hubungan budaya organisasi dengan kinerja perawat di

78
Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Public (Non Intensif) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda SKRIPSI Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Disusun Oleh: Eka Sawitri 17111024110422 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Dan Farmasi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur 2018

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi

Rawat Inap Public (Non Intensif) Rumah Sakit Umum Daerah

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

SKRIPSI

Diajukan sebagai Persyaratan untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh:

Eka Sawitri

17111024110422

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Dan Farmasi

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

2018

Page 2: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di
Page 3: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Publik (Non Intensif) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda

Eka Sawitri1, Maridi Marsan Dirdjo2

INTISARI

Latar Belakang: Budaya organisasi menjadi ciri khas dari organisasi. Hal ini berhubungan dengan acuan atau pedoman dalam kaitannya dengan kinerja perawat. Berdasarkan studi pendahuluan budaya organisasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie pe menunjukkan 55 (84,%) perawat merasa kerja di ruang perawatan tidak dapat membuat perawat kreatif dan inovatif 59 (90,7%) perawat merasa kebiasaan kerja tidak perlu cermat dan detail. Kemudian studi pendahuluan kinerja perawat menunjukkan 35 (53,9%) perawat merasa kolaborasi perawat dengan perawat atau profesi lain belum terjalin dengan baik dan terdapat 27 (42,%) perawat merasa kerapkali terjadi miskomunikasi antara perawat dengan perawat atau profesi lain.

Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap public (non intensif) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Metode: Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional dengan rancangan Cross Sectional. Sampel pada penelitian yaitu perawat di instalasi rawat inap public (non intensif) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yaitu berjumlah 189 responden. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat menggunakan uji Pearson Product Moment.

Hasil Peneltian: Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar usia responden antara 23-27 tahun sebanyak 88 responden (46,6%), jenis kelamin perempuan sebanyak 105 responden (55,6%), lulusan Ners sebanyak 94 responden (49,7%) dan masa kerja 1-3 tahun sebanyak 76 responden (40,2%). Untuk budaya organisasi dengan kinerja perawat yaitu nilai signifikansi < α, yaitu 0,000 < 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan nilai Pearson Correlation yaitu 0,291 yang berarti terjadi korelasi yang rendah.

Kesimpulan: Ada hubungan antara budaya organisasi denngan kinerja perawat di instalasi rawat inap publik (non intensif) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Saran: Penelitian yang sama dapat dilakukan di unit – unit lain dari rumah sakit yang sama untuk membandingkan hasil yang diperoleh

Kata Kunci: Budaya Organisasi, Kinerja Perawat.

1Mahasiswa Program Sarjana Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur 2Dosen Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Page 4: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

The Relationship of Organizational Culture with Performance of Nurses in Installation of Public Patient (Non Intensive) Regional Public Hospital

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Eka Sawitri1, Maridi Marsan Dirdjo2

ABSTRACT

Background: The organizational culture to be characteristic from organization. This is releated with orientation in relation with performance of nurse. Based on preliminary studies organizational culture in RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda show 69 (84%) nurse feel work in ward patient can not creative and innovative, 59 (90,7%) nurse reel habit of work no need careful and details. Then based on preliminary performance of nurse show 35 (53,9%) nurse feel collaboration of nurse with nurse or another profession is not good and there are 27 (42%) nurse feel miscommunication between nurse with nurse or another profession.

Objective: The study aimed to determine the organizational culture between performance of nurse in installation of public patient (non intensive) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Methods: The research was a correlation descriptive study with cross sectional design. Sampels in this research that nurses in installation of public patient.

Result: The research result to show of the responden aged between 23-27 years of the 88 respondents, sex of female respondents as many as 105 respondents (55,6%), Nurse program as much as 94 respondents (49,7%), work periode between 1-4 years as many as 76 respondent (40,2%). Organizational culture with performance of nurse that is the significance value < α, that is 0,000 < 0,05, which means that Ho refused and Ha accepted and Pearson Correlation value is 0,291 which means the correlation is low.

Conclusion: There was a significant between relationship of culture with performance nurse in installation of public patient (non intensive) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Recommendation: The another research can do in the another units of same hospital to compare result.

Keywords: Organizational culture, performance of nurse

1 Student of Nursing University Muhammadiyah Kalimantan Timur 2 Lecture of Nursing University Muhammadiyah Kalimantan Timur

Page 5: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah salah satu wujud

dari tuntutan masyarakat di era globalisasi saat ini. Masyarakat

yang semakin kritis dan terdidik menguatkan agar pelayanan

kesehatan lebih responsif atas kebutuhan masyarakat, menerapkan

manajemen yang transparan, partisipatif dan akuntabel.

Masyarakat menuntut rumah sakit agar dapat memberikan

pelayanan kesehatan terkait dengan kebutuhan pasien secara

mudah, cepat, tepat dengan biaya ekonomis (BAPPENAS, 2011).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 tahun

2014, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelengarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang salah satunya menyediakan pelayanan rawat inap.

Rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian integral dari

organisasi kesehatan dan organisasi sosial, berfungsi menyediakan

pelayanan kesehatan lengkap dari pelayanan medis hingga

keperawatan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang baik

ditunjang juga oleh Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK).

Page 6: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Sumber daya manusia kesehatan (SDMK) merupakan salah satu

sub sistem kesehatan nasional yang mempunyai peranan penting

dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui

berbagai upaya dan pelayanan kesehatan. Upaya dan pelayanan

kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

bertanggung jawab, memiliki etik dan moral tinggi, keahlian, dan

berwenang (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).

Dalam menjamin sistem pelayanan kesehatan maka telah

ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan dalam beberapa

rumpun dan sub rumpun salah satunya keperawatan. Pelayanan

keperawatan memiliki kedudukan penting bagi kualitas pelayanan

kesehatan di rumah sakit, berdasarkan pendekatan bio-psiko-

sosial-spiritual selama 24 jam dan berkesinambungan.

Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 2014 menjelaskan

keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu,

keluarga, kelompok atau masyarakat, baik keadaan sakit maupun

sehat. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi

keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Pelayanan keperawatan adalah pelayanan yang

diselenggarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

Page 7: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Tim pelayanan keperawatan memberikan pelayanan kepada

klien sesuai keyakinan profesi dan standar yang telah ditetapkan.

Hal ini ditujukan agar pelayanan keperawatan yang diberikan

senantiasa merupakan pelayanan yang aman serta dapat

memenuhi kebutuhan dan harapan pasien yang dirawat. Salah satu

fungsi pelayanan tenaga kesehatan di rumah sakit yaitu

menyelenggarkan pelayanan keperawatan oleh para perawat,

pedidikan dan penelitian sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pelayanan kesehatan (Undang-

Undang Nomor 44, 2009).

Pada tahun 2015, total perawat di Indonesia sebanyak

223.910 orang atau 34,% dari total tenaga kesehatan (Profil

Kesehatan Indonesia, 2015). Berdasarkan data tersebut perawat

adalah tenaga kesehatan terbanyak dan merupakan karyawan lini

yang kontak secara langsung dengan pasien, sehingga kinerja

perawat berperan penting dalam menentukan kualitas pelayanan

kesehatan di rumah sakit melalui kinerja (Murtiningsih, 2015).

Rai, dkk (2008) mendefinisikan kinerja adalah cara

perseorangan atau kelompok dari organisasi dalam menyelesaikan

pekerjaan atau tugas. Kinerja pegawai rumah sakit seperti halnya

perawat pada dasarnya memberikan pengertian yang

komperehensif meliputi penilaian prestasi kerja, efektivitas kerja,

hasil kerja, pencapaian tujuan dan produktifitas kerja. Hasil

Page 8: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

penilaian ini menjadi penentu pencapaian tugas terhadap pegawai

dalam penetapan kinerja organisasi (Sinambela. 201).

Kinerja perawat merupakan akivitas perawat dalam

mengimplementasikan sebaik-baiknya suatu wewenang tugas dan

tanggung jawab dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok

profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi dalam

memberikan asuhan keperawatan. Dimana kepala ruang

keperawatan memiliki tanggung jawab menggerakkan perawat

pelaksana untuk bekerja lebih baik (Kuntoro dalam Putra dkk,

2014).

Namun data tentang kinerja perawat di Indonesia masih

belum sama. Hasil penelitian yang pernah dilakukan di Instalasi

Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dimana distribusi

frekuensi responden kinerja perawat lebih tinggi yang baik (73%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden masih

memiliki kinerja yang kurang baik. Hal ini dapat menggangu kinerja

perawat lainnya yang menyebabkan penurunan kinerja. Kinerja

perawat perlu lebih ditingkatkan agar pelayanan keperawatan lebih

berkualitas (Paomey dkk, 201).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Iqbal dan Agritubella

pada bulan Oktober 2017 di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Pekan

Baru Medical Center (RS PMC). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar kinerja perawat pelaksana berada pada

Page 9: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

kategori dengan kinerja yang kurang (71,4%). Hal ini menunjukkan

bahwa masih rendahnya kinerja perawat pelaksana, sehingga akan

mempengaruhi mutu pelayanan rumah sakit.

Salah satu tantangan utama dalam meningkatkan kinerja

pegawai terutama perawat adalah bagaimana menciptakan sumber

daya manusia yang dapat menghasilkan kinerja optimal dalam

mencapai tujuan organisasi. Untuk menciptakan kinerja perawat

yang efektif dan efisien demi kemajuan organisasi maka perlu

adanya penerapan budaya organisasi sebagai salah satu pedoman

kerja yang dapat menjadi acuan pegawai dalam melakukan

aktivitas organisasi (Kalsum dkk, 2017).

Budaya organisasi Menurut Vijay dan Robert (dalam

Nawawi, 2015) budaya merupakan suatu sistem pembagian nilai

dan kepercayaan yang berinteraksi dengan orang dalam suatu

organisasi, struktur, dan sistem kontrol yang menghasilkan norma

perilaku anggota masyarakat. Budaya organisasi sangat meresap

dalam kehidupan organisasi dan selanjutnya dapat memengaruhi

kehidupan organisasi (Kalsum dkk, 2017).

Budaya organisasi memiliki peran penting dalam kaitannya

dengan kinerja karyawan, karena budaya sebagai alat untuk

mencapai tujuan. Nilai-nilai dan keyainan yang berbeda

berdasarkan kinerja karyawan membantu dalam peningkatan

organisasi. Budaya organisasi yang membantu dalam internalisasi,

Page 10: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

mengarah untuk mengelola proses organisasi yang efektif (Syauta,

2012 dan Awadh, 2013 dalam Elfiani dkk, 2015).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

oleh Iqbal dan Agritubella (2017) bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja perawat.

Budaya organsasi yang dimaksud mencakup keterlibatan,

penyesuaian, konsistensi, dan misi organisasi. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut, maka diharapkan budaya organisasi benar-

banar dikelola sebagai alat manajemen pada perawat pelaksana

dalam menyesuaikan kebijakan rumah sakit sebagai organisasi.

Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda (RSUD A.W Sjharanie Samarinda) merupakan salah

satu rumah sakit rujukan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan

Timur. Selain rumah sakit rujukan RSUD Abdul Wahab Sjahranie

merupakan rumah sakit kelas A dengan capaian akreditasi

paripurna dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Sesuai

dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/390/2014 bahwa RSUD Abdul Wahab

Sjahranie ditetapkan sebagai salah satu dari 14 Rumah Sakit

Rujukan Nasional.

Pada era globalisasi ini, persaingan dalam pealyanan

kesahatan semakin meningkat mulai dari rumah sakit milik

pemerintah hingga rumah sakit swasta. Persaingan bukan hanya

Page 11: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

pada fasilitas rumah sakit tetapi pada kualitas dan kuantitas sumber

daya manusianya (SDM). Dalam berbagai pencapaian yang telah

ada termasuk menjadi rumah sakit rujukan nasional, Rumah Sakit

Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda juga

menerapkan peningkatan SDM. Dimana SDM yang berkuallitas

akan meningkatkan kinerja dan memberikan kepuasan pelayanan

rumah sakit pada setiap pasiennya.

Studi pendahuluan yang di lakukan peneliti pada bulan

Januari 2018 di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

sebanyak 5 perawat di 13 ruang perawatan non-intensif. Studi

pendahuluan dilakukan dengan pengisian kuesioner.

Studi pendahuluan budaya organisasi mencakup: kondisi

kerja, penekanan hasil, kecermatan keja, dan kerjasama tim. Hasil

studi pendahuluan menunjukkan 55 (84,%) perawat merasa kondisi

kerja di ruang perawatan tidak dapat membuat perawat kreatif dan

inovatif. Hal ini menjadikan setiap pekerjaan hanya dikerjakan

berlandaskan sebatas tugas. Perawat yang kreatif dan inovatif

sangat diperlukan dalam mewujudkan rumah sakit berkualitas

tinggi.

Kemudian hasil studi pendahuluan lainnya menunjukkan 59

(90,7%) perawat merasa kebiasaan kerja tidak perlu cermat dan

detail. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perawat masih

Page 12: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

mementingkan waktu yang cepat tanpa memperhatikan ketelitian

dalam mengerjakan tugas.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di atas, peneliti juga

melakukan studi pendahuluan tetang kinerja perawat. Pada studi

pendahuluan yang didapatkan, terdapat 35 (53,9%) perawat

merasa dalam membangun kinerja terhadap kolaborasi perawat

dengan perawat atau profesi lain belum terjalin dengan baik dan

terdapat 27 (42,%) perawat merasa kerapkali terjadi miskomunikasi

antara perawat dengan perawat atau profesi lain.

Dokumentasi keperawatan merupakan bagian dari

komunikasi. Berdasarkan hasil audit keperawatan dan analisis data

asuhan keperawatan pasien RSUD A.W Sjahranie Samarinda

tahun 2016 rata-rata 75%. Hasil tersebut masih di bawah standar

yang ditetapkan Kemenkes yaitu 85%. Pendokumentasian yang

tidak efisien dan efektif menyebabkan terjadinya kesalahan

komunikasi antar perawat maupun profesi lain. Pendokumentasian

yang tidak lengkap memberikan kerugian bagi klien dan keluarga

karena informasi penting terkait perawatan dan kondisi

kesehatannya terabaikan.

Rumah sakit sebagai organisasi memerlukan kerjasama baik

dalam profesi yang sama maupun lintas profesi. Salah satu hal

yang mengawali kerjasama tim adalah menjalin komunikasi yang

baik. Oleh karena itu, setiap pegawai di rumah sakit wajib

Page 13: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

mengembangkan komunikasi dari berbagai pihak, baik antara

pemimpin, anggota, hingga masyarat sekitar rumah sakit agar

dapat mewujudkan kerjasama tim yang baik.

Berdasarkan teori Robbert dan Couter (2010) terdapat tujuh

dimensi budaya organisasi yaitu perhatian pada detail, orientasi

hasil, orientasi manusia, orientasi tim, agresivitas, stabilitas, dan

inovasi dan pengambilan risiko. Masing-masing dari ketujuh

dimensi tersebut memiliki tingkatan dari rendah hingga tinggi. Salah

satu dimensi budaya organisasi sering kali diberi penekanan yang

lebih kuat dibandingkan dimensi-dimensi yang lainnya, karena pada

prinsipnya budaya organisasi membentuk kepribadian organisasi

yang bersangkutan langsung dengan para anggotanya.

Berdasarkan uraian fenomena di atas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Budaya

Organisasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Publik

(Non-Intensif) RSUD A.W Sjahranie Samarinda”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Hubungan

Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap

Publik (Non-Intensif) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda?”.

Page 14: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui

Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Instalasi Rawat Inap Publik (Non-Intensif) RSUD A.W Sjahranie

Samarinda.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu:

a. Mengidentifikasi karkteristik responden

b. Mengetahui gambaran budaya organisasi

c. Mengetahui gambaran kinerja perawat pada perawat

pelaksana

d. Menganalisis hubungan budaya organisasi dengan kinerja

perawat pelaksana

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

Sebagai bahan bacaan di perpustakaan atau sumber

data bagi peneliti lain yang memerlukan masukan berupa

data atau penngembangan peneliti dengan salah satu

variable yang sama demi kesempurnaan penelitian tersebut.

Sebagai sumber informasi yang bermanfaat bagi institusi

Page 15: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

dan sebagai salah satu dokumentasi ilmiah untuk

merangsang minat peneliti selanjutnya.

b. Bagi Ilmu Keperawatan

Sebagai masukan pengetahuan baru bagi perawat

untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan di bidang manajemen keperawatan, terutama

dalam mengoptimalkan kinerja perawat melalui budaya

organsisasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi perawat

Sebagai informasi dimana budaya organisasi akan

meningkatkan kinerja perawat pelaksana.

b. Bagi RSUD A.W Sjahranie Samarinda

Memberikan informasi kepada perawat pelaksana untuk

mempertahankan budaya organisasi yang baik, dengan

harapan dapat meningkatkan kinerja perawat sehingga

dengan hal ini juga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

c. Bagi Peneliti

Merupakan pengalaman baru yang berharga pada peneliti

dimana penelitian ini dapat menambah pengetahuan antara

budaya organisasi dengan kinerja perawat di ruang

perawatan, yang nantinya diperoleh agar dapat membantu

mengaplikasikannya dengan baik.

Page 16: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Cristian J Paomey, Mulyadi, dan

Revelino H (201) tentang “Hubungan Kecerdasan Emosional

dengan Kinerja Perawat dalam Menerapkan Asuhan

Keperawatan di IRINA A RSUP PROF. DR. D Kandou Manado”.

Jenis penelitian ini adalah observasi analitik dengan pendekatan

cross sectional. Instrument yang digunakan adalah kuesioner

dan lembar observasi.

Perbedaan penelitian yang dilakukan saat ini, jenis penelitian

deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional.

Intrumen yang digunakan adalah kuesioner.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Umi Kalsum, La Ode Ali I.A, Wa

Ode Siti N.A (2017) tantang “Pengaruh Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010”.

Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat PNS, sampel

didapatkan dengan rumus lemehsow dan menggunakan teknik

stratified random sampling.

Perbedaan yang dilakukan penelitian saat ini yaitu populasi

pada seluruh perawat PNS dan kontrak, sampel didapatkan

dengan rumus slovin dan menggunakan teknik stratified random

sampling.

Page 17: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

3. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal dan Syafrisar

Meri A (2017) tentang “Hubungan Budaya Organisasi dengan

Kinerja Perawat Pelaksana di Rawat Inap RS PMC”. Populasi

yang digunakan peneliti adalah seluruh perawat dengan teknik

total sampling. Analisa data yang digunakan adalah univariat,

bivariat (uji T independen dan chi square), dan multivariat

(regresi logistik ganda).

Perbedaan yang dilakukan peneliti saat ini yaitu teknik

sampling yang digunakan adalah simpel random sampling.

Analisa data yang digunakan adalah univariat dan bivariat

(pearson product moment).

Page 18: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah tingkat prestasi individu bekerja yang

datang setelah usaha dilakkukan (Silalahi, 2011). Kinerja

adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam

rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan

secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral

maupun etika.

Silalahi (2011) di dalam bukunya memaparkan bahwa

kinerja didefinisikan sebagai hasil akhir dari suatu aktivitas.

Sedangkan kinerja organisasional (organizational

performance) adalah hasil akhir yang diakumulasi dari

seluruh proses dan kegiatan kerja organisasi. Kinerja

karyawan individual merupakan faktor utama penentu

keberhasilan organisasional.

Page 19: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Dengan manajemen kinerja, usaha dari setiap karyawan

harus diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Faktor penting untuk suksesnya manajemen kinerja adalah

penilaian kinerja, karena sistem tersebut menceminkan

secara langsung rencana stratejik organisasi. Meskipun

evaluasi atas kinerja tim penting seiring keberadaan tim-tim

dalam suatu organisasi, fokus penilaian kinerja sebagian

besar pada karyawan individual (Mondy, 2008).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut

Gibson (1997) dalam Nursalam (2017):

Gibson menyatakan kinerja dipengaruhi oleh tiga

variabel yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan

variabel psikologis. Variabel individu terdiri dari kemampuan,

keterampilan, latar belakang (keluarga, tingkat sosial, dan

pengalaman), dan demografi (umur dan jenis kelamin).

Variabel organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,

imbalan, struktur, dan desain pekerjaan. Variabel psikologi

terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan

motivasi.

1) Variabel Individu

Menurut Sedarmayanti (2011) individu memiliki

integritas antara fungsi pikis dan fisik. Dengan memiliki

Page 20: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

integritas tinggi maka individu memilliki konsentrasi yang

baik. Hal ini menjadi modal utama untuk individu dalam

mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara

optimal dalam melaksanakan aktivitas bekerja dalam

mencapai tujuan organisasi. Konsentrasi individu dalam

bekerja juga dipengaruhi oleh kemampuan potensi:

kecerdasan pikiran / IQ dan kecerdasan emosi / EQ.

Kecerdasan individu dilihat dari keahlian-keahlian

yang harus dikembangkan oleh staf atau pegawai bila

ingin menunjukkan kinerja memenuhi standar. Keahlian-

keahlian pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas

merupakan kompetensi yang dimiliki, sehingga

memberikan hasil secara efektif dan efisien (Suyar

Dharma dalam Makmur, 2009).

Kompetensi merupakan kemampuan untuk

melaksanakan suatu pekerjaan yang dilandasi

keterampilan dan pengetahuan yang mejadi ciri

profesionalisme (Wibowo, 2016). Kompetensi terbentuk

adanya keselarasan antara mental dan keterampilan

fisik. Dalam hal ini perawat bukan hanya menerapkan

asuhan keperawatan saja tapi perawat juga dapat

mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar pasien

Page 21: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

puas atas pelayanan yang diberikan (Mandangi dkk,

2015).

