hipertiroid

57
BAB 1 PENDAHULUAN Hipertiroidisme adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormon tiroid. Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T 3 ) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T 4 ) di jaringan perifer. Pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Dari berbagai penyebab hipertiroidisme, penyakit Graves atau penyakit Basedow atau penyakit Parry merupakan penyebab paling sering ditemukan. 1 Penyakit Graves adalah suatu penyakti multisistemik yang karakteristik dengan adanya struma difusa, tirotoksikosis, oftalmopati infiltratif dan kadang-kadang disertai dengan dermopati infiltratif. Penyakit Graves dikatakan merupakan penyakit autoimun kelenjar tiroid, hal ini didukung dengan adanya laporan-laporan tentang terdapatnya antibodi spesifik pada penderita penyakit Graves. Dikenal beberapa penyakit yang dapat menyebabkan hipertiroidi dengan penyebab tersering toxic diffuse goiter dan toxic nodular goiter, baik jenis multinoduler maupun soliter. Beberapa penyebab hipertiroidi yang lain dapat ditemukan pada tiroiditis subakuta, chronic autoimmune thyroiditis, karsinoma 1

Upload: vodvod

Post on 10-Aug-2015

82 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: hipertiroid

BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertiroidisme adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh

sekresi berlebihan dari hormon tiroid. Didapatkan pula peningkatan produksi

triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan

perifer. Pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian Graves

pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Dari berbagai

penyebab hipertiroidisme, penyakit Graves atau penyakit Basedow atau penyakit

Parry merupakan penyebab paling sering ditemukan.1

Penyakit Graves adalah suatu penyakti multisistemik yang karakteristik

dengan adanya struma difusa, tirotoksikosis, oftalmopati infiltratif dan kadang-

kadang disertai dengan dermopati infiltratif. Penyakit Graves dikatakan

merupakan penyakit autoimun kelenjar tiroid, hal ini didukung dengan adanya

laporan-laporan tentang terdapatnya antibodi spesifik pada penderita penyakit

Graves. Dikenal beberapa penyakit yang dapat menyebabkan hipertiroidi dengan

penyebab tersering toxic diffuse goiter dan toxic nodular goiter, baik jenis

multinoduler maupun soliter. Beberapa penyebab hipertiroidi yang lain dapat

ditemukan pada tiroiditis subakuta, chronic autoimmune thyroiditis, karsinoma

tiroid, struma ovarii, exogenous hyperthyroidism, hipertiroidi karena pemakaian

yodium.1

Diagnosis hipertiroidisme didapatkan melalui berbagai pemeriksaan

meliputi pengukuran langsung konsentrasi tiroksin “bebas” (dan sering

triiodotironin) plasma dengan pemeriksaan radioimunologi yang tepat. Uji lain

yang sering digunakan adalah pengukuran kecepatan metabolime basal,

pengukuran konsentrasi TSH plasma, dan konsentrasi TSI.2

Pengobatan penderita hipertiroidi sangat komplek, dan masih banyak

perbedaan pendapat dari para ahli tentang cara terbaik dalam pengobatan. Faktor

sex, umur, berat ringannya penyakit, penyakit lain yang menyertainya,

penerimaan penderita serta pengalaman dari pengelola hams dipertimbangkan.1

1

Page 2: hipertiroid

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis ialah manifestasi kelebihan hormon tiroid

yang beredar dalam sirkulasi.2

2.2 Epidemiologi

Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960

diperkirakan 200 juta, 12 juta diantaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian

hipertiroidisme yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara

44,44%-48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Insiden

keseluruhan hipertiroidisme di Amerika Serikat diperkirakan antara 0,5% dan

1,3% dengan sebagian besar berupa keadaan subklinis. Sebuah studi berdasarkan

populasi di Inggris dan Irlandia menemukan insiden sebesar 0,9 kasus per 100,000

anak berusia lebih muda dari 15 tahun, ini menunjukkan bahwa insiden penyakit

meningkat dengan usia. Prevalensi hipertiroidisme kira-kira 5-10 kali lebih rendah

daripada hipotiroidisme.1,3

Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid sangat

bervariasi. Perbandingan wanita dan laki-laki pada RSUP Palembang adalah

3,1:1, di RSCM Jakarta 6:1, di RS Soetomo 8:1 dan di RSHS Bandung 10:1.

Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah

pada usia 21-30 tahun (41,73%) tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya

antara usia 30-40 tahun.1

2.3 Etiologi

Lebih dari 90% hipertiroidisme adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid

toksik.3

2

Page 3: hipertiroid

2.4 Kelenjar Tiroid

2.4.1 Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini

memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing

berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan

berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme

dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini

memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan

hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul

T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan

oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang

dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar

pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang

mengandung yodium. Gambar anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini.4

3

Page 4: hipertiroid

Gambar 2.1. Kelenjar Tiroid

2.4.2 Regulasi Hormon Tiroid

Regulasi hormon tiroid adalah sebagai berikut.

Gambar 2.2 Regulasi Hormon Tiroid

Hipotalamus sebagai master gland mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing

Hormone) untuk mengatur sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Kemudian

tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dari hipofisis anterior

meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara cAMP. Mekanisme ini mempunyai

efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid yang disekresikan berlebih, sehingga

menghambat sekresi TRH maupun TSH. Bila jumlah hormon tiroid tidak

mencukupi, maka terjadi efek yang sebaliknya.2

2.4.3 Fungsi dan Efek Hormon Tiroid

4

Page 5: hipertiroid

Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti

sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim

protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil

akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.

Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara

meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria, serta meningkatkan transpor

aktif ion-ion melalui membran sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang

umum juga spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini

adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan

janin dan beberapa tahun pertama kehidupan pascalahir.3

Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik meliputi

peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin,

meningkatkan laju metabolisme basal, dan menurunkan  berat badan. Sedangkan

efek pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan aliran darah dan curah

jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung.

Efek lainnya antara lain peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas saluran

cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi otot,

dan meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.3

2.5 Penyakit Graves

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering

hipertiroidisme adalah suatu penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh

produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid.

Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan

gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati

(eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.3,4,5

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana

penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini

mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai

hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50%

dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam

darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan

5

Page 6: hipertiroid

pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada

usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.1

Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap

antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang

limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang

disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid

sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan

TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi

yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas

merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme,

oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.

Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu

tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R).

Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada

permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam

proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita

penyakit Graves. Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen

diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan

mengekspresikan molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti

DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T.6

2.6 Manifestasi Klinis

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon

hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi “pesanan” tersebut, sel-sel

sekretoris kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat

dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik,

akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan, akibat

proses metabolisme yang “keluar jalur” ini, terkadang penderita hipertiroidisme

mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung

tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor

otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita

mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi, atau diatas

6

Page 7: hipertiroid

normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.

Exopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai

daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokular, akibatnya bola mata

terdesak keluar.6-9

Pada kebanyakan penderita tetapi biasanya ringan. Melemahnya kelopak

mata atas sehingga mata tampak menurun, menggangguk onvergensi dan retraksi

kelopak mata atas serta mungkin akan jarang berkedip. Kulit halus dan memerah

dengan keringat berlebihan. Kelemahan otot adalah tidak lazim tetapi dapat cukup

berat sehingga mengakibatkan jatuh. Takikardia, palpitasi, dispnea, dan

insufisiensi serta pembesaran jantung menyebabkan ketidaknyamanan tatapi

jarang membahayakan kehidupan penderita. Fibrillasi atrium merupakan

komplikasi yang jarang. Regurgitasi mitral mungkin akibat dari disfungsi otot

papillaris, merupakan penyebab bising sistolik apeks yang ada pada beberapa

penderita. Tekanan darah sistolik dan tekanan nadi meningkat. Banyak temuan

pada penyakit Graves akibat dari hiperaktivitas sistem syaraf simpatis.9-11

Gambar 2.2 Hipertiroidisme

Tabel 2. Gambaran Klinis Hipertiroidisme

7

Page 8: hipertiroid

Dikutip dari: Buku Ajar Ilmi Penyakit Dalam, FKUI hal: 768

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis

adalah:

Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA (immunometric assay) yang

lebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive binding assay-RIA

sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH sensitif (TSHs).11 Kadar TSH

biasanya rendah pada penderita penyakit Graves dan semua bentuk

tirotoksikosis.1,2,6 Perlu diperhatikan bahwa kadar TSHs subnormal dapat

ditemukan pada beberapa keadaan berikut ini 11: (1) penyakit hipofisis atau

hipotalamus, (2) semester pertama kehamilan, (3) penderita penyakit

8

Page 9: hipertiroid

nontiroid, dan atau sedang dalam pengobatan dengan dopamin,

glukokortikoid, serta beberapa obat lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut.

Kadar TSH serum normal berkisar antara 0,4-4,8 µU/ml.4

Tiroksin (T4)

Kadar tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4) meningkat pada semua

penderita dengan tirotoksikosis.1,2,6 Kadar T4 dan T3 (Triiodotironin) dalam

darah sangat dipengaruhi oleh protein pengangkut seperti TBG (Thyroxine

Binding Globulin) dan TBPA (Thyroxine Binding Prealbumin). Untuk

mengoreksi pengaruh protein pengangkut, dilakukan pengukuran terhadap

kadar T4 bebas.10 Kadar normal dari TT4 adalah sebesar 5-12 µg/dl,

sedangkan FT4 normal sebesar 2 ng/dl.

Triiodotironin (T3)

T3 meningkat pada semua penderita dengan tirotoksikosis kecuali penderita

tersebut sakit akut atau kronis, malnutrisi atau menggunakan obat-obatan

(Propylthiouracil) yang bekerja dengan menghambat konversi T4 menjadi T3

di perifer. T3 sedikit meningkat pada obesitas dan asupan berlebih. Kadar T3

lebih tinggi pada balita dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Anak

dengan resistensi pituitari terhadap hormon tiroid juga mengalami peningkatan

kadar T3 dalam serum.9 Klirens T3 dalam darah lebih cepat dibandingkan

dengan T4 sehingga penentuan kadar T3 yang dihasilkan kelenjar tiroid tidak

begitu penting artinya dalam menilai fungsi.11 Kadar T3 serum total

normalnya sekitar 80-200 ng/dl dan FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl.4

Autoantibodi Tiroid

Yang termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin antibody (Tg Ab), (2)

thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3) TSH receptor antibody, baik

yang stimulating (TSH-R Ab [stim]) atau blocking (TSH-R Ab [block]). Tg

Ab dan TPO dengan Ab menggunakan teknik radoimmunoassay (RIA)

ditemukan pada 97% penderita penyakit Graves dan tiroiditis Hashimoto. Tg

Ab tinggi pada awal terjadinya tiroiditis Hashimoto dan kemudian menurun.

TPO Ag biasanya terdeteksi seumur hidup penderita. Titer kedua antibodi

tersebut akan menurun jika diberikan terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto atau

terapi antitiroid pada penyakit Graves. Hasil yang positif pada pemeriksaan

9

Page 10: hipertiroid

kedua antibodi tersebut merupakan indikasi kuat adanya penyakit autoimun

tiroid tapi tidak spesifik untuk tipe penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid,

atau goiter. TSH-R Ab [stim] diukur dengan teknik bioassay menggunakan sel

tiroid manusia atau menggunakan sel ovarium hamster yang sudah dikenalkan

dengan gen reseptor TSH manusia sebagai media kultur. Pada media kultur

tersebut kemudian diinkubasikan serum atau IgG penderita penyakit Graves.

Kemudian diukur peningkatan cAMP pada media kultur tersebut. Tes ini

positif pada 80% sampai 100% penderita dengan penyakit Graves yang belum

mendapat terapi dan tidak terdeteksi pada manusia sehat atau penderita

tiroiditis Hashimoto (tanpa oftalmopati), nontoksik goiter, atau goiter nodular

toksik. Tes ini sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit Graves pada

penderita dengan eutiroid oftalmopati atau untuk memprediksi penyakit

Graves pada neonatus dari ibu dengan riwayat penyakit Graves atau yang

masih aktif menderita penyakit Graves.1,2,9 Pemeriksaan TSH-R Ab dengan

bioassay termasuk mahal dan tidak tersedia secara luas.5

Radioactive Iodine Uptake (RAIU)

Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid menangkap iodium radioaktif

(123I atai 131I). Dengan mengukur persentase penangkapan iodium radioaktif

pada waktu-waktu tertentu setelah pemberiannya maka dapat dinilai kinetik

iodium intratiroid yang secara tidak langsung menggambarkan pula fungsi

kelenjar tiroid.10 RAIU tinggi pada penyakit Graves, meningkat ringan atau

normal pada multinodular toksik goiter, dan rendah pada tiroiditis.2,9

Alur pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pada

hipertiroidisme dapat dilihat pada gambar 1. Kombinasi dari peningkatan FT4 dan

penurunan TSH digunakan untuk menegakkan hipertiroidisme. Jika terdapat

tanda-tanda oftalmopati pada penderita maka diagnosis penyakit Graves dapat

ditegakkan. Jika tanda-tanda oftalmopati tidak ada dan penderita hipertiroid

dengan atau tanpa goiter, perlu dilakukan tes radioiodine uptake. Uptake yang

meningkat merupakan diagnosis dari penyakit Graves atau goiter nodular toksik.1

Pemeriksaan TPO Ab berguna untuk diferensial diagnosis, tapi pemeriksaan TSH-

R Ab tidak selalu diperlukan.6

10

Page 11: hipertiroid

Gambar 1. Tes Laboratorium untuk Diagnosis Banding Hipertiroidisme1

Pemeriksaan Radiologis

Di samping gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan lain yang

dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan radiologis (Thyroid scanning, USG,

CT scan) dan histologis (FNAB):

Thyroid scanning

Isotop yang sering digunakan untuk imaging tiroid adalah 131I, 99mTc, dan 123I.

