faktor-faktor yang berhubungan dengan · pdf fileseksual menjadi penyebab utama, kini kasus...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN
PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG HIV/AIDS DI KOTA GARUT
TAHUN 2008
Syafrida Harahaf * )
Oktoruddin Harun **)
ABSTRAK
Dampak penyebaran HIV/AIDS di negara-negara berkembang sungguh menghawatirkan.
Populasi angka kesakitan dan kematian penduduk produktif meningkat terus sehingga
usia harapan hidup menurun. Selain berdampak langsung bagi kehidupan social, ekonomi
suatu bangsa dan telah menimbulkan keprihatinan baik di tingkat nasional, regional
maupun internasional. Selain epidemik HIV/AIDS yang semakin merebak, maka krisis
ekonomipun perlu diatasi secara lebih baik lagi, hal ini dikarenakan penyebaran
HIV/AIDS tidak dapat dipisahkan dengan masalah kemiskinan, sebagai dampak krisis
ekonomi yang berlarut-larut menyebabkan jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) terus
bertambah PSK merupakan kelompok rawan terjangkit virus HIV/AIDS, untuk itu
mereka harus dibekali pengetahuan dan sikap yang baik tentang HIV/AIDS agar dapat
bertanggung jawab melindungi diri mereka sendiri dari virus HIV/AIDS yang mematikan
tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS di kota Garut tahun 2008, dengan variabel-variabel
penelitian adalah umur, pendidikan, pendapatan, lama bekerja, akses informasi, pengaruh
rekan kerja, anjuran medis dan sikap petugas kesehatan
Metode penelitian adalah metode survei dan merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan kros seksional. Populasi dalam penelitian ini adalah para PSK yang berada
pada tempat penginapan, warung remang-remang dan yang beroperasi di jalan-jalan..
Tehnik pengambilan sampel dengan accidental sampling( responden yang diperoleh pada
saat penelitian dilakukan ) sebanyak 35 orang.
Hasil penelitian menunjukkan dari variabel-variabel yang diteliti setelah dilakukan uji
statistik chi square dan fisher exact pada α = 0,05 ternyata yang ada hubungan dengan
pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS adalah variabel pendidikan dan pendapatan dan
tidak ada variabel yang berhubungan dengan sikap PSK tentang HIV/AIDS.
PENDAHULUAN
Penyakit Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome (
HIV/AIDS ) merupakann salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh Virus HIV
dan secara kilinis untuk pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1981 (
Kementrian Pemberdayaan Perempuan, 2002 )
Berdasarkan laporan UN-AIDS tahun 2003, epidemik HIV/AIDS global sampai saat ini
masih mengancam dan kasus-kasus baru meningkat pesat. Setiap hari diperkirakan
14.000 orang terinfeksi HIV, dan ini berarti terdapat penambahan 1 ( satu) kaasus baru
HIV/AIDS setiap 6 detik diseluruh dunia. Hingga akhir tahun 2003 diperkirakan terdapat
40 juta orang dengan HIV/AIDS ( ODHA ) diseluruh dunia. Dan lebih dari 95 % ODHA
tersebut berada di negara berkembang ( Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2002 )
Di benyak negara epidemik AIDS masih dianggap “ rendah “ atau “ terkonsentrasi “.
Terutama di dalam kelompok-kelompok yang mempunyai risiko tinggi, termasuk
didalamnya kaum lelaki yang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenisnya,
kelompok menggunakan narkoba suntik dan mereka yang berada di dalam perdagangan
seks. Sebuah epidemik dianggap “ terkonsentrasi “ ketika jumlah orang yang terinfeksi
kurang dari 1 ( satu ) persen populasi umum dan lebih dari 5 ( lima) persen infeksi terjadi
pada kelompok “ berisiko tinggi “..