Robbins (2010) menyatakan bahwa karakteristik

individu seperti umur, lama kerja, dan status perkawinan

mempengaruhi kinerja individu. Umur dikaitakan dengan

produktivitas kerja. Jenis kelamin menjadi perbedaan

yang signifikan dalam produktifitas kerja, faktor

psikologis wanita cenderung mematuhi otoritas,

sedangkan pria cenderung agresif di dalam

penghargaan. Faktor lama bekerja dihubungkan dengan

senioritas atau anggapan bahwa semakin lama bekerja

maka semakin lebih berpengalaman dan berpengaruh

terhadap produktivitasnya.

2) Variabel organisasi

Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Tujuan organisasi dapat berupa

perbaikan pelayanan pelanggan, pemenuhan

permintaan pasar, peningkatan kualitas produk atau

jasa, meningkatnya daya saing, dan meningkatnya

kinerja organisasi. Faktor penting yang memengaruhi

tujuan organisasi adalah desain dan struktur organisasi.

Melalui desain dan strukturlah para pemimpin

organisasai mampu menentukan harapan-harapan

Page 22: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi (Invancevich

dkk, 2007).

Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil

kerja atau prestasi kerja organisasi dan menunjukkan

sebagai kinerja atau performa organisasi. Untuk

menjamin agar aktivitas tersebut dapat mencapai hasil

yang diharapkan, diperlukan upaya manajemen dalam

pelaksanaan aktivitasnya. Dengan demikian, hakikat

manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola

seluruh kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya (Wibowo,

2016).

Banyak praktisi dan ahli manajemen menekankan

pentingnya peran manusia dalam menentukan

keberhasilan sebuah organisasi salah satunya adalah

pemimpin. Pemimpin merupakan salah satu faktor

penentu sukses tidaknya organisasi. Disini pemimpin

dianggap sebagai panutan dalam organisasi, sehingga

perubahan secara lebih baik harus dimulai dari tingkat

yang paling atas (pemimpin) hingga ke tingkat paling

bawah. Untuk itu organisasi memerlukan pemimpin yang

mampu menjadi motor penggerak perubahan organisasi

(Suyuthi, 2014).

Page 23: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Sementara itu, untuk meningkatkan kinerja, pemimpin

menyediakan intensif bagi pekerja yang dapat

memberikan prestasi kerja melebihi standar kinerja yang

diharapkan. Dengan kata lain, manajemen memberikan

penghargaan atau reward (Wibowo, 2016). Tujuan

utama program penghargaan adalah untuk menarik

orang yang cakap untuk mencapai kinerja tingkat tinggi

(Gibson dkk, 2000 dalam Wibowo, 2016).

Dalam penelitian Mandagi, dkk (2015) penghargaan

yang diberikan kepada perawat dalam aspek

profesionalisme dapat meliputi atas memberikan pujian,

gaji yang diterima sesuai dengan UMP, saat lembur

mendapat intensi tambahan, dan selalu dilibatkan dalam

acara rumah sakit dan mendapat nillai yang baik dari

atasan sehingga perawat bisa meningkatkan kinerjanya.

Kinerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh

sumber daya manusia yang berada di dalamnya.

Apabila sumber daya manusianya memiliki motivasi

tinggi, kreatif, dan mampu mengembangkan inovasi,

kinerjanya akan semakin baik. Pada masa lalu,

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia

dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan. Cara

tersebut secara bertahap mulai ditinggalkan karena

Page 24: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

bersifat top-down sehingga kurang mampu

mengembangkan kreativitas dan inovasi sumber daya

manusia. Cara pendekatan baru yang dipergunakan

untuk mengembangkan sumber daya manusia saat ini

lebih dikenal sebagai pemberdayaan (Wibowo, 2016).

Menurut Wibowo (2016) pemberdayaan adalah

mendorong orang untuk lebih terlibat dalam pembuatan

keputusan dalam organisasi, sehingga dengan cara ini

kinerja pegawai akan meningkat. Memberdayakan orang

akan mendorong keterlibatan dalam mengambil

keputusan. Hal itu akan memberi kesempatan untuk

menunjukkan bahwa individu dapat memberikan

gagasan baik dan memiliki keterampilan menempatkan

gagasan praktik.

3) Variabel psikologi

Faktor psikologi menurut teori Gibson (1997) dalam

Nursalam (2017) terdiri dari perspsi, sikap, kepribadian,

belajar, dan motivasi. Kinerja organisasi diwujudkan oleh

kumpulan kinerja dari semua pekerja untuk mencapai

tujuan organisasi. Apabila pekerja mempunyai motivasi

untuk mencapai tujuan pribadinya, maka mereka harus

meningkatkan kinerja.

Page 25: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Menurut Kreitner dan Kinicki (2010) dalam Wibowo

(2016) motivasi merupakan proses psikologi yang

membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada

pencapaian tujuan atau goal-directed behavior. Manajer

itu perlu memahami proses psikologis ini apabila mereka

ingin berhasil membina pekerja menuju pada

penyelesaian sasaran organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mandagi, dkk (2015)

motivasi juga merupakan kondisi dari perawat yang bisa

mendorong seorang perawat untuk berperilaku menuju

tujuan yang ingin dicapainya. Apabila seorang perawat

memiliki motivasi yang baik untuk mencapai tujuannya,

maka kinerja akan meningkat. Dalam penelitian tersebut

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara motivasi perawat dengan kinerja perawat.

Dengan demikian, meningkatnya motivasi pekerja akan

meningkatkan kinerja organisasi.

Menurut Wirawan (2015) faktor-faktor yang

memperngaruhi kinerja terdiri dari lingkungan eksternal

organisasi,lingkungan internal organisasi, dan pegawai.

1) Lingkungan eksternal organisasi

a) Faktor ekonomi makro dan mikro-organisasi. Jika

ekonomi makro dan mikro memburuk dan inflasi

Page 26: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

meninggi akan berakibat harga barang dan jasa

meningkat sedangkan upah pegawai tetap, akan

memengaruhi nilai nominal upah pegawai yang

merosot daya belinya.

b) Kehidupan politik. Kehidupan politik yang tidak stabil

juga memengaruhi kinerja para pekerja. Di negara-

negara yang kacau kehidupan politiknya atau politik

menjadi panglima menimbulkan konflik politik yang

mengganggu produktivitas tenaga kerja. Indonesia

mengalami krisis politik tahun 1965 dan tahun 1998.

Akibatnya produktivitas merosot drastis dan buruh

kehilangan pekerjaannya.

c) Kehidupan sosial budaya masyarakat. Kehidupan

sosial budaya juga memengaruhi kinerja SDM.

Sebagian masyarakat masih hidup dengan pola

sosial budaya yang sangat sederhana sehingga

produktivitas sangat rendah.

d) Agama / spiritualitas. Sejumlah ayat dalam Injil dan

Al-Qur’an mendorong umat beragama untuk bekerja

dan meningkatkan produktivitas. “Bekerjalah seolah-

olah kamu akan hidup seribu tahun lagi, dan

beribadahlah seolah-olah akan meninggal dunia

besok”. Di Indonesia pada tahun 1990-an mulai

Page 27: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

terjadi gerakan spiritualitas ke tempat kerja. Para

Da’i dan motivator memberi khotbah dan ceramah di

perusahaan-perusahaan dan lembaga pemerintah.

e) Kompetitor Kompetitor merupakan faktor yang

memengaruhi produktivitas barang dan jasa.

Kompetitor mendorong perusahaan untuk

memproduksi barang dan jasa dalam jumlah banyak

serta lebih murah untuk menciptakan keunggulan

komparatif, keunggulan diferensial, dan keunggulan

kompetitif.

2) Faktor internal organisasi

a) Budaya organisasi

Wirawan (2015) mendefinisikan budaya organisasi

sebagai norma, nilai-nilai asumsi, kepercayaan,

filsafat, dan kebiasaan organisasi dan sebagainya

(isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam

waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin dan

anggota organisasi yang disosialisasikan dan

diajakan kepada anggota baru serta diterapkan

dalam aktivitas organisasi sehingga memengaruhi

pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi

dalam memproduksi produk, dan melayani

0konsumen dan mencapai tujuan organisasi.

Page 28: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

b) Iklim organisasi

Iklim organisasi sangat memengaruhi sikap dan

perilaku pegawai dalam melaksanakan

pekerjaannya yang kemudian memengaruhi kinerja.

Oleh karena itu tugas manajer adalah menciptakan

suatu iklim organisasi yang kondusif yang

memungkinkan para pegawai dapat melaksanakan

tugas secara maksimal dan menghasilkan kinerja

yang maksimal.

Table 2.1 Iklim Organisasi (Wirawan, 2015) Variabel Dimensi Indikator

Iklim organisasi

1. Lingkungan fisik

1.1 Ruang kerja

1.2 Teknologi produksi

1.3 Peralatan kerja

2. Lingkungan social

2.1 Hubungan atasan bawahan

2.2 Hubungan teman sekerja

2.3 Sistem kepemimpinan

2.4 Sistem komunikasi

3. Pelaksanaan sistem manajemen

3.1 Struktur organisasi

3.2 Sistem birokrasi organisasi

3.3 Distribusi kekuasaan

3.4 Delegasi

Page 29: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

kekuasaan

3.5 Allokasi sumber-sumber

3.6 Sistem kompensasi

3.7 Pengambangan karier

3.8 Manajemen konflik

3.9 Tanggung jawab

4. Produk 4.1 Jenis produk

4.2 Jenis barang dan teknik melayani konsumen

4.3 Jenis jasa dan teknik melayaninya

4.4 Proses produksi

5. Konsumen, nasabah, klien yang dilayani

5.1 Jenis konsumen

5.2 Perilaku konsumen

5.3 Sistem layanan

5.4 Hubungan konsumen daengan pegawai yang melayani

3) Faktor pegawai

a) Etos kerja.

Etos kerja individu sangat menentukan keberhasilan

individu dalam mencapai tujuannya. Salah satu

Page 30: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

rendahnya produktivitas tenaga kerja dan kurang

kompetitifnya dalam bersaing adalah rendahnya

etos kerja.

b) Disiplin kerja

Salah satu perilaku pegawai yang memengaruhi

kinerjanya adalah disiplin kerjanya. Perilaku disiplin

pegawai adalah perilaku pegawai yang memenuhi

standar perilaku, kode etik, peraturan kerja,

prosedur operasi kerja yang ditetapkan organisasi.

Perilaku pegawai yang tidak sesuai ketentuan

tersebut disebut perilaku indisipliner.

c) Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah perspsi-perasaan dan sikap-

orang mengenai berbagai aspek dari pekerjaan.

