grenek e-jurnal vol i no.1 april 2012
DESCRIPTION
Jurnal Grenek Prodi Seni Musik FBS Unimed mengetengahkan beberapa masalah aktual yang penting dibicarakan, setidaknya bagi civitas Universitas Negeri Medan. Artikel yang dimuat membicarakan perihal budaya musik dan pembelajaran seni musik terkait dengan masalah kreasi, apresiasi, pendidikan musik, pertunjukan musik dan penciptaan musik.TRANSCRIPT
PROGRAM STUDI SENI MUSIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI (FBS) UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)
Jl. Willem Iskandar, Psr,V-kotak pos No 1589 Medan 201221 telp. (061) 6614002-661
HP. 085261111693 e-mail: [email protected]
EDITORIAL
Jurnal Grenek Prodi Seni Musik FBS Unimed mengetengahkan beberapa
masalah aktual yang penting dibicarakan, setidaknya bagi civitas
Universitas Negeri Medan. Artikel yang dimuat membicarakan perihal
budaya musik dan pembelajaran seni musik terkait dengan masalah kreasi,
apresiasi, pendidikan musik, pertunjukan musik dan penciptaan musik.
Lebih jelasnya pada artikel Ratih Sukat Mini menjelaskan tentang
“pertunjukan Gondang Barogong di ujung batu”. Pada Artikel Abraham
Roma Virganta menjelaskan tentang “Pembuatan Instrumen Tiup
Balobat”, Wahyuni Hasibuan menjelaskan tentang “Keberagaman Gaya
Komponis Dalam Perkembangan Musik di Medan”, sedangkan Sarah
Maliesa Hutapea Memaparkan “Pembelajaran Seni Budaya Dalam
Konteks Musik Melayu”. Yobel Arista Manalu memaparkan “Organologi
Instrumen Tiup Serune”, sedangkan Mitri Adu Manalu menjelaskan
“Musik Sikumbang Dalam Acara Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga”.
H Adi Putra Sirait memaparkan tentang “Gondang Sabangunan Dalam
Upacara Mardebata”, sedangkan Putri Handayani memaparkan tentang
“peranan Musik Pada Etnis Jawa” dan Zainal Arifin Nasution menjelaskan
“Gambus dan Musik Melayu”.
Semoga terbitan ini memberikan kontribusi serta pemahaman dalam
menanggapi wacana seni musik yang menjadi masalah, khususnya yang
terkait dengan topik yang disajikan.
Medan, April 2012
Redaktur
VOL 1, No 1 April 2012
Terbit empat kali setahun April, Juli, Oktober, Januari
PENASEHAT
Rektor UNIMED
PEMIMPIN UMUM
Dekan FBS-UNIMED
PEMIMPIN REDAKSI
Ka. Prodi. Pend. Seni Musik
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI
Uyuni Widiastuti
SEKRETARIS REDAKSI
Herna Hirza
PENYUNTING AHLI
Khairil Ansari
(Universitas Negeri Medan)
Pulumun Ginting
(Universitas Negeri Medan)
Theodora Sinaga
(Universitas Negeri Medan)
Pita HD Silitonga
(Universitas Negeri Medan)
REDAKTUR PELAKSANA
Panji Suroso
Mukhlis Hasbullah
Danni Ivanno Ritonga
Ridho Sudrajat
Suharyanto
SEKRETARIAT
Dani Ivano Ritonga
Herna Hirza
DISTRIBUTOR
Sukarny
Hartono
DAFTAR ISI
Editorial
Ratih Sukatmini
Gondang Barogong Di Ujung Batu ........... 1-9
Abraham Roma Virganta-
Pembuatan Instrumen Musik Tiup
Balobat ......................................................... 10-15
Wahyuni Hasibuan-
Keragaman Gaya Komponis Dalam Perkembangan
Penciptaan Musik di Medan ....................... 16-23
Sarah Marliesa Hutapea-
Pembelajaran Seni Budaya dalam konteks musik
Melayu ........................................................ 24-31
Yobel Arista Sitepu-
Organologi Instrumen Tiup Sarune ........... 32-40
Mitri Adu Manalu-
Musik Sikambang Dalam Adat Perkawinan
Sumado ........................................................ 41-50
H Adi Putra Sirait
Gondang Sabangunan Dalam Upacara
Mardebata .................................................. 51-58
Putri Handayani-
Peranan Musik Pada Pernikahan
Etnis Jawa ................................................ 59-66
Zainal Arifin Nasution
Gambus dan Musik Melayu ....................... 67-75
1
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
GONDANG BOROGONG DI UJUNG BATU ROKAN HULU RIAU
Ratih Sukat Mini
ABSTRAK
Musik tradisional gondang borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu
Riau mulai ada pada Tahun 1937 yang dahulunya alat musik ini terbuat dari
kayu yang diberi nama Gambang, kemudian seiring perkembangan jaman
bentuk dan bahan dasar gondang barogong berubah. Bentuk alat musik
tradisional gondang borogong ini yaitu berupa celempong 6 buah, gondang 2
buah dan gong 1 buah. Fungsi dan makna musik tradisional gondang
borogong adalah untuk menyambut tamu kebesaran serta adat lainnya
sedangkan maknanya sebagai identitas budaya setempat dan juga sebagai
simbol budaya bagi masyarakat Rokan Hulu. Teknik dan bentuk komposisi
musik tradisional gondang borogong tidak dituliskan dalam bentuk komposisi
notasi balok maupun not angka. Komposisi gondang borogong ini dimainkan
berdasarkan cara-cara tradisional, seperti diajarkan secara langsung dengan
menghapal bunyi yang akan dimainkan..
Kata kunci : Musik, Gondang Barogong, Rokan Hulu Riau
A. Sekilas Sejarah Gondang Barogong
Kabupaten Rokan Hulu merupakan kabupaten pemekaran di Propinsi Riau pada tahun
1999 ( UU No 3 1999) yang memiliki potensi baik itu potensi Sumber Daya Alam maupun
Sumber Daya Manusia, salah satu potensi tersebut yaitu seni-seni tradisi. Kabupaten Rokan
Hulu ini terdiri dari 16 Kecamatan yang salah satunya yaitu kecamatan Ujung Batu. Salah
satu musik tradisional yang ada pada daerah tersebut yaitu Gondang Borogong. Saat ini
sangat jarang dijumpai alat musik ini dimainkan oleh kaum pemuda di daerah tersebut.
Padahal musik Gondang Borogong ini adalah musik yang memiliki perpaduan irama yang
sangat merdu.
Perpaduan irama gondang barogong dapat menggerakkan batin dan raga, oleh karena itu
hal ini tidak berlebihan jika Gondang Borogong identik dengan seni silat. Namun melihat
kurangnya minat pemuda-pemudi di Ujung Batu untuk memainkan alat musik ini, serta
kurangnya pembbinaan serta perhatian khusus dari pemerintahan Kabupaten Rokan Hulu
mengenai musik tradisional Gondang Borogong akan dapat mempengaruhi
keberlangsunganya. Oleh karena itu melihat fenomena ini, Penulis berkeinginan untuk
meneliti dan mendeskripsikan bagaimana “Keberadaan Musik Tradisional Gondang
Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Riau”.
Keberadaan musik tradisional Gondang Borogong mulai tercipta pada Tahun 1937
yang dahulu namanya adalah Celempong. Jauh sebelum itu mulai abad ke-14 orang memakai
alat musik tersebut dengan menggunakan kayu yang diberi nama Gambang. Setelah
peresmian Raja Rokan turun temurun dengan 9 Raja 2 Sultan, maka lambat laun habislah
keturunan Raja. Oleh karena itu Rokan pada saat itu membutuhkan seorang pemimpin, maka
diambilah keturunan Raja dari Pagaruyung Sumatera Barat yang bernama Tengku Ibrahim.
Pada kesempatan itu pula Tengku Ibrahim diresmikan menjadi seorang Raja, dalam istilahnya
2
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Raja yang di Rajakan, karena sebelum itu pula beliau adalah keturunan Raja, maka disebutlah
istilah seperti itu.
Acara Borolek Godang, yang maksudnya adalah acara besar untuk Raja Rokan yang
baru, dan acara tersebut dilaksanakan selama 7 hari 7 malam. Dari peresmian tersebut maka
diundanglah seluruh masyarakat Rokan untuk melihat Raja yang baru. Hari yang pertama
adalah Olek dari persukuan 5 suku yang ada di Rokan dan dilakukan secara berganti-gantian
tiap harinya, sesudah acara tersebut maka barulah dari Olek Raja, keluarga raja yang
mengadakan Olek tersebut. Tetapi ada pula nama Olek raja itu sendiri yaitu yang dinamakan
Olek Ninik Mamak. Pada kesempatan itu pula di adakanlah suatu pagelaran seni tradisional
Rokan yang berupa Pencak Silat, Silat Pisau, Silat Pedang dan tari payung.
Setelah acara tersebut ditampilkan maka Raja juga ingin mendengarkan musik
Gambang yang ada di Rokan, maka dipanggillah 2 Orang Pakar Seni pada masa itu untuk
membunyikan Gambang, dan Raja pun menikmati pertunjukan seni Gambang tersebut.
Tetapi tampaknya Raja belum puas sampai disitu saja. Beliau berkeinginan untuk
mengundang kesenian tradisional celempong yang di datangkan dari Sumatera Barat
tepatnya di daerah Batu Sangkar. Tujuan dari Raja mengundang kesenian tradisional tersebut
yaitu beliau berkeinginan agar pakar seni Rokan dan pakar seni Batu Sangkar saling
mengenal alat musik tradisional satu sama lain. Adapun acara tersebut dilakukan selam 3 hari
3 malam lamanya.
Setelah acara tersebut berlangsung selama 3 hari 3 malam, maka dipanggillah pakar
seni Gambang dan pakar seni Celempong ini oleh Raja. Pada kesempatan itu disusunlah
Gambang kayu tadi oleh pakar Seni Celempong, tetapi mereka tidak dapat memainkannya
karena bunyi Gambang tersebut mengambang. Lagu apapun yang akan dibuat tidak bisa
mereka mainkan, karena hasil bunyi dari Gambang tersebut mengambang. Melihat kejadian
itu maka disuruhlah pakar seni Gambang untuk menyusun Celempong dan menuruti letak
Gambang yang telah mereka susun tadi. Kemudian di samakan dengan nada gambang
,dipukul Gambang no 1, dipukul pula Celempong dengan menyesuaikan nada gambang no 1,
di pukul pula Gambang yang no 2, dan disamakan lagi Celempong menurut nada gambang no
2.Begitu seterusnya sampai ke enam Gambang. Jadi kesimpulan dari pengujian bunyi
tersebut Celemponglah yang mengikuti nada dari Gambang.
Dari fenomena itulah Raja menobatkan alat musik Gambang ditukar menjadi
Celempong dengan susunan yang sama yaitu pada tahun 1937. Selanjutnya Pakar Seni
memikirkan lagi lagu apa yang akan dibuat. Dari itu mereka menciptakan sebuah lagu yang
bersifat alami. Apa yang terjadi disekitar, itulah suatu nada yang akan mereka buat. Karena
mereka ahli seni 1 ketukan yang ganjil saja bisa dijadikan suatu komposisi musik. Lagu-lagu
tersebut tercipta dari peristiwa berikut ini :
1. Lagu Tigo Lalu Gonto Kudo, lagu tersebut diambil dari Kejadian Raja yang akan
dibawa ke Istana dengan menggunakan Kuda. Kuda tersebut mempunyai
Gonto/kalung yang berjumlah 3 buah, karena ada tiga buah maka Gonto tersebut
berayun-ayun dan menghasilkan bunyi. Dari kejadian itulah mereka telah
menciptakan lagu yang berjudul Tigo lalu Gonto Kudo maksudnya yaitu Tigo adalah
3 Orang yang berlalu diantaranya sang Raja tadi, Tuan Putri, dan Hulu Balang,
sedangkan Gonto Kudo itu adalah Gonto yang dimiliki oleh kuda tadi.
2. Lagu Sanayuong, yang berasal dari kata ke Istana Bang Yuong. Lagu tersebut diambil
dari kejadian Raja yang menyuruh anaknya ke Istana, maka tercipta pula lagu
Sanayuong.
3. Lagu Tigo Lalu, yang artinya tiga berlalu. Lagu tersebut diambil dari peristiwa
seoarang calon pengganti Raja yang hendak pergi ke Balai tempat Ia akan di nobatkan
menjadi Raja yang baru. Tetapi beliau pada saat itu ditemani oleh dua orang
kakaknya, karena mereka ingin pergi ke Balai. Maka terciptalah lagu Tigo Lalu.
3
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
4. Lagu Tigo Bonti, yang artinya tiga berhenti. Lagu tersebut diambil dari kisah seorang
Raja tadi bersama dua orang kakaknya yang hendak pergi ke Balai. Sesampainya di
Balai kemudian mereka berhenti sesaat untuk naik kebalai. Maka ketika mereka
berhenti terciptalah lagu Tigo Bonti tersebut.
5. Lagu Nanggunai, yang berasal dari kata Nan Anggun Naik(yang anggun naik). lagu
tersebut diambil dari penobatan Raja. Pada saat itu Raja tadi memanggil sang Kakak
untuk ikut serta menaiki Balai. Maka terciptalah lagu Nanggunai tersebut.
6. Lagu Kubik-kubik, lagu tersebut yang maksudnya adalah memanggil orang tanpa
bersuara. Pada saat itu sang kakak tadi menaiki Balai dan kemudian meng Kubik-
kubik( memanggil ) Orang-orang untuk menyaksikan penobatan Raja yang baru yaitu
Adiknya sendiri. Dari cara Kakak tadi memanggil orang-orang tanpa tanpa bersuara
maka tercipta pula lagu Kubik-kubik tersebut.
7. Lagu Timbang Baju, lagu tersebut tercipta ketika semua orang sudah berkumpul untuk
menyaksikan penobatan sang Raja dan menimbang baju Raja yang akan di
kenakannya. Pada saat itu tradisi timbang baju memang wajib dilakukan, karena
peraturan tersebut memang sudah dilakukan oleh Raja-raja sebelumnya. Berat baju
Raja yang lama harus sama dengan berat baju Raja yang baru walaupun mereka
memiliki postur tubuh yang berbeda. Oleh karena itu raja yang baru ingin meminta
tolong kepada Dua Kakaknya agar bajunya di timbang. Lalu Ia berkata Kak... kak...
timbang baju, kak...kak timbang baju. Maka tercipta pula lagu itu yang berjudul
Timbang Baju.
8. Lagu Atiek Bosa Sekali, lagu tersebut tercipta ketika Keluarga Raja mengadakan Do’a
bersama , dan bertahlil setelah Ia diresmikan. Dari peristiwa tersebut tercipta lagu
Atiek Bosa Sekali, yang artinya Tahlil Sekali.
9. Lagu Atiek Bosa Duo kali, berhubung tamu undangan berdatangan, yang bermaksud
ingin berdo’a, dan bertahlil bersama, tentunya Tahlil dilakukan dua kali. Maka dari
peristiwa tersebutlah tercipta lagu Atiek Bosa Duo Kali.
10. Lagu Kak kak jopuk ku baliek, yang artinya kak kak jemput Aku lagi. Lagu tersebut
tercipta sesudah selesai acara berdo’a dan bertahlil bersama.
11. Lagu Anta ku pulang, yang artinya Antar aku pulang. Setelah penjemputan tadilah
Raja yang juga mempunyai dua Kakak tadi meminta agar Kakaknya mengantar Ia
pulang.
12. Lagu Puti dayang boinai, Lagu tersebut tercipta saat sang Raja tadi telah sampai di
Istana dan di Inai-inai oleh para dayang.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Bapak Sarifudin ( tanggal 21 Januari 2012), mengapa
Celempong Rokan hanya Enam buah saja, yaitu karena Ke-Enam Celempong tersebut
merupakan bilangan Penghulu dalam Suku yang ada di Rokan, dalam penjelasannya yaitu
sebagai berikut : 1, Suku Melayu : 2. Suku Mandailing,3.Suku Piliang,4 Suku Caniago,5
Suku Potopang,6, Penghulu Pasa
Sedangkan Gendang tradisional Rokan hanya dua yaitu karena pada masa kerajaan
dahulu Raja memiliki 2 orang kepercayaannya yang pertama dinamakan Hulu Balang Raja,
dan Hulu Balang Penghulu. Kemudian Gong itu hanya satu karena melambangkan seorang
Pemimpin yaitu Raja. Kepemimpinan yang hanya dilakukan oleh satu Orang saja. Itulah
sejarah dan keberadaan musik tradisional Gondang Borogong, yang berasal dari kata
Gendang dan Gong. Tetapi karena pengaruh bahasa yang ada di Rokan maka menjadilah
Gondang Borogong, dan mengapa Celempong tidak di ikut disertakan untuk nama musik
tradisional tersebut. Karena Celempong yang berjumlah Enam buah itu melambangkan dari
Penghulu dalam tiap Suku. Maka dari itu celempong tidak di sebutkan dalam nama musik
tradisional Rokan Hulu.
4
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
B. Instrumen Musik Tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten
Rokan Hulu.
a. Celempong
Gambar Celempong
Pada musik tradisional Gondang Borogong fungsi Celempong yaitu sebagai pembawa
melodi disetiap lagu. Adapun nada-nada yang dimiliki oleh celempong yaitu sebagai berikut.
Berikut Notasi dari nada Celempong tersebut :
G - B - D - F - Dis - C
Pada alat musik Celempong ini ada pemain Poningkah( pembuat bass ) dan pemain
Polalu ( pembuat melodi ), dan dalam memainkannya sudah ada aturan dan pembagiannya.
Berikut pembagian dari pemain Celempong Ponigkah( pembuat bass ) dan Celempong
Polalu ( pembuat melodi ).
- Pemain Poningkah memainkan Celempong nomor 1 dan 2.
- Sedangkan Pemain Polalu dapat memainkan Celempong nomor 2, 3, 4, 5, 6 terkecuali
nomor 1. Karena Celempong nomor 1 hanya untuk pembuat Poningkah (bass) dan tidak
pernah digunakan dalam pembawaan melodi.
Walaupun pemain Polalu (pembuat melodi) juga memainkan Celempong nomor 2,
dan pemain Poningkah (Pembuat bass) juga memainkan Celempong nomor 2, tapi uniknya
permainan mereka tidak pernah beradu. Itulah kelebihan dari alat musik celempong jika
dilihat dari cara memainkannya. Celempong adalah alat musik yang dimanikan dengan cara
dipukul yang terbuat dari campuran kuningan dengan timah putih, melalui sistem pengecoran
fero, ketebalan 1 mm dengan bentuk dan ukuran standar sebagaimana gambar teknis diatas.
5
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
b. Tokok celempong
Gambar Tokok celempong
Tokok Celempong adalah alat yang fungsinya untuk menokok Celempong yang
terbuat dari kayu mahang. Kayu ini dipakai dengan pertimbangan ringan dan menghasilkan
nada yang maksimal, serta tidak merusak celempong, jika jenis kayu tersebut tidak ada, dapat
digantikan dengan kayu lain yang serupa atau sejenis.
Tokok Polalu agak panjang bangkulnya, karena mempertimbangkan pemakaian
penokok yang cepat serta menghasilkan nada yang melengking. Sedangkan Tokok Poningkah
agak bulat telur bangkulnya dengan pertimbangan menghasilkan nada bas yang keras dan
bulat.
c. Ogong
Gambar Ogong
Ogong atau yang disebut dengan gong adalah alat musik yang dimainkan dengan cara
dipukul, nada yang dihasilkan dari gong ini adalah ”gung” dengan fonologi sesuai sampel
standart milik Bapak Taslim. F dan fungsinya dalam musik tadisional Gondang Borogong
yaitu sebagai pembawa Poningkah atau bass. Ogong digantung dengan tali yang ditahan oleh
kutimba untuk menjaga keseimbangan ogong serta memberikan bunyi yang diinginkan, jika
tiang ogong tidak dapat dipergunakan maka tali ini dapat dijinjing dalam memfungsikan
selain memakai tiang Ogong.
Gantungan ogong terbuat dari kayu loso ( loso tanduk atau loso bungo ). Pada sisi
depan gantungan ogong terdapat ukiran melayu bermotif kucing sedang bergelut, yang
melambangkan gerakan dinamis dari seni silat. Ukiran ini bukan ketetapan yang mutlak,
hanya pada saat pengadaan 50 set alat musik ini dibuat motif tersebut, berikut filosofinya.
6
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
d. Tokok Ogong
Gambar Tokok Ogong
Tokok Ogong terbuat dari kayu kera satau dari smambu dan lalangkau, sejenis rotan.
Bungkulan tokok gong terbuat dari sigaret, yaitu getah yang terdapat pada pulan ( parit bekas
potongan karet ). Sedangkan pertimbagan getah ini kadar airnya sangat sedikit, berkualitas,
tahan lama, dan menghasilkan nada gong yang sempurna, serta dapat menghindar dan
kecedraan terhadap bungkulan ogong.
Notasi dari pukulan Ogong yaitu:
e. Gondang
Gondang terdiri dari dua, pertama gondang polalu ( melodi ) dan kedua gondang
poningkah ( Bass ). Kedua bentuk gondang ini pada dasarnya sama, baik ukuran maupun
bentuk, hanya setelan ketegang kulit, dan cara pemukulan yang berbeda, sehingga
menghasilkan nada melodi dan bass. Fungsinya dalam musik tradisional Gondang Borogong
yaitu sebagai pembawa ritme dan juga tempo.
Gambar Gondang
Gondang terbuat kaya kayu loso ( loso bungo atau loso tanduk), karya loso tersebut
dibuat Baluh ( lobang tembus ), lalu dibalut dengan kulit kambing atau biri-biri didalamnya
ditahan dengan rotan sogo, kemudian disirek dengan rotan sogo, kemudian diikat dengan ikek
jijak murai. Nada yang dihasilkan sebuah Gondang tergantung kepada kulit yang dipakai,
kulit cingkuk ( monyet ) adalah nada yang paling berkualitas, lalu diikuti oleh kulit kijang,
biri-biri dan kambing. Sedangkan bagian yang terbaik dari kulit-kulit tersebut adalah pada
bagian perut. Pemukul Gondang terbuat dari rotan sogo yang agak dilengkungkan.
- Gondang Poningkah (pembuat bass)
- Gondang Polalu (pembuat melodi)
7
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
C. Fungsi dan Makna dari Musik Tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu
Kabupaten Rokan Hulu
1. Fungsi musik Gondang Borogong
a. Untuk penobatan Raja pada zaman dahulu. Musik tradisional Gondang Borogong ini
dimainkan ketika saat penobatan Raja tersebut berlangsung, dan dimainkan selama
satu hari satu malam dan ditambah sampai setengah hari lagi.
b. Untuk menyambut Bupati dan tamu besar lainnya.
c. Untuk hiburan pada acara pernikahan. Pada umumnya musik Gondang Borogong
yang dimainkan pada saat acara pernikahan dilakukan ketika pihak pengantin laki-laki
hendak memasuki gerbang dan bertemu dengan pihak pengantin perempuan. Tetapi
ada pula musik Gondang Borogong ini yang dimainkan satu hari sebelum pesta
pernikahan berlangsung yaitu dimainkan dari pagi hari hingga sore hari dimana ketika
ibu-ibu sedang masak-memasak, dan bapak-bapak sedang memasang tenda.
d. Untuk hiburan pada acara khitanan.
e. Untuk iringan musik ketika hendak menanam padi.
f. Untuk hiburan menjalang mamak pada saat Hari Raya Idul Fitri dengan acara maaf-
maafan. Acara ini di lakukan satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri berlangsung,
dan biasanya dilaksanakan di LKA (Lembaga Kerapatan Adat).
g. Untuk Perlombaan Pacu sampan dalam rangka memeriahkan Hari Raya Idul Fitri.
Acara ini biasanya di laksanakan selama 3 hari setelah hari raya, yang diadakan di
Sungai Rokan. Selama perlombaan tersebut berlangsung Gondang Borogong terus di
mainkan sampai acara perlombaan pacu sampan selesai. Acara ini dimulai dari siang
sampai sore hari.
h. Untuk acara hiburan dalam rangka HUT-RI, biasanya dalam memeriahkan Hari Ulang
Tahun Republik Indonesia di Ujung Batu mengadakan berbagai macam perlombaan,
salah satunya yaitu panjat pinang. Pada saat perlombaan panjat pinang inilah musik
Gondang Borogong dimainkan, hingga perlombaan tersebut selesai.
2. Makna musik Gondang Borogong
Makna dari musik tradisional Gondang Borogong bagi masyarakat Ujung Batu yaitu:
a. Sebagai identitas budaya, disetiap kampung-kampung di Rokan Hulu kelompok
seni tradisional Gondang Borogong selalu ada, meski dengan keterbatasan alat,
namun tradisi ini tetap bertahan sehingga seni tradisional Gondang Borogong ini
telah menjadi identitas bagi masyarakat Rokan Hulu sampai saat sekarang ini
b. Sebagai simbol budaya setempat dan sangat tinggi nilainya dalam adat istiadat.
Hanya musik tradisional Gondang Borogonglah yang telah menjadi khasanah
budaya Rokan Hulu. Oleh karena itu, apapun itu acaranya, baik acara-acara besar,
sampai acara adat sekalipun, musik Gondang Borogong masih dipakai hingga saat
sekarang ini dan dijuluki dengan bunga adat.
D. Bentuk Musik Tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan
Hulu
Gondang borogong adalah suatu alat musik tradisional yang menjadi khasanah
budaya Rokan Hulu yang dimainkan oleh lima orang atau lebih, alat musiknya merupakan
perpaduan dari beberapa alat perkusi yang terdiri dari gong disebut dengan ogong, beberapa
gong berukuran kecil berjumlah enam buah disebut dengan celempong, dan sepasang
gendang 2 muka/sisi disebut dengan gondang. Biasanya susunan duduk dalam bermain musik
tradisional gondang borogong, pemain celempong ditengah dan dua orang pemain gondang
berada pada sebelah kiri dan sebelah kanan pemain celempong, dan pemain ogong berada
8
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
dibelakang pemain celempong dan gondang. Berikut bentuk reportoar pertunjukan tradisional
gondang borogong.
Gambar Pertunjukkan Gondang Baronggong
Sedangkan dalam bentuk komposisi musiknya didalam gondang borogong biasanya
adalah sebuah bentuk komposisi musik yang struktur lagunya disesuaikan dengan struktur
lagu iringan tradisi. Dalam hal ini ada beberapa lagu yang ditemukan pada musik tradisional
gondang borogong yaitu: Lagu tigo lalu gonto kudo,Lagu sanayuong,Lagu tigo lalu,Lagu
tigo bonti,Lagu nanggunai,Lagu kubik-kubik,Lagu timbang baju,Lagu atiek bosa sekali,Lagu
atiek bosa dua kali,Lagu kak kak jopuk ku baliek,Lagu anta ku pulang,Lagu puti dayang
boinai.
E. Kesimpulan
Keberadaan musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu
Riau ada sejak tahun 1937, yang dahulunya alat musik tersebut terbuat dari kayu yang
bernama gambang. Tetapi karena Raja dulu menginginkan agar alat musik tersebut lebih
maju seperti di Sumetara Barat yang saat itu sudah menggunakan celempong. Maka Raja juga
ingin mentransformasikan alat musik gambang menjadi celempong dengan nada gambang.