Pada penilaian awal digunakan untuk mengevaluasi nodul goiter yang

asimetrik, hipertrofi lobus yang menyebabkan tampaknya suatu nodul atau

massa, dan menilai massa substernal. Scan tiroid juga digunakan untuk

penilaian lanjutan pada penderita dengan penurunan TSH.12 Scan tiroid

memberikan informasi tentang ukuran tiroid, dan distribusi geografik dari

aktifitas fungsional kelenjar tiroid. Nodul tiroid yang berfungsi melebihi

jaringan tiroid yang normal disebut dengan hot nodule dan yang tidak

berfungsi disebut cold nodule. Warm nodule memiliki fungsi yang sama

dengan jaringan tiroid normal.1,12 Tidak semua penderita dengan nodul tiroid

11

Page 12: hipertiroid

memerlukan scan tiroid, FNAB dapat digunakan untuk evaluasi awal suatu

nodul tiroid.12 Indikasi scan tiroid adalah 11: (1) evaluasi morfologik

fungsional nodul tiroid soliter, (2) evaluasi massa di mediastinum bagian atas,

(3) membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen

nodosa, (4) mendeteksi jaringan fungsional yang tersisa pasca tiroidektomi,

(5) mendeteksi sisa jaringan tiroid atau metastase karsinoma tiroid

berdiferensiasi baik, (6) evaluasi penyebab hipertiroidisme neonatal, (7)

evaluasi massa di daerah leher atau jaringan tiroid ektopik.

Ultrasonografi (USG)

Dalam tirodologi kegunaan utama USG adalah untuk menentukan volume,

besar, ukuran kelenjar, dan untuk membedakan apakah suatu nodul kistik atau

padat. Suatu nodul yang secara klinis soliter, mungkin ditemukan multipel

pada USG. USG dengan resolusi tinggi dan real time imaging, dapat pula

divisualisasikan aliran vaskuler ke dan dari kelenjar tiroid. USG tidak dapat

menentukan apakah suatu lesi tiroid jinak atau ganas.14

Computed Tomografi (CT) Scan dan Magnectic Resonance Imaging (MRI)

CT Scan biasanya dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya oftalmopati.

Jika oftalmopati sudah jelas maka CT Scan digunakan untuk evaluasi

pengobatan oftalmopati.9 CT scan mampu memvisualisasikan dengan baik

hubungan kelenjar tiroid dengan organ sekitar, ukuran kelenjar, volume, serta

kepadatan jaringan kelenjar tiroid. Manfaat MRI dalam tirodologi hampir

sama dengan CT scan, namun MRI dapat mendeteksi kekambuhan karsinoma

dan membedakannya dengan fibrosis. MRI dan CT scan juga tidak dapat

membedakan apakah suatu lesi bersifat ganas atau tidak.14

Pemeriksaan Histologis

Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) pada kelenjar tiroid dilakukan untuk

mengetahui adanya suatu keganasan pada suatu nodul tiroid.12 Pemeriksaan

histologi kelenjar tiroid penderita penyakit Graves didapatkan hiperplasia yang

difus. Dapat terlihat hilangnya koloid tiroid normal dan kelenjar yang hiperemis.

Terjadi pembentukan banyak folikel kecil baru, dan sel tiroid membentuk struktur

kolumnar tinggi. Pembuluh darah lebih besar dari normal. Infiltrat limfosit

ditemukan di antara folikel dan dapat ditemukan hiperplasia limfoid. Sel T dan sel

12

Page 13: hipertiroid

B dapat ditemukan.2 FNAB pada kelenjar tiroid jarang diindikasikan pada

penyakit Graves.15

2.8 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan pada penderita dengan tirotoksikosis yang telah

dibuktikan secara biokimiawi, goiter yang difus pada palpasi, oftalmopati, TPO

Ab positif, dan adanya riwayat pribadi atau keluarga terhadap adanya kelainan

autoimun.

Secara klinis juga dapat dihitung indeks Wayne untuk membuktikan apakah

seseorang termasuk hipertiroid atau eutiroid.10

Indeks Wayne

Subyektif Nilai Obyektif Ada Tidak Ada

Dyspneu on effort +1 Pembesaran kelenjar tiroid +3 -3Palpitasi +2 Bruit di atas tiroid +2 -2Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 0Suka udara panas -5 Lid retraction +2 0Suka udara dingin +5 Lid lag +1 0Banyak keringat +3 Hiperkinesis +4 -2Gelisah +2 Tangan panas +2 -2Nafsu makan meningkat +3 Tangan basah +1 -1Nafsu makan menurun -3 Tremor halus +1 0Berat badan meningkat -3 Atrial fibrilasi +4 0Berat badan menurun +3 Nadi <80 kali/menit -3 0

Nadi 80-90 kali/menit - 0Nadi >90 kali/menit +3 0

Interpretasi hasil penghitungan indeks Wayne adalah sebagai berikut :

<10 : Eutiroid

10-20 : Mungkin hipertiroid

> 20 : Hipertiroid

2.9 Penatalaksanaan

Sasaran terapi hipertiroidisme adalah 4: (1) menghambat sintesis hormon

tiroid, (2) menghambat sekresi hormon tiroid, (3) menekan konversi T4 menjadi

T3 di perifer, dan (4) mengurangi massa kelenjar tiroid. Saat ini pilihan terapi: (1)

obat antitiroid, (2) iodin radioaktif, (3) pembedahan.

13

Page 14: hipertiroid

Pengobatan yang ideal untuk penyakit Graves bertujuan untuk menangani

respon autoimun pada kelenjar tiroid dan orbita, namun belum ada pengobatan

yang spesifik untuk mengatasi respon autoimun tersebut, sehingga tidak

memungkinkan untuk menormalkan fungsi kelenjar tiroid dan menghilangkan

oftalmopati.5

Obat Antitiroid

Tujuan pemberian obat antitiroid adalah11: (1) sebagai terapi yang berusaha

memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap pada penderita

muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis, (2) sebagai obat

untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah

pengobatan pada penderita yang mendapat yodium radioaktif, (3) sebagai

persiapan untuk tiroidektomi, (4) untuk pengobatan penderita hamil dan lanjut

umur, dan (5) penderita dengan krisis tiroid.

