hadi qudsi fakultas kedokteran dan ilmu...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang
Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan
Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas
Antiinflamasinya secara In Vitro
SKRIPSI
HADI QUDSI
NIM : 1110102000066
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2014
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang
Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan
Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas
Antiinflamasinya secara In Vitro
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
HADI QUDSI
NIM : 1110102000066
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2014
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Hadi Qudsi
NIM : 1110102000066
Tanda Tangan :
Tanggal : 17 Oktober 2014
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Hadi Qudsi
Program Studi : Farmasi
Judul : Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-Metoksisinamat yang
Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan
Metode Reaksi Reduksi dan Uji Aktivitas
Antiinflamasinya secara In Vitro
Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dari Kencur (Kaempferia galanga L)
telah dilakukan melalui maserasi dengan pelarut n-heksan dan menghasilkan
rendemen sebesar 2,564 %. Modifikasi struktur etil p-metoksisinamat dengan
reaksi reduksi menggunakan NaBH4 dilakukan untuk mengetahui lebih dalam
hubungan struktur EPMS terhadap aktivitas antiinflamasinya. Reaksi reduksi
menghasilkan senyawa asam p-metoksisinamat (C10H903) dengan rendemen
9,513 %. Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan secara in vitro menggunakan
metode inhibisi denaturasi BSA (Bovine Serum Albumin). Hasil dari pengujian
aktivitas antiinflamasi diketahui bahwa pada konsentrasi 40 ppm etil p-
metoksisinamat menginhibisi denaturasi protein sebesar 35,624% sedangkan
asam p-metoksisinamat hanya 14,005%, hal ini menunjukkan bahwa modifikasi
etil p-metoksisinamat pada gugus esternya dapat mempengaruhi aktivitas
antiinflamasinya.
Kata Kunci : isolasi, etil p-metoksisinamat, reduksi, Bovine Serum Albumin.
vii
ABSTRACT
Nama : Hadi Qudsi
Major : Pharmacy
Judul : Structure Modification of Ethyl p-Methoxycinnamate
Isolated from Kencur (Kaempferia galanga L.) with
Reduction Reaction and In Vitro Anti-inflammatory
Assay to the Result of Modification Compound
Isolation of ethyl p-methoxycinnamate from Kencur (Kaempferia galanga
L.) had been done by maseration using n-hexane with 2,564% yield. In this
research modify the structure of EPMS with reduction to exploring the structure
activity relationship of EPMS against the anti-inflammatory had been done.
Reduction of EPMS using sodium borohydried produces p-methoxycinnamate
acid in 9,513% yield. In vitro antiinflammatory activity assays performed by
using inhibition of BSA (bovine serum albumine) denaturation method. It was
found that in concentration 40 ppm, ethyl p-methoxycinnamate inhibit
denaturation of protein 35,624 % whereas p-methoxycinnamate acid 14,005 %. It
was showed that that modification in the ester group on the ethyl p-
methoxycinnamate could influence in anti-inflammatory activity
Key Word : isolation, ethyl p-methoxycinnamate, reduction, Bovine Serum
Albumin.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-
Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga L.) dengan
Metode Reaksi Reduksi serta Uji Aktivitas sebagai Antiinflamasi secara In Vitro”.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Progaram studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini tentu banyak
kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa,
bantuan dan bimbingan banyak pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih
penulis haturkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. MK.Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs.Umar Mansur, M.Sc.,Apt selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Supandi, M.Si., Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Ismiarni Komala,
M.Sc. Ph.D., Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu,
nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi.
4. Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan selama masa perkuliahan.
5. Bapak dan Ibu dosen, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan
bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
ix
6. Kedua orang tua tercinta, H. Ihwan HS dan Hj. Khozanah yang selalu ikhlas
memberikan dukungan moral, material, nasehat-nasehat, serta doa yang tiada
pernah putus.
7. Kakak Nurmansyah S.T yang selalu memberikan arahan dan semangat. Adik
tercinta,Ihda Laila yang selalu memberikan semangat.
8. Teman-teman Andalusia Farmasi Uin 2010 yang selalu menemani baik suka
maupun duka selama kuliah di farmasi uin.
9. Kak Lisna, Mbak Rani, Kak Rahmadi, Kak Tiwi, Kak Eris, Kak Liken yang
sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian di laboratorium.
10. Teman-teman seperjuangan Kencur dan BSA : Ivo, Mirza dan Finti, Ninik.
Terima kasih sebanyak-banyaknya atas segala bantuannya.
11. Teman-teman seperjuangan selama penelitian dilab : Dwikky, Hanny, Liana,
Rifa, Salma, Biela, Deni dll yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu tanpa
mengurai rasa terima kasih atas dukungan dan semangatnya
12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan
penulisan.
Semoga semua bantuan yang diberikan diberikan balasan yang setimpal
dar Allah SWT. Menyadari bahwa pengetahuan yang penulis miliki terbatas
dan penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun penulis nantikan dan semoga skripsi ini bisa
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan
UIN dan masyarakat pada umumnya.
Jakarta, 17 Oktober 2014
Penulis
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hadi Qudsi
NIM : 1110102000066
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul :
MODIFIKASI STRUKTUR SENYAWA HASIL REDUKSI ETIL P-
METOKSISINAMAT YANG DIISOLASI DARI KENCUR (Kaempferia
galanga L.) DENGAN METODE REAKSI REDUKSI SERTA UJI
ANTIINFLAMASI SECARA IN VITRO
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 17 Oktober 2014
Yang menyatakan,
HADI QUDSI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
1.5 Hipotesis ............................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
2.1 Tanaman Kencur ................................................................................. 4
2.1.1 Klasifikasi ................................................................................... 5
2.1.2 Kandungan Kimia ....................................................................... 5
2.2 Spesifikasi Etil p-Metoksisinamat ....................................................... 6
2.3 Natrium Borohidrida (NaBH4) ............................................................. 7
2.4 Reaksi Reduksi ..................................................................................... 7
2.5 Identifikasi............................................................................................ 8
2.5.1 Kromatografi ............................................................................. 8
2.5.1.1 Kromatografi Lapis Tipis ............................................... 9
2.5.1.2 Kromatografi Kolom ...................................................... 11
2.5.1.3 Kromatografi Gas- Spektrometri Mass ........................... 12
2.5.2 Spektrofotometri ......................................................................... 13
2.5.2.1 Spektrofotometri Infra Merah ....................................... 13
2.5.2.1 Spektrofotometri Resonansi Magnetik .......................... 14
2.6 Uji Antiinflamasi .................................................................................. 15
BAB III METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 16
3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................. 16
3.1.1 Tempat ........................................................................................ 16
3.1.2 Waktu ......................................................................................... 16
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 16
3.2.1 Alat ............................................................................................. 16
3.2.2 Bahan ......................................................................................... 16
3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................. 17
xii
3.3.1 Isolasi Kaempferia Galanga Linn ............................................... 17
3.3.2 Reaksi Reduksi Senyawa EPMS dengan NaBH4 ....................... 18
3.4 Uji Aktivitas Antiinflamasi ............................................................... 18
3.4.1 Pembuatan Reagen ...................................................................... 18
3.4.2 Pengukuran Aktivitas Antiiflamasi secara In Vitro .................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 21
4.1 Isolasi Etil p-Metoksisinamat ............................................................... 21
4.1.1 Hasil Determinasi Kaempferia galanga L ................................. 21
4.1.2 Hasil Isolasi Etil p-metoksisinamat ............................................. 21
4.1.3 Hasil Identifikasi Etil p-metoksisinamat .................................... 22
4.2 Modifikasi struktur Etil p-metoksisinamat dengan reaksi reduksi
menggunakan NaBH4 ................................................................................ 29
4.2.1 Identifikasi Senyawa Hasil Reduksi............................................ 30
4.3 Uji Antiinflamasi dan Hubungan Struktur terhadap Aktifitas
Senyawa Hasil reduksi ............................................................................... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 38
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 38
5.2 Saran ..................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 39
