hubungan antara efikasi diri terhadap kepatuhan …digilib.unila.ac.id/55400/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI TERHADAP KEPATUHAN
MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DI PUSKESMAS RAWAT
INAP PANJANG
(Skripsi)
Oleh
Yutricha Salsabila Fauzi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI TERHADAP KEPATUHAN
MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DI PUSKESMAS RAWAT
INAP PANJANG
Oleh
Yutricha Salsabila Fauzi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 06 Juli 1997,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Rustam Fauzi, SE, M.Akt
dan Ibu Yuslianawati.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan pada TK Al – Ghifari
Bandung pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Al – Kautsar
Bandar Lampung pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di
SMPN 1 Bandar Lampung pada tahun 2012 dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan di SMAN 9 Bandar Lampung pada tahun 2015. Pada tahun 2015,
penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
melalui jalur SNMPTN.
“My heart is at ease knowing that what was meant for me will never miss me and that what misses me was never
meant for me.”
(Umar Ibn Khattab)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkat
serta karunianya, mencurahkan segala kasih sayangnya dan segala keajaibannya
yang masih bisa membawa saya sampai pada titik ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
Skripsi berjudul “HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI TERHADAP
KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS
RAWAT INAP PANJANG” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu menuntun saya ke jalan yang mungkin terasa sulit
namun memberikan hasil yang teramat indah atas semuanya, sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini;
2. Prof. DR. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., Selaku rektor Universitas
Lampung;
3. Dr. dr. Muhartono, M.kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
4. Sutarto, S.K.M., M.Epid, selaku Pembimbing Utama di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung yang telah membimbing saya dengan
sebaik-baiknya untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini;
5. Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, S.K.M., M.Kes selaku Pembimbing Kedua
terimaksih saya ucapkan atas kesediaan beliau memberikan bimbingan dan
saran serta masukan dan nasihat saat penulisan skripsi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik;
6. dr. Tri Umiana Soleha S.ked, M.Kes, selaku Pembahas dalam skripsi ini.
Terimakasih telah mengajarkan banyak hal yang tidak saya ketahui,
terimakasih untuk meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukan,
terimakasih sudah menjadi pembahas yang juga selalu memberikan
bimbingan, memberikan ilmu dan arahan pada setiap hal yang belum saya
ketahui;
7. dr. Merry Indah Sari S.Ked, M.Med.Ed selaku Pembimbing Akademik
atas bimbingan, nasihat, dan kesediaan waktunya selama ini;
8. Seluruh Civitas Akademika FK Unila, atas pelajaran dan pengalaman yang
diberikan selama perkuliahan, yang sangat membantu dalam
melaksanakan penelitian ini;
9. Kepada Papa, Mama serta Adik - adik yang selalu memberi dukungan baik
moral maupun materi pada setiap langkah saya terimakasih Mama atas doa
pada malam hari yang menjadi pelancar segala urusan saya di dunia,
terimakasih Papa telah bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan
dalam perkuliahan ini. Terimaksih Adik - adik atas semangat dan motivasi
yang diberikan;
10. Para responden yang telah bersukarela menjadi responden pada penelitian
ini, yang dengan sabar mau diajukan pertanyaan-pertanyaan dan mengikuti
seluruh alur proses penelitian dengan sabar, terimakasih, tanpa kalian
skripsi ini tidak akan bisa selesai tepat pada waktunya.
11. Kepada para sahabat terimakasih sudah selalu hadir dalam setiap langkah
dan membantu segala urusan dalam pengerjaan skripsi ini, terimakasih
atas segala bantuannya.
12. Kepada teman satu bimbingan, Eka. Terimakasih karena sudah sering
menunggu kehadiran pembimbing bersama, saling menyemangati untuk
menyelesaikan skripsi kita;
13. Teman-teman seperjuangan Endomisium 2015 yang kebaikannya tidak
dapat saya ucapkan satu-persatu yang sudah banyak mendukung.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi semoga skripsi yang sederhana ini berguna dan bermanfaat bagi setiap
orang yang membacanya.
Bandar Lampung, 22 Januari 2019
Penulis,
Yutricha Salsabila Fauzi
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI TERHADAP KEPATUHAN
MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS RAWAT INAP
PANJANG
Oleh
YUTRICHA SALSABBILA FAUZI
Background : Tuberculosis is a chronic disease with a long time treatment of 6
months or more, self-efficacy in patients is needed routinely to taking medicine
which will achieve healing so that it can prevent the transmission of the disease.
Patient should have self-efficacy, which is individual's belief in managing certain
behaviors to achieve their healing. Adherence is the level of the patient carrying
out treatment methods and behaviors suggested by his doctor or someone else.
The purpose of this study was to determine the correlation between self-efficacy
to adherence of taking anti tuberculosis drugs at Panjang Health Center.
Result: The study was conducted in September-November 2018 using the Cross
Sectional method. There were 78 respondents in Panjang Health Center in
accordance with the inclusion and exclusion criteria. Data collection is done by
direct interview. The questionnaire used was the Self-Efficacy Questionnaire to
assess self-efficacy levels and Morinsky Medication Adherence Scales to assess
respondent's medication adherence.
Result: Chi-Square analysis showed a significant correlation of self-efficacy and
medication adherence to TB patients in Panjang Health Center (p = 0,000).
Conclusion: There was a correlation of self-efficacy and medication adherence to
TB patients in Panjang Health Center
Key Words: Anti-Tuberculosis Drugs, Medical Adherence, Self-efficacy.
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN SELF EFFICACY AND MEDICAL
ADHERENCE OF ANTI TUBERCULOSIS DRUGS IN PANJANG
HEALTH CENTER
Oleh
YUTRICHA SALSABILA FAUZI
Latar Belakang: Tuberkulosis adalah salah satu penyakit kronis dengan waktu
pengobatan selama 6 bulan atau lebih, maka diperlukan adanya efikasi diri dalam
diri pasien bahwa dengan rutin minum obat akan mencapai kesembuhan sehingga
dapat mencegah penularan penyakit. Penderita harus memiliki efikasi diri, yaitu
keyakinan individu dalam mengelola perilaku-perilaku tertentu untuk mencapai
kesembuhan. Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan
perilaku yang disarankan oleh dokternya atau orang lain. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri terhadap kepatuhan minum
obat anti TB di Puskesmas Rawat Inap Panjang.
Metode: Penelitian dilakukan pada September-November 2018 dengan
menggunakan metode Cross Sectional. Terdapat 78 responden di Puskesmas
Rawat Inap Panjang yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung. Kuesioner yang
digunakan adalah Kuisioner Efikasi Diri untuk menilai tingkat efikasi diri dan
Morinsky Medication Adherence Scales untuk menilai kepatuhan minum obat
responden.
