filologi analisis naskah melayu

34

Upload: izan-bahdin

Post on 12-Aug-2015

71 views

Category:

Education


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filologi Analisis Naskah Melayu
Page 2: Filologi Analisis Naskah Melayu

TUGAS MATAKULIAH FILOLOGI

ANALISIS NASKAH MELAYU RIAU

“LANCANG KUNING”

BERDASARKAN TEORI STRUKTURALISME

NAMA : FARIZAN

N I M : 2014940007

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

UNIVERSITAS DR. SOETOMO

SURABAYA

2015

Page 3: Filologi Analisis Naskah Melayu

ANALISIS NASKAH MELAYU

“LANCANG KUNING”

BERDASARKAN TEORI STRUKTURALISME

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam ilmu filologi, naskah merupakan objek pengkajian utama. Naskah ini

berbentuk karya (tulisan) yang merupakan salah satu peninggalan kongret msa silam

suatu bangsa. Teks yang tertuang di dalam naskah diposisikan sebagai bahan analisis

dengan tujuan untuk mengungkapkan produk masa lampau yang berupa karya

(tulisan), mengungkapkan fungsi karya tulisan itu dalam masyarakat penghasil atau

ahli waris karya itu dan dalam masyarakat masa kini, serta mengungkapkan nilai-nilai

budaya yang terkandung dalam karya. Secara khusus tujuan studi filologi adalah

mengungkapkan sejarah perkembangan teks, mengungkapkan sambutan penerima

teks, dan menyajikan suntingan teks dalam bentuk yang dapat dibaca oleh masyarakat

masa kini.

Banyaknya naskah peninggalan dari budaya masa lampau Nusantara namun

sediktnya filologi yang mampu mengkaji teks naskah-naskah itu saat ini menjadi

permasalahan dalam mengungkapkan tujuan-tujuan dari studi filologi itu sendiri. Oleh

karena itu, perlu adanya pembelajaran untuk mengkaji teks dan naskah sehingga

diharapkan adanya ketertarikan untuk terus mengkaji teks dan naskah yang ada.

Meskipun dalam pengkajian ini haya sebatas analisis teks semata. Tetapi, paling tidak

telah ada usaha untuk mengkaji teks secara sederhana.

Pengkajian filologi tidak terlepas dari metode-metode yang terus berkembang.

Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan teori-teori sastra. Adapun

dalam makalah ini, metode pengkajian naskah adalah dengan sastra yang

menggunakan teori strukturalisme, yaitu salah satu pendekatan kesastraan yang

menekankan pada kajian hubungan antarunsur yang membangun sebuah karya sastra

yang bersangkutan.

Naskah yang dianalisis dalam makalah ini adalah naskah yang tumbuh dalam

masyarakat Melayu. Artinya naskah yang dimaksud berupa karya sastra yang tertulis

dengan Arab-Melayu. Dengan huruf “Arab-Melayu” dimaksudkan huruf Arab yang

digunakan untuk menulis bahasa Melayu. Naskah ini berjudul “Lancang Kuning”.

Page 4: Filologi Analisis Naskah Melayu

Naskah ini ditemukan penulis terdapat dalam sebuah buku pelajaran Sekolah

Menengah Pertama Negeri 2 Kundur Barat, Karimun, Kepulauan Riau. Meskipun

naskah ini terbilang muda, tetapi teks yang terdapat di dalamnya merupakan teks yang

sudah tua. Cerita ini dahulu sering disampikan secara lisan, kemudian mulai

dituliskan sehingga dapat diajarkan pada siswa untuk tetap mempertahankan

kabudayaan masa lampau. Selain siswa dapat mempelajari tulisannya, siswa juga

dapat mengenal sejarah yang terkandung di dalamnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat kita ketahui bahwa sedikit sekali orang-

orang yang ingin menganalisis naskah untuk mengungkap khasanah kebudayaan masa

lampau. Oleh sebab itu penulis ingin menganalisis naskah Melayu yang berjudul

“Lancang Kuning” ini secara sederhana. Adapun metode analisis yang digunakan

adalah metodependekatan strukturalisme.

C. Landasan Teoritis

TEORI STRUKTURALISME

Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme

Praha. Ia mendapat pengaruh langsung dari Saussure yang mengubah studi linguistik

dari pendekatan diakronim menjadi sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan

pada sejarah perkembangannya, melainkan hubungan antarunsurnya. Masalah unsur

dan hubungan antarunsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini. Unsur

bahasa misalnya, unsur fonologi, unsur morfologi dan sintaksis, maka dalam studi

linguistik pun dikenal adanya studi fonetik, fonemil, morfologi dan sintaksis.

(Nurgiyantoro, 2010:36).

Sebuah karya sastra, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang

dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Disatu pihak,

Abrams (dikutip Nurgiayntoro, 2010:36) karya sastra dapat diartikan sebagai susunan,

pengeseran, dan gambaran semuabahan dan bagian yang menjadi komp[onennya serta

bersama membentuk kebulatan yang indah. Sementara di pihak lain struktur karya

sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat

timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama

membentuk satu kesatuan yang utuh.

Page 5: Filologi Analisis Naskah Melayu

Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,

mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsiknya. Mula-

mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-

peristiwa, plot, tokok, latar, dll. Setelah itu, kaitkan unsur satu dengan unsur yang lain

sehingga membentuk suatu kepaduan dalam karya sastra. Dengan demikian, pada

prinsipnya kajian strukturalisme bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin

fungsi dan keterkaitan antarunsur intrinsik yang menunjang sebuah karya sastra

sehingga membentuk kepaduan yang menyeluruh.

II. PEMBAHASAN

A. Transliterasi Naskah Melayu “Lancang Kuning” ke dalam Aksara Bahasa

Indonesia.

