gender

7
G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities in Aceh 2007

Upload: muhammad-zakaria

Post on 26-Mar-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gender gender dan gender

TRANSCRIPT

G E N D E R B R I E F S E R I E S

NO. 1

GENDER, PEMBANGUNAN DAN

KEPEMIMPINAN

The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development

Local Governance and Community

Infrastructure for Communities in Aceh

2007

1

Tentang Gender

Brief Series

AIPRD-LOGICA Gender Brief Series ini diterbitkan sebagai sarana pendidikan dan sosialisasi gender bagi berbagai kalangan. Materi yang dipaparkan disusun berdasarkan hasil riset, diskusi, dan pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan bersama masyarakat desa. Dengan adanya Gender Brief Series ini diharapkan fasilitator dan kader LOGICA maupun dan lembaga-lembaga lain yang bermaksud menyelenggarakan pendidikan dan sosialisasi isu gender dapat memanfaatkan materi-materi yang tersedia dalam panduan ini. Terbitan ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi masyarakat umum dalam melakukan kegiatan-kegiatan serupa, secara sistematis, efektif, dan tepat sasaran.

AIPRD LOGICA merupakan lembaga yang mengedepankan dan menjadikan isu gender sebagai salah satu isu yang penting dalam rekonstruksi dan pembangunan di Nangroe Aceh Darussalam. Semua dalam publikasi ini dapat digandakan untuk kepentingan pendidikan, pembangunan, dan tujuan-tujuan kemanusiaan, asalkan disebutkan sumbernya. Pemberitahuan akan sangat dihargai.

2

Pengertian Umum

Istilah “Gender” biasanya merujuk pada peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu wilayah atau konteks budaya. Hal inilah yang membedakannya dengan istilah “sex” yang merujuk pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Bersifat permanen dan universal. Peran tersebut dipengaruhi oleh persepsi dan harapan yang dibangun dari faktor budaya, politik, lingkungan, ekonomi, sosial, agama dan juga kebiasaan, hukum, strata kelas, etnisitas, bahkan termasuk juga di dalamnya bias individu maupun institusi. Sifat dan perilaku gender merupakan sesuatu yang dibangun, dipelajari, dan dapat diubah/berubah.

Situasi apa saja yang menyebabkan pembedaan gender?

• Sosial. Persepsi yang berbeda antar perempuan dan laki-laki

mengenai peran sosialnya. Misalnya, perempuan sebagai pengurus rumah tangga, laki-laki-laki sebagai kepala rumah tangga; perempuan sebagai pengasuh anak, pengurus rumah tangga, sosok yang lemah; sedangkan laki-laki sebagai pelindung, penjaga keamanan, figur yang kuat, dsb.

• Politik. Pembedaan cara dimana laki-laki dan perempuan

berbagi kekuasaan dan otoritas di ruang publik. Biasanya laki-laki berkiprah di level politik nasional dan politik tingkat tinggi; sedangkan perempuan lebih banyak bergerak di level politik lokal dan aktivitas yang berkaitan dengan peran domestik.

• Pendidikan. Pembedaan dalam hal kesempatan mendapatkan

pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan. Kebanyakan sumber keuangan keluarga diarahkan bagi pendidikan anak laki-laki, sementara anak perempuan tidak diarahkan untuk mendapatkan tantangan akademik.

• Ekonomi. Pembedaan akses antara perempuan dan laki-laki

dalam hal pencapaian karir dan kontrol terhadap sumber daya maupun pengelolaan keuangan, serta sumber-sumber produktif lainnya, misalnya kredit, pinjaman, atau kepemilikan tanah.

3

Peran & Analisis Gender

Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan tidak dapat secara normal/alamiah terjadi. Tetapi karakteristik yang dimiliki, peran dan tanggung jawab yang dibebankan pada mereka bisa berbeda-beda dari suatu masyarakat, budaya, dan periode historis. “Peran gender” (gender roles) merupakan aktivitas yang dibebankan kepada perempuan dan laki-laki atas dasar pembedaan yang diterimanya. Selama ini, dalam masyarakat, peran, tugas dan pembagian kerja laki-laki dan perempuan diterapkan secara ketat atas dasar karakteristik gender dan atribut-atributnya, dan bukan atas dasar kemampuan dan keterampilan. Misalnya, peran laki-laki:

• Peran Produktif dan Pengembangan Masyarakat • laki-laki bekerja di wilayah “alat-alat berat, mengorganisasi

massa, menyusun strategi ” sedangkan perempuan di wilayah “berhitung, di balik meja, atau berhadapan dengan klien”.