Obat antitiroid yang sering digunakan untuk menangani penyakit Graves

adalah golongan thionamide yang bekerja dengan menghambat oksidasi dan

pengikatan iodida sehingga mengakibatkan defisiensi iodin intratiroid.

Propylthiouracil (PTU) dapat menekan konversi T4 menjadi T3 pada jaringan

perifer.16 Berikut obat golongan thionamide yang digunakan untuk terapi penyakit

Graves 9,13:

1. Methimazole

Merupakan obat pilihan kecuali pada krisis tiroid dan pengobatan pada

wanita hamil.

Tidak menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3

Tidak memiliki efek segera.

Waktu paruh lebih lama dibandingkan PTU, maka dari itu obat ini dapat

diberikan dua kali sehari.

Tidak berhubungan dengan hepatitis

Memiliki hubungan yang lemah dengan aplasia kutis pada neonatal setelah

terjadi paparan in utero.

Dosis dewasa: dosis awal 10-15 mg per oral dua kali sehari kemudian

dilakukan titrasi cepat sampai setengah dosis awal setelah tercapai keadaan

eutiroid.

14

Page 15: hipertiroid

Dosis anak-anak: dosis awal 15-20 mg/m2/hari per oral dibagi dalam dua

kali pemberian per hari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis

efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.

Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropenia, penyakit hati,

kehamilan, wanita menyusui, dan badai tiroid.

Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K dan mungkin meningkatkan

aktivitas obat antikoagulan oral.

Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes

fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan

penyesuaian dosis.

Efek samping berupa terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia,

kolestatik jaundice, neutropenia, dan agranulositosis.

2. Propylthiouracil (PTU)

Merupakan obat pilihan pada keadaan krisis tiroid karena dapat

menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, serta pada laktasi dan

kehamilan karena tidak melewati plasenta.

Tidak dihubungkan dengan aplasia kutis pada fetus.

Dosis dewasa: dosis awal 100-150 mg per oral tiga kali sehari kemudian

dilakukan titrasi sampai tercapai dosis efektif terendah untuk

mempertahankan keadaan eutiroid.

Dosis anak-anak: dosis awal 5-7 mg/kgBB/hari per oral dibagi menjadi

tiga kali pemberian kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai dosis

efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.

Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropeni, dan penyakit hati

Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K sehingga dapat

meningkatkan aktivitas antikoagulan oral.

Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes

fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan

penyesuaian dosis.

Efek samping: terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, hepatitis,

neutropenia, dan agranulositosis.

15

Page 16: hipertiroid

Untuk pemantauan pemberian obat pada penderita rawat jalan, perlu

dilakukan pemeriksaan tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan pemeriksaan darah

lengkap dalam interval waktu tiap 6 minggu sampai 3 bulan. Juga perlu dicari

apakah ada efek samping obat yang potensial dapat timbul dengan mencari

riwayat penyakit sebelumnya. Perbaikan klinis tergantung pada jumlah hormon

tiroid yang tersimpan dalam kelenjar dan kecepatan sekresi kelenjar. Perbaikan ini

biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai dalam 6-8

minggu.9,11 Algoritma terapi obat antitiroid pada penyakit Graves dapat dilihat

pada gambar 2.

Gambar 2. Algoritma Penggunaan Obat Antitiroid pada Penderita Penyakit

Graves 13

16

Page 17: hipertiroid

Radioaktif Iodin

Cara kerja obat ini adalah dengan mengonsentrasikan radioaktif iodin pada

kelenjar tiroid sehingga menyebabkan kerusakan kelenjar tiroid tanpa

membahayakan jaringan lain. Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif

adalah: (1) penderita usia 35 tahun atau lebih, (2) hipertiroidisme yang kambuh

sesudah dioperasi, (3) gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid,

(4) tidak mampu atau tidak mau pengobatan antitiroid, (5) adenoma toksik dan

goiter multinodular toksik. Pengobatan dengan yodium radioaktif ini dapat

mengakibatkan terjadinya keadaan hipotiroidisme. Yang biasa digunakan adalah 131I dengan dosis 5-12 mCi per oral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis

dalam 3 bulan, namun kira-kira sepertiga dari penderita akan menjadi hipotiroid

dalam tahun pertama. Efek samping lain yang mungkin timbul adalah eksaserbasi

hipertiroidisme dan tiroiditis.11

Terapi Pembedahan

Tindakan pembedahan dapat dipilih apabila: (1) gondok sangat besar dengan/atau

tanpa tirotoksikosis yang berat; (2) menunjukkan gejala penekanan, terutama

gondok retrosternal; (3) tidak berhasil dengan obat antitiroid; (4) penderita tidak

kooperatif meminum obat antitiroid; (5) ada reaksi dengan obat antitiroid; (6)

karena keadaan geografi dan sosial ekonomi tidak memungkinkan dipantau secara

teratur oleh dokter; (7) gondok nodular toksik terutama pada penderita muda.4,11

Subtotal tiroidektomi apabila terdapat multinodular goiter atau ukuran

kelenjar yang besar. Pada subtotal tiroidektomi, jika terlalu banyak jaringan tiroid

yang ditinggalkan maka akan terjadi relaps. Biasanya ahli bedah meninggalkan 2-

3 g jaringan tiroid pada leher kanan dan kiri.1 Penyebab lain terjadinya

kekambuhan adalah iodine uptake dan aktivitas imunologi penderita.9

Tiroidektomi total dilakukan apabila terdapat progresifitas yang cepat dari

oftalmopati.1

Sebelum operasi penderita disiapkan dengan pemberian obat antitiroid

sampai tercapai keadaan eutiroid (kurang lebih selama 6 minggu).1 Biasanya

penderita diberi cairan kalium iodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15

tetes per hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi

pada kelenjar tiroid.11

17

Page 18: hipertiroid

Pengobatan Tambahan

Obat-obat lain yang biasa digunakan sebagai obat tambahan adalah 11:

Penyekat beta-adrenergik. Dengan pemberian obat ini diharapkan gejala

seperti palpitasi, tremor, berkeringat banyak, serta gelisah akan dapat

berkurang. Obat ini juga dapat menurunkan kadar T3 dalam serum. Dosis

yang dianjurkan sebesar 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis.

Yodium. Terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan

dengan yodium radioaktif dan pada krisis tiroid. Dosisnya adalah 100-300

mg/hari.

Ipodate. Bekerja dengan menurunkan konversi T4 menjadi T3 di perifer,

mengurangi sintesis hormon tiroid dan mengurangi pengeluaran hormon dari

tiroid.