Sejak itulah gambang menjadi celempong, karena seiringnya perkembangan zaman
celempong ini disebutkan menjadi Gondang Borogong yaitu alat musik tradisional Rokan
Hulu dan masih menjadi khasanah budaya Rokan Hulu yang sangat tinggi nilainya dalam
adat istiadat.
Bentuk alat musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu kabupaten Rokan Hulu
Riau hampir sama dengan alat musik tradisional di daerah-daerah lain. Gondang Borogong
ini terdiri dari celempong yang hanya enam buah, gondang dua buah, dan Gong satu buah.
Fungsi dan Makna musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten
Rokan Hulu Riau yaitu untuk menyambut tamu kebesaran pada acara-acara kebesaran serta
adat lainnya, untuk acara pernikahan, khitanan, untuk iringan musik pada masyarakat ketika
hendak menanam padi, dan untuk acara menjalang mamak pada saat Hari Raya Idul Fitri
dengan acara bermaaf-maafan. Sedangkan makna dari musik tradisional Gondang Borogong
adalah salah satu alat msuik tradisional yang telah menjadi khasanah budaya Rokan Hulu dan
sangat tinggi nilainya dalam adat istiadat. Oleh karena itu Gondang Borogong di juluki
sebagai bunga adat di Rokan Hulu.
Bentuk komposisi musik tradisional Gondang Borogong di Ujung Batu Kabupaten Rokan
Hulu yaitu memiliki aturan-aturan dalam menggunakannya. Celempong yang dimainkan oleh
dua orang agar menghasilkan lagu yang harmonis. Gondang yang dimainkan oleh dua orang
dengan cara duduk atau berdiri, dan Gong yang dimainkan oleh satu orang dengan cara
duduk maupun berdiri sesuai dengan keadaan penyangkutan ogong serta ketinggiannya.
Sedangakan bentuk komposisi musiknya yaitu gondang borogong tidak dituliskan dalam
bentuk komposisi notasi balok maupun not angka. Komposisi gondang borogong ini
biasanya dimainkan berdasarkan cara-cara tradisional, seperti diajarkan secara langsung
dengan menghapal bunyi yang akan dimainkan.
9
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1984. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek,
Jakarta : Bina Aksara.
_______________ . 2002. Prosedur Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Banoe, Ponoe. 2003. Kamus Musik, Jakarta : Kansius.
Dick & Carey. 2001. The Systematic Design of Instruction. New York: Wesley
Education
Donal, Mc. 1959. Educational psychology Instruction. Washington: ASCD
Hadari.1994. Penelitian Terapan. Gajah Mada University Press.
Hamdju, Atan dan Windawati, Armillah. 1981. Pengetahuan Seni Musi III,
Jakarta : Mutiara.
H.D Silitonga, Pita. 2007. Diktat Akustik Organologi.
Kantor Pariwisata dan Kebudayaan. 2007. Panduan Alat Musik Gondang
Borogong, Kabupaten Rokan Hulu.
Koentjaraningrat. 1985. Metode-metode Penelitian Mayarakat. Jakarta
Maryaeni. 2005 Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara : Jakarta.
Mulyana.2003. Metode Penelitian. Bumi Aksara : Bandung
Nursantara, Yayat. 2007. Seni Budaya SMA Kelas X, Bekasi : Erlangga.
Nursantara, Yayat. 2007. Seni Budaya SMA kelas XII, Bekasi : Erlangga.
Poerwadarminta, W.J.S. 1980. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka.
P.T.Talenta Siburian, Esra. 2007 Diktat Wawasan Musik Nusantara.
Patton, Michael Quinn. 1987. Qualitative Evolution Evolution Methods. Biverly
Hill: Sage Publications.
Reigeluth, M Charles. 1983. Instruction Design Theories And Model: An Overviw
of Their Current Status. Hillsdale, New Jersey London: Lawrance Erlbaum Associate.
Rowen, R.H. Music Trough Sources and Documents. New Jersey: Prentice Hall
Inc.
Siegmeister, Elie. 1977. Harmony and Melody, Volume I :The Diatonic Style.
Wadsworth Publishing Company, Belmont, California.
Soeharto, M. 1991. Kamus Musik. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.
__________. 1992. Kamus Muisk. Jakarta : Gramedia Widyasarana Indonesia.
Sukmadinata. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Romaka Rosdakarya,
Bandung.
Sumaryo. L.E. 1978. Komponis, Pemain Musik, dan Publik. Jakarta: Dunia
Pustaka
Sugiyono. 2008. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Sunarko, Hadi. Djarmono, dan Sukotjo. 1989. Seni Musik Untuk Kelas 1 SMP.
Jawa Tengah: Intan Pariwara.
Suragin. 2001. Kamus Musik. Jakarta: Gramedia Widya Sarana Indonesia.
Trisuci, 1973. Harmoni Untuk Kelas Harmoni Sekolah Musik Murni. Medan:
Tensilan.
Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata ANDI. Yogyakarta.
http://jalius12.wordpress.com/2009/10/06/tradisional
http://id.wikipedia.org/wiki/musik_tradisional
10
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
PEMBUATAN INSTRUMEN TIUP BALOBAT
Abraham Roma Virganta
Abstrak
Musik tradisional Karo sebagai salah satu bentuk kebudayaan adalah
merupakan peninggalan dari leluhurnya, sebuah komitmen bagi suku karo
untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya tradisi agar tidak lekang
oleh waktu. sebuah upaya penulis sebagai bagian dari komitmen tersebut
untuk dapat memaparkan bagaimana gambaran singkat tentang salah satu
instrumen yang hampir tidak lagi dikenal oleh generasi muda masyarakat
karo contohnya adalah instrumen balobat. Instrumen balobat merupakan
salah satu instrumen musik tradisional tiup masyarakat etnis karo di
Sumatra Utara. Dalam tulisan ini dijelaskan bagaimana keberadaan
instrumen balobat dan juga tentang mekanisme dalam pembuatannnya.
Dimulai dari bagaimana memulai pembuatan balobat, bahan apa yang
digunakan dalam pembuatannya hingga sekilas tehnik memainkannya.
Selain itu dalam tulisan ini juga dipaparkan beberapa funsi penggunaan
instrumen balobat pada masyarakat karo dalam acara adat tertentu pada
masyarakat pendukungnya.
Kata Kunci : Pembuatan, Instrumen, Balobat
A. Pendahuluan
Suku Karo merupakan suku yang terdapat diPropinsi Sumatera Utara. Suku Karo
banyak mendiami daerah perbukitan yang ada dibeberapa kabupaten di Sumatra Utara dan
kadang kala suku ini juga disebut sebagai bagian dari Suku Batak atau yang disebut suku
Batak Karo. Beberapa suku yang sering disebut sebagai rumpun suku Batak yaitu Batak
Toba, Pak-pak Dairi, Simalungun, Angkola dan mandailing. Setiap rumpun ini mempunyai
perbedaan dalam budaya dan keseniannya.
Musik tradisional Karo sebagai salah satu bentuk kebudayaan adalah merupakan
peninggalan dari leluhur mereka, suku karo akan tetap menjaga dan melestarikan budaya
tradisi agar tidak lekang oleh waktu. Alat musik balobat yang merupakan salah satu bagian
dari alat musik teradisional Karo, instrumen musik balobat terbuat dari bambu, bunyi
balobat yang sendu bila didengar seolah-olah bagi masyarakat karo akan dapat mewakili atau
dapat mengandung makna yang dapat menceritakan sesuatu hal yang pernah terjadi, selain itu
bagi masyarakat karo istrumen musik tradisional balobat ini adalah alat musik yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan rasa atau perasaan. instrumen ini juga sering digunakan
para pemuda untuk mencari perhatian para wanita muda, untuk membujuk, merayu dengan
melalui permainan melodi lagu-lagu yang mereka alunkan lewat alat musik balobat ini. Balobat (block flute) sebagai instrumen solo juga merupakan alat musik yang sama
dengan balobat yang terdapat dalam gendang balobat. Perbedaannya adalah konteks penyajian.
Balobat sebagai instrumen solo selain seperti yang dijelaskan diatas digunakan sebagai hiburan
pribadi ketika sedang mengembala ternak di padang rumput yaitu ketika sedang menjaga padi di
sawah atau di ladang, fungsi instrumen balobat dalam ansamble gendang balobat berfungsi sebagai
pembawa melodi
11
Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)
Alat musik Balobat yang tergolong dalam instrumen melodis tunggal dapat berfungsi
pula sebagai penghibur diri sendiri selain fungsinya dapat dijadikan sebagai instrumen
pembawa melodi lagu tradisional karo dalam ansambel musik tradisional karo. Selain itu juga
dapat berfungsi sebagai pengiring acara adat tertentu seperti erpangir kulau, pada acara ritual
kemalangan. Dapat dijelaskan alat musik balobat biasanya selalu berpasangan dengan
keteng-keteng dan mangkuk mbentar. Dalam ansamble gendang balobat yang termasuk juga
gendang telu sendalanen ini,ada instrumen lain seperti mangkuk mbentar yang berfungsi
sebagai pembawa tempo, walau hanya sebuah mangkok tetapi mangkok ini sangat berperan
dalam permainan ansamble gendang telu sendalanen tersebut. Mangkok berbahan dasar batu
keramik ini jika digabung dalam ansamble gendang telu sendalanen harus berwarna putih
polos karena memiliki makna filosofis kepolosan dan hati yang bersih makanya dapat
didengar gendang telu sendalanen musik sederhana enak untuk dinikmati, dalam memainkan
musik atau gendang telu sendalanen mangkuk mbentar (mangkok putih) ini di isi air
secukupnya oleh yang nantinya memainkan mangkuk ini, hal tersebut dilakukan adalah untuk
mensetarakan nada hingga menimbulkan harmonisasi yang baik dan enak didengar, mankok
mbentar yang yang berperan dalam gendang telu sendalanen ini berdiameter 12 cm,
ketebalan + 0,3 cm.
Selain itu ada juga keteng-keteng alat musik yang berbahan dasar buluh (bambu
betung) adalah sebagai pembawa ritem, kata keteng-keteng secara ilmiah tidak mempunyai
arti yang khusus namun menurut beberapa narasumber yang didapat secara lisan merupakan
pemberian nama keteng-keteng berdasarkan dari suara yang dihasilkan oleh bunyinya,
dimana keteng-keteng sebagai alat musik ritmis dapat menghasilkan tiga jenis bunyi yang
menyerupai bunyi gong, gendang penganak, gendang singindungi dan dapat diklasifikasikan
alat musik ini tergolong alat musik idiokordofon. Dalam musik tradisional masyarakat suku
Karo dikenal tiga bentuk ritem, yaitu;
1. Simalungun Rayat,
2. Odak-odak,
3. Patam-patam.
Ketiga ritem tersebut tetap akan dalam birama 8/4. Namun dalam pembagian dapat dibagi
untuk simalungun rayat, 4/4 untuk odak-odak, dan untuk patam-patam 2/4 dan dalam bentuk
pukulan ritem yang berbeda. Simalungun rayat bertempo lambat, Odak-odak bertempo
sedang, dan Patam-patam bertempo cepat.
Berdasarkan pengklasifikasian Horn von Bostel dan Curt Sach musik tradisional Karo
dapat dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :
a. Kelompok Idiophone
1. Gung
2. Penganak
3. Keteng-keteng
4. Mangkuk mbentar
b. Kelompok Membranofhon
1 .Gendang anak
2 .Gendang indung
3 .Gendang binge
c. Kelompok Aerofhon
1 .Sarune
2 .Balobat
3. Surdam
d. Kelompok Kordofon
1. Kulcapi
2. Keteng-keteng
12
Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)
e. Kelompok Elektrofon
1. Organ elektrik
B. Pembuatan Balobat. Dalam hal ini akan dipaparkan bagaimana pembuatan balobat, alat apa yang akan
digunakan dalam pembuatantanya dan bahan bagaimana yang baik untuk pembuatan balobat.
Hal pertama yang akan dipaparkan adalah tentang bagaimana tehnik pembuatan balobat.
Sepenuhnya teknik pembuatan balobat ini masih dikerjakan secara manual, tidak berdasarkan
hasil olahan mesin, pembuatan menggunakan alat-alat yang juga sering dipergunakan oleh
para pembuat prabot rumah tangga. Peralatan tersebut antara lain adalah:
1. Parang
2. Gergaji
3. Pisau kecil
4. Meteran atau alat ukur panjang.
Dalam pembuatan balobat gergaji berfungsi sebagai alat potong bambu yang akan
dibuat sebagai bahan dasar pembuatan instrumen balobat. Awalnya pengerajin balobat akan
memotong bambu setelah ditentukan terlebih dahulu diukur dan dipilih bambu yang akan
digunakan sebagai bahan dasar, hal ini agar potongan bilah bambu yang terpilih dapat secara
maksimal digunakan sebagai bahan dasar pembuatan balobat.
Gambar Pembuatan balobat
Pisau kecil
Dalam hal pembuatan balobat pisau kecil berfungsi sebagai pembentuk lubang tulbat
bahasa karo (lobang suara), pembentuk lubang melodi dan sekaligus merapikan pingiran
lubang melodi.
Gambar Pisau kecil untuk melobangi balobat
13
Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)
Dalam pembuatan balobat, disini meteran berfungsi sebagai alat untuk mengukur
panjangnya balobat berdasarkan ketentuan yang sudah direncanakan, selain itu juga sebagai
alat ukur ketebalan bambu menurut aturan pembuatan balobat. Sebab bilamana terjadi
kesalahan dalam sistem pengukurun itu meleset maka dapat dipastikan gelombang suara dan
warna suarapun bisa tidak tepat sasaran.
Bahan bambu dasar sebagai pembuatan instrumen balobat dalam bahasa Karo buluh
reggen (bambu biasa), selain bambu yang telah ditentukan tidak ada bambu sebagai bahan
alternatif, berdasarkan penelitian walau dibuat dengan bambu yang berbeda jenis tidak
menghasilkan suara yang sama walau cara pembuatannya sama, dan bila dibuat dengan
bahan baku dari kayu suara yang dihasilkan agak kasar lebih mengarah kebunyi suara sarune,
hal ini dapat diperkirakan karena serat kayu pada bambu maupun selain jenis bambu yang
sudah ditentukan itu pasti seratnya berbeda.
Gambar Buluh reggen/bambu biasa
Jenis-jenis bambu yang terdapat di Indonesia diperkirakan sekitar 159 spesies dari
total 1.250 jenis bambu yang terdapat di dunia. Bahkan sekitar 88 jenis bambu yang ada di
Indonesia merupakan tanaman endemik. Bambu merupakan jenis rumput-rumputan yang dan
beruas. Bambu merupakan anggota family Poaceae yang terdiri atas 70 jenis. Bambu
termasuk jenis tanaman yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Beberapa jenis
bambu mampu tumbuh hingga sepanjang 60 cm dalam sehari. Indonesia merupakan salah
satu wilayah yang menjadi surga bagi jenis tanaman yang disebut juga sebagai buluh, aur,
dan eru ini. Diperkirakan terdapat sedikitnya 159 jenis bambu di Indonesia yang 88
diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia.
Pembuatan balobat menggunakan bahan buluh reggen (bambu biasa) yang berumur
paling tidak 5 tahun untuk menjamin kepadatan ruas-ruas bambu. Kemudian bambu yang
digunakan harus yang tumbuh jauh dari sumber air, hal ini dimaksudkan untuk menjamin
bambu tidak kelebihan kandungan air atau istilah dalam bahasa Karo buluh buntang. Jika
bambu yang dikemukakan tadi bisa didapat, maka nantinya hasil warna suara dalam proses
pembuatan akan lebih terjamin kualitasnya.
14
Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)
Gambar Pemilihan pohon cabe dijadikan tutup sumbi/
tutup untuk peniupan
Dalam pembuatan balobat pohon cabe ini sangat diperlukan karena pohon cabe ini
akan difungsikan sebagai penutup lubang sumbi (lobang peniupan). Batang cabe yang paling
rapat ke tanah dikikis atau dibersihkan, dipotong sesuai ukuran yaitu panjang 2,2 cm dan
lebar 1,2 cm.
Pembuatan balobat menggunakan bahan buluh reggen (bambu biasa) yang berumur
paling tidak 5 tahun untuk menjamin kepadatan ruas-ruas bambu. Dalam pembuatan balobat
pohon cabe sangat diperlukan karena pohon cabe ini akan difungsikan sebagai penutup
lubang sumbi (lobang peniupan). Batang cabe yang paling rapat ke tanah dikikis atau
dibersihkan, dipotong sesuai ukuran yaitu panjang 2,2 cm dan lebar 1,2 cm. Sistem
perendaman dilakukan pada air yang mengalir selama 14 hari, hal ini dimaksudkan untuk
membunuh bakter-bakteri dan serangga yang ada di dalam bambu yang hendak dijadikan alat
musik balobat. bambu yang telah kering dicermati secara seksama apakah dapat dibentuk
dan setelah itu siap untuk pengukuran pembagian atau skets jarak, panjang dan lebar lubang
tulbat (lobang suara), panjang 26,5 cm, lebar 2 cm. Jarak dari pangkal tempat peniupan ke
lobang tulbat yaitu + 2,3 cm, panjang lobang tulbat +1,1 cm, lebar 1,2 cm.
` Menentukan posisi lobang pertama yaitu dengan cara, panjang keseluruhan balobat
dibagi dua, jika tadi sudah dikatakan panjang balobat adalah 26,5 cm maka 26,5 cm dibagi
dua. Itulah cara untuk mendapatkan atau menentukan lobang pertama. membentuk dan
merapikan lobang melodi yang sudah ditentukan berdasarkan alat pengukur (meteran).
C. Sekilas teknik memainkan balobat
a. Posisi badan dalam memainkan balobat adalah dengan cara duduk bersila, kedua
kaki dilipat karna pada umumnya setiap memainkan alat musik Karo baik itu kulcapi,
surdam, sarune, gong dan sebagainya, yang manapun itu alat musik karo maka sikap
tubuhnya semua dengan posisi duduk bersila.
b. Dalam memainkan balobat, posisi jari telunjuk((kiri) menutup lobang I, jari tengah
(kiri) menutup lobang II. Jari telunjuk (kanan) menutup lobang III, jari tengah (kanan)
menutup lobang IV, jari manis (kanan) menutup lobang V, jari kelingking menutup
lobang VI. Sedangkan kedua jempol menahan bambu sekaligus menahan tekanan
karena jari-jari bergerak-gerak untuk membentuk melodi.
1. Dalam proses pembuatan balobat memerlukan beberapa tahap, antara lain
pemilihan pucuk buluh reggen (pohon bambu biasa), memotong, mengikis,
pengukuran panjang balobat + 26,5 cm, penyongkelan untuk keenam lobang nada
yang berdiameter bulatan + 0,6 cm, penentuan lubang sumbi (lobang suara) + 2,2
cm dan penyeteman dan dalam hasil penelitian balobat yang dihasilkan bernada
dasar, Bb = do.
15
Dokumen ini diunduh dari Jurnal Grenek (Seni Musik)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. (1998). Kamus besar bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani
Asmawi, (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Banoe, Pono.(2003). Kamus Musik:Yogyakarta : Kanisius
Bina Anugrah Barus. (2010) “Keteng Keteng Karya Ropong Tarigan Tinjauan Dari
Organologi”
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2003) . Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Maryaeni, (2005) Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara.
Nazril, Muhamad. (2005). Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
Pulumun Ginting. (2005). Materi Kuliah Musik Tradisional II. Medan : Unimed
Silitonga, Pita HD. Organologi, Universitas Negeri Medan Diktat Mata Kuliah Organologi
Sumadi (2005 ; 17). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rajawali
Surakhmand, Winarno.(1992). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito
16
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
KERAGAMAN GAYA KOMPONIS DALAM PERKEMBANGAN
PENCIPTAAN MUSIK DI MEDAN
Wahyuni Hasibuan
ABSTRAK
Dari aspek kesejarahan, musik berkembang sejalan dengan dinamika kebudayaan
dari zaman ke zaman. Sejarah perkembangan musik diawali dari masa pra
Historis, abad pertengahan, zaman Renaisance, zaman Barok dan Rokoko, zaman
Klasik, zaman Romantik, peralihan menuju modern, dan zaman Modern. Setiap
zaman memiliki karakter tersendiri baik dalam struktur atau bentuk komposisi,
gaya, teknik bermain, penggunaan ragam alat musik dalam bentuk ensambel,
orkes, atau combo. Selain itu, perkembangan konsep estetika atau ekspresi
musikal, juga merupakan indikator penting dalam perkembangan ragam
komposisi musik. Perkembangan tersebut merupakan dampak atau konsekuensi
dari dinamika kebudayaan.
Kata kunci : Komponis, Penciptaan, Musik
A. Pendahualuan
Salah satu kekayaan budaya yang lahir dari Sumatera Utara adalah karya musikal.
Keragaman budaya yang terlihat pada sejumlah situs dan elemen artefak, aktivitas dan kaidah
yang lahir dari masyarakat etnik indigenous, diantaranya Melayu, Karo, Batak-Toba,
Simalungun, Pakpak-Dairi, Angkola, Mandailing, Nias, Pesisir, Ulu dan Lubu, memberikan
kontribusi yang sangat signifikan dalam kelahiran karya-karya musikal dari sejumlah komponis
yang berasal dari Sumatera Utara.
Dari sisi historis, beberapa insan Sumatera Utara yang berkesempatan dari masa awal
meraih kesempatan menempuh pendidikan formal di institusi pendidikan yang sangat baik,
diantaranya di Fort de Kock (Bukit Tinggi), Kayu Tanam maupun Muntilan. Akhirnya memilih
dunia musik dalam pendidikan sebagai ekspresi perjuangan dan pengabdian.
Amir Pasaribu, yang selain komponis dalam rangka musik “western art” juga pencipta
“Andika Bhayangkara”, juga merupakan kritikus musik terbaik yang dimiliki Indonesia dan
peletak dasar Sekolah Musik Indonesia. Amir Pasaribu yang studi di Mushashino Institute,
Jepang, bersama dengan Binsar, Alfred dan Nortier Simanungkalit, juga memberikan
sumbangsih yang besar dalam dunia pedagogi musik di tanah air, yang sampai sekarang terasa
dalam dunia pendidikan.
Ekspresi komponis Sumatera Utara sejak masa awal perkembangan penciptaan musikal
sudah sangat pluralistik. Misalnya untuk fungsi religius, tercatat beberapa komponis yang
penting, diantaranya Ahmad Baqi pencipta lagu-lagu dalam karya arabesk yang dianugerahkan
gelar professor dari Universitas Al-Azhar, Mesir untuk karya dan pemikiran musikalnya.
“Selimut Putih” dan “Panggilan Ka`bah” adalah sebagian dari ratusan karyanya yang luar biasa,
dan diberi Anugerah Seni oleh Dewan Kesenian Sumatera Utara tahun 2008. Dalam gaya
arabesk dan Malay tunes, Nurayiah Djamil juga memberi kontribusi yang berharga dalam
penciptaan musik di daerah Sumatera Utara.
17
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Selain lagu-lagu rakyat yang kerap dinyanyikan masyarakat, baik yang berasal dari
etniknya maupun yang diluar etniknya, pada umumnya tidak diketahui penciptanya. Namun ada
pula musik rakyat (folk tunes) yang popular, yang kadang-kadang disebut lagu-lagu pop daerah
adalah lagu-lagu diciptakan dalam lirik bahasa lokal dan bermelodi idiomatik dari etnik tertentu
yang diminati oleh masyarakat yang kadangkala dari etnik lain. Meskipun kebanyakan lagu-lagu
dalam kategori ini diciptakan dalam genre ritme musik popular internasional, misalnya
chachacha, rumba, merengue, blues, ballad dan lain-lain, karena era penciptaannya sewaktu
dengan popularitas musik-musik dansa, yang ditransmisikan melalui film, piringan hitam dan
radio-radio internasional. Kebanyakan lagu-lagu ini juga pernah direkam ulang dalam versi yang
lebih sesuai dengan trend musik yang berkembang.
Perkembangan dunia penciptaan musik oleh para komponis di Sumatera Utara,
mengarah pada berbagai trend; misalnya dalam genre musik industrial-popular, musik dunia
(world musik) yang kolaboratif dan multikultur, musik kontemporer yang eksperimental, musik
fungsional interdisiplin dan sebagainya.
Pada masa awal keterlibatan penciptaan musik dalam dunia rekaman (industrial) sudah
dirintis sejak penghujung abad 19 dan awal abad 20. Romulus L. Tobing sudah merekam
musiknya di Studio Hits Master Voice di Singapura. Kemudian bersaudara Marihot Hutabarat
dengan album “Dago Inang Sarge” direkam di Panophone Record dapat dianggap sebagai
rekaman awal musik Jazz di Indonesia, dilanjutkan dengan posisi studio Lokananta di Surakarta.
Tradisi rekam lagu dan pertunjukan menjadi sebuah rentetan yang penting dalam sejarah
penciptaan musik popular, Walter Sirait dan Ungkap Sihite, kelompok Parisma 73 menjadi
milestone. Munculnya Charles Hutagalung, Rinto Harahap, Reynold Panggabean (ketiganya
anggota The Mercys yang legendaris), Mawi Purba dan Dharma Purba (keduanya dari Rhythm
Kings), kemudian Jasa Said, Jelly Tobing adalah sebagian dari banyak bintang-bintang generasi
awal dalam musik popular.
Kemudian setelah pergeseran lokasi ke Jakarta, keberadaan komponis Sumatera Utara
masih tetap mengkilap. Posisi pop daerah, yang berpotensi yang menjadi lagu rakyat, tetap
menjanjikan. Munculnya Dakka Hutagalung, Star Pangaribuan, Charles Simbolon, Bhuntora
Situmorang, Tigor Marpaung, Jack Marpaung, Hilman Padang adalah sedikit dari banyak
pencipta sekaligus penyanyi yang prominen.
Ekspresi komponis Sumatera Utara sejak masa awal perkembangan penciptaan musikal
sudah sangat pluralistik. Misalnya untuk fungsi religius, tercatat beberapa komponis yang
penting, diantaranya Ahmad Baqi pencipta lagu-lagu dalam karya arabesk yang dianugerahkan
gelar professor dari Universitas Al-Azhar, Mesir untuk karya dan pemikiran misikalnya.
“Selimut Putih” dan “Panggilan Ka`bah” adalah sebagian dari ratusan karyanya yang luar biasa,
dan diberi Anugerah Seni oleh Dewan Kesenian Sumatera Utara tahun 2008. Dalam gaya
arabesk dan Malay tunes, Nurayiah Djamil juga memberi kontribusi yang berharga dalam
penciptaan musik di daerah Sumatera Utara.
Diluar trend popular, sejumlah komponis Sumatera Utara memberi warna berbeda,
yakni kolaborasi musik etnik (world musik), misalnya Rizaldi Siagian yang sebelumnya bermain
band The Great Session, mencipta lagu-lagu yang beridiom etnik, sampai kemudian menggagasi
pergelaran akbar Megalitikum Kuantum di Jakarta dan Bali. Dalam konsep musik Irwansyah
Harahap dengan kelompok Suarasama menghasilkan sejumlah album yang diterbitkan di Paris
dan Chikago. Ben M. Pasaribu menggagasi muncul kolaborasi musik multi-etnik seluruh
Sumatera dalam format “Pan-Sumatera Ensemble”, meskipun secara teknis lebih banyak
mencipta musik dalam genre konseptual, eksperimental, elektronikal, dan psiko-akustikal.
