gender dalam pesantren: studi konstruksi sosial …
TRANSCRIPT
GENDER DALAM PESANTREN: STUDI KONSTRUKSI SOSIAL
GENDER DALAM TRADISI NDALEM DI PESANTREN
DARUSSALAM MEKARSARI LAMPUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Ayu Erviana
NIM. 11160321000051
PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2021 M
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
“GENDER DALAM PESANTREN: STUDI KONSTRUKSI SOSIAL GENDER
DALAM TRADISI NDALEM DI PESANTREN DARUSSALAM MEKARSARI
LAMPUNG”
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Prodi Studi Agama-Agama
Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Ayu Erviana
NIM: 11160321000051
Dosen Pembimbing
Siti Nadroh, M.Ag
NUPN. 9920112687
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2021 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
iv
MOTTO:
“Percayalah bahwa apa yang engkau inginkan itu akan terjadi”
“Karya sederhana ini, aku persembahkan untuk ibu, ayah, adikku tersayang, dan
untuk orang-orang disekelilingku yang aku sayangi, serta untuk diriku dan masa
depanku”
v
ABSTRAK
Ayu Erviana. 2021. Gender Dalam Pesantren: Konstruksi Sosial Gender Dalam
Tradisi Ndalem di Pesantren Darussalam Mekarsari Lampung. Prodi Studi Agama-
Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini menganalisis mengenai kontruksi gender dalam tradisi ndalem yang
ada di pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung. Secara konseptual,
penelitian ini diorientasikan untuk melihat usaha sosialisasi gender dalam pesantren
khususnya konstruksi gender dalam tradisi ndalem.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), dengan metode
kualitatif deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini
adalah pendekatan sosiologi dan analisa gender. Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Kemudian teknik analisa data yang digunakan oleh penulis adalah teknik deskriptif.
Adapun teori yang digunakan yakni teori analisis gender Mansour Fakih sebagai
parameter analisis kesetaraan gender, dan didukung dengan teori hegemoni kultural
Antonio Gramsci untuk menganalisis kekuasaan dominan terhadap konstruksi gender,
dan teori fungsional struktural serta teori keseimbangan oleh Talcott Parsons untuk
menganalisis konstruksi gender dalam tradisi ndalem.
Hasil kajian penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi gender dalam tradisi
ndalem dipengaruhi oleh budaya patriarki dengan adanya hegemoni kiai dalam
pesantren yang menyebabkan kuatnya budaya hubungan patron klien antara santri
dan kiai dengan norma ta‟dziman dan takriman yang mutlak. Santri sebagai subyek
selalu mencari berkah dari kiai akan melakukan apapun untuk mengabdikan diri
kepada sang kiai ssehingga dominasi dalam hubungan keterikatan antara santri
dengan kiai terbentuk dan terjalin secara sukarela tanpa paksaan. Pembagian kerja
dalam tradisi ndalem bersifat tradisional (biological reductionism), terjalin konsep
kemitraan dalam relasi antar keduanya sehingga keduanya sama-sama memiliki
tanggung jawab yang komplementer, saling mengisi, melengkapi, dan tidak
vi
bertentangan satu sama lain sehingga pembagian peran kerja dalam tradisi ndalem ini
merupakan pembagian kerja yang fungsional karena tidak menimbulkan diskriminasi
ataupun kesenjangan, karena kerja sama yang terjalin sebagai santri ndalem
mengajarkan bahwa kedudukan santri putra dan putri sama. Dalam usaha sosialisasi
gender di pesantren Darussalam Mekarsari Lampung belum sepenuhnya dilakukan
oleh para agen sosialisasi gender, namun sejauh ini indikator PUG yakni akses,
partisipasi, kontrol, dan manfaat sudah berjalan dengan baik karena baik santri laki-
laki maupun perempuan diberikan akses yang sama, hal tersebut terlihat dimana
perempuan tampak ikut hadir berperan dan dilibatkan dalam perkembangan pesantren
yang berpartisipasi sebagai pengurus dan pengasuh yakni santri putri dan ibu nyai,
sehingga hal ini memperlihatkan bahwa keseimbangan peran antara laki-laki dan
perempuan terlihat dalam usaha konstruksi gender di pondok pesantren Darussalam
Mekarsari Lampung.
Kata kunci: Konstruksi Gender, Pesantren, Tradisi Ndalem.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji syukur bagi Allah SWT, yang telah memberikan
kesempurnaan akal pikiran kepada manusia. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan
para pengikutnya hingga akhir zaman. Semoga kelak mendapatkan syafa‟atnya. Amin
Tiada kata yang dapat penulis haturkan selain ucapan syukur yang amat besar
kepada Allah SWT. Atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan tanggung jawab kepada diri sendiri dan orang tua penulis dengan
skripsi ini. Penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gender Dalam
Pesantren: Studi Konstruksi Sosial Gender Dalam Tradisi Ndalem di Pesantren
Darussalam Mekarsari Lampung” dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat
selesai tanpa dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyelesaian skripsi ini. Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis
ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, bapak M. Zuwono dan ibu Yumawati yang telah
mencurahkan segala kasih sayangnya dalam bentuk apapun yang tak mungkin
terbalaskan. Hanya doa tulus yang dapat penulis panjatkan untuk bapak dan
mamak, semoga senantiasa diberikan umur panjang dan kesehatan serta selalu
dalam lindungan-Nya. Teruntuk adikku tersayang, Vina Dwi Jayanti yang
menjadi motivasi penulis untuk terus berjuang agar dapat menjadi kakak yang
baik dan panutan terbaik untuknya. Penulis merasa sangat bangga dan
beruntung memiliki keluarga yang sederhana dan penuh kebahagiaan.
viii
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku dekan fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
4. Bapak Syaiful Azmi, M.A., selaku Ketua Prodi Studi Agama-Agama,
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Lisfa, selaku Sekretaris Prodi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi
kemudahan dan membantu mahasiswa dalam memberi informasi administrasi
penyelesaian skripsi.
6. Ibu Dra. Marjuqoh M.A., selaku dosen penasihat akademik yang telah
membantu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses pengajuan
proposal.
7. Ibu Dra. Halimah S.M., MA., yang telah bersedia meluangkan banyak
waktunya untuk menjadi penguji ujian komprehensif.
8. Ibu Siti Nadroh, S.Ag, M.Ag, yang telah bersedia meluangkan banyak waktu
untuk menguji proposal skripsi sekaligus menjadi pembimbing skripsi yang
mengarahkan, membimbing, mengoreksi, bahkan memberikan semangat dan
energi positif kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan baik. Ucapan rasa terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan
untuk beliau yang meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya dalam membantu
penulis menyelesaikan tulisan ini.
9. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya para dosen yang telah membagi ilmunya
dengan sepenuh hati kepada penulis selama ini.
10. Segenap staff perpustakaan, baik perpustakaan Umum ataupun perpustakaan
Fakultas yang menyediakan berbagai referensi yang dibutuhkan penulis.
11. Segenap staff dan karyawan Fakultas Ushuluddin yang telah berkenan
membantu penulis dalam mengurus hal pengadaan surat, serta menyediakan
sarana dan prasarana yang membuat penulis nyaman dalam proses belajar di
ix
kelas serta beasiswa BLU yang penulis dapatkan hingga akhir semester 8
yang sangat membantu penulis dalam perkuliahan.
12. Segenap kepada desa Mekarsari beserta jajarannya yang telah membantu
memberikan informasi dan data masyarakat desa Mekarsari kepada penulis
serta masyarakat pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung yang
telah memberikan izin serta menyediakan tempat dan waktu untuk penulis
melakukan penelitian khususnya kepada pak kiai dan ibu nyai serta para
pengasuh pondok pesantren Darussalam yakni gus Saikhul Huda yang
membantu penulis dalam perizinan, serta mbak-mbak ndalem dan kang-kang
ndalem dan para santri yang membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini, khususnya mbak Nur, mbak Rohimah, mbak Rifa, dan pengurus
lainnya yang telah memberikan tempat, dan sering mengajak makan bersama
serta membantu penulis selama melakukan penelitian di pondok pesantren,
terima kasih atas kebaikan kalian kepada penulis selama ini.
13. Teman kos penulis Sri Ratna Dani Parwati S.Psi, yang telah membantu,
memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini, terima kasih atas kebaikannya selama ini.
14. Teman-teman Studi Agama-Agama angkatan 2016 Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai teman
seperjuangan dalam belajar dan meraih gelar sarjana.
15. Teman-teman KOMFUSPERTUM khususnya angkatan 2016 yang telah
menjadi teman seperjuangan dalam belajar berorganisasi.
16. Teman-teman FRESH UIN JAKARTA yang telah membersamai penulis
dalam menambah pengetahuan mengenai ilmu penelitian.
17. Terlalu banyak pihak yang berpengaruh bagi penulis yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis ucapkan ribuan
terima kasi atas segala dukungan, baik dalam bentuk dorongan, motivasi, dan
doa sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
x
Akhir kata, penulis haturkan terima kasih dan semoga Allah SWT. Membalas segala
kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menjalani proses perkuliahan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan karya selanjutnya. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat secara umum bagi para pembaca dan khusus nya bagi penulis.
Jakarta, 08 Juli 2021
Penulis,
Ayu Erviana
NIM: 11160321000051
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................................. i
ABSTRAK .................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................................... 1
B. BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH ..................................................... 3
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ..................................................... 4
D. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
E. KERANGKA TEORI ........................................................................................ 7
F. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 10
G. SISTEMATIKA PENULISAN ........................................................................ 13
BAB II DISKURSUS GENDER: WACANA KETIDAKDILAN GENDER ............ 15
A. KONSTRUKSI GENDER DALAM MASYARAKAT .................................. 15
a. Faktor, Indikator, dan Sosialisasi Ketidakadilan Gender ............................. 20
b. Gender Mainstreaming (Pengarusutamaan Gender) .................................... 32
B. WACANA PEREMPUAN DALAM TEKS DAN HUKUM ISLAM ............. 33
a. Perempuan Dalam Teks Al-Qur‟an .............................................................. 38
b. Perempuan Dalam Teks Hadist .................................................................... 47
c. Perempuan Dalam Hukum Islam (Fikih) ..................................................... 53
xii
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN DARUSSALAM
MEKARSARI LAMPUNG ........................................................................................ 58
A. LATAR BELAKANG PONDOK PESANTREN DARUSSALAM
MEKARSARI LAMPUNG ..................................................................................... 58
a. Sejarah Perkembangan Pesantren Darussalam Mekarsari Lampung ........... 68
b. Biografi KH. M. Mastur Huda RS ............................................................... 75
B. SISTEM PENGAJARAN DAN BAHAN AJAR PENDIDIKAN ................... 78
C. TRADISI PESANTREN DARUSSALAM MEKARSARI LAMPUNG ........ 89
D. HUBUNGAN PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT
SEKITAR ................................................................................................................ 97
BAB IV KONSTRUKSI SOSIAL GENDER DALAM TRADISI NDALEM DI
PONDOK PESANTREN DARUSSALAM LAMPUNG ........................................... 99
A. TRADISI NDALEM DALAM PESANTREN ................................................ 99
B. GENDER DALAM PESANTREN ................................................................ 107
C. VARIABEL ANALISIS GENDER DALAM PESANTREN ....................... 117
a. Akses .......................................................................................................... 117
b. Partisipasi ................................................................................................... 118
c. Kontrol ........................................................................................................ 119
d. Manfaat ....................................................................................................... 120
D. KONSTRUKSI SOSIAL GENDER DALAM TRADISI NDALEM ............. 120
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 123
A. KESIMPULAN .............................................................................................. 123
B. SARAN .......................................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 127
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................................ 132
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Antara Seks dan Gender .............................................................. 17
Tabel 2. Sistem Reproduksi Laki-Laki ....................................................................... 30
Tabel 3. Sistem Reproduksi Perempuan ..................................................................... 30
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................. 59
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ............................................................. 59
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku ............................................................ 60
Tabel 7. Tingkatan Pendidikan Penduduk Desa Mekarsari ........................................ 62
Tabel 8. Sarana Pendidikan Desa Mekarsari............................................................... 63
Tabel 9. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Mekarsari ................................. 64
Tabel 10. Sarana Lembaga Ekonomi Desa Mekarsari ................................................ 65
Tabel 11. Jumlah Penduduk Desa Mekarsari Berdasarkan Agama ............................ 66
Tabel 12. Sarana Keagamaan Desa Mekarsari ............................................................ 67
Tabel 13. Jumlah Santri Pondok Pesantren Darussalam Berdasarkan Jenis Kelamin 71
Tabel 14. Jadwal Kegiatan Santri Sehari-hari ............................................................. 71
Tabel 15. Jadwal Kegiatan Ngaji Bandongan ............................................................. 80
Tabel 16. Bahan Ajar Kelas Diniyah Pondok Pesantren Darussalam ......................... 83
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi ................................................ 133
Lampiran 2: Surat Izin Penelitian ............................................................................. 134
Lampiran 3: Surat Keterangan Penelitian ................................................................. 135
Lampiran 4: Pedoman Wawancara ........................................................................... 136
Lampiran 5: Pernyataan Informan ............................................................................ 138
Lampiran 6: Hasil Wawancara .................................................................................. 158
Lampiran 7: Dokumentasi Penelitian ........................................................................ 217
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Isu gender dalam dunia pesantren belum mendapat banyak perhatian,
khususnya mengenai tradisi pesantren terhadap kesetaraan gender, bahkan hal
tersebut dianggap krusial untuk dibicarakan ataupun dibahas dalam dunia
pesantren karena konsep tersebut dianggap berasal dari barat, bukan dari
ajaran agama Islam. Dalam konstruksi budaya masyarakat patriarki,
perempuan seringkali ditempatkan sebagai kaum kelas dua dibawah laki-laki
atau bahkan lebih rendah, seperti contoh dalam masyarakat Jawa yang kental
dengan budaya patriarki memberi istilah perempuan sebagai “konco
wingking” yang artinya teman belakang dimana mereka tugas mereka ialah
berperan di dapur, sumur, dan kasur.
Praktik konstruksi sosial gender telah terjadi dalam banyak aspek
kehidupan masyarakat, termasuk dalam lembaga pendidikan agama salah
satunya yakni pesantren. Pesantren merupakan basis bagian dari proses
rekonstruksi kebudayaan masyarakat yang bersumber dari pemaknaan teologis
terhadap realitas kehidupan sosial. Dalam sebuah pesantren terdapat kiai, ia
merupakan tokoh sentral yang memiliki peran penting dalam lingkungan dan
dinamika pesantren serta dinamika masyarakat.1
Zamakhsyari Dhofier menyebut bahwa kiai berperan penting dalam segala
hal di ruang lingkung pesantren serta memegang kekuasaan dan wewenang
mutlak. Selain menjadi pemimpin dalam pesantren, ia juga sebagai guru,
sumber teladan, sekaligus orang tua non-bilogis dan sebagai sumber nasihat
1 Erfan Efendi, (2018), “Gender Perspektif Etika Pesantren (Studi Ttentang Kepemimpinan Kyai
dan Nyai Tentang Sosialisasi Gender di Lingkungan Sosial Pondok Pesantren Wahid Hasyim Sleman
Yogyakarta)” (Jurnal An-Nisa‟ Vol. 11 No. 2), h: 263
2
bagi para santri.2 Sehingga seorang kiai memiliki pengaruh yang sangat besar
dalam praktik dan usaha konstruksi gender dalam sebuah pesantren.
Pesantren memegang teguh nilai-nilai tradisionalitas terutama pesantren
yang berbasis pendidikan tradisional terlihat dalam praktik tradisi, adat-
istiadat, etika, dan pengajaran tradisional yang masih dipraktekkan hingga
sekarang, salah satunya yakni tradisi ndalem. Istilah ndalem3 sendiri berasal
dari bahasa Jawa krama untuk menyebut kediaman atau rumah sang kiai.
Tradisi ndalem merupakan tradisi dimana santri khususnya santri putri
membantu segala urusan domestik atau pekerjaan rumah tangga sang kiai dan
ibu nyai seperti memasak, menjaga warung, mengasuh anak dan pekerjaan
rumah tangga lainnya yang bersifat urusan domestik dengan maksud
membantu meringankan pekerjaan ibu nyai dan kiai.
Hilma Lutfiana dalam skripsinya menyebut bahwa nilai karakter Santri
ndalem4 mengacu kepada kewibawaan kiai sebagai panutan.
5 Tradisi Ndalem
sangat erat kaitannya dengan dogma atau konsep barokah dan karomah,
dogma tersebut sangat kental dianut dan diamini oleh warga pesantren
khususnya di pesantren tradisional yang ada di Indonesia. Konsep tersebut
sangat kental dalam tradisi pesantren baik dalam etika ataupun norma
kehidupan pesantren.
Salah satu indikator utama persoalan gender dalam ruang lingkup
pesantren adalah adanya indikasi kesenjangan mencolok antara laki-laki dan
perempuan, dan dominasi figur kiai dalam wacana pesantren.6 Sistem
kepemimpinan yang didominasi pihak laki-laki dalam struktur kepengurusan
dan tanggung jawab kegiatan pesantren, interaksi antara guru dan murid yang
2 Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011), h: 9
3 Ndalem berasal dari bahasa Jawa Krama yang artinya rumah atau kediaman.
4 Santri Ndalem ialah mereka yang melakukan pengabdian di rumah Kiai, membantu pekerjaan
domestic rumah tangga Kiai, dari memasak, menjaga warung, mengasuh anak, dan lain-lain.
5 Hilma Lutfiana, (2016), “Pengembangan Nilai Karakter dan Kecakapan Hidup Bagi Santri
Ndalem di Pondok Pesantren Roudlaotul Jannah Kabupaten Kudus” (skripsi Universitas Negeri
Semarang), h. 4
6 Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011), h: 5
3
mengacu pada prinsip autoritarianisme yakni berlandaskan figur kharismatik
seorang kiai.7
Pesantren dan tradisinya seringkali dituding mendiskreditkan posisi
perempuan, dan ajaran-ajarannya distigmatisasi belum support gender,
dimana dalam proses pembelajarannya masih menggunakan kitab-kitab klasik
bersifat misoginis yang berisi ajaran bahwa perempuan untuk selalu patuh dan
tunduk pada perintah laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan di bawah
laki-laki.8
Permasalahan tersebut menarik untuk dikaji, karena konstruksi gender
dalam tradisi-tradisi pesantren yang masih bersifat tradisional, hegemoni kiai
yang sangat kental dalam ruang lingkup pesantren, isu gender yang masih
belum mendapat banyak perhatian dalam ruang lingkup pesantren dan tradisi
ndalem yang memfokuskan pembelajaran perempuan dalam ranah domestik
sehingga seringkali dituding mensubordinasi kedudukan perempuan. Maka
perlu melihat dan mengkaji bagaimana konstruksi gender dalam praktik
tradisi ndalem di pesantren, dalam hal ini penulis melakukan penelitian di
pondok Pesantren Darussalam desa Mekarsari kecamatan Pasir Sakti
kabupaten Lampung Timur provinsi Lampung.
B. BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat banyak
tradisi pesantren yang masih bersifat tradisional diamini dan dipraktekkan
hingga sekarang. Maka dari itu, penulis membatasi perhatian penelitian pada
praktek tradisi pesantren, isu-isu gender pada ruang lingkup pesantren dan
implikasinya terhadap konstruksi sosial gender di pondok pesantren
Darussalam Mekarsari Lampung khususnya dalam tradisi ndalem.
7 Wardah Nuroniyah, (2014), “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai Kearifan Lokal Di Pondok
Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon” (Jurnal Holistik Vol.15 No. 02), h: 4.
8 Siti Mahmudah Noorhayati, (2017), “Pemikiran Islam Terhadap Gender dan Pemberdayaan
Perempuan (Studi Pemikiran dan Model Pemberdayaan Nyai di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton”
(Jurnal Akademika Vol. 22 no. 02), h: 226-227
4
Dari latar belakang dan pembatasan masalah, penulis mengajukan
rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana konstruksi sosial gender dalam
tradisi ndalem di pesantren Darussalam Mekarsari Lampung?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui
konstruksi sosial gender dalam tradisi ndalem di pesantren Darussalam
Mekarsari Lampung.
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menambah dan
mengembangkan penelitian tentang agama, gender, dan juga
perbandingan agama, terutama dalam memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai perlunya kesadaran kesetaraan gender dalam
tradisi dan ruang lingkup pesantren pesantren.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah
satu bacaan yang dapat menambah pengetahuan bagi pembaca
mengenai konstruksi gender dan kesetaraan gender di pesantren, serta
implikasi tradisi pesantren terhadap wacana gender.
3. Manfaat Akademis
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan guna
memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) Agama pada Prodi Studi
Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
D. TINJAUAN PUSTAKA
5
Studi mengenai tradisi pesantren dan isu-isu gender dalam pesantren telah
banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, antara lain sebagai
berikut:
Tradisi Pesantren karya Zamakhsyari Dhofier yang membahas mengenai
posisi dan peran kiai dalam kehidupan sosio-religius perkembangan
pesantren. Ia mengatakan bahwa kedudukan otoritas kiai terlihat pada
wewenang mutlak kiai dalam memegang kekuasaan penuh di dalam
pesantren, dan terciptanya struktur hierarki beserta tradisi yang
menggambarkan kuatnya hubungan antara kiai dan santri dan mensyaratkan
sikap hormat dan tunduk santri secara mutlak yang berlaku dalam berbagai
aspek kehidupannya.
Selain literatur diatas, terdapat pula beberapa penelitian seperti: studi yang
dilakukan oleh Marhumah dengan judul Konstruksi gender, hegemoni
kekuasaan, dan lembaga pendidikan yang membahas mengenai rendahnya
sensitifitas gender dan minimnya perhatian pada isu perempuan dalam dunia
pesantren, dibarengi dengan dominannya figur kiai dan ustadz. Namun dalam
tulisannya tersebut, ia berpendapat bahwa sebenarnya peran nyai sangat
penting guna keberlangsungan pesantren, ia menyebutkan bahwa subordinasi
peran dan posisi perempuan dalam pesantren telah muncul dalam beberapa
penelitian lainnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Martin Van
Bruinessen yang menemukan sebuah fakta bahwa identitas penulis dalam
penulisan kitab pengajaran dalam pesantren didominasi oleh nama pengarang
laki-laki, meskipun terdapat nama pengarang perempuan namun namanya
disembunyikan. Hal lain juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan
oleh Mas‟udi dalam meneliti posisi perempuan dalam kitab kuning, ia
menemukan bahwa pandangan kitab kuning terhadap perempuan secara garis
besar berpandangan negatif dikarenakan oleh bias gender yang mempengaruhi
pola pikir di dalamnya.9
9 Ema Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011), h: 176
6
Pentingnya peran nyai dalam mendampingi kiai dalam usaha
keberlangsungan pesantren juga dijelaskan dalam tulisan Erfan Efendi dengan
judul Gender perspektif etika pesantren (studi tentang kepemimpinan kyai dan
nyai tentang sosialisasi gender di lingkungan sosial pondok pesantren wahid
hasyim Selman Yogyakarta), dalam tulisannya itu ia membahas mengenai
peran kepemimpinan kiai dan nyai dalam sosialisasi gender dan
implementasinya terhadap perilaku santri di pesantren wahid hasyim sleman
Yogyakarta. Ia mengatakan bahwa peran kiai dan nyai dalam sebuah
pesantren sangat mempengaruhi dalam usaha konstruksi gender di dalamnya.
Selain dalam usaha konstruksi gender, peran kiai yang memiliki kharisma
dalam pandangan santri mengakibatkan terjalinnya relasi hubungan yang
langgeng, hal tersebut terlihat dalam artikel yang berjudul “Tradisi pesantren
dan konstruksi nilai kearifan lokal di pondok pesantren nurul huda munjul
astanajapura Cirebon” yang ditulis oleh Wardah Nuroniyah,M.S.I. yang
membahas mengenai konstruksi nilai-nilai kearifan lokal dan dampaknya
terhadap pola pikir dan tingkah laku civitas di pesantren. Dalam
penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa terdapat budaya patron yang
mengakar antara santri dan kiai di dalam pesantren, sehingga terjadi hubungan
patron klien antara kiai dan santri dalam sebuah pesantren.
Hubungan yang terjalin antara santri dengan kiai berlangsung langgeng,
seperti yang ditulis oleh M. Syamsul Huda dalam penelitiannya yang berjudul
Kutus Kiai: Sketsa Tradisi Pesantren, yang menyimpulkan bahwa kuatnya
dominasi kiai sebagi figur yang istimewa di mata santri menyebabkan kiai
mendapatkan perlakuan dan hak-hak istimewa dari santri.
Berdasarkan studi literatur dan beberapa penelitian di atas, bahasan
mengenai tradisi pesantren dan isu gender di pesantren memang pernah
dilakukan. Namun belum memberi perhatian pada sosio-kultural dan isu-isu
gender dalam tradisi pesantren khususnya dalam tradisi ndalem. Lebih dari
itu, studi-studi diatas juga belum menelaah mengenai pengkultusan kiai yang
turut berpengaruh terhadap proses konstruksi sosial gender di pesantren
7
khususnya dalam praktik tradisi ndalem yang sudah lama dipraktekkan di
pondok pesantren tradisional Darussalam Mekarsari Lampung. Maka dari itu,
penelitian mengenai topik dalam proposal ini menjadi perlu untuk dilakukan
penelitian lebih lanjut.
E. KERANGKA TEORI
1. Pesantren
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai
asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji dan
sebagainya10
. Pesantren berasal dari kata „santri‟, yang diimbuhi walam pe
di deoan dan akhiran –an, yang berarti tempat tinggal para santri. Menurut
Zamakhsyari Dhofier, pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional dimana santri tinggal bersama dan belajar dan dibimbing oleh
seorang guru yang disebut dengan Kiai.11
Sebagai lembaga pendidikan
agama, pesantren merupakan basis proses rekonstruksi kebudayaan yang
bersumber dari pemaknaan teologis atau realitas sosial12
. Dilihat dari segi
sejarah, Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia,
menjadi pusat pembelajaran dan dakwah.13
Dalam pesantren terdapat
tradisi-tradisi yang memiliki arti sebagai adat kebiasaan yang masih
dilakukan oleh masyarakat hingga hari ini.14
2. Kultus
Secara bahasa, kultus / Cult artinya cara memuja.15
Secara sosiologis,
kultus tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut: pertama, pemusatan
10 Ahmad Muhakamurrohman, “Pesantren: Santri, Kiai, dan Tradisi” (Jurnal Kebudayaan Islam
Vol. 12 No. 2, 2014), h: 111
11
Erfan Efendi, “Gender Perspektif Etika Pesantren” (Jurnal An-Nisa‟ Vol. 11 No. 2, 2018), h.
260
12 Ema Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011), h: 9
13
Ema Marhumah, “Konstruksi Sosial Gender……” (2011), h: 3
14
Ahmad Muhakamurrohman, “Pesantren: Santri, Kiai, dan Tradisi” (Jurnal Kebudayaan Islam
Vol. 12 No. 2, 2014), h: 114
15
John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT Gramedia, 2007), h:
159
8
ketaatan kepada seorang pemimpin kharismatik, gaya ketaatan yang
eksesif dan fanatik, sikap ekslusif dan tertutup, pandangan anti-sosial dan
adanya janji keselamatan yang mudah, sederhana dan langsung.16
Pola
hubungan antara kiai dan santri di pesantren yakni adanya rasa hormat dan
kepatuhan yang mutlak seorang santri terhadap kiai, dan hal tersebut
berlaku seumur hidup sang santri. Marx menyebut bahwa fungsi agama
sebagai sumber legitimasi bagi kelas sosial tertentu terhadap kelas sosial
lain yang dikuasainya, sehingga agama kemudian berubah menjadi candu
yang membius masyarakat dalam suasana ketertindasan mereka akibat
kehilangan kesadaran sosialnya, dan agama lalu menjanjikan pahala dalam
kehidupan di akhirat akibat dari proses alienasi kesadaran yang
diciptakannya sendiri oleh agama yang dikuasai kaum elit dan pemegang
otoritas tertinggi dalam agama.17
3. Gender
Gender berasal dari bahasa latin “genus” yang artinya tipe atau jenis.
Secara bahasa, Gender berasal dari bahasa Inggris yang artinya jenis
kelamin.18
Sedangkan secara istilah, Gender merupakan atribut yang
melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara kultural.
Gender adalah ciri-ciri peran dan tanggung jawab yang dibebankan pada
perempuan dan laki-laki, yang ditentukan secara sosial dan bukan berasal
dari Tuhan yang bersifat kodrati. Konsep gender merupakan hasil
konstruksi sosial yang diciptakan oleh manusia yang bersifat tidak tetap,
berubah-ubah serta dapat dialihkan dan dipertukarkan.19
16 M. Syamsul Huda, “Kultus Kiai: Sketsa Tradisi Pesantren” (Teosofi Jurnal Tasawuf dan
Pemikiran Islam Volume 1 Nomor 1, 2011), h: 116
17
Moh. Soehadha, “Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama” (Yogyakarta: SUKA-
Press UIN Sunan Kalijaga, 2012), h: 40
18
John M. Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT Gramedia, 2007), h:
265
19
Orinton Purba, Diakses dari https://gendernews88.wordpress.com/2010/09/07/konsep-dan-teori-
gender/ Gender and Development Konsep dan Teori Gender, diakses pada tanggal 9 Juli pkl 15.10
WIB
9
Dalam analisis sosial, gender mengacu kepada seperangkat sifat,
peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada laki-
laki dan perempuan sebagai hasil bentukan budaya20
. Menurut Mansour
Faqih, kata Gender merupakan pembedaan sifat yang melekat pada kaum
laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun
kultural21
. Jadi, gender merupakan hasil konstruksi dari budaya dalam
masyarakat yang diwariskan secara turun temurun.
Melihat permasalahan yang terjadi, maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan teori Analisis Gender yang didukung dengan menggunakan
teori analisis sosial yakni teori Hegemoni Kultural Antonio Gramsci, teori
fungsional struktural dan teori keseimbangan (equilibrium) Talcott
Parsons untuk menganalisis fenomena realitas sosial yang terjadi dalam
tradisi ndalem di pesantren Darussalam Mekarsari Lampung.
Teori analisis gender merupakan konsep untuk menganalisis
kedudukan, peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga
terciptanya ketidakadilan relasi antara laki-laki dan perempuan yang
berimplikasi terhadap realitas sosial masyarakat.22
Teori hegemoni
kultural Antonio Gramsci berasumsi bahwa kekuatan kekuasaan dominan
mengikat kelompok lain dibawahnya dengan secara paksa/sukarela.
Kemudian dalam teori fungsional-struktural (status quo) yang
dikembangkan oleh Talcott Parsons sebagai tokoh utamanya
mengasumsikan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah
kodrat yang harus diterima dan mengindikasikan peran dan tugas yang
berbeda yang dipengaruhi oleh norma dan nilai budaya masyarakat
20 Ema Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011), h: 3
21
Siti Mahmudah Noorhayati, “Pemikiran Islam Terhadap Gender dan Pemberdayaan Perempuan
(Studi Pemikiran dan Model Pemberdayaan Nyai di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton” (Jurnal
Akademika Vol. 22 no. 02, 2017), h: 224
22
Tim Penulis Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian
Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 157-159
10
setempat.23
Sedangkan dalam teori keseimbangan (equilibrium) berasumsi
bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki peran yang seimbang
dan tanggung jawab secara komplementer, sehingga terjalin hubungan
kemitraan dan keharmonisan untuk kelangsungan hidup manusia.24
F. METODOLOGI PENELITIAN
Metode adalah instrumen yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan
data, dan menganalisis data dalam sebuah penelitian,25
jadi metode penelitian
merupakan metode yang digunakan dalam melakukan penelitian.
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara field
research yakni kegiatan penelitian yang dilakukan di lapangan. Jenis
penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif
deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan yang tidak dapat dicapai melalui prosedur
pengukuran atau statistik.26
Dalam hal ini, penelitian dilakukan di pesantren Darussalam
Mekarsari Lampung pada bulan oktober 2020 sampai dengan maret 2021.
Dari penelitian tersebut diperoleh data deskriptif baik berupa dokumen
ataupun penjelasan secara lisan mengenai konstruksi gender dalam tradisi
ndalem di pondok pesantren Darussalam Lampung. Data tersebut penulis
peroleh dari kiai, nyai, pengurus dan pengasuh pondok pesantren
Darussalam Mekarsari Lampung, santri putra dan putri khususnya santri
ndalem.
2. Sumber Data
23 Tim Penulis Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian
Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 163
24 Tim Penulis Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian
Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 176
25 Moh. Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama (Yogyakarta: SUKA-
Press UIN Sunan Kalijaga, 2012), h: 62
26
Moh. Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama (Yogyakarta: SUKA-
Press UIN Sunan Kalijaga, 2012), h: 85
11
Penelitian ini merupakan penelitian field research (penelitian
lapangan), maka dalam pengumpulan data penulis membagi sumber data
menjadi dua bagian, yakni:
a. Sumber data primer mencakup data lapangan yakni yang menyangkut
pondok Darussalam Lampung; seperti kiai sebagai otoritas tertinggi,
dan santri.
b. Sumber data sekunder mencakup referensi maupun penelitian yang
berhubungan dengan Tradisi di pesantren dan konstruksi gender di
pesantren, serta mencakup referensi lain yang berkaitan dengan
pesantren Darussalam Lampung.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan beberapa
cara antara lain sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan
Yakni teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi buku,
jurnal, skripsi atau referensi pustaka lainnya yang relevan dengan
penelitian yang di teliti.
b. Observasi
Yaknik teknik yang bermaksud untuk melakukan pengamatan
secara langsung terhadap lokasi dan kondisi pesantren Darussalam
Lampung.
c. Interview atau wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pokok dalam penelitian
kualitatif, kharakteristik pewawancara sangat mempengaruhi teknik
ini. Sehingga pada hakikatnya, wawancara adalah produk dari
pemahaman situasi lapangan dalam sebuah interaksi yang khas.
Menurut Denzim dan Lincoln, wawancara dalam penelitian kualitatif
12
adalah percakapan, seni bertanya dan mendengar (the art of asking and
listening).27
Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan
pihak-pihak yang terlibat aktif dalam tradisi ndalem di pesantren
Darussalam Lampung. Maksud dari mengadakan wawancara ini
adalah untuk mengetahui kegiatan santri yang ada di ndalem dan
pandangan kiai pesantren Darussalam Lampung.
d. Dokumentasi
Yaitu teknik yang penulis gunakan untuk memperoleh data tentang
jumlah santri dan dokumen-dokumen lain yang berada di pondok
pesantren Darussalam Lampung.
4. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan analisa gender
dan pendekatan sosiologi. Pendekatan analisa gender yakni proses
penganalisaan data dan informasi secara sistematis tentang kondisi laki-
laki dan perempuan guna mengidentifikasi dan mengungkap kedudukan,
fungsi, peran, dan tanggung jawab dalam proses pembangunan, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat
atau yang disingkat dengan APKM. Pendekatan ini mengidentifikasi isu-
isu gender yang disebabkan karena adanya perbedaan peran serta
hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki.
Analisa gender diaplikasikan untuk: (1) mengetahui latar belakang
terjadinya kesenjangan gender atau factor penyebab terjadinya
kesenjangan; (2) mengidentifikasi isu-isu gender yaitu isu yang muncul
karena adanya perbedaan atas dasar gender yang mungkin terjadi di
dallam masyarakat dalam memperoleh akses, kontrol, partisipasi, dan
manfaat dalam pembangunan; (3) memungkinkan para perencana untuk
melakukan perencanaan yang efektif, efisien, berkeadilan dan
27 Moh. Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama (Yogyakarta: SUKA-
Press UIN Sunan Kalijaga, 2012), h: 112
13
memberdayakan melalui rancangan kebijakan dan strategi yang tepat dan
sensitive terhadap isu-isu gender.28
Maka, penggunaan praktis pendekatan
ini dalam penelitian ini akan digunakan untuk mengkaji isu-isu gender
dalam tradisi ndalem di pesantren Darussalam Mekarsari Lampung.
Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan untuk berupaya
memahami tindakan-tindakan sosial masyarakat. Dalam penelitian ini,
pendekatan sosiologis akan digunakan untuk menganalisis struktur
pendukung konstruksi gender dalam pesantren, yakni figur kiai dan
pengkultusan sosok kiai dalam tradisi pesantren.
5. Metode Analisis Data
Yakni cara atau teknis dalam pengumpulan data penelitian. Analisa
data dalam penelitian kualitatif bersifat siklus atau melingkar dan
interaktif dilaksanakan selama proses pengumpulan data29
. Proses analisis
data dalam penelitian ini yakni dengan proses reduksi data, display data,
dan proses verifikasi data.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Guna memudahkan pembaca dalam membaca hasil penelitian ini, penulis
memberikan gambaran secara ringkas mengenai sistematika penulisan,
penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, yakni:
Bab pertama, memuat pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian serta sistematika penulisan.
Bab kedua, bab ini membahas mengenai diskursus gender: wacana
ketidakadilan gender yang berisi sub-bab: konstruksi gender dalam
masyarakat, wacana perempuan dalam teks dan hukum islam.
28 Orinton Purba, Diakses dari https://gendernews88.wordpress.com/2010/09/07/mengenal-analisa-
gender/ , Gender and Development Mengenal Analisa Gender, diakses pada tanggal 9 Juli pada pkl
15.23
29
Moh. Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama (Yogyakarta: SUKA-
Press UIN Sunan Kalijaga, 2012), h: 129.
14
Bab ketiga, bab ini membahas mengenai gambaran umum pondok
pesantren Darussalam Lampung, yang berisi sub-bab: latar belakang pondok
pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, sistem pengajaran dan bahan ajar
pesantren, tradisi pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, hubungan
pondok pesantren dengan masyarakat sekitar.
Bab keempat, bab ini membahas konstruksi sosial gender dalam tradisi
ndalem di pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, yang berisi
sub-pembahasan: tradisi ndalem dalam pesantren, gender dalam pesantren,
variabel analisis gender dalam pesantren, konstruksi sosial gender dalam
tradisi ndalem.
Bab kelima, bab ini adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran
15
BAB II
DISKURSUS GENDER: WACANA KETIDAKDILAN GENDER
A. KONSTRUKSI GENDER DALAM MASYARAKAT
Secara bahasa, gender dan sex memiliki makna yang sama yakni jenis
kelamin1. Untuk mengetahui persoalan ketidakadilan gender kita harus
memahami perbedaan antara keduanya agar tidak terjadi kerancuan dalam
memahami perbedaan keduanya, meskipun secara bahasa makna
keduanya memiliki makna yang sama, akan tetapi pengertian mengenai
pembentukan kedua konsep tersebut berbeda. Sex merupakan pembagian
jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang telah melekat kepada
jenis kelamin tertentu sejak lahir seperti laki-laki memiliki penis, jakun
dan lain sebagainya, sedangkan perempuan memiliki payudara, rahim,
vagina dan lain sebagainya yang mana alat-alat biologis tersebut secara
biologis bersifat permanen melekat pada laki-laki dan perempuan,
merupakan kodrat dari Tuhan, serta fungsinya tidak dapat dipertukarkan.
Maka, sex merupakan istilah yang dipakai untuk melihat manusia secara
biologis, sebagai ciri khas dan pembeda antara laki-laki dan perempuan.2
Sedangkan Pengertian gender di dalam kamus Oxford diartikan
sebagai “grouping of nouns and pronouns into masculine, feminine and
neuter”3, yang artinya ialah pengelompokan seseorang ke dalam kategori
maskulin, feminim, dan netral. Secara istilah, gender memiliki arti peran,
sifat laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi nyata
kultural budaya dan sosial setempat. Menurut Mansour Faqih, gender
merupakan konsep yang berhubungan mengenai sistem peranan dan
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan oleh
1 Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h.1
2 Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang:
UMM Press, 2002), h. 4-5
3 Oxford learner‟s pocket dictionary, Oxford University Press, 2003, h. 177
16
lingkungan sosial, politik, ekonomi dan budaya setempat, bukan
ditentukan oleh perbedaan biologis.4
Jadi, gender merupakan suatu konsep atau pandangan mengenai
perbedaan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara
laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam budaya sosial
masyarakat dan merupakan hasil konstruksi budaya setempat yang
mengalami proses panjang sejarah manusia dan diturunkan secara turun
temurun sehingga konsep ini bisa saja berubah dari waktu ke waktu dan
berbeda antar daerah. Sehingga konsep gender berbeda dengan seks,
dimana seks membagi jenis kelamin berdasarkan faktor biologis yang
bersifat kodrati, sedangkan gender membagi jenis kelamin berdasarkan
non-biologis dan non-kodrati tetapi hasil konstruksi lingkungan budaya
sosial masyarakat setempat dimana tempat manusia itu tumbuh dan
dibesarkan5, konsep tersebut diperkenalkan oleh Oakley.
Gender bersifat fleksibel, bisa diubah, dan tidak bersifat kodrati,
berbeda halnya dengan seks. Masyarakat seringkali salah mengartikan
istilah gender dan menyamakannya dengan konsep seks, padahal kedua
konsep tersebut jelas berbeda. Konsep gender merupakan konsep yang
menggambarkan relasi antara laki-laki dan perempuan yang dianggap
memiliki perbedaan hasil konstruksi sosial budaya yang meliputi
perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab.6 Sedangkan, seks
merupakan sebuah pemberian (given) dari Tuhan yang bersifat kodrati,
tidak dapat dipertukarkan, dan tidak bisa di ubah.
Faktor biologis hormonal dalam konsep seks antara lain sebagai
berikut: secara biologis laki-laki ditandai dengan adanya penis, testis, dan
sperma, sedangkan perempuan secara biologis memiliki payudara, vagina,
4 Dra. Akif Khilmiyah, MA, Menata Ulang Keluarga Sakinah; Keadilan Sosial dan Humanisasi
Mulai dari Rumah (Bantul: Pondok Edukasi, 2003), h. 9
5 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender (Yogyakarta: Kibar Press, 2007), h.
55-56
6 Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 3
17
ovum, dan rahim. Maka dari itu, perbedaan antara seks dan gender adalah
jika seks membedakan laki-laki dan perempuan dari faktor biologis yang
merupakan suatu pemberian (given) dari Tuhan yang tidak bisa di ubah
ataupun dipertukarkan. Sedangkan gender membedakan laki-laki dan
perempuan yang dibentuk oleh faktor konstruksi sosial-budaya
masyarakat setempat berkaitan terhadap peran, posisi antara laki-laki dan
perempuan di dalam masyarakat sehingga dapat dipertukarkan dan dapat
diubah. Jadi, gender merupakan:
a. Hasil konstruksi sosial-budaya.
b. Tidak bersifat kodrati karena tidak dimiliki sejak lahir dan bukan
kodrat yang diberikan dari Tuhan.
c. Bersifat relatif yang bisa dibentuk dan bisa dirubah sehingga ia
dapat dipertukarkan.
d. Ia merupakan pandangan buatan manusia yang dipengaruhi oleh:
tempat, budaya, ras, zaman, pemahaman agama, ideologi Negara,
politik, ekonomi, dan hukum sosial masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan perbedaan antara seks dan
gender antara lain sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan Antara Seks dan Gender
SEKS (jenis kelamin) GENDER
Ciptaan Tuhan Buatan Manusia
Bersifat kodrati (given) yang
menjadi kodrat dari Tuhan
Tidak bersifat kodrati karena tidak
didapat sejak lahir
Tidak bisa diubah, bersifat
sepanjang masa
Dapat berubah sewaktu-waktu
Tidak dapat dipertukarkan Dapat dipertukarkan
18
Terbentuk oleh faktor biologis
hormonal
Terbentuk oleh faktor budaya sosial
masyarakat setempat
Istilah gender disosialisasikan sebagai konsep sosiologi oleh
kelompok feminis sejak abad ke-20 sekitar tahun 1977 di London.
Kelompok feminis tersebut mengganti isu-isu patriarchal atau sexist
menjadi wacana gender (gender discourse).7 Sedangkan menurut Zaitunah
Subhan, gender bukan konsep Barat, menurutnya konsep gender
merupakan hasil konstruksi linguistik dari berbagai bahasa yang memberi
kata sandang tertentu guna memberi perbedaan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan, kata tersebut tidak memiliki padanan kata dalam bahasa
Indonesia sehingga kata tersebut hanya bisa dijelaskan.8
Menurut para feminis, kesalahpahaman mengenai konsep gender yang
di samakan dengan konsep seks mengakibatkan terjadinya ketimpangan
dan ketidakadilan gender, meskipun kata gender dan seks secara bahasa
sama-sama mengandung arti yang sama, yakni jenis kelamin9. Laki-laki
dipandang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan lebih unggul dari
pada perempuan sehingga laki-laki dianggap lebih mampu dan lebih layak
untuk mengerjakan urusan publik, keunggulan yang dimaksud ialah
keunggulan dari segi akal dan fisik. Menurut Mansour Faqih, kerancuan
pemikiran tersebut mengakibatkan dehumanisasi sehingga muncul
diskriminasi dan ketidakadilan serta subordinasi terhadap kaum
7 Ema Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011), h. 168
8 Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 1
9 Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 2
19
perempuan dalam ranah publik maupun domestik di dalam masyarakat
dan secara sistematis menjadi perempuan sebagai kaum kelas dua.10
Pada dasarnya konstruksi gender di dalam masyarakat terjadi melalui
proses yang cukup panjang antara lain melalui proses sosialisasi,
penguatan dan konstruksi sosial kultural, keagamaan dan bahkan melalui
kekuasaan negara sehingga dengan berjalannya waktu pembagian gender
tersebut dianggap sebagai ketentuan Tuhan dan juga gender dianggap
sebagai ketentuan biologis yang tidak dapat diubah atau dipertukarkan
antara laki-laki dan perempuan. Ketika konstruksi gender di dalam
masyarakat dianggap sebagai kodrat, maka terjadi kerancuan hingga
ketimpangan gender dan ketidaksetaraan karena pembedaan jenis kelamin
yang dibentuk oleh budaya sosial masyarakat dianggap sebagai ketentuan
dari Tuhan.