Hasil : Melalui analisis Chi-Square diperoleh nilai p=0,000 terhadap efikasi diri
dengan kepatuhan minum obat pasien TB di Puskesmas Rawat Inap Panjang
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara efikasi diri dengan
kepatuhan minum obat terhadap pasien TB di Puskesmas Rawat Inap Panjang
Kata Kunci: Efikasi Diri, Kepatuhan Minum Obat, Obat Anti Tuberkulosis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
1.4.1 Bagi Petugas Kesehatan ...................................................................... 5
1.4.2 Bagi Peneliti ........................................................................................ 5
1.4.3 Bagi Masyarakat .................................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru .......................................................................................... 6
2.1.1 Pengertian ............................................................................................ 6
2.1.2 Etiologi ................................................................................................ 6
2.1.3 Cara Penularan ..................................................................................... 7
2.1.4 Patogenesis .......................................................................................... 7
2.1.5 Klasifikasi ............................................................................................ 9
2.1.7 Pengobatan ........................................................................................ 10
2.3 Kepatuhan Minum Obat .............................................................................. 11
2.3.1 Pengertian .......................................................................................... 11
1.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ...... 12
2.3.3 Aspek dalam Kepatuhan Minum Obat .............................................. 15
2.4 Efikasi Diri .................................................................................................. 17
2.4.1 Pengertian .......................................................................................... 17
2.4.2 Dimensi Efikasi Diri ....................................................................... 18
2.3.3 Indikator Efikasi Diri ......................................................................... 19
ii
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis .. 20
2.3.5 Manfaat Efikasi Diri ......................................................................... 22
2.5 Kerangka Teori ............................................................................................ 23
2.6 Kerangka Konsep ........................................................................................ 24
2.6 Hipotesis ...................................................................................................... 24
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 25
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 26
3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................ 26
3.3.2 Sampel Penelitian .............................................................................. 26
3.4 Kriteria Penelitian ........................................................................................ 27
3.5 Instrumen dan Cara Penelitian ..................................................................... 28
3.5.1 Instrumen Penelitian .......................................................................... 28
3.5.2 Cara Penelitian ................................................................................... 31
3.6 Definisi Oprasional ...................................................................................... 32
3.7 Pengolahan dan Analisa Data ...................................................................... 33
3.7.1 Pengolahan Data ................................................................................ 33
3.7.2 Analisa Data ...................................................................................... 33
3.8 Etika Penelitian ............................................................................................ 34
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 35
4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................ 36
4.2.1 Karakteristik Responden.................................................................... 36
4.2.3 Analisis Univariat .............................................................................. 38
4.2.4 Analisis Bivariat ................................................................................ 39
4.3 Pembahasan ................................................................................................. 52
4.3.1 Analisis Univariat .............................................................................. 52
4.3.2 Analisis Bivariat ................................................................................ 55
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 59
5.2 Saran ............................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61
LAMPIRAN ......................................................................................................... 64
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kisi - Kisi Kuisioner ......................................................................................... 29
2. Definisi Operasional.......................................................................................... 32
3. Karakteristik Responden ................................................................................... 36
4. Analisis Univariat Efikasi Diri .......................................................................... 38
5. Analisis Univariat Kepatuhan Minum Obat ...................................................... 38
6. Hasil Analisis Uji Chi-Square Hubungan Antara Efikasi Diri dan Kepatuhan
Minum Obat ...................................................................................................... 40
7. Analisis bivariat efikasi diri dan kepatuhan minum obat terhadap pendidikan 45
8. Analisis bivariat efikasi diri dan kepatuhan minum obat terhadap pekerjaan .. 47
9. Analisis bivariat efikasi diri dan kepatuhan minum obat terhadap penghasilan 49
10. Analisis bivariat efikasi diri dan kepatuhan minum obat terhadap tahap
pengobatan ........................................................................................................ 51
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori ............................................................................................................ 23
2. Kerangka Konsep .......................................................................................................... 24
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Persetujuan Etik Melaksanakan Penelitian ..................................... 65
Lampiran 2 Surat Izin Melakukan Penelitian..................................................... 66
Lampiran 3 Informed Consent ........................................................................... 67
Lampiran 4 Lembar Persetujuan ........................................................................ 68
Lampiran 5 Kuisioner Karakteristik Responden ................................................ 69
Lampiran 6 Kuisioner Kepatuhan Minum Obat................................................. 71
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Kepatuhan Minum
Obat ................................................................................................ 72
Lampiran 8 Kuisioner Efikasi Diri ..................................................................... 73
Lampiran 9 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Efikasi Diri ............ 76
Lampiran 10 Uji Chi-Square efikasi diri dan kepatuhan minum obat ................. 77
Lampiran 11 Hasil uji Chi-Square setelah dilakukan penggabungan cell ........... 78
Lampiran 12 Data Responden .............................................................................. 79
Lampiran 13 Dokumentasi ................................................................................... 84
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru – paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak
tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995
namun TB tetap menjadi masalah terbesar bagi dunia. Pasien TB adalah
kelompok usia paling produktif secara ekonomi (15 - 50 tahun) dengan
presentasi sebesar sebesar 75%. Pasien TB dewasa akan kehilangan rata –
rata waktu untuk bekerja selama 3 – 4 bulan sehingga akan merugikan
secara ekonomis. Selain itu, pasien TB juga memberikan dampak buruk
lainnya secara sosial, yaitu akan diasingkan dan dikucilkan oleh masyarakat
(Kemenkes RI; Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Lingkungan,
2014).
2
Menurut World Health Organization (WHO), TB menduduki posisi kedua
sebagai penyakit infeksi yang menyebabkan kematian terbanyak pada
penduduk dunia setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Indonesia
berada di posisi ke-3 setelah India dan China, yaitu sebanyak 360.565 kasus.
Hasil Survei Prevalensi TB Indonesia tahun 2017 memperlihatkan angka
penemuan sebanyak 360.770 kasus. Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia,
provinsi Lampung berada di posisi ke-10 dengan angka penemuan sebanyak
7.627 kasus (Kemenkes RI, 2018; World Health Organization, 2017).
TB merupakan penyakit kronis. Penderita TB menjalani program pengobatan
minimal 4 obat/hari pada tahap awal pengobatan atau fase intensif dan 2
obat/hari pada tahap pengobatan selanjutnya dengan lama pengobatan
minimal 6 bulan. Pengobatan dengan jangka waktu yang tidak sebentar
tersebut memungkinkan untuk terjadi ketidakpatuhan dalam minum obat.
Penderita TB yang tidak menjalani pengobatan atau tidak rutin minum obat
beresiko mengalami gagal pengobatan dan mengakibatkan resiko lebih tinggi
terjadi penularan kepada orang lain. Tingkat kepatuhan obat yang rendah
merupakan salah satu hambatan terhadap pengendalian TB (Hadifah, 2014).
Penderita harus memiliki efikasi diri, yaitu kepercayaan terhadap diri sendiri
yang tinggi untuk bisa menerapkan kepatuhan minum obat sehingga tercapai
kesembuhan. Peran Pengawas Minum Obat (PMO) saja tidak cukup apabila
didalam diri pasien tidak memiliki keyakinan terhadap kesembuhan penyakit
yang diderita. Oleh karena itu, efikasi diri yang rendah pada penderita akan
3
menyebabkan kegagalan pengobatan. Efikasi diri merupakan keyakinan
individu dalam mengelola perilaku-perilaku tertentu untuk mencapai
kesembuhan (Hendiani dkk, 2014).