18
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Era berikutnya ada generasi yang juga menggagas musik-musik baru seperti Panji
Suroso dengan kolegium musikum yang melibatkan beberapa unsur lintas disiplin ilmu dan
lintas generasi musisi baik dalam dan luar negeri, Muklis hasbulah dengan mengusung
elektronik dan komputer musik, Hendrik parangin-angin dengan kolaborasi musik etnis
disumatra utara. Lintas generasi komponis musik di Sumatra Utara sangat menarik untuk dicatat
dan di inpetarisasikan agar kelak dapat menjadi sumber reperensi perkembangan musik di tanah
air terlebih khusus di Sumatra Utara.
Dalam kaitan ini penulis sangat tertarik dengan gaya penciptaan musik dari kelompok
komponis yang bergenre musik klasik, kotemporer dan tradisi dan penulis juga terinspirasi dari
perkembangan musik modern barat serta keberadaan ragam musik etnik Indonesia yang
berkembang di setiap wilayah nusantara pada umumnya dan pada wilayah Medan khususnya
dengan karakter dan warna yang berbeda-beda.
B. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Klasik di Medan
Perkembangan berbagai konsep dan karakter yang mewarnai khasanah musik Abad 20,
telah memberi gambaran ragam perpaduan berbagai alternatif dalam pengkomposisian musik
yang mencakup aspek ritem, melodi harmoni, maupun berbagai penjelajahan atau ekplorasi
ragam suara atau nada melalui medium sound efect (efek suara) sebagai hasil rekayasa dari kian
pesatnya perkembangan teknologi elektronika.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, konsepsi berekspresi di kalangan komponis
musik modern turut berkembang sejalan dengan dinamika estetika musik. Hal ini terlihat dari
kehadiran jenis komposisi musik yang berbeda dari hal yang lazim digunakan baik pada jenis
musik klasik yang berkembang dari sejak zaman Barok, Klasik, dan Romantik. Aliran ini
disebut dengan musik modern. Prinsip berkomposisi pada jenis musik modern memiliki
keunikan tersendiri baik dari aspek teknik bermain alat musik, penggunaan ragam ritme, sistem
tangganada atau skala, dan harmoni.
Selain meneruskan gaya penciptaan yang lazim, baik dalam konteks musik Barat
maupun dari penerusan tradisi kulturnya, para komposer musik modern di Indonesia khususnya
di Medan cenderung mengupayakan teknik baru dalam memainkan alat musik. Hal ini
merupakan konsekuensi dari adanya upaya kreatif komposer untuk mengeksplorasi (menjelajahi
ragam nada, bunyi, ritme, dan harmoni) terhadap elemen-elemen musik dalam sebuah komposisi.
Salah satu komponis musik klasik Medan adalah Daud Kosasih. Beliau merupakan salah satu
komponis klasik di Medan yang cukup sering mengadakan pementasan musik klasik hingga ke
luar negeri seperti ke negara Jerman.
Salah satu karya beliau berjudul ITB (Indonesia Terimalah Baktiku) yang merupakan
komposisi paduan suara yang terdiri dari 90 birama. Komposisi paduan suara ini terdiri empat
suara yaitu sopran, alto, tenor, bass. Dasar dari ide garapan yang dibuat komponis diawali ketika
diadakannya konser paduan suara tingkat nasional di Institut Teknologi Bandung. Lagu ini
diciptakan pada bulan Desember tahun 2003. Lagu ini juga dibawakan oleh mahasiswa
perwakilan dari Indonesia yang berasal dari Institut Teknologi Bandung, pada saat festival
Olympic Choir (Sabtu, 27 Agustus 2004) di Berme Jerman.
Pada karya Indonesia Terimalah Baktiku komponis ini mengunakan tangga nada
pentatonik (tangga nada yang menggunakan lima nada saja) yaitu tangga nada pelog (do, mi, fa,
sol,si) dan selendro (do, re, mi, so, la). Komponis ini menggunakan tangga nada pelog dan
selendro yang merupakan tangga nada musik suku Jawa karena lagu ini awalnya diciptakan
untuk dipentaskan di Jerman, jadi denggan penggunaan tangga nada ini mampu menunjukan ciri
19
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
khas Indonesia. Alur musik tidak dibuat secara beraturan berdasarkan tonika Es=do dengan
tempo moderato, karena banyak terdapat modulasi dan tanda pugar dalam lagu ini. Pada birama
24 terdapat modulasi dari Es=do menjadi Bes=do dan dipugar pada birama 36 kembali ke 3 mol.
Pada birama 47 terjadi dimodulasi dimana tonikanya menjadi C=do dengan tempo
allegro kemudian pada birama 60 terjadi lagi modulasi menjadi 5 mol atau des=do. Birama 70
terjadi modulasi dari Des ke E, dan lagu ini berakhir di 4 kres dengan tempo maestoso.
Pergerakan melodi yang menonjol terdapat pada suara bass atau disebut dengan Basso
Continoul/bass melodicline. Bass melodicline apabila melodi pada suara bass bergerak maka
tenor juga akan bergerak searah dengan nada bass ini dapat dilihat pada birama 60-68. Terdapat
juga variasi pada lagu ini, yaitu canon dan unisono.
Variasi canon (bersaut-sautan) terdapat pada:
Birama 25-29 terdapat pada suara alto dan bass
Birama 48-59 terdapat pada suara sopran dan tenor
Birama 50-57 terdapat pada suara alto dan tenor
Birama 60-66 terdapat pada suara sopran dan alto
Variasi unisono (satu suara) terdapat pada:
Birama 30-31 terdapat pada suara tenor dan bass
Birama 70-83 terdapat pada suara sopran dan tenor
Struktur lagu dapat kita ketahui bahwa lagu ini bergaya klasik zaman barok karena terdapat
variasi canon dan dan unisono, poliphonik harmoni yamg menunjukkan bahwa lagu ini bergaya
musik klasik dari zaman Barok.
C. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Tradisi Etnik di Medan
Keberadaan musik modern di Indonesia erat kaitannya dengan masuknya budaya musik
Barat yang datang melalui berbagai aktivitas dan benturan budaya seperti kolonialisme,
perdagangan, masuknya misionaris, dan sebagainya. Dalam perkembangan penciptaan musik
modern di Indonesia, akan ditemukan alur yang secara kesejarahan meneruskan dua ragam
tradisi musik yaitu :
1. Penciptaan dalam konteks musik tradisional yang berkembang dalam masyarakat (termasuk
pengaruh-pengaruh asing yang sudah menyatu dalam kultur).
2. Penciptaan dalam konteks penggunaan estetika musikal dari musik Barat, baik dalam format
struktur maupun penggunaan ragam alat-alat musik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan dan kelangsungan musik
modern di Indonesia masih bersifat temporal atau belum memiliki kesinambungan antara dekade
awal ke dekade berikutnya.
Menurut Irwansyah Harahap, salah seorang dosen etnomusikologi di Universitas
Sumatera Utara Medan (wawancara, 13 November 2010), penciptaan musik modern dalam
konteks penggabungan alat musik tradisional yang ada di Indonesia dengan alat-alat musik
Barat khususnya yang berkembang di Medan menunjukkan bahwa komposer musik di daerah ini
memiliki kreativitas yang baik. Hal itu terlihat dari ragam komposisi yang dipagelarkan di
Taman Budaya Sumatera Utara maupun yang di pagelarkan di manca negara dalam event-event
tertentu seperti misi seni budaya Sumatera Utara. Selain menampilkan musik tradisional
Sumatera Utara, juga membawakan musik modern dengan konsep kolaborasi antara peralatan
musik tradisional dengan peralatan musik Barat.
20
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Dalam hal ini komposer dituntut untuk mampu mengorganisir karakter rangam bunyi alat
musik tradisional Sumatera Utara yang berasal dari etnik Melayu, Batak Toba,
Mandailing/Angkola, Simalungun, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias dalam sebuah
komposisi musik dalam konsep musik modern. Menurut Daud Kosasih (wawancara, 12
November 2010), keragaman gaya komposisi yang merupakan gabungan antara musik Barat dan
musik etnik di Medan merupakan salah satu cerminan penggabungan dari dua zaman musik yang
sangat mempengaruhi perkembangan penciptaan musik di Sumatra Utara . Melihat ragam karya
musik modern dalam konteks kolaborasi tersebut, menunjukkan bahwa kreativitas mahasiswa
tergolong baik, baik dari aspek penggunaan alat musik maupun harmonisasi dari penggunaan
alat-alat musik yang digunakan dalam komposisi karya masing-masing mahasiswa.
Komposer Panji Suroso yang merupakan salah satu komponis kota Medan yang
menggunakan teknologi komputer dalam proses penciptaan komposisi musik eksperimental juga
memiliki warna tersendiri dalam proses penciptaan dari teknologi komputer, musik yang
dihasilkan menjadi sangat berbeda dengan adanya penggabungan antara musik tradisi dan
eksperimental.
Berikut karya dari Irwansyah Harahap yang berjudul Born. Karya ini dipentaskan pada
tahun 2003 di New Zealand dengan ide garapan World Musik. Musik ini bercerita tentang
adapatasi beragam jenis musik etnik. Penciptaan karya musik bersumber pada kebudayaan
tradisi dunia(world musik cultures) masih merupakan hal yang baru di Indonesia. Minat
Irwansyah Harahap ataupun pemusik kreatif di Indonesia untuk mengenali genre musik ini
relative terbatas, padahal kreatifitas penciptaan musik semacam ini trend dibelahan dunia lain
pada saat ini.
Dalam penyusunan komposisi ini Irwansyah Harahap menggunakan perangkat musik
komputer dan hasapi. Struktur lagu yang menjadi core competition sepunuhnya berasal dari
gondang yang ada tetpi pada saat performance digantikan oleh instrumen marinmba karena
keterbatsan alat ketika di New Zealand. Idiomatis musik yang terdapat dalam tradisi batak toba
seperti four beat gong cycle; heterophonic texture; dan drumhimes instrumen (set gendang
bernada) sepenuhnya digarap dari bahas orkestrasi musik Barat. Karya merupakan karya musik
yang memiliki unsur polyphonic yang terdiri dari 56 birama dimana karya tersebut dimainkan
dengan tujuh instrumen yaitu Picolo, Vibraphone, Harp, Frensh Horn, String Bass, dan
percussion sets.
Melodi yang digunakan merupakan melodi heterofonik terdiri dari piccolo, vibraphone
dan hasapi Picolo berfungsi menggantikan idiom bunyi sarune etek (alat tiup lidah tunggal
Batak Toba) yang terdapat pada birama 19-54, sementara vibraphone menggantikan bunyi
garantung (jenis silofon-lima bilah kayu Batak Toba). Harp memberi variasi ruang dan imitasi
melodis pada bagian-bagian tertentu dari komposisi lagu. Violin dan French horn lebih
menghiasi aspek bunyi string dan brass pada bagian bagian tertentu lagu. String Bass berperan
memberi aksentuasi ritmis menirukan idiomatik perangkat ogung (set gondang batak), namun
lebih bersifat melismatis dan dinamis. Perccusion sets mewakili struktur permainan sekaligus
idiom dari permainan taganing hal ini bias dilihat dari komposisi partitur lagu Born
Pergerakan musik yang terjadi pada karya ini meliputi world music, kongkrit musik,
eksperimental musik atonal musik (pergerakan kromatik). Struktur melodinya berbeda dari
pergerakan musik klasik pada umumnya. Seruling batak digantikan dengan picolo yang terdapat
pada birama 19-54. Pola ritme yang digunakan pada karya ini menggunakan banyak pola ritme
Salah satunya adalah ritme afro (pola ritme aktif yang tidak terikat harmoni) . Adapun pola
ritmenya adalah:
21
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Pola ritme afro terjadi pada birama 2-5, 11-26, dan 35-42
Pola ritme tradisi pada birama 6-10, 27-34dan 43-51
Musik ini terdiri dari dua bagian dengan struktu A, B, A, B, A
Intro terdapat pada birama 1-10 tetapi pada birama 6-10 intro pada musi ini telah
menunjukkan pola ritme baik secara melodik dan perkusi
Bagian I atau A dimulai dari birama 11-26, birama 34-42 dan51-54
Bagian II atau B dimulai dari birama dan terjadi 27-33 dan 43-50
Dan endingnya terdapat pada birama 55-56 dan sudah tidak memiliki pola ritme lagi
Bagian yang menunjukkan bahwa musik karya komponis ini bergaya tradisi adalah
ketika hasapi dan gondang dimainkan pada birama 11-56. Karya komposisi gaya tradisional
Irwansyah Harahap ini dapat dilihat pada lampiran berikut
D. Keragaman Gaya Komponis Dalam Penciptaan Jenis Musik Kontemporer/
Eksperimental di Medan
Menurut Irwansyah Harahap, (wawancara, 11 November 2010), dalam proses penciptaan
musik dengan konsep kolaborasi antara alat musik tradisional dengan alat-alat musik Barat,
diperlukan kerja sama di antara pemusik yang terlibat dalam proses pengkomposisian. Ide awal
biasanya disampaikan oleh komposer kepada para pemain musik, namun pada proses
penggarapan hingga sebuah komposisi selesai merupakan hasil diskusi di antara pemain musik.
Setelah sebuah komposisi dianggap telah selesai, kemudian komposer membuat notasi musiknya
(partitur) sesuai dengan bentuk komposisi serta formasi alat-alat musik yang digunakan.
Menurut Irwansyah Harahap (wawancara, 11 November 2010), proses penciptaan
komposisi musik yang merupakan gabungan antara musik Barat dan musik etnik di Medan pada
umumnya merupakan hasil kerja sama di antara pemain. Dalam hal ini komposer memaparkan
konsep komposisi awal, kemudian didiskusikan untuk mencapai hasil yang terbaik. Hal ini
tampak dari karya Irwansyah yang berjudul Born.
Berikut karya dari salah seorang komponis Medan Erizon yang bergenre kontemporer
eksperimental. Karya dengan judul Langkah ampek. Karya ini didasari pada ide garapan dari
Rabab Pariaman dengan sistem harmoni vertical. Langkah pada Langkah Ampek berarti
langkah bermakna interval, gerak kedinamisan Harmoni vertikal tersusun dari nada-nada dengan
interval kwart murni. Langkah Ampek dari 76 birama yang terdiri dari tiga bagian. Bagian
pertama berjudul Tali Undang bagian kedua Tali Sejarah dan bagian Tali Anguang.
Berikut ini penjelasan ketiga bagian karya ini:
1. Tali Undang (Tali paling kecil pada rabab pariaman) memiliki tempo yang berubah-
ubah Yaitu
Tempo allegro dari birama 1-12
Tempo andante dari birama 12-28
Tempo moderato dari birama 29 -76
Harmoni yang digunakan adalah harmoni kuartal
2. Tali Sajarah (Tali melodi pada rabab pariaman) memiliki tiga bagian tetapi tidak
berdasarkan tempo seperti pada bagian I
Sub bagian pertama merupakan permainan secara bersama dalam tempo allegro
5/4
Sub bagian kedua terdiri dari permainan cadenza oleh seorang pemain(master
konser)
22
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Sub bagian ketiga merupakan coda dengan tempo a tempo yang dimainkan
secara bersama-sama.
Harmoni yang digunakan adalah harmoni kuartal dengan tempo allegro. Jumlah
birama pada bagian kedua diluar cadenza adalah sebanyak 52 birama. Durasi bagian
kedua secara keseluruhan kurang lebih enam menit.
3. Tali Aguang (Tali paling besar pada rabab pariaman)
Bagian ketiga terdiri dari dua sub bagian yaitu
Sub bagian I terdiri dari 26 birama dan memiliki tempo andante
Melodi dibawakan dengan gitar yang dibawakan dengan senar 6 yaitu senar bass
sehingga menimbulkan kesan besar (aguang, agung) Melodi pada sub bagian ini
merupakan penerapan konsep harmoni kuartal.
Sub bagian kedua terdiri dari 27 birama memiliki tempo allegro.
Terdapat perubahan dari andante dari ke allegro yans sebelumnya dipersiapkan
dengan sebuah fermata pada birama 16. Frase C dimainkan dengan gitar 1 dan 2
secara unisono yang memainkan gitar dengan harmoni kuartal
Kedua sub bagian ini memiliki sukat 6/8. Durasi tali aguang sekitar 4,5 menit.
Komposisi Langkah Ampek memiliki sukat tersendiri. Sukat (Pembatas) ini diperoleh
dari jumlah benang yang diideh atau dijalin untuk masing –masing senar rabab pariaman. Tali
undang diideh 4 helai benang, tali sajarah diideh dari 5 helai benang, dan tali aguang diideh 6
helai.
Bahan-bahan penunjang garapan didapatkan dari buku bacaan dan rekaman lagu-lagu
rebab pariaman berupa pita kaset. Bahan-bahan yang sudah didapatkan kemudian diolah dengan
berpedoman pada teori-teori harmoni kuartal. Akor kuartal yang digunakan nada-nada dalam
interval kuart murni. Analisis melodi terdapat interval kuart pararel, motif ritem triol, tangga
nada minor dan dua buah tonal yang berbeda.
E. Gaya Komponis Dalam Membuat Komposisi Musik Terhadap Perkembangan
Penciptaan Musik Modern Di Medan
Dari ragam komposisi musik modern di Medan, baik dalam konteks musik klasik,
musik, etnik, maupun musik eksperimental, memiliki dampak yang signifikan terhadap
perkembangan penciptaan musik modern di Medan. Namun dalam hal ini perkembangan
tersebut masih terbatas di kalangan akademisi musik yang ada di Medan seperti, di Jurusan
Sendratasik (Prodi Seni Musik) Unimed, ada generasi baru yang akademis mengusung nama
kelompok maupun salah satu komunitas pendampingnya, diantaranya Mukhlis Hasbullah dengan
The Robert Moong Computer Musik Studio, Panji Suroso dengan Kolegium Musikum, Hardoni
Sitohang dengan Neo-Tradisional, Erizo Koto.
Di luar institusi tersebut, perkembangan musik klasik, kontemporer dan etnik tradisional
dapat terlihat di Taman Budaya Sumatera Utara Medan dimana komunitas komposer musik
modern dari kalangan kampus berkolaborasi dengan para seniman musik yang selalu
mengadakan latihan di Taman Budaya Sumatera Utara Medan.
23
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
DAFTAR PUSTAKA
Arisangsaka, Inung.2002. Fruity Loops 2 Bermain Musik Tanpa Instrumen. Jakarta. PT Elex
Media Komputindo
Bramantyo,Triyono. 2004. Disseminasi Musik Barat Di Timur. Yogyakarta : Yayasan Untuk
Indonesia.
Hardjana, Suka. 1995. “Catatan Musik Indonesia, Fragmentasi Seni Modern yang Terasing”
dalam Majalah Kalam Edisi 5.
Hardjana, Suka. 2004. Esai Dan Kritik Musik. Tangerang : Agromedia Pustaka.
Hardjana, Suka. 2004. Musik Antara Kritik dan Apresiasi. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Gunartha, Wira.2011.http://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/artikel/article/view/915
Mack, Dieter. 1995. Tradisi-Modern-Kontemporer-Interkultural Berbagai Pemi-kiran Musik
Masa Kini di Indonesia Yang Tidak Bertolak Lingkungan Karawitan. Dalam MSPI.
Yogyakarta : Yayasan Benang Budaya.
Mack, Dieter. 2004. Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta : Pusat Musik Liturgi.
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara.
Miles, B. Matthew dan Huberman., A.Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI-
PRESS.
Parto, FX.Suhardjo. 1996. Musik Seni Barat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Pasaribu, Ben M. 2005. Kaleidoskopik Komponis Dalam Musik Kontemporer di Indonesia.
Dalam Etnomusikologi, Jurnal Seni. Medan : Departemen Etnomusikologi USU.
Susi, Gustina. 2005. “Pendidikan Musik Kreatif : Alternatif Model Pembelajaran Musik di
Sekolah”. Dalam Jurnal Seni Musik , Vol. 2 No.2. Tangerang : Jurusan Musik –
Fakultas Ilmu Seni UPH.
Sylado, Remy. 1983. Menuju Apresiasi Musik. Bandung : Angkasa.
Tambajong, Japi. 1992. Ensiklopedi Musik Jilid 1. Jakarta : Cipta Adi Pustaka.
24
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DALAM KONTEKS MUSIK MELAYU
Sarah Marliesa Hutapea
Abstrak
Musik merupakan bagian dari kebudayaan yang menjadi akar kehidupan.
Dalam dunia pendidikan, musik menjadi salah satu media pengantar yang
baik. Dalam konteks pembelajaran seni budaya di sekolah, seni musik
merupakan bagian dari kurikulum yang menjadi kewajiban siswa untuk
mempelajarinya. Tulisan ini memuat materi Musik Melayu sebagai salah
satu contoh seni musik dalam pelajaran seni budaya. Dalam tulisan ini juga
ada beberapa contoh tabel, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
tabel hasil evaluasi siswa. Di dalam tulisan ini juga ada metode penerapan
pembelajaran hingga siswa mampu mencapai hasil belajar yang efektif.
Kata Kunci : Pembelajaran, Seni Budaya, Konteks, Musik Melayu
A. Pembelajaran Seni Budaya Musik Melayu di Sekolah
Dalam penentuan materi pembelajaran musik Melayu di sekolah harus ada yang
merupakan bagian dari implementasi pembelajaran musik daerah Sumatera Utara merupakan
salah satu dari sejumlah kompetensi dalam bidang studi seni musik. Menurut Luhut
Manurung, S.Pd, guru bidang studi seni musik SMP Negeri 35 Medan (wawancara, 29
Desember 2010), penyusunan silabus untuk bidang studi seni musik mengacu kepada
keberadaan musik tradisional dari keseluruhan etnik Sumatera Utara yang mencakup fungsi
setiap musik etnik dalam siklus kehidupan masyarakatnya. Secara menyeluruh penerapan
materi seni musik pada dalam pembelajaran di sekolah adalah sebagai berikut :
1. Mengapresiasi karya seni musik yang mencakup : (a) mengidentifikasi jenis lagu
daerah Sumatera Utara (setidaknya mencakup kajian musik Etnik Melayu, Batak
Toba, Simalungun, Mandailing/Angkola, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias), (b)
menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan lagu daerah Sumatera Utara.
2. Mengekspresikan diri melalui karya seni musik yang mencakup : (a) mengaransir
secara sederhana karya lagu daerah Sumatera Utara (Etnik Melayu, Batak Toba,
Simalungun, Mandailing/Angkola, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias), (b)
menampilkan hasil aransemen karya lagu daerah Sumatera Utara (semester ganjil)
3. Mengapresiasi karya seni musik yang mencakup : (a) mengidentifikasi ragam musik
daerah Sumatera Utara, (b) menunjukkan sikap apresiatif terhadap keunikan seni
musik daerah Sumatera Utara.
4. Mengekspresikan diri melalui karya seni musik yang mencakup : (a) mengaransir
secara sederhana lagu daerah Sumatera Utara, (b) menyajikan karya seni musik
daerah Sumatera Utara secara perorangan dan berkelompok di kelas. (semester
genap).
Berdasarkan implikasi dan penentuan masing-masing standar kompetensi atau
kompetensi dasar pada bidang studi seni musik tersebut, selanjutnya guru seni musik,
membuatnya dalam beberapa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mencakup
standar, kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran,
media pembelajaran, dan evaluasi.
25
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Dengan mengacu kepada standar kompetensi tersebut, maka materi pembelajaran
musik daerah Sumatera Utara mencakup kajian musik tradisional Etnik Melayu, Batak Toba,
Simalungun, Mandailing/Angkola, Karo, Pakpak/Dairi, Pesisir, dan Nias. Dari sejumlah
jenis musik etnis Sumatera Utara tersebut, minimal beberapa di antaranya harus diajarkan
sebagai salah satu kompetensi yang harus dipahami oleh peserta didik. Dalam hal ini peneliti
mendeskripsikan pembelajaran seni budaya dalam konteks muasik daerah Melayu.
Musik Tradisional Melayu
Musik tradisional Melayu adalah musik yang penggunaannya berkaitan dengan
struktur kebiasaan masyarakat (etnik) Melayu. Seperti pada berbagai upacara ritual yang
mencakup aspek keagamaan, adat-istiat dan, dan hiburan. Ensambel musik tradisional
melayu disebut dengan Nobat Diraja, terdiri dari 6 buah alat musik yaitu : (1) Satu buah
gendang besar berkulit satu sisi, (2) Sebuah terompet Nafiri, (3) dua buah Serunai, (4) dua
buah gendang panjang yang 2 sisi kulitnya disebut Gendang Nobat, (5) Dua buah kopok-
kopok atau semacam besi, (6) satu buah Gong Maha Guru (Takari, 2010).
Selain dalam formasi ensambel Nobat Diraja, terdapat bentuk ensambel lainnya
yang terdiri dari alat-alat musik seperti biola, bas, gitar, akordeon dan gendang. Musik
tradisional melayu selain berfungsi untuk mengiringi ragam tari Melayu, juga digunakan
untuk mengiringi lagu-lagu yang dimainkan dalam teater Makyong seperti lagu berjudul
Barat Menganju, Mengambur, Mengulit, Kijang Emas, Timang-timang Welu, dan
sebagainya.
Bentuk struktur musik daerah Melayu sebagai musik pop daerah memiliki teks
musik yang disusun dalam bentuk pantun. Lagu-lagu bergaya langgam Melayu memiliki
ragam tema yang kesemuanya mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat Melayu
seperti tema tentang ketuhanan, alam dan lingkungan hidup, cinta (asmara), kemanusiaan,
patriotisme dan sosial dengan segala macam persoalannya.
Bentuk struktur musik langgam Melayu pada umumnya tergolong sederhana
sebagaimana halnya dengan lagu-lagu rakyat lainnya, yaitu berbentuk ABA, AABA. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pada umumnya lagu-lagu langgam Melayu dikembangkan
dari satu motif atau dua motif lagu. Pola penggarapan musik dan gaya bernyanyi mencadi
sebuah ciri khas yang membedakannya dengan lagu-lagu rakyat lainnya.
Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa keberadaan musik daerah
Melayu masih tetap eksis di daerah Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, kendati
popularitasnya tidak seperti yang terjadi pada tahun 1970-an. Menurunnya popularitas
tersebut disebabkan oleh pengaruh perkembangan musik pop sejalan dengan perkembangan
teknologi informasi seperti radio dan televisi yang sangat gencar.
Setelah melakukan apresiasi dalam hal identifikasi peranan dan fungsi musik daerah
Melayu dalam kaitannya dengan tradisi adat serta hiburan pada masyarakat Melayu, juga
melakukan identifikasi alat-alat musik yang digunakan baik dalam bentuk ansambel, maupun
sebagai alat musik individual. Dalam hal ini guru memperdengarkan rekaman musik daerah
Melayu melalui CD atau kaset rekaman.