Lancang adalah sebuah perahu dengan ukuran yang berbeda-beda, karena ada

yang kecil dan ada pula yang besar, yang jelas lancang adalah alat perhubungan air

pada masa lalu. Dalam masyrakat Riau lebih dikenal dengan Lancang Kuning yang

merupakan suatu lambang kebesaran daerah Riau. Karena itu Lancang Kuning

ditetapkan menjadi lambang dan nyayian daerah Riau.

Adapun cerita Lancang Kuning adalah berasal dari sebuah kerajaan yang

terdapat di Bukit Batu, wilayah Kabupaten Bengkalis. Kerajaan ini diperintah oleh

raja yang bernama Datuk Laksmana Perkasa Alam serta dibantu oleh dua orang

panglima yaitu Panglima Umar dan Panglima Hasan. Panglima Umar adalah seorang

panglima yang dipercaya oleh Datuk Laksmana Perkasa untuk menyelesaikan sesuatu

jika terjadi persoalan dalam kerajaan. Umpamanya jika terjadi perampokan di

perairan, setiap tugas dapat diselesaikan dengan baik.

Pada suatu hari Panglima Umar menghadap Datuk Laksmana untuk

menyampaikan hasrat hati mempersunting Zubaidah, seorang gadis negeri itu.

Permohonan Umar disambut dengan baik oleh Datuk Laksmana. Dengan persetujuan

Datuk Laksmana dilangsungkan pernikahan dan tanda kegembiraan diadakan pesta

dan keramaian besar-besaran.

Rupanya kepercayaan yang diberikan dan perkawinan Umar dengan Zubaidah

menimbulkan rasa tidak senang dan timbul dendam bagi Panglima Hasan. Hal ini

timbul karena Panglima Hasan juga simpati dan mencintai Zubaidah yang telah

didahului Panglima Umar.

Page 6: Filologi Analisis Naskah Melayu

Untuk melepas rasa sakit hati Panglima Hasan mencari akal bagaimana, agar

Zubaidah dapat dimilikinya, maka dengan akal busuknya Panglima Hasan menyuruh

Domo menyampaikan kepada Datuk bahwa dia bermimpi agar Datuk Laksmana

membuat Lancang Kuning untuk mengamankan semua perairan dari lanun. Apa yang

disampaikan Pawang Domo diterima oleh Datuk Laksmana, sehingga Lancang

Kuning dikerjakan siang malam. Setelah Lancang Kuning hampir selesai tersebar

berita bahwa Batin Sanggoro telah melarang para pelaut untuk mencari ikan di

Tanjung Jati.

Dengan adanya berita ini Datuk Laksmana memerintahkan agar Panglima Umar

berangkat dan menemui Batin Sanggoro, sungguh berat hati Panglima untuk

berangkat karena istrinya sedang hamil tua dan tak lama lagi akan melahirkan, akan

tetapi karena tugas yang sangat penting, semua perasaan itu ditahan, demi kerajaan

yang tercinta.

Setelah berlayar beberapa hari, sampailah Panglima Umar kepada Batin

Sanggoro dan diceritakan semua berita yang tersebar di Bukit Batu. Mendengar cerita

itu Batin Sanggoro terkejut, karena selama ini dia tidak pernah melarang nelayan

Bukit Batu menangkap ikan di Tanjung Jati. Mendengar penjelasan Batin Sanggoro,

Panglima Umar termenung dan berpikir, apa gerangan yang terjadi di balik peristiwa

ini? Melihat keadaan ini lalu Batin Sanggoro menganjurkan agar cerita ini diselidiki

dari mana asal mulanya, dan diselidiki sewaktu perjalanan pulang.

Rupanya apa yang disampaikan Batin Sanggoro dituruti Panglima Umar,

sewaktu perjalanan pulang Panglima Umar berkeliling karena mencari siapa yang

membuat berita itu, sehingga tidak dirasakan bahwa perjalanan sudah satu bulan.

Malam ini tepat lima belas hari bulan purnama. Malam ini Lancang Kuning

akan diluncurkan ke laut. Di balai-balai telah banyak awak kerajaan dan penduduk

negeri untuk menyaksikan peluncuran Lancang Kuning tersebut. Bermacam-macam

hiburan daerah dipertunjukkan. Semua penduduk negeri bergembira kecuali

Zubaidah, karena suaminya Panglima Umar sudah satu purnama pergi dan sampai

saat ini belum juga kembali, dan karena itu Zubaidah tidak pergi menghadiri acara

peluncuran Lancang Kuning ke laut pada malam itu.

Setelah semua keperluan peluncuran Lancang Kuning disiapkan Pawang Domo

memberi petunjuk kepada Datuk Laksmana. Acara peluncuran diawali dengan tepung

tawar pada dinding Lancang Kuning kemudian dilanjutkan dengan pengasapan dan

barulah semua yang hadir diperintahkan supaya berdiri di samping Lancang Kuning

Page 7: Filologi Analisis Naskah Melayu

dan semua bunyi-bunyian dibunyikan. Dan semua yang telah memegang Lancang

Kuning mendorong, tetapi alangkah anehnya, Lancang Kuning tersebut tiak bergerak

sedikitpun. Hal ini dilakukan berulang-ulang bahkan tenaga sudah ditambah, namun

Lancang Kuning tidak juga bergerak. Hadirin yang hadir merasa heran dan bertanya-

tanya, muka Pawang Domo merah padam.

Pawang Domo segera bersembah kepada Datuk Laksmana dan berkata “ampun

tuanku yang mulia! Rupanya Lancang Kuning tidak bisa diluncurkan jika... jika apa

Wak Domo? Kata Datuk Laksmana, katakanlah! Jika Lancang Kuning ingin juga

diluncurkan maka harus ada korban. Korban berapa ekor kerbau yang diperlukan Wak

Domo? Tuanku yang mulia! Bukan kerbau”. Pawang Domo menghampiri Datuk

Laksamana dan membisikkan bahwa korban yang diperlukan adalah perempuan hamil

sulung. Datuk Laksmana tertunduk dan termenung serta berkata kepada Pawang

Domo bahwa tidak mungkin itu dilakukan, maka Datuk Laksmana menerintahkan

agar peluncuran Lancang Kuning diundurkan saja.