• Laki-laki umumnya tidak terlibat dalam urusan domestik dan rumah tangga. Waktu luang mereka digunakan untuk terlibat dalam arena politik, kelompok hobi, memimpin masyarakat.

Peran perempuan, dijabarkan sebagai peran produktif, reproduktif, pengembangan masyarakat, menunjukkan peran berganda perempuan. Sayangnya, peran tersebut tidak dinilai setara dengan peran yang dilakukan oleh laki-laki, tidak diakui kontribusinya dan tidak diperhitungkan karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan. Pada taraf tertentu tiadanya pengakuan yang setara tersebut menyebabkan ketidakadilan gender, baik dalam bentuk subordinasi, diskriminasi, marginalisasi, dan kekerasan. Dengan Analisis Gender, maka ketidakadilan gender dapat diuraikan agar struktur dan relasi yang tidak seimbang tersebut dapat diperbaiki, karena analisis gender membantu:

• menyingkap perbedaan di antara perempuan dan laki-laki, dan perbedaan “identitas” dari kelompok-kelompok gender yang beragam (berkaitan dengan, misalnya, kelas, ras, etnis, usia, kemampuan dan orientasi seksual)

• melihat masalah tidak dalam isolasi (ruang vakum) tanpa mengaitkannya dengan konteks sejarah, politik, sosial, maupun ekonomi.

• menganalisis bagaimana perbedaan ini telah membawa ketidaksetaraan / ketidakadilan, terutama bagi perempuan.

4

Mengapa Gender Penting

dalam Proyek Pembangunan?

Masalah pembangunan tidak dapat dilepaskan dari dimensi gender. Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan mempunyai peranan dan tanggungjawab yang berbeda dalam rumah tangga dan masyarakat, sehingga wujud kemiskinan yang dialami juga berbeda. Dalam konteks pembangunan, sebagai akibat konstruksi sosial dan ekonomi yang tidak setara, ditambah pelabelan dan beban kerja yang tidak seimbang, laki-laki dan perempuan mempunyai akses, partisipasi dan kontrol yang berbeda dalam pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan politik. Hal ini tercermin dari terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang luas, terutama dalam pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Masalah mendasar lainnya adalah kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosial dan budaya masyarakat.

Problem lain dari ketidakadilan gender juga terlihat dari rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, rendahnya angka Indeks Pembangunan Gender dan angka Indeks Pemberdayaan Gender. Belum lagi berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan atau peduli anak. Hal ini menunjukkan lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender, terutama dalam berbagai program pembangunan.

Perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan peranan, kebutuhan-kebutuhan dan persepsi terhadap Pembangunan. Upaya yang sadar untuk memahami pandangan mereka akan mengarahkan pada desain dan kinerja proyek yang lebih baik. Dialog yang berkesinambungan antara pengambil keputusan dan pemimpin maupun pelaksana proyek pembangunan dan kaum perempuan dan laki-laki penerima manfaat menjadi penting. Para penerima manfaat dari proyek ini kemungkinan akan memiliki rasa memiliki yang lebih kuat apabila proyek memberi waktu yang cukup, fleksibilitas desain, dan otoritas untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan.

5

Fokus pada gender memiliki

Efek Berganda

Memberi perhatian pada masalah gender akan memberi manfaat lebih dari sekedar pelaksanaan proyek pembangunan yang baik dan adil. Tapi di lain pihak kesadaran untuk menempatkan isu gender sebagai mainstream pembangunan akan berbuah ganda dan memberi pengaruh pada: Manfaat ekonomi: Akses yang setara bagi laki-laki dan perempuan yang lebih baik untuk memanfaatkan infrastruktur pembangunan memberikan kondisi hidup yang lebih baik, yang berarti meningkatkan kesehatan dan produktivitas keluarga secara keseluruhan. Hal ini akan mendorong kegiatan-kegiatan yang mendatangkan pendapatan, perawatan anggota keluarga, atau kesejahteraan dan minat mereka sendiri.