Penerapan Pembelajaran Musik Daerah Melayu di Sekolah
Penerapan pembelajaran musik daerah Melayu pada siswa sekolah, berpedoman
pada penyusunan standar kompetensi, kompetensi dasar yang telah memuat indikator
pencapaian pembelajaran yang selanjutnya merupakan pedoman dalam penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (BNSP, 2009) seperti pada uraian berikut ini :
Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran :
26
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
SATUAN PENDIDIKAN : SMP Negeri 35 Medan
MATA PELAJARAN : Seni Budaya / Seni Musik
MATERI POKOK : Mengapresiasi Musik Daerah Melayu
KELAS/SEMESTER : VII / 1
ALOKASI WAKTU : 3 x 45 menit
I. Standar Kompetensi :
1. Mengapresiasi karya seni musik daerah Melayu
II. Kompetensi Dasar :
1.1 Mengidentifikasi fungsi dan latar belakang musik tradisional dalam konteks
budaya masyarakat Sumatera Utara khususnya etnik Melayu
1.2 Mengidentifikasi ragam alat-alat musik daerah Melayu
III. Tujuan Pembelajaran :
- Siswa dapat menjelaskan unsur-unsur musik daerah Melayu
- Dapat mengenal jenis-jenis alat musik Melayu serta karakter dari masing-masing
alat musik
- Siswa dapat membuat klasifikasi jenis-jenis instrumen melalui pengamatan dari
pertunjukan musik daerah Melayu
IV. Indikator :
1.1.1 Mengidentitifikasi latar belakang musik daerah Melayu sesuai dengan
kehidupan masyarakat Melayu
1.1.2 Mengidentifikasi fungsi musik tradisional sesuai dengan kehidupan
masyarakat Melayu
1.1.3 Mengidentifikasikan karya musik daerah etnik Melayu
V. Materi Pembelajaran :
- Latar belakang musik daerah Melayu
- Fungsi musik tradisional dalam siklus kehidupan etnik Melayu mulai
dari sistem religi, adat istiadat, dan hiburan.
- Karya-karya musik/lagu daerah Melayu serta tokoh-tokohnya
VI. Model / Metode Pembelajaran :
- Ceramah
- Demonstrasi
VII. Sumber / Alat/ Bahan :
- Buku Seni Musik, Penerbit CV. Lamtorang
- Kumpulan lagu-lagu daerah nusantara
- Recorder, Gitar, Keyboard
VIII. Kegiatan Pembelajaran
No
AKTIVITAS
GURU SISWA
A
Pertemuan ke-1
KEGIATAN MEMBUKA PELAJARAN
- Persiapan/salam
- Memberikan pertanyaan singkat.
KEGIATAN MENYAJIKAN PELAJARAN
- Siswa menjawab per-
tanyaan secara lisan
27
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
B
C
- Memberikan materi
- Memberikan penjelasan
- Memberikan contoh dengan alat
peraga
- Mendengarkan satu sample
pertunjukan
- Memberikan contoh soal/masalah
Pertemuan ke-2
- Guru mengawali pelajaran dengan
mengajak mengadakan review
pelajaran sebelumnya.
- Menjelaskan informasi yang
berkenaan dengan materi inti pada
pertemuan ke-1 sebelumnya.
- Mempersiapkan media
pembelajaran.
- Memperdengarkan sample
pertunjukan.
KEGIATAN MENUTUP PELAJARAN
- Memberikan tugas pengamatan atau
melihat rekaman seni pertunjukan
musik daerah Melayu
Pertemuan ke-3
- Guru mengawali pelajaran dengan
mengajak mengadakan review
pelajaran sebelumnya.
- Menjelaskan informasi yang
berkenaan dengan materi inti pada
pertemuan ke-2 sebelumnya.
- Evaluasi dalam tes tertulis.
- Siswa memperhatikan
- Siswa mendengar
- Siswa mengikuti ins-
truksi guru
- Siswa memperhatikan
- Siswa mengikuti tes
tertulis
IX. Penilaian
Bentuk Penilaian : essay test
Nilai Akhir : Perolehan Skor x 100
Skor Maksimum
28
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Metode Pembelajaran Musik Daerah Melayu pada siswa di Sekolah
Dalam pembelajaran musik daerah Sumatera Utara (Musik Tradisional Melayu)
pada siswa di sekolah, diterapkan dengan menggunakan metode pengamatan dimana guru
terlebih dahulu memperdengarkan rekaman beberapa komposisi musik tradisional Melayu
dalam bentuk instrumental dan gabungan vokal dan instrumental. Pada saat setelah proses
mendengar selesai, guru menjelaskan keterkaitan ragam komposisi musik / lagu-lagu tersebut
dengan peragaan tari dalam pelaksanaan upacara tertentu seperti, upacara menyambut tamu,
upacara adat perkawinan, atau upacara yang bersifat hiburan.
Kemudian siswa ditugaskan untuk menyimak komposisi tersebut, setelah
mendengar musik, siswa diberi pertanyaan secara bergilir untuk menyebut nama alat-alat
musik yang digunakan pada komposisi yang diperdengarkan tersebut. Dalam hal ini guru
sebelumnya telah memperdengarkan karakter bunyi dari masing-masing alat musik daerah
Melayu. Adapun lagu yang diperdengarkan melalui kaset rekaman pada kegiatan belajar
mengajar tersebut adalah lagu berjudul, Tudung Periuk seperti pada notasi berikut ini :
Tudung Periuk Lagu Daerah Melayu
Media Pembelajaran Musik Daerah Melayu pada Siswa di Sekolah
Membuat sebuah materi pelajaran menjadi sederhana dan menarik merupakan
sebuah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam pembelajaran musik
tradisional Daerah Melayu, dapat diimplementasikan dengan baik dengan menggunakan
media pembelajaran seperti memperdengarkan rekaman musik daearah Melayu melalui Tape
Recorder dan CD, serta gambar-gambar berbagai alat musik daerah Melayu. sehingga
suasana pembelajaran dengan sendirinya mendapat perhatian yang serius dari peserta didik,
dalam upaya mengenal salah satu jenis musik tradisional yang ada di daerah Sumatera Utara
yaitu musik daerah etnik Melayu. Materi pembelajaran tersebut mencakup apresiasi musik
yang mencakup peranan dan fungsi musik/lagu dalam siklus kehidupan masyarakat Melayu,
pengenalan karakter komposisi musik/lagu, serta pengenalan tokoh-tokoh musik daerah
Melayu.
29
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Dengan adanya media pembelajaran tentu akan dapat menciptakan suasana
pembelajaran dengan penuh perhatian dari peserta didik. Kondisi seperti ini dengan
sendirinya akan mepermudah guru untuk menerapkan inti atau indikator pembelajaran yang
mencakup fungsi musik Melayu dengan tradisi yang ada pada masyarakat Melayu. Menurut
penulis, penggunaan media pembelajaran yang dilakukan oleh guru seni musik saat
pelaksanaan pembelajaran musik tradisional Melayu, sudah sangat baik. Sebab guru telah
berhasil untuk mentransfer sebuah pengetahuan (penerapan indikator pembelajaran)
mengenai musik daerah Melayu dalam kaitannya dengan siklus kehidupan masyarakatnya
dalam konteks adat istiadat maupun hiburan.
Hasil Pembelajaran Musik Daerah Melayu Pada Siswa
Sebagaimana dikemukakan pada RPP, bahwa pembelajaran musik daerah Melayu
dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, dimana tahap evaluasi dilakukan pada pertemuan ke
dua yakni 25 menit sebelum akhir jam pelajaran. Untuk menentukan hasil pembelajaran
musik daerah Sumatera Utara, dalam hal ini musik etnik Melayu, guru seni musik, melakukan
evaluasi untuk melihat tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap indikator atau tujuan
pembelajaran. Penentuan nilai sebagai hasil pembelajaran dilakukan dengan berpedoman
kepada beberapa aspek antara lain : Aspek isi pendidikan. Artinya siswa dapat menguasai
materi pelajaran yang diberikan guru dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini tentu harus
didukung oleh metode dan media pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaran.
Dengan berpedoman pada aspek tersebut, guru dapat memberikan nilai pada
masing-masing siswa melalui ujian tulis yang mencakup keseluruhan materi pembelajaran
musik daerah Melayu yang telah diajarkan. Soal yang dibuat dalam pelaksanaan evaluasi
berbentuk essay test yang terdiri dari 10 pertanyaan (lampiran 1) Dalam hal ini penulis
mengambil nilai dari salah satu kelas pararel yaitu Kelas VIIA yang terdiri dari 40 orang.
Dari daftar kumpulan nilai tersebut ditemukan hasil pembelajaran musik daerah Melayu
seperti pada tabel berikut ini:
Contoh Tabel Nilai
Hasil Perolehan Nilai Evaluasi Pembelajaran Seni Budaya Dalam
Konteks Musik Daerah Melayu Siswa Kelas VII A
SMP Negeri 35 Medan
No Kode Siswa Nilai Keterangan
1 001 55 D
2 002 85 A
3 003 60 D
4 004 85 A
5 005 75 B
6 006 80 B
7 007 75 B
8 008 85 A
9 009 90 A
10 010 90 A
11 011 65 C
12 012 70 C
13 013 85 A
14 014 80 B
30
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
15 015 90 A
16 016 70 C
17 017 75 B
18 018 65 C
19 019 80 B
20 020 70 C
21 021 70 C
22 022 80 B
23 023 65 C
24 024 70 C
25 025 85 A
26 026 65 C
27 027 65 C
28 028 85 A
29 029 70 C
30 030 85 A
31 031 70 C
32 032 65 C
33 033 90 A
34 034 65 C
35 035 80 B
36 036 75 B
37 037 75 B
38 038 75 B
39 039 80 B
40 040 80 B
Dari hasil perolehan nilai pembelajaran seni budaya dalam konteks musik daerah
Melayu pada siswa kelas VII SMP Negeri 35 Medan , dapat dikelompokkan menjadi 5
bagian yaitu :
1. Nilai 85 – 100 kategori sangat baik (A)
2. Nilai 75 - 84 kategori baik (B)
3. Nilai 65 – 74 kategori cukup (C)
4. Nilai 55 - 64 Kategori kurang baik (D)
Kesimpulan
Dengan mengacu kepada standar kompetensi pada standar isi, maka materi
pembelajaran musik daerah Sumatera Utara khususnya kajian musik etnik Melayu mencakup
apresiasi dan ekspresi. Apresiasi membahas tentang peranan musik/lagu dalam siklus
kehidupan etnik Melayu, pengenalan alat musik dan karakter bunyi masing-masing alat
musik. Sedangkan ekspresi musik dilakukan dengan mempelajari atau menyanyikan lagu-
lagu daerah Melayu dengan menggunakan iringan alat musik.
31
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bina
Aksara
Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP). 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta : Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Gustina, Susi. (2005). Pendidikan Musik Kreatif : Alternatif Model Pembelajaran Musik di
Sekolah. Dalam Jurnal Seni Musik , Vol. 2 No.2. Tangerang : Jurusan Musik –
Fakultas Ilmu Seni UPH.
Koentjaraningrat. (1985). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Maryaeni (2005). Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara.
Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Sebuah Panduan Praktis.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Pasaribu, Ben M. (2004). “Musikalitas + Etnisitas = Pluralitas”. Dalam Pluralitas
MusikEtnik, Medan : Pusat Dokumentasi Kebudayaan Batak Universitas HKBP
Nommensen.
Pusat Pembinaan Bahasa (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Simbolon, Betman, 2008. Seni Budaya (Seni Musik) Untuk SMP Jilid 1. Medan :
Lamtorang,
Sinaga, Poltak. 2010. Wawasan Seni Musik 1. Medan : Lamtorang.
Soeharto, M. (1992). Kamus Musik. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Soedarsono, RM. (1999). Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan Dan Seni Rupa. Jakarta :
MSPI.
Surakhmad, Winarno. (1992) . Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.
Suriasumantri, Jujun S. (1992). Nilai Budaya Dalam Proses Pendidikan. Dalam Majalah
Analisis Kebudayaan Tahun II No.1. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Syafrudin. (2005). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Takari, Muhammad. 2010. Fungsi dan Bentuk Komunikasi dalm Lagu dan Tari Melayu di
Sumatera Utara. (Disertasi). Kuala Lumpur : Jabatan Pengajian MediaFakulti
Sastera dan Saikns SosialUniversiti Malaya.
Waldi. (2005). Kiat Guru Membelajarkan Siswa. Dalam Majalah Pendidikan Gerbang Edisi
11 Thn.IV. Yogyakarta : Lembaga Penelitian dan Pendidikan UMY.
32
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
ORGANOLOGI INSTRUMEN TIUP SARUNE
Yobel Arista Sitepu
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan Sarune, cara
memproduksi bunyi Sarune, dan sistem pelarasan bunyi Sarune. Dimana alat
musik ini merupakan salah satu peninggalan leluhur dari nenek moyang
masyarakat Karo, yang sampai sekarang masih digunakan pada acara adat
masyarakat karo. Dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang
bertujuan, agar hasil dari suatu studi kepustakaan yang saling berhubungan
(relevan) terhadap pokok permasalahan yang hendak diteliti. Adapun teori
yang digunakan yaitu, Organologi, Instrumen, Sarune, Proses,
Memproduksi, Bunyi, Sistem, dan Pelarasan. Dalam tulisan ini menjelaskan
sampai kepada hal sekecil-kecilnya tentang pembuatan Sarune. Secara umum
tulisan ini menunjukkan bahwa adanya keberadaan pembuat Sarune pada
masyarakat Karo di desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.
Pembuatan alat musik Sarune Karo tersebut, dikerjakan sepenuhnya secara
tradisional dibantu dengan peralatan tukang pada umumnya dan dengan
bahan seperti Kayu Selantam, Sisik baning/tanduk kerbau, daun kelapa, dan
Timah. Adapun hasil dari pengerjaan itu terbagi menjadi lima bagian yaitu
Batang Sarune, Gundal Sarune, ampang-ampang sarune, Tongkeh Sarune,
dan Anak-anak Sarune.
Kata Kunci : Organologi, Instrumen, Tiup Sarune
A. Pendahuluan
Suku Karo adalah salah satu suku bangsa dari banyak suku yang ada di Kepulauan
Indonesia. Berdasarkan pendapat para ahli, secara geografis yang menjadi wilayah suku
Karo adalah: Kabupaten Karo (meliputi Tanah Karo Simalem dan sekitarnya), Kabupaten
Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, dan Dairi. Selain itu, suku Karo juga
banyak menetap di beberapa wilayah Kota Medan, seperti : Deli Tua, Padang Bulan,
Sunggal, dan lain-lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan Jambur1 di tempat
tersebut.
Tanah Karo sebagai tempat bermukim masyarakat yang heterogen memiliki
kemampuan mempertahankan seni tradisi dengan baik. Seni tradisi sebagai warisan budaya
antara lain terdiri dari seni musik, sastra, (cerita rakyat, pantun), tari, ukir (pahat). Salah satu
unsur budaya yang diwariskan pada masyarakat Karo adalah kesenian dalam bentuk
ensambel musik tradisional yang disebut Gendang lima sendalanen.
Selain Gendang lima sendalanen, ada beberapa bentuk kesenian yang hampir punah
keberadaannya, bahkan ada yang hilang sama sekali. Hal ini disebabkan karena sudah
mengalami perubahan-perubahan pola pikir dalam kehidupan sehari-harinya dan sudah
banyak dipengaruhi oleh budaya lain seiring berkembangnya zaman
1 Ada dua pengertian jambur : Dulunya Jambur sebagai tempat Anak Perana (pemuda desa) tempatnya tinggal.
Didaerah perkotaan Jambur ini adalah tempat berlangsungnya kegiatan adat Karo, seperti di Losd. 1 Hasil wawancara dengan Jasa Tarigan dan dibuktikan oleh Drs.Kumalo Tarigan, MA
33
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Gendang lima sendalanen adalah sekumpulan instrumen yang terdiri dari satu buah
sarune (sebagai pembawa melodi), dua buah gendang (gendang singanaki dan gendang
singindungi), serta dua buah gong sebagai instrumen ritmis meskipun kedengarannya sebagai
pembawa metronom (gung dan penganak). Ke lima instrumen tersebut bermain bersama
sebagai satu grup atau ensambel.
Gendang lima sendalanen yang disebut juga gendang sarune, termasuk ensambel
musik yang paling dikenal pada masyarakat Karo. Kata gendang diartikan sebagai alat musik,
lima berarti lima, dan sendalanen berarti sejalan. Dengan demikian, gendang lima
sendalanen mengandung arti lima buah alat musik yang digabungkan dalam satu kelompok
atau ensambel, dan dimainkan bersama-sama dalam pertunjukan oleh 4 - 5 pria.
Di antara beberapa instrumen ansambel Gendang lima sendalanen, Sarune merupakan
satu-satunya instrumen musik yang termasuk ke dalam klasifikasi alat musik aerophone. Alat
musik ini terbagi dalam beberapa bagian yaitu anak sarune, tongkeh sarune, ampang-ampang
sarune, batang sarune, dan gundal sarune, Sarune mempunyai peran penting yaitu berfungsi
sebagai pembawa melodi utama dalam gendang lima sendalanen. Sarune ini terbagi dalam 2
ukuran, yaitu ukuran besar dan kecil. Namun kali ini si peneliti hanya meneliti Sarune ukuran
kecil saja.
Sarune diproduksi secara manual. Dalam proses pemilihan bahan baku dan
pembuatan sarune, masih menggunakan alat-alat tradisional. Kajian organologis terhadap
Sarune ini menarik perhatian peneliti untuk didekati sesuai disiplin ilmu yang dimiliki, dan
telah dipelajari selama di bangku kuliah. Kajian ini perlu dilakukan sebagai upaya dukungan
untuk pelestarian kesenian.
B. Instrumen Sarune
Sarune merupakan alat musik yang berklasifikasi areofon, keluarga reed (berlidah).
Bahan terbuat dari kayu selantam, mempunyai lima bagian, yaitu anak-anak sarune, timah /
tongkeh sarune, ampang-ampang sarune, batang sarune dan gundal sarune. Sarune pada
Masyarakat karo pada umumnya terbagi dalam 2 ukuran, Yaitu ukuran besar dan kecil.
Dilihat dari ukurannya sudah tentu suara yang dikeluarkan pasti berbeda, dimana suara yang
dihasilkan sarune ukuran kecil pasti lebih tinggi dari sarune ukuran besar. Sarune ini
termasuk dalam gendang Ansambel Lima Sendalanen yang mempunyai fungsi utama, yaitu
sebagai pembawa melodi.
C. Proses Pembuatan Sarune
Bahan- bahan yang digunakan
Kayu Selantam
Sifat kayu yang fleksibel dalam penggunaan, menyebabkan kayu dapat memberikan
manfaat yang sangat besar dan tidak ternilai bagi kehidupan manusia. Walaupun telah banyak
ditemukan bahan lain yang dapat menggantikan penggunaan kayu tersebut. Pemanfaatan
kayu antara lain adalah sebagai bahan furniture dan mebel, kayu lapis, papan komposit,
kertas, bahan bangunan baik struktural atau non- struktural, kayu bakar dan lain-lain. Selain
penggunaan tersebut diatas, kayu juga dapat digunakan untuk pembuatan alat musik seperti
gitar, organ, biola dan lain-lain. Alasan kayu sebagai bahan dasar pembuatan alat musik
antara lain karena keunggulan sifat akustiknya.
Oleh karena itu lah, maka Bahan utama untuk membuat Sarune Karo, kayu yang
digunakan adalah kayu selantam (sejenis tumbuhan perdu, termasuk salah satu dari bulung-
bulung si melias gelar) walaupun ada juga kayu lain yang pernah dibuat jadi bahan dasar
sarune misalnya pohon nangka. Namun karena suara yang dihasilkan kurang bagus, maka
kayu tersebut tidak dipakai lagi dan kembali berlalih ke kayu Selantam. Resonansi bunyi
ataupun sustain dari kayu Selantam tersebut sangat bagus. Maka dari itu, kayu tersebut
34
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
digunakan sebagai bahan dasar membuat Batang, Gundal dan Abal-abal Sarune. Biasanya
kayu selantam ini dapat dijumpai dipagar-pagar perladangan.
1. Timah
Timah adalah logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang rendah, berat
jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik yang tinggi. Dalam
keadaan normal (13 – 1600C), logam ini bersifat mengkilap dan mudah dibentuk. Timah
terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan
endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta
sebagai endapan sekunder yang di dalamnya terdiri dari endapan alluvium, elluvial, dan
koluvium.
Kegunaan timah banyak sekali, terutama untuk bahan baku logam pelapis,
solder, cendera mata, dan lain-lain. Unsur ini merupakan logam miskin keperakan, dapat
ditempa, tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan karat dan digunakan untuk
melapisi logam lainnya untuk mencegah karat. kegunaan timah disini merupakan sebagai
bahan dasar untuk membuat tongkeh Sarune.
2. Bambu
Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya
dan memiliki banyak tipe. Nama lain dari bambu adalah buluh, aur, dan eru. Di dunia ini
bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat, Karena memiliki
sistem rhizoma-dependen unik. Dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60cm (24
Inchi) bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia ditanam.
Kegunaan bambu disini merupakan sebagai tempat mencetak timah menjadi tongkeh Sarune.
3. Sisik Baning
Sisik Baning merupakan suatu istilah yang dipakai dalam bahasa karo, dimana ini
merupakan hewan sebangsa penyu, kura-kura, dan bulus. Bagian yang diambil dari binatang
ini adalah sisik dari tempurungnya, yang kemudian diolah menjadi ampang-ampang Sarune.
4. Benang
Benang yang dipakai ini adalah benang yang biasa digunakan tuk menjahit. Kegunaan
benang ini, sebagai pengikat daun kelapa ke mata rantai jam (mbulu-mulu).
5. Daun Kelapa
Daun kelapa yang digunakan ini merupakan daun yang telah kering dan (Biak Mersik)
pilihan , dan merupakan sebagai bahan dasar untuk membuat Anak-anak Sarune.
6. Mata rantai Jam
Bahan ini digunakan sebagai tempat diikaatnya daun kelapa. Awalnya bahan yang
digunakan yaitu bulu ayam. Namun sekarang ini telah digantikan dengan mata rantai jam.
Walaupun bulu ayam tersebut telah diganti dengan mata rantai jam namun namanya tetap
mbulu-mbulu.
D. Alat Yang Digunakan
Sepenuhnya teknik pembuatan Sarune di kerjakan dengan tangan dan menggunakan alat
bantu yang sering digunakan tukang kayu, adapun alat-alat pertukangan yang digunakan
antara lain:
1. Parang
2. Gergaji
35
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
3. Pisau kecil
4. Temper / bor batang Sarune
5. Bor gundal
6. Kertas Pasir
7. Bor kecil ( melubangi lubang nada-nada pada batang sarune)
8. Pengkeruk ( mengkerok bagian dalam gundal)
9. kaleng ( tempat memasak timah)
10. pencetak timah
11. kompor
E. Proses Pembuatan
1. Batang Sarune
Dalam proses pembuatan sarune ini yang pertama dilakukan dengan mempersiapkan
bahan baku yaitu kayu selantam ( sejenis tumbuhan perdu, termasuk salah satu dari bulung-
bulung simelias gelar) sebagai bahan dasar dalam membuat batang sarune dan gundal.
Adapun yang dilakukan dengan memilih kayu Selantam yang ukuran diameternya lebih
kurang 5cm. Ini dilakukan agar sesuai dengan diameter lingkaran pada Gundal Sarune..
Bagian pertama yang dikerjakan yaitu batang Sarune, karna itu merupakan patokan
untuk membuat ukuran pada Gundal. kayu Selantam tersebut dipotong dengan menggunakan
gergaji sesuai dengan ukuran Sarune yang diinginkan. Umumnya, panjang batang yang
dipakai untuk sarune sekitar 22 cm.
Gambar Kayu Selantam Yang Telah Dipotong
Setelah kayu selantam tersebut selesai dipotong, maka proses berikutnya melobangi dari
ujung keujung dengan menggunakan temper ( jarum, bor, besi yang digunakan untuk
membuat lobang pada sesuatu misalnya papan sebagai tempat paku). Temper yang digunakan
ini tidak mempunyai gerigi karena bentuknya yang persegi empat dan ukuran tempernya
juga berbeda, dimana dari ujung mata temper, ukurannya sangat kecil dan tajam dan makin
ke arah pegangan, ukuran temper bertambah besar.
Temper ini sengaja digunakan agar lebar lubang pada batang Sarune tidak sama,
dimana ukuran lubang dari ujung batang Sarune yang dibawah lebih lebar dari pada ukuran
lubang batang sarune yang di atas.
Gambar Melubangi Kayu Dengan Temper Untuk Membuat Batang Sarune
36
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Setelah kayu tersebut selesai di lubangi, maka dilakukan proses pembentukan menjadi
batang Sarune. Dalam pengerjaan ini, sangat dibutuhkan keuletan dan kesabaran. Karena
dalam pembentukan kayu selantam tersebut sepenuhnya dikerjakan secara manual dengan
tangan dan dibantu dengan peralatan seadanya. Pembentukan batang Sarune pertama
dilakukan dengan menggunakan parang hingga menghasilkan bentuk kasar dari batang
Sarune. Hasil dari potongan parang tersebut, kemudian dilanjutkan dibentuk dengan
menggunakan pisau kecil hingga benar- benar bulat. Diameter lubang bagian dalam batang
yang dibawah ± 0,60cm dengan ketebalan dinding ±0,2cm dan diameter lubang bagian dalam
batang yang diatas ± 0,2cm. Bagian-bagian kikisan dari pisau yang masih kasar ataupun
kurang rata diperhalus dengan menggunakan kertas pasir.
proses berikutnya, membuat lubang-lubang nada pada batang Sarune, dalam
membuat lubang ini tidak sembarang dilubangi begitu saja. Melainkan, ada jarak-jarak yang
telah ditentukan antara lubang yang satu dengan yang lainnya Agar suara yang dihasilkan
harmonis. Dimana batang sarune diukur dengan menggunakan seutas tali, Dan setelah dapat
ukuran dari sarune tersebut maka tali dibagi menjadi 9 bagian. Nah, hasil dari pembagian
itulah yang nantinya menjadi jarak antara lubang satu kelubang berikutnya. Kecuali lubang
yang paling atas, jarak nya 2 kali dari ukuran yang telah dibagi 9 sebelumnya. Untuk
membuat lubang yang dibelakang, posisinya tepat di belakang antara lubang 1 dan 2 dari atas
2. Gundal Sarune
Sama seperti batang Sarune, bahan yang digunakan untuk membuat Gundal juga dari
kayu Selantam. Ukuran gundal diambil 5/9 dari ukuran Batang Sarune. atau lebih tepatnya
diukur dari bawah batang sampai lubang kelima batang yaitu sekitar 12 cm. Setelah dapat
ukuran dari gundal tersebut, kemudian Kayu selantam yang telah dipersiapkan sebelumnya
dipotong dan dilubangi hingga tembus dari ujung keujung kayu dengan menggunakan.
Diameter lubang pada Gundal Sarune ± 0,90cm.
Kayu Selantam yang telah selesai dilobangi, kemudian dibentuk menjadi Gundal
Sarune. Dalam pengerjaan ini pertama dibentuk dengan parang hingga bentuk kasar Gundal,
kemudian dilanjutkan dengan pisau kecil sampai bentuknya menyerupai Gundal Sarune. dan
untuk menghaluskan bekas kikisan dari pisau yang masih kasar tersebut, digunakanlah kertas
pasir hingga permukaan Gundal Sarune Benar-benar Halus.
Setelah Gundal Sarune selesai dibentuk dengan ketebalan dinding ±0,4cm, proses
berikutnya membuat ruang resonansi. Alat yang digunakan yaitu dengan pisau pengkeruk
yang telah dimodif sedemikian rupa, agar dapat mengkeruk bagian dalam Gundal Sarune.