Setelah sebagian orang pualng, Panglima Hasan pergi ke rumah Zubaidah dan

didapatinya Zubaidah sedang duduk termenung di depan pintu rumahnya. Zubaidah

terkejut dengan kedatangan Panglima Hasan sembil barkata “mengapa lagi kau datang

ke sini Panglima Hasan? Berkata Panglima Hasan, apa lagi yang kau tunggu

Zubaidah? Suamimu tidak akan kembali lagi, karena itu bair aku yang akan menjadi

ayah anakmu itu! Apa katamu panglima penghianat? Biar saya mati dari pada

bersuamikan kamu! Jawab Panglima Hasan, jika kamu masih menolak permintaanku,

kamu akan saya jadikan gilingan Lancang Kuning yang akan diluncurkan ke laut”.

Karena Zubaidah tetap menolak permintaan Panglima Hasan, makan Zubaidah

ditarik dan matanya ditutup dengan bantuan pengawalnya, setelah sampai disekitar

Lancang Kuning diluncurkan, Panglima Hasan mendorong tubuh Zubaidah ke bawah

Lancang Kuning dan saat itu juga Panglima Hasan memerintahkan supaya Lancang

Kuning didorong ke laut. Hanya didorong oleh beberapa orang saja Lancang Kuning

itu meluncur dengan mulus.

Setelah Lancang Kuning sampai di laut tampaklah darah dan daging Zubaidah

berserakan di tanah dan ketika itu turunlah hujan serta petir dan angin kencang serta

bertepatan waktu itu Panglima Umar merapat ke pelabuhan Bukit Batu.

Setelah perahu ditambatkan di pelabuhan Panglima Umar langsung ke rumah

untuk melihat istrinya dan anaknya yang telah ditinggalkan selama satu purnama,

tetapi setibanya di rumah, rumahnya kosong, dipanggilnya Zubaidah tetapi tidak ada

Page 8: Filologi Analisis Naskah Melayu

jawaban. Hati Panglima Umar mulai gelisah, maka ia berangkat ke pelabuhan, di

tengah perjalanan ia bertemu dengan Panglima Hasan, lalu Panglima Umar bertanya

kepada Panglima Hasan, dimana gerangan istriku? Panglima Hasan menceritakan,

Zubaidah telah dijadikan gilingan Lancang Kuning oleh Datuk Laksmana.

Mendengar cerita Panglima Hasan tersebut Panglima Umar langsung pergi ke

tempat peluncuran Lancang Kuning, alangkah terkejut dan sedihnya hati Panglima

Umar melihat tubuh istrinya itu, disapunya darah yang ada di tanah dan diusapkan ke

muka serta berkata bahwa dia akan membalas atas kematian istrinya itu kepada Datuk

Laksmana, tetapi baru saja dia berjalan dilihatnya Datuk Laksmanaberjalan

kearahnya.

Setelah mereka bertemu Panglima Umar langsung menyerang Datuk Laksmana

dengan pedang yang panjang ke perut Datuk Laksmana, tanpa ada pembicaraan

sedikitpun, akhirnya Datuk Laksmana mati di tangan Panglima Umar, ketika itu juga

datanglah Pawang Domo dan menceritakan semua kejadian yang sebenarnya, bahwa

yang menjadikan Zubaidah untuk gilingan Lancang Kuning adalah Panglima Hasan,

tanpa mengulur waktu Panglima Umar pergi mencari Panglima Hasan.

Dari kejauhan Panglima Umar melihat Panglima Hasan sudah bersiap-siap

untuk melarikan diri menuju Lancang Kuning tapi belum sempat melepaskan talinya

Panglima Umar telah sampai, dengan pedang terhunus sambil berkata “nah...malam

ini...engkau atau aku yang akan mati”. Dengan disaksikan penduduk mereka berkelahi

di atas Lancang Kuning. Dan akhirnya Panglima Hasan dapat ditikam Panglima Umar

dan matinya jatuh ke laut.

Waktu itu Panglima Umar melihat ke pantai dan berkata kepada orang yang

berada di pantai bahwa ia telah membunuh Datuk Laksmana karena perbuatan

Panglima Hasan dan Panglima Hasan pun sudah mati di tangannya, karena itu ia akan

pergi dengan Lancang Kuning untuk selama-lamanya, dan ketika sampai di Tanjung

Jati datanglah ombak besar dan angin topan sehingga Lancang Kuning tersebut karam

dan ia bersama Lancang Kuning terkubur dalam laut Tanjung Jati serta kejayaan

kerajaan negeri bukit batu berangsur-angsur mundur dan akhirnya tingal setumpuk

rumah saja.

Page 9: Filologi Analisis Naskah Melayu

B. Analisis Naskah Melayu “Lancang Kuning” berdasarkan Teori Strukturalisme

1. Analisis Plot pada Teks Melayu “Lancang Kuning”

Plot atau alur cerita merupakan salah satu unsur yang sangat penting

dalam sebuah karya sastra fiksi, bahkan tak sedikit orang menganggap plot

unsur terpenting sebagai pembangun karya fiksi. Tinjauan struktural pun sering

ditekankan pada pembahasan plot. Stanton (dikutip Nurgiyanto, 2010:113)

Mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun

tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu

menyebabkan terjadinya peristiwa lain. Plot ini dimanifestasikan lewat

perbuatan, tingkah laku dan sikap-sikap tokoh utama cerita.

Peristiwa demi peristiwa yang ditampilkan yang hanya mendasarkan

pada urutan waktu belum dapat dikatakan plot. Agar menjadi sebuah plot,

peristiwa-peristiwa tersebut harus disiasati secara kreatif, sehingga

menghasilkan sesuatu yang menarik dan indah. Abrams (dikutip Nurgiyanto,

2010:113) yang menyetujui adanya perbedaan cerita dengan plot,

mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-

peristiwa, yaitu sebagaimana terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai

peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu.