Manfaat bagi anak-anak: pembangunan infrastruktur yang responsif gender akan mengurangi beban anak-anak, terutama anak-anak perempuan dari kewajiban mengurus beban rumah tangga, sehingga memberi kesempatan yang lebih besar bagi mereka untuk dapat bersekolah. Kesehatan fisik dan keterbukaan wawasan mereka pun akan meningkat. Dengan demikian, diperkirakan dampaknya merupakan dampak berkelanjutan antar generasi. Pemberdayaan kaum perempuan: Keterlibatan dalam proyek-proyek pembangunan yang memberdayakan kaum perempuan, terutama apabila aktivitas proyek tersebut terkait dengan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan pendapatan dan sumber daya produktif. Oleh karena itu, Isu gender bisa diselesaikan dengan lebih baik melalui pendekatan yang responsif pada kebutuhan-kebutuhan kaum miskin, terutama dari kelompok perempuan dan perempuan yang menjadi kepala keluarga, dan mendorong partisipasi mereka untuk lebih terlibat dalam pembangunan. Dalam mendorong partisipasi tersebut, pendekatan berbasis komunitas menjadi sangat relevan.

6

Pendekatan Gender dan Pembangunan

bertujuan untuk memastikan distribusi kesempatan, sumber

daya, dan keuntungan yang setara untuk

kelompok masyarakat yang berbeda yang diintervensi oleh

suatu project/program pembangunan.

Tantangan utama yang di hadapi kaum perempuan akhir-akhir ini, terutama berkaitan dengan masalah Kemiskinan, Pengangguran, Rendahnya pendidikan, Kurangnya perlindungan dan jaminan sosial, Meningkatnya tindak kekerasan dan Rendahnya kedudukan dan peranan perempuan dalam pembangunan. Penerapan pendekatan Pembangunan yang responsif gender akan membantu perencana program / pelaksana proyek pembangunan untuk mengidentifikasi perbedaan dan pembedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki, dan menggunakan informasi tersebut untuk merencanakan kebijakan, program, maupun proyek yang lebih efektif dan responsif gender. Pendekatan ini harus diterapkan dalam segala tahap sejak merancang proyek, perencanaan, pelaksananaan, monitoring, dan evaluasi. Pertanyaan kuncinya adalah: Siapa melakukan apa? Pertanyaan ini untuk mengidentifikasi berbagai aktivitas yang berbeda yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam kelompok yang ditargetkan. Contoh: Dalam Pertanian, pekerjaan memanen adalah pekerjaan yang diasumsikan paling banyak dilakukan perempuan. Siapa yang memiliki akses (boleh menggunakan)? Untuk menggali sejauhmana anggota kelompok dapat menggunakan sumberdaya, manfaat, dan kesempatan yang tersedia atau yang akan dibangun melalui proyek/program. Akses ini meliputi akses atas tanah dan sumberdaya alam, finansial, kredit, pendidikan, informasi, pekerjaan, dsb.

Siapa yang mengontrol dan menentukan capaian dari sumberdaya yang digunakan). Pertanyaan ini menggali sejauh mana kelompok laki-laki dan perempuan dapat memutuskan bagaimana menggunakan sumber daya, manfaat, dan kesempatan serta menentukan capaian dari sumberdaya yang digunakan. Sebagian kelompok hanya bisa mengakses tapi tidak bisa mengontrol. Dengan Analisis ini juga dapat membantu perencana/pelaksana untuk menemukan intervensi yang tepat yaang memberi pengaruh dan dampak yang berbeda bagi masing-masing kelompok. Jika diperlukan, langkah-langkah perbaikan dapat dilakukan untuk memastikan program / proyek memenuhi kebutuhan kelompok secara setara.

7

Partisipasi Perempuan dalam

Pembangunan, seberapa penting?

