fraktur antebrachii dextra 1
DESCRIPTION
b15TRANSCRIPT
Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1/3 tengah dengan Compartment
Syndrome
Marcella Arista
102013113
Fakultas Kedokteran UKRIDA
e-mail : [email protected]
Skenario
Seorang laki – laki berusia 18 tahun dibawa ke UGD RD dengan keluhan nyeri pada lengan
kanannya setelah terjatuh dari sepeda motornya 1 hari yang lalu. Setelah kecelakaan
tersebut, keluarga pasien membawanya ke dukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke
UGD, pasien mengeluh lengan kanannya sangat nyeri dan tangan kanannya terasa baal.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan sebelum dimulai pemeriksaan fisik. Anamnesis yang dilakukan pada
pasien sesuai dengan skenario:
Keluhan utama :
- Nyeri dan rasa baal pada lengan kanan
Riwayat penyakit sekarang
- Sejak kapan nyeri?
- Intensitas nyeri?
- Onset nyeri?
- Gerakan yang tidak bisa dilakukan?
- Apakah ada rasa baal?
- Apakah pernah terjatuh?
- Apakah nyeri disertai bengkak dan kekakuan?
- Apakah ada keluhan lain seperti demam, penurunan berat badan dan
muntah ?
- Sudah ada tindakan mengatasi nyeri?
Riwayat penyakit dahulu
- Ada pernah mengalami hal serupa?
- Apa ditempat nyeri pernah mengalami cedera sebelumnya?
- Apa ditempat nyeri pernah dilakukan operasi sebelumnya?
Riwayat penyakit keluarga
- Apakah dikeluarga pernah merasakan hal serupa?
Pemeriksaan fisik1,2
Setelah dilakukan anamnesis, maka dilakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda
klinis penyakit. Disesuaikan dengan kasus, pasien mengalami nyeri pada lengan kanan,
maka pemeriksaan fisik dilakukan pada ekstermitas atas.
TTV. Pada kasus, didapatkan TTV dalam batas normal.
Inspeksi. Dilakukan untuk mencari apakah terdapat pembengkakan, kelainan otot, benjolan,
angulasi, rotasi, perubahan warna kulit, pelebaran pembuluh darah, deformitas.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua lengan untuk perbandingan. Pada kasus, didapatkan
adanya edema pada region antebrachii dekstra 1/3 tengah, hyperemis dan deformitas.
Palpasi. Dilakukan untuk mencari apakah ada nyeri tekan, benjolan, merasakan pulsasi,
dislokasi tulang, pembengkakan sendi. Pada kasus, didapatkan nyeri tekan, krepitasi teraba,
pulsasi arteri radialis melemah.
Move. dilakukan untuk mengetahui apakah ada krepitasi pada daerah cedera, nyeri gerak,
dan functio laesa dari daerah yang cedera. Disesuaikan dengan kasus, didapatkan pasien
dapat menggerakan jari tangan, tetapi nyeri pada posisi ekstensi.
Pemeriksaan sensoris. Dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat lesi pada
N. ulnaris. Dilakukan pemeriksaan pada digiti IV medial dan digiti V pada
palmar dan dorsum
N. Radialis. Dilakukan pemeriksaan pada digiti I – IV lateral pada bagian
dorsum
N. Medianus. Dilakukan pemeriksaan pada digiti I – IV lateral pada bagian
palmar.
Pemeriksaan penunjang2
Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium ini penting untuk mengetahui adanya
infeksi atau komplikasi yang terjadi.
Pada pemeriksaan lab, dapat dilakukan
Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Kreatinin. Meningkat pada trauma otot.
Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mentukan lokasi dan luasnya
trauma. pada rontgen X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
Untuk x-ray, pemeriksa harus menerapkan rules of two untuk mengurangi persentase
kesalahan dalam menegakan diagnosis sekecil mungkin. Rules of two terdiri dari :
- 2 posisi anteroposterior dan lateral
- 2 sendi pada sendi atas dan bawah pada tulang yang patah
- 2 ekstremitas kanan dan kiri, khususnya pada anak-anak dimana masih
mempunyai lempeng pertumbuhan agar diagnosis tidak tertukar dengan
celah lempeng pertumbuhan.
- 2 kali (untuk memastikan fraktur tidak berubah dalam 1 minggu)
Karena pada anak-anak yang lempeng epifisisnya masih terbuka sulit
dibedakan dengan fraktur greenstick
Working diagnosis
Fraktur tertutup antebrachii dextra 1/3 tengah dengan compartment syndrome
Fraktur3-4
Putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi.
Fraktur dapat terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan
yang sedang pada tulang yang terkena penyakit (fraktur patologis), misalnya osteoporosis.
Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan
dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatik.