Di Eropa Timur dan Asia Tengah, hampir semuanya melaporkan penularan HIV
berhubungan dengan penyuntikan narkoba dan telah menyebar luas dikalangan anak-
anak muda, terutama kaum pemudanya. Di beberapa bagian wilayah Amerika Latin dan
Asia dan banyakm negara-negara maju, epidemik terkonsentrasi pada pria yang
berhubungan seksual dengan sesama jenisnya, beberapa negara ini juga mempunyai
konsentrasi epidemik hetero seksual dikalangan anak mudanya yang menjajakan seks dan
pria-pria yang membeli seks dari mereka, Di beberapa negara Asia Tenggara seperti
Nepal dan Vietnam, epidemik meledak dikalangan pemakai narkoba yang menggunakan
jarum suntik dan para pekerja seks dengan mayoritas usia dibawah 25 tahun. Di Cina,
dimana sepertiga masyarakat dunia hidup, konsentrasi epidemik telah muncul dibeberapa
Provinsi, dan HIV dengan cepat meluas masuk kedalam kelompok-kelompok baru (
UNICEF/UN-AIDS, 2002 ).
D Indonesia, kasus pertama ditemukan di Bali sekitar April Tahun 1987 pada seorang
wisatawan Belanda. Erdwar Hop yang meninggal di RS. Sanglah Bali. Smentara itu,
orang Indonesia yang pertama kali meninggal akibat AIDS terjadi pada Juni 1998, juga
terjadi di Bali ( Syafruddin Anwar, 2006 ).
Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia juga sudah sampai pada tahap yang
mengkhawatirkan. Menurut catatan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI ( Ditjen PP & PL ), sampai dengan 30
Juni 2006 kasus HIV secara Kumulatif telah mencapai angka 10.859 kasus dengan
rincian 6.332 penderita AIDS dan 4.527 pengidap HIV. Adapun ratio kasus AIDS antara
pria dan wanita adalah 4,5 : 1. Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta, Jawa
Timur, Jawa Barat,Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi
Selatan, dan Jawa Tengah.
Kondisi diatas semakin memprihatinkan karena persentase tertinggi terdapat pada usia
produktif ( 54,12 % ) yaitu kelompok usia 20-29 tahun dan sekitar 26,41% pada
kelompok usia 30-39 tahun diikuti kelompok umur 40-49 tahun sekitar 8,42%.
Disamping itu, telah terjadi pergeseran dalam cara penularannya yang semula hubungan
seksual menjadi penyebab utama, kini kasus penularan terbanyak ( 50,5% ) melalui
penggunaan jarum suntik oleh kelompok pengguna narkoba dengan jarum suntik (
Injecting Drugs Users- IDU ), sedangkan penularan melalui heteroseksual sebesar 38,7%
dan homoskesual 4,7% ( Syafruddin Amir, 2006 )
Ditjen PP & PL juga menyampaikan bahwa rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai
dengan 31 Maret 2006 adalah 3,15 per 100.000 penduduk ( Sensus, 2000) Rate kumulatif
kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua ( 15,88 kali angka nasional ),
Maluku ( 2,71 kali angka nasional, Kalimantan Barat ( 1,97 kali angka nasional ), Riau
dan Kepulauan Riau ( 1,82 kali angka nasional ), Sulawesi Utara ( 1,62 kali angka
nasional ) dan Bangka Belitung ( 1,55 kali angka nasional ). Sedangkan proporsi kasus
AIDS yang dilaporkan telah meninggal adalah 23,8% ( Syafruddin Amir, 2006 )
Meskipun data diatas merupakan data resmi dari pemerintah, namun data sesungguhnya
tidak ada yang tahu berapa persisnya, karena HIV/AIDS seperti fenomena gunung es, apa
yang telihat hanyalah puncak yang menyembul di permukaan tanpa diketahui seberapa
dalam dan berapa besar kasus yang sebenarnya terjadi. Saat ini diperkirakan jumlah
pengidap HIV/AIDS di Indonesia adalah 13.00 – 90.000 orang ( Syafruddin Amir, 2006 )
Tingkat penyebaran HIV dan AIDS sudah mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan.