3. Ampang-ampang Sarune
Bagian ini bentuknya melingkar dengan diameter 3 cm dan ketebalan ±2 mm, dibuat
dari bahan tulang (hewan),tanduk kerbau tempurung sisik baning atau perak. Dalam
pembuatan Ampang-ampang ini, bahan yang digunakan yaitu Sisik Baning dan tanduk
kerbau. Sisik baning dikupas dari batok/ tempurungnya atau tanduk kerbau dipotong
kemudian direbus. Ini dilakukan agar Sisik baning dan tanduk kerbau menjadi lembek dan
mudah dalam pembentukannya.
Setelah selesai direbus, maka Sisik baning ataupun tanduk kerbau tersebut
dikeluarkan dalam keadaan masih panas dan ditindih misalnya dengan menggunakan kursi
ataupun meja. Setelah ± 20 menit, Sisik baning tersebut ataupun tanduk kerbau dikeluarkan
dimana bentuknya telah pipih. Kemudian dilakukan pembentukan ukuran menjadi bulat yaitu
dengan menggunakan benang dan bor. Ujung ke ujung dari benang mengikat mata bor,
dengan ukuran benang setelah mengikat bor 3cm
kemudian ujung bor yang satu diletakkan di titik tengah dari Sisik Baning atau
tanduk kerbau dan ujung satunya lagi direnggangkan sesuai dengan ukuran benang. Setelah
37
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
itu bor yang diluar diputar menggores sisik Baning tersebut mengikuti arah jam. Hasil dari
kikisan mata bor tersebut membentuk sebuah lingkaran yang nantinya menjadi ukuran dari
ampang- ampang Sarune.
Dan diluar dari kikisan tersebut, dibuang dengan cara di gosok dengan menggunakan
kertas pasir. Setelah bagian luar dibuang, tahap berikutnya menghaluskan permukaan ampang
dengan menggunakan kertas pasir hingga benar-benar halus dan rata. Kemudian dilubangi
bagian tengahnya dengan menggunakan bor kecil
4. Tongkeh Sarune
Adapun bahan utama yang digunakan dalam pembuatan Tongkeh Sarune yaitu Timah
dan alat pencetak yang terbuat dari bambu. Dimana timah dimasak didalam kaleng susu,
kemudian dituangkan kedalam pencetak tongkeh tersebut. Sebelumnya, dicetakan tersebut di
buat lidi ataupun kawat yang gunanya membuat lubang ditengah-tengah Tongkeh. Setelah
ditunggu kira-kira 15 menit, cetakan dibuka dan timah tersebut dikeluarkan. Timah yang
dicetak tadi telah menyerupai tongkeh Sarune, namun bentuknya masih agak kasar. Maka
untuk memperhalus bagian tongkeh tersebut digunakanlah kertas pasir.
5. Anak – anak sarune
Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan embulu-embulu (atau mata rantai jam)
diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun kelapa dipilih yang sudah tua atau Biak Mersik
dan kering kemudian di rendam (remai) dalam air agar tidak mudah koyak. kemudian Daun
dibentuk triangle sebanyak dua lembar dan salah satu sudut dari kedua lembaran daun
diikatkan pada mbulu-mbulu atau mata rantai jam dengan menggunakan benang.
6. Abal-abal
Abal-abal adalah tempat penyimpanan anak-anak Sarune, yang terdiri dari 2 bagian.
Bagian pertama yaitu badan Abal-abal bentuknya seperti tutup pena yang letaknya dibagian
bawah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan Anak-anak Sarune. Bagian kedua adalah
tutup Abal-abal, bentuknya seperti kepala pena yang berfungsi sebagai penutup bagian badan
tempat Penyimpanan Anak-anak Sarune. Abal-abal ini terbuat dari kayu Selantam dan bambu
yang masih muda, proses pertama yaitu membuat. Bambu dipotong ± sepanjang 4cm.
Proses selanjutnya membuat tutup untuk badan Abal-abal. ukuran dari tutup tersebut setengah
dari ukuran badan Abal-abal. Kayu yang digunakan yaitu kayu selantam. Kayu dipotong
ukurannya setengah dari ukuran badan. Kemudian setengah bagian dibentuk dengan pisau
hingga melingkar sesuai dengan ukuran lubang badan Abal-abal
F. Hasil
Setelah semua proses pembuatan selesai dilakukan, maka pembuatan Sarune karo
telah rampung dan sudah siap untuk di mainkan. Adapun Bagian-bagian Sarune, yaitu :
(a) batang sarune
(b) gundal Sarune
(c) ampang-ampang
(d) tongkeh
(e). anak-anak sarune dan
(f). Abal-abal
38
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Batang sarune sendiri terbuat dari kayu selantam, pada batang sarune inilah terdapat
lobang-lobang nada berjumlah delapan buah sebagai penghasil atau pengubah nada ketika
sarune ditiup
Gundal, yang fungsinya membuat lantunan nada-nada menjadi lebih panjang dan
nyaring atau keras atau lebih tepatnya, sebagai ruang resonansi terhadap nada yang ditiup dari
anak-anak sarune. Dan juga terbuat dari kayu selantam yang berada pada bagian bawah
sarune. Gundal ini merupakan corong (bell) pada alat tiup sarune. Bentuk bagian dalamnya
barel, sedangkan bentuk bagian luarnya konis.
Ampang-ampang merupakan sebuah lempengan berbentuk bundar yang terbuat dari
tempurung binatang Baning (sebangsa penyu, kura-kura, bulus) ataupun tanduk kerbau
diletakkan ditengah tongkeh (terbuat dari timah). Ampang-ampang berfungsi sebagai
penahan bibir pemain sarune ketika sedang meniup alat tersebut.
Tongkeh terbuat dari timah yang berfungsi sebagai tempat menempel nya anak-anak
sarune, ampang-ampang sarune dan penghubung kebatang sarune
Anak-anak sarune berfungsi sebagai lidah (reeds), terbuat dari dua helai kecil daun
kelapa yang telah dikeringkan. Biasanya ketika hendak memainkan sarune, anak-anak sarune
tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air liur agar menjadi lunak sehingga mudah
bergetar jika ditiup.
Abal-abal merupakan tempat penyimpanan Anak-anak Sarune agar lebih aman,
karena bentuk dari Anak-anak Sarune yang kecil dan mudah koyak.
Perlu ditambahkan, ampang-ampang, anak-anak sarune, dan tongkeh biasanya
dihubungkan satu sama lain dengan seutas tali berukuran kecil, yang berfungsi sebagai
pengikat agar bagian-bagian tersebut tidak tercecer, terpisah atau hilang.
G. Cara Memproduksi Bunyi Sarune
1. Teknik memegang
Ada pun Cara memegang Sarune ini sama dengan batak Toba, dimana posisi tangan
kanan berada diatas dan tangan kiri dibawah, Sementara jari-jari kedua tangan si penarune
(pemain Sarune) memegang (membuka dan menutup) lobang nada yang terdapat pada badan
(batang) alat musik tersebut. Apabila si penarune memegang dengan posisi tangan kanan
dibawah dan tangan kiri diatas maka dia disebut jaluk (kidal).
2. Teknik meniup
Sarune merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup, dimana anak-anak
sarune (reeds) yang ditiup kemudian bergetar mengeluarkan bunyi yang kemudian merambat
ke batang sarune dan ke Gundal yang merupakan ruang atau tempat resonansi dari bunyi
tersebut. Kemudian dalam mengolah nada-nada yang ada pada Sarune berada pada lubang-
lubang nada di Batang Sarune yang telah di ukur dan distem sedemikian rupa sehingga dapat
mengeluarkan nada-nada yang harmonis. Dalam memainkan Sarune ini terdapat teknik
meniup, yaitu Pulu nama (singalor lau), Petelin Kesah (Kenjulu), / circular breathing yaitu
teknik melakukan tiupan tanpa putus dengan mengatur pernapasan sambil menghirup udara
kembali lewat hidung sembari meniup. Dalam memainkan Sarune ini, pertama-tama anak-anak
Sarune terlebih dahulu direndam di dalam air. Ini dilakukan supaya daun kelapa yang
menjadi bahan anak-anak sarune tersebut lunak, dan mudah bergetar bila ditiup.
Dalam menghasilkan nada-nada tertentu, penarune harus menutupkan ujung Sarune-
nya (tonggum) yang dibawah ke bagian betis kakinya sendiri, oleh karena itu posisi si
penarune harus lah dalam keadaan duduk dengan kaki yang bersilah.
39
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Gambar posisi memegang dan cara meniup pada Sarune
H. Sistem Pelarasan Bunyi
Proses terakhir Pembuatan Sarune dan yang paling sulit pengerjaannya yaitu dalam
sistem pelarasan bunyi nada Sarune. Jarak antara lubang-lubang yang ada pada batang
sarune sangatlah bepengaruh dengan nada yang dikeluarkan. Namun, ini pun belum bisa
menjamin akan keharmonisan bunyi yang dihasilkan oleh sarune tersebut. Itu disebabkan
karena pengaruh dari ruang resonansi pada Gundal dan ukuran lubang-lubang nada pada
badan batang Sarune. Ada kesamaan dengan musik gamelan yang prisinsip struktural lebih
kurang sama. bahwa tinggi nada dalam gamelan Bali (disini ada laras, Seliris yang secara
umum juga disebut pelog) tidak 100% sesuai dengan notasi balok, akan tetapi cukup
mendekati untuk menjelaskan prinsip dasar.
Untuk melaraskan nada Sarune, disini pengrajin sedikit pun tidak dibantu oleh alat
yang bisa mengetahui atau mendeteksi setiap nada yang dikeluarkan Sarune. Sipengrajin
benar-benar mengandalkan kepekaan dari telinganya untuk mengetahui apakah nada-nada
dari sarune buatannya tersebut telah sinkron (sejalan, cocok) dan harmonis. Cara pertama
yang dilakukan yaitu dengan memainkan beberapa lagu. Bagian mana nada yang
dikeluarkan agak fals atau sumbang, maka dilubang nada tersebutlah diubah kembali
dengan cara diperlebar lubangnya. Bila cara itu juga belum sepenuhnya berhasil, maka cara
berikutnya dengan mengkeruk bagian dalam gundal hingga nada yang dikeluarkan benar-
benar Sinkron dan harmonis. Umumnya, bila ukuran Sarune yang dibuat panjangnya sekitar
22cm maka tonika atau pun nada dasar dari Sarune tersebut yaitu dari E mayor dengan
frekuensi mendekati 330 Hz.
40
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
DAFTAR PUSTAKA
Ali muhammad.(1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka
Amani.
Arikunto (1984). Prosedur Penelitian Kependidikan, Jakarta: Bina Aksara
Banoe, Pono (2003). “ Kamus Musik” Yogyakarta : Kanisius
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan (2003). Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka
Ginting Pulumun. (2005) . Buku catatan Materi Kuliah Musik tradisional II
Koentjaraningrat. (1991). Metode-Metode penelitian Masyarakat . Jakarta: PT.
Gramedia.
Koentjaraningrat. (2009). Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta
Purba Rivandi Rikho.(2009). Tinjauan Organologi Arbab Simalungun Buatan Bapak Arsiden
Purba di Desa Manik Saribu, Dusun sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang
Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Skripsi. Universitas Negeri Medan.
Silitonga, Pita H D. Organologi, Universitas Negeri Medan Diktat Mata Kuliah Organologi
Sumadi (2005:17) . Metode Penelitian, Jakarta: PT. Rajawali
Surakhmad, Winardo. (1985). Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar : metode, dan
Teknik, Bandung : Tarsito
http:karokab.go.id/in/index.php?option=comcontent&view=article
& id=244&itemid=204
www.jiliembeng.blogspot.com
41
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
MUSIK SIKAMBANG DALAM PERNIKAHAN ADAT SUMANDO
Mitri Ady Manalu
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Peranan Musik Sikambang
Dalam Upacara Perkawinan Adat Sumando di Masyarakat Pesisir Tapanuli
Tengah Sibolga. Dalam tulisan menceritakan bahwa penampilan musik
Sikambang dalam suatu upacara jelas tidak hanya sebagai pelengkap atau
unsur tambahan dari upacara adat perkawinan tapi lebih dari itu kehadiran
musik Sikambang adalah bagian dari rangkaian upacara, isi dalam upacara
itu. Istilah musik Sikambang yang dimaksudkan disini ialah ansambel gendang
Sikambang, Biola, Singkadu, Akordion. Tanpa musik Sikambang, upacara
perkawinan adat Sumando tidak dapat dikatakan sempurna dan lengkap dan
juga sebaliknya, penampilan musik Sikambang tanpa Adat Sumando juga tidak
dapat dikatakan sempurna. Melihat dari sudut nilai kesejahteraannya,
pelaksanaan musik Sikambang dalam Upacara adat Sumando ini mempunyai
sejumlah aturan-aturan, maka dari pengamatan terasa adanya kendala
terdapat pelestarian dan pengembangan musik Sikambang ini. Untuk itu
sangat diperlukan sekali suatu pembinaan khususnya terhadap generasi muda.
Kendala lain yang sempat dilihat dalam upacara pelestarian dari musik
Sikambang ini ialah karena dapat dikatakan pelaksanaan upacara perkawinan
adat Sumando termasuk langka atau jarang dilakukan sehingga akibat
kelangkaan ini membuat penampilan musik Sikambang langka pula. Maka dari
itu penelitian ini dilaksanakan dengan maksud mengembangkan kembali
tradisi yang hampir punah guna pelestarian kebudayaan.
Kata Kunci : Sikambang, Pernikahan, Adat, Sumando
A. Pendahuluan
Seni budaya tersebut masih tersimpan dimasing-masing daerah yang harus
dilestarikan dan dikembangkan sebagai salah satu kebudayaan Indonesia. Sebagai contoh
pelaksanaan upacara perkawinan yang walaupun telah dilakukan menurut hukum agama
namun masih selalu dilaksanakan dengan hukum adat. Anggapan bahwa adat itu tidak sesuai
dengan perkembangan zaman adalah tidak tepat. Adat selalu menyesuaikan diri dengan
perkembangan tuntutan zaman. Adat yang merupakan nilai-nilai luhur dari bangsa Indonesia
itu tidak mungkin dapat dipisahkan dari jiwa bangsa Indonesia itu sendiri.
Upacara merupakan bagian perilaku manusia yang hanya diadakan sehubungan
dengan peristiwa penting saja. Dalam hal ini dibuat suatu kegiatan upacara dengan aturan-
aturan tertentu dan susunan acara yang teratur dalam satu komunitas tertentu sesuai dengan
adat dan agama. Upacara adalah suatu tindakan atau sering kali dilakukan menurut adat
kebiasaan dan keagamaan yang menandai kesucian atau kenikmatan suatu peristiwa.
Dalam perkawinan senantiasa dilakukan dengan upacara, karena upacara merupakan
rangkaian tindakan khusus yang mempunyai aturan serta sarana yang khusus dalam
42
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
menjalankannya. Perkawinan selalu ada dalam kehidupan setiap manusia dan akan mengikat
dua orang yang berlainan jenis antara seorang pria dan wanita, dimana mereka mengikat diri
untuk bersatu dalam kehidupan bersama. Demikian halnya dengan masyarakat Pesisir dikota
Sibolga dalam hal melaksanakan pesta perkawinan harus sesuai dengan upacara adat yang
dianut oleh masyarakat Pesisir di kota Sibolga yaitu adat Sumando.
Kata Sumando dalam bahasa Batak yang artinya cantik, cocok dan sesuai. Namun
memiliki artian yang sangat mendalam bagi masyarakat pesisir yaitu besan berbesanan.Adat
Sumando merupakan upacara terpenting bagi masyarakat Pesisir, karena dianggap merupakan
upacara yang sakral dan sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Adat Sumando
mencakup tata cara adat pernikahan didaerah Pesisir kota Sibolga yang dimulai dari tahap
marisik, maminang, batunangan, menghantar mahar, menentukan hari sampai kepada acara
saling kunjungan kepada keluarga kedua belah pihak (Tapanggi atau Tata cara balik ari).
Perkawinan pada masyarakat Pesisir bertujuan untuk melanjutkan keturunan sebagaimana
halnya dengan etnis yang lain yang memiliki tata cara adat yang berbeda. Perkawinan juga
memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak hasil dari perkawinan,
memenuhi kebutuhan hidup, memenuhi kebutuhan akan harta dan gengsi, tetapi juga untuk
memelihara hubungan baik dengan kelompok-kelompok kerabat tertentu. Adat merupakan
tuntutan tingkah laku dalam rangka apa yang patut dan yang tidak patut dilaksanakan oleh
anggota masyarakat yang telah menerima adat tersebut, yang apabila dilanggar akan
menimbulkan malapetaka.
Adanya musik sikambang dalam pernikahan adat sumando ini tidak hanya sekedar
mengiringi tetapi disertakan dengan nyanyian dan pantun yang berisi nasehat-nasehat penting
dimana isi kata-kata tersebut tergantung pada pekerjaan kedua pengantin yang berwujud
petuah, sindiran dan jelmaan perasaan bagi kedua mempelai, yaitu marapulei (pengantin pria)
dengan Anakdaro (pengantin wanita).
Keberadaan suatu komunitas pada suatu daerah merupakan suatu proses terbentuknya
sebuah interaksi antara satu dengan yang lain. Komunitas tersebut akan mulai membentuk
sebuah kesatuan untuk menutupi keberagaman yang ada dalam sebuah komunitas tersebut.
Keberadaan komunitas tersebut akan melahirkan sebuah adat dan budaya yang berfungsi
sebagai alat komunikasi yang tidak tertulis untuk mengatur segala hal yang menyangkut tata
cara kehidupan masyarakat itu sendiri. Adat istiadat dapat juga berfungsi sebagai alat untuk
menyatukan masyarakat sehingga masyarakat dapat teratur dan dapat saling berinteraksi
dengan masyarakat yang lain dengan baik.
Masyarakat Pesisir di Kota Sibolga terbentuk mulai pada abad ke 7 Masehi yaitu
muncullnya para pendatang dari Minangkabau, Batak, Jawa, Bugis,Iidia dan Gujarat.
Masyarakat Pesisir pada awalnya terbentuk dari dua etnis yang pertama mendatangi Kota
Sibolga yaitu etnis Minang dan Batak. Kedua etnis tersebut kemudian membentuk sebuah
komunitas masyarakat, kemudian didatangi oleh para pendatang baru seperti jawa, aceh, nias,
dan cina.
Dalam sistem dan organisasi kemasyarakatan terkait dengan peran manusia sebagai
makluk sosial atau makluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan
manusia lain maka masyarakat Pesisir di Kota Sibolga membentuk sebuah komunitas.
Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi diantara individu-individu kemudian lahirlah
kelompok-kelompok sosial masyarakat yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan
bersama. Keberagaman yang telah jadi satu inilah yang membuat masyarakat Pesisir di Kota
Sibolga membentuk sebuah Adat yang mengatur pola dan tingkah laku serta peraturan dalam
43
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
adat pernikahan yang menyatukan masyarakat Pesisir yaitu Adat Sumando yang memiliki
artian adat Besan berbesan dan telah disahkan oleh Resuden Conprus (Belanda) pada tanggal
1 Maret 1851 (Bunga Rampai Tapian Nauli). Dan hingga saat ini Adat Sumando masih
dipergunakan oleh masyarakat Pesisir di Kota Sibolga khususnya di Desa Pasar Sorkam
Kecamatan Sorkam Barat Sibolga.
B. Peranan Musik Sikambang dalam Upacara Perkawinan Adat Sumando di
Masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga
Peranan musik Sikambang dalam adat Sumando adalah sebagai pengiring pada saat
pelaksanaan upacara adat dan merupakan bagian yang membantu menyempurnakan
berjalannya adat pada masyarakat Pesisir Sibolga. Musik Sikambang terbagi atas dua yaitu
musik Vocal dan musik Instrumenal. Musik vocal yaitu musik yang dimainkan atau yang
dilakukan dengan suara manusia seperti syair dan pantun yang dinyanyikan. Musik
instrumenal yaitu musik yang dilakukan berdasarkan alat musik seperti dalam musik
Sikambang yaitu gendang Sikambang sebagai pembawa tempo dan Biola, Singkadu dan
Akordion sebagai pembawa melodi. Pertunjukan musik Sikambang memiliki beberapa bentuk
misalnya bentuk musiknya, tari, talibun dan pantun-pantun. Talibun dan pantun bisa
dikategorikan kedalam musik Sikambang karena talibun dan pantun berbentuk vocal.
Secara umum musik Sikambang bukanlah seperti bentuk musik gondang batak yang
umumnya kita kenal hanya berbentuk instrumen, tetapi musik Sikambang adalah musik yang
berbentuk nyanyian atau lagu. Lagu Sikambang dalamnyanyian berbentuk pantun dan syair
biasanya dibawakan oleh satu orang atau dua orang anak alek (pemain musik Sikambang).
Bentuk syair dalam pantun bersifat tetap dan terus diulang-ulang disuarakan oleh anak alek
(pemain musik Sikambang),dan biasanya setiap lagu telah dipasangkan dengan satu tari.
Menurut Bapak Jhon Pasaribu (7 Januari 2012 ), berikut adalah salah satu motif dari musik
Sikambang.
Musik Sikambang dan Adat Pernikahan Sumando
C. Pernikahan Adat Sumando
Adat Sumando merupakan upacara terpenting bagi masyarakat Pesisir dan
mempunyai satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan suku di masyarakat Pesisir, karena adat
Sumando dianggap merupakan upacara yang sakral dan sangat penting dalam kehidupan
masyarakat.Sumando Pesisir sebagai kesatuan adalah suatu pertambahan dan percampuran
satu keluarga dengan keluarga lain yang seiman dengan ikatan tali pernikahan menurut
hukum Islam dan disahkan memakai upacara adat Pesisir. Untuk etnis pesisir, pemakaian
Adat Sumando yang nota bene adalah budaya yang berasal dari daerah Minangkabau tidak
bisa dipungkiri.
44
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Pengertian adat Sumando mencakup tata cara adat perkawinan di Pesisir Tapanuli
Tengah antara lain ; Marisik, Maminang, Batunangan, Mangentakkan Kepeng, Menyusun
Rencana Pernikahan, Pernikahan, Malam Bainai, Peresmian Perkawinan, Jalang Menjalang /
Mengunjungi Keluarga. Dalam prosesi pernikahan, ada beberapa musik yang mengiringi
tarian.
D. Lagu Kapri dipasangkan dan Tari Saputangan
Lagu Kapri dan Tari Saputangan ini merupakan lagu pembuka pada acara Malam
Bainai di adat Sumando. Lagu dan tarian ini menggambarkan suatu kisah pergaulan diantara
muda-mudi didaerah Sibolga sekitarnya dalam mengikat tali persaudaraan antara satu dengan
yang lainnya sehingga terjadilah kesatuan dikalangan masyarakat Pesisir dan terbuka satu
sama lainnya. Berikut pantun lagu Kapri :
Elok-elok tagak mana
Daga badagia dilantai papan
Dek apo-apo siamang mati
Makkan buah simanggi hutan
Kalo ada kaca dipintu
Pandan disawah ambo rabakan
Kalo ada karo baitu
Badan jo nyawo ambo sarakan
Pisang ame bau balawi
Masak sabua didalam peti
Utang ame dapek dibai
Utang budi dibawo mati
Bagus-bagus tegak menari
Maka berbunyilah lantai papan
Kenapa siamang itu mati
Karena makan buah simanggi hutan
Kalo ada kaca dipintu
Pandan disawah aku rebahkan
Kalau ada kata begitu
Badan dan nyawa aku serahkan
Pisang emas dibawa berlayar
Masak sebiji didalam peti
Utang emas dapat dibayar
Utang budi dibawa mati
Berikut Ritem lagu Kapri dengan Tari Saputangan:
Ritem lagu Kapri dan tari saputangan
Ritem lagu Kapri dan tari saputangan Variasi 1
Ritem lagu Kapri dan tari saputangan Variasi 2
45
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Ritem lagu Kapri dan tari saputangan Variasi 3
Ritem dalam lagu Kapri dan Tari Saputangan ini diulang-ulang yang berubah yaitu
kata-kata dari pantun Sikambang tersebut. Dari uraian lagu diatas dapat disimpulkan bahwa
lagu ini tentang pergaulan, pujian dan pengorbanan.
Keterangan :
Penari Sapu Tangan di iringi Lagu Kapri
E. Lagu kapulo Pinang dan Tari Payung.
Lagu Kapulo Pinang dan tari Payung ini merupakan inti dalam suatu upacara. Lagu ini
menggambarkan suatu kisah sepasang suami istri yang baru saja melangsungkan perkawinan.
Dan ketika suatu hari sang suami akan meninggalkan istrinya pergi berlayar mengarungi
lautan untuk mencari nafkah dinegeri orang dalam memenuhi tanggung jawab sebagai suami
dengan mempergunakan sebuah kapal untuk membawa dagangannya dari pulau Poncan
Ketek ke Pulau Pinang Malaysia. Sebelum suami berlayar meninggalkan istri, maka suami
berpisah melalui pantun yaitu :
Kok balai ka pulo Pinang
Ambik aluan si timu lawik
Kok balai ati ndak sanang
Ai mato sapanjang lawik
Balai babelok-belok
Belabu tantang di nan tanang
Hati nan pai ndak elok
Hati nan tingga ndak sanang
Tanang-tanang lawik Siboga
Kapal marapek ka muaronyo
Pasang ati nan tingga
Dagang urang jongon untungnyo
Kalau berlayar ke pulau pinang
Ambil haluan timur laut
Kalau berlayar hati tak senang
Air mata sepanjang laut
Berlayat berbelok-belok
Berlabuh bukan ditempat tenang
Hati yang pergi tidak baik
Hati yang tinggal pun tidak senang
Tenang-tenang laut Sibolga
Kapal merapat ke muaranya
Relakanlah hati yang di tinggal
Dagang orang sama untungnya
46
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Berikut Ritem lagu Kapulo Pinang dengan tari Payung:
Ritem dalam lagu Kapulo Pinang dan tari Payung ini terus diulang-ulang yang
berubah yaitu kata-kata dari pantun Sikambang tersebut.
1. F. Lagu Duo dipasangkan dengan tari Selendang
Lagu ini dinyanyikan sebelum lagu penutup yaitu lagu Sikambang. Pada lagu ini berisi
tentang minta maaf pemusik anak alek Sikambang kepada pihak yang mengundang mereka.
Dicabik kain dibali
Dieto tanga tiga eto
Mintak tabik kami bernyanyi
Jangan dibilang sikurang baso
Urang kabun memandikan anak
Mandi batimba kulit lokkan
Minta tabik dininik mamak
Saya mambacco si kitab setan
Diambil kain yang dibeli
Dihitung hanya tiga siku
Minta maaf kami bernyanyi
Jangan dibilang kami kurang sopan
Urang kebun memandikan anak
Mandi bertimba kulit lohan
Minta maaf dikekurangan kami
Saya membaca sikitab setan
Berikut Ritem lagu Duo dengan tari Selendang:
Ritem lagu Duo dengan tari Selendang
Ritem lagu Duo dengan tari Selendang Variasi 1
Ritem lagu Duo dengan tari Selendang variasi 2
Ritem dalam Lagu Duo dan tari Selendang initerus diulang-ulang yang berubah yaitu
kata-kata dari pantun Sikambang tersebut.
47
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
G. Lagu Sikambang dipasangkan dengan Tari Anak
Lagu Sikambang dan tari Anak ini merupakan lagu penutup pada upacara adat.