Efikasi diri biasa digunakan sebagai tolak ukur terhadap penyakit yang
pengobatannya dilakukan seumur hidup seperti Hipertensi, HIV dan Diabetes
Mellitus untuk mengukur tingkat keyakinan pasien terhadap kesembuhan
penyakitnya. Namun, peneliti menyadari bahwa TB adalah salah satu
penyakit kronis dengan waktu pengobatan yang lama yaitu selama 6 bulan
atau lebih sehingga dibutuhkan adanya pengendalian diri baik dari dalam
maupun dari luar pasien itu sendiri. Sehingga salah satunya diperlukan
adanya efikasi diri atau keyakinan dari dalam diri pasien bahwa dengan rutin
meminum obat akan mencapai kesembuhan dan mencegah penularan
penyakit TB.
Penelitian serupa pernah dilakukan sebelumnya oleh Novitasari pada
penderita TB di Puskesmas Patrang Kabupaten Jember pada tahun 2017 dan
penelitian yang dimuat dalam South African Family Practice pada penderita
HIV oleh Adefolalu dkk pada tahun 2013 kedua penelitian tersebut
menunjukan hasil adanya hubungan antara efikasi diri dengan kepatuhan
minum obat (Adefolalu dkk, 2013; Novitasari, 2017).
Angka prevalensi penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang pada
tahun 2017 berjumlah 200 kasus. Sejak bulan Januari sampai dengan bulan
4
Juli tahun 2018 prevalensi penderita TB Paru sebanyak 122 kasus. Adapun
Puskesmas Rawat Inap Panjang merupakan salah satu puskesmas dengan
insidensi TB Paru terbesar di provinsi Lampung (Puskesmas Panjang, 2018).
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian terhadap efikasi diri dan kepatuhan minum obat.
Penelitian serupa belum pernah dilakukan di Provinsi Lampung sebelumnya,
khususnya pada kota Bandar Lampung. Maka, peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan antara efikasi diri dan kepatuhan
minum obat anti tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Rawat Inap Panjang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian penulis pada latar belakang maka rumusan masalah
penelitian ini apakah terdapat hubungan antara efikasi diri dan kepatuhan
minum obat anti tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Rawat Inap Panjang ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
efikasi diri dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) pada
penderita TB di Puskesmas Rawat Inap Panjang.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui efikasi diri pada penderita TB di Puskesmas Rawat
Inap Panjang.
2. Mengetahui kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) pada
penderita TB di Puskesmas Rawat Inap Panjang.
3. Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan tahap pengobatan
4. Mengetahui hubungan antara efikasi diri dan kepatuhan minum obat
anti tuberculosis (OAT) di Puskesmas Rawat Inap Panjang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan TB paru di Puskesmas
Rawat Inap Panjang untuk meningkatkan efikasi diri pasien sehingga
tercapai kepatuhan pengobatan TB Paru.
1.4.2 Bagi Peneliti
Bagi peneliti, sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah
dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian dapat memberikan gambaran dan pengetahuan tentang
pengaruh efikasi diri pasien terhadap kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis (OAT).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru
2.1.1 Pengertian
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikan TB paru
sebagai suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Menurut Amin dan Bahar, TB adalah suatu
infeksi bakteri yang berkembang bukan hanya di paru-paru, tetapi juga
dapat menyebar ke organ lainnya (Amin dan Bahar, 2009).
2.1.2 Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis.
M.tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 µm
dan panjang 1 – 4 µm. Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis
adalah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut
“cord factor” yang berperan dalam virulensi. Struktur dinding sel
tersebut menyebabkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
7
2.1.3 Cara Penularan
a. Pasien dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. 26% terjadi pada pasien TB BTA negatif
dengan hasil kultur positif, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur
negatif dan foto Toraks positif 17% beresiko untuk menularkan.
c. Pada waktu batuk atau bersin, pasien dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak dan menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei / percik renik) (Kemenkes RI dan
Dirjen P2PL, 2014).
2.1.4 Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru dan membentuk sarang primer (sarang pneumonik)
dan terjadi peradangan. Peradangan tersebut akan diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek primer dan limfangitis regional akan membentuk suatu kompleks
yang disebut sebagai kompleks primer.
Kompleks primer kemudian akan mengalami perjalanan penyakit
sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
ad integrum)
8
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar menuju organ tubuh yang lain (PDPI, 2011).
b. Tuberkulosis Post - Primer
Tuberkulosis primer biasanya akan muncul kembali bertahun-tahun
kemudian sebagi tuberkulosis post-primer, terjadi pada rentang usia
15-40 tahun. Bentuk tuberkulosis ini dapat menjadi sumber penularan
sehingga menjadi problem kesehatan rakyat. Tuberkulosis post-primer
dimulai dengan sarang dini. Sarang dini ini awalnya hanya suatu
sarang pneumonik yang berukuran kecil. Perjalanan penyakit sarang
pneumonik ini adalah sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak
meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula mulai meluas, tapi segera mengalami penyebukan
jaringan fibrosis sehingga terjadi penyembuhan. Kemudian akan
membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya
akan menjadi tebal (kaviti sklerotik) (PDPI, 2011).
9
2.1.5 Klasifikasi
Dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis diagnosis TB dapat
dilakukan sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi
yaitu :
1. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena
terdapat lesi di paru.
2. TB ekstraparu adalah kasus TB yang dapat ditegakkan secara klinis
atau histologis yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti
pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit,
sendi dan tulang, selaput otak. Klasifikasi berdasarkan riwayat
pengobatan yaitu :
- Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT
kurang dari 1 bulan.
- Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap pada akhir pengobatan.
- Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.
- Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan OAT
1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2
10
bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir
pengobatan (Kemenkes RI, 2013)
2.1.7 Pengobatan
Pengobatan TB harus selalu meliputi tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud :
1. Tahap Awal / Intensif
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan
selama 2 bulan. Pengobatan di berikan setiap hari dengan maksud
secara efektif untuk meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan dan menurunkan jumlah kuman yang ada di
dalam tubuh pasien. Dengan pengobatan secara teratur dan tanpa
adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu.
2. Tahap Lanjut
Pengobatan tahap lanjutan dimaksudkan agar pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Pengobatan tahap lanjutan
merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa kuman yang
masih ada di dalam tubuh khususnya kuman persister (Kemenkes RI
dan Dirjen P2PL, 2014).
