fraktur collum femur
DESCRIPTION
PBL MuskuloskeletalTRANSCRIPT
MAKALAH PLENO PBL
BLOK 15
MUSKULOSKELETAL - 2
KELOMPOK E4
Shylfera Rahmi 102009227
Bodi Eko Febrianto 102011166
Andi Siti Hardiyanti 102011165
Anesty Claresta 102011223
Debby Mariane Lumban Tobing 102011050
Randy Arnold 102011074
Roswitha Desiana Sari Gesi 102011375
Jorgi Neforinaldy M 102011390
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
April 2013
1
Pendahuluan
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung
organ tubuh. Tulang juga memungkinkan gerakan dan dapat berfungsi sebagai
tempat penyimpanan garam mineral, tetapi fungsi-fungsi dari tersebut bisa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan yang menyebabkan patah tulang atau fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh trauma, baik langsung maupun tidak langsung. Fraktur collum femur merupakan
fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur. Yang termasuk collum femur
adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari
intertrokanter.1
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan
mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa
nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak
nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh
emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan
pengertian nyeri.
Skenario
Seorang wanita berusia 60 tahun, dibawa ke UGD RS dengan keluhan sangat nyeri pada
panggul kanan setelah jatuh di kamar mandi 2 jam yang lalu. Pasien tersebut terpeleset
sehingga terjatuh menyamping ke kiri dan pangkal paha kanannya membentur lantai. Setelah
terjatuh, pasien tidak dapat bangun untuk berdiri atau berjalan. Pada pemeriksaan fisik, tanda-
tanda vital dalam batas normal, tampak edema pada panggul kanan, ekstremitas bawah sebelah
kanan tampak lebih memendek dan berada pada posisi eksternal rotasi, sangat nyeri saat
dipalpasi, tidak dapat digerakkan baik aktif maupun pasif.
Rumusan masalah pada scenario ini adalah wanita 60 tahun terjatuh dengan pangkal paha
membentur lantai.
Hipotesis dari scenario ini wanita 60 tahun dengan pangkal pahanya membentur lantai diduga
mengalami fraktur collum femur.
2
Analisis Masalah
Anamnesis
Anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis ini meliputi identitas
pasien, usia, pekerjaan, dll. Setelah itu menanyakan keluhan utama pasien. Pada scenario ini
terjadi gangguan system musculoskeletal, biasanya pada system ini keluhan yang terjadi adalah
nyeri hebat yang dirasakan oleh pasien. Perlu ditanyakan lokasi di mana terjadinya nyeri, onset,
durasi, sudah berapa lama mengalami nyeri dan apakah ada factor yang memperberat. Pasien
juga harus menceritakan bagaimana kejadian awal hingga terjadinya nyeri tersebut. Dokter juga
harus menanyakan apakah ada gejala dan keluhan penyerta lain seperti demam, penurunan BB,
mudah lelah, dan gejala sistemik lainnya. Selain itu harus juga ditanyakan kepada pasien tentang
riwayat penyakit sebelumnya, riwayat traum, aktivitas dan diet sehari-hari.
Pemeriksaan Fisik
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan untuk menggunakan anggota gerak.
3
Wanita 60 thn,terjatuh dan
pangkal paha kanan
membentur lantai
Pencegahan
Pemeriksaan
Penunjang
Penatalaksanaan
EtiologiEpidemiolo
gi
Patofisiologis
Gejala klinis
Komplikasi
WD/DD
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis
Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain.2
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau perdarahan.
Sangat penting juga untuk diselidiki apakah ada kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak,
sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen.
a. Inspeksi (look)
Pada inspeksi perlu dibandingkan ekstremitas yang sakit dengan bagian yang sehat.
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan dan dilihat adanya tanda-tanda anemia bila
terjadi pendarahan. Harus juga diketahui apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak
untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi,
rotasi dan pemendekan. Lalu perlu dilakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain.2,3
b. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan. Nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tungkai.
4
c. Pergerakan (move)
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur,
setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan
secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pemeriksaan secara radiologi. Proyeksi
anteroposterior dan lateral, kadang-kadang diperlukan axial. Pada proyeksi anteroposterior,
kadang-kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu perlu
ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial.