Dalam teks “Lancang Kuning” ini plot yang sangat menonjol adalah

ketika Panglima Hasan menjadikan Zubaidah sebagai gilingan Lancang Kuning

dan dia mengatakan kepada Panglima Umar bahwa Datuk Laksmana yang

melakukannya, menyebabkan Datuk Laksmana terbunuh di tangan Panglima

Umar tanpa ada pembicaraan terlebih dahulu. Kemudian berita itu diluruskan

oleh Pawang Domo sehingga diketahuilah bahwa pelaku sebenarnya adalah

Panglima Hasan. Hal ini kembali menyebebkan terjadinya pembunuhan yang

dilakukan oleh Panglima Umar terhadap Panglima Hasan di atas Lancang

Kuning.

Untuk lebih jelas mengenai plot yang terdapat pada teks yang berjudul

“Lancang Kuning” ini, dapat kita urut peristiwa, konflik dan klimaks sebagai

berikut.

a. Peristiwa

Sejauh ini kita sering mendengar kara peristiwa maupun kejadian

disebut-sebut oleh banyak orang dalam pembicaraan tentang karya fiksi,

namun belum diketahui secara jelas apa sebenarnya peristiwa itu. Dalam

Page 10: Filologi Analisis Naskah Melayu

berbagao literatur berbahasa Inggris sering ditemukan penggunaan istilah

action (aksi, tindakan) atau event (peristiwa, kejadian) secara bersama atau

bergantian, walau sebenarnya kedua istilah itu menyaran pada dua hal yang

berbeda. Action merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan oleh tokoh

manusia, misalnya memukul dan memarahi. Dipihak lain, event lebih luas

cakupannya menyaran pada sesuatu yang dilakukan dan atau dialami oleh

manusia yang terjadi diluar aktivitas manusia, misalnya perstiwa alam

seperti banjir dan tanah longsor. Dalam penulisan ini, kedua hal itu

disederhanakan menjadi peristiwa atau kejadian. Peristiwa dapat diartikan

sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Luxemburg

dikutip Nurgiyantoro, 2010:117).

Peristiwa yang terjadi dalam teks “Lancang Kuning” ada enam,

dimulai dari niat Panglima Umar yang hendak mempersunting Zubaidah,

seorang putri raja di daerah Bukit Batu, wilayah Kabupaten Bengkalis, pada

masa lampau. Suntingan Panglima Umar terhadap Zubaidah diterima dan

dilangsungkan pesta pernikahan secara besar-besaran. Peristiwa kemudian

beralih kepada perasaan Panglima Hasan yang terluka dan sakit hati karena

niatnya telah didahulukan oleh Panglima Umar. Dari rasa sakit hatinya itu,

muncul niat jahat Panglima Hasan dengan menyiarkan kabar bahwa Batin

Sanggoro telah melarang para pelaut untuk mencari ikan di Tanjung Jati.

Kemudian peristiwa beralih pada Batin Sanggoro yang tidak mengakui

kebenaran berita itu setelah ditanyakan oleh Panglima Umar. Sanggoro

meminta Panglima Umar mencari kebenaran berita itu, dari mana asal

mulanya. Perjalanan Panglima Umar mencari kebenaran berita itu

berlangsung selama sebulan. Selama itu pula ia meninggalkan Zubaidah

yang sedang hamil tua.

Di samping peristiwa itu, juga terdapat peristiwa lain yang dialami

oleh Datuk Laksmana dan masyarakat Bukit Batu. Ketika Datuk Laksmana

mendapat berita dari Pawang Domo untuk membuat perahu yang digunakan

untuk mengusir para lanun dari perairan Bukit Batu, maka perahu yang

diberi nama Lancang Kuning itu dikerjakan siang dan malam. Tetapi ketika

Lancang Kuning sudah selesai dikerjakan dan hendak diluncurkan ke laut

melalui berbagai ritual, Lancang Kuning tetap tidak mau meluncur ke laut

karena membutuhkan korban dari seorang wanita yang sedang hamil sulung.

Page 11: Filologi Analisis Naskah Melayu

Peristiwa beranjak pada perbuatan Panglima Hasan yang keinginannya

untuk menjadi suami Zubaidah ditolak oleh Zubaidah, kemudian menjadiakn

Zubaidah sebagai korban untuk meluncurkan Lancang Kuning ke laut.

Sesaan setelah kejadian itu, Panglima Umar kembali ke Bukit Batu dan

mendapat kabar dari Panglima Hasan bahwa istrinya delah dijadikan

gilingan Lancang Kuning oleh Datuk Laksmana. Kemudian peristiwa

beranjak pada peristiwa pembunuhan Datuk Laksmana dan Panglima Hasan

oleh Panglima Umar. Sementara peristiwa akhir dari kisah kerajaan Bukit

Batu ini ditandai dengan kepergian Panglima Umar berlayar dengan

Lancang Kuning dan tenggelam di perairan Tanjung Jati, serta

mengakibatkan mundurnya kerajaan Bukit Batu.

b. Konflik

Konflik juga termasuk salah satu unsur yang penting dalam sebuah

plot. Peristiwa yang terjadi berupa peristiwa yang fungsional, utama, atau

kernel yang sangat esensial dalam pengembangan sebuah plot. Konflik

menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang

terjadi dan dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerita, yang jika tokoh-tokoh itu

dapat memilih, ia memilih peristiwa itu tidak akan menimpa dirinya

(Meredith & Fitzgerald dikutiup Nurgiantoro, 2010:122). Konflik adalah

sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang

seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (Wellek & Warren

dikutip Nurgiantoro, 2010:122). Dengan demikian, konflik menyaran pada

konotasi yang negatif, sesuatu yang tidak menyenangkan. Peristiwa dan

konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu

dengan yang lain, bahkan kinflik pun hakikatnya merupakan sebuah

peristiwa. Adanya peristiwa tertentu dapat menimbulkan konflik. Konflik

demi konfil yang disusul peristiwa demi peristiwa pada akhirnya dapat

menyebabkan konfik semakin meningkat dan mencapai klimaks.