2.10 Prognosis

Hipertiroid yang bersifat permanen dan biasanya terjadi pada orang

dewasa. Setelah kenormalan fungsi tiroid tercapai dengan obat-obat antitiroid,

direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif sebagai terapi

definitifnya. Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah

perlahanlahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun prognosisnya

akan jauh lebih baik setelah diterapi dengan iodin radioaktif.

BAB 3

KESIMPULAN

18

Page 19: hipertiroid

Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon

tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Distribusi jenis kelamin dan umur pada

penyakit hipertiroid sangat bervariasi.

Penyebab hipertirodisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter

multinodular toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit

Graves adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid,

sedang pada goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autonomi tiroid

itu sendiri. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin

termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju

metabolisme tubuh yang diatas normal

Dasar diagnosis hipertiroidisme meliputi uji pengukuran langsung

konsentrasi T3 dan T4 bebas (FT4 dan FT3), dan juga pengukuran konsentrasi TSH

dan TSI plasma.

BAB 4

RESPONSI KASUS

19

Page 20: hipertiroid

4.1. IDENTITAS

Nama : snk

Umur : 24 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bali

Agama : Hindu

Pendidikan : Tamat SMP

Status Perkawinan : Belum menikah

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Br. Perang sari klod duda utara selat,

Karangasem

Tanggal MRS : 7 November 2010

Tanggal Pemeriksaan : 9 November 2010

4.2. KELUHAN UTAMA

Lemas badan

4.3 ANAMNESIS KHUSUS

Pasien mengeluhkan lemas pada badannya sejak 14 hari SMRS. Lemas badan

bermula secara mendadak tanpa ada penyebab yang diketahui. Lemas dirasakan

pada seluruh tubuhnya hingga kakinya. Lemas tersebut dikatakan semakin parah

sehingga tidak bisa berdiri ataupun beraktivitas. Lemas pasien tidak bertambah

baik dengan beristirehat ataupun pertukaran posisi. Keluhan lemas ini tidak

disertai dengan panas badan maupun nyeri pada otot.

Selain itu, pasien mengeluh timbul benjolan di leher sejak ± 1 tahun yang

lalu. Benjolan tersebut terletak di bagian kanan dan kiri leher. Awalnya, timbul

benjolan di leher, yang besarnya kira-kira sebesar telur puyuh, dikatakan benjolan

tersebut membesar, tidak nyeri, tidak berwarna kemerahan dan tidak terasa panas.

Awalnya benjolan tersebut tidak dirasakan mengganggu. Namun lama-kelamaan

benjolan tersebut membesar kira-kira sebesar telur ayam dan mulai mengganggu

penampilan pasien. Hal inilah yang membuat pasien memeriksakan dirinya ke

20

Page 21: hipertiroid

RSUD Karangasem ± 1 tahun yang lalu. Saat dilakukan wawancara, benjolan

tersebut masih tampak, dan masih dapat dirasakan.

Pasien juga mengeluhkan kedua matanya yang menonjol sejak ± 1 tahun

yang lalu, tiga bulan setelah keluhan benjolan di lehernya timbul. Pasien merasa

kedua matanya tampak lebih menonjol dari sebelumnya namun tidak sampai

mengganggu penglihatan. Saat ini kedua mata pasien masih menonjol dan tidak

ada keluhan penglihatan kabur.

Selain itu, pasien sering merasa jantungnya berdebar, tangannya gemetar

dan berkeringat sejak 1 tahun yang lalu. Gejala ini terutama muncul ketika pasien

berada dalam suasana udara yang panas atau melakukan aktivitas. Pasien juga

mengatakan bahwa dirinya tidak tahan dengan udara yang panas sehingga pasien

sering menyalakan kipas angin di rumahnya. Disamping itu pasien juga sering

merasa cepat lelah saat beraktivitas dan mengalami kesulitan saat tidur di malam

hari.

Berat badan pasien dikatakan menurun sejak 6 bulan SMRS. Namun

pasien tidak mengetahui pasti berapa banyak penurunan berat badannya. Nafsu

makan pasien dirasakan meningkat sejak 6 bulan SMRS dengan frekuensi makan

3-4 kali perhari. Disamping itu rasa haus dirasakan juga agak meningkat dengan

frekuensi minum air 5-6 gelas perhari.

Sejak 6 bulan SMRS pasien dikatakan sering tertawa sendiri dan berbicara

sendiri. Hal ini yang membuat keluarga pasien khawatir dan membawanya ke RSJ

Bangli untuk berobat.

BAK penderita dikatakan biasa, frekuensi berkemih sekitar 5-6 kali tiap

harinya, kencing warna kuning jernih, tidak didapatkan adanya darah dan juga

tidak berbuih. BAB penderita dikatakan biasa, frekuensi 1 kali tiap hari, warna

kuning kecoklatan, konsistensi padat, tidak ada darah maupun lendir.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA

Pasien memeriksakan dirinya ke RSUD Karangasem dengan keluhan

benjolan pada lehernya ± 1 tahun yang lalu. Saat itu pasien menolak untuk dirawat

inap dan memutuskan hanya rawat jalan. Pasien sempat menjalani pemeriksaan

laboratorium dan dikatakan menderita hipertiroid dan mendapat pengobatan.

21

Page 22: hipertiroid

Pasien juga sempat memeriksakan dirinya ke RSJ Bangli ± 6 bulan yang lalu

dengan keluhan bicara sendiri. Disana pasien dikatakan menderita skizofrenia dan

mendapatkan pengobatan rawat jalan. Kemudian pada tgl 24 Oktober 2010 pasien

datang untuk kedua kalinya ke RSUD Karangasem dengan keluhan badan lemas,

dan mendapatkan rawat inap selama 14 hari, kemudian setelah itu dirujuk ke

RSUP Sanglah. Riwayat tekanan darah tinggi dan sakit jantung sebelumnya

disangkal oleh pasien.

RIWAYAT PENGOBATAN

Pasien telah mendapat pengobatan berupa PTU 3 kali sehari dan Propanolol yang

diminum 2 kali sehari. Disamping itu untuk pengobatan dari RSJ Bangli, pasien

mendapat chlorpromazepine 1 kali sehari dan Haloperidol 2 kali sehari.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien.

RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL

Pasien sudah berhenti sekolah sejak tamat SMP. Hingga sekarang pasien tidak

bekerja dan hanya diam di rumah. Pasien tidak pernah merokok maupun

mengkonsumsi minuman beralkohol. Sebelumnya pasien tidak pernah mendapat

pengobatan radiasi atau terpapar sinar radiasi sebelumnya.

Di lingkungan sekitar rumah pasien dikatakan tidak ada yang memiliki

keluhan benjolan di leher seperti pasien.