Absennya atau kurangnya keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga pengambil keputusan baik di tingkat eksekutif, legislatif maupun yudikatif membuat mereka tidak dapat memperoleh informasi dan tidak dapat menyuarakan kebutuhan mereka. Hal ini juga berakibat perumusan kebijakan, porgram dan anggaran menjadi tidak responsif gender dan mengabaikan permasalahan yang dihadapi oleh kaum perempuan khususnya perempuan miskin. Rendahnya partisipasi perempuan dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka. Partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan, sebenarnya telah diatur melalui kebijakan, terutama dalam UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi. Kebijakan tersebut merupakan salah satu kebijakan yang diharapkan mampu mengubah tatanan politik nasional dengan mengutamakan keterlibatan perempuan dalam menjalankan institusi politik. Di dalam kebijakan tersebut tercantum bahwa perubahan yang diharapkan bukan semata pada jumlah perempuan yang terlibat dalam lingkar pengambil keputusan, tetapi juga pada representasi kepentingan dan kebutuhan perempuan dalam penyelenggaraan politik tersebut. Selain itu, ada pula Inpres No. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan pengarusutamaan karena kebijakan itu tidak dalam bentuk Keputusan Presiden atau UU. Oleh karena itu, salah satu upaya peningkatan status kesejahteraan masyarakat adalah adanya jaminan bahwa perempuan dan laki-laki dapat berpartisipasi secara setara dan utuh, terutama dalam pengambilan keputusan di berbagai lini, baik politik, ekonomi dan sosial. Secara spesifik prioritas untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan adalah melalui:

1. Meningkatkan peran perempuan dalam bidang politik dan pengambil kebijakan

2. Meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan serta bidang pembangunan lanilla untuk mempertinggi koalitas hidup dan

sumber daya kaum perempuan 3. Meningkatkan gerakan anti kekerasan terhadap perempuan dan

anak 4. Meningkatkan produktifitas ekonomi perempuan 5. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan dan

anak 6. Menyempurnakan perangkat hukum yang lebih lengkap dalam

melindungi individu dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi termasuk kekerasan dalam rumah tangga

7. Memperkuat kelembagaan, koordinasi dan jaringan pengarustamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di segala bidan, termasuk pemenuhan komitmen – komitmen internasional, serta peningkatan partisipasi masyarakat.

8

Perbedaan Paradigma

Women In Development (WID) • Perempuan dalam Pembangunan (WID) • Fokus: Perempuan • Problem: Perempuan tidak diikutsertakan dalam proses

pembangunan • Tujuan: Pembangunan yang lebih efektif dan efisien • Strategi: Proyek-proyek Perempuan; Komponen Perempuan;

Meningkatkan pendapatan perempuan;Meningkatkan keterampilan perempuan mengurus rumah tangga

Gender And Development (GAD) • Perempuan dan Pembangunan (GAD) • Fokus: Relasi Perempuan dan laki-laki • Problem: Relasi kekuasaan yang tidak seimbang menghalangi

pembangunan yang adil dan partisipasi seluruh kalangan • Tujuan:Equitable, perempuan dan laki-laki berbagi kekuasaan

secara setara, seimbang, berkelanjutan • Strategi:Mengidentifikasi kebutuhan jangka pendek dan jangka

panjang yang diputuskan secara bersama-sama oleh kelompok laki-laki dan perempuan, dan mengatasinya untuk memperbaiki kondisi tersebut.

9

Kepemimpinan Perempuan

Kepemimpinan perempuan dalam pemerintahan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional – meskipun sangat jarang – namun bukan pengalaman baru dalam sejarah Indonesia. Dalam sejarah Aceh, peran perempuan sebagai pemimpin dapat ditemukan dari berbagai catatan dan literatur. Ada empat sultanah yang ikut memerintah kerajaan Aceh, termasuk di masa kejayaan Aceh seperti Sultanah Tajul Alam Safiatuddin. Lebih dari itu ada sejumlah nama tokoh perempuan lainnya yang ikut menghiasi lembara sejarah Aceh lewat peran-peran penting di berbagai bidang, termasuk memimpin pasukan perang seperti Lasksamana Malahayati atau Tjut Nyak Dien.