kajian tembang (filologi)

48
MAKNA SIMBOLIK DALAM TEMBANG DOLANAN OBANG-OBING, LOCICI, KEBO BRINTIK, JAMUR-JAMUR CEPAK’I DAN RIS-IRISAN PANDHAN. MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Filologi Yang Dibina Oleh Ibu Dwi Sulistiorini, S.S., M.Hum Oleh: Debi sukma dewi 307212407102 Sri Wahyuti 307212407105 Tristan Rokhmawan 307212407101 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA INDONESIA

Upload: deetanz

Post on 11-Jun-2015

5.914 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

MAKNA SIMBOLIK DALAM TEMBANG DOLANANOBANG-OBING, LOCICI, KEBO BRINTIK,

JAMUR-JAMUR CEPAK’I DAN RIS-IRISAN PANDHAN.

MAKALAHUntuk Memenuhi Tugas Matakuliah

FilologiYang Dibina Oleh Ibu Dwi Sulistiorini, S.S., M.Hum

Oleh:Debi sukma dewi 307212407102Sri Wahyuti 307212407105Tristan Rokhmawan 307212407101

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA INDONESIAPROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

MEI 2009

Page 2: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filologi adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa

yang menyelidiki kebudayaan berdasar bahasa dan kesusasteraan. Dalam arti sempit

filologi adalah studi tentang naskah (lama) untuk menetapkan aslinya, bentuk semula,

serta makna isinya.

Ilmu filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya adalah naskah-naskah

lama dan dipandang sebagai pintu gerbang yang dianggap dapat menyingkap khasana

masa lampau (Djamaris, 1977:20)

Sedangkan dalam istilahnya sendiri, istilah filologi sudah dipakai sejak abad ke-

3 SM oleh kelompok ahli Alexandria yang kemudian dikenal dengan ahli filologi. Dan

orang pertama yang memakai istilah itu adalah Erastothenes. Pada waktu itu, mereka

berusaha mengkaji teks lama yang berasal dari bahasa Yunani. Pengkajian mereka

bertujuan untuk menemukan bentuknya yang asli untuk mengetahui maksud pengarang

dengan jalan menyisihkan kesalahan yang terdapat di dalamnya. Pada waktu itu, mereka

berhadapan dengan naskah yang maisng-masing menunjukkan bacaan yang berbeda

(varian) dan rusak (korup). Sehingga menurut Chamamah-Soenarto (1999), filologi juga

dapat diartikan sebagai kajian yang menitikberatkan kajiannya terhadap naskah yang

varian dan korup sebagai kesalahan (filologi tradisional) dan sebagai suatu kreatifitas

penyalinan (filologi modern).

Page 3: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Adapun objek kajian filologi adalah naskah dan teks. Dalam kajian filologi,

pengertian naskah dan teks dibedakan. Teks ditunjukkan sebagai sesuatu yang abstrak,

sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret.

Tujuan filologi adalah mengkaji naskah/ teks dengan tujuan mengenali

sesempurna-sesempurnanya dan selanjutnya menempatkan dalam keseluruhan sejarah

atau bangsa. Secara umum, tujuan filologi adalah (1) memahami sejauh mungkin

kebudayaan suatu bangsa melalui karya sastranya, baik lisan maupun tertulis. (2)

memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya, (3) mengungkap nilai

budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.

Sedangkan tujuan khusus filologi adalah (1) menyunting sebuah teks yang

dipandang paling dekat dengan teks aslinya. (2) mengungkap sejarah terjadinya teks dan

sejarah perkembangan, dan (3) mengungkap persepsi pembaca pada setiap kurun waktu

penerimaannya.

Salah satu kegiatan dalam filologi adalah kegiatan transkrip dan translate dari

objek yang sedang dikaji, yaitu naskah. Transkrip dalam hal ini adalah melakukan alih

aksara/pengertian jenis tulisan, antara huruf yang satu dengan yang lain, dari satu abjad

ke abjad yang lain. Sedangkan translate adalah mengubah pengertian dari satu bahasa ke

bahasa sasaran. Dalam pembahasan ini, objek yang dikaji adalah teks tembang dolanan.

Tembang dolanan yang dibahasa adalah berasal dari daerah Jawa. Pada masa lampau

tembang ini banyak digunakan untuk memberikan pendidikan moral kepada anak-anak.

Sebagai objek kajian filologi, tembang dianggap sebagai suatu teks atau naskah

yang merupakan hasil kesenian masyarakat yang dapat menunjukkan beberapa identitas

pemiliknya. Secara tersirat dalam tembang dolanan mengandung makna yang luhur.

Page 4: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Bahkan diantaranya, tembang dolanan selain digunakan untuk dolanan (bermain) juga

digunakan sebagai sarana dakwah.

Dalam perkembangan jaman, tembang mulai diabaikan oleh masyarakat.

Bahkan masyarakat Jawa yang mamiliki tembang-tembang tersbeut juga

mengabaikannya. Tembang dolanan yang dahulu digunakan dalam permainan maupun

dakwah mulai ditinggalkan.

Adapun salah satu tujuan filologi berdasrkan makna harfiah dari filologi yang

dapat diartikan sebagai kecintaan terhadap sastra/kebudayaan, maka diangkatlah naskah

Javaanche Kinderspelen sebagai objek kajian tembang dolanan dengan tujuan untuk

melestarikannya.

Secara garis besar, dapat digambarkan naskah berjudul Javaanche Kinderspelen

ini merupakan naskah yang ditulis oleh R.Soekardi pada tahun 1912, dengan tebal naskah

1,5 cm, jumlah halaman 234 halaman dan ditulis dalam aksara jawa gaya ngetumbar. Dan

ciri-ciri gaya ngetumbar itu sendiri antara lain: tulisannya agak bulat, jejeg(tegak), dan

rapi. Keadaan naskah ini masih cukup baik dan terawat, terlihat dari aksara jawa pada

teks tersebut dapat dibaca dengan cukup jelas. Serta media penulisan naskah ini adalah

kertas HVS.