Konflik-konflik yang terjadi dalam teks “Lancang Kuning” mulai

muncul ketika Zubaidah dijadikan gilingan perahu Lancang Kuning oleh

Panglima Hasan. Hal ini terjadi akibat penolakan Zubaidah terhadap

Panglima Hasan yang ingin menjadi Zubaidah dengan alasan bahwa

Panglima Umar takkan pernah kembali lagi. Zubaidah menolak keras

permintaan Panglima Hasan dan menyebabkan ia diseret ke pantai untuk

Page 12: Filologi Analisis Naskah Melayu

dijadikan gilingan Lancang Kuining. Zubaidah yang dijadikan gilingan

Lancang Kuning meninggal dengan mengenaskan. Daging dan darahnya

berserakan di pasir pantai. Seketika turun hujan dan serentak dengan

kepulangan Panglima Umar yang sudah merapat di pelabuhan Bukit Batu.

Panglima Umar yang tidak menemukan istrinya di rumah menemui

Panglima Hasan secara tak sengaja. Pada saat itulah Panglima Hasan

mengatakan bahwa istrinya dijadikan gilingan Lancang Kuning oleh Datuk

Laksmana. Perkataan Panglima Hasan mengundang amarah Panglima Umar

yang menyebabkan kematian Datuk Laksmana.

Dapat kita lihat dari penjelasan di atas bahwa konflik muncul secara

berurut. Konflik pembunuhan Datuk Laksmana oleh Panglima Umar terjadi

karena peristiwa yang dipicu oleh Panglima Hasan yang menjadikan

Zubaidah sebagai gilingan perahu Lancang Kuning dan memfitnah Datuk

Laksmana. Dari konfik nini dapat kita ketahui karakter tokoh Panglima

Hasan yang tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang telah ia lakukan.

Pangima Hasan rela mengorbankan nyawa Datuk Laksmana untuk menutupi

kesalahan dirinya dan pura-pura tidak tahu atas kejadian itu. Selai itu dapat

juga kita lihat karakter tokoh Zubaidah yang rela mati demi

mempertahankan kehormatan dirinya dan rumah tangganya yang sudah ia

bangun bersama Panglima Umar. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

keterkaitan antara unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah karya

fiksi. Unsur-unsur itu tidak dapat berdiri sendiri karena melalui salah satu

unsur, kita dapat mengetahui unsur pendukung lainnya.

c. Klimaks

Konflik dan klimaks merupakan unsur yang paling penting dalam

struktur pembangun plot. Konflik demi konflik yang terjadi telah mencapai

titik puncak dapat menyebabkan terjadinya klimaks (puncak konflik).

Dengan demikian terdapat keterkaitan yang erat antara kinflik dan klimaks.

Klimaks hanya akan terjadi jika terdapat konflik yang mendukungnya.

Namun tidak semua konflik dapat mencapai klimaks. Klimaks, menurut

Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2010:127) adalah saat konflik telah mencapai

tingkat intensitas tertinggi, dan saat itu merupakan sesuatu yang tidak dapat

dihindari kejadiannya. Klimaks merupakan kejaddian puncak yang menarik

dan menegangkan dan biasanya tidak ada lagi kejadian lain yang sama

Page 13: Filologi Analisis Naskah Melayu

dengan klimak. Kalaupun ada, itu hanyalah kejadian/konflik ringan yang

masih bisa diatasi sebagai peregangan untuk menuju penyelesaian atau akhir

dari sebuah cerita.

Klimaks dalam teks Melayu “Lancang Kuning” terjadi ketika konflik-

konflik yang diawali oleh Panglima Hasan ini sudah semakin meruncing.

Jika meninjau kembali pembahasan penulis mengenai konflik-konflik yang

terjadi dalam teks “Lancang Kuning”, dapat kita lihat bahwa terbunuhnya

Datuk Laksmana merupakan konflik penegangan tetapi belum mencapai

klimaks. Klimaks terjadi ketika Pawang Domo yang melihat Datuk

Laksmana sudah terbunuh mengatakan kepada Panglima Umar mengenai hal

yang sebenarnya, yaitu Panglima Hasan lah yang menjadikan Zubaidah

sebagai gilingan perahu Lancang Kuning. Semakin beranglah Panglima

Umar. Ia mencari Panglima Hasan dan menemukannya ketika Panglima

Hasan hendak melarikan diri bersama Lancang Kuning. Tetapi usahanya

sempat ditunda oleh Panglima Umar. Dengan sigap Panglima Umar naik ke

Lancang Kuning dan bertarung dengan Panglima Hasan. Akhirnya pada

pertarungan itu Panglima Hasan terbunuh dan mayatnya jatuh ke laut.

Melalui konflik dan klimaks dapat kita lihat bahwa Panglima Umar

merupakan seseorang yang tidak sabar dan terlalu cepat menyimpulkan

suatu permasalahan. Ia membunuh Datuk Laksmana tanpa bertanya terlebih

dahulu mengenai kebenaran meninggalnya Zubaidah. Ia lebih memilih tak

lagi bicara dan langsung membunuh Datuk Laksmana sehingga Datuk

Laksmana yang tidak bersalah ikut menjadi korban amarahnya.

Dari penjelasan peristiwa, konflik dan klimaks dapat kita simpulkan

bahwa plot yang terdapat dalam teks Melayu “Lancang Kuning”

menggunakan plot lurus, yaitu plot yang peristiwa-peristiwa dan konflik-

konfliknya terjadi secara kronologis dan dapat mudah diururt. Melalui plot

juga dapat kita tentukan karakter tokoh Panglima Umar, Panglima Hasan

dan Zubaidah.