Persepsi tersebut dapat positf, dimana menimbulkan

kepuasan kerja dan dapat negatif yang

menimbulkan ketidakpuasan kerja. Persepsi positif

dapat menimbulkan berbagai akibat positif misalnya

kinerja tinggi, motivasi kerja tinggi, perilaku

kewargaan tinggi, dan etos kerja tinggi. Sebaliknya

persepsi negatif dapat menurunkan kinerja, motivasi

dan etos kerja.

Page 31: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

c. Penilaian kinerja

Pada umumnya untuk mengetahui seberapa jauh

kinerja individu, tim, maupun organisasi telah mencapai

kemajuan maka dapat dilakukan penilaian atau apprasial.

Penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas

perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka

mainkan di dalam organisasi (Wibowo, 2016).

Bacal (2004) dan Havard Business Essentials (2006)

dalam Wibowo (2016) Penilaian kinerja atau performance

appraisal adalah proses dimana kinerja individual diukur dan

dievaluasi selama periode waktu tertentu. Maksud utama

penilaian kinerja adalah mengkomunikasikan tujuan,

memotivasi, memberi umpan balik, dan menetapkan tahapan

untuk rencana pengembangan yang efektif.

Manfaat penilaian kinerja antara lain adalah: (a)

penilaian kinerja yang dilakukan dengan berhati-hati dapat

membantu memperbaiki kinerja pekerja sepanjang tahun, (b)

proses penilaian yang efektif merupakan bagian dari

menejemen sumber daya manusia yang dapat membantu

organisasi berhasil, dan (c) merupakan komponen kunci dari

strategi kompetitif (Allen, 2007 dalam Wibowo, 2016).

Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk

memotivasi pegawai personel dalam mencapai sasaran

Page 32: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

strategik organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku

yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan

tindakan dan hasil yang dikehendaki oleh organisasi.

Penilaian kinerja dimanfaatkan oleh organisasi untuk:

1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien

melalui pemotivasian personel secara maksimal.

2) Membantu pengembalian keputusan yang berkaitan

dengan penghargaan personel, seperti: promosi, transfer,

dan pemberhentian.

3) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan

pengembangan personel, dan untuk menyediakan kriteria

seleksi dan evaluasi program pelatihan pegawai.

4) Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan

penghargaan.

Tujuan pokok sistem penilaian kinerja adalah

menghasilkan informasi yang akurat dan sahih tentang

perilaku dan kinerja anggota-anggota organisasi. Menurut

T.V. Rao (1996) dalam Sinambela (2016) tujuan penilaian

diri atau penilaian kinerja individu adalah sebagai berikut:

1) Menyediakan kesempatan bagi pegawai untuk

mengiktisarkan.

Page 33: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

a) Berbagai tindakan yang telah diambil pegawai dalam

kaitan dengan aneka fungsi yang berkaitan dengan

perannya.

b) Keberhasilan dan kegagalan pegawai sehubungan

dengan fungsi-fungsi itu.

c) Kemampuan-kemampuan yang pegawai perlihatkan

dan kemampuan-kemampuan yang dirasakan kurang

dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dan berbagai

dimensi manajerial, serta perilaku yang telah

diperlihatkannya selama setahun.

2) Mengenali akan kebutuhan perkembangannya sendiri

dengan membuat rencana bagi perkembangannya di

dalam organisasi dengan mengidentifikasi dukungan

yang diperlukan dari pimpinan dan orang-orang lainnya di

dalam organisasi.

3) Menyampaikan kepada pimpinan yang berkepentingan,

apa yang sudah dicapai dan refleksinya agar ia mampu

meninjau prestasinya sendiri dalam perspektif yang benar

dan dalam penilaian yang lebih objektif. Hal ini

merupakan sebuah persiapan yang perlu bagi diskusi-

diskusi peninjauan prestasi kerja dan rencana-rencana

perbaikan prestasi kerja.

Page 34: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

4) Memprakarsai suatu proses peninjauan dan pemikiran

tahunan yang meliputi seluruh organisasi untuk

memperkuat perkembangan atas inisiatif sendiri guna

mencapai keefektifan manajerial.

d. Dimensi kinerja untuk mengukur kinerja perawat

Pengukuran terhadap kinerja/ prestasi kerja pegawai

secara umum dapat diukur melalui aspek-aspek kerja

pegawai. Menurut Istijanto (2005) aspek-aspek kerja

pegawai meliputi: kualitas kerja, tanggungjawab terhadap

pekerjaan, kerjasama dengan rekan kerja, motivasi kerja,

orientasi terhadap pelanggan, dan inisiatif pegawai. Namun,

kinerja perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki

kekhususan yang berbeda dengan karyawan di organisasi

non kesehatan.

Salah satu metode dalam menilai kinerja perawat

yaitu dengan melihat standar asuhan keperawatan

(Mandagi, Umboh & Rattu, 2015). Asuhan keperawatan ini

menggunakan metode proses keperawatan yang terdiri dari

lima komponen, yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan/ implementasi dan evaluasi

(Siahaan & Tarigan, 2012).

Dimensi kinerja perawat sebenarnya telah

dikembangkan sejak lama oleh Patricia M. Schwirian pada

Page 35: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

tahun 1978 yang diterbitkan dalam Nursing Research,

dengan judul Evaluating the performance of nurses: A multi-

dimensional approach. Dimensi ini masih digunakan oleh

Yuxiu, Kunaviktikul dan Thungjaroenkul (2011). Dimensi

tersebut meliputi: (1) kepemimpinan, (2) perawatan kritis, (3)

pembelajaran/ kolaborasi, (4) perencanaan dan evaluasi, (5)

komunikasi interpersonal dan (6) pengembangan

profesional.

1) Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian

sebuah visi atau serangkaian tujuan (Robbins & Jugde,

2015). Sementera McShane & Von Glinow (2018)

menyatakan kepemimpinan itu tentang mempengaruhi,

memotivasi, dan memungkinkan orang lain memberikan

kontribusi kearah efektivitas dan keberhasilan organisasi

dimana mereka menjadi anggotanya.

Menurut American Organization of Nurse Executive

Competencies (Marquis & Houston, 2015: xiv):

ketrampilan kepemimpinan yang harus dimiliki perawat

meliputi ketrampilan berfikir kritis, disiplin diri,

kemampuan untuk menggunakan pemikiran sistem,

Page 36: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

keberhasilan dalam perencanan dan manajemen

perubahan.

2) Perawatan kritis

Perawatan kristis adalah area keperawatan yang

memberikan pelayanan spesifik terhadap respon

manusia yang sedang menghadapi masalah uang

mengacam kehidupan (Landrum dkk, 2012: 3). Perawat

yang bekerja dalam kondisi ini harus mampu melakukan

pengkajian secara efisien, memerikan tindakan yang

tepat dan mahir, melakukan sesuai budaya dan secara

emosional sensitif terhadap pasien dan kelurganya.

Nilai-nilai inti yang dijalankan dalam memberikan

pelayanan dalam keadaan kritis adalah ketrampilan

melakukan pengkajian, kemampuan melakukan berbagai

tugas, kemapuan beradapatasi, ketrampilan komunikasi,

perhatian secara detail terhadap suatu masalah yang

besar, dan teknik koping positif.

3) Pembelajaran/ kolaborasi

Pembelajaran adalah perubahan perilaku yan relatif

permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman

(Robbins dan Judge, 2008). Melalui pengalaman

berinteraksi dengan lingkungan pelayanan kesehatan

perawat belajar tentang berbagai hal untuk membangun

Page 37: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

perilaku profesional sebagai tenaga kesehatan. Perawat

juga berperan sebagai pendidik pasien yang dilayani

tentang hidup sehat. Peran ini dapat dilakukan dengan

mengkaji kebutuhan belajar pasien dan membuat

seperangkat tujuan terkait dengan pasien, menetapkan

strategi dan mengukur hasil belajarnya (Berman, Snyder,

& Frandsen, 2016: 15).

Kolaborasi adalah adalah prinsip perencanaan dan

pengambilan keputusan bersama, berbagi saran,

kebersamaan, tanggunggugat, keahlian dan tujuan serta

tanggungjawab bersama (Siegler dan Whitney, 2000,

hal. 2). Definisi tentang kolaborasi dalam pelayanan

kesehatan, lebih lanjut mereka jelaskan bahwa

kolaborasi merupakan penekanan tanggungjawab

bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan

proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada

masing-masing pendidikan dan kemampuan praktisi.

Kolaborasi ini tidak hanya untuk dalam satu profesi tetapi

dengan profesi lain. Chitty (1997) menekankan bahwa

kolaborasi merupakan kerja bersama dengan profesional

lain, yang respek terhadap keunikan pengetahuan dan

kemampuan, yang memberi keuntungan pada pasien

atau untuk memecahkan masalah organisasi. Standar

Page 38: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

kolaborasi pada kinerja profesional ingin menilai

bagaimana seorang perawat bekerjasama dengan klien,

orang terdekat dan pemberi pelayanan kesehatan lain

dalam memberikan perawatan klien (Doenges,

Moorehouse dan Geissler, 1993, 2000).

4) Perencanaan dan evaluasi

Perawat memiliki peran dalam perencanaan,

khususnya perencana asuhan keperawatan pasien.

Perencanaan dapat berbentuk formal maupun informal.

Perencanan formal adalah perencanaan yang disadari

dan sengaja dilakukan. Dilakukan dengan melibatkan

pengambilan keputusan, berfiskir kritis dan kreativitas.

Sementara perencanaan informal adalah perencaan

yang tidak tertulis dan sesuai dengan situasi dan kondisi

(Wilkinson, Treas, Barnet, & Smith, 2016: 85).

Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, terus

menerus dan sistematik sehingga perawat dapat

mempertimbangkan tentang pasien yang dirawatnya,

tentang: (1) perkembangan pasien terhadap hasil yang

diinginkan, (2) efektivitas rencana perawatan pasien, dan

(3) kualitas pelayanan keperawatan dalam tatanan

pelayanan kesehatan (Wilkinson, Treas, Barnet, &

Smith, 2016: 129).

Page 39: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

5) Komunikasi interpersonal

Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal

yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan

keperawatan yang diberikan kepada klien adalah

hubungan perawat-klien yang bersifat profesional

dengan penekanan pada bentuknya interaksi aktif antara

perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat

memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi

keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap

kondisi kesehatannya.

Menurut Peplau, dalam membina hubungan

profesional ini, kedua pihak seyogyanya harus melewati

beberapa tahapan (Marriner-Tomey, 1994, Aggleton dan

Chalmers, 2000) yaitu: (1) tahap orientasi; (2) tahap

identifikasi; (3) tahap eksploitasi; dan (4) tahap resolusi.

Pada tahap orientasi, setelah saling memperkenalkan

diri, perawat berupaya menolong klien mengidentifikasi

masalah yang sedang dihadapi klien. Penjelasan dan

penekanan perlu dikemukakan oleh perawat agar klien

menyakini masalah atau beberapa masalah yang perlu

diatasi.

