fraktur femur akibat kecelakaan kerja blok28 rudy
TRANSCRIPT
Fraktur Femur Akibat Kecelakaan Kerja
Rudy Hermawan Cokro Handoyo
102010097-B2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Abstrack
Every Job that exist in this world always has a physical aspect, biology, chemistry,
ergonomics and psychology. These aspects are very closely related to the Occupational Health
and Safety. If these aspects are ignored then any accidents can not be avoided. Health and Safety
levels are also influenced by the personal protective equipment used in the workplace.
Abstrak
Setiap pekerjaan yang ada di dunia ini selalu memiliki aspek fisik, biologi, kimia,
ergonomis dan psikologi. Aspek-aspek tersebut sangat erat kaitannya dengan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja(K3). Apabila aspek-aspek ini diabaikan maka kecelakaan kerja pun tidak dapat
dihindari. Tingkat Kesehatan dan Keselamatan Kerja juga dipengaruhi oleh alat-alat pelindung
diri yang dipakai di tempat kerja.
Pendahuluan
Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 2,6 milyar pekerja dan tenaga kerja yang terus-menerus
berkembang. Sekitar 75% nya merupakan pekerja di negara sedang berkembang yang risiko di
tempat kerjanya jauh lebih parah. Setiap tahun terdapat sekitar 250 juta kasus cedera akibat kerja
yang mengakibatkan 330.000 kematian.1 Jika kita masukkan juga kasus penyakit akibat
pekerjaan, kira-kira 1,1 juta orang di seluruh dunia meningeal setiap tahunnya. Setiap tahun
sekitar 160 juta kasus baru penyakit terkait pekerjaan terjadi di seluruh dunia. Semua perkiraan itu
tentu saja berada di bawah angka sebenarnya karena laporan dari berabgai wilayah di dunia tidak
dapat reliabel.Tenaga manusia sebagai salah satu faktor produksi di perusahaan, merupakan satu
kesatuan biologis yang mempunyai peran sama dengan faktor produksi lainnya (dana permodalan,
alat produksi, dan sebagainya). Karena itu pemeliharaan dan pengembangan tenaga manusia,
memerlukan perhatian khusus di samping perhatian terhadap faktor produksi lainnya. Tanpa
pemeliharaan dan pengembangan tenaga manusia, pemeliharaan dan pengembangan faktor
produksi lainnya, tidak akan punya arti apa-apa ditinjau dari produktivitas kerja di perusahaan.
Kecelakaan kerja pada manusia bukan terjadi, tapi disebabkan oleh kelemahan di sisi majikan,
pekerja, atau keduanya. Akibat yang ditimbulkannya dapat memunculkan trauma bagi keduanya:
1
bagi pekerja, cedera dapat berpengaruh terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidupnya,
sedangkan bagi majikan, berupa kerugian produksi, waktu terbuang untuk penyelidikan, dan yang
terburuk biaya untuk proses hukum.1
Skenario
Seorang laki-laki, Tn. B, 40 tahun datang dengan tungkai kanan tidak dapat digerakkan.
Diagnosis Klinis
Anamnesis
1. Identitas:
a. Nama: Tn. B
b. Usia: 40 tahun
c. Pekerjaan: Cleaning Service
d. Status pernikahan: Menikah
e. Alamat: Rawamangun
f. Pendidikan terakhir: SLTA
g. Agama: Islam
2. Keluhan utama: tungkai kanan tidak dapat digerakkan sejak 6 jam yang lalu.
3. Riwayat penyakit sekarang: apakah nyeri? (nyeri), apakah nyerinya terus menerus? (Ya, nyeri
terus menerus), apakah terasa kaku? Apakah bengkak? Bagaimana kondisi tungkai sebelah
kiri?
Pencetus: tiba-tiba terjatuh saat membersihkan kaca luar gedung di lantai 4.
Ditanyakan juga: Bagaimana jatuhnya dan posisi saat jatuh? apakah ada luka? Apakah kepala
pasien terbentur sesuatu? Apakah pasien sempat pingsan? Apakah pasien mengalami sesak
napas?
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Apakah pernah mengalami hal yang sama dulu? (ya, keluhan serupa beberapa kali, berobat ke
poli RSP 3x (September 2010, November 2011, Januari 2013).
Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-), Asma (-), sakit jantung (-), Stroke (-)
5. Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-), Asma (-), sakit jantung (-), Stroke (-)
6. Riwayat Sosial dan Pribadi
Sudah berapa lama bekerja sebagai Cleaning Service? (10 tahun), Apakah saat bekerja
menggunakan Alat Pelindung Diri? (tidak), Bagaimana kebersihan pribadi pasien? merokok?
olahraga? minum alkohol?
2
Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran: Compos Mentis
2. Keadaan umum: Tampak sakit berat
3. Tanda-tanda vital: Nadi 72x/menit, Napas 16x/menit, Tekanan Darah 120/70 mmHg, suhu
36oC
4. Status gizi: BB 30 kg, TB 150 cm, IMT 13.33 (Severe Thinness < 16)
5. Pemeriksaan Kepala
- inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang kepala
- Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.
6. Mata
- endo/eksoptalmus, strabismus, nistagmus, fungsi otot gerak mata.
- Kelopak Mata: ptosis, entro/ekstropion, alismata rontok, lesi. Dengan palpasi, catat adanya
nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata
- Konjungtiva, sclera dan kornea: anemia / pucat. ( normal : tidak anemis ). Kemudian amati
sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi / benjolan ( normal : putih )
- Pupil: menggunakan pen light lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan kanan
dan kiri. Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm. Abnormal : reflek pupil
menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis.
- Pemeriksaan tekanan bola mata
- tajam penglihatan: snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.
- Pemeriksaan lapang pandang
7. Telinga
- daun telinga: bentuk, adanya lesi atau bejolan.
- Lubang telinga: lesi, cerumen, dan cairan yang keluar. Menggunakan othoskop amati
lubang telinga dan catat adanya serumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang.
- membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya. ( normal : warna putih
mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh )
- fungsi pendengaran:
Rinne test (letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien agar
memberitahu bila tidak merasakan getaran. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan
ujung jari garputala pada lubang telinga, dan anjurkan penderita agar memberitahu
mendengar suara getaran atau tidah. Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung
garputala didekatkan pada lubang telinga.
3
Weber test getarkan garputala, Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien,
Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar lebih keras ( lateralisasi kana/kiri).
Normalnya getaran didengar sama antara kanan dan kiri.
Scwabach Test Getarkan garputala, letakkan ujung jari garputala pada lugang telinga
pasien, kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan pemeriksa.
Test Audiometri
- Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan Test Romberg
8. Hidung
- Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus kesimetrisan, adanya benjolan, tanda
radang, adanya nyeri tekan.
- Inspeksi hidung bagian dalam benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung,
keadaan septum nasi. Masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam,
catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.
9. Mulut dan Tonsil
- Bibir merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing
- Mulut kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa, kebersihan gigi, karies gigi, gigi
berlubang, gigi palsu.
- Lidah kesimetrisan, warna, lesi.
- Uvula kesimetrisan dan tanda radang.
- tonsil pembesaran dan tanda radang tonsil
10. Toraks dan Paru
- Inspeksi: simetris? Bentuk dada? Gerakan dada saat bernapas? Tampak sesak napas?
- Palpasi: Nyeri? Benjolan? Gerak napas simetris? Simetris? Vokal fremitus?