LAMPIRAN ....................................................................................................... 40
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tanaman Kencur .......................................................................... 4
Gambar 2.2 Rimpang Kencur .......................................................................... 4
Gambar 2.3 Etil p-metoksisinamat .................................................................. 6
Gambar 4.1 Hasil KLT Isolat Kencur .............................................................. 22
Gambar 4.2 Spektrum IR Etil p-metoksisinamat ............................................. 23
Gambar 4.3 Spektrum GCMS Etil p-metoksisinamat (Umar et al., 2008) ...... 25
Gambar 4.4 Spektrum GCMS Etil p-metoksisinamat ...................................... 26
Gambar 4.5 Spektrum 1H-NMR Etil p- metoksisinamat ................................. 27
Gambar 4.6 Struktur senyawa EPMS .............................................................. 28
Gambar 4.7 Hasil KLT EPMS (E) dan senyawa hasil reduksi (R) .................. 29
Gambar 4.8 Spektrum FT-IR Senyawa hasil reduksi ...................................... 31
Gambar 4.9 Kromatogram GCMS Senyawa hasil reduksi .............................. 33
Gambar 4.10. Spektrum 1H-NMR Senyawa hasil reduksi .................................. 34
Gambar 4.11 Struktur Senyawa hasil reduksi .................................................... 35
Gambar 4.12 Reaksi Reduksi Etil p-metoksisinamat......................................... 35
Gambar 4.13 Kurva % Inhibisi Uji Antiinflamasi ............................................. 36
Gambar 4.14 Struktur Kimia (1) EPMS, (2) Senyawa hasil reduksi ................. 37
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Daerah spektrum IR Isolat Kencur ( EPMS) ...................................... 23
Tabel 4.2 Hasil Analisis Spektrum 1H-NMR 500 MHz EPMS .......................... 28
Tabel 4.3 Daerah Spektrum IR Senyawa . .......................................................... 32
Tabel 4.4 Hasil Analisis Spektrum 1H-NMR 500 MHz EPMS dan Senyawa
hasil reduksi ........................................................................................ 34
Tabel.4.5 Hasil Uji Antiinflamasi EPMS dan Senyawa Turunannya ................ 37
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema isolasi EPMS dari kencur (kaempferia galanga L) .......... 42
Lampiran 2. Skema reduksi EPMS ................................................................... 43
Lampiran 3. Determinasi Tanaman Kencur ...................................................... 44
Lampiran 4. Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak ......................................... 45
Lampiran 5. Perhitungan Bahan....................................................................... 47
Lampiran 6. Perhitungsn Nilai Rf .................................................................... 48
Lampiran 7. Setifikat Analisis NaBH4 ............................................................. 49
Lampiran 8. Tabel Hasil Uji Antiinflamasi ...................................................... 50
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi ............................................ 51
Lampiran 10. Gambar-gambar ............................................................................ 53
xvii
DAFTAR ISTILAH
EPMS Etil p-Metoksisinamat
BSA Bovine Serum Albumine
Kg Kilogram
g Gram
mg Milligram
L Liter
mL Mililiter
GCMS Gas Chromatography Mass Spectrometer
FT-IR Fourier Transform Infra Red
KLT Kromatografi Lapis Tipis
NMR Nuclear Magnetic Resonance
UV UltraViolet
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara kepulauan terbesar yang
memiliki keanekaragaman hayati nomor tiga setelah Brazil dan Kongo (Maryanto
et al., 2013), oleh karena itu Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam
penyediaan atas bahan baku tumbuhan obat. Kekayaan alam tumbuhan obat di
Indonesia terdiri atas 30.000 jenis dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia
(Nugroho, 2010), dimana 7.500 jenis tumbuhan telah digunakan secara turun-
temurun dalam pengobatan tradisional di Indonesia (Maryanto et al., 2013).
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tumbuhan yang
dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai nilai
ekonomis cukup tinggi (Rostiana et al., 2003). Etil p-Metoksisinamat (EPMS)
adalah salah satu produk alam yang terdapat pada kencur yang termasuk dalam
kelompok minyak atsiri dan mempunyai jumlah yg relatif besar yaitu 31,77% dari
total 2,4%-2,9% minyak atsiri.
Inflamasi adalah suatu respon yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan pada jaringan yang berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, atau
melokalisasi baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera (Erlina et al.,
2007). Obat non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) biasa digunakan
untuk pengobatan inflamasi, tetapi dalam penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan efek samping yaitu tukak lambung. Dalam studi secara in vitro,
EPMS secara non-selektif menghambat aktivitas enzim COX-1 dan COX-2
(Umar et al., 2012), dimana enzim ini berguna dalam pembentukan prostaglandin
yang merupakan mediator inflamasi (Gosal et al., 2012).
EPMS mempunyai gugus fungsi yang reaktif sehingga dapat
ditransformasikan menjadi gugus fungsi lain yang lebih aktif (Subakti, 1985), oleh
karena itu EPMS bisa menjadi bahan awal sintesis/modifikasi untuk penelitian
lebih lanjut terhadap aktivitas antiinflamasinya. Beberapa contoh modifikasi
senyawa EPMS yang telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya
seperti adisi brom pada EPMS dalam pelarut CCl4 menjadi dibromo etil p-
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
metoksisinamat (Surbakti, 1985), reduksi EPMS dengan logam natrium dan etanol
kering menjadi p-metoksisinamaldehida (Surbakti, 1985), amidasi EPMS dengan
etanolamin menghasilkan etil p-metoksisinamida (Barus, 2009).
Reaksi reduksi merupakan salah satu transformasi yang paling penting
dalam sintesis organik dan natrium borohidrida (NaBH4) sebagai reduktor yang
paling umum (Saeed et al., 2006). Modifikasi EPMS dengan reaksi reduksi
diharapkan menghasilkan suatu senyawa baru turunan esternya yang dapat
memberikan pengaruh terhadap aktivitas antiinflamasinya. Seperti pada turunan
naftalenasetat, mereduksi gugus karboksilat menjadi alkohol atau aldehid senyawa
tetap aktif sebagai analgesik (Siswandono, 2000).
Senyawa hasil reduksi selanjutnya diuji aktivitas antiinflamasi secara in
vitro menggunakan bovine serum albumin dengan prinsip inhibisi denaturasi
protein (William et al., 2002), pengujian ini dipilih karena waktu analisa yang
cepat dengan menggunakan sampel yang sedikit dan merupakan uji pendahuluan
yang dilakukan sebagai skrining awal aktivitas antiinflamasi.
Denaturasi protein adalah salah satu parameter bila terjadi inflamasi dan
arthritis rhematoid, produksi auto-antigen pada penyakit arthritis dapat
menyebabkan denaturasi protein secara in vivo. Oleh karena itu menggunakan
agen yang dapat mencegah denaturasi protein akan bermanfaat dalam
perkembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al., 2012). Menurut William et al
(2002) senyawa yang mempunyai % inhibisi lebih besar dari 20% dianggap
mempunyai efek antiinflamasi dan dapat digunakan untuk pengembangan obat
baru.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah produk akhir dari proses reaksi reduksi etil p-metoksisinamat ?
2. Apakah hasil reduksi senyawa etil p-metoksisinamat mempunyai
aktivitas antiinflamasi?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Melakukan modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat dengan
menggunakan metode reaksi reduksi.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Menguji aktivitas antiinflamasi senyawa dari hasil reaksi reduksi etil
p-metoksisinamat.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan data ilmiah tentang produk akhir dari proses reaksi
reduksi etil p-metoksisinamat.
2. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang reduksi etil p-
metoksisinamat mempengaruhi aktivitas antiinflamasinya.
1.5 Hipotesis
Reduksi senyawa etil p-metoksisinamat memberikan pengaruh terhadap
aktivitas antiinflamasinya
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
1.1 Tanaman Kencur (Kaempferia galanga L)
Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia,
termasuk jenis herba berbatang semu pendek, bahkan tidak berbatang. Memiliki
jumlah daun 2-4 helai dan letaknya saling berlawanan (Afriastini, 2002). Daun
kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah, panjang
daun 10-12 cm dengan lebar 8-10 cm berdaging agak tebal, mudah patah,
berbentuk elips, melebar atau bundar (Backer,C.A. 1986).
Rimpangnya kokoh bercabang banyak, rapat seperti umbi, tidak berserat
dan berdiameter sampai 1,5 cm, kulit rimpang berwarna coklat mengkilap, licin
dan tipis sedangkan bagian dalam berwarna putih berair dengan aroma yang tajam
(Afriastini, 2002). Bunga kencur berwarna putih berbau harum tumbuh diantara
helai daun yang letaknya diatas, berjumlah 4- 12. Kelopak dan mahkota bunga
berjumlah 3 helai dan bakal buah tenggelam.
Gambar 2.1 Tanaman Kencur Gambar 2.2 Rimpang Kencur
(Sumber : Koleksi Pribadi)
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.1 Klasifikasi
Secara Taksonomi Kaempferia galanga L dapat diklasifikasikan:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Traecheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L
Nama lain Kaempferia galanga L di berbagai daerah di Indonesia adalah
sebagai berikut :
Kencur (Jawa), Ceuko (Aceh), Tekur (Gayo), Kopuk (mentawai), cakue
(minang), Cokur (Lampung), Cikur (Sunda), Cekuh (Bali), Cekur (Lombok),
Cekir (Sumba), Cakuru (Makasar), Ceku (Bugis), Suha (Seram), Sahulu (Ambon),
Onegai (Buru).