Tahap identifikasi terjadi ketika klien mampu

mengidentifikasi sesorang atau beberapa orang yang

Page 40: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

dapat menolongnya. Pada tahap ini perawat memberi

kesempatan klien untuk mengkaji lebih jauh perasaan

tentang diri, penyakit, dan kemampuan yang dimilikinya.

Tahap eksploitasi terjadi ketika klien mampu

menguraikan nilai dan penghargaan yang dia peroleh

dari hubungan profesional dari hubungan profesional

antara perawat dan dirinya. Beberapa tujuan baru yang

perlu dicapai melalui upaya diri klien dapat dikemukakan

oleh perawat, dan kekuatan akan dialihkan oleh

perawata kepada klien apabila klien mengalami

hambatan akibat ia tidak mampu mencapai tujuan baru

tersebut. Tahap akhir dari hubungan profesional perawat

- klien adalah tahap resolusi ditandai dengan tercapainya

tujuan yang telah ditetapkan dan tidak lagi menjadi

prioritas kegiatan klien. Pada tahap ini klien

membebaskan diri dari keterkaitannya dengan perawat

dan menunjukkan kemampuannya untuk bertanggung

jawab terhadap kesehatan dirinya. Keempat tahapan

dalam hubungaan profesional ini dapat terjadi tumpang

tindih antara satu tahapan dengan tahapan berikutnya.

Dalam membina hubungan profesional, asuhan

keperawatan juga merupakan media edukatif dimana

suatu kekuatan internal yang kokoh dari seseorang

Page 41: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

perawat dapat mempengaruhi klien untuk meningkatkan

perilaku dan kepribadian klieen selama sakit ke arah

kehidupan yang kreatif, konstruktif, dan produktif.

Beberapa peran perlu diemban oleh perawat ketika

menjalankan dan membina hubungan profesional yaitu:

(1) peran sebagai orang asing (stranger), (2)

narasumber (resource person), (3) pendidik (teaching

role), (4) pemimpin (leadership role), dan (5) peran

pengganti (surrogate role) (Marriner-Tomey, 1994,

Nurachmah, 2001).

6) Pengembangan profesional.

Pengembangan merupakan ruang lingkup yang lebih

luas dari pelatihan. Pengembangan dapat berupa

peningkatan pengetahuan yang dapat digunakan segera

atau untuk kepentingan masa depan (Mangkuprawira,

2011: 134). Human capital theory mendukung tentang

investasi dalam pendidikan dan pengembangan

profesional jika organisasi percaya mereka akan

mendapatkan bayaran dikemudian hari.

e. Evaluasi kinerja perawat

Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau

meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja

dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan evaluasi

Page 42: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

kinerja sebagaimana dikemukakan (Mangkunegara, 2005)

adalah:

1) Meningkatkan saling pengertian antar karyawan tentang

persyaratan kinerja.

2) Mencatat dan mengakui hasil kinerja seorang karyawan,

atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan

prestasi yang terdahulu.

3) Memberikan peluang kepada karyawan untuk

mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan

meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap

pekerjaan yang diembannya sekarang.

4) Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa

depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi

sesuai potensinya.

5) Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan

yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus

rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika

tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

f. Standart instrumen penilaian kerja perawat

Standar praktik keperawatan yaitu mengacu pada

tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,

diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan

evaluasi (Nursalam, 2017).

Page 43: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

1) Pengkajian

Perawat mengumpulkan data tentang status

kesehatan klien serta sistematis menyeluruh, akurat

singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian

keperawatan meliputi:

a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa,

observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan

penunjang.

b) Sumber data adalah klien, keluarga atau orang yang

terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

c) Data yang dikumpulkan difokuskan untuk

mengidentifikasi:

(1) Status kesehatan klien masa lalu

(2) Status kesehatan klien saat ini

(3) Status biologis-psikologis-spiritual

(4) Respon terhadap terapi

(5) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang

optimal

(6) Risiko-risiko tinggi masalah

2) Diagnosa Keperawat

Perawat menganalisa data pengkajian merumuskan

diagnosis keperawatan. Kriteria diagnosa keperawatan

meliputi:

Page 44: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

a) Proses diagnosa terdiri dari analisis, interprestasi

data, identifikasi masalah klien dan perumusan

diagnosa keperawatan.

b) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P),

penyebab (E) dan tanda atau gejala (S), atau terdiri

dari masalah dan penyebab (PE).

c) Bekerja sama dengan klien dan petugas kesehatan

lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan.

d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa

berdasarkan data terbaru.

3) Perencanaan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan

untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan

klien. Kriteria perencanaan keperawatan meliputi:

a) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah,

tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

b) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana

tindakan keperawatan.

c) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan

kondisi atau kebutuhan klien.

d) Mendokumentasi rencana keperawatan.

Page 45: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

4) Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah

diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

Kriteria implementasi meliputi:

a) Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan

tindakan keperawatan.

b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi

kesehatan klien.

d) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga

mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta

membantu klien memodifikasi lingkunngan yang

digunakan.

e) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan

keperawatan berdasarkan respon klien.

5) Evaluasi

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap

tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan

merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria evaluasi

meliputi:

a) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi

secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

Page 46: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

b) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam

mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

c) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan

teman sejawat.

d) Bekerjasama dengan klien keluarga untuk

memodifikasi perencanaan.

2. Budaya Organisasi

a. Pengertian Budaya

Menurut Kusdi (2011) budaya atau kebudayaan

berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah, yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal)

diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan

akal manusia. Budaya adalah hasil kerja dari sejumlah akal

dan bukan hanya dari satu akal individu saja. Dalam bahasa

inggris, kebudayaan berasal dari kata culture, yang berasal

dari kata latin colere, yaitu mengelola dan mengerjakan.

Budaya merupakan konsep yang penting dalam

memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu

yang lama (Nawawi, 2013). Menurut Muljono (2003) dalam

Nawawi (2013) budaya adalah sebagai semua pola suasana

baik material atau semua perilaku yang sudah diadopsi

masyarakat sebagai pemecahan masalah anggotanya,

budaya di dalamnya juga termasuk semua cara yang telah

Page 47: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

terorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya yang

implisit serta presmis yang mendasar dan mengandung

suatu perintah.

Menurut Vijay dan Robert dalam Nawawi (2013)

budaya merupakan suatu sistem pembagian nilai dan

kepercayaan yang berinteraksi dengan orang dalam suatu

organisasi, struktur, dan sistem kontrol yang menghasilkan

norma perilaku anggota masyarakat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya

organisasi adalah sekumpulan nilai-nilai yang mendasari

organisasi dalam beperilaku.

Ndraha (2005) dalam Timotius (2016) menjelaskan

bahwa terdapat beberapa fungsi budaya, yang terdiri dari:

1) Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat

2) Sebagai suatu pengikat masyarakat

3) Sebagai sumber, budaya merupakan sumber inspirasi,

kebanggaan, dan sumber daya

4) Sebagai kekuatan penggerak dan pengubah

5) Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah

6) Sebagai pola perilaku

7) Sebagai warisan, budaya disosialisasikan dan diajarkan

kepada generasi berikutnya

Page 48: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

8) Sebagai subtitusi (pengganti) formalisasi, sehingga tanpa

diperintahkan orang melakukan tugasnya

9) Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan

10) Sebagai proses yang mempersatukan

11) Sebagai produk proses usaha mencapai tujuan bersama

dan sejarah yang sama

12) Sebagai program mental sebuah masyarakat

b. Pengertian Organisasi

Organisasi adalah kelompok orang yang berusaha

dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama atas

dasar pembagian kerja, pengelompokan kerja, distribusi

otoritas dan koordinasi (Burt dan Bernard, 1983 dalam Ulber

2011). Organisasi adalah perkumpulan orang-orang yang

masing-masing diberi peran tertentu dalam suatu sistem

kerja (Cyril, 1973 dalam Nawawi, 2013).

Organisasi merupakan sarana bagi kerjasama yang

efektif dan efesien. Orang yang bekerja di dalam organisasi

dapat menjadi lebih produktif dan efisien daripada orang

yang bekerja sendirian. Produksi barang-barang dan jasa

akan lebih banyak diciptakan daripada bekerja secara

individual. Hal ini membuktikan bahwa, bekerja dalam

organisasi secara tim dapat meningkatkan kuantitas barang

maupun jasa (Ulber, 2011).

Page 49: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Organisasi adalah kesatuan yang terbentuk oleh

beberapa orang yang memiliki sedikit atau semua kesamaan

latar belakang, identitas, harapan, dan berbagai hal lainnya

untuk mencapai tujuan bersama (Timotius, 2016). Dalam

penerapannya, individu yang berada di dalam organisasi

bekerja bedarsarkan tugas masing-masing, dan saling

berkoordinasi dengan bagian lain tanpa mengintervensi, dan

tumpang tindih kewajiban dengan orang lain.

Menurut Nawawi (2013) organisasi dari dua bagian

besar, yaitu: (1) Organisasi sebagai wadah atau tempat,

subsistem. (2) Organisasi sebagai proses yang

menggambarkan aktivitas yang akan, sedang, atau telah

dilakasanakan oleh manusia yang bergabung dalam sebuah

organisasi sosial. Organisasi dapat disorot dari dua sudut

pandang, yaitu sebagai wadah berbagai kegiatan dan

sebagai proses interaksi antara orang-orang yang berada di

dalamnya.

Menurut Timotius (2016) organisasi hendaknya

menjadi sebagai suatu kesatuan yang utuh. Setiap

organisasi memiliki latar belakang, kegiatan operasional, dan

pelaksanaan yang berbeda, sebab masing-masing

organisasi memiliki karakteristik tersendiri. Namun pada

Page 50: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

umumnya, terdapat ciri-ciri dari sebuah organisasi yang

mewakili secara umum, berikut ciri-ciri organisasi:

1) Sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang, jumlah

terbanyak tak terbatas.

2) Setiap individu memiliki tugas, fungsi, dan wewenang

masing-masing.

3) Memiliki struktur organisasi yang menguraikan posisi dan

pembagian kerja.

4) Terdapat kantor kerja / ruang / lokasi / sekretariat untuk

beraktivitas, dan mengadakan pertemuan membahas

kegiatan organisasi.

5) Cakupan wilayah kegiatan oprasional organisasi jelas.

6) Organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai.

c. Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Hotgetts Richard M dan Fred Luthan (2000)

dalam Tobari (2015) Budaya organisasi didefinisikan dengan

norma-norma, nilai-nilai, filosofi, aturan-aturan dan iklim kerja

pegawai. Budaya organisai merupakan nilai-nilai dan norma

yang dianut dan dijalankan oleh sebuah organisasi terkait

dengan lingkungan dimana organisasi tersebut menjalankan

kegiatannya. Adanya kesesuaian antara nilai pribadi dengan

nilai perusahaan akan meningkatkan kinerja (Sule dan

Saefullah, 2005 dalam Lina, 2014).