Berdasarakan sasaran pengobatan sesuai Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tentang Program Nasional Penanggulangan
11
Tuberkulosis di Indonesia, ditetapkan 2 kategori OAT kombinasi
pengobatan TB, yaitu:
1. Kategori 1 (6 bulan): 2(RHZE)/4(HR)3
Artinya untuk 2 bulan pertama pasien harus minum isoniazid (H),
rifampisin (R), pyrazinamid (Z), ethambutol (E) yang tiap hari dan 4
bulan selanjutnya pasien minum isoniazid (H), rifampisin (R) setiap
harinya atau 3 kali seminggu. Paduan OAT kategori 1 ini diberikan
untuk pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif
foto toraks positif,dan pasien TB ekstra paru (Kemenkes RI, 2016)
2. Kategori 2 (8 bulan): 2(RHZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya yakni kepada pasien kambuh, pasien gagal dan
pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default) (Kemenkes
RI, 2016).
2.3 Kepatuhan Minum Obat
2.3.1 Pengertian
Kepatuhan (ketaatan) (compliance atau adherence) adalah tingkat pasien
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh
dokternya atau orang lain. Dalam menjalani pengobatan jangka panjang,
kepatuhan pasien sangat dituntut untuk mengetahui sikap dan perilaku
pasien terhadap program pengobatan yang telah diberikan oleh petugas
kesehatan. Kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan yang
direkomendasikan dapat mengakibatkan efek samping yang merugikan.
12
Hal tersebut dapat disebabkan akibat pengaturan diri pasien yang tidak
baik. Dengan adanya kepatuhan dalam minum obat diharapkan
kemampuan bakteri dalam tubuh dapat berkurang dan mati sehingga
sangat diperlukan oleh penderita Tb Paru (Martia et al., 2009).
Kepatuhan pengobatan pasien terhadap penyakit kronis dan penyakit
dengan pengobatan seumur hidup di negara maju hanya sebesar 50%,
sedangkan di negara berkembang akan diperoleh angka yang lebih
rendah. Kepatuhan dipengaruhi oleh adanya lima dimensi yang saling
terkait satu sama lain. Lima dimensi tersebut yaitu faktor pasien, faktor
terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan dan faktor
sosioekonomi (Hayati, 2011).
1.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Lestari dan Chairil pada tahun
2006, kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
1. Motivasi Ingin Sembuh
Motivasi merupakan respon terhadap tujuan. Penderita TB Paru
menginginkan kesembuhan pada penyakitnya. Hal tersebut yang
menjadi motivasi dan mendorong penderita untuk patuh minum obat
dan menyelesaikan program pengobatan.
2. Dukungan Keluarga
Keluarga memiliki peran penting untuk kesembuhan penderita karena
keluarga mampu memberikan dukungan emosional dan mendukung
13
penderita dengan memberikan informasi yang adekuat. Dengan
adanya keluarga, pasien memiliki perasaan memiliki sebuah tempat
yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaaan diri terhadap emosi pasien.
3. Pengawasan dari PMO
Pengawas Minum Obat (PMO) adalah seseorang yang dengan
sukarela membantu pasien TB selama dalam masa pengobatan. PMO
biasanya adalah orang yang dekat dengan pasien dan lebih baik
apabila tinggal satu rumah bersama dengan pasien. Tugas dari seorang
PMO adalah mengawasi dan memastikan pasien agar pasien menelan
obat secara rutin hingga masa pengobatan selesai, selain itu PMO juga
memberikan dukungan kepada pasien untuk berobat teratur.
Pengawasan dari seorang PMO adalah faktor penunjang kepatuhan
minum obat karena pasien sering lupa minum obat pada tahap awal
pengobatan. Namun, dengan adanya PMO pasien dapat minum obat
secara teratur sampai selesai pengobatan dan berobat secara teratur
sehingga program pengobatan terlaksanakan dengan baik.
4. Penyuluhan atau Pendidikan
Penyuluhan yang selalu diberikan oleh petugas kesehatan berpengaruh
terhadap kepatuhan minum obat karena tujuan penyuluhan adalah
untuk meningkatkan kemauan dan kesadaran pasien terhadap
pengobatan TB Paru. Dengan adanya hal ini, maka pengetahuan
pasien akan meningkat terhadap manfaat minum obat teratur dan
14
resiko yang terjadi apabila pasien tidak minum obat secara teratur dan
tidak menjalani pengobatan secara lengkap.
5. Tidak Ingin Terjadi Penularan
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui
udara sehingga apabila penderita TB Paru berbicara, batuk, bersin,
tertawa atau menyanyi akan melepaskan droplet yang jika dihirup oleh
orang lain akan mengakibatkan terjadi penularan. Dengan demikian
keluarga penderita TB Paru termasuk kelompok yang berisiko tinggi
untuk terjadi penularan karena mereka melakukan kontak setiap hari
dengan penderita TB. Hal tersebut mendorong pasien untuk patuh
terhadap terapi yang telah diprogramkan karena pasien tidak
menginginkan terjadinya penularan (Lestari dan Chairil, 2006).
Sementara menurut WHO tahun 2015, faktor – faktor yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat yaitu :
1. Socioeconomic-related Factors
Meliputi status sosial penderita, fasilitas kesehatan yang jauh dan
tidak memadai, kemiskinan, rendahnya pengetahuan, dukungan
sosial yang tidak memadai, biaya kesehatan yang mahal,
perubahan lingkungan, dan masalah keluarga.
2. Health Care Team/Health System-related Factors
Meliputi rendahnya pembangunan kesehatan, kurangnya distribusi
obat, rendahnya pengetahuan tenaga kesehatan, dan komunikasi
yang terlalu singkat antara dokter-pasien.
15
3. Condition-related Factors
Faktor kondisi yang sedang di hadapi pasien yaitu keparahan
penyakit, tingkat kecacatan, dan ketersediaan obat yang efektif.
4. Treatment-related Factors
Berkaitan dengan kompleksitas regimen obat, lama pengobatan,
kegagalan dalam pengobatan sebelumnya, sering berganti obat dan
ketersediaan pelayanan medis yang memadai juga mempengaruhi.
5. Patient-related Factors
Berhubungan dengan sumber daya, sikap, pengetahuan, persepsi
dan harapan pasien. Beberapa faktor dari pasien yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat antara lain lupa, khawatir
akan efek samping obat, motivasi yang rendah, pengetahuan yang
rendah, kurangnya efek dari penggunaan obat, keyakinan negatif
dari kemanjuran obat, kesalahan diagnosis, kurang pengawasan,
rendahnya harapan, frustasi dengan layanan kesehatan yang ada
serta perasaan stigmatisme terhadap pengobatan dan penyakit
yang diderita (WHO, 2015).
2.3.3 Aspek dalam Kepatuhan Minum Obat
Saat ini tidak ada ukuran standar atau gold standard dalam kepatuhan
minum obat karena setiap tindakan yang dilakukan oleh individu
memiliki keterbatasan. Namun, ada banyak pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengukur kepatuhan minum obat baik secara langsung
maupun tidak langsung. Metode langsung dapat dilakukan dengan cara
16
mendeteksi keberadaan obat melalui penanda dalam urin, darah, atau
cairan tubuh lainnya. Namun metode seperti itu jarang dilakukan karena
berbiaya tinggi dan dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti interaksi
obat dan waktu paruh obat. Metode tidak langsung dapat dilakukan
dengan cara laporan diri, dan dokumen farmasi (Cuevas dan Penate,
2014).