Jika demikian, akibatnya mempengaruhi cara pandang manusia dalam
memandang pembagian jenis kelamin yang sebenarnya dibentuk oleh
budaya, posisi, peran laki-laki dan perempuan dalam sosial masyarakat.
Masyarakat sebagai pelaku pembentuk konstruksi pembagian gender
berdasarkan apa yang mereka yakini sebagai suatu keharusan, keyakinan
tersebut mereka wariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi
melalui proses yang panjang sehingga lama kelamaan keyakinan
pandangan mereka mengenai gender dianggap sebagai kodrat, alamiah dan
sesuatu yang normal sehingga mereka menganggap jika melanggar
ketentuan tersebut merupakan perilaku yang melanggar kodrat dan tidak
normal.11
Pandangan tersebut diwariskan dan sosialisasikan secara turun
temurun dalam keluarga, masyarakat, lembaga agama dan pendidikan.12
Konstruksi sosial budaya masyarakat yang membentuk perempuan
10 Dra. Akif Khilmiyah, MA, Menata Ulang Keluarga Sakinah Keadilan Sosial dan Humanisasi
Mulai Dari Rumah (Bantul: Pondok Edukasi, 2003), h. xi
11
Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang:
UMM Press, 2002), h. 10
12
Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2 Tahun 2011), h. 168
20
menjadi perempuan. Sumber-sumber yang berkontribusi untuk
membentuk diri menjadi perempuan atau menjadi laki-laki ialah sebagai
berikut: pemahaman agama, hukum formal, pendidikan (baik pendidikan
di keluarga, sekolah, dan lingkungan), serta nilai-nilai dan aturan adat
budaya masyarakat setempat.13
Sehingga kesadaran masyarakat perihal kesetaraan gender khususnya
pemahaman mengenai kedudukan perempuan, masyarakat terbagi menjadi
tiga tingkatan : (1) tingkat terendah yang menganggap manusia hanyalah
laki-laki, sehingga mereka beranggapan bahwa laki-laki merupakan
subyek tunggal dalam kehidupan; (2) tingkat menengah yang beranggapan
bahwa perempuan juga manusia, namun dalam standar kemanusiaannya
adalah laki-laki yang menjadi subyek primer dalam kehidupan; (3) tingkat
tertinggi yakni mereka yang memandang perempuan dan laki-laki sama-
sama manusia dan menjadi subyek dalam kehidupan. Standar
kemanusiaan mereka sama sambil memberi perhatian khusus terhadap
pengalaman perempuan.14
a. Faktor, Indikator, dan Sosialisasi Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan gender merupakan sebuah sistem atau struktur yang
menjadikan salah satu pihak yakni antara laki-laki atau perempuan
menjadi korban dari sistem tersebut.15
Ketimpangan gender yang terjadi di
dalam kehidupan masyarakat berakar dari sejarah yang panjang selama
berabad-abad, dimana asumsi gender yang ada di masyarakat dibangun
atas dasar tatanan yang timpang sehingga menyebabkan struktur laki-laki
mendominasi atas perempuan, kedudukan laki-laki di dalam masyarakat
13 Presentasi Muzayyanah dini fajriyah ( dosen Gender UI) dalam kegiatan Webinar Nasional
dengan tema Perempuan dan Moderasi Beragama oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Ciputat: 2020)
14
Presentasi Pera Sopianti (direktur RAHIMA) dalam kegiatan Webinar Nasional dengan tema
Perempuan dan Moderasi Beragama (Ciputat: 2020)
15
Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang:
UMM Press, 2002), h. 16
21
ditempatkan sebagai pihak yang superior (kuat) sedangkan perempuan
menempati kedudukan yang inferior (lemah) sehingga tatanan ini tidak
menguntungkan posisi perempuan. Konstruksi tatanan struktural tersebut
dikemas sedemikian rupa selama berabad-abad, sehingga tatanan tersebut
diamini dan bahkan dianggap sebagai sesuatu yang alamiah baik oleh
kalangan laki-laki ataupun perempuan di dalam masyarakat.16
Ghada Karm mengungkapkan bahwa Islam dan sistem patriarki
memiliki pengaruh yang besar terhadap kedudukan perempuan.17
Ungkapan bahwa perempuan adalah sahabat terbaik agama, akan tetapi
agama bukanlah sahabat terbaik bagi perempuan, sepertinya ungkapan
tersebut berdasarkan kebenaran atas realitas agama dan budaya sosial yang
terjadi di masyarakat yang mensubordinasikan posisi perempuan. Di
dalam budaya maupun ajaran agama-agama, perempuan sering kali
diposisikan sebagai kaum kelas dua atau bahkan lebih rendah karena ide-
ide dan sikap negatif masyarakat dalam memandang kedudukan
perempuan di kalangan masyarakat muslim umumnya didorong oleh
dogma teologi yang bersifat misoginis dan androsentris yang dianut dan
diamini.18
Dalam masyarakat patriarki, seringkali terjadi ketimpangan dan
ketidakadilan gender. Ketimpangan peran gender di dalam masyarakat
didukung oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut: faktor budaya dan
faktor tafsir agama. Dalam budaya masyarakat patriarki, berkembang
pemikiran androgini yang menempatkan perempuan seringkali
diidentikkan dengan kaum kelas dua, atau kaum terpinggirkan yang
mendapatkan kedudukan lebih rendah daripada kedudukan laki-laki dan
laki-laki dianggap lebih berkuasa dari pada perempuan. Bahkan di dalam
16 K. H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), h. 5
17
Mai Yamani, Feminisme and Islam Perspektif Hukum dan Sastra (Jakarta: Yayasan Adikarya
IKAPI dan The Ford Foundation, 2000), h. 104
18
Fatima Mernissi-Riffat Hassan, Setara Di Hadapan Allah (Yogyakarta: Lembaga Studi dan
Pengembangan Perempuan dan Anak LSPPA, 2000), h. 48-49.
22
masyarakat, orang tua seringkali membedakan cara untuk memperlakukan
anak laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Hal tersebut disebabkan
oleh faktor budaya yakni sistem patriarki yang mempengaruhi pola
pengasuhan orang tua terhadap anak.19
Hal tersebut telah mengakar erat
dalam masyarakat, akan tetapi budaya bukan menjadi satu-satunya
pedoman bagi masyarakat beragama meskipun mereka sangat kental
dengan budaya patriarki. Seperti contoh dalam masyarakat Arab dan Jawa,
budaya patriarki secara efektif dilanggengkan dan disuburkan. Kedudukan
perempuan dalam masyarakat Arab dan Jawa tradisional ditunjang oleh
adat dan hukum yang masih berlaku dan ditaati oleh mereka.
Contohnya struktur patriarkal dan hierarkis dalam masyarakat Arab
serta Jawa terlihat dalam hubungannya dengan usia dan jenis kelamin,
maksudnya seperti yang tua dan yang pria memiliki otoritas atau
kekuasaan atas yang muda dan perempuan. Laki-laki memegang posisi
dominan dalam hal kekuasaan dan wewenang dalam sebuah keluarga,
perempuan di pandang rendah kedudukannya dibandingkan suami dalam
sebuah keluarga, perempuan dipandang lemah dan laki-laki lah yang kuat,
dan istri tidak diperbolehkan membangkang suami sehingga suami
diperbolehkan untuk menghukum istri apabila istri membangkang
terhadap perintah suami. Dalam struktur tersebut diatas terlihat bahwa
terjadi polarisasi gender yang sangat mengakar kuat dalam budaya
masyarakat.20
Sehingga dapat dikatakan bahwa sosialisasi ketidakadilan
gender yang ada di masyarakat telah tersosialisasi secara struktural yang
menciptakan kesejajaran antara laki-laki dan perempuan cukup lemah.
Manifestasi ketidakadilan gender tersebut secara mantap dan lambat
laun akhirnya mengakibatkan laki-laki dan perempuan menjadi terbiasa,
kemudian mengamini dan melanggengkannya, bahkan masyarakat percaya
19 Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang:
UMM Press, 2002), h. 15
20
Mai Yamani, Feminisme and Islam Perspektif Hukum dan Sastra (Jakarta: Yayasan Adikarya
IKAPI dan The Ford Foundation, 2000), h. 125
23
bahwa peran gender antara laki-laki dan perempuan merupakan (seolah-
olah) kodrat dari Tuhan sehingga peran tersebut tidak dapat diubah
ataupun digantikan. Maka hal tersebut mengakibatkan terciptanya suatu
struktur dan sistem ketidakadilan gender yang diterima dan tidak lagi
dirasakan sebagai sesuatu yang salah dalam kehidupan masyarakat.21
Diantara penyebab munculnya pemahaman keagamaan yang bias
gender antara lain sebagai berikut: pertama, mayoritas umat Islam
memahami agama secara dogmatis. Kedua, umat Islam pada umumnya
mendapat pengetahuan agama melalui ceramah dari para ulama yang tidak
support gender. Ketiga, pemahaman masyakat muslim mengenai relasi
gender khususnya mengenai kedudukan perempuan mengacu kepada
pemahaman tekstual kitab suci yang bias gender dan mengabaikan
konteks dari ayat tersebut yang lebih egaliter dan akomodatif terhadap
nilai-nilai kemanusiaan.22
Asumsi-asumsi dogma teologi bias gender yang mengimplikasikan
ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan dalam tradisi Islam serta menjadi
faktor yang melestarikan pemikiran ketidakadilan gender di dalam
masyarakat yakni sebagai berikut:
a. asumsi mengenai laki-laki merupakan ciptaan Tuhan yang utama,
sedangkan perempuan diyakini diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.
b. asumsi teologi bahwa perempuan menjadi penyebab dari “kejatuhan”
manusia atau pengusiran adam dan hawa dari surga.
c. asumsi teologi bahwa perempuan diciptakan oleh Tuhan dari (tulang
rusuk laki-laki) dan untuk laki-laki sehingga menjadikan pandangan
bahwa eksistensi penciptaan perempuan tidak memiliki makna yang
mendasar seperti halnya penciptaan Adam. Asumsi bahwa Hawa
diciptakan dari tulang rusuk Adam sangat diyakini oleh orang Islam
awam, maupun kaum Yahudi dan Kristen awam. Pada hakikatnya,
21 K. H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), h. 6
22
Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender (Yogyakarta: Kibar Press, 2007), h.
24
24
dogma teologi ini berasal dari ajaran Injil dan bertentangan dengan
ajaran Al-Qur‟an, dimana asumsi mengenai penciptaan Adam dan
Hawa tersebut dirujuk dari Genesis bukan dari Al-Qur‟an, bahkan
asumsi tersebut tidak ditemukan dalam Al-Qur‟an. Menurut Al-
Qur‟an, laki-laki dan perempuan adalah setara, keduanya diciptakan
dari substansi dan dengan cara yang sama. 23
Sementara menurut K.H. M.A. Sahal Mahfudz, asumsi bias terhadap
kedudukan perempuan yang pada akhirnya menyebabkan ketidakadilan
gender berawal dari 3 buah asumsi dasar mengenai keyakinan dalam
beragama yakni:
a. asumsi dogmatis yang secara eksplisit menempatkan perempuan
sebagai pelengkap.
b. dogma bahwa bakat moral etik perempuan lebih rendah daripada laki-
laki.
c. pandangan materialistik, seperti halnya ideologi masyarakat Mekah
pra-Islam yang memandang kedudukan dan peran perempuan lebih
rendah dalam ranah domestik ataupun publik. Contohnya: masyarakat
Mekah pra-Islam memandang rendah peran perempuan dalam proses
produksi.24
Sedangkan Konstruksi budaya yang telah mengkristal dalam
masyarakat, dan budaya patriarki yang bersifat androsentris sebagai
dogma yang dijustifikasi dengan pemahaman agama oleh sebagian
pemikir Islam mempengaruhi pandangan dan pemahaman masyarakat
mengenai gender. Faktor-faktor budaya yang mempengaruhi terjadinya
ketidakadilan gender dalam masyarakat antara lain:
a. Mitos-mitos mengenai perbedaan gender antara laki-laki dan
perempuan di masyarakat yang mendiskreditkan posisi perempuan di
23 Fatima Mernissi-Riffat Hassan, Setara Di Hadapan Allah (Yogyakarta: Lembaga Studi dan
Pengembangan Perempuan dan Anak LSPPA, 2000), h. 54-77
24
K. H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), h. 7
25
dalamnya, mitos-mitos tersebut menimbulkan ketidakadilan gender
karena lebih menguntungkan kaum laki-laki dan mensubordinasi
perempuan. Mitos-mitos tersebut antara lain sebagai berikut: laki-laki
dianggap lebih rasional dari pada perempuan karena perempuan
dipandang lebih mendahulukan perasaannya dari pada logikanya,
perempuan dianggap hanya sebagai konco wingking yang hanya
melakukan fungsi 3M (Masak, Macak, Manak). Masak artinya
memasak yakni perempuan hanya berfungsi untuk melakukan kegiatan
di dapur, macak artinya berdandan yakni mempercantik diri, dan
manak artinya melahirkan seorang anak, dimana ketiga komponen
tersebut sifatnya merupakan kegiatan dalam ranah domestik,
sedangkan bagi laki-laki pantang untuk melakukan pekerjaan yang
sifatnya pekerjaan domestik karena terdapat mitos jika ia
melakukannya maka rezekinya akan sulit. Terdapat ungkapan
mengenai perempuan yakni jika perempuan itu suargo manut neroko
katut25
, artinya perempuan itu mengikuti suami istilahnya jika
suaminya masuk surga ia akan ikut, pun jika suaminya masuk neraka
ia akan ikutan masuk neraka. Mitos-mitos dan ungkapan tersebut
mensubordinasikan posisi perempuan sehingga terlihat tidak memiliki
hak kebebasan tersendiri, dan memandang kedudukan perempuan
lebih rendah dari pada laki-laki karena memandang perempuan dari
segi sex bukan segi kemampuan ataupun aspek-aspek manusiawi
lainnya secara universal.26
b. Hegemoni patriarki merupakan suatu hierarki di dalam masyarakat
dimana garis keturunan berasal dari ayah, dan menganggap kedudukan
perempuan lebih rendah dari pada laki-laki sehingga superioritas laki-
laki atas perempuan dianggap hal yang mutlak sehingga menciptakan
ketimpangan gender selama berabad-abad.
25 Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang:
UMM Press, 2002), h. 11
26
Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik…h. 11
26
c. Sistem kapitalis yang berlaku di masyarakat. Sistem kapitalis yang
dimaksud disini adalah sistem kapitalis yang berlaku di dalam
masyarakat yakni yang berasumsi bahwa orang yang memiliki modal
besara dialah yang menang. Asumsi ini terimplementasikan dalam
hubungan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat yakni di
masyarakat laki-laki dilambangkan lebih kuat dari pada perempuan
sehingga laki-laki menduduki peran dan fungsi yang lebih besar
dibandingkan perempuan di dalam sosial budaya masyarakat.27
d. Dikotomi mengenai sifat maskulin yang diidentikkan untuk laki-laki
seperti gagah, berani, rasional serta feminim yang diidentikkan dengan
perempuan yang lemah lembut, dan lain sebagainya merupakan hasil
konstruksi sosial yang ditimbulkan oleh budaya patriarki. Namun pada
realitasnya, tidak semua laki-laki memiliki sifat yang digambarkan
diatas, dan cukup banyak perempuan yang memiliki sifat berani,
rasional, dan sifat-sifat lainnya yang biasanya diidentikkan untuk laki-
laki. Karena pada dasarnya, sifat maskulin dan feminim tersebut
merupakan hasil dari proses panjang konstruksi sosial, masyarakatlah
yang membentuk konsep pemikiran tersebut yang mana hal tersebut
dibakukan dalam norma tradisi, adat, budaya, dan bahkan agama
menjadi pembangun konstruksi sosial dan kultural tersebut sehingga
akhirnya peran gender dipandang sebagai kodrat dari Tuhan,
sunnatullah, harus di terima apa adanya serta tidak bisa diubah lagi.28
Perbedaan gender yang pada akhirnya menimbulkan peran gender
yang terjadi di masyarakat, sebenarnya bukanlah menjadi masalah yang
besar selama hal tersebut tidak mengakibatkan ketidakadilan gender antara
kedudukan laki-laki dan perempuan.29
Akan tetapi, realitas gender di
27 Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang:
UMM Press, 2002), h. 12
28
Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 3
29
Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender (Yogyakarta: Kibar Press, 2007), h.
57
27
masyarakat memperlihatkan bahwa perbedaan gender menimbulkan
ketimpangan serta ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan, terlebih
lagi terhadap kedudukan perempuan sebagai contoh dimana peran gender
tradisional perempuan dianggap lebih rendah dibandingkan peran gender
laki-laki di dalam masyarakat.
Direktur RAHIMA, Pera Sopariyanti mengatakan dalam
presentasinya, bahwa perempuan mengalami 5 pengalaman sosial yang
juga menjadi manifestasi ketidakadilan gender di dalam masyarakat,
yakni: stigmatisasi (cap buruk), marginalisasi (peminggiran), subordinasi
(dipandang tidak penting), kekerasan, dan beban ganda.
Pertama, stigma atau stereotipe ialah pelabelan yang bersifat negatif
yang ditujukan kepada suatu kelompok di masyarakat, hal ini merupakan
bentuk ketidakadilan secara umum di masyarakat. Contoh stigmatisasi
yang sering diterima kaum perempuan di lingkungan sosial masyarakat
ialah pandangan bahwa laki-laki adalah manusia yang kuat, rasional,
perkasa sedangkan perempuan dianggap sebagai sumber fitnah, lemah
akal, lemah agama, dan pandangan buruk lainnya. Stigma atau stereotipe
yang ada dimasyarakat tersebut mengakibatkan banyak tindakan-tindakan
yang menjurus kepada ketidakadilan gender dipandang sebagai sebuah
kodrat.30
Kedua, marginalisasi atau pemiskinan terhadap kaum perempuan
merupakan sebuah manifestasi dari tindakan ketidakadilan gender yang
sering di rasakan oleh perempuan. Mekanisme proses marginalisasi atau
pemiskinan ekonomi di masyarakat terjadi dikarenakan pembagian
perbedaan gender yang berlaku di masyarakat. Sumber marginalisasi di
masyarakat berasal dari dogma tradisi budaya dan keyakinan, tafsiran
agama yang bias gender, serta kebijakan pemerintah, dan lain
30 Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang:
UMM Press, 2002), h. 18
28
sebagainya31
. Contoh dari tindakan marginalisasi yang dialami oleh
perempuan ialah seperti dinikahkan, dipoligami, dan dicerai secara
sepihak, atau secara luas contoh marginalisasi yang disebabkan oleh
perbedaan gender yakni misalnya di bidang pertanian terdapat sebuah
program yang memfokuskan programnya hanya untuk petani laki-laki
sehingga membuat fungsi dan peran petani perempuan tergeser.
Ketiga, subordinasi merupakan suatu asumsi di masyarakat yang
memandang posisi perempuan tidak penting di dalam ranah publik seperti
di bidang politik dimana perempuan dianggap tidak penting dalam urusan
keputusan politik atau yang lainnya bahkan perempuan hanya dipandang
sebagai objek seksual sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan
merupakan pekerjaan yang sifatnya reproduksi dan domestik.
Keempat, yakni kekerasan (violence) merupakan sebuah serangan
terhadap fisik dan mental psikologis seseorang. Kekerasan tersebut berasal
dari berbagai sumber, salah satunya yakni dari keyakinan kekuasaan
gender yang disebut dengan gender-related violence dimana perempuan
juga sering menjadi objek kekerasan baik kekerasan secara verbal maupun
non-verbal baik di ruang domestik maupun publik. Kekerasan terhadap
perempuan disebabkan karena budaya dominasi laki-laki atas perempuan,
sehingga laki-laki sering melakukan kekerasan terhadap perempuan untuk
memenangkan perbedaan pendapat atau bahkan untuk menunjukkan
keberkuasaannya. Singkatnya bahwa kekerasan yang berbasis gender ini
merupakan refleksi dari sistem patriarki yang berkembang dan berlaku di
dalam masyarakat.32
Kekerasan yang di alami oleh perempuan di
masyarakat terbagi dalam dua kategori, yakni: kekerasan di ranah
domestik dan kekerasan di ranah publik. Kasus mengenai kekerasan
terhadap perempuan layaknya gunung es yang terlihat hanya yang ada di
permukaan saja, pada kenyataannya kasus kekerasan yang di alami oleh
31 Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik…, h. 16
32
Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik… (Malang: UMM Press, 2002),
h. 19
29
perempuan sangat tinggi, tetapi tidak banyak dari perempuan berani untuk
melaporkan kejadian tersebut.
Kelima, beban ganda yang dilimpahkan kepada perempuan untuk
bertanggung jawab atas urusan domestik sekaligus publik, masyarakat
berpandangan bahwa kodratnya seorang perempuan itu harus cakap dalam
urusan domestik dan menganggap bahwa urusan domestik merupakan
kewajiban bagi perempuan yang tidak bisa ditinggalkan meskipun
perempuan bekerja di luar rumah. Maka perempuan menanggung beban
ganda selain harus mengerjakan tugas-tugas domestik seorang perempuan
pekerja juga dituntut professional di dalam bekerja di tempat kerjanya
untuk membantu mencari nafkah.
Riffat Hassan selaku tokoh feminis dalam tesis nya mengindikasikan
bahwa akar dari berbagai gagasan dan asumsi serta sikap negatif yang
menyangkut perempuan dalam masyarakat Muslim dan masyarakat-
masyarakat lainnya terletak pada pandangan teologi dan karena hal
tersebut tidak dapat dilampaui tanpa membongkar dasar-dasar teologis
tersebut.33
Setali tiga uang dengan pemikiran Riffat Hassan, Musdah
Mulia juga berpendapat bahwa salah satu akar masalah kekerasan terhadap
perempuan disebabkan oleh kelirunya memahami ajaran agama Islam.
Salah satunya wacana mengenai pemukulan suami terhadap istri, wacana
tersebut dipahami bahwa suami boleh memukul istrinya, memukul istri
merupakan hak suami dikarenakan suami memiliki kedudukan yang lebih
tinggi sebagai pemimpin dan sebagai pemberi nafkah bagi istrinya.34
Adapun indikator-indikator ketidakadilan gender yang terjadi dalam
pembagian kerja rumah tangga adalah sebagai berikut:
a. Pembagian peran dalam pekerjaan rumah tangga berdasarkan jenis
kelamin, bukan berdasarkan keahlian.
33 Fatima Mernissi-Riffat Hassan, Setara Di Hadapan Allah, (Yogyakarta: Lembaga Studi dan
Pengembangan Perempuan dan Anak LSPPA, 2000), h. xiii
34
K.H. Husein Muhammad, Mencintai Tuhan Mencintai Kesetaraan (Jakarta: PT Gramedia,
2014), h. 170
30
b. Menganggap rendah pekerjaan domestik.
c. Pekerjaan domestik dianggap sebagai pekerjaan yang ringan.
d. Pekerjaan domestik adalah pekerjaan istri.
e. Istri berdosa apabila tidak menyelesaikan pekerjaan domestik.35
Sedangkan pengalaman biologis atau sistem reproduksi antara laki-
laki dan perempuan tentunya sangat jauh berbeda antara lain sebagai
berikut36
:
Tabel 2. Sistem Reproduksi Laki-Laki
Organ
reproduksi
Fungsi Masa Dampak
Penis Mimpi basah 5 menit Senang
Kantong sperma Hubungan
seksual
9 menit Senang
Sperma Hubungan
seksual
9 menit Senang
Tabel 3. Sistem Reproduksi Perempuan
Organ
reproduksi
Fungsi Masa Dampak
Vagina Hubungan seksual 9 menit Sedih-senang
Indung telur Menstruasi 1 minggu Sedih-senang
35 Dra. Akif Khilmiyah, MA, Menata Ulang Keluarga Sakinah; Keadilan Sosial dan Humanisasi
Mulai Dari Rumah (Bantul: Pondok Edukasi, 2003), h. 11
36 Presentasi Pera Sopianti (direktur RAHIMA) dalam kegiatan Webinar Nasional dengan tema
Perempuan dan Moderasi Beragama oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif HIdayatullah Jakarta (Ciputat, 2020)
31
Sel telur Hamil 9 bulan Sedih-senang
Rahim Melahirkan 1 hari Sedih-bahagia
Hormone
prolactin
Nifas 1-60 hari Sedih-senang
Menyusui 2 tahun Sedih-senang
Dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara,
perempuan menjalankan 3 peran sekaligus yakni: peran reproduktif, peran
produktif, dan peran sosial. Maka dari itu, keadilan hakiki bagi perempuan
ialah pencegahan dan penghapusan stigmatisasi, marginalisasi,
subordinasi, kekerasan, dan beban ganda terhadap perempuan serta
memfasilitasi pengalaman biologis yang dialami perempuan dari
menstruasi, hamil, melahirkan, nifas dan menyusui di dalam
masyarakat.37
Sehingga perempuan penting untuk menjadi subyek baik
dalam peran-peran domestik, publik, dan sosial budaya masyarakat, cita-
cita tersebut harus di bangun, diciptakan, diikhtiarkan bersama-sama
karena untuk mencapai kesetaraan gender tidak bisa dilakukan secara
individual akan tetapi harus dilakukan secara bersama-sama dan bersifat
institutional38
, dan dikembangkan secara terus-menerus bersama-sama
oleh masyarakat, karena menjadikan perempuan sebagai subyek di dalam
masyarakat merupakan perjuangan riil sebagaimana perjuangan yang juga
dilakukan oleh Rasulullah SAW. Tahapan untuk mencapai cita-cita
mewujudkan perempuan tidak hanya sebagai objek akan tetapi juga
menjadi subjek yakni antara lain sebagai berikut: pertama, pengetahuan.
Kedua, kesadaran. Ketiga, keterlibatan. Keempat, barulah menjadi subyek.
37 Presentasi Pera Sopianti (direktur RAHIMA) dalam kegiatan Webinar Nasional dengan tema
Perempuan dan Moderasi… (Jakarta: Ciputat, 2020).
38
Dra Trisakti Handayani dan Dra Sugiyanti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang:
UMM Press, 2002), h. 12-14
32
b. Gender Mainstreaming (Pengarusutamaan Gender)
Isu gender merupakan sebuah diskursus persoalan sosial masyarakat
yang mengangkat persoalan mengenai kesenjangan mencolok antara laki-
laki dan perempuan di dalam masyarakat. Secara bahasa, gender artinya
jenis kelamin dan mainstreaming artinya arus utama. Gender
mainstreaming merupakan pokok-pokok pikiran, rencana atau tindakan
yang terkandung dalam sebuah konsep yang mana arus utamanya ialah
pandangan-pandangan mengenai relasi gender.39
Istilah gender mainstreaming pertama kali muncul pada tahun 1985
yakni setelah diadakannya Konferensi Perempuan di Nairobi yang
kemudian menjadi tekanan yang menciptakan isu gender dalam organisasi
pemerintah ataupun lembaga publik yang berkaitan dengan pembuat dan
perancang kebijakan program beserta implementasinya. Pada tahun 1985
di saat pelaksanaan Konferensi Perempuan Dunia yang diadakan di
Beijing, muncul istilah gender mainstreaming (pengarusutamaan
gender/PUG) yang diarahkan untuk dijadikan satu platform aksi yang
akhirnya menjadi keputusan yang disepakati bersama dan
diimplementasikan di berbagai negara. Dalam konferensi ini diarahkan
untuk mengeliminasi pelanggaran gender, melegislasi upaya penghapusan
diskriminasi gender, menciptakan akses yang sama atas partisipasi
perempuan dan sumberdaya perempuan dalam semua aspek kehidupan,
mengupayakan persamaan hak bagi perempuan tanpa membedakan ras,
warna kulit, agama, dan suku dalam segala aspek kehidupan.40
Gender mainstreaming bertujuan agar terselenggaranya perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap kebijakan serta program
pembangunan negara yang berspektif gender dalam rangka mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,
39 Pusat Studi Wanita (PSW) Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian Gender … h.
239-240
40
Pusat Studi Wanita (PSW) Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian Gender, (Jakarta:
Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 237-238
33
bermasyarakat dan bernegara. Secara garis besar, gender mainstreaming
berusaha untuk membentuk sistem kebijakan serta program yang responsif
gender, memberikan perhatian kepada kelompok yang termarginalisasi,
berusaha meningkatkan pemahaman dan kesadaran gender kepada seluruh
pihak baik pemerintah maupun non-pemerintah.
Tujuan akhir dari gender mainstreaming ialah terciptanya keadilan dan
kesetaraan gender, karena gender mainstreaming ialah usaha untuk
memperbaiki nasib perempuan dan meningkatkan kesetaraan antara laki-
laki dan perempuan. Manfaat yang dihasilkan dari usaha pengarusutamaan
gender ini tidak hanya dirasakan oleh kaum perempuan saja, akan tetapi
manfaatnya dirasakan oleh laki-laki dan perempuan sekaligus. Maka dari
itu, gender mainstreaming harus direalisasikan di dalam berbagai aspek
kehidupan dan dilaksanakan oleh seluruh komponen masyarakat sehingga
mampu menciptakan perubahan terhadap sikap dan perilaku gender
ekuitas.41
B. WACANA PEREMPUAN DALAM TEKS DAN HUKUM ISLAM
Islam merupakan agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan dari Tuhan
kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam
membawa ajaran-ajaran yang mencakup seluruh segi kehidupan manusia.42
Hakikat Islam sebagai agama terlihat dalam aspek nilai-nilai kemanusiaan
yang terkandung di dalamnya dan memiliki watak sebagai agama yang ramah
terhadap perempuan yang memberikan konsep kemitrasejajaran antara laki-
laki dan perempuan sebagai khalifah fil ard. Meskipun pada prakteknya,
perempuan sering mendapat diskriminasi dan posisi yang kurang
menguntungkan serta terjebak dalam tradisi kelam yang merendahkan posisi
41 Tim Penulis Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengantar Kajian
Gender, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 241-242
42
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia UI-Press, 1985), h. 17
34
perempuan, akan tetapi Islam tetap teguh dengan konsep kemitrasejajaran
tersebut.43
Dalam Islam, terdapat sumber-sumber utama ajaran Islam yakni seperti:
al-Qur‟an, hadis, dan seperangkat hukum Islam lainnya. Al-Qur‟an
merupakan firman Tuhan yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
melalui malaikat jibril sebagai wahyu, Al-Qur‟an sebagai kalamullah
merupakan wahyu yang tidak dapat ditiru, diubah, ataupun dipalsukan isinya
serta tidak dapat diganggu gugat keabsahannya hingga akhir zaman44
, akan
tetapi dapat berubah pemahaman dan penafsirannya. Umat Muslim meyakini
bahwa Al-Qur‟an sebagai pedoman dan menjadikannya sebagai pedoman
hidup. Sementara, Hadis merupakan perkataan, perbuatan, dan perilaku nabi
Muhammad SAW.45
Al-Qur‟an berisi ajaran-ajaran yang meliputi seluruh
aspek kehidupan baik dimensi keilahian maupun dimensi kemanusiaan.
Memahami posisi dan peran perempuan dalam Islam, sepatutnya mengacu
kepada sumber-sumber ajaran utama Islam yang tersebut di atas, sumber-
sumber ajaran utama Islam tersebut diteliti serta dikaji ulang khususnya
wacana mengenai teks yang berhubungan kedudukan perempuan.46
Karena
Al-Qur‟an memiliki dua sisi dalam memberikan kedudukan terhadap
perempuan, dimana di satu sisi ayat Al-Qur‟an menekankan betapa
pentingnya isu-isu perempuan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
dihadapan Tuhan khususnya dalam hal ibadah atau kewajiban agama.
Akan tetapi di sisi lain, terdapat ayat-ayat Al-Qur‟an yang bias gender
yang menekankan ketidakadilan dan memberikan peluang atas diskriminasi
terhadap perempuan seperti dalam masalah nikah, talak, dan lain sebagainya.
Sehingga ayat-ayat teologis yang diinterpretasikan mengandung bias gender
43 Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 36
44
Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan… h. I
45
Neng Dara Affiah, Islam, Kepemimpinan, Perempuan, dan Seksualitas (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2017), h. 117- 129
46
Mai Yamani, Feminisme and Islam Perspektif Hukum dan Sastra (Jakarta: Yayasan Adikarya
IKAPI dan The Ford Foundation, 2000), h. 110-113
35
tersebut harus dikaji ulang dan ditafsirkan kembali dengan menggunakan
pendekatan kesetaraan dan keadilan hubungan antara laki-laki dan perempuan,
karena prinsip dasar Islam ialah persamaan dan keadilan tanpa membedakan
jenis kelamin, ras, ataupun suku tertentu.47
Dr. Nur Rofiah dalam forum ngaji keadilan gender Islam memberikan
strategi bagaimana cara membaca ayat-ayat bias gender yakni: pertama, ayat
harus dilihat secara utuh. Kedua, harus melihat rumpun ayat. Ketiga,
hubungkan dengan ayat lain yang relevan. Keempat, harus melihat konteks
sosial pewahyuan. Kelima, nilai dan prinsip dasar Al-Qur‟an harus
diperhitungkan. Keenam, gali sebanyak mungkin makna yang bisa lahir dari
ayat tersebut. Ketujuh, uji dampak setiap makna pada realitas konkrit.
Kedelapan, pilih makna ayat yang secara bahasa memungkinkan dan mampu
untuk mempertahankan keadilan bagi laki-laki dan perempuan.
Al-Qur‟an tidak diturunkan dalam masyarakat yang hampa budaya,
sehingga cita rasa ajaran agama yang diturunkan dipengaruhi oleh kondisi
geografis dan kondisi objektif sosial budaya masyarakatnya48
. Kemudian
ajaran suci tersebut berinteraksi dengan beragam budaya manusia maka dari
itu terjadinya distorsi pemahaman yang beragam, hal tersebut disebabkan oleh
pemaknaan tekstual dan mengabaikan konsep kontekstualisasinya terhadap
pemaknaan ayat-ayat Al-Qur‟an yang dilakukan oleh manusia, hal ini di
pengaruhi oleh perbedaan latar belakang sosio-kultural dan tingkat
intelektualitas penafsir.49
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dan Hadist bukan hanya
ditafsirkan secara tekstual akan tetapi juga harus dilihat secara kontekstual.
Karena jika kedua sumber ajaran utama tersebut dikaji secara terpisah antara
teks dengan konteks historis dan sosialnya, maka akan ditemukan kontradiksi
47 K.H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender
(Yogyakarta: LKIS, 2001), h. 29
48
Umnia Labibah, Wahyu Pembebasan Relasi Buruh – Majikan (Depok: Pustaka Alief, 2004), h.
42
49
Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender (Yogyakarta: Kibar Press, 2007), h.
24
36
dan tak jarang mengesankan pesan ganda bagi pembaca.50
Ayat-ayat al-
Qur‟an harus dipahami secara seimbang, proporsional, dan terintegrasi antara
satu dengan yang lainnya, maka semua ayat di dalam Al-Qur‟an tidak akan
saling bertentangan. Begitu pula ayat-ayat yang memiliki nuansa gender tidak
boleh dipahami secara parsial, harus dipahami secara utuh. Sumber ajaran
Islam yakni Al-Qur‟an dan hadis sejatinya memang tidak hanya dipahami
secara normatif akan tetapi perlu juga dipahami secara kontekstual.
Al-Qur‟an merupakan dua dokumen yakni Pertama, Al-Qur‟an sebagai
dokumen yang berkaitan dengan masalah spiritual, moral, dan filosofis yang
bersifat universal. Kedua, Al-Qur‟an menjadi dokumen yang berhubungan
dengan persoalan-persoalan sosial dan praktis dan dapat dipahami sebagai
respon spesifik terhadap situasi sosio-politik kontemporer, kandungannya
bersifat legislatik dan mengatur.51
Dalam budaya masyarakat Islam, pada hakikatnya sosialisasi
ketidakadilan gender bukan bersumber dari ajaran agama akan tetapi
dikarenakan penafsiran yang bersifat misoginis terhadap teks suci Al-Qur'an
dan hadis52
. Para ahli tafsir dan ahli hadis telah menafsirkan dan memberi
makna atas Al-Qur‟an sejak masa pewahyuannya dan hadis sejak masa
pengumpulannya hingga sekarang. Namun mayoritas tafsir yang dihasilkan
tersebut merupakan produk wacana ulama pria sehingga cenderung bersifat
misoginis yang mensubordinasi perempuan, sehingga menyebabkan
ketimpangan dan ketidakadilan gender yang bersumber dari penafsiran teks
yang bersifat misoginis dan bias gender tersebut.53
Dr. Nur Rofiah dalam forum pengajian keadilan gender Islam
memaparkan mengenai modus tafsir bias agama yang menurutnya seringkali
50 Mai Yamani, Feminisme and Islam Perspektif Hukum dan Sastra (Jakarta: Yayasan Adikarya
IKAPI dan The Ford Foundation, 2000), h. 110-113
51
Mai Yamani, Feminisme and Islam… h. 123
52
Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 9
53
Mai Yamani, Feminisme Islam: Perspektif Hukum dan Sastra (Bandung: Penerbit Nuansa, cet. 1,
2000), h. 3
37
mengutip ayat yang secara tekstual bias gender seperti ayat pemukulan istri,
kemudian jarang mengutip ayat yang secara tekstual yang adil gender seperti
An-Nisa‟ ayat 19 yang membahasa mengenai musyarah bil ma‟ruf,
membelokkan pesan utama ayat seperti membelokkan pesan utama An-Nisa‟
ayat 34 mengenai tanggung jawab menjadi superioritas, memaknai metaphor
ayat yang memiliki tafsir bagus menjadi jelek, mendistorsi semangat
perlindungan atas perempuan, memaknai kata kunci yang bagus menjadi jelek
seperti dalam Al-Baqarah ayat 222 dimana kata adza yang makna sebenarnya
adalah yang menimbulkan rasa sakit diubah menjadi kotor.
Melihat terdapat kerancuan bahkan kekeliruan atas pemahaman
masyarakat mengenai hakikat hubungan sosial yang melandasi subordinasi
kaum perempuan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya yang bersumber dari
penafsiran bias gender tersebut. Sehingga sebagian penafsir kontemporer
memberikan angin segar atau penafsiran yang baru terhadap ayat-ayat Al-
Qur‟an yang selama ini secara tradisional digunakan untuk mendiskriminasi
perempuan. Para ahli tafsir tersebut disebut dengan feminis Muslim dengan
membawa tafsiran yang lebih ramah gender dan membongkar ayat-ayat Al-
Qur‟an yang tafsirannya bersifat misoginis untuk memberikan hak dan
kesempatan yang sama bagi perempuan dalam banyak aspek kehidupan, dan
dalam masalah fikih terutama dalam hal warisan dan kesaksian perempuan
mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki.54
Peran mufasir dalam membentuk tafsir yang egaliter sangat dibutuhkan
untuk membentuk tafsir agama yang seringkali dijadikan bahan rujukan untuk
mendiskriminasi kedudukan perempuan. Dr. Nur Rofiah dalam forum ngaji
keadilan gender Islam menjelaskan bahwa peran mufasir antara lain sebagai
berikut: pertama, memilih ayat secara utuh. Kedua, memilih ayat pendukung.
Ketiga, memilih hadis pendukung. Keempat, memberi intonasi pada
penggalan tertentu. Kelima, menentukan makna pada lafadz tertentu. Keenam,
54 Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta, Prenadamedia Group: 2015), h: 14
38
menentukan makna sebuah kalimat. Ketujuh, mengaitkan atau tidak dengan
konteks redaksi ayat. Kedelapan, mengaitkan atau tidak dengan konteks
turunnya ayat. Kesembilan, mengaitkan atau tidak dengan konteks kekinian.
Kesepuluh, menentukan makna perumpamaan. Kesebelas, menentukan pesan
utama ayat.
Untuk mewujudkan pola hubungan yang adil antara laki-laki dan
perempuan, mereka mendekonstruksi penafsiran teks-teks keagamaan yang
bias gender dan misoginis yang seringkali dijadikan sebagai dasar rujukan
untuk mensubordinasi perempuan. Pada dasarnya ajaran Islam memiliki dua
pola ajaran yakni pola ajaran dasar yang bersifat absolut, abadi, dan tidak
berubah serta pola ajaran non-dasar yang bersifat ijtihadi, relatif, tidak abadi
dan bisa berubah-ubah. Ajaran dasar merupakan ajaran yang termaktub dalam
Al-Qur‟an dan sunnah mutawatir, dan ajaran non-dasar yang merupakan
ajaran bersifat ijtihadi atau ajaran yang dihasilkan dari ijtihad manusia dalam
bentuk tafsir, interpretasi ataupun pemikiran ulama yang menjelaskan
mengenai ajaran dasar Islam serta implementasinya dalam kehidupan
manusia.55
a. Perempuan Dalam Teks Al-Qur’an
Distorsi pemahaman umat Islam terhadap ajaran Islam dalam teks Al-
Qur‟an terlihat dalam permasalahan mengenai relasi gender, khususnya
dalam memandang posisi perempuan. Superiotas laki-laki atas perempuan
diakui sejumlah besar ulama terkemuka sebagai pemegang otoritas dalam
wacana pemikiran Islam. Ayat yang mengindikasikan supremasi laki-laki
atas perempuan terlihat dalam berbagai ayat yang membahas mengenai
penciptaan perempuan dan laki-laki.
55 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender (Yogyakarta: Kibar Press, 2007), h.
23
39
Ayat yang menjelaskan superioritas laki-laki atas perempuan
termaktub dalam dua ayat berikut yang telah Allah firmankan sebagai
berikut:
مىالهم أ قىا م
فهى بعض وبمآ أ
بعضهم عل
ل الل ض
ظاء بما ف
ى الي
مىن عل ى
السحال ق
ج الل
يب بما حفظ
غذ لل
ذ حفظ
ىدلحذ ق الص
ج ف ىشه
ؼىن و
افختى ج
والل
ضاحع واضسبىه فى الم واهجسوه ىه
عظ صلى ف يه
ىا عل
بغجلام ف
عىكطئن أ
ف
بيرا )اليظاء: قلىطبيلا
ا ك ان علي
ك (43 إن الل
Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu, wanita yang saleh56
ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri dibalik pembelakangan suaminya (ketika suaminya
tidak sedang dirumah), oleh karena Allah telah memelihara (mereka)57
.
Wanita-wanita yang kamu khawatiri58
nusyuznya59
, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka60
, dan pukullah
56 Dalam kitab Syarah Uqudullujain yang dimaksud wanita-wanita yang sholeh di dalam ayat
tersebut ialah perempuan yang taat kepada Allah dan suaminya, yakni mereka yang memenuhi hak
suaminya, menjaga farjinya, menjaga rahasia dan barang-barang suaminya
57
Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
58
Dalam tafsir An-Nawawi disebutkan bahwa makna Takhaafuuna (yang kamu khawatiri)
bermakna Ta‟lamuuna (kamu ketahui) yakni kamu mengetahui dan melihat nusyuz istrimu, yakni
tanda-tanda nusyuz dengan sebab ucapan ataupun perbuatan maka hendaknya seorang suami
menasehatinya, bukan meninggalkan atau bahkan memukulnya.
59
Dalam kitab Syarah Uqudullujain mengartikan perilaku nusyuz yaitu meninggalkan kewajiban
bersuami isteri, seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya dan menentang suami dengan
sombong.
60
Maksud dari “dan pisahkan lah diri dari tempat tidur mereka” sebagaimana dijelaskan dalam
kitab Uqudullujain dan syarah Nihayah „alal Ghayah bahwa maksudnya ialah bahwa suami
diperintahkan untuk meninggalkan istri dari tempat tidurnya ketika perempuan melakukan nusyuz,
40
mereka61
. kemudian jika mereka menaatimu, Maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya62
. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha besar” (Q.S. An-Nisaa‟: 34)
Kata Qawwamun umumnya ditafsirkan sebagai “pemimpin”,
“penanggung jawab”, “penguasa” atau “pengatur” dan “pendidik”
perempuan oleh para ahli tafsir. Dalam tafsir Jalalain menafsirkan ayat ini
sebagai berikut yakni bahwa laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan
yang diberikan kekuasaan atas perempuan sehingga laki-laki harus dapat
menguasai dan mengurus keperluan istri termasuk mendidik budi pekerti
dan tata krama (akhlak) mereka. Karena Allah telah melebihkan kaum
laki-laki atas perempuan atas ilmu, akal, kekuasaan dan lain sebagainya.
Supremasi tersebut juga disebabkan karena laki-laki (suami) memberikan
nafkah dan mas kawin kepada perempuan (istri) dalam pernikahan
sehingga perempuan diharuskan untuk taat kepada suaminya dan menjaga
kehormatannya di saat suaminya sedang pergi.
Penafsiran pada ayat diatas pada dasarnya tidaklah menjadi masalah
sepanjang ditempatkan secara adil dan tidak didasari oleh pandangan yang
diskriminatif terhadap perempuan. Akan tetapi secara umum, ayat ini
digunakan untuk menguatkan superioritas laki-laki atas perempuan,
bahkan para ahli tafsir memandang bahwa superioritas kaum laki-laki atas
perempuan merupakan hal yang mutlak, mereka beranggapan bahwa
superioritas tersebut diciptakan oleh Allah SWT sehingga bersifat absolut
bukan mendiamkan atau bahkan memukul istri. Karena memisahkan diri dari tempat tidur merupakan
salah satu cara yang memberikan dampak baik dalam mendidik perempuan.
61
Dalam kitab Syarah Uqudullujain diterangkan bahwa suami berkewajiban untuk memberikan
nasehat kepada istri bahwa perbuatan nusyuz tersebut bisa menggugurkan nafkah dan giliran untuk
sang istri. Maksud dari “dan pukullah mereka” yakni bahwa istri yang nusyuz tersebut boleh dipukul
dengan pukulan yang tidak menyakitkan tubuh, hal ini boleh dilakukan apabila memberi manfaat akan
tetapi hendaknya suami lebih bai memaafkan.
62
Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya
haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur
mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak
meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan
seterusnya.