2. Analisis Tokoh pada Teks Melayu “Lancang Kuning”

Tokoh merupakan pelaku cerita. Istilah “tokoh” menunjuk pada

orangnya, pelaku cerita. Tokoh cerita, menurut Abrams (dalam Nurgiantoro,

2010:165) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau

drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

Page 14: Filologi Analisis Naskah Melayu

kecenderungan tertentu seperti yang didesktipsikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa antara

seorang tokok dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dengan penerimaan

pembaca.

Tokoh yang terdapat dalam teks “Lancang Kuning” dibedakan

berdasarkan penting tidaknya tokoh ada Zubaidah dan Panglima Hasan sebagai

tokoh utama serta Panglima Umar, Datuk Laksmana dan pawang Domo

sebagai tokoh tambahan. Dari penting tidaknya tokoh, perannya dominan

karena sejak awal Panglima Hasan selalu memulai untuk menimbulkan sebuah

peristiwa dan memunculkan konflik. Sementara Zubaidah adalah tokoh yang

dijadikan korban dan merupakan salah satu penyebab munculnya konflik yang

terjadi antara Panglima Hasan dan Panglima Umar. Dengan demikian,

Panglima Hasan dan Zubaidah dapat disebut sebagai tokoh utama. Tanpa

Panglima Hasan memunculkan peristiwa dan konflik maka cerita ini tidak akan

menemukan klimaks. Begitupun Zubaidah, tanpa peran Zubaidah yang

dijadikan korban untuk gilingan perhu Lancang Kuning, Panglima Umar tidak

akan marah dan tidak akan membunuh Datuk Laksmana dan Panglima Hasan.

Sementara itu, tokoh tambahan dalam cerita ini adalah Panglima Umar,

Datuk Laksmana dan Pawang Domo. Peran mereka tidak terlalu besar dalam

cerita ini tapi cukup fungsional karena tanpa mereka tokoh Panglima Hasan

hanya akan melakukan hal yang sia-sia. Jika Panglima Umar tidak ada,

perbuatan Panglima Hasan tidak ada yang menentang dan Panglima Hasan

tidak mendapatkan aksi balasan dari tokoh yang bertentangan dengannya. Hal

yang sama juga berlaku pada Datuk Laksmana dan Pawang Domo. Masing-

masing mereka haya dominan muncul pada proses peluncuran Lancang Kuning

ke laut. Kemudian muncul kembali pada bagian akhir cerita ketika Datuk

Laksmana muncul dan langsung dibunuh oleh Panglima Umar, sedangkan

Pawang Domo muncul setelah kejadian terbunuhnya Datuk Laksmana.

Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dalam teks “Lancang

Kuning” dapat dibagi menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh

antagonis dalam teks ini adalah Panglima Hasan. Sangat jelas terlihat melalui

percakapan tokoh dengan Zubaidah. Selain itu karakter tokoh dapat dilihat

melalui tingkah laku tokoh yang bertanggung jawab menjadi salah satu

indikator bahwa tokoh Panglima Hasan bukanlah seorang yang baik. Sementara

Page 15: Filologi Analisis Naskah Melayu

itu, tokoh Panglima Umar, Datuk Laksmana, Pawang Domo, dan Zubaidah

merupakan tokoh protagonis dalam certia ini. Tidak tampak perbuatan masing-

masing tokoh untuk berbuat jahat. Tokoh Panglima Umar dinilai baik oleh

penulis karena Panglima Umar bersedia melakukan perintah Datuk Laksmana

untuk mencari kebenaran berita tentang larangan melaut di Tanjung Jati kepada

Batin Sanggoro. Datuk Laksmana dinilai baik karena ia tidak ingin

mengorbankan siapapun demi kelancaran peluncuran Lancang Kuning ke laut.

Pawang Domo menunjukkan sikap baiknya dengan memberitahu hal yang

sebenarnya terjadi kepada Zubaidah. Sedangkan Zubaidah dinilai sebagai tokoh

protagonis karena ia berani mempertahankan kehormatan dirinya dan rumah

tangganya dengan Panglima Umar yang juga diajarkan oleh agama islam.

Tokoh-tokoh ini dapat diketahui penggolongannya melalui dialog tokoh

ataupun tingkah laku tokoh terhadap tokoh lain. Karakter tokoh juga dapat

dilihat melalui peristiwa-peristiwa yang menimbulkan konflik-konflik yang

terjadi dalam cerita. Ini membuktikan bahwa unsur tokoh dan plot memiliki

katerkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, setiap unsur

instrinsik yang membangun sebuah cerita tidak dapat berdiri sendiri.

3. Analisis Latar pada Teks Melayu “Lancang Kuning”

Berbicara tentang sebuah karya sastra khususnya fiksi, akan berkaitan

dengan latar yang mendukung tempat terjadinya peristiwa atau konflik dalam

cerita. Sebuah karya fiksi tidak akan lengkap unsurnya tanpa ada latar yang

menggambarkan tempat terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Layaknya

cerita yang terjadi dalam kehidupan nyata, karya fiksi juga memerlukan latar

sebagai ruang bagi tokoh untuk bernuat atau melakukan sesuatu. Latar atau

setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian

tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan (Abrams dikutip Nurgiantoro, 2010:216). Sementara

itu, Stanton (dalam Nurgianto, 2010:216) mengelompokkan latar, bersama

dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan

dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita

fiksi.