4.4 ANAMNESIS UMUM ( 09 November 2010 )

A. KELUHAN UMUM

Perasaan nyeri : tidak ada

Rasa lelah : ada

Faal umum : menurun

Nafsu kerja : menurun

Berat badan : menurun

Panas badan : tidak ada

22

Page 23: hipertiroid

Bengkak : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Nafsu makan : menurun

Rasa lemas : ada

Cepat lapar : tidak ada

Tidur : ada gangguan

B. KELUHAN ALAT DI KEPALA

Penglihatan di waktu siang : normal

Penglihatan di waktu malam : normal

Berkunang-kunang : tidak ada

Sakit pada mata : tidak ada

Pendengaran : normal

Keseimbangan : normal

Kotoran telinga : tidak ada

Hidung : - darah : tidak ada

- ingus : tidak ada

- nyeri : tidak ada

Lidah : normal

Gigi : normal

Gangguan bicara : tidak ada

Gangguan menelan : tidak ada

C. KELUHAN ALAT DI LEHER

Kaku kuduk : tidak ada

Sesak di leher : tidak ada

Pembesaran/nyeri kel. limfe : tidak ada

Pembesaran/nyeri kel. tiroid : ada

Pembengkakan leher : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

23

Page 24: hipertiroid

D. KELUHAN ALAT DADA

Sesak nafas : tidak ada

Sesak nafas malam hari : tidak ada

Sesak nafas kumat-kumatan : tidak ada

Ortopnoe : tidak ada

Nyeri waktu nafas : tidak ada

Nafas berbunyi : tidak ada

Nyeri daerah jantung : tidak ada

Berdebar-debar : tidak ada

Nyeri Retrosternal : tidak ada

Batuk : tidak ada

Riak : tidak ada

Hemoptoe : tidak ada

E. KELUHAN ALAT DI PERUT

Membesar : tidak ada

Mengecil : tidak ada

Pembengkakan : tidak ada

Nyeri spontan : tidak ada

Nyeri tekan : tidak ada

Nyeri bila : Makan : tidak ada

Berak : tidak ada

Lapar : tidak ada

Mual : tidak ada

Muntah : tidak ada

Obstipasi : tidak ada

Melena : tidak ada

Feses : berair : tidak ada

warna : kuning kecoklatan

Diare : darah : tidak ada

lendir : tidak ada

Air kencing : Warna : kuning jernih

24

Page 25: hipertiroid

Frekuensi : 5-6 kali sehari

Jumlah : ± 150 cc setiap kali kencing

Nokturia : ada

Inkontinensia alvi : tidak ada

Inkontinensia urine : tidak ada

F. KELUHAN TANGAN DAN KAKI

Gerakan kaki terganggu : tidak ada

Nyeri spontan : tidak ada

Nyeri tekan : tidak ada

Nyeri dalam : tidak ada

Kesemutan : tidak ada

Gerakan tangan terganggu : tidak ada

Gangguan sendi : tidak ada

Luka-luka : tidak ada

Gangren : tidak ada

Rasa mati : tidak ada

Lebih kurus : ada

Oedema : tidak ada

Nekrosis : tidak ada

Kelainan kuku : tidak ada

Kelainan kulit : tidak ada

G. KELUHAN LAIN

Alat lokomotorik : tidak ada

Tulang : tidak ada

Otot : tidak ada

Kel. limfe : tidak ada

Keluhan hipertiroid : ada

Keluhan hipotiroid : tidak ada

Keluhan menstruasi : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

25

Page 26: hipertiroid

4.5 ANAMNESIS TAMBAHAN

Makanan : Kualitas : cukup

Kuantitas : menurun

Intoksikasi : tidak ada

Merokok : tidak ada

Alkohol : tidak ada

Candu : tidak ada

Obat-obatan : tidak ada

Keluarga : Penyakit menular : tidak ada

Penyakit keturunan : tidak ada

Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan : tidak ada

Penyakit venerik : tidak ada

4.6 PEMERIKSAAN UMUM ( 09 November 2010)

A. KESAN UMUM

Kesan sakitnya : sedang Kesadaran : E4V5M6

Tinggi badan : 160 cm Keadaan gizi : kurang

Suhu badan : 36,5oC Anemia : tidak ada

Berat badan : 48 kg Ikterus : tidak ada

Tidur dengan : 1 bantal Sianosis : tidak ada

Tidur miring kiri : bisa Oedema : tidak ada

Tidur miring kanan : bisa Keadaan kulit : normal

Otot : normal Afoni : tidak ada

Tenang : ada Afasia : tidak ada

Tidak tenang : tidak ada Anatria : tidak ada

Kejang : tidak ada Tremor : ada

B. KEADAAN PEREDARAN DARAH

Tekanan : 130/70 mmHg Kelainan nadi

Nadi : 91 x/menit P. Different : tidak ada

Isi : cukup P. Paradok : tidak ada

26

Page 27: hipertiroid

Gelombang : teratur P. Magnus : tidak ada

Irama nadi : teratur P. Parvus : tidak ada

P. Alternan : tidak ada

Kelainan pada arteri di lengan : tidak ada

Kelainan nadi arteri femoralis : tidak ada

Kelainan arteri abdominalis : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

C. KEADAAN KULIT

Penyakit kulit : tidak ada Petekie : tidak ada

Luka-luka : tidak ada Hematom : tidak ada

Pigmentasi : tidak ada Oedem : tidak ada

Anemia : tidak ada Dehidrasi : tidak ada

Ikterus : tidak ada Elastisitas kulit : normal

Dermografi : tidak ada Turgor : normal

D. PERNAFASAN

Tipe : torako abdominal Kelainan pernafasan

Frekwensi : 20 x/menit Oligpnoe : tidak ada

Teratur : ada Polipnoe : tidak ada

Tidak teratur : tidak ada Ortopnoe : tidak ada

Ekspirasi : normal Dispnoe : tidak ada

Inspirasi : normal Nafas cuping hidung : tidak ada

Stridor : tidak ada Pernafasan berbunyi : tidak ada

27

Page 28: hipertiroid

4.7 PEMERIKSAAN KHUSUS

A. KEPALA

Tenggorokan Mata

Bentuk : normal Letak : simetris,

eksoftalmus

+/+, lid

retraction +/+

Nyeri tekan : tidak ada Pergerakan : N/N

Lain-lain : tidak ada Anemia : -/-

Muka Sianosis : -/-

Kel. Kulit : tidak ada Ikterus : -/-

Otot : tidak ada Reflek cahaya : +/+

Tumor : tidak ada Pupil : isokor

Oedem : tidak ada Kornea : N/N

Kakheksia : tidak ada Konvergensi : +/+

Kel. Parotis : normal Konjunctiva : N/N

Hidung Kel. Lakrimalis : N/N

Ingus : tidak ada Tek. Intraokuler : ↑/↑(palpasi)