Morisky secara khusus membuat skala yang dapat mengukur kepatuhan
minum obat yang dinamakan Morisky Medication Adherence Scale
(MMAS). Skala kepatuhan pengobatan Morisky adalah salah satu skala
laporan diri paling sederhana yang mengukur perilaku kepatuhan minum
obat. Skala ini dirancang untuk memfasilitasi pengakuan pasien terhadap
hambatan dan perilaku yang terkait dengan penggunaan obat yang
mungkin tidak disengaja (lupa) atau disengaja (tidak mengkonsumsi obat
karena efek samping). Morisky Medication Adherence Scale (MMAS)
mencakup pernyataan – pernyataan sebagai berikut :
1. Frekuensi kelupaan dalam minum obat
2. Kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter
3. Kemampuan mengendalikan diri untuk tetap minum obat
Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) terdiri dari 8 item.
Berdasarkan nilai skor terjumlah mulai dari 0 hingga 8 tingkat kepatuhan
dapat dikategorikan sebagai tinggi ( 8 poin), sedang (6 – 7 poin), dan
rendah (<6 poin) (Minlan, Urban dan Juncheng dkk., 2017).
17
2.4 Efikasi Diri
2.4.1 Pengertian
Menurut Sedjati (2015) mendefinisikan efikasi diri sebagai perkiraan diri
seseorang terhadap kemampuan dirinya untuk melaksanakan dan
mengatur tindakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu masalah
atau mencapi tujuan tertentu. Efikasi diri merupakan salah satu faktor
kunci dalam pelaksanaan kontrol pribadi, termasuk kontrol atas keadaan
kesehatan sendiri (Sedjati, 2015).
Efikasi diri tidak berkaitan dengan keterampilan yang dimiliki individu,
tetapi berkaitan dengan penilaian terhadap apa yang dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan. Efikasi diri juga berkaitan dengan keyakinan inti
individu dalam kemampuan mereka untuk menghasilkan tingkat
pencapaian tertentu dengan tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu,
efikasi diri adalah penilaian tentang apa yang dipikirkan seseorang yang
dapat dia lakukan, bukan apa yang dia miliki. Efikasi diri akan
memberikan dampak terhadap bagaimana individu merasakan, berpikir,
memotivasi diri dan dan berperilaku (Zlatanovic, 2015).
Individu percaya bahwa tindakan, sikap, dan perilaku tertentu mampu
menghasilkan keberhasilan, akan tetapi apabila terdapat keraguan
terhadap kemampuannya maka belum tentu keberhasilan tersebut dapat
di capai. Hal ini akan menentukan sikap dan perilaku atau tindakan yang
di ambil oleh individu berdasarkan keyakinan yang dimiliki oleh masing
– masing individu tersebut. Keyakinan diri akan mempengaruhi seberapa
jauh usaha yang akan di tempuh dan seberapa kuat individu dapat
18
bertahan dalam menghadapi suatu masalah. Keyakinan diri juga akan
menentukan apakah perubahan perilaku kesehatan akan dimulai, berapa
banyaka usaha yang akan dikeluarkan, dan berapa lama akan
dipertahankan dalam menghadapi rintangan serta kegagalan (Schwarzer,
2005).
Individu yang memiliki tingkat efikasi diri tinggi akan memiliki
keyakinan untuk sembuh. Pasien TB dengan efikasi diri yang tinggi
memiliki kesadaran untuk rutin minum obat dan mampu
mempertahankan kebiasaan tersebut setiap hari (Dwidiyanti, Noorratri,
dan Margawati, 2017).
2.4.2 Dimensi Efikasi Diri
1. Magnitude / Kemampuan Individu
Masalah yang dialami tiap individu memiliki tingkatan yang berbeda.
Maginitude merupakan kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang di milikinya.
2. Strength / Kekuatan Individu
Strength menggambarkan sejauh mana individu tersebut mampu
bertahan dalam masalah yang tengah dihadapi. Apabila individu
memiliki tekad yang kuat maka individu tersebut akan tetap berusaha
walaupun mengalami kegagalan (Handuto, 2016).
3. Generality / Keyakinan Individu
Generality merupakan penguasaan diri individu terkait usaha dan
pengalaman seseorang untuk mencapai tujuan. Individu termotivasi
19
untuk melakukan tindakan yang diyakini akan menghasilkan hasil
sesuai apa yang diinginkan, sehingga keyakinan akan memprediksi
kinerja yang di hasilkan jauh lebih baik dari apa yang diharapkan
(Handuto, 2016; Van der Bijl, 2001).
2.3.3 Indikator Efikasi Diri
Indikator yang mempengaruhi efikasi diri menurut Bandura (1994),
terdiri dari beberapa hal yaitu:
1. Orientasi Pada Tujuan
Apabila seseorang individu memiliki rasa efikasi diri yang besar,
maka komitmen yang di buat untuk mencapai tujuan yang diinginkan
juga akan semakin besar.
2. Orientasi Kendali Kontrol
Orientasi kendali kontrol menggambarkan apabila seorang individu
memiliki rasa percaya terhadap hal yang akan mereka lakukan, maka
akan memberikan pengaruh terhadap hal yang terjadi sehingga akan
meningkatkan keyakinan individu bahwa mereka bisa melakukan hal
tersebut.
3. Banyaknya Usaha
Untuk mencapai suatu prestasi atau keberhasilan di butuhkan adanya
usaha. Individu yang memiliki keyakinan kuat bahwa Ia mampu akan
lebih banyak berusaha menghadapi segala hambatan yang ada di
depannya. Semakin besar keyakinan individu, semakin besar usaha
yang akan di lakukan untuk mencapai suatu keberhasilan.
20
4. Lama Seseorang Bertahan dalam Masalah
Semakin besar keyakinan individu, semakin besar usaha yang akan di
lakukan maka semakin kuat individu tersebut bertahan dalam
masalah. Keyakinan membuat individu tidak mudah menyerah dan
putus asa terhadap masalah yang di hadapi (Bandura, 1994).
.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Yuliyani dan Astuti efikasi
diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Pendidikan
Pendidikan formal yang telah diambil oleh individu merupakan
indikator tingkat pendidikan yang dimilikinya. Pasien dengan riwayat
pendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat efikasi diri yang baik.
Hal tersebut menunjukan bahwa proses kognitif yang berlangsung
selama proses pembelajaran dalam pendidikan akan membentuk
efikasi diri. Proses kognitif tersebut selanjutnya akan mendasari
kemampuan individu untuk memotivasi diri sendiri dan menunjukan
perilaku sesuai dengan tujuan. Pendidikan dapat membuat seseorang
lebih rentan terhadap pengaruh positif dan lebih terbuka untuk
menerima informasi.