Penulis mengkaji teks tembang dolanan, dari sisi makna simboliknya. Adapun

alasan pengkaji mengkaji makna simbolik, karena dalam tembang dolanan secara tersirat

mengandung makna dan nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup.

1.2 Rumusan Masalah

a. Makna simbolik dalam tembang obang-obing?

Page 5: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

b. Makna simbolik dalam tembang dolanan locici?

c. Makna simbolik dalam tembang dolanan ris-irisan pandhan?

d. Makna simbolik dalam tembang dolanan jamur-jamur cepaki?

e. Makna simbolik dalam tembang dolanan kebo brintik?

1.3 Tujuan

a. Makna simbolik dalam tembang obang-obing.

b. Makna simbolik dalam tembang locici.

c. Makna simbolik dalam tembang ris-irisan pandhan.

d. Makna simbolik dalam tembang jamur-jamur cepaki.

e. Makna simbolik dalam tembang kebo brintik.

Page 6: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

BAB II

Kajian Pustaka

2.1 Pengertian Naskah

Naskah adalah benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang. Naskah

Handschrift adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan

perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Naskah pada umumnya berupa buku

atau bahan tulisan tangan, panjang karena memuat cerita lengkap. Naskah biasanya

anonim dan tidak berangka tahun, berjumlah banyak karena disalin.

2.2 Pengertian Teks

Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya

dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak

disampaikan pengarang kepada pembaca dan bentuk-bentuk, yaitu cerita dalam teks

yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan,

gaya bahasa, dsb. Dalam penjelmaan dan penuturannya, secara garis besar dapat

disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu teks lisan(tidak tertulis), teks naskah tulisan

tangan, dan yang ketiga teks cetakan.

2.3 Pengertian Tembang

Kata tembang merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang berarti lagu

(Mangunsuwito, 2002 263). Lagu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan

sebagai ragam suara yang berirama. Biasanya irama tersebut berupa rangkaian tangga

nada yang tersusun secara urut dan harmonis sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang

mengandung unsur-unsur keindahan atau estetik.

Page 7: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Tembang disebut juga dengan istilah sekar. Tembang memang berasal dari kata

kembang. Kata kembang sendiri mempunyai persamaan makna dengan kata sekar. Kata

ini dapat diartikan sebagai bunga. Budaya tembang sebagai ekspresi estetik mengandung.

ciri-ciri utama seperti : bersifat kontemplatif - transedental; bersifat simbolik dan bersifat

filosofis . Sebagai ekspresi esetik, tembang kadang kala menimbulkan multi tafsir. Lebih-

lebih ketika sang penulis tembang tersebut telah tiada sebelum ia rnenafsirkan makna

tembang yang ditulisnya.

Dalam masyarakat suku bangsa Jawa tembang dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

(1) Tembang Macapat, seperti Dandanggula, Pangkur, Sinom, Megatruh, Gambuh,

Maskumambang, Pocung, Mijil, Durma, Kinanti; (2) Tembang Tengahan seperti :

Jurumedung, Wirangrong. Balalak Girisa, (3) Tembang Gede seperti Tebukasol,

Citramengeng, Manggalagita, Kusumastuti, Candrakusuma dan sebagainya.

2.4 Pengertian Tembang Dolanan

Dalam masyarakat Jawa sendiri, budaya tembang sudah ada sejak dahulu.

Sebagian besar warisan budaya nenek moyang Jawa dikemas dalam bentuk tembang atau

kidung. Salah satu tembang yang dahulu digemari oleh anak-anak adalah Tembang

Dolanan. Konon jenis tembang ini dapat membentuk keluhuran watak dan moral anak.

Tembang dolanan bukan hanya sebagai lagu yang tidak bermakna dan mesti

dinyanyikan sebagai hiburan. Lebih dari itu tembang dolanan adalah seni yang cukup

menarik untuk dikaji. Karena di dalam seni ini terdapat misteri yang penting untuk

kehidupan manusia.

Tembang dolanan merupakan perwujudan dari lagu yang biasanya dinyanyikan

oleh anak-anak ketika bermain. Tetapi kadang kala juga dinyanyikan oleh seorang dalang

Page 8: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

saat pagelaran wayang kulit. Karena lebih bersifat hiburan, tembang yang dinyanyikan

tidak terikat oleh pakem tertentu. Dan, karena yang diwakili nembang adalah tokoh

punakawan, jenis tembang yang dinyanyikan biasanya adalah yang bersifat gembira dan

menghibur. Dalam karawitan disebut Lagu ‘dolanan’, misalnya Mbangun Desa, Caping

Gunung, Modernisasi Desa, Warung Pojok, dan yang serupa dengan itu.

Page 9: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

BAB III

Metode Kegiatan

3.1 Rancangan deskriptif kualitatif

Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986: 9) pada mulanya

bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan

kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu.

Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang

menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu, pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu,

dua, tiga dan seterusnya. Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti

menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap penelitian yang didasarkan atas

perhitungan persentase, rata-rata dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain,

penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berguna untuk memperoleh

penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis

baru. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena

dan bukan angka-angka yang penuh prosentaase dan merata yang kurang mewakili

keseluruhan fenomena. Penelitian kualitatif tersebut, data yang diperoleh dari lapangan

biasanya tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga memungkinkan peneliti untuk

menata, mengkritis, dan mengklasifikasikan yanglebih menarik melalui penelitian

kualitatif. Istilah penelitian kualitatif, awalnya beraasal dari sebuah pengamatan

pengamatan kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif (Suwardi

Endraswara, 2006:81).

Page 10: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Penelitian deskriptif adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi. Prosesnya

berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data tersebut.

Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif dengan membandingkan persamaan dan

perbedaan fenomena tertentu; analitis kualitatif untuk menjelaskan fenomena dengan

aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis tanpa menggunakan model

kuantitatif; atau normatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian standar norma,

hubungan dan kedudukan suatu unsur dengan unsur lain.

Dalam perkembangan lebih lanjut ada sejumlah nama yang digunakan para ahli

tentang metodologi penelitian kualitatif (Noeng Muhadjir. 2000: 17) seperti : interpretif

grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik,

semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam

klasifikasi metodologi penelitian postpositivisme phenomenologik interpretif. Metode ini

hanyalah berusaha memaparkan atau mendeskripsikan atau menjelaskan situasi dan

kondisi.

Penelitian ini tidak bermaksud menguji hipotesis, tidak bermaksud memprediksi

keadaan, dan juga tidak bermaksud mencari dan menjelaskan hubungan-hubungan antar

variabel. Namun demikian, sesuai dengan makna ‘deskriptif’ yakni penjelasan, maka

tentu melibatkan hubungan-hubungan tertentu antar aspek yang diteliti. Dalam hal ini

beberapa ahli bahkan memperluas pengertian deskriptif ini dengan menyebut kepada

segala penelitian kecuali penelitian historis dan eksperimental (lihat Rachmat, 1997).

Penelitian deskriptif hanya mampu menjawab pertanyaan: apa yang sedang

terjadi; bagaimana ia terjadi (proses); hal-hal apa yang menonjol dari situasi seperti ini;

dan lain-lain. Penelitian ini tidak mampu secara jelas menjawab pertanyaan: mengapa hal

Page 11: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

itu bisa terjadi; faktor-faktor apa saja yang menyebabkan peristiwa teserbut bisa terjadi;

bagaimana pola hubungan antar aspek dan sejauh mana tingkat hubungannya; dll. Jenis

pertanyaan yang terakhir ini hanya bisa dijawab melalui penelitian verifikatif atau

eksplanatori.

Langkah-langkah dalam penelitian deskriptif pada umumnya hampir sama dengan

penelitian-penelitian ilmiah lainnya. Hanya untuk jenis penelitian ini biasanya tidak

disertai dengan pembuatan hipotesis formal dalam usulannya. Hipotesis akan muncul

pada saat sedang berlangsungnya penelitian, atau bahkan jika penelitian sudah dalam

tahap analisis data dan interpretasinya.

Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti

transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak

lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang

memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk

memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional.

Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.

3.2 Metode Objektif

Metode objektif adalah metode yang mengkaji suatu kondisi mengenai keadaan

yang sebenarnya tanpa mempengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Metode ini

digunakan karena setelah dilakukan sebuah perbandingan teks, maka ditemukan

kesalahan pada tempat yang sama (adanya teks yang korup).

Page 12: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Metode objektif yang sampai kepada silsilah naskah disebut metode stema.

Penerapan metode stema ini sangat penting karena pemilihan atas dasar objektivitas

selera baik dan akal sehat dapat dihindari.

3.3 Pendekatan Hermeneutik

Hermeneutik dalam istilah sehari-hari diartikan sebagai interpretasi atau

penafsiran, pada awalnya merupakan metode penelitian dalam human sciences.

Penerapan hermeneutik dalam human sciences ini diawali oleh F. Schleiermacher dan W.

Dilthey, yang kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa pemikir sesudahnya seperti

Heidegger dan Gadamer. Dalam makalah ini akan ditunjukkan bahwa di dalam sejarah

perkembangannya, ilmu-ilmu alam atau natural science - yang berkaitan erat

dengan scientific method, objectivity, dan rationality - juga melibatkan unsur-unsur

ermeneutik.

Hermeneutik merupakan teori yang menjadi dasar sangat penting dan juga

mewarnai penelitian kualitatif. Hermeutik mengararah pada penafsiran ekspresi yang

penuh makna dan dilakukan dengan sengaja oleh manusia. Artinya, kita melakukan

interpretasi atas interpretasi yang telah dilakukan oleh oleh pribadi atau kelompok

manusia terhadap situasi mereka sendiri (Smith,1984).

Setiap peristiwa atau karya memiliki makna dari interpretasi para pelaku atau

pembuatnya. Karya atau peristiwa yang merupakan interpetasi atas sesuatu tersebut

selanjutnya menghadapi pembaca atau pengamatnya (penghayat), dan ditangkap dengan

interpetasi pula. Hal ini sejalan dengan apa yang menurut istilah Gademer (1976) di

Page 13: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

dalam menjelaskan karya seni, bahwa setiap karya akan selalu diciptakan kembali oleh

pengamatnya, atau dengan kata lain, mendapatkan makna baru yang diciptakan oleh

pengamatnya(penghayatnya) tersebut.

Hermeneutik mempersyaratkan suatu aktivitas konstan dari interpetasi antara

bagian dengan keseluruhannya, yang merupakan suatu proses tanpa awal dan juga tanpa

akhir. Oleh karena itu, di dalam penelitian kualitatif seorang peneliti hanya dapat

menyajikan suatu interpetasi (didasarkan pada nilai-nilai, minat dan tujuan) atas

interpetasi orang lain atau subjek yang diteliti yang juga didasarkan pada nilai-nilai,

minat dan tujuan mereka sendiri (Smith dan Heshusius, 1986).

Peneliti yang sedang melakukan kegiatannya, berusaha menggunakan

kemampuannya sendiri untuk menemukan makna dari apa yang diteliti. Ia tak pernah

menganggap bahwa setiap deskripsi bersifat definitive. Ia selalu meningkatkan

kesungguhan dan kemungkinan-kemungkinan reflektifnya. Validitas keputusan mengenai

sesuatu dapat diwujudkan dari deskripsi yang tegas, bersama-sama dengan pengalaman

orang lain dalam suatu konteks antarsubjektif, termasuk didalamnya juga melibatkan

interpetasi penelitinya. Pola semacam kerja inilah yang menyebabkan penelitian

kualitatof bersifat multiperspektif untuk mendapatkan simpulan makan mengenai sesuatu

yang bersifat intersubjektif. Hubungan antara peneliti dengan yang diteliti tidak linear

tetapi terjadi secara dialektik interaktif.

