fisiologi kornea

13
KERATITIS dan TES FLOURESEIN Fisiologi Kornea Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan "jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau flsik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cidera pada epitel hanya menyebabkan edema local sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata p , rakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor- faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk merr[riertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh, dan 1

Upload: ardner-fariadi

Post on 01-Jul-2015

874 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fisiologi Kornea

KERATITIS dan TES FLOURESEIN

Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan "jendela” yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya

yang uniform, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi

relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada

endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting

daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau flsik

pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel

endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,

cidera pada epitel hanya menyebabkan edema local sesaat stroma kornea yang akan

menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata

p,rakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan

langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial

untuk merr[riertahankan keadaan dehidrasi.

Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat

melalui epitel utuh, dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh.

Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut air

sekaligus.

Kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisial

maupun dalam (benda acing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis

interstisial), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat

oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap

sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan mem-

biaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan,

terutama kalau letaknya di pusat.

Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang

sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi

1

Page 2: Fisiologi Kornea

pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit

kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini,

yang juga merupakan tanda diagnostik berharga.

Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea,

umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.

Keratitis Bakterialis

Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya

bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang

disebabkan bakteri oportunistik (mis., Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphy-

lococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-

chelonei), yang menimbulkan ulkus kornea indolen yang cenderung menyebar

perlahan dan superfisial.

Ulkus Kornea Pneumokokus

S pneumoniae masih tetap merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak

bagian dunia. Sebelum tindakan dakriosistorhinostomi populer„ ulkus

pneumokokus sering terdapat pada pasien dengan sumbatan duktus na-

solakrimalis.

Ulkus kornea pneumokokus biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi

pada kornea yang lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus

berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari

tempat infeksi ke sentral kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan

infiltrasi sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. (Efek merambat ini

menimbulkan istilah "ulkus serpiginosa akut".) Lapis superfisial kornea adalah

yang pertama terlibat, kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus

sering bening. Biasanya ada hipopion. Kerokan dari tepian depan ulkus kornea

pneumokokus mengandung diplokokus berbentuk-lancet gram-positif.

Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di

tempat epitel kornea yang retak. Nyeri yang sangat biasanya menyertainya. Lesi

2

Page 3: Fisiologi Kornea

ini cenderung cepat menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim protcolitik

yang dihasilkan organisme ini. Meskipun pada awalnya superfisial, ulkus ini

dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat hipopion besar yang

cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat dan eksudat mungkin

berwarna hijaukebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan organisme dan

patognomonik untuk infeksi P aeruginosa.

Pseudomonas adalah penyebab umum ulkus kornea bakteri. Kasus ulkus kornea

Pseudomonas dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau penggunaan lensa kontak

lunak, terutama yang dipakai agak lama. Ulkus kornea yang disebabkan

organisme ini bervariasi dari yang sangat jinak sampai yang menghancurkan.

Organisme itu ditemukan melekat pada permukaan lensa kontak lunak. Beberapa

kasus dilaporkan setelah penggunaan larutan lorescein atau obat tetes mata yang

terkontaminasi.

Keratitis Fungi

Ulkus kornea fungi, yang pernah banyak dijumpai pada para pekerja

pertanian, kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan, dengan

dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era

kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul bila stroma kornea kemasukan

sangat banyak organism, suatu peristiwa yang masih mungkin timbul di daerah

pertanian. Mata yang belum terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi

masukan organisme sedikit-sedikit, seperti lazimnya terjadi pada penduduk

perkotaan.

Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,

peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit

(umumnya infiltrate di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi

utama dan sering juga lesi satelit merupakan plak endotel dengan tepian tidak

teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat

dan abses kornea.

Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organisme oportunis seperti

Candida, Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan lain-lain.

3

Page 4: Fisiologi Kornea

Tidak ada ciri khas yang membedakan macam-macam ulkus fungi ini.

Kerokan dari ulkus kornea fungi, kecuali yang disebabkan Candida,

mengandung unsur-unsur hypha; kerokan dari ulkus Candida umumnya

mengandung pseudohyphae atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-

kuncup khas.

Keratitis Virus

Keratitis Herpes Simpleks

Keratitis herpes simpleks ada dua bentuknya: primer dan rekurens. Keratitis

ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea

paling umum di Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis,

yang memiliki ciri-ciri imunologik dan patologik sama, juga perjalanan

penyakitnya. Perbedaan satu-satunya adalah bahwa perjalanan klinik keratitis

dapat berlangsung lama karena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga

menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler HSV

pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes

yang secara imunologik tidak kompeten, termasuk pasien yang diobati dengan

kortikosteroid topikal, perjalanannya mungkin menahun dan dapat merusak.

Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah respons imunologik

terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus, namun sekarang

makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat timbul di

dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel, selain di jaringan lain dalam

segmen anterior, seperti iris dan endotel trabekel. Ini mengharuskan penilaian

kemungkinan peran relatif replikasi virus dan respons imun hospes sebelum dan

selama pengobatan terhadap penyakit herpes. Kortikosteroid topikal dapat

mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang

terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal,

harus ditambahkan obat anti-vius. Setiap pasien yang memakai kortikosteroid

topikal selama pengobatan penyakit mata akibat herpes harus dalam pengawasan

seorang oftalmolog.

Studi serologik menunjukkan bahwa hampir semua orang dewasa

4

Page 5: Fisiologi Kornea

pernah terpajan virus ini, namun tidak sampai menimbulkan gejala klinik

penyakit. Sesudah infeksi primer, virus ini menetap secara laten di ganglion

trigeminum. Faktor-faktor yang mempengaruhi kambuhnya penyakit ini, termasuk

lokasinya, masih perlu diungkapkan. Makin banyak bukti menunjukkan bahwa

beratnya penyakit, sekurang-kurangnya untuk sebagian, tergantung pada jenis

virusnya. Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan HSV tipe 1 (penyebab

herpei labialis), namun beberapa kasus pada bayi dan dewasi dilaporkan

disebabkan HSV tipe 2 (penyebab genitalis). Lesi kornea kedua jenis ini tidak

dapat bedakan.

Kerokan dan lesi epitel pada keratitis HSV dan cairn dari lesi kulit mengandung

sel-sel raksasa multinuclear. Virus ini dapat dibiakkan pada membran korio-

allantcs embrio telur ayam dan banyak jenis sel jaringan lain. Misalnya, sel

HeLa, dan terbentuk plak-plak khas. Namun kebanyakan kasus, diagnosis dapat

ditegakkan sec klinik berdasarkan ulkus dendritik atau geografik khan dan

sensasi kornea yang sangat menurun, bahkan sari, pai hilang sama sekali.

Keratitis Virus Varicella-Zoster.

Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk: primer

(varicella) dan rekurens (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada

varicella namun sering pada zoster oftalmik. Pada varicella (cacar air), lesi mata

umumnya pada kelopak dan tepian kelopak. Jarang ada keratitis (khan lesi stroma

perifer dengan vaskularisasi), dan lebih jarang lagi keratitis epitelial dengan

tanpa pseudodendrit. Pernah dilaporkan keratitis diskiformis, dengan uveitis

yang lamanya bervariasi.

Berbeda dari lesi kornea varicella yang jarang dan jinak, zoster oftalmik

relatif banyak dijumpai, kerapkali disertai keratouveitis yang bervariasi

beratnya sesuai dengan status kekebalan pasiennya. Meskipun keratouveitis

zoster pada anak umumnya tergolong penyakit jinak, pada orang dewasa

tergolong penyakit berat dan kadang-kadang berakibat kebutaan. Komplikasi

kornea pada zoster oftalmik dapat diperkirakan timbul jika terdapat erupsi

kulit di daerah yang di persarafi cabang-cabang nervus nasosiliaris.

5

Page 6: Fisiologi Kornea

Berbeda dari keratitis HSV rekurens yang umumnya hanya mengenai

epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya. Lesi

epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudodendrit linear

yang sedikit mirip dendrit pada keratitis HSV. Keceruhan stroma disebabkan oleh

edema dan sedikit infilmat sel yang pada awalnya hanya subepitelial. Keadaan

ini dapat diikuti penyakit stroma dalam, dengan nekrosis dan vaskularisasi.

Kadang-kadang timbul keratitis discifor-mis dan mirip keratitis disciformis

HSV. Kehilangan sensasi kornea selalu merupakan cirri mencolok dan sering

berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh. Uveitis

yang timbul cenderung menetap beberapa minggu sampai bulan, namun akhirnya

sembuh. Skleritis (sklerokeratitis) dapat menjadi masalah berat pada penyakit

VZV mata.