Teks yang dinyanyikan oleh (anak alek) berupa pantun dan isi pantun biasanya
diambil dari kenyataan hidup masyarakat Pesisir Sibolga. Penyampaian maksud atau
sampiran kepada pantun adalah ungkapan-ungkapan tentang alam, tempat tinggal dan
sebagainya. Sedangkan isi pantun disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan
oleh anak alek misalnya ungkapan sedih, nasehat, ungkapan kasih sayang (percintaan)
dan lain-lain. Berikut pantun dalam lagu Sikambang.
Sirih luisik pinangnyo kotei
Manikalek kulit bintungan
Manomo kasui nang kasampe
Ikko jininyo paruntungan
Tinggi bukitnya pagadungan
Nampak nan dari pulo palak
Alang sakitnyo paruntungan
Ai mato dibawa galak
Sirih layu pinangnya kering
Manis kelat kulit bintungan
Manalah sampe yang kita mau
Inilah nasib paruntungan
Tinggi bukitnya pergadungan
Nampaknya dari pulau porlak
Alangnyakah sakitnya paruntungan
Air mata dibawa senyum
Berikut Ritem lagu Sikambang dengan Tari Anak:
Ritem dalam Lagu Sikambang dan tari Anak initerus diulang-ulang yang berubah
yaitu kata-kata dari pantun Sikambang tersebut.
Keempat lagu inilah yang selalu dimainkan oleh anak alek(pemain musik Sikambang)
dalam Upacara Perkawinan adat Sumandotepatnya pada acara Malam Bainai.
Musik Sikambang diperankan juga dalam acara Pernikahan. Anak Alek (pemain
musik Sikambang) memainkan musik yang vocalnya berbunyi Yoooooo…...laaaaaa sambil
mengiringi rombongan mempelai laki-laki (marapulei) ke rumah mempelai perempuan (anak
daro). Setelah acara pernikahan maka berlanjut ke acara peresmian perkawinan. Dalam acara
peresmian Perkawinan, musik Sikambangditampilkan untuk menghibur para keluarga kedua
belah pihak pengantin. Dalam acara peresmian perkawinannya, vocal atau pantun Sikambang
tidak dinyanyikan lagi, yang dimainkan hanya alat musiknya saja. Musik Sikambangdalam
Upacara perkawinan Adat Sumandosangat diperankan tepatnya pada Malam Bainai,
Pernikahan dan di Peresmian Perkawinan.Apabila ditinjau dari arti kata dalam nyanyian
dalam bentuk pantun dan syairnya, maka fungsi dari bagian nyanyian musik Sikambang ini
berisikan suatu pengarahan dan pesan kepada pengantin. Lagu Sikambang dalamnyanyian
berbentuk pantun dan syair biasanya dibawakan oleh satu orang atau dua orang anak alek.
48
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
H. InstrumenYang Dipakai Pada Musik Sikambang
Dari hasil wawancara pada tanggal 8 Januari 2012 dengan salah satu tokoh adat dan
budaya Pesisir yaitu Bapak Jhon Pasaribu, pada zaman dulu instrumen untuk musik
Sikambang hanya mempergunakan suara secara vocal solo kemudian para nelayan
menyatukannya dengan suara pinggiran perahu yang mereka pukul-pukul yang mana pinggir
perahu mereka itu terbuat dari kayu. Kemudian para nelayan menciptakan gendang yang
bernama gendang Sikambang (membraphone), singkadu (aerophone).Gendang Skambang
terbagi atas dua bagian, yaitu gendang Sikambang kecil dan besar.Gendang Sikambang kecil
merupakan alat musik yang diciptakan oleh masyarakat Pesisir sedangkan gendang
Sikambang besar merupakan gendang yang kadang-kadang dibuat masyarakat Pesisir tetapi
hanya meniru gendang yang sudah ada yaitu gendang Melayu.Keseluruhan instrumen musik
Sikambang diatas masing-masing berfungsi sebagai pembawa tempo, ritem, dan melodi
sehingga terciptalah ensambel musik Sikambang.
Seiring masuknya bangsa Portugis ke Pesisir pantai barat sumatera, ensambel musik
Sikambang mendapat pengaruh dari musik Portugis yaitu Kapri. Menurut bapak Sahil
Tanjung Kapri adalah suatu gaya pertunjukan musik dengan memakai satu instrumen biola
dan dua atau lebih pemain gendang. Akibat pengaruh tersebut, ensambel musik Sikambang
mendapat penambahan dan pergantian instrumen.Singkadu yang tadinya pembawa melodi
ditambah dengan instrumen biola dan akordion sedangkan gendang batapik diganti dengan
gendang Sikambang yang ukurannya lebih besar atau yang lebih kita kenal dengan gendang
Melayu.Berikut ini deskripsi alat musik Sikambang.
1. Biola yang digunakan dalam ensambel musik Sikambang adalah biola yang digunakan
dalam musik barat atau yang disebut dengan violin. Peranan yang dimainkan oleh
biola dalam ensambel musik Sikambang adalah sebagai alat musik pembawa melodi.
2. Akordion yang digunakan dalam ensambel musik Sikambang adalah akordion yang
digunakan dalam musik barat atau juga yang dipakai dalam musik Melayu. Peranan
yang dimainkan oleh akordion dalam ensambel musik Sikambang adalah sebagai alat
musik pembawa melodi.
3. Singkadu adalah alat musik aerophone yang terbuat dari bamboo. Singkadu
mempunyai 7 (tujuh) lubang nada. Dari tinjauan penulis, dalam pembuatan singkadu
tidak ada ukuran-ukuran yang baku karena ukuran yang digunakan tergantung besar
kecilnya bambu yang digunakan. Peranan alat musik singkadu dalam ensambel musik
Sikambang adalah sebagai pembawa melodi.
Gambar Singkadu
49
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
4. Gendang Sikambang (gandang)
Pada pembahasan ini, gendang yang dimaksud dalah gendang yang dibuat oleh
masyarakat Pesisir yaitu gendang Sikambang kecil.Gendang adalah alat musik
membranophone yang berbentuk gendang berbingkai (frame drum).Alat musik ini terbuat
dari pohon kelapa, kulit kambing dan rotan. Pada bagian depan gendang ini berdiameter 31
cm sedangkan pada bagian belakang gendang berdiameter 28 cm. cara memainkan gendang
yaitu dengan cara memukul permukaan kulitnya dengan telapak tangan. Peranan alat musik
gendang dalam ensambel musik Sikambang adalah untuk memainkan pola ritem konstan dan
ritem variabel yang biasanya dimainkan oleh gendang Sikambang besar.
Foto Gendang Sikambang
50
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
DAFTAR PUSTAKA
Angrioso, Michael.V, 2007. Doing cultural Anthropology. Waveland Press University Of
South. Florida
Arikunto. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan Praktik, Jakarta: Bina aksara
Elliades. 2008. Eksistensi dan Makna Simbolik Tari Dampeng dalam Upacara Adat Sumando
Pada Etnis Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Medan: skripsi untuk mendapatkan
gelar Sarjana SI UNIMED
Harsojo. 1985. Pengantar Antropologi. Jakarta : Bina Cipta
Hutabarat, Lampos. 2010. Keberadaan dan Bentuk Musik Sikambang di kota Sibolga.
Medan: skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana SI UNIMED
Hutagalung, H.R Jafar. 2004. Tatacara Pelaksanaan Perkawinan dalam Adat Istiadat Pesisir
Sibolga dan Sekitarnya. Medan : Depdikbud Sibolga
Koenjaraningrat. 2003. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta : Progres
Lois Birkenshaw and Fleming. 1993. Music For All. Gordon V. Thompson
Music, Toronto. Canada
Macmilan. 1977. Relation Ships in Marriage and The Family. United States of America
Marcus. Clifford. 1986. Writing Culture. University of California Press. London
Margono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Pustaka Umum
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara
Ndururu, Mudilia. 2010. Peranan Musik dalam Tari Maena pada Upacara Adat Perkawinan
Masyarakat Nias di Desa Tundrumbaho Kecamatan Lolomatua. Medan: skripsi
untuk mendapatkan gelar Sarjana SI UNIMED
Panggabean, H.A.Hamid. 1995. Bunga Rampai Tapian Nauli. Jakarta. Nadhilah Ceria
Indonesia
Robson. GRIJNS. 1983. Cultural Contact and Textual Interpretation.Foris Pubications
Holland. Canada
Sibolga Dalam Angka.2009. Badan Pusat Statistik Kota Sibolga
Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
51
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
GONDANG SABANGUNAN DALAM UPACARA MARDEBATA
H Adi Putra Sirait
ABSTRAK
Gondang merupakan bagian dari kebudayaan musik suku Batak. Dalam
upacara Mardebata pada sebagian masyarakat Batak gondang sabangunan
dapat digunakan menjadi musik pengiring dalam upacara mardebata
tersebut. Tulisan ini menjelaskan keberadaan gondang sabangunan dalam
mengiringi upacara mardebata.
Kata Kunci : Gondang Sabangunan, Musik, Mardebata
A. Pendahuluan
Di adat batak ada dikenal dengan Gondang sabangunan atau ogung, sabagunan adalah
separangkat gendang dan gong merupakan instrumen inti musik gondang batak. Gondang
sabangunan terdiri dari: tagading, ogung dan sarune. Tagading terdiri dari lima
jenis,sedangkan ogung terdiri dari: ogung oloan, ogung ihutan, ogung doal dan ogung jeret.
Sarune juga terdiri dari lima lobang. Umumnya gondang sabangunan dimainkan untuk
memohon berkat dari arwah para leluhur.
Gondang Raja Silahisabungan dikenal dengan nama:”Gondang sitolupulutolu” dan
dimainkan atau diadakan dalam acara horja bius di Silalahi nabolak. Gondang Silahisabungan
berbeda dengan gondang Toba yang sering kita dengar. Gondang sitolupulutolu adalah
perpaduan dari gondang Toba,Karo,Pakpak dan Simalungun. Dibandingkan dengan gondang
Toba, gondang Silahisabungan bentuknya lebih kecil, baik gondangnya ataupun sarunenya
tetapi suaranya lebih nyaring. Sebab itu ketika upacara Malahat horbo (Menarik kerbau)
diadakan ke hau borotan diiringi gondang Silahisabungan, maka kerbau itu akan kelihatan
lebih liar. Sebaliknya kalau diiringi dengan gondang Toba maka kerbau yang mau digiring
tampak lebih jinak.
Makna Gondang Silahisabungan adalah sitolu gugung,sitolu harajaon, sisada hadirion.
Berhubungan dengan alam kepercayaan yang dianut Raja Silahisabungan saat itu dimana
dipercaya tiga alam dan tiga penguasanya yaitu: “Batara guru sebagai penguasa banua
ginjang, Soripada sebagai penguasa banua tonga, dan Mangalabulan sebagai penguasa banua
toru.Gondang ini diciptakan oleh Ompu Raja Silahisabungan. Raja silahisabungan memaknai
dalam pengalaman hidupnya bahwa kehidupan ditentukan oleh tiga unsur yaitu :Langit
sebagai sumber pernafasan(udara),darat sebagai sumber makanan dan laut sebagai sumber air
minum(air). Ketiga unsur tersebut dipercaya dikuasai oleh suatu kekuatan yaitu Mulajadi
Nabolon.
52
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Ulos Raja Silahisabungan juga berbeda denga ulos batak pada umunya.Ulos tersebut
disebut ulos gobar mempunyai garis putih di permukaannya. Demikian sekedar informasi
bagi orang tapanuli terutama bagi keturunan Silahisabungan dimanapun berada. Prinsip
pertama penulis dalam memulai tulisan ini adalah menghargai setiap perbedaan pelaksanaan
adat istiadat maupun tata-cara di berbagai tempat dan menjadikannya sebagai kekayaan
budaya yang masih perlu digali, dipelajari, dan dilestarikan.
Dewasa ini umpasa/umpama di atas telah disesuikan dengan perkembangan zaman,
iinkulturasikan atau dimodernisasikan menurut agama, tempat, kumpulan, dsb. Sehingga
muncullah umpama baru yang mengatakan :Mumpat talutuk , sega gadu-gadu Salpu uhum
na buruk, ro ma uhum na imbaru Patok tercabut, rusak pematang sawah Hukum lama batal,
datang hukum baru “Muba tano, muba duhutna. Muba Huta muba uhumna” Beda tanah,
beda rumputnya. Beda kampung beda peraturannya . Pepatah yang sama “lain lubuk, lain
ikannya” yang dapat diartikan bahwa adat atau kebiasaan berbeda menurut tempat, marga,
atau kumpulan lainnya.Demikian pula halnya tata cara pelaksanaan Gondang Sabangunan
yang selalu ditemukan perbedaan (lebih tepat disebut variasi) di berbagai tempat. Bila
penatua kampung di suatu luat (negeri) lebih terbuka maka diambillah jalan keluar yang
praktis “aek godang tu aek laut, dos ni roha sibahen na saut” (air laut luas sekali, kata
sepakatlah yang jadi), artinya sepakat saja mau berbuat apa meskipun tidak serupa dengan
yang biasa. Tetapi adakalanya penatua kampung tetap pada kebiasaan atau adat setempat dan
berkata “si dapot solup do na ro” artinya pendatang harus ikut dengan adat kebiasaan
setempat.
Urutan „manortor‟(menari) pun juga mengalami hal yang sama. Ada yang
mendahulukan tulang (pihak ibu) atau hula-hula (pihak isteri), handai tolan, kemudian
Dongan Tubu (teman se marga) dan kemudian Huta paampuhon (penatua kampung menutup
acara), selanjutnya diakhiri Hasuhuton mangampu (yang berpesta mengatakan ucapan terima
kasih). Ada luat justru melaksanakan urutan sebaliknya, bahkan ada yang disusun sesuai
kebutuhannya saja.
Jadi dalam tulisan diupayakan mengumpulkan rupa-rupa pengalaman yang pernah
dilihat, dialami, atau didiskusikan, tidak ada maksud untuk menerapkan suatu pola/standard
tertentu, melainkan hanya lebih bersifat membagi pengalaman, kecuali memang bila temuan
tetang hal-hal yang menarik seperti sisi ritualnya dan lain sebagainya diharapkan memberikan
sesuatu yang dapat diserap menjadi pembanding atau sekedar membantu untuk menemukan
panduan yang lebih sesuai.
B. Musik Batak Toba
Musik Batak dimainkan dengan berbagai jenis alat musik baik secara bersama
(orkestra) maupun solo, a.l.: Gondang Sabangunan (orkestra Batak Toba), pemainnya
disebut pargual-pargonsi. Gondang sabangunan dimainkan oleh delapan orang (susunan ini
disebut pangeran), bahkan oleh lebih dari jumlah itu. Alat musiknya terdiri dari lima buah
tagading, sebuah gordang, satu atau dua buah serunai, empat buah ogung (gong) yang
masing-masing berbeda ukuran dan tebalnya disebut saparangguan, masing-masing dinamai
: panggora, doal ( panonggahi), ihutan, dan oloan, serta sebuah hesek (besi atau sejenisnya
untuk alat pengatur ritme).
Uning-uningan (sejenis orkestra juga) dapat dimainkan oleh hanya empat lima orang.
Alat musiknya terdiri dari serunai kecil, hasapi/kecapi (sejenis gitar yang hanya punya dua
53
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
senar tanpa grip), seruling, hesek, dan garantung (terdiri dari lima atau tujuh lempengan kayu
yang berbeda ukuran, tebal, dan nada yang dihasilkannya).
Alat musik yang dimainkan oleh hanya satu orang saja :
a. Jenggong, alat musik dengan bahan besi, mirip saga-saga, ditiup dengan dengan lidah
yang digetarkan di depan mulut. Wanita biasanya lebih pandai memainkannya.
b. Hapetan, sebenarnya adalah kecapi dengan bentuk yang berbeda. Sering dibawa ke
pantai, dimainkan sambil menunggui doton (sejenis jala panjang) menjerat ikan. Atau
oleh pemuda menghibur para gadis yang sedang menumbuk padi.
c. Odap, sejenis gendang kecil yang kedua sisinya ditutup dengan kulit (mangodapodapi
artinya memukul dengan keras kedua sisi odap itu untuk tujuan menyemangati).
d. Sordam, sejenis seruling yang dipakai untuk memanggil arwah, biasanya lebih besar
dari seruling dan dihembus dari ujung/pangkalnya.
e. Sulim, suling, alat tiup dari bambu. Salah satu pangkalnya terbuka. Mempunya 8
lobang, satu untuk tempat meniup dan 7 (6 di atas dan 1 di bawah) untuk mengatur
nada.
f. Salohat, suling yang lubang tiupannya ada di tengah-tengah.
g. Tulila, sejenis seruling kecil. Lobang atas empat buah, di bawah satu buah, suaranya
merdu dan tajam. Para gembala sering membawanya menjadi pengisi waktu
senggang.
h. Saga-saga, sejenis tulila, harmonica mulut terbuat dari serat bambu atau enau. Alat
ini biasanya menjadi bunyi-bunyian bahasa cinta antara orang muda. Kedua tangan
memegang ujungnya dan menarik-narik ke kiri-kanan sembari mengeluarkan nafas
perlahan. Kekuatan nada diatur dengan mengangakan atau menyempitkan mulut.
i. Salempang, mirip tulila/sagasaga. Harmonika dari hodong (pelepah) ditarik-tarik
hingga menimbulkan getaran di depan mulut.
j. Talatoit, (bentuk yang sama dengan tulila) seruling kecil terbuat dari ruas bambu yang
kecil dan panjangnya antara 15-50 cm. Biasanya dipakai pada malam hari oleh orang
yang ingin mengungkapkan perasaan cinta, kesedihan, kecemasan, harapan, dan
sebagainya.
C. Gondang Sabangunan
Gondang Sabangunan digelar untuk suatu hajatan yang melibatkan kehadiran banyak
orang, baik sebagai hiburan/pesta maupun untuk acara ritual. Pada hakekatnya hampir semua
pesta gondang sabangunan ada keterkaitannya antara orang yang masih hidup dan arwah/roh
orang yang sudah meninggal, baik berupa pemujaan, memperingati atau setidaknya ada
dalam kata-kata pengantar.
Lembaga agama dewasa ini begitu gigihnya campur tangan dalam mencoba
menginkulturasikan visi dan misi adat-istiadat dalam pelaksanaan pesta gondang dengan visi
dan misi agama.
Peralatan Gondang Toba ada lima macam, sebagai berikut :
1. Tagading, terdiri dari lima buah gendang yang hampir bersamaan besarnya, terbuat
dari kayu. Lobang atas ditutup dengan kulit diikat dengan rotan, menyuarakan notasi
do, re, mi, fi, sol dimainkan oleh satu orang. Sebagaimana pada banyak bangsa lain
yang memakai tagading (gendang) dalam bentuk yang berbeda-beda sebagai sarana
54
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
ritual atau hiburan, demikian juga tagading pada bangsa Batak. Bentuknya juga
berbeda-beda, ada yang pendek, panjang, kecil, atau besar. Di Mandailing bentuknya
besar-besar, di Tanah Karo kecil-kecil. Di Dairi, Simalungun, dan Toba bentuknya
dapat dikatakan sama.
2. Gordang, sebuah gendang yang lebih besar berfungsi membantu ritme bass. Cara
pembuatan-nya sama dengan pembuatan tagading, bagian atasnya ditutup dengan
kulit sapi. Panggordangi (pemukul gordang) biasanya sekali-sekali berteriak
memberi semangat kepada pemusik lainnya.
Dahulu ada kebiasaan setelah datu selesai dengan acara ritual pembukaan gondang
(disebut gondang sipitupitu) maka Hasuhuton dipanggil naik ke balkon atas untuk
'buha gordang'. Hasuhuton memukul gordang sebagai pertanda acara gondang
dimulai. Dewasa ini buha gordang tidak populer lagi karena memulai acara godang
telah diserahkan kepada Pengurus Gereja.
3. Sarune (serunai), musik tiup terbuat dari kayu bulat yang dilobangi lima lobang
untuk mengubah suara, empat di sebelah atas dan satu di sebelah bawah (serunai
kecil terkadang dibuat dari bambu saja). Di bagian mulut ditempelkan ipit-ipit,
sejenis selongsong pipih yang dapat diganti-ganti. Cara memainkannya dengan
meniup. Selama meniup maka pemain menghirup atau membuang udara hanya
melalui hidung saja, hal ini bisa dilakukan hingga lebih 30 menit
4. Ogung (gong) sebanyak empat buah, disebut saparangguan, masing-masing bernama
panggora, doal, ihutan, dan oloan (nama-nama sesuai dengan susunan letaknya bila
dimainkan). Masing-masing ogung dimainkan oleh satu orang, tetapi kadang-kadang
ihutan dan oloan dapat dimainkan oleh satu orang. “Doal” atau “panonggahi” (nada
sol), dimainkan dua kali lebih cepat daripada “panggora” (nada sol) juga, atau empat
kali lebih cepat dari ihutan (nada mi) dan oloan (nada do). Oloan adalah ogung yang
sedikit lebih besar dari ketiga ogung lainnya dan dimainkan berganti-ganti dengan
ihutan pada tempo yang tetap. Karena ke empat ogung ini menyuarakan notasi mi,
sol, sol, do, maka perpaduan suara ogung itu bila mengikuti orkestra/gondang
terdengar menjadi sol-mi-sol, sol-do-sol.
5. Hesek, suatu alat ketukan ritme. Bisa dari dua batang besi yang saling dipukulkan.
Dewasa ini ada yang hanya memakai botol dan sendok.
Jenis Pesta Gondang :
Dapat dikatakan bahwa nama jenis pesta gondang adalah sesuai dengan tujuan atau
tata-caranya, jadi jumlah jenis dan tujuan gondang itu sangat banyak. Namun secara
umum semua jenis tersebut dapat dikategorikan menjadi lima jenis pesta gondang
saja, yaitu :
6. Gondang Dalan, sejenis prosesi. Alat orkestra tidak lengkap dimainkan, hanya
dipakai sarune, satu atau dua taganing, ogung, dan hesek. Suatu cara menghormati
dan menyambut tamu terhormat. Gondang yang sama adalah Mangogungi, tetapi
jenis ini lebih memberatkan penghormatan kepada orang yang meninggal.
7. Gondang Sahala (Gondang Mamele).
8. Gondang Mandudu, memanggil roh halus (bisa nenek moyang atau roh yang
dianggap penguasa alam) untuk suatu tujuan tertentu. Mis. untuk memohonkan
kesuburan tanah, panen yang berlimpah, keselamatan dan kesehatan, kerukunan,
kebahagiaan, dll.
9. Gondang Daung, menggantungkan seekor ikan dan menari untuk menghormati
arwah nenek moyang serta mohon campur tangan arwah nenek moyang dalam
kehidupan di dunia nyata. Mis. memohon ilmu kebal, pidoras (pukulan berlipat
ganda kekuatannya), aji marulak (supaya orang merasakan apa yang diperbuatnya,
mis. yang memukul kitalah yang merasa sakit atau luka pada bagian tubuh kita yang
55
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
dipukulnya, sementara yang dipukul tidak merasakan sakit). Untuk hal seperti ini
biasanya dipakai ihan batak/ jurung. Tetapi bila untuk kepentingan ilmu gaib/sihir
maka adakalanya para datu mengganti dengan ikan paniasi (ikan raja), insor (sejenis
ikan gabus yang kecil sekali), atau halu (sejenis ikan sepat yang beratnya bisa
mencapai sepuluhan kilogram).
D. Peran Gondang Sabangunan dalam Upacara Mardebata
Dalam upacara Mardebata Gondang Sabangunan mempunyai peranan penting yaitu untuk
mengesahkan dan menghantarkan permohonan-permohonan kepada Ompung Mulajadi
Nabolon dan penguasa alam roh lainnya. Gondang Sabangunan juga berfungsi sebagai
pengiring tortor yang merupakan bahagian dari upacara mardebata. Berdasarkan konsep
diatas, maka yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah jalannya upacara mardebata termasuk
gondang sabangunan yang merupakan bahagian dari upacara mardebata, sampai sejauh mana
fungsi dan penggunaan gondang sabangunan di dalam pelaksanaan upacara mardebata
tersebut. Dalam hubungan ini akan dikaji juga tentang proses upacara, makna upacara, pelaku
upacara, benda atau peralatan upacara, serta ensambel musik yang digunakan di dalam
upacara. Pada aspek musikalnya, penulis akan mengkaji dan menganalisa 2 (dua) melodi
gondang sabangunan yang dimainkan oleh sarune bolon yaitu melodi gondang Ni Tuhan dan
melodi gondang tu Raja Nasiakbagi. Dalam hal ini yang akan dianalisa adalah skala tangga
nada, nada dasar, wilayah nada, jumlah pemakaian nada, interval, bentuk melodi, frasa, dan
pola-pola kadensa.
E. Dasar Teori dalam Melakukan Penelitian Kebudayaan
Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas
permasalahan. Untuk itu penulis mencoba mengambil beberapa teori yang dianggap perlu
sebagai referensi atau acuan dalam tulisan ini. (Bachtiar 1997:10) mendefenisikan teori
sebagai ketentuan-ketentuan dasar saintifik yang akan diaplikasikan, dimana kebenarannya
telah diuji dengan mengikuti disiplin tertentu oleh para pakarnya. Seeger (1958:184)
menyebutkan, Deskriptif adalah penyampaian suatu objek dengan menerangkannya terhadap
pembaca secara tulisan ataupun lisan dengan sedetail-detailnya. Dengan demikian deskriptif
yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah bersifat menyatakan dan menyampaikan
sesuatu apa adanya dengan menggambarkannya secara tulisan dan secara jelas mengenai
upacara Mardebata oleh masyarakat Parmalim Hutatinggi-Laguboti. Menurut Aryono Suyono
dalam Hutahaean (1955:17) pengertian upacara ritual (ceremony) adalah:
1. Sistem aktifitas atau rangkuman tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang
berlaku dalam masyarakat pada berbagai macam peristiwa, wujud dari adat istiadat
yang berhubungan dengan segala peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam
masyarakat yang bersangkutan.
2. Suatu kegiatan pesta tradisional yang diatur menurut tata adat atau hukum yang
berlaku dalam masyarakat dalam rangka memperingati peristiwa-peristiwa penting
atau lain-lain dengan ketentuan adat yang berlaku.
Koentjaraningrat (1980:241) memberikan pengertian upacara adalah suatu kelakuan
keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku sesuai dengan komponen
keagamaan. Komponen keagamaan itu dapat dilihat dari : tempat upacara, saat dan waktu
upacara dilaksanakan, benda-benda atau alat-alat upacara, orang yang melaksanakan dan
memimpin upacara. Beliau juga mengatakan bahwa dunia gaib bisa dihadapi manusia dengan
berbagai macam perasaan seperti cinta, hormat, bakti tetapi juga takut, ngeri, dan sebagainya.
Dengan berbagai macam perasaan itu mendorong manusia untuk melakukan suatu upacara
56
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
keagamaan. Manusia selalu dihinggapi suatu emosi keagamaan yang dilaksanakan menurut
tata laksana baku dari upacara keagamaan atau ritus (1985:234). Dalam studi musikologis
pada dasarnya merupakan kerja analisis sehingga secara struktural dapat diketahui dengan
jelas. Untuk aspek musik ini penulis mengacu pada pendapat Alan P Merriam yang
mengatakan bahwa beberapa bagian penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis
melodi adalah : 1) scale (tangga nada), 2) pitch centre (nada dasar), 3) range (wilayah nada),
4) frequency of note (jumlah pemakaian nada), 5) interval (jarak nada), 6) cadence patterns
(pola-pola kadens), 7) melodic form (bentuk melodi), 8) contour (kontur/grafik melodi).