Latar fisik pada teks Melayu “Lancang Kuning” adalah Bukit Batu,

daerah Kabupaten Bengkalis dan Tanjung Jati. Naskah ini tidak jauh berbeda

dengan dengan cerita lisan masyarakat Riau yang menyebutkan bahwa Lancang

Page 16: Filologi Analisis Naskah Melayu

Kuning memang terjadi di daerah Bukit Batu dan Lancang Kuning karam di

perairan Tanjung Jati. Hal ini memperkuat teks yang terdapat dalam naskah

melayu yang berjudul “Lancang Kuning” bahwa terdapat kerajaan di Bukit Batu

pada masa lalu. Tetapi pada dasarnya cerita ini hanyalah fiktif pengarang yang

tidak diketahui penulisnya. Penekanan unsur latar di Bukit Batu dapat dilihat

pada peristiwa peluncuran Lancang Kuning ke laut serta sebagian besar

kehidupan yang diceritakan dalam teks. Kemudian latar yang menunjukkan

daerah Tanjung Jati terdapat pada peristiwa ketika Panglima Umar mendatangi

Batin Sanggoro untuk menanyakan prihal kebenaran larangan untuk berlayar

dan melaut di perairan Tanjung Jati.

Latar di Bukit Batu lebih dominan dijelaskan ketika Lancang Kuning

hendak diluncurkan, yaitu di pantai Bukit Batu. Latar dipilih sebuah pantai

karena peristiwa yang sedang terjadi adalah masyarakat bukit Batu hendak

meluncurkan Lancang Kuning ke laut. Lancang Kuning merupakan nama

sebuah perahu, sehingga latar yang dipilih adalah latar tempat di pantai.

Latar waktu tidak digambarkan dengan jelas dalam teks ini sehingga

tidak dapat dijelaskan secara detil mengenai penggambaran latar waktu yang

terdapat dalam cerita ini. Hanya saja latar waktu disebutkan ketika peluncuran

Lancang Kuning ke laut dilakukan pada malam hari ketika tepat pada malam ke

limabelas bulan purnama. Sementara untuk tahun terjadinya peristiwa itu tidak

disebutkan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan untuk menentukan latar

terjadinya sebuah peristiwa, kita tetap harus memperhatikan peristiwa apa yang

sedang terjadi dan berhubungan dengan latar itu, baik latar waktu maupun latar

tempat.

4. Analisis Sudut Pandang pada Teks Melayu “Lancang Kuning”

Membaca dua buah karya fiksi yang berbeda akan memungkinkan kita

menghadapi dua person yang berbeda pula. Person itu dari satu sisi dapat

dipandang sebagai tokoh cerita, di sisi tertentu, dapat juga dipandang sebagao

pencerita. Sudut pandang menyaran pada sebuah cerita dilukiskan. Abrams

(dalam Nurgiyantoro, 2010:248) mengatakan bahwa sudut pandang merupakan

cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk

menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk

cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Page 17: Filologi Analisis Naskah Melayu

Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam teks Melayu “Lancang

Kuning” ini berupa sudut pandang person ketiga serba tahu, gaya “dia”. Person

ketiga ini adalah orang berada di luar cerita tapi serba mengetahui kejadian yang

terjadi disetiap bagian cerita. Hal ini dapat diketahui dengan mudah karena

pengarang menggambarkan tokoh dengan menyebutkan nama tokoh. Dapat kita

lihat pada kutipan cerita di bawah ini. Malam ini tepat lima belas hari bulan

purnama. Malam itu Lancang Kuning akan diluncurkan ke laut, di balai-balai

telah banyak awak kerajaan dan penduduk negeri untuk menyaksikan

peluncuran Lancang Kuning tersebut. Bermacam-macam hiburan daerah

dipertunjukkan. Semua penduduk negeri bergembira kecuali Zubaidah, karena

suaminya Panglima Umar sudah satu bulan pergi dan sampai saat ini belum juga

kembali dan karena itu ia tidak pergi menghadiri acara peluncuran Lancang

Kuning ke laut pada malam itu.

Dari kutipan di atas dapat dilihat secara jelas pengarang mengetahui

kejadian yang bersifat fisik atau pun keadaan batih yang sedang

dirasakan/dialami oleh tokoh. Seperti yang terdapat dalam cerita, pengarang

mampu menggambarkan kegembiraan masyarakat Bukit Batu karena

diadakannya acara peluncuran Lancang Kuning. Semua orang berhembira

kecuali Zubaidah karena ia sedang mananti kepulangan suaminya yang sudah

sebulan meninggalkannya. Rasa sedih itu juga yang menyebabkan ia tidak ingin

menghadiri acara yang sedang digelar tersebut.

Dapat disimpulkan, untuk menentukan sudut pandang kita masih

membutuhkan unsur lain, mislnya plot. Plot perlu diperhatikan dalam

menentukan sudut pandang yaitu menunjuk pada peristiwa apa yang sedang

terjadi. Atau dapat juga kita perhatikan melalui penceritaan nyata yang

dilakukan oleh pengarang untuk melukiskan cerita yang ditulisnya, misalnya

melalui tokoh. Sudut pandang juga dapat dicermati melalui peran-peran tokoh

yang terdapat dalam cerita sehingga cerita tersebut menapakkan sebuah

kepaduan.

5. Analisis Tema pada Teks Melayu “Lancang Kuning”

Berbicara karya sastra fiksi tidak lengkap jika tidak berbicara tentang

tema. Stanton dan Kenny (dikutip Nurgiantoro, 2010:66) mengatakan bahwa

tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema ini menjadi landas

tumpu bagi pengarang untuk membuat sebuah cerita. Tanpa tema, cerita tidak

Page 18: Filologi Analisis Naskah Melayu

akan dapat dilukiskan dengan baik karena tidak terdapat kejelasan konsep bagi

pengarang untuk melukiskan cerita. Dari sbuah tema, pengarang dapat

menentukan plot, tokoh cerita yang mendukung, latar yang mendukung

terjadinya sebuah peristiwa atau konflik, maupun amanat yang ingin

disampaikan.