Meatus : normal Telinga

Saddle nose : tidak ada Cairan : -/-

Lidah Pendengaran : N/N

Besar : tidak ada Drumhead : -/-

Bentuk : normal Pro mastoideus: N/N

Papil : normal

Frenulum : normal

Pergerakan : normal

Permukaan : normal

Faring

Mucosa : normal

Tonsil : T1/T1

Dinding : normal

28

Page 29: hipertiroid

Uvula : normal

Bibir : kering, pecah-pecah

Gigi & gusi : normal

B. LEHER

Inspeksi

Laring :

Lokalisasi : normal Pem.kel.Limpe : tidak ada

Besarnya : normal Bendungan vena : tidak ada

Gerakan saat menelan : normal Denyutan : normal

Palpasi

JVP : PR + 0 cmH2O

Kaku kuduk : tidak ada Tulang : normal

Tumor : tidak ada Laring : normal

Kel. Tiroid : terdapat pembesaran, konsistensi kenyal, permukaan

rata, terfiksir, ikut bergerak saat menelan, bruit (-)

C. KETIAK

Kulit ketiak : normal

Tumor : tidak ada

Kelenjar : tidak membesar

Pembuluh darah : normal

D. THORAK DEPAN

Inspeksi

Fossa supraclavicula kanan : normal Klavikula : N/N

kiri : normal Sternum : normal

Lengkung sudut epigastrium : < 90o Sela iga : N/N

Vousure cardiac : tidak ada Otot thorak : N/N

Simetri thorak : simetris Kulit : N/N

Pergerakan waktu bernafas : N/N Spider nevi : tidak ada

Pembuluh darah kulit : N/N Mamma : N/N

29

Page 30: hipertiroid

Denyutan ictus cordis : tidak tampak ictus cordis

Palpasi

Pergerakan nafas : simetris Iktus cordis : teraba

Vokal fremitus : N/N Lokalisasi : MCL kiri ICS IV

Kulit : normal Kuat denyutan : tidak kuat angkat

Otot : normal Luasnya : normal

Tulang : normal Irama : teratur

Mamma : N/N Getaran/thriil : tidak ada

Perkusi

Paru : Jantung :

Batas bawah kanan : ICS VI Batas kanan : PSL D

Batas bawah kiri : ICS VII Batas kiri : 2 jari MCLS

ICS V

Pergerakan : N/N Batas atas : ICS II

Perbandingan perkusi : Sonor/Sonor Pinggang : ada

Auskultasi

Paru : Jantung :

Suara nafas : vesikuler +/+ Bunyi jantung :S1S2 tgl reg

Suara nafas tambahan : Murmur : tidak ada

Rhonki : -/- Punktum maksimum : -

Bronkofoni : -/- Kual/kuantitas : -

Wheezing : -/- Derajat : -

Wispered pectoriloque : -/- Penyebaran : -

E. THORAK BELAKANG

Inspeksi Palpasi

Bentuk : Simetris Nyeri tekan : -/-

Pergerakan : simetris Vokal Fremitus : N/N

Tulang : N/N Tulang : N/N

Otot : N/N Otot : N/N

Kulit : N/N Kulit : N/N

30

Page 31: hipertiroid

Perkusi Auskultasi

Batas bawah kanan : Th IX Suara pernafasan : ves/ves

Peranjakan : 1 jari Suara tambahan : tidak ada

Batas bawah kiri : Th IX Bronkoponi : tidak ada

Peranjakan : 1 jari Wispered Pectoriloque : tidak ada

F. ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : normal Epigastrium :

Kulit : normal Denyutan : tidak ada

Otot : normal Sudut : < 90o

Pusar : normal Pergerakan waktu nafas : normal

Pembuluh darah : normal

Auskultasi

Suara usus : normal

Suara aliran dalam pembuluh darah : (-)

Palpasi

Dinding perut : normal Hati teraba : tidak teraba

Denyutan epigastrium : tidak ada konsistensi : -

Nyeri : tidak ada permukaan : -

Kandung empedu : tidak teraba tepi : -

Ginjal : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Acites : tidak ada

Perkusi

Shifting dullness : tidak ada

Undulasi : tidak ada

G. REGIO INGUINAL DAN

GENETALIA

Lipatan paha : tidak diperiksa

31

Page 32: hipertiroid

Genetalia : tidak diperiksa

Sakrum : (-)

Rektum : (-)

H. KAKI DAN TANGAN

Kulit : normal Sendi-sendi : normal

Otot : normal Pembuluh darah arteri : normal

Tulang : normal Jari dan telapak tangan : normal

Nyeri tekan : tidak ada Liver Palmaris : tidak ada

Nyeri spontan : tidak ada Jari tabuh : tidak ada

Oedem : tidak ada Kuku sendok : tidak ada

Tenaga : normal Kuku kaca arloji : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

