gizi buruk

18
GIZI BURUK, GENERASI TERPURUK Agroindustri modern menghasilkan makanan yang tampak mengundang selera dan bersih. Coba bandingakan beras hasil giling mesin yang serba putih berkilap dengan beras hasil tumbuk lesung yang masih menyisakan berkas serat gabah. Jauh berbeda, bukan? Atau sayuran hasil hasil cara tanam tradisional yang berdaun kecil dan berwarna lebih gelap dibandingkan dengan sayuran hasil pemupukan modern yang berdaun lebar dan berwarna terang. Penemuan danperkembangan pupuk sintesis memang telah membawa revolusi ada industry peranian dengan hasil yang sungguh mencengankan, tidak saja pada kelipatan hasill tetapi juga pada percepatan masa tanam yang berarti lebih cepat masa panen. Sistem pertanian organic dengan pupk kandan maupun kompos yang kemudian dipandang menjadi makan waktu dan tenaga pun mulai ditinggalkan. Pola makan yang tidak seimbang membuat pasokan energy tidak sesuai dengan keluaran energy tidak sesuai dengan keluaran energy untuk menjalankan kegiatan sehari-hari. Jika di pai hari tidak sempat sarapan lalu siang makan seadanya selanjutnya malam makan dalam keadaan terlalu lelah untuk menyiapakan makanan sehat. Solusi termudah dan tercepat biasanya adalah pilihan “makan di luar” atau jajan di mana komposisi gizinya di luar control kita sebagai pembeli. Alternatif lain adalah hasil teknologi industry pangan berupa aneka sajian makanan instan.

Upload: dhigna-luthfiyani

Post on 27-Jun-2015

483 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: GIZI BURUK

GIZI BURUK GENERASI TERPURUK

Agroindustri modern menghasilkan makanan yang tampak mengundang selera dan bersih Coba

bandingakan beras hasil giling mesin yang serba putih berkilap dengan beras hasil tumbuk

lesung yang masih menyisakan berkas serat gabah Jauh berbeda bukan Atau sayuran hasil

hasil cara tanam tradisional yang berdaun kecil dan berwarna lebih gelap dibandingkan dengan

sayuran hasil pemupukan modern yang berdaun lebar dan berwarna terang Penemuan

danperkembangan pupuk sintesis memang telah membawa revolusi ada industry peranian dengan

hasil yang sungguh mencengankan tidak saja pada kelipatan hasill tetapi juga pada percepatan

masa tanam yang berarti lebih cepat masa panen Sistem pertanian organic dengan pupk kandan

maupun kompos yang kemudian dipandang menjadi makan waktu dan tenaga pun mulai

ditinggalkan

Pola makan yang tidak seimbang membuat pasokan energy tidak sesuai dengan keluaran energy

tidak sesuai dengan keluaran energy untuk menjalankan kegiatan sehari-hari Jika di pai hari

tidak sempat sarapan lalu siang makan seadanya selanjutnya malam makan dalam keadaan

terlalu lelah untuk menyiapakan makanan sehat Solusi termudah dan tercepat biasanya adalah

pilihan ldquomakan di luarrdquo atau jajan di mana komposisi gizinya di luar control kita sebagai

pembeli Alternatif lain adalah hasil teknologi industry pangan berupa aneka sajian makanan

instan

Fact sheet

Gizi Buruk

Statistik Indonesia

1048707 Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004) pada tahun 2003 terdapat sekitar 275 (5

juta

balita kurang gizi) 35 juta anak (192) dalam tingkat gizi kurang dan 15 juta anak gizi buruk

(83)

1048707 Data penderita gizi kurang dan buruk di Indonesia dari tahun 1989-2004 (Susenas)

Tahun Jumlah penduduk Jumlah balita

gizi kurang dan buruk

Jumlah balita

gizi buruk

1989 177614965 7986279 1324769

1992 185323456 7910346 1607866

1995 95860899 6803816 2490567

1998 206398340 6090815 2169247

1999 209910821 5256587 1617258

2000 203456005 4415158 1348181

2001 206070000 4733028 1142455

2002 208749460 5014028 1469596

2004 211567577 5119935 1528676

Catatan Jumlah balita tahun 2003 diperkirakan 85 dari jumlah penduduk

bull WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4

kelompok

yaitu rendah (di bawah 10) sedang (10-19) tinggi (20-29) dan sangat tinggi (30)

bull Dengan menggunakan pengelompokan prevalensi gizi kurang berdasarkan WHO Indonesia

tahun

2004 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena 5119935 (atau

2847)

dari 17983244 balita di Indonesia termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk Angka ini

cenderung meningkat pada tahun 2005-2006

bull Gizi masih merupakan masalah serius pada sebagian besar KabupatenKota Data 2004

menunjukkan masalah gizi terjadi di 773 Kabupaten dan 56 Kota dan besarnya angka ini

hampir sama jika dilihat menurut persentase keluarga miskin (wwwgizinet)

- 109 dari 347(314) kabupatenkota yang diklasifikasikan berisiko tinggi

- 67(193) kabupatenkota resiko sedang dan

- 171 (492) kabupatenkota resiko rendah

bull Jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan Dinas Kesehatan Propinsi selama Januari-Desember

2005 adalah 75671 balita (httpwwwgizinetbusung-laparindex1shtml)

8 Fakta tentang Gizi Buruk

1 Kondisi gizi buruk termasuk busung lapar dapat dicegah

2 Gizi buruk adalah masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan (masalah

struktural)

tapi juga karena aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang

tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga)

1048707 Di Pidie Aceh Dinas Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45000 balita

mengalami gizi buruk akibat konflik dan tsunami Di Gianyar 80 balita yang mengalami

gizi buruk bukan berasal dari kelurga miskin (gakin)

3 Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi Dampak

lain

dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas yang diperkirakan antara 20-30

4 Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan

pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan

karena tumbuh kembang otak 80 terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun

5 Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang

normal

WHO memperkirakan bahwa 54 penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi

anak yang jelek

6 67 juta balita atau 273 dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi akibat

pemberian

ASI dan makanan pendamping ASI yang salah 15 juta diantaranya menderita gizi buruk