41
dan tidak bisa berubah. Para penafsir Al-Qur‟an berpandangan bahwa
kelebihan laki-laki atas perempuan di ayat tersebut ialah karena akal dan
fisiknya.63
Beberapa ulama terkemuka dan pemikir besar Islam seperti Az-
Zamakhsyari, Fakhruddin ar-Razi, Ibnu Katsir, Muhammad Abduh,
Muhammad Thahir bin Asyur, Muhammad Husain ath-Thabathaba‟I,
Imam Malik bin Anas, Imam Syafi‟I, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Al-
Mawardi menyetujui serta mengakui supremasi laki-laki atas perempuan.
Keunggulan tersebut meliputi akal, kecerdasan, dan ilmu pengetahuan,
sehingga kepemimpinan, keulamaan ataupun kekuasaan dan jabatan
tertinggi dalam wilayah publik hanya diberikan kepada laki-laki. 64
Mereka berpendapat bahwa kelebihan laki-laki atas perempuan
terdapat dalam banyak aspek yakni aspek hakiki dan syar‟i. pertama dari
aspek hakiki/kenyataan ialah terdapat perbedaan dalam beberapa hal,
yakni:
1. Kecerdasan akal laki-laki melebihi perempuan
2. Laki-laki lebih tabah dalam menghadapi masalah yang berat
3. Laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan
4. Laki-laki memiliki kapasitas yang lebih unggul dalam tulisan
ilmiah dari pada perempuan
5. Laki-laki lebih lihai dan lebih baik dalam keterampilan
mengendarai kuda
6. Lebih banyak laki-laki yang menjadi ulama dibandingkan
perempuan
7. Laki-laki bisa menjadi imam besar ataupun kecil, dan banyak dari
mereka ialah kaum laki-laki dari pada perempuan
8. Laki-laki lebih unggul dalam keterampilan berperang
9. Laki-laki memiliki keutamaan dalam azan, khutbah, dan jumatan
63 K.H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender
(Yogyakarta, LKIS, 2001), h: 23-24
64
K.H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), h. 53
42
10. Laki-laki unggul dalam iktikaf
11. Laki-laki memiliki kelebihan dalam saksi hudud dan qishas
12. Laki-laki lebih unggul dalam urusan hak waris
13. Laki-laki memiliki kelebihan yakni sebagai wali nikah
14. Laki-laki memiliki kelebihan yakni dalam posisi ashabah
15. Laki-laki lebih memiliki hak untuk menjatuhkan talak
16. Laki-laki juga yang lebih berhak untuk merujuk
17. Laki-laki memiliki hak untuk berpoligami
18. Nasab anak diturunkan dari garis keturunan laki-laki
Kedua, disebutkan di dalam kitab Az-Zawajir bahwa dari aspek syar‟i,
laki-laki harus melaksanakan dan mendapatkan haknya sesuai ketentuan
syara‟ yakni dengan cara memberikan mas kawin dan nafkah kepada istri.
65
Dalil diatas merupakan dalil yang paling popular yang sering dipakai
sebagai dasar untuk memberikan pandangan yang rendah kepada
perempuan dan membatasi ruang gerak perempuan di ruang publik. Kata
ar-Rijal dan an-Nisaa‟ dalam ayat di atas mengandung arti jenis kelamin
yang bersifat biologis, ayat diatas menyatakan bahwa kaum laki-laki
adalah qawwamun bagi kaum perempuan disebabkan karena kaum laki-
laki diberikan Allah SWT sifat qawwamun serta diwajibkan memberi
nafkah untuk kaum perempuan.66
Sesungguhnya kekerasan dan pelecehan yang di alami perempuan
bukan sepenuhnya berasal dari pandangan keagamaan, akan tetapi berasal
dari pengaruh sosio-kultural yang mendorong seseorang untuk berbuat
buruk terhadap orang lain. Karena orang yang benar-benar religius tidak
akan memperlakukan perempuan dengan buruk, meskipun seperti tertera
dalam ayat di atas bahwa suami diperbolehkan memukul istri yang tidak
65 Drs. Afif Busthomi dan Masyhuri Ikhwan, Terjemah Syarah Uqudullujain; Etika Berumah
Tangga karya Syekh Muhammad Bin Umar An-Nawawi (Jakarta: Pustaka Amani, 2000), h. 46-47
66
Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 27
43
taat, namun seorang suami yang religious tidak akan melakukannya
meskipun apabila suami melakukan hal tersebut bukan di dorong oleh
ajaran agama, akan tetapi lebih di dorong oleh kondisi psikologisnya.67
Sedangkan ayat yang menggambarkan superioritas laki-laki atas
perempuan yang merujuk pada penciptaan manusia dari satu sumber atau
satu diri ( فع terlihat di dalam ayat an-nisa ayat 1 sebagai ( واحد ه
berikut:
اض ها الى يآ ا قىا منهما اج
ق منها شوحها وبث
لفع واحدة وخ
ه م م
كقلري خ
م الك زب
ثيرا ووظآء كزحالا
ظآء جري ح
قىاالله ال زحام واج
ىن به والأ
م زقيبا جل
يكان عل
إن االله ك
(1)اليظاء:
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya68
Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya69
kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (Q.S An-Nisa‟: 1)
Ayat di atas dijadikan dasar rujukan para ulama tafsir yang
menjustifikasi bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki
sehingga kualitas pertama lebih rendah dari yang kedua sehingga ayat
tersebut harus dibaca dan ditafsirkan kembali. Yang diungkapkan di
dalam ayat di atas ialah bahwa penciptaan manusia berawal dari
67 K.H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), h. 33-34
68
Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam
a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari
padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
69
Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada
orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti: As aluka billah artinya saya bertanya atau
meminta kepadamu dengan nama Allah.
44
penciptaan diri yang satu (nafs wahidah), lalu penciptaan pasangan yang
sejenis dengannya, dari pasangan tersebut terciptalah laki-laki dan
perempuan dalam jumlah banyak. Di dalam ayat tersebut tidak terdapat
ungkapan yang jelas apakah “diri” yang dimaksud itu laki-laki atau
perempuan.
Maka dari itu, penafsiran subordinatif perempuan dengan alasan
bahwa yang dimaksud dengan “pasangan”dalam ayat tersebut adalah
perempuan, dan “diri”yang dimaksud ialah laki-laki merupakan hal yang
tidak benar. karena semangat dari ayat tersebut adalah kebersamaan dan
keberpasangan sebagai dasar kehidupan, bukan subordinasi antara satu
dengan yang lainnya.70
Pada hakikatnya laki-laki dan perempuan
diciptakan dengan cara dan dari substansi serta dalam waktu yang sama.71
Pada dasarnya, memahami ayat-ayat yang menjelaskan kedudukan
antara laki-laki dan perempuan di dalam ayat-ayat Al-Qur‟an tidak bisa
dipahami secara parsial, harus dipahami secara tekstual dan juga
kontekstual, karena jika hanya dipahami secara tekstual saja maka akan
mengakibatkan ketimpangan. Di samping ayat-ayat yang bias gender,
terdapat ayat-ayat dalam Al-Qur‟an yang menjelaskan bahwa laki-laki
dan perempuan berada di tingkat yang sederajat, dan memperlihatkan
bahwa Islam menjunjung konsep egaliter atau kesetaraan dengan konsep
kemitrasejajaran yang memberikan kedudukan yang setara antara laki-laki
dan perempuan di hadapan Tuhan. Al-Qur‟an menyebutkan bahwa Allah
telah menciptakan perempuan dan laki-laki setara, mereka diciptakan
secara serempak dan sama dalam substansinya dan caranya.72
Musdah Mulia dan Badriyah Fayumi sependapat bahwa Allah
menggambarkan posisi perempuan dalam Al-Qur‟an dengan pandangan
70 K.H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender
(Yogyakarta: LKIS, 2001), h. 30- 31
71
Fatima Mernissi- Riffat Hassan, Setara Di Hadapan Allah (Yogyakarta: LSPPA, 2000), h. 69
72
Fatima Mernissi- Riffat Hassan, Setara Di Hadapan… h. 77
45
dan posisi yang mulia73
. Menurut Zaitunah Subhan, Al-Qur‟an
memposisikan perempuan pada posisi yang terhormat, Islam melindungi
hak-hak perempuan, dan menjelaskan peran serta kewajiban sekaligus
memuliakan perempuan. Islam memberikan kedudukan yang lebih mulia
serta mengangkat derajat perempuan dimana kedudukan tersebut tidak
diperoleh di syariat agama samawi terdahulu.74
Al-Qur‟an sering menggunakan ungkapan “laki-laki beriman dan
perempuan beriman” untuk menyeru orang mukmin guna menekankan
persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan yang berhubungan
dengan kewajiban, hak, kebajikan dan kesalehan mereka sebagai seorang
hamba. Sebab, di dalam perihal kewajiban-kewajiban agama, al-Quran
mengakui tidak memberikan keistimewaan antara laki-laki dan
perempuan, karena di hadapan Allah SWT mereka memiliki kedudukan
dan posisi yang sama yakni sebagai hamba.75
Di dalam agama Islam, laki-laki dan perempuan memiliki peluang
yang sama, sehingga perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan
laki-laki. Keduanya sama-sama memiliki kesempatan untuk mencapai
derajat keimanan dan ketakwaan yang tinggi, mendapatkan pahala,
mendapat pengampunan Allah SWT dari segala kesalahan dan kekhilafan
yang telah dilakukan, dan sama-sama memiliki kesempatan untuk masuk
surga. Kemitrasejajaran dalam Islam akan terwujud apabila laki-laki dan
perempuan sama-sama saling menghargai hak-hak dan kewajiban antara
keduanya.
Dalam ajaran agama Islam, perempuan bukanlah hamba laki-laki
yang diciptakan Allah swt untuk boleh direndahkan derajatnya bahkan
73 Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender (Yogyakarta: Kibar Press, 2007), h.
17
74
Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 11
75
Mai Yamani, Feminisme dan Islam Perspektif Hukum dan Sastra (Bandung: Nuansa Yayasan
Nuansa Cendekia, 2000), h. 135
46
dihinakan, sebab keduanya hanyalah hamba Allah yang diciptakan untuk
beribadah kepada Allah swt, Allah berf irman:
ليع ع إلا
والإو قذ الج
ل (65بدون )الرازياث : وماخ
Artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S. Ad-Dzariyat: 56)
Selain sama-sama diciptakan sebagai hamba Tuhan untuk beribadah
kepada Allah, baik laki-laki maupun perempuan juga sama-sama
diciptakan sebagai khalifah di muka bumi, sehingga perempuan bukan
diciptakan untuk mengabdi pada kemaslahatan laki-laki, keduanya
diciptakan untuk bekerjasama mengabdi pada kemaslahatan makhluk-Nya
di muka bumi, seperti yang telah Allah SWT firmankan dalam kitab
sucinya antara lain sebagai berikut:
وليآء بعض مىذ بعضهم أ
ؤ مىىن والم
ؤ مسون جوالم
ؤ س
ىك الم عسوف وينهىن ع
بالم
ه ويطيعىن االله وزطىل
ىةك ىن الص
ج ويؤىةل ئك طيرحمهمالله جويقيمىن الص
ولإن قلىأ
(11االله عصيص حكيم )الخىبت :
Artinya:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S. At-Taubah: 71)
47
Dalam ajaran Islam, manusia dipandang setara tanpa membeda-
bedakan kelas sosial (kasta), ras, ataupun jenis kelamin. Karena pada
dasarnya semua manusia berasal dari sumber yang sama yaitu Tuhan76
.
Yang membedakan antara manusia dihadapan Tuhan adalah kualitas
takwanya, karena masalah takwa merupakan hak preogratif Tuhan untuk
menilai, bukan manusia. Jadi, baik perempuan ataupun laki-laki sama-
sama memiliki potensi untuk menjadi hamba yang bertakwa, yang artinya
baik perempuan ataupun laki-laki sama-sama sekunder di hadapan Allah
sebagai hamba dan sama-sama primer di hadapan makhluk-Nya sebagai
khalifah fil „ard.77
Karena yang paling utama diantara manusia ialah yang
paling bertaqwa kepada Allah swt bukan berdasarkan jenis kelamin زHal
tersebut termaktub dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13 yang
berbunyi sebagai berikut:
ىا بائل لخعازف
عىبا وق
م ػ
ىاكى وحعل
ثهو أسأك ذ م م
قىاك
لا خ اض إه ها الى ي
ؤ إن ج
م كقج أم عىد الل
سمكك عليم جأ
الل بير )الحجساث : إه
( 14خ
Artinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S. Al-Hujurat: 13)
b. Perempuan Dalam Teks Hadist
76 Mai Yamani, Feminisme dan Islam Perspektif Hukum dan Sastra (Bandung: Nuansa Yayasan
Nuansa Cendekia, 2000), h. 135
77
Neng Dara Affiah, Islam, Kepemimpinan, Perempuan, dan Seksualitas (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2017), h. 3
48
Teks-teks misoginis yang tidak menguntungkan posisi perempuan
tidak hanya terdapat dalam al-Qur‟an saja, akan tetapi juga terdapat dalam
hadits. Sebagaimana ayat-ayat al-Qur‟an, terdapat hadis yang
menggambarkan perempuan dengan citra yang buruk dan ada pula yang
menggambarkan kedudukan kesejaran antara laki-laki dan perempuan.
Hadist-hadist yang menyangkut persoalan kedudukan perempuan dalam
kebudayaan Islam yang masyhur di kalangan umat Islam
mengartikulasikan bahwa dalam kebudayaan Islam tertanam keyakinan
bahwa perempuan merupakan makhluk yang bengkok yang tidak pernah
bisa dianggap setara dengan laki-laki. Banyak sekali hadist-hadist bias
gender yang tidak support gender dan bersifat subordinatif.78
Bahkan
dalam hadits-hadits shahih Bukhari dan Muslim yang mana keduanya
merupakan kumpulan hadits yang paling berpengaruh di dalam lingkup
Islam Sunni pun terdapat hadits yang bias gender. Salah satu hadist
shahih Bukhari dan Muslim yang mensubordinasi perempuan ialah
sebagai berikut:
Yang artinya: “Abdul Aziz menceritakan kepada kami bahwa dia
telah meriwayatkan dari Abdullah yang berkata: Malik telah
menceritakan kepada kami bahwa ia meriwayatkan dari Abu Zinad dari
al-A‟raj dari Abu Hurairah r.a yang berkata: Rasulullah SAW telah
bersabda: perempuan seperti tulang rusuk, jika kamu berusaha
meluruskannya, ia akan patah. Maka jika kamu ingin memperoleh
manfaat darinya, lakukanlah itu sedangkan dia tetap memiliki beberapa
kebengkok-an.” (H.R. Bukhari)
Kemudian hadits yang sama berasal dari shahih Muslim yang
berbunyi sebagai berikut:
Yang artinya: “Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami: Ibnu
Wahab telah mengabarkan kepada kami: Yunus telah mengabarkan
78 Fatima Mernissi- Riffat Hassan, Setara Di Hadapan Allah (Yogyakarta: LSPPA, Cet. III, 2000),
h. 77-78
49
kepada kami bahwa dia meriwayatkan dari Ibnu Syihab yang berkata:
Ibnu al-Musayyab telah menceritakan kepada saya bahwa dia
meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a yang berkata: Rasulullah SAW
bersabda: perempuan seperti sebuah tulang rusuk. Bila kamu berusaha
untuk meluruskannya, kamu akan mematahkannya. Dan jika kamu
membiarkannya sendiri kamu akan memperoleh manfaat darinya, dan
kebengkokan akan tetap melekat padanya.” (H.R Muslim)
Kedua hadist di atas dikutip atas otoritas Abu Hurairah yakni seorang
sahabat Nabi SAW, sedangkan matan dalam kedua hadits di atas
menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok
yang mana kebengkokannya tidak bisa diperbaiki dan jika diperbaiki akan
mengakibatkan kerusakan. Kedua hadits tersebut bersifat misoginis dan
bertentangan dengan ajaran al-Quran yang mengajarkan bahwa manusia
diciptakan dengan sebaik-sebaiknya bentuk (fi ahsani taqwim) dan
dengan kemampuan yang paling tinggi
Dalam suatu riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw
menyampaikan pidato ketika haji wada‟ yang menjelaskan mengenai
bagaimana memperlakukan perempuan, berikut pidatonya:
يرا، ظاء خ
وطخىصىا بالي
ال
الك ال
ير ذيئا غ
ػ ىن منه
ملكيع ج
م ل عىان عىدك ماه اه
ف
ير مب ضسبا غ ضاحع واضسبىه
فى الم هجسوه
فعلئن ف
ت مبيىت ، ف
احؼ
جين بف
ؤ ن ، ا ر
جلام فعىكطئن ا ف
ن لا
ا يه
م عل
ك حق
ا، ف م حق
ى وظائك
م عل
ك ان ل
لا، أ طبيلا يه
ىا عل
بغ
م ا
يك عل ه وحق
سهىن، ال
ك جم لم
ن فى بيىجك
ذؤ ىلاسهىه
ك ج م م
كن فساػ
ىجئ ن
يه حظىىاال
رمري واب ماحهج
. )زواه الت عامه
وط ( فى كظىته
Artinya:
50
“ketahuilah olehmu bahwa kamu sekalian hendaknya melaksanakan
wasiatku, yakni melakukan hal yang terbaik bagi wanita. Mereka itu tertahan
di sisimu. Bagimu tidak ada pilihan lain dalam menghadapi mereka selain apa
yang aku wasiatkan itu, kecuali kalau mereka melakukan fakhisyah secara
jelas. Apabila mereka melakukannya, maka kamu sekalian hendaknya
menghindar dari mereka di tempat peraduan dan berikanlah pukulan yang
tidak memberatkan. Akan tetapi kalau mereka taat kepadamu, maka kamu
sekalian tidak boleh mencari jalan untuk memukul mereka. Ketahuilah bahwa
kamu sekalian mempunyai hak atas istrimu dan merekapun mempunyai hak
atas dirimu. Adapun hak kalian atas mereka adalah bahwa mereka itu tidak
memperkenankan tilam milikmu tersentuh oleh orang lain yang tidak kamu
sukai, dan tidak mengizinkan rumahmu dimasuki orang lain yang tidak kamu
sukai pula. Dan ingatlah bahwa kamu sekalian harus menunjukkan
kebaikanmu terhadap mereka baik dalam memberikan sandang maupun
pangan.” (HR. Turmudzi dan Ibnu Majah)79
Dalam hadist diatas disebutkan bahwa seorang suami hendaknya
memperlakukan istrinya dengan baik dan dengan lemah lembut, akan tetapi
hadist diatas juga mengindikasikan ketimpangan gender karena dalam kitab
Uqudullujain disebutkan bahwa hadist tersebut muncul karena faktor
lemahnya perempuan, dan termasuk kebutuhan wanita atas keluhuran suami
sebagai orang yang menyediakan hal-hal yang menjadi keperluan istri atau
sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk memberi nafkah,
sehingga istri dituntut untuk patuh dan taat kepada suami dan suami memiliki
kuasa atas istri sehingga disebutkan ketika istri melakukan nusyuz, suami
boleh memukul istri sebagai sanksi atas sikapnya meskipun pukulan yang
dianjurkan ialah pukulan ringan yakni pukulan yang tidak meninggalkan
bekas di tubuh istri. Subordinasi kedudukan perempuan terlihat dalam
beberapa hadis seperti berikut:
79 Drs. Afif Busthomi dan Masyhuri Ikhwan, Terjemah Syarah Uqudullujain; Etika Berumah
Tangga karya Syekh Muhammad Bin Umar An-Nawawi (Jakarta: Pustaka Amani, 2000), h. 17-18
51
ذ لا
اهكحياء ل
بالةسأ رالم طت
ن الل
اىلاسا ل
ج ا م ف
ظاوي ك
ح
Artinya: “Andaikata Allah tidak menutupi wanita dengan sifat malu,
niscaya ia tidak ada harganya, tidak menyamai harga secakup tanah”80
Ungkapan “suargo manut neroko katut” yang masyhur di masyarakat
mengindikasikan perempuan tidak memiliki hak preogratif dan menempatkan
posisi perempuan dalam posisi yang subordinat. Doktrin ungkapan tersebut
didorong dengan hadits yang berbunyi sebagai berikut:
.ت جى
خاللذ وشوحها زاض دخ
ة باجما امسأ
)زواهئمام الترمىذي(ا
“Wanita yang bermalam sedangkan suaminya ridha kepadanya, maka dia
masuk surga” (HR. Imam Turmudzi)
صبح. )زواه بخازي و مظلم(ى ج حت
تئكلا عىتها الم
فساغ شوحها ل
ة هاحسة
سأ ذ الم
ااباج إذ
“Jika istri itu bermalam meninggalkan tempat tidur suaminya, maka para
malaikat mengutuknya hingga pagi” (HR. Bukhari dan Muslim)81
Dan juga dalam sabda Nabi Saw yang disebutkan dalam kitab Al-Jawahir
oleh As-Samarqandi sebagai berikut:
ة م ما امسأ
.ا
ت جى
ذ ال
لذ وشوحها عنها زاض دخ
اج
“Seorang istri yang mati sedangkan suaminya ridha kepadanya, maka ia
masuk surga” (HR. Turmdzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ummu
Salamah).
80 Drs. Afif Busthomi dan Masyhuri Ikhwan, Terjemah Syarah Uqudullujain; Etika Berumah
Tangga karya Syekh Muhammad Bin Umar An-Nawawi (Jakarta: Pustaka Amani, 2000), h. 36
81
Drs. Afif Busthomi dan Masyhuri Ikhwan, Terjemah Syarah Uqudullujain … h. 48-49
52
Subordinasi perempuan juga terlihat dalam hadits Nabi yang mengatakan
bahwa perempuan tidak sempurna dalam ibadah (shalat) dikarenakan
mengalami menstruasi, dan tidak sempurna kecerdasannya sehingga
kesaksiannya dihitung kurang dari kesaksian laki-laki. Feminisme muslim
menganjurkan membatasi hadis sebagai rujukan beragama bagi umat islam
dan mendorong pemahaman sejarah sosial perilaku nabi/sunnah dengan
pendekatan historis-kritis.82
Selain hadist-hadist diatas, terdapat hadis- hadis egaliter yang memandang
kedudukan perempuan dan laki-laki sederajat. Dalam kitab Uqudullujain
disebutkan bahwa dalam urusan pahala di akhirat, perempuan dan laki-laki
memiliki hak yang sama. Keduanya sama-sama berhak mendapatkan pahala
yang dilipatgandakan. Dalam tafsir Syaikh Sarbini, beliau menjelaskan bahwa
kelebihan dan kekuasaan laki-laki dari pada perempuan hanya di dunia.
Dalam sebuah Hadis menggambarkan kedudukan laki-laki dan perempuan
yang setara dalam lingkungan sosial masyarakat untuk melakukan kebaikan:
اض عهم للىفهاض أ ير الى
خ
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia lainnya”
Selain itu, terdapat hadis-hadis yang menjelaskan tentang para perempuan
Anshar di Madinah di masa Rasul yang dicitrakan sebagai perempuan aktif,
bebas, dinamis, kritis, bertanggung jawab, mandiri dan aktif dalam berbagai
bidang kehidupan di ranah publik maupun domestik, namun meskipun begitu
mereka tetap santun dan terpelihara akhlaknya.
Pada dasarnya, Allah SWT menghendaki terwujudnya penegakan nilai-
nilai keadilan dan hak asasi manusia yang termanifestasikan dalam kehidupan
manusia sehingga tidak terjadi diskriminasi, subordinasi, marginalisasi
82 Neng Dara Affiah, Islam, Kepemimpinan, Perempuan, dan Seksualitas (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2017), h. 129
53
siapapun dan apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki ataupun perempuan.
Karena Allah SWT sejatinya melihat kepada hati dan perbuatan baik kita,
bukan pada jenis kelamin. Hal tersebut tersirat dalam sabda Nabi Muhammad
Saw yang berbunyi:
م )زواهعمالك
م وأ
ىبكلى قلس إىظ ك
م ول
ى صىزك
إلم ولا
حظادك
ى أس إلىظ
مظلم إن االله لا
فى صحيحه(
Artinya: “sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan rupa kamu, tetapi
melihat hati dan amal perbuatanmu” (H. R. Muslim)83
c. Perempuan Dalam Hukum Islam (Fikih)
Menurut Kiai Sahal, Fikih adalah ilmu yang berhubungan langsung
dengan perbuatan manusia (af‟al al-mukallafin), maksudnya perbuatan
manusia yang berhubungan dengan Tuhan dan manusia. Fikih merupakan
ilmu yang rasional, karena ia merupakan hasil pemikiran manusia biasa yang
tidak ma‟shum.84
Para feminis memandang bahwa fikih mengandung
peraturan yang sering dijadikan legitimasi untuk bersikap represif dan otoriter
terhadap perempuan. fikih selama ini dinilai bercorak patriarkal dimana
hukum-hukumnya lebih menguntungkan kedudukan laki-laki.85
Hukum fikih
dipandang mensubordinasi kedudukan perempuan seperti dalam hukum
purdah, poligami, ketaatan terhadap suami, semuanya itu perlu untuk
direkonstruksi ulang sehingga menghasilkan pandangan baru yang lebih adil
83 K.H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), h. 60
84
Jamal Ma‟mur Asmani, Mengembangkan Fikih Sosial KH. MA. Sahal Mahfudz: Elaborasi
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015), h. 174
85
Jamhari dan Ismatu Ropi, Citra Perempuan Dalam Islam: Pandangan Ormas Keagamaan,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 39
54
yang menempatkan perempuan pada posisi setara dan adil dan mencapai
hukum yang setara serta support gender.86
Seperti hukum ketaatan terhadap suami, dalam kitab Uqudullujain
disebutkan bahwa laki-laki memiliki kelebihan dibandingkan istrinya
sehingga istri harus patuh dan taat kepada suami, hal tersebut berkaitan
dengan hak suami yang diperolehnya atas beban tanggung jawab yang
dipikulnya yakni tanggung jawab memberikan mas kawin dan nafkah untuk
istri.87
Dalam kitab tersebut dikatakan bahwa pada umumnya perempuan itu
kurang sempurna akal dan agamanya. Perempuan sebagai istri diibaratkan
sebagai sahaya dan tawanan lemah yang dimiliki serta dibawah kekuasaan
laki-laki (suami) sehingga perempuan (istri) wajib patuh dan taat serta wajib
memelihara keridhoan suami dan menjauhi murka suami.88
Hal tersebut
sekilas menempatkan posisi perempuan pada kedudukan yang kurang
beruntung.
Ketidakadilan gender dan subordinasi terhadap perempuan dalam hukum
fikih juga terlihat dalam masalah kesaksian perempuan separuh dari laki-laki
dan masalah waris dimana perempuan memiliki hak setengah dari pada laki-
laki, perempuan sebagai objek sekaligus sebagai makhluk domestik. Hal
tersebut menggambarkan bahwa perempuan sepenuhnya berada dalam domain
sentralisme kehidupan serta kekuasaan laki-laki dimana perempuan dijadikan
objek, sehingga mengalami ketidakadilan dan marginalisasi pada sektor
rumah tangga. Seperti contoh: di dalam kasus zina, kesaksian pihak laki-laki
lebih mendominasi dari pada kesaksian perempuan, argumentasi tersebut di
dasarkan pada pendapat Imam empat mazhab dan Syi‟ah Zaidiyah yang
mengemukakan bahwa empat saksi dalam kasus zina semuanya harus laki-
86 Neng Dara Affiah, Islam, Kepemimpinan, Perempuan, dan Seksualitas (Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2017), h. 130
87
Drs. Afif Busthomi dan Masyhuri Ikhwan, Terjemah Syarah Uqudullujain; Etika Berumah
Tangga karya Syekh Muhammad Bin Umar An-Nawawi (Jakarta: Pustaka Amani, 2000), h. 16-17
88
Drs. Afif Busthomi dan Masyhuri Ikhwan, Terjemah Syarah Uqudullujain … h. 56
55
laki, sedangkan kesaksian perempuan dalam masalah ini tidak dapat diterima.
Serta Abdul Qadir Audah menyandarkan perihal tersebut kepada dasar nash
Al-Qur‟an yang menetapkan bahwa jumlah saksi untuk kasus zina dibutuhkan
empat saksi, tidak boleh kurang. Jika terdapat empat saksi dan salah satunya
perempuan, maka kesaksian tersebut tidak cukup dan berlawanan dengan nash
Al-Qur‟an.
Dalam hal ini Ibn Hazm berkomentar bahwa kesaksian dua orang
perempuan dalam kasus zina dapat menggantikan kesaksian seorang laki-laki,
sehingga dalam konteks tersebut kesaksian tiga orang laki-laki dan dua
perempuan, atau dua orang laki-laki dan empat orang perempuan, atau
semuanya perempuan tanpa mengikutsertakan saksi laki-laki asalkan
jumlahnya sesuai dengan hitungan kesaksian maka hal tersebut dapat
diterima. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa hukum kesaksian
seperti hukum waris dimana perempuan mendapat setengah dari bagian laki-
laki. Hal ini menurut Munawir Syadzali seorang pemikir Islam kontemporer
adalah salah satu bentuk ketidakadilan dan diskriminasi terhadap
perempuan.89
Mazhab Hanafi juga memandang bahwa seorang perempuan itu
bisa menjadi saksi akan tetapi kesaksian dua orang perempuan itu dianggap
seperti halnya kesaksian satu orang laki-laki, sehingga perempuan tidak bisa
jika bersaksi sendiri karena kesaksian satu orang perempuan saja tidak dapat
diterima.
Sedangkan hukum perempuan menjadi seorang hakim, menurut mazhab
Hanafi memiliki ketentuannya sendiri, yakni imam Hanafi memandang bahwa
ketentuan menjadi hakim bagi seorang perempuan sama halnya dengan
hukum kesaksian perempuan. Dalam kitab Wahbah az-zuhaili disebutkan
bahwa Imam Hanafi memperbolehkan perempuan untuk menjadi hakim
dalam masalah Amwal (perdata) yakni dalam sektor kekeluargaan dan
89 Jamhari dan Ismatu Ropi, Citra Perempuan Dalam Islam: Pandangan Ormas Keagamaan,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 39- 41
56
muamalah saja, sebagaimana hukum kesaksian perempuan. Imam Hanafi
menyandarkan ketentuan kedua hukum tersebut berdasarkan Q.S Al-Baqarah
ayat 282. Sedangkan Mazhab Syafi‟i, Maliki dan Hambali secara mutlak tidak
memperbolehkan perempuan untuk menjadi hakim.90
Di dalam surat an-Nisaa‟ ayat 11 dijelaskan mengenai hak perempuan
dalam warisan, ayat tersebut menjelaskan bahwa hak waris seorang
perempuan mendapatkan setengah bagian dari bagian laki-laki dengan kata
lain seorang laki-laki memiliki hak waris sama dengan bagian untuk dua
orang perempuan. menurut para ulama, hal tersebut dianggap adil karena laki-
laki memiliki sifat qowwamun yang memiliki kewajiban lebih berat dari pada
perempuan yakni kewajiban memberi mahar dan menafkahi istri, maka
perempuan mendapat setengah dari bagian laki-laki atau dua banding satu
merupakan sesuatu pembagian yang adil.
Zaitunah Subhan berpendapat bahwa pada hakikatnya secara umum
pembagian warisan tidak harus demikian, karena hal tersebut harus dilihat
pada faktor posisi, fungsi atau peran gender sebagai orang tua, saudara, suami
atau sebagai istri ataukah sebagai anak dan seterusnya. Husein Muhammad
berpendapat bahwa warisan sangat berkaitan dengan realitas dari struktur
hubungan suami istri karena warisan merupakan logika yang lurus dari relasi
suami istri, selama laki-laki masih diposisikan sebagai penanggung jawab
nafkah keluarga yang membayar mas kawin, membiayai ongkos-ongkos pihak
yang menjadi tanggung jawabnya, dan kewajiban nafkah lainnya, maka
pemberian bagian 2:1 merupakan hal yang adil. Akan tetapi, jika struktur
relasi antara suami istri tersebut berubah maka ketentuan warisan pun bisa
berubah.91
90 Nuranisa Fajriani dan Awaliah Musgamy, Analisis Sosiologis Terhadap Kedudukan Hakim
Perempuan (Perspektif Imam Hanafi dan Ibnu Jarir Ath-Thabari), (Shautuna Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Perbandingan Mazhab, Volume. 1, no. 1, 2020), h. 88
91
Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Al-Quran dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender Dalam
Penafsiran (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 27- 28
57
KH. Husein Muhammad berpendapat bahwa produk-produk hukum Islam
yang mengakibatkan ketidakadilan gender sudah tidak relevan untuk di
praktekkan hari ini, dimana sumber keagamaan Islam khususnya fikih
seringkali menempatkan perempuan sebagai makhluk kelas dua atau sebagai
makhluk sekunder di bawah otoritas kekuasaan laki-laki, hal tersebut
dikarenakan hukum-hukum tersebut dibangun atas perspektif kebudayaan
patriarki yang melekat di dalam masyarakat sehingga terjadi ketimpangan dan
ketidakadilan gender dalam implementasi produk-produk hukum tersebut.92
92 K.H. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), h.27
58
BAB III
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN DARUSSALAM MEKARSARI
LAMPUNG
A. LATAR BELAKANG PONDOK PESANTREN DARUSSALAM
MEKARSARI LAMPUNG
Pondok pesantren Darussalam berlokasi di jalan Ki Hajar Dewantara, dusun III
Mojoasri, desa Mekarsari, RT.14/RW.04, kelurahan Mekarsari, kecamatan Pasir
Sakti, kabupaten Lampung Timur, provinsi Lampung. Pondok pesantren Darusssalam
Lampung berlokasi di daerah subur dikelilingi pedesaan dan pesawahan, berada di
satu jalur dengan pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang memudahkan pihak
pengurus pondok pesantren untuk mengurus administrasi pesantren.1
Desa Mekarsari merupakan desa berkembang yang berada di wilayah kecamatan
Pasir Sakti kabupaten Lampung Timur, terdiri dari 6 RW (Rukun Warga) dan 21 RT
(Rukun Tetangga). Desa ini memiliki luas 9.875 Ha. Terletak di 105.770299 bujur
timur dan -5.468564 lintang selatan. Desa ini dibentuk pertama kali pada tahun 1998,
akan tetapi tidak diketahui siapa yang pertama kali membentuknya.
Saat ini, desa Mekarsari dipimpin oleh bapak Supardi selaku kepala desa (lurah),
dimana seluas 350 Ha wilayahnya digunakan untuk pemukiman, pekarangan seluas
176 Ha, Tegal/ladang 201 Ha, sedangkan 104 Ha digunakan untuk lahan
pertanian/sawah. Selain itu, desa Mekarsari juga memiliki batas-batas wilayah antara
lain sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatasan dengan desa Negeri Agung.
- Sebelah selatan berbatasan dengan desa Mulyosari dan kecamatan Pasir Sakti.
- Sebelah timur berbatasan dengan desa Pasir Sakti.
- Sebelah barat berbatasan dengan desa Gunung Mekar kecamatan Jabung.
1 Wawancara pribadi dengan Gus Saikhul Huda S.Pd.I, Selaku ketua bidang pendidikan Pesantren
sekaligus kepala sekolah SMP BP Darussalam, Mekarsari, 05 Oktober 2020.
59
- Sebelah utara berbatasan dengan desa Gunung Pelindung.2
Secara geografis, jarak tempuh pondok pesantren Darussalam ke Ibu kota
kecamatan sekitar 3 km yang bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 15
menit, sedangkan jarak desa ke ibu kota kabupaten/kota sejauh 80 km yang dapat
ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 2 jam, dan jarak desa ke ibu kota
provinsi sejauh 120 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 4 jam
perjalanan. Dari data monografis Desa Mekarsari, jumlah penduduk di desa
Mekarsari yang tercatat di kantor desa pada tahun ini sekitar 2.528 jiwa, penduduk
laki-laki berjumlah 1.311 jiwa, dan perempuan berjumlah 1.217 jiwa, jumlah kepala
keluarga sebanyak 819 KK. Kepadatan penduduk di desa ini mencapai 256 per km.
Adapun data tersebut akan dipetakan pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-Laki 1.311
2. Perempuan 1.217
Jumlah Total 2.528
Sumber: Data primer yang telah diolah.3
Berikut tabel jumlah penduduk berdasarkan usia, antara lain sebagai berikut:
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
No. Usia Jumlah Laki-laki Perempuan
1. 0-6 tahun 301 163 138
2 Data monografi desa Mekarsari, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, tahun 2019-
2020
3 Data Monografi desa Mekarsari , Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Tahun
2019-2020
60
2. 7-12 251 128 123
3. 13-18 195 104 91
4. 19-24 214 111 103
5. 25-55 1.128 584 544
6. 56-74 401 207 194
7. 75 tahun ke atas 50 27 23
Jumlah Total 2.540 jiwa
Sumber: Data primer yang telah diolah4
Dari data di atas terlihat bahwa penduduk desa Mekarsari paling banyak berusia
25-55 tahun dimana usia tersebut merupakan usia produktif dimana di usia itu
seseorang dianggap dapat menghasilkan suatu produk atau jasa dan berproduksi
untuk menjalani kehidupannya secara optimal.
Masyarakat desa Mekarsari terdiri dari bermacam-macam etnis/suku, warga desa
ini terdiri dari suku Jawa, Batak, Madura, Bali, dan Bugis. Akan tetapi, mayoritas
warga desa Mekarsari merupakan etnis Jawa yang menggunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa untuk berkomunikasi sehari-hari.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku
No Etnis/Suku Jumlah Laki-Laki Perempuan
1. Jawa 2.251 1.190 1.061
2. Batak 4 1 3
4 Data monografi desa Mekarsari, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Tahun
2019-2020
61
3. Madura 7 5 2
4. Bali 238 102 136
5. Bugis 6 3 3
Jumlah Total 2.506 1.301 1.205
Sumber: data primer yang telah diolah5
Mayoritas penduduk desa Mekarsari beragama Islam dan mengikuti kelompok
keagamaan Nahdlatul Ulama, sehingga secara kultural-budaya keagamaan
masyarakat muslim di mekarsari mengikuti tradisi keagamaan kelompok ahlussunnah
wal jamaah tersebut. Hal tersebut terlihat dalam budaya keagamaan yang dijalankan
seperti kenduri, pengajian-pengajian rutin yang di jalankan, tiba‟an al-barjanji, yasin-
tahlil, manaqib, khataman dan pengajian-pengajian yang menjadi ciri khas
ahlussunnah wal jamaah yang di usung Nahdlatul Ulama pada umumnya dilakukan
oleh masyarakat desa Mekarsari. Hal ini menjadi penyokong bagi perkembangan
pondok pesantren Darussalam yang berlatar belakang Nahdlatul Ulama di desa
Mekarsari salah satunya pondok pesantren Darussalam Mekarsari. Seperti yang
diungkapkan oleh Saikhul Huda bahwa: “mayoritas penduduk desa Mekarsari
notabenenya adalah Nahdlatul Ulama semua, walaupun mereka tidak begitu paham
secara struktural akan tetapi secara kultural mereka sangat NU sekali. Ditandai
dengan yasinan, subuh menggunakan qunut, itu kan kultural NU”
Meskipun terdiri dari berbagai suku dan agama yang berbeda-beda, akan tetapi
belum pernah terjadi indikasi konflik sara baik konflik antar kelompok, antar etnis
dan antar agama. Sehingga desa Mekarsari terhitung sebagai desa yang aman dari
konflik sara.
5 Data monografi desa Mekarsari, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Tahun
2019-2020
62
Pendidikan merupakan faktor penunjang perkembangan sebuah daerah. Di desa
Mekarsari, penduduk yang berada pada usia produktif yakni antara 19-55 tahun
berjumlah 695 orang. Adapun data tersebut akan dipetakan pada table berikut ini:
Tabel 7. Tingkatan Pendidikan Penduduk Desa Mekarsari
No Tingkatan
Pendidikan
Jumlah
(orang)
Laki-Laki
(orang)
Perempuan
(orang)
Tamat
SMP/sederajat
673 353 320
Tamat
SMA/sederajat
338 175 163
Tamat S-1/sederajat 25 12 13
Tamat S-2/sederajat 2 2 0
Tidak pernah
sekolah
837 393 444
Tidak tamat SD 48 18 30
Tidak tamat SLTP 56 20 36
Tidak tamat SLTA 37 29 8
Buta huruf 47 20 27
Sumber: data primer yang telah diolah6
Sedangkan yang sedang menempuh pendidikan tingkat TK sebanyak 86 orang,
dan sebanyak 233 orang anak yang sedang bersekolah pada usia 7-18 tahun. Serta
penduduk desa Mekarsari di usia produktif yang buta aksara dan huruf/angka latin
6 Data monografi desa Mekarsari, kecamatan Pasir Sakti, kabupaten Lampung Timur, Tahun 2019-
2020
63
sebanyak 47 orang dengan jumlah laki-laki sebanyak 20 orang dan perempuan
sejumlah 27 orang.
Dari data di atas menunjukkan bahwa masyarakat desa Mekarsari masih banyak
yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, hal tersebut terlihat dari
banyaknya jumlah penduduk yang tidak pernah sekolah dan buta huruf serta banyak
yang hanya menamatkan pendidikan hingga jenjang SMP. Hal tersebut juga banyak
disebabkan oleh kondisi ekonomi masyarakatnya karena tingkat kesejahteraan
keluarga di desa Mekarsari terhitung rendah, terlihat dari jumlah keluarga
prasejahtera yang jauh lebih banyak dari pada jumlah keluarga sejahtera tingkat
1,2,3,dan 3 plus, dimana jumlah keluarga prasejahtera di desa ini sebanyak 361
keluarga. Dilihat dari data tersebut, terlihat bahwa perekonomian penduduk desa
Mekarsari banyak yang berkonomian menengah kebawah.
Meskipun demikian, pendidikan di desa Mekarsari mulai berkembang terlihat dari
didirikannya berbagai lembaga pendidikan yang mendukung perkembangan
pendidikan di desa Mekarsari. Di desa mekarsari, terdapat lembaga pendidikan yang
tercatat resmi di kelurahan desa sebanyak 1 lembaga pendidikan agama (Pondok
pesantren), 2 TK, 4 SD, 5 SMP, 3 SMA. Untuk menunjang perkembangan
pendidikan desa, terdapat sarana dan prasarana gedung lembaga pendidikan yang
merupakan milik sendiri (lembaga pendidikan tersebut) sebagai sarana penunjangnya
antara lain perinciannya sebagai berikut: gedung TK/sederajat sebanyak 1 unit,
SD/sederajat sebanyak 2 unit, SMP/sederajat 3 unit, SMA/sederajat sebanyak 1 unit,
dan lembaga pendidikan agama sebanyak 2 unit. Data tersebut penulis sajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 8. Sarana Pendidikan Desa Mekarsari
No. Sarana Pendidikan Jumlah
1. TK 2 unit
64
2. SD 4 unit
3. SMP 5 unit
4. SMA 3 unit
5. Pondok Pesantren 1 unit
Jumlah Total 15 unit
Sumber: data primer yang telah diolah7
Penduduk desa Mekarsari mayoritas bermata pencaharian sebagai petani
sebanyak 1.308 orang, 293 orang bekerja sebagai buruh tani, 45 orang penduduknya
bekerja sebagai pengusaha baik kecil, menengah hingga besar. 19 orang bekerja
sebagai pedagang keliling, 130 orang bekerja sebagai pembantu rumah tangga,
sisanya bekerja sebagai peternak sebanyak 4 orang, nelayan sebanyak 5 orang,
karyawan perusahaan swasta sebanyak 12 orang, pegawai negeri sipil sebanyak 39
orang, dan bidan sebanyak 2 orang. Sedangkan penduduk usia 15-56 tahun yang tidak
bekerja sebanyak 916 orang, penduduk wanita usia 36 tahun yang menjadi ibu rumah
tangga sebanyak 544 orang, serta penduduk usia >15 tahun yang cacat sehingga tidak
bekerja sebanyak 10 orang.
Tabel 9. Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Mekarsari
No Jenis Pekerjaan Jumlah Laki-Laki
(orang)
Perempuan
(orang)
1. Petani 1.308 654 654
2. Buruh tani 293 129 164
3. Pembantu rumah 130 0 130
7 Data Monografi Desa Mekarsari , Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Tahun
2019-2020
65
tangga
4. Pengusaha (kecil,
menengah, besar)
45 15 30
5. Pegawai Negeri Sipil 39 20 19
6. Pedagang keliling 19 4 15
7. Pegawai perusahaan
swasta
12 8 4
8. Nelayan 5 5 0
9. Peternak 4 4 0
10. Bidan swasta 2 0 2
Sumber: Data primer yang telah diolah8
Desa Mekarsari memiliki potensi sumber daya hasil bumi yakni pertanian dan
perkebunan yang lumayan besar baik memiliki tanah maupun yang tidak memiliki
tanah perkebunan. Terlihat dari sektor pertanian, desa Mekarsari bisa menghasilkan
produksi Jagung seluas 260 Ha yang menghasilkan 5 ton/Ha, padi sawah seluas 400
Ha yang menghasilkan 5 ton/Ha, dan ubi kayu seluas 15 Ha yang menghasilkan 9
ton/Ha. Sedangkan dari sektor perkebunan, warga desa Mekarsari memiliki produksi
kelapa seluas 12 Ha yang menghasilkan 500 ton/Ha, perkebunan kelapa sawit seluas
30 Ha yang menghasilkan 1,5 ton/Ha, kebun karet seluas 8 Ha yang menghasilkan 1,2
ton/Ha. Dalam melakukan aktifitas ekonomi, maka penduduk desa Mekarsari
membutuhkan sarana lembaga ekonomi pendukung. Diantara sarana pendukung
perkembangan ekonomi desa Mekarsari antara lain sebagai berikut:
Tabel 10. Sarana Lembaga Ekonomi Desa Mekarsari
8 Data Monografi Desa Mekarsari , Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Tahun
2019-2020
66
No. Sarana Lembaga Ekonomi Desa Jumlah
1. Bumdes 1 unit
2. Toko/kios 56 unit
3. Warung makan 3 unit
Jumlah Total 60 unit
Sumber: Data primer yang telah diolah9
Penduduk desa Mekarsari merupakan masyarakat yang beragam suku dan agama,
sehingga penduduk desa Mekarsari memeluk agama yang di akui sah di Indonesia
selain Konghucu yakni agama Islam, Kristen, Budha, dan Hindu. Agama Islam
menjadi agama mayoritas yang dipeluk oleh penduduk desa Mekarsari selain agama-
agama lainnya yang dipeluk oleh masyarakat. Sesuai dengan data pemerintah desa
setempat, penduduk yang beragama Islam berjumlah 2104 jiwa, penduduk yang
memeluk agama Kristen protestan sebanyak 127 jiwa, Hindu sebanyak 238 jiwa yang
berpusat di RW 6, Kristen katolik sebanyak 36 jiwa, dan pemeluk agama Budha
sebanyak 1 jiwa.