Dalam perkembangan selanjutna hermeneutik telah digunakan oleh para ahli tafsir

kitab suci yang menggunakan bahasa tinggi dan metaforis, agar bias dipahami dan

dihayati oleh para pengikut agamanya. Bahasa yang metaforis dengan sifat

Page 14: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

kelenturannya, akan selalu memungkinkan penafsiran terhadap beragam pernyataan

sesuai dengan konteks sepanjang zaman.

Beberapa teori dalam ilmu-ilmu alam, misalnya dalam fisika kuantum dan

kosmologi, sebenarnya merupakan hasil interpretasi-interpretasi para ilmuwan yang

dalam sejarahnya dapat digantikan oleh interpretasi-interpretasi baru atau yang oleh Kuhn

disebut sebagai pergeseran paradigma dalam ilmu pengetahuan. Dalam makalah ini akan

diuraikan perkembangan pengertian hermeneutik, dilanjutkan dengan diskusi keberadaan

hermeneutik dalam ilmu-ilmu alam, termasuk pergeseran paradigma Kuhn, dan diakhiri

dengan uraian ringkas beberapa penemuan atau teori dalam ilmu alam yang relevan.

Istilah hermeneutik mencakup dua hal, yaitu seni dan teori tentang pemahaman

dan penafsiran terhadap simbol-simbol baik yang kebahasaan maupun yang non-

kebahasaan. Pada awalnya hermeneutik digunakan untuk menafsirkan karya-karya sastra

lama dan kitab suci, akan tetapi dengan kemunculan aliran romantisme dan idealisme di

Jerman, status hermeneutik berubah. Hermeneutik tidak lagi dipandang hanya sebagai

sebuah alat bantu untuk bidang pengetahuan lain, tetapi menjadi lebih bersifat filosofis

yang memungkinkan adanya komunikasi simbolik.

Tujuan akhir dari pendekatan hermeneutik adalah kemampuan memahami penulis

atau pengarang melebihi pemahamanm terhadap diri kita sendiri. Seorang sejarawan yang

menuliskan segala peristiwa sejarah, tidak jauh dari zaman di mana ia hidup, tidak akan

mempunyai pandangan yang lebih jernih jika dibandingkan dengan sejarawan yang hidup

sekian abad sesudahnya. Namun pandangan semacam ini dapat juga dianggap keliru.

Sejauh prasangka dan keikutsertaan penulis yang bersifat subjektif dijauhkan, maka ia

dapat melihat segala peristiwa dalam kebenarannya yang objektif atau sebagaimana

Page 15: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

mestinya terjadi. Dalam pendekatan hermeneutik, seseorang menempatkan dirinya dalam

konteks ruang dan waktu, maka visinya juga mengalami berbagai macam perubahan. Ia

menggunakan apa saja yang mungkin untuk ditafsirkan.

3.4 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif atas

teks dengan pendekatan hermeneutik ini adalah naskah yang berjudul ’Javanesche

Kinderspelen’ yang ditulis oleh R.Soekardi pada tahun 1912 dalam aksara jawa gaya

ngetumbar, dengan tebal naskah 1,5 cm dan jumlah halaman 234 halaman dan ditulis.

Keadaan naskah ini masih cukup baik dan terawat, terlihat dari aksara jawanya dapat

dibaca dengan cukup jelas. Dan selanjutnya, dari naskah tersebut diambillah lima naskah

yang menjadi objek analisis. Teks tembang dolanan dalam naskah terebut yang diambil

diantaranya adalah tembang berjudul ‘obang-obing’, ‘locici’, ‘ris-irisan pandhan’,

‘jamur-jamur cepaki’, dan ‘kebo brintik’.

3.5 Pengolahan Data

Ada tiga tahap analisis data dalam penelitian ini, yaitu :

1. Tahap Transkripsi

Dalam tahap ini, lima tembang, obang-obing, locici, ris-irisan pandhan, jamur-

jamur cepaki, dan kebo brintik disalin kedalam bentuk catatan lain pada tempat yang

berbeda.

2. Tahap Translite

Page 16: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Dalam tahap ini, dilakukan pengalihan aksara/ jenis tulisan, yaitu dari aksara Jawa

kedalam aksara latin dan berbahasa Indonesia.

3. Tahap Interpretasi

Dalam tahap ini, dilakukan kegiatan pemaknaan atas makna simbolik yang tersirat

dalam teks (lima tembang dalam naskah Javanesche Kinderspelen).

3.6 Analisis Data

Sesuai dengan jenis penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif

deskriptif, analisis data menggunakan teknik deskriptif yang mengarah pada

pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang

sebenarnya terjadi pada objek penelitian.

Dalam kaitannya dengan metode hermeneutik, peneliti melakukan kegiatannya

dengan berusaha menggunakan kemampuannya sendiri untuk menentukan makna dari

apa yang diteliti. Menurut Nyoman Kutha (46:2007), metode hermeneutika tidak mencari

makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal. Validitas data dan keputusan

diwujudkan dari deskripsi yang tegas.

Dalam kegiatannya, metode hermeneutik dibicarakan dalam dua kegiatan, yaitu

kualitatif dan analisis isi. Dalam hermeneutik, kualitatif berjalan dengan memprhatikan

perhatian pada makna dan pesan sesuai dengan hakikat dalam objek. Dan analisis isi

dalam hal ini berkaitan dengan penafsiran. Dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah

penafsiran. Dan dasar penafsiran dalam metode analisis isi memberikan perhatian pada isi

pesan.