2.1.2 Kandungan Kimia Kaempferia galanga L
Kaempferia galanga L. mempunyai kandungan kimia salah satunya
minyak atsiri, sebesar 2,4-2,9 % yang terdiri atas Etil p-metoksisinamat (31,77%),
metil sinamat (23,23%), karvon (11,13%), eucalyptol (9,59%), penta dekana
(6,41%), borneol (2,87%) kamfen (2,47%), benzene (1,33%), α-pinen (1,28%)
(Tewtrakul et al., 2005). Selain itu konstituen lain rimpang adalah sineol, borneol,
3-karen, kamphene, kaempferal, sinamaldehid, asam p-metoksisinamat, etil
sinamat dan p-metoksisinamat (Mohanbabu et al., 2010)
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Spesifikasi Etil p-metoksisinamat
Gambar 2.3 Etil p-Metoksisinamat
(https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=5281783&loc=ec_
rcs#x281)
Etil p-metoksisinamat (ethyl 3-(4-methoxyphenyl)prop-2-enoate) atau
C12H14O3 merupakan salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur
(Kaempferia galanga L) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu
pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. (Taufikurohmah et al., 2008)
Berat molekul : 206.237 g/mol
Bentuk : kristal
Warna : putih
Bau/aroma : harum seperti aroma khas kencur
Titik leleh : 40-50oC
(Nugraha et al., 2012)
EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin
benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang
mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat
menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil
asetat, metanol, air, dan heksan. kepolaran EPMS lebih mendekati heksan karena
dalam EPMS ada dua gugus yang mendukung sifat nonpolar sedang gugus yang
mendukung ke arah polar hanya satu. (Taufikurohmah et al., 2008)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Natrium Borohidrida (NaBH4)
NaBH4 merupakan reduktor yang larut dalam air. NaBH4 merupakan agen
pereduksi umum untuk aldehida, keton, asam klorida dan anhidrida. Mempunyai
selektivitas kimia yang tinggi atau reduktor cukup kuat. Oleh karena itu, kekuatan
reduksi dari NaBH4 bisa untuk mereduksi asam, ester, halida, amida, lakton dan
fungsi laktam. NaBH4 menjadi sangat populer sebagai reduktor pilihan dalam
sintesis bahan aktif skala besar dalam aplikasi reduksi aldehida/keton (Fessenden.,
1986).
Adapun spesifikasi dari NaBH4 adalah sebagai berikut :
Sinonim : Sodium borohydride, Natrium borohydride
Berat Molekul : 37,85
Densitas : 1,07 g/cm3
Bentuk : kristal padat
Warna : putih
Titik didih : 500oC
Titik leleh : 400oC
Beberapa kelebihan NaBH4 sebagai agen pereduksi antara lain :
Aman dalam hal penyimpanan, penggunaan dan penanganan
Pelarut yang biasa digunakan seperti air dan metanol
2.4 Reaksi Reduksi
Secara umum, konsep tentang reaksi reduksi terdapat 3 deskripsi
pengertian. Pertama, konsep reaksi reduksi didasarkan pada keterlibatan oksigen.
Reaksi yang melepaskan oksigen dinamakan reaksi reduksi (Gebelein, 1997).
Contoh reaksi reduksi:
Pelepasan oksigen dari senyawanya
- 2Fe2O3 4Fe + 3O2
- 2Ag2O 4Ag + O2
Kedua, reaksi reduksi ditinjau dari serah terima elektron. Reaksi reduksi
menerima elektron.
Contoh : reaksi antara Na dan Cl2 membentuk NaCl
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada reaksi ini Na melepaskan 1 elektron, lalu diterima Cl
- 2Na + Cl2 2NaCl atau Na + ½Cl2 NaCl
Serah terima elektron yang terjadi:
- Na Na+ + e Na melepas elektron (oksidasi)
- ½Cl2 + e Cl- Cl menerima elektron (reduksi)
Dan yang ketiga, reaksi reduksi didasarkan pada perubahan bilangan
oksidasi. Bilangan oksidasi (biloks atau bo) adalah bilangan yang menunjukkan
muatan yang disumbangkan oleh atom unsur tersebut pada molekul atau ion yang
dibentuknya. Misalnya pada NaCl yang terbentuk melalui ikatan ion, maka
bilangan oksidasi Na adalah +1 dan bilangan oksidasi Cl adalah -1. Untuk
senyawa HCl yang terbentuk melalui ikatan kovalen, H lebih elektropositif
mempunyai bilangan oksidasi +1, sedangkan Cl lebih elektronegatif mempunyai
bilangan oksidasi -1 (Gebelein, 1997).
Sedangkan dalam bidang sintesis organik, reaksi reduksi merupakan salah
satu transformasi yang penting, dimana reduksi adalah meningkatnya kerapatan
elektron suatu karbon disebabkan oleh terbentuknya suatu ikatan antara C dengan
atom yang kurang elektronegatif seperti H atau dengan memutus ikatan antara C
dengan atom elektronegatif sepeti O, N, atau halogen (Murry, 2008) dan natrium
borohidrida (NaBH4) sebagai reduktor yang umum (Saeed et al., 2006).
2.5 Identifikasi
2.5.1 Kromatografi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat
diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan,
1995).
Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi
diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut
dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau
gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap, seperti
halnya penyerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau
dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam
dan fase gerak.
Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dalam
Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas,
Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih
bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi
kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk
pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran.
Kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi kedua-duanya
membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan umumnya merupakan metode
dengan resolusi tinggi yang dapat mengidentifikasi serta menetapkan secara
kuantitatif bahan dalam jumlah yang sangat kecil (Departemen Kesehatan, 1995).
Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang
inert berfungsi sebagai fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang
utama dalam kromatografi gas-cair, kromatografi kertas,dan bentuk kromatografi
kolom yang disebut kromatografi cair-cair. Dalam praktek, seringkali pemisahan
disebabkan oleh suatu kombinasi efek adsorpsi dan partisi (Departemen
Kesehatan, 1995).
2.5.1.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisah berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat
atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (Stahl Egon, 1985).
Tempatkan pada 2 sisi di sebelah dalam bejana kromatografi, 2 helai
kertas saring, tinggi 18 cm, lebar sama dengan panjang bejana. Masukkan lebih
kurang 100 mL pelarut ke dalam bejana kromatografi, (hingga tinggi pelarut 0,5
cm sampai 1 cm dari dasar bejana), tutup kedap dan biarkan sistem mencapai
keseimbangan; kertas saring harus basah seluruhnya. Dapat juga seluruh sisi
bejana dilapisi dengan kertas saring. Dalam kedua hal itu, kertas saring harus
selalu tercelup ke dalam pelarut pada dasar bejana. Bila penjenuhan dalam bejana
dengan cara tersebut di atas tidak dikehendaki, maka hal ini akan dinyatakan
dalam masing-masing monografi (Stahl Egon, 1985).
Totolkan Larutan uji dan Larutan baku, menurut cara yang tertera pada
masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih
kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering. (Tepi bawah
lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat membuat
lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap terhindarkan gangguan fisik terhadap
zat penjerap pada waktu penotolan (dengan pipet atau penotol lainnya) atau
selama bekerja dengan lempeng (Stahl Egon, 1985).
Beri tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan.
Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di
sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam
bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi titik penotolan jangan
sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya, dan biarkan sistem
hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya
diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari
bejana , buat tanda batas rambat pelarut, keringkan lempeng di udara,dan amati
bercak mula-mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan
kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat
jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap
bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan,
semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding (Departemen
kesehatan, 1995).
2.5.1.2 Kromatografi Kolom
Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana,
terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan
untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan,serta
untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata
di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat
pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat
dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain.
Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan
cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan
anti bocor pada ujung bawah tabung utama. Ukuran kolom bervariasi; kolom yang
umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150
mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya
berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm,dapat dilengkapi dengan sebuah
kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti.Batang
pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai
yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali bila
dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya
mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm
melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm
lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995)..
Zat penjerap atau fase diam yang digunakan bisa berupa aluminium oksida
yang telah diaktifkan, silika gel, atau tanah silika yang dimurnikan dalam keadaan
kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung
kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil
pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat
penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan
penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan
pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau dengan memberikan
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tekanan, masing-masing zat bergerak tururn dalam kolom dengan kecepatan
tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram (Departemen
kesehatan, 1995).
2.5.1.3 Kromatografi Gas – Spektrometer Gas (GC-MS)
Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan
gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi
dapat saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan
spektrometer massa (GC-MS). Kedua alat dihubungkan dengan satu interfase.
Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai
komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi
untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada
sistem kromatografi gas. Dari kromatogram GC-MS akan diperoleh informasi
jumlah senyawa yang terdeteksi dan dari spektra GC-MS akan diperoleh
informasi struktur senyawa yang terdeteksi.
Dalam kromatografi gas, pemisahan terjadi ketika sampel diinjeksikan ke
dalam fase gerak. Fase gerak yang biasa digunakan adalah gas inert seperti
Helium. Fase gerak membawa sampel melalui fase diam yang ditempatkan dalam
kolom. Sampel dalam fase gerak berinteraksi dengan fase diam dengan kecepatan
yang berbeda-beda. Saat terjadi interaksi, yang tercepat akan keluar dari kolom
lebih dulu, sementara yang lambat keluar paling akhir. Komponen-komponen
yang telah terpisah kemudian menuju detektor.
Detektor akan memberikan sinyal yang kemudian ditampilkan dalam
komputer sebagai kromatogram. Pada kromatogram, sumbu x menunjukkan
waktu retensi, RT (Retention Time), waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi
berakhir), sedang sumbu y menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor, selain
memberikan sinyal sebagai kromatogram, komponen-komponen yang telah
terpisah akan ditembak elektron sehingga terpecah menjadi fragmen-fragmen
dengan perbandingan massa dan muatan tertentu (m/z). Fragmen-fragmen dengan
m/z ditampilkan komputer sebagai spektra massa, dimana sumbu x menunjukkan
perbandingan m/z sedangkan sumbu y menunjukkan intensitas. Dari spektra
tersebut dapat diketahui struktur senyawa dengan membandingkannya dengan
spektra massa standar dari literature yang tersedia dalam komputer. Pendekatan
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pustaka terhadap spektra massa dapat digunakan untuk identifikasi bila indeks
kemiripan atau Similarity Indeks (SI) berada pada rentangan ≥ 80 % (Howe,
1981).
2.5.2 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering
digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet,
cahaya tampak, inframerah dan serapan atom (Departemen kesehatan, 1995).
2.5.2.1 Spektrofotometri Infra Merah
Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di
daerah inframerah terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan
menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm-1 hingga 625 cm-1 (lebih
kurang 2,5 πm hingga 16 πm) dan suatu metode untuk mengukur perbandingan
intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang (Departemen
kesehatan, 1995).
Setiap molekul memiliki karakteristik spectrum inframerah yang berbeda-
beda baik dalam posisi maupun intensitas pita absorbsinya Spektrum yang
diperoeh merupakan hubungan antara bilangan gelombang (cm-1
) dan persen
transmittan. Spektrum IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi.
Fourier Transform (FT) dapat memisahkan masing-masing frekuensi
absorbsi dari interferogram. Tipe dari instrumen ini dikenal dengan Fourier
transform infrared spectrometer (FT-IR). Keuntungan dari instrumen ini adalah
dapat diperoleh interferogram kurang dari satu detik. Hal ini memungkinkan
untuk mendapatkan banyak inferogram pada sampel yang sama dan
mengakumulasikannya dalam memori komputer. Interferogram merupakan sinyal
yang kompleks akan tetapi, pola gelombangnya mengandung semua frekuensi
yang mengindikasikan sebagai spektrum IR. Interferogram merupakan plot antar
intensitas dengan frekuensi (Pavia.et.al,. 2001)
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.2.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti
Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti (SMR) atau Nuclear Magnetic
Resonance (NMR) merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi struktur atom
dari suatu molekul secara lebih spesifik (Stahl Egon, 1985).
NMR adalah metode spektroskopi yang lebih penting dibandingkan
dengan IR. IR dapat memberikan informasi gugus fungsi yang ada pada suatu
senyawa, sedangkan NMR memberikan informasi mengenai nomor atom.
Kombinasi data dari IR dan NMR dapat digunakan untuk menentukan struktur
suatu molekul (Pavia.et al., 2001).
Spektrofotometri NMR berhubungan dengan sifat magnet dari berbagai
inti dan juga untuk menentukan berbagai letak inti tersebut dalam suatu molekul.
Seperti dengan menggunakan spektroskopi resonansi magnetik proton dapat
diketahui jenis lingkungan atom hidrogen dan jumlahya pada atom karbon
tetangga. Spektroskopi yang sering digunakan adalah spektroskopi ¹H dan ¹³C-
NMR karena atom hidrogen dan karbon selalu ada dalam setiap molekul senyawa
organik (Willard et al., 1948).
Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut :
a. Magnet
Merupakan suatu alat tambahan yang berguna untuk menstabilkan medan
magnet.
b. Probe sampel
Tempat meletakkan sampel dan tempat terjadinya resonansi.
c. Sumber dan detektor radiasi radioaktif
Merekam perubahan magnetisasi sampel dan peluruhannya yang
disebabkan oleh pengaruh waktu.
d. Rekorder data
Memberikan informasi berupa sinyal yang dikirim kesuatu komputer
untuk dìproses, diakumulasi lalu ditransformasikan secara otomatis (Atta-
ur-Rahman, 1986; Willard et al., 1948)
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Uji Antiinflamasi
Uji-uji dalam penelitian farmakologi tidak hanya bisa menggunakan
hewan coba atau in vivo, Beberapa metode in vitro dapat digunakan dalam
mengetahui potensi atau aktivitas antiinflamasi dari suatu obat, kandungan kimia
dan preparat herbal. Teknik-teknik yang bisa digunakan antara lain adalah
pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi),
penghambatan denaturasi protein, stabilisasi membran eritrosit, stabilisasi
membran lisosomal, tes fibrinolitik dan agregasi trombosit (Oyedapo et al., 2010).
Pada penelitian ini, uji antiinflamasi dilakukan dengan cara inhibisi
denaturasi protein yang merupakan uji untuk skrining awal aktivitas antiinflamasi,
dimana denaturasi protein adalah salah satu parameter bila terjadi inflamasi dan
rematik. Oleh karena itu menggunakan agen yang dapat mencegah denaturasi
protein akan bermanfaat dalam perkembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et
al., 2012).
Bovine serum albumin (BSA) merupakan salah satu protein yang dapat
digunakan untuk uji antiinflamasi. Larutan BSA dalam tris-buffer saline pH 6,3
ditambahkan larutan sampel dalam metanol kemudian larutan diinkubasi selama
30 menit pada suhu + 25oC lalu di panaskan di waterbath selama 5 menit pada
suhu + 72oC, setelah dipanaskan larutan didiamkan selama 25 menit pada suhu
ruang didinginkan lalu dianalisis dengan Spektrofotometri UV dan menggunakan
persamaan :
% inhibisi =
x 100 %
Dimana senyawa yang mempunyai % inhibisi lebih besar dari 20%
dianggap mempunyai efek antiinflamasi dan dapat digunakan untuk
pengembangan obat baru (William et al., 2008)
16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
3.1.1 Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratrium Penelitian 1 dan 2,
Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Prodi Farmasi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.1.2 Waktu
Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret 2014 sampai dengan
bulan Agustus 2014.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Labu bermulut dua, alat refluks, gelas ukur, batu stirer, becker
glass, timbangan analtik, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, tabung
reaksi, kertas saring, corong, vial, pH meter, allumunium foil, erlenmeyer,
chamber, plat KLT, vacuum rotary evaporator, hotplate, termometer,
lemari asam, sinar UV, spektrofotometer UV (HITACHI), Gas
Chromatography Mass Spectrometer (AGILENT), spektrofotometer FT-
IR (SHIMADZU), spektrofotometer 1H-NMR (500MHz, JEOL).
3.2.2 Bahan
Senyawa etil p-metoksisinamat yang merupakan hasil isolasi dari
kencur (Kaempferia galangga L)
a. Pereaksi
Reaksi reduksi : Natrium Borohidrida (NaBH4) (Sigma-Aldrich)
dalam Metanol (Merck)
b. Bahan kimia
Aquadest, Metanol p.a (Merck), HCl 2 N (Merck), Etil asetat (Merck),
n-Heksan (Merck), Asam asetat glasial (Merck), Natrium klorida
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Merck), tris base (Merck), Natrium diklofenak (Dipharma), Bovine
Serum Albumin (BSA) fraksi V kemurnian 96% (Sigma-Aldrich).
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Isolasi Etil p-metoksisinamat dari Kaempferia galanga Linn
Sampel tumbuhan kencur yang berasal dari kebun instalasi Balitro
(Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Cicurug-Sukabumi
dideterminasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian
Biologi, LIPI Cibinong, Bogor.