Tabel 11. Jumlah Penduduk Desa Mekarsari Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah Laki-laki Perempuan
1. Islam 2.104 jiwa 1.123 981
2. Kristen 127 jiwa 60 67
3. Katholik 36 jiwa 16 20
4. Hindu 238 jiwa 102 136
9 Data Monografi desa Mekarsari , Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Tahun
2019-2020
67
5. Budha 1 jiwa 0 1
Jumlah Total 2.506 jiwa
Sumber: Data primer yang telah diolah10
Untuk menunjang kegiatan keagamaan masyarakat setempat, telah tersedia 4 buah
masjid, 9 mushalla/langgar, 1 gereja Kristen protestan, 1 buah gereja Kristen katholik,
dan 1 buah pura. Adapun data tersebut penulis sajikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Tabel 12. Sarana Keagamaan Desa Mekarsari
Sarana Keagamaan Jumlah
Tempat Ibadah
Masjid
Mushala
Gereja Kristen Protestan
Gereja Katholik
Pura
4 unit
9 unit
1 unit
1 unit
1 unit
Jumlah Total 16 unit
Sumber: Data Primer yang telah diolah11
10 Data monografi desa Mekarsari, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Tahun
2019-2020
11
Data Monografi desa Mekarsari , Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Tahun
2019-2020
68
Faham keagamaan (Islam) penduduk desa Mekarsari hampir 95% NU, hal
tersebut terlihat dalam kegiatan pengajian rutin yang dilakukan oleh para warga
meskipun juga terdapat kelompok lain seperti Muhammadiyah dan lain-lain. Terdapat
beberapa kelompok majlis ta‟lim yang ada di setiap masjid di desa Mekarsari, namun
yang dominan dan aktif ialah kelompok muslimat NU yang berperan aktif
mengadakan pengajian-pengajian di setiap masjid di desa Mekarsari.
a. Sejarah Perkembangan Pesantren Darussalam Mekarsari Lampung
Yayasan Pondok pesantren Darussalam Lampung merupakan pondok pesantren
tradisional salafiyah yang berhaluan ahlus sunnah wal jamaah. Pondok Pesantren ini
didirikan pada 04 Februari tahun 2003 Masehi / 03 Dzulhijah 1425 Hijriah oleh KH.
M. Mastur Huda RS selaku tokoh pendiri, pengasuh dan pemimpin pondok pesantren
setelah memisahkan diri dari pondok pesantren Darul Hikmah yang terletak di desa
Pulosari. Pada awalnya beliau menjadi Kiai di pondok pesantren Darul hikmah,
kemudian beliau mendirikan pondok pesantren Darussalam sehingga pondok
pesantren Darussalam merupakan pecahan dari pondok pesantren Darul Hikmah
Pulosari yang telah berdiri sejak tahun 1992 yang di pimpin oleh Kiai Asparudin.
Kemudian beliau berinisiatif untuk mendirikan pondok pesantren sendiri dengan
diikuti oleh beberapa muridnya yang saat itu beliau ajar di pondok pesantren Darul
Hikmah. Sebagaimana yang KH. Mastur Huda Rs sampaikan bahwa: “yang
memotivasi saya untuk mendirikan pondok pesantren ini yang pertama dorongan dari
masyayih / para guru, setelah itu juga dorongan dari orang tua, keluarga besar, dan
juga ada niat dari pribadi.”12
Yayasan pondok pesantren Darussalam dibangun di atas tanah yang pada saat itu
merupakan tanah blukar dan rawa yang tergenang air, sehingga mau tidak mau harus
dilakukan pembabatan dan penimbunan rawa terlebih dahulu sebelum akhirnya
mendirikan sebuah bangunan. Akhirnya beliau beserta para murid yang mengikuti
beliau melakukan kegiatan mengaji dan menyisihkan waktu serta tenaga mereka
12 Wawancara pribadi dengan KH. Mastur Huda RS, selaku pendiri dan pimpinan pengasuh
pondok pesantren Darussalam Lampung, Mekarsari, 08 Maret 2021
69
untuk membantu pembangunan pondok yakni menimbun rawa-rawa, membabat
ilalang dan melakukan pembangunan pesantren menggunakan alat tradisional yang
serba terbatas.
Pada awal pembangunan pesantren, material bangunan yang digunakan
merupakan hasil jariyah (bantuan) dari orang-orang sekitar yang simpatik terhadap
pembangunan pesantren. Bantuan-bantuan tersebut antara lain seperti genteng-
genteng bekas, material-material kayu yang digunakan untuk pembangunan. Kiai
Mastur Huda RS dan para muridnya berhasil mendirikan tiga buah asrama untuk
santri putra dan satu buah asrama untuk santri putri. Meskipun demikian, tidak
menyurutkan semangat kiai Mastur Huda RS dan para muridnya untuk terus
semangat membangun pondok pesantren ini hingga sekarang. Sebagaimana
dijelaskan oleh Kurniawan Pratama selaku ketua pengasuh pondok putra yayasan
pondok pesantren Darussalam mengatakan bahwa: “waktu pertama kali pindah ke
tempat ini, tempat ini merupakan rawa dengan kegiatan santri yang sudah lama
dengan membangun bangunan-bangunan yang dibantu oleh masyarakat kemudian
jadilah pondok ini dan kemudian di beri nama dan disahkan oleh KH. Ahmad Sodik
selaku pemimpin pondok pesantren Darussalam di Way Jepara, Lampung Timur.
Bangunan yang pertama kali dibangun ialah bangunan yang masih sangat sederhana
yakni bangunan yang terbuat dari geribik atau gedek13
”.
Pada awal pembangunan pondok pesantren Darussalam Lampung banyak sekali
pihak-pihak utama yang terlibat membantu dalam mewujudkan pendirian pondok ini,
mereka antara lain yakni pak Tohari selaku kepala desa Mekarsari, dan juga seluruh
kepala dusun yang ada pada saat itu, kemudian tokoh-tokoh agama desa Mulyosari,
pasir sakti, dan libo, sampai tokoh-tokoh desa buntal semua ikut terlibat dalam
mendirikan bangunan pondok pesantren Darussalam.
Pondok ini berkiblat kepada pondok pesantren Darussalam yang berlokasi di
Blokagung Jawa Timur, dimana KH. M. Mastur Huda RS menimba ilmu agama
13 Gedek adalah bahasa jawa yang artinya tembok yang terbuat dari anyaman bambu
70
hingga selesai.14
Pada awalnya, pondok pesantren Darussalam berbasis pendidikan
salafiyah15
yang menggunakan metode bandongan dengan memfokuskan
pengajarannya memaknai kitab-kitab ilmu agama yakni dengan menggunakan kitab-
kitab kuning, madrasah diniyah dengan bertingkat dimana pada awalnya hanya ada
madrasah diniyah, ula, dan wustha. Namun saat ini pondok pesantren Darussalam
sudah bertambah hingga ke tingkat ulya dan mendirikan sekolah pendidikan formal
juga. Ciri-ciri pondok pesantren tradisional ialah pesantren yang menggunakan sistem
bandongan dan sorogan sebagai metode atau sistem pembelajarannya dan
menggunakan kitab-kitab kuning (turats) yakni kitab berbahasa arab yang merupakan
hasil karya ulama Islam baik luar negeri maupun luar negeri.16
Selain kiai Mastur Huda RS yang mengajar di pondok Darussalam ini, pada
awalnya beliau dibantu oleh teman-teman dan para santrinya dalam mengajar dan
membangun bangunan pondok pesantren. Setelah menempuh perjalanan yang
panjang, dikarenakan tuntutan zaman yang semakin maju akhirnya pondok pesantren
Darussalam semakin berkembang pesat khususnya dalam bidang pendidikan dengan
tetap berpedoman pada tradisi salafiyah, terlihat dari semakin banyaknya santri maka
pada tahun 2013 didirikannya madrasah formal yakni SMP BP Darussalam yang
dikembangkan dengan baik dari segi kurikulum dan juga pengajarannya, dan 3 tahun
kemudian setelah berhasil menamatkan satu angkatan lulusan akhirnya pondok
pesantren Darussalam mampu mendirikan SMA BP Darussalam, dimana total santri
hingga sekarang adalah sekitar 450 santri. Sehingga pondok pesantren Darussalam
memiliki beberapa tingkat pendidikan, antara lain sebagai berikut: Madrasah diniyah,
SMP BP Darussalam, SMA BP Darussalam, TPQ Darussalam, pondok putra dan
putri, dan tahfidz putra-putri pesantren Darussalam.17
14 Wawancara pribadi dengan Kurniawan Pratama selaku ketua pengasuh pondok putra
Darussalam, Mekarsari, 21 Desember 2020
15
Pondok pesantren yang bersifat tradisional dengan ciri khas Bandongan dan Sorogan.
16
Ahmad Muhakamurrohman, Pesantren: Santri, Kiai, dan Tradisi (Jurnal Kebudayaan Islam,
Vol. 12 No.2, 2014), h: 109-118
17
Wawancara pribadi dengan Kurniawan Pratama selaku ketua pengasuh pondok putra
Darussalam, Mekarsari, 21 Desember 2020
71
Tabel 13. Jumlah Santri Pondok Pesantren Darussalam Berdasarkan Jenis
Kelamin
No Nama Jumlah
1. Santri Putra 135 orang
2. Santri Putri 240 orang
Jumlah Total 375 orang
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah santri putri lebih banyak dari pada jumlah
santri putra. Pembangunan di pondok pesantren Darussalam khususnya dalam
pembangunan bangunan pesantren masih melibatkan seluruh santri dalam proses
pembangunannya, hal ini bertujuan agar para santri memiliki andil dalam
pembangunan pesantren.
Aktifitas para santri di pondok pesantren Darussalam tidak berbeda dengan
aktifitas pesantren pada umumnya, khususnya dalam hal kegiatan yang padat. Selain
kegiatan yang diadakan secara rutin, terdapat juga kegiatan yang diselenggarakan
secara berkala. Segala kegiatan-kegiatan pesantren tersebut terdapat acara yang
diselenggarakan khusus untuk santri sendiri, dan ada juga yang diselenggarakan
untuk santri dan masyarakat luas. Kegiatan santri sehari-hari ialah pengajian, baik
mengaji al-Quran, tafsir, maupun mengkaji kitab kuning dengan menggunakan
berbagai metode pengajaran, sholat jamaah, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Tabel 14. Jadwal Kegiatan Santri Sehari-hari
Waktu Kegiatan
04.40-05.00
WIB
Jamaah Sholat Subuh
05.01-05.45 Mengaji Bandongan dan Sorogan (mengkaji kitab)
72
WIB - Ula
- Wustha
- Wustha tsani+ulya mengkaji kitab Nasaihul
Diniyah
06.31-07.30 Mengaji kitab Ihya‟ Ulumiddin
08.00 Sekolah umum
Sorogan Kitab Kuning
12.45 Jamaah shalat dhuhur
13.30 Sekolah madrasah diniyah
16.00 Jamaah shalat ashar
Mengaji kitab ihya‟ ulumiddin
16.30 Kegiatan tpq Darussalam
Kegiatan ubudiyyah
18.00 Jamaah Shalat maghrib
Pengajian kitab tafsir jalalain
18.30 Sorogan kitab kuning/al-quran
Belajar doa-doa
20.00 Shalat Isya‟ Berjamaah
21.00 Taqrar / lalaran madrasah diniyah
22.00 Ngaji Sorogan kitab kuning/pendalaman kitab kuning
dengan metode bandongan
73
24.00 Shalat malam/istighasah
00.30 Istirahat/tidur
Sedangkan untuk kegiatan yang sifatnya berkala, terdapat kegiatan
mingguan, bulanan, dan tahunan. Acara yang sifatnya berkala yang diadakan
khusus untuk para santri:
1. Nariyahan yakni, membaca shalawat nariyah bersama di masjid yang
dilakukan setiap seminggu sekali pada senin malam setelah shalat
maghrib, dimana diikuti oleh para santriwan dan santriwati di pondok
pesantren Darussalam.
2. Al-kahfian dan sema‟an al-Quran setelah itu diadakan ro‟an atau gotong
royong membersihkan lingkungan pondok pesantren yang dilakukan
setiap hari Jumat.
3. Al-khitobah, al-barjanji yang dilakukan setiap kamis malam atau malam
jumat.
4. Khataman al-Qur‟an (acara mengkhatamkan quran yang dilakukan sehari
sebelum zikrul syafaah yang dilaksanakan oleh para santri dengan cara
membaca al-Qur‟an sendiri-sendiri yang terbagi ayat 1-15 dibacakan oleh
santri laki-laki dan 15-29 oleh santri-santri perempuan kemudian ayat 30
dibacakan oleh para santri-santri laki-laki kembali dengan cara menmbaca
dan mengkhatamkannya sendiri-sendiri yang mana acaranya dibuka oleh
Gus Saikhul Huda.
5. Istoghosah jamaah dzikrul syafaah yang diadakan setiap sebulan sekali
tepat pada tanggal 15 robiul awal bulan hijriah, yakni melakukan zikir dan
doa bersama yang dipimpin oleh kiai Mastur Huda dan diikuti oleh para
santri, wali santri, masyarakat, alumni, dan relawan yang dating ke
pondok. Kegiatan ini telah berjalan kurang lebih 3,5 tahun.
74
6. Legian atau reuni alumni yang dilakukan setiap satu bulan sekali setiap
minggu legi yang bertempat di pondok pesantren Darussalam Lampung,
yang dipimpin oleh kiai mastur huda dan dihadiri oleh para alumni
pesantren.
7. Manaqib kubro syekh Abdul Qodir Jaelani yang diadakan setiap tanggal
11 bulan hijriah
8. Khataman kitab-kitab kuning yakni kitab Ihya‟ Ulumuddin dan Tafsir
Jalalain yang dilakukan setiap 3 tahun sekali.
Sedangkan acara yang diadakan oleh pondok pesantren Darussalam
Mekarsari Lampung yang melibatkan santri serta masyarakat luas antara lain
sebagai berikut: Khataman kelas akhir ula atau yang biasa disebut dengan
mriti. Setiap khataman kelas 4,5,6,7,8 itu diadakan khataman kelas setiap
tahun dengan cara diadakannya pengajian atau ziarah yang pengadaannya
digilir setahun pengajian dan tahun depannya ziarah, begitu seterusnya yang
di hadiri oleh para santri dan masyarakat. Harlah pesantren yakni acara
peringatan uang tahun pesantren yang diadakan setiap setahun sekali yang
dihadiri oleh santri dan masyarakat
Karakter pondok pesantren tradisional sangat erat memparaktikkan
pemahaman-pemahaman mazhab yang dianutnya. Pondok pesantren
Darussalam lebih menonjolkan kajiannya dalam bidang ilmu tasawuf dari
pada bidang keilmuan-keilmuan agama lainnya seperti tafsir, al-quran,
ataupun hadis. Sehingga hal tersebut menjadikan segala tradisi hubungan
antara kiai dan santri dalam lingkungan pondok pesantren Darussalam
mengutamakan dan mengedepankan akhlakul karimah. Menurut Wardah
Nuroniyah, nilai lokalitas di pesantren tradisional ialah sistem pengajaran
masih menggunakan metode tradisional yakni metode bandongan dan
sorogan, hubungan antara kiai dengan santri menekankan prinsip
75
autoritarianisme, sistem kepemimpinan berdasarkan figure kharismatik,
dominasi laki-laki dalam struktur kepengurusan pesantren.18
Pengajaran yang ada di pondok pesantren Darussalam bertujuan untuk
mendidik para santrinya agar memiliki karakter agamis yang bermanfaat
untuk masyarakat sesuai dengan hadist nabi SAW yang berbunyi
“khoirunnaas anfa‟uhum linnaasi” yang artinya sebaik-baiknya manusia
adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Seperti yang disampaikan oleh Kiai
Mastur Huda RS bahwa: “Insha Allah apabila santri itu cukup belajarnya dan
bersungguh-sungguh, maka bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk
dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat. Dimanapun santri itu akan tinggal,
disana para santri akan memperjuangkan agamanya Allah SWT. Dengan
perjuangan mereka yang sedemikian, maka insha allah Islam akan terus
berkembang. Itulah cita-cita pondok pesantren untuk mengembangkan agama
Islam, apabila Islam terus berkembang maka insha Allah dunia ini akan selalu
tenteram. Karena al-Islamu ya‟lu wa laa yu‟la „alaihi juga rahmatan lil
„aalamin, Islam akan memberi rahmat kepada seluruh alam. Demikian cita-
cita pondok pesantren dan cita-cita pengasuh untuk mengembangkan ilmu-
ilmunya supaya ilmu ini menjadi amal jariyah pengasuh dan juga keluarga
ndalem semuanya”19
b. Biografi KH. M. Mastur Huda RS
KH. M. Mastur Huda RS berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Beliau
lahir pada tanggal 07 Oktober 1958 dimana kedua orang tuanya merupakan
orang Banyuwangi. Ia merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara. Setelah
tamat dari Madrasah Ibtidaiyah, beliau melanjutkan pendidikan beliau di
pondok pesantren Subulussalam, Sriwangi, BK 16, Belitang, Oku Timur.
18 Wardah Nuroniyah, M.S.I, “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai Kearifan Lokal di Pondok
Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon” (Jurnal Holistik Volume 15 Nomor 02, 2014), h:
395
19
Wawancara pribadi dengan KH. Mastur Huda RS, selaku pendiri dan pimpinan pengasuh pondok pesantren Darussalam Lampung, Mekarsari, 08 Maret 2021
76
Setelah meyelesaikan pendidikan pesantren selama 6 tahun di pondok
pesantren Subulussalam Sriwangi Blitang Oku Timur, kemudian beliau
melanjutkan ke pondok pesantren Ringin Agung Kediri, Jawa timur. Setelah
satu tahun belajar disana, beliau menghadapi masalah finansial sehingga
menyebabkan beliau kemudian pindah ke pondok pesantren Darussalam
Blokagung Banyuwangi sampai dengan tahun 1978. Sehingga selama kurang
lebih 20 tahun beliau belajar di tiga pondok pesantren tersebut. Sedangkan
untuk pendidikan formal, beliau hanya tamat sampai sekolah dasar. Setelah
tamat dari pondok pesantren Darussalam di Blok Agung Banyuwangi, beliau
kembali ke desa Pasir Sakti untuk mengembangkan ilmu-ilmu agama yang
beliau dapat di pesantren dengan mengajar di pondok pesantren Darul
Hikmah, Pulosari, dan kemudian beliau mendirikan pondok pesantren sendiri
yakni pondok pesantren Darussalam yang berlokasi di desa Mekarsari yang
masih berkembang sampai sekarang.
Kemudian pada tahun 1987, beliau menikahi seorang perempuan yang
berasal dari Gumuk Mas kabupaten Jember yang pada saat itu sedang
bertempat tinggal dan menetap di desa pasir sakti yakni ibu Nyai
Nikmatusholihah. Ibu Nyai Nikmatusholihah beliau lahir di Jember 01
September 1968, beliau merupakan santri di pondok pesantren Darussalam di
Blokagung sehinggga beliau satu almamater dengan kiai Mastur Huda RS.
Setelah menikah dengan ibu Nyai Nikmatusholihah, KH. M. Mastur Huda
RS bertempat tinggal di desa pasir sakti. Setelah 3 tahun menempati daerah
baru, para sahabat beliau sewaktu mengaji dahulu mulai berdatangan. Beliau
memiliki 4 orang anak dan 3 orang cucu,anak-anak beliau antara lain sebagai
berikut:
1. Zuhairina lailatul fajriah
2. Imroatul azizah
3. Muhammad ali lutfi
77
4. Fauzun nuril „ain
KH. M. Mastur Huda RS dan ibu nyai Nikmatusholihah memiliki 3 orang
cucu:
1. Muhammad Hanif Nizam Syafi‟i anak dari pasangan Zuhairina Lailatul
Fajriah dan Ismail.
2. Nabila asyfa abidah anak dari pasangan Imroatul azizah dan Syaikhul
Huda.
3. Muhammad Abdullah asyrof nuqoba‟ anak dari I mroatul azizah dan
syaikhul huda.
Dalam lingkungan keluarga ndalem yakni keluarga KH Mastur Huda RS,
beliau mengajarkan anak-anaknya untuk mengedepankan mengaji akan tetapi
tidak melupakan untuk menuntut ilmu dalam pendidikan umum, serta tidak
membatasi anak-anak perempuan beliau untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Hal tersebut dikatakan oleh Gus Saikhul Huda selaku menantu Kiai Mastur
Huda Rs: “beliau (Kiai Mastur Huda Rs) tidak pernah membatasi anak-anak
beliau untuk menuntut ilmu baik anak laki-laki maupun anak perempuan
beliau. Beliau memberi kebebasan kepada anak-anak beliau terutama dalam
dalam hal pendidikan sehingga putra-putri beliau memiliki kebebasan untuk
memilih pendidikan karena beliau tidak mendoktrin anak-anak beliau akan
tetapi beliau mewajibkan anak-anak beliau untuk mengaji karena itu hal yang
utama. Jadi, keluarga ndalem itu punya khusus untuk putranya itu untuk ngaji,
kalau sekolah itu terserah, kuncinya itu ngaji”
Dalam pengembangan pesantren, Ibu nyai juga memiliki peran dalam
membantu mengurus perkembangan pesantren yakni dalam lingkungan santri
putri, selain itu beliau juga berperan dalam pengajaran pondok pesantren
Darussalam, beliau mengajar al-Quran untuk para santri putri setelah maghrib
dikarenakan beliau juga merupakan lulusan pesantren yang sama dengan KH.
Mastur Huda RS. Ibu nyai juga mendampingi kiai Mastur Huda RS dan ikut
78
berjuang dalam pendirian pesantren Darussalam sampai sekarang, dituturkan
oleh kiai Mastur Huda Rs: “dari awal ibu nyai sudah ikut berjuang terus, saya
ajak mulai dari nol sampai seperti sekarang ini. Pahit dikerjakan bersama,
manis dimakan bersama dan seterusnya, sampai dulu kerapkali tidak bisa
makan karena kondisi ekonomi yang kurang memadai. Dulu awalnya saya
juga kerja, pulang dari kerja ngaji, pulang dari kerja jamaah shalat sampai
malam.”20
B. SISTEM PENGAJARAN DAN BAHAN AJAR PENDIDIKAN
Metode pengajaran serta kurikulum pondok pesantren Darussalam berciri
salafiyah. Pengajaran yang diajar langsung oleh para Kiai, asatidz, santri
senior. Aktivitas para santri dimulai dari ba‟da subuh hingga malam hari.
Pondok ini memadukan dua metode yakni metode salaf dan kontemporer
dengan cara mempelajari kitab-kitab kuning yang berumur ratusan tahun dan
mempelajari kitab-kitab kontemporer, dengan kata lain pondok ini memegang
prinsip untuk mempertahankan yang lama tetapi ada kemungkinan untuk
mengambil perkara baru yang baik akan tetapi tidak tetap meninggalkan
tradisi yang lama. Hal ini disampaikan oleh KH. Mastur Huda RS sebagai
berikut: “dulu awalnya diniyah-salafiyah ya pelajarannya ala diniyah seperti
belajar nahwu, shorof, tajwid, tauhid, hadis dan fikih itu pelajaran-pelajaran
yang ada di diniyah. Kalau yang ngaji kitab kuning itu banyak kitab macem-
macem seperti kitab tafsir jalalin, ihya‟ ulumuddin, dan kitab-kitab fikih
lainnya. Kalau kitab hadistnya ya ada sama kalau tasawuf ya juga ada”21
. Pada
umumnya, ciri khas pengajaran yang dicondongkan dalam lingkungan pondok
pesantren tradisional memang pengajaran-pengajaran yang berbasis nahwu,
shorof, fikih, hadis serta tasawuf.
20
Wawancara pribadi dengan KH. Mastur Huda RS, selaku pendiri dan pimpinan pengasuh pondok
pesantren Darussalam Lampung, Mekarsari, 08 Maret 2021
21 Wawancara pribadi dengan KH. Mastur Huda RS, selaku pendiri dan pimpinan pengasuh pondok
pesantren Darussalam Lampung, Mekarsari, 08 Maret 2021
79
Dalam pengelolaannya, pondok ini di ditangani oleh kepengurusan yang
terdiri dari pengurus pusat, komplek, kamar, serta kepengurusan yang bersifat
otonom. Pondok ini mengacu kepada pola pembelajaran yang diterapkan oleh
pondok pesantren Darussalam di Banyuwangi yang merupakan tempat dimana
KH. Mastur Huda RS dan ibu nyai mengenyam dan menyelesaikan
pendidikan pesantren.
Metode yang digunakan dalam pendidikan dan pengajaran di pondok
pesantren Darussalam dalam mengajar kitab kuning khususnya Sebagai ciri
khas pondok salaf ada beberapa sistem pengajaran yang digunakan, antara lain
sebagai berikut: sistem Bandongan, sistem sorogan, sistem klasikal.
1. Sistem bandongan
Yaitu metode pengajaran dengan cara kiai membacakan kitab, lalu santri
memberi makna (menulis apa yang dibaca oleh kiai dengan huruf pegon)
setelah itu Kiai memberikan penjelasan.
2. Sistem sorogan
Yakni metode mengajar dengan cara guru membaca sebuah kitab lalu
santri menirukan apa yang dibacakan oleh guru tersebut kemudian
ditashih (dikoreksi) secara langsung oleh guru yang bersangkutan.
Terdapat 3 kitab wajib yang di ajarkan dengan menggunakan metode
sorogan sesuai dengan tingkatannya, yakni: kitab sulamunnajah (untuk
tingkat pertama), ta‟lim muta‟alim (tingkat selanjutnya), lalu kitab fathul
qorib.
3. Sistem Klasikal
Sistem ini diterapkan di pondok pesantren akan tetapi melalui jalur
madrasah atau sekolah.
Terdapat 3 kitab yang di ajarkan langsung oleh kiai Mastur Huda Rs
dengan menggunakan metode bandongan22
yakni kitab Ihya‟ ulumuddin
karya Imam Ghozali, tafsir Jalalain karya Imam Suyuthi dan Mahalli, dan
22 Metode bandongan merupakan metode pengajaran dimana kiai membaca makna kitab kuning
kemudian santri memberi/menulis makna tersebut di kitab masing-masing, kemudian kiai menjelaskan
artinya kepada santri
80
kitab kuning yang lain yang menjadi kitab wajib dan menjadi ciri khas
pondok pesantren tradisional, serta kitab kuning yang diajarkan
menggunakan sistem sorogan yakni antara lain kitab Sulamunnajah,
Ta‟lim Muta‟alim, dan Fathul Qorib.
Tabel 15. Jadwal Kegiatan Ngaji Bandongan
Waktu Kitab Pengajar
07.00 – 07.30
WIB
16.30 – 17.30
WIB
Ihya‟ Ulumuddin
Ba‟da maghrib Pengajian Tafsir
Jalalain
KH. Mastur Huda RS
Ba‟da Dhuhur Berganti-ganti kitab,
satu kitab khatam ganti
kitab lainnya
Pesantren mengajarkan untuk bergaya hidup sederhana dan memiliki
peraturan atau qonun pondok pesantren yang wajib ditaati oleh seluruh
santri. Peraturan tersebut seperti: tidak memperbolehkan santri khususnya
santri putri untuk berada di luar lingkungan pesantren tanpa seizin dari
pihak pengasuh ataupun pengurus pondok, dan jika hendak pulang ke
rumah harus terlebih dahulu meminta izin kepada Kiai ataupun Nyai di
ndalem atau biasanya disebut dengan istilah sowan. Untuk menegakkan
peraturan tersebut maka diberlakukan lah sanksi yang disebut dengan
ta‟zir. Hal tersebut diberlakukan untuk menegakkan peraturan dan
mendidik santri untuk belajar menjadi pribadi yang lebih disiplin dan taat
terhadap peraturan. Selain mengajarkan untuk disiplin dan hidup
sederhana, pondok pesantren mengutamakan pengajaran akhlakul karimah
yakni adab diantara santri dan kiai, antara murid dengan guru, antara santri
81
dengan warga ndalem. Maka dari itu, pengajaran tasawuf, adab dan fikih
lebih banyak diajarkan di dalam pesantren untuk membentuk akhlak santri
mulai dari pondok pesantren sampai nanti pulang ke rumah untuk
menebarkan manfaat dan ilmu di lingkungan masyarakat.
Seiring waktu dengan melihat perkembangan zaman dan kemajuan
pendidikan di daerah sekitar Mekarsari, pondok pesantren Darussalam
mulai berkembang sehingga selain mendirikan madrasah yang bersifat
tradisional, pesantren Darussalam juga mendirikan lembaga pendidikan
formal untuk tingkat tsanawiyah dan aliyah. Hal tersebut merupakan
perkembangan yang luar biasa sebagai upaya agar pesantren tidak
tertinggal oleh kemajuan zaman. Jenjang pendidikan diniyah yang ada di
pondok pesantren Darussalam Lampung dibedakan menjadi 3 yakni: ula,
wustha atau mriti, dan ulya. Pondok pesantren Darussalam
menyelenggarakan 2 tipe pendidikan yakni formal dan non-formal:
1. Pendidikan Formal
a. Tingkat Formal terdapat Sekolah Menengah Pertama Berbasis
Pesantren Darussalam (SMP BP Darussalam) yang didirikan sejak
tahun 2013 sampai sekarang sudah memiliki murid mencapai 300-an
murid.
b. Sekolah Menengah Atas Berbasis Pesantren (SMA BP) Darussalam
yang didirikan sejak tahun 2016 yang telah memiliki murid sekitar
120-an murid.
c. Madrasah diniyah terdiri dari 3 tingkat yakni ula/mriti (terdiri dari
kelas 1-4), wustha (kelas 5-6), dan ulya (kelas 7-8).
2. Pendidikan Non-Formal atau yang biasa disebut dengan diniyah, antara
lain sebagai berikut:
a. Pengajian sorogan/tahasus.
b. Pengajian bandongan.
c. Pengajian mingguan.
d. Pengajian umum selapanan/ahad legi.
82
e. Pengajian kitab kuning klasikal (sorogan dan wetonan).
f. Pesantren kanak-kanak Darussalam.
g. Pesantren tahfidzul quran Darussalam.
h. TPQ Darussalam.
i. Bahtsul Masail.
j. LKSA Darussalam, yakni dimana Pesantren memberikan bantuan
beasiswa bagi anak-anak yang kurang mampu yakni dengan program
LKSA (Lembaga Kesejahteraan Anak) Darussalam yang bekerja sama
dengan dinas sosial kabupaten maupun pusat.
Untuk madrasah diniyah, metode yang digunakan seperti halnya metode
yang digunakan pada sekolah formal, kemudian dalam pengajaran madrasah
diniyah mempelajari kitab-kitab kajian agama dengan menggunakan berbagai
macam kitab-kitab seperti fikih, hadis, al-Qur‟an, tajwid, dan lain-lain.
Pondok pesantren Darussalam menggunakan banyak sekali bahan ajar
pendidikan, kitab-kitab kuning yang diajarkan sesuai tingkatannya
sebagaimana yang di ajarkan di pondok tradisional pada umumnya.
Pengajaran yang wajib yang langsung di ajar langsung oleh Kiai Mastur Huda
terdapat beberapa kitab, yakni: Ihya‟ Ulumuddin yang di adakan setiap pagi
hari jam 06.30-07.30 WIB dan sore hari pukul 15.45-17-30 WIB setiap hari
kecuali selasa dan jumat, Tafsir Jalalain di adakan setiap hari pada pukul
18.40-19.15 WIB kecuali pada senin malam dan kamis malam.23
Selain itu, terdapat kitab taqrib yang dikaji setiap hari pada pukul
13.00-13.30 WIB kecuali hari jumat di ndalem. Kitab-kitab pengajaran
pondok Darussalam meliputi: kitab-kitab bidang fikih, tauhid, tajwid,
nahwu, shorof, balaghoh, mantiq, akhlak, faroid, hadis, falakiyah, ilmu
hisab, dan masih banyak kitab-kitab lain yang dijadikan bahan ajar di
pondok ini mulai dari kitab-kitab dasar hingga kepada kitab-kitab yang
23
Wawancara pribadi dengan Gus Saikhul Huda S.Pd.I, Selaku ketua bidang pendidikan
Pesantren sekaligus kepala sekolah SMP BP Darussalam, Mekarsari, 05 Oktober 2020
83
mendalam sesuai tingkatan.24
Kemudian bagi para santri yang sudah tidak
sekolah formal mengaji bandongan kitab bihujjatil wasail pada pukul
07.30-08.00 WIB yang diajarkan oleh ustad kurniawan pratama.
Tabel 16. Bahan Ajar Kelas Diniyah Pondok Pesantren Darussalam
Tingkat Kelas Mata
Pelajaran
Kitab Yang
Digunakan
Keterangan
Ula Kelas I Ula Fiqih Mabadi‟ juz I
dan terjemahan
Sejarah Nabi Tarikh Nabi
Tauhid Aqidatul Awam
Akhlaq Tanbihul
Muta‟alim
Fiqih Hidayatussibyan
Nahwu Nahwu Jawan Buku cetak
penulisan
murod
dengan Arab
pegon yang
menjadi kitab
pengajian
wajib dan
pelajaran
yang harus di
hafalkan
24
Wawancara pribadi dengan Kurniawan Pratama selaku ketua pengasuh pondok putra
Darussalam, Mekarsari, 21 Desember 2020
84
Hadist Hadist 101
Bahasa Arab Md. Durusil
Lughoh
Arobiyyah
Kelas II Ula Nahwu Awamil Buku cetak
penulisan
murod
dengan Arab
pegon yang
menjadi kitab
pengajian
wajib dan
pelajaran
yang harus di
hafalkan
Fiqih Fiqh Wadeh juz I
Tauhid Ibarohim Bajuri
Akhlaq Akhlakul
Banin/Banat juz I
Sejarah Nabi Khulasoh Nurul
Yaqin Juz I
Bahasa Arab Md. Durusil
Loghoh
Arobiyah
Hadist Arbain Nawawi
85
Ilmu Tajwid Tuhfatul Athfal
Kelas III
Ula
Nahwu Kitab Jurmiyyah
(terjamah
madina)
Fiqih Fiqh Wadleh juz
II
Akhlaq Akhlakul
Banin/Banat juz
II
Sejarah Nabi Khulasoh Nurul
Yaqin Juz II
Shorof Tasriful Istilah Pelajaran
yang harus
dihafalkan
I‟lal Qowa‟idul I‟lal
Jazariyyah
Khoridah
Nahwu Asymawi Buku cetak
penulisan
murod
dengan Arab
pegon yang
menjadi kitab
pengajian
wajib
86
Kelas IV
Ula
(Imriti)
Nahwu Al-Imriti
Pelajaran
yang harus
dihafalkan
Fiqih Fiqih Wadleh Juz
III
Shorof Maqsud Pelajaran
yang harus
dihafalkan
shorof Tafsir Lughowiy
Akhlaq Akhlakul
Banin/Banat Juz
III
Sejarah Nabi Khulasoh Juz III
Jawahirul
Kalamiyyah
Nahwu Fathul Robbil
Bariyyah
Buku cetak
penulisan
murod
dengan Arab
pegon yang
menjadi kitab
pengajian
wajib
Wustho Kelas I Nahwu Alfiyyah Awwal Pelajaran
yang harus di
87
Wustho hafalkan
Akhlaq Idzotun Nasyi‟in
Awal
I‟rob Muhimmatun
Nisa‟
Fiqih Waroqot
Kaidah Fiqhi Qowaidul
Fiqhiyah
Fiqih Fathul Qorib
Nahwu Ibnu „Aqil Kitab
pengajian
wajib
Nahwu Qowa‟idul I‟rob
Wustha Kelas II
Wustha
Nahwu Alfiyyah Tsani Pelajaran
yang harus di
hafalkan
Akhlaq Idzotun Nasyi‟in
Tsani
Kaidah Fiqhi Qowaidil
Fiqhiyyah
Ilmu Waris Rohabiyyah
Falaq Falaqiyyah
88
Nahwu Ibnu „Aqil Kitab
pengajian
wajib
Tashiluturuqot
Ulya Kelas I Ulya Balaghoh Mahluf Kitab
pengajian
wajib dan
pelajaran
yang harus
dihafalkan
Ilmu Hisab Sulamun
Nayyiroini juz I
Husun
Hamidiyah
Ilmu Mantiq Sulam Munauroq
Ilmu Tafsir al-
Quran
Qawaidul
Asasiyah
Ilmu hadis Minhatul
Mughist
Nahwu Ibnu „Aqil Kitab
pengajian
wajib
Ushul Fiqh Lathoiful Isyarot
Ilmu Syi‟ir Ilmu Arudl
89
Ilmu falaq Ilmu falaq
Fiqh Fathul Mu‟in Kitab yang
menjadi
pengajian
wajib
Tarbiyyah Dedaktik +
bimbingan
konseling
Kegiatan belajar mengajar diniyah pondok pesantren Darussalam tersebut
dilaksanakan setiap hari kecuali hari Jumat, dimulai dari ba‟da dhuhur sampai
sebelum ashar. Bahan-bahan ajar yang dipakai pondok pesantren Darussalam
menjadi acuan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di dalam lingkungan
pesantren. Salah satunya kitab Ihya‟ Ulumuddin merupakan kitab tasawuf
yang diajarkan di pondok pesantren Darussalam Lampung, sedangkan kitab
akhlakul banin/banat, ta‟lim muta‟alim berpengaruh untuk membentuk
pengajaran akhlak santri diajarkan sehingga mengkokohkan doktrin nilai-nilai
moralitas santri. Sedangkan pengajaran mengenai perempuan di ajarkan
melalui kitab muhimmatun nisa‟, dan kitab-kitab lainnya merupakan kitab
untuk ilmu hadis, fikih dan bidang ilmu agama lainnya.
C. TRADISI PESANTREN DARUSSALAM MEKARSARI LAMPUNG
Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan klasik yang memegang
erat tradisionalitas di tengah arus globalisasi dan perubahan zaman. Secara
eksplisit, pondok pesantren Darussalam Lampung berhaluan ahlussunnah wal
jamaah yang memegang kuat prinsip dari maqolah sebagai berikut: “al-
muhafadlotu „ala qodimissholih wal akhdzu biljadidil ashlah, al ishlah ila ma
huwal aslah tsumal aslah fal aslah” yang artinya menjaga perkara lama yang
90
baik dan mengambil perkara baru yang lebih baik, dan perbaikan pada hal
yang lebih baik.
Tradisi pesantren terus hidup dan dipegang teguh oleh masyarakat
lingkungan pesantren yakni kiai dan para santrinya. Tradisi-tradisi yang ada
didalamnya merupakan nilai-nilai lokalitas tradisional yang menjadi ciri khas
bagi pesantren tradisional. Hal tersebut juga terlihat di pesantren Darussalam
yang masih konsisten untuk mempertahankan tradisi pesantren. Tradisi yang
diutamakan oleh pondok pesantren Darussalam Lampung adalah tradisi yang
mengedepankan akhlakul karimah dan ukhwatun khasanah.
Tradisi-tradisi pesantren Darussalam Lampung antara lain sebagai berikut:
1. Tradisi Ro‟an
Ro‟an merupakan tradisi kerja bakti yakni para santro kerja bersama
untuk membersihkan lingkungan sekitar pesantren ataupun bergotong
royong membantu untuk membangun bangunan pesantren, dalam hal
pembangunan bangunan pesantren biasanya dilakukan setiap 2 minggu
sekali yakni pada hari selasa dan jumat.
2. Tradisi Nggendok
yakni kegiatan memasak sendiri bagi santri yang tidak kos, sehingga
melakukan kegiatan memasak sendiri untuk dimakan sendiri. Biasanya
para santri membawa peralatan dan perlengkapan masak sendiri yang
digunakan untuk mereka masak sehari-hari. Meskipun pondok sudah
memberikan fasilitas kos dimana para santri tidak perlu repot-repot masak
sendiri karena difasilitasi oleh pihak pesantren, akan tetapi tradisi ini
masih dilakukan oleh sebagian besar santriwan-santriwati pondok
pesantren Darussalam Mekarsari Lampung karena menurut mereka lebih
meminimalisir biaya.
3. Tradisi mengkaji kitab-kitab klasik
Tradisi mengkaji kitab kuning menjadi ciri khas dan jatidiri pesantren
tradisional, kitab-kitab klasik yang dikarang oleh para ulama terdahulu
dengan menggunakan berbagai macam metode pengajaran yakni dengan
91
metode bandongan dan sorogan. Kitab-kitab klasik tersebut biasa disebut
dengan kitab kuning, kitab-kitab tersebut merupakan kitab dalam berbagai
kajian ilmu keagamaan seperti kajian tafsir, hadis, al-Qur‟an, dan bidang
keilmuan lainnya.
4. Tahlilan
Pondok pesantren tradisional yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah
pasti tidak akan meninggalkan tradisi tahlilan yang memang menjadi ciri
khas bagi kalangan NU, sehingga pondok pesantren Darussalam yang
berhaluan ahlus sunnah wal jamaah mempraktikkan kegiatan tahlillan
setiap malam jumat.
5. Tradisi ndalem
Tradisi ini merupakan tradisi unik yang ditemukan di pesantren
tradisional. Ndalem merupakan sebutan untuk kediaman kiai dalam
lingkungan pesantren. Ndalem merupakan tempat yang sakral, tidak bisa
sembarang orang ataupun santri bisa masuk kedalamnya bahkan kerabat
dekat kiai sekalipun tanpa seizin kiai dan ibu nyai. Seperti yang dituturkan
oleh Saikhul Huda selaku menantu KH. Mastur Huda Rs: “ndalem itu
memang berbeda. Saya bagian dari ndalem, akan tetapi keluarga ndalem
itu tidak bisa seenaknya bisa masuk ndalem. Kemudian kalau saya ke
ndalem itu meskipun saya sebagai anak menantu, kemudian beliau sebagai
orang tua, akan tetapi tidak bisa semena-mena bisa masuk, akan tetapi kita
sowan seperti orang biasa kecuali pada jam-jam khusus. Contohnya:
seperti pada saat jam beliau istirahat, jangankan memanggil bahkan masuk
ke ndalem saja saya tidak berani, baik siang maupun malam hari”25
Meskipun demikian, pada hakikatnya semua santri bisa masuk ke
ndalem. Karena peraturan pondok pesantren Darussalam mewajibkan
santrinya yang akan pulang ke rumah atau bepergian untuk meminta izin
ke kiai atau ibu nyai di ndalem. Namun yang sering masuk ke ndalem
25
Wawancara pribadi dengan Gus Saikhul Huda S.Pd.I, Selaku ketua bidang pendidikan Pesantren
sekaligus kepala sekolah SMP BP Darussalam, Mekarsari, 05 Oktober 2020
92
ialah para santri ndalem sesuai dengan jadwal kegiatan mereka, pengurus-
pengurus pusat yang berkonsultasi mengenai maslahah pondok pesantren
dan hal ini telah berlangsung lama.
Ndalem adalah kata yang berasal dari Jawa yang artinya rumah. Omah
berasal dari bahasa Jawa, dan disebut “Ndalem” karena rumah tersebut
didiami oleh figur kharismatik yang di muliakan oleh lingkungan pondok
pesantren khususnya santri yakni kiai dan ibu nyai. Rasa hormat dan
kepatuhan merupakan suatu hal yang mutlak di dalamnya, ketika kiai
bilang “A” selagi tidak maksiat kepada Allah maka santri akan nurut.
Ndalem merupakan sebutan untuk kediaman Kiai dan Bu Nyai yang
ada di lingkungan pesantren. Santri ndalem adalah sebutan untuk santri
yang berkegiatan di ndalem untuk membantu Kiai dan Bu Nyai. Ndalem
memang sangat spesial di dalam pandangan para santri, karena rumah atau
yang biasa mereka sebut dengan ndalem itu dihuni oleh guru mereka yang
sangat mereka muliakan.
Tradisi ndalem yang dipraktekkan di lingkungan pesantren bertujuan
untuk melatih para santri untuk bekerja sesuai kemampuan masing-
masing. Hal tersebut dilakukan untuk keberlangsungan pembangunan
pesantren, sebagaimana penuturan KH. Mastur Huda RS mengenai tradisi
ndalem ini: “kerja di ndalem sendiri itu ada kerjaan bertani jadi untuk
santri yang senangnya bertani itu ya ke sawah karena kebetulan ndalem
dan pondok punya sedikit sawah jadi para santri itu mengurusnya dan
hasilnya dibawa ke pondok untuk memberi makan orang-orang yang kerja
di pondok pesantren. Lalu, bangunan-bangunan yang ada di pondok
pesantren itu para santri membantu membangunnya, mereka membantu
untuk mengumpulkan bata merah atau batako, mengaduk semen, dan
pekerjaan bangunan lainnya. Terus untuk yang santri putri itu masak tapi
jadwalnya bergilir, memasakkan untuk orang-orang yang kerja, berbeda
dengan tugas santri ndalem yang bertugas di sawah itu adalah santri
pilihan yang sudah tetap dimana tidak bisa bergilir tugas dengan santri
93
yang lain, dan santri yang bertugas di sawah ini adalah santri ndalem
putra”26
Untuk menjadi santri ndalem ialah dengan cara ditunjuk oleh pengurus
pondok. Kualifikasi untuk menjadi santri ndalem antara lain: sudah
dewasa, memiliki jiwa sosial yang baik, memiliki jiwa akhlakul karimah
dan memiliki sopan santun, serta cekatan, sudah tinggal lama di pondok,
bisa membagi waktu antara kegiatan di ndalem dan mengaji. Untuk
menjadi santri ndalem, bu Nyai bertanya kepada pengurus untuk mencari
santri menjadi santri ndalem.