Page 17: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Bab IV

Pembahasan

Dapat dianalisis berdasarkan pengertian makna simbolik adalah konotasi dan

ciri penafsiran ganda dari sebuah teks, yang sarat dengan kesan. Dalam bahasa Indonesia

pada umumnya simbol disamakan dengan lambang. Dalam sastra, sistem simbol yang

terpenting adalah bahasa. Sesuai dengan hakikatnya tanda bahasa dikaitkan dengan

denotatum. Denotatum dalam karya sastra adalah dunia interpretasi fiksional, dunia

dalam kata-kata, dan dunia kemungkinan yang memungkinkan munculnya interpetasi dan

penafsiran tersendiri atas bahasa. Dunia fiksi tidak harus sama dengan dunia

sesungguhnya, namun tetap harus dapat diterima ’kebenarannya’. Begitupun interpretasi

atas bahasa juga tidak selalu sama. Atas dasar pandangan bahwa segala sesuatu dalam

bahasa memungkinkan untuk menjadi tanda maka jumlah denotatum penafsiran pun tidak

terbatas.

4.1 Makna Simbolik dalam Tembang Obang-obing

Berdasarkan keterangan lagu:

A sampai I diibaratkan sama-sama sedang berdiri, I yang jadi atau berjaga di

tengah. A,B,C,D,E,F,dan G. Mereka sama-sama memutari I bersama-sama saling

bergandengan tangan, lalu menyanyikan lagu sambil berputar. Tiap-tiap jatuh di ’dhong-

dhing’ atau ketukan lagu. I menunjuk kepada anak-anak yang lain. Telunjuk I jatuh

kepada siapa, maka dialah yang menggantikan jadi atau berjaga. Demikian selanjutnya

berulang-ulang sampai bosan hati seluruh anak.

Page 18: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Kebersamaan :

Tercermin dari jenis permainan yang melibatkan beberapa orang

anak untuk bermain bersama. Dalam budaya Jawa, hal ini sangatlah

mencolok. Masyarakat Jawa cenderung mengutamakan kebersamaan

dalam menjalin hubungan yang harmonis di lingkungannya.

Masyarakat Jawa memiliki sistem budaya yang mengutamakan

nilai keserasian hidup. Intuisi untuk sosial ada dan diadakan untuk

memainkan peran yang berkontribusi pada kepaduan formasi masyarakat

yang utuh dan harmonis.

Perwujudan dari keserasian dapat dilihat dalam praktek kerjasama.

Kerukunan didasari oleh empat sifat dasar, yaitu simpati, keramahan,

keadilan, dan menempatkan kepentingan pribadi yang selaras dengan

tatanan sosial dan adat-istiadat. Kerukunan dalam hal ini diwujudkan

dengan interaksi sosial yang dilakukan dengan bermain tembang.

Tanggung jawab :

Tercermin dari cara permainan yang mengharuskan salahsatu pemain

berdiri di tengah dan bertanggung jawab untuk menunjuk salah satu teman

untuk menggantikannya. Dalam hal ini, ia bertanggung jawab untuk

berbuat adil. Yang ditengah diartikan sebagai pemimpin dalam permainan

tersebut. Pemimpin adalah orang yang harus berbuat adil dan tidak

mengambil hal yang bukan haknya, mengedepankan kepentingan orang

lain. Dalam permainan ini, orang yang berdiri ditengah menjadi penentu

bagi siapa yang akan dia tunjuk untuk menggantikannya, dan dia harus

Page 19: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

adil karena ia harus memilih orang yang paling tidak belum mendapat

giliran bermain.

Toleransi :

Tercermin dari cara bermain ketika anggota sepermainan harus rela dan

toleransi terhadap teman yang harus bergiliran untuk berdiri d tengah.

Dengan rasa toleransi yang tinggi, diharapkan tidak akan ada pertentangan

akibat jatah giliran mereka.

4.2 Makna Simbolik dalam Tembang Locici

Locici

Locici, Locino, Lolobah, Lolondo.

Mencerminkan filosofi masyarakat Jawa yang menutupi maksud yang

biasanya berupa sindiran dengan ‘plesetan’ kata-kata :

Tercermin dari kata-kata yang digunakan dalam tembang ini.

Dalam tembang ini, masyarakat Jawa menggambarkan bagaimana mereka

menyebut orang-orang Cina dan Belanda yang banyak tinggal di

Indonesia. ‘locici’ dapat diartikan ‘orang cina’ (cici : sebutan untuk orang

cina, terutama wanita) dan ‘lolobah’ dapat diartikan (bah : sebutan untuk

orang Belanda). ‘locino’ : orang-orang cina dan ‘lolondo’ : orang-orang

Belanda.

Dalam hal ini, masyarakat Jawa, terutama ‘oknum’ yang membuat/

menciptakan tembang ini bermaksud menyembunyikan maksudnya yang

bertujuan berolok-olok atas sebutan bagi kedua etnis tersebut.

Page 20: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Mencerminkan budaya Jawa yang cenderung mengutamakan keselarasan :

Tercermin dari lagu yang memiliki rima. Sebagaimana budaya

tembang yang ada di Jawa, tembang cenderung dibuat dengan nada dan

irama yang memiliki aturan tertentu untuk menciptakan kesan keserasian.

Hal ini pula yang menjadi cerminan dari budaya Jawa yang

mengutamakan keselarasan dan keseimbangan pada setiap aspek

kehidupan dan bermasyarakat.

Nilai budaya keserasian hidup bersama ini sesungguhnya telah

berabad-abad menjadi filosofi dasar masyarakat Jawa , yaitu suatu cita-cita

yang berupa ‘tatanan sosial yang terorganisir secara rapi dan dalam

keseimbangan’ (Leach, dikutip Kuiper, 1991:156).