Page 51: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Menurut Sedarmayanti (2011) Budaya organisasi

adalah sebuah keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya

dimiliki, yang timbul dalam organisasi, dikemukakan dengan

lebih sederhana, budaya adalah cara kita melakukan

sesuatu di sini. Pola nilai, norma, keyakinan, sikap dan

asumsi ini mungkin tidak diungkpkan, tetapi akan

membentuk cara orang berperilaku dan melakukan sesuatu.

Robbins dan Coulter (2010) mendefinisikan budaya

organisasi dalam tiga hal. Pertama, budaya dalah sebuah

persepsi, bukan sesuatu yang dapat disentuh secara fisik,

namun karyawan dapat memahami melalui apa yang mereka

alami dalam organisasi. Kedua, budaya organisasi bersifat

deskriptif, berkenaan bagaimana karyawan mengartikan dan

menerima budaya tersebut. Ketiga, meskipun memiliki latar

belakang yang berbeda, mereka cenderung mengartikan

dengan cara yang sama.

Dalam studi budaya organisasi terdapat dua hal,

yaitu: (1) kuat atau nyatanya budaya suatu organisasi

berkaitan dengan keberhasilan atau kegagalan organisasi

tersebut; (2) ideologi, simbol, dan keyakinan bersama

memiliki dampak besar terhadap perusahaan, lepas dari

karakteristik objektif dan strukturnya (Nawawi, 2013).

Page 52: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Sumber pertama budaya organisasi biasanya adalah

visi para pendiri organisasi. Budaya sangat memengaruhi

kriteria yang digunakan dalam memperkerjakan karyawan.

Tindakan manajemen puncak menentukan iklim umum

perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak. Terakhir,

para karyawan beradaptasi dengan budaya organisasi

melalui sosialisasi; yaitu sebuah proses yang membantu

para karyawan baru untuk memahami dan menyesuaikan diri

dengan budaya organisasi (Robbins dan Coulter, 2010).

Gambar 2.1 Budaya Organisasi (Roobbins, Stephen dan Coulter, 2010)

Menurut Robbins dan Coulter (2010) para karyawan

belajar tentang budaya organisasi melalui berbagai cara,

diantaranya melalui cerita, acara-acara simbolik (ritual),

simbol-simbol keberadaan, dan bahasa yang akan

dijabarkan sebagai berikut:

1) Cerita. Dalam organisasi biasanya terdapat berbagai

kenangan dari berbagai kejadian atau orang-orang

Falsafah para

Pendiri organisasi

Kriteria seleksi

Manajemen puncak

Sosialisasi

Budaya organisasi

Page 53: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

penting, termasuk kisah pendirian organisasi,

pelanggaran atas peraturan. Kisah-kisah tersebut

membuka jembatan dari masa sekarang ke masa lalu

organisasi, sekaligus memberikan penjelasan serta

pembenaran bagi praktik-praktik organisasi yang berlaku

saat ini, menanamkan apa yang dianggap berharga

dalam organisasi.

2) Acara-acara simbolis (ritual). Apabila seorang karyawan

menerima tugas yang cukup berat dan telah

menyelesaikannya maka akan menerima penghargaan,

sebagai tanda bahwa terdapat dukungan penuh kepada

sang karyawan. Acara-acara simbolis memiliki peranan

besar dalam membangkitkan motivasi dan harapan

dalam diri karyawan.

3) Simbol-simbol kebendaan. Tata letak kantor atau

ruangan milik organsasi, dan cara berpakaian karyawan

merupakan salah satu nuansa kepribadian organisasi.

4) Bahasa. Banyak organsisasi yang menggunakan bahasa

sebagai cara mengasosiasikan serta menyatukan para

anggotanya ke dalam sebuah budaya. Dengan

memperlajari bahasa, para anggota organisasi mengakui

penerimaan mereka terhadap budaya organisasi dan

kesediaannya untuk membantu memertahankannya.

Page 54: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Seiring waktu, organisasi sering kali menciptakan istilah

dan nama yang unik untuk menyebut perangkat kerja

mereka. Oleh karena itu, bahasa berperan sebagai

sebuah identitas bersama yang mengikat dan

menyatukan para anggota organisasi.

Menurut Robbins dan Timothy (2008) dalam

Taurisa dan Ratnawati (2012) budaya organisasi

mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota

organisasi. Oleh karena itu, diharapkan bahwa individu-

individu yang memiliki latar belakang berbeda atau

berada pada tingkatan yang tidak sama dalam organisasi

dapat memahami budaya organisasi dengan pengertian

yang serupa.

d. Jenis-Jenis Budaya Organisasi

Menurut Kreitner dan Kinicki (2003) dalam Arianty (2014)

secara umum terdapat tiga jenis budaya organisasi yaitu:

1) Budaya konstruktif

Budaya konstruktif adalah budaya dimana para karyawan

didorong untuk berinterksi dengan orang lain dan

mengajarkan tugas dan proyeknya dengan cara yang

membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya

untuk tumbuh dan berkembang. Tipe budaya ini

mendukung keyakinan normatif yang berhubungan

Page 55: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan

yang manusiawi dan persatuan.

2) Budaya pasif – defensif

Budaya pasif – defensif bercirikan keyakinan yang

memungkinkan bahwa karyawan berinteraksi dengan

karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam

keamanan kerja sendiri. Budaya ini mendorong

keyakinan normatif yang berhubungan dengan

persetujuan, konvensional, ketergantungan, dan

penghidupan.

3) Budaya agresif defensif

Budaya agresif – defensif mendorong karyawannya

untuk mengerjakan tugasnya dengan kerja keras untuk

melindungi keamanan kerja dan status mereka. Tipe

budaya ini lebih bercirikan keyakinan normatif yang

mencerminkan oposisi, kekuasaan, kompetitif, dan

perfeksionis.

e. Dimensi-Dimensi Budaya Organisasi

Dari berbagai konsep budaya organisasi, ditemukan

sebuah uraian budaya organisasi sebagai suatu pola dan

model yang terdiri atas kepercayaan, dan nilai-nilai yang

memberikan arti bagi anggota suatu organisasi dalam

berperilaku di organisasi tersebut (Nawawi, 2013). Dalam

Page 56: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

kebanyakan organisasi, nilai-nilai, dan praktik yang diantut

bersama ini telah berkembang pesat seiring dengan

perkembangan zaman dan benar-benar sangat

mempengaruhi organisasi yang dijalankan (Robbins dan

Coulter, 2010).

Menurut Robbins dan Coulter (2010) berbagai kajian

telah mengungkapkan bahwa terdapat tujuh dimensi yang

menjabarkan budaya organisasi, yaitu:

1) Perhatian pada detail. Seberapa dalam ketelitian,

analisis, dan perhatian pada detail yang dianut oleh

organisasi dari para karyawannya.

2) Orientasi hasil. Seberapa besar organisasi menekankan

pada pencapaian sasaran (hasil), dari pada cara

mencapai sasaran (proses).

3) Orientasi manusia. Seberapa jauh organisasi bersedia

mempertimbangkan faktor manusia (karyawan) di dalam

pengambilan keputusan manajemen.

4) Orientasi tim. Seberapa besar organisasi menekankan

pada kerja kelompok (tim), dari pada kerja individu,

dalam menyelesaikan tugas-tugas.

5) Agresivitas. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan

kompetitif, bukannya suatu yang santai-santai.

Page 57: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

6) Stabilitas. Seberapa besar organisasi menekankan pada

pemeliharaan status quo di dalam pengambilan

keputusan dan tindakan.

7) Inovasi dan pengambilan risiko. Seberapa besar

organisasi mendorong para karyawannya untuk bersikap

inovatif dan berani mengambil risiko.

Masing-masing dimensi tersebut memiliki kisaran

mulai dari rendah hingga tinggi. Salah satu dimensi budaya

sering kali diberi penekanan yang lebih kuat dibandingkan

dimensi-dimensi lainnya, dan pada prinsipnya, membentuk

kepribadian organisasi yang bersangkutan serta cara kerja

para anggotanya (Robbins dan Coulter, 2010).

f. Peran dan Fungsi Budaya Organisasi

Budaya yang diterapkan dalam suatu organisasi,

hendaklah bermanfaat dan memberi kebanggaan tersendiri

bagi organisasi. Budaya organisasi dapat membantu

pimpinan dan pengelolaan untuk menjalankan organisasi.

Berikut peran dan fungsi budaya organisasi:

1) Peran Budaya Organisasi

Dari sisi fungsi, budaya organisasi mempunyai

beberapa peran dalam organisasi menurut Robbins (199)

dalam Nawawi (2013), yaitu:

Page 58: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

a) Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Budaya

organisasi menciptakan pembedaan yang jelas antara

suatu organisasi dengan yang lain.

b) Budaya organisasi membawa suatu indentitas bagi

anggota organisasi.

c) Budaya organisasi mempermudah timbul

pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas

daripada kepentingan diri individu.

d) Budaya korporat meningkatkan kemantapan sistem

sosial.

2) Fungsi Budaya Organisasi

Beberapa fungsi budaya organisasi menurut

Timotius (201), diantaranya:

a) Sebagai identitas

Setiap organisasi memiliki budaya, dengan

bergabungnya individu ke dalam organisasi, maka

segala unsur-unsur budaya yang ada dalam

organisasi harus dimiliki dan dijalankan dengan baik

oleh individu. Individu harus berintegras penuh untuk

menghasilkan identitas baru dalam pekerjaannya.

b) Sebagai pedoman dasar

Budaya organisasi dapat dijadikan falsafah

organisasi yang memiliki nilai-nilai luhur dan

Page 59: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

berharga. Budaya yang dimiliki, dijadikan sebagai

dasar dari segala yang akan dilakukan di dalam

organisasi.

c) Mengarahkan kesamaan

Budaya merupakan keindahan, maka semua elemen

di organisasi, mengindahkan keindahan tersebut.

Organisasi - organisai memiliki perilaku dan cara

pandang semuanya sama dan sesuai dengan apa

yang ditetapkan di dalam budaya tersebut.

d) Mencegah percepatan perubahan

Dengan adanya budaya organisasi diharapkan

menjadi benteng untuk menghadang berbagai

pengaruh-pengaruh dari luar yang tidak pasti dalam

jumlah banyak. Tidak dapat dipungkiri bahwa

organisasi tidak boleh menghindari diri dari

perubahan. Namun sekurang-kurangnya, dengan

adanya keberadaan budaya organisasi, perubahan

tersebut tidak cepat tetapi dapat disaring dengan

baik. Dengan begitu, meskipun terdapat perubahan,

tetapi tidak sampai merusak tatanan kehidupan

organisasi karena telah dilindungi oleh budaya.

Page 60: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

e) Pemberi kesadaran

Budaya memberi kesadaran bahwa individu berada

di dalam satu sistem yang memiliki dinamika dan

gerak tersendiri. Individu harus berpacu terus

dengan mengikuti arah dan gerak yang sejalan.