2. Pekerjaan
Status pekerjaan berkaitan dengan aktualisasi diri dan mendorong
individu untuk lebih percaya diri dan bertanggung jawab dalam
21
menyelesaikan masalah kesehatan sehingga keyakinan diri mereka
meningkat. Pasien TB yang bekerja cenderung memiliki kemampuan
untuk mengubah gaya hidup dan memiliki pengalaman untuk
mengetahui tanda dan gejala penyakit. Pekerjaan membuat pasien TB
lebih bisa memanfaatkan dan mengelola waktu yang dimiliki untuk
dapat mengambil OAT sesuai jadwal di tengah waktu kerja.
3. Pendapatan
Tingkat pendapatan yang rendah membuat pasien dengan penyakit TB
tidak dapat memperoleh pengobatan sehingga mempengaruhi
keyakinan pasien terhadap kesembuhan. Masalah ekonomi menjadi
hambatan bagi pasien TB untuk mencari perawatan kesehatan sehingga
berdampak pada pengobatan yang terlambat.
4. Tingkat Pengobatan
Pasien TB yang berada dalam fase pengobatan intensif tiga kali lebih
mungkin untuk menunjukkan efikasi diri yang rendah dibandingkan
dengan pasien TB yang berada dalam fase pengobatan selanjutnya.
Pasien TB pada tahap lanjut sudah dapat beradaptasi dengan penyakit
dan pengobatan yang dijalani sehingga akan menurunkan tingkat putus
obat dan menurunkan terjadinya resistensi obat (Yuliyani dan Nursasi,
2017).
22
2.3.5 Manfaat Efikasi Diri
Menurut teori yang dikemukakan oleh Bandura (1994), seseorang yang
memiliki efikasi diri tinggi mampu bertahan terhadap masalah dan
kesulitan yang ada. Individu dengan rasa efikasi diri yang kuat akan
menjadi suatu bentuk upaya untuk memecahkan masalah yang mereka
hadapi dan meningkatkan kualitas hidup melalui suatu bentuk usaha
tersebut sehingga lebih mampu untuk melakukan berbagai usaha dan
mengotrol lingkungan sekitarnya sehingga dapat merubah situasi sosial.
(Bandura, 1994)
Selain itu, efikasi diri juga berkontribusi memberikan manfaat terhadap
tingkat motivasi dan pencapaian kinerja. Individu dengan efikasi diri
yang baik akan fokus pada peluang – peluang yang ada dalam hidup
mereka, bahkan di lingkungan dengan peluang terbatas mereka percaya
bahwa masalah dan rintangan dapat diatasi (Zlatanovic, 2015).
23
2.5 Kerangka Teori
Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Patient-related
Factors
Tuberkulosis
Kepatuhan Minum
Obat
Kesembuhan
Efikasi Diri
Socioeconomic
related Factors
Health System-
related Factors
Condition related
Factors
Treatment-related
Factors
Sumber : Modifikasi teori Lestari dan Chairil (2006), Sedjati (2015) dan WHO
(2015).
Gambar 1. Kerangka Teori
Pengawas Minum
Obat
Dimensi efikasi diri:
1. Magnitude
2. Strength
3. Generality
Faktor yang
mempengaruhi:
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Pendapatan
4. Tingkat
Pengobatan
24
2.6 Kerangka Konsep
Peneliti akan mengkaji hubungan variable bebas yaitu efikasi diri dengan
variable terikat yaitu kepatuhan minum obat anti tuberculosis (OAT) pada
penderita TB paru.
Variable Independent Variabel Dependent
2.6 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, hipotesis yang diajukan peneliti berupa
hipotesis dua arah. Hipotesis ini terdiri dari hipotesis nol (Ho) dan hipotesis
alternatif (Ha). Hipotesis dinyatakan benar jika hipotesis alternatif dibukti
kebenarannya. Hipotesis yang peneliti ajukan tersebut antara lain:
Ho : Tidak ada hubungan antara efikasi diri dengan kepatuhan minum obat
anti tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Rawat Inap Panjang.
Ha : Ada hubungan antara efikasi diri dengan kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Rawat Inap Panjang.
Efikasi Diri Kepatuhan Minum Obat
Gambar 2 Kerangka Konsep
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah jenis penelitian dengan
pendekatan Cross Sectional. Pendekatan ini digunakan untuk melihat
hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara langsung dibantu oleh panduan kuesioner
yang diisi oleh peneliti.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Panjang. Waktu penelitian
pada bulan September hingga November 2018.
Lokasi ini dipilih peneliti karena memiliki jumlah penderita Tb Paru yang
besar sehingga memudahkan peneliti untuk dapat memperoleh hasil yang
maksimal.
26
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
merupakan pasien yang sedang menjalani pengobatan TB Paru sejak
bulan Mei-Oktober 2018 dan terdaftar di Puskesmas Rawat Inap Panjang
sebanyak 81 orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan adalah sampel dari populasi pasien TB Paru di
Puskesmas Rawat Inap Panjang. Peneliti akan menggunakan tekhnik
pengambilan total sampling. Untuk menghitung jumlah sampel minimal,
peneliti menggunakan Rumus Slovin karena jumlah populasi sudah
diketahui sebelumnya yaitu sebagai berikut :
N
n =
N (e2) + 1
n : Ukuran sampel / besar responden
N : Ukuran populasi
e : Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan
sampel yang masih bisa ditolerir
Dalam rumus Slovin terdapat ketentuan sebagai berikut :
Nilai e : 0,05 untuk tingkat kesalahan sebesar 5%
Nilai e : 0,1 untuk tingkat kesalahan sebesar 10 %
Nilai e : 0,2 untuk tingkat kesalahan sebesar 20%
27
Sehingga rentang sampel yang dapat di ambil dari teknik Slovin adalah
antara 5% - 20% dari populasi penelitian (Sugiyono, 2010).
Untuk mengetahui sampel penelitian, dilakukan penghitungan sebagai
berikut :
81
n =
81 (0,052) + 1
81
n =
0,2025 + 1
81
n =
1,2025
n = 67,35
melalui rumus tersebut diperoleh hasil minimal sampel dalam penelitian
ini adalah sebanyak 67,35 dibulatkan menjadi 68 orang yang merupakan
pasien TB Paru yang sedang menjalani pengobatan di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Panjang.
3.4 Kriteria Penelitian
Kriteria subyek penelitian dilakukan agar karakteristik sampel tidak
menyimpang dari populasinya :
1.4.1 Kriteria Inklusi
1. Merupakan penderita TB Paru yang sedang menjalani pengobatan
pada tahap intensif dan tahap lanjut
2. Merupakan penderita TB Paru berusia minimal 18 tahun
28
1.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Penderita TB Paru yang tidak bersedia menjadi responden dalam
penelitian
3.5 Instrumen dan Cara Penelitian
3.5.1 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuisioner. Kuisioner dibuat dalam bentuk skala, yaitu
suatu metode pengambilan data di mana data-data yang diperlukan dalam
penelitian diperoleh melalui pernyataan atau pertanyaan tertulis yang
diajukan responden yang disajikan dalam bentuk suatu daftar pertanyaan.