I. URAT SARAF

Reflek lutut : +/+

Achiles : +/+

Dinding Abdomen : +/+

Bisep : +/+

Reflek Patologis : -/-

Perasaan di tangan : N/N

Perasaan di kaki : N/N

Tes romberg : tidak dilakukan

Cara berjalan : tidak dilakukan

Ataksia : tidak bisa dievaluasi

Tes sensibilitas : normal

4.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. DARAH LENGKAP

Pemeriksaan 29/01/10 12/11/10 Nilai Rujukan

WBC (K/uL) 9,6 5,82 4,1 – 10,9

32

Page 33: hipertiroid

RBC (M/UI) 5,03 4,90 4,0 – 5,2

HGB (g/dl) 13,2 11,6 12,0 – 16,0

HCT (%) 38,6 35,6 36,0 – 46,0

MCV (fl) 76,8 72,7 80 – 100

MCH (Pg) 26,3 23,7 26,0 – 34,0

MCHC (g/dl) 34,3 32,6 31 – 36

PLT (K/uL) 298 373 140 – 440

B. KIMIA KLINIK

Pemeriksaan 07/11/10 Nilai Rujukan

SGOT 18,53 11,00 – 33,00

SGPT 16,34 11,00 – 50,00

BUN 9,631 8,00 – 23,00

SC 0,433 0,70 – 1,20

Na 134,90 135,00 – 147,00

K 4,233 3,50 – 5,50

Glukosa darah sewaktu 85,24 70,0 – 140,0

C. PEMERIKSAAN IMUNOLOGI

Pemeriksaan09/11/

2010Nilai rujukan

FT4 2,83

pmol/L

(0.93 – 1,70) ng/dL

(12,00 – 22,00) pmol/L

TSH 0,009 (0,27 – 4,2) µIU/mL

D. ANALISA GAS DARAH

Pemeriksaan 07/11/10 Nilai Rujukan

PH 7,47 7,35 – 7,45

33

Page 34: hipertiroid

PCO2 35,00 35,00 – 45,00

PO2 124 80 – 100

HCO3- 25,50 22,00 – 26,00

TCO2 26,60 24,00 – 30,00

BE (B) 2,00 -2 – 2

S02c 99,00 --

THbc 11,50 13,00 – 18,00

E. INDEX WAYNE

Subyektif Nilai Obyektif Ada Tidak Ada

Dyspneu on effort +1 Pembesaran kelenjar tiroid +3 -3

Palpitasi +2 Bruit di atas tiroid +2 -2

Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 0

Suka udara panas -5 Lid retraction +2 0

Suka udara dingin +5 Lid lag +1 0

Banyak keringat +3 Hiperkinesis +4 -2

Gelisah +2 Tangan panas +2 -2

Nafsu makan meningkat +3 Tangan basah +1 -1

Nafsu makan menurun -3 Tremor halus +1 0

Berat badan meningkat -3 Atrial fibrilasi +4 0

Berat badan menurun +3 Nadi <80 kali/menit -3 0

Nadi 80-90 kali/menit - 0

Nadi >90 kali/menit +3 0

12 12 -6

INDEX WAYNE : 24 Hipertiroid

F. HASIL PEMERIKSAAN EKG 07/11/10

Irama: sinus

Axis: normal

HR: 130x/menit

34

Page 35: hipertiroid

P wave: 80 mc

Interval PR: 110 mc

QRS Compleks: 110 mc

ST: isoelektrik

T wave flattening: deheksi (+)

U wave: (-)

Q wave patologis: -

Assesment: sinus takikardi dengan LVH

G. FOTO TORAKS AP 09/11/2010

Cor: kesan membesar

Pulmo: infiltrate (-), nodul (-), corakan bronkovaskular (normal)

Sinus pleura kanan dan kiri tajam

Diafragma kanan dan kiri normal

Tampak kalsifikasi berbentuk lonjong yang terproyeksi di hemitoraks kiri

Tulang-tulang: tidak tampak kelainan

4.9 RESUME

Pasien perempuan umur 24 tahun, Hindu, Bali, tamat SMP, belum menikah,

beralamat di Banjar Perang Sari Klod Duda Utara Selat Karangasem datang

dengan keluhan utama lemas badan sejak 14 hari SMRS. Lemas badan timbul

mendadak tanpa ada penyebab yang diketahui. Lemas dirasakan pada seluruh

tubuhnya hingga kakinya dan dikatakan semakin parah sehingga tidak bisa berdiri

ataupun beraktivitas. Lemas tidak bertambah baik dengan beristirehat ataupun

pertukaran posisi. Keluhan lemas ini tidak disertai dengan panas badan maupun

nyeri pada otot. Pasien juga mengeluh benjolan di leher sejak ± 1 tahun yang lalu.

Benjolan tersebut terletak di bagian depan leher, membesar, tidak nyeri, tidak

berwarna kemerahan dan tidak terasa panas. Awalnya benjolan tersebut tidak

dirasakan mengganggu. Saat ini benjolan telah mengecil. Selain itu, pasien

mengeluh mata menonjol pada kedua mata dan tidak mengganggu penglihatan.

Keluhan lain seperti berdebar-debar, tangan gemetar dan terasa basah karena

35

Page 36: hipertiroid

keringatan jika udara panas atau saat beraktivitas. Pasien cepat lelah bila

beraktivitas dan sulit tidur. Pasien lebih suka di tempat yang udaranya sejuk

sehingga sering menyalakan kipas angin. Keluhan seperti sesak, maupun nyeri

dada disangkal. Pasien dikatakan sering tertawa sendiri dan berbicara sendiri.

Berat badan pasien mengalami penurunan, nafsu makan pasien meningkat

dengan frekuensi makan 3-4 kali perhari. Rasa rasa haus dirasakan juga agak

meningkat dengan frekuensi minum air 5-6 gelas perhari. BAB pasien dikatakan

2-3 kali perhari, warna kuning kecoklatan, konsistensi padat, tidak ada darah

maupun lendir. BAK pasien dikatakan biasa, 5-6 kali perhari dengan volume kira-

kira setengah gelas tiap kali kencing, warna kuning jernih, tidak didapatkan

adanya darah dan juga tidak berbuih.

Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes, asma, sakit jantung disangkal oleh

pasien. Pasien telah didiagnosa dengan hipertiroid sejak tahun 2009 dan telah

mendapat pengobatan berupa PTU dan Propanolol. Pasien juga didiagnosis

dengan skizofrenia dan telah mendapat pengobatan berupa chlorpomazepine dan

haloperidol, Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama

dengan pasien.

Pasien sudah berhenti sekolah sejak tamat SMP. Hingga sekarang pasien

tidak bekerja dan hanya diam di rumah. Pasien tidak pernah merokok maupun

mengkonsumsi minuman beralkohol. Di lingkungan sekitar rumah pasien

dikatakan tidak ada yang memiliki keluhan benjolan di leher seperti pasien.

PEMERIKSAAN FISIK (09-11-2010)

Status Present

Kesadaran : CM

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 91 kali / menit

Respirasi : 20 kali / menit

Suhu axila : 36,50 Celcius

BB : 48 kg

TB : 160 cm

36

Page 37: hipertiroid

Mata : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor,

exothalmus +/+, lid retraction +/+

THT : kesan tenang

Leher : Inspeksi : pembesaran kelenjar tiroid (+)

Palpasi : terdapat pembesaran, konsistensi

kenyal, permukaan rata, terfiksir,

ikut bergerak saat menelan

Auskultasi : bruit (–)

JVP PR + 0 cm H2O

Thorax : Simetris

Cor :

I : iktus cordis tidak tampak

Pal : iktus cordis teraba pada 2 jari MCL S ICS V

Per : batas atas : ICS II

batas kanan : PSL D

batas kiri : 2 jari MCL S ICS V

Aus : S1S2 tunggal reguler, murmur (–)

Po :

I : gerak pernapasan simetris

Pal : Vocal Fremitus N/N

Per : sonor/sonor

Aus : ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Adbomen : BU (+) N, Distensi (-), Acites (-)

Hepar dan Lien tak teraba

Extremitas : akral hangat + + Edema - - ,

+ + - -

tremor (+) minimal pada kedua tangan

telapak tangan berkeringat (+)

4.10 ASSESMENT

Hipertiroid ec Graves’s Disease

37

Page 38: hipertiroid

4.11 PENATALAKSANAAN

-IVFD NS 20 tetes per menit

-PTU 3 x 200 mg

-Propanolol 3 x 20 mg

-Cefotaxim 3 x 1 gr i.v

4.12 PLANNING

- Pemeriksaan kadar FT4 dan TSH (3 bulan lagi)

4.13 MONITORING

- Keluhan

- Vital Sign

- Kadar FT4 dan TSH

4.14 PROGNOSIS

Ad vitam: dubius ad bonam

Ad fungsionam: dubius ad bonam

38