Untuk mendukung pembahasan dari aspek musik diatas, diperlukan suatu transkripsi. Bruno
Netll mengartikan, transkripsi adalah proses menotasikan bunyi atau membuat bunyi menjadi
simbol visual (1964:99). Dalam upacara Mardebata terdapat beberapa repertoar Gondang
yang dimainkan. Diantara repertoar gondang yang dimainkan penulis memilih dua repertoar
gondang yang akan ditranskripsi yaitu Gondang Ni Tuhan, dan Gondang tu Raja Nasiakbagi.
Mengenai hubungan Gondang Sabangunan dengan upacara Mardebata, penulis mengacu
pada pendapat Alan P Meriam mengenai penggunaan dan fungsi musik yang mengatakan
bahwa : ?use then refers to the situation in which is employed in human action : function
concern the reason for its employment and particulary the broader purpose which it serves?
(1964:210).
Dari kalimat diatas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan) menitikberatkan pada
masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function (fungsi)
menitikberatkan pada alasan penggunaan atau menyangkut tujuan pemakaian musik, terutama
maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan
manusia itu sendiri.
Dalam mengkaji fungsi musik, tulisan ini berpedoman pada pendapat Merriam
(1964:219-226) yang membagi fungsi musik ke dalam 10 kategori fungsi, yaitu fungsi : 1)
pengungkapan emosional, 2) penghayat estetis, 3) hiburan, 4) komunikasi, 5) perlambangan,
6) reaksi jasmani, 7) berkaitan dengan norma-norma sosial, 8) pengesahan lembaga sosial, 9)
kesinambungan kebudayaaan, 10) pengintegrasian masyarakat. Dari ke-10 fungsi musik
tersebut, upacara Mardebata pada masyarakat Parmalim termasuk dalam fungsi
pengungkapan emosional, fungsi komunikasi, fungsi reaksi jasmani, fungsi hiburan, fungsi
perlambangan, fungsi, fungsi kesinambungan kebudayaan, dan fungsi pengintegrasian
masyarakat.
F. Referensi Dalam Mencari Musik Gondang Sabangunan
Sumber referensi dilakukan sebagai landasan dalam hal tulisan, yakni dengan
mengumpulkan literatur atau sumber bacaan mengenai Gondang Sabangunan yang akan
menjadi dasar dalam melakukan tulisan. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa buku,
ensiklopedi, jurnal, bulletin, skripsi, dan lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan ini
penulis akan dapat melakukan cara yang efektif dalam membuat tulisan tentang peranan
gondang sabangunan dalam upacara Mardebata. Dalam tulisan ini penulis akan membahas
salah satu dari upacara ritual Parmalim yaitu upacara Mardebata, dimana upacara ini belum
pernah dibahas sebelumnya.
Dalam kerja lapangan penulis melakukan pengamatan dan pengambilan data melalui
perekaman dan mencatat jalannya upacara secara keseluruhan, serta melakukan berbagai
wawancara dengan beberapa parmalim dan juga informan lainnya. Tehnik wawancara yang
penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu melakukan pertanyaan
selalu berpusat pada pokok permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas (free
57
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
interview) yaitu pertanyaan tidak selalu berpusat pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan
dapat berkembang ke pokok permasalahan lainnya dengan tujuan untuk memperoleh data
yang beraneka ragam namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Begitu juga dalam
penulisan jurnal ini. Harus dilakukan kerja lapangan langsung dalam mendapatkan data-data
hasil mengenai gondang sabangunan dan upacara adat Mardebata.
Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi
kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan.
Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa. Pada
akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan
mengikuti kerangka penulisan. Seperti telah dijelaskan pada sebelumnya bahwa upacara
Mardebata adalah upacara ritual Parmalim yang dilakukan karena seseorang atau keluarga
telah menyimpang dari ajaran Patik. Upacara ini dilakukan adalah sebagai sarana
pengampunan dosa-dosa kepada Ompung Mulajadi Nabolon dan penguasa lainnya karena
telah melanggar ajaran Patik. Mengakui kesalahan dan dosa serta memohon pengampunan
dosa kepada Ompung Mulajadi Nabolon adalah kewajiban bagi masyarakat parmalim agar
memperoleh bekal untuk kehidupan yang abadi diluar kehidupan dunia ini. Untuk mencapai
kehidupan diluar kehidupan dunia ini, dalam ajaran Ugamo Malim disebutkan : Indion ma
pangan hamu na Hupapungu na di sopo on, mardos roha ma hamu marbagi i, umbaen na
Hupapungu i, asa adong do mangudut haleonmu. Artinya : Inilah kamu makan, yang telah
Kusediakan dalam rumah ini, seiasekatalah kamu membaginya, sebab ini kusediakan agar
kelak kamu tidak berkekurangan. Bekal yang dimaksud adalah Poda (firman Tuhan), Tona
(perintah Tuhan), Patik (aturan Tuhan), dan Uhum (hukum Tuhan). Hal ini terpadu di dalam
Patik ni Ugamo Malim. Setiap perilaku kehidupan apabila dicerminkan kepada Patik, dapat
diketahui kesalahan atau dosa apa yang telah dilakukan, kebaikan atau kebajikan yang telah
dilakukan. Kesalahan dan dosa, kebaikan atau kebajikan, semua dipersembahkan kepada
Ompung Mulajadi Nabolon. Agar dosa diampuni, kebajikan diberkati menjadi pengabdian
kepada-Nya. Setiap saat Parmalim diwajibkan membaca ulang kegiatan kehidupannya untuk
kemudian menata kehidupan bercermin kepada Patik dan aturan Ugamo Malim.
G. Tempat Upacara Mardebata
Upacara Mardebata adalah upacara yang sifatnya pribadi (perseorangan), maka yang menjadi
tempat pelaksanaan upacara mardebata ini adalah di rumah si suhut atau penyelenggara
upacara yaitu di Desa Siregar, Kecamatan LumbanJulu Kabupaten Toba Samosir. Hal ini
berbeda dengan upacara ritual parmalim lainnya yaitu sipaha sada dan sipaha lima yang
pelaksanaannya dilakukan di Bale Pasogit Partonggoan yang merupakan pusaat
peribadaataan parmalim, berada di Desa Hutatinggi-Laguboti.
Gambar Upacara Madebata
58
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Saat pelaksanaan upacara Mardebata ditentukan dengan cara maniti ari (menentukan
hari yang tepat) untuk menentukan hari yang baik pelaksanaan upacara mardebata yang akan
dilakukan. Maniti ari dilakukan oleh ihutan atau ulu punguan yaang ditentukan berdasarkan
pada Parhalaan yaitu kalender Batak dahulu yang sampai sekarang masih tetap dipedomani
dalam menentukan hari pelaksanaan suatu pesta atau upacara. Parhalaan ini berisi nama-nama
hari dan nama bulan serta simbol (lambang) dari masing-masing hari.
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, Abdi Mulia. (1995). Studi Deskriptif dan Musikologis Gondang Sabangunan
dalam Upacara Parsahadatan Sipaha Lima Parmalim di Desa Hutatinggi Kecamatan
Laguboti Kabupaten Tapanuli Utara. Skripsi Sarjana. Medan : Universitas Sumatra
Utara.
Endraswara, Suwardi. (2006). Metode, Teori, Tehnik Penelitian Kebudayaan, Ideologi,
Episrem dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Widyatama.
Kozok, Uli. (1999). Surat Batak (Pengantar Filologi dan Aksara Batak). Medan : USU Press.
Panggabean, HP. Dan Sinaga, Richard. (2004). Hukum Adat Dalihan Na Tolu Tentang Hak
Waris. Jakarta : Dian Utama dan Kerabat.
Purba, Mauly. (2003). Dinamika Pertunjukan Gondang Sabangunan dan Tortor Pada
Masyarakat Batak Toba. Medan : Bahan Sarasehan Musik Tradisional Sumatera Utara.
Manurung, Restawati. (2007). Studi Deskriptif dan Musikologis Gondang Sabangungan
Dalam Upacara Mardebata pada Masyarakat Parmalim hutatinggi-Laguboti di Desa
Siregar Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir. Medan : Skripsi
Universitas Sumatra utara.
Vergouwen, J. V. (1986). Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Jakarta : Pustaka Azet.
59
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
PERANAN MUSIK PADA PERNIKAHAN ETNIS JAWA DI DESA DALU
SEPULUH TANJUNG MORAWA MEDAN
Putri Handayani
ABSTRAK
Peranan musik pada pesta pernikahan etnis Jawa adalah catatan bagaimana
fungsi dan pengunaan serta bentuk musik yang berperan langsung dalam ritual
pesta pernikahan diDesa Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa Medan.
Dalam catatan ini dikemukakan beberapa peristiwa budaya kehidupan musik
ditengah-tengah pendukungnya. Peranan musik sebagai ritual tradisi orang Jawa
di Desa Dalu Sepuluh B masih digunakan walau tidak sebagaimana mestinya
keberadaanya seperti di pula Jawa. Fungsinya sebagai Hiburan masyarakat
tersebut lebih tertarik dengan mengadakan pertunjukan Keyboard atau organ
tunggal yang dianggap lebih praktis dan lebih dapat menghibur.
Kata kunci: Musik, Etnis Jawa, Tanjung Morawa
A. Pendahuluan.
Masyarakat diprovinsi Sumatra Utara terdiri dari berbagai etnis suku bangsa seperti: etnis
Mandailing, etnis Batak Toba, etnis Karo, etnis Simalungun, etnis Pak-pak Dairi, etnis Melayu,
etnis Nias dan juga etnis pendatang, diantaranya seperti: etnis Minang, etnis Jawa, etnis
Tionghoa (Cina), etnis India, etnis Sunda dan lain sebagainya. Keanekaragaman etnis tersebut
memiliki aneka ragam corak budayanya masing-masing, yang lahir dari hasil pemikiran-
pemikiran, kebiasaan-kebiasaan yang terkait erat dengan kondisi lingkungan dimana kelompok
masyarakat tersebut berasal.
Kebudayaan suatu etnis berkorelasi erat dengan pembentukan kepribadian setiap anggota
kelompok masyarakat yang tercermin dari setiap tindak tanduk individu maupun kelompok, dan
mengandung nilai-nilai luhur yang diturunkan secara turun-temurun dari suatu generasi ke
generasi berikutnya. Salah satu contoh bentuk keaneka ragaman budaya etnis di Indonesia
misalnya pada suku Jawa dalam acara pernikahan. Etnis Jawa yang berada di Desa Dalu
Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa merupakan masyarakat Jawa yang telah lama tinggal di
daerah ini. Mereka datang dengan membawa serta budaya dan kebiasaan. Salah satu bentuk
kebiasaan tersebut adalah kebanyakan penduduk etnis Jawa yang bertempat tinggal di Desa Dalu
Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa melaksanakan ritual pernikahan. Biasanya ritual ini
selalu diikuti dengan adanya iringan musik. Keberadaan musik dianggap sangat berperan penting
dalam acara resepsi pernikahan mayarakat Jawa di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung
Morawa. Salah satunya dalam ritual pernikahan.
60
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
B. Asal Mula Nama Desa Dalu Sepuluh
Menurut salah satu tokoh masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Dalu Sepuluh-B,
Kecamatan Tanjung Morawa, nama Desa Dalu Sepuluh-B awalnya adalah Desa Payanibung.
Paya yang artinya rawa-rawa dan nibung artinya sejenis pohon yang menyerupai pohon pinang
dan berduri. Menurutnya pada zaman dahulu ada nama sungai yang disebut sungai Blumai.
Dimana sungai tersebut merupakan jalur pelayaran para nelayan dari Serdang. Dipinggir sungai
tersebut ditumbuhi pohon ”dalu-dalu” sebanyak sepuluh batang pohon. Pohon dalu-dalu adalah
sejenis pohon kayu keras seperti pohon mahoni yang batangnya dipergunakan untuk bahan
bangunan, buahnya berbentuk bulat dan tidak bisa dimakan.
Pohon dalu-dalu tersebut dimanfaatkan oleh nelayan sebagai tempat menambatkan
perahu mereka. Namun pohon dalu-dalu tersebut sekarang sudah tidak ada lagi, pohon tersebut
terkubur didalam tanah akibat erosi. Ketika pemerintah menyuruh para penduduk untuk
meluruskan sungai tersebut, kemudian sungai tersebut digali para penduduk menemukan sisa
batang pohon dalu-dalu yang terpendam didalam tanah dengan keadaan batang pohon yang
sudah mengeras dan membatu maka sejak saat itu daerah yang dilalui sungai tersebut diganti
namanya menjadi Desa Dalu Sepuluh, dan saat ini daerah tersebut mengalami pemekaran dan
dibagi menjadi dua bagian yaitu Desa Dalu Sepuluh-A yang penduduknya mayoritas etnis
Melayu dan Desa Dalu Sepuluh-B yang penduduknya mayoritas etnis Jawa.
Didesa Dalu Sepuluh B yang penduduknya mayoritas adalah etnis Jawa Dalam
penyelengaraan upacara ritual pernikahan masih melaksanakan ritual pernikahan dengan adat
Jawa dalam pengamatan penulis acara ritual tersebut terbagi dalam sembilan ritual dan masih
banyak bagi mereka melaksanakannya. Sembila ritual pernikahan tersebut antara lain adalah: 1)
Pelaksanaan Ijab 2) Mertuai atau Mapag Besan 3) Upacara Panggih atau Temu Penganten 4)
Balangan Suruh 5)Ritual Wiji Dadi 6)Ritual Kacar Kucur atau Tampa Kaya, 7) Ritual Dhahar
Klimah atau Dhahar Kembul, 8) Ritual Timbangan, 9) Upacara Sungkeman. Dalam hal ini
biasanya mereka menyertakan iringan musik dalam acara pernikahan tersebut.
C. Musik Dalam Resepsi Pernikahan Etnis Jawa Di Desa Dalu Sepuluh
Musik merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia yang akan
menghasilkan efek dan emosi tertentu bagi manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Imam
Musbikin (2009:38) “musik merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia.
Lantunan musik diciptakan untuk menggambarkan keadaan tertentu, baik itu susah ataupun
senang. Musik yang bagus akan menghasilkan mood dan emosi yang bagus”. Keberadaannya
didalam pesta pernikahan ini musik menjadi penting, hal ini terkadang musik dapat menjadi
pengiring suasana yang menghasilkan mood dan menciptakan suasana yang lebih memacu emosi
dalam kehikmatan acara tersebut. Selain itu juga bahwa musik dapat difungsikan dalam berbagai
kegiatan misalnya sebagai sarana hiburan, sebagai pengiring ritual, sebagai media pendidikan,
media dakwa dan lain sebagainya, dalam hal ini musik pada pesta pernikahan akan dibahas
sedikit lebih mendalam khusunya keberadaan musik pada pernikahan di Desa Dalu Sepuluh.
Sebelum membahas musik pada pesta pernikahan ini lebih jauh, penulis akan
menyinggung sedikit tentang apa sebenarnya pesta pernikahan. Pesta pernikahan adalah salah
satu bentuk upacara tardisional yang dilakukan oleh seseorang. Poerwodarminta dalam kamus
besar bahasa Indonesia (2001:1132) menyatakan bahwa upacara berarti: (1). Tanda-tanda
kebesaran, (2). Hal melakukan sesuatu perbuatan tertentu menurut adat kebiasaan atau menurut
agama, (3). Perayaan, pelantikan, peringatan, (4). Penghormatan resmi atas pengorbanan tamu.
Melengkapi pendapat diatas, Dove, Michael. R.(ed) (1985:1132) menyatakan bahwa:
61
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
"Ceremonies or celebrations related to trust is marked by special properties that cause a
sense of reverence that is noble in the sense of a sacred experience. That experience
includes everything that made or used by humans to say relations with the highest and
the relationship or encounter not something ordinary or common nature, but something
that deserves to carry out the meeting, there was some form of ceremony".
Yang artinya adalah “upacara atau perayaan berhubungan dengan kepercayaan ditandai
oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan pengalaman
yang suci. Pengalaman itu mencakup segala sesuatu yang dibuat atau dipergunakan oleh manusia
untuk mengatakan hubungan dengan yang tertinggi dan hubungan atau perjumpaan itu bukan
sesuatu yang sifatnya biasa atau umum, tetapi sesuatu yang pantas guna melaksanakan
pertemuan itu, muncullah beberapa bentuk upacara”.
Menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974, “Perkawinan (Pernikahan) adalah salah satu
bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri”.
Menurut http//:poni_bpp, “Perkawinan (Pernikahan) adalah salah satu praktek kebudayaan yang
paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan atau suatu masyarakat”. Dari
pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa resepsi pernikahan adalah kegiatan yang
dilakukan masyarakat untuk menyatukan ikatan bathin antara seorang pria dengan wanita yang
merupakan suatu ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami
maupun istri untuk mencapai tujuan tertentu, yang biasanya dalam kegiatan tersebut selalu
menyatakan kesenian sebagai ritual penyerahan diri kepada Tuhan agar pelaksanaan pernikahan
dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan pengamatan penulis dan juga dari hasil wawancara yang dilakukan oleh
penulis bahwa bentuk musik pada resepsi pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu Sepuluh-B,
Kecamatan Tanjung Morawa terbagi menjadi dua bentuk yaitu:
Bentuk Tradisi Sebagai pengiring ritual
Bentuk Modern sebagai Hiburan
1. Bentuk Musik Tradisi Sebagai Pengiring Ritual Pernikahan
Bentuk tradisional dari musik pada saat resepsi pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu
Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa dapat dilihat pada saat upacara panggih atau temu
penganten. Bentuk musik dalam iringan ritual tersebut disebut dengan gending kebo giro.Musik
tradisional yang disebut dengan gending kebo giro ini digunakan dalam mengiringi upacara ritual
pernikahan dimulai dari ritual temu penganten, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual kacar
kucur atau tampa kaya, ritual dhahar kalimah atau dhahar kembul, mertui atau mapag besan,
dan upacara sungkeman. Sebenarnya pada saat ritual ini dilaksanakan, bentuk musik gending
kebo giro ini seharusnya dimainkan dengan mengunakan gamelan hingga akhir acara ritual
selesai. Namun dalam kenyataannya sebagian dari masyarakat setempat hanya menggunakan
iringan musik gending kebo giro hanya sebatas mengunakan rekaman musik baik dalam bentuk
CD dan hanya dilaksanakan sampai pada ritual upacara panggih atau temu penganten saja,
sementara pada ritual-ritual lainnya hanya dikomando oleh ”orang tua” atau sesepuh orang Jawa
yang diberi kepercayaan.
Gending kebo giro adalah jenis komposisi musik tradisional Jawa yang dimainkan
dengan mengunakan seperangkat gamelan terdiri dari kendang Jawa, gong,kempul, saron,
bonang, bonang penerus, demong, peking, slentem, gambang, siter, gender, rebab, suling dan
62
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
ketuk kenong. Dengan meminjam notasi balok bentuk melodi balungan pada komposisi musik
Gending kebo giro dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar Notasi Balok Gending Kebo Giro(Dalam hal ini perludijelaskan bahwa pada dasarnya masyarakat Jawa
sejak dahulu tidaklah menggunakan notasi balok dalam bermain gamelan).
2. Musik Modern Sebagai Hiburan Dalam Pernikahan Etnis Jawa
Masyarakat etnis Jawa di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa pada
umumnya menggunakan Keyboard atau organ tunggal sebagai hiburan pada resepsi pernikahan
putra-putri mereka, bahkan hal ini tidak hanya sebatas pada resepsi pernikahan saja, akan tetapi
hampir pada setiap perayaan atau pesta rakyat pada umumnya, baik itu khitanan, ulang tahun,
syukuran atau acara lain. Kadang kala ada juga sebagian dari masyarakat etnis Jawa di Desa
Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa yang menggunakan Campur Sari atau
mengundang pertunjukkan tradisional kuda lumping, wayang orang, wayang kulit atau bahkan
orkes melayu dan qasidah sebagai hiburan mereka.
Keyboard atau organ tunggal sebagai hiburan di kecamata ini muncul dan mulai digemari
pada tahun 90-an, banyak sekali kelompok Keyboard atau organ tunggal yang mulai digemari
dan masing-masing kelompok tersebut biasanya memiliki ciri khas masing-masing. Berikut
adalah nama group tau kelompok Keyboard atau organ tunggal yang ada di Kecamatan Tanjung
Morawa.
63
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Tabel 1. Daftar nama Keyboard yang ada di Tanjung Morawa
No. Nama Group Keyboard Jenis Keyboard Nama Daerah
1 VELISA KN 2600 Dalu Sepuluh-B
2 DHIWANA KN 2600 Dalu Sepuluh-A
3 DOYOS KN 7000 Pasar 6 T. Morawa
4 MUARA KASIH KN 7000 Pasar 6 T. Morawa
5 REZA KN 2600 Bangun Rejo
6 ENJOY KN 6500 Pasar 13 L. Manis
7 MITRA NADA KN 2400 Pasar 14 L. Manis
8 ADINDA KN 6500 Pasar 13 L. Manis
9 ALYXTA KN 7000 Pasar 7 T. Morawa
10 DHIVA KN 2600 Pasar 14 L. Manis
11 SURYA PUTRA KN 7000 Bandar Labuhan
12 SATRIA KN 7000 Pasar 12 T. Morawa
13 SURYA KN 2600 Pasar 12 T. Morawa
14 MULTI KN 2600 Pasar Baru T. Morawa
Gambar Dua penyanyi ALYXTA berduet dengan membawakan lagu dangdut permintaan dari tamu undangan.
Kelompok musik Keyboard atau organ tunggal yang paling banyak diminati oleh
masyarakat di Desa Dalu Sepuluh-B sebagai media hiburan di pesta-pesta mereka adalah
keyboard ALYXTA. Hal ini dikarenakan Keyboard ALYXTA menyediakan hiburan lain berupa
atraksi “sundel bolong” yang diperankan oleh para waria.
64
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Gambar Atraksi sundel bolong yang diperankan oleh 3 orang waria.
Musik sangat berperan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Terutama untuk acara
pesta atau resepsi pernikahan baik itu dari segi tradisi dan modern. Masyarakat yang bertempat
tinggal di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa dalam resepsi pernikahan putra-
putri mereka lebih memilih Keyboard atau organ tunggal sebagai media hiburan mereka. Hal ini
dikarenakan Keyboard lebih praktis dibanding dengan hiburan-hiburan lainnya. Selain biaya
relatif murah antara Rp.700.000,00 hingga Rp. 1.000.000,00 sudah bisa menikmati berbagai
macam lagu dan musik sesuai dengan selerah. Musik atau lagu yang biasa diminati oleh
masyarakat di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa adalah musik dangdut, pop,
dan juga musik yang bernuansa tradisi.
Hiburan disini dimaksudkan untuk menghibur para undangan yang datang dan juga untuk
menghibur orang-orang yang bekerja seharian pada acara itu. Pertunjukan biasa dimulai dari
pukul 14.00 wib dan selesai pada pukul 00.00 wib atau jam 12 malam. Lagu yang dinyanyikan
oleh para penyanyi itupun bervariasi dan komplit. Mulai dari lagu dangdut, pop, qasidah, lagu
daerah, India, sampai musik-musik lainya.atraksi lain yang ditunggu-tunggu adalah pertunjukan
“Sudel bolong” yaitu atraksi pemunculan hantu yang diperankan oleh anggota kelompok organ
tunggal tersebut.
Musik bukan hanya untuk mengiringi sebuah lagu atau tarian saja, akan tetapi juga untuk
mengiringi atraksi sundel bolong. Atraksi sundel bolong biasanya dimulai pada pukul 22.00 wib
hingga pukul 23.00 wib. Fungsi musik pada atraksi sundel bolong adalah untuk menambah kesan
horor dan juga kesan jenaka atau lelucon. Terkadang ditengah-tengah atraksi sundel bolong
tersebut para waria menyisipkan satu buah lagu sebagai selingan.
65
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
D. KESIMPULAN
Banyak hal yang dapat dicatat dari kegiatan menulis dan mendata peranan musik pada
resepsi pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa. Catatan ini
disamping adalah semata-mata sebagai bahan pengetahuan terhadap masyarakat luas khususnya
di Desa Dalu Sepuluh-B, bagaimana peranan musik pada acara pernikahan .
Bertitik dari hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis,
diperoleh beberapa kesimpulan seperti bagaimana Desa Dalu Sepuluh-B mempunyai cerita
tersendiri tentang bagaian kehidupan musik ditengah-tengah masyarakat pedukungnya yang
sangat menarik untuk dibahas, baik itu berawal tentang asal mula terciptanya nama Desa Dalu
Sepuluh-B adalah diambil dari nama pohon “dalu-dalu” yang tumbuh sebanyak 10 pohon.
Bagaimana bentuk ritual pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu Sepuluh yang masih melaksanakan
9 acara ritual serta bagaimana peranan musik dalam resepsi pernikahan etnis Jawa di Desa Dalu
Sepuluh-B, Kecamatan Tanjung Morawa dan dapat diperoleh data-data tentang musik tradisi
sebagai iringan ritual dan juga bentuk musik hiburannya,
66
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, 1984. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani.
Ali, Muhammad, 1987. Dasar-Dasar Penelitian Kependidikan. Bandung: Angkasa
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Havilland, A. William(1999:100). Function and Form of Presentation of Musical Traditions.
Hamdju (1992:48). Teori Dasar Musik Untuk Pendidikan. Jakarta : Erlangga
J. L. Moleong (1989:136). Qualitative Research Methods.
Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Langer, K. Suzanne (1996:20). Studies in Music and Culture.
Mayerni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Musbikin, Imam, 2009. Kehebatan Musik Untuk Mengasah Kecerdasan Anak, Yogyakarta:
Power Books (Ihdina).
Paul. Otlet. 1905. International Economic Conference in the Encyclopedia Britannica.
R. Michael. Dove (1985:1132). Role and Cultural Tradition.
Soeharto. 2005. Pendidikan musik kreatif, alternatif model pembelajaran musik. Tanggerang.
S. Surakhmad, Winarno. 2007. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
Sugiono, prof. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
67
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
FUNGSI GAMBUS DALAM MUSIK MELAYU DELI DI SUMATERA UTARA
Zainal Arifin
ABSTRAK
Indonesia merupakan Negara multikultural. Keberagaman budaya
memberikan ciri dan jati diri atau identitas dari setiap budaya yang ada di
Indonesia. Namun budaya-budaya lokal tersebut sering terlupakan dan jarang
yang melestarikannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya rasa peduli dan
sikap kritis masyarakat dalam menghadapi adanya perkembangan modernisasi
zaman, sehingga banyak masyarakat yang terlena di zaman globalisme yang
serba instan sekarang ini. Musik gambus dalam musik Melayu, merupakan
musik yang masih ada ditengah adanya perkembangan musik modern yang
sering diagung-agungkan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Kemurnian
budaya dalam musik gambus Melayu menjadi ketertarikan sendiri bagi penulis
dalam menyelesaikan pembahasan ini. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
sejauh apa fungsi gambus dalam musik Melayu dan mencari solusi dalam hal
pelestarian dan perkembangnnya. Adapun metode yang digunakan adalah
melalui observasi lapangan dari kelompok musik gambus Melayu di Tembung,
Medan, Sumatera Utara dan mencari referensi dari beberapa buku yang
membahas pembahasan ini. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam
bentuk karya ilmiah. Dari penelitian tersebut dapat disimpulakan bahwa
gambus dalam musik Melayu memiliki fungsi penting, sebab gambus sudah
melekat dan memiliki histori tersendiri dalam musik dan budaya Melayu yang
erat hubungannya dengan budaya Melayu di Tembung, Medan, Sumatera
Utara.