Sebanyak 8 Kg kencur dibersihkan, dicuci dengan air mengalir,
diiris tipis lalu di jemur sampai kering tanpa terkena sinar matahari
langsung. Setelah kering, rajangan kencur diblender sampai halus lalu
dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan yang telah didestilasi
sebanyak 1,7 L dengan waktu perendaman 5 hari sambil sesekali
dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari disaring sehingga diperoleh ampas
dan filtrat. Ampas ditambah kembali n-heksan sebanyak 1,7 L. Proses
maserasi dilakukan sebanyak 3 kali. Seluruh filtrat hasil maserasi
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator, kemudian filtrat pekat ini
didiamkan pada suhu kamar selama 1 hari sampai terbentuk kristal.
Kristal yang terbentuk dipisahkan dengan penyaringan, lalu
dimurnikan dengan proses pencucian menggunakan n-heksan dan
direkristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dengan
beberapa tetes metanol kemudian dibiarkan pada suhu kamar hingga
terbentuk kristal kembali (Afrizal et al., 1999).
Dihitung rendemennya.
% rendemen =
x 100 %
Kemudian dilakukan identifikasi EPMS yang didapat dengan KLT
lalu diidentifikasi lebih lanjut dengan spektrofotometri FT-IR, GC-MS dan
H-NMR (500 MHz, JEOL).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2 Reaksi Reduksi Senyawa Etil p-Metoksisinamat dengan NaBH4
1,5 g EPMS dimasukkan dalam labu reaksi kemudian ditambah
serbuk natrium borohidrida 1,65 g didiamkan selama 15 menit lalu
ditambah metanol 15 mL, diaduk dengan magnetic stirrer pada temperatur
70OC (refluks). Reaksi berjalan selama 3 jam, setelah reaksi selesai
dilakukan uji KLT. Lalu campuran reaksi didinginkan dalam suhu
ruangan, kemudian ditambahkan dengan HCl 2N 15 mL. Diekstraksi
dengan etil asetat (3 x 15 mL). Fase etil asetat diuapkan dengan vacuum
rotary evaporator, hasil evaporasi diuji KLT dan dibandingkan dengan
standar EPMS. Jika masih ada spot EPMS (starting material), maka
dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi kolom dengan
fase diam berupa silica gel sebanyak 20,08 g serta eluen n-heksan dan etil
asetat (4:1) sebagai fase gerak. Kemudian dilakukan uji KLT untuk
memastikan bahwa tidak ada lagi spot EPMS. Identifikasi senyawa hasil
reduksi dilakukan dengan spektrofotometri FT-IR, GC-MS dan
spektrofotometer 1H-NMR (500 MHz, JEOL). (Da Costa et al., 2006).
3.4 Uji Aktivitas Antiinflamasi secara In Vitro
3.4.1 Pembuatan reagen
1. Pembuatan Tris –Buffer Saline (TBS)
Sebanyak 605,0 mg Tris base dan 4,35 g NaCl dilarutkan dalam 400 mL
aquadest kemudian pH diatur dengan asam asetat glasial hingga mencapai
6,3. Lalu dicukupkan dengan aquadest sampai 500 mL.
2. Pembuatan larutan BSA 0,2% dalam TBS
Sebanyak 0,5 g BSA dimasukkan dalam labu ukur 250 mL, kemudian
dilarutkan dengan TBS 250 mL.
3. Pembuatan variant konsentrasi Na diklofenak ( Kontrol positif )
Sebanyak 40,0 mg Natrium diklofenak dilarutkan didalam labu ukur 10
mL dengan metanol dicukupkan hingga volume 10 mL, sehingga
didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 4000 ppm. Kemudian
dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Pembuatan kontrol negatif
Sebanyak 100 µL metanol ditambahkan dengan larutan BSA 0,2% dalam
TBS kedalam labu ukur hingga volume 10 mL.
5. Pembuatan variant konsentrasi EPMS (Sampel uji 1)
Sebanyak 40,0 mg EPMS dilarutkan didalam labu ukur 10 mL dengan
metanol dicukupkan hingga volume 10 mL, sehingga didapatkan larutan
induk dengan konsentrasi 4000 ppm. Kemudian dilakukan pengenceran
menjadi 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.
6. Pembuatan variant konsentrasi senyawa hasil modifikasi (Sampel uji 2)
Sebanyak 40,0 mg senyawa hasil reduksi dilarutkan didalam labu ukur 10
mL dengan metanol dicukupkan hingga volume 10 mL, sehingga
didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 4000 ppm. Kemudian
dilakukan pengenceran menjadi 2000, 1000, 500, dan 250 ppm.
3.4.2 Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi In vitro
1. Pembuatan larutan uji
Larutan uji (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan sampel yang kemudian
ditambah dengan larutan BSA 0,2% hingga volume 5 mL sehingga
didapatkan variant konsentrasi menjadi 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm.
2. Pembuatan larutan kontrol positif
Larutan kontrol positif (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan Na diklofenak
yang kemudian ditambah dengan larutan BSA 0,2% hingga volume 5 mL
sehingga didapatkan variant konsetrasi menjadi 40, 20, 10, 5, dan 2,5 ppm.
3. Pembuatan larutan kontrol negatif
Larutan kontrol negatif (5 mL) terdiri dari 50 µL metanol yang kemudian
ditambah dengan larutan BSA 0,2% hingga volume 5 mL.
Setiap larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu + 25oC lalu di
panaskan di waterbath selama 5 menit pada suhu + 72oC, setelah
dipanaskan larutan didiamkan selama 25 menit pada suhu ruang.
Selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis
(HITACHI) pada panjang gelombang 660 nm.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Persentase inhibisi dari denaturasi protein dikalkulasikan dengan
rumus berikut:
% inhibisi =
x 100 %
(Williams et al., 2008)
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi Etil p-Metoksisinamat
4.1.1 Hasil Determinasi Kaempferia galanga L
Tumbuhan kencur dideterminasi terlebih dahulu untuk memastikan
kebenaran tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini di Herbarium
Bogoriense Bidang botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong,
Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan
adalah kencur (Kaempferia galanga L) (Lampiran 3).
4.1.2 Hasil Isolasi Etil p-metoksisinamat
Isolasi senyawa EPMS dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu
preparasi simplisia dari kencur segar sebanyak 8 Kg diproses hingga
menjadi simplisia, diperoleh serbuk simplisia sebanyak 858 g. Simplisia
dimaserasi dengan pelarut n-heksan lalu disaring, filtrat yang berwarna
kekuningan kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator,
filtrat pekat didiamkan di suhu ruang menghasilkan kristal kuning lalu
direkristalisasi dan menghasilkan kristal putih sebanyak 22 g (Lihat skema
isolasi pada Lampiran 1).
Rendemen Kristal :
% rendemen =
x 100% = 2,564%
Rekristalisasi bertujuan memurnikan suatu zat padat dari campuran
atau pengotornya dengan cara melarutkan kembali kristal dalam pelarut
yang cocok yaitu n-heksan dan ditambah beberapa tetes metanol, metanol
digunakan untuk melarutkan pengotor yang ada. Setelah direkristalisasi
diuji dengan KLT untuk memastikan hanya terdapat satu spot senyawa
murni, eluen yang digunakan n-heksan : etil asetat perbandingan 4:1,
didapatkan Rf = 0,697 (Gambar 4.1).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1 KLT Isolat Kencur
(visualisasi UV λ 245 nm)
4.1.3 Hasil Identifikasi Etil p-metoksisinamat
a. Pemerian
Bentuk : kristal putih
Bau : aroma khas kencur
Warna : putih gading
b. Titik Leleh
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat melting point
apparatus, rentang titik leleh senyawa EPMS ada pada 47-52oC.
c. Elusidasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat
Elusidasi senyawa EPMS menggunakan 3 alat yaitu
spektrofotometri FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi,
spektrofotometri 1H-NMR untuk mengetahui letak proton H pada
struktur, dan GCMS untuk mengetahui berat molekul senyawa serta
fragmentasi massa.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Spektrum IR isolat kencur ( EPMS)
Tabel 4.1 Daftar daerah spektrum IR isolat kencur ( EPMS)
Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1
)
C-H aril 3007 – 3045
C-H alifatik 2979 – 2842
C=O 1704
C=C aril 1629 – 1573
C-O 1367 – 1321
C-O aril 1252 -1210, 1029
Aromatik posisi para 829
Hasil penafsiran spektrum IR senyawa isolat kencur dari berbagai
bilangan gelombang absorbsi gugus fungsi yang spesifik pada tabel 4.1
dan gambar 4.2 yaitu pada bilangan gelombang v 3007 – 3045 cm-1
merupakan bilangan gelombang spesifik vibrasi ulur ikatan antar atom C-
H pada gugus aromatik. Ditemukan C=C pada bilangan gelombang v
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1629 – 1573 cm-1
dan C-H alifatik pada bilangan gelombang v 2979 –
2842 cm-1
yang juga menunjukkan keberadaan aromatik, munculnya
bilangan gelombang v 829 cm-1
menunjukkan aromatik disubstitusi para.