4.3 Makna Simbolik dalam Tembang Ris-irisan Pandhan

Dimulai dengan memahami keterangan lagu :

A sampai D diibaratkan anak-anak sama-sama berdiri melingkar dan

bergandengan, bersama memulai lagu, lantas berputar pada jalurnya, setelah lagu habis:

‘seger’, berputarnya sesuai dengan ketukan lagu dan bersama-sama dengan penuh

seksama. Demikian berulang-ulang sampai longgar, dan anak-anak telah merasa letih dan

bosan.

Kebersamaan :

Tercermin dari jenis permainan yang melibatkan beberapa orang

anak untuk bermain bersama. Dalam budaya Jawa, hal ini sangatlah

Page 21: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

mencolok. Masyarakat Jawa cenderung mengutamakan kebersamaan

dalam menjalin hubungan yang harmonis di lingkungannya.

Masyarakat Jawa memiliki sistem budaya yang mengutamakan

nilai keserasian hidup. Intuisi untuk sosial ada dan diadakan untuk

memainkan peran yang berkontribusi pada kepaduan formasi masyarakat

yang utuh dan harmonis.

Perwujudan dari keserasian dapat dilihat dalam praktek kerjasama.

Kerukunan didasari oleh empat sifat dasar, yaitu simpati, keramahan,

keadilan, dan menempatkan kepentingan pribadi yang selaras dengan

tatanan sosial dan adat-istiadat. Kerukunan dalam hal ini diwujudkan

dengan interaksi sosial yang dilakukan dengan bermain tembang.

Gotong royong :

Dicerminkan dengan permainan yang dimainkan hingga semua

pemainnya merasa bosan dan capek. Hal ini dapat dimaknai sebagai pesan

moral untuk selalu menjaga semangat gotong royong diantara mereka.

Permainan ini diibaratkan sebagai pekerjaan atau tugas yang dipikul

bersama-sama. Pekerjaan itu akan dikerjakan bersama-sama. Dan selesai

bersamaan dengan perasaan lega dan senang atas kebersamaan.

4.4 Makna Simbolik dalam Tembang Jamur-jamur Cepak’i

Berdasarkan keterangan lagu yaitu:

Page 22: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Dibaratkan anak-anak sama-sama berdiri sejenak bersama-sama berjalan berputar

pelan-pelan dan bersama-sama bernyanyi. Bersama lagu sambil, kakinya

ditepukkan ke tanah, tangan kirinya diletakkan di pinggang dan badannya juga

miring ke kiri. Bersama lagu sampai lambang ‘bonyok-nyok’ lalu ganti tangannya

yang kanan diletakkan di pinggang dan badannya condong ke kanan, setelah lagu

habis: lehernya di anggukkan, bersama-sama gerakan lehernya, demikian

berulang-ulang sampai bosan.

Kebersamaan :

Tercermin dari jenis permainan yang melibatkan beberapa orang

anak untuk bermain bersama. Dalam budaya Jawa, hal ini sangatlah

mencolok. Masyarakat Jawa cenderung mengutamakan kebersamaan

dalam menjalin hubungan yang harmonis di lingkungannya.

Masyarakat Jawa memiliki sistem budaya yang mengutamakan

nilai keserasian hidup. Intuisi untuk sosial ada dan diadakan untuk

memainkan peran yang berkontribusi pada kepaduan formasi masyarakat

yang utuh dan harmonis.

Perwujudan dari keserasian dapat dilihat dalam praktek kerjasama.

Kerukunan didasari oleh empat sifat dasar, yaitu simpati, keramahan,

keadilan, dan menempatkan kepentingan pribadi yang selaras dengan

tatanan sosial dan adat-istiadat. Kerukunan dalam hal ini diwujudkan

dengan interaksi sosial yang dilakukan dengan bermain tembang.

Keselarasan :

Page 23: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Hal ini tidak hanya ditemukan dalam permainan tembang ini saja,

karena di Jawa, keselarasan juga dsering dipakai dalam seni gerak lain

seperti tari-tarian. Demikian halnya dengan cara bermain dalam Tembang

Jamur-Jamur Cepaki. Tembang ini dinyanyikan dengan gerakan-gerakan

tertentu semacam tarian yang dilakukan bersama-sama secara harmonis

oleh setiap pemainnya.

Hal ini masih berkaitan dengan konsep keserasian yang selalu

berusaha diciptaan oleh masyarakat Jawa. Keselarasan dalam geraka

inipun melambangkan banyaknya susunan / aturan dalam tatanan

masyarakat Jawa. Seperti halnya pada tari-tarian yang mengharuskan

beberapa orang dengan gerakan yang sama dan selaras untuk menciptakan

kesan harmonis.

4.5 Makna Simbolik dalam Tembang Kebo brintik

Kebo brintik aselambobima, bima wedhi wendeg jambe wana jungkat

mentul ngisor jengkol duwur pete, tapi ye larak-larak, kembenne bangun tulak ngenggo

pincuk tali anak-anak’e mati kapidhak.

Arti linear Kebo brintik aselambobima, setan bima penghuni pohon jambe, yang

berjalan menggunakan tongkat dan berkalung jengkol di atas dan pete di bawah, serta

jalannya diseret-seret, menggunakan ‘kemben’ berwarna hitam putih yang diikat dengan

tali dan anak-anaknya mati terinjak.

Arti interpetasi Kebo brintik aselambobima dapat diartikan sebagai orang yang

jahat , menggunakan banyak alat untuk melindungi dirinya sendiri dan untuk menakuti

Page 24: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

orang lain. Namun ketika ia berbuat jahat maka anak-anaknya juga ikut menanggung

malu.

Dari interpretasi diatas, dapat katakana bahwa tembang ini adalah penggambaran

dari kepercayaan masyarakat Jawa tentang penurunan sifat dan perilaku dari

orang tua kepada anak-anaknya. Dan tidak hanya sebatas itu, baik-buruk dalam

diri orang tua dianggap menjadi penentu watak baik-buruk anak-anaknya.