7 Kurang Energi Protein (KEP) ringan sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 2 tahun

meskipun dapat juga dijumpai pada anak lebih besar

8 Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar yaitu sekitar

55

Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis Madang paru

infeksi

saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak

Kekurangan vitamin mineral dan elektrolit pada penderita KEP

NO NAMA PENYAKIT KEKURANGAN

DEFISIENSI

GEJALA DAN TANDA KLINIS

1 Buta senja (xeroftalmia) Vitamin A Mata kabur atau buta

2 Beri-beri Vitamin B1 Badan bengkak tampak rewel gelisah pembesaran jantung

kanan

3 Ariboflavinosis Vitamin B2 Retak pada sudut mulut lidah merah jambu dan licin

4 Defisiensi B6 Vitamin B6 Cengeng mudah kaget kejang anemia (kurang darah) luka di

mulut

5 Defisiensi Niasin Niasin Gejala 3 D (dermatitis gangguan kulit diare deementia) Nafsu

makan menurun sakit di ldah dan mulut insominia diare rasa

bingung

6 Defisiensi Asam folat Asam folat Anemia diare

7 Defisiensi B12 Vitamin B12 Anemia sel darah membesar lidah halus dan mengkilap rasa

mual muntah diare konstipasi

8 Defisiensi C Vitamin C Cengeng mudah marah nyeri tungkai bawah pseudoparalisis

(lemah) tungkai bawah perdarahan kulit

9 Rakitis dan Osteomalasia Vitamin D Pembekakan persendian tulang deformitas tulang

pertumbuhan

gigi melambat hipotoni anemia

10 Defisiensi K Vitamin K Perdarahan berak darah perdarahan hidung dsb

11 Anemia Defisiensi Besi Zat besi pucat lemah rewel

12 Defisiensi Seng Seng Mudah terserang penyakit pertumbuhan lambat nafsu makan

berkurang dermatitis

13 Defisiensi tembaga tembaga Pertumbuhan otak terganggu rambut jarana dan mudah patah

kerusakan pembuluh darah nadi kelainan tulang

14 Hipokalemi kalium Lemah otot gangguan jantung

15 Defisiensi klor klor Rasa lemah cengeng

16 Defisiensi Fluor Fluor Resiko karies dentis (kerusakan gigi)

17 Defisiensi krom krom Pertumbuhan kurang sindroma like diabetes melitus

18 Hipomagnesemia magnesium Defisiensi hormon paratiroid

19 Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun lemas

20 Defisiensi Iodium Iodium Pembesaran kelenjar gondok gangguan fungsI mental

perkembangan fisik

Beberapa Istilah

Gizi buruk

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun

Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan

menurut

umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan

Apabila berat

badan menurut umur sesuai dengan standar anak disebut gizi baik Kalau sedikit di bawah

standar disebut

gizi kurang Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk

Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor

Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi

KLB Gizi adalah ditemukannya balita dengan tanda-tanda sebagai berikut

Berat Badan menurut Umur (BBU) dibawah standar atau Tanda-tanda marasmus atau

kwasiorkor

JALUR PENYAMPAIAN LAPORAN KLB GIZI

1048707 Masyarakat menyampaikan laporan ke Puskesmas atau Kepala DesaLurah selanjutnya Kepala

DesaLurah menyampaikan ke Puseksmas

1048707 Kader menyampaikan hasil penjaringan anak dengan 3 T dan BGM ke Puskesmas Puskesmas

melakukan konfirmasi terhadap laporan yang disampaikan masyarakat

Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat Gejala yang timbul diantaranya

muka

seperti orangtua (berkerut) tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di

bawah kulit)

rambut mudah patah dan kemerahan gangguan kulit gangguan pencernaan (sering diare)

pembesaran

hati dan sebagainya Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan

karena

masih merasa lapar Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran

yang

menurun

Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung

lapar

Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak perut buncit rambut rontok dan

patah

gangguan kulit Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok Pada

umumnya

penderita sering rewel dan banyak menangis Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau

kesadaran yang

menurun

Republika Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Martinah

Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Seperti diberitakan sejumlah televisi maupun surat kabar Dg Basse (35 tahun) warga Jalan Dg

Tata I

Blok 4 Makassar meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya Jumat (292) lalu setelah

tiga hari

kelaparan Anak Basse yang lain Bahir (7 tahun) juga meninggal Aco (4 tahun) anak

bungsunya nyaris

mengalami nasib yang sama jika tidak cepat-cepat dilarikan ke Rumah Sakit Haji

Menurut Dr Putu Ristiya salah seorang dokter di rumah sakit itu mereka (Aco Bahir Dg Basse)

dinyatakan positif menderita gizi buruk Itulah tragedi keluarga Basse yang sehari-harinya

mencari nafkah

sebagai tukang becak

Faktor kemiskinan memang sering menimbulkan kasus gizi buruk sebab tekanan ekonomi

membuat

kuantitaskualitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga menjadi rendah Faktor penyebab

yang

lain adalah minimnya pemahaman masalah gizi akses pangan buruknya pelayanan kesehatan

dan

kondisi lingkungan

Kasus gizi buruk juga bisa terjadi sebagai akibat terhambatnya distribusi gizi dalam lingkungan

keluarga

yang memiliki banyak anak Sebagai contoh kasus yang baru saja menimpa 12 keluarga di

Kabupaten

Rote Ndao Pulau Rote 40 mil dari Kupang 101 anak balita menderita gizi buruk lima anak di

antaranya

meninggal dunia Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Rote Ndao Dr Jonathan

Lenggu

Kamis (63)

Dari data Depkes 2005-2006 saja jumlah anak balita yang terkena gizi buruk melonjak dari 18

juta

(2005) menjadi 23 juta anak (2006) Dalam kurun waktu itu lebih dari lima juta balita terkena

gizi kurang

Lebih tragis lagi dari seluruh korban gizi kurang dan gizi buruk tadi 10 persen berakhir dengan

kematian

Bisa dibayangkan bagaimana keadaannya sejak 2007 hingga kini Meluasnya fenomena gizi

buruk di

Tanah Air juga bisa dipahami dari kenaikan harga sembako yang lepas kendali dan lemahnya

daya beli

rakyat kecil

Lemahnya aksi RPJMN

Menurut peraih hadiah Nobel Ekonomi Armatya Sen terjadinya gizi buruk dan kelaparan bukan

sematamata

terkait kurangnya bahan pangan di suatu negara tapi juga akibat akses pangan yang rendah serta

lemahnya daya beli masyarakat Artinya ketersediaan pangan secara nasional tidak cukup untuk

menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga

Kesepakatan global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan

tujuan 18

target dan 48 indikator menyatakan tahun 2015 setiap negara berkembang harus mampu

menurunkan

kemiskinan dan kelaparan hingga 50 persen dari kondisi pada 1990 Dua dari lima indikator

sebagai

penjabaran tujuan pertama MDGs ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita

(indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima)

Sesuai kesepakatan global berdasarkan perkembangan masalah dan faktor lingkungan strategis

pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-

2009

yang mencakup program-program utama antara lain program perbaikan gizi masyarakat

Salah satu target RPJMN adalah menurunnya prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya menjadi

20

persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi lima persen) pada 2009 Namun

masalahnya

selama ini RPJMN tidak dilaksanakan secara baik

Ini tak terlepas dari lemahnya komitmen dan kurangnya dukungan pembiayaan dari pemerintah

pusat

provinsi dan kabupaten kota yang kerap menjadi kendala bahkan bisa membuat aksi RPJMN

menjadi

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 2: GIZI BURUK

1048707 Data penderita gizi kurang dan buruk di Indonesia dari tahun 1989-2004 (Susenas)

Tahun Jumlah penduduk Jumlah balita

gizi kurang dan buruk

Jumlah balita

gizi buruk

1989 177614965 7986279 1324769

1992 185323456 7910346 1607866

1995 95860899 6803816 2490567

1998 206398340 6090815 2169247

1999 209910821 5256587 1617258

2000 203456005 4415158 1348181

2001 206070000 4733028 1142455

2002 208749460 5014028 1469596

2004 211567577 5119935 1528676

Catatan Jumlah balita tahun 2003 diperkirakan 85 dari jumlah penduduk

bull WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4

kelompok

yaitu rendah (di bawah 10) sedang (10-19) tinggi (20-29) dan sangat tinggi (30)

bull Dengan menggunakan pengelompokan prevalensi gizi kurang berdasarkan WHO Indonesia

tahun

2004 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena 5119935 (atau

2847)

dari 17983244 balita di Indonesia termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk Angka ini

cenderung meningkat pada tahun 2005-2006

bull Gizi masih merupakan masalah serius pada sebagian besar KabupatenKota Data 2004

menunjukkan masalah gizi terjadi di 773 Kabupaten dan 56 Kota dan besarnya angka ini

hampir sama jika dilihat menurut persentase keluarga miskin (wwwgizinet)

- 109 dari 347(314) kabupatenkota yang diklasifikasikan berisiko tinggi

- 67(193) kabupatenkota resiko sedang dan

- 171 (492) kabupatenkota resiko rendah

bull Jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan Dinas Kesehatan Propinsi selama Januari-Desember