Pada bilangan gelombang v 1256 – 1210 cm-1
dan 1029 cm-1
terdapat C-O
aril yang berikatan pada aromatik.
Pita serapan pada bilangan gelombang v 1704 cm-1
spesifik dari
gugus C=O karbonil, dan bilangan gelombang C-O ditemukan pada v 1367
– 1321 cm-1
, dari kedua bilangan gelombang ini menunjukan adanya suatu
gugus ester.
Analisa kedua menggunakan GCMS, dimana menurut literatur
untuk senyawa EPMS menunjukkan bahwa senyawa tersebut muncul pada
waktu retensi 9,9 dengan berat molekul 206,4 serta memiliki fragmentasi
massa pada 161; 134; 118; 89; 77; 63; 51 (Umar et al., 2012) (Gambar
4.3).
Hasil interpretasi GCMS menunjukkan bahwa isolat kencur
muncul pada waktu retensi 9,932 dan memiliki berat molekul sebesar
206,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 103; 89; 77; 63; 51
(Gambar 4.4). Adapun fragmentasi yang terjadi pada senyawa isolat
kencur adalah :
O
O CH3
O
H3C
O
O
H3C
CH2
O
H3C
CH2
CH
CH
CH
CH
+
-OCH2CH -C
-OCH3
+
+
+ +
+
M+=206,0 m/z = 161m/z = 134
m/z = 103m/z = 77m/z = 51
C4H
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3 Spektrum GCMS Etil p-metoksisinamat (Umar et al., 2008)
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.4 Spektrum GCMS Etil p-metoksisinamat
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Analisa terakhir yaitu dengan 1H-NMR, dimana interpretasi analisa
NMR berupa nilai pergeseran kimia ( ), hasil analisa NMR dengan 1H-
NMR ditunjukan pada tabel 4.2 dan gambar 4.5
Gambar 4.5 Spektrum 1H-NMR Etil p-metoksisinamat
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Hasil analisis spektrum 1H-NMR 500 MHz EPMS
Posisi
pergeseran kimia ( ) (ppm)
(d6-DMSO)
( Umar et al.,2012)
pergeseran kimia ( ) (ppm)
(CDCl3)
1 1,24 (t,3H, J=12) 1,33 (t, 3H, J=7,15)
2 4,60 (q, 2H, J=11,5) 4,25 (q, 2H, J=7,15)
4 6,45 (d, 1H, J=16,5) 6,31 (d, 1H, J=15,6)
5 7,63 (m, 1H) 7,65 (d, 1H, J=16,25)
7 6,97 (d, 1H, J=14,5) 6,90 (d, 1H, J=9,05)
8 7,63 (m, 1H) 7,47 (d, 1H, J=8,45)
10 7,63 (m,1H) 7,47 (d,1H, J=8,45)
11 6,97 (d, 1H, J=14,5) 6,90 (d, 1H, J=9,05)
12 3,83 (s, 3H) 3,82 (s, 3H)
Gambar 4.6 Struktur Senyawa EPMS
Interpretasi NMR dibandingkan dengan hasil interpretasi pada
penelitian Umar (2012). Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada
pergeseran kimia 1,33 (3H) berbentuk triplet dan muncul di 4,25 (2H)
quartet, sinyal lebih downfield karena berikatan dengan oksigen. Sinyal
juga muncul di pergeseran kimia 3,83 (3H) berbentuk singlet, lebih
downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3). Pergeseran kimia
pada 6,31 (1H) berbentuk doublet berhubungan dengan pergeseran kimia
7,65 (1H) berbentuk doublet, dengan rentang konstanta kopling yang dekat
yaitu 15,6 dan 16,25 Hz, bentuk ini adalah gugus olefin dengan proton
berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran kimia 6,9 – 7,4 (4H)
merupakan proton-proton dari benzen dengan 2 substitusi. Sinyal ini
CH3
O
O
H3C
O
1
2
34
5
6
78
9
12
10
11
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah sinyal dari H 7/11 dan H 8/10, karena pola sinyal menunjukan
bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton
yang ekivalen lainnya.
Sehingga dari data interpretasi IR, GCMS, 1
H-NMR, dapat ditarik
kesimpulan bahwa senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga
L) adalah etil p-metoksisinamat.
4.2 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat (EPMS) dengan Reaksi
Reduksi menggunakan NaBH4
Reaksi reduksi etil p-metoksisinamat pada penelitian ini
menggunakan reduktor yakni Natrium Borohidrida (NaBH4) (lihat Lampiran
2) kemudian hasil reaksi diidentifikasi dengan KLT menggunakan silica gel
sebagai fase diam, serta fase gerak berupa eluen n- heksan dan etil asetat (4 :
1) dibawah sinar UV pada panjang gelombang 245 nm.
Gambar 4.7 Hasil KLT senyawa EPMS (E) dan hasil reduksi (R)
eluen n-heksan : etil asetat = 4:1 (visualisasi UV λ 245 nm)
KLT terhadap hasil reaksi reduksi dilakukan untuk membuktikan
bahwa senyawa hasil reaksi (R) tidak sama dengan starting material
(Gambar 4.7). Nilai Rf EPMS (E) adalah 0,697, sedangkan nilai Rf
senyawa hasil reaksi reduksi (R) adalah 0,116. Hasil dari reaksi reduksi
adalah senyawa yang berupa kristal putih dengan rendemen sebesar
9,513%
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
% Rendemen =
X 100 % = 9,513 %
4.2.1 Identifikasi Senyawa Hasil Reduksi
Identifikasi dimulai dengan melihat perbedaan nilai Rf senyawa
EPMS dan hasil reduksi menggunakan KLT dengan eluen n-heksan : etil
asetat dengan perbandingan 4:1 (lihat gambar 4.7), senyawa hasil reduksi
mempunyai nilai Rf = 0,116. beradasarkan nilai Rf dapat diketahui bahwa
tingkat kepolaran senyawa hasil reduksi lebih tinggi dibandingkan dengan
EPMS.
a. Pemerian senyawa hasil reduksi:
Warna : putih
Bau : tidak berbau
Bentuk : kristal
b. Titik leleh :
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat melting point
apparatus, rentang titik leleh senyawa hasil reduksi 172-176 oC.
c. Elusidasi struktur senyawa hasil reduksi
Elusidasi struktur senyawa hasil reduksi dilakukan dengan IR,
GCMS dan 1H-NMR. Penafsiran spektrum IR senyawa hasil reduksi dapat
dilihat pada tabel 4.3.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.8 Spektrum IR senyawa hasil reduksi
Terdapat pita serapan pada bilangan gelombang v 1650-1600 cm-1
menunjukan keberadaan aromatik serta muncul serapan pada bilangan
gelombang v 825,57 cm-1
yang menunjukkan aromatik disubstitusi para.C-
H alifatik ditemukan pada bilangan gelombang v 2946,39 cm-1
, dan pada
bilangan gelombang v 1227,74 terdapat C-O yang berikatan pada
aromatik. Pita serapan bilang gelombang v 1708 dan 1328,05 merupakan
serapan spesifik dari gugus C=O karbonil dan C-O menunjukkan adanya
gugus karboksilat dan diperkuat dengan munculnya pita serapan pada
bilangan gelombang v 3100-2700 cm-1
. Hal ini menunjukkan bahwa
modifikasi telah berhasil merubah gugus ester pada EPMS menjadi
karboksilat.