Dalam masyarakat Jawa, seseorang yang dianggap buruk, baik dalam tingkah laku

atau watak nya, dianggap sebagai benih dari keburukan yang akan melahirkan

banyak keburukan lain. Misalnya anak seorang wanita penghibur, akan selamanya

membawa ‘titel’ orang tuanya, bahkan penilaian pada anak keturunan tersebut

akan tetap dinilai buruk bila orang tua/ salah satu orang diatas garis keturunannya

memiliki aib dimata masyarakat.

Selain itu, hal ini juga terkait dengan penetapan status dan penilaian terhadap

seseorang yang berada pada tingkat ‘bibit’. Dimana dalam masyarakat Jawa,

diutamakan adanya keturunan daro orang-orang yang dianggap baik dan mulia.

Dan seperti yang dibahas sebelumnya, bila ada sejarah buruk dari silsilah

keturunan tersebut, maka cap buruk akan terus dibawah oleh anak-cucu mereka,

sampai kapanpun, sampai masyarakat mulai melupakan aib kebrukan tersebut.

Page 25: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Selanjutnya, setelah prosesn interpretasi, pada akhirnya peneliti menemukan

suatu benang merah diantara tembang tembang berjudul ‘obang-obing’, ‘locici’, ‘ris-

irisan pandhan’, ‘jamur-jamur cepaki’, dan ‘kebo brintik’. Dan dapat disimpulkan secara

umum, bahwa hasil interpretasi dari semua tembang tersebut mengarah pada aspek

cerminan pandangan, falsafah hidup, dan nilai moral yang dibangun dalam masyarakat

Jawa. Kesimpulan itu dibuktikan dengan diperolehnya suatu hasil interpretasi dari

beberapa tembang yang dapat dilihat dari segi-segi yang telah disebutkan diatas.

Diantaranya dapat dicontohkan adanya interpretasi moral/ nilai kebersamaan dalam

tembang berjudul ‘obang-obing’, ‘ris-irisan pandhan’, dan ‘jamur-jamur cepaki’. Selain

itu, terdapat pula interpretasi ‘keselarasan’ yang dapat dilihat dalam tembang-tembang

tersebut. dan secara tersendiri, disebutkan pula aspek lain seperti pemaknaan akan

sesuatu yang dapat dilihat dari tembang ‘Kebo Brintik’yang menggambarkan tentang

penurunan sifat dalam silsilah keturunan. Dan tidak lupa, disebutkan pula ciri khas

masyarakat Jawa yang juga seringkali menyebutkan golongan etnis seseorang, yang

secara singkat digambarkan dalam tembang ‘Locici’.

5.2 Saran

5.2.1 Saran kepada Pemerintah

Kepada pemerintah diharapkan mampu memberikan banyak dukungan

baik secara moril maupun materil dalam upaya melestarikan budaya bangsa

(salah satunya tembang dolanan). Sebagai sebuah kewajiban kita bersama

untuk melestarikan kebudayaan ini, dalam hal ini pemerintah diharapkan bisa

menjadi fasilitator dan masyarakat sebagai pelaksananya.

5.2.2 Saran kepada Pengajar Filologi

Kepada pengajar Filologi diharapkan dapat terus berperan aktif dalam

melestarikan tembang-tembang dolanan sebagai salah satu budaya bangsa

dengan terus mengabdi kepada bangsa dalam hal ini khususnya mengajarkan

Page 26: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

tembang-tembang dolanan. Serta menanamkan nilai-nilai luhur yang

terkandung dalam tembang-tembang dolanan tersebut kepada siswa dan

mahasiswa.

5.2.3 Saran kepada Peneliti Lain

Kepada peneliti lain diharapkan untuk dapat melakukan penelitian

terhadap tembang-tembang yang ada di Nusantara, baik tembang dolanan

yang telah ada dalam makalah ini ataupun tembang-tembang lain . Dengan

demikian peneliti lain dapat turut berperan aktif dalam melestarikan tembang

sebagai budaya bangsa.

5.2.4 Saran kepada Masyarakat

Sebagai pelaksana, dalam hal ini pelaksana kegiatan pelstarian

kebudayaan khususnya tembang, masyarakat diharapkan untuk ikut berperan

aktif dengan cara mengajarkan tembang-tembang dolanan kepada anak-anak,

sehingga dengan demikian tembang dolanan akan tetap terpelihara dari

generasi ke generasi.

Page 27: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.Balai Bahasa Yogyakarta, Tim Penyusun. 2001. Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa).

Yogyakarta: Kanisiua.

Hariyanto, Muhsin. 2007. Hermeneutika; Sebuah Pengantar, (Online), (http://www.hidayatullah.com, diakses 9 Mei 2009).

Haryanti, Eka Putri. 2008. Makna Simbolik dan Fungsi Sajen dalam Selamatan Pendirian Rumah bagi masyarakat Jawa di kecamatan Pakem, (Online), (http://krp2.krpdiy.org, diakses 23 April 2009).

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori , Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Miswanti.2007.PeranTembangDolanan dalam Pengajaran Hindu, (Online), (http://www.parisada.org, diakses 23 April 2009)

Moeliono, Anton M. 1983. Pengantar Teori Filologi. Jakarta Timur: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Morissan. 1989. Teori Komunikasi dan Paradigma Penelitianserta Tinjauan Terhadap Analisa Wacana dan Bingkai, (Online), (http://teorikomunikasi-morissan.blogspot.com, diakses 4 Mei 2009).

Poliban. 2004. Metode Penelitian, Filsafat, Hakekat dan Metode Ilmiah, (Online),(http://www.poliban.ac.id, diakses 4 Mei 2009).