2005 adalah 75671 balita (httpwwwgizinetbusung-laparindex1shtml)

8 Fakta tentang Gizi Buruk

1 Kondisi gizi buruk termasuk busung lapar dapat dicegah

2 Gizi buruk adalah masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan (masalah

struktural)

tapi juga karena aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang

tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga)

1048707 Di Pidie Aceh Dinas Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45000 balita

mengalami gizi buruk akibat konflik dan tsunami Di Gianyar 80 balita yang mengalami

gizi buruk bukan berasal dari kelurga miskin (gakin)

3 Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi Dampak

lain

dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas yang diperkirakan antara 20-30

4 Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan

pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan

karena tumbuh kembang otak 80 terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun

5 Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang

normal

WHO memperkirakan bahwa 54 penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi

anak yang jelek

6 67 juta balita atau 273 dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi akibat

pemberian

ASI dan makanan pendamping ASI yang salah 15 juta diantaranya menderita gizi buruk

7 Kurang Energi Protein (KEP) ringan sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 2 tahun

meskipun dapat juga dijumpai pada anak lebih besar

8 Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar yaitu sekitar

55

Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis Madang paru

infeksi

saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak

Kekurangan vitamin mineral dan elektrolit pada penderita KEP

NO NAMA PENYAKIT KEKURANGAN

DEFISIENSI

GEJALA DAN TANDA KLINIS

1 Buta senja (xeroftalmia) Vitamin A Mata kabur atau buta

2 Beri-beri Vitamin B1 Badan bengkak tampak rewel gelisah pembesaran jantung

kanan

3 Ariboflavinosis Vitamin B2 Retak pada sudut mulut lidah merah jambu dan licin

4 Defisiensi B6 Vitamin B6 Cengeng mudah kaget kejang anemia (kurang darah) luka di

mulut

5 Defisiensi Niasin Niasin Gejala 3 D (dermatitis gangguan kulit diare deementia) Nafsu

makan menurun sakit di ldah dan mulut insominia diare rasa

bingung

6 Defisiensi Asam folat Asam folat Anemia diare

7 Defisiensi B12 Vitamin B12 Anemia sel darah membesar lidah halus dan mengkilap rasa

mual muntah diare konstipasi

8 Defisiensi C Vitamin C Cengeng mudah marah nyeri tungkai bawah pseudoparalisis

(lemah) tungkai bawah perdarahan kulit

9 Rakitis dan Osteomalasia Vitamin D Pembekakan persendian tulang deformitas tulang

pertumbuhan

gigi melambat hipotoni anemia

10 Defisiensi K Vitamin K Perdarahan berak darah perdarahan hidung dsb

11 Anemia Defisiensi Besi Zat besi pucat lemah rewel

12 Defisiensi Seng Seng Mudah terserang penyakit pertumbuhan lambat nafsu makan

berkurang dermatitis

13 Defisiensi tembaga tembaga Pertumbuhan otak terganggu rambut jarana dan mudah patah

kerusakan pembuluh darah nadi kelainan tulang

14 Hipokalemi kalium Lemah otot gangguan jantung

15 Defisiensi klor klor Rasa lemah cengeng

16 Defisiensi Fluor Fluor Resiko karies dentis (kerusakan gigi)

17 Defisiensi krom krom Pertumbuhan kurang sindroma like diabetes melitus

18 Hipomagnesemia magnesium Defisiensi hormon paratiroid

19 Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun lemas

20 Defisiensi Iodium Iodium Pembesaran kelenjar gondok gangguan fungsI mental

perkembangan fisik

Beberapa Istilah

Gizi buruk

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun

Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan

menurut

umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan

Apabila berat

badan menurut umur sesuai dengan standar anak disebut gizi baik Kalau sedikit di bawah

standar disebut

gizi kurang Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk

Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor

Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi

KLB Gizi adalah ditemukannya balita dengan tanda-tanda sebagai berikut

Berat Badan menurut Umur (BBU) dibawah standar atau Tanda-tanda marasmus atau

kwasiorkor

JALUR PENYAMPAIAN LAPORAN KLB GIZI

1048707 Masyarakat menyampaikan laporan ke Puskesmas atau Kepala DesaLurah selanjutnya Kepala

DesaLurah menyampaikan ke Puseksmas

1048707 Kader menyampaikan hasil penjaringan anak dengan 3 T dan BGM ke Puskesmas Puskesmas

melakukan konfirmasi terhadap laporan yang disampaikan masyarakat

Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat Gejala yang timbul diantaranya

muka

seperti orangtua (berkerut) tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di

bawah kulit)

rambut mudah patah dan kemerahan gangguan kulit gangguan pencernaan (sering diare)

pembesaran

hati dan sebagainya Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan

karena

masih merasa lapar Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran

yang

menurun

Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung

lapar

Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak perut buncit rambut rontok dan

patah

gangguan kulit Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok Pada

umumnya

penderita sering rewel dan banyak menangis Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau

kesadaran yang

menurun

Republika Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Martinah

Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Seperti diberitakan sejumlah televisi maupun surat kabar Dg Basse (35 tahun) warga Jalan Dg

Tata I

Blok 4 Makassar meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya Jumat (292) lalu setelah

tiga hari

kelaparan Anak Basse yang lain Bahir (7 tahun) juga meninggal Aco (4 tahun) anak

bungsunya nyaris

mengalami nasib yang sama jika tidak cepat-cepat dilarikan ke Rumah Sakit Haji

Menurut Dr Putu Ristiya salah seorang dokter di rumah sakit itu mereka (Aco Bahir Dg Basse)

dinyatakan positif menderita gizi buruk Itulah tragedi keluarga Basse yang sehari-harinya

mencari nafkah

sebagai tukang becak

Faktor kemiskinan memang sering menimbulkan kasus gizi buruk sebab tekanan ekonomi

membuat

kuantitaskualitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga menjadi rendah Faktor penyebab

yang

lain adalah minimnya pemahaman masalah gizi akses pangan buruknya pelayanan kesehatan

dan

kondisi lingkungan

Kasus gizi buruk juga bisa terjadi sebagai akibat terhambatnya distribusi gizi dalam lingkungan

keluarga

yang memiliki banyak anak Sebagai contoh kasus yang baru saja menimpa 12 keluarga di

Kabupaten

Rote Ndao Pulau Rote 40 mil dari Kupang 101 anak balita menderita gizi buruk lima anak di

antaranya

meninggal dunia Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Rote Ndao Dr Jonathan

Lenggu

Kamis (63)

Dari data Depkes 2005-2006 saja jumlah anak balita yang terkena gizi buruk melonjak dari 18

juta

(2005) menjadi 23 juta anak (2006) Dalam kurun waktu itu lebih dari lima juta balita terkena

gizi kurang

Lebih tragis lagi dari seluruh korban gizi kurang dan gizi buruk tadi 10 persen berakhir dengan

kematian

Bisa dibayangkan bagaimana keadaannya sejak 2007 hingga kini Meluasnya fenomena gizi

buruk di

Tanah Air juga bisa dipahami dari kenaikan harga sembako yang lepas kendali dan lemahnya

daya beli

rakyat kecil

Lemahnya aksi RPJMN

Menurut peraih hadiah Nobel Ekonomi Armatya Sen terjadinya gizi buruk dan kelaparan bukan

sematamata

terkait kurangnya bahan pangan di suatu negara tapi juga akibat akses pangan yang rendah serta

lemahnya daya beli masyarakat Artinya ketersediaan pangan secara nasional tidak cukup untuk

menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga

Kesepakatan global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan

tujuan 18

target dan 48 indikator menyatakan tahun 2015 setiap negara berkembang harus mampu

menurunkan

kemiskinan dan kelaparan hingga 50 persen dari kondisi pada 1990 Dua dari lima indikator

sebagai

penjabaran tujuan pertama MDGs ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita

(indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima)

Sesuai kesepakatan global berdasarkan perkembangan masalah dan faktor lingkungan strategis

pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-

2009

yang mencakup program-program utama antara lain program perbaikan gizi masyarakat

Salah satu target RPJMN adalah menurunnya prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya menjadi

20

persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi lima persen) pada 2009 Namun

masalahnya

selama ini RPJMN tidak dilaksanakan secara baik

Ini tak terlepas dari lemahnya komitmen dan kurangnya dukungan pembiayaan dari pemerintah

pusat

provinsi dan kabupaten kota yang kerap menjadi kendala bahkan bisa membuat aksi RPJMN

menjadi

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 3: GIZI BURUK

2005 adalah 75671 balita (httpwwwgizinetbusung-laparindex1shtml)

8 Fakta tentang Gizi Buruk

1 Kondisi gizi buruk termasuk busung lapar dapat dicegah

2 Gizi buruk adalah masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan (masalah

struktural)

tapi juga karena aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang

tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga)

1048707 Di Pidie Aceh Dinas Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45000 balita

mengalami gizi buruk akibat konflik dan tsunami Di Gianyar 80 balita yang mengalami

gizi buruk bukan berasal dari kelurga miskin (gakin)

3 Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi Dampak

lain

dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas yang diperkirakan antara 20-30

4 Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan

pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan

karena tumbuh kembang otak 80 terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun

5 Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang

normal

WHO memperkirakan bahwa 54 penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi

anak yang jelek

6 67 juta balita atau 273 dari seluruh balita di Indonesia menderita kurang gizi akibat

pemberian

ASI dan makanan pendamping ASI yang salah 15 juta diantaranya menderita gizi buruk

7 Kurang Energi Protein (KEP) ringan sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 2 tahun

meskipun dapat juga dijumpai pada anak lebih besar

8 Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar yaitu sekitar

55

Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis Madang paru

infeksi

saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak

Kekurangan vitamin mineral dan elektrolit pada penderita KEP

NO NAMA PENYAKIT KEKURANGAN

DEFISIENSI

GEJALA DAN TANDA KLINIS

1 Buta senja (xeroftalmia) Vitamin A Mata kabur atau buta

2 Beri-beri Vitamin B1 Badan bengkak tampak rewel gelisah pembesaran jantung

kanan

3 Ariboflavinosis Vitamin B2 Retak pada sudut mulut lidah merah jambu dan licin

4 Defisiensi B6 Vitamin B6 Cengeng mudah kaget kejang anemia (kurang darah) luka di

mulut

5 Defisiensi Niasin Niasin Gejala 3 D (dermatitis gangguan kulit diare deementia) Nafsu

makan menurun sakit di ldah dan mulut insominia diare rasa

bingung

6 Defisiensi Asam folat Asam folat Anemia diare

7 Defisiensi B12 Vitamin B12 Anemia sel darah membesar lidah halus dan mengkilap rasa

mual muntah diare konstipasi

8 Defisiensi C Vitamin C Cengeng mudah marah nyeri tungkai bawah pseudoparalisis

(lemah) tungkai bawah perdarahan kulit

9 Rakitis dan Osteomalasia Vitamin D Pembekakan persendian tulang deformitas tulang

pertumbuhan

gigi melambat hipotoni anemia

10 Defisiensi K Vitamin K Perdarahan berak darah perdarahan hidung dsb

11 Anemia Defisiensi Besi Zat besi pucat lemah rewel

12 Defisiensi Seng Seng Mudah terserang penyakit pertumbuhan lambat nafsu makan

berkurang dermatitis

13 Defisiensi tembaga tembaga Pertumbuhan otak terganggu rambut jarana dan mudah patah

kerusakan pembuluh darah nadi kelainan tulang

14 Hipokalemi kalium Lemah otot gangguan jantung

15 Defisiensi klor klor Rasa lemah cengeng

16 Defisiensi Fluor Fluor Resiko karies dentis (kerusakan gigi)

17 Defisiensi krom krom Pertumbuhan kurang sindroma like diabetes melitus

18 Hipomagnesemia magnesium Defisiensi hormon paratiroid

19 Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun lemas

20 Defisiensi Iodium Iodium Pembesaran kelenjar gondok gangguan fungsI mental

perkembangan fisik

Beberapa Istilah

Gizi buruk

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun

Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan

menurut

umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan

Apabila berat

badan menurut umur sesuai dengan standar anak disebut gizi baik Kalau sedikit di bawah

standar disebut

gizi kurang Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk

Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor

Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi

KLB Gizi adalah ditemukannya balita dengan tanda-tanda sebagai berikut

Berat Badan menurut Umur (BBU) dibawah standar atau Tanda-tanda marasmus atau

kwasiorkor

JALUR PENYAMPAIAN LAPORAN KLB GIZI

1048707 Masyarakat menyampaikan laporan ke Puskesmas atau Kepala DesaLurah selanjutnya Kepala

DesaLurah menyampaikan ke Puseksmas

1048707 Kader menyampaikan hasil penjaringan anak dengan 3 T dan BGM ke Puskesmas Puskesmas

melakukan konfirmasi terhadap laporan yang disampaikan masyarakat

Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat Gejala yang timbul diantaranya

muka

seperti orangtua (berkerut) tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di

bawah kulit)

rambut mudah patah dan kemerahan gangguan kulit gangguan pencernaan (sering diare)

pembesaran

hati dan sebagainya Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan

karena

masih merasa lapar Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran

yang

menurun

Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung

lapar

Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak perut buncit rambut rontok dan

patah

gangguan kulit Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok Pada

umumnya

penderita sering rewel dan banyak menangis Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau

kesadaran yang

menurun

Republika Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Martinah

Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Seperti diberitakan sejumlah televisi maupun surat kabar Dg Basse (35 tahun) warga Jalan Dg

Tata I

Blok 4 Makassar meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya Jumat (292) lalu setelah

tiga hari

kelaparan Anak Basse yang lain Bahir (7 tahun) juga meninggal Aco (4 tahun) anak

bungsunya nyaris

mengalami nasib yang sama jika tidak cepat-cepat dilarikan ke Rumah Sakit Haji

Menurut Dr Putu Ristiya salah seorang dokter di rumah sakit itu mereka (Aco Bahir Dg Basse)

dinyatakan positif menderita gizi buruk Itulah tragedi keluarga Basse yang sehari-harinya

mencari nafkah

sebagai tukang becak

Faktor kemiskinan memang sering menimbulkan kasus gizi buruk sebab tekanan ekonomi

membuat

kuantitaskualitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga menjadi rendah Faktor penyebab

yang

lain adalah minimnya pemahaman masalah gizi akses pangan buruknya pelayanan kesehatan

dan

kondisi lingkungan

Kasus gizi buruk juga bisa terjadi sebagai akibat terhambatnya distribusi gizi dalam lingkungan

keluarga

yang memiliki banyak anak Sebagai contoh kasus yang baru saja menimpa 12 keluarga di

Kabupaten

Rote Ndao Pulau Rote 40 mil dari Kupang 101 anak balita menderita gizi buruk lima anak di

antaranya

meninggal dunia Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Rote Ndao Dr Jonathan

Lenggu

Kamis (63)