Dari tahun ke tahun jumlah penderita HIV/AIDS mengalami peningkatan pesat. Dari
catatan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, penyebarannya terutama ditularkan
melalui seks berisiko dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada pengguna
narkoba suntik. Selain itu diperkirakan ada 13 juta orang berisiko terinfeksi HIV yang
disebabkan perilaku berisiko, baik penggunaan penjaja seks, isteri pelanggan seks, serta
pengguna narkoba suntik dan pasangan seksnya ( Syafruddin Amir, 2006 )
Secara global, perempuan lebih rentan tertular HIV dari pada laki-laki. Kerentanan kaum
perempuan untuk tertular HIV pada umumnya karena kurangnya pengetahuan mereka
tentang HIV/AIDS ataupun kurangnya akses untuk mendapatkan layanan pengetahuan
HIV . Selain itu secara biologis perempuan lebih berisiko untuk tertular HIV jika
melakukan hubungan seksual tanpa kondom dibandingkan dengan laki-laki. Ironisnya,
perempuan lebih sulit melindungi dirinya dari infeksi HIV karena pasangan seksualnya
tidakmau menggunakan kondom. Berdasarkan data Depkes RI tahun 2002 disebutkan
bahwa hanya 10% yang bersedia menggunakan kondom dari sekitar 10 juta pasangan
seks ( Kampanye AIDS Sedunia, 2004 )
Adapun stigma masyarakat terhadap HIV/AIDS sendiri lebih cenderung menganggap
HIV/AIDS hanya dialami oleh perempuan Pekerja Seks Komersial ( PSK ) menambah
berat masalah sosial yang dialami odha perempuan, meskipun PSK merupakan
kelompok rentan “ berisiko tinggi “ untuk tertular HIV/AIDS, tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa perempuan yang tidak melakukan perilaku berisikopun bisa saja
terinfeksi HIV dari pasangan tetapnya ( suami)
Pekerja Seks Komersial atau PSK, kata-kata itu sudah tidak asing lagi terdengar di
masyarakat kita. Istilah PSK yang dianggap sebagai penghalusan bahasa ( eufimisme )
dari istilah pelacur atau “ lonte “, tanpa disadari seolah-olah menjadikan perbuatan itu
legal karena disebut sebagai pekerja. Adapun sebagai pekerja, dikhawatirkan mereka
akan menuntut legitimasi dan hak-haknya sebagai pekerja yang memberikan pelayanan
kepada mereka yang membutuhkannya. Meskipun sampai dengan saat ini keberadaannya
masih menjadi kontroversi, karena mereka dianggap tidak pantas atau “ dipandang hina “
oleh sebagian masyarakat kita untuk berbaur bersama komunitas masyarakat yang hidup
normal lainnya. Padahal mau tidak mau, suka tidak suka kita tidak dapat menutup mata
terhadap keberadaan mereka dan mereka juga merupakan bagian dari masyarakat yang
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan yang lainnya ( Syafruddin Amir, 2006)
Psndangan sinis yang datang dari masyarakat, membuat mereka menutup diri dari
masyarakat yang hidup normal, sehingga pada akhirnya kebanyakan dari mereka
berkumpul menjadi komunitas yang tinggal dalam suatu lokalisasi dan baru beraksi pada
malam hari ditengah hingar bingarnya kehidupan dunia gemerlap malam untuk
menjajakan cinta dan seks kepada konsumennya yang justru sebagian besar datang dari
komunitas masyarakat yang mengaku berasal dari masyarakat yang hidup normal. Suatu
fenomena kemunafikan atau mungkin juga merupakan degradasi moral atau gaya hidup (
LSM Mitra Perempuan )
Hal ini juga ditunjang dengan maraknya industri seks di Indonesia yang ikut
mengantarkan peluang terbesar meningkatnya kasus HIV/AIDS dikalangan pekerja seks
komersial . Di Provinsi Papua sampai dengan tanggal 8 September 2007 telah ditemukan
14 pekerja seks komersial yang positif HIV/AIDS ( Info papua.com, 2008 )
PSK dan HIV/AIDS merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini
dikarenakan dalam menjalankan pekerjaannya, pelanggan yang ditemui selalu berbeda,
datang dari mana saja dengan berbagai latar belakang fisik, sosial budaya, biologis dan
lingkungan yang tidak diketahui asal usulnya,dengan satu tujuan untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhan seks para lelaki hidung belang. Fenomena himpitan ekonomi
orang tua terpaksa membuat mereka menjalani pekerjaan di dunia pelacuran, karena
merupakan cara pintas mendapatkan uang banyak, atau karena diperkosa, terjebak
penjualan ( trafficking ) atau bahkan terjebak pergaulan bebas ( free-seks) dan berbagai
macam motif lainnya kenapa mereka menjadi seperti itu ( LSM Mitra Perempuan
Mandiri, 2006 ).