Kata Kunci : Fungsi, Gambus, Musik Melayu, Deli Serdang, Sumatera Utara.
A. Pendahuluan
Dalam wilayah geografis, Al-quran telah menyata sebagai sumber inspirasi yang
melengkapi setiap momentum estetik dalam peradaban Islam. Transformasi unsur-unsur
estetime Al-Quran yang bersifat audio, visual, perspektif, imajis maupun surealis serta
spiritualisasi gagasan dan keindahannya yang tidak terbatas pada elemen-elemen karya seni,
dari kaligrafi sampai puisi, dari sudut Cordoba sampai Mesjid Demak, dan tari maulawi
sampai seudati dapat ditemukan identitas, citra, karakter dan esensi yang tidak berbeda.
Terlepas dari pengaruh-pengaruh sosiologi, industri elektronik dan teknologi komunikasi
yang setiap hari membuka pintu komersialisasi, sekuralisasi nilai dan mobilitas politik yang
memungkinkan lahirnya pergeseran fungsi dan bentuk penyajian.
Budaya merupakan bagian dari sendi-sendi kehidupan, melalui budaya, kita dapat
mengetahui seberapa luas pengaruh sebuah peradaban, begitu juga dengan Islam. Islam
menyebarkan sebuah peradaban hampir diseluruh permukaan bumi. Pengaruh kebudayaan
Islam menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk beberapa suku atau bangsa tertentu.
Interpretasi yang beragam terutama tentang seni Islam melalui berbagai wacana memberikan
sebab dan alasan yang tak menentu, secara ketat dan verbal sering dikaitkan dengan struktur
68
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
fiqhiyyah. Sehingga apresiasi umat yang berhubungan dengannya, baik dalam konteks
strategi pengembangan maupun dalam pengertian ideologis menjadi terlupakan. Apresiasi
dapat diartikan sebagai jenis kegiatan yang menunjuk pada bentuk penghargaan, pemahaman
dan penilaian terhadap makna karya seni, hakikat dan tujuan-tujuannya, sehingga dengan
kegiatan itu seseorang dapat mengembangkan fitrah kemanusiaannya sebagai makhluk yang
beragama, berakal dan berperasaan, yang secara praktis dapat difungsikan sebagai cara-cara
untuk mendidik moral atau akhlak melalui media seni. Persepsi tentang rendahnya apresiasi
umat Islam terhadap perkembangan seni dan budaya secara kualitatif, baik dalam konteks
ideologi maupun estetis, terasa sulit untuk dimasukkan sebagai dongeng belaka, apalagi jika
yang dimaksud adalah upaya-upaya strategis untuk meletakkan wacana dan media seni dalam
struktur pergerakan umat yang lebih transparan dan terkontrol. Jadi dalam hal apresiasi dan
seni yang dimaksud dalam kebudayaan Islam sesungguhnya memberikan pengaruh dan
gagasan untuk meningkatkan tingkat apresiasi seni terutama seni musik yang terdapat dalam
kebudayaan Islam di Arab sehingga eksistensinya sangat banyak dibutuhkan terhadap
perkembangan seni di seluruh dunia yaitu dengan adanya instrumen berdawai yaitu gambus.
Alat musik dawai disebut juga dengan istilah alat musik senar. Alat musik ini
tergolong jenis alat musik kordofon karena bunyi yang dihasilkannya bersumber dari getaran
dawai. Gambus merupakan jenis alat petik dawai petik yang umum kita jumpai di masyarakat
Melayu Nusantara. Dalam kesehariannya sebutan “gambus” di masyarakat Melayu dapat
memiliki konotasi berbeda yakni: 1) untuk menyebut alat musik dawai yang menyerupai
al’ud(Arab), masyarakat Melayu Sumatera Utara kadangkala menyebutnya dengan istilah
“gitar semangka”, dan 2) gambus biasa. Untuk gambus biasa, umumnya dipakai kata
“gambus” atau “gambusan”. Namun di Kalimantan masyarakat di Kalimantan menyebutnya
dengan “panting”. Kedua jenis alat musik dawai gambus yang kita kenal telah menjadi
bagian dari kebudayaan masyarakat Melayu di Nusantara, seperti Melayu Sumatera Timur,
Riau-Jambi, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera Utara hingga Flores dan Lombok yang
memiliki kesamaan dengan yang terdapat di Timur Tengah. Kesamaan gambus tidak semata
dari bentuk fisik tetapi juga dari cara memainkan alat musik tersebut.
Mengapa hal ini bisa terjadi ? Beberapa sumber tulisan sejarah banyak menuliskan
bahwa gambus memang berasal dari kebudayaan musik Timur Tengah. Alat musik ini mulai
dikenal orang Melayu yang berdiam di wilayah pesisir pantai, bersama dengan masuknya
para pedagang Islam Timur Tengah. Masa perdagangan ini mulai sekitar abad 7 hingga 15-
an. Disamping berdagang, mereka biasanya berdakwah memperkenalkan ajaran Islam kepada
masyarakat setempat. Disamping berdagang mereka juga membawa peralatan musik,
diantaranya gambus.
Oud (gambus) merupakan instrumen senar berbentuk seperti buah pir umum
digunakan di dalam musik Timur Tengah dan Afrika Utara. Oud dibedakan menjadi dua,
yaitu tanpa frets dan neck yang pendek. Sejarah Oud (gambus) menurut Farabi diciptakan
oleh Lamekh, cucu keenam Adam. Konon bahwa Lamekh sangat sedih karena melihat
anaknya yang mati tergantng di pohon. Oud pertama terinspirasi oleh bentuk kerangka tulang
belakang anaknya tersebut. Catatan bergambar Oud tertua berusia lebih dari 5000 tahun yang
lalu (disimpan di Museum Inggris) berasal dari periode Uruk di Selatan Mesopotamia
(sekarang kota Nasiriyah) menggambarkan seorang perempuan meringkuk dengan
instrumennya pada perahu, bermain dengan tangan kanan.
Dalam hal kebudayaan dan Seni yang terdapat di Sumatera Utara, erat hubungannya
antara budaya Melayu dengan diperkenalkannya gambus kepada masyarakat Sumatera Utara
yang berada di pesisir pantai. Gambus yang terdapat dalam genre musik Melayu merupakan
manifestasi Melayu Islam hasil interaksi pengaruh peradaban Islam yang pada awalnya
membatasi pertunjukan secara eksklusif adalah laki-laki, diiringi instrumen gambus, gendang
kecil dan marwas. Dominasi gambus sebagai instrumen melodi memberikan nuasnsa Timur
69
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Tengah: Arab dan Islam, dan sebagai faktor utama penerimaan masyarakat Melayu terhadap
materi kultur Arab dan sumber wibawa serta legitimasi dalam kultur Melayu Islam.
Kota Medan menyimpan banyak sejarah terutama dalam tradisi dan budaya Melayu.
Pada zaman dahulu kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya
berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi kota Medan ini dan
semuanya bermuara ke Selat Malaka. Dalam hal ini Kesultanan Deli memberikan pengaruh
besar terhadap perkembangan budaya Melayu dan musiknya. Jadi dengan ada dan
berkembangnya musik melayu di Indonesia, khususnya di Medan ada hubungannya dengan
musik padang pasir atau musik gambus, karena memiliki banyak kepentingan dan kegunaan
yang sama dalam hal seperti pesta perkawinan, acara adat dan hiburan rakyat.Market gambus
bukan hanya kalangan peranakan Arab, tetapi orang-orang non-Arab banyak yang menyukai
gambus. Mempertimbangkan selera market, menurut Munif, orkes gambus sering
membawakan ekstra lagu Melayu atau ekstra Melayu.Keberadaan gambus dalam musik
Melayu menarik perhatian penulis untuk meneliti sejauh mana fungsi gambus dalam musik
Melayu.
B. Fungsi dan Kegunaan Alat Musik Gambus dalam Musik Melayu
Fungsi Alat Musik Gambus
Adanya fungsi gambus dalam musik Melayu di Tembung Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara sebagai pengiring musik yang menjadi unsur melodis
Gambar Instrumen Gambus
Alat Musik Mengiringi Penari Melayu
70
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Kegunaan Gambus Dalam Musik Melayu
Adapun kegunaan gambus dalam musik melayu diantaranya :
- Memberikan nilai kultur yang dominan bernuansa Islami
- Gambus memberikan warna baru terhadap musik Melayu
- Menambah pengetahuan tentang budaya Melayu yang berasimilasi terhadap seni
musik dengan adanya gambus
- Menjadi referensi untuk peneliti-peneliti berikutnya
C. Sekilas Tentang Gambus
Gambus (u’d atau oud) merupakan salah satu instrumen yang terkenal dari seluruh
instrumen musik peradaban Islam. Pendahulnya adalah barbat (Persia), meskipun jenis
gambus yang lebih awal ada yang menggunakan belly dari sejenis kulit. Bila belly terbuat
dari kayu berarti diadopsi dari u’d atau oud (wood=kayu). Gambus awalnya lebih luas
digunakan dalam musik relegius Islam. Instrumen pendukung tambahan dalam ensambel
musik gambus kadang-kadang dengan seperangkat rebana atau marwas, gendang kecil
dengan kedua sisinya tertutup membran (sejenis kulit) yang dipukul dengan tangan (Hand
drum). Nuansa gambus berkaitan secara ekstensif dengan ornamen-ornamaen budaya Timur
Tengah seperti tipe musik qobuz atau kobza.
Satu hipotesis menjelaskan bahwa kedatangan gambus diberikan untuk orang-orang
Arab dengan perkembangan Islamisasi Melaka pada abad 15 (Anis 1993:20). Hipotesis ini
memberikan penjelasan bahwa orang Persia dan orang Arab telah melakukan perdagangan di
kepulauan Melayu pada awal abad ke-9 dan instrumen ini dibawa ke kapal-kapal mereka
untuk hiburan pribadi didalam perjalanan dari barbat, qanbus dan ud yang mirip dengan
gambus. Gambus diperkenalkan oleh para pedagang ketika perdagangan sepanjang Malay
Archipelago.
Beberapa catatan sejarah menyatakan bahwa gambus berasal dari wilayah Hadramaut,
yang sekarang temasuk dalam wilayah negara Republik Yaman di Timur Tengah. Alat musik
seperti ini juga bisa kita temukan tersebar di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya dengan
penamaan yang sedikit berbeda .
Dalam genre gambus harus disesuaikan atas ide-ide baru atau yang bersifat
eksperimental, idiom dasarnya tetap dipertahankan , karena elemen-elemen tersebut
menjamin pemeliharaan ciri-ciri genre gambus , seperti berikut ini:
1. Menggunakan instrumen gambus (Arab, u’d)
2. Bentuk musikal terbagi (musical form) dalam tiga sekmen;
a. Introduksi (taksim) melalui permainan improvisasi gambus (ad. Lib)
b. Pola marwas bersahut-sahutan (beraksen) menandai atau akhir bait pantun (quatrain)
c. Syair lagu terdiri dari empat baris (quatrain), umumnya dinyanyikan dalam bentuk
pantun sampiran dan isi.
d. Melodi menggunakan ornamentasi khas Melayu yang disebut grenek.
D. Penyebaran Gambus dalam Rumpun Melayu
Bersamaan dengan kedatangan dan penyebaran Islam dan dikenalkannya instrumen
gambus di semenanjung Malaka dan Nusantara, diduga gambus diperkenalkan kepada
masyarakat melayu. Untuk dapat memahami tentang masyarakat Melayu Nusantara
khususnya di Sumatera utara merupakan suatu keharusan pula untuk setiap pengkaji
mengetahui latar belakang etnografis masyarakat Melayu Sumatera Utara, termasuk dalam
konteks Dunia Melayu. Pada masa sekarang ini, masyarakat Melayu mendiami kawasan Asia
Tenggara yang terdiri dari beberapa negara seperti: Thailand Selatan, Malaysia, Brunei
Darussalam, Singapura, Filipina Selatan, Indonesia dan beberapa negara lain. Secara
71
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
geobudaya mereka disebut dengan Melayu Polinesia atau Austronesia. Pengertian Melayu
Polinesia mencakup ras Melayu yang terdapat di kawasan Oseania yaitu terdiri dari gugusan
kepulauan Mikronesia, Polinesia dan Melanesia, kadang termasuk pula orang-orang ras
Melayu di Madagaskar. Aspek kemelayuan yang universal, termasuk ras dan alur bahasa
yang sama, serta identitas lokal menjadi bahagian identitas kebudayaan kelompok-kelompok
masyarakat dunia Melayu ini.
Gambar Peta Penyebaran Gambus di Asia Tenggara
Dalam hal kebudayaan dan Seni yang terdapat di Sumatera Utara, erat hubungannya
antara budaya Melayu dengan diperkenalkannya gambus kepada masyarakat Sumatera Utara
yang berada di pesisir pantai. Gambus yang terdapat dalam genre musik Melayu merupakan
manifestasi Melayu Islam hasil interaksi pengaruh peradaban Islam yang pada awalnya
membatasi pertunjukan secara eksklusif adalah laki-laki, diiringi instrumen gambus, gendang
kecil dan marwas. Dominasi gambus sebagai instrumen melodi memberikan nuasnsa Timur
Tengah: Arab dan Islam, dan sebagai faktor utama penerimaan masyarakat Melayu terhadap
materi kultur Arab dan sumber wibawa serta legitimasi dalam kultur Melayu Islam.
Masyarakat Melayu di Sumatera Utara memiliki kesenian yang khas berasal dari
kawasan ini sendiri seperti: dondang, nasyid, kasidah, joget atau ronggeng, bangsawan, dan
tak lupa karya-karya sastra baik itu yang bersifat lisan maupun tulisan seperti: seloka,
gurindam, dedeng, nazam, sinandong dan syair. Genre yang terakhir yaitu syair biasanya
disampaikan dengan menyanyikannya. Syair ini khas Sumatera Utara, terutama tema
ceritanya. Kesenian Melayu adalah cerminan dari identitas etnik Melayu, seperti sudah
dikemukakan sebelumnya bahwa di dalam seni Melayu terdapat unsur heterogenitas budaya,
akulturasi, pengungsiannya pada segenap strata sosial (awam dan bangsawan) dan lain-lain.
E. Pembahasan
Dalam genre gambus di Sumatera terdapat genre musik Melayu (zapin) dan gambus
Arab. Gambus Arab biasanya dipertunjukkan dalam perayaan religius seperti Maulid Nabi
Muhammad SAW, Hari Raya Qurban, Khatam Al-Quran, cukur rambut pertama (bayi), dan
sebaginya, nyanyiannya diambil dari hymne religius dari kitab barzanji, menggunakan
bahasa Arab, dimainkan oleh orang-orang Arab atau keturunan Arab Melayu. Di sisi lain,
gambus Melayu yang memiliki suara lebih lembut, menggunakan dekorasi hias dalam
bermain dan itu kurang tergantung pada penggunaan mode Arab di taksimnya. Pemain
gambus Melayu memainkan tematik taksim, terutama dari gagasan tematik lagu Melayu yang
memiliki hubungan sedikit untuk setiap mode bahasa Arab.
72
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Gambus berperan dalam Musik Zapin (dengan atau tanpa tarian), ini dilakukan pada
berbagai kesempatan, untuk hiburan, disehubungkan dengan ritual, dalam hal yang lebih
contexts. Sebagai contoh, dilakukanselama pernikahan, pada upacara-upacara resmi,
potongan rambut pertama baby.s dan variety show. Hal ini juga berfungsi untukfitur
dalampublik seperti konser festival Zapin (Pesta Zapin), upacara krajaan, penyelesaian
pelajaran dalam membaca Alquran (khatam). Ini merupakan bagian utama dari perayaan
komunitas Muslim, di ruang tari, dan pusat-pusat komunitas dan juga sering bermain di
rumah. Peran Zapin lebih historis terhadap keagamaan. Konteks Zapin dilakukan pada saat
Puasa Ramadhan, Hari Raya (Idul Fitri), Hari Raya Haji (ziarah haji), Maal Hijrah (sebelum
pergi naik haji ke Mekah) dan maulid Nabi Muhammad SAW. Zikir, dan membaca Quran
serta nyanyian keagamaan dari Kitab Berzanji yang digunakan dalam pertunjukan Zapin.
Dapat dikatakan bahwa Zapin itu hanya tradisi tari Melayu diperbolehkan untuk dilakukan di
dalam dan dekat masjid (Anis: 1993: 10).
Genre musik Melayu lain yang menggunakan gambus (u’d) adalah musik ghazal atau
disebut juga dengan gamat(Sumatera Barat). Musik ghazal berasal dari Arab dan menyebar
ke Syiria, Mesir, Persia dan Turki, selanjutnya datang ke India, dan berkembang di
Semenanjung Melayu. Istilah ghazal mengandung makna kumpulan lagu-lagu yang
bernuansa cinta kasih (love song). Mulai diperkenalkan sejak awal abad ke-19 oleh orang-
orang India Johor. Awalnya lagu-lagu ghazaldiperkenalkan dalam bahasa Urdhu India. Salah
seorang perintis ghazal dalam bahasa Melayu adalah Haji Musa Bin Yusuf, di Johor populer
dipanggil pak Lomak. Genre musik ghazalyang lain adalahsamroh, merupakan musik berasal
dari tradisi musik keturunan Arab-Melayu di Johor.
Instrumen musik ghazalterdiri dari gambus, gitar, harmonium, marakas, tamborin,
tabla, dan biola. Berkenaan dengan musik dan instrumen gambus, belum terdapat informasi
yang pasti tentang kapan musik tersebut menjadi bagian dari seni pertunjukan Melayu.
Dari fenomena yang berkembang dewasa ini di Medan Sumatera Utara, terdapat
beberapa masalah menarik atas dinamika masyarakat Medan. Perkembangan genre musik
gambus Melayu merupakan ansambel musik sederhana (akustik) dengan nyanyian, dan musik
dengan tarian (zapin), lalu berkembang menjadi musik hiburan (etertainment) pada
pertunjukan teater Melayu (bangsawan) danpertunjukan ronggeng. Tidak hanya itu, pemain
musik pun dituntut dapat mengekspresikan berbagai genre musik Melayu seperti ronggeng,
dondang sayang, patam-patam , bahkan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
elektronik dewasa ini musik Melayu diekspresikan melalui permainan keyboard tunggal
mengiringi penyanyi.
Sejak kapan perhelatan perkawinan dimeriahkan hiburan? Paling sedikit di Batavia
sejak menjelang akhir abad ke-18, begitulah laporan seorang pelancong Jawa bernama
Sastrodarmo yang berkunjung ke Batavia pada zaman itu. Jenis hiburan pun dilaporkannya
antara lain gambus dengan lagu-lagu Arab. Gambus merupakan musik yang di bawa
peranakan Arab dari Hadramaut (Yaman). Perantau Arab. Ini menurut C.C Berg memang
ramai sekali berdatangan ke Hindia Belanda pada abad ke-18 dan menunjukkan eskalasi pada
abad ke-19.
Khusus di Indonesia, musik gambus mengiringi tari zapin yang seluruhnya dibawakan
pria untuk tari pergaulan. Lagu yang dibawakan berirama Timur Tengah dan tema liriknya
adalah keagamaan. Alat musiknya terdiri dari biola, gendang, tabla dan seruling. Sekarang
musik gambus menjadi milik orang Betawi dan banyak di undang dalam pesta sunatan dan
perkawinan. Lirik lagunya berbahasa Arab, isinya bisa doa atau shalawat. Perintis orkes
gambus adalah Syech Albar, bapaknya Ahmad Albar, dan yang terkenal orkes gambus El-
Surayya dari kota Medan pimpinan Ahmad Baqi. Ada dua alasan pentingnya gambus dalam
ansambel musik Melayu. Pertama, suara dari gambus dikaitkan dengan Islam dan
73
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Melayuness. Kedua, penggunaan gambus mengidentifikasi mereka dengan genre musik
Melayu tertentu.
Dewasa ini, perkembangan genre musik Melayu merupakan bagian dari produksi
multi-media. Artinya musik merupakan bagian dari produksi seni pertunjukan yang
tergabung dalam bentuk-bentuk seni lain seperti seni acting dan sejumlah komponen-
komponen seni lain seperti, lighting, editing, mixing dan lain-lain, digabung dalam sebuah
produksi kolaborasi di antara film, musik, dan kreasi-kreasi tari, sehingga menjadi formasi
karya nulti-media yang lebih kolektif.
Daya musikalitas yang tinggi memberikan pengaruh terhadap gaya hidup dan
kebiasaan manusia dalam kehidupannya, sehingga musik memiliki peranan yang kuat dalam
hidup untuk dapat melakukan yang terbaik sesuai dengan masuknya pengaruh musik gambus
ke Indonesia khusunya di Medan.
F. ORKES MELAYU
Dengan melihat ke belakang, awal Musik Melayu berakar dari Qasidah yang berasal
sebagai kedatangan dan penyebaran Agama Islam di Nusantara pada tahun 635 - 1600 dari
Arab, Gujarat dan Persia, sifatnya pembacaan syair dan kemudian dinyanyikan. Oleh sebab
itu, awalnya syair yang dipakai adalah semula dari Gurindam yang dinyanyikan, dan secara
berangsur kemudian dipakai juga untuk mengiringi tarian.
Gambar Orkes Melayu
Pada waktu sejak dibuka Terusan Suez terjadi arus migrasi orang Arab dan Mesir
masuk Hindia Belanda tahun 1870 hingga setelah 1888, mereka membawa alat musik dan
bermain musik Gambus. Pengaruh ini juga bercampur dengan musik tradisional dengan syair
Gurindam dan alat musik tradisional lokal seperti gong, serunai, dan lain sebagainya.
Kemudian sekitar tahun 1940 lahir Musik Melayu Deli, tentu saja gaya permainan musik ini
sudah jauh berbeda dengan asalnya sebagai Qasidah, karena perkembangan masa ini tidak
hanya menyanyikan syair Gurindam, tetapi sudah jauh berkembang sebagai musik hiburan
nyanyian dan pengiring tarian khas Orang Melayu pesisir timur Sumatera dan Semenanjung
Malaysia. Dengan perkembangan teknologi elektronik sekitar setelah tahun 1950, maka mulai
diperkenalkan pengeras suara, gitar elektri, bahkan perkembangan keyboard. Dan tak kalah
penting adalah perkembangan industri rekaman sejak tahun 1950.
74
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
Dalam orkes melayu, ada tiga jenis rentak Musik Melayu, yaitu:
Pertama, rentak senandung, yaitu dengan metrik 4/4, dalam satu siklus terdapat delapan
ketukan, biasanya dengan irama lambat dan lagu bersifat sedih. Contoh lagu adalah Kuala
Deli, Laila Manja.
Kedua, rentak mang inang, yaitu dengan metrik 2/4, tempo lagu sedang, biasanya lagu
bertemakan kasih sayang atau persahabatan. Contoh lagu adalah Mak Inang Pulau Kampa,
Mak Inang Stanggi, Pautan Hati.
Ketiga, rentak lagu dua, yaitu dengan metrik 6/8, sifatnya riang dan gembira, bersifat joget,
tempo agak cepat, sangat digemari orang Melayu. Contoh lagu Tanjung Katung, Hitam
Manis, Selayang Pandang.
G. KESIMPULAN
Populasi orang muslim Melayu dari daerah pesisir Sabah, Sarawak, Brunei dan
Kalimantan (Borneo) mengidentifikasi dalam Islam gambus sebagai instrumen penting dari
budaya mereka. Informasi tentang keberadaan pemukiman Muslim awal di Kalimantan telah
banyakdidokumentasikan dalam catatan Cina. Praktik-praktik Islam dan pertunjukan gambus
telah menjadi ketertarikan dengan beberapa aspek dari musik Melayu. Makna keagamaan
dapat menjelaskan popularitas dan kinerja gambus di wilayah Melayu. Oleh karena itu, hari
ini gambus dikaitkan dengan populasi muslim di seluruh alam Melayu.
Tidak ada yang tahu pasti persis bagaimana gambus tiba di alam Melayu. Pendapat
penulis menunjuk ke fakta bahwa gambus sudah sangat berkembang ketika diperkenalkan ke
dalam Melayu Nusantara. Gambus menjadi adat untuk alam Melayu. Bukti menunjuk ke arah
kontribusi dari Muslim dari Persia dan Arab dalam transmisi gambus untuk Kepulauan
Melayu dengan substansial dan konklusif. Gambus mungkin telah dikembangkan selama
berabad-abad di alam Melayu, namun kemiripan yang mencolok dengan qanbus atau barbat,
mendukung teori bahwa gambus memiliki khas tersendiri dalam jenis dan genre musiknya,
hal ini digunakan untuk merujuk dan menunjukkangaya bernyanyi yangmelismatik dan sering
digunakan dalam banyak genre musik Melayu.
75
Dokumen ini Diunduh dari Jurnal Online Grenek (Seni Musik) Unimed
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ariff, Warisan Kesenian Johor, Dokumentasi CD tentang Kesenian Masyarakat
Melayu.
Bangun, M.A, P.P, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatra Utara, Jakarta : PPPKD,
Pusat Penelitian Sejarah Budaya, DEPDIKBUD. 1978.
Hall, D.G.E, History of Southeast Asia, dalam Drs. I.P Soewarsha, Sejarah Asia Tenggara,
Surabaya, Usaha Nasional, 1988.
Hardjono, Suko. Corat-coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini, Jakarta : Taman Ismail
Marzuki. 2003.
Musmal. Gambus : Citra Budaya Melayu. Yogyakarta : Media Kreativa.2010.
Takari, Muhammad. Fadlin. Sastra Melayu Sumatra Utara. Medan : Bartong Jaya.2009.
UNDANGAN MENULIS DI JURNAL GRENEK SENI MUSIK
Redaktur Jurnal Grenek Seni Musik mengundang para pembaca untuk menulis
di jurnal ini. Tulisan ilmiah yang dimuat adalah berupa hasil penelitian atau
pemikiran konseptual dalam lingkup seni musik.
Persyaratan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Tulisan adalah naskah asli yang belum pernah dipublikasikan.
2. Tulisan disertai abstrak, ditulis satu spasi dan maksimal 200 kata.
3. Kata kunci (key words) minimal dua kata, ditulis di bawah abstrak.
4. Setiap naskah memilki sistematika; sub judul pendahuluan, diikuti oleh
beberapa sub judul lain dan berakhir dengan sbu judul penutup atau
simpulan.
5. Naskah diketik rapi dua spasi dalam bahasa Indonesia atau Inggris, font;
Times New Roman, size; 12, format; A4 justify.
6. Panjang naskah minimal delapan halaman dan maksimal 18 halaman,
termasuk rujukan.
7. Sistem rujukan adalah yang lazim digunakan dalam tulisan ilmiah,
dengan konsistensinya.
8. Sumber rujukan/kutipan dimasukkan dalam tulisan (tanpa font note)
9. Tulisan dikirim dalam bentuk softcopy dan hardcopy sebanyak 1
eksemplar atau dikirim melalui e-mail [email protected]
10. Redaktur berhak mengedit dengan tidak merubah isi dan maksud tulisan
11. Redaksi memberi hasil cetak sebanyak dua eksemplar bagi penulis.
12. Naskah yang dimuat hanya dikembalikan kalau dalam pengirimannya
disertaikan perangko pengembalian, atau diambil langsung dari redaktur.