- Perkusi: Batas paru hati, batas paru jantung, perkusi paru
- Auskultasi: suara napas
11. Jantung
- Inspeksi: Bentuk perkordial, Denyut pada apeks kordis
- Auskultasi: irama dan frekuensi jantung, Bising bunyi jantung
- Palpasi: tekanan ringan, palpasi daerah aorta, pulmo dan trikuspidalis adanya pulsasi?
(Normal tidak ada pulsasi), meraba ictus cordis
- Perkusi: Tentukan batas-batas jantung
12. Abdomen
- Inspeksi: datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesi, bentuk perut simetris?
- Auskultasi: peristaltic usus?
4
- Perkusi: timpani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati ), batas dan tanda
pembesaran hepar.
- Palpasi: ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial atau masa feces
yang mengeras, pemeriksaan organ hati, Lien, Ginjal.
13. Muskuloskeletal
- Otot: Bentuk, ukuran, kesimetrisan, atrofi, kontraksi, tremor, spasme
- Tulang: kelainan bentuk, deformitas, massa abnormal (besar, konsistensi, mobilitas), tanda
radang, tanda fraktur.
- Inspkesi tulang: catat adanya deformitas, tanda radang, benjolan abnormal
- Palpasi tulang: tentukan kwalitas benjolan, nyeri tekan, krepitasi
- Persendian: Tanda radang, krepitasi, kaku, keterbatasan gerak
14. Kulit
- Inspeksi: warna kulit, tekstur, lesi-lesi kulit
- Palpasi: Tekstur, konsistensi, suhu kulit, turgor, anastesi, nyeri tekan
- CR ( capillary Refill ): Tekan Ujung jari berarapa detik, kemudian lepas, catat perubahan
warna. Normal : warna berubah merah lagi < 3 detik. Abnormal : > 3 detik gangguan
sirkulasi
- Edema: Tekan beberapa saat kulit tungkai, perut, dahi amati adanya lekukan ( pitting ).
Normal : tidak ada pitting. Abnormal : terdapat pitting ( non pitting pada beri-beri )
15. Kuku
- warna kuku, bentuk kuku, elastisitas kuku, lesi, tanda radang
16. Saraf
- Sensasi taktil (kapas Anestesia, hipestesia, hiperestesia)
- Sensasi Nyeri superficial jarum salah satu runcing dan tumpul. Menilai: Analgesia,
Hypalgesia, hiperalgesia.
- Pemeriksaan sensasi suhu: Termastesia, termhipestesia, termhiperestesia, isotermognosia
- Sensasi Gerak dan posisi: Pasien memejamkan mataBagian tubuh ( jari-jari ) digerakkan
pasif oleh pemeriksa. Minta pasien menjelaskan posisi dan keadaan jari
- Pemeriksaan Fungsi motorik:
o Posisi Tubuh postur hemiplegia, decorticate, deserebrate.
o Gerakan involunter tremor, chorea
o Tonus otot Spastis, kekakuan, flasid
o Koordinasi Tunjuk hidung jari : perintahkan pasien menyentuk hidung dan jari
bergantian dan berulang-ulang, catat adanya kegagalan.
5
- Refleks Fisiologis: Bisep, trisep, patella, Achilles, Babinsky
- Refleks Meningeal: Kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinsky
- Saraf kranial
o I ( olfaktorius ): pemeriksaan fungsi penghidu
o II ( Optikus ): periksa fungsi penglihatan dan lapang pandang
o II, III ( Optikus dan Okulomotoris ): periksa reaksi pupil terhadap cahaya
o III, IV, VI ( Okulomotoris, trokleal, abdusen ): periksa gerakan bola mata
o V ( trigeminal ): Raba kontraksi temporal , Periksa gerakan mengunyah otot
maseter, Periksa reflek kornea, Uji sentuhan dan nyeri pada wajah
o VII ( fasialis ): Periksa gerakan otot wajah tersenyum, mengkerutkan dahi,
cemberut
o VIII ( akustik ): Periksa fungsi pendengaran
o IX, X ( Glusofaringius dan vagus ): Amati kesulitan menelan, Dengarkan suara,
Amati naiknya langit-langit dg bunyi “ ah “, Amati gangguan refleks.
o XI ( Aksesoris ): Kaji kemampuan mengangkat bahu, Kaji gerakan berputar wajah
o XII ( Hipoglosal ): Dengarkan artikulasi pasien, Julurkan lidah, amati adanya
atropi, asimetris.
Pemeriksaan Penunjang
Foto Pol os
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian
pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur.
Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis:
- Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
- Untuk konfirmasi adanya fraktur
- Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya
- Untuk menentukan teknik pengobatan
- Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
- Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
- Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
- Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.
6
Darah Rutin
- Hemoglobin / Haemoglobin (Hb)
- Hematokrit (Ht)
- Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count) dan hitung jenis (differential count)
- Hitung trombosit / platelet count
- Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR)
- Hitung eritrosit
Working Diagnosis
Fraktur Distal Femur
7
Fraktur distal femur melibatkan aspek distal atau metafisis femur. Daerah ini mencakup 8-
15 cm bagian distal femur. Fraktur ini sering melibatkan sendi. Sistem klasifikasi AO yang
diperbaharui oleh Muller diterima secara luas.Sistem ini mencakup pembagian fraktur menjadi
ekstra-artikular (tipe A), unikondilar (tipe B), dan bikondilar (tipe C).klasifikasi ini kemudian
dibagi lagi menjadi 3 subtipe pada masing-masing kelompok.derajat keparahan fraktur semakin
meningkat dan prognosisnya semakin buruk sejalan dengan peningkatan tipe dari A ke C, juga 1-
3. Pasien dengan fraktur distal femur mengalami pembengkakan jaringan lunak sekitar,
kekenyalan, dan deformitas pada daerah bagian distal paha dan lutut.Kulit harus diinspeksi untuk
kemungkinan adanya fraktur terbuka.
Meskipun luka arterial di daerah ini jarang
terjadi daripada fraktur proksimal tibia,
diperlukan pemeriksaan neurovascular secara
cermat.Hadirnya dan kuatnya denyut nadi
kaki dan fungsi dari nervus peroneus
communis dan nervus tibialis posterior harus
diperiksa.Penggunaan ultrasonografi Doppler
dapat mengarahkan penilaian sirkulasi pada
tungkai. Nervus peroneus lebih dimungkinkan
untuk mengalami luka karena fraktur distal femur daripada nervus tibialis posterior. Nervus
peroneus mungkin rusak karena gaya langsung dari sisi posterolateral lutut (disebabkan oleh
hantaman bemper mobil) atau dari luka peregangan yang mengenai saraf ini saat fraktur
mengalami angulasi dan displacement. Evaluasi ekstremitas bawah terus-menerus sangat penting
saat beberapa hari pertama setelah fraktur sehingga sindrom kompartemen yang sedang
berkembang dapat dideteksi.Tekanan kompartemen harus diukur jika tanda-tanda klinis dan gejala
dari sindrom kompartemen terjadi, meskipun adanya nadi yang utuh. Foto radiologi posisi AP dan
lateralpada ujung distal femur dapat mengungkap fraktur. Dengan kemungkinan adanya fraktur
pada beberapa tulang, radiografi terhadap seluruh tulang dapat dilakukan, termasuk sendi yang
berada di atas atau di bawah titik luka. Demikian, radiografi seluruh femur, termasuk sendi
panggul dan lutut, harus dilakukan ketika pasien dimulai untuk dievaluasi.2
Differential Diagnosis
a. Fraktur Proximal Femur
Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur.