Ketika mereka telah terjebak didalamnya, akan sangat sulit bagi mereka untuk keluar dari
situasi tersebut. Hal ini disebabkan karena ketiadaan bentuk pekerjaan alternatif atau
pengganti yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keteranpilan yang dimiliki
atau yang dapat menandingi jumlah pendapatan mereka ketika bekerja sebagai PSK.
Mereka akan terus menjadi objek seks “ sugar daddy “ ( laki-laki yang menawarkan
kompesnasi uang tunai untuk melakukan hubungan seksual ) yang hampir tidak pernah
menawarkan perlindungan terhadap HIV/AIDS ( UNICEF/ UNAIDS, 2002 )
Mereka sering bergonta-ganti pasangan, tergantung kepada siapa yang memakainya.
Konsumennyapun berbagai macam kalangan dari tingkat ekonomi. Ada yang menjajakan
birahinya di pinggir jalan, di rel-rel kereta api, panti pijat, warung remang-remang, salon-
salon terselubung, dan di taman-taman kota yang siap sedia dibawa kemana pun
sipemakai mengajaknya. Ada juga yang mejeng di mall-mall, di tempat-tempat kos,
dilokalisasi bahkan ada yang gentayangan mencari mangsa di hotel-hotel melati dan
berbintang ( Syafruddin Amir, 2006 )
Kehidupan yang dijalani oleh PSK tersebut bukan hanya milik kota-kota besar saja
seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung, tetapi juga sudah merambah ke kota-kota kecil
lainnya termasuk Garut. Kenyataan kehidupan yang demikian sudah menjadi keseharian
di kota Garut yang konon sangat relegius ini ( LSM Mitra Perempuan Mandiri, 2006 )
Berdasarkan laporan DInas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi (
DISNAKERSOSTRAN ) tahun 2006 terdapat 158 PSK yang beroperasi di kota Garut
Meskipun upaya meminimalisir jumlah PSK dalam berbagai program rehabilitasi yang
dilakukan oleh berbagai macam LSM, DISNAKERSOSTRAN bekerja sama dengan
POLRES dan KESBANG ( SATPOL PP ) tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat,
paling tidak membekali mereka pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS dan
kesehatan reproduksi penting untuk menekan bertambah tingginya kasus HIV/AIDS di
kalangan kelompok “ risiko tinggi “ dengan tindakan preventif bagi mereka dalam
melayani para pelanggannya. Karena bagaimanapun juga PSK adalah perempuan yang
pada mereka terdapat hak-hak reproduksi sama seperti perempuan “ normal “ lainnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik mnelakukan penelitian tentang
fakto-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap pekerja seks komersial
tetang HIV/AIDS di kota Garut
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deksriptif korelasi yaitu suatu metode penelitian
yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan umur PSK, pendidikan PSK,
pendapatan PSK, lama bekerja PSK, akses informasi tentang HIV/AIDS, anjuran medis,
pengaruh rekan kerja PSK dan sikap petugas kesehatan dengan pengetahuan dan sikap
PSK tentang HIV/AIDS di kota Garut . Waktu penelitian dilakukan dari tanggal 01 Juni
sampai dengan tanggal 19 Juli 2008. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kros
seksional.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua PSK yang berada di kota Garut, yang
diperkirakan berjumlah sekitar 158 PSK..