Individu harus menghormati organisasi dengan

menyadari keberadaannya untuk memberi

pengabdian secara produktif yang mengasilkan

sebuah prestasi.

f) Pemersatu

Budaya mendukung terciptanya keseimbangan

antara hak dan kewajiban. Budaya mengarahkan

setiap elemen untuk berpartisipasi secara

professional dan mencegah terjainya konflik.

Diharapkan dengan adanya budaya, melalui nilai-

nilainya dapat mencegah semua pihak untuk tidak

berlaku curang dan organisasi berjalan selaras antar

semua pihak.

g. Manfaat Budaya Organisasi

Nawawi (2013) dalam bukunya menyebutkan,

terdapat dua manfaat dari budaya organisasi, yaitu manfaat

bagi karyawan dan manfaat bagi pemimpin.

Page 61: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

1) Bagi karyawan:

a) Memberikan arah atau pedoman berperilaku di

dalam perusahaan.

b) Memiliki kesamaan langkah dan visi dalam

melakukan tugas dan tanggung jawab, masing-

masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan

mengembangkan tingkat interdependensi antar-

individu / bagian karena antar-individu / bagian yang

saling melengkapi dalam kegiatan perusahaan.

c) Mendorong mencapai prestasi kerja atau

produktivitas yang lebih baik.

d) Mencapai secara pasti tentang kariernya di

perusahaan sehingga mendorong mereka untuk

konsisten dengan tugas dan tanggung jawab

masing-masing.

2) Bagi pemimpin:

a) Sebagai salah satu unsur yang dapat menekan

tingkat turn over karyawan. Ini dapat dicapai karena

budaya organisasi mendorong sumber daya

manusia memutuskan untuk tetap berkembang

bersama perusahaan.

b) Sebagai pedoman dalam menentukan kebijakan

yang berkenaan dengan ruang lingkup kegiatan

Page 62: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

intern perusahaan seperti: tata tertib administrasi,

hubungan antar bagian, penghargaan prestasi

sumber daya manusia, penilaian kerja.

c) Untuk menunjukkan pada pihak eksternal tentang

keberadaan organisasi dari ciri khas yang dimiliki, di

tengah-tengah organisasi yang berada di

masyarakat.

d) Sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan

organisasi perusahaan (corporate planning) yang

meliputi: pembentukan marketing plant, penentuan

segmentasi pasar yang akan dikuasai, dan

penentuan positioning organisasi yang dikuasai.

e) Dapat membuat program pengembangan usaha dan

pengembangan sumber daya manusia dengan

dukungan penuh dari seluruh jajaran sumber daya

manusia.

B. Penelitian Terkait

Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Hernawilly dan Anita Puri (2013)

Penelitian tersebut tentang “Hubungan Budaya Organisasi

dengan Kinerja Pegawai”. Variabel independen adalah budaya

organisasi sedangkan variabel dependen adalah kinerja

Page 63: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

pegawai. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, desain

penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional.

Analisis yang digunakan univariat dan bivariate dengan chi

square dengan tingkat kemaknaan 95%.

Penelitian dilakukan di Poltekes Depkes Tanjungkarang.

Populasi penelitian adalah 292 orang, dan sampel 18 orang.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer

yaitu menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian terhadap 18 pegawai diketahui 78% pegawai

mempersepsikan budaya organisasi di Poltekes Depkes

Tanjungkarang adalah baik dan 75% pegawainya

mempersepsikan kinerjanya baik. Berdasarkan analisis bivariate

diketahui terdapat hubungan bermakna antara budaya

organisasi dengan kinerja dengan p-Value= 0,024.

2. Umi Kalsum, La Ode Ali dan Wa Ode (2017)

Penelitian tersebut tentang “Pengaruh Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tennggara

Tahun 2016. Jenis penelitian menggunakan pendekatan metode

survey dengan analisis regresi ordinal. Populasi penelitian

adalah seluruh perawat PNS yang aktif dan bekerja dengan

shift, yaitu berjumlah 244 orang. Pengambilan sampel

Page 64: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

menggunakan Teknik stratified random sampling, yang

didapatkan 74 responden dan tersebar di 3 ruangan.

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang sugnifikan

antara budaya organisasi berdasarkan keterlibatan terhadap

kinerja perawat (p value= 0,040), ada pengaruh signifikan

antara budaya organisasi berdasarkan konsistensi kinerja

perawat(p value= 0,003), ada pengaruh signifikan atara budaya

organisasi berdasarkan misi organisasi terhadap kinerja perawat

(p value= 0,002).

3. Muhammad Iqbal dan Syafrisar Meri Agritubella (2017)

Penelitian tersebt tentang “Hubungan Budaya Organisasi

dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rawat Inap RS PMC”.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan

pendekatan cross sectional study. Populasi berjumlah 49 orang,

sampel yang digunakan untuk penelitian menggunakan Teknik

total sampling.

Penelitian tersebut menggunakan instrument berupa

kuesioner yang disusun dengan skala likert (1-4). Hasil uju

validitas adalah valid (0,368-0,841) dan reliabel (0,904-0,947).

Data dianalisis secara univariat, bivariat (uji T independent dan

chi square) dan multivariat (regresi logistik ganda). Hasil uji

bivariat dijelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

budaya organisasi dengan kinerja perawat pelaksana (p < 0,05).

Page 65: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

C. Kerangka Teori

Kerangka berpikir dapat diperoleh melalui pemikiran dasar

teori yang akan digunakan peneliti. Dasar teori melalui buku, jurnal

ataupun sumber data lain. Bentuk kerangka berpikir tidak selalu

berupa kalimat, bias berupa diagram atau table (Donsu, 2017).

A. B. C. D. E.

F. G. H.

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian

Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah sebuah keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam organisasi, dikemukakan denganlebih sederhana, budaya adalah cara kita melakukan sesuatu disini.

Sedarmayanti (2014)

Dimensi Budaya Organisasi 1. Perhatian terhadap

detail 2. Orientasi hasil 3. Orientasi manusia 4. Orientasi tim 5. Agresivitas 6. Stabilitas 7. Inovasi dan

pengambilan risiko (Robbins dan Coulter, 2010)

Dimensi Kinerja

1. Kualitas kerja 2. Kuantitas kerja 3. Ketepatan waktu 4. Kebutuhan

pengawasan

(Fricilla, 2016)

Faktor Organisasi

1. Sumber daya 2. Kepemimpinan 3. Imbalan 4. Struktur 5. Desain

pekerjaan

(Gibson, 1997 dalam Nursalam, 2015)

Faktor Psikologi

1. Persepsi 2. Sikap 3. Kepribadian 4. Belajar 5. Motivasi

(Gibson, 1997 dalam Nursalam, 2015)

Faktor Individu

1. Kemampuan dan keterampilan

2. Latar belakang 3. Demografis

(Gibson, 1997 dalam Nursalam, 2015)

Kinerja

Kinerja adalah tingkat prestasi individu bekerja yang dating setelah usaha dilakukan. (Ulber, 2011)

Page 66: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

D. Kerangka Konsep

Kerangka berpikir yang baik, mampu menjelaskan secara

runtut dan teoritis. Hal penting dalam poin ini adalah

menghubungkan antara variabel independen dan variabel

dependen (Donsu, 2017).

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara.

Hipotesis sebagai pernyataan tentative antara satu variabel, dua

variabel atau lebih. Setiap melakukan hipotesis, ada dua

kemungkinan jawaban yang di simbolkan “H”. simbol “H” untuk

melihat apakah ada pengaruh atau hubungan antara variabel

terikat atau bebas. Dua kemungkinan tersebut sebagai jawaban

berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya (Donsu, 2017).

Hipotesis di bagi menjadi dua yaitu:

1. Hipotesis (Ha)

Ada hubungan yang bermakna antara budaya

organisasi dengan kinerja perawat instalasi rawat inap publik

(non-intensif) RSUD A.W Sjahranie Samarinda.

Budaya Organisasi Kinerja Perawat

Page 67: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

2. Hipotesis (H0)

Tidak ada hubungan yang bermakna budaya

organisasi dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap

publik (non-intensif) RSUD A.W Sjahranie Samarinda.

Page 68: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian …………………………………………. 63

B. Populasi dan Sampel …………………………………………. 64

C. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………… 68

D. Definisi Operasional ……………………………………………. 69

E. Instrumen Penelitian …………………………………………… 70

F. Uji Validitas dan Reliabilitas …………………………………. 73

G. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………. 78

H. Teknik Anilisi Data ……………………………………………… 80

I. Jalannya Penelitian ……………………….……………………. 89

J. Etika Penelitian …………………………………………………. 90

K. Jadwal Penelitian ………………………………………………. 93

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………………………… 94

B. Hasil Penelitian …………………………………………………. 96

C. Pembahasan ……………………………………………………. 101

D. Keterbasan Penelitian …………………………………………. 112

SILAHKAN KUNJUNGI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

KALIMANTAN TIMUR

Page 69: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan disajikan tentang kesimpulan hasil penelitian dan

saran penelitian yang perlu ditindak lanjuti dari hasil penelitian ini.

A. Kesimpulan

1. Karakteristik responden yang terlibat dalam penelitian ini yang

terbanyak adalah responden yang berusia antara 23 tahun – 27

tahun, yaitu sebanyak 88 responden ( 46,6%). Sehingga dapat

dikatakan bahwa mayoritas responden usia dewasa awal.

Responden yang terlibat dalam penelitian ini yang terbanyak

adalah responden dengan pendidikan Ners sebanyak 94 perawat

atau sebesar 49,7%.

2. Budaya organisasi memiliki skor rata – rata 119,89 dan

mempunyai nilai tengah sebesar 121 dari skor rata – rata yang

berarti Budaya Organisasi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda sudah baik namun masih ada beberapa dimensi

budaya organisasi yang harus ditingkatkan lagi. Kinerja perawat

memiliki skor rata – rata 113,10 dan mempunyai nilai tengah

sebesar 112 dari skor rata-rata yang berarti kinerja perawat di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda sudah baik namun

masih ada beberapa dimensi kinerja harus ditingkatkan lagi.

Page 70: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

3. Hasil penelitian menunjukkan P-Value 0,000 < 0,05 dengan Ho

ditolak yang berarti ada hubungan antara budaya organisasi

dengan kinerja perawat di intalasi rawat inap publik (non

intensif) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Nilai

korelasi adalah 0,291, artinya variabel budaya organisasi

dengan kinerja berkorelasi rendah.

B. Saran

Peneliti akan memberikan beberapa saran yang kiranya

bermanfaat yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

a. Sebanyak 67 orang perawat atau 35,4% perawat di RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda adalah Diploma III.