Dari data Depkes 2005-2006 saja jumlah anak balita yang terkena gizi buruk melonjak dari 18

juta

(2005) menjadi 23 juta anak (2006) Dalam kurun waktu itu lebih dari lima juta balita terkena

gizi kurang

Lebih tragis lagi dari seluruh korban gizi kurang dan gizi buruk tadi 10 persen berakhir dengan

kematian

Bisa dibayangkan bagaimana keadaannya sejak 2007 hingga kini Meluasnya fenomena gizi

buruk di

Tanah Air juga bisa dipahami dari kenaikan harga sembako yang lepas kendali dan lemahnya

daya beli

rakyat kecil

Lemahnya aksi RPJMN

Menurut peraih hadiah Nobel Ekonomi Armatya Sen terjadinya gizi buruk dan kelaparan bukan

sematamata

terkait kurangnya bahan pangan di suatu negara tapi juga akibat akses pangan yang rendah serta

lemahnya daya beli masyarakat Artinya ketersediaan pangan secara nasional tidak cukup untuk

menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga

Kesepakatan global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan

tujuan 18

target dan 48 indikator menyatakan tahun 2015 setiap negara berkembang harus mampu

menurunkan

kemiskinan dan kelaparan hingga 50 persen dari kondisi pada 1990 Dua dari lima indikator

sebagai

penjabaran tujuan pertama MDGs ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita

(indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima)

Sesuai kesepakatan global berdasarkan perkembangan masalah dan faktor lingkungan strategis

pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-

2009

yang mencakup program-program utama antara lain program perbaikan gizi masyarakat

Salah satu target RPJMN adalah menurunnya prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya menjadi

20

persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi lima persen) pada 2009 Namun

masalahnya

selama ini RPJMN tidak dilaksanakan secara baik

Ini tak terlepas dari lemahnya komitmen dan kurangnya dukungan pembiayaan dari pemerintah

pusat

provinsi dan kabupaten kota yang kerap menjadi kendala bahkan bisa membuat aksi RPJMN

menjadi

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 4: GIZI BURUK

NO NAMA PENYAKIT KEKURANGAN

DEFISIENSI

GEJALA DAN TANDA KLINIS

1 Buta senja (xeroftalmia) Vitamin A Mata kabur atau buta

2 Beri-beri Vitamin B1 Badan bengkak tampak rewel gelisah pembesaran jantung

kanan

3 Ariboflavinosis Vitamin B2 Retak pada sudut mulut lidah merah jambu dan licin

4 Defisiensi B6 Vitamin B6 Cengeng mudah kaget kejang anemia (kurang darah) luka di

mulut

5 Defisiensi Niasin Niasin Gejala 3 D (dermatitis gangguan kulit diare deementia) Nafsu

makan menurun sakit di ldah dan mulut insominia diare rasa

bingung

6 Defisiensi Asam folat Asam folat Anemia diare

7 Defisiensi B12 Vitamin B12 Anemia sel darah membesar lidah halus dan mengkilap rasa

mual muntah diare konstipasi

8 Defisiensi C Vitamin C Cengeng mudah marah nyeri tungkai bawah pseudoparalisis

(lemah) tungkai bawah perdarahan kulit

9 Rakitis dan Osteomalasia Vitamin D Pembekakan persendian tulang deformitas tulang

pertumbuhan

gigi melambat hipotoni anemia

10 Defisiensi K Vitamin K Perdarahan berak darah perdarahan hidung dsb

11 Anemia Defisiensi Besi Zat besi pucat lemah rewel

12 Defisiensi Seng Seng Mudah terserang penyakit pertumbuhan lambat nafsu makan

berkurang dermatitis

13 Defisiensi tembaga tembaga Pertumbuhan otak terganggu rambut jarana dan mudah patah

kerusakan pembuluh darah nadi kelainan tulang

14 Hipokalemi kalium Lemah otot gangguan jantung

15 Defisiensi klor klor Rasa lemah cengeng

16 Defisiensi Fluor Fluor Resiko karies dentis (kerusakan gigi)

17 Defisiensi krom krom Pertumbuhan kurang sindroma like diabetes melitus

18 Hipomagnesemia magnesium Defisiensi hormon paratiroid

19 Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun lemas

20 Defisiensi Iodium Iodium Pembesaran kelenjar gondok gangguan fungsI mental

perkembangan fisik

Beberapa Istilah

Gizi buruk

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun

Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan

menurut

umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan

Apabila berat

badan menurut umur sesuai dengan standar anak disebut gizi baik Kalau sedikit di bawah

standar disebut

gizi kurang Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk

Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor

Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi

KLB Gizi adalah ditemukannya balita dengan tanda-tanda sebagai berikut

Berat Badan menurut Umur (BBU) dibawah standar atau Tanda-tanda marasmus atau

kwasiorkor

JALUR PENYAMPAIAN LAPORAN KLB GIZI

1048707 Masyarakat menyampaikan laporan ke Puskesmas atau Kepala DesaLurah selanjutnya Kepala

DesaLurah menyampaikan ke Puseksmas

1048707 Kader menyampaikan hasil penjaringan anak dengan 3 T dan BGM ke Puskesmas Puskesmas

melakukan konfirmasi terhadap laporan yang disampaikan masyarakat

Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat Gejala yang timbul diantaranya

muka

seperti orangtua (berkerut) tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di

bawah kulit)

rambut mudah patah dan kemerahan gangguan kulit gangguan pencernaan (sering diare)

pembesaran

hati dan sebagainya Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan

karena

masih merasa lapar Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran

yang

menurun

Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung

lapar

Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak perut buncit rambut rontok dan

patah

gangguan kulit Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok Pada

umumnya

penderita sering rewel dan banyak menangis Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau

kesadaran yang

menurun

Republika Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Martinah

Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Seperti diberitakan sejumlah televisi maupun surat kabar Dg Basse (35 tahun) warga Jalan Dg

Tata I

Blok 4 Makassar meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya Jumat (292) lalu setelah

tiga hari

kelaparan Anak Basse yang lain Bahir (7 tahun) juga meninggal Aco (4 tahun) anak

bungsunya nyaris

mengalami nasib yang sama jika tidak cepat-cepat dilarikan ke Rumah Sakit Haji

Menurut Dr Putu Ristiya salah seorang dokter di rumah sakit itu mereka (Aco Bahir Dg Basse)

dinyatakan positif menderita gizi buruk Itulah tragedi keluarga Basse yang sehari-harinya

mencari nafkah

sebagai tukang becak

Faktor kemiskinan memang sering menimbulkan kasus gizi buruk sebab tekanan ekonomi

membuat

kuantitaskualitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga menjadi rendah Faktor penyebab

yang

lain adalah minimnya pemahaman masalah gizi akses pangan buruknya pelayanan kesehatan

dan

kondisi lingkungan

Kasus gizi buruk juga bisa terjadi sebagai akibat terhambatnya distribusi gizi dalam lingkungan

keluarga

yang memiliki banyak anak Sebagai contoh kasus yang baru saja menimpa 12 keluarga di

Kabupaten

Rote Ndao Pulau Rote 40 mil dari Kupang 101 anak balita menderita gizi buruk lima anak di

antaranya

meninggal dunia Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Rote Ndao Dr Jonathan

Lenggu

Kamis (63)

Dari data Depkes 2005-2006 saja jumlah anak balita yang terkena gizi buruk melonjak dari 18

juta

(2005) menjadi 23 juta anak (2006) Dalam kurun waktu itu lebih dari lima juta balita terkena

gizi kurang

Lebih tragis lagi dari seluruh korban gizi kurang dan gizi buruk tadi 10 persen berakhir dengan

kematian

Bisa dibayangkan bagaimana keadaannya sejak 2007 hingga kini Meluasnya fenomena gizi

buruk di

Tanah Air juga bisa dipahami dari kenaikan harga sembako yang lepas kendali dan lemahnya

daya beli

rakyat kecil

Lemahnya aksi RPJMN

Menurut peraih hadiah Nobel Ekonomi Armatya Sen terjadinya gizi buruk dan kelaparan bukan

sematamata

terkait kurangnya bahan pangan di suatu negara tapi juga akibat akses pangan yang rendah serta

lemahnya daya beli masyarakat Artinya ketersediaan pangan secara nasional tidak cukup untuk

menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga

Kesepakatan global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan

tujuan 18

target dan 48 indikator menyatakan tahun 2015 setiap negara berkembang harus mampu

menurunkan

kemiskinan dan kelaparan hingga 50 persen dari kondisi pada 1990 Dua dari lima indikator

sebagai

penjabaran tujuan pertama MDGs ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita

(indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima)

Sesuai kesepakatan global berdasarkan perkembangan masalah dan faktor lingkungan strategis

pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-

2009

yang mencakup program-program utama antara lain program perbaikan gizi masyarakat

Salah satu target RPJMN adalah menurunnya prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya menjadi

20

persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi lima persen) pada 2009 Namun

masalahnya

selama ini RPJMN tidak dilaksanakan secara baik

Ini tak terlepas dari lemahnya komitmen dan kurangnya dukungan pembiayaan dari pemerintah

pusat

provinsi dan kabupaten kota yang kerap menjadi kendala bahkan bisa membuat aksi RPJMN

menjadi

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 5: GIZI BURUK

19 Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun lemas

20 Defisiensi Iodium Iodium Pembesaran kelenjar gondok gangguan fungsI mental

perkembangan fisik

Beberapa Istilah

Gizi buruk

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun

Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan

menurut

umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan

Apabila berat

badan menurut umur sesuai dengan standar anak disebut gizi baik Kalau sedikit di bawah

standar disebut

gizi kurang Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk

Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor

Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi

KLB Gizi adalah ditemukannya balita dengan tanda-tanda sebagai berikut

Berat Badan menurut Umur (BBU) dibawah standar atau Tanda-tanda marasmus atau

kwasiorkor

JALUR PENYAMPAIAN LAPORAN KLB GIZI

1048707 Masyarakat menyampaikan laporan ke Puskesmas atau Kepala DesaLurah selanjutnya Kepala

DesaLurah menyampaikan ke Puseksmas

1048707 Kader menyampaikan hasil penjaringan anak dengan 3 T dan BGM ke Puskesmas Puskesmas

melakukan konfirmasi terhadap laporan yang disampaikan masyarakat

Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat Gejala yang timbul diantaranya

muka

seperti orangtua (berkerut) tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di

bawah kulit)

rambut mudah patah dan kemerahan gangguan kulit gangguan pencernaan (sering diare)

pembesaran

hati dan sebagainya Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan

karena

masih merasa lapar Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran

yang

menurun

Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung

lapar

Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak perut buncit rambut rontok dan

patah

gangguan kulit Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok Pada

umumnya

penderita sering rewel dan banyak menangis Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau

kesadaran yang

menurun

Republika Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Martinah

Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Seperti diberitakan sejumlah televisi maupun surat kabar Dg Basse (35 tahun) warga Jalan Dg

Tata I

Blok 4 Makassar meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya Jumat (292) lalu setelah

tiga hari

kelaparan Anak Basse yang lain Bahir (7 tahun) juga meninggal Aco (4 tahun) anak

bungsunya nyaris

mengalami nasib yang sama jika tidak cepat-cepat dilarikan ke Rumah Sakit Haji

Menurut Dr Putu Ristiya salah seorang dokter di rumah sakit itu mereka (Aco Bahir Dg Basse)

dinyatakan positif menderita gizi buruk Itulah tragedi keluarga Basse yang sehari-harinya

mencari nafkah

sebagai tukang becak

Faktor kemiskinan memang sering menimbulkan kasus gizi buruk sebab tekanan ekonomi

membuat

kuantitaskualitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga menjadi rendah Faktor penyebab

yang

lain adalah minimnya pemahaman masalah gizi akses pangan buruknya pelayanan kesehatan

dan

kondisi lingkungan

Kasus gizi buruk juga bisa terjadi sebagai akibat terhambatnya distribusi gizi dalam lingkungan

keluarga

yang memiliki banyak anak Sebagai contoh kasus yang baru saja menimpa 12 keluarga di

Kabupaten

Rote Ndao Pulau Rote 40 mil dari Kupang 101 anak balita menderita gizi buruk lima anak di

antaranya

meninggal dunia Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Rote Ndao Dr Jonathan

Lenggu

Kamis (63)

Dari data Depkes 2005-2006 saja jumlah anak balita yang terkena gizi buruk melonjak dari 18

juta

(2005) menjadi 23 juta anak (2006) Dalam kurun waktu itu lebih dari lima juta balita terkena

gizi kurang

Lebih tragis lagi dari seluruh korban gizi kurang dan gizi buruk tadi 10 persen berakhir dengan

kematian

Bisa dibayangkan bagaimana keadaannya sejak 2007 hingga kini Meluasnya fenomena gizi

buruk di

Tanah Air juga bisa dipahami dari kenaikan harga sembako yang lepas kendali dan lemahnya

daya beli

rakyat kecil

Lemahnya aksi RPJMN

Menurut peraih hadiah Nobel Ekonomi Armatya Sen terjadinya gizi buruk dan kelaparan bukan

sematamata

terkait kurangnya bahan pangan di suatu negara tapi juga akibat akses pangan yang rendah serta

lemahnya daya beli masyarakat Artinya ketersediaan pangan secara nasional tidak cukup untuk

menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga

Kesepakatan global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan

tujuan 18

target dan 48 indikator menyatakan tahun 2015 setiap negara berkembang harus mampu

menurunkan

kemiskinan dan kelaparan hingga 50 persen dari kondisi pada 1990 Dua dari lima indikator

sebagai

penjabaran tujuan pertama MDGs ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita

(indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima)

Sesuai kesepakatan global berdasarkan perkembangan masalah dan faktor lingkungan strategis

pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-

2009

yang mencakup program-program utama antara lain program perbaikan gizi masyarakat

Salah satu target RPJMN adalah menurunnya prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya menjadi

20

persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi lima persen) pada 2009 Namun

masalahnya

selama ini RPJMN tidak dilaksanakan secara baik

Ini tak terlepas dari lemahnya komitmen dan kurangnya dukungan pembiayaan dari pemerintah

pusat

provinsi dan kabupaten kota yang kerap menjadi kendala bahkan bisa membuat aksi RPJMN

menjadi

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 6: GIZI BURUK

hati dan sebagainya Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan

karena

masih merasa lapar Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran

yang

menurun

Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut busung

lapar

Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak perut buncit rambut rontok dan

patah

gangguan kulit Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok Pada

umumnya

penderita sering rewel dan banyak menangis Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau

kesadaran yang

menurun

Republika Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Selasa 18 Maret 2008

Meluasnya Fenomena Gizi Buruk

Martinah

Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UI

Seperti diberitakan sejumlah televisi maupun surat kabar Dg Basse (35 tahun) warga Jalan Dg

Tata I

Blok 4 Makassar meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya Jumat (292) lalu setelah

tiga hari

kelaparan Anak Basse yang lain Bahir (7 tahun) juga meninggal Aco (4 tahun) anak

bungsunya nyaris

mengalami nasib yang sama jika tidak cepat-cepat dilarikan ke Rumah Sakit Haji

Menurut Dr Putu Ristiya salah seorang dokter di rumah sakit itu mereka (Aco Bahir Dg Basse)

dinyatakan positif menderita gizi buruk Itulah tragedi keluarga Basse yang sehari-harinya

mencari nafkah

sebagai tukang becak

Faktor kemiskinan memang sering menimbulkan kasus gizi buruk sebab tekanan ekonomi

membuat

kuantitaskualitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga menjadi rendah Faktor penyebab

yang

lain adalah minimnya pemahaman masalah gizi akses pangan buruknya pelayanan kesehatan

dan

kondisi lingkungan

Kasus gizi buruk juga bisa terjadi sebagai akibat terhambatnya distribusi gizi dalam lingkungan

keluarga

yang memiliki banyak anak Sebagai contoh kasus yang baru saja menimpa 12 keluarga di