Foto Rontgen
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted,
untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk
bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris
dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser
(stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang
bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.4
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam
pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan
setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya
pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur.4 Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang
merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang
menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis.
Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
harus dilakukan.
5
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24
jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul sebagai
garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah
studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto
rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan
akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.4
Pada pemeriksaan ini, perlu diketahui jenis-jenis fraktur:
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat,
yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.5
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
• Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser
dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
• Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
6
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis patah obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi.5
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga
disebut di lokasi fragmen.5
Working Diagnosis dan Differential Diagnosis
WD : Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur. Yang termasuk collum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput
femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrochanter. Fraktur leher femur sering terjadi
pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause
Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan. Jarak
antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek karena trokanter terletak
lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke cranial.6
DD : Fraktur dislokasi caput femur, fraktur femur dextra 1/3 proksimal.
Fraktur Dislokasi Caput Femur.
7
Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimana caput femur keluar dari socket nya pada
tulangpanggul (pelvis). Penyebabnya adalah trauma dengan gaya/tekanan yangbesar seperti
kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabarak mobil, atau jatuh dari ketinggian.
Pada dislokasi ini sering juga disertai dengan terjadinya fraktur pada acetabulum
Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatik, nampak dengan
pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi pinggul, adduksi, dan rotasi
internal. Adanya caput femoris kadang-kadang dapat dipalpasi pada bokong ipsilateral. Hal ini
dapat diandalkan pada pasien dengan dislokasi pinggul sederhana, kehadiran patah tulang pada
femur ipsilateral atau pelvis dapat secara dramatis mengubah posisi pasien yang ditunjukan
pasien.6
Fraktur Femur Dextra 1/3 proksimal
Fraktur femur 1/3 proximal adalah fraktur yang terjadi akibat terputusnya jaringan
kontinuitas pada regio seperti 1/3 proximal femur sinistra dan terjadi kerusakan jaringan lunak
meliputi struktur otot dan neurovaskuler.6 Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan pantir mendadak bahkan kontraksi otot ekstrim. Untuk mengetahui fraktur ini
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti rontgen, karena gejala klinis dari luar tidak dapat
membuktikan secara langsung lokasi fraktur.
Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak
juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
8
kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.7
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari
tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq
pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai terpisah
Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan
berulang – ulang atau saat bertugas kemiliteran.
Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau
kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).7
Epidemiologi
Fraktur collum femur merupakan cedera yang banyak dijumpai pada pasien usia tua dan
menyebabkan morbiditas serta mortalitas. Dengan meningkatnya derajat kesehatan dan usia
harapan hidup, angka kejadian fraktur ini juga ikut meningkat. Fraktur ini merupakan penyebab
utama morbiditas pada pasien usia tua akibat keadaan imobilisasi pasien di tempat tidur.
Rehabilitasi membutuhkan waktu berbulan-bulan. Imobilisasi menyebabkan pasien lebih senang
berbaring sehingga mudah mengalami ulkus dekubitus dan infeksi paru. Angka mortalitas awal
9
fraktur ini adalah sekitar 10%. Bila tidak diobati, fraktur ini akan semakin memburuk. Fraktur
collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang
disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca
menopause.3
Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh
darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan
jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler
dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya.3
Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan
endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara
bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu
sel yang melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis
dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling
menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah
tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini
kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah
menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan.
Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto
rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan
kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.
Gejala Klinis
Gejala klinis dari fraktur collum femur ini adalah nyeri terus menerus dan bertambah
beratnya sampai tulang dismobilisasi. Dapat juga terjadi deformitas dimana daya tarik kekuatan
otot menyebbakan fragmen tulang berpindah dari tempatnya. Terjadi perubahan kesimbangan
dan kontur terjadi, seperti :
10
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang.
Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur.2,3 Dapat juga ditemukan krepitasi, teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Terjadi pembengkakan lokal dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. Bengkak muncul secara cepat dari
lokasi dan ekstravasasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. Selain itu
juga terdapat ekimosis dari perdarahan subculaneous, spasme otot (spasme involunters
dekat fraktur), kehilangan sensasi, pergerakan abnormal, dan syok hipovolemi.3
Penatalaksanaan
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan skin traksi dengan metode Buck
extension.atau dilakukan dengan pemakaian Thomas spint, tungkai di traksi dalam keadaan
ekstensi. Tujuan ‘skin traksi’ untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan yang lebih
lanjut jaringan lunak sekitar daerah yang patah.Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih
pengobatan non-operatif atau operatif.