Capital : uncommon
Subcapital : common
8
Gambar 1. Fraktur distal femoris.2
Gambar 2. Fraktur caput femoris.2
Transcervical : uncommon
Basicervical : uncommon
Entracapsular fraktur termasuk trochanters
(Intertrochanteric , Subtrochanteric)
b. Fraktur Collum Femur
Tingkat kejadian yang tinggi karena faktor
usia yang merupakan akibat berkurangnya
kepadatan tulang. Fraktur leher femur
dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke
head femur) dan extra- (suplai darah intak)
capsular. Diklasifikasikan berdasarkan
anatominya. Intracapsular dibagi kedalam
subcapital, transcervical dan basicervical.
Extracapsular tergantung dari fraktur pertrochanteric. Biasanya pada wanita dewasa; dibawah
usia 60 tahun, laki-laki lebih sering terkena (biasanya extrakapsular fraktur). Sering ditemukan
pada pasien yang mengkonsumsi berbagai macam obat seperti corticosteroids, thyroxine,
phenytoin and frusemide. Kebanyakan hanya berkaitan dengantrauma kecil.
Fraktur Intracapsular diklasifikasikan:
Grade I :Incomplete, korteks inferior tidak sepenuhnya rusak
Grade II : Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulum tidak angulasi
Grade III : Slightly displaced, pola trabekular angulasi
Grade IV : Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak ada kontinuitas tulang
c. Fraktur Batang Femur
9
Gambar 3. Fraktur collum femoris.2
Gambar 4. Fraktur collum femoris.2
Gambar 5. Fraktur collum femoris.2
Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar sehingga
dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri,
tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar,
terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam
jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan
normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.2
Etiologi dan Mekanisme Terjadinya Fraktur
Fraktur terjadi ketika kekuatan yang diterima tulang melebihi kekuatan tahanannya. Pola
fraktur berhubungan terhadap kekuatan tulang dan kekuatan yang menyebabkan fraktur.Individu
yang aktif dan muda mempunyai tulang yang kuat.Tulang anak-anak dapat mengalami plastic
deformation dan dapat bengkok tanpa patah.Pada orang tua yang osteoporosis tentu saja
mempunyai tulang yang lemah.Defek tulang fokal dapat melemahkan tulang secara signifikan
sehingga dapat terjadi fraktur patologis. Penyebab fraktur patologi antara lain tumor, infeksi, atau
dysplasia, dapat pula karena kondisi umum yang menyebabkan kelemahan tulang parah, seperti
osteoporosis. Banyaknya energi yang menghasilkan fraktur dinilai dari anamnesis pasien dan pola
fraktur.Remuk (adanya lebih dari dua fragmen fraktur) mengindikasikan luka berenergi tinggi
yang menghasilkan garis fraktur multiple. Pindahnya dan adanya kerusakan lokal jaringan lunak
juga merefleksikan banyak energi yang terserap. Fraktur spiral terjadi karena gaya torsional tak
langsung. Kerusakan jaringan lunak yang ringan umumnya ada, tetapi fraktur spiral comminutiva
yang parah dapat terjadi karena tenaga yang menyebabkan setiap fragmen seolah-olah menjadi
“misil internal” berkecepatan tinggi, menghasilkan kerusakan yang signifikan pada jaringan
sekitar. Fraktur distal femur paling sering disebabkan oleh gaya langsung ke sisi anterior atau
lateral paha atau jatuh dari ketinggian. Trauma langsung femur distal dapat terjadi dari trauma
kendaraan, jatuh dengan kaki terfleksi, atau saat aktivitas olahraga. Pada anak-anak kurang dari 4
tahun, terutama yang kurang dari 1 tahun, berhubungan dengan kekerasan terhadap anak.
Kurangnya penjelasan yang beralasan dari luka tersebut, penundaan mencari bantuan medis yang
tak masuk akal, atau adanya luka tambahan membuat kekerasan terhadap anak menjadi bukti kuat.
Fraktur plastis berbentuk busur pada metafisis distal femur yang telah digambarkan dapat pula
menyerupai subluksasi kongenital lutut. Pada anak yang lebih tua, fraktur dislokasi atau fraktur
stress dapat terjadi. Pasien tersebut yang mengalami nyeri lokal dan kekenyalan, dan radiografi
membuktikan tulang periosteal baru. Kemungkinan dari fraktur patologis dapat diasumsikan pada
pasien ini. Fraktur distal femur juga dilaporkan berasosiasi dengan beberapa kondisi
musculoskeletal, sepertiosteogenesis imperfecta, spinal muscular atrophy, dan hemofilia.Trauma
tak langsung disebabkan karena gaya varus/valgus atau hiperekstensi/hiperfleksi; menghasilkan
10
kompresi simultan terhadap satu aspek fisis dengan distraksi ke yang lain. Yang paling khas,
patah tulang Salter-Harris tipe 2 merupakan yang tersering. Luka sekunder pada kelahiran
sungsang atau arthrogryposis dapat menyebabkan fraktur ini.2
Epidemiologi
Fraktur distal femur merupakan kejadian fraktur yang jarang terjadi. Data yang telah
diambil dari beberapa laporan menyebutkan bahwa pria lebih sering mengalami fraktur distal
femur, dengan kejadian penyebab fraktur terbanyak adalah jatuh dan kecelakaan lalu lintas.
Dilaporkan pula bahwa orang tua lebih sering mengalami fraktur, mungkin disebabkan karena
proses degeneratif yang menyebabkan berkurangnya BMD orang tua, seperti osteoporosis. 2/3
dari kasus fraktur merupakan fraktur Salter-Harris tipe 2 dan terjadi pada remaja.
Pajanan yang Berkaitan
Tabel 1. Pajanan yang terjadi.
Urutan kegiatan Bahaya potensial Potensial gangguan
kesehatan
Risiko
kesehatan
kerja
fisik kimia biologi psikis Ergonomi
Berangkat dan
pulang kerja
Panas
Hujan
Bising
Polusi
Debu
Asap
Serangga
Bakteri
Virus
Jamur
Stress 1. Vibrasi
2. Posisi yang
statis
- Radang pada mata, kulit,
telinga, radang saluran
pernafasan
- Gangguan muskulo-skeletal
-Kecela-kaan
lalu lintas
Membersihkan
dan
membereskan
Panas
Lembab
Dingin
Debu
Desinfektan
Sabun
Karbol
Serangga
Bakteri
Virus
Jamur
stress 1. Posisi statis
2. Posisi sulit atau
janggal.
3. Melakukan
gerakan
berulang
-Radang pada mata, kulit,
telinga, radang saluran
pernafasan
-Gangguan muskulo-skeletal
-Jatuh
terpeleset
-Trauma
-Tertimpa
Hubungan Pajanan dengan Diagnosis Klinis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja
Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada
penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan
tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut
kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali. Ada dua golongan
penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang
meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri
yang merupakan penyebab kecelakaan. Untuk menentukan sebab dari suatu kecelakaan dilakukan
analisis kecelakaan. Contoh analisis kecelakaan kerja adalah sebagai berikut. Seorang pekerja
mengalami kecelakaan kerja dikarenakan oleh kejatuhan benda tepat mengenai kepalanya.