Terdapat dua buah kuesioner yang menyatakan efikasi diri dan kepatuhan
minum obat :
1. Kuisioner Efikasi Diri
Kuisioner tentang efikasi diri menggunakan kuesioner yang telah
dipakai oleh peneliti sebelumnya. Kuisioner ini terdiri dari 25
pertanyaan yang terdiri dari aspek Kemampuan Individu atau
Magnitude, Kekuatan Individu atau Strength dan Keyakinan Individu
atau Generality.
Kuisioner ini disusun berdasarkan skala Likert dengan tiga alternatif
jawaban yaitu diberikan poin 3 apabila pasien Mampu (M) mengatasi
sesuai situasi tersebut, poin 2 apabila pasien Kurang Mampu (KM)
mengatasi sesuai situasi tersebut, poin 1 apabila pasien Tidak Mampu
(TM) mengatasi situasi tersebut dengan skor total 25 – 75.
29
Kuisioner ini mengkategorikan efikasi diri menjadi 2 kategori yaitu
Baik jika total nilai jawaban ≥ 75 % (nilai total ≥ 56) dan efikasi diri
Kurang Baik jika total nilai jawaban <75% (nilai total <56). Batasan
tersebut digunakan karena sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa batasan untuk penilaian terhadap sikap dan
perilaku dapat digunakan batasan nilai ≥ 75% - 80% (Gayatri, 2011).
Uji validitas dan uji reliabilitas telah dilakukan pada kuisioner ini oleh
peneliti sebelumnya. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana ketepatan alat ukur dalam mengukur suatu data. Kuisioner
dikatakan valid apabila nilai Pearson Correlation pada kolom/baris
total lebih besar dari r tabel (0,444) maka dinyatakan valid. Hasil uji
validitas diperoleh nilai r = 0,779 – 0,892 sehingga artinya semua
pernyataan dalam kuisioner Efikasi Diri Pasien Tb Paru valid karena r
hitung > r tabel. Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui
konsistensi kuisioner apabila dilakukan dua kali atau lebih terhadap
gejala yang sama dengan alat ukur yang sama. Realibilitas suatu
kuisioner dikatakan baik apabila nilai Cronbach’s Alpha lebih besar
dari 0,70 maka dinyatakan baik. Hasil uji reliabilitas pada kuisioner
ini diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,765 menunjukan
bahwa kuisiner ini reliabel (Handuto, 2016).
Table 1. Kisi - Kisi Kuisioner No Variabel Pernyataan positif Jumlah item 1. Magnitude 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 20, 25 9 2. Strength 1, 7, 10, 11, 13, 14, 15,
16, 17, 18 10
3. Generality 12, 19, 21, 22, 23, 24 6 Total 25
30
2. Kuisioner Kepatuhan Minum Obat
Kuesioner kepatuhan minum obat menggunakan kuisioner baku
Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) yang sudah
dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.
Penentuan jawaban kuesioner menggunakan skala Guttman dimana
jawaban responden terdiri dari 2 jawaban yaitu diberikan poin 1
apabila pasien menjawab Ya, dan diberikan poin 0 apabila pasien
menjawab Tidak. Klasifikasi tingkat kepatuhan berdasarkan jumlah
nilai total yang diperoleh. Jumlah nilai ≥ 3 dikategorikan sebagai
Kepatuhan Rendah, jumlah nilai 1 – 2 dikategorikan sebagai
Kepatuhan Sedang, dan nilai 0 dikategorikan sebagai Kepatuhan
Tinggi (Tan dkk., 2014).
Uji validitas dan uji reliabilitas telah dilakukan pada kuisioner ini
yang telah dialihbahasakan oleh peneliti sebelumnya. Uji validitas
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan alat ukur dalam
mengukur suatu data. Kuisioner dikatakan valid apabila nilai Pearson
Correlation pada kolom/baris total lebih besar dari r tabel (0,444)
maka dinyatakan valid. Hasil uji validitas diperoleh nilai r = 0,456 – 1
sehingga artinya semua pernyataan dalam kuisioner valid karena r
hitung > r tabel. Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui
konsistensi kuisioner apabila dilakukan dua kali atau lebih terhadap
gejala yang sama dengan alat ukur yang sama. Realibilitas suatu
kuisioner dikatakan baik apabila nilai Cronbach’s Alpha lebih besar
dari 0,70 maka dinyatakan baik. Hasil uji reliabilitas pada kuisioner
31
ini diperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,718 menunjukan
bahwa kuisioner ini reliabel (Hayati, 2011).
3.5.2 Cara Penelitian
Pada penelitian ini digunakan cara sebagai berikut:
1. Menggunakan kuesioner yang telah digunakan oleh peneliti
sebelumnya.
2. Melakukan pengumpulan data.
3. Melakukan pengolahan data.
4. Melakukan intepretasi data.
32
3.6 Definisi Oprasional
Tabel 2. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Kepatuhan
minum obat
Tingkat pasien
melaksanakan cara
pengobatan dan
perilaku yang di
sarankan oleh
dokternya atau
orang lain (Martia
dkk., 2009)
Kuisioner
Kepatuhan
Minum Obat
menggunakan
skala Gutmann
dengan nilai:
1. Ya
2. Tidak
Total nilai
kepatuhan
minum obat 0 –
8
dikelompokkan
menjadi 3 yaitu
:
1. Kepatuhan
Tinggi
dengan nilai
0
2. Kepatuhan
Sedang
dengan nilai
1 – 2
3. Kepatuhan
Rendah
dengan nilai
≥ 3
(Tan dkk.,
2016)
Ordinal
Efikasi diri Keyakinan pasien
terhadap
kemampuannya
untuk mengatur
dan melaksanakan
serangkaian
tindakan yang
diperlukan untuk
mencapai tujuan
tertentu (Sedjati,
2015).
Kuisioner
Efikasi Diri
menggunakan
skala Likert
dengan nilai :
1. Mampu
2. Kurang
Mampu
3. Tidak
Mampu
Total nilai
efikasi diri 25 –
75
dikelompokkan
menjadi 2 yaitu
:
1. Baik
dengan nilai
≥ 56
2. Kurang
Baik
dengan nilai
< 56
(Handuto,
2016)
Ordinal
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini berupa satu variabel independen
dan satu variabel dependet. Variabel independen berupa kepatuhan minum obat
dan variabel dependen merupakan efikasi diri.
33
3.7 Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan dimasukan
kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program
komputer yang terdiri dari beberapa langkah:
1. Coding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama
penelitian ke dalam simbol yang tepat untuk keperluan analisis.
2. Data entry, memasukan jawaban dari kuesioner responden kedalam
program komputer.
3. Verification, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang
telah dimasukan ke komputer.
4. Output computer, hasil analisis yang telah dilakukan oleh komputer
kemudian dicetak.
3.7.2 Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa ini bertujuan untuk melihat variasi masing-masing variabel
tersebut dan digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel
bebas dan terikat ( Dahlan, 2013).