Sehingga pihak rumah sakit dapat memberi pengertian kepada

perawat yang lulusan Diploma III untuk melanjutkan pendidikan

lagi dalam rangka meningkatkan kinerja.

b. Pihak rumah sakit diharapkan bisa membudayakan komunikasi

teraupeutik agar perawat berkomunikasi yang sifatnya

membangun bagi sesama perawat atau bahkan pasien.

komunikasi yang baik mampu untuk mendisiplinkan perawat

agar tidak terjadi konflik sesama perawat yang dikarenakan

ketidak profesionalitas perawat dalam mengemban tugas dan

jadwal kerja perawat, dan mengevaluasi lebih lanjut lagi suatu

Page 71: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

arahan yang lebih jelas lagi dalam pembagian tugas dan

wewenang dalam tindakan masing – masing profesi.

c. Meningkatkan budaya organisasi, sehingga sistem manajemen

terutama keperawatan akan semakin meningkat, baik budaya

dalam membiasakan tepat waktu hadir maupun budaya yang

dapat meningkatkan kinerja perawat.

d. Memberikan kondisi yang memungkinkan kebebasan ekpresi

ide dan pertukaran pendapat tanpa ancaman tuduh menuduh

yang dapat menjadi laporan kinerja negatif, konflik atau

kehilangan pekerjaan, misalkan dengan meningkatkan

komunikasi yang lebih baik antara sesame perawat, staf

administrasi dan keuangan, ataupun dengan paramedic unit –

unit lain, dalam pertemuan – pertemuan yang dilaksanakan

secara rutin dan terfasilitasi oleh pihak rumah sakit.

e. Evaluasi secara berkala sehingga hasilnya dapat digunakan

sebagai umpat balik bagi pengembangan kinerja perawat.

2. Bagi Perawat

a. Mengikuti seluruh program rumah sakit yang tersedia demi

peningkatan kualitas dan kuantitas dari seorang perawat agar

kinerja perawatpun dapat meningkat.

b. Perawat dapat meningkatkan memampuan berkomunikasi yang

baik dan komunikasi yang membangun bagi sesama perawat

atau bahkan pasien.

Page 72: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

c. Perawat lebih meningkatkan tanggung jawab atas jadwal dan

pekerjaan yang diberikan dan bisa lebih mengerti dengan

sesama perawat agar tidak terjadi konflik antar perawat.

d. Perawat yang memiliki kompetensi keperawatan seharusnya

tidak perlu ragu dalam memberikan tindakan keperawatan

kepada pasien tanpa harus menerima arahan atau perintah

terlebih dahulu.

4. Bagi peneliti selanjutnya

a. Penelitian yang sama dapat dilakukan di unit – unit lain dari

rumah sakit yang sama untuk membandingkan hasil yang

diperoleh.

b. Ada berbagai instrument untuk mengukur kinerja perawat dan

budaya. Peneliti disarankan menggunakan instrument dengan

validitas dan reliabilitas yang lebih tinggi.

Page 73: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

DAFTAR PUSTAKA

Alfred, R. L. (1983). Teknik Memimpin Pegawai dan Pekerja. (I. Soedjono,

Trans.) Jakarta: Aksara Baru.

Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Allen, Peter L. (2007). Managing Performance to Maximize Result, Performance Appraisals with More Gains, Less Pain. Boston: Harvard Business School Publishing Corporation.

Arianty, Nel. (2014). "Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai" (Vol. Vol. 14). Jurnal Manajemen dan Bisnis.

Awadh, Alharbi Muhammad & Alyahya, Mohammed Saad. (2013). "Inpact of Organizational Culture on Employe Performance" (Vol. 2). International Review of Management and Business Research.

Bacal, Robert. (2004). How to Manage Performance. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2011). "Indonesia Adaptation Strategy Improving Capacity to Adapt". Republik Indonesia: BAPPENAS.

Berman, A, Snyder, S dan Frandsen, G. (2016). Kozier and Erb’s Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, & Practice. New York: Pearson.

Depkes, RI. (2005). Intrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit (Cetakan Ke 5). Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Direktorat Jendral Pelayanan Keperawatan.

Donsu, Jenita Doli. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Efliani, Destria, dkk. (2015). "Pengaruh Motivasi, Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Perawat di RSUD DR. Moewardi Surakarta" (Vol. Vol. 17). Jurnal Ekonomi Manajemen Sumberdaya.

Gibson, James L. John M. Invancevich dan James H. Donnelly, Jr. (2000). Organizations. Boston: McGraw-Hill Companies, Inc.

Hardika, R. (2017). Pengembangan Model Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Islam Banjarmasin (Vol. 8).

Page 74: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Harvard and Business Essentials. (2006). Performance Management. Boston: Harvard Business School Press.

Hernawilly dan Puri, Anita. (2013). "Hubungan Budaya Organisasi dengan Kirerja Pegawai" (Vol. Vol. 9). Jurnal Keperawatan.

Hidayat, Aziz Alimul. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Invancevich, Konopaske, dan Matteson. (2007). Perilaku dan Manajemen Organisasi, Edisi Ketujuh. (D. Yuwono, Trans.) Jakarta: Penerbit Erlangga.

Iqbal dan Syafrisar. (2017). "Hubugan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rawat Inap RS PMC". Jurnal Endurance.

Iqbal, Muhammad & Agritubella, Syafrisar M. (2017). "Hubugan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rawat Inap RS PMC". Jurnal Endurance.

Irianto dan Shidarta. (2009). Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Kalsum, dkk. (2017). "Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016 (Vol. Vol. 2). JIMKESMAS.

Kementrian Kesehatan Indonesia. (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki. (2010). Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill.

Kuntoro, Agus. (2010). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kusdi. (2011). Budaya Organisasi Teori, Penelitian, dan Praktik. Jakarta: Salema Empat.

Landrum, dkk. (2012). The Impact of Organizational Stress and Burnout on Client. Texas: PubMed Central.

Lina, Dewi. (2014). "Alalisis Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai dengan Sistem Reward Sebagai Variabel Moderating" (Vol. Vol. 14). Jurnal Riset Akutansi dan Bisnis.

Makmur. (2009). Teori Manajemen Stratejik dalam Pemerintahan dan Pembangunan. Bandung: PT Refika Aditama.

Page 75: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Mandagi Fergie M, Umboh Jootje, dan Rattu Joy. (2015). “Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Perawat dalam Menerapkan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Bethesda GMIM Tomohon” (Vol. Vol. 3). Jurnal e-Biomedik (eBm).

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005). Evaluasi Kinerja SMD. Bandung: Penerbit Rafika Aditama.

Marquis, B. L dan Huston C. J. (2015). Leardership Roles and Management Functions in Nursing: Theory and Application, 7th Edition. China: The Point.

Marwati. (2016). Hubungan Kecerdasan Spiritual, Budaya Organisasi dan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Arjawinangun Cirebon.

McShane, S. L dan Glinow, M. A. (2018). Organizational Behavior : Emerging Knowledge, Global Reality. New York: McGraw Hill Education.

Mondy, R Ayne. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.

Mowen, H. d. (2009). Akutansi Manajemen. Jakarta: Penerbit Selemba Empat.

Muljono, Djokosantosa. (2003). Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. Jakarta: Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Murtiningsih. (2015). "Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional pada Kinerja Perawat Rumah Sakit Islam Islam Siti Aisyah Madiun" (Vol. Vol. 7). Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya.

Nawawi, Ismail. (2015). Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja, Cetakan kedua. Jakarta: Kencana.

Ndraha, Taliziduhu. (2005). Teori Budaya Organisasi, Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Noor, Juliansyah. (2017). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.

Notoatmojo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan; Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawtan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2017). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional, Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Page 76: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Oktavia, Nova. (2015). Sistematika Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Deepublish.

Paomey, Mulyadi, dan Hamel. (2016). "Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Perawat dalam Menerapkan Asuhan Keperawatan di IRINA A RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU Manado" (Vol. Vol. 4). E-journal Keperawatan (e-Kp).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56. (2014). Perizinan dan Klasifikasi Rumah Sakit.

Pu Yuxiu, dkk. (2011). Job Characteristics and Job Performance among (Vol. 10). CMU. J. Nat. Sci.

Putra, I Kadek, dkk. (2014). "Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah RAA Soewondo Pati". Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah.

Rai. L, W. (2008). "Mapping the Terrain of Spirituality in Organizational". Jurnal of Organizational Change Management.

Rao, T.V. (1996). Penilaian Prestasi Kerja: Teori dan Praktek. (N. L. Mulyana, Trans.) Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Riyanto, A. ((2011)). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Robbins, S. P dan Judge T. A. (2008). Perilaku Organisasi, Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, S.P dan Judge T.A. (2015). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, Stephen dan Coulter. (2010). "Management, Tenth Editon". (S. d. Putra, Trans.) Indonesia: Penerbit Erlangga.

Robbins, Stephen dan Judge, Timothy. (2008). Perilaku Organisasi, Edisi 13, Buku 1. (d. Angelica, Trans.) Jakarta: Pearson Education.

Robbins, Stephen P dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi, Edisi 12 Jilid 1 dan 2. Jakarta: Salemba Empat.

Runtuwene, Fricilla. (n.d.). "Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Minahasa Selatan" (Vol. Vol. 1). Jurnal Eksekutif.

Sedarmayanti. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Cetakan kelima). Bandung: PT. Refika Aditama.

Page 77: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Silalahi, Ulber. (2011). Asas-Asas Manajemen. Bandung: PT Refika Aditama.

Sinambela, Lijan Poltak. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sudarman, D. (2004). Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. (2015). Metodologi Penlitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2015). Metodologi Penlitian: Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, Cetakan ke-22. Bandung: Alfabeta.

Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah. (2004). Pengantar Manajemen, Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Jakarta: Prenada Media.

Suyuthi Nurmadhani F, Hamzah H D, dan Payangan Otto R. (2014). “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Terhadap Kinerja Melalui Kepuasan Kerja Karyawan PT. Telkom Drive VII Makassar".

Swajarna, I Ketut. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Yogyakarta: CV Andi Offset.

Syauta, Jack Henry, dkk. (2012). "The Influence of Organizational Culture, Organizational Commitment to Job Satisfaction and Employee Performance (Study at Municipal Waterworks of Jayapura, Papua Indonesia)" (Vol. Vol. 1). International Journal of Business and Management Invention.

Taurisa, Chaterina M & Ratnawati, Intan. (2012). AnalisisPengaruh Budaya Organsasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Sido Muncul Kaliwage Semarang) (Vol. 19). Jurnal Bisnis dan Ekonomi.

Timotius, Duha. (2016). Perilaku Organisasi Edisi 1 (Cetakan kedua). Yogyakarta: Deepublish.

Tobari. (2015). Membangun Budaya Organisasi pada Instansi Pemerintahan Edisi 1 (Cetakan kedua). Yogyakarta: Deepublish.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 . (2009). Tentang Rumah Sakit.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009. (n.d.). Tentang Rumah Sakit.

Page 78: Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat di

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 . (2014). Tentang Tenaga Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014. (n.d.). Tentang Tenaga Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 . (2014). Tentang Keperawatan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014. (n.d.). Tentang Keperawatan.

Wibowo. (2016). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.

Wirawan. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia: Teori, Psikologi, Hukum Ketenagakerjaan, Aplikasi dan Penelitian: Aplikasi dalam Organisasi Bisnis, Pemerintahan dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.