Tema yang terdapat dalam teks “Lancang Kuning” berkisar pada sebuah

kisah cinta dua panglima kerajaan Bukit Batu terhadap Zubaidah, seorang putri

raja Kerajaan Bukit Batu, yang berujung dengan petaka dan kemunduran

Kerajaan Bukit Batu. Cerita digambarkan berawal dari suntingan Panglima

Umar kepada Zubaidah yang menyebabkan Panglima Hasan merasa sakit hati

karena telah didahului oleh Panglima Umar. Rasa sakit hatinya itu ia lancarkan

dengan melakukan rencana licik untuk memiliki Zubaidah. Tetapi hampir

memasuki bagian klimaks, konflik terjadi ketika Panglima Hasan membunuh

Zubaidah dengan dengan menjadikannya korban untuk gilingan Lancang

Kuning meluncur ke laut. Konflik ini memicu amarah Panglima Umar yang

membabi buta sehingga menyebabkan Datuk Laksmana ikut terbunuh walaupun

ia tak bersalah.

Penyimpulan sebuah tema dalam karya fiksi dapat dilihat dari setiap

konflik yang terjadi. Dapat juga dari sebab-sebab yang mendukung terjadinya

konflik tersebut. Semua dapat diurut sehingga menghasilkan satu ide. Ide yang

satu dan padu itulah yang kemudian disimpulkan sebagai tema dalam sebuah

karya sastra. Selain peristiwa dan konflik yang mendukung tema, tokoh dan latar

juga mendukung tema. Misalnya pada teks yang berjudul “Lancang Kuning” ini

juga menggambarkan latar tempat di pantai. Wajar saja tempat dipilih pantai,

karena Lancang adalah sebuah parahu dalam masyarakat daerah Riau.

6. Analisis Amanat/Pesan Moral pada Teks Melayu “Lancang Kuning”

Amanat/pesan moral menurut Kenny (dikutip Nurgiyantoro, 2010:321)

dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral

tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita

yang bersangkutan oleh pembaca. Amanat biasanya disampaikan melalui dikap

tokoh-tokoh yang mendukung jalan cerita.

Pada teks Melayu “Lancang Kuning” ini pengarang ingin menyampaikan

amanat dari masing-masing tokoh cerita. Misalnya Panglima Umar, melalui

sikapnya yang terlalu cepat mengambil keputusan dan tidak sabar

Page 19: Filologi Analisis Naskah Melayu

mengakibatkan Datuk Laksmana ikut terbunuh sementara Datuk Laksmana

bukanlah orang yang harus disalahkan atas kematian Zubaidah, pengarang ingin

menyampaikan bahwa pembaca jangan terlalu cepat mengambil suatu

keputusan. Apalagi pengambilan keputusan itu dilakukan dalam keadaan marah.

Keputusan yang diambil tidak akan baik. Seharusnya sebelum melakukan

sesuatu kita berpikir dengan cermat segala dampak yang mungkin timbul jika

kita melakukannya. Atau jika dalam permasalahan, ada baiknya permasalahan

itu dibicarakan dengan baik-baik sehingga tidak terjadi kesalahpahaman yang

bisa berakibat buruk.

Pesan moral lainnya yang ingin disampaikan oleh pengarang terdapat

dalam sikap tokoh Panglima Hasan. Melalui Panglima Hasan pengarang ingin

menyampaikan bahwa sikap tideak bertanggung jawab dapat mengakibatkan

sesuatu yang lebih buruk dari pada perkiraan kita. Apalagi Panglima Hasan itu

seorang panglima yang sudah semestinya memiliki rasa tanggung jawab

terhadap perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam menghadapi kehidupan, kita

tidak dapat melarikan diri dari kanyataan. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap

bertanggung jawab untuk menghadapi kehisupan ini. Entah itu yang sifatnya

besar maupun kecil terhadap kehidupan yang sedang kita jalani ini.

Amanat yang paling berhubungan dengan tema adalah janganlah kita

menanamkan rasa yang berlebihan kepada seseorang. Apalagi cinta itu tak

kesampaian akan megakibatkan rasa sakit hati yang dalam. Apalagi Rasulullah

telah mengajarkan kita untuk tidak terlalu sayang atau benci terhadap seseorang

karena bisa jadi suatu saat perasaan kita menjadi terbalik dari perasaan

sebelumnya.

III. PENUTUP

Kesimpulan

Melalui semua analisis yang dilakukan penulis terhadap teks Melayu yang

berjudul “Lancang Kuning” dapat disimpulkan bahwa teks ini memiliki unsur-unsur

intrinsik yang tidak dapat berdiri sendiri. Terdapat hubungan yang erat antara satu

unsur dengan unsur yang lain. Unsur-unsur itu memiliki keterkaitan sehingga

membentuk sebuah cerita yang padu dan menarik. Dapat kita perhatikan dari unsur

Plot. Ternyata plot memiliki terkaitan secara langsung dengan unsur tokoh, latar

maupun sudut pandang pengarang. Melalui plot, kita dapat menentukan karakter

Page 20: Filologi Analisis Naskah Melayu

tokoh yang terdapat dalam cerita. Melalui plot juga kita dapat menentukan unsur latar

yang digunakan pengarang sebagai tempat kejadian sebuah peristiwa atau konflik.

Melalui plot juga dapat kita tentukan sudut pandang apa yang digunakan pengarang

untuk melukiskan cerita yang dibuat.

Selain plot, tema juga berhubungan secara langsung dengan latar dan amanat.

Latar tempat yang mendukung terjadinya peristiwa tidak dapat dikatakan tidak bahwa

latar juga mendukung tema yang terdapat dalam sebuah cerita. Jika latar mendukung

terjadinya sebuah peristiwa yang memunculkan konflik dan konflik mendukung tema

yang dibuat, secara otomatis latar juga berarti berhubungan dengan tema sebuah karya

fiksi. Intinya, setiap unsur instrinsik yang terdapat dalam sebuah karya sastra

khususnya fiksi, tidak dapat berdiri sendiri. Setiap unsur itu saling menunjang dan

mendukung unsur lain sehingga menghasilkan cerita yang padu dan menarik untuk

dibaca.

Page 21: Filologi Analisis Naskah Melayu

DAFTAR PUSTAKA

Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Semi, Atar.1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.