Menurut pengakuan Nur selaku ibu lurah atau ketua pengurus pondok
putri pesantren Darussalam Lampung, bahwa untuk menjadi santri
ndalem itu memiliki kualifikasinya. Dari hasil wawancara dengan beliau,
beliau mengatakan dengan gaya bahasa jawanya yang artinya sebagai
berikut: “dipilih dan diangkat menjadi santri (putri) ndalem itu awalnya
terutama karena dia sudah dewasa. Terus punya jiwa sosial maksutnya
ulet, namanya santri ndalem itu kan kerjanya mengurusi orang banyak
terutama masak ya harus mengerti masakan, tau dan paham tentang
tugasnya. Tidak sembarang santri dipilih menjadi mbak ndalem, jadi
dipilih. Kalau tidak seperti itu ya bagaimana karena menjadi santri ndalem
itu tugasnya di dalam rumah bu nyai jadi harus punya sopan-santun, jadi
tidak boleh sembrono mengambil apapun yang ada di ndalem. Maksutnya
kita kan tidak boleh makan di rumah kiai tanpa seizin beliau, jadi tidak
boleh asal ambil makanan ketika sedang bertugas di ndalem. Harus
cekatan, dan yang utama dia sudah lama disini. Sudah tau tugas santri
ndalem dan bisa membagi waktu antara kegiatan mengaji dan tugas di
ndalem. Jadi, setelah shalat subuh dan setelah mengaji, para santri ndalem
itu langsung bertugas untuk masak, jadi harus pintar membagi waktu
karena kalau tidak bisa membagi waktu ya dia gak bisa ikut kegiatan
26 Wawancara pribadi dengan KH. Mastur Huda RS, selaku pendiri dan pimpinan pengasuh
pondok pesantren Darussalam Lampung, Mekarsari, 08 Maret 2021
94
mengaji, seperti itu. Soalnya tujuan utama kesini itukan mau belajar, jadi
untuk masak itu nomor sekian. Jadi sebenarnya tidak ada target harus
berapa tahun disini baru bisa menjadi santri ndalem, yang penting itu
sudah dewasa pemikirannya, telaten, memiliki jiwa sosial yang baik, dan
paham dengan tugas-tugas menjadi santri ndalem.”
Di pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, santri ndalem
ada 10 orang santriwati dan 5 orang santriwan, kemudian di kediaman ibu
Imroatul Azizah dan gus huda terdapat 2 orang santri ndalem, dan di
kediaman Zuhairina Lailatul Fajriah dengan gus Ismail terdapat 2 orang
santri ndalem untuk membantu kerepotan dapur di kediamannya.
Dalam praktiknya, tradisi ndalem ini sudah lama dipraktekkan dan
masih berjalan sampai sekarang. Manfaat dan keuntungan yang
didapatkan oleh seorang santri ndalem ialah bisa lebih dekat dan akrab
dengan keluarga kiai dan dianggap layaknya anak dan orangtua, dan santri
melakukan tugasnya untuk membantu kiai dan ibu nyai merupakan tanpa
pamrih dan berlandaskan keikhlasan.
Kegiatan santri ndalem tidak jauh berbeda dengan santri lainnya
seperti mengikuti kegiatan belajar mengajar ngaji, kajian kitab kuning, dan
lain-lain. Yang membedakan ialah kegiatan ketika mereka mengerjakan
tugas mereka sebagai santri ndalem. KH. Mastur Huda Rs selaku
pengasuh pesantren mengontrol dan mengarahkan seluruh tugas dan
pekerjaan yang dilakukan oleh para santri ndalem putra, sedangkan santri
ndalem putri diawasi serta diarahkan oleh ibu nyai selaku pengasuh
pondok putri.
6. Tradisi hubungan antara Kiai dan santri berbeda dengan hubungan antara
guru dan murid di sekolah.27
Dalam tradisi pesantren, hubungan antara kiai dan santri berbentuk
hubungan patron klien, dimana kiai memiliki kekuasaan dan pengaruh
27 Wawancara pribadi dengan Gus Saikhul Huda S.Pd.I, Selaku ketua bidang pendidikan Pesantren
sekaligus kepala sekolah SMP BP Darussalam, Mekarsari, 05 Oktober 2020
95
besar sehingga menjadi tokoh sentral dalam lingkungan pesantren.28
Hubungan keduanya bagaikan hubungan antara ayah dan anak, sekaligus
sebagai sumber nasihat, panutan, dan sumber barokah. Seperti yang
disampaikan oleh Saikhul Huda: “kalau kiai lewat atau papasan dengan
santri, santri langsung sembunyi atau menunduk tapi jika dari dekat
mereka salaman semua ke kiai. Santri nanya ke kiai itu gak ada yang
berani, paling beraninya ke saya itu biasa”
Selain itu meskipun seorang santri dengan kiai sangat dekat, kedekatan
mereka memiliki batas tinggi sehingga tetap terjalin rasa hormta dan
segan. Seperti yang disampaikan oleh kurniawan pratama mengenai
hubungan kedekatannya dengan kiai Mastur Huda Rs: “saya dekat dengan
beliau alhamdulillah mulai saya masuk pengurus pada tahun 2017, sejak
itu kami sangat dekat sekali akan tetapi dengan tanda petik kedekatan
kami hanya sebagai guru dan murid tidak lebih dari itu. Ya tetap saya
anggap beliau ayah saya tanpa mengurangi rasa hormat, karena jika terlalu
dekat saya khawatir nanti rasa hormat saya hilang”29
Wawancara di atas memperlihatkan bahwa rasa hormat dan patuh
santri kepada kiai merupakan perilaku yang mutlak dilakukan dan hal
tersebut memang menjadi qonun/undang-undang yang harus dilakukan
seorang santri untuk selalu takriman dan ta‟dziman kepada pengasuh
sehingga seorang santri memegang prinsip “sami‟na wa ato‟na” yakni
selalu mendengarkan dan patuh apa yang dikatakan oleh pengasuh dan
juga keseluruhan warga ndalem.
Meskipun memiliki kedekatan dengan kiai dengan menjadi bagian dari
santri ndalem dan pengurus pondok, akan tetapi kedekatan tersebut tidak
menghilangkan perasaan ta‟dzim atau hormat kepada kiai. Seperti yang
28 Wardah Nuroniyah, M.S.I, “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai Kearifan Lokal di Pondok
Pesntren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon” (Jurnal Holistik, Volume 15, Nomor 02, 2014), h:
402
29
Wardah Nuroniyah, M.S.I, “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai Kearifan Lokal di Pondok
Pesntren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon” (Jurnal Holistik, Volume 15, Nomor 02, 2014), h:
402
96
dituturkan oleh KH. Mastur Huda Rs: “ya alhamdulillah semuanya itu
baik hubungannya terus, dan memang niatnya itu untuk memperbaiki. Jadi
santri itu tetap ta‟dziman dan takriman kepada pengasuh dan juga santri
tetap sami‟na wa ato‟na, dimana keadaan itu memang menjadi
qonun/undang-undang. Insha allah sampai santri itu pulang dari pondok
pesantren, ini alumni tetap masih menjadi satu dan mengiblat kepada
pondok. Dan Alhamdulillah sekarang alumni juga sudah mengadakan
kegiatan alumni dengan keadaan tetap ta‟dziman dan takriman dan
sam‟an wa to‟atan. Hubungan santri dan kiai itu bukan hanya pas di
pondok saja, akan tetapi setelahnyapun masih tetap terjalin hubungan baik
yang erat bahkan sampai matipun masih hubungan”30
Ikatan personal antara kiai dan santri tersebut berlaku seumur hidup
santri dan tidak terputus meskipun santri tersebut telah selesai dari belajar
di pondok pesantren tersebut. Hal ini dikarenakan agar ilmu yang mereka
miliki dari hasil belajar selama di pondok mendapatkan ridho dan barokah
dari kiai, sehingga nantinya ilmu mereka bisa bermanfaat ketika mereka
terjun ke masyarakat.
Hubungan yang terjalin antara santri dengan kiai di dalam pondok
pesantren itu mulai dari awal masuk menjadi santri sampai lulus dan hidup
di masyarakat bahkan sampaipun nanti di yaumil qiyamah tetap
“nggandol sarunge kiai”, maksudnya ketika kiai masuk surga maka santri
akan ikut masuk surga bersama kiainya tersebut. Pola hubungan tersebut
selain di pengaruhi oleh tradisi yang ada di lingkungan pesantren yang
mengedepankan ajaran nilai-nilai keta‟dziman, dan juga di pengaruhi oleh
literature pendidikan yang mereka pakai sebagai acuan pengajaran akhlak
salah satunya kitab ta‟lim muta‟alim dan pengajaran akhlak di pondok ini
30 Wawancara pribadi dengan KH. Mastur Huda RS, selaku pendiri dan pimpinan pengasuh
pondok pesantren Darussalam Lampung, Mekarsari, 08 Maret 2021
97
di ajarkan dari tingkat ula hingga ulya, salah satunya pengajaran mengenai
tasawuf dan fikih yang digunakan untuk membentuk akhlak santri.31
D. HUBUNGAN PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT
SEKITAR
Kehadiran Pondok pesantren Darussalam bagaikan terang dalam
kegelapan, yang membantu memberikan wadah bagi masyarakat sekitar untuk
menimba ilmu agama melalui kegiatan pengajian yang biasanya
diperuntukkan untuk menyapa masyarakat umum seperti acara istighosah
dzikrusyafaat yang ketika sebelum pandemi covid-19 diadakan sebulan sekali
setiap tanggal 15, haul, dan khataman al-Qur‟an.
Dari awal pendirian pondok ini, masyarakat sangat senang dan
mendukung serta membantu mendirikan bangunan asrama-asrama pondok
pertama kali. Hal tersebut dituturkan oleh KH. Mastur Huda RS sebagai
berikut: “Alhamdulillah masyarakat se-desa Mekarsari bahkan satu kecamatan
Pasir Sakti sampai Labuhan Maringgai dan Jabung itu senang dan bergotong
royong membantu mendirikan bangunan pesantren. Kelompok-kelompok
yasinan itu satu unit perkelompok walaupun tidak besar ukurannya, ya
ukurannya itu banyak-banyak 4x6 dan itu juga masih dibangun pakai kayu,
papan, sampai rumah saya sendiri itu dibangunkan oleh masyarakat juga pakai
kayu papan, jadi sampai 3 tahun baru bisa mengganti bata merah sampai
sekarang Alhamdulillah”
Hubungan antara masyarakat dan pihak pesantren terjalin harmonis,
masyarakat sekitar pondok pesantren sangat mendukung adanya pesantren,
mereka memberi dukungan dalam berjalannya kegiatan pesantren seperti
membantu memantau santri yang tidak menaati peraturan pondok. Hal
tersebut disampaikan oleh Saikhul Huda sebagai berikut: “Alhamdulillah
untuk masyarakat sekitar pondok pesantren sangat mendukung dengan
31 Wardah Nuroniyah, M.S.I, “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai Kearifan Lokal di Pondok
Pesntren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon” (Jurnal Holistik, Volume 15, Nomor 02, 2014), h:
403
98
keberadaan pondok pesantren Darussalam. Paling tidak mereka memberi
dukungan dalam kegiatan di pondok pesantren termasuk sebagai keamanan.
Jadi kalau ada santri berkeliaran di luar jam-jam bebas seperti jam aktif santri
berkeliaran, nanti orang desa ini berkoordinasi dengan pihak pondok. Itu
artinya hubungan sosial mereka dengan pondok terjalin baik”32
Selain membantu keamanan dan kedisiplinan pondok pesantren
Darussalam, masyarakat juga seringkali membantu pondok pesantren ketika
sedang mengadakan acara pondok ataupun acara di ndalem terutama para ibu-
ibu yang tinggal di sekitar pondok pesantren berbondong-bondong membantu,
seperti ketika di ndalem akan ada acara pengajian baik di ndalem ataupun di
pondok pesantren para ibu-ibu yang tinggal dekat dengan pondok pesantren
Darussalam Mekarsari berbondong-bondong datang untuk membantu.
sehingga hubungan antara pondok pesantren dengan pondok pesantren
Darussalam berjalan dengan harmonis.
32 Wawancara pribadi dengan Gus Saikhul Huda S.Pd.I, Selaku ketua bidang pendidikan Pesantren
sekaligus kepala sekolah SMP BP Darussalam, Mekarsari, 05 Oktober 2020
99
BAB IV
KONSTRUKSI SOSIAL GENDER DALAM TRADISI NDALEM DI PONDOK
PESANTREN DARUSSALAM LAMPUNG
A. TRADISI NDALEM DALAM PESANTREN
Tradisi ndalem merupakan tradisi yang menjadi ciri khas serta menjadi
nilai kearifan lokal dimana melekat dalam lingkungan pesantren tradisional
khususnya di Indonesia. Tradisi tersebut merupakan tradisi turun-temurun,
dimana dipraktekkan dan diteruskan oleh para santri pondok pesantren.
Tradisi yang berlangsung lama di pesantren Darussalam Mekarsari Lampung,
mengadopsi dari tradisi-tradisi yang dipraktekkan oleh pesantren Blokagung
Banyuwangi. Pada dasarnya, pondok pesantren Darussalam berkiblat kepada
pola pengajaran pondok pesantren Darussalam Blokagung di Banyuwangi,
karena KH. Mastur Huda RS dan nyai Ni‟matussholihah merupakan alumni
pondok pesantren tradisionaltersebut. Tradisi ndalem merupakan tradisi yang
lumrah dipraktekkan dalam pesantren tradisional khususnya di Indonesia.
Budaya ndalem yang ada di pesantren tradisional di Indonesia pada
dasarnya dipengaruhi oleh budaya hubungan patron klien antara kiai dengan
santri di dalam pesantren. Hubungan tersebut sangat kental sekali bertumbuh
dan mengakar kuat dalam lingkungan pondok pesantren khususnya di
lingkungan pesantren tradisional yang ada di Indonesia. Doktrin barokah serta
hormat dan kepatuhan yang mutlak kepada kiai, menjadi pengaruh besar
dalam keberlangsungan tradisi ini. Tradisi tersebut bertujuan untuk melatih
santri baik santri putri ataupun putra untuk bekerja dan mandiri. Namun,
dalam pembagian peran sebagai santri ndalem dibedakan berdasarkan kepada
jenis kelamin, dimana santri putra bertani sedangkan santri putri bertugas
untuk memasak. Pembagian peran tersebut merupakan pembagian peran yang
bersifat tradisional.
Tradisi ndalem masih berjalan sampai sekarang karena dipengaruhi oleh
budaya hubungan patron klien yang terjalin antara kiai dan santri, hubungan
100
antar keduanya mengedepankan ta‟dziman dan takriman yang mutlak
sehingga santri wajib mematuhi perintah kiai, dan para santri yang menjadi
santri ndalem merasa memiliki kedekatan dan keakraban yang lebih dengan
kiai dan keluarga ndalem dibandingkan dengan santri lainnya. Dalam
lingkungan pesantren, seorang kiai memang memiliki pengaruh yang besar
dan memiliki peran yang mendominasi dalam pengambilan kebijakan.
Selain tradisi yang berpengaruh terhadap budaya sosial yang ada di
pesantren, literature yang dipelajari di pondok pesantren juga ikut turut andil
dalam mengembangkan dan melanggengkan tradisi tersebut, seperti contoh
dalam kitab muhimmatun nisa‟ dijelaskan mengenai keunggulan laki-laki
daripada perempuan yang mengorientasikan subordinasi kedudukan
perempuan. meskipun tidak banyak literature kitab mengenai perempuan yang
diajarkan di dalam pesantren ini, namun sudah memberikan dampak yang
signifikan untuk melihat bagaimana kedudukan antara laki-laki dan
perempuan, relasi antara keduanya serta konstruksi gender didalamnya.
Dipilihnya seorang santri menjadi santri ndalem terdapat berbagai hal, ada
yang karena santri tersebut sudah tidak menempuh pendidikan formal
sehingga memiliki banyak waktu luang untuk membantu kerepotan di ndalem,
memiliki pemikiran yang dewasa, sopan santun, dan karena memang memiliki
kecakapan dalam membantu pekerjaan ndalem. Akan tetapi, rata-rata para
santri ingin mengajukan diri sendiri menjadi bagian dari ndalem, selain untuk
belajar bekerja mereka ingin lebih dekat dan akrab dengan keluarga ndalem
karena mereka memandang hal tersebut sebagai suatu yang istimewa. Di
pondok pesantren Darussalam, santri ndalem terdapat santri ndalem putra dan
putri yang memiliki tugas masing-masing yang tersebar di beberapa rumah
ndalem yakni rumah ndalem ibu kiai dan nyai, rumah anak-anak dan menantu
ibu nyai dan pak kiai.
Sayogyanya santri ndalem tidak berbeda dengan santri lain pada
umumnya seperti melakukan kegiatan mengaji dan mengkaji kitab kuning,
namun yang membedakan ialah tugas mereka ketika berada di ndalem.
101
Hakikatnya santri ndalem bertugas membantu segala pekerjaan yang
dibutuhkan di ndalem. Santri putri ndalem melakukan banyak kegiatan di
dapur seperti memasak makanan yang dihidangkan untuk Kiai dan Bu nyai,
serta santri-santri yang ngekos di ndalem atau tidak memasak sendiri di
pondok pesantren, ataupun bagi orang-orang yang kerja untuk pembangunan
pondok. Santri putri ndalem terbagi menjadi 2 yakni: santri ndalem khusus
yang ada di ndalem, dan santri umum akan tetapi digilir yang bertugas untuk
membantu kegiatan santri ndalem.
Santri putra ndalem bertugas di sawah untuk mengurusi bahan pangan
yakni bekerja di sawah milik Kiai, ataupun membantu kerepotan kiai lainnya
seperti mencuci mobil, menjemur padi, dan lain sebagainya. Bagi santri putri
yang berkegiatan di ndalem, membantu segala kegiatan dan kerepotan yang
ada di ndalem, tugas santri putri ndalem dibagi menjadi beberapa bagian
yakni masak khusus anak-anak kos pondok, masak dan bersih-bersih rumah
khusus kiai, dan laundry. Sehingga konsep konstruksi gender dalam
pembagian peran antara santri putri dan putra dalam tradisi ndalem
mengukuhkan pembagian kerja tradisional.
Meskipun santri ndalem melakukan semua tugas mereka sebagai santri
ndalem mereka lakukan dengan ikhlas tanpa pamrih dan hanya mengharapkan
barokah kiai, namun disamping itu santri ndalem mendapat keringanan biaya,
artinya mereka tidak membayar biaya bulanan hanya wajib membayar
dahriyah (biaya tahunan yang menjadi biaya wajib santri) karena meskipun
mereka di ndalem mereka tetaplah santri, biaya dahriyah bertujuan untuk
menjaga ikatan santri. Untuk makan, santri ndalem makan di ndalem tanpa
membayar. Santri ndalem terdapat 6 orang santri putri, dan 5 orang santri
putra.1
Dengan kegiatan yang padat, para santri ndalem terkadang sulit untuk
membagi waktu mereka antara kesibukan mereka membantu kerepotan di
1 Wawancara pribadi dengan Gus Saikhul Huda S.Pd.I, Selaku ketua bidang pendidikan Pesantren
sekaligus kepala sekolah SMP BP Darussalam, Mekarsari, 05 Oktober 2020
102
ndalem dengan kegiatan mengaji yang menjadi kewajiban mereka. Santri
ndalem pondok pesantren Darussalam terdapat 14 santri ndalem putri dan 5
santri ndalem putra. Komposisi pembagian kerja santri ndalem masih
dipengaruhi oleh budaya patriarki dan ajaran agama Islam yang dianut dan
diyakini oleh masyarakat pesantren yakni dimana perempuan ditempatkan dan
bertugas dalam ranah domestik. Santri ndalem terdapat yang bertugas di
keluarga ndalem yakni di kediaman kiai, dan nyai, dan ada yang bertugas di
kediaman anak-anak kiai yang telah berkeluarga yang menetap dekat dengan
kediaman kiai,.
Pola pembagian kerja di ndalem antara santri putra dan putri berbeda,
tugas santri putri ndalem Santri ndalem fokus pada bidang konsumsi,
sedangkan santri ndalem putra bertugas dalam bidang persawahan dan
perkebunan atau ladang. Santri ndalem putri bertugas mengerjakan pekerjaan
dalam bidang konsumsi seperti memasak makanan untuk keluarga ndalem dan
para santri yang kos, kemudian laundry, bersih-bersih ndalem. Selain itu,
membuatkan es dan kopi untuk para tukang bangunan yang mengerjakan
bangunan pondok pesantren. Sedangkan santri ndalem putra biasanya bertugas
untuk giling padi, mengambil sayuran, menyiapkan kayu bakar untuk dapur
umum, dan kerepotan ndalem lainnya kecuali memasak dan menyapu.
Pembagian kerja seperti diatas disebut dengan paham biological
reductionism yakni suatu paham yang menjelaskan mengenai reduksi peran
dan posisi sosial antara laki-laki dan perempuan kepada biologi. Paham ini
menyebabkan stereotip yang mengasumsikan bahwa laki-laki yang harus
bekerja di ladang dan perempuan bekerja di dapur, laki-laki yang berhak
untuk memimpin sedangkan perempuan untuk menurut, dan lain sebagainya.2
Pada hakikatnya, menurut teori fungsionalisme-struktural, pembagian peran
asimetris yang berdasarkan jenis kelamin tidak menjadi suatu masalah selama
hal tersebut menimbulkan keseimbangan dan keharmonisan relasi antar
2 Kamila Adnani, dkk, “Resistensi Perempuan Terhadap Tradisi-Tradisi di Pesantren Analisis
Wacana Kritis Terhadap Novel Perempuan Berkalung Sorban” ( Jurnal Kawistara, Volume 7, No. 2,
2016), h. 152
103
keduanya serta tidak menimbulkan diskriminasi salah satu pihak. Dalam teori
keseimbangan (equilibrium) memandang bahwa model konseptual semacam
itu dianggap fungsional karena tidak timbul konflik ataupun diskriminasi di
dalam pembagian peran tersebut, karena dalam teori ini memandang bahwa
keragaman peran dikarenakan faktor biologis, etnis, aspirasi, minat, pilihan
atau budaya, pada hakikatnya merupakan realitas sosial yang terjadi di
masyarakat.
Figur kiai dalam lingkungan pesantren memiliki posisi yang istimewa
ditambah dengan norma-norma penghormatan yang mutlak dan barokah dari
kiai yang diharapkan setiap santri menjadikan santri sangat menginginkan
untuk mendapatkan posisi sebagai santri ndalem. Pesantren mengajarkan
kepada para santrinya untuk berkhidmat atau melayani kiai, dikarenakan anak
santri sedikit berbeda dengan anak yang tidak pesantren. Tujuan santri
berkhidmat sebagai santri ndalem itu cuma satu yakni menginginkan ridho
dan barokah dari kiai dengan cara mengabdi, sehingga ilmu yang ia dapatkan
dari gurunya menjadi barakah dan mendapatkan kemudahan untuk
mendapatkan ilmu di pesantren.
Barokah dalam istilah pesantren yakni restu keikhlasan yang diberikan
kiai kepada santri, dimana para santri mengharapkan dengan mendapat
barokah kiai maka ilmu yang mereka dapatkan selama di pondok pesantren
akan menjadi ilmu yang bermanfaat dan kelak bisa meneruskan estafet ilmu
kiainya yakni dengan cara meneruskan dakwah agama yang telah dibawa oleh
nabi Muhammad SAW. Bahkan doktrin barokah ini sangat luar biasa diyakini
dalam lingkungan pesantren dimana mereka yakin bahwa kalaupun mereka
(para santri) ini tidak pintar dalam belajar ketika belajar di pondok pesantren
maka mereka mengharap barokah dari kiai sehingga mereka menjadi orang
bermanfaat bagi umat kelak dengan ilmu-ilmu yang mereka dapatkan dari
pesantren, hal tersebut sangat mereka meyakini karena mereka meyakini
bahwa figure kiai merupakan orang yang dekat dengan Allah SWT dan para
104
santri tersebut bersandar kepada kiainya, bahkan hidup mati mereka bersandar
dengan kiai mereka.
Hal tersebut memperlihatkan betapa istimewa figur seorang kiai di dalam
ruang lingkup pesantren, dan hubungan patron klien tak terbatas yang
terbentuk antara kiai dan santri sehingga terjalin sampai kapanpun. Hubungan
tersebut bersifat hierarki yang kokoh dan disosialisasikan sejak lama dan
turun-temurun. Menurut Wardah Nuroniyah, literatur yang dikaji di dalam
ruang lingkup pesantren sebagai bahan ajar khususnya kitab ta‟lim muta‟alim
berpengaruh besar dalam membentuk pola hubungan yang terjalin antara kiai
dan santri.3 Selain kitab tersebut, pondok pesantren Darussalam Lampung
dalam mensosialisasikan norma hubungan tersebut dipengaruhi oleh literature
pendidikan lainnya yang dipakai sebagai acuan salah satunya ialah kitab
akhlakul banin/banat yang mempelajari bagaimana norma-norma yang harus
dimiliki dan dipraktikkan seorang santri baik santri putra ataupun putri.
Dalam lingkungan pondok pesantren, menjadi santri ndalem merupakan
suatu hal yang istimewa sehingga sangat didambakan oleh para santri, karena
dengan menjadi santri ndalem menjadikan mereka lebih dekat dengan
keluarga ndalem. Motivasi santri menjadi santri ndalem, mayoritas santri
menjawab agar bisa lebih dekat dengan kiai dan ibu nyai ataupun keluarga
ndalem, karena hal tersebut dipandang sebagai sesuatu hal yang mungkin
tidak bisa dilakukan semua santri, dan ingin mendapatkan barokah dari kiai.
Hal tersebutlah yang dianggap sebagai suatu kelebihan yang di dapat pada
saat menjadi santri ndalem. Relasi sosial antara kiai dengan para santri
layaknya keluarga besar dimana kiai bukan hanya sebagai guru saja akan
tetapi dianggap sebagai orang tua, panutan, bahkan lebih dari itu, sehingga
relasi hubungan antara keduanya bersifat tidak terbatas.
Doktrin barokah merupakan doktrin yang sangat kuat mengakar dalam
lingkungan pesantren, dimana doktrin inilah yang mensugesti dan mengikat
3 Wardah Nuroniyah, M.S.I, “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai Kearifan Lokal di Pondok
Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon” (Jurnal Holistik, Volume 15, No. 02, 2014), h.
403
105
kuat hubungan kiai dan para santrinya. Maka dari itu, motivasi untuk menjadi
santri ndalem tersebut mayoritas muncul dari keinginan sendiri para santri
dikarenakan ingin mendapat barokah dari kiai yang disebut dengan istilah
“ngalap barokahe kiai”, barokah masih menjadi faktor yang paling utama
bagi santri untuk menjadi santri ndalem selain agar bisa dekat dengan kiai dan
nyai serta keluarga ndalem. Hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat
dipungkiri lagi, karena konsep barokah kiai sangat kental di pesantren.
Sebagai contoh dari hasil wawancara dengan santri ndalem di pondok
pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, mereka mengatakan bahwa
motivasi utama mereka menjadi santri ndalem ialah untuk mendapat barokah
dari kiai atau guru mereka. Jika motivasi santri lain menjadi santri ndalem
adalah agar mendapat barokah dan ridho kiai dengan membantu keluarga
ndalem, berbeda halnya dengan Ibnu Abdillah salah satu santri ndalem putra
yang memiliki keinginan besar untuk menjadi santri ndalem sejak lama
sebelum akhirnya ia menjadi santri ndalem seperti sekarang, ia memandang
bahwa menjadi santri ndalem memberikan wadah bagi dia untuk belajar
bekerja. Seperti yang dituturkan oleh KH. Mastur Huda RS bahwa tradisi
ndalem bertujuan untuk melatih santri untuk bekerja.
Doktrin untuk menjadi bagian dari santri ndalem sangat kuat
disosialisasikan bertahun-tahun dalam lingkup sosial pesantren Darussalam
dimana doktrin tersebut disebarkan oleh para santri ndalem yang sudah lama
menjadi santri ndalem kepada santri yang lainnya dengan mengajak mereka
ikut membantu kegiatan dan kerepotan santri ndalem ketika melakukan tugas
mereka. Seperti para santri putri ndalem pada awalnya timbul motivasi untuk
menjadi bagian dari ndalem ialah ketika mereka sering mendapatkan jatah
masak bergiliran untuk membantu mbak-mbak ndalem4 memasak di dapur
untuk memasak, dikarenakan sering melihat bagaimana pekerjaan mbak
ndalem, bagaimana kedekatan mereka dengan ibu nyai menimbulkan
keinginan mereka untuk menjadi santri ndalem, seperti yang dikatakan oleh
4 mbak ndalem adalah panggilan untuk santri putri ndalem yang lebih dewasa
106
Nurul Istikomah selaku santri putri ndalem yang bertugas di ndalem. Hal
serupa juga terjadi dalam ruang lingkup santri putra ndalem, dimana mereka
mengikuti jejak santri ndalem yang lebih senior untuk melakukan kegiatan
ndalem, budaya pesantren menjadi santri ndalem menjadi salah satu budaya
lokal pesantren yang tersosialisasi secara terus menerus.
Jadi pada dasarnya dalam praktik pelaksanaan tradisi ndalem ini sangat
dipengaruhi oleh kuatnya doktrin barokah yang diamini dalam lingkungan
pesantren dimana mereka meyakini apabila mereka mendapatkan ridho dari
kiai maka mereka akan mendapatkan kebaikan yakni dengan cara menjadi
santri ndalem agar bisa lebih akrab dan dekat, karena mereka memandang
bahwa kedekatan dengan seorang kiai dan keluarganya merupakan sebuah
keistimewaan apabila dilakukan sehingga para santri merasa bangga ketika
mereka memiliki kedekatan khusus dengan kiai dan keluarganya sehingga
para santri yang sebagai subyek dalam tradisi ndalem ini akan melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan barokah tersebut yakni dengan cara menjadi
bagian dari santri ndalem.
Hubungan yang terjalin antara kiai dengan para santrinya tentu berbeda
seperti halnya sekedar hubungan guru dengan murid, hubungan yang terjalin
ialah hubungan patron. Kedekatan antara santri dengan kiai itu sangat dekat,
kedekatan tersebut dilandasi dengan rasa hormat dan ta‟dzim. Para santri
mengungkapkan rasa kagum kepada Kiai Mastur Huda Rs sebagai sosok guru
sekaligus suri tauladan bagi mereka, disebutkan bahwa rasa kagum tersebut
dalam bentuk dhohir maupun batin dikarenakan beliau telah menjadi guru
sekaligus orang tua dan suri tauladan.
Model hubungan yang terjalin antara kiai dengan santri berdasarkan
perasaan hormat dan patuh yang mutlak dan tak terbatas. Kiai merupakan
figur kharismatik dan sentral dalam lingkungan pesantren, sehingga para
santri memandang bahwa kiai bukan hanya sebagai guru saja akan tetapi lebih
dari itu, kiai bagi mereka adalah sebagai orang tua non-biologis, sebagai
sumber panutan dan barokah dimana para santri mengharapkan barokah
107
sehingga membantu memudahkan mereka untuk belajar di pesantren dan
berharap ilmu yang mereka dapatkan selama di pesantren menjadi ilmu yang
bermanfaat ketika mereka kembali ke masyarakat, dan para santri memandang
kiai sebagai figur yang alim sehingga menjadi sumber panutan, dan memiliki
posisi yang istimewa dalam lingkungan pesantren.
Hegemoni seorang kiai dalam pesantren merupakan produk kultural
patriarki yang dipraktekkan dan diamini masyarakat hingga hari ini. Dominasi
kiai dalam ruang lingkup pesantren khususnya dalam kebijakan, penerapan
norma-norma, tradisi-tradisi sangat diakui. Sehingga tercipta hierarki dalam
pesantren dimana kiai menduduki posisi paling atas dan pemegang otoritas
tunggal. Sehingga, hampir seluruh pengelolaan pengembangan pesantren
ditangani langsung oleh kiai atau anggota keluarganya dengan bantuan santri
yang dipercayai.
B. GENDER DALAM PESANTREN
Pesantren berasal dari kata “santri” yang dapat diartikan tempat santri.
Menurut steenbrink, istilah pesantren bukan berasal dari istilah bahasa Arab
akan tetapi dari istilah bahasa India.5 Kata santri sendiri berasal dari kata
cantrik (bahasa sanskerta/jawa) yang memiliki arti orang yang selalu
mengikuti guru. Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang artinya guru
mengaji. Berg mendefinisikan bahwa kata santri berasal dari istilah sastri,
yang dalam bahasa India bermakna orang yang tahu buku-buku suci agama
Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.6 Demikianlah
sekelumit asal kata penyebutan santri.
Pesantren dikatakan sebagai sebuah komunitas sosial dimana kiai, ustad
dan santri berada. Dalam kehidupannya, mereka melandaskan diri pada nilai-
nilai Islam dan norma-norma yang akhirnya menjadi kebiasaan-kebiasaan atau
5 Hasani ahmad said, “Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di Nusantara” (Jurnal Kebudayaan
Islam, Vol. 9, No. 2, 2011), h. 180
6 Hasani ahmad said, “Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di Nusantara” (Jurnal Kebudayaan
Islam, Vol. 9, No. 2, 2011), h. 181
108
tradisi tersendiri yang bersifat eksklusif dan membedakan komunitas
pesantren dari masyarakat yang di luar pesantren.7 Pesantren merupakan suatu
fenomena sosial budaya yang memiliki sistem nilai tersendiri dan terpelihara,
misalnya sistem penghormatan santri terhadap kiai yang “tak terbatas”.8
Dimana dahulu pesantren berfungsi sebagai pusat penyebaran Islam dan di
masa sekarang ia menjadi institusi yang multi-fungsi.9 Secara harfiah,
pesantren merujuk pada “tempat santri”, dan secara umum pesantren
merupakan istilah yang biasanya digunakan untuk menyebut sekolah Islam
tradisional.10
Effendi mengibaratkan pesantren sebagai kampung peradaban11
,
dimana pesantren telah lama eksis dan masih di dambakan eksistensinya
hingga sekarang serta pesantren telah terbukti mampu menciptakan system
pendidikan yang setara terus menerus bertahan di tengah masyarakat dan
perkembangan arus modernitas.
Dunia pesantren menjadi pusat persemaian, pengalaman, dan penyebaran
ilmu-ilmu keislaman. Pesantren menjadi bagian dari struktural internal
pendidikan Islam di Indonesia yang dilaksanakan secara tradisional yang
menjadikan Islam sebagai cara hidup dan berpedoman terhadap ajaran agama
Islam. Jadi, pesantren bukan hanya sekedar lembaga pendidikan, akan tetapi
lebih dari itu pesantren juga menjadi lembaga dakwah, bimbingan
kemasayarakatan, dan bahkan lading perjuangan. Mastuhu mendefinisikan
pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam yang mempelajari,
memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
7 Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2, 2011), h. 177
8 Wardah nuroniyah, “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai Kearifan Lokal di Pondok Pesantren
Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon” (Jurnal Holistik, Vol. 15 No. 02, 2014), h. 397
9 Wardah nuroniyah, “Tradisi Pesantren dan…”, h. 395
10
Abd Hannan, “Gender dan Fenomena Patriarki Dalam Sosial Pendidikan Pesantren; Studi
Tentang Hegemoni Kiai Pesantren Terhadap Sosial Pendidikan Bias Gender” (Jurnal Seminar
Nasional Gender dan Budaya Madura III Madura: Perempuan, Budaya dan Perubahan) , h. 232
11
Hasani ahmad said, “Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di Nusantara” (Jurnal Kebudayaan
Islam, Vol. 9, No. 2, 2011), h. 179
109
menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-
hari.12
Karakteristik umum pesantren yakni identik dengan pemahaman dan pola
kajian yang bersifat tradisional. Pola-pola umum pendidikan Islam tradisional
adalah sebagai berikut: adanya hubungan yang akrab antara kiai dan santri;
adanya tradisi ketundukan dan kepatuhan seorang santri terhadap kiai;
terjalinnya suasana persaudaraan dan tradisi tolong menolong; pola hidup
sederhana; kemandirian atau independensi; disiplin yang ketat; dan kehidupan
religiusitas yang tinggi.13
Isu gender dalam lingkungan pesantren sangat jarang sekali dibahas
bahkan asing didengar di dalam lingkungan pesantren. Padahal sebagai
sebuah lembaga, sudah seharusnya pesantren menjadi basis proses
rekonstruksi kebudayaan yang bersumber dari pemaknaan teologis terhadap
realitas kehidupan masyarakat.14
Berdasarkan studi, sensitifitas gender di
pesantren terlihat rendah hal tersebut terlihat dari miskinnya perhatian
pesantren terhadap isu-isu perempuan dibarengi dengan dominannya figure
kiai dan ustadz dalam lembaga pesantren. Relasi sosial yang terjadi di dalam
pesantren sangat mengikat dan sedemikian khusus sehingga menjadikan
pesantren menjadi seperti sebuah keluarga besar, dimana dalam keluarga
besar tersebut hubungan antara kiai dan santri bukan hanya sekedar hubungan
antara guru dan murid, bahkan lebih dari itu kiai dianggap sebagai orang tua
non-biologis santri.15
Sosialisasi gender adalah sebuah cara untuk
menyebarkan wacana konstruksi gender. Diskursus gender dalam dunia
12 Hasani ahmad said, “Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di Nusantara” (Jurnal Kebudayaan
Islam, Vol. 9, No. 2, 2011), h. 181
13
Hasani ahmad said, “Meneguhkan Kembali Tradisi…”, h. 187
14
Dr. Ema Marhumah, Konstruksi Sosial Gender Di Pesantren; Studi Kuasa Kiai Atas Wacana
Perempuan (Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2011), h. 9
15
Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan” (Jurnal
KARSA, Vol. 19 No. 2, 2011), h. 177
110
pesantren mulai berkembang pada pertengahan tahun 90-an dengan diisi isu-
isu gender yang lebih ramah perempuan.16
Indikator utama ketimpangan gender yang mencolok dalam lingkungan
pesantren yakni kesenjangan relasi antara laki-laki dan perempuan.17
Dominasi laki-laki di dalam sebuah pesantren bukan hanya sebuah budaya
perilaku akan tetapi hal tersebut telah menjadi keyakinan ajaran agama yang
dilegetimasi teks-teks agama. Seperti halnya yang dipaparkan oleh Martin
Van Bruinessnen yang mengemukakan bahwa budaya pesantren yang
mengakibatkan kesenjangan gender tersebut berasal dari kitab-kitab kuning
yang dilestarikan menjadi bahan ajarnya yang mengindikasikan subordinasi
kedudukan perempuan dan mengasumsikan maskulinsasi epistimologi
pengetahuan agama.
Ideologi patriarki yang melekat di dalam lingkungan pesantren berubah
menjadi keyakinan yang dilanggengkan tidak hanya bertujuan untuk
kepentingan para ulama yang ingin mempertahankan kekuasaannya akan
tetapi dikarenakan pesantren memiliki nilai dan norma serta budaya yang di
anut yang berasal dari literature utama pesantren yakni kitab kuning. Dalam
lingkungan masyarakat pesantren, kitab kuning dianggap sebagai sebuah
doktrin agama, karena pesantren memandang kitab tersebut sebagai karya
ulama besar berisi dalil-dalil al-Qur‟an dan hadis Nabi SAW yang ditafsirkan
secara skriptural sebagai suatu kebenaran dan mengandung kebaikan yang
datangnya dari agama.18
Nyai dan terlebih lagi kiai merupakan tokoh sentral di dalam pesantren
yang memiliki peran yang substansial dalam mensosialisasikan ajaran agama
di dalamnya. Hubungan antara Kiai, Nyai dengan santrinya diikat oleh ikatan
emosi keagamaan yang sedemikian kuat sehingga menjadikan pandangan dan
16 Marhumah, “Konstruksi Gender, Hegemoni…”, h. 179
17
Dr. Ema Marhumah, Konstruksi Sosial Gender Di Pesantren; Studi Kuasa Kiai Atas Wacana
Perempuan (Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2011), h. 5
18
K. H. Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan Kiai Pesantren
(Yogyakarta, LKIS:2004), h. xxviii
111
perkataan bahkan perintah Kiai dan Nyai menjadi pegangan bagi para santri.
Hubungan emosional yang dibangun tersebut menyebabkan eksistensi Kiai
dan nyai di dalam pesantren sangat kuat dalam m mensosialisasikan nilai-nilai
baru terhadap para santri dan melanggengkan tradisi-tradisi yang telah diamini
di dalam pesantren.19
Dalam usaha konstruksi gender di dalam pesantren, kiai dan nyai memiliki
otoritas20
yang tinggi sebagai agen sosialisasi gender di dalam lingkup
pesantren. Pesantren sebagai salah satu lembaga sosial yang menjadi tempat
berlangsungnya sosialisasi gender pada tahap anak-anak. Agen sosialisasi
gender ialah orang-orang atau sebuah kelompok sosial yang berperan untuk
menyediakan dan menyampaikan informasi dan pesan-pesan mengenai nilai,
perilaku, dan peran gender. Sehingga dalam sosialisasi gender di pesantren,
Brittan dan Myrnard mengkategorikan santri menjadi dua model sebagai
object yakni strong model dan reflexive model. Dalam kategori strong model,
santri dipandang sebagai subjek yang dapat dibentuk, diproduksi, dan
ditentukan oleh kekuatan para agen sosialisasi gender dan kekuatan sosial di
luarnya sehingga dalam hal ini santri merupakan sosok yang pasif dalam
mengkonfirmasi berbagai kepercayaan sosial yang beredar dalam lingkungan
pesantren. Sedangkan dalam kategori reflexive model, kategori ini
berlangsung dalam dua proses yakni: pertama santri dipandang sebagai
seseorang yang terlibat aktif dalam proses sosialisasi sehingga mereka
memiliki kapasitas untuk memilih, menginterpretasi, memodifikasi, dan
menentukan apakah ia akan menerima atau menolak pesan-pesan sosio-
kultural tersebut. Kedua, sosialisasi gender yang berlangsung menjadi proses
negosiasi yang bersifat kondisional serta lebih bermakna kontekstual.21
19 Erfan Efendi, “Gender Perspektif Etika Pesantren; Studi Tentang Kepemimpinan Kiai dan Nyai
Tentang Sosisalisasi Gender di Lingkungan Sosial Pondok Pesantren Wahid Hasyim Sleman
Yogyakarta” (Jurnal An-Nisa‟, Vol. 11 No.2, 2018), h. 258
20
Maksud dari otoritas ialah kiai dan nyai memiliki kewenangan yang disebabkan oleh kapasitas,
pengaruh, posisi dan kekuatan dalam lingkungan pesantren.
21
Dr. Ema Marhumah, Konstruksi Sosial Gender Di Pesantren; Studi Kuasa Kiai Atas Wacana
Perempuan (Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2011), h. 17-18
112
Sosialisasi gender dipandang sebagai salah satu strategi dan mekanisme
guna mempertahankan kekuasaan yang dilakukan masyarakat maupun
komunitas. Dalam proses sosialisasi gender dalam pesantren yang melibatkan
kekuasaan melalui sejumlah aspek antara lain: (a) mencakup pendisiplinan
tindakan dan perilaku sesuai dengan sistem nilai tertentu, (b) menuntut
pengakuan dan penerimaan atas otoritas, nilai-nilai, ritus, serta supremasi
kebenaran lainnya yang dipercayai dalam budaya tertentu, (c) melibatkan
control budaya, (d) melakukan pelembagaan norma melalui simbolisasi figure
dan model-model kepercayaan tertentu.22
Pada proses pelembagaan norma-norma gender, sosialisasi gender dalam
lingkungan pesantren selalu berhubungan dengan relasi kekuasaan dimana hal
tersebu t diterima kebenarannya. Bentuk-bentuk pelembagaan norma gender
yang mendominasi dalam lingkungan pesantren yakni seperti terlihat dalam
pola norma dan budaya berbusana antara santri laki-laki dan perempuan,
pengaturan kompleks asrama santri laki-laki dan perempuan dimana
perempuan ditempatkan di kompleks-kompleks tertentu yang lebih tertutup,
dalam perihal struktural manajemen kepengurusan pesantren dimana laki-laki
lebih mendominasi dari pada perempuan, dan pelembagaan norma gender
tertentu di kalangan kiai dalam pesantren yang paling menonjol ialah pola
pembagian tugas dan pengambilan keputusan di rumah tangga kiai senior, dan
garis kepemimpinan di pesantren mengikuti garis keturunan laki-laki.23
Antonio Gramsci ialah yang mengembangkan istilah hegemoni. Hegemoni
diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menyebut sebuah kekuatan
kekuasaan dominan yang mengikat kelompok lainnya yang didominasi baik
secara paksa ataupun sukarela.24
Dalam lingkungan pesantren,
22 Dr. Ema Marhumah, Konstruksi Sosial Gender Di Pesantren; Studi Kuasa Kiai Atas Wacana
Perempuan (Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2011), h. 21
23
Dr. Ema Marhumah, Konstruksi Sosial Gender di Pesantren; Studi Kuasa Kiai Atas Wacana
Perempuan (Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2011), h. 181
24
Kamila Adnani, dkk, “Resistensi Perempuan Terhadap Tradisi-Tradisi di Pesantren Analisis
Wacana Kritis Terhadap Novel Perempuan Berk alung Sorban” (Jurnal Kawistara Volume 7, No. 2,
2016), h. 152
113
Kiai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai kata
sapaan kepada alim ulama yakni orang yang cerdik dan pandai dalam agama
Islam. Kiai merupakan pemegang otoritas tunggal dalam pesantren sehingga
dirinya memiliki kebebasan dan kekuasaan di dalam lingkungan pesantren.