Sesungguhnya pekerja tidak perlu mengalami kecelakaan itu, seandainya ia mengikuti pedoman
11
kerja yang selalu diingatkan oleh supervisor kepada segenap pekerja agar tidak berjalan di bawah
katrol pengangkat barang. Jadi dalam hal ini penyebab kecelakaan adalah faktor manusia. Faktor
mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan suatu maksud
tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut kelompok
pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh,
pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan tangan (manual), menginjak atau terbentur
barang, luka bakar oleh benda pijar, dan transportasi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan yang
menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat yang tinggi, maupun di tempat
datar. Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan. Sebaliknya gangguan
kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Orang sakit tidak boleh dipaksa bekerja,
ia perlu pengobatan, perawatan dan istirahat. Jika dipaksakan untuk bekerja, sangat besar
kemungkinan orang sakit mengalami kecelakaan. Bukan hanya penyakit keras saja, gangguan
kesehatan ringan pun misalnya pusing kepala, rasa kurang enak badan, atau sekedar merasa
hidung tersumbat menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan. Sekalipun ringan, gangguan
kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan sehingga kecelakaan terjadi.
Apabila ditelaah lebih dalam, kecelakaan kerja yang terjadi dapat dibagi berdasarkan faktor dari
tempat kerjanya dan faktor individu. Yang dimana faktor tempat kerja dapat dibagi lagi menjadi
fisika, kimia, biologik, ergonomic dan psikologis (lebih ke arah individu) dan industrial hygene.
Faktor lingkungan kerja
Di dalam tempat kerja akan banyak dijumpai faktor-faktor pajanan yang apabila diabaikan akan
sangat membahayakan keselamatan ketika bekerja.
a. Fisika
Banyak pajanan yang berupa fisik yang dapat dijumpai di tempat kerja manapun. Pajanan
bahaya potensial faktor fisik antara lain : kebisingan, suhu panas dan dingin, getaran,
pencahayaan dan radiasi elektromagnetik.
- Kebisingan
Bising adalah suara atau bunyi yang tidak dikehendaki. Kualitas bising ditentukan
oleh : frekuensi bunyi(Hz) dan Intensitas bunyi(db). Dengan NAB (Nilai Ambang
Batas) : 85 db per 8 jam/hari.
Dampak kesehatan yang terlihat : kerusakan auditorik dan non-auditorik.
Kerusakan auditorik : trauma akustik, ketulian sementara(Temporary Threshold
Shift), dan Ketulian menetap(Permanen Temporary Shift ) dan akan menjadi NIHL
12
(Noisy Induction Hearing Loss) apabila dibiarkan dan tidak ada upaya
pencegahan/preventif.
Kerusakan non-auditorik : gangguan komunikasi, gangguan fisiologis dan juga
gangguan perilaku. Untuk gangguan perilaku akan timbul paranoid dan depresi.
Upaya pencegahan : Program konservasi pendengaran (Hearing Conservation
Program) dan penggunaan sumbat telinga(earplug), penutup telinga(earmuff) dan
helm pelindung telinga(ear protektif helmet).3,4
- Suhu panas dan dingin
Terdapat mekanisme kontrol yang terlihat yakni : evaporasi, konveksi, radiasi dan
juga vasodilatasi. Lalu dapat menciptakan tekanan panas yakni kombinasi dari suhu
udara, radiasi, kelembaban dan pergerakan udara.
Satuan : Indeks suhu basah dan bola (ISBB).
Apabila tekanan panas secara terus-menerus terpajan maka akan mempengaruhi
kesehatan pekerjanya , antara lain : heat fatique, heat rash, heat syncope, heat
cramps, heat exhaustion dan heat stroke.
Sedangkan untuk tekanan dingin yang terpajan terus-menerus juga dapat
mempengaruhi kesehatan pekerjanya antara lain: Hipoterm, Frosbite, Trenchfoot dan
Chillblain.4
- Getaran/vibrasi
Suatu fenomena dimana terjadi peningkatan dan penurunan dimensi terhadap suatu
nilai dasar secara berulang-ulang sesuai waktu. Dimana dimensinya adalah jarak,
kecepatan dan akselerasi.
Unit akselerasi : m/s2. Dengan NAB : 4 m/s2.
Sumber vibrasi : segmental dan juga seluruh tubuh(kendaraan forcliff)
Efek getaran terhadap tubuh : Motion sickness, penglihatan kabur, kelelahan dan
ketidaknyamanan dan Hand-Arm Vibaration (HAV) yang dimana memiliki beberapa
gangguan. Gangguan pada sirkulasi darah berupa Vibration induced White Finger
(VWF) yang dimana gejalanya seperti Raynuad’s syndrome : blanching, numbness,
tingling dan Cyanosis.3
- Pencahayaan
Faktor penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang baik dimana nantinya akan
menimbulkan suasana nyaman dan tentunya meningkatkan produktivitas pekerja.
13
Ada 2 jenis faktor yang mempengaruhi pencahayaan, yakni : Intensitas cahaya (luks)
dan juga tingkat kesilauan (brightness)
Dan juga terdapat 2 kategori cahaya yang menyilaukan, yakni : Discomfort glare
(sudah menimbulkan rasa yang tidak nyaman tapi belum menimbulkan keluhan
organ) dan juga Disability glare(sudah menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan
juga keluhan organ sudah timbul).3,4
- Radiasi elektromagnetik
Radiasi sinar ultraviolet, sumber : sinar UV , las. Dan dapat menimbulkan penyakit
kulit yakni iritasi kulit dan mata. Terdapat upaya pencegahan yakni dengan
menggunakan kacamata kobal saat las.
Radiasi sinar infra merah, Sumber : peleburan baja, peleburan gelas, dan bara logam.
Tentunya dapat meningkatkan beban panas tubuh. Dan juga mempunyai efek
terhadap mata yaitu katarak.
Radiasi gelombang mikro, dapat mengakibatkan penyakit : konjungtivitis, gangguan
sistem saraf, dan gangguan reproduksi.
Radiasi pengion dan partikel berenergi tinggi, efek radiasi berupa : efek stokastik dan
non-stokastik. Memiliki efek akut : eritem, depresi sum-sum tulang, penurunan
fertilitas sementara/permanen. Efek kronis : kemandulan, kanker, cacat kongenital
dan juga katarak.3
b. Biologik
Pajanan biologi adalah bahan biologi yang ada si sekitar manusia, dalam bentuk
mikroorganisme(virus, bakteri, jamur, parasit), tumbuhan(debu organic), dan binatang.
Pajanan biologi di tempat kerja sering tidak dapat dihindari. Harus dapat dibedakan : penyakit
akibat pajanan biologi di tempat kerja atau yang biasa terjadi di masyarakat luas.
Penggolongan pajanan biologi :
- Pajanan biologi akibat kerja
Pajanan yang dialami akibat bekerja langsung dengan bahan biologi atau merupakan hasil
langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja.
- Pajanan biologi lingkungan kerja
Pajanan yang dialami akibat tercemarnya lingkungan kerja, dan merupakan akibat tidak
langsung akibat proses kerja, seperti higine dan pemeliharaan tempat kerja yang kurang
baik.
14
- Pajanan biologis alamiah/bukan akibat kerja
Pajanan biologi yang secara alamiah berada di wilayah lingkungan tempat kerja, yang
banyak menyebabkan gangguan kesehatan pada masyarakat di tempat tersebut, seperti
malaria, demam berdarah.
- Penyakit akibat pajanan biologi :
Penyakit Legionaire
Terjangkit melalui pernapasan dalam(menghirup) udara ber-aerosol yang tercemar.