1. ‘Fraktur Reduction’
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali
secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi
pembedahan, seringkali memasukkan internal fiksasi terhadap fraktur dengan
kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Tipe lokasi fraktur
tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
a. Pembalutan (gips)
b. Eksternal Fiksasi
c. Internal Fiksasi
11
d. Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
Imunisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic
Immobilisasi.
Fiksasi pada fraktur (Tindakan bedah)
Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang
cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi
mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan
radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang
karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta
kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi cukup cepat untuk
meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur.Kerugian meliput anestesi,
trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal,
tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan.Comminuted fracture paling
baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat pada pemeriksaan
radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan
intramedullary nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.
Intervensi dan Implementasi non medika mentosa pada pasien, pasca operasi:
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
12
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat
dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari
enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup
mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan
atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
- perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan
13
untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan
secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan
tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan
steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit
normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
14
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya
luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan
fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
15
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria Hasil :
- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen
perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
16
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan
dari tindakan yang dilakukan.
Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi local pada system vaskuler seperti compartment syndrome
(Volkmann ischemia) dantrauma vaskuler (trauma pembuluh darah. Selain itu dapat juga terjadi
komplikasi pada system neurologis seperti lesi medulla spinalis atau saraf perifer. Selain
komplikasi local dapat juga terjadi komplikasi sistemik yaitu emboli lemak.2
Pada fraktur juga sering ditemukan komplikasi lanjut seperti :
a. Delayed union: fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4 bulan.
b. Nonunion: apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya
nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.
c. Malunion: bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka diperlukan
pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi sering ditemukan. Malunion juga
menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga dieprlukn koreksi berupa osteotomi.
d. Kaku sendi lutut: setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan pada sendi
lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi intrmuskuler. Hal
ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e. Disuse atrofi oto-otot
f. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
g. Osteporosis post trauma.3
17
Prognosis
Kecepatan sembuh dari fraktur dipengaruhi oleh usia, tempat dan tenaga fisik lokal pada
fraktur. Jika terdapat kompresi ujung fraktur (lempeng kompresi, memikul berat badan dalam
fraktur ekstremitas bawah), pematangan kalus fraktur dipercepat. Jika tidak ada gerakan, maka
sel mesemkim primitif dapat berdiferensiasi ke dalam rawan daripada tulang. Jika gerakan tidak
berlebihan, maka kalsifikasi rawan diikuti oleh osifikasi endokondral dalam penyembuhan akhir.
Tetapi jika terdapat gerakan berlebihan yang kontinyu, maka dapat timbul celah yang
mengakibatkan pseudoartrosis. Distraksi berlebihan tersebut dapat menghasilkan jaringan fibrosa
yang dapat mengakibatkan non-union pada fraktur.
Pencegahan
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur
disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada
dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap
peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau
mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman
keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.3
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih serius dari
terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada
penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah
bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan
klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan
dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah
yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian
dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.7
Pencegahan Tersier
18
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk
menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan
jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis
diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan
mobilisasi seperti biasanya.3 Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau
tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi
gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri,
latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan
aktivitas ringan secara bertahap.2
Kesimpulan
Pada scenario ini wanita berusia 60 tahun mengalami fraktur pada collum femoris dextra.
Fraktur ini terjadi akibat trauma yang disebabkan saat terjatuh. Fraktur ini ditandai dengan
adanya Pada wanita usia 60 tahun ini juga mungkin terdapat osteoporosis yang dapat
memudahkan terjadinya fraktur. Jadi, hipotesis diterima.
Daftar Pustaka
1. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2006.p.85
2. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7.
3. Anonim. Fraktur collum femur. In: Mansjoer A,Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita
selekta kedokteran. Edisi ke-3 (2). Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000.p.355-6.
4. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.p.31.
5. Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the
Injured Patient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker;2006.
6. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2004.
7. Anonim. Fraktur. In: Sjamsihidajat, Jong WD, editors. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.p.881.
19
20