Sehingga bisa di katakan bahwa kiai merupakan raja dalam kerajaan kecilnya
yaitu pesantren, dikarenakan hampir seluruh pengelolaan sumber daya baik
fisik maupun finansial ditangani langsung oleh kiai atau anggota keluarga kiai
dengan bantuan santri yang dipercayai.25
Turmudi mengklasifikasikan kiai menjadi 4 macam, yakni: kiai pesantren,
kiai tarekat, kiai politik, dan kiai panggung. Pertama, kiai pesantren ialah kiai
yang fokus kepada pembinaan sumber daya masyarakat melalui pendidikan, ia
sangat dihormati dan ditaati oleh para santri, wali santri dan masyarakat
karena mereka meyakini akan barokah dari seorang kiai jika mentaati dan
menghormatinya. Kedua, kiai tarekat merupakan kiai yang fokus kegiatannya
membangun kecerdasan hati (batin) umat Islam dengan jalan tarekat. Jumlah
pengikut kiai ini lebih banyak dari pada kiai pesantren terlebih lagi apabila
kiai tersebut berkedudukan sebagai mursyid. Ketiga, kiai politik adalah kiai
yang fokus mengembangkan ormas Islam seperti NU (Nahdlatul Ulama) dan
lain-lain yang umumnya terlibat dalam politik praktis. Keempat, kiai
panggung ialah mereka para muballig atau pendakwah yang menyampaikan
ceramah agama di berbagai tempat. Pengikut kiai ini sangat banyak yang
tersebar di berbagai wilayah, apalagi jika ia merupakan kiai panggung yang
popular.26
Nilai lokalitas pesantren tradisional terlihat yakni dari sistem
kepemimpinan berdasarkan figure kharismatik, dominasi pihak laki-laki
dalam struktur kepengurusan pesantren dan tanggung jawab kegiatan
25 Abd Hannan, “Gender dan Fenomena Patriarki Dalam Sosial Pendidikan Pesantren; Studi
Tentang Hegemoni Kiai Pesantren Terhadap Sosial Pendidikan Bias Gender” (Jurnal Seminar
Nasional Gender dan Budaya Madura III Madura: Perempuan, Budaya dan Perubahan) , h. 232
26
Dr. M. Hadi Purnomo, M. Pd, Kiai dan Transformasi Sosial; Dinamika Kiai Dalam Masyarakat
(Yogyakarta: Absolute Media, 2020), h.41-42
114
pesantren, interaksi antara kiai dan santri menekankan prinsip
autoritarianisme.27
Keberadaan kiai dalam sebuah pesantren memiliki peran
penting dalam usaha konstruksi yang terjadi di pesantren dan merupakan
sosok utama yang menjalankan serta memimpin pesantren. Kiai merupakan
sosok kharismatik yang memiliki dominasi kekuasaan tertinggi dan menjadi
penguasa tunggal yang diakui keabsolutannya dalam pesantren bahkan
dikatakan bahwa ia merupakan pemegang otoritas tunggal yang di hormati,
ditiru, dan didengarkan perkataannya dalam lingkungan pesantren.
Sedemikian keabsolutan dominasi sosok kiai di dalam pesantren,
menjadikan santri selalu terikat dengan kiai selama hidupnya sebagai orang
tua, guru sebagai sumber ilmu, sumber inspirasi, dan sumber keteladanan
sehingga santri merasa memiliki kewajiban untuk mengikuti seluruh arahan
kiai. Sikap hormat, takzim, dan kepatuhan mutlak kepada kiai merupakan
salah satu nilai utama yang ditanamkan pada diri seorang santri, karena
tatanan nilai dan pokok dasar kehidupan yang dipraktekkan di dalam
lingkungan pesantren berasal dari tafsiran literatur agama yang dipelajari di
dalamnya.28
Hegemoni kiai merupakan perilaku penundukan oleh pemegang hierarki
kekuasaan tertinggi terhadap kelas di bawahnya (santri) melalui kekuatan
ideologis yang dimiliki kiai serta simbol (ajaran) agama yang digunakan
sebagai bahan ajar. Martin Van Bruineessen mengatakan bahwa praktik
hegemoni kiai dalam pesantren tersebut ditandai dengan dominasi kiai sebagai
otoritas penguasa tunggal atas komunitas dan konstruksi budaya pesantren,
dimana kiai ditempatkan pada hierarki kekuasaan tertinggi yang pada
akhirnya melahirkan sistem patriarki sehingga menjadi produk kultural yang
mengakar erat di dalam pesantren. Faktor penyebab munculnya hegemoni kiai
tersebut selain kuatnya budaya patriarki ialah penggunaan bahan ajar
27 Wardah nuroniyah, “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai Kearifan Lokal di Pondok Pesantren
Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon” (Jurnal Holistik, Vol. 15 No. 02, 2014), h. 395
28
K. H. Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan Kiai Pesantren
(Yogyakarta: LKiS, 2004), h. xxvi-xxvii
115
tradisional yakni kitab-kitab klasik yang mempengaruhi menguatnya ideologi
yang digunakan di dalam pesantren.29
Dalam konteks keabsolutan kekuasaan kiai dalam pesantren sejalan
dengan teori yang diungkapkan Foucalt mengenai kekuasaan bahwa
kekuasaan dan pengetahuan secara tidak langsung berimplikasi satu sama lain,
dimana hubungan kekuasaan antar pelaku sosial selalu membentuk sebuah
arena pengetahuan. Karena segala ide, ajaran, dan asumsi mengenai laki-laki
dan perempuan dalam masyarakat selalu mengandung kekuasaan. Maka dari
itu, setiap masyarakat menjalankan sistem kebenarannya sendiri atas
keyakinannya dan menganggapnya sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dikaji
secara kritis kembali melalui berbagai pendekatan.
Sumber-sumber yang berkontribusi membentuk identitas gender dalam
lingkungan pesantren antara lain sebagai berikut: pemahaman keagamaan,
hukum formal, nilai-nilai dan aturan adat budaya, pendidikan (keluarga,
sekolah, lingkungan). Dalam pesantren, istilah gender merupakan hal yang
riskan untuk dibicarakan. Dalam dunia pesantren, istilah gender tidak begitu
dimengerti atau di fahami dengan baik oleh para santri ataupun kiai. Hal
tersebut terlihat ketika penulis melakukan wawancara mengajukan pertanyaan
kepada para santri mengenai gender, para santri justru merasa kebingungan
dan tidak paham dengan maksud istilah tersebut.
Menurut pendapat KH. Mastur Huda RS mengenai gender, beliau
berpandangan bahwa tugas seorang laki-laki sesuai dengan apa yang
ditugaskan pada saat menghadapi itu, seperti contoh kalau laki-laki berjuang
agama pastinya mengaji dan apabila berjuang di desa harus memenuhi
kepentingan desa. Begitu juga dengan perempuan, menurut KH. Mastur Huda
RS seorang perempuan harus menjaga diri, harus bisa membedakan serta
menjaga diri diantara muhrim dan bukan muhrim karena hal tersebut
merupakan hukum Allah SWT. Landasan dari hukum tersebut ialah
29 Abd Hannan, “Gender dan Fenomena Patriarki Dalam Sosial Pendidikan Pesantren; Studi
Tentang Hegemoni Kiai Pesantren Terhadap Sosial Pendidikan Bias Gender” (Jurnal Seminar
Nasional Gender dan Budaya Madura III Madura: Perempuan, Budaya dan Perubahan) , h. 233
116
bersumber dari Al-Qur‟an dan hadis serta sudah dijelaskan di dalam kitab-
kitab fikih. Sejatinya hidup ini mengikuti hukum Allah SWT bukan menurut
kita. Beliau mengatakan bahwa mengacu kepada syariat Islam itu perempuan
dan laki-laki tidak boleh disetarakan, akan tetapi beliau menjelaskan lebih
lanjut bahwa kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam hukum Negara, ijmak
dan qiyas atas musyawarah para ulama itu diperbolehkan asalkan membawa
maslahah dan tidak membawa kemudharatan serta mafsadat, beliau setuju
dengan hal tersebut. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa KH. Sehingga
dapat dilihat bagaimana KH. Mastur Huda RS mendasarkan pandangannya
mengenai relasi laki-laki dan perempuan berlandaskan hukum al-Qur‟an dan
hadist, akan tetapi beliau juga tidak menolak kesetaraan gender dalam hukum
Negara apabila hal tersebut menimbulkan kebaikan.
Para santri pondok pesantren Darussalam memandang bahwa dalam
agama laki-laki memiliki derajat yang lebih tinggi dari pada perempuan dalam
hal apapun. Mereka berpandangan bahwa tugas perempuan ialah merawat
rumah dan mengasuh anak karena perempuan sebagai al-umm atau madrasah
pertama, dan laki-laki menjadi pemimpin keluarga dengan cara mengayomi.
Meskipun demikian laki-laki tidak diperbolehkan untuk semena-mena kepada
perempuan dan tetap harus mengayomi. Menurut mereka, dalam Islam
memperbolehkan perempuan yang telah berkeluarga untuk berkarir selama
tidak melupakan tugasnya dan mendapatkan izin dari suaminya, karena
apabila dia melupakan tugasnya maka hukumnya akan berbeda dan surga
perempuan itu berada di suami.
Mengenai peran perempuan dalam keberlangsungan pesantren
Darussalam, perempuan diberikan ruang untuk mengurus kegiatan-kegiatan
pesantren sama halnya dengan santri laki-laki. Bahkan setelah lulus dari
pondok pesantren, santri putra maupun putri sama-sama diharuskan untuk
berjuang menyampaikan ajaran agama dari apa yang telah mereka dapatkan
dari pesantren dan akan menjadi amal sholeh bagi mereka.
117
KH. Mastur Huda Rs selaku pengasuh dan pendiri pondok pesantren
Darussalam memiliki pengaruh yang besar dalam urusan pesantren meskipun
kepala pengurus madrasah adalah menantunya dan pengurus santri putra
ataupun putri dari kalangan para santri akan tetapi beliau tetap mengawasi
kinerja kepengurusan mereka. Seperti halnya dalam pengambilan keputusan
kebijakan pesantren dilakukan secara musyawarah oleh pengurus putra
maupun putri dan warga ndalem, namun keputusan akhir akan diputuskan
oleh KH. Mastur Huda RS.
C. VARIABEL ANALISIS GENDER DALAM PESANTREN
Analisis gender merupakan suatu alat analisis yang membantu untuk
menganalisis dan mengidentifikasi adanya ketidakadilan gender dalam relasi
sosial antara laki-laki dan perempuan di realitas sosial masyarakat, terutama
ketidakadilan structural dan sistem yang disebabkan oleh gender.30
Dalam penelitian ini, variabel analisis gender digunakan untuk mengukur
konstruksi gender yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam tradisi
ndalem di pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, variable
tersebut meliputi beberapa kategori antara lain sebagai berikut: bentuk
kegiatan atau partisipasi, akses terhadap sumber daya, pengambilan keputusan
atau kontrol, dan manfaat yang di peroleh.
a. Akses
Dalam kegiatan yang dilaksanakan di pondok pesantren, santri putra
dan putri sama-sama dilibatkan baik dalam pengajaran ataupun dalam
kepengurusan, serta santri putra dan putri di pondok pesantren Darussalam
mendapatkan hak dan memiliki kewajiban yang sama dalam menjalankan
peraturan di dalam bidang pendidikan pesantren. Para santri tidak
mendapatkan keistimewaan latar belakang orang tua mereka, sehingga
30 Fadilah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2003), h: 157
118
mereka wajib mengikuti seluruh kegiatan dan peraturan pondok pesantren
dan apabila melanggar pasti akan mendapatkan hukuman.
b. Partisipasi
Kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren Darussalam sangat
padat sebagaimana kegiatan belajar mengajar pondok pada umumnya.
Selain pengajian-pengajian wajib yang harus diikuti oleh santri putra dan
putri, seperti sorogan kitab, sorogan al-Qur‟an, tidak kalah pentingnya
para santri baik santri putra dan santri harus terlibat dalam membantu
pembangun pondok pesantren, tujuan dari pelibatan semua santri dalam
pembangunan pondok pesantren tersebut agar para santri punya andil di
pembangunan pondok pesantren sehingga mereka merasa memiliki dan
merawatnya.
Selain itu, nyai Nikmatussholihah juga turut berperan dalam
keberlangsungan pesantren meskipun hanya mencakup ruang lingkup
santri putri, namun hal tersebut membuktikan bahwa perempuan turut
hadir dan berperan dalam pengembanhgan pondok pesantren Darussalam
Lampung, sehingga kiai bukan pemeran tunggal akan tetapi meskipun
demikian, kiai menjadi figur yang mendominasi dalam keberlangsungan
kebijakan pesantren, sehingga dalam lingkungan pesantren kiai
merupakan figur sentral dalam pengasuhan, proses pembelajaran,
pengambilan kebijakan, dan penjagaan nilai-nilai kearifan lokal, dan
penanaman norma-norma tradisi-budaya dalam pesantren.
Partisipasi perempuan dalam pesantren Darussalam Lampung terlihat
dalam struktur pengurus dimana santri putri ikut berpartisipasi dalam
kepengurusan pondok pesantren, diikutsertakan dalam musyawarah
pengambilan kebijakan pesantren yang dilakukan secara musyawarah
meskipun dalam pengambilan keputusan di pondok pesantren Darussalam
Lampung, kiai memiliki kekuasaan dan hak mutlak untuk mengambil dan
119
memberi keputusan namun tetap mempertimbangkan aspirasi-aspirasi dari
para pengurus pondok putra dan putri.
c. Kontrol
Peran Kiai dan Nyai dalam pondok pesantren Darussalam memiliki
pengaruh yang mendominasi terhadap perkembangan pondok pesantren.
Di pondok pesantren Darusssalam Mekarsari, kiai Mastur Huda Rs
berperan selalu mengawasi segala perkembangan kepengurusan pondok
putra, sedangkan ibu nyai Nikmatussholihah mengawasi dan mengontrol
perkembangan kepengurusan pondok putri dan juga mengontrol serta
mengawasi kegiatan santri ndalem yang memasak setiap pagi dan sore
hari di dapur.
Pondok pesantren Darussalam sepenuhnya diasuh oleh Kiai Mastur
Huda Rs, Kiai Mastur Huda Rs mendominasi dalam segala hal di
pesantren baik dalam pengajian, pengajaran, pembangunan, dan lain
sebagainya dibantu oleh ibu nyai yang ikut terlibat dalam pelaksanaan
belajar mengajar di pondok pesantren, dan juga anak serta menantu yang
membantu mengembangkan pesantren. Meskipun terdapat pengurus yang
mengurus pondok baik putra dan putri akan tetapi seluruh keputusan
mutlak berada di tangan beliau akan tetapi beliau tetap menerima aspirasi
dari para pengurus putra dan putri dengan mengadakan musyawarah.
Setelah dimusyawarahkan maslahah dan keburukannya, kemudian beliau
memberikan keputusan. Dalam hal musyawarah, ibu nyai dan pengurus
putri ikut terlibat aktif dalam menyampaikan aspirasinya.
Dalam konstruksi sosial gender yang terjadi di lingkungan pesantren,
kiai dan nyai memegang peran utama dalam mensosialisasikan ide-ide
kesetaraan gender sehingga terciptanya relasi gender yang seimbang, akan
tetapi kiai dan nyai di pondok pesantren Darussalam Lampung masih
terlihat kurang dalam usaha mensosialisasikan kesetaraan gender.
120
d. Manfaat
Dalam tradisi ndalem, manfaat yang bisa didapatkan oleh para santri
ndalem ialah belajar untuk bekerja dan melatih santri untuk dapat mandiri,
selain itu santri ndalem juga mendapat keringanan biaya sekolah, dan
gratis biaya makan. Santri ndalem selayaknya santri-santri yang lain,
mereka tinggal di asrama dengan santri-santri yang lain hanya saja
kegiatan mereka berbeda dengan santri-santri yang lain. Untuk santri
ndalem putra ada juga yang tinggal di sawah dan ada juga yang tinggal di
asrama. Dalam proses pengajaran pendidikan di pondok pesantren
Darussalam, santri putra dan putri mendapatkan hak yang sama tanpa
terdapat perbedaan dan pengistimewaan.
D. KONSTRUKSI SOSIAL GENDER DALAM TRADISI NDALEM
Gender yang dikonstruksikan di dalam pesantren bergantung kepada para
agen sosialisasi gender yang ada di pesantren untuk menyebarkan nilai-nilai,
ide-ide, pesan-pesan dan wacana kesetaraan gender sehingga terciptanya relasi
keseimbangan gender non-diskriminatif, agen sentral sosialisasi gender di
dalam pesantren ialah kiai dan nyai. Dalam usaha konstruksi sosial gender di
pesantren, peran kiai dan nyai sangat berpengaruh sekali dalam penerapan
nilai moral pondok, dan tradisi-tradisi yang berada di dalamnya salah satunya
dalam tradisi ndalem yang di praktekkan di dalam lingkungan pondok
pesantren.
Nyai yang memiliki kedudukan sebagai istri kiai, interaksinya sebagai
pengajar dan pengasuh terbatas hanya dengan santri perempuan, sedangkan
kiai memiliki dominasi dalam pengasuhan pondok pesantren. Meskipun
demikian, hal ini menandakan bahwa perempuan juga tampak hadir dalam
laju kembangnya pesantren dan tradisi-tradisi yang ada di dalamnya.
Dalam tradisi ndalem, konstruksi sosial gender masih terpengaruh oleh
pembagian peran dalam budaya patriarki yang bersifat tradisional, namun
121
meskipun demikian tidak terdapat pihak yang merasa dirugikan dengan
pembagian peran tersebut, karena tercipta kemitraan.
Dari rincian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh
dalam konstruksi sosial gender di pesantren khususnya pada tradisi ndalem
ialah sebagai berikut:
- Norma dan hirarki sosial yang terdapat di pesantren seperti struktur kekuasaan
yang di dominasi oleh laki-laki yakni kiai.
- Kitab-kitab pendidikan yang masih bersifat misogini
- Dogma “barokah” kiai yang akan didapatkan santri dengan cara mengabdi
kepada kiai, dogma ini langgeng
Dalam tradisi ndalem, konstruksi sosial gender dipengaruhi oleh beberapa
faktor sebagai berikut:
a. Faktor Pendukung
Faktor yang mendukung dalam usaha konstruksi gender dalam tradisi
ndalem di pondok pesantren Darussalam Lampung adalah sebagai berikut:
- Hadirnya ibu nyai yang turut berpartisipasi dalam pengembangan
pondok pesantren sebagai pengajar dan pengasuh santri perempuan.
Santri putri berkecimpung dengan kepengurusan putri begitu pula
sebaliknya membuktikan hadirnya partisipasi perempuan di dalamnya.
- Dalam praktek pengajaran di pondok pesantren Darussalam, santri
putri mendapatkan kesempatan dan hak yang sama dalam pendidikan.
- Santri perempuan dan laki-laki sama-sama diberikan akses untuk
menjadi pengurus.
b. Faktor Penghambat
Dalam mencapai kesetaraan dan keseimbangan gender dalam tradisi
ndalem terdapat beberapa faktor yang menghambat untuk mencapainya,
antara lain:
122
- tradisi lama patriarki dengan pembagian peran tradisional yang
menempatkan peran perempuan di dapur dan menganggap hal tersebut
merupakan hal yang lumrah
- tradisi-tradisi yang dipraktekkan, norma-norma serta doktrin-doktrin
yang disosialisasikan secara turun-temurun dan bertahun-tahun dalam
lingkungan pesantren menjadi salah satu bagian dari proses,
mekanisme dan melatarbelakangi pembentukan konstruksi gender
didalamnya.
- tidak adanya program kebijakan di pondok pesantren Darussalam yang
mendukung kesetaraan gender, serta tidak adanya upaya penerapan
kesetaraan gender di pesantren Darussalam.
- Kurangnya peran kiai dan nyai dalam menyampaikan wacana gender
dimana keduanya sebagai agen sosialisasi gender utama dalam
lingkungan pesantren
- kurangnya perhatian terhadap isu-isu gender dalam pesantren dengan
memperhatikan pengalaman-pengalaman sosial perempuan
- masih terdapat literatur pendidikan pesantren bias gender yang
digunakan sebagai acuan pembelajaran.
123
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pesantren menjadi tempat rekonstruksi budaya yang bersumber dari
pemaknaan teologis terhadap realitas sosial masyarakat. Tradisi serta norma-
norma yang ada di dalamnya berlandaskan kepada ajaran agama dan
bersumber dari literatur tafsir serta kitab kuning menjadi lokalitas khas
pesantren tradisional yang ada di Indonesia, pesantren sangat memegang
teguh nilai-nilai tradisionalitas dan mempraktikkannya hingga hari ini. seperti
contoh tradisi ndalem.
Isu gender di dalam ruang lingkup pesantren masih kurang mendapat
perhatian lebih, terutama kebijakan-kebijakan yang menyangkut pengalaman
perempuan, Konstruksi sosial gender yang terbentuk dalam tradisi ndalem
terlihat dalam pembagian peran di dalamnya. Pembagian peran kerja yang
dipraktekkan dalam tradisi ndalem di pondok pesantren Darussalam Lampung
merupakan paham biological reductionism dimana pembagian peran antar
keduanya berdasarkan jenis kelamin. Konstruksi pembagian peran seperti itu
pembagian peran yang bersifat tradisional. Pada hakikatnya meskipun
demikian, pembagian peran seperti itu tidak menjadi masalah selama hal
tersebut menimbulkan keseimbangan dan keharmonisan serta tidak
menimbulkan diskriminasi salah satu pihak, karena perbedaan peran dan relasi
antara laki-laki dan perempuan merupakan hasil dari konstruksi sosial dan
tidak bersifat kodrati sehingga dapat berubah sewaktu-waktu.
Hubungan relasi antara kiai dengan santri terjalin sangat erat dan
emosional dimana relasi hubungan tersebut tidak terbatas waktu sampai
kapanpun relasi keduanya tetap terjaga. Hal tersebut dipengaruhi oleh budaya
subordinasi dalam lingkungan pesantren dimana kiai merupakan sosok
kharismatik dan mendominasi dalam ruang lingkup pesantren. Hubungan
antar keduanya berlandaskan rasa hormat dan kepatuhan yang mutlak hal ini
dipengaruhi oleh literature pendidikan yang digunakan sebagai acuan di
124
pesantren yakni kitab Ta‟lim Muta‟alim yang berisi tentang adab seorang
murid dan guru dalam belajar serta kitab Akhlakul Banin/banat yang berisi
mengenai pembinaan akhlak seorang santri. Doktrin “ngalap barokahe kiai”
sudah mengakar dalam tradisi pesantren, hal tersebut menjadikan tradisi
ndalem yang turun-temurun dilaksanakan di pondok pesantren Darussalam
langgeng hingga hari ini.
Tradisi ndalem merupakan tradisi pesantren tradisional yang menjadi nilai
lokalitas pesantren yang menjadi jati diri pesantren tradisional hingga kini,
namun dalam praktiknya perlu diperhatikan untuk menciptakan
keseimbangan. Dalam tradisi ndalem, dogma barokah sangat berpengaruh
besar dan mengakar kuat, dimana mayoritas motivasi menjadi santri ndalem
berasal dari keinginan pribadi masing-masing santri dimana mereka
mengharapkan barokah dari kiai dan memiliki kedekatan dengan kiai serta
keluarga ndalem sehingga para santri berusaha melakukan banyak hal untuk
mengabdi kepada kiai untuk mendapatkan barokah tersebut. Literature
pendidikan mengenai perempuan yang dipakai pondok pesantren Darussalam
Lampung yakni muhimmatun nisa‟ turut mempengaruhi dalam konstruksi
gender dalam norma dan tradisi yang ada di pesantren khususnya dalam
tradisi ndalem. Kitab muhimmatun nisa‟ terlihat beberapa ajaran misogini
yang bias gender mengenai kedudukan dan relasi laki-laki dan perempuan
sehingga berdampak kepada pembagian peran dalam tradisi tersebut. Namun
partisipasi perempuan dalam konstruksi pembangunan pondok pesantren
Darussalam Lampung terlihat dalam hadirnya peran nyai dalam
mengembangkan pondok pesantren meskipun hanya dalam lingkup
pengasuhan dan pengajaran santri putri saja.
Konstruksi gender dalam tradisi ndalem yang ada di pesantren Darussalam
Mekarsari Lampung dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tersebut diatas, yakni
hegemoni hierarki sosial yang terlihat dalam sistem hubungan antara kiai dan
santri dengan berlandaskan norma ta‟dziman dan takriman mutlak. Konsep
“barokah” dan pengabdian kepada kiai merupakan motivasi utama dalam
125
praktik tradisi ndalem ini. Pembagian peran dalam tradisi ndalem bersifat
tradisional namun tidak menimbulkan diskriminasi, karena terjalin hubungan
bersifat kemitraan yang memunculkan keharmonisan dalam praktik
pembagian tugas dan peran sebagai santri ndalem. Perempuan juga terlihat
turut andil dalam usaha pengembangan pesantren yakni dengan menjadi
pengurus santri dan pengasuh yakni ibu nyai, meskipun peran mereka masih
terbatas hanya dalam kalangan perempuan saja.
B. SARAN
Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis, penulis beranggapan bahwa
dunia pesantren sebagai suatu wadah/lembaga yang mencetak generasi
penerus bangsa harus menempatkan perempuan sebagai subyek sebagaimana
layaknya laki-laki yakni dengan pengetahuan, kesadaran, melibatkan peran
perempuan dalam berbagai bidang, sehingga terciptalah perempuan menjadi
subyek dimana hal ini harus dibangun, diciptakan, diikhtiarkan dan
dikembangkan secara terus-menerus secara bersama-sama sehingga tradisi-
tradisi yang dipraktikkan di pesantren Darussalam Lampung responsif gender,
tidak androsentris, dan mempraktekkan pembagian peran yang setara serta
menampakkan peran perempuan.
Penulis berharap, kiai dan nyai sebagai agen sosialisasi gender dalam
pesantren harus lebih peka dan aktif dalam mensosialisasikan nilai-nilai,
wacana gender dalam pesantren dengan menerapkan kebijakan-kebijakan
yang diberlakukan oleh pondok pesantren. Tradisi-tradisi pondok pesantren
dan literatur pengajarannya haruslah mendukung kesetaraan dan
keseimbangan gender dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman sosial
perempuan dan menjadikan perempuan sebagai subyek sehingga terciptanya
konstruksi gender yang adil dan seimbang dalam pesantren baik dalam
tradisinya ataupun dalam pengajarannya.
Demikian penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, sumbangan dan kritik yang bersifat membangun
126
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan pada penulisan selanjutnya.
Namun dari ketidaksempurnaan ini, penulis berharap semoga karya ini dapat
membantu melengkapi penelitian sebelumnya dan menjadi acuan untuk
penelitian selanjutnya.
127
DAFTAR PUSTAKA
Affiah, Neng Dara, (2017), Islam, Kepemimpinan, Perempuan, dan
Seksualitas, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Adnani, Kamila, dkk, (2016), Resistensi Perempuan Terhadap Tradisi-Tradisi
di Pesantren Analisis Wacana Kritis Terhadap Novel Perempuan Berk alung Sorban,
Jurnal Kawistara Volume 7, No. 2.
Asmani, Jamal Ma‟mur, (2015), Mengembangkan Fikih Sosial KH. MA. Sahal
Mahfudz: Elaborasi, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Busthomi, Drs. Afif, dan Masyhuri Ikhwan, (2000), Terjemah Syarah
Uqudullujain; Etika Berumah Tangga karya Syekh Muhammad Bin Umar An-
Nawawi, Jakarta: Pustaka Amani.
Echol, John M. dan Hasan Shadily, (2007), Kamus Inggris Indonesia, Jakarta:
PT Gramedia.
Efendi, Erfan, (2018), “Gender Perspektif Etika Pesantren (Studi Ttentang
Kepemimpinan Kyai dan Nyai Tentang Sosialisasi Gender di Lingkungan Sosial
Pondok Pesantren Wahid Hasyim Sleman Yogyakarta)”, Jurnal An-Nisa‟ Vol. 11 No.
2.
Fajriani, Nuranisa dan Awaliah Musgamy, (2020), Analisis Sosiologis
Terhadap Kedudukan Hakim Perempuan (Perspektif Imam Hanafi dan Ibnu Jarir
Ath-Thabari), Shautuna Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan Mazhab, Volume. 1
No. 1.
Handayani, Dra Trisakti, dan Dra Sugiyanti, (2002), Konsep dan Teknik
Penelitian Gender, Malang: UMM Press.
Hannan, Abd, (2016), “Gender dan Fenomena Patriarki Dalam Sosial
Pendidikan Pesantren (Studi Tentang Hegemoni Kiai Pesantren Terhadap Sosial
128
Pendidikan Bias Gender” Prosiding Seminar Nasional Gender dan Budaya Madura
III Madura: Perempuan, Budaya dan Perubahan.
Huda, M. Syamsul, (2011), “Kultus Kiai: Sketsa Tradisi Pesantren”, Teosofi
Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam Volume 1 Nomor 1, Diakses dari DOI:
https://doi.org/10.15642/teosofi.2011.1.1.113-130
Khilmiyah, MA, Dra. Akif (2003), Menata Ulang Keluarga Sakinah;
Keadilan Sosial dan Humanisasi Mulai dari Rumah, Bantul: Pondok Edukasi.
Labibah, Umnia, (2004), Wahyu Pembebasan Relasi Buruh – Majikan,
Depok: Pustaka Alief.
Lutfiana, Hilma, (2016), “Pengembangan Nilai Karakter dan Kecakapan
Hidup Bagi Santri Ndalem di Pondok Pesantren Roudlaotul Jannah Kabupaten
Kudus”, diambil dari skripsi Universitas Negeri Semarang.
Marhumah, (2011), Konstruksi gender, hegemoni kekuasaan, dan lembaga
pendidikan, Jurnal KARSA Vol. 19 No.2.
Marhumah, Ema, (2011), Konstruksi Sosial Gender Di Pesantren ; Studi
Kuasa Kiai Atas Wacana Perempuan, Diakses dari books.google.com.
Muhakamurrohman, Ahmad, (2014), Pesantren: Santri, Kiai, dan Tradisi,
Jurnal Kebudayaan Islam Vol. 12 No. 2.
Mernissi, Fatima, dan Riffat Hassan, (2000), Setara Di Hadapan Allah,
Yogyakarta: Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan Anak LSPPA.
Muhammad, Husein, (2004), Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan
Kiai Pesantren, Yogyakarta, LKIS.
Muhammad, K.H. Husein, (2014), Mencintai Tuhan Mencintai Kesetaraan,
Jakarta: PT Gramedia.
Muhammad, K. H. Husein, (2019), Fiqh Perempuan, Yogyakarta: IRCiSoD.
129
Muhammad, K.H. Husein, (2001) Fiqh Perempuan Refleksi Kiai Atas
Wacana Agama dan Gender, Yogyakarta: LKIS.
Nasution, Harun, (1985), Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia UI-Press.
Noorhayati, Siti Mahmudah, (2017), “Pemikiran Islam Terhadap Gender dan
Pemberdayaan Perempuan (Studi Pemikiran dan Model Pemberdayaan Nyai di
Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton)”, Jurnal Akademika Vol. 22 no. 02
Nuroniyah, Wardah, (2014), “Tradisi Pesantren dan Konstruksi Nilai
Kearifan Lokal Di Pondok Pesantren Nurul Huda Munjul Astanajapura Cirebon”,
Holistik Vol.15 No. 02.
Oxford learner‟s pocket dictionary, (2003), Oxford University Press.
Purba, Orinton, Diakses dari
https://gendernews88.wordpress.com/2010/09/07/konsep-dan-teori-gender/ Gender
and Development Konsep dan Teori Gender, diakses pada tanggal 9 Juli pkl 15.10
WIB.
Purnomo, Hadi, M. Pd, (2020), Kiai dan Transformasi Sosial; Dinamika Kiai
Dalam Masyarakat, Yogyakarta: Absolute Media.
Ropi, Ismatu, dan Jamhari, (2003), Citra Perempuan Dalam Islam:
Pandangan Ormas Keagamaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Said, Hasani Ahmad, (2011), Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di
Nusantara, Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 9, No. 2.
Soehadha, Moh, Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama,
Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga.
Suralaga, Fadilah, dkk, (2003), Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat
Studi Wanita.
130
Subhan, Prof. Dr. Zaitunah, (2015), Al-Quran dan Perempuan Menuju
Kesetaraan Gender Dalam Penafsiran, Jakarta: Prenadamedia Group.
Siti Musdah Mulia, (2007), Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender,
Yogyakarta: Kibar Press.
Yamani, Mai, (2000), Feminisme and Islam Perspektif Hukum dan Sastra,
Jakarta: Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation.
Sumber Wawancara:
Wawancara pribadi dengan KH. Mastur Huda Rs selaku pengasuh dan pendiri
pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, 08 Maret 2021.
Wawancara pribadi dengan Saikhul Huda S.Pd selaku kepala bidang
pendidikan madrasah BP Darussalam dan diniyah, 05 Oktober 2020.
Wawancara pribadi dengan Kurniawan Pratama selaku wakil ketua pengurus
putra pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, 21 Desember 2020.
Wawancara pribadi dengan Siti Nur Hidayah selaku ketua pengurus pondok
putri pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung, 05 Oktober 2020.
Wawancara pribadi dengan Nurul Istiqomah selaku santri ndalem putri, 08
Desember 2020.
Wawancara pribadi dengan Ibnu Abdillah selaku santri ndalem putra, 11
Januari 2021.
Wawancara pribadi dengan Mahfudz Ali Fauzan selaku santri ndalem putra,
11 Januari 2021.
Wawancara pribadi dengan Solihin selaku santri ndalem putra, 11 Januari
2021.
Wawancara pribadi dengan Atik Muflihatul Maftuhah selaku santri ndalem
putri, 08 Desember 2020.
Wawancara pribadi dengan Siti Rohimah selaku santri putri ndalem, 07
Desember 2020.
131
Wawancara pribadi dengan Ma‟rifatul Hidayah selaku santri putri ndalem, 08
Desember 2020.
Wawancara pribadi dengan Ina Fitria selaku santri putri ndalem, 17 Desember
2020.
Wawancara pribadi dengan Fikih Nur Indah Sari selaku santri putri ndalem,
17 Desember 2020.
Wawancara pribadi dengan Eka Syahibaturrohmah selaku santri putri ndalem,
17 Desember 2020.
Wawancara pribadi dengan Nabilatussyahrani selaku santri putri ndalem, 18
Desember 2020.
Wawancara pribadi dengan Lina Ni‟matussa‟adah selaku santri putri ndalem,
18 Desember 2020.
Sumber Data:
Data monografi desa Mekarsari, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung
Timur, Tahun 2019-2020.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
133
Lampiran 1: Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi
134
Lampiran 2: Surat Izin Penelitian
135
Lampiran 3: Surat Keterangan Penelitian
136
Lampiran 4: Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
Data Informan
Nama :
Alamat :
Jabatan :
Waktu Wawancara :
Tempat Wawancara :
Daftar Pertanyaan
A. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Darussalam
1. Bagaimana sejarah awal pendirian pondok pesantren Darussalam?
2. Bagaimana keadaan sosial budaya desa mekarsari ?
3. Bagaimana tanggapan masyarakat ketika pertama kali pondok didirikan?
4. Bagaimana hubungan antara pihak pondok pesantren dengan masyarakat
sekitar?
5. Apa kontribusi pesantren yang cukup dirasakan oleh masyarakat sekitar?
6. Bagaimana sistem pengajaran yang dipakai di pesantren Darussalam
Mekarsari Lampung?
7. Apa saja bahan ajar pendidikan yang digunakan di pesantren Darussalam
Mekarsari Lampung?
B. Tradisi Pesantren
1. Apa saja tradisi pesantren yang ada di pesantren Darussalam yang masih
dipertahankan hingga hari ini?
137
2. Apa pengertian dari tradisi ndalem?
3. Apa kriteria untuk menjadi santri ndalem?
4. Apa motivasi santri untuk menjadi santri ndalem?
5. Apa tujuan dan manfaat yang dirasakan santri dari tradisi ndalem?
6. Bagaimana pembagian peran dalam tradisi ndalem?
C. Gender Dalam Pesantren
1. Apa yang anda pahami mengenai gender ?
2. Bagaimana relasi antara laki-laki dan perempuan dalam tradisi pesantren?
3. Apa saja akses yang diberikan kepada santri putra dan puteri?
4. Bagaimana partisipasi peran laki-laki dan perempuan dalam
keberlangsungan pesantren?
5. Bagaimana kontrol dan sosialisasi gender dalam pondok pesantren
Darussalam Mekarsari Lampung?
6. Bagaimana konstruksi gender dalam tradisi ndalem di pesantren
Darussalam Mekarsari Lampung?
7. Menurut anda, apa saja faktor yang mendukung usaha konstruksi sosial
gender dalam pesantren?
8. Apa saja faktor yang menghambat dalam usaha mencapai kesetaraan dan
keseimbangan gender dalam pesantren?
138
Lampiran 5: Pernyataan Informan
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
Lampiran 6: Hasil Wawancara
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama : KH. M. Mastur Huda RS
Jabatan : Pimpinan pengasuh pondok pesantren Darussalam
Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana sejarah perkembangan pondok pesantren Darussalam Mekarsari
Lampung?
= Untuk pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung Timur ini berdiri
tahun 2003, namun pendirian ini bukan pendirian yang pertama kali karena
pindahan dari pasir sakti. Pindah dari pasir sakti pada saat itu akhirnya santri
yang ada di pasir sakti dulu ikut semua di mekarsari. ya Alhamdulillah saat itu
memang awalnya itu diniyah-salafiyah dan mengaji kitab-kitab kuning, setelah
perkembangan zaman, dan setelah anak-anak saya sendiri pulang dari pondok
pesantren terus saya mulai mendirikan kurikulum pendidikan formal smp
pertama kali Alhamdulillah berjala n begitu smp menamatkan satu kali langsung
kita mendirikan sma, sampai sekarang sudah berjalan sampai menamatkan 3x
angkatan sma, kalau smp nya sudah 6 kali. Dengan keadaan demikian, pondok
pesantren melanjutkan dan melaksanakan pendidikan-pendidikan diniyah-
salafiyah mengaji kitab-kitab kuning, sorogan al-quran, sorogan kitab kuning,
juga ada belajar khitabah, belajar qiroatil quran. Itu semuanya untuk mendidik
santri, biar supaya santri mempunyai karakter agamis dan kalau memang santri
itu cukup belajarnya di pondok pesantren ini sampai jenjang akhir, insha allah
santri-santri dirumah akan ada manfaatnya, di masyarakat akan ada manfaatnya
sesuai dengan hadist nabi yang telah disabdakan oleh nabi “khoirunnaasi
anfa‟uhum linnas” “sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bisa memberi
159
manfaat kepada manusia yang lain” dan juga insha allah apabila santri itu cukup
belajarnya dan bersungguh-sungguh bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat,
manfaat untuk pribadi sendiri dan keluarga juga bisa bermanfaat untuk
masyarakatnya, dimanapun santri itu bertempat insha allah tempat yang telah
ditempatinya disana akan berjuang agamanya Allah swt, sesuai dengan hadist
nabi yang berbunyi “kulil haqqo walau kaana murron” dan hadist yang lain
“sampaikanlah walau satu kalimat”, dimanapun anda berdapat, dimanapun anda
bertempat, sampaikan sebisa anda jikalau disitu ada m enempat dimana katakan
disitu berjuang agama, dengan perjuangan mereka yang sedemikian insha allah
islam akan terus berkembang. Itulah cita-cita pondok pesantren untuk
mengembangkan agama Islam ini dimana agama Islam itu terus berkembang
insha allah dunia ini selalu tenteram, karena al-islamu ya‟lu wa laa yu‟la „alaihi,
juga al-islami rahmatan lil „aalamin islam akan memberi rahmat kepada
semuanya alam. Demikian cita-cita pondok pesantren dan cita-cita pengasuh
untuk mengembangkan ilmu-ilmunya supaya ilmu ini menjadi amal jariyah
pengasuh dan juga keluarga ndalem kesemuanya.
2. Apa yang memotivasi pak kiai untuk mendirikan pondok pesantren ini?
= Dulu saya pernah belajar pertama setelah saya tamat MI itu saya belajar di
pondok pesantren subulussalam sriwangi bk 16 Belitang, setelah saya tamat dari
pondok pesantren subulussalam saya ke jawa saya ke Kediri di rinago, pare,
Kediri, disitu saya nggak kuat lama disitu hanya satu tahun karena ada beberapa
masalah dan cobaan yang mungkin saya nggak kuat dengan cobaan itu yang jelas
cobaannya kekurangan sangu. Dan setelah itu saya ke banyuwangi di pondok
pesantren Darussalam blokagung banyuwangi, Alhamdulillah sampai saya
mengakhiri belajar itu disana di blok agung banyuwangi, itu kurang lebih ada
puluhan tahun disana, itu khataman dari sana terus saya pulang ke pasir sakti
terus mengembangkan ilmu-ilmu yang saya dapat dari sana mendirikan pondok
pesantren Alhamdulillah berlanjut sampai sekarang. Nah yang memotivasi saya
untuk mendirikan pondok pesantren yang pertama dorongan dar masyayih/para
160
guru, setelah itu juga dorongan dari orang tua, keluarga besar, juga ada niat dari
pribadi.
3. Bagaimana kondisi sosial budaya desa mekarsari? Dan bagaimana tanggapan
masyarakat mengenai pendirian pondok ini?
= Alhamdulillah masyarakat sedesa mekarsari senang dan sayuk membantu
kesemuanya, bukan hanya dari mekarsari namun hampir se-pasir sakti itu satu
kecamatan bahkan sampai labuhan maringgai sampai jabung itu mendukung
dengan keadaan pondok pesantren yang telah kita dirikan disini. Dan pada saat
itu banyak masyarakat, bukan hanya banyak, semuanya masyarakat itu
membantu memberi asrama satu persatu kelompok satu. Sampai saat itu yang tak
terduga pada perkiraan saya itu nggak akan kayak begitu. Akhirnya para santri
yang ikut dari pasir sakti dari darul hikmah yang dulu itu semua terwadahi,
belajar ada tempatnya, dan menempat tidur ada tempatnya semuanya. Itu dengan
dukungan masyarakat luas, seperti gunung pelindung, dari labuhan maringgai,
dari pasir sakti sendiri, dari jabung, itu semuanya masyarakat begitu itu
kelompok-kelompok yasinan itu memberi satu unit satu unit walaupun tidak
begitu besar ukurannya, ukurannya itu banyak-banyak 4x6, dan itu juga masih
merupakan kayu-kayu, papan-papan, sampai rumah saya sendiri itu dibangunkan
oleh masyarakat juga pakai kayu papan, jadi sampai tiga tahun baru bisa
mengganti bata merah sampai sekarang.
4. Bagaimana peran ibu nyai dalam pengembangan pondok pesantren ini?
=Dari awal ibu nyai sudah ikut berjuang terus, sudah punya anak 4 saya ajak
mulai dari nol sampai seperti sekarang ini, pahit dikerjakan bersama, manis
dimakan bersama dan seterusnya sampai dulu awalnya masih di awal-awal dulu
kerap kali tidak bisa makan, awalnya saya juga kerja, pulang dari kerja ngaji,
pulang dari kerja jamaah shalat sampai malam awal-awalnya dulu.
5. Siapa saja yang terlibat dalam pendirian pondok ini?
= orang-orang yang pokok terutama di mekarsari ini kepala desanya, namanya
pak tohari. Dan juga seluruh kepala dusun yang ada, masyarakat itu kesemuanya,
terus dari tokoh-tokoh agama desa sekitar kayak desa mulyosari, desa pulosari,
161
desa libo, sampai tokoh-tokoh desa buntal, semuanya ikut terlibat mendirikan
pondok pesantren, ikut mendirikan bangunan yang ada di pondok pesantren.
6. Apa sistem pengajaran yang digunakan dalam pondok pesantren?
= dulu awalnya diniyah-salafiyah ya pelajarannya ya ala diniyah seperti belajar
nahwu, sorof, tajwid, tauhid, hadist, dan fikih, itu pelajaran-pelajaran yang ada di
diniyah. Kalau yang ngaji kitab-kitab kuning, banyak kitab macem-macem itu
seperti kitab tafsir jalalain, terus ihya‟ ulumuddin, dan kitab-kitab fikih yang lain
kayak fathul mu‟in, fathul wahab, kasifatussaja awwaluma, kalau kitab-kitab
hadistnya ya ada kitab hadist bulughul maram, riyadussholihin, sohihul bukhori,
saohihul muslim dan lain sebagainya. Kalau tasawufnya ya ihya‟ ulumuddin itu.
7. Apa ciri khas pesantren khususnya di pesantren Darussalam ini yang
dicondongkan dan dipertahankan sampai sekarang?
= nahwu, shorof, fikih, dan hadist serta tasawuf. Kalau acuannya kita tetap
mengacu ke pusat, ke pondok pesantren Darussalam banyuwangi, kalau di
lampung sendiri kayaknya belum, tapi kalau pesantren bersahabat diantara
pondok-pondok pesantren insha allah keseluruhan pondok pesantren khususnya
lampung timur itu bersahabat.
8. Apa yang diunggulkan oleh pondok pesantren Darussalam dalam
pengajarannya?
= terutama ya akhlakul karimah, adab diantara santri dan kiai, adab di antara
murid dan guru, adab di antara santri dan warga ndalem, terus yang lain dari pada
akhlakul karimah juga mendahulukan tentang tasawuf dan fikihnya untuk
menjadikan akhlak santri mulai di pondok pesantren sampai nanti pulang ke
rumahnya tetap akhlakul karimah, fikih dan tasawuf itu.
9. Bagaimana hubungan antara kiai dan santri dalam ruang lingkup pesantren?
= ya Alhamdulillah semuanya itu baik hubungannya terus, dan memang niatnya
itu memang untuk membaiki. Jadi santri tetap ta‟dziman dan takriman kepada
pengasuh juga santri tetap sami‟na wa ato‟na apa yang dikatakan pengasuh juga
keseluruhan warga ndalem, dimana keadaan itu memang itu menjadi
qonun/undang-undang. Insha allah sampai santri itu pulang dari pondok
162
pesantren, ini alumni tetap masih menjadi satu dan mengiblat kepada pondok.