Tidak menular dari orang ke orang. Kuman ini dapat ditemukan di danau sungai tapi
juga dapat pada alat-alat maupun tempat-tempat tertentu, seperti : system buatan
manusia seperti menara pendingin pada AC, humidifiers, system sirkulasi air hangat,
kamar mansi system semprot, kran air, alat pembangkit uap, air mancur hias, peraltan
pengobatan saluran pernafasan. Gejala : demam Pontiak(gejala seperti flu), infeksi
yang lebih serius termasuk pneumonia.
Penyakit di sektor pertanian : Misalnya antraks. Merupakan PAK (Penyakit Akibat
Kerja) pertama menurut ILO. Transmisi melalui udara, makanan dan kontak.
Penyebabnya adalah Bacillus anthracis.
Avian flu: Menyebabkan pneumonia berat dan progresif dan transmisinya melalui
udara dari unggas ke manusia.4
c. Kimia
Yang terpenting untuk mencegah PAK (Penyakit Akibat Kerja) karena bahan kimia
diperlukan suatu kriteria yang dikatakan wajib ada pada bahan kimia tersebut. Hal yang
terpenting tersebut adalah MSDS (Material Safety Data Sheet). Dari MSDS tersebut maka
akan langsung diketahui semua informasi mengenai bahan kimia tersebut. MSDS adalah suatu
Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) memberikan informasi yang penting yang dapat
digunakan perusahaan untuk mengoptimalkan penggunaan bahan kimia dan meningkatkan
standar kesehatan dan keselamatan tempat kerja. MSDS meliputi : nama bahan kimia,
informasi tentang komposisi bahan, sifat-sifat fisik dan kimiawi, kestabilan dan daya reaktif,
identifikasi bahaya, tindakan P3K, tindakan pemadam kebakaran, tindakan penyelamatan
kecelakaan, metode penanganan dan penyimpanan yang tepat, pengawasan dan perlindungan
diri yang diperlukan, informasi tentang toksikologi (keracunan), informasi tentang
ekologi(lingkungan), pertimbangan pembuangan, informasi tentang angkutan, informasi
tentang peraturan, informasi tambahan.4
d. Ergonomik
15
Ilmu yang mempelajari kemampuan dan karakteristik manusia yang mempengaruhi rancangan
peralatan, system kerja dan pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,
keselamatan dan kesejahteraan tenaga kerja. Definisi lain : Ilmu seni dan penerapan teknologi
untuk meyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam
beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun
mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Unsur-unsur
ergonomik yakni :
1. Anatomi: Antropometri (dimensi tubuh manusia) dan biomekanik (aplikasi tenaga).
2. Fisiologis
Fisiologis kerja : pengeluaran energi.
Fisiologis lingkungan : efek lingkungan fisik.
3. Psikologis
Psikologi ketrampilan proses informasi dan pembuatan keputusan. Psikologi kerja
meliputi training, usaha dan perbedaan individu. Manfaat data antropometrik : merupakan
data statistik mengenai ukuran manusia, massa dan bentuknya, yang dapat digunakan di
tempat kerja, membuat tempat duduk serta untuk keperluan desain peralatan.
Kriteria antropometrik :
o Jarak ruangan: Ruang untuk kepala, ruang kaki, ruang siku termasuk kemudahan
melalui rintangan
o Jangkauan: Termasuk lokasi control atau penyimpanan material, serta pelabgai situasi
menjangkau melalui rintangan.
o Postur/sikap tubuh: Termasuk lokasi display dan control ditempat ketinggian.
o Kekuatan
Dikatakan pada kasus di atas, stager yang dipakai pastinya juga memenuhi standar
ergonomik suatu alat, namun sayangnya stager mungkin tidak di periksa secara
berkala(rapuh termakan usia). Ditambah pula unsafe action yang dilakukan oleh pekerja
tersebut yang tidak memakai tali pengaman untuk menghinfari kecekalakaan yang terjadi
tiba-tiba. Lebih kearah unsafe action yang dilakukan oleh pekerja tersebut.3
Faktor individu
Untuk faktor individu ini lebih mengarah ke arah psikologi seseorang pada saat melakukan
pekerjaannya sehari-hari. Psikologi kerja ini merupakan bagian dari unsur ergonomik (anatomi,
fisiologis, psikologi). Stress akibat kerja adalah gangguan perilaku dan jiwa yang terjadi karena
berbagai faktor seperti : kepribadian, stress di lingkungan kerja yang dialami, coping mechanism
16
dan mekanisme pertahanan. Stress di lingkungan kerja berkaitan dengan lingkungan fisik tempat
kerja, bekerja dalam shift, beban kerja yang berlebihn, bekerja monotonic, mutasi dalam
pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, konflik dengan teman kerja dan lain-lain. Yang dapat lebih
mudah mengalami stress dan akibat lainnya yaitu penyakit jantung adalah orang yang memiliki
kepribadian tipe A. Kepribadian tipe A adalah tipe kepribadian dengan ciri seperti dorongan
kompetisi yang tinggi, ketaatan yang tinggi akan waktu, ambisius, agresif, bekerja untuk
pencapaian kinerja, selalu tergesa-gesa, dan relative tidak sabar. Jenis kepribadian tipe A selalu
dalam keadaan stress dan tegang. Sehingga orang yang memiliki kepribadian seperti ini sangat
rentan sekali. Stress akibat kerja adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh kondisi-
kondisi di tempat pekerjaan yang berdampak negative pada kinerja seseorang dan atau kesehatan
fisik dan jiwanya. Stress merupakan problem kesehatan kerja yang penting karena secaraa
signifikan menyebabkan kerugian ekonomis. Stress kerja mempunyai aspek fisik, aspek perilaku
dan emosi. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan stress kerja, 2 hal diantaranya adalah :
Gaya management (diri) yang buruk dan juga adanya faktor psikososial. Gaya management (diri)
yang buruk , diantaranya :
a. Kurangnya partisipasi pekerja untuk pengambila keputusan.
b. Komunikasi yang uruk di tempat kerja.
c. Tidak ada/kurangnya kebijakan yang peduli keluarga.
d. Hubungan interpersonal/ lingkungan sosial yang buruk.
e. Jenjang karir yang tidak jelas.
f. Kondisi lingkungan : sesak, bising, polusi udara, masalah ergonomic.
g. Kurangnya dukungan dari rekan kerja maupun atasan.
Adanya faktor psikososial juga dapat mengakibatkan stress kerja, antara lain:
a. Gaji yang lebih kecil dari Upah Minimum Regional(UPR)/Upah Minimum Provinsi (UMP)
b. Beban kerja yang berat/banyak secara mendadak.
c. Tidak prospek dalam jenjang karir.
d. Kemampuan pekerja yang tidak digunakan secara optimal.
e. Kurang penghargaan.4
Jumlah Pajanan yang Dialami
Berdasarkan keterangan pasien, pasien telah bekerja selama 10 tahun dan selama bekerja tidak
pernah menggunakan alat pelindung diri. Lingkungan tempat pasien bekerja cukup besar karena
terdiri dari beberapa tingkat dan berisiko untuk terjadinya kecelakaan kerja.