Sampel yang digunakan adalah sebagian dari PSK yang ada di kota Garut. Tehnik
pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling yaitu pengambilan
responden PSK yang kebetulan ada atau tersedia pada waktu penelitian, adapun jumlah
sampel 35 orang PSK.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup.
HASIL PENELITIAN
Hasil Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Tehnik dalam analisis ini adalah tabulasi silang dengan uji
statistik Kai Kuadrat dengan derajat kemaknaan pada α = 0,05 dan uji Fisher Exact
karena dari hasil penelitian pada tabel 2 X 2 yang mempunyai satu atau lebih sel
mempunyai nilai harapan kurang dari 5
1.Hubungan antara umur dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
Tabel 1
Hubungan Antara Umur Dengan Pengetahuan PSK Tentang HIV /AIDS
Di Kota Garut Tahun 2008
Umur
Pengetahuan n Nilai P
Tinggi Rendah
f % f %
Muda 14 60,9 9 39,1 23 100
1.00 Tua 8 66,7 4 33,3 12 100
Total 22 62,9 13 37.1 35 100
Hasil analisis hubungan antara umur dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS pada
table diatas diperoleh sebanyak 14 orang ( 60,9 %) dari 23 responden termasuk dalam
kategori umur muda memiliki pengetahuan tinggi dan 9 orang ( 39,1%) memiliki
pengetahuan rendah. Sedangkan pada kategori umur tua terdapat 8 orang ( 66,7%) dari 12
responden yang mmemiliki pengetahuan tinggi dan sisanya 4 orang lagi memiliki
pengetahaun rendah.
Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara umur responden
dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( P > 0,05 )
2.Hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
Tabel 2
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pengetahuan PSK Tentang HIV /AIDS
Di Kota Garut Tahun 2008
Pendidikan
Pengetahuan n Nilai P
Tinggi Rendah
f % f %
Tinggi 10 43,5 13 56,5 23 100
0,001 Rendah 12 100 0 0 12 100
Total 22 62,9 13 37.1 35 100
Hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
pada tabel diatas diperoleh sebanyak 10 orang ( 43,5% %) dari 23 responden termasuk
dalam kategori pendidikan tinggi memiliki pengetahuan tinggi dan 13 orang ( 56,5 %)
memiliki pengetahuan rendah. Sedangkan pada kategori pendidikan rendah 12 orang (
100 %) dari 12 responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan tidak ada yang
pengetahaun rendah.
Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata ada hubungan antara pendidikan responden
dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( P < 0,05 )
3.Hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan PSK tentang HIV?AIDS
Tabel 3
Hubungan Antara Pendapatan Dengan Pengetahuan PSK Tentang HIV AIDS
Di Kota Garut Tahun 2008
Pendapatan
Pengetahuan n Nilai P
Tinggi Rendah
f % f %
Tinggi 11 91,7 1 8,3 12 100
0,013 Rendah 11 47,8 12 52,2 23 100
Total 22 62,9 13 37.1 35 100
Hasil analisis hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
pada tabel diatas diperoleh sebanyak 11 orang ( 91,7 %) dari 12 responden termasuk
dalam kategori pendidikan tinggi memiliki pengetahuan tinggi dan 1 orang ( 8,3 %)
memiliki pengetahuan rendah. Sedangkan pada kategori pendidikan rendah 11 orang
(47,8 %) dari 23 responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan 13 orang (37,1%)
yang pengetahaun rendah.
Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata ada hubungan antara pendapatan
responden dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( P < 0,05 )
4.Hubungan antara lama kerja dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
Tabel 4
Hubungan Antara Lama Kerja Dengan Pengetahuan PSK Tentang HIV / AIDS
Di Kota Garut Tahun 2008
Lama Kerja
Pengetahuan n Nilai P
Tinggi Rendah
f % f %
Lama 2 66,7 1 33,3 3 100
1,00 Baru 20 62,5 12 37,5 32 100
Total 22 62,9 13 37.1 35 100
Hasil analisis hubungan antara lama kerja dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
pada tabel diatas diperoleh sebanyak 2 orang ( 66,7 %) dari 3 responden termasuk dalam
kategori sudah lama bekerja memiliki pengetahuan tinggi dan 1 orang ( 33,3 %) memiliki
pengetahuan rendah. Sedangkan pada kategori baru bekerja 20 orang (62,5 %) dari 32
responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan 12 orang (37,5%) yang pengetahaun
rendah.
Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara lama kerja
responden dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( P > 0,05 )
5.Hubungan antara akses informasi dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
Tabel 5
Hubungan Antara Akses Informasi Dengan Pengetahuan PSK Tentang HIV /AIDS
Di Kota Garut Tahun 2008
Akses Informasi
Pengetahuan n Nilai P
Tinggi Rendah
f % f %
Pernah 13 61,9 8 38,1 21 100
1,00 Tidak Pernah 9 64,3 5 35,7 14 100
Total 22 62,9 13 37.1 35 100
Hasil analisis hubungan antara akses informasi dengan pengetahuan PSK tentang
HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 13 orang ( 61,9 %) dari 21 responden
termasuk dalam kategori pernah mengakses informasi memiliki pengetahuan tinggi dan 8
orang ( 38,1 %) memiliki pengetahuan rendah. Sedangkan pada kategori tidak pernah
mengakses informasi 9 orang (64,3 %) dari 14 responden yang memiliki pengetahuan
tinggi dan 5 orang (35,7 %) yang pengetahuan rendah.
Hasil uji Kai Kuadrat pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara lama kerja
responden dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( P > 0,05 )
6.Hubungan antara anjuran medis dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
Tabel 6
Hubungan Antara Anjuran Medis Dengan Pengetahuan PSK Tentang HIV /AIDS
Di Kota Garut Tahun 2008
Anjuran Medis
Pengetahuan n Nilai P
Tinggi Rendah
f % f %
Pernah 8 80 2 20 10 100
0,259 Tidak Pernah 14 56 11 44 25 100
Total 22 62,9 13 37.1 35 100
Hasil analisis hubungan antara anjuran medis dengan pengetahuan PSK tentang
HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 8 orang ( 80 %) dari 10 responden
termasuk dalam kategori pernah mendapat anjuran medis memiliki pengetahuan tinggi
dan 2 orang ( 20 %) memiliki pengetahuan rendah. Sedangkan pada kategori tidak pernah
mendapat anjuran medis 14 orang (56 %) dari 25 responden yang memiliki pengetahuan
tinggi dan 11 orang (44 %) yang pengetahuan rendah.
Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan anjuran medis dengan
pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( P > 0,05 )
7.Hubungan pengaruh rekan kerja dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
Tabel 7
Hubungan Antara Pengaruh Rekan Kerja Dengan Pengetahuan PSK
Tentang HIV /AIDS Di Kota Garut Tahun 2008
Pengaruh Rekan
Pengetahuan n Nilai P
Tinggi Rendah
f % f %
Positif 17 73,9 6 26,1 23 100
0,079 Negatif 5 41,7 7 58,3 12 100
Total 22 62,9 13 37.1 35 100
Hasil analisis hubungan antara pengaruh rekan kerja dengan pengetahuan PSK tentang
HIV/AIDS pada tabel diatas diperoleh sebanyak 17 orang ( 73,9 %) dari 23 responden
termasuk dalam kategori pernah mendapat pengaruh positif rekan kerja memiliki
pengetahuan tinggi dan 6 orang ( 26,1 %) memiliki pengetahuan rendah. Sedangkan pada
kategori pernah mendapat pengaruh negatif 5 orang (41,7 %) dari 12 responden yang
memiliki pengetahuan tinggi dan 7 orang (58,3 %) yang pengetahuan rendah.