Kabupaten

Rote Ndao Pulau Rote 40 mil dari Kupang 101 anak balita menderita gizi buruk lima anak di

antaranya

meninggal dunia Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Rote Ndao Dr Jonathan

Lenggu

Kamis (63)

Dari data Depkes 2005-2006 saja jumlah anak balita yang terkena gizi buruk melonjak dari 18

juta

(2005) menjadi 23 juta anak (2006) Dalam kurun waktu itu lebih dari lima juta balita terkena

gizi kurang

Lebih tragis lagi dari seluruh korban gizi kurang dan gizi buruk tadi 10 persen berakhir dengan

kematian

Bisa dibayangkan bagaimana keadaannya sejak 2007 hingga kini Meluasnya fenomena gizi

buruk di

Tanah Air juga bisa dipahami dari kenaikan harga sembako yang lepas kendali dan lemahnya

daya beli

rakyat kecil

Lemahnya aksi RPJMN

Menurut peraih hadiah Nobel Ekonomi Armatya Sen terjadinya gizi buruk dan kelaparan bukan

sematamata

terkait kurangnya bahan pangan di suatu negara tapi juga akibat akses pangan yang rendah serta

lemahnya daya beli masyarakat Artinya ketersediaan pangan secara nasional tidak cukup untuk

menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga

Kesepakatan global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan

tujuan 18

target dan 48 indikator menyatakan tahun 2015 setiap negara berkembang harus mampu

menurunkan

kemiskinan dan kelaparan hingga 50 persen dari kondisi pada 1990 Dua dari lima indikator

sebagai

penjabaran tujuan pertama MDGs ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita

(indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima)

Sesuai kesepakatan global berdasarkan perkembangan masalah dan faktor lingkungan strategis

pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-

2009

yang mencakup program-program utama antara lain program perbaikan gizi masyarakat

Salah satu target RPJMN adalah menurunnya prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya menjadi

20

persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi lima persen) pada 2009 Namun

masalahnya

selama ini RPJMN tidak dilaksanakan secara baik

Ini tak terlepas dari lemahnya komitmen dan kurangnya dukungan pembiayaan dari pemerintah

pusat

provinsi dan kabupaten kota yang kerap menjadi kendala bahkan bisa membuat aksi RPJMN

menjadi

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 7: GIZI BURUK

kelaparan Anak Basse yang lain Bahir (7 tahun) juga meninggal Aco (4 tahun) anak

bungsunya nyaris

mengalami nasib yang sama jika tidak cepat-cepat dilarikan ke Rumah Sakit Haji

Menurut Dr Putu Ristiya salah seorang dokter di rumah sakit itu mereka (Aco Bahir Dg Basse)

dinyatakan positif menderita gizi buruk Itulah tragedi keluarga Basse yang sehari-harinya

mencari nafkah

sebagai tukang becak

Faktor kemiskinan memang sering menimbulkan kasus gizi buruk sebab tekanan ekonomi

membuat

kuantitaskualitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga menjadi rendah Faktor penyebab

yang

lain adalah minimnya pemahaman masalah gizi akses pangan buruknya pelayanan kesehatan

dan

kondisi lingkungan

Kasus gizi buruk juga bisa terjadi sebagai akibat terhambatnya distribusi gizi dalam lingkungan

keluarga

yang memiliki banyak anak Sebagai contoh kasus yang baru saja menimpa 12 keluarga di

Kabupaten

Rote Ndao Pulau Rote 40 mil dari Kupang 101 anak balita menderita gizi buruk lima anak di

antaranya

meninggal dunia Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Rote Ndao Dr Jonathan

Lenggu

Kamis (63)

Dari data Depkes 2005-2006 saja jumlah anak balita yang terkena gizi buruk melonjak dari 18

juta

(2005) menjadi 23 juta anak (2006) Dalam kurun waktu itu lebih dari lima juta balita terkena

gizi kurang

Lebih tragis lagi dari seluruh korban gizi kurang dan gizi buruk tadi 10 persen berakhir dengan

kematian

Bisa dibayangkan bagaimana keadaannya sejak 2007 hingga kini Meluasnya fenomena gizi

buruk di

Tanah Air juga bisa dipahami dari kenaikan harga sembako yang lepas kendali dan lemahnya

daya beli

rakyat kecil

Lemahnya aksi RPJMN

Menurut peraih hadiah Nobel Ekonomi Armatya Sen terjadinya gizi buruk dan kelaparan bukan

sematamata

terkait kurangnya bahan pangan di suatu negara tapi juga akibat akses pangan yang rendah serta

lemahnya daya beli masyarakat Artinya ketersediaan pangan secara nasional tidak cukup untuk

menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga

Kesepakatan global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan

tujuan 18

target dan 48 indikator menyatakan tahun 2015 setiap negara berkembang harus mampu

menurunkan

kemiskinan dan kelaparan hingga 50 persen dari kondisi pada 1990 Dua dari lima indikator

sebagai

penjabaran tujuan pertama MDGs ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita

(indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima)

Sesuai kesepakatan global berdasarkan perkembangan masalah dan faktor lingkungan strategis

pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-

2009

yang mencakup program-program utama antara lain program perbaikan gizi masyarakat

Salah satu target RPJMN adalah menurunnya prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya menjadi

20

persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi lima persen) pada 2009 Namun

masalahnya

selama ini RPJMN tidak dilaksanakan secara baik

Ini tak terlepas dari lemahnya komitmen dan kurangnya dukungan pembiayaan dari pemerintah

pusat

provinsi dan kabupaten kota yang kerap menjadi kendala bahkan bisa membuat aksi RPJMN

menjadi

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 8: GIZI BURUK

Tanah Air juga bisa dipahami dari kenaikan harga sembako yang lepas kendali dan lemahnya

daya beli

rakyat kecil

Lemahnya aksi RPJMN

Menurut peraih hadiah Nobel Ekonomi Armatya Sen terjadinya gizi buruk dan kelaparan bukan

sematamata

terkait kurangnya bahan pangan di suatu negara tapi juga akibat akses pangan yang rendah serta

lemahnya daya beli masyarakat Artinya ketersediaan pangan secara nasional tidak cukup untuk

menjamin kecukupan pangan di tingkat rumah tangga

Kesepakatan global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan

tujuan 18

target dan 48 indikator menyatakan tahun 2015 setiap negara berkembang harus mampu

menurunkan

kemiskinan dan kelaparan hingga 50 persen dari kondisi pada 1990 Dua dari lima indikator

sebagai

penjabaran tujuan pertama MDGs ialah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita

(indikator

keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima)

Sesuai kesepakatan global berdasarkan perkembangan masalah dan faktor lingkungan strategis

pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-

2009

yang mencakup program-program utama antara lain program perbaikan gizi masyarakat

Salah satu target RPJMN adalah menurunnya prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya menjadi

20

persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi lima persen) pada 2009 Namun

masalahnya

selama ini RPJMN tidak dilaksanakan secara baik

Ini tak terlepas dari lemahnya komitmen dan kurangnya dukungan pembiayaan dari pemerintah

pusat

provinsi dan kabupaten kota yang kerap menjadi kendala bahkan bisa membuat aksi RPJMN

menjadi

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 9: GIZI BURUK

lumpuh Untuk melaksanakan seluruh program RPJMN tinggal sedikit sisa waktu yang tersedia