Berdasarkan jenisnya, fraktur dapat dibedakan menjadi :
Fraktur tertutup. Jika tidak ada hubungan antara tulang dengan dunia luar
Fraktur terbuka. Jika terdapat hubungan antara tulang degnan dunia luar dikarenakan
adanya luka. Fraktur ini dibagi menjadi tiga berdasarkan dari jenis lukanya
o Tipe I : jika terdapat luka kecil < 1cm, kerusakan jaringan lunak minim, luka
bersih dan bukan fraktur kominutif
o Tipe II : jika terdapat luka sebesar 1 – 10 cm, kulit pada bagian luka tidak
hilang, cedera jaringan lunak tidak banyak.
o Tipe III : jika terdapat luka besar >10 cm, adanya kerusakan kulit dan jaringan
lunak yang hebat hingga kerusakan vaskuler. Tipe III dibagi lagi menjadi 3
macam,:
IIIA jika terdapat luka besar tetapi kulit masih dapat menutup luka tersebut
IIIB jka terdapat luka besar tetapi kulit tidak bisa menutup luka tersebut
IIIC jika terdapat kerusakan neurovascular.
berdasarkan sebabnya dapat dibedakan menjadi:
Fraktur patologik. Fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor atau proses patologik lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan
densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor primer
atau tumor metastasis. Contohnya adalah osteoporosis, TBC tulang, infeksi dan tumor.
Fraktur trauma. Fraktur yang paling sering terjadi di kehidupan sekitar. Dimana fraktur ini
terjadi karena terjadinya benturan keras seperti pada kecelakaan.
Fraktur stress. Dapat terjadi pada tulang normal akibat stress tingkat rendah yang berulang
atau berkepanjangan. Fraktur stress juga disebut fraktur kelelahan (fatigue fracture),
biasanya terjadi akibat peningkatan drastic tingkat latihan pada seorang atlit, atau pada
permulaan aktifitas fisik yang baru. Karena kekuatan otot meningkat secara lebih cepat
dibandingkan kekuatan tulang, maka individu dapat merasa mampu berprestasi melebihi
sebelumnya walaupun tulang-tulang mereka mungkin tidak dapat menunjang peningkatan
tekanan.
Berdasarkan jumlah garis patahan :
Fraktur kominutif. Dimana karena energy yang mengenai tulang sangatlah kuat, tulang
tidak hanya mengalami fraktur komplit, tetapi nisa saja terjadi fraktur kominutif (remuk)
yaitu terdapat garis patah lebih dari satu dan semuanya saling berhubungan.
Fraktur segmental. Terdapat garis patahan lebih dari satu tetapi tidak saling berhubungan.
Fraktur multiple. Terdapat garis patahan lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya. Contohnya adalah fraktur femur, fraktur cruris dan fraktur tulang belakang.
Fraktur simple. Pada fraktur simple ini hanya ada dua fragmen tulang. Pola garis patahan
fracture simple hanya tiga yaitu transversal, oblique, dan spiral.
Berdasarkan posisinya dibedakan menjadi
Fraktur undisplaced (tidak bergeser). Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteumnya masih tetap utuh.
Fraktur displaced (bergeser). Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut
dislokasi fragmen.
Berdasarkan keadaanya dibedakan menjadi
Fraktur komplit. Garis patah melalui seluruh penampang tulang.
Fraktur inkomplet. Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti : hairline
fracture, buckle fracture, greenstick fracture.
Gejala Klinis fraktur 2,3
Nyeri. Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang
tidak bisa digerakkan.
Gangguan fungsi. Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan
cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut
saling berdekatan.
Deformitas/kelainan bentuk. Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata
pada ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah
lokasi fraktur.
Krepitasi. Suara kretek-kretek tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur
digerakkan.
Bengkak dan perubahan warna. Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur.
Fraktur pada Antebrachii4
Fraktur Colles. Patah terjadi metafisis distal radius. Kebanyakan dijumpai pada penderita-
penderita wanita > umur 50 tagun, karena tulang pada wanita > 50 tahun mengalami
osteoporosis post menapause.
Fraktur Smith. Merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar). Lebih jarang terjadi
dibandingkan colles fraktur. Banyak dijumpai pada penderita laki-laki muda. Garis patahan
biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
Fraktur Galeazzi. Merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal.
Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan
bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. Hal
ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-proksimal mengadakan
angulasi ke anterior.
Fraktur Montegia. Merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi
radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung. Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi
( lebih sering ) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi juga yang terjadi mendorong ulna ke arah
hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah
fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.
Tatalaksana fraktur3,6
Fraktur biasanya disertai trauma, maka perlu diperhatikan ABC (airway, breathing,
circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Penganganan fraktur merupakan tindakan
agresif, sehingga harus dilakukan secara cepat. Pada kecelakaan, golden periodnya adalah 1
– 6 jam. Jika lewat dari 6 jam, maka komplikasi dari infeksi akan segera menyebar dan
dapat menyebabkan edem di jaringan lunak.
Medika – mentosa3,6
Pada kasus fraktur, pasien akan mengalami nyeri, terutama pada fraktur hebat. Rasa nyeri
dapat dibantu dengan pemberian obat – obat analgesic asetaminofen 500mg, bila respon
tidak kuat dapat ditambahkan kodein 10mg. Langkah selanjutnya adalah dengan
menggunakan NSAID seperti ibuprofen 400mg 3 kali sehari.