Peranan Faktor Individu
17
Penyakit akibat kerja bisa juga ditimbulkan karena faktor dari individunya sendiri, sepertinya
adanya kelainan genetik atau turunan dari keluarganya. Yang perlu diperiksa untuk mengetahui
adanya faktor peran adalah adanya alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan
berolahraga, status kesehatan mental, dan juga higiene perorangan. Kesehatan fisik umumnya
sangat mempengaruhi dan tingkat pengetahuan yang kurang, serta kesadaran akan perlunya
pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) yang kurang,sangat meningkatkan resiko kecelakaan kerja.
Dalam kasus ini, Pasien tidak memiliki faktor individu seperti riwayat atopi atau alergi maupun
penyakit kronis dalam keluarga.
Faktor Lain Di luar Pekerjaan
Faktor lain di luar pekerjaan adalah hobi dan pekerjaan sambilan lain yang dapat mengurangi
waktu tubuh untuk beristirahat dan memperberat kerja tulang dan otot untuk menopang dan
menjaga keseimbangan tubuh. Berdasarkan keterangan pasien, tidak terdapat faktor lain di luar
pekerjaan pasien yang turut berperan menimbulkan risiko fraktur femur.
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) atau bukan PAK
Berdasarkan diagnosis klinis dan bukti yang didapatkan dari referensi mengenai faktor kecelakaan
kerja, maka dapat ditegakkan diagnosis okupasi Tn. B ialah fraktur tertutup femur 1/3 dextra et
causa kecelakaan kerja.
Definisi Kecelakaan Kerja
Yang dimaksud kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak disengaja seperli kejadian-
kejadian yang tidak diharapkan dan tidak terkontrol. Kecelakaan tidak selalu berakhir dengan luka
fisik dan kematian. Kecelakaan yang menyebabkan kerusakan peralatan dan material dan
khususnya yang menyebabkan luka perlu mendapat perhatian terbesar. Semua kecelakaan tanpa
melihat apakah itu menyebabkan kerusakan ataupun tidak perlu mendapatkan perhatian.
Kecelakaan yang tidak menyebabkan kerusakan peralatan, material dan kecelakaan fisik dari
personil kerja dapat menyebabkan kecelakaan lebih lanjut.
Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Dan tempat kerja
merupakan tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga
kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber cahaya.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, dalam
kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian
muncul dua permasalahan:
18
a. Kecelakaan sebagai akibat langsung dari pekerjaan atau;
b. Kecelakaan terjadi saat mclakukan pekerjaan.
Adakalanya ruang lingkup keeelakaan kerja diperluas, sehingga meliputi kecelakaan tenaga
kerja pada saat perjalanan dari dan ke tempat kerja. Kecelakaan di rumah, atau pada waktu
rekreasi dan cuti berada di luar makna kecelakaan kcrja, sekalipun pencegahannya sering
disertakan dalam program keselamatan kerja/kesclamatan perusahaan. Keeelakaan demikian,
termasuk kecelakaan umum yang mcnimpa tenaga kcrja di luar pekerjaannya.5
Teori Kecelakaan Kerja
a. Teori Domino Heinrich
Heinrich (1931) dalam risetnya menemukan sebuah teori yang dinamainya Teori Domino.
Teori itu menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang menimbulkan cidera, terdapat lima
faktor secara berurutan yang digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar, yaitu:
kebiasaan/situasi, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi tak aman (hazard), kecelakaan,
serta cidera. Heinrich mengemukakan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya
adalah dengan memutuskan rangkaian sebab-akibat. Misalnya, dengan membuang hazard, satu
domino di antaranya.
Birds (1967) memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen
yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu: manajemen, sumbcr
penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Birds itu mengemukakan
bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai memperbaiki
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Praktek di bawah standar atau unsafe acts dan
kondisi di bawah standar atau unsafe conditions merupakan penyebab langsung suatu
kecelakaan, dan penyebab utama dari kesalahan manajemen.
Beberapa contoh tipikal penyebabnya adalah:
Situasi kerja
o pengendalian manajemen yang kurang
o standar kerja yang minim
o tidak memenuhi standar
o perlengkapan yang gagal atau tempat kerja yang tidak mencukupi.
Kesalahan orang
o keterampilan dan pengetahuan yang minim
o masalah fisik atau mental
o motive yang minim atau salah pencrnpatan
o perhatian yang kurang
19
Tindakan tidak aman
o tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui
o mengambil jalan pintas
o menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja.
Kecelakaan
o kejadian yang tidak terduga
o akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya
o terjatuh
o terhantam mesin atau material yang jatuh, dan sebagainya.
Cedera/kerusakan
o terhadap pekerja: sakit dan penderitaan & kehilangan pendapatan kehilangan
kualitas hidup
o terhadap majikan: kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi kerugian produksi,
kemungkinan proses pengadilan.
b. Teori Multiple Causation
Teori ini menyebutkan bahwa kecelakaan kerja terjadi karena adanya banyak penyebab.
Penyebab kecelakaan tersebut adalah kondisi yang tidak aman (unsafe condition) dan tindakan
yang tidak aman (unsafe action).
c. Teori Gordon
Menurut Gordon (1949), Kecelakaan terjadi karena adanya kontak diantara 3 (tiga) hal yaitu
korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan dan lingkungan yang kompleks. Untuk
itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab terjadinya kecelakaan, harus diketahui
karakteristik dari korban kecelakaan, perantara dan lingkungan secara detail.
d. Teori Domino Terbaru
Teori Domino yang terbaru berkembang sekitar tahun 1969. Dalam teori tersebut diungkapkan
bahwa penyebab terjadinya kecelakaan adalah adanya ketimpangan manajemen. Teori tersebut
merupakan pengembangan dari Teori Heinrich yang menunjukkan bahwa manajemen juga
ikut berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja.
Dampak kecelakaan kerja
Kecelakaan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan baik bagi pekerja maupun
bagi pengusaha. Bagi pekerja, kecelakaan yang terjadi dapat mengakibatkan penderitaan baik
merupakan kematian, luka/cidera berat maupun ringan, maupun penderitaan bagi keluarga mereka
bila pekerja meninggal dunia atau cacat. Sedangkan bagi pengusaha, kecelakaan yang terjadi
dapat menimbulkan kerugian berupa biaya langsung dan biaya tak langsung. Biaya langsung
20
terdiri dari biaya kompensasi pekerja, biaya perawatan medis dan rumah sakit, santunan untuk
pekerja yang menderita cacat, santunan kematian, serta premi asuransi yang dikenakan atas
kebakaran, kehilangan, atau kerusakaan properti, serta atas tuntutan dari masyarakat sekitar.
Sedangkan biaya tak langsung misalnya biaya untuk mengganti peralatan yang rusak, biaya
tambahan karena pekerjaan terhenti, biaya yang timbul karena waktu yang terbuang untuk
mencari tenaga kerja pengganti, untuk membersihkan lokasi pekerjaan dan untuk memberikan
pertolongan, dan sebagainya. Selain itu biaya tak langsung yang timbul juga dapat berupa
penurunan kualitas pekerjaan, penurunan produktivitas pekerja, dan penurunan nama baik
perusahaan. Besarnya biaya tak langsung dapat mencapai 4-7 kali biaya langsung. Oleh karena
itu, terlihat bahwa kecelakaan kerja berpengaruh terhadap biaya, waktu, mutu pekerjaan,
produktivitas pekerja dan nama baik perusahaan.5
Penatalaksanaan Fraktur secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru
lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila
lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis
secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada
jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.2
Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan
berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan
pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari
gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi
21
dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat
dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau
lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk
menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila
ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan
lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin
harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.2
Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik
normalnya.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya
tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mengalami penyembuhan
Metode reduksi :
o Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien
harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan
diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara
gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi
22
dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
o Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
o Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
b. Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan
reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan
imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator
eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).
c. Rehabilitasi
Sasarannya meningkatkan kembali
fungsi dan kekuatan normal pada
bagian yang sakit. Untuk
mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan
imobilisasi adalah peninggian
untuk meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler,
mengontrol ansietas dan nyeri,
latihan isometrik dan pengaturan
otot, partisipasi dalam aktifitas
hidup sehari-hari, dan melakukan
aktifitas kembali secara bertahap
dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas.2
Komplikasi
23
Tabel 2. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan
Tulang Fraktur.5
- Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. Hal ini dapat dikoreksi dengan
transfusi darah yang memadai.
- Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.
- Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan tinggi
dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen. Fraktur yang tidak
menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna.
- Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis
pafragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas varus
diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.
- Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadi.2
Prognosis
Prognosis dari fraktur distal femur bergantung terhadap penanganan yang dilakukan serta
tipe fraktur yang dialami. Jika penaganan dilakukan segera secara tepat, maka tingkat kesembuhan
akan besar. Risiko terjadinya sindrom kompartemen dapat diatasi dengan melakukan tinjauan
terus-menerus pada pasien setelah penanganan trauma diberikan. Secara umum, dengan
penanganan yang tepat prognosis dari fraktur ini baik.
Penatalaksanaan Okupasi
Yang dilakukan untuk mengatasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, yaitu:
Primer
1. Penyuluhan
a. Penyuluhan gizi kerja
Melakukan penyuluhan tentang gizi dan kesehatan terhadap semua pengusaha, karyawan,
termasuk staf dan petugas kantin serta pihak manajemen. Dengan tujuan agar adanya
perubahan kesadaran karyawan akan pentingnya makan pagi, kesadaran pengusaha akan
makanan sehat dan bergizi untuk karyawan, menigkatkan pengetahuan karyawan tentang
makanan-makanan yang sehat dan bergizi. Gizi kerja adalah pemberian gizi yang
diterapkan kepada masyarakat pekerja dengan tujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan, efisiensi, dan produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Pemenuhan
kecukupan gizi pekerja selama bekerja merupakan salah satu bentuk penerapan syarat
keselamatan, dan kesehatan kerja sebagai bagian dari upaya meningkatkan derajat
kesehatan pekerja. Rendahnya produktivitas kerja dianggap akibat kurangnya motivasi
kerja, tanpa menyadari faktor lainnya seperti gizi pekerja. Perbaikan dan peningkatan gizi
mempunyai makna yang sangat penting dalam upaya mencegah morbiditas, menurunkan
angka absensi serta meningkatkan produktivitas kerja.
24
Metode yang biasa digunakan untuk pengukuran kecukupan gizi adalah indeks massa tubuh
(IMT), yaitu berat badan (kg) dibahagi dengan (tinggi badan x tinggi badan dalam meter).
Kebutuhan gizi terutama energi dipengaruhi oleh : Usia, Ukuran tubuh, Jenis kelamin. Faktor
lain penentu kebutuhan gizi yaitu Jenis pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan sehari-hari
dam keadaan fisiologis seperti: kehamilan, selama menyusui, anemia, kelebihan berat badan.
Tabel 3. Status gizi berdasarkan IMT.5
Kebutuhan energi selama bekerja (8 Jam) adalah 40-50% dari kebutuhan sehari. Bila
diterjemahkan kedalam menu menjadi kebutuhan untuk 1 kali makan dan 1 kali snack. Kebutuhan
energi dan protein selama bekerja seperti tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4. Kebutuhan energi dan protein selama bekerja (8 jam).5
Tabel 5. Kebutuhan Gizi Per Hari bagi Pekerja Menurut Umur, Jenis Kelamin dan Aktivitas Fisik.5
Tabel 6. Contoh Menu Makanan Bagi Pekerja Selama Bekerja (8 jam).5
25
Penilaian kesehatan: Penyuluhan macam-macam alat pelindungan dan manfaatnya untuk
menyadarkan pekerja akan bagian tubuh yang rawan kecelakaan dan pentingnya alat
pelindung diri untuk mencegah kecelakaan tersebut.
2. Perubahan perilaku
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan merubah gaya hidup pekerja menjadi lebih sehat dan
terkontrol. Misalnya pekerja yang dulunya sering merokok dapat diberikan dorongan untuk
tidak lagi merokok
3. Olahraga
Berolahraga adalah cara yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh pekerja. Pekerja
yang bekerja dalam suatu perindustrian lebih rentan terkena penyakit baik yang ditularkan
oleh orang lain maupun yang terpapar ditempat kerja itu sendiri. Cukup dengan berolahraga
secara rutin 4-5 kali seminggu selama 20-30 menit akan menurunan angka kesakitan dan
meningkatkan jumlah produksi.5
Sekunder
26
1. Alat pelindung diri. Pada saat melaksanakan pekerjaan yang resiko terjadi kecelakaan agar
terlindungi diri dari resiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan, maka pekerja perlu
menggunakan alat-alat pelindung ketika malksanakan suatu pekerjaan.
2. Atmosfer ruangan tempat kerja. Untuk suhu ruangan yang panas, dibutuhkan ventilasi yang
baik agar udara dapat bertukar dan angin dapat masuk untuk mengurangi suhu panas didalam
ruangan. Ventilasi juga penting untuk menghindari tumbuhnya jamur yang suka pada keadaan
lembab, hal ini tentunya akan membuat jamur tidak dapat tumbuh karena kondisi ruangan
tetap terjaga. Udara didalam ruangan yang juga terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia
berbahaya akan dapat dikurangi apabila ventilasi dalam ruangan itu diatur dengan baik
sehingga bisa terjadi pergantian udara dalam ruangan. Pemasangan kipas angin dan air
conditioner (AC) juga dapat membantu suhu dan sirkulasi ruangan tetap terjaga. Ventilasi
yang baik harus memasok udara bersih lebih dari 5-8 liter/detik/pekerja.
3. Isolasi. Ruangan yang terkontaminasi berlebihan oleh zat-zat kimia berbahaya harus diisolasi
dan dibersihkan udaranya. Para pekerja tidak diperkenankan masuk dalam ruangan itu selama
masih dalam keadaan yang berbahaya. Udara juga perlu di uji kontaminasi secara berkala agar
kondisi udara tetap sehat untuk proses industri.
4. Sistem komunikasi yang baik dan terintegrasi, seperti bunyi alarm atau tanda bahaya lain serta
kalau memungkinkan dilengkapi dengan radio komunikasi.
5. Sistem pengamanan terpadu dalam suatu rangkaian kegiatan proses produksi.
6. Modifikasi dan perbaikan peralatan produksi yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja,
seperti menutup peralatan mesin yang terbuka.
7. Setiap karyawan yang bekerja pada bagian yang berisiko tinggi selalu diberikan pelatihan,
pemeriksaan kesehatan dan makanan ekstra seperti susu dan lainnya.
8. Pencahayaan juga harus memadai dan mencukupi. Jika memungkinkan manfaatkanlah cahaya
alami. Lampu darurat (emergency lighting) harus disediakan untuk berjaga-jaga seandainya
lampu utama mengalami kegagalan dan menimbulkan bahaya.