Dan Alhamdulillah sekarang alumni juga sudah mengadakan kegiatan alumni
dengan keadaan tetap ta‟dziman dan takriman dan sam‟an wa to‟atan. Hubungan
santri dan kiai bukan hanya pas di pondok saja akan tetapi setelahnyapun masih
tetap terjalin hubungan baik yang erat bahkan sampai matipun masih hubungan.
10. Apa saja tradisi pesantren yang ada di pondok pesantren Darussalam?
= tradisi santri terutama shalat berjamaah ini diutamakan, terus mengaji dan
sekolah diniyah maupun kurikulum itu tetap tradisinya itu diharuskan seperti itu.
Yang lain hubungan dengan masyarakat insha allah tetap terjalin sampai
kapanpun, dan kita selalu mengadakan acara untuk menyapa masyarakat,
menyapa umat seperti istighosah dzikrusyafaat yang diadakan sebelum pandemi
ini, Alhamdulillah pada saat itu wali-wali santri dan masyarakat itu datang pas
pada waktu istighosah pada tiap tanggal 15, satu bulan sekali. Banyak yang
datang itu dari 4 kecamatan, kecamatan pasir sakti, jabung, gunung pelindung,
labuhan maringgai, itu banyak yang datang pada waktu istighosah lebih-lebih pas
ada wali santri yang jauh itu datang ke pondok pesantren pada saat itu juga ikut
istighosah yang diadakan oleh pondok pesantren. Dan istighosah itupun kita
mengacu kepada pusat di pondok pesantren Darussalam blokagung banyuwangi,
itu istighosah dari sana, jadi kita nggak lepas karena dikatakan menjadi santri itu
mulai nyantri sampai di masyarakat sampai hidup di rumah sampaipun nanti di
yaumil qiyamah kita tetap nggandol sarunge kiai, lak kiaine melbu suargo kan
melok melbu suargo. Terus ada istilah pondok pesantren itu yang lain daripada
pondok pesantren lain itu ro‟an, ro‟an itu kerja bakti. Ro‟an di pondok pesantren
itu ada di hari jumat pagi dan selasa pagi, itu kerja bersama untuk membersihkan
lingkungan pesantren. Itu yang kadang-kadang lain daripada pondok pesantren
lain, kadang-kadang pondok pesantren lain itu tidak ada tapi disini itu ada
Alhamdulillah.
11. Apa nilai-nilai yang dikembangkan dan diajarkan di pesantren?
= nilai keta‟dziman, ta‟dzim kepada kiai, ta‟dzim kepada guru, orang tua, saudara
yang tertua dan kepada sesama itu nilai-nilai yang diajarkan di pondok pesantren.
163
12. Apa yang dimaksud dengan tradisi ndalem?
= tradisi ndalem sendiri melatih santri untuk bekerja, kerjanya menurut
kemampuan masing-masing. Karena di ndalem sendiri, ada kerjaan tani itu santri
yang senengnya kerja tani itu ke sawah dimana sawah ndalem dan pondok itu
sedikit punya sawah itu untuk kerja disana untuk ngopeni sawah itu sendiri dan
hasilnya dibawa pulang. Setelah itu hasil yang khususnya untuk punyaan sawah
itu untuk memberi makan orang-orang yang kerja di pondok pesantren,
bangunan-bangunan yang ada di pondok pesantren itu santri-santri yang ikut
kerja di pondok pesantren seperti ngaduk semen, ngusung bata merah atau
batako, ngusung batu belah, batu keriting dan kesemuanya santri yang kerja.
Terus untuk yang santri perempuan itu masak, memasakkan untuk orang-orang
yang kerja itu, dan itupun juga digilir. Santri yang masak digilir, santri yang kerja
bangunan digilir, kecuali santri yang kerja di sawah, kalau yang kerja di sawah
itu tetap hanya orang-orang itu. Terus kerja bangunan ini bagian tukangnya
kebetulan ngambil dari luar dan sebagian banyak itu dari alumni yang di luar
menjadi tukang, kita ambil untuk kerja di pondok pesantren. Kebetulan pada
tahun ini itu kerjaan ada beberapa tempat, ndalem sendiri di bongkar karena
kayu-kayu yang saat orang-orang dulu membantu itu seadanya dulu sekarang
sudah minta ganti, terus dalam rumahnya anak yang nomor satu juga masang
keramik, anak yang nomor dua buat pawon masak, terus di asrama itu asrama
putri masih membangun, dan setiap rampung satu pindah kesatunya, ada lima
tempat yang merupakan lima rombongan tukang dan lima rombongan meladeni.
Dan itu semua demikian untuk jalannya pondok pesantren biar terus jalan dan
mengembangkan agama bukan hanya dari segi agama itu sendiri namun dari segi
pekerjaan bangunanpun pekerjaan di tani, itu terus dikembangkan oleh pondok
pesantren. Insha allah pekerjaan-pekerjaan yang mereka-mereka ikut itu
semuanya akan dibawa pulang menjadi pelajaran di pondok dan menjadi
pelajaran di rumah nanti yang dikembangkan disana. Seperti alumni-alumni yang
sekarang tukang di pondok pesantren memang dulunya juga belajar nukang di
pondok ini akhirnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat juga dimanfaatkan oleh
164
pondok pesantren, begitu pondok pesantren itu butuh itu kita panggil. Bangun
ini, pondasi ini, dan lain sebagainya.
13. Nilai-nilai apa yang di dapat dari tradisi ndalem?
=yang di dapat oleh santri sendiri dari tradisi ndalem, kebeneran santri-santri
yang dekat dengan ndalem, dari santri putri, dari santri putra yang deket dengan
ndalem terus pengurus-pengurus putra maupun pengurus putri itu walaupun
nggak semua ya kebanyakan itu kayak anak sendiri, akhirnya itu akrab dan dekat
bahkan yang paling dekat dulu di pondok pesantren itu akhirnya anaknya itu
dipulangkan di pondok pesantren, jadi menjadi anak dan orangtua.
14. Bagaimana pemilihan santri ndalem? Apakah ada kualifikasinya?
= nggak ada, diantara mereka yang ikut ndalem dengan pengurus itu yang
ngurusi pengurus. Kalau ndalem sendiri tinggal menerima dan siapa itu yang
mau tinggal iya gitu aja.
15. Apa saja kegiatan santri ndalem?
= selain pekerjaan, sama dengan santri umum.ya ngaji, sekolah, kapan waktunya
kerja ya kerja, dan lain sebagainya. Gak dibeda-bedakan, yang membedakan
hanya pas mengerjakan kerjaan di ndalem. Tidak semua santri ndalem itu
semuanya pengurus, gak ada yang harus pengurus, malah pengurus yang pokok
itu malah nggak ikut, jadi ngatur suasana pondok ini gimana kerjaan yang itu ya
baiknya yang ngontrol selain saya sendiri sebagai pengasuh, kalau putri ya ibu
nyai sebagai pengasuh putri itu mutlaknya pengurus.
16. Apa saja peraturan yang ada di ndalem?
= nggak ada, di ndalem tidak ada peraturan sendiri untuk gini untuk gini itu gak
ada. Semuanya sama
17. Apa saja akses yang diberikan untuk santri ndalem?
= gak ada, hanya saja dalam pekerjaan itu diarahkan, kalau putri di ndalem itu ya
bu nyai yang mengarahkan. Itu saja kalau yang di sawah itu, saya sendiri sudah
beberapa tahun sudah lama tidak tahu sawah karena cukup anak-anak.
18. Bagaimana peran perempuan dalam keberlangsungan pesantren?
165
= peran perempuan untuk kelangsungan pesantren ya kita tetap mengalir apa
adanya dan kita bina seharian, mingguan dan bulanan supaya santri itu menjadi
bagaimana yang terbaik terutama dari pengurus itu supaya bisa mengurus dengan
baik untuk kelanjutan pesantren ini kita nanam kader-kader pesantren terutama
ya anak-anak untuk persiapan hari tua atau hari mati setelah nanti saya sendiri
atau ibu meninggal dunia sudah ada kader yang meneruskan kelanjutan pondok
pesantren ini, sudah ditata dengan rapi itu oleh pengurus.
19. Siapa yang berpengaruh besar dalam keberlangsungan pesantren?
= pengurus. Kalau di madrasah diniyah ya pengurus madarasah diniyah, kalau di
pengajian juga pengurus pengajian, kalau di madrasah yang ada kurikulumnya
juga ada kepala-kepala sekolahnya. Untuk pekerjaan bangunan itu saya sendiri,
pengurus dibawah saya, memberi motivasi kepada pengurus
20. Apa saja yang didapat menjadi santri ndalem?
= santri ndalem itu mempunyai kenangan tersendiri kepada keluarga ndalem,
merasa lebih daripada yang lain kayak alumni yang dulu di ndalem merasa lebih
daripada yang lain, merasa lebih dekat dari pada yang lain itu yang di dapat oleh
mereka, semuanya kayak anak sendiri kan lebih daripada yang lain. Lain
daripada pengurus, kalau pengurus juga mempunyai khas yang lebih daripada
yang lain namun dalam jiwa kepengurusan, jiwa kedewasaan, jiwa pengatur.
Sebenarnya jadinya sama sih di masyarakat, dari jiwa pengurus itu sendiri pas
terjun ke masyarakat ingin meneruskan perjuangan, memberi pendidikan kepada
santri-santri yang mengaji kepada mereka, hasilnya juga sama, mengiblat kesini,
semuanya mengiblat kesini, kayak saya mengiblat ke banyuwangi. Jad guru-
murid-guru ke guru-guru ke guru sampai datang rasululullah saw. Itulah pondok
pesantren, jadi nyambung. Itulah ciri khas pondok pesantren.
21. Bagaimana sistem pengambilan keputusan di pondok pesantren ini? Siapa saja
yang terlibat?
= pengambilan keputusan musyawarah bersama, mana yang lebih baik itu yang
dipakai. Pengurus dan warga ndalem.
22. Bagaimana pandangan pak kiai mengenai gender?
166
= kalau menurut saya dan yang sudah berjalan, santri-santri yang sudah jadi
alumni itu sama gendernya diantara laki-laki dan perempuan itu sama. Jadi begitu
yang laki-laki berjuang dari apa yang mereka dapatkan di pondok pesantren,
begitu juga perempuan berjuang dari apa yang mereka dapatkan dari pondok
pesantren. Memang dari pengasuh itu diarahkan kesana, kalau pulang harus
berjuang. “sampaikan walau satu kalimat”, sampaikan kepada masyarakat
walaupun hanya satu kalimat karena satu kalimat kalau mengembang jadi dua
kalimat, tiga kalimat dan seterusnya. Dan itu kesemuanya itu menjadi amal
sholeh mereka yang akan mengangkat derajat di sisi Allah swt, karena itu
relawan tanpa tanda jasa nggak dapat apa-apa.
23. Apa dan bagaimana tugas dan kewajiban laki-laki dan perempuan?
= menurut pandangan saya tugas laki-laki ya sesuai dengan apa yang ditugaskan
pada saat di menghadapi itu, kalau berjuang agama ya pastinya mengaji, kalau
berjuang di desa ya pastinya apa yang menjadi kepentingan desa. Kalau
perempuanpun juga seperti itu, perempuan juga harus apa yang dilakukan pada
kepentingan perempuan itu sendiri dan harus membedakan dan harus menjaga
diantara mukhrim dan bukan mukhrim, karena itu agama hukum Allah swt.
Landasannya harus al-quran hadis terus dijelaskan dengan kitab-kitab kuning dari
fikihnya, dari saat ibadahnya itu harus mengacu kesana. Itu semua tujuan untuk
hidup inikan menurut Allah semuanya bukan menurut kita, kalau hidup ini
menurut kita rusak kalau menurut aturan Allah swt itulah yang benar. karena
syariat itu turun dari Allah kepada rasul dan disampaikan kepada umat. Jadi
acuannya memang al-quran hadist dan kitab-kitab kuning yang oleh kita orang
ahlussunnah wal jamaah itu dikatakan ijmak dan qiyas.
24. Bagaimana pandangan pak kiai mengenai kesetaraan perempuan dan laki-laki?
= kalau kita mengacu kepada syariat rasul itu memang nggak boleh, disetarakan
memang nggak boleh. Namun menurut Negara, ijmak dan qiyasnya dengan
musyawarahnya para ulama itu ya boleh. Yang penting tidak membawa mudharat
dan mafsadat, yang penting membawa maslahah itu boleh dan setuju.
167
25. Bagaimana realitas pembagian peran / konstruksi gender antara laki-laki dan
perempuan di pondok pesantren Darussalam khususnya dalam tradisi ndaelm?
=itu nggak ada, nggak ada sistem harus dibagi begini-begitu itu tidak ada.
Namun tinggal nurut apa yang kepentingan pada saat itu, bila saat itu perempuan
pas kerja apa ya dari ibu nyai dan pengurus ngarahin untuk mengerjakannya.
Begitupula dengan yang laki-laki itu, yang laki-laki kalau urusan bangunan, saya
tinggal mengarahkan tukang kemudian santri tinggal membantu pekerjaan
tukang, di sawah juga sama.
26. Apakah program-program di pondok pesantren ini mendukung kesetaraan
gender?
= mendukung
27. Apa saja program-program pesantren Darussalam yang mendukung kesetaraan
gender?
= itu nggak ada, nggak ada yang harus begini atau begitu itu nggak ada. Yang
penting kerja bersama dan belajar bersama nanti hasilnya apa yang mereka dapat
itu yang dibawa pulang. Tidak beda dengan kepentingan masyarakat
28. Apa saja usaha pesantren dalam usaha penerapan kesetaraan gender di dalam
pesantren Darussalam?
= usahanya apa ya, pesantren tidak punya usaha sih. Belum ada
29. Apa saja faktor yang menghambat untuk mewujudkan kesetaraan gender di
pesantren?
= banyak, faktor penghambat itu ya diantaranya pas butuh apa pas bangun
mungkin butuh dana. Kalau dananya nggak ada itu pasti jadi penghambat, tapi
kalau itu kita piker ya jadi hambatan. Tapi kebanyakan itu tidak kita pikirkan jadi
kita jalan dan mengalir apa kehendak Allah swt karena kita selalu bertawakkal
kesana, karena kalau kita tidak bertawakkal kesana kita salah.
30. Bagaimana hubungan pondok dengan masyarakat sekitar?
= masing-masing masyarakat ya juga sama, masyarakat ada yang kontra banyak
yang pro. Yang pro banyak tapi yang kontra yang ada gitu aja. Sebagian
masyarakat juga membantu mengawasi santri, dan masyarakat juga merasa
168
terbantu yang mereka-mereka itu dagang, santri itu kadang kala membeli kesana
sehingga merasa terbantu. Hubungan yang terjalin tetap harmonis kan pondok
pesantren nggak pernah memberi aturan harus begini harus begitu. Kalau dulu
melibatkan masyarakat pas ada acara pekerjaan membangun pondok pesantren,
namun kalau sekarang cukup santri yang kerja itu dari masyarakat sekarang tidak
ada. Kalau ada acara pengajian itu biasanya melibatkan masyarakat dalam
kepanitiaan, tadi kayak yang saya katakana tadi istighosah tadi itu juga ada
bagian masyarakat yang dilibatkan untuk mengawal dan memotivasi adanya
tamu-tamu yang datang terutama dari pihak ansor dan banser, terus menjaga
keamanan jalan-jalan yang rawan itu, kebetulan saat pandemi ini mulai habis
lebaran sampai sekarang baru dua kali berjalan.
169
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama : Saikhul Huda S.Pd.I (Menantu Kiai Mastur Huda RS)
Alamat : Pondok Pesantren Darussalam, desa Mekarsari, Kecamatan
Pasir Sakti,
Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
Jabatan : Ketua Bidang Pendidikan Pesantren sekaligus kepala sekolah
SMP BP Darussalam
Daftar Pertanyaan
1. Dimana letak geografis pondok pesantren Darusalam Mekarsari Lampung?
= untuk letak geografis pondok pesantren Darussalam ini memang berada di
tengah-tengah perkebunan dengan persawahan juga agak jauh ke barat, jauh
juga dengan pulosari dan lebih dekat dengan perkebunan akan tetapi
alhamdulillah dekat dengan pusat pemerintahan baik pemerintahan desa dan
pemerintahan kecamatan dan satu jalur sehingga memudahkan untuk
mengurus sesuatunya. Kalau di kabupaten ya lumayan agak jauh jaraknya
kira-kira 80 km. begitulah kira-kira letak geografis pondok pesantren
Darussalam.
2. Bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat desa Mekarsari?
= mayoritas penduduk desa mekarsari notabenenya nahdlatul ulama,
semuanya bahkan sekitar sini itu NU semua masyarakatnya NU semua,
walaupun mereka itu untuk strukturalnya tidak begitu paham tapi kulturalnya
NU ditandai dengan yasinan, subuh menggunakan qunut itukan kultural NU.
Jadi untuk semuanya di desa mekarsari ini NU, sampai yang partainya PKS
aja orang NU
170
3. Bagaimana hubungan pondok pesantren dengan masyarakat sekitar?
= Alhamdulillah untuk masyarakat sekitar pondok pesantren sangat
mendukung dengan keberadaan pondok pesantren, paling tidak mereka
memberi support dalam kegiatan di pondok pesantren termasuk sebagai
keamanan. Jadi kalau ada santri berkeliaran di luar jam-jam bebas seperti jam
aktif santri berkeliaran, nanti dari orang desa ini koordinasi dengan pihak
pondok. Artinya sosial mereka dengan pondok pesantren itu ada
hubungannya.
4. Bagaimana sejarah perkembangan pondok pesantren Darussalam?
= pondok ini didirikan disini pada tahun 2003, pada awalnya memang pondok
pesantren Darussalam ini pecahan dari pondok pesantren Darul Hikmah yang
ada di lintas Pulosari. Kalau di Pulosari, pondok itu didirikan pada tahun
1992-2003 yang pada akhirnya mecah disini, disana ditangani oleh pakde
(Kiai Aparudin) kemudian abah (Kiai Mastur Huda) kesini tahun 2003 sampai
sekarang berarti sudah 17 tahun. Ini pada awalnya ya hanya pendidikan salaf
seperti ngaji bandongan, ngaji memaknai kitab itu dengan ada madrasah
diniyah ula dan wustha dan pada akhirnya sampai sekarang Alhamdulillah
ula, wustha dan ulya sudah ada di pondok pesantren ini selain pengajian-
pengajian wajib seperti ngaji sorogan kitab, sorogan al-quran ini wajib bagi
santri putra maupun putri terus yang tidak kalah pentingnya lagi ini
pembangunan, pembangunan di pondok pesantren ini melibatkan semua
santri. Jadi termasuk yang anda lihat itu semua melibatkan santri kecuali ada
tukang-tukang inti. Artinya apa? Biar mereka punya andil di pembangunan
pondok pesantren Darussalam. Dan total santri sampai sekarang ini sudah
sekitar 450 an. Jenjang pendidikannya kalau di madrasah diniyah ada tingkat
ula,wustha,dan ulya. Ada juga tpq Darussalam, terus untuk tingkat formalnya
ada SMP BP Darussalam yang didirikan tahun 2013 ini sampai sekarang
muridnya sudah sekitar 300 an murid, terus SMA BP Darussalam yang berdiri
di tahun 2016 yang sekarang memiliki murid sekitar 120 an. Untuk anak-anak
yang kurang mampu, ada juga LKSA (Lembaga Kesejahteraan Anak) dimana
171
pondok bekerja sama dengan dinas sosial kabupaten maupun pusat. Begitulah
sekelumit sejarah yang berhubungan dengan pondok pesantren Darussalam.
5. Bagaimana sistem pengajaran pondok pesantren Darussalam Mekarsari?
=sistem pengajaran untuk di pondok pesantren yang wajib yang langsung
dipegang oleh pengasuh Mbah Yai Mastur Huda ini ada 3 kitab, yang pertama
sebagai ciri khas pondok salaf ini pagi jam 07.00-07.30 WIB sama sore
sekitar jam 16.30-17.30 WIB ini belajar kitab Ihya‟ Ulumuddin, habis
maghrib pengajian tafsir jalalain oleh beliau juga, terus kalau yang habis
dhuhur itu kitabnya ganti-ganti jadi kalau khatam satu kitab maka ganti kitab
lain sama sistemnya yakni sistem bandongan, bandongan itu beliau baca santri
memberi makna habis itu diterangkan, itu sistem yang pertama. Sistem yang
kedua ini sistem sorogan yang diterapkan di pondok pesantren baik al-Quran
maupun kitabnya ada sistem sorogan, untuk yang wajib kitabnya ada 3 yang
wajib untuk di sorogkan sesuai dengan tingkatannya, yang pertama kitab
sulamunnajah ini untuk tingkat pertama, terus tingkat selanjutnya kitab ta‟lim
muta‟alim, terus yang ketiga kitab fathul qorib, ini untuk sorogan. Jadi sistem
sorogan ini guru membaca kemudian diikuti oleh para santri kemudian santri
membaca ditashih langsung atau dibenarkan langsung kebenaran dan
kesalahannya oleh guru yang bersangkutan. Terus sistem klasikal yang ketiga,
sistem klasikal ini diterapkan di pondok pesantren tapi lewat jalur madrasah
ataupun sekolahan .
6. Apa saja bahan ajar di pesantren Darussalam?
= bahan ajarnya banyak sekali, sesuai dengan tingkatan. Jadi untuk fikihnya
juga ada, nahwunya juga ada tingkatannya, terus ulya juga ada.
7. Apa saja tradisi pesantren di pesantren Darussalam?
= tradisi pesantren yang paling utama itu mengedepankan akhlakul karimah
terutamanya, jadi uswatun hasanah itu tradisi pesantren. Jadi ada tradisi yang
saya katakan tadi yakni tradisi ro‟an. Ro‟an itu tradisi kerja bakti, terus bagi
santri yang tidak kos ini juga ada tradisi tersendiri istilahnya nggendok,
nggendok itu masak untuk dimakan sendiri. Banyak sekali tradisinya,
172
terutama yang berhubungan dengan kita di ndalem, hubungan santri dengan
kiai nya beda dengan hubungan murid dengan guru biasa di sekolah, gak ada
yang berani santri jadi santri kalau ada kiai yang lewat itu mereka langsung
sembunyi kalau papasan dari dekat baru mereka salaman semua, gak ada yang
berani Tanya, santri nanya ke kiai itu gak ada yang berani, paling beraninya
ke saya itu biasa. Di ndalem itu seperti itu, kalau pulang itu santri wajib izin
unuk yang putri izin ke ibu nyai wajib semua itu, untuk santri putra izin ke
abah atau ke saya untuk ketertiban.
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Ndalem?
= memang beda, saya bagian dari bagian ndalem ini terutama tentang beliau
mengajar ke putra-putri beliau ini beda, beliau memberi kebebasan terutama
di pendidikan. Beliau tidak mendoktrin, jadi putra-putra beliau itu diberi
kebebasan untuk memilih pendidikan tapi ada pendidikan yang wajib
contohnya harus ngaji itu yang utama. Jadi keluarga ndalem itu punya khusus
untuk putranya itu untuk ngaji, kalau sekolah itu terserah kuncinya ngaji itu.
Terus kalau kita ke ndalem, walaupun saya sebagai anak terus beliau sebagai
orang tua ini kita tidak bisa semena-mena bisa masuk, kita sowan seperti
orang biasa kecuali di jam-jam khusus, jadi kalau jam-jam pokok jam siang
kalau beliau sudah istirahat jangankan memanggil, masuk ke ndalem saja saya
tidak berani kalau sudah istirahat baik malam maupun siang, itu diantaranya
seperti itu.
9. Bagaimana kualifikasi santri ndalem?
= untuk santri ndalem disini ini ada dua yakni putra dan putri, santri yang
membantu di ndalem. Membantu ini, yang putri kebanyakan membantu di
bagian dapur untuk memasak, ini yang dimasak ini termasuk yang di dahar
oleh kiai dan santri-santri yang kos di ndalem ataupun orang-orang yang
kerja. Jadi orang-orang yang kerja semua kan makan di ndalem, itu yang
masak santri ndalem. Santri ndalem itu ada santri khusus yang di ndalem dan
ada yang digilir santri umum tapi digilir, jadi dijadwal untuk membantu
mbak-mbak ndalem itu karena masaknya kan banyak sekali, sekali masak
173
dalam sehari itu bisa habis sekitar 20 kiloan beras. Kalau yang putra santri
ndalem ini di sawah, jadi bekerja di sawah. Kalau mereka yakni para santri-
santri ndalem, ini memang ada keringanan masalah biaya, jadi keringanan
biaya itu mereka tidak ditarik biaya bulanan tapi hanya ditarik wajib bayar
dariyah (biaya wajib tahunan santri). Walaupun mereka di ndalem tapi kan
masih santri, jadi untuk ikatan santri itu kan ada. Untuk makan, mereka
makan di ndalem, jadi santri yang ke sawah ataupun yang ada di dapur itu
semuanya makan di ndalem tidak bayar.
10. Ada berapa santri ndalem putra dan putri?
= kurang lebih putri ada sekitar 6 orang, kalau putra ada sekitar 6 orang. Kira-
kira ya segitulah, kalau lebih ya gak banyak lah, gak pernah ngitung saya.
11. Santri ndalem tinggal nya dimana?
= santri ndalem tinggalnya di asrama campur dengan santri yang lain, Cuma
mereka kegiatannya saja di ndalem, kalau yang di sawah ada yang khusus
tinggal disana dan ada juga yang di asrama, kalau yang tua-tua tinggalnya di
sawah.
174
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama : Kurniawan Pratama
Nama Panggilan : Tama
Jabatan : wakil ketua pengurus putra pondok pesantren Darussalam
Usia : 22 tahun
Masa belajar di pondok : kurang lebih 10 tahun sejak tahun 2011
Pendidikan : tamatan MA
Daftar Pertanyaan
1. Ceritakan bagaimana sejarah dan perkembangan pondok pesantren
Darussalam?
= pondok pesantren Darussalam itu pondok yang didirikan pada tanggal 04
Februari tahun 2003 atau bertepatan dengan 3 dzulhijah 1425 Hijriah.
Pengasuhnya beliau almukarrom room kiai mastur Huda dan ibu nyai
Nikmatus sholihah. Dahulunya memang pondok ini pertama tempatnya itu
memang tempatnya rawa dengan kegiatan santri yang sudah lama
memindahkan kesini dengan bangunan-bangunan yang dibantu oleh
masyarakat jadilah pondok tersebut dan disahkan oleh beliau almukarrom
romo kiai ahmad shodik wayjepara dan yang memberi nama juga beliau.
bangunan pertama masih sederhana masih dengan bangunan bambu, kalau
orang jawa mengatakan gedek. Sebelum itu, dahulu pondok ini menggunakan
metode bandongan madrasah diniyah dengan bertingkat terus berjalannya
waktu karna bertuntutan zaman yang semakin maju maka pada tahun 2013
didirikanlah SMP BP Darussalam, setelah berjalan 3 tahun mengeluarkan satu
175
lulusan langsung berdiri SMA BP Darussalam, jadi semuanya itu tingkat
pendidikan di pondok pesantren itu ada madrasah diniyah,SMP BP
Darussalam, SMA BP Darussalam, TPQ Darussalam, pondok putra-putri, dan
tahfidz putra-putri Darussalam.
2. Apa saja aktifitas kegiatan santri ?
= kegiatan santri agak berbeda sebenarnya antara putra dan putri, ada yang
sama dan ada yang berbeda tapi kalau saya kan masuknya ke putra. Kegiatan
santri itu mulai dari pagi bangun subuh shalat berjamaah setelah itu ngaji
bandongan metode itu guru membacakan kitab kuning terus santri menulis
sesuai yang telah dibacakan oleh guru di dalam kitab, setelah itu jam 07.30
WIB masuk sekolah formal SMP & SMA BP Darussalam sampai dengan jam
12.30 WIB setelah itu istirahat masuk waktu shalat, setelah shalat dhuhur jam
14.00 WIB masuk madrasah diniyah, madrasah diniyah ini metodenya seperti
sekolah formal tapi pelajarannya berisikan kitab-kitab berbagai macam
pelajaran seperti fikih, hadis, al-quran, tafsir, tajwid, dan lain-lain. Nah setelah
itu pada 16.00 WIB pulang untuk shalat setelah itu 16.30 WIB masuk TPQ
Darussalam, setelah itu jam 17.30 WIB makan sampai dengan maghrib.
Setelah maghrib itu ada tingkatan bagi anak-anak yang masih kelas 1-3 SMP
atau bisa disetarakan dengan 1-3 ula itu masih mengaji al-Quran sistem
sorogan, nah bagi yang sudah besar-besar seperti aliyah ataupun yang sudah
lulus dia mengaji tafsir jalalain langsung kepada almukarrom kiai Mastur
Huda, setelah itu shalat isya‟ kemudian taqrar, taqrar itu seperti sekolah
biasanya dia masuk ke kelas terus ada guru yang masuk wali kelas masing-
masing setelah itu tujuan dari taqrar tersebut sebenarnya untuk santri itu untuk
mengulangi pelajaran yang telah diajarkan oleh guru pada minggu yang lalu,
jadi itu tujuan dari taqrar agar yang menjelaskan santrinya jadi pelatihan
pelajaran, guru hanya melihat santri yang maju dan didengarkan oleh teman-
temannya. Nah, setelah taqrar sampai jam 22.00 WIB pulang ke asrama
kemudian masih ada satu lagi kegiatan yaitu sorogan kitab kuning, sorogan
yang sifatnya dia menghafal yang telah diajarkan oleh gurunya sampai jam
176
22.30 WIB, setengah jam kalau paling lama ada yang sampai jam 23.00 WIB
tergantung gurunya, kemudian waktunya istirahat. Dan nanti jam 23.30 WIB
bangun untuk melaksanakan shalat malam baik shalat tahajud, shalat hajat dan
setelah itu istirahat kembali dan melanjutkan kegiatan kembali pagi harinya.
3. Apa perbedaan santri putra dan putri?
= perbedaan di santri putri, santri putri itukan ada kegiatan yang mengatakan
kegiatan pondok nah ada memang kegiatan kebijakan dari pengurus putra-
putri, maksudnya kegiatan tambahan ada seperti yasinan, al-khitobah, al-
barjanji, terus hadroh, tilawatil quran, dan seterusnya. Nah itu biasanya beda
hari atau beda waktu, tergantung dengan kebijakan pengurus masing-masing.
4. Apa saja kegiatan rutin yang di adakan di pondok pesantren Darussalam?
= ada kegiatan mingguan, bulanan, kalau kegiatan mingguan itu biasanya
pada malam selasa itu membaca shalawat nariyah terus pada hari selasa dan
jumat kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan pondok pesantren,
terus pada malam jumatnya seperti yang saya katakan tadi seperti kegiatan
tambahan alkhitobah terus albarjanji itu dilakukan ketika malam jumat. Dan
ketika hari jumatnya, jumat pagi setelah subuh itu membaca surat al-kahfi
setelah itu sema‟an al-quran setelah itu baru gotong royong. Kalau kegiatan
bulanan pondok pesantren itu mempunyai kegiatan satu pada setiap tanggal 11
bulan hijriah itu melaksanakan pembacaan manaqib kubro syekh abdul qodir
al-jaelani, setiap tanggal 15 setiap bulan hijriah ada kegiatan istighosah
jamaah dzikir syafaah itu kegiatan yang sudah berjalan kurang lebih 3,5 tahun
yang diikuti oleh wali santri, masyarakat, alumni, dan relawan yang datang ke
pondok setiap tanggal 15 robiul awal bulan hijriah.
5. Jelaskan secara singkat mengenai biografi kiai Mastur Huda dan ibu Nyai
= beliau al-mukarrom kiai Mastur Huda itu lahir di Banyuwangi tanggal 07
oktober 1958 ibu bapak beliau Banyuwangi. Beliau itu anak terakhir dari 6
bersaudara jadi bungsu. Riwayat pendidikan beliau, beliau menempuh
pendidikan di pondok pesantren formal hanya sampai SD saja, ada 3 pondok
pesantren yang beliau tempati yang pertama itu pondok pesantren
177
subulussalam di Blitang sriwangi, setelah itu ada 6 tahun beliau pindah ke
ringin agung Kediri jawa timur, setelah mendapatkan satu tahun karena beliau
tidak betah akan cobaan santri ekonomi dan yang lainnya, akhirnya beliau
pindah ke pondok pesantren Darussalam blokagung Banyuwangi jawa timur
sampai dengan tahun 1978 kayaknya. Nah pondok ini memang berkiblat
kepada pondok pesantren Darussalam yang ada di blokagung, jadi ikut
kesana. Ibu nyai nikmatus sholihah itu sama, beliau lahir di jember 01
september 1968. Beliau dengan almukarrom satu almamater, kalau ibu nyai
saya kurang paham tapi yang pasti beliau adalah santri pondok pesantren
Darussalam blokagung Banyuwangi jawa timur, bisa dikatakan salah satu dari
murid almukarrom kiai mastur huda. Abah dan ibu punya 4 anak, 2
perempuan dan 2 laki-laki. Yang pertama namanya jahaurinal lailatul fajriah,
yang kedua imroatul azizah, nomor tiga Muhammad ali lutfi, nomor empat
Muhammad fauzul nuril „ain.
6. Siapa sajakah yang mengajar pada masa awal pembangunan pondok ?
= dahulu awal-awal itu memang masih bukaan itu metodenya masih ngaji
sorogan, masih ngaji bandongan seperti yang ada dibantu dengan alumni-
alumni yang lain, kawan-kawan abah atau orang-orang tua yang dekat jadi
karena dulu masih sibuk menimbun jadi ngaji itu belum terlalu tertata tapi
masih ngaji. Mulai tertata itu ketika memang sudah diresmikan tahun 2003
itu. Kesini kan pindahan dari pondok darul hikmah itu mulai dari 1999, dulu
kan disana tempatnya terus melihat kesini karena kondisi tempat yang belum
memungkinkan jadi dari sana kesini dengan gotong royong membersihkan
tempat untuk dijadikan tempat, nah setelah selesai pembangunan asrama,
mushola dan kelengkapan yang lain diresmikan pada tanggal 2003 itu. Pada
saat itu beliau masih mengajar sendiri dengan bantuan ya 2 atau 3 orang lah
yakni kakak beliau sendiri almukarrom kiai asparudin terus ada bapak
saifudin itu santri yang sudah lama dia dari jawa kesini langsung ngaji tapi
ikut membantu mengajar.
7. Apa saja tradisi di pondok pesantren ini?
178
= ciri khas pondok pesantren disini itu jelas yang paling menonjol ilmu
tasawufnya. Kadangkan pondok pesantren itu mempunyai kelebihannya lain-
lain seperti fikihnya, atau hadisnya, kalau pondok pesantren Darussalam ini
dia yang kelihatan itu tasawufnya jadi mengutamakan akhlakul karimah.
8. Apakah ada perbedaan antara santri putra dan putri?
= ada perbedaan santri putra dan putri kalau dalam pengurus santri putra itu
boleh membawa alat komunikasi kalau santri putri tidak boleh. Kenapa alas
an santri putra itu boleh bawa alat komunikasi, karna semua tuntutan zaman
sekarang itu kan apa-apa lewat WA pertama, yang kedua semua pembangunan
kegiatan dari ndalem itu langsung koordinasi kepada pengurus putra seperti
mencari dana dan seterusnya itu memang perbedaanya disitu yang lainnya
sama. Dan fasilitasnya sama ada asrama, kamar mandi, kantin, musholla
masjid, tapi kalau disini seperti lemari dan yang lainnya masih bawa sendiri.
9. Jelaskan apa itu ndalem?
= ndalem itu kan aslinya kata jawa yang artinya rumah. Kalau orang jawa
mengatakan “omah”, nah omah itu bagi orang yang biasa, karena rumah itu
diisi oleh pimpinan pondok pesantren yang memang dimuliakan oleh satu
pondok pesantren khususnya santri. Santri itukan kalau sudah kiainya bilang
“A” selagi tidak maksiat kepada Allah dia nurut. Nah karena diisi oleh beliau
orang-orang yang mulia, maka anak pesantren itu menyebutnya pun mulia
makanya ndalem. Aslinya kalau bukan beliau-beliau kalau orang biasa-biasa
seperti saya dan yang lainnya yah nyebutnya omah.
10. Ada berapa santri ndalem putra dan putri?
= santri ndalem putra ada 5, kalau santri ndalem putri ada sekitar 6 orang
11. Apa saja tugas nya?
= santri di ndalem itu dia mengurus sawah, paling dominan dia mengurus
sawah, bahan pangan, kesibukan yang ada di ndalem seperti apa yang kurang
atau apa yang dibutuhkan, apa yang rusak, itu tanggungan bagi santri yang di
ndalem.
12. Apa perbedaan santri ndalem dengan santri yang lain?
179
= sebenarnya santri ndalem itu sama, cuma di pondok itukan diajarkan anak
santri ditanamkan dari kecil memang dia harus khidmah dalam kata Indonesia
itu melayani. Anak santri itukan agak berbeda dengan anak yang tidak di
pesantren. Tujuan dari anak-anak itu cuma satu, yakni hanya menginginkan
ridho dari kiai nya dengan balasan semoga kelak dia itu bisa walaupun tidak
terlalu pintar dalam pikiran ataupun yang lainnya akan tetapi barokah kalau
kata anak pondok kan ada kata-kata barokah, yang dia minta hanya itu
barokah dari kiainya/gurunya. Kalau perbedaan sistematis sama saja, kalau dia
diniyah ya masih diniyah Cuma nanti ada potongan bayaran dari pondok
pesantren seperti bulanan dan ada perbedaannya kalau itu.
13. Jelaskan apa yang dimaksud dengan barokah?
= barokah itu kalau dalam definisi bahasa itu artinya kan tambah, sebenarnya
barokah secara istilah di pesantren anak-anak santri ini mengharapkan kelak
dirumah bisa meneruskan estafet ilmu beliau yaitu meneruskan agama yang
telah dibawa oleh nabi Muhammad SAW hanya itu. Nah barokah maksudnya,
anak-anak ini karena merasa tidak pintar dia mengharapkan barokah doa dari
gurunya, karena kami yakin guru kami itu orang yang dekat dengan Allah
SWT dan kami ini masih anak-anak yang ya dosa kadang tidak tetap
bersandar kepada beliau, hidup mati kami bersandar dengan beliau.
14. Apakah santri putra dan putri mendapatkan yang sama?
= santri putra dan putri mendapatkan hak yang sama, tidak ada perbedaan
sama sekali dengan latar belakang apapun baik orang tidak mampu ataupun
mampu, anak pejabat, anak orang biasa sama, ketika dia salah dihukum,
ketika dia teraniaya kita proses siapa yang menganiaya tetap sama tidak ada
perbedaan.
15. Apa kewajiban santri putra dan putri disini?
= kewajiban disini kewajibannya hanya selalu mengikuti kegiatan pondok
pesantren yang telah tertulis. Konsekuensinya kalau di pesantren itu kan
ketika dia tidak ikut kegiatan yang telah disusun oleh pengurus ya ada
hukumannya. Kewajibannya itu.
180
16. Bagaimana pandangan anda terhadap kiai dan ibu nyai?
= pandangan saya pribadi saya masuk mulai 2011 sampai sekarang hanya satu
yang saya bisa ungkapkan untuk beliau berdua kata “kagum”. Kagum kepada
beliau bagaimana proses beliau bisa menjadi sekarang, kagum kepada beliau
dalam hal dhohir dan bathin, menjadi suri tauladan yang baik, hanya itu
semua itu saya kumpulkan hanya kata kagum dan saya yakin beliaulah
memang yakin guru kami.
17. Bagaimana mengenai pengambilan keputusan di pondok ini?
= di pondok pesantren ini masih diasuh oleh beliau, jadi mutlak segala
keputusan itu ada di tangan beliau tapi dengan menerima aspirasi dari yang
lain maksudnya beliau mengumpulkan pendapat-pendapat dari pengurus, dari
penasihat pondok pesantren setelah itu dipertimbangkan dengan musyawarah
karena ciri khas pondok pesantren itu dengan musyawarah. Nah nanti ketika
sudah dipertimbangkan maslahah dan keburukannya, maka akan diputuskan
oleh beliau. Pondok pesantren ini almukarom itu berkecimpung dalam segala
hal baik dalam pengajian, pengajaran, pembangunan, tata letak pondok
pesantren seperti segala bangunan ini semua beliau yang mengondisikan ini
tempatnya ini dibangun ini, dan segala hal. Makanya saya katakan tadi, saya
kagum, semua hal beliau bisa. Nah ibu nyai dan almukarrom itu sama, ibu
nyai itu pengasuh pondok putri yang mengawasi segala kegiatan maju
mundurnya pengurus putri, kalau abah mengawasi segala maju mundurnya
kepengurusan pondok putra.
18. Ceritakan bagaimana hubungan kedekatan anda dengan Kiai dan ibu nyai ?
= saya dekat dengan beliau Alhamdulillah mulai saya masuk pengurus pusat
tahun 2017, saya dilantik menjadi wakil pengurus putra sejak itu kami sangat
dekat sekali bisa dikatakan, tapi dengan tanpa petik dekat kami hanya sebagai
guru dan murid tidak lebih, saya seperti itu. Ya tetap saya anggap beliau ayah
saya tanpa mengurangi rasa hormat dan yang lainnya, karena jika terlalu dekat
saya khawatir nanti rasa hormat saya hilang. Kalau masalah dekat ya dekat,
saya itu sering sekali masuk di ndalem, sering sekali saya ngobrol dengan
181
beliau tapi mengobrol kami tentang maslahah pondok, tentang pembangunan
dan yang lain-lain, dan itu semua pengurus putra seperti itu pengurus putri
pun sama.
19. Apakah semua santri bisa masuk ke ndalem?
= sebenarnya semua bisa masuk keluar ndalem karena disini kalau mau
pulang atau pergi harus ke ndalem, nah jika yang sering biasanya pengurus-
pengurus pusat yang terdiri dari ketua, wakil, bendahara, sekretaris itu yang
sangat sering masuk ke ndalem. Kalau putri biasanya ada yang namanya mbak
ndalem, mbak ndalem itu beliau dengan teman-teman memasak, itu yang
paling sering berinteraksi dengan ibu nyai, karena ibu nyai juga memeriksa
setiap sore pagi bagi mbak-mbak yang memasak, biasanya yang paling dekat
itu mbak-mbak ndalem dan pengurus pusatnya.
20. Apa metode pengajaran yang digunakan?
= pondok ini memadukan dua metode yakni metode salaf dengan mempelajari
kitab-kitab kuning yang telah berumur ratusan tahun ataupun kitab
kontemporer yang baru-baru dan masih mempelajari formula, dengan kata
lain kami masih mempertahankan yang lama tapi ada kemungkinan
mengambil perkara baru yang baik tapi tidak meninggalkan yang lama.
21. Apa saja kitab yang dikaji?
= kitab yang sering dingaji banyak, kitab yang setiap hari di ngaji kalau
almukarrom beliau biasanya setiap pagi dan sore mengaji kitab ihya‟
ulumuddin karya imam al-ghozali terus setelah maghrib beliau mengaji kitab
tafsir jalalain karya imam suyuthi dan mahalli. Kalau kitab-kitab yang lain itu
masuknya di madrasah diniyah jadi sesuai tingkatan, pelajarannya sama tapi
dia tingkatan kitabnya yang berbeda. Biasanya kelas 1 ula dia mabadiul fikih,
nanti masuk kelas 2 kitabnya semakin tinggi fikhul wadeh, terus masuk lagi
fathul qorib, masuk lagi nanti dia bisa qawaidul fiqhiah, ada ushul fiqh dia
bertingkat-tingkat juga ada yang dasar, ada yang mulai pendalaman.
22. Apa saja kitab fikih yang menjelaskan mengenai perempuan?
182
= di kitab muhimmatun nisa‟ membahas tentang haid dan nifas, itu kelas satu
wustha. Disini kan diniyah itu lulusnya 8 tahun, jadi dia setelah lulus SMA
tapi dia belum lulus madrasah diniyah masih kurang 2 tahun.
23. Apakah perempuan disini ikut berpartisipasi dalam hal pengambilan
keputusan?
= disini kami beliau khususnya itu sangat menjunjung kata-kata musyawarah,
ketika ada keperluan yang berdampak kepada pondok pesantren kok berkaitan
dengan santri putri, itu pasti dipanggil. Jadi nanti ketika musyawarah, beliau
bersama ibu nyai, pengurus putri, pengurus putra, penasehat, dan keluarga-
keluarga yang memang sudah berkeluarga, yang belum-belum biasanya tidak.
Yang putri sama aksesnya dengan santri putra.
24. Apa partisipasi santri putri dalam pembangunan?
= santri putri itu biasanya dalam bidang konsumsi mbak, seperti memasak,
membuatkan es, membuat kopi dan setiap hari. Saya kira itupun tenaganya
sama dengan yang bekerja, sama saja tidak ada bedanya, kalau dibilang capek
ya semua capek, jadi tidak ada perbedaan. La wong kita katakan masak saja
kan lelah, kerja pun lelah, jadi sama-sama lelah.
25. Menurut anda apa peran dan fungsi laki-laki dan perempuan?
=sebenarnya dalam agama kan kita bisa diambil memang laki-laki itu
derajatnya lebih tinggi dari perempuan dalam hal apapun dalam agama. Yang
jelas laki-laki tujuan utama ya dia ketika sudah berkeluarga ya menjadi
pemimpin dengan cara mengayomi, dalam agama Islam perempuan itu kan
tugasnya memang merawat rumah dengan mengasuh buah hatinya, tapi dalam
Islam itu tidak menutup kemungkinan perempuan itu boleh berkarir selama
tidak melupakan tugasnya, nah ketika dia melupakan tugasnya maka nanti
hukumnya berbeda. Jadi ya itu tadi, kalau menurut agama pandangan kami
kan di agama nah laki-laki tetap di atas perempuan, tapi walaupun laki-laki di
atas perempuan tidak boleh semena-mena, tetap mengayomi yang di bawah.