Non medika mentosa3,6
Pada pengobatan non medika mentosa dapat dilakukan secara konsrvatif maupun operatif.
Terapi konservatif. Tujuan dari terapi ini adalah untuk mengurangi nyeri serta membatasi
intervensi dari luar dan juga mencegah terjadinya gangguan pemulihan terhadap daerah
yang cedera. Dapat dilakukan :
- Proteksi. Seperti pemasangan mitella
- Imobilisasi tanpa reposisi. Pemasangan gips
- Imobilisasi dengan reposisi. Pemasangan gips dan reposisi dapat
dilakukan dengan anestersi umum / local
- Traksi. Reposisi secara perlahan.
Terapi operatif. Terdiri dari reposisi terbuka fiksasi interna, reposisi tertutup dengan
konsrol radiologis diikuti fiksasi eksterna.
Pada fraktur terbuka harus diberikan toksoid, ATS, antibiotic spectrum luas dosis tinggi
untuk bakteri gram positif dan negative.
Komplikasi fraktur3-5
Komplikasi dini
- Kehilangan darah,
- Infeksi,
- Emboli paru,
- Gagal ginjal,
- Sindrom kompartemen.
Komplikasi lanjut
- Non-union, delay union, dan malunion menimbulkan deformitas atau
hilangnya fungsi.
- Pertumbuhan terhambat,
- Artritis,
- Distrofi simpatik (refleks) pascatrauma.
Emboli lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak
dapat timbul akibat pajanan sum-sum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf
simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma.
Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru
dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.
Compartment syndrome2,6
Merupakan peningkatan tekanan intra compartement (Osteofascial compartement) pada
cruris atau pada Antebrachii akibat peningkatan permeabilitas sesudah terjadinya trauma,
menyebabkan odema dan menghalangi aliran arteri yang menyebabkan ischemia jaringan
yang diikuti gejala klinis 5 P (Pulseless, Pale, Pain, Paraestesi, Paralyse). Compartment
syndrome ada yang akut dan kronis
Compartment syndrome akut. Terjadi jika terdapat luka cukup berat, biasa pada luka
fraktur. Pada akut membutuhkan pembedahan untuk mengatasi ini (fasciotomy). Jika tidak
ditangani, maka dapat menyebabkan luka permanen pada jaringan dan saraf. Gejalanya:
- Nyeri sangat hebat
- Penggunaan otot yang bersangkutan akan terasa nyeri
- Kadang terdapat rasa terbakar pada kulit
- Otot kencang. Kulit akan terlihat mengkilat dan merah
- Rasa baal merupakan gejala akhir dari compartment syndrome.
Biasanya menandakan sudah terjadi lesi permanen dari jaringan.
Compartment syndrome kronis. Bukan merupakan keadaan emergensi dan biasa dialami
oleh atlet. Sering terjadi di kaki. Rasa nyeri dan pembengkakan biasa terjadi karena
olahraga. Atlet – atlet yang biasa melakukan gerakan repetitive seperti berenang, bersepeda
dan berlari lebih sering terkena compartment syndrome kronis. Biasanya tidak berbahaya
dan dapat diatasi dengan berhenti beraktivitas. Pengobatan bisa diberikan anti-inflamasi,
fisioterapi, istirahat dan menghindari melakukan aktivitas yang menyebabkan compartment
syndrome ini. Jika pengobatan non-operatif ini gagal, maka tatalaksana sama dengan
compartment syndrome akut. Gejalanya:
- Kesemutan
- Kesusahan menggerakan kaki
- Otot terlihat menonjol
Prognosis
Pada kasus fraktur, hasil prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan dan cepatnya
penanganannya cepat. Penanganan yang terlalu lama akan memperburuk prognosa kasus
fraktur. Penanganan yang cepat dan tepat akan memberikan hasil prognosa yang baik.
Penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya dibanding penderita
dengan usia lanjut.
Kesimpulan
Fraktur merupakan salah satu kasus tersering pada kasus musculoskeletal. Fraktur dapat
disebabkan karena adanya trauma, ataupun karena faktor patologis yang menyebabkan
tulang gampang patah.
Pada fraktur tertutup dapat disertai adanya kerusakan jaringan lunak dan bisa muncul
compartment syndrome. Yaitu keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan pada fascia
sehingga menyebabkan keadaan hipoksia pada otot dan saraf.
Daftar pustaka
1. Gleadle J. At a glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga;2007.
2. Rasjad C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi III. Makassar: Yarsif
Watampone;2007.
3. Shenoy RM. Essential of orthopedics. 2nd edition. New delhi : jaypee brother medical
publisher ; 2014.
4. Simbardjo D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2003.
5. Corwin EJ. Buku saku patofosiologi. Ed 3. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC;
2009.
6. Editor : Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC; 2005.
7. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2011.p.210, 218