Hasil uji Fisher Exact pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara pengaruh rekan
kerja dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( P > 0,05 )
8.Hubungan sikap petugas kesehatan dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
Tabel 8
Hubungan Antara Sikap Petugas Kesehatan Dengan Pengetahuan PSK
Tentang HIV /AIDS Di Kota Garut Tahun 2008
Sikap Petugas
Pengetahuan n Nilai P
Tinggi Rendah
f % f %
Ramah 10 66,7 5 33,3 15 100
0,960 Tidak Ramah 12 60 8 40 20 100
Total 22 62,9 13 37.1 35 100
Hasil analisis hubungan antara sikap petugas kesehatan dengan pengetahuan PSK tentang
HIV/AIDS pada Tabel diatas diperoleh sebanyak 10 orang ( 66,7 %) dari 15 responden
termasuk dalam kategori yang menyatakan sikap petugas kesehatan ramah dalam
memberikan pelayanan memiliki pengetahuan tinggi dan 5 orang ( 33,3 %) memiliki
pengetahuan rendah. Sedangkan pada kategori yang menyatakan petugas tidak ramah
sebanyak 12 orang (60 %) dari 20 responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan 8
orang (40 %) yang pengetahuan rendah.
Hasil uji Kai Kuadrat pada α = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara sikap petugas
kesehatan dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS ( P > 0,05 )
PEMBAHASAN
1.Hubungan antara umur dengan pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS
Dari hasil penelitian didapat hasil hubungan antara umur dengan pengetahuan
PSK tentang HIV/AIDS sebanyak 14 orang ( 60,9%) dari 23 responden yang termasuk
dalam kategori umur muda meiliki pengetahuan tinggi, dan 9 orang ( 39,1% ) memiliki
pengetahuan rendah. Sedangkan pada kategori umur tua terdapat 8 orang ( 66,7% ) dari
12 responden yang memiliki pengetahuan tinggi dan sisanya 4 responden memiliki
pengetahuan rendah.
Hasil uji statistik didapat hasil tidak ada hubungan antara umur dengan
pengetahuan PSK tentang HIV/AIDS.
Berdasarkan teori, umur dapat mempengaruhi pengetahuan salah satunya
diperoleh dari pengalaman seseorang. Seorang yang berumur lebih berpengalaman dan
pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang ( Notoatmodjo,
2003 ). Selanjutnya dalam penelitian disebutkan bahwa sebanyak 270.000 PSK yang ada
di Indonesia, sekitar 60% diantaranya berusia 24 tahun atau kurang dan hanya 30% saja
yang memiliki pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS ( www.antaranews.co.id, 2007
)
Tetapi dalam penelitian ini, tidak ditemukan bahwa umur PSK yang lebih tua
dapat mempengaruhi pengetahuannya tentang HIV/AIDS, Justru PSK dengan umur
muda, pengetahuan dan pemahamannya tentang HIV/AIDS lebih baik. Selain itu dari 35
responden PSK yang diteliti, responden yang berumur tua hanya 2 orang lebih sedikit
dibandingkan responden PSK yang berusia muda.
Ada beberapa faktor lain yang berkaitan dengan tingginya pengetahuan PSK
tentang HIV/AIDS pada responden yang berusia muda. Diantaranya pendidikan serta
akses informasi yang mereka dapatkan selain dari faktor umur. Makin berkembangnya
dunia teknologi di era globalisasi seperti sekarang ini membuat siapapun dengan cepat
memperoleh informasi tentang apa saja yang diperlukan. Tetapi tentunya hal ini
tergantung dari kemauan individu tersebut untuk dapat mencari, membuka dan menerima
informasi yang didapat apakah berguna atau tidak untuk kepentingan dirinya.