Acyclovir intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk

mengobati herpes zoster oftalmik, khususnya pada pasien yang kekebalannya

terganggu. Dosis oralnya adalah 800 mg lima kali sehari untuk 10-14 hari. Terapi

hendaknya dimulai 72 jam setelah timbulnya kemerahan (rash). Peran anti-virus

topikal kurang meyakinkan. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk

mengobati keratitis berat, uveitis, dan glaukoma sekunder. Penggunaan

kortikosteroid sistemik masih kontroversial. Terapi ini mungkin diindikasikan

untuk mengurangi insidens dan hebatnya neuralgia pasca-herpes, namun

risiko komplikasi steroid cukup bermakna. Savangnya acyclovir sistemik hanya

sedikit berpengaruh terhadap timbulnya neuralgia pasta-herpes. Namun de-

mikian, keadaan ini sembuh-sendiri, dan menenangkan pasien dapat membantu

sebagai pelengkap analgetika

Keratitis Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat di dalam air

tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh

Acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna

lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.

6

Page 7: Fisiologi Kornea

Infeksi ini juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak, setelah

terpapar pada air atau tanah tercemar.

Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan

kliniknya, kemerahan, dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea

indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Bentuk-bentuk awal penyakit

ini, dengan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea, semakin

banyak ditemukan. Keratitis Acanthamoeba sering disalah-diagnosiskan

sebagai keratitis herpes.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas

media khusus. Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik

menampakkan adanya bentuk-bentuk amuba (kista atau trofozoit). Larutan dan

kotak lensa kontak harus dibiak. Sering bentuk amuba dapat ditemukan pada

larutan kotak penyimpan lensa kontak.

Diagnosis diferensial meliputi keratitis fungi, keratitis herpes, keratitis

mikobakterial, dan infeksi Nocardia dari kornea.

Pada tahap awal penyakit, debridement epitel ada faedahnya. Terapi

dengan obat umumnya dimulai dengan isethionate propamidine topikal

(larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomycin (Tabel 6-2 dan 63).

Biquanide polyhexamethylene (larutan 0,01-0,02%), dikombinasi dengan obat

lain atau sendiri, kini makin populer. Agen lain yang mungkin berguna adalah

paromomycin dan berbagai imidazole topikal dan oral seperti ketoconazole,

miconazole, dan itraconazole. Acanthamoeba spp mungkin menunjukkan

sensitivitas obat yang bervariasi dan dapat menjadi resisten terhadap obat.

Terapi juga dihambat oleh kesanggupan organisme membentuk kista di dalam

stroma kornea, sehingga memerlukan terapi yang lama. Kortikosteroid topikal

mungkin diperlukan untuk mengendalikan reaksi radang di dalam kornea.

Mungkin diperlukan keratoplasti pada penyakit yang telah lanjut untuk

menghentikan berlanjutnya infeksi atau setelah resolusi dan terbentuknya parut

untuk memulihkan penglihatan. Begitu organisme ini sampai di sklera, terapi

obat dan bedah tidak berguna lagi.

7

Page 8: Fisiologi Kornea

P E N G G U N A A N F L U O R E S E I N D I A G N O S T I K

Fluoresein memiliki sifat menyerap cahaya pada panjang gelombang

biru dan memancarkan fluoresensi hijau. Aplikasi fluoresein pada

mata dapat mengidentifikasi abrasi kornea (yaitu hilangnya sel epitel

permukaan) dan kebocoran akueous humor dari mata

Untuk memeriksa suatu abrasi:

· larutan lemah fluoresein diaplikasikan pada mata;

· mata diperiksa dengan cahaya biru;

· area abrasi akan berfluoresensi menjadi hijau terang.

Untuk menentukan apakah cairan bocor dari dalam mata (misal

setelah cedera tembus kornea):

· larutan fluoresein 2% yang tidak berfluoresensi diaplikasikan pada

mata;

· mata diperiksa dengan cahaya biru;

· pewarna, yang terdilusi oleh akueous yang bocor, menjadi

berwarna hijau terang ketika bercampur dengan fluoresein gelap.

8

Page 9: Fisiologi Kornea

(a) Abrasi kornea (lapisan epitel kornea telah rusak); (b) fluoresein mewarnai area yang rusak secara uniform; (c) kornea yang mengalami perforasi menyebabkan akueous bocor (kebocoron di sini dilindungi oleh lensa kontak lunak); (d) zat fluoresein berfluoresensi ketika terdilusi oleh akueous yang bocor.

9