500750100012501500175020002500300035004000
1/cm
22.5
30
37.5
45
52.5
60
67.5
%T
29
46
.39
18
86
.46
17
08
.04
13
28
.05
12
27
.74
11
14
.90
10
30
.03
96
7.3
4
82
5.5
7
77
7.3
5
68
7.6
5
EPMS-2
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3 Daerah spektrum IR senyawa hasil reduksi
Ikatan Daerah Absorbsi (v, cm-1
)
OH 3100-2700
C-H alifatik 2946,39
C=O 1708
C=C aril 1650-1600
C-O 1328,05
C-O aril 1227,74
Aromatik posisi para 825,57
Analisa kedua menggunakan GCMS, senyawa hasil reduksi
muncul pada waktu retensi 9,648 yang memiliki berat molekul 178 dengan
fragmentasi 161; 133; 107; 89; 77; 63 (Gambar 4.9). Hasil fragmentasi
yang terjadi pada senyawa hasil reduksi adalah :
H3C
O
O
OH
H3C
O
O
H3C
O
CH2
H3C
O
CH
CH
+
M+= 178 m/z = 161m/z = 133
m/z = 107m/z = 77
+
-CO
-OCH3
+
++
-OH
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.9 Kromatogram GCMS senyawa hasil reduksi
Data analisa IR dan GCMS diperkuat dengan analisa 1H-NMR
adapun hasil analisis senyawa hasil reduksi ditunjukkan pada tabel 4.4 dan
gambar 4.10
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.10 Spektrum 1H-NMR senyawa hasil reduksi
Tabel 4.4 Hasil analisis spektrum 1H-NMR 500 MHz EPMS dan
senyawa hasil reduksi
Posisi
pergeseran kimia ( ) (ppm)
EPMS (CDCl3) Senyawa hasil reduksi (CD3OD)
1 1,33 (t, 3H, J=7,15) ---
2 4,25 (d, 2H, J=7,15) ---
4 6,31 (d, 1H, J=15,6) 7,62 (d, 1H, J= 15)
5 7,65 (d, 1H, J=16,25) 6,35 (d, 1H, J= 15)
7 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,96 (d, 1H, J= 10)
8 7,47 (d, 1H, J=8,45) 7,54 (d, 1H, J= 10)
10 7,47 (d,1H, J=8,45) 7,54 (d, 1H, J= 10)
11 6,90 (d, 1H, J=9,05) 6,96 (d, 1H, J= 10)
12 3,82 (s, 3H) 3,82 (s,3H)
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.11 Struktur senyawa hasil reduksi
Sinyal di pergeseran kimia 3,83 (3H) berbentuk singlet, lebih
downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3). Pergeseran kimia
pada 7,62 (1H) berbentuk doublet berhubungan dengan pergeseran kimia
6,35 (1H) berbentuk doublet, dengan rentang konstanta kopling yang sama
yaitu 15 Hz, bentuk ini adalah gugus olefin dengan proton berkonfigurasi
trans. Kemudian pada pergeseran kimia 6,96 – 7,54 (4H) merupakan
proton-proton dari benzen dengan 2 substitusi. Sinyal ini adalah sinyal dari
H 7/11 dan H 8/10, karena pola sinyal menunjukan bahwa 2 proton yang
ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya.
O
CH3
O
O
CH3
NaBH4 + Metanol
Refluks 3 jamO
CH3
OH
O
Gambar 4.12 Reaksi Reduksi Etil p-metoksisinamat
Sehingga dari data interpretasi IR, GCMS, 1
H-NMR, dapat ditarik
kesimpulan bahwa senyawa hasil reduksi dari etil p-metoksisinamat adalah
asam p-metoksisinamat.
4.3 Uji Antiiflamasi dan Hubungan Struktur terhadap Aktivitas Senyawa
Hasil Reduksi
Uji-uji dalam penelitian farmakologi tidak hanya bisa menggunakan
hewan coba. Menurut penelitian Chatterjee et al (2012) uji antiinflamasi secara in
vitro dapat dilakukan berdasarkan prinsip inhibisi denaturasi protein, dimana
OH
O
O
H3C
34
56
79
10
11
12
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
denaturasi protein adalah salah satu parameter bila terjadi inflamasi dan rematik.
Pada penelitian ini digunakan prinsip denaturasi protein sebagai skrining awal
antiinflamasi sehingga nantinya agen ini dapat berguna dalam pengembangan obat
antiinflamasi baru (William et al.,2008). Uji aktivitas inflamasi dilakukan
terhadap EPMS dan senyawa hasil reduksi EPMS dengan standar anitiinflamasi
yaitu Na diklofenak.
Pada uji inhibisi denaturasi BSA dengan rentang konsentrasi 50 ppm-
0,035 ppm dapat memberikan % inhibisi >20% dianggap memiliki aktivitas
sebagai antiinflamasi (William et al,2008).
Pada tabel 4.5 dapat dilihat hasil uji antiinflamasi EPMS dan senyawa
hasil reduksi EPMS. Senyawa standar Na diklofenak mulai aktif memberikan efek
pada konsentrasi 5 ppm yaitu dengan % inhibisi sebesar 23,789% dan pada
konsentrasi 40 ppm sebesar 83.92%.
Gambar 4.13 Kurva uji antiinflamasi
Senyawa EPMS yang telah diteliti oleh Umar et al (2012) secara in vivo
mempunyai aktivitas antiinflamasi dengan menghambat COX-1 dan COX-2,
mulai aktif memberikan efek pada konsentrasi 5 ppm dengan % inhibisi sebesar
25,888 % dan konsentasi 40 ppm sebesar 35,624 %.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 10 20 30 40 50
% In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva Uji Antiinflamasi
Na Diklofenak
EPMS
Senyawa Hasil Reduksi
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.14. Struktur kimia (1) EPMS, (2) Senyawa hasil reduksi
Senyawa hasil reduksi (Gambar 4.14), asam p-metoksisinamat yang
merupakan hasil reduksi mengalami penurunan aktivitas dimana % inhibisinya
dibawah 20% yaitu pada konsetrasi 5 ppm sebesar 9,028 % dan sampai 40 ppm
hanya sebesar 14,005 %.
Berdasarkan uji aktivitas ini dapat dianalisa bahwa modifikasi ester pada
EPMS menjadi turunannya yaitu asam karboksilat dapat menghilangkan efek
antiinflamasi, hal ini menunjukan bahwa ester pada EPMS mempunyai peranan
penting dalam memberikan aktivitas sebagai antiinflamasi.
Tabel. 4.5 Hasil uji antiinflamasi EPMS dan senyawa turunannya
No Sampel Konsentrasi % Inhibisi
1 Natrium
diklofenak
2,5 ppm 4,626
5 ppm 23,789
10 ppm 24,670
20 ppm 62,555
40 ppm 83,92
2 EPMS
2,5 ppm 8,935
5 ppm 25,888
10 ppm 28,751
20 ppm 29,897
40 ppm 35,624
3 Senyawa hasil
reduksi
2,5 ppm 7,407
5 ppm 9,028
10 ppm 10,185
20 ppm 10,995
40 ppm 14,005
O
O
H3C
O
CH3
OH
O
H3C
O
(1) (2)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
1. Senyawa etil p-metoksisinamat berhasil diisolasi dari kencur (Kaempferia
galanga Linn) melalui ekstraksi maserasi menggunakan n-heksan dengan
rendemen 2,564%. Reduksi etil p-metoksisinamat dengan menggunakan
NaBH4 menghasilkan senyawa asam p-metoksisinamat (R) dengan rendemen
sebesar 9,513%.
2. Hasil uji aktivitas antiinflamasi secara in vitro dengan prinsip denaturasi
bovine serum albumin, pada konsentrasi 40 ppm etil p-metoksisinamat
menginhibisi denaturasi protein sebesar 35,624% sedangkan asam p-
metoksisinamat hanya 14,005%, hal ini menunjukkan bahwa modifikasi etil
p-metoksisinamat pada gugus esternya dapat mempengaruhi aktivitas
antiinflamasinya.
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut dan komprehensif terhadap senyawa
turunan etil p-metoksisinamat dengan melakukan variasi pereaksi, kondisi
reaksi, dan waktu reaksi lalu diuji aktivitas antiinflamasinya
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini, J.J., 2002. Bertanam Kencur. Edisi Revisi. Penerbit Penebar Swadaya.
hal. 1-33.
Afrizal, Fahmi ; R, Osmeli, D. 1999. Sintesis Isoamil Trans-p-metoksisinamat
dari Etil Trans-p-Metoksisinamat. Jurnal Kimia Andalas. Vol.5 (2): 75-79
Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-
Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang
Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin.
Medan: Universitas Sumetra Utara.
Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur
(Kaempferia Galanga, Linn). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara.
Backer. C. A. R. C. B. Van den Briak. 1986.”Flora Of Java”. Vol 2 Walters
Noordhoff. N. V. Groningen. P. 33
Chatterjee, Priyanka; Sangita Chandra; Protapaditya Dey; Sanjib Bhattacharya.
2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Green Tea and Black Tea
: A Comparative in vitro Study. J. Adv. Pharm Technol Res Vol 3 (2) 136-
138.
Da Costa, Jorge. 2006. Simple reduction of ethyl, isopropyl and benzyl aromatic
esters to alcohols using sodium borohydride-metanol system. Rio de
Janeiro : Fiocruz
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.
Erlina, R., A. Indah, dan Yanwirasti. 2007, Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, J.
Sains dan Teknologi Farmasi, 12:2, 112-115.
