang mempunyai status
gizikurang baik adalah sebesar 62,0%, dan yang baikadalah sebesar
37,5%.
2. Hasil uji bivariat menunjukkan nilai p value = 0,001 atau p = < 0,05,
maka artinya ada Hubungan antara Status gizi dengan pertumbuhan dan
pengembangan kognitif anak usia prasekolah
5.2 SARAN
1. Diharapkan kepada Orang tua perlu membiasakan anak untuk
mengkonsumsi makanan bergizi yang sebanding dengan kebutuhan energi
yang digunakan untuk aktivitas anak setiap harinya, serta mendampingi
dan berkomunikasi secara aktif kepada anak demi mendukung
perkembangan dan pertumbuhan anak pra sekolah.
2. Bagi peneliti lain mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan
status gizi dengan pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak usia pra
sekolah di desa langkak Kecamatan Kuala Pesisir
DAFTARPUSTAKA
Abdurrahman (2003) Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta ; PTGrafindo, Persada.
Ahmad1 (2003) Gizi Dalam Daur Kehidupan.Jakarta ; EGC.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Penerbit Rineka
Cipta : Jakarta
Apriadji, 2006).Beban Ganda Masa/ah Gizi dan lmplilrasinya Terhadap
KebijakanPembangunan Kesehatan Nasional.Jakarta.
Budiyanto.2010. Dasar - Dasar llmu Gizi, UMM Press. Jakarta.
Depkes Rl (2010). SistemKesehatan.Jakarta
( ) (2003) Status Gizi Anak Da/am Kaitannya dengan Kejadian Penyakitlnfeksi. Jakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe aceh darussalam (NAD), 2012, ProfilKesehatan
Dinkes Nagan Raya, (2012) Profil Kesehatan
Fahmin, 2005) Perbandingan Prestasi Be/ajar dengan Siswa Sekolah Dasar yangTidak Menderita dan Tidak Menderita dan Tidak Menderita Gondok diDaerah Endemik GAKJ.(tesis), Program Srujana UGM
Gustian. E, (2001) Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta
Gunarsa (2007) Gizi Masyarakat.BPK Gunung Mulya. Jakarta.
Husain. 2010. Bangga Sehat 2010. FKM Untika Luwuk.
Judarwanto, 2007. Gizi Masyarakat. BPK Gunung Mulya. Jakarta.
Kartini (2004) Penggunaan SKDN sebagai alat ukur status gizi balita dalamUPGKThesis, FKM. UJ, Jabuta
Liwidjaya (2009) Hubungan Antara Kecukupan Gizi Dengan Prestasi Be/ajarSiswaSD Negeri 4 Solo (Skripsi UGM) Yogyakarta.
Moeslihatoen (2000) Hubungan Pengetahuan Gizi, Kecukupan Energi, danKecukupan Protein dengan Status Gizi Anak Jalanan di Kelas LayananKhusus (KLK) SD Gedongtengen I Yogyakarta. Skripsi Universitas GadjahMada
Moersintowarti, 2002).Hubungan antara Status Gizi dan Kadar Hb denganPrestasi Be/ajarMurid SD di Kabupaten Nabire (tesis yang tidakdipublikasikan), Program Srujana UGM.
Patmonodewo, 2000).Hubungan Anemia Kekurangan Zat Besi denganKonsentrasi dan Prestasi Berajar (tesis), Program Pascasarjana UNDIP.
Pramono, 2006. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara
Portosuwido, 2006..Statistik Parametrik.Jakarta : Elex Media Computindo. .
Daya Pikir dan Kemampuan Verbal Siswa Sekolah Dasar Negeri 23 Banten
(Skripsi UGM) Yogyakarta.
Permatasari, NYI. 2008. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan PengetahuanIbu dari Anak Taman Kanak-kanak terhadap Pemilihan Multivitamin di
Kecamatan Laweyan Kota Surakarta [Laporan
Penelitian].http://www.docstoc.com/docs/downloaddoc.aspx/?doc_id(30 Juni
2013).
Soekirman (2000), Berbagai Cara Pendidikan Gizi.Jakarta :BumiAksara.
Soetjiningsih (2002) Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya.Jakarta :CV Agung Seto.
Sacbarin, 2006).Perkembangan Intelegensi Anak dan Pengukuran IQnya. Dalam
Penelitian Usman (2001). Ikan dan Kecerdasan. Tambo Gizi : vol. no. 1.
(pp. 11-17). Padang : Akademi Gizi Padang.
Supariasa, 2005).Penilaian Status Gizi,Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran
Soehardja, 2006). Perencanaan Pangan dan Gizi.Bogor : Bumi Aksara
Soetjiningsih (2008) Hubungan Antara Tingkat Konsumsi (Energi dan Protein)dan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa SekolahDasar Dengan Sistem Full Day School di Yayasan Pendidikan AIMuslim, Sidoarjo, Jawa Timur. Yogyakarta : Pertemuan Ilmiah Nasional(PIN) Dietetic Update.
Santoso, 2009.Perkembangan dan Pertumbuhan anak.Jakarta: Bumi A.ksara.