9. Perawatan (housekeeping). Seluruh ruangan pabrik dipastikan harus tetap bersih. Memeriksa
penumpukan debu di atas permukaan datar terutama pada struktur gedung, balok girder
penopang atap, dan sebagainya agar dapat menghindari terhirupnya debu oleh para pekerja.
Dinding yang dicat harus dibersihkan dan dicat ulang secara berkala atau setelah dilakukannya
perombakan pabrik atau gedung. Sampah jangan sampai menumpuk karena dapat
menimbulkan resiko kesehatan dan kebakaran.
27
10. Tempat duduk. Di manapun pekerjaan dilakukan, tempat duduk harus tersedia. Tempat duduk
harus sesuai untuk jenis pekerjaannya dan memiliki sandaran punggung dan penumpu kaki
(foot rest). Harus dalam kondisi baik dan setiap kerusakan harus di perbaiki atau diganti.
11. Lantai. Harus rata, mulus, tidak berlubang, bergelombang atau rusak yang mungkin
menyebabkan bahaya sandungan. Tidak licin dan bebas hambatan.
12. Pasokan air minum harus mencukupi dan dapat diminum. Mudah dijangkau dan selalu
tersedia. Dilengkapi dengan gelas atau wadah minum lainnya.
13. Ruang istirahat. Disediakan atau diganti dengan area istirahat. Dilengkapi dengan fasilitas
P3K dan toilet serta dipasangi tanda dilarang merokok.
14. Kantin. Terpisah dari area kerja. Dilengkapi meja dan kursi yang nyaman. Dilengkapi dengan
bak cuci atau tempat pencucian peralatan makan. Harus selalu rapi dan bersih. Dilengkapi
juga dengan lemari pendingin untuk mejaga agar makanan tetap segar. Memiliki alat untuk
memanaskan makanan.1,5
Tersier
Yang masuk dalam pencegahan tersier adalah surveilans kesehatan kerja. Dalam
surveilans kesehatan kerja dilakukan pemantauan terhadap kondisi kesehatan pekerja dan
lingkungan pekerja. Manfaat program surveilans bagi kesehatan pekerja, yaitu8
- Mengukur besarnya masalah kesehatan dan pajanan
- Mengidentifikasi kelompok yangg beresiko
- Memonitor waktu dan trend masalah kesehatan dan pajanan
- Mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan faktor resiko dari masalah kesehatan
- Sebagai sumber data untuk menemukan hubungan sebab akibat yang sebelumnya tidak
dapat diidentifikasi.5
Sistem Manejemen Kesehatan Keselamatan Kerja (SMK3)
SMK3 diatur dalam Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja. Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Tujuan Sistem Manajemen
K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif. Tujuan Umum K3 sesuai gdn UU No.1 th 1970 adalah:
a. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya
sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktifitas kerja.
28
b. Melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja yang selalu dalam keadaan selamat
dan sehat
c. Melindungi bahan dan peralatan produksi agar di capai secara aman dan efisien.
Tujuan khusus:
1. Mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja kebakaran, peledakan dan PAK (Penyakit
Akibat Kerja).
2. Mengamankam mesin, instalasi, pesawat, alat, bahan dan hasil produksi.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara pekerjaan
dengan manusia atau antara manusia dengan pekerjaan.
Alasan Penerapan SMK3
Karena SMK3 bukan hanya tuntutan pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia internasional saja
tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi
pekerjanya. Selain itu penerapan SMK3 juga mempunyai banyak manfaat bagi industri antara
lain:
Manfaat Langsung:
a. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.
b. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
c. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman
dalam bekerja.
Manfaat tidak langsung :
a. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.
b. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.
c. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat
semakin lama
Dasar Hukum SMK3 menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1970
Pasal 3 ayat 1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberi pertolongan pada kecelakaan
e. Memberi alat-alat pelindung diri kepada pekerja
f. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, pskikis, keracunan,
infeksi dan penularan
g. Dan lain-lain
29
Sesuai Pasal 3 Permenaker 05/MEN/1996, perusahaan yang mempekerjakan minimal 100 tenaga
kerja dan atau ada potensi bahaya ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat
kerja, wajib menerapkan SMK3.5
Alat Pelindung Diri
Peralatan Perlindungan Diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya
dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang disekelilingnya. Alat-
alat demikian (APD) harus memenuhi persyaratan:
1. Enak dipakai
2. Tidak mengganggu kerja
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya
Jenis-jenis Peralatan Perlindungan Diri dan Kegunaannya:
1) Alat Pelindung Kepala
a. Topi Pelindung, Pengaman (Safety Helmet) atau topi proyek
Melindungi kepala dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan terkena arus
listrik.
b. Alat Pelindung Muka & Mata berfungsi untuk melindungi muka dan mata dari:
i. Lemparan benda-benda kecil.
ii. Lemparan benda-benda panas.
iii. Pengaruh cahaya.
iv. Pengaruh radiasi tertentu.
c. Alat Pelindung Telinga (ear plug). Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja
di tempat yang bising.
2) Alat pelindung pernapasan
Memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya seperti:
a. kekurangan oksigen
b. pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam)
c. pencemaran oleh gas atau uap
3) Alat Pelindung Tangan
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat
mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di esuaikan dengan fungsi
masing-masing pekerjaan.
4) Alat Pelindung Kaki
30
Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat.
Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam
atau berat, benda panas, cairan kimia, dan sebagainya.
5) Pakaian Pelindung. Berfungsi melindungi tubuh dari percikan air, bunga api, dan sebagainya
saat bekerja.
6) Safety Belt
Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada
pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler dan harus dapat menahan
beban sebesar 80 Kg. Jenis- jenisnya :
a. Penggantung unifilar
b. Penggantung berbentuk U Gabungan penggantung unifilar dan bentuk U
c. Penunjang dada (chest harness)
d. Penunjang dada dan punggung (chest waist harness)
e. Penunjang seluruh tubuh (full body harness)
Kesimpulan
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja bisa muncul dalam suatu perusahaan apabila tingkat
keamanan, sanitasi, gizi pekerja, dan pengetahuan dari pekerja buruk. Hal ini perlu ditinjau
kembali agar tingkat produktivitas dalam suatu perusahaan bisa meningkat. Yang perlu dilakukan
adalah dengan melakukan surveilans, mengontrol berbagai hazard yang bisa saja terjadi dalam
perusahaan, memberikan gizi yang baik bagi para pekerja, dan mengatur komunikasi yang baik.
Pengetahuan dari dokter perusahaan sangat dibutuhkan dalam bidang ini, agar masalah dalam
perusahaan tersebut dapat ditangani sehingga angka kecelakaan dan absensi pekerja dapat
diturunkan dan produktivitas perusahaan bisa meningkat.
Daftar Pustaka
1. McKenzie, F James. Kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dalam Kesehatan
Masyarakat. Dalam: McKenzie, F James. Kesehatan keselamatan kerja. Edisi ke-4. Jakarta:
EGC;2007.h.615-20.
2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Penerbit PT Yarsif Watampone;
2009.h.355-361.
3. Dainur. Higine perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja (hiperkes). Dalam: Editor:
Jonathan Oswari, ed. Materi-materi pokok ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Widya
Medika;2003.h.71-8.
4. Ridley J. Kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga, 2008.h.84-95.
31
5. Suardi R. Sistem manajemen K3 dan manfaat penerapannya. Dalam: Suardi R. Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatam Kerja. Jakarta: Penerbit PPM, 2007. h.15-24.
32