Fairusi, D. 2012. Transformasi Senyawa Metil Sinamat Menjadi Fenil Sinamat
Dan 4-Fenilkroman-2-On Sebagai Kandidat Antikanker. Depok : FMIPA-
UI
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga
Gebelein, Charles G. , 1997. Chemistry and our world . Wm. C. Brown Publisher
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gosal, Fandy et al. 2012. Patofisiologi dan penanganan Gastro[ati obat
antiinflamasi nonsteroid, hal 445-446
Howe, I. And D. H. Williams, 1981, Mass Spectrometry Principles and
Aplication , 2th edition, Mc Graw Hill. Inc, London.
Maryanto, ibnu et al. 2013. Bioresource untuk pembangunan ekonomi hijau.
Jakarta : LIPI Press Hal 1
McMurry, John. 2008. Organic Chemistry, Seven edition. USA : Brooks/Cole, a
Divion of Thomson Learning
Nugroho, Ignatius Adi. 2010. Implementasi Program Pengelolaan dan Konservasi
Sumber Daya Genetik Hutan di Tingkat Nasional. APFORGEN Edisi 2
Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008.
Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage
Learning. USA.
Rostiana, O., Rosita SMD, W. Haryudin, Supriadi dan S. Aisyah, 2003. Status
pemuliaan tanaman kencur. Status Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol XV. No 2. hal.
25-37.
Saeed, A and Ashraf Z. 2006. Sodium borohydride reduction of aromatic
carboxylic acids via methyl esters, J. Chem. Sci., Vol. 118, No. 5. India
: Indian Academy of Sciences
Siswandono, Soekardjo Bambang. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya:
Airlangga University Press.
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Taufikurohmah, T.; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu
Pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang
Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik.
Tewtrakul, Supinya; Supreeya Yuenyongsawad; Sopa Kummee; Latthya
Atsawajaruwan. 2005. Chemical Components and Biological Activities of
Volatile Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakrin J. Sci. Technol
Vol. 27 (Suppl. 2) : Thai Herbs.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1;
Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided
Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent,
from Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720-8734
Vittalrao, Amberkar Monhabu; Tara Shanbag; Meena Kumari K; K.L Bairy;
Smita Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinlammatory and analgesic
activities of alcoholic extract of Kaempeferia Galangan in rats. Indian
J.Physiol Pharmacol 55 (1) : 13-24.
Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988.
Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing
Company. California.
Williams, LAD; A.O Connar; L. Latore; O Dennis; S. Ringer; J.A Whittaker; J
Conrad; B.Vogler; H Rosner; W Kraus. 2008. The In Vitro Anti-
denaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal
Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is
Proposed as a Screening Assay for the Detection of Anti-inflammatory
compounds, without the Use of Animals, in the Early Stages of The Drug
Discovery Process. West Indian Medical Journal 57 (4):327.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Isolasi EPMS dari kencur ( Kaempferia galanga L )
Rimpang kencur
- Dibersihkan
- Dikupas
- Dirajang
- Dikeringkan
- Diblender
Bubuk kencur halus
Maserasi
Ekstrak kencur
Kristal
Dievaporasi
Didiamkan
Disaring
Direkristalisasi
Kristal Putih
FT-IR HNMR
R
GCMS
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Skema Reduksi EPMS
EPMS
Reduksi
EPMS + NaBH4 Setelah 15 menit + metanol
Refluks pada suhu 70oC Reaksi berjalan selama 3 jam,
setelah 3 jam diuji KLT Hasil reaksi ditambah dengan
HCl 2N Diekstraksi dengan etil asetat Fase etil
asetat diuapkan Hasil evaporasi diuji KLT dan
dibandingkan dengan standar EPMS Jika masih ada
spot EPMS maka dilakukan pemurnian dengan
kromatografi kolom,eluen n-heksan dan etil asetat (4:1)
sebagai fase gerak Diuji kembali dengan KLT
Diidentifikasi dengan FT-IR, GC-MS, H-NMR.
Senyawa Hasil Reduksi
Uji Antiinflamasi dengan BSA
Dibuat larutan uji 1 (epms), uji 2 (hasil reduksi),
Kontrol negatif, kontrol positif Larutan diinkubasi
selama 30 menit pada suhu + 25oC Dipanaskan
dengan waterbath selama 5 menit dengan suhu +
72oC Didiamkan selama 25 menit pada suhu
ruang Diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
660 nm Dihitung persentase inhibisi dari
denaturasi BSA.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Determinasi Tanaman Kencur
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Sertifikat Analisa Natrium Diklofenak
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Bahan
Etil p-metoksisinamat
Terpakai = 1,5 gr , BM = 206,24 gr/mol
Mol =
=
= 0,0073 mol
NaBH4
ρ = 1,0740 g/cm3 , BM = 37,83 gr/mol
Mol = 6 kali dari Mol EPMS
= 6 x 0,0073 = 0,0438 mol
Massa (g) = Mol x BM
= 0,0438 x 37,83 = 1,656 gr
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HE : EA = 4 : 1
(visualisasi UV
λ 245 nm)
Lampiran 6. Perhitungsn Nilai Rf
- Nilai Rf Etil p-metoksisinamat (E)
=
- Nilai Rf senyawa (R)
=
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Setifikat Analisis NaBH4
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Tabel Hasil Uji Antiinflamasi
Sample Absorbansi
1 2 3 Rata-Rata
Kontrol Negatif
0,454 0,455 0,453
0,454 0,454 0,455 0,455
0,454 0,452 0,454
Natrium Diklofenak
2,5 ppm
0,448 0,377 0,472
0,433 0,448 0,377 0,473
0,449 0,377 0,473
Natrium Diklofenak
5 ppm
0,307 0,322 0,412
0,346 0,303 0,322 0,412
0,304 0,323 0,412
Natrium Diklofenak
10 ppm
0,308 0,353 0,364
0,342 0,308 0,353 0,365
0,308 0,353 0,365
Natrium Diklofenak
20 ppm
0,145 0,163 0,202
0,170 0,145 0,163 0,201
0,145 0,163 0,201
Natrium Diklofenak
40 ppm
0,099 0,024 0,025
0,073 0,099 0,024 0,025
0,099 0,024 0,024
Sample Absorbansi
1 2 3 Rata-Rata
Kontrol Negatif
0,897 0,923 0,795
0,873 0,899 0,924 0,796
0,900 0,926 0,799
EPMS
2,5 ppm
0,877 0,785 0,711
0,795 0,895 0,785 0,711
0,896 0,786 0,712
EPMS
5 ppm
0,487 0,754 0,697
0,647 0,487 0,757 0,698
0,488 0,758 0,699
EPMS
10 ppm
0,383 0,733 0,748
0,622 0,383 0,734 0,750
0,382 0,734 0,750
EPMS
20 ppm
0,483 0,709 0,641
0,612 0,484 0,710 0,642
0,484 0,710 0,643
EPMS
40 ppm
0,546 0,616 0,524
0,562 0,546 0,615 0,524
0,547 0,616 0,525
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Sample Absorbansi
1 2 Rata-Rata
Kontrol Negatif
0,860 0,867
0,864 0,860 0,870
0,858 0,870
Senyawa hasil
reduksi
2,5 ppm
0,803 0,795
0,800 0,803 0,796
0,802 0,798
Senyawa hasil
reduksi
5 ppm
0,779 0,791
0,786 0,780 0,792
0,779 0,792
Senyawa hasil
reduksi
10 ppm
0,757 0,793
0,776 0,759 0,791
0,761 0,793
Senyawa hasil
reduksi
20 ppm
0,767 0,769
0,769 0,767 0,774
0,766 0,771
Senyawa hasil
reduksi
40 ppm
0,798 0,688
0,743 0,798 0,699
0,799 0,699
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi
No Sampel Konsentrasi Absorbansi Absorbansi
Kontrol % Inhibisi
1 Natrium
diklofenak
2,5 ppm 0,433
0,454
4,626
5 ppm 0,346 23,789
10 ppm 0,342 24,670
20 ppm 0,170 62,555
40 ppm 0,073 83,92
2 EPMS
2,5 ppm 0,795
0,873
8,935
5 ppm 0,647 25,888
10 ppm 0,622 28,751
20 ppm 0,612 29,897
40 ppm 0,562 35,624
3 Senyawa hasil
reduksi (R)
2,5 ppm 0,800
0,864
7,407
5 ppm 0,786 9,028
10 ppm 0,776 10,185
20 ppm 0,769 10,995
40 ppm 0,743 14,005
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Gambar-gambar
Senyawa hasil reduksi Etil p-metoksisinamat
Spektrofotometer UV-Vis GC-MS
Kromatografi Kolom Alat Refluks