2. Analisa Bifariat
Analisa ini digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara
variabel terikat dengan variabel bebas. Uji statistik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Chi-Square pada tingkat kepercayaan
95%. Dengan tingkat kepercayaan tersebut, bila p-value <0,05 maka
hasil perhitungan statistik terdapat hubungan bermakna antara baris
34
dan kolom. Bila p-value >0,05 maka, hasil perhitungan statistik tidak
terdapat hubungan bermakna antara baris dan kolom.
3.8 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Universitas Lampung nomor 3996/UN26.18/PP.05.02.00/2018 dalam upaya
melindungi hak asasi dan kesejahteraan subjek penelitian kesehatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Efikasi diri penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang paling
banyak pada kategori baik sebanyak 58 responden (74,4%).
2. Kepatuhan minum obat penderita TB Paru di Puskesmas Rawat Inap
Ppanjang paling banyak pada kategori kepatuhan tinggi sebanyak 58
responden (74,4%).
3. Ada hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat penderita TB
Paru di Puskesmas Rawat Inap Panjang dengan nilai p-value sebesar 0,00
< 0,05 .
5.2 Saran
1. Petugas kesehatan diharapkan memberikan simulasi menganai cara batuk
efektif kepada pasien agar pasien dapat mengeluarkan dahak dengan
mudah.
60
2. Petugas kesehatan dan keluarga pasien harus dapat mencegah pasien yang
mengalami kecanduan terhadap rokok tetap mengkonsumi rokok selama
masa pengobatan.
3. Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukannya penelitian yang melibatkan
peran pengawas Minum Obat (PMO) yang mendukung kepatuhan minum
obat dan melibatkan responden anak – anak agar hasil yang diharapkan
dapat tergambar lebih luas.
61
DAFTAR PUSTAKA
Amin Z, Bahar A. 2009. Ilmu penyakit dalam jilid II edisi V. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Adefolalu A, Nkosi Z, Olorunju S, Masemola P. 2014. Self-efficacy, medications
beliefs and adherence to antiretroviral aheraphy by patients attending a
health facility in Pretoria. S Afr Fam Pract. 56(5):281-285.
Alie Y, Rodiyah. 2013. Pengaruh batuk efektif terhadap pengeluaran sputum pada
pasien tuberkulosis di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang. Jurnal
Mrtabolime. 2(3):15-21.
Bandura A. 1994. Bandura self-efficacy defined encyclopedia of human behavior.
New York: Academic Press.
Cuevas DC, Penate W. 2014. Psychometric properties of the eight-item morisky
medication adherence scale. Int J Clin Health Psychol. 15(2):121-129.
Dahlan SM. 2013. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Jakarta: Salemba
Medika.
Dewi M, Nursiswati, Ridwan. 2009. Hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien TBC dalam menjalani pengobatan. Nursing Jurnal of
Padjajaran University. 10(19):60–75.
Dwidiyanti M, Noorratri ED, Margawati A. 2017. Improving self-efficacy and
physical self-reliance of patients with pulmonary tuberculosis through
mindfulness. Nurse Media Journal of Nursing. 6(2):79-81.
Gayatri, D. 2011. Mendesain instrumen pengukuran sikap. Jurnal Keperawatan
Indonesia. 8(2): 76-80.
Hadifah, Z. 2014. Pemenuhan tugas pengawas menelan pbat (PMO) bagi
penderita tuberkulosis (TB) sebagai indikator penyakit menular di Puskesmas
Kota Sigli Kabupaten Pidie. SEL Jurnal Penelitian Kesehatan [Online
Jurnal]. Tersedia dari: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php
62
Handuto, AF. 2016. Efikasi diri pasien TB paru di wilayah kecamatan Semarang
Utara Kota Semarang [skripsi]. Semarang: Univeritas Diponegoro.
Hayati, A. 2011. Evaluasi kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru tahun
2010-2011 di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Depok [skripsi]. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Hendiani N, Sakti H, Widayanti CG. 2014. Hubungan antara persepsi dukungan
keluarga sebagai pengawas minum obat dan efikasi diri penderita
tuberkolosis di BKPM Semarang. Jurnal Psikologi Undip. 13(1):82–91.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. TOSS TB: Temukan TB obati
sampai sembuh. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Profil kesehatan Indonesia
2017. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman nasional pelayanan
kedokteran tata laksana tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, & Direktorat Jendral Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2PL). 2014. Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Lestari S, Chairil HM. 2006 . Faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita
TBC untuk minum obat anti tuberkulosis. Motorik: Journal of Health
Science. 1(2).
Martia D, Nursiswati & Ridwan. 2009. Hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien TBC dalam menjalani pengobatan obat anti tuberkulosis di
tiga Puskesmas Kabupaten Sumedang. Nursing Jurnal of Padjajaran
Univercity. 10 (19).
Minlan X, Urban M, Juncheng L, Linzhong X. 2017. Detection of low adherence
in rural tuberculosis patients in China: Application of Morisky Medication
Adherence Scale. Int. J. Environ Res Public Health. 14(3):248.
Novitasari R. 2017. Hubungan efikasi diri dengan kepatuhan minum obat pada
pasien TB paru di Puskesmas Petrang Kabupaten Jember [skripsi]. Program
Studi Ilmu Keperwatan Fakultas Jember.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. Pedoman penatalaksanaan TB
(Konsensus TB).
Puskesmas Panjang. 2018. Laporan kerja Puskesmas Panjang 2018. Bandar
Lampung: Puskesmas Rawat Inap Panjang.
63
Schwarzer R. 2005. Perceived self-efficacy and health behavior theories. The
Journal of Psyscology. 1(5):439-457.
Sedjati F. 2015. Hubungan antara efikasi diri dan dukungan sosial dengan
kebermaknaan hidup pada penderita tuberkulosis paru di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-Paru (BP4) Yogyakarta. EMPHATY Jurnal Fakultas
Psikologi. 2(1):80-84.
Sugiono. 2010. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfa Beta.
Tan X, Patel I, Chang J. 2014. Review of the four item morisky medication
adherence scale (MMAS-4) and eight item morisky medication adherence
scale (MMAS-8). Innov Pharm. 5(165):1-8.
TB Care I and United States Agency for International Development. 2014.
International standards for tuberculosis care.
Van der Bijl JJ. 2001. Self efficacy theory and measurement. Sch Ing Nurs Pract.
15(3):189-207.
Warrend-Findlow J, Seymour RB, Brunner Hubert RR. The association between
self efficacy and hypertension self care activities among African American
adults. J Community Health. 2012;37:15‑ 24.
World Health Organization. 2015. Adherence to long-term Therapies: Evidence
For Action. Geneva: WHO.
World Health Organization. 2017. Global tuberculosis report 2017. Geneva:
WHO.
Yuliyani, Nursasi AY. 2017. Characteristics treatment stages and self efficacy in
pulmonary TB clients. Universitas Indonesia Conferences: The 6th
Biennial
International Nursing Conference.
Zlatanovic L. 2015. Self – efficacy and health behaviour : some implications for
medical anthropology. Journal of the Anthropology Society of Serbia Nis.
51:17-25.