Ketika perempuan itu akan berkarir, kan ada perempuan itu berkarir ya dia
183
harus minta izin kepada yang laki-laki dulu karena perempuan itu surganya
ketika sudah bersuami itu di suaminya.
26. Apakah pekerjaan domestic itu adalah pekerjaan perempuan?
= kalau dalam Islam itu kan al-umm madrasatul ula jadi ibu itu adalah
madrasah pertama bagi anak-anaknya. Di dalam Islam itu memang hukum
fikih itu kalau bisa memang perempuan boleh berkarir tapi tugasnya seperti
merawat anak, kalau tugas bersih-bersih sebenarnya kalau dalam ushul fiqh
bukan tugas perempuan, bersih-bersih rumah, cuci baju, sebenarnya itu bukan
tugas perempuan, tugas perempuan apa? Hanya diam dirumah,menjaga anak-
anaknya selesai. Tapi karena perempuan terlalu baik, sifatnya baik, ya dia
bersih-bersih, cuci baju ya kan dia gak mau nganggur di rumah makanya dia
bersih-bersih. Makanya saya katakan tadi laki-laki itu tidak boleh semena-
mena, aslinya mencuci dan pekerjaan yang lain itu tugasnya laki-laki.
27. Bagaimana kesetaraan di pondok pesantren Darussalam?
= kalau disini sama, karena putri berkecimpung dengan putri yang putra pun
demikian. Jadi kami yang putra tidak ikut dalam mengurus yang putri dan
yang putri pun tidak ikut mengurus yang putra, kecuali nanti ketika ada kasus
yang memang melibatkan snatri putra dan santri putri, biasanya kan hubungan
lain jenis seperti pacaran baru itu kami ada musyawarah bersama.
28. Apa hambatan pondok pesantren Darussalam dalam menegakkan kesetaraan
gender?
= sebenarnya tidak ada kalau hambatan, Cuma hambatan kami itu ya tadi
yang jelas kedewasaan karena dewasa itu tidak bisa diukur dengan umur, pola
piker, hanya itu dengan keyakinan pengabdian yang lain-lainnya itulah
kendalanya.
29. Apa peran ibu nyai dalam pesantren?
= beliau mengajar setelah maghrib mengajar al-quran, tadarus al-quran untuk
santri putri.
184
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama Lengkap : Siti Nur Hidayah
Nama Panggilan : Nur Hidayah
Umur : 21 tahun
Alamat : desa sendang arum, kecamatan Jabung, kabupaten
Lampung Timur, Lampung
Jabatan : ibu lurah (kepala pengasuh pondok putri) dan
ustadzah pondok
Tingkat Pendidikan : diniyah kelas 1 ulya awal dan lulusan SMP
Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana kriteria untuk menjadi santri ndalem?
= untuk menjadi santri ndalem itu awalnya karena dia sudah dewasa ya,
pertama itu, sudah tau lama disini, sudah bisa membagi waktu soalnya kan
disini misal kalau pagi habis subuh terus ngaji, habis ngaji langsung masak
jadi harus pintar bagi waktu. Kalau dia nggak bisa bagi waktu pasti dia tidak
bisa ikut ngaji, soalnya tujuan pertama kesini kan untuk belajar ngaji gitu
kalau masak itu kan urutan kesekian. Terus mempunyai jiwa sosial
maksudnya telaten. Namanya santri ndalem kan mengurusi orang banyak kan,
pertama masak itu ya harus mengerti masakan, mengerti pekerjaan. Nggak
sembarang orang dipilih menjadi mbak ndalem, maksudnya ya dipilih gitu,
kalau tidak seperti itu kan ya gimana soalnya kan jadi mbak ndalem gitu kan
tinggalnya di ibu nyai gitu jadi harus punya sopan-santun. Kalau disana tapi
bersikap sembarangan, apa-apa diambil maksudnya kan tidak boleh ya misal
185
makan ya makanan di tempat kiai kecuali kalau di perintah gitu, tapi kalau
ketika dia di ndalem kan banyak makanan jadi jangan sembarangan. Intinya
itulah jangan sembarangan, harus punya sopan santun, harus cekatan, jangan
lelet gitu soalnya kalau lambat kan yang nunggu buat mau makan kan banyak
gitu. Sudah sih itu kalau dari mbak ndalem, intinya kalau semua itu sudah bisa
langsung dipilih, tidak harus ada target 4 tahun atau 5 tahun tidak seperti itu,
walaupun baru masuk pesantren tapi dia sudah masuk kriteria diatas ya
langsung dipilih jadi santri ndalem gitu.
Biasanya itu bu nyai yang nanya sama pengurus, misal ke saya. Sekarang kan
mbak ndalem ada 6, misalnya yang sudah dewasa ini kan mbak rohimah,
misalnya dia sudah mau selesai mondok dan mau pulang pasti ibu nyai
langsung bilang ke saya “ini rohimah keluar, gantinya siapa? Tolong carikan
anak santri yang mbeneh/mengerti dan paham pekerjaan”, seperti itu. Kalau
nanti saya sudah dapat anak santri yang pas dan cocok, terus nanti saya itu
sowan ke ndalem dan membawa santri yang akan menjadi santri ndalem
tersebut dan memberitahu ke santri tersebut bahwa dia akan menjadi mbak
ndalem, seperti itu dan memberitahunya bahwa menjadi mbak ndalem itu
harus seperti apa.
Ibu nyai pasrah sepenuhnya kepada pengurus, ibu nyai tidak mengatur
sepenuhnya seperti kalau ada apa-apa itu pengurus yang mengurus dan
melapor, jadi tidak harus bu nyai yang harus bertindak. Tapi yang mengurus
pesantren itu pengurus bukan bu nyai, bu nyai itu hanya mengawasi, kalau
kita yang menjalankan.
2. Bagaimana pandangan anda mengenai pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan?
= sebenarnya perempuan itu tugasnya macak (berdandan) dan manak
(melahirkan) saja, untuk tugas mencuci dan masak sebenarnya tugas laki-laki.
Tapi apakah pantas ketika ada kita ngapain laki-laki masak, gitu.
186
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama Lengkap : Nurul Istikomah
Panggilan : Isti
Umur : 18 Tahun
Alamat : Pulomeranti
Jabatan : santri ndalem dan pengurus bagian coordinator kebersihan
Tingkat pendidikan : lulus SMA, dan kelas 1 ulya Diniyah
7 tahun belajar di pondok
1 tahun menjadi santri ndalem
Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana awal cerita menjadi santri ndalem?
= awalnya saya merasa gugup, pertama mbak ndalemnya mbak ela. Karena
mbak ela ini mau boyong, kemudian ibu nyai menyuruh untuk mencari
penggantinya kemudian mbak ela memilih saya, mulai dari situ saya mulai
menjadi santri ndalem.
2. Apa motivasi anda menjadi santri ndalem?
= pernah ikut membantu kegiatan mbak ndalem dan ingin merasakan gimana
rasanya menjadi mbak ndalem karena sepertinya enak, bisa dekat dengan kiai
dan ibu nyai, bisa mengabdikan diri, dan yang pasti mengharap berkah dari
keduanya.
3. Apa saja tugas menjadi mbak ndalem?
187
= masak untuk anak kos, menyapu ndalem. kalau pagi ba‟da subuh sampai
sekitar jam 9 atau paling cepat sekitar jam setengah 8, kalau sore ba‟da ashar
sekitar jam setengah 5 sudah selesai. Selesai belajar diniyah langsung ke
ndalem Kalau pagi masakin untuk anak kos, sama masakin keluarga ndalem.
4. Apa keuntungan jadi santri ndalem?
= enak bisa dekat dengan kiai, biaya juga diringankan seperti uang bulanan itu
sudah tidak bayar, dan tidak membayar biaya makan jadi bisa meringankan
orang tua.
5. Bagaimana anda memandang figur seorang kiai dan ibu nyai di pesantren?
= bijaksana, disiplin. Kalau di pondok kan jauh dari orang tua, jadi orang
tuanya ya abah sama ibu, jadi udah dianggap orang tua sendiri, dihormati, dan
dipatuhi.
6. Apa yang dipelajari selama menjadi santri ndalem?
= bisa belajar memasak sedikit-sedikit, bisa sedikit belajar rajin mengurus
rumah.
7. Bagaimana pembagian kerja di ndalem?
= kalau saya kan tugasnya kalau pagi khusus memasak untuk anak kos, yang
satunya tugasnya nyapu kalau saya masak gitu.
8. Apa bedanya santri ndalem dan santri lainnya?
= sama saja, cuma bedanya lebih enak banyak temannya dan juga bisa lebih
dekat dengan ndalem.
9. Selain memasak, ibu nyai biasanya mengarahkan apa saja?
=ya kadang “gini loh kalau nyapu biar bersih kayak gini”, terus “ini
dibersihkan” gitu.
10. Apakah santri ndalem selalu dikontrol?
=nggak, waktu pertama itu iya dikontrol, tapi kalau lama sudah nggak.
11. Bagaimana hubungan anda dengan kiai dan ibu nyai?
= iya ada andap asor (sopan santun) nya, ya harus lebih santun kalau ada abah
atau ibu lagi jalan ya setidaknya bisa duduk lebih hormat gitu atau menunduk.
12. Bagaimana pandangan anda mengenai gender?
188
= kalau masak itu kan sudah kewajiban perempuan jadi ya lebih layaknya
perempuan.
189
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama Lengkap : Ibnu Abdillah
Panggilan : Abdillah
Alamat : Rejomulyo
Jabatan : ketua asrama dan santri ndalem putra
Tingkat pendidikan : lulusan MTS tahun 2015, 6 wistha alfiah tsani. Sudah
di pondok sekitar 5 tahun jalan ke 6 tahun sejak tahun
2015
Daftar Pertanyaan
1. Apa motivasi anda menjadi santri ndalem?
= kalau pribadi saya sebenarnya pertama untuk bantu keluarga ndalem, terus
untuk belajar kerja juga soalnya kan laki-laki ya mbak, jadinya nanti kan akan
menjadi pemimpin di rumah tangga jadi harus bisa kerja. Maka dari itu kita
belajar kerja ikut ke ndalem, apa yang menjadi kerepotan ndalem kita harus
siap seperti itu.
2. Apa tujuan menjadi santri ndalem?
=tujuannya yang namanya santri kan yang pertama ngalap barokah, habis itu
ridho kiai,yang selanjutnya tadi untuk bisa belajar kerja/
3. Berapa lama anda menjadi santri ndalem?
=saya baru menjadi santri ndalem, saya baru setengah tahun ini.
4. Siapa yang memilih anda menjadi santri ndalem?
= kalau yang milih tidak ada, Cuma saya mengajukan diri ke ketua ndalem
yang waktu itu adalah pak ahmad habib zaini siap untuk menjadi santri
ndalem.
190
5. Apa saja tugas selama menjadi santri ndalem?
= kalau tugas yang paling utama itu di bidang pertanian, hanya kalau ada
kerepotan yang disitu langsung dari ndalem itu harus siap. Seperti giling padi,
kalau misal ada kerepotan ndalem misalnya mengambil sayuran dan lain-lain.
6. Menurut anda, apa keuntungan menjadi santri ndalem?
= yang pasti bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Jadi kalau misalnya
seperti saya ini sudah tidak sekolah formal jadi mau ngapain kalau siang, jadi
bantu-bantu lah pondok.
7. Bagaimana cara anda membagi waktu?
= kalau mengatur waktu kadang-kadang bisa di atur dan kadang tidak.
8. Bagaimana pandangan anda mengenai kiai dan nyai?
= kalau pribadi saya, abah itu seorang figur yang „alim, sangat-sangat „alim.
Misalnya abah itu kalau ngaji ihya‟ dari tahun ke tahun, dari khatam periode
satu kedua atau yang selanjutnya itu kadang makna itu berbeda Cuma
maksudnya itu tetap sama. Itulah figure seorang abah. Kalau ibu nyai sama
yang pastinya „alim, karena katanya jodoh itu cerminan diri kalau abah „alim
berarti ibunya „alim.
9. Bagaimana pembagian kerja sebagai santri ndalem?
=kalau sejauh ini dapur memang urusannya mbak santri, kalau kang santri
kadang ya Cuma disuruh ke sawah, ya Cuma di pertanian itu . kadang kalau
memang ada kesibukan yang memang benar-benar harus dibantu ya kita bantu
mbak santri.
10. Apakah menurut anda urusan dapur adalah urusan laki-laki?
= tidak juga,karena kalau butuh bantuan ya kita harus siap. Karena sama-
santri ndalem.
11. Apa definisi dari barokah?
=barokah itu ya mesti Karena ridho dari guru kita dapat barokah, terus
manfaat juga ilmunya bisa bermanfaat.
191
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama Lengkap : Mahfudz Ali Fauzan
Panggilan : Mahfudz
Alamat : Ramsai, Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way
Kanan, Lampung
Jabatan : Ketua rayon dan santri ndalem
Tingkat pendidikan : Lulus SMA BP Darussalam 2020 dan diniyah kelas
mriti. Belajar di pondok sudah 4 tahun sejak 2017
Daftar Pertanyaan
1. Apa motivasi anda menjadi santri ndalem?
=motivasinya ya biar kalau besok di masyarakat bisa disiplin, bisa belajar
tirakat atau berjuang di masyarakat.
2. Siapa yang memilih anda?
=ketua ndalem, saya diajak kang solihin
3. Apa saja tugas anda sebagai santri ndalem?
= bantu-bantu kerepotan yang ada di ndalem, contoh kalau beras habis maka
menggiling gabah. Tugas saya di sawah. Kan bagian kerja ada yang di lading
ada dan yang di sawah juga tergantung kerepotan, kalau masih ada kerjaan di
lading/kebun ya dibagi ada yang di kebun dan ada yang di sawah.
4. Sudah berapa lama menjadi santri ndalem?
=baru setahun ini
5. Apa keuntungan yang anda rasakan selama menjadi santri ndalem?
= keuntungannya ya bisa mandiri, bisa disiplin, bisa dekat dengan keluarga
ndalem.
192
6. Apakah ada perbedaan antara santri ndalem dengan santri yang lain?
= kalau perbedaannya ya ada, di pekerjaannya. Kalau santri yang lain itu ikut
ro‟an, bersih-bersih, kalau santri ndalem itu stand by kalau pagi setiap hari di
sawah kalau nggak di kebun gitu.
7. Bagaimana pandangan anda terhadap sosok kiai?
= menurut saya beliau sosok yang istimewa, baik, kita sebagai santri harus
ta‟dzim, nurut apa yang dikatakan oleh beliau.
8. Apa itu barokah?
=ridho dari kiai, ridho keikhlasan dari kiai untuk kita. Kalau misalnya pas
pulang kita mendapat ridho doa dari beliau.
9. Apa suka duka menjadi santri ndalem?
=kalau sukanya bisa bersama-sama, dukanya tergantung teman kalau
temannya bisa bekerja bareng, optimal kerjanya ya enak.
10. Bagaimana anda membagi waktu?
=kalau ngaji tergantung kesibukan yang ada di sawah atau kebun gitu. Kalau
misalnya mau tandur, pasti sehari itu meninggalkan ngaji terlebih dahulu.
Kalau pagi bangun setela itu mengaji ihya‟, biasanya pulangnya jam 12,
istirahat sebentar habis itu ngaji, ya seperti itu.
193
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama Lengkap : Solihin
Nama Panggilan : sol
Alamat : Rejomulyo
Tingkat Pendidikan : Kuliah dan diniyah kelas alfiyah tsani
Jabatan : Santri ndalem. Belajar di pondok sudah 6 tahun sejak
2016
Daftar Pertanyaan
1. Apa motivasi anda menjadi santri ndalem?
=pertama, dari kang-kang yang lebih dewasa itu sudah ada doktrin-doktrin
yang mengarahkan kita untuk ke arah situ. Kemudian kita diikutkan perlahan-
lahan dikenalkan dengan apa dan bagaimana sebagai kang ndalem dan lain-
lain. Kemudian diikutkan sebagai anggota.
2. Siapa yang memilih anda menjadi santri ndalem?
= namanya kang qodir yang membimbing pas pertama kali saya jadi santri
ndalem. Beliau dulu juga santri nalem, tapi sekarang sudah menjabat menjadi
ketua pondok.
3. Apa saja tugas santri ndalem?
=tugas pokok santri ndalem itu utamanya itu memenuhi kebutuhan dan
membantu kerepotan dari ndalem itu sendiri, tapi tugas utama kami berada di
pertanian. Seperti mengurusi semua kerepotan, seperti sekarang ini ada kebun
kita menanami apa yang sekiranya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-
hari.
4. Ada berapa santri ndalem putra?
194
=untuk sekarang ada sekitar 5 orang untuk kang ndalem. Kadang kita bagi-
bagi tugas kadang ada yang ke sawah, ada yang ke kebun juga kadang ada
yang tinggal di pondok untuk stay membantu kerepotan yang ada di pondok.
5. Sudah berapa lama menjadi santri ndalem?
= sekitar 3 tahunan.
6. Apa keuntungan yang anda rasakan selama menjadi santri ndalem?
= kalau keuntungan yang pertama kali dirasakan itu ya bisa lebih dekat
dengan romo yai, intinya yang dicari kalau kang ndalem itu barokahnya kiai.
7. Apa perbedaan santri ndalem dengan santri lainnya?
= sebenarnya tingkatannya itu ya hamper sama saja sama-sama santri, Cuma
kita sebagai kang ndalem lebih dekat dengan romo yai untuk selalu stay
membantu kerepotan kiai dan ibu yai. Dan untuk ngaji sendiri, banyak
kelonggaran untuk kang ndalem, misalnya kang ndalem masih kerepotan ini
kita alfa untuk kegiatan pondok, seringkali seperti itu.
8. Bagaimana pandangan anda mengenai figure kiai?
= kalau saya sendiri sebagai manusia ya kagum. Kalau dibilang saya anggap
beliau sebagai orang tua ya bisa juga, karena dalam angan-angan saya ingin
sekali dianggap bukan hanya sebagai santri akan tetapi dianggap sebagai anak
sendiri, seperti itu. Cuma lihat kualitas dan saya sadar diri untuk hal tersebut.
Beliau berwibawa, tegas, humoris, beliau sangat cocok dan pantas untuk saya
jadikan panutan sebagai seorang kiai, sebagai penuntun saya kedepannya
sampai akhirat insha allah.
9. Apakah akses santri ndalem putra dan putri?
= saya kurang faham kalau hal itu.
10. Apa saja tugas sebagai kang ndalem?
= kalau di dapur, kang ndalem biasanya kang ndalem mencarikan kebutuhan
sayuran, membantu kerepotan yang disana.
11. Apa itu barokah?
195
=barokah itu menurut saya ridho kiai kepada kita, kerelaan kiai, beliau merasa
terbantu, beban merasa terkurangi. Ya pokoknya itu, saya tidak bisa
nyimpulin gimananya.
12. Apa saja tradisi pesantren yang di jalankan di pondok ini?
= kalau tradisi pesantren kalau habis semesteran gitu kita mengadakan lomba
antar kelas, kemudian ro‟an semua pondok mungkin ada, mungkin hamper
sama dengan pondok-pondok salafiyah lainnya kalau masalah tradisi itu.
13. Bagaimana perasaan anda menjadi santri ndalem?
=perasaan saya sebagai manusia biasa itu berubah-ubah karena kalau
mengabdi sama kiai itu butuh keikhlasan agar mendapatkan ridho dan
barokahnya kiai. Mungkin ada tatkala kita mengeluh pasti ada ketika memang
benar-benar pekerjaan berat, badan lelah, mungkin itu terselip niatan nggak
ikhlas gitu, banyak dan seringkali malahan , kita sebagai manusia santri itu
kan tetap harus belajar untuk selalu memperbaiki diri, mencoba memperbaiki
hati, sebuah pengabdian itu harus ada sebuah keikhlasan, niatan yang baik.
14. Apa suka dukanya menjadi santri ndalem?
= banyak suka dan dukanya, kalau saya sendiri tergantung teman-teman.
Kalau teman-teman senang ya saya senang, saling support, semangat
15. Bagaimana pembagian tugas sebagai santri ndalem?
= kalau memang itu dibutuhkan oleh mbak ndalem, kita harus siap. Kita
sama-sama santri ndalem harus saling membantu mengurus semua kerepotan
yang ada di ndalem baik bersih-bersih, memasak, tapi disini umumnya kalau
memasak itu santri ndalem putri, kalau kang ndalem hanya membantu
mencari bahan-bahan.
16. Apa harapan anda setelah lulus dan Bagaimana hubungan anda dengan kiai?
= harapan saya ketika sudah lulus, saya ingin mengabdi terlebih dahulu
mengamalkan ilmu yang sudah di dapat untuk adik-adik seperti santri lain
pada umumnya, dan ketika sudah alumni dan sudah tidak di pondok atau
disebut dengan boyong,pingin tetap ada hubungan seperti sebulan sekali itu
disini masih ada pengajian alumni, terus semoga kalau bisa sukses bisa
196
membantu finansial pondok, tetap membantu keuangan dan kerepotan yang
ada di pondok intinya berusaha menjadi alumni yang baik.
197
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama lengkap : Atik Muflihatul Maftuhah
Nama panggilan : Atik
Umur : 15 tahun
Alamat : Adiluhur
Jabatan : mbak ndalem sekaligus ketua asrama putri
Tingkat pendidikan : 2 SMA dan kelas 1 alfiyah/kelas 5 (wustha) diniyah
Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana awal cerita menjadi mbak ndalem?
= baru 1 tahun setengah ini. awalnya dulu pas jatah masak bergiliran, terus
dimintai ibu lurah pondok (mbak halim namanya) untuk jadi mbak ndalem.
Dikasih tau kalau jadi mbak ndalem itu harus bagaimana, dikasih tau kalau
nanti bisa dekat dengan ndalem, biaya diringankan seperti bulanan pondok,
dariyah, terus saya mau.
2. Apa tugas anda ketika menjadi santri ndalem?
= ya masak, ya bantu-bantu kerepotan di ndalem. Saya khususnya memasak
untuk santri kos.
3. Bagaimana pembagian kerja di ndalem?
= bareng-bareng, ya masak ya bersih-bersih.
4. Apa kelebihan menjadi santri ndalem?
= bisa dekat dengan kiai dan ibu nyai, mendapat keringanan biaya, bisa
memasak, lebih bisa mengatur waktu, lebih mikir kira-kira sayur untuk anak
kos cukup atau tidak ya, gitu.
198
5. Bagaimana pandangan anda mengenai kiai dan ibu nyai?
= dekat dengan santri, ibu nyai selalu mengarahkan santri ketika memasak.
6. Bagaimana pandangan anda mengenai gender?
= harus pintar mengaji karena kan madrasah pertama.
7. Apakah anda mendapatkan akses yang sama dengan santri laki-laki?
= sama
8. Apakah dapur merupakan urusan perempuan saja?
= sebenarnya kalau dalam kitab itu urusan laki-laki gitu, kayak masak,
mencari kayu, tapi hal itu tidak umum untuk sekarang.
9. Tujuan dari menjadi santri ndalem?
= mendapat barokah
10. Apa itu barokah?
= barokah itu yang bisa dirasakan biar ngajinya bisa bermanfaat untuk
nantinya.
199
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama lengkap : Siti Rohimah
Nama panggilan : Rohimah/imah
Umur : 21 tahun
Alamat : Gunung mekar, jabung
Jabatan : mbak ndalem dan bendahara 2 pondok
Tingkat Pendidikan : Diniyah 1 ulya/Kelas 7
Daftar Pertanyaan
1. Sudah berapa tahun belajar di pondok? Dan sudah sudah berapa tahun jadi
santri ndalem?
= Belajar dipondok setelah lulus sma, sudah 3 tahun belajar. hampir jalan 3
tahun menjadi mbak ndalem
2. Apa yang anda ketahui tentang ndalem itu sendiri?
= Arti ndalem:”kalau menurut saya ndalem itu rumahnya abah ibu.
3. Apa saja kegiatan yang dilakukan selama menjadi santri ndalem?
= kalau ada kerepotan di ndalem pastinya kesana, tapi kan tugasnya dibagi-
bagi. Kalau pas saya jatahnya masak buat anak-anak kos. Kan buat yang
masak untuk abah-ibu sendiri, laundry sendiri
4. Apa motivasi anda menjadi santri ndalem?
= tugasnya mungkin Cuma masak, beres-beres, yang penting ndalem taunya
bersih dan beres. kalau yang tugas ngelaundry ada santri sendiri
5. Apa saja keuntungan yang anda dapatkan selama menjadi santri ndalem?
200
= seneng, karna bisa dekat dengan abah ibu yai, terus seneng bisa berkhidmat
atau mengabdi gitu”, “keuntungan jadi mbak ndalem itu karna bisa dekat
dengan abah-ibu yai mbak, karna tidak semua santri bisa dekat gitu dengan
beliau.
6. Siapah yang memilih anda menjadi santri ndalem?
= dulu bu lurahnya yang bilang disuruh jadi mbak ndalem karna kan udh gak
sekolah formal lagi
7. Bagaimana pembagian kerja di ndalem?
= selain saya ada ustadzah rifa, atik, ini, fiki dan eka. Ada 6, tapi di dalam
abah ibu ada 2, sebenarnya di ndalem ada 10 mbak ndalem, 6 orang bertugas
buat memasak untuk anak-anak kos, 2 orang khusus yang memasak buat
abah-ibu yai dan beres-beres khusus di ndalem (yakni mbak isti dan mbak
lina), 2 lagi khusus buat ngelaundry (mbak Nabila dan mbak ajeng).” “kalau
tempatnya gus mail juga ada 2 yang membantu buat masak yakni mbak mala
sama mbak riska, kalau tematnya gus huda ada mbak dayah sama mbak iin,
kalau laundry itu kan usaha pondk mbak.
8. Apa yang membedakan anda dengan santri lainnya?
= bedanya santri ndalem dengan santri lainnya yakni kalau santri biasa kan
jarang ketemu dengan abah-ibu yai, kalau di ndalemkan hamper setiap hari
lah bisa ketemu terus ngobrol-ngobrol
9. Bagaimana pandangan anda mengenai seorang kiai?
= kiai mastur orangnya penyabar, penyayang, terus berwibawa, pokoknya
semua yang baik-baiklah pokoknya”, Selain sebagai guru, beliau juga sebagai
ayah untuk semua santrinya, banyaklah sampai tidak bisa saya ungkapkan
10. Menurut anda, apakah hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan?
= seorang laki-laki sebagai suami pastinya mencari nafkah dan memenuhinya
secara lahir dan batin, klau perempuan yang pastinya haknya mendapat semua
nafkah lahir batin, mendapat penjagaan. Terus kalau kewajibannya mungkin
selalu mematuhi, menghormati suami, karna kaitannya itu kan nafkah lahiriah
201
jadi gak bisa kalau dicari sendiri, jadi kalau urusan dapur memang perempuan
yang mengolah, tapikan sumbernya/asalnya tetap ada yang nyariin.
11. Apa saja tradisi pesantren Darussalam yang anda ketahui?
= yang paling saya senengi tradisi mayoran yakni tradisi makan bersama
sebagai bentuk syukur atau kekeluargaan, ro‟an, sungkem sama kiai pada
waktu hari pertama hari raya idul adha.
202
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama Lengkap : Ma‟rifatul Hidayah
Nama Panggilan : Rifa
Alamat : Gang 6 Barat, Way mili, Lampung Timur
Jabatan : mbak ndalem dan bendahara
Tingkat Pendidikan : Alumni
Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana awal cerita anda menjadi mbak ndalem?
=kan saya kelas akhir, terus saya sering ikut masak sambil belajar mau ngabdi
kan ya udah seperti itu. Saya mengajukan diri sendiri, ya sadar diri disinikan
kalau mbak-mbak ngabdi tuh ngalap barokah ke abah kiai dan ibu nyai. Jadi
mulai di ndalem itu kelas akhir, awalnya saya ikut-ikut.
2. Apa saja tugas anda selama menjadi mbak ndalem?
= ya masak untuk santri yang ngekos. Habis shalat subuh jamaah itu ya
langsung masak sampai siang. Dan tidak lupa abah kiai dan ibu nyai
diambilkan sayurnya meskipun ada santri ndalem yang khusus bertugas
memasakkan beliau tapi tetap diambilkan dari nasi dan sayur yang dimasak
untuk anak kos.
3. Apa motivasi anda menjadi mbak ndalem?
= banyak keuntungannya juga sih menjadi mbak ndalem, untungnya ya bisa
dekat dengan abah kiai dan ibu nyai karena kan pasti dapat doa dari beliau,
karena kan tidak semua santri kan bisa dekat, karena santri ndalem kan sering
ngobrol, sering berkomunikasi jadi bisa dekat dan merasa nyaman di ndalem.
Jadi merasa senang dan bisa memasak. Karena kan kadang ada santri yang
203
pingin ketemu dan dekat dengan ibu nyai dan pak kiai. Banyak sebenarnya
keuntungan menjadi santri ndalem.
4. Apa perbedaan antara santri biasa dengan santri ndalem?
= kalau santri biasa kalau mau sowan ke ndalem dan meminta izin kadang
merasa segan dan takut, kalau santri ndalem sudah tau bagaimana ibu nyai,
bagaimana keadaan beliau, intinya enak lah kalau jadi mbak ndalem itu.
5. Bagaimana pandangan anda mengenai pak kiai dan ibu nyai?
=terhormat, wibawa. Kalau abah kiai dan ibu nyai tetap berbeda, kalau ibu
nyai ke mbak santri kan sudah biasa ya kalau abah kiai kan tidak banyak
bicara mungkin karena sama santri putri. Kalau ibu nyai ke mbak ndalem itu
sering mengarahkan, menasehati.
6. Bagaimana pandangan anda mengenai gender?
= kalau perempuan yang penting berbakti, sholehah, mendoakan kedua orang
tua. Kalau sebagai istri harus patuh kepada suami, ibarat tuhan bisa
digandakan suami nomor dua. Setahuku, kalau sudah berkeluarga itu,
sandang, pangan, papan itu kewajiban suami, sebenarnya semua kewajiban
suami namun karena jika perempuan yang melakukannya akan menjadi
ladang amal untuk berbakti kepada suami. Untuk perempuan berkarir, ketika
berumah tangga sebenarnya karir tidak terlalu soalnya menurutku tidak begitu
penting juga soalnya karena kalau wanita sholihah, sebenarnya sandang,
pangan, papan ya harus dijamin suami apabila keduanya mengerti.
7. Apa yang dimaksud dengan barokah?
=barokah itu ibaratnya keuntungan, sebenarnya susah sekali untuk dijelaskan.
Misalnya seperti ini: kita sangat pintar ngaji di pondok, tapi tidak barokah dan
guru tidak meridhoi maka pas kembali ke masyarakat tidak akan jadi apa-apa,
meskipun seseorang itu bodoh atau hanya sedikit kemahirannya tapi
dibarokahi dan diridhoi kiai insha allah bisa meneruskan ilmu yang didapat
dari pesantren. Istilahnya al-barokatu bil khidmat, barokah itu didapatkan
dengan cara mengabdikan diri kepada kiai, patuh kepada kiai, mengikuti apa
204
yang dikatakan kiai. Jadi kiai, bukan hanya sebagai guru, tapi juga panutan
dan membawa kita ke surga.
205
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama : Ina Fitria
Nama Panggilan : Ina
Umur : 16 tahun
Alamat : pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung
Jabatan : mbak ndalem
Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana cerita awal menjadi mbak ndalem?
= awalnya itu ya senang,soalnya kan bisa dekat dengan ndalem dan bisa kenal
dengan mbak-mbak yang lebih besar, terus mudah juga soalnya biasanya
masak sendiri, kalau jadi santri ndalem kan nggak masak sendiri karena sudah
bareng pas masak di ndalem. Waktu masih kelas 2 sudah ada keinginan buat
jadi mbak ndalem, terus sama ibu lurahnya dulu waktu mau buka bersama itu
diajakin buat masak di ndalem jadi sudah merasa tertarik karena kadang seru
aja masak bareng-bareng, pengalamannya banyak, bisa lebih dekat dengan
keluarga ndalem.
2. Apa tugas anda sebagai santri ndalem?
=ya banyak, kadang disuruh masak nasi, sayur untuk santri kos.
3. Apa kelebihan santri ndalem dengan santri lainnya?
= lebih mudah saja
4. Apa suka duka menjadi santri ndalem?
= senangnya itu ya bisa kumpul bareng, susahnya itu kadang kalau ada yang
kurang apa itu kadang mendadak, kadang waktunya selesai sampai maghrib
masaknya.
206
5. Bagaimana anda membagi waktu?
=kalau masak pagi itu biasanya kan shalat subuh jamaah dulu, tapi kalau lagi
berhalangan ya habis membangunkan santri-santri itu langsung ke dapur buat
masak. Dan kalau sore itu kadang gurunya masuknya kan lama kadang sampai
jam setengah 4, berhubung yang dimasakin banyak kan jadi kadang izin dulu
perkiraan jam 3, jadi harus pintar-pintar mengatur waktu. Biasanya kalau
sudah selesai masak, biasanya hampir jam setengah 8 terus gentian dengan
mbak-mbak yang habis ngaji langsung saya siap-siap buat berangkat ke
sekolah.
6. Apa keuntungan jadi mbak ndalem?
=bulanan pondoknya gratis, dari segi makannya juga ditanggung, jadi lebih
ringan. Ada senangnya dan ada susahnya, susahnya itu ya bagi waktunya.
7. Bagaimana pandangan anda terhadap pak kiai dan ibu nyai?
=kalau ibu nyai kan saya sering ketemu, sering ngobrol, kalau abah yai itu
jarang. Ketemu Cuma waktu ngaji saja. Saya sudah menganggap beliau
sebagai ayah dan ibu di pondok pesantren yang membimbing dan
mengarahkan.
8. Bagaimana pandangan anda mengenai gender?
= perempuan kalau sudah berumah tangga itukan dia ikut pada suami,
mengikuti suaminya. Tugasnya perempuan itu kan aslinya hanya ibu rumah
tangga di rumah, terus kalau tugasnya suami kan melayani istri dengan baik,
mencari nafkah juga. Tugasnya istri kan membersihkan rumah, masak, dan
lain sebagainya, jadi kalau istri bekerja harus membersihkan semuanya
terlebih dahulu, melayani suami baru berangkat kerja. Hal itu dijelasin di
fikih.
9. Bagaimana tata cara/adab sopan santun ke kiai dan nyai?
= yang pertama dalam segi berbicara harus pakai bahasa jawa halus, kalau
salaman dengan beliau yang pertama kan yang dicium telapak tangan
kemudian punggung tangan , terus kalau abah kiai dan ibu nyai lewat itu harus
menunduk karena beliau lebih tua. Ketika sowan ke ndalem, pas ketemu
207
beliau jalannya harus lebih rendah terus pamitan dengan menggunakan bahasa
halus.
208
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama : Fikih Nur Indah Sari
Panggilan : Fikih
Umur : 15 tahun
Jabatan : mbak ndalem
Daftar Pertanyaan
1. Sudah berapa lama anda menjadi mbak ndalem?
= sekitar 8 bulan sejak bulan Juni 2020
2. Bagaimana awal cerita menjadi mbak ndalem?
= awalnya cuma ikut-ikut mbak-mbak yang lebih senior, kan dulu pertamanya
saya tidak betah kemudian saya ikut mbak-mbak buat masak di ndalem terus
disuruh buat jadi mbak ndalem.
3. Bagaimana perasaan anda menjadi mbak ndalem?
= pertamanya senang sih, cuma namanya masih bar uterus langsung jadi mbak
ndalem gitu pasti banyak yang ngomongin masih baru kok tiba-tiba udah jadi
mbak ndalem. Pertamanya bingung suruh masak nggak bisa, suruh ngaduk
nasi, suruh apa nggak bisa gitu
4. Apa tugas anda di ndalem?
=ya masak, masak nasi terus bagi-bagi jatah makanan buat santri kos.
5. Bagaimana perasaan anda menjadi santri ndalem?
= senang, karena kadang makanannya enak, bisa berbagi sama mbak-
mbaknya karena kadang biasanya di asrama kadang bosan karena tidak ada
kegiatan.
6. Menurut anda, apa keuntungan menjadi santri ndalem?
209
= bisa dekat dengan keluarga ndalem, bisa belajar masak biar nanti kalau
dirumah bisa masak, terus tidak bayar kos jadi meringankan beban orang tua.
7. Bagaimana anda membagi waktu anda?
= kadang kalau ngaji TPQ itu nggak sempat, kadang ditinggalin, kalau
sekolah ya telat tapi gurunya bisa memahami.
8. Bagaimana pandangan anda terhadap kiai dan ibu nyai?
= ibu nyai ramah, mengarahkan. Kalau abah yai, saya belum pernah ngobrol
dekat, kalau ibu nyai kan sering ke dapur jadi sering ngobrol, ngasih arahan
pas masak.
9. Apakah fasilitas yang diberikan sama?
= kalau santri laki-laki bisa keluar dari pesantren setiap hari, kalau santri putri
tidak bisa. Kalau santri putri tidak dibolehin karena bahaya, kalau santri putra
boleh keluar buat pergi kemana gitu dan bisa pulang ke rumah setiap hari
jumat. Dan kalau santri laki-laki kalau mainan hp masih boleh, bahkan
pengurus-pengurusnya boleh bawa hp, kalau santri putri bahkan pengurus
putri kan tidak boleh, tapi karena memang keperluan. Fasilitas seperti
computer dan mesin print itu ada di asrama pengurus putra.
10. Bagaimana adat sopan santun ke kiai?
=biasanya kalau ada abah kiai itu harus nunduk, kadang juga kalau bisa
salaman dengan cium tangan beliau.
11. Bagaimana perasaan anda menjadi santri ndalem?
= senang, merasa tidak bosan dan menambah pengetahuan baru.
210
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama : Eka Syahibaturrohmah
Panggilan : Eka
Umur : 15 tahun
Jabatan : Santri putri ndalem
Daftar Pertanyaan
1. Sudah berapa lama anda belajar di pondok pesantren Darussalam?
= sudah mau 4 tahun, sekarang kelas 1 SMA dan 4 Ula. Masuk pondok
pesantren tahun 2017.
2. Sudah berapa lama anda menjadi mbak ndalem?
= baru sekitar 5 bulanan
3. Ceritakan bagaimana awal mula menjadi mbak ndalem?
= awalnya disuruh bu nyai, namun disampaikan melalui ibu lurah pondok
namanya mbak Nur. Karena keluarga saya juga dekat dengan ibu nyai.
4. Bagaimana perasaan anda menjadi mbak ndalem?
= biasa saja.
5. Apa motivasi anda menjadi mbak ndalem?
= tidak tahu, mau saja gitu tadinya gak ada keinginan buat menjadi mbak
ndalem tapi tidak merasa dipaksa saat dipilih menjadi mbak ndalem.
6. Apa tugas anda selama menjadi santri ndalem?
= ya membuat bumbu masakan, masak sayur dan nasi untuk santri kos.
7. Bagaimana anda mengatur waktu?
= ketika waktunya sekolah ya sekolah, habis itu istirahat. Setelah bangun tidur
langsung shalat subuh, terus masak sampai jam setengah 8 kemudian siap-siap
untuk berangkat sekolah, setelah pulang dari sekolah istirahat karena pandemi
211
jadi sekolah pulang lebih awal, kemudian lanjut lagi sekolah diniyah setelah
shalat dhuhur, habis sekolah diniyah kemudian masak lagi ke dapur ndalem.
8. Apa suka duka menjadi santri ndalem?
= dukanya ya itu kadang susah membagi waktu, sukanya pas masak itu kan
bareng-bareng.
212
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama : Nabilatussyahrani
Panggilan : Nabila
Umur : 18 tahun
Jabatan : Sekretaris Bendahara dan mbak ndalem
Daftar Pertanyaan
1. Berapa lama anda belajar di pondok pesantren Darussalam?
= 6 tahun sejak tahun 2014
2. Kelas berapa anda sekarang?
= sudah lulus SMA, dan kelas 1 Ulya di sekolah diniyah
3. Sudah berapa lama anda menjadi santri ndalem?
= baru setengah tahun
4. Boleh ceritakan bagaimana awalnya anda menjadi santri ndalem?
= pertamanya ikut mbak-mbak ndalem yang tugasnya di bagian laundry, terus
kemudian disuruh menemani, tapi ketika sesudah setengah tahun ditinggal
pulang sama mbak tersebut jadi kemudian saya disuruh menggantikan
tugasnya. Yang memilih saya itu mbak nur selaku ibu lurah pondok.
5. Apa tugas anda sebagai santri ndalem?
= mencuci. Kalau pagi mencuci pakaian, kalau sore melipat pakaian.
6. Bagaimana perasaan anda menjadi santri ndalem?
= pertamanya tidak mau karena pasti berat tugasnya. Tapi karena dikasih
tanggung jawab jadi mau bagaimana lagi.
7. Apa motivasi anda menjadi santri ndalem?
213
= ya semoga mendapat barokah dari abah kiai dan ibu nyai, keluarga ndalem,
agar ilmunya barokah.
8. Bagaimana anda mengatur waktu anda?
= ya dikira-kira saja, kan bagian laundry ada dua jadi sering bergantian pas
ngaji, kadang ada teman yang tidak mengaji jadi kalau pagi dia yang
berangkat ngaji kemudian pas dia pulang dari ngaji saya yang mengaji, tapi ya
sering ketinggalan.
9. Menurut anda, apa keuntungan menjadi santri ndalem?
=keuntungannya bisa dekat dengan keluarga ndalem, makannya gratis dan
bulanan juga diringankan.
10. Punya siapa saja yang anda laundry?
= punya abah kiai dan ibu nyai, kalau santri mau laundry pakaiannya ya bayar
Cuma uangnya ya buat ndalem.
11. Apa bedanya santri ndalem dengan santri biasa?
= tidak ada sepertinya.
12. Bagaimana pandangan anda mengenai figure kiai dan ibu nyai?
= ramah, baik, tidak sombong. Kadang ibunya mengawasi dan mengontrol
apa yang kita kerjakan.
13. Apa yang membedakan tugas laki-laki dan perempuan?
= tidak tahu
14. Menurut anda, apa yang dimaksud dengan barokah?
= tidak tahu bagaimana menjelaskannya
15. Apa yang dimaksud dengan ndalem?
= ndalem itu rumahnya abah kiai dan ibu nyai,
16. Apa saja aktifitas anda sehari-sehari?
= shalat subuh berjamaah, kemudian ngaji bandongan, kemudian ngaji Ihya
Ulumuddin, kemudian mencuci baju, kemudian istirahat, shalat dhuhur, terus
sekolah diniyah, sepulang dari sekolah diniyah kemudian ke ndalem untuk
melipat pakaian yang kering, habis itu keliling untuk memberikan baju
laundry milik santri, setelah itu shalat ashar berjamaah, dan ngaji Ihya‟
214
Ulumuddin, kemudian shalat maghrib, ngaji tafsir, kemudian shalat Isya‟, dan
kemudian Taqrar, sorogan, shalat hajat, istirahat.
215
HASIL WAWANCARA
Data Informan
Nama : Lina Nikmatus Sa‟adah
Panggilan : Lina
Umur : 13 Tahun
Jenjang pendidikan : 3 SMP / 3 Ula
Jabatan : Santri putri ndalem dan bagian keamanan asrama putri
Daftar Pertanyaan
1. Sudah berapa lama anda belajar di pondok pesantren Darussalam?
= sudah 7 tahun
2. Bagaimana awal cerita anda menjadi santri ndalem? Dan bagaimana
perasaannya?
= pertamanya saya disuruh ke kantor, dan dikasih tau kalau saya menjadi
santri ndalem. Perasaan saya senang sekali karena banyak aktifitas, dan
sekarang sudah 1 tahun setengah jadi mbak ndalem.
3. Apa motivasi anda menjadi santri ndalem?
= untuk mendapat barokah kiai dan ibu nyai yang utama.
4. Apa tugas anda sebagai santri ndalem?
= waktu pertama kelas 2 saya di ndalem luar, kemudian waktu kelas 3 saya
disuruh di ndalem dalam yakni rumahnya abah kiai dan ibu nyai. Tugasnya
menyapu, cuci piring, memasak, bersih-bersih, dan lain-lain.
5. Apa keuntungan menjadi santri ndalem?
= dekat dengan abah kiai dan ibu nyai dan dikenal, jadi bisa tau pekerjaan.
6. Apa perbedaan santri ndalem dengan santri lainnya?
= tidak ada bedanya, hanya pekerjaannya yang berbeda. Kalau mbak ndalem
luar itu masak banyak untuk anak kos, kalau saya menyapu, cuci piring,
216
nyetrika khusus di keluarga ndalem. Kalau mbak isti masak, saya yang
menyapu, kalau saya sudah selesai bantu mbak isti.
7. Bagaimana pandangan anda mengenai figure kiai dan ibu nyai?
= ramah, baik banget, dermawan, suka memberi.
8. Bagaimana pandangan anda mengenai gender?
= apa ya, saya kurang tau. Pekerjaan menyapu, masak itu pekerjaan
perempuan terutama.
9. Bagaimana hubungan kiai/nyai dengan santri?
= kalau ibu nyai lewat ya harus nunduk, kalau bicara harus pelan-pelan dan
pakai bahasa yang halus, dan tidak boleh membantah.
217
Lampiran 7: Dokumentasi Penelitian
Foto Bersama bapak KH. Mastur Huda RS dan Ibu nyai Nikmatussholihah
Foto bersama Gus Saikul Huda S.Pd selaku Kabid Madrasah sekaligus menantu KH.
Mastur Huda Rs
218
Foto Ndalem
Foto ketika santri ndalem sedang bersiap-siap untuk memasak
219
Suasana ketika santri putri ndalem sedang memasak
Suasana santri putri sedang melakukan Ro‟an (gotong royong)
220
Foto suasana belajar mengajar pondok pesantren Darussalam Mekarsari Lampung
Foto salah satu bahan ajar Pesantren Darussalam Mekarsari Lampung
221
Foto ketika beberapa ibu-ibu warga desa membantu memasak di pondok pesantren
saat akan mengadakan acara
Foto dengan kepala desa Mekarsari Foto dengan salah satu santri ndalem