Putra, Jefry Sanjaya. 2007. Konsep dan Teori Sistem, Tanda Semiotika, Teks, dan Teori Kode, (Online), (http://studioarsitektur.com, diakses 6 Mei 2009)

Sofianti. 2004. Falsafah Tembang Jawa dan Erosi Budaya Traditional, (Online), (http://sofianti.multiply.com, diakses 27 April 2009).

Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik (Sebuah Metode Filsafat). Yogyakarta: Kanisius.

Taufiqoh, Romi. 2008. Makna Simbolik dan Fungsi Sajen Pendirian Rumah Bagi Masyarakat Jawa, (Online), (http://krp2.krpdiy.org, diakses 27 April 2009)

Tim Penulis, Sena Wangi. 1999. Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jakarta; Sena Wangi.

Vivekananda. 2008. Dolanan, (Online), (http://denoknya-kenken.blog.friendster.com, diakses 26 April 2009)

Wibono, J.Calar. 2005. Inovasi dan Apresiasi Tari Teknologi Informasi dan Pementasan Ketoprak, (Online), (http://www.orientalscholar.com, diakses 26 April 2009)

Page 28: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Wikipedia. 2009. Naskah, (Online), (http://id.wikipedia.org, diakses 9 Mei 2009).............. 2007. Lagu Dolanan, (Online), (http://njowo.wikia.com, diakses 26 April

2009).

Page 29: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

Lampiran

1. Lagu obang-obing

Trakskrip

Lagu obang-obing

Obang-obing muk kimajaya satru kerem muk kimajaya satrune priyayi

dangnam bedhug benong, bedhug jenggur, endhog kemal mempur

ongla jagagembur dak sudute getih mumanjur

Keterangan

a dumugi i upami lare sami ngadheg, i ingkang dados wonten ing

tengah. Abcdef sami kapeng ngepang i kaliyan gegandengan, lajeng sami

mubel lagu sarta i mubeng, saben-saben dhawah ing dhong-dhing, nudingi

dhateng lare-lare. Sareg lagu telas dawah ing dhog : manjur, tudingipun i

dawuh sinten nggih punika ingkang gantos dados, mekaten salajengipun

awongsal-wangsul ngantos jeleh, menggalih kabehipun lare saparinipun

Translite

A sampai I diibaratkan sama-sama sedang berdiri, I yang jadi atau berjaga

di tengah. A,B,C,D,E,F,dan G. Mereka sama-sama memutari I bersama-

sama saling bergandengan tangan, lalu menyanyikan lagu sambil berputar.

Tiap-tiap jatuh di ’dhong-dhing’ atau ketukan lagu. I menunjuk kepada

anak-anak yang lain. Telunjuk I jatuh kepada siapa, maka dialah yang

menggantikan jadi atau berjaga. Demikian selanjutnya berulang-ulang

sampai bosan hati seluruh

Page 30: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

2. Lagu Locici

Trasnkrip

Lagu Locici

Locici, locino, lolobah, lolondo

Keterangan

Punika namung lagu kemawon

3. Lagu Ris-irisan Pandhan

Transkrip

Lagu Ris-irisan Pandhan

Ris-irisan pandhan dheradhan dhendhe dhempa mencok dhendhen

dempa magleng kedul dangnam ana jago wareng sego golong

lawohe sambel goreng bokong methok susune bunder seger

Keterangan

A dumugi D upami lare sami ngadeg kupeng agagandengan, sareng wiwit

lagu, lajeng mubeng ana ing lanah , satelasipun lagu : seger, inngenipun

mubeng kendel sarta sami anydhik, mekaten awongsal-wangsul ngantos

sela, menggah kathahipun lare saparinipun.

Translite

Page 31: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

A sampai D diibaratkan anak-anak sama-sama berdiri melingkar dan

bergandengan, bersama memulai lagu, lantas berputar pada jalurnya,

setelah lagu habis: segar, berputarnya sesuai dengan ketukan lagu dan

bersama-sama dengan penuh seksama. Demikian berulang-ulang sampai

longgar, dan anak-anak telah merasa letih dan bosan.

4. Lagu Jamur-jamur Cepak,i

Transkrip

Lagu Jamur-jamur Cepak’i

Jamur-jamur cepak’i, dikumbah pinggir kuwali, sikil ngethok-ngethok,

lambung bonyok-nyok, pacak gulu cak, pacak gulu cakke.

Keterangan

˩˩ upami lare sawatawis sami lumampah mubeng alonlonan sarta sami

mungelagu. Sareng lagu dumung: sikil ngethok-thok tanganipun kiwa

malangkerik punapa malih awakipun sami kadengkek kakenngiwa ˩˩

Sareng lagu dumugi : lambang bonyok-nyok gentos tanganipun tengen

malangkerik awakipun kadengkek kakennengan ˩ satelasipun lagu : pacak

gulu cak’e ˩ sami apa sik gulu ˩ makaten awongsal-wangsul ngantos

sajelehipun.

Translite

Dibaratkan anak-anak sama-sama berdiri sejenak bersama-sama berjalan

berputar pelan-pelan dan bersama-sama bernyanyi. Bersama lagu sambil,

kakinya ditepukkan ke tanah, tangan kirinya diletakkan di pinggang dan

Page 32: KAJIAN TEMBANG (FILOLOGI)

badannya juga miring ke kiri. Bersama lagu sampai lambang ‘bonyok-

nyok’ lalu ganti tangannya yang kanan diletakkan di pinggang dan

badannya condong ke kanan, setelah lagu habis: lehernya di anggukkan,

bersama-sama gerakan lehernya, demikian berulang-ulang sampai bosan.

5. Lagu Kebo Brintik

Transkrip

Lagu Kebo Brintik

Kebo brintik aselambobima, bima wedhi wendeg jambe wana jungkat

mentul ngisor jengkol duwur pete, tapi ye larak-larak, kembenne bangun

tulak ngenggo pincuk tali anak-anak’e mati kapidhak.

Keterangan

Punika namung lagu ke