Mungkinkah tercapai target MDGs 2015 visi 2030 atau kemajuan lainnya jika harga sembako

masih tidak

terkendali

Padahal jika pemerintah sampai gagal dalam menormalkan harga sembako kasus gizi buruk di

Tanah

Air bisa semakin parah Tak perlu heran di sejumlah daerah keluarga yang terpaksa makan nasi

aking

kini kian bertambah Jadi semua itu harus cepat teratasi Bila terlambat dampaknya sangat

buruk bagi

sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan ini merupakan ancaman lost

generation

Problema posyandu

Pada 1989-2000 intervensi gizi dari pemerintah memang lebih cepat dilakukan saat petugas pos

pelayanan terpadu (posyandu) menemukan kasus gizi kurang maupun gizi buruk pada anak

balita Hal

itu menurut sejumlah hasil penelitian karena masih berfungsinya posyandu dan tenaga-tenaga

medis

wajib praktik yang menjangkau hingga ke pelosok-pelosok daerah

Namun saat ini dari 250-an ribu posyandu di Indonesia tinggal 40 persen yang masih aktif Jadi

praktis

tinggal sekitar 43 persen anak balita yang terpantau Tantangan penanggulangan masalah gizi

bahkan

terasa lebih besar sejak era otonomi daerah Walaupun kini pemerintah daerah (pemda)

sebenarnya

berperan lebih besar untuk mengatasi tantangan tersebut realitasnya tidak selalu menunjukkan

demikian

Komitmen pemda terhadap pembangunan di bidang kesehatan masih minim Padahal pada era

otonomi

daerah ini peran pemda justru sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan

Alokasi

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 10: GIZI BURUK

anggaran untuk bidang kesehatan yang hanya tiga dari PDB menunjukkan lemahnya komitmen

pemda

untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Kalau kita melihat negara-negara tetangga

saja

(Malaysia Singapura Thailand dan Filipina) pemerintah di sana mengalokasikan anggaran 6-7

kali lipat

dibanding Indonesia untuk bidang kesehatan

Situasi-kondisi pangan nasional dewasa ini juga memprihatinkan Maka kinilah saatnya

pemerintah

segera menggalakkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dengan melakukan usaha

perbaikan gizi keluarga (UPGK) Untuk itu posyandu dan SKPG harus benar-benar bisa

berfungsi

kembali Tugasnya adalah memantau status gizi masyarakat hingga ke pelosok desa terpencil

Jika ada

warga yang kedapatan terkena gizi kurang buruk petugas puskesmas terdekat harus langsung

menangani

Di era otonomi daerah ini sepatutnya para pejabat terkait sensitif terhadap meningkatnya jumlah

penderita gizi kurang buruk yang tengah melanda keluarga miskin Dengan demikian kinerja

para

petugas di bawahnya bisa proaktif untuk melayani kesehatan masyarakat secara optimal

Karena itu seluruh posyandu di Tanah Air harus lebih diaktifkan lagi Setiap pencatatan di

posyandu

akan memberikan gambaran riil tentang ihwal laporan perkembangan kasus gizi kurang buruk

hingga ke

pelosok desa Bila ada ibu-ibu tidak membawa anak balitanya ke posyandu maka lebih baik

petugaslah

yang aktif mendatangi rumah mereka

Ikhtisar

- Banyak faktor menjadi penyebab munculnya gizi buruk

- Kemiskinan menjadi penyebab paling dominan pada kasus tersebut

- Pemerintah perlu menjaga harga sembako agar kasus ini tak makin meledak

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 11: GIZI BURUK

Kebutuhan Gizi Pengaruhi Kecerdasan Anak

Kontribusi dari M Sholikul Huda

27092006 1558 WIB

JAKARTA (Media) Penelitian membuktikan ada keterkaitan antara tubuh pendek dan tingkat

kecerdasan Bila sejak

awal sudah tidak ada keseimbangan berat dan tinggi badan maka akan berpengaruh pada

pembentukan otak Karena

itu kebutuhan gizi bayi sejak janin sampai usia lima tahun harus terpenuhi secara baik

Kepala Seksi Standardisasi Subdit Gizi Mikro Direktorat Gizi pada Ditjen Kesehatan

Masyarakat Depkes dr Atmarita

menegaskan hal tersebut di Jakarta kemarin di sela-sela Kongres Nasional XII dan temu ilmiah

Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (Persagi) yang berlangsung hingga Rabu (107)

Menurut Atmarita anak yang perkembangannya sangat lambat disebabkan oleh pembentukan

otak maupun tubuhnya

tidak baik akibat gizinya buruk Berarti hal paling penting adalah pemenuhan gizi bayi sejak

dalam kandungan sampai

berusia lima tahun dan bila tidak terpenuhi pertumbuhan otak dan tubuhnya tidak bagus Anak

dengan tubuh pendek ia

mengemukakan berarti status gizi pada masa lalunya sudah kronis jelas Atmarita

Namun begitu lanjutnya sampai usia 18 tahun pun asupan gizi masih penting untuk

pertumbuhan fisik anak Jadi jika

tubuh seseorang kurus Atmarita menilai hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi pada saat itu

Bersama rekannya dr Robert L Tiden pakar gizi tersebut menganalisis masalah gizi di

perkotaan yang dikaitkan dengan

tinggi badan anak baru masuk sekolah

Atmarita mengatakan 62 lebih anak di perkotaan memiliki tinggi badan normal dari segi

umur sedangkan anak di

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 12: GIZI BURUK

pedesaan hanya 49 Maka disimpulkan bahwa anak di perkotaan memiliki keadaan gizi lebih

baik dibanding anak di

pedesaan Meski demikian obesitas (gemuk sekali) pada anak di perkotaan cenderung lebih

tinggi dibanding anak di

pedesaan Cuma masalah itu mulai meningkat bukan saja di perkotaan melainkan juga di

pedesaan

Atas dasar tersebut Atmarita menegaskan program perbaikan gizi sekarang harus diubah

dengan memerhatikan faktor

yang terkait dengan pola hidup penduduk di perkotaan maupun pedesaan

Sebelumnya Menkes Achmad Sujudi dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Staf Ahli

Menkes Bidang

Desentralisasi dan Kelembagaan Dini Latief merasa prihatin karena proporsi anak pendek di

Indonesia masih cukup

tinggi

Saya yakin para ahli gizi mengetahui situasi ini karena di tiap wilayah telah difasilitasi dengan

pemantauan status gizi

ulasnya

Ia menambahkan sudah banyak penelitian yang menyimpulkan pentingnya gizi untuk

meningkatkan kemampuan belajar

dan mengikuti pendidikan sampai tingkat tertinggi

Menkes mengutip pula sejumlah studi di Filipina Jamaika dan negara lainnya yang

membuktikan adanya hubungan

yang sangat bermakna antara tinggi badan dan kemampuan belajar

Bahkan ujarnya dihasilkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak bertubuh pendek

berusia 9-24 bulan akan

mampu meningkatkan kemampuan belajar anak ketika berusia 7-8 tahun

Dibuktikan pula dari beberapa studi bidang ekonomi di Ghana maupun Pakistan mengenai

pentingnya gizi untuk

mendukung pembangunan Malah dengan menurunkan prevalensi anak pendek sebesar 10

akan dapat

meningkatkan 2-10 proporsi anak yang mendaftar ke sekolah (RseV-4)

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm

Page 13: GIZI BURUK

Sumberhttpwwwkompascomkompas-